Top Banner
Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS Pengembangan Simulator FES-Induced Paraplegic Standing dengan Kontrol PID Kevin Nyoman Putra - 2207100066 Jurusan Teknik Elektro – FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS, Surabaya – 60111 Abstrak - Penderita Paraplegia, kelumpuhan pada tubuh bagian bawah karena kerusakan tulang belakang (SCI, Spinal Cord Injury), selalu membutuhkan alat bantu seperti kursi roda untuk kemudahan melakukan aktivitas. Sehingga, produktivitas kegiatan yang dilakukan sehari-hari tidak dapat ditingkatkan. Dengan teknologi sekarang, memungkinkan penderita Paraplegia untuk dapat melakukan aktivitas paling dasar, berdiri, dengan alat bantu bernama FES (Functional Electrical Stimulation). Melalui stimulus arus listrik bertegangan rendah ke saraf otot, FES dapat mengembalikan kemampuan motorik otot yang lumpuh. Sistem FES terdiri dari sensor (elektroda invasive maupun non-invasive, atau implant), kontrol feedback (kontrol PID atau Hybird yang menggunakan metode Artificial Neural Network) untuk mengatur kadar stimulus listrik, dan stimulator sebagai pembangkit pulsa listrik. Karena output kontrol feedback FES yang akurat sulit untuk dihasilkan, maka dari itu perlu studi simulasi untuk mencarikan metode kontrol feedback yang optimal. Studi ini berupa simulasi tubuh manusia yang melakukan paraplegic standing, terdiri dari tiga fase, yaitu fase berdiri (standing phase), fase berdiri-duduk (stand-sit phase) dan fase duduk- berdiri (sit-stand phase). Dari ketiga fase simulasi dan input parameter model tubuh, melalui proses sistem kontrol didapatkan sebuah pembelajaran. Hasil studi ini dapat diaplikasikan ke suatu alat FES, dengan mengetahui metode kontrol secara efektif dalam semua kondisi yang mungkin, yang telah dipelajari dalam studi ini. Simulasi fase berdiri-duduk terdapat keterbatasan set point kontrol untuk menghasilkan postur duduk, dengan set point panggul 60° dan lutut 75°. Simulasi fase berdiri dan duduk-berdiri menunjukkan kontrol dapat bekerja secara baik dengan osilasi eror feedback berkisar 1°, yang sudah teruji dengan posisi tubuh tampak diam. Kata kunci : functional electrical stimulation (FES), paraplegic standing, simulasi, standing. 1. PENDAHULUAN FES (Functional Electrical Stimulation) pada umumnya dipakai untuk alat rehabilitasi bagi penderita SCI (Spinal Cord Injury). Dengan teknologi sekarang, FES dapat difungsikan untuk melakukan aktivitas paling dasar, berdiri, menggunakan metode kontrol PID. Untuk menghasilkan output kontrol FES yang akurat, pada tugas akhir ini akan dilakukan studi pengembangan simulator untuk mencarikan metode kontrol feedback yang optimal. Tujuan dari penelitian ini diharapkan akan menghasilkan simulasi paraplegic standing dan mengaplikasikannya ke FES (Functional Electrical Stimulation) untuk mendapatkan kontrol feedback yang optimal. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana mementukan batasan minimal parameter-parameter input yang dibutuhkan, memodelkan kontrol sebagai penghasil torsi aktif dan mengontrol segmen tubuh bagian bawah sesuai dengan set point yang diberikan. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, batasan masalah dalam penelitian ini adalah model tubuh bagian atas yang dimasukkan kedalam simulasi hanya trunk, gaya dari luar tubuh (ground reaction force), gerakan tangan (external disturbance) dan muscle fatigue ditiadakan. 2. TEORI PENUNJANG 2.1 Unit Motor Unit motor pada otot rangka terdiri dari sebuah motor neuron dan semua serat otot yang terhubung dengan neuron. Ketika neuron tereksitasi, serat-serat otot pada unit motor merespon sebagai satu bagian. Serat-serat untuk setiap unit motor letaknya tidak berdekatan melainkan berpencar bahkan ke otot yang terhubung dengan serat dari unit motor lain. Maka dari itu, bila sebuah unit motor terstimulus, sebagian besar otot tampak berkontraksi. Bila ada unit motor lain ikut teraktivasi, otot tersebut akan berkontrasi dengan gaya lebih besar. Istilah unit-unit motor yang memberikan respon untuk menghasilkan stimulus yang besar disebut recruitment. Semakin lama waktu kontraksi, semakin banyak recruitment motor unit lainnya. Gambar 1 Recruitment motor unit[1] 2.2 Unit Musculotendinous Tendon dan jaringan ikat merupakan struktur viscoelastic yang menentukan karakteristik mekanik otot saat berkontraksi dan passive extension. Hill (1970) menunjukkan bahwa tendon mewakili komponen elastic pegas (SEE) terhubung seri dengan komponen contractile (aktin dan myosin, CE) dan terhubung paralel dengan komponen elastic yang kedua. Ketika komponen elastis paralel dan seri meregang saat otot berkontraksi aktif maupun pasif, dihasilkannya ketegangan dan energi tersimpan; saat otot berelaksasi, pentalan balik terjadi saat energi yang tersimpan dilepaskan. Total gaya yang dapat dihasilkan oleh otot, dipengaruhi oleh kualitas mekanis, yaitu length-tension (panjang dan ketegangan), load-velocity (beban dan kecepatan), dan force-time (gaya dan waktu) relationships dan struktur otot rangka. Faktor lainnya yang mempengaruhi hasil gaya adalah suhu otot dan fatigue otot.
10

Pengembangan Simulator FES-Induced Paraplegic Standing ... · Unit motor pada otot rangka terdiri dari sebuah motor neuron dan semua serat otot yang terhubung dengan neuron. Ketika

Mar 06, 2019

Download

Documents

vuonghanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pengembangan Simulator FES-Induced Paraplegic Standing ... · Unit motor pada otot rangka terdiri dari sebuah motor neuron dan semua serat otot yang terhubung dengan neuron. Ketika

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS

Pengembangan Simulator FES-Induced Paraplegic Standing dengan

Kontrol PID

Kevin Nyoman Putra - 2207100066

Jurusan Teknik Elektro – FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Kampus ITS, Surabaya – 60111

Abstrak - Penderita Paraplegia, kelumpuhan pada tubuh

bagian bawah karena kerusakan tulang belakang (SCI, Spinal

Cord Injury), selalu membutuhkan alat bantu seperti kursi roda

untuk kemudahan melakukan aktivitas. Sehingga,

produktivitas kegiatan yang dilakukan sehari-hari tidak dapat

ditingkatkan. Dengan teknologi sekarang, memungkinkan

penderita Paraplegia untuk dapat melakukan aktivitas paling

dasar, berdiri, dengan alat bantu bernama FES (Functional

Electrical Stimulation). Melalui stimulus arus listrik

bertegangan rendah ke saraf otot, FES dapat mengembalikan

kemampuan motorik otot yang lumpuh. Sistem FES terdiri dari

sensor (elektroda invasive maupun non-invasive, atau implant),

kontrol feedback (kontrol PID atau Hybird yang menggunakan

metode Artificial Neural Network) untuk mengatur kadar

stimulus listrik, dan stimulator sebagai pembangkit pulsa

listrik. Karena output kontrol feedback FES yang akurat sulit

untuk dihasilkan, maka dari itu perlu studi simulasi untuk

mencarikan metode kontrol feedback yang optimal. Studi ini

berupa simulasi tubuh manusia yang melakukan paraplegic

standing, terdiri dari tiga fase, yaitu fase berdiri (standing

phase), fase berdiri-duduk (stand-sit phase) dan fase duduk-

berdiri (sit-stand phase). Dari ketiga fase simulasi dan input

parameter model tubuh, melalui proses sistem kontrol

didapatkan sebuah pembelajaran. Hasil studi ini dapat

diaplikasikan ke suatu alat FES, dengan mengetahui metode

kontrol secara efektif dalam semua kondisi yang mungkin, yang

telah dipelajari dalam studi ini. Simulasi fase berdiri-duduk

terdapat keterbatasan set point kontrol untuk menghasilkan

postur duduk, dengan set point panggul 60° dan lutut 75°.

Simulasi fase berdiri dan duduk-berdiri menunjukkan kontrol

dapat bekerja secara baik dengan osilasi eror feedback berkisar

1°, yang sudah teruji dengan posisi tubuh tampak diam.

Kata kunci : functional electrical stimulation (FES), paraplegic

standing, simulasi, standing.

1. PENDAHULUAN

FES (Functional Electrical Stimulation) pada umumnya

dipakai untuk alat rehabilitasi bagi penderita SCI (Spinal Cord

Injury). Dengan teknologi sekarang, FES dapat difungsikan untuk

melakukan aktivitas paling dasar, berdiri, menggunakan metode

kontrol PID. Untuk menghasilkan output kontrol FES yang akurat,

pada tugas akhir ini akan dilakukan studi pengembangan simulator

untuk mencarikan metode kontrol feedback yang optimal.

Tujuan dari penelitian ini diharapkan akan menghasilkan

simulasi paraplegic standing dan mengaplikasikannya ke FES

(Functional Electrical Stimulation) untuk mendapatkan kontrol

feedback yang optimal.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah

bagaimana mementukan batasan minimal parameter-parameter

input yang dibutuhkan, memodelkan kontrol sebagai penghasil torsi

aktif dan mengontrol segmen tubuh bagian bawah sesuai dengan set

point yang diberikan.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, batasan

masalah dalam penelitian ini adalah model tubuh bagian atas yang

dimasukkan kedalam simulasi hanya trunk, gaya dari luar tubuh

(ground reaction force), gerakan tangan (external disturbance) dan

muscle fatigue ditiadakan.

2. TEORI PENUNJANG

2.1 Unit Motor

Unit motor pada otot rangka terdiri dari sebuah motor neuron

dan semua serat otot yang terhubung dengan neuron. Ketika neuron

tereksitasi, serat-serat otot pada unit motor merespon sebagai satu

bagian. Serat-serat untuk setiap unit motor letaknya tidak

berdekatan melainkan berpencar bahkan ke otot yang terhubung

dengan serat dari unit motor lain. Maka dari itu, bila sebuah unit

motor terstimulus, sebagian besar otot tampak berkontraksi. Bila

ada unit motor lain ikut teraktivasi, otot tersebut akan berkontrasi

dengan gaya lebih besar. Istilah unit-unit motor yang memberikan

respon untuk menghasilkan stimulus yang besar disebut

recruitment. Semakin lama waktu kontraksi, semakin banyak

recruitment motor unit lainnya.

Gambar 1 Recruitment motor unit[1]

2.2 Unit Musculotendinous

Tendon dan jaringan ikat merupakan struktur viscoelastic

yang menentukan karakteristik mekanik otot saat berkontraksi dan

passive extension. Hill (1970) menunjukkan bahwa tendon

mewakili komponen elastic pegas (SEE) terhubung seri dengan

komponen contractile (aktin dan myosin, CE) dan terhubung paralel

dengan komponen elastic yang kedua.

Ketika komponen elastis paralel dan seri meregang saat otot

berkontraksi aktif maupun pasif, dihasilkannya ketegangan dan

energi tersimpan; saat otot berelaksasi, pentalan balik terjadi saat

energi yang tersimpan dilepaskan.

Total gaya yang dapat dihasilkan oleh otot, dipengaruhi oleh

kualitas mekanis, yaitu length-tension (panjang dan ketegangan),

load-velocity (beban dan kecepatan), dan force-time (gaya dan

waktu) relationships dan struktur otot rangka. Faktor lainnya yang

mempengaruhi hasil gaya adalah suhu otot dan fatigue otot.

Page 2: Pengembangan Simulator FES-Induced Paraplegic Standing ... · Unit motor pada otot rangka terdiri dari sebuah motor neuron dan semua serat otot yang terhubung dengan neuron. Ketika

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS

Gambar 2 Musculotendinous unit tipe Hill[1]

Elastisitas dan distensibilitas dari komponen elastis sangat

berperan penting bagi otot dalam beberapa cara:

1. Otot cenderung siap untuk berkontraksi dan memastikan

ketegangan otot dihasilkan dan ditransmisikan tanpa

gangguan selama kontraksi terjadi.

2. Dapat dipastikan elemen kontraktil (CE) kembali ke posisi

istirahat ketika proses kontraksi berhenti.

3. Dapat mencegah proses regang pasif secara berlebihan

pada elemen kontraktil (CE) ketika elemen ini dalam

kondisi relaksasi, dengan kata lain mengurangi bahaya

terlukanya otot.

2.3 FES, Penerapan FES pada kaki

FES merupakan suatu rangkaian elektronika yang dapat

menghasilkan kontraksi otot yang stabil. Hal ini dikarenakan FES

menghasilkan suatu pulsa stabil, yang prinsip kerjanya mirip

dengan prinsip kerja syaraf. Rangkaian pulsa yang dilewatkan ke

jaringan otot menyebabkan kontraksi pada otot. Dengan

berkontraksinya otot maka tulang-tulang yang diikat oleh otot

tersebut dapat berubah posisinya sehingga tubuh kita dapat

bergerak. Untuk melewatkan rangkaian pulsa dari FES ke otot

diperlukan suatu elektroda yang ditempelkan di permukaan kulit.

Dengan adanya elektroda tersebut maka sinyal-sinyal elektrik dapat

dilewatkan ke otot dan menyebabkan otot berkontraksi.

Penerapan dari FES sendiri sangatlah luas, salah satunya

untuk melatih otot kaki pada penderita lemah otot atau stroke

sehingga si penderita dapat menjaga bahkan memperbaiki

kemampuan motoriknya. Perlu ditekankan disini bahwa untuk

menggerakkan otot motoriknya, seseorang tidak dapat hanya

menggunakan FES tanpa ada sistem yang mendukungnya. FES

tidak dapat bekerja sesuai dengan yang kita inginkan tanpa adanya

kontrol dari luar. Oleh karena itu diperlukan suatu metode kontrol

untuk mengatur kerja dari FES itu sendiri.

Gambar 3 Recruitment motor unit[2]

3. DISAIN SIMULASI

Perancangan model tubuh manusia terdiri dari beberapa

tahapan, yaitu tahap perancangan skeletal dynamic, tahap

perancangan model otot dan tahap animasi. Software yang

digunakan untuk membuat simulasi adalah Borland Delphi 7.

Untuk tampilan model, menggunakan library yang terdapat di

Borland Delphi 7, yaitu Open GL.

Pada tahap perancangan skeletal dynamic, tubuh bagian atas

(kepala, tangan, badan) akan diwakilkan sebagai segmen trunk.

Model tubuh manusia dipresentasikan dalam bidang sagital dan

karena strategi pengkontrolan sisi kanan dan kiri tubuh sama, hanya

sisi bagian kanan tubuh yang akan dipakai untuk pembelajaran.

Seperti pada gambar 4, hasil output yang dibutuhkan adalah

percepatan sudut. Elastic torque dan damp torque adalah faktor joint

stiffness dari model tubuh manusia yang menghasilkan torsi pasif.

Model otot yang dibuat terdiri dari dua jenis otot, yaitu

berfungsi sebagai penghasil torsi flexion dan torsi extensión.

Karena pada simulasi hanya diwakilkan oleh satu otot, untuk

mengkompensasi menjadi kumpulan otot, maka nilai gaya

maksimum dari setiap jenis otot akan ditingkatkan. Hasil output

yang didapat, berupa torsi aktif, akan dimasukkan pada bagian torsi

pada persamaan Lagrange.

Faktor lainnya yang mempengaruhi kerja model adalah gaya

gravitasi. Sedangkan faktor yang tidak akan dimasukkan untuk

mengurangi kerumitan dalam pembuatan kontroler yaitu efek

muscle fatigue, dan gangguan yang dihasilkan dari gerakan tangan.

Gambar 4 Blok Diagram model skeletal dynamic dan penghasil torsi pasif.

3.1 Model Skeletal Dynamic

Model sederhana tubuh manusia digambarkan sesuai inverted

pendulum dengan rantai tiga sendi pada bidang sagital. Ankle, knee,

dan hip diwakilkan sebagai pivot joints. Trunk, thigh, dan shank

sebagai segmen kaku, penghubung antar joints. leher juga dapat

dipertimbangkan sebagai joint. Namun, tambahan joint leher akan

meningkatkan kerumitan dalam perhitungan, sehingga diabaikan

pada simulasi.

Keseluruhan gerakan dinamika tubuh pada bidang sagital dapat

diperoleh melalui metode Lagrangian. Untuk mengatur hubungan

antar segmen, sudut sendi θ dipakai, yang dapat dilihat pada gambar

5. Setiap nomor menentukan sendi (1:pergelangan kaki, 2:lutut,

3:panggul). dan menyatakan panjang segmen kaki bagian

bawah dan kaki bagian atas. , , dan menyatakan jarak dari

sendi distal ke center of mass dari segmen. dan mewakili

massa dan momen inersia dari setiap segmen.

Page 3: Pengembangan Simulator FES-Induced Paraplegic Standing ... · Unit motor pada otot rangka terdiri dari sebuah motor neuron dan semua serat otot yang terhubung dengan neuron. Ketika

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS

Gambar 5 Tiga sendi model tubuh manusia bidang sagital [4]

(1)

Melalui rumus (1) diatas, dimana adalah energi kinetik

dan adalah energi potensial, didapatkan fungsi Lagrange.

Berikut persamaan Energi kinetik dan Energi potensial:

(2a)

(2b)

Dimana,

m = massa (kg)

v = kecepatan (m/s)

I = momen inersia (kg.m2) ω = kecepatan sudut (rad/s)

(3)

Persamaan (3) melalukan turunan terhadap fungsi Lagrange

untuk masing-masing segmen. Kemudian, setiap segmen

dikelompokkan menurut motion equation berikut:

(4)

Sehingga nilai masing-masing komponen didapatkan sebagai

berikut:

(5a)

(5b)

(5c)

(5d)

(5e)

(5f)

(5g)

(5h)

(5i)

(5j)

(5k)

(5l)

(5m)

(5n)

(5o)

(5p)

(5q)

(5r)

(5s)

(5t)

(5u)

Kecepatan dan posisi sudut didapatkan melalui metode runge-

kutta. Permasalahan awal untuk mendapatkan kecepatan sudut dari

percepatan sudut seperti berikut:

(6)

Page 4: Pengembangan Simulator FES-Induced Paraplegic Standing ... · Unit motor pada otot rangka terdiri dari sebuah motor neuron dan semua serat otot yang terhubung dengan neuron. Ketika

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS

Perubahan percepatan sudut (y’) dipengaruhi oleh fungsi

kecepatan y dan waktu t. Pada awal sistem, waktu adalah t0 dan

kecepeatan adalah y0. Metode RK (Runge-Kutta) untuk

menyelesaikan permasalahan (6) adalah sebagai berikut:

(7a)

(7b)

dimana yn + 1 sama dengan y(tn + 1), dan

(8a)

(8b)

(8c)

(8d)

Komponen terakhir pada persamaan (4), merupakan hasil

penjumlahan dari torsi pasif ditambah dengan torsi aktif. Torsi pasif

didapatkan dari persamaan berikut:

(9)

di persamaan (9) adalah faktor damping torque, yang

dipengaruhi oleh kecepatan sudut; dan sisa persamaan lainnya

adalah faktor elastic torque, dipengaruhi oleh posisi sudut.

Komponen selain kecepatan dan posisi sudut merupakan komponen

dari joint stiffness untuk setiap sendi.

3.2 Model Otot

Model otot pada gambar 6, berfungsi untuk menghasilkan

torsi aktif. Berikut komponen-komponen yang mempengaruhi hasil

output gaya adalah activation dynamics¸ Fmax, force-velocity

relationship, force-length relationship dan konversi dari gaya ke

torsi.

u atau u(t) adalah fungsi eksitasi terhadap satuan waktu yang

dihasilkan dari saraf motorik otot (neural excitation). Melalui

activation dynamics, dihasilkan fungsi sinyal aktivasi otot terhadap

waktu a(t). Berikut fungsi activation :

(10)

Gambar 6 Diagram blok model otot[1]

Fmax adalah gaya maksimum yang dapat dihasilkan sebuah

otot. Model otot menggunakan tendon, sehingga membutuhkan

jumlah lebih dari satu untuk dapat menggerakkan atau menahan

segmen tubuh. Maka dari itu, nilai Fmax akan dikalikan dengan

jumlah otot segmen tertentu pada tubuh manusia.

Force-length relationship berhubungan dengan posisi sudut

sendi, yang berfungsi menentukan panjang suatu otot dapat

berkontraksi. Berikut fungsi force-length relationship:

(11)

dimana, merupakan fungsi panjang otot terhadap posisi

sudut dan adalah panjang maksimum otot.

Force-velocity relationship memiliki hubungan terhadap

kecepatan sudut sendi, menentukan cepat lambatnya otot

berkontraksi. Fungsi force-velocity relationship adalah sebagai

berikut:

(12)

Dengan demikian, dihasilkannya gaya otot melalui

persamaan:

(13)

Menggunakan model Hill, otot memiliki elemen damping dan

elastic melalui fungsi:

(14)

(15)

dimana adalah konstanta damping dan adalah

konstanta elastic. Untuk mengubah gaya menjadi torsi otot,

digunakan fungsi:

(16)

Page 5: Pengembangan Simulator FES-Induced Paraplegic Standing ... · Unit motor pada otot rangka terdiri dari sebuah motor neuron dan semua serat otot yang terhubung dengan neuron. Ketika

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS

Pada (16), r adalah jarak vektor antara titik gaya yang

dihasilkan dengan titik terjadinya perbedaan sudut (sendi). Setiap

sendi memiliki dua jenis fungsi otot yang kerjanya berlawanan,

yaitu otot yang bekerja sebagai flexor, menghasilkan gerakan

flexion dan extensor, menghasilkan gerakan extension. Sehingga,

torsi aktif yang dimasukkan ke torsi total, dalam persamaan (4),

setidaknya membutuhkan 2 torsi aktif, yaitu torsi aktif flexor dan

extensor.

Berdasarkan model musculoskeletal (gambar 7), berikut tabel

pembagian nama-nama otot yang bekerja terhadap fungsinya:

Gambar 7 Model Musculoskeletal[7]

Tabel 1 Komposisi Otot Berdasarkan Fungsi Kerja Otot[7]

Sendi Flexor Extensor

Hip iliopsoas, biceps femoris long gluteus maximus, biceps

femoris long

Knee biceps femoris (short, long),

gastrocnemius vastus, rectus femoris

Ankle tibialis anterior soleous, gastrocnemius

Pada gambar 7 bagian B, otot terbagi menjadi dua jenis, yaitu

otot uniarticular (sering disebut monoarticular), berwarna merah

dan otot biarticular, berwarna oranye. Otot monoarticular adalah

otot yang menempel pada satu sendi, sedangkan biarticular

merupakan otot yang membentang pada dua sendi atau lebih.

Model otot pada simulasi hanya menggunakan monoarticular.

Otot monoarticular bekerja hanya pada sebuah sendi. Sedangkan,

otot biarticular bertugas menyalurkan energi dari satu sendi ke

sendi lainnya, yang membutuhkan pola aktivasi otot tersendiri.

Maka dari itu, fungsi otot biarticular dapat dikompensasi dengan

menambahkan nilai gaya maksimum otot. Parameter model untuk

torsi otot dapat dilihat di lampiran.

3.3 Disain Animasi

Fitur animasi pada program Borland Delphi 7 dapat dibuat

menggunakan library GLScene. GLScene adalah Open Graphic

Library (OpenGL) yang berbasis 3D untuk pemrograman bahasa

Delphi 7. Karena GLScene open source, file dapat di-download

melalui internet[8].

Gambar 8 Template library GLScene pada Delphi[8]

Komponen minimum yang dibutuhkan untuk menampilkan

gambar pada Delphi adalah:

- TGLScene component; Komponen master untuk menampung

semua komponen GLScene (Scene Editor)

- TGLSceneViewer; kanvas untuk menampilkan animasi

pada form

- TGLCamera; Komponen untuk menentukan sudut pandang

animasi yang terlihat pada TGLSceneViewer

- TGLLight; Komponen pencahayaan yang diberikan kepada

objek animasi

Berikut tampilan simulasi menggunakan OpenGL:

Gambar 9 Tampilan simulasi menggunakan OpenGL

4. PENGUJIAN ALAT

Pengujian kontroler yang didisain akan dilakukan secara

bertahap. Kemudian, setiap hasil uji tahapan dianalisa untuk

mendapatkan penyelesaian terhadap permasalahan diatas. Melalui

hasil uji coba dan analisa simulasi untuk FES-induced paraplegic

standing, diharapkan mendapat kontrol feedback yang optimal.

Untuk perancangan kontroler, dibuat menggunakan metode

kontrol PID. Input kontroler adalah eror posisi dan kecepatan sudut.

Eror setiap feedback didapat dari selisih antara nilai setting dan

output sistem. Langkah pembuatan dimulai dari kontroler sebagai

penghasil torsi aktif, menggantikan model otot. Berikutnya, dibuat

menjadi dua jenis kontroler, untuk mengontrol torsi flexor dan torsi

extensor. Terakhir, kontroler sebagai penghasil aktivasi otot dan

model otot dimasukkan ke persamaan untuk menghasilkan torsi

aktif.

4.1 Pengujian skeletal dynamic model

Melalui program referensi dari pembuat sebelumnya (Yosef,

2202100123), diuji persamaan lagrange (4) untuk menentukan

kestabilan sekeletal dynamic model, dengan menggunakan

komponen segmen thigh, shank, foot dan joint stiffness yang sudah

tersedia (model Ogihara, 2000).

Gambar 10 adalah program simulasi kaki (thigh, shank, foot)

bidang sagital, yang diposisikan sebagai pendulum, dimana titik

gantung terletak di hip (sendi panggul); untuk menguji kestabilan

model, sudut awal hip diberi nilai 22 derajat positif. Grafik simulasi

menggambarkan posisi sudut setiap sendi, merah = hip, hijau =

knee, dan kuning = ankle.

Page 6: Pengembangan Simulator FES-Induced Paraplegic Standing ... · Unit motor pada otot rangka terdiri dari sebuah motor neuron dan semua serat otot yang terhubung dengan neuron. Ketika

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS

Gambar 10 Pengujian skeletal dynamic model

Dapat dilihat pada grafik (gambar 10), semua posisi sudut

menuju ke steady state sehingga skeletal dynamic model yang diberi

parameter Ogihara telah teruji stabil. Posisi stabil setiap sendi

berbeda, dikarenakan adanya komponen joint stiffness, yang

berfungsi menghasilkan torsi pasif pada model.

4.2 Pengujian kontroler sebagai penghasil torsi aktif

Tujuan pada pengujian ini adalah menentukan input kontrol

feedback yang dibutuhkan untuk mengendalikan model tubuh

manusia sesuai nilai set point. Setiap sendi membutuhkan masing-

masing satu kontroler. Jadi, untuk mengontrol kaki bagian bawah,

minimal terdapat tiga kontrol PID. Masing-masing set point untuk

hip, knee, ankle adalah sama, 0.1°.

Bila dilihat pada persamaan torsi pasif (9), terdapat dua

komponen, elastic dan damping dimana secara berurutan setiap

faktor dipengaruhi oleh posisi dan kecepatan sudut. Untuk

mengkompensasi setiap komponen yang berubah terhadap fungsi

waktu, input terhadap kontroler tidak hanya cukup eror dari posisi

sudut.

Pertama kali, gain diatur sebagai berikut:

KP[1] = 55.5

KP_v[1] = 55.5

KP[2] = 55.5

KP_v[2] = 55.5

KP[3] = 55.5

KP_v[3] = 55.5

(17)

Array 1, 2, 3 merupakan segmen untuk ankle, knee,hip. KP

adalah gain untuk posisi sudut dan KP_v gain untuk kecepatan

sudut.

Pada gambar 11, Grafik kiri atas (eror kontrol PID) dan kiri

bawah (posisi sudut) menunjukkan sistem divergensi, dimana garis

hitam, hijau, ungu secara berurutan adalah hip, knee, ankle. Torsi

hip semakin lama semakin membesar (grafik paling atas kanan) dan

kedua torsi lainnya (knee, ankle) bernilai sangat besar.

Kontroler belum stabil, menyebabkan sistem bersifat

divergensi,. Setelah mencoba beberapa kombinasi untuk mengatur

kestabilan sistem, gain kecepatan sudut dinaikkan. Hasilnya, osilasi

sudut lebih kecil dan sistem dapat menuju ke steady state. Untuk

gain posisi sudut, semakin besar maka waktu menuju ke steady state

semakin cepat.

Nilai gain diatur sebagai berikut:

KP[1] = 105.5 KP_v[1] = 255.5

KP[2] = 105.5

Gambar 11 Kontrol PID dengan input eror posisi sudut dan kecepatan

sudut

Gambar 12 Kontrol PID dengan penyesuaian gain posisi dan kecepetan

sudut

KP_v[2] = 255.5

KP[3] = 105.5

KP_v[3] = 255.5

(18)

Dua komponen torsi pasif sudah terkontrol dengan baik.

Posisi tubuh bagian bawah dapat tahan berdiri, dengan mengkontrol

torsi aktif yang ditentukan oleh input eror posisi dan kecepatan

sudut. Komposisi gain diatas merupakan nilai maksimum untuk

menghasilkan simulasi sistem yang optimal. Bila gain posisi sudut

dinaikkan untuk mempercepat kestabilan sistem, gain kecepatan

sudut juga harus diganti sesuai komposisi untuk meminimalkan

osilasi, tetapi sistem menjadi tidak stabil.

Untuk pengujian trajectory dari posisi berdiri menuju ke

posisi duduk, nilai set point hip dan knee diganti sebesar 80°.

Gambar 13 menunjukkan simulasi trajectory berjalan tanpa

gangguan. Dengan set point bernilai 80°, animasi sudah

mewakilkan posisi duduk dan merupakan batas maksimum untuk

mempercepat waktu steady state.

Bila set point dinaikkan diatas 80°, sudut hip dan knee saat

steady state terdapat offset kurang lebih 5°, yang butuh waktu

sangat lama untuk menuju set point. Periode transisi dari berdiri

menuju duduk sekitar 1000 milisekon.

Page 7: Pengembangan Simulator FES-Induced Paraplegic Standing ... · Unit motor pada otot rangka terdiri dari sebuah motor neuron dan semua serat otot yang terhubung dengan neuron. Ketika

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS

Gambar 12 Simulasi trajectory dari posisi berdiri menuju duduk

Gambar 13 Simulasi trajectory dari posisi duduk menuju berdiri. Untuk

simulasi dari duduk menuju berdiri, set point hip dan knee diberi nilai 89°.

Perubahan posisi duduk ke berdiri dimulai dari iterasi ke – 3500 dan periode

transisi sekitar 800 milisekon

4.3 Pengujian kontroler sebagai penghasil torsi aktif

fleksor dan ekstensor

Tugas kontroler terbagi menjadi dua, untuk menggerakan

flexion, dimana gerakan mengangkat (posisi sudut lebih besar dari

keadaan sebelumnya) dan extension, gerakan menurun (posisi sudut

lebih kecil dari keadaan sebelumnya). Setelah dirancang, nilai gain

disesuaikan dengan keadaan sistem:

KP[1] := 285.5;

KP1[1] := 285.5

KP_v[1] := 255.5;

KP_v1[1] := 255.5;

KP[2] := 155.5;

KP1[2] := 155.5;

KP_v[2] := 255.5;

KP_v1[2] := 255.5;

KP[3] := 25.5;

KP1[3] := 5.5;

KP_v[3] := 255.5;

KP_v1[3] := 255.5;

(19)

KP1 dan KP_v1 adalah gain posisi dan kecepatan sudut untuk

torsi ekstensor; sedangkan KP dan KP_v untuk torsi fleksor. Sistem

yang didapat lebih ‘kasar’, karena rancangan kontroler lebih

kompleks, sehingga dibutuhkan penyesuaian komposisi gain untuk

torsi fleksor maupun torsi ekstensor sesuai dengan karakteristik dari

torsi pasif sistem.

4.4 Pengujian kontroler sebagai penghasil aktivasi

motorik otot

Gambar 14 Diagram blok kontroler sebagai penghasil aktivasi motorik otot

Pengujian berikut ini adalah langkah terakhir untuk

mendapatkan sinyal output yang disesuaikan dengan karakteristik

FES, pulsa listrik dengan amplitudo sama, periode dan durasi pulsa

yang berbeda terhadap waktu. Pada gambar 14, untuk setiap segmen

terdapat 4 kontrol PID, yang berfungsi untuk mengatur:

- Posisi sudut fleksor

- Kecepatan sudut fleksor

- Posisi sudut ekstensor

- Kecepatan sudut ekstensor

Keempat kontrol PID akan dijumlahkan untuk menghasilkan

keluaran sinyal aktivasi otot. Sehingga, total kontrol PID berjumlah

12 buah yang harus ditentukan komposisi gain-nya.

Pada pengujian sebelumnya, gain untuk kontrol Integral dan

Derivative ditentukan melalui trial & error. Karena semakin banyak

jumlah kontrol PID pada pengujian ini, guna mengurangi kerumitan

dan butuh waktu untuk penyesuaian gain satu per-satu, maka

digunakan metode tuning Ziegler-Nichols. Berikut tabel jenis

kontrol yang dipakai dengan gain yang ditentukan:

Tabel 2 Metode Ziegler-Nichols[9]

Jenis

Kontrol Kp Ki Kd

P Kc / 2 - -

PI Kc / 2.2 1.2KcdT / Pc -

PID 0.60Kc 2KcdT / Pc KpPc / (8dT)

Untuk men-tuning kontrol PID, dibawah merupakan langkah-

langkahnya:

1. Nilai Ki dan Kd diubah ke 0, sehingga sementara kontroler

berubah menjadi jenis kontrol P. Nilai Kp disesuaikan

dengan tabel 2.

2. Nilai Kc diubah sampai eror kontrol terdapat pola osilasi

dan sistem stabil (konvergen).

3. Nilai Pc diubah sesuai periode terjadinya osilasi satu kali.

4. Nilai Ki dan Kd diubah sesuai dengan tabel 2, menggunakan

jenis kontrol PID.

Page 8: Pengembangan Simulator FES-Induced Paraplegic Standing ... · Unit motor pada otot rangka terdiri dari sebuah motor neuron dan semua serat otot yang terhubung dengan neuron. Ketika

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS

Bagian pertama kali yang perlu dikontrol pada kaki adalah

ankle. Posisi ankle pada kaki terletak di paling bawah, sehingga

berpengaruh terhadap posisi knee dan hip. Demikian sebaliknya,

posisi knee dan hip mempengaruhi kestabilan ankle. Maka dari itu,

bagian yang menentukan posisi knee dan hip dimatikan dahulu.

Bagian pertama kali yang perlu dikontrol pada kaki adalah

ankle. Posisi ankle pada kaki terletak di paling bawah, sehingga

berpengaruh terhadap posisi knee dan hip. Demikian sebaliknya,

posisi knee dan hip mempengaruhi kestabilan ankle. Maka dari itu,

bagian yang menentukan posisi knee dan hip dimatikan dahulu.

Set point masing-masing segmen diberi nilai 1.1°.

Menggunakan langkah pada tabel 2, didapatkan gain sebagai

berikut:

Kc[1] = 60.5

Kc1[1] = 150.5

Kc_v[1] = 65.5

Kc_v1[1] = 150.5

Pc[1] = 0.01

Pc1[1] = 0.008

Pc_v[1] = 0.011

Pc_v1[1 = 0.009

(20)

Kc adalah critical gain, yang menyebabkan sistem stabil.

Komposisi gain sistem berubah lagi karena dipengaruhi adanya

model otot pada simulasi. Pc, Pc1 adalah Periode critical gain untuk

posisi sudut fleksor dan ekstensor, sedangkan Pc_v, Pc_v1 adalah

periode critical gain untuk kecepatan sudut fleksor dan ekstensor.

Gambar 15 Simulasi tuning ankle dengan kontroler PID. ankle pada iterasi

sekitar 560 mencapai steady state. Sistem menjadi lebih stabil dimana osilasi

terminimalisir

Selanjutnya, melakukan tuning knee dan bagian yang

menentukan posisi hip serta ankle dimatikan. Hasil gain didapat:

Kc[2] = 30.5

Kc1[2] = 95.5

Kc_v[2] = 45.5

Kc_v1[2] = 65.5

Pc[2] = 0.007

Pc1[2] = 0.008

Pc_v[2] = 0.01

Pc_v1[2] = 0.008 (21)

Gambar 16 Simulasi tuning knee dengan kontroler PID. Tampak pada

grafik bagian kiri, eror masih berosilasi tetapi bernilai kecil, disebabkan

pengaruh dari posisi ankle

Langkah berikutnya men-tuning hip,didapatkan gain bernilai:

Kc[3] = 55.5

Kc1[3] = 60.5

Kc_v[3] = 60.5

Kc_v1[3] = 100.5

Pc[3] = 0.01

Pc1[3] = 0.011

Pc_v[3] = 0.011

Pc_v1[3] = 0.007

(22)

Gambar 17 Simulasi tuning ankle dengan kontroler PID. Sama

seperti knee, pada grafik bagian kiri, eror masih berosilasi, disebabkan

pengaruh dari posisi ankle dan knee

Untuk simulasi trajectory, kontroler butuh penyesuaian lebih

lanjut. Pada posisi berdiri, kerja otot tidak seberat saat keadaan

bergerak, yaitu perubahan ke posisi duduk dan kembali ke posisi

berdiri. Sehingga, gaya otot maksimum (Fmax, gambar 14) perlu

dikalikan sesuai jumlah otot yang teraktivasi dan perubahan gain

untuk mengendalikan perubahan gaya otot maksimum.

Berikut nilai gaya otot maksimum dalam posisi berdiri:

Page 9: Pengembangan Simulator FES-Induced Paraplegic Standing ... · Unit motor pada otot rangka terdiri dari sebuah motor neuron dan semua serat otot yang terhubung dengan neuron. Ketika

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS

fmax[3] (Iliopsoas/hip flexor) = 1100

fmax2[3] (Gluteus Maximus/hip extensor) = 1100

fmax[2] (Vastus/knee flexor) = 7300

fmax2[2] (Biceps Femoris Short/knee extensor) = 1000*7

fmax[1] (Tibia/ankle flexor) = 1650

fmax2[1] (soleus/ankle extensor) = 2150

(30)

Untuk transisi posisi berdiri ke posisi duduk, nilai gaya otot

maksimum adalah sebagai berikut:

fmax[3] (Iliopsoas/hip flexor) =1100*6

fmax2[3] (Gluteus Maximus/hip extensor) =1100*5

fmax[2] (Vastus/knee flexor) =7300*4

fmax2[2] (Biceps Femoris Short/knee extensor) =1000*30

fmax[1] (Tibia/ankle flexor) =1650*70

fmax2[1] (soleus/ankle extensor) =2150*20

(31)

dan perubahan gain yang terjadi adalah:

Kc[2] = 1.5

Kc_v1[2] = 150.5

Kc[3] = 15.5

Kc1[3] = 40.5

Kc_v[3] = 10.5

Kc_v1[3] = 150.5

(32)

Kc_v1[2] dinaikkan untuk memperlambat proses transisi dan

Kc[2] diturunkan untuk mempertahankan posisi knee sesuai nilai set

point. Begitu juga, Kc_v1[3] dinaikkan untuk memperlambat proses

transisi dan Kc[3], Kc1[3] Kc_v[3] disesuaikan untuk kestabilan

posisi ankle.

Nilai set point hip dan knee diubah menjadi 60° dan 75°, yang

merupakan batas maksimum dan sudah mewakilkan posisi duduk.

Bila set point dinaikkan, hip dan knee akan menghasilkan offset.

Posisi setiap sendi yang menghubungkan antar segmen sangat

berperan dalam kestabilan sistem. Hal tersebut adalah faktor yang

menyebabkan adanya batasan maksimum pada set point.

Pada gambar 18, terlihat sistem dapat mempertahankan posisi

duduk. Range osilasi posisi sudut untuk menahan posisi duduk pada

hip, knee, ankle berkisar kurang lebih 6°, 1°, 2°. Transisi dimulai

saat iterasi ke 380 dan periode transisi sebesar 500 milisekon.

Gambar 18 Simulasi trajectory berdiri menuju duduk

Untuk transisi posisi duduk ke posisi berdiri, nilai gaya otot

maksimum adalah sebagai berikut:

fmax[3] (Iliopsoas/hip flexor) =1100

fmax2[3] (Gluteus Maximus/hip extensor) =1100*4

fmax[2] (Vastus/knee flexor) =7300*3.5

fmax2[2](Biceps Femoris Short/knee extensor) =1000*23

fmax[1] (Tibia/ankle flexor) =1650*70

fmax2[1] (soleus/ankle extensor) =2150*40

(33)

Nilai fmax2[3] dan fmax2[1] berubah saat knee berada

pada posisi 40° Sesaat sebelum posisi berdiri, ketika hip

mencapai posisi 4°, nilai gaya otot maksimum dikembalikan

semula, yaitu saat posisi berdiri. Perubahan gain juga

dikembalikan saat posisi berdiri.

Pada gambar 19, transisi duduk menuju berdiri dimulai

saat iterasi ke 2004 dan periode transisi kurang lebih sebesar

900 milisekon. Periode transisi duduk menuju berdiri

membutuhkan durasi waktu lebih lama dibandingkan periode

transisi berdiri menuju duduk. Hal tersebut disebabkan

pemberian nilai set point knee dan hip tidak secara

bersamaan. Pada grafik eror kontrol atau posisi sudut

(gambar 19), hip mengalami perubahan drastis setelah knee

mencapai posisi 40°. Tujuan pemisahan pemberian set point

yaitu untuk menghasilkan kontrol feedback yang optimal.

Gambar 19 Simulasi trajectory duduk menuju berdiri

5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan penulis dari hasil perencanaan,

pembuatan serta pengujian alat Tugas Akhir ini adalah sebagai

berikut :

1. Metode kontrol closed loop PID dapat diterapkan pada FES

untuk sistem aktivasi motorik otot.

2. Untuk mendapatkan output yang optimal, kontrol PID

membutuhkan dua input, yaitu posisi dan kecepatan sudut.

Page 10: Pengembangan Simulator FES-Induced Paraplegic Standing ... · Unit motor pada otot rangka terdiri dari sebuah motor neuron dan semua serat otot yang terhubung dengan neuron. Ketika

Proceeding Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS

Kecepatan sudut mengatur osilasi output, dan posisi sudut

dikendalikan untuk menentukan jalur output.

3. Pengujian simulasi kontrol torsi aktif menghasilkan output

sempurna dibandingkan pengujian simulasi kontrol aktivasi

motorik otot, karena adanya penambahan model otot.

4. Model otot yang digunakan hanya monoarticular. Gaya yang

dihasilkan otot biarticular dapat terkompensasi dengan mengatur

nilai gaya maksimum otot.

5. Set point maksimum hip dan knee untuk transisi posisi berdiri

menuju duduk adalah 60° dan 75°, dimana set point sudah

mewakilkan posisi duduk.

DAFTAR PUSTAKA [1] Prasetyo, Eka Adi, “Disain Pengendali Adaptive Neuro Fuzzy

Inference System pada Sistem Restorasi Motorik dengan

Functional Electrical Stimulation”, Institut Teknologi Sepuluh

Nopember, Bab 2, 2011.

[2] Arifin, Achmad, ”Handout Kuliah Pemrosesan Sinyal

Instrumentasi dan Biomedik”, Institut Teknologi Sepuluh

Nopember, 2011.

[3] Nordin, M. and Victor H. F., “Basic Biomechanics of the

Musculoskeletal - Third Edition”, Lippincott Williams &

Wilkins, Ch. 6, 2001..

[4] Jo, Sungho, “Application of a model of cerebellar function to

the maintenance of human upright posture”, Massachusetts

Institute of Technology, 2001.

[5] Ozkaya, Nihat and Margareta Nordin, “Fundamentals of

Biomechanics: Equilibrium, Motion, and Deformation –

Second Edition”, Springer, 1999.

[6] Press, W.H. et al, “Numerical Recipes: The Art of Scientific

Computing – Third Edition”, Cambridge University Press,

New York, Ch. 17, 2007.

[7] Aoi et al, “Evaluating functional roles of phase resetting in

generation of adaptive human bipedal walking with a

physiologically-based model of the spinal pattern generator”,

Kyoto Universtiy, Kyoto, 2008.

[8] Paul Van Dinther, “GLScene Training”

http://sourceforge.net/projects/glscene/>, September, 2010.

[9]

[10]

Co, Tomas, "Ziegler-Nichols Closed Loop Tuning", Michigan

Technological University, February, 2004.

Ogihara, N. and Nobutoshi Y., ”Generation of human bipedal

locomotion by a bio-mimetic neuro-musculo-skeletal model”,

Keio University, Juni, 2000.

BIODATA PENULIS

Kevin Nyoman Putra, lahir pada 20

Oktober 1989 di Surabaya. Pendidikannya

diawali di SDKMaria Fatima Jember sampai

kelas dua dan di SDK Notre Dame Jakarta,

kemudian melanjutkan di SLTP Angelus Custos

Surabaya, SMAK Frateran Surabaya dan lulus

tahun 2007.

Kemudian melanjutkan pendidikan di Teknik Elektro ITS

bidang studi Elektronika. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di

berbagai kepanitiaan di ITS dan aktif di dalam lab. Elektronika.

Selain itu penulis juga aktif dalam program kreatifitas mahasiswa

dan mendapatkan juara tiga Lomba Cipta Elektronik Nasional 2010.

a