Top Banner
PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN DI SEKOLAH DASAR BAGI SISWA KELUARGA MISKIN TIURMA SINAGA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2 0 1 2
164

PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

Mar 27, 2019

Download

Documents

dodat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN DI SEKOLAH DASAR

BAGI SISWA KELUARGA MISKIN

TIURMA SINAGA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2 0 1 2

Page 2: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengembangan Model Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Dasar bagi Siswa Keluarga Miskin adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2012

Tiurma Sinaga

NIM I 162070091

Page 3: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

ABSTRACT

TIURMA SINAGA. The Development Model of School Feeding Management for Student of Poor Families at Elementary School. Under direction of CLARA MELIYANTI KUSHARTO, BUDI SETIAWAN, and AHMAD SULAEMAN.

Some schools have implemented school feeding such as lunch or snack program for students who come from affordable economic families, however there is no school feeding for students who come from poor families with complete meal. This study was aimed to develop a model for school feeding management at Elementary School (SD) for students belong to poor families. The study was conducted from January until December 2011 in Yayasan Al-Muslim Tambun Cibitung Bekasi, Sekolah Marsudirini Parung Bogor, Sekolah Alam Bogor, SD IT Insantama Bogor, SDN 1 Malangsari Cipanas Lebak Banten and SDN Kebon Kopi 2 Bogor. The study used a study literature, an observation, a research & development (R & D), pre-experiment one-group pretest-posttest design, and SWOT analysis. There are six models which can be implemented in school feeding: 1) model on-site meal preparation donated food with conventional or commissary production, 2) model on-site meal preparation local food with conventional or commissary production, 3) model on-site pre-prepared meal/snack-local food vendors with conventional or commissary production, 4) model off-site prepared meal/snack-private sector participation with conventional or commissary production, 5) model off-site prepared meal/snack-community sector participation with conventional or commissary production, and 6) model take-home coupons or cash or food in bulk. The school feeding model that can be implemented for students of poor families was off-site prepared meal-community sector participation used conventional production. Manpower that can work as a food handlers are person who have interest in culinary, socially minded, and able to work with others in community. The one dish meal with six days cycles menu used in the study. The study showed that there was a differences (p<0.05) between before and after giving one dish meal breakfast as a school feeding among the elementary school children. It was positively affected to increase the level of dietary intake of energy by 27.0%, protein by 31.3%, vitamin A by 42.3%, and iron by 30.0% of the elementary school children. The implementation model of school feeding for elementary children belong to poor family with one dish meal has been tested with good results, but it is need to improve in some part. SWOT analysis method was used to describe and analyze strategic factors internal and external to be more structured to assist the evaluation of the implementation model of school feeding that have been tested.

Key words: one dish meal, dietary intakes, off-site meal preparation, conventional production method, students from poor families, SWOT analysis

Page 4: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

RINGKASAN

TIURMA SINAGA. Pengembangan Model Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Dasar bagi Siswa Keluarga Miskin.

Dibimbing oleh : CLARA MELIYANTI KUSHARTO, BUDI SETIAWAN, dan AHMAD SULAEMAN

Beberapa sekolah di Indonesia telah melaksanakan penyelenggaraan makanan berupa makan siang ataupun makanan selingan bagi siswa yang berasal dari keluarga mampu, namun belum ada pelayanan makanan lengkap bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin. Berdasarkan analisis data Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah dasar, menunjukkan bahwa 26.1% anak hanya sarapan dengan minuman (air, teh, susu) dan sebesar 44.6% anak yang sarapan hanya memperoleh asupan energi kurang dari 15% AKG.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model penyelenggaraan makanan anak di Sekolah Dasar (SD) yang siswanya berasal dari keluarga miskin, sehingga dapat menghasilkan makanan yang dapat diterima siswa dengan baik. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengkaji model-model penyelenggaraan makanan anak sekolah di berbagai negara, 2) mengobservasi model-model penyelenggaraan makanan anak sekolah di Indonesia, 3) merancang model penyelenggaraan makanan anak sekolah yang berasal dari keluarga miskin, 4) mengujicobakan model yang di rancang untuk menganalisis tingkat kesukaan dan daya terima siswa terhadap makanan yang diproduksi, dan 5) merekomendasikan model yang dapat diaplikasikan di sekolah yang siswanya berasal dari keluarga miskin.

Setiap tujuan khusus mempunyai metode yang berbeda. Model-model penyelenggaraan makanan anak sekolah di berbagai negara dikaji dengan studi literatur, sedangkan untuk mengkaji model-model penyelenggaraan makanan anak sekolah di Indonesia dilakukan dengan observasi. Perancangan model penyelenggaraan makanan anak sekolah yang berasal dari keluarga miskin, dilakukan dengan metode research and development (R & D). Pengujian terhadap model yang dirancang, dilakukan dengan pre-experiment one-group pretest-posttest design, dan untuk menyempurnakan model dilakukan dengan analisis SWOT.

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai Desember 2011 di Yayasan Al-Muslim Tambun Cibitung Bekasi, Sekolah Marsudirini Parung Bogor, Sekolah Alam Bogor, SD IT Insantama Bogor, SDN 1 Malangsari Cipanas Lebak Banten dan SDN Kebon Kopi 2 Bogor. Ada enam model penyelenggaraan makanan anak sekolah yang dilaksanakan di berbagai negara, yaitu : 1) model penyiapan makanan dilakukan di sekolah, menggunakan bahan pangan dari sumbangan, dengan metode produksi konvensional atau terpusat, 2) model penyiapan makanan dilaksanakan di sekolah, menggunakan bahan pangan lokal, dengan metode produksi konvensional atau terpusat, 3) model penyiapan makanan dilakukan di sekolah, menggunakan tenaga penjual makanan sebagai tenaga penjamah makanan, dengan metode produksi konvensional atau terpusat, 4) model penyiapan makanan dilakukan di luar sekolah dengan partisipasi swasta, dengan metode produksi konvensional atau terpusat, 5) model penyiapan makanan dilakukan di luar sekolah dengan partisipasi masyarakat, dan metode produksi konvensional atau terpusat, serta 6) model kupon atau tunai bawa pulang atau makanan dalam jumlah tertentu.

Page 5: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

Penyelenggaraan makanan anak sekolah di Indonesia dapat dilaksanakan dengan model penyiapan makanan yang dilakukan di dalam sekolah atau di luar sekolah, dengan metode produksi konvensional ataupun terpusat. Hal ini bergantung pada fasilitas yang ada di sekolah dan sekitar sekolah. Jika ruang makan tidak ada, dapat mempergunakan ruang kelas sebagai ruang makan, dengan memperhatikan ruangan yang harus bersih, jauh dari tempat pembuangan sampah, dan pembuangan limbah. Tenaga penjamah makanan berasal dari ibu PKK, komite sekolah, atau tenaga yang bekerja khusus untuk pelayanan makanan.

Perancangan model penyelenggaraan makanan anak sekolah disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah, lingkungan serta sumber daya yang ada. Rancangan model yang dibentuk adalah: penyiapan dan pemasakan bahan pangan menggunakan dapur di luar sekolah, ruang makan di dalam ruang kelas, pengadaan bahan pangan dilakukan dengan cara pembelian langsung ke pasar tradisional yang letaknya tidak jauh dari lokasi pemasakan. Menu sepinggan yang dimasak disesuaikan dengan biaya yang rendah, jenis peralatan yang digunakan sering dipakai untuk mengolah makanan banyak/massal/institusi, tenaga penjamah makanan dapat melakukan pengolahan makanan banyak/massal/institusi, dan waktu pengolahan tidak terlalu lama. Model penyelenggaraan makanan anak yang dirancang dapat diterapkan dengan baik sesuai dengan syarat-syarat penyelenggaraan makanan yang ditentukan. Rata-rata kandungan energi sarapan menu sepinggan contoh 439 KKal, 10 gram protein, 266.8 µg RE vitamin A, dan 1.97 mg Fe dengan biaya Rp 3.000/porsi. Konsumsi energi, protein, vitamin A dan Fe contoh meningkat secara nyata sesudah pemberian sarapan menu sepinggan yaitu energi 27.0%, protein 31.3%, vitamin A 42.3%, dan Fe 30.0%. Tingkat kecukupan contoh terhadap energi, protein, vitamin A dan Fe meningkat sesudah pemberian sarapan menu sepinggan. Keberlangsungan model yang dirancang akan berjalan dengan baik jika ada sumber dana. Sumber dana dapat diperoleh dari pemerintah (pusat ataupun daerah), dapat juga dari LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), CSR (Corporate Social Responsibility), dan sumbangan-sumbangan dari donatur. Metode SWOT digunakan untuk menyempurnakan model penyelenggaraan sarapan bersama menu sepinggan. Penyempurnaan model juga dilengkapi dengan perhitungan biaya dalam penyelenggaraan makanan anak sekolah, khususnya biaya yang digunakan sebagai investasi untuk membangun dapur dan membeli peralatan yang dibutuhkan.

Penyelenggaraan makanan lengkap anak sekolah bagi siswa dari keluarga miskin dapat dilakukan dengan menggunakan model persiapan makanan dilakukan di luar sekolah dengan partisipasi masyarakat, dan metode produksi yang diterapkan adalah konvensional. Kata kunci: menu sepinggan, asupan makanan, dapur di luar sekolah, metode produksi konvensional, siswa dari keluarga miskin, analisis SWOT

Page 6: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,

penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 7: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN DI SEKOLAH DASAR

BAGI SISWA KELUARGA MISKIN

TIURMA SINAGA

Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada Program Studi Ilmu Gizi Manusia

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2 0 12

Page 8: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS 2. Dr. Minarto Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS 2. Dr. Ir. Taufik Hanafi

Page 9: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

Judul Disertasi : Pengembangan Model Penyelenggaraan Makanan Siswa

Di Sekolah Dasar Bagi Siswa Keluarga Miskin

Nama : Tiurma Sinaga

NIM : I 162070091

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Clara Meliyanti Kusharto, M.Sc

Ketua

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Gizi Manusia

drh. M.Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr

Tanggal Ujian : 24 Juli 2012 Tanggal Lulus : 31 Agustus 2012

Page 10: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan
Page 11: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kasih, atas segala berkat dan anugerahNya sehingga dapat menyelesaikan penulisan disertasi yang berjudul “Pengembangan Model Penyelenggaraan Makanan Siswa di Sekolah Dasar bagi Siswa Keluarga Miskin”. Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu terwujudnya disertasi ini.

1. Prof. Dr. Clara Meliyanti Kusharto,M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Budi Setiawan, MS dan Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS selaku anggota pembimbing atas segala arahan, saran, motivasi, kesabaran dan teladan yang diberikan kepada penulis sejak penyusunan proposal hingga pelaksanaan penelitian serta penulisan disertasi.

2. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS dan Dr. Minarto sebagai dosen penguji pada ujian tertutup; Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS dan Dr. Taufik Hanafi sebagai dosen penguji pada ujian terbuka atas segala kritik yang membangun dan masukan guna perbaikan disertasi, serta Prof. Dr. Ir. Hidayat Syarief, MS sebagai dosen pembahas kolokium atas segala masukan dan koreksi pada proposal penelitian.

3. Seluruh staf pengajar dan pengelola Program Studi Gizi Manusia (GMA) Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberikan segala ilmu yang sangat bermanfaat serta staf administrasi atas bantuan dan kemudahan dalam pengurusan administrasi. 4. Teman-teman angkatan 2007 GMA atas semangat, motivasi, kebersamaan

dalam suka dan duka serta persaudaraan yang diberikan selama masa kuliah.

5. Kepala Sekolah, Guru-guru, TPG Puskesmas Cipanas Lebak Banten dan Merdeka Bogor, orang tua murid dan murid kelas 5 dan 6 SDN Kebon Kopi 2 Bogor dan SDN 1 Malangsari Cipanas Lebak Banten atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian berlangsung.

6. Pengelola makanan anak sekolah di Clinton Elementary School dan Southwest High School Nebraska USA, Yayasan Al-Muslim Tambun Cibitung Bekasi, Sekolah Marsudirini Parung Bogor, Sekolah Alam Bogor (SAB), SD IT Insantama Bogor serta ibu-ibu PKK di Malangsari Cipanas Lebak Banten atas informasi dan kerja samanya.

7. Para Sarjana gizi alumni Departemen Gizi Masyarakat Fema IPB (Nonly Stevanie, Yuni Munggaranti, dan Pujani Handayani) yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.

8. Ibu Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MKes dan mbak Reisi Nurdiani SP, MSi yang telah meluangkan waktu untuk diskusi dan bertukar pikiran serta memberi komentar dan masukan yang berarti untuk penelitian ini.

9. Kakak, adik & keluarga diucapkan terimakasih atas dukungan dan doa yang telah diberikan selama kuliah.

10. Mama di Pematang Siantar dan Inang di Malang terimakasih atas semua doa-doa dan dukungan yang telah diberikan selama kuliah.

11. Kepada suami tercinta David PH Napitupulu dan ketiga anak-anak tercinta Parisabel RH Napitupulu, Johannes Willy H Napitupulu dan Benjamin AM Napitupulu, atas doa, kasih sayang, pengertian, serta dukungan moril dan materil yang tidak pernah berhenti, penulis sampaikan terimakasih yang sedalam-dalamnya.

Page 12: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

12. Kepada semua pihak yang belum disebutkan yang telah membantu dengan tulus, penulis sampaikan terimakasih.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih belum sempurna, tetapi

penulis berharap disertasi ini bermanfaat bagi pembaca dan pengembangan ilmu gizi manusia khususnya penyelenggaraan makanan

anak sekolah.

Bogor, Agustus 2012

Tiurma Sinaga

Page 13: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

xiii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematang Siantar pada tanggal 21 Mei 1961 sebagai

putri ketiga dari bapak Drs. Alfred Sinaga dan ibu Sinta Sirait. Pendidikan

Sarjana Muda (B.Sc) ditempuh di Akademi Gizi Jakarta Departemen Kesehatan

RI lulus pada bulan Agustus 1983. Pada bulan Mei tahun 1989, penulis

melanjutkan pendidikan program Master of Food Service Administration (MFSA)

di University of the Philippines Diliman, Quezon City dengan beasiswa dari Bank

Dunia dan lulus tahun 1992. Pada tahun 2007 melanjutkan pendidikan doktor

pada program studi Ilmu Gizi Manusia - Institut Pertanian Bogor. Penulis bekerja

di Akademi Gizi Malang sejak bulan Desember 1983 sampai Oktober 2006, mulai

Nopember 2006 sampai Oktober 2008 bekerja di Unit Produksi Makanan (UPM)

RSCM Jakarta, dan sejak Nopember 2008 - sekarang bekerja di Departemen

Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor.

Selama menempuh program doktor, penulis mengikuti Program Sandwich

DIKTI DEPDIKNAS di University of Nebraska Lincoln USA selama 4 bulan mulai

Nopember 2008 sampai Februari 2009. Pada saat mengikuti Sandwich di

Nebraska, penulis melakukan observasi penyelenggaraan makanan di Clinton

Elementary School, Southwest High School, dan Nebraska University

Foodservice. Tulisan “Makan di Sekolah dari APBN/APBD ?” yang diterbitkan

koran Kompas di halaman 6 topik Opini pada tanggal 2 Maret 2009 merupakan

karya penulis tentang manfaat makan di sekolah dengan biaya dari pemerintah.

Karya ilmiah yang merupakan bagian dari disertasi yaitu “Dampak Menu

Sepinggan terhadap Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Energi, Zat Gizi Lain

Siswa SD”, akan diterbitkan pada Jurnal Gizi dan Pangan, dan “Kualitas Sarapan

Menu Sepinggan, Daya Terima, Tingkat Kesukaan dan Status Gizi Siswa di

Sekolah Dasar” akan diterbitkan di Jurnal Teknologi Industri Boga dan Busana

(TIBBS) Jurusan Teknologi Industri Fakultas Teknik Universitas Negeri Malang.

Page 14: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ................................................................................... xviii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xx

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xxii

PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

Latar Belakang ................................................................................................................. 1

Perumusan Masalah ........................................................................................................ 4

Tujuan Penelitian............................................................................................................. 5

Manfaat Penelitian .......................................................................................................... 5

Kerangka Pemikiran Penelitian ....................................................................................... 6

Definisi Operasional ........................................................................................................ 9

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 11

Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah .................................................................... 11

Manajemen Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah ................................................ 11

Proses Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah ......................................................... 13

Perencanaan Menu ................................................................................................... 13

Pembelian Bahan Pangan .......................................................................................... 20

Penerimaan Bahan Pangan ....................................................................................... 21

Penyimpanan dan Pengeluaran Bahan Pangan ........................................................ 21

Penyiapan Bahan Pangan .......................................................................................... 22

Metode Pemasakan Bahan Pangan ........................................................................... 22

Metode Penyajian Makanan ..................................................................................... 25

Pendistribusian Makanan .......................................................................................... 25

Pencucian Alat Makan dan Alat Masak ..................................................................... 26

Higiene dan Sanitasi Makanan .................................................................................. 26

Model Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah ......................................................... 27

Model Penyiapan Makanan dilakukan di Sekolah, Bahan Pangan berasal dari

Bantuan/Sumbangan................................................................................................. 27

Model Penyiapan Makanan dilakukan di Sekolah, Bahan Pangan berasal dari Lokasi

di Sekitar Sekolah ...................................................................................................... 28

Model Penyiapan Makanan dilakukan di Sekolah, Tenaga Penjamah berasal dari

Pedagang Makanan ................................................................................................... 28

Page 15: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

xv

Model Penyiapan Makanan dilakukan di luar Sekolah, Tenaga Penjamah berasal

dari swasta/katering ................................................................................................. 28

Model Penyiapan Makanan dilakukan di luar Sekolah, Tenaga Penjamah dari

Masyarakat................................................................................................................ 29

Model Kupon atau Tunai atau Bahan Pangan di Bawa Pulang ................................. 29

PENYELENGGARAAN MAKANAN ANAK SEKOLAH DI BERBAGAI

NEGARA ................................................................................................. 32

Amerika Serikat ............................................................................................................. 32

Peru ............................................................................................................................... 33

Jepang ........................................................................................................................... 34

Chili ............................................................................................................................... 34

Jamaika.......................................................................................................................... 34

Banglades ...................................................................................................................... 35

Philipina......................................................................................................................... 36

Indonesia ....................................................................................................................... 38

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 42

STUDI PENYELENGGARAAN MAKANAN ANAK SEKOLAH DASAR DI

INDONESIA ............................................................................................. 44

Pendahuluan ................................................................................................................. 45

Metode Penelitian .................................................................................................... 45

Desain .................................................................................................................... 45

Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................................. 45

Peralatan ................................................................................................................... 46

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ........................................................................ 46

Pengolahan dan Analisis Data ............................................................................... 47

Hasil dan Pembahasan .................................................................................................. 47

Yayasan Al-Muslim Tambun Cibitung Bekasi ............................................................ 47

Sekolah Marsudirini Parung Bogor ........................................................................... 49

Sekolah Alam Bogor (SAB) ........................................................................................ 50

SD IT Insantama Bogor .............................................................................................. 52

SDN 1 Malangsari, Cipanas, Lebak – Banten ............................................................. 53

Simpulan ....................................................................................................................... 56

Daftar Pustaka ............................................................................................................... 57

Page 16: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

xvi

MODEL PENYELENGGARAAN SARAPAN MENU SEPINGGAN DAN

EFIKASINYA TERHADAP KONSUMSI, TINGKAT KECUKUPAN

ENERGI DAN ZAT GIZI LAIN PADA SISWA SD .................................... 58

Pendahuluan ................................................................................................................. 60

Metode Penelitian ......................................................................................................... 64

Desain ........................................................................................................................ 64

Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................................... 65

Cara Penetapan Peserta Efikasi ............................................................................. 66

Bahan dan Alat .......................................................................................................... 66

Mekanisme Efikasi ................................................................................................. 66

Jenis dan Cara Pengumpulan Data Efikasi ............................................................. 68

Pengolahan dan Analisis Data Efikasi .................................................................... 68

Tahap-tahapan Perancangan Model Penyelenggaraan Makanan ................................ 71

Hasil Perancangan Model Penyelenggaraan Makanan ................................................. 73

Hasil Efikasi Model Sarapan Menu Sepinggan .............................................................. 74

Gambaran Umum Sekolah ........................................................................................ 74

Karakteristik Peserta ................................................................................................. 74

Umur dan Jenis Kelamin ........................................................................................ 74

Besar Uang Jajan ................................................................................................... 75

Pendidikan Orang Tua ........................................................................................... 75

Karakteristik Orang Tua Peserta ................................................................................ 76

Pekerjaan dan Pendapatan Orang Tua .................................................................. 76

Besar Keluarga ....................................................................................................... 77

Sumberdaya pada Penyelenggaraan Sarapan Menu Sepinggan ............................... 78

Tenaga Penjamah Makanan .................................................................................. 78

Peralatan ............................................................................................................... 78

Bahan Pangan ........................................................................................................ 79

Biaya (Dana) .......................................................................................................... 80

Metode .................................................................................................................. 80

Proses Penyelenggaraan Sarapan Menu Sepinggan untuk Anak Sekolah ................ 80

Perencanaan Menu. .............................................................................................. 80

Pengolahan ............................................................................................................ 81

Higiene dan Sanitasi .............................................................................................. 82

Page 17: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

xvii

Pemorsian dan Pendistribusian ............................................................................ 83

Penyajian Makanan ............................................................................................... 83

Monitoring dan Evaluasi ....................................................................................... 84

Output Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah.................................................... 84

Tingkat Kesukaan Anak terhadap Menu Sepinggan ............................................. 84

Daya Terima Makanan Anak Sekolah .................................................................... 85

Konsumsi dan Tingkat Kecukupan ........................................................................ 87

Simpulan ....................................................................................................................... 93

Daftar Pustaka ............................................................................................................... 93

ANALISIS SWOT MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN ANAK

SEKOLAH DENGAN MENU SEPINGGAN ............................................. 98

Pendahuluan ................................................................................................................. 99

Metode Analisis ............................................................................................................ 99

Kerangka Analisis Strategis SWOT ............................................................................ 99

Formulasi Analisis SWOT ......................................................................................... 100

Analisis SWOT ............................................................................................................. 101

Simpulan ..................................................................................................................... 106

Daftar Pustaka ............................................................................................................. 106

PEMBAHASAN UMUM ......................................................................... 108

SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 112

Simpulan ..................................................................................................................... 112

Saran ........................................................................................................................... 113

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 115

L A M P I R A N ..................................................................................... 120

Page 18: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

xviii

DAFTAR TABEL Halaman

Tabel 1 Variabel, data, metode pengukuran dan responden penelitian ........ 46

Tabel 2 Kandungan energi, protein, vit A dan Fe kudapan PMT-AS SDN 1

Malangsari Cipanas – Lebak – Banten ............................................ 55

Tabel 3 Daya Terima Siswa Terhadap Menu PMT-AS ................................. 56

Tabel 4 Variabel, data, metode pengukuran dan peserta penelitian ............. 69

Tabel 5 Distribusi peserta berdasarkan umur dan jenis kelamin ................... 75

Tabel 6 Distribusi peserta berdasarkan besar uang jajan ............................. 76

Tabel 7 Distribusi orang tua peserta berdasarkan tingkat pendidikan ........... 76

Tabel 8 Distribusi orang tua peserta berdasarkan pekerjaan ........................ 77

Tabel 9 Distribusi peserta berdasarkan jumlah anggota keluarga ................. 78

Tabel 10 Kandungan energi, protein, vit. A dan Fe sarapan menu sepinggan 81

Tabel 11 Daya terima peserta terhadap menu sepinggan .............................. 86

Tabel 12 Distribusi tingkat kecukupan energi dan protein (TKE dan TKP)

peserta ............................................................................................ 91

Tabel 13 Tingkat kecukupan vit. A dan Fe peserta sebelum dan sesudah

efikasi .............................................................................................. 91

Page 19: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

xix

Page 20: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

xx

DAFTAR GAMBAR Halaman

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian penyelenggaraan makanan anak

sekolah ............................................................................................ 8

Gambar 2 Komponen-komponen penyelenggaraan makanan anak sekolah .... 9

Gambar 3 Hubungan sistem dan subsistem dalam penyelenggaraan makanan

(Sullivan 1989) .............................................................................. 14

Gambar 4 Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan menu

anak sekolah (Sinaga 2007) .......................................................... 15

Gambar 5 Skala Wajah untuk mengukur tingkat kesukaan pada anak sekolah

(Gregoire & Spears 2007) ............................................................. 17

Gambar 6 Skala Comstock untuk mengukur sisa makanan siswa (Gregoire &

Spears 2007) ................................................................................. 18

Gambar 7 Tingkat kesukaan siswa terhadap kudapan PMT-AS ..................... 55

Gambar 8 Alur Pelaksanaan penelitian pengembangan (R&D) menurut Borg

and Gall (1989) dalam Sugiyono (2011) ........................................ 65

Gambar 9 Tahapan kegiatan perancangan sarapan menu sepinggan di SDN

Kebon Kopi 2 Bogor ...................................................................... 72

Gambar 10 Hasil perancangan model penyelenggaraan sarapan menu

sepinggan untuk anak sekolah dasar bagi siswa dari keluarga

miskin ............................................................................................ 73

Gambar 11 Tingkat kesukaan peserta terhadap menu sepinggan ................... 85

Gambar 12 Diagram proses penyusunan strategi penguatan model

penyelenggaraan makanan anak sekolah melalui analisis SWOT

.................................................................................................... 100

Gambar 13 Diagram analisis SWOT (Sumber: Supranto, 1997) .................... 101

Gambar 14 Hasil Matrix Analisis SWOT Model Penyelenggaraan Sarapan Menu

Sepinggan Anak Sekolah ............................................................ 104

Page 21: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

xxi

Page 22: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

xxii

DAFTAR LAMPIRAN Halaman

Lampiran 1 Persetujuan Etik (Ethical Clearance) .................................. .........122

Lampiran 2 Analisis uji beda konsumsi dan tingkat kecukupan contoh selama

pemberian makanan sepinggan di SDN Kebon Kopi 2 Bogor

(Dependent sampleT-test ) .......................................................... 123

Lampiran 3 Perbedaan Komponen dalam Penyelenggaraan Makanan di Setiap

Sekolah ....................................................................................... 124

Lampiran 4 Nilai Higiene & Sanitasi Model off-site prepared meal community

sector participation with conventional production ......................... 125

Lampiran 5 (Lanjutan ) Nilai Higiene & Sanitasi Model off-site prepared meal

community sector participation with conventional production ....... 126

Lampiran 6 Gambar Penyelenggaraan Makanan di Clinton Elementary School dan

Southwest High School Nebraska USA ...................................... 127

Lampiran 7 Gambar Penyelenggaraan Makanan di Yayasan Al-Muslim Tambun

Cibitung Bekasi ........................................................................... 128

Lampiran 8 Gambar Penyiapan, Pemasakan, Penyajian dan Pencucian Alat di

Sekolah Marsudirini, Parung Bogor ............................................. 130

Lampiran 9 Gambar Penyimpanan, Pemasakan, Pendistribusian, Penyajian dan

Penyimpanan Alat di SAB, Bogor ................................................ 131

Lampiran 10 Gambar Penyimpanan, Pemasakan, Pendistribusian, Penyajian dan

Penyimpanan Alat di SD IT Insantama Bogor .............................. 132

Lampiran 11 Gambar Penyiapan, Pemasakan, Penyajian dan Suasana Makan

Kudapan PMT-AS di SDN 1 Malangsari Cipanas ........................ 133

Lampiran 12 Gambar Alur Pemilihan Penjamah Makanan ............................... 134

Lampiran 13 Gambar Alur Pembelian Bahan Pangan ...................................... 134

Lampiran 14 Gambar Alur Pendidikan Gizi melalui Makanan di Sekolah ......... 135

Lampiran 15 Gambar Alur Perencanaan Menu ................................................ 136

Lampiran 16 Prosedur Penyelenggaraan Sarapan Menu Sepinggan di SDN Kebon

Kopi 2 Bogor ............................................................................... 137

Lampiran 17 Perhitungan Biaya Pembangunan Dapur Sekolah ....................... 138

Page 23: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

xxiii

Lampiran 18 Desain Pembangunan Dapur Sekolah ........................................ 139

Lampiran 19 Perhitungan Biaya Pengadaan Alat Masak dan Alat Saji ............ 140

Page 24: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan
Page 25: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang Pembangunan sumberdaya manusia (SDM) adalah kunci utama dari

keberhasilan pembangunan nasional. Pembangunan SDM diarahkan untuk

membangun manusia berkualitas baik dari aspek fisik maupun rohani secara

seimbang (Syarief 1997). Kualitas SDM Indonesia relatif rendah dibandingkan

dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya. Hal ini dapat dilihat dari

peringkat Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang relatif stagnan di

urutan bawah dari tahun ke tahun (Riyadi 2006). Pada tahun 2011

Pembangunan Manusia Indonesia berada di posisi ke-124 di bawah rangking

Singapore, Brunai Darussalam, Malaysia, Thailand dan Filipina (UNDP 2011).

Upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia harus dilakukan sejak

dini, secara sistematis dan berkesinambungan. Usia anak sekolah merupakan

investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus yang akan

menentukan kualitas bangsa di masa yang akan datang. Gizi baik waktu usia

sekolah menghantarkan masa depan gemilang (Muhilal & Damayanti 2006).

Proses tumbuh kembang anak usia sekolah yang optimal diantaranya ditentukan

oleh asupan makanan yang tepat secara kualitas dan kuantitas.

Permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan SDM di bidang

pendidikan adalah masih tingginya angka putus sekolah yang dialami oleh 3%

atau sekitar 11,7 juta anak usia sekolah. Meskipun belum ada penelitian khusus,

diduga penyebab putus sekolah adalah rendahnya keadaan kesehatan dan gizi

anak-anak serta kemiskinan orangtua mereka, sehingga tenaga mereka lebih

diperlukan untuk membantu mencari nafkah (KEMENDAGRI 2010).

Survei yang dilakukan oleh Studdert & Soekirman pada tahun 1998

menunjukkan bahwa 70% anak di desa miskin mengonsumsi makanan kurang

dari 70% kebutuhan energi sehari mereka; 40% anak-anak anemia dan kira-kira

50-80% anak-anak terkena infeksi cacing. Laporan Judhiastuty (2005)

mengungkapkan bahwa anak sekolah di Indonesia yang menderita gizi kurang

kronik sedang (stunting) hanya berkurang 3,7% yaitu dari 39,8% tahun 1994

menjadi 36,1% pada tahun 1999. Hal ini mengindikasikan bahwa hanya sedikit

yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk menyelesaikan masalah kekurangan

gizi anak sekolah tersebut. Oleh karena itu, harus dilakukan usaha pencegahan

Page 26: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

2

secara menyeluruh (komprehensif) yang dapat dilaksanakan sebagai upaya

untuk memecahkan masalah tersebut.

Berdasarkan Riskesdas Tahun 2010, dinyatakan bahwa status gizi anak

sekolah (usia 6-14 tahun) masih rendah. Prevalensi kependekan (pendek dan

sangat pendek) secara nasional sebesar 35.6% (Jawa Barat 34.2%), dan

prevalensi kekurusan (kurus dan sangat kurus) secara nasional sebesar 12.2%

(Jawa Barat 10.2%). Laporan Riskesdas 2007 disebutkan bahwa di wilayah kota

Bogor prevalensi kurus pada anak laki-laki sebesar 9,5% dan pada anak

perempuan sebanyak 5,3%.

Laporan analisis lanjut data Riskesdas 2010 yang dilakukan oleh Salimar

(2011) menyatakan bahwa deisit energi pada anak usia sekolah (6-12 tahun)

sebesar 294 Kkal/hari, sedangkan defisit untuk keperluan intervensi sebesar 558

Kkal/hari. Dan jika dilihat defisit protein untuk intervensi ditemukan sebesar 12.2

gram/hari.

Anak-anak sekolah di negara sedang berkembang umumnya menderita

kelaparan jangka pendek, kekurangan energi protein, dan kekurangan Iodium,

vitamin A, dan besi. Beberapa studi menemukan bahwa status gizi dan

kesehatan berpengaruh penting pada kapasitas belajar anak-anak dan kinerja

mereka di sekolah. Anak-anak usia sekolah yang kekurangan gizi, terutama besi

dan Iodium, atau yang menderita kekurangan energi-protein, kelaparan, dan/atau

infeksi parasit atau penyakit lain, tidak memiliki kapasitas yang sama untuk

belajar seperti anak-anak yang sehat dan gizinya baik. Banyak intervensi yang

telah dilakukan pada beberapa tahun terakhir ini, yang bertujuan meningkatkan

kemampuan siswa, terutama bagi mereka yang kurang gizi. Di antara intervensi

tersebut, program pemberian sarapan di sekolah sering dianggap sebagai

intervensi yang efektif untuk meningkatkan efisiensi pendidikan di sekolah-

sekolah miskin di negara berkembang (Cueto & Chinen 2008). Program sarapan

di sekolah ditargetkan untuk mengurangi kelaparan dan meningkatkan status gizi

anak-anak, terutama mereka yang kurang gizi (Powell et al 1998).

Program sarapan ataupun makan siang di sekolah dipersiapkan dan

diolah di dapur-dapur sekolah atau di luar gedung sekolah. Hal ini tergantung

dari fasilitas yang tersedia di sekolah tersebut. Sekolah dengan jumlah siswa

yang banyak di kota-kota sering mempergunakan dapur produksi terpusat dan

mengirimkan makanan jadi ke sekolah yang lebih kecil yang berada di sekitarnya

(Palacio & Theis 2009).

Page 27: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

3

Beberapa model penyelenggaraan makanan anak sekolah sudah

diterapkan di berbagai negara. Model tersebut adalah model penyiapan makanan

dilakukan di sekolah, model penyiapan makanan dilakukan di luar sekolah, siswa

membawa pulang kupon, atau pemberian uang tunai kepada siswa atau

pemberian bahan pangan dalam jumlah tertentu. Model penyiapan makanan

(berupa makanan lengkap atau makanan kecil/kue) yang dilakukan di sekolah,

bahan pangan yang dipergunakan dapat berupa sumbangan dari pemberi

bantuan, atau bahan pangan lokal yang ada di sekitar sekolah, tenaga penjamah

makanan merupakan tenaga sekolah atau tenaga dari luar sekolah, misalnya

dari katering atau dari penjual makanan. Model penyiapan makanan dilakukan di

luar sekolah, dengan tenaga penjamah makanan berasal dari swasta seperti

tenaga katering. Di dalam model penyiapan makanan yang dilakukan di sekolah

dan luar sekolah, makanan yang diproduksi dikonsumsi di dalam sekolah. Model

lainnya adalah siswa membawa pulang kupon ke rumah atau uang tunai atau

bahan pangan dalam jumlah tertentu. Dalam model ini makanan dikonsumsi di

rumah siswa. Menurut Del Rosso (1999), masing-masing model

penyelenggaraan makanan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Pada saat ini beberapa sekolah di Indonesia telah menyelenggarakan

makanan di sekolah (sebagai makanan kecil dan makanan lengkap siang hari)

bagi siswa yang berasal dari keluarga mampu. Hal ini dilaksanakan karena

sekolah-sekolah tersebut memberlakukan 5 hari sekolah (full day school).

Sekolah tersebut memperoleh dana dari orang tua siswa untuk pelaksanaan

kegiatan penyelenggaraan makanannya. Beberapa contoh sekolah yang

melaksanakan penyelenggaraan makanan di sekolah untuk mencukupi

kebutuhan gizi siswanya selama berada di sekolah adalah Sekolah Alam Bogor

(SAB), SD IT Insantama Bogor, Yayasan Al-Muslim Tambun di Bekasi, Sekolah

Marsudirini Parung Bogor, SD Al-azhaar Tulung Agung Jawa Timur, Yayasan Al-

Hikmah Surabaya dll.

Pada hakekatnya di Indonesia telah ada kegiatan Program Makanan

Tambahan Anak sekolah (PMT-AS) dalam rangka pemerataan pelayanan

kesehatan dan mendukung program pengentasan kemiskinan. PMT-AS

bertujuan untuk mencegah masalah kekurangan energi protein pada siswa

Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidayah (MI) sekaligus mengupayakan

mengurangi kecacingan pada anak. PMT-AS dilaksanakan dengan memberikan

kudapan dan merupakan program nasional dimulai sejak 1996/1997, serta

Page 28: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

4

dilaksanakan secara lintas sektoral. Pada tahun 2010 dilakukan kegiatan

Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) dengan meningkatkan

partisipasi masyarakat dalam pengolahan makanan berupa kudapan dari bahan

pangan lokal melalui pemberdayaan masyarakat setempat (KEMENDAGRI

2010).

Dalam rangka penyusunan buku Petunjuk Teknis Pengolahan Kudapan

Nusantara dalam PMT-AS (KEMENDIKNAS 2011), telah dilakukan ujicoba

pembuatan kudapan PMT-AS pada tanggal 21 Mei dan 5 Juni 2011. Ujicoba

tersebut dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Makanan Program Studi Tata

Boga jurusan Ilmu Kesejahteraan Keluarga Fakultas Tehnik Universitas Negeri

Jakarta (UNJ). Pengalaman dalam ujicoba pembuatan kudapan PMT-AS

tersebut adalah cukup susah untuk memenuhi 300 Kkal dan 5 gr protein karena:

1) memerlukan waktu penyiapan yang relatif lama; 2) memerlukan tenaga khusus

yang dapat memasak berbagai macam jenis kudapan; 3) menuntut tersedianya

berbagai macam dan jumlah peralatan memasak yang memadai; dan 4)

beberapa kudapan mempunyai volume yang besar sehingga harus disajikan

lebih dari satu buah. Berdasarkan Laporan Pengumpulan Data Dasar Monitoring

dan Evaluasi PMTAS (1997), rata-rata lama memasak kudapan PMT-AS berkisar

10.8 jam hingga 21.9 jam, serta data yang diperoleh di SDN 1 Malangsari

Cipanas Lebak Banten pada bulan Desember 2011, didapatkan bahwa rata-rata

memasak kudapan PMT-AS adalah 7 jam.

Berdasarkan masalah tersebut di atas, maka penting melakukan

penelitian untuk mengembangkan model sarapan menu sepinggan bagi siswa

yang berasal dari keluarga miskin yang dapat dilaksanakan di sekolah dasar.

Perumusan Masalah Hasil analisis lanjut terhadap data Riskesdas 2010 pada 17.756 anak usia

sekolah dasar yang berada pada kuintil 1 dan 2 didapatkan bahwa, sebesar

48.4% siswa yang sarapan hanya memperoleh asupan energi < 15% AKG, dan

rata-rata konsumsi sarapan siswa SDN Kebon Kopi 2 Bogor adalah sebesar 196

Kkal (10% AKG), serta sebagian besar (75.8%) pendapatan keluarga murid SD

tersebut termasuk kategori miskin.

Beberapa sekolah telah melaksanakan penyelenggaraan makanan

berupa makan siang ataupun makanan selingan bagi siswa yang berasal dari

keluarga ekonomi mampu, tetapi belum ada penyelenggaraan makanan lengkap

Page 29: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

5

bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin. Pertanyaan yang ingin dijawab

dalam penelitian ini adalah:

1. Model penyelenggaraan makanan anak sekolah yang bagaimana selama ini

dapat diterapkan di berbagai negara ?

2. Model penyelenggaraan makanan anak sekolah yang bagaimana selama ini

dapat dilaksanakan di Indonesia ?

3. Bagaimana model penyelenggaraan makanan di sekolah dasar yang sesuai

untuk siswa yang berasal dari keluarga miskin ?

4. Bagaimana efikasi dari model penyelenggaraan makanan anak sekolah untuk

siswa yang berasal dari keluarga miskin?

5. Model yang bagaimana dapat direkomendasikan untuk diterapkan bagi siswa

yang berasal dari keluarga miskin ?

Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model

penyelenggaraan makanan anak sekolah di Sekolah Dasar (SD) yang siswanya

berasal dari keluarga miskin sehingga dapat menghasilkan makanan yang dapat

diterima siswa dengan baik. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji model-model penyelenggaraan makanan anak sekolah yang telah

dilaksanakan di berbagai negara

2. Mengkaji model-model penyelenggaraan makanan anak sekolah yang telah

dilaksanakan di Indonesia

3. Merancang model penyelenggaraan makanan anak sekolah yang berasal dari

keluarga miskin

4. Efikasi model yang dirancang untuk menganalisa tingkat kesukaan dan daya

terima siswa terhadap makanan yang diproduksi

5. Merekomendasikan model sarapan menu sepinggan yang dapat diaplikasikan

di sekolah yang siswanya berasal dari keluarga miskin

Manfaat Penelitian Penelitian ini merekomendasikan model penyelenggaraan makanan anak

sekolah dasar yang siswanya berasal dari keluarga miskin. Model ini dapat

digunakan oleh penentu kebijakan (pemerintah) dalam upaya perbaikan

konsumsi dan kesehatan anak sekolah melalui pemberian sarapan siswa di

sekolah dasar khususnya bagi siswa yang orang tuanya miskin. Dan juga

Page 30: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

6

dihasilkannya publikasi yang bermanfaat dalam pengembangan ilmu

pengetahuan khususnya manfaat sarapan menu sepinggan di sekolah dasar.

Kerangka Pemikiran Penelitian Anak sekolah di negara sedang berkembang banyak yang menderita

kelaparan jangka pendek, kekurangan energi protein, dan kekurangan Iodium,

vitamin A, dan besi. Status gizi dan kesehatan siswa berpengaruh penting pada

konsentrasi belajar anak di sekolah. Anak-anak usia sekolah yang kekurangan

gizi, terutama besi dan Iodium, atau yang menderita kekurangan energi-protein,

kelaparan, dan/atau infeksi parasit atau penyakit lain, tidak memiliki konsentrasi

untuk belajar seperti anak yang sehat dan gizinya baik.

Untuk mengatasi masalah diatas maka diperlukan makanan anak sekolah

yang dilaksanakan selama berada di sekolah. Beberapa model penyelenggaraan

makanan anak sekolah yang sudah dilaksanakan mempunyai keuntungan dan

kerugian. Untuk membuat model yang sesuai dan dapat diterapkan pada sekolah

yang siswanya berasal dari keluarga miskin, maka diperlukan analisa tentang

keuntungan dan kerugian dari model-model penyelenggaraan makanan yang

telah diterapkan di berbagai negara dan juga di Indonesia.

Penyelenggaraan makanan siswa di sekolah dapat dilaksanakan dengan

syarat-syarat yang ditetapkan yaitu memenuhi kontribusi terhadap kecukupan zat

gizi siswa, dengan memperhatikan sanitasi yang tinggi sehingga menghasilkan

makanan yang aman dan dapat diterima siswa. Manajemen penyelenggaraan

makanan anak sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri atas beberapa sub-

sistem. Sub-sistem tersebut harus dikoordinasikan dengan baik dalam satu

kesatuan yang utuh untuk mencapai tujuan dari penelenggaraan makanan

tersebut. Sub-sistem yang dimaksud mencakup 3 komponen yaitu sumberdaya,

proses dan hasil (Perdigon 1989).

Sumberdaya dalam kegiatan penyelenggaraan makanan anak terdiri atas

tenaga penjamah makanan, alat yang dipergunakan, biaya yang dibutuhkan,

metode produksi yang dipergunakan, dan bahan pangan yang diperlukan.

Proses penyelenggaraan makanan anak sekolah dimulai dari perencanaan

menu, pembelian bahan pangan, penerimaan bahan pangan, penyimpanan

bahan pangan, pengeluaran bahan pangan, penyiapan bahan pangan,

pemasakan bahan pangan sehingga menghasilkan makanan yang aman dan

seimbang, penyajian atau pemorsian makanan, dan pendistribusian makanan

Page 31: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

7

kepada siswa sebagai konsumen, serta pencucian peralatan (alat saji dan alat

masak) (Perdigon 1989).

Hasil dari sumberdaya dan proses penyelenggaraan makanan adalah

menu yang bermutu yang dapat dikonsumsi oleh siswa. Untuk mengetahui mutu

makanan yang dihasilkan, maka dilakukan analisa tingkat kesukaan dan daya

terima siswa terhadap makanan yang diproduksi. Hasil akhir dari kegiatan

penyelenggaraan makanan anak sekolah adalah adanya kenaikan konsumsi,

tingkat kecukupan energi dan gizi lainnya, serta status gizi siswa kearah yang

lebih baik. Pada Gambar 1 dapat dilihat kerangka pemikiran dalam penelitian ini,

dan pada Gambar 2 merupakan komponen-komponen penyelenggaraan

makanan anak sekolah yang dibutuhkan. Penyelenggaraan makanan anak

sekolah melibatkan berbagai pihak yang memiliki peranan masing-masing,

seperti kepala sekolah, guru, siswa, orang tua murid/komite sekolah, masyarakat

di sekitar sekolah, dan Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) dari Puskesmas.

Dari hasil penelitian ini diharapkan suatu model penyelenggaraan

makanan anak sekolah yang lebih berdaya guna serta pelaksanaannya yang

lebih efektif dan efisien. Pada akhir penelitian, model yang dibuat akan dievaluasi

dengan menggunakan Analisa SWOT, untuk mengetahui kekuatan, kelemahan,

peluang dan ancaman dari model yang dikembangkan, sehingga diperoleh

langkah-langkah yang strategis dan efektif dalam penerapannya serta untuk

pengembangan yang berkelanjutan sesuai dengan kondisi-kondisi yang ada.

Page 32: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

8

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian penyelenggaraan makanan anak sekolah

Status Gizi Siswa Rendah

Konsumsi Makanan Siswa Rendah

Ekonomi Terbatas

Pengetahuan Gizi Siswa Rendah

Penyelenggaraan Makanan Anak

Sekolah

Program PMT-AS belum mencapai sasaran

Teknis Pelaksanaan Rumit

Program belum berkelanjutan

Kepedulian Masyarakat tentang Gizi Rendah

MODEL Penyelenggaraan

Makanan Anak Sekolah

Pendidikan Gizi & Etika

Masyarakat sekitar sekolah peduli & ikut berpartisipasi

Pemilihan Menu yg tepat

Bahan pangan sesuai, ekonomis & bergizi

Proses pengolahan yang praktis & higienis

Intervensi Pemerintah masih minimum

Siswa: -Peningkatan Konsumsi

Makanan - Peningkatan Status

Kesehatan & Gizi - Pendidikan Gizi & Etika - Konsentrasi belajar naik - Tingkat kehadiran naik - Lebih Berprestasi

Masyarakat Sekitar Sekolah : - Pengetahuan Gizi naik - Status Kesehatan & Gizi

naik - Ada Kepedulian &

Kerjasama - Meningkatkan ekonomi

Pemerintah: - Sumber Daya Manusia

yang lebih berkualitas - Program Swadana

Masyarakat dapat mendukung keberkelanjutan program

- - -

Page 33: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

9

Gambar 2 Komponen-komponen penyelenggaraan makanan anak sekolah

Definisi Operasional Siswa adalah anak usia sekolah yang berumur 6–18 tahun yang duduk di tingkat

Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah

Menengah Atas (SMA).

Siswa sekolah dasar adalah anak usia sekolah yang berumur 11–14 tahun

yang duduk di kelas 5 dan 6 dan menjadi peserta penelitian.

Penyelenggaraan makanan siswa di sekolah dasar adalah pelaksanaan

penyediaan makanan bagi siswa di sekolah dasar. Pelaksanaan

Penyediaan Makanan Tambahan anak sekolah (PMT-AS) termasuk

dalam penyelenggaraan makanan anak sekolah.

Tingkat kesukaan siswa adalah tingkatan dari “sangat suka”, “suka”, “biasa”,

“tidak suka”, dan “sangat tidak suka” siswa terhadap menu sepinggan

yang diberikan dan diukur dengan menggunakan metode smiley face.

Page 34: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

10

Higiene dan sanitasi makanan adalah keadaan yang digambarkan pada tingkat

kebersihan pada saat penyiapan, saat pemasakan, peralatan (masak &

alat saji), penyajian, lingkungan kerja, air dan tenaga kerja.

Daya terima siswa adalah penerimaan (habis tidaknya makanan) siswa

terhadap menu sepinggan yang diukur dengan metode self-reported

consumption (disebut juga penilaian dengan metode Comstock). Daya

terima terhadap sarapan menu sepinggan diukur dengan 6 kategori,

yaitu : tidak dimakan, hanya dicicipi, habis ¼ bagian, habis ½ bagian,

habis ¾ bagian, dan habis semua.

Pengolahan bahan pangan adalah kegiatan yang dilakukan pada saat

penyiapan dan pemasakan makanan untuk anak sekolah.

Model Penyelenggaraan Makanan adalah model pelaksanaan penyediaan

makanan bagi siswa di sekolah dasar yang meliputi input (SDM),

peralatan yang dipergunakan (mulai dari kegiatan penyiapan sampai

pencucian), bahan pangan dan non-pangan (detergen untuk pencucian,

serbet untuk pengering), metode dan biaya, proses (perencanaan menu

sampai penyajian makanan) dan output (kesukaan siswa terhadap menu

dan daya terima siswa terhadap menu) serta dampaknya adalah

konsumsi, dan tingkat kecukupan siswa.

Menu adalah makanan (dapat berupa makanan lengkap atau makanan

kecil/kue) dan minuman yang disajikan kepada anak sekolah.

Menu Sepinggan adalah makanan lengkap yang disajikan dalam satu piring

atau mangkuk, yang terdiri dari makanan pokok sebagai sumber

karbohidrat, lauk pauk sebagai sumber protein, dan sayuran sebagai

sumber vitamin dan mineral.

Tenaga Penjamah Makanan adalah tenaga yang melaksanakan kegiatan

penyelenggaraan makanan mulai dari pembelian bahan pangan,

penerimaan bahan pangan, penyimpanan bahan pangan, pengeluaran

bahan pangan, pengolahan bahan pangan, pemorsian makanan,

penyajian makanan, dan pendistribusian makanan serta pencucian

peralatan.

Page 35: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

11

TINJAUAN PUSTAKA

Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah Belajar dari perjalanan sejarah peradaban dunia, kita akan menemukan

bahwa bangsa-bangsa yang sekarang termasuk dalam gugusan negara maju,

seperti Amerika Serikat, Jerman, Perancis, Jepang, dan sekarang disusul oleh

China, India, Malaysia, Korea Selatan, Singapura, dan Taiwan, adalah negara-

negara yang sejak memulai pembangunannya mendudukkan pendidikan sebagai

prioritas pertama. Negara-negara ini menganut paradigma “To Built Nation Built

School”. Penelitian membuktikan bahwa ”Education and learning depend on

good nutrition and health” (Sinaga 2009).

Pemberian makanan di sekolah (School Feeding Program/SFP) telah

dilaksanakan di berbagai negara. Berbagai kesuksesan dapat dicapai melalui

pemberian makanan tersebut. Di negara maju seperti Amerika Serikat, program

pemberian makanan di sekolah telah dimasukkan ke dalam undang-undang

“Makan Siang Anak Sekolah” - P.L. 105-394, November 13, 1998 (Pannell,1999),

sehingga wajib dilaksanakan di sekolah-sekolah. Tujuan pemberian makanan di

sekolah adalah menyediakan makanan yang berguna untuk mengurangi rasa

lapar sehingga siswa dapat berkonsentrasi belajar lebih baik, dan juga cara

untuk menarik anak-anak supaya mau pergi ke sekolah serta mereka hadir

secara teratur (Ahmed 2004).

Di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, program pemberian

makanan anak di sekolah sering dilakukan dengan kerja sama antara organisasi-

organisasi besar dengan pemerintah dan dengan organisasi-organisasi non-

pemerintah. Pelaksanaan yang terbesar dilakukan oleh UN World Food Program

(WFP), yang mengoperasikan program tersebut di 78 negara pada tahun 2006.

Agen lain dan NGOs melaksanakan pemberian makanan di sekolah pada tingkat

nasional, regional dan lokal (Village Hope 2008).

Manajemen Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah Keberhasilan penyelenggaraan makanan anak di sekolah bergantung

pada pengelolaan dan pelaksanaannya yang harus dilakukan dengan efektif dan

efisien. Penyelenggaraan makanan anak di sekolah harus memenuhi syarat-

syarat yang telah ditentukan, seperti menu apa yang dihidangkan, memenuhi

kecukupan zat gizi siswa, dihidangkan secara menarik dan memenuhi standar

Page 36: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

12

sanitasi. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki dan menjaga status gizi anak

sekolah, meningkatkan tingkat kehadiran anak di sekolah, memperbaiki prestasi

akademik serta mendukung kurikulum pendidikan gizi (Wirakusumah dkk 1989).

Di negara maju atau negara industri, penyelenggaraan makanan di

sekolah diawasi oleh organisasi makanan sekolah yang bertanggung jawab

untuk jasa katering, termasuk kontrol keuangan, perencanaan menu, penasehat

dalam pembelian bahan pangan, perencanaan dapur dan administrasi secara

umum. Pengawasan dapur makanan di sekolah dilakukan oleh petugas katering

atau pengawas juru masak dan pada unit yang lebih kecil dilaksanakan oleh

tukang masak. Banyak perempuan dipekerjakan pada bidang ini, karena mereka

menemukan bahwa bekerja di penyelenggaraan makanan sekolah cocok dengan

tanggung-jawab mereka di rumah. Mereka bekerja dua sampai dua setengah jam

setiap hari di pelayanan makanan, karena fasilitas untuk kegiatan sudah tersedia

lengkap. Staf di dapur pelayanan makanan anak sekolah pada semua tingkatan

manajemen sudah mendapatkan pelatihan sebelum mereka bekerja. Dapur-

dapur sekolah dilengkapi dengan peralatan yang baik. Standar yang tinggi

diterapkan terhadap kesehatan pekerja dan sanitasi dapur dituntut untuk dapat

dipenuhi. Staf pelayanan makanan mengawasi siswa pada waktu makan,

terutama di sekolah dasar dan menengah. Staf pelayanan makanan mempunyai

tanggung jawab atas perilaku dan tata krama yang baik di meja makan dan juga

mendorong anak-anak agar mengembangkan perilaku yang benar terhadap

makanan sehat (Kinton & Ceserani 1989).

Pelayanan makanan siswa di negara maju paling efektif ketika ahli diet

atau ahli gizi, pengelola sekolah, manajer penyelenggaraan makanan, dan

kelompok pendukung lainnya, seperti persatuan orang tua murid menyadari

pentingnya nilai-nilai perkembangan mental dan fisik siswa. Kelompok ini dapat

bekerja sama untuk membuat penyelenggaraan makanan tidak hanya sebagai

"program pemberian makanan" tetapi lebih dari itu, sebagai program pendidikan

gizi untuk semua siswa yang menjadi bagian dari pengalaman belajar anak-anak

di sekolah (Palacio & Theis 2009).

Jenis organisasi dan manajemen yang ada di dalam pelayanan makanan

di sekolah bervariasi bergantung pada jumlah siswa dan lokasi sekolah yang

melaksanakan. Sekolah yang siswanya sedikit kemungkinan mempunyai

penyiapan makanan yang sederhana dan pelayanan hanya diawasi oleh seorang

juru masak atau manajer dengan satu atau dua karyawan dan dibantu oleh siswa

Page 37: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

13

yang bekerja part-time. Sekolah dengan jumlah siswa yang banyak di kota-kota

besar sering mempergunakan dapur produksi terpusat dan mengirim makanan

jadi ke sekolah-sekolah yang lebih kecil yang berada di sekitarnya. Manajemen

terpusat dengan pengawas di masing-masing unit sekolah merupakan

karakteristik sistem produksi terpusat/commissary (Palacio & Theis 2009).

Di negara-negara berkembang, penyediaan makanan di sekolah

mempunyai peranan kritis karena berfungsi untuk menjamin anak-anak dapat

belajar ketika mereka berada di sekolah. Anak-anak miskin sering pergi ke

sekolah dengan perut kosong. Tiga ratus juta anak-anak di dunia dalam keadaan

lapar kronis, kira-kira 170 juta dari anak-anak tersebut hadir di sekolah dan

belajar dengan kondisi melawan lapar. Program pemberian makanan di sekolah

membantu anak-anak miskin bersekolah, menolong mereka saat belajar di

sekolah. Anak-anak di pedesaan sering berjalan jauh menuju ke sekolah dengan

perut kosong. Banyak anak-anak tidak membawa makanan dari rumah untuk

dimakan di sekolah karena faktor kemiskinan. Anak-anak ini mempunyai masalah

untuk berkonsentrasi pada pelajaran di kelas. Para guru melaporkan bahwa tidak

sarapan dapat menjadikan anak-anak sekolah tertidur di dalam kelas dan tidak

mampu memperoleh manfaat pendidikan yang telah disediakan. Sindrom ini,

secara umum dikaitkan dengan lapar jangka pendek, dan dapat mempengaruhi

fungsi cognitive anak-anak, dan prestasi belajar. Beberapa studi mengemukakan

bahwa lapar jangka pendek bertambah buruk pada anak-anak yang mempunyai

riwayat kurang gizi (Cueto & Chinen 2008).

Proses Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah

Perencanaan Menu

Istilah “menu” berasal dari bahasa Perancis yang artinya daftar makanan

yang dihubungkan dengan kartu, kertas, atau media lain dimana daftar makanan

itu tertulis (Khan 1989). Menu itu sendiri “rangkaian dari beberapa macam

hidangan atau masakan yang disajikan atau dihidangkan untuk seseorang atau

kelompok orang untuk setiap kali makan, yaitu dapat berupa susunan hidangan

pagi, hidangan siang, ataupun hidangan malam” (Mukri dkk 1990).

Menu yang terencana baik dalam penyelenggaraan makanan anak di

sekolah dapat menjadi suatu alat penyuluhan gizi yang baik untuk siswa, karena

melalui menu tersebut dapat diajarkan pola makan yang baik. Pola makan yang

baik, secara tidak langsung dapat berperan sebagai alat penyuluhan gizi yang

Page 38: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

14

baik bagi siswa. Perencanaan menu merupakan rangkaian kegiatan untuk

menyusun suatu hidangan dalam variasi yang serasi. Kegiatan ini sangat penting

dalam sistem pengelolaan makanan anak sekolah, karena menu sangat

berhubungan dengan kebutuhan dan penggunaan sumberdaya lainnya seperti

anggaran belanja. Perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang

tersedia dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek kepadatan

makanan dan variasi bahan pangan (Mukri dkk 1990). Perencanaan menu

merupakan salah satu tugas yang paling penting dalam sistem penyelenggaraan

makanan anak sekolah (Khan 1989). Sistem penyelenggaraan makanan terdiri

atas beberapa sub-sistem. Sub-sistem ”menu” merupakan unsur paling utama

dalam kegiatan sistem penyelenggaraan makanan anak sekolah (Gambar 3).

Gambar 3 Hubungan sistem dan subsistem dalam penyelenggaraan

makanan (Sullivan 1989)

Dalam perencanaan menu anak sekolah, beberapa faktor yang perlu

dipertimbangkan agar tujuan penyelenggaraan makanan anak sekolah tercapai

adalah jumlah dan keahlian tenaga penjamah makanan, dana yang dibutuhkan,

peralatan yang dipergunakan, cara pembelian bahan pangan, cara memproduksi

makanan dan jenis pelayanan yang akan diberikan kepada anak sekolah.

Gambar 4 menunjukkan faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam

perencanaan menu. Faktor-faktor tersebut yaitu: 1) faktor siswa, yang terdiri dari

kecukupan gizi siswa, kebiasaan makan & kesukaan siswa terhadap makanan,

SUPRA SISTEM

SISTEM PENYELENGGARAAN MAKANAN

MENU

BIAYA

TENAGA PENJAMAH MAKANAN

PENYAJIAN MAKANAN

PENGOLAHAN BAHAN

PANGAN PEMBELIAN

BAHAN PANGAN

ALAT

Page 39: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

15

karakteristik makanan & sifat rangsangannya, macam & jumlah siswa yang

dilayani, dan 2) faktor manajemen, yang terdiri dari sasaran & tujuan

penyelenggaraan makanan anak sekolah, dana yang tersedia, keahlian & jumlah

tenaga penjamah makanan, sarana & prasarana, musim/iklim dan keadaan

pasar, macam dan peraturan sekolah, serta metode produksi & sistem pelayanan

(Sinaga 2007; Mukri dkk 1990; Khan 1989).

Skala Hedonik Wajah (Lampiran )

Gambar 4 Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan menu anak sekolah (Sinaga 2007)

Hal yang paling utama yang harus diperhatikan dalam menyusun menu

adalah kecukupan gizi anak sekolah. Menu yang dibuat harus sesuai dengan

angka kecukupan gizi berdasarkan pertimbangan umur & jenis kelamin. Untuk

sarapan sebaiknya diberikan 20-25% dari kecukupan siswa dan makan siang

diberikan 30% dari kecukupan siswa/hari. Menu yang direncanakan sebaiknya

disesuaikan dengan kebiasaan makan siswa. Kebiasaan makan siswa ditentukan

oleh faktor kejiwaan, faktor sosial-budaya, agama, kepercayaan, latar belakang

pendidikan, pengalaman, lingkungan hidup sehari-hari tempat asal dan

demografi (Khan 1989).

Menurut Khan 1989, makanan kesukaan adalah pilihan makanan dari

sekian banyak makanan yang dihidangkan kepada siswa. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kesukaan siswa terhadap makanan adalah: 1) faktor intrinsik,

yaitu yang berasal dari penampilan makanan seperti warna, aroma, tekstur, rasa,

kualitas dan suhu makanan. Siswa cenderung tertarik pada penyajian makanan

yang menarik, dan warna yang serasi serta rasa yang enak; 2) faktor ekstrinsik,

meliputi lingkungan, situasi, promosi, musim dan suhu lingkungan; 3) faktor

MENU

SISWA

MANAJEMEN

SDM

SARANA & PRASARANA

MACAM & PERATURAN SEKOLAH

TIPE PRODUKSI & SISTEM

PELAYANAN MAKANAN

DANA PASAR & MUSIM

SASARAN DAN TUJUAN

JUMLAH SISWA

ORANG YG DILAYANI

KECUKUPAN GIZI SISWA KEBIASAAN MAKAN & KESUKAAN SISWA

TERHADAP MAKANAN

KARAKTERISTIK

MAKANAN & SIFAT

RANGSANGANNYA

Page 40: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

16

Biologi, Fisiologi, dan Psikologi. Jika terjadi gangguan pada fungsi biologi,

fisiologi dan psikologi ini, maka kesukaan siswa terhadap makanan akan

berubah karena perubahan penilaian, persepsi, dan nafsu makan. Usia dan jenis

kelamin juga merupakan faktor biologis yang berpengaruh terhadap kesukaan

anak terhadap makanan. Contoh, anak sekolah cenderung senang makan yang

mengandung gula-gula seperti permen atau coklat. Faktor ke 4) adalah faktor

personal, yang berasal dari siswa itu sendiri, seperti tingkat keinginan dan

prioritas; 5) pengaruh dari orang lain, selera, suasana hati, emosi, keluarga; 6)

faktor Sosial Ekonomi. Faktor ini sangat berpengaruh sekali terhadap pemilihan

makanan. Jika penghasilan orangtua minim, siswa akan cenderung mengurangi

pengeluaran untuk makanan & minuman, sedangkan bagi siswa yang orang

tuanya berpenghasilan tinggi, dapat memilih berbagai macam makanan; 7) faktor

budaya & agama. Dalam ajaran agama, terdapat larangan pada setiap umatnya

untuk menjauhi beberapa makanan yang dianggap haram dan mutlak tidak boleh

dikonsumsi. Faktor agama & budaya sangat mempengaruhi kesukaan terhadap

makanan, seperti, muslim dilarang mengonsumsi daging babi dan hasil

produknya (Khan 1989).

Faktor-faktor tersebut diatas merupakan faktor yang saling berkaitan satu

sama lain. Kesukaan siswa terhadap makanan yang sifatnya lebih kompleks

dapat diketahui dengan melakukan survey pertanyaan atau dengan pengamatan

sisa makanan yang tidak dimakan oleh siswa. Kesukaan siswa terhadap

makanan didefinisikan sebagai derajat suka atau ketidaksukaan terhadap

makanan dan akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Rasa kesukaan

terhadap makanan terbentuk dari keinginan makan untuk memenuhi rasa lapar

serta dari hubungan kesukaan pada masa anak-anak. Suatu makanan dianggap

memenuhi selera atau tidak, tergantung dari pengaruh sosial, budaya, dan sifat

fisik makanannya (Suhardjo 1986).

Menurut Gregoire & Spears (2007) untuk mengukur tingkat kesukaan

terhadap makanan, umumnya menggunakan skala hedonik yaitu makanan yang

dinilai oleh seseorang memiliki tingkatan “sangat suka” sampai “sangat tidak

suka”. Pengukuran tingkat kesukaan makanan untuk anak-anak umumnya

menggunakan skala hedonik wajah atau yang biasa disebut dengan skala wajah

tersenyum (smiley face). Gambar 5 menunjukkan contoh skala hedonik wajah

untuk mengukur tingkat kesukaan anak-anak terhadap menu yang disajikan.

Penggunaan metode hedonik wajah lebih mudah digunakan untuk anak-anak

Page 41: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

17

sekolah dibandingkan dengan metode tulisan atau angka karena kedua metode

tersebut membutuhkan komunikasi dan pemahaman yang baik, kecerdasan, atau

kemampuan untuk berkomunikasi dalam bahasa.

Jenis Makanan Wajah anak

1. Makanan 1

Sangat Suka Suka Biasa-biasa Tidak Suka Sangat

Tidak Suka

2. Makanan 2

Sangat Suka Suka Biasa-biasa Tidak Suka Sangat

Tidak Suka

Gambar 5 Skala Wajah untuk mengukur tingkat kesukaan pada anak sekolah

(Gregoire & Spears 2007)

Daya terima seseorang terhadap makanan secara umum dapat dilihat

dari jumlah makanan yang habis dikonsumsinya. Sisa makanan atau jumlah

makanan yang tersisa (plate waste) merupakan metode yang digunakan untuk

mengukur daya terima makanan. Sisa makanan dapat digunakan dengan

menimbang berat makanan yang tidak dimakan oleh siswa. Pengamatan sisa

makanan di alat saji merupakan salah satu cara memperkirakan makanan yang

tidak dapat dihabiskan oleh siswa (Gregoire & Spears 2007). Cara mengukur

sisa makanan lainnya adalah dengan cara mengisi konsumsi yang dihabiskan

(self-reported consumption). Cara ini dapat dilakukan dengan memperkirakan

atau mengestimasi jumlah sisa makanan yang terlihat di alat saji dengan

menggunakan skala. Cara ini dikenal dengan metode Comstock yang sering

dipergunakan pada program makan siang siswa di sekolah (Gregoire & Spears

2007). Comstock membagi skala dalam 6 kategori yaitu: dimakan habis, dimakan

Page 42: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

18

3/4 bagian, dimakan ½ bagian, dimakan ¼ bagian, hanya dicicipi dan tidak

dimakan (Gambar 6).

Jenis Makanan Saya

tidak

makan

Saya

hanya

cicipi

Saya

makan

¼ bgn

Saya

makan

½ bgn

Saya

makan

¾ bgn

Saya

makan

habis

1. Makanan 1

2. Makanan 2

Gambar 6 Skala Comstock untuk mengukur sisa makanan siswa (Gregoire &

Spears 2007)

Karakteristik makanan dan sifat rangsangannya meliputi aspek-aspek: 1)

warna, kombinasi yang menarik dan saling berkaitan dapat membantu

penerimaan terhadap makanan dan secara tidak langsung dapat menambah

nafsu makan siswa. Betapapun lezatnya makanan apabila warna penyajian tidak

menarik dapat mengakibatkan siswa enggan untuk mencoba memakannya.

Hindarilah makanan dengan warna yang sama, karena akan mengurangi

keindahan menu yang disajikan. Biasanya orang menghias menu dengan

tambahan garnish, seperti: peterselli, cheri, tomat atau dengan daun slada; 2)

bentuk makanan, dianjurkan untuk tidak dibuat dengan banyak variasi bentuk,

karena dapat menimbulkan ketidakserasian dan dapat mengurangi keindahan

menu. Bentuk makanan yang disajikan dapat dibedakan menjadi beberapa

macam, antara lain: sesuai bentuk asli bahan pangan, memotong bahan pangan

dengan teknik tertentu, bentuk sajian khusus seperti nasi tumpeng; 3) aroma

makanan mampu merangsang indera penciuman sehingga dapat

membangkitkan selera makan siswa. Aroma sate bakar di pinggir jalan membuat

orang yang sedang lewat ingin segera mampir untuk mencicipinya; 4) konsistensi

makanan, yaitu padat atau kentalnya makanan dapat memberikan rangsangan

Page 43: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

19

lebih lambat terhadap manusia. Oleh karena itu, menu yang berkonsistensi padat

sebaiknya dicampur dengan yang lunak, seperti lontong sayur dengan kerupuk;

5) rasa makanan dapat berupa asin, asam, pahit, dan manis. Rasa ini dapat

dipadukan satu dengan yang lainnya dengan perbandingan yang sesuai dan pas,

agar tidak terjadi rasa yang tidak enak dalam masakan; 6) metode penyiapan,

perlu diperhatikan, seperti pada anak sekolah sebaiknya potongan bahan

pangan lebih kecil dari pada orang dewasa; 7) penyesuaian suhu, pada suhu

udara yang dingin biasanya anak lebih suka menu yang dapat menghangatkan

tubuh yaitu makanan panas. Pada suhu yang panas lebih disukai makanan

dingin, seperti es campur; 8) penyajian, merupakan aspek yang sangat

menentukan karena penyajian makanan adalah hal pertama yang dapat

mempengaruhi indera penglihatan siswa, maka diperlukan penyajian yang baik

dari segi alat saji maupun cara penyajiannya (Khan 1989).

Bila konsumen yang akan dilayani homogen seperti anak sekolah,

menyusun menu dapat lebih sederhana. Dalam penyelenggaraan makanan anak

sekolah, umumnya yang dilayani adalah para siswa, tetapi beberapa sekolah

juga melayani para guru dan pegawainya. Tujuan utama penyelenggaraan

makanan anak sekolah adalah melayani makanan siswa selama berada di

sekolah, dan umumnya bersifat pelayanan (service-oriented) bukan mencari

keuntungan (profit-oriented). Penyelenggaraan makanan anak sekolah

memberikan pelayanan yang sesuai dengan kecukupan gizi siswa dan harganya

terjangkau sesuai kemampuan siswa. Menu yang disusun harus sesuai dengan

dana yang ditetapkan. Makanan yang baik dan bergizi untuk anak sekolah bukan

berarti makanan yang harus mahal, oleh karena itu makanan anak sekolah yang

disusun hendaknya beragam dengan harga terjangkau (Sinaga 2007).

Dalam perencanaan menu dibutuhkan tenaga yang berkualitas dan

memiliki keahlian khusus mulai dari pembelian bahan pangan, penyiapan bahan

pangan, pemasakan bahan pangan sampai penyajian makanan. Sebaiknya

penyelenggara makanan anak sekolah memiliki tenaga penjamah makanan yang

cukup dalam hal kualitas dan kuantitasnya (Mukri dkk 1990). Ketersediaan

peralatan di dapur dapat menentukan jenis menu yang disusun baik dari segi

kualitas dan kuantitasnya. Perencanaan menu yang baik & efisien membutuhkan

keseimbangan hubungan antara bahan pangan, peralatan, dan tenaga penjamah

makanan. Menu yang direncanakan harus dapat dilaksanakan dengan

menggunakan alat-alat dan perlengkapan dapur yang tersedia. Jika alat dan

Page 44: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

20

perlengkapan yang tersedia baik dan modern tentu menu yang dibuat dapat lebih

bervariasi (Khan 1989).

Iklim dapat mempengaruhi selera dan kebutuhan tubuh siswa. Pada

musim hujan, udara menjadi sejuk, siswa membutuhkan makanan yang sedikit

lebih banyak dari biasanya dan makanan yang diinginkan adalah makanan

panas. Iklim juga mempengaruhi musim terutama untuk buah-buahan dan

sayuran yang sifatnya musiman. Ada beberapa buah yang selalu ada sepanjang

hari dalam setahun seperti pisang, pepaya, dan nenas. Jika menyusun menu

sesuai dengan keadaan pasar/musim akan lebih menguntungkan karena

harganya relatif lebih murah (Mukri 1990). Peraturan sekolah yang menentukan

siapa yang bertanggung jawab untuk pengadaan makanan anak sekolah dan

siapa yang harus diberi makan (murid, guru dan pegawai). Berapa besar biaya

makanan (pembelian bahan pangan, biaya tenaga kerja, dan biaya bahan bakar)

yang disediakan untuk penyelenggaraan makanan anak sekolah juga harus

ditetapkan dalam peraturan sekolah (Sinaga 2007). Tipe produksi makanan anak

sekolah memiliki dampak yang besar terhadap jenis menu dan waktu yang

diperlukan untuk produksi dan penyajian makanan.

Sistem atau macam pelayanan yang diberikan kepada siswa dapat

berbeda-beda. Hal ini bergantung pada kemampuan tenaga penjamah makanan

berdasarkan efisiensi dan efektivitas penyelenggara makanan anak sekolah.

Macam pelayanan yang diberikan akan mempengaruhi susunan peralatan dan

tata alur penyajian makanan siswa. Dengan demikian perlu diperhitungkan

jadwal waktu pengolahan dan pelayanan makanan. Beberapa macam pelayanan

makanan yang dikenal di penyelenggaraan makanan anak sekolah adalah:

pelayanan cara cafetaria, prasmanan, dengan mesin makanan otomatis, dan

lain-lain.

Pembelian Bahan Pangan

Pembelian bahan pangan merupakan serangkaian proses penyediaan

bahan pangan melalui prosedur dan peraturan yang telah ditetapkan

sebelumnya, agar tersedia bahan pangan dengan jumlah dan macam serta

kualitas sesuai dengan yang direncanakan. Cara pembelian bahan pangan yang

tepat dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan dana yang

tersedia. Mutu hidangan yang dimasak tergantung dari keadaan fisik dan kualitas

bahan pangan yang dibeli. Cara pembelian bahan pangan untuk makanan anak

Page 45: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

21

sekolah dapat dilakukan langsung ke pasar atau melalui pelelangan (Palacio &

Theis 2009).

Pembelian langsung ke pasar biasanya dilaksanakan oleh sekolah yang

jumlah siswanya sedikit. Di negara-negara maju, pada umumnya pembelian

bahan pangan dikelola sendiri oleh penyelenggara makanan anak sekolah.

Sistem ini dianggap efisien dan ekonomis dan menghemat waktu pengawasan.

Penyelenggara makanan anak sekolah langsung mempertanggung jawabkan

semua kegiatan yang dilaksanakannya mulai dari perencanaan menu, hingga

tersedianya makanan siswa yang memenuhi standar. Penyelenggara makanan

anak sekolah jelas lebih menekuni bidangnya, menguasai keadaan pasar dan

sumber bahan pangan yang baik dan segar, matang ataupun setengah matang,

serta mampu menilai kualitas bahan pangan dengan tepat (Sinaga 2007).

Penerimaan Bahan Pangan

Penerimaan bahan pangan merupakan kelanjutan dari proses pembelian

bahan pangan. Penerimaan bahan pangan adalah kegiatan meneliti, memeriksa,

mencatat dan melaporkan bahan pangan yang diperiksa sesuai dengan

spesifikasi yang telah ditetapkan (Mukrie dkk 1990). Dalam penerimaan

diperhatikan juga jumlah, jenis, ukuran kualitas bahan dan batas waktu

kadaluarsa (Moehyi 1992). Jika penyelenggaraan makanan anak sekolah dalam

skala kecil, tidak perlu ada penerimaan bahan pangan, karena petugas pembeli

langsung belanja ke pasar dan membawa bahan ke tempat penyiapan untuk

diproses (Sinaga 2007).

Penyimpanan dan Pengeluaran Bahan Pangan

Penyimpanan dan pengeluaran bahan pangan adalah proses kegiatan

yang menyangkut penyimpanan dan penyaluran bahan pangan sesuai dengan

permintaan untuk kegiatan penyiapan bahan pangan. Fungsi penyimpanan

berbeda antara sekolah besar dan kecil. Bagi sekolah besar, penyimpanan dapat

bertindak sebagai stok bahan pangan dan sistem penyimpanannya dipusatkan.

Dalam sekolah kecil biasanya penyimpanan bahan pangan dilakukan hanya

sementara karena fasilitas yang terbatas. Pembelian bahan pangan hari ini

diperhitungkan untuk dihabiskan hari itu juga. Penyimpanan bahan pangan

dalam penyelenggaraan makanan anak sekolah dilakukan jika ada fasilitas yang

cukup. Tujuan penyimpanan bahan pangan adalah: 1) memelihara dan

mempertahankan kondisi dan mutu bahan pangan yang disimpan, 2) melindungi

Page 46: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

22

bahan pangan yang disimpan dari kerusakan, kebusukan dan gangguan

lingkungan lainnya, 3) melayani kebutuhan macam dan jumlah bahan pangan

dengan mutu dan waktu yang tepat, 4) menyediakan stok bahan pangan dalam

jumlah dan mutu yang memadai (Palacio & Theis 2009).

Penyiapan Bahan Pangan

Penyiapan bahan pangan bertujuan untuk mempersiapkan racikan yang

tepat dari berbagai macam bahan pangan untuk berbagai masakan dalam jumlah

yang sesuai dengan standar porsi, dan jumlah siswa serta mempersiapkan

berbagai bumbu masakan sesuai standar resep (Mukri dkk 1990). Ditjen

Pelayanan Kesehatan (1981) menetapkan beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam kegiatan penyiapan makanan anak sekolah yaitu: 1) penyiapan bahan

pangan berdasarkan tertib kerja dan metode teknik penyiapan bahan pangan

dalam standar resep; 2) penyiapan bahan pangan memperhitungkan waktu dan

menu yang diproduksi; 3) peralatan, bahan pangan, dan bumbu-bumbu

disesuaikan dengan menu yang akan diolah dan diatur secara baik sehingga

memudahkan dalam melakukan pekerjaan; 4) pergunakan alat sesuai dengan

menu yang dimasak; 5) perlengkapan dan peralatan disusun sedemikian rupa

sehingga pekerjaan dapat dilakukan secara efektif dan efisien; 6) pergunakan

peralatan dengan baik dan benar untuk menghindari kecelakaan kerja; 7)

perhatikan urutan langkah-langkah kerja sesuai dengan metode teknik

penyiapan; 8) meja kerja, perlengkapan dan peralatan segera dibersihkan dan

disusun kembali setelah digunakan. Penyiapan sebaiknya dilakukan dengan baik

agar penampilan makanan baik dan nilai gizi bahan pangan tidak berkurang.

Metode Pemasakan Bahan Pangan

Pemasakan bahan pangan merupakan suatu kegiatan mengubah

(memasak) bahan pangan mentah menjadi makanan yang siap dimakan,

berkualitas, dan aman untuk dikonsumsi oleh siswa (Depkes 2003). Tujuan

pemasakan bahan pangan pada penyelenggaraan makanan anak sekolah

adalah mempertahankan nilai gizi pangan, meningkatkan nilai cerna bahan

pangan, mempertahankan dan menambah cita rasa, menambah aroma,

memperindah rupa, warna & tekstur makanan, dan membunuh kuman yang

berbahaya atau menghilangkan racun makanan sehingga aman dikonsumsi oleh

siswa (Palacio & Theis 2009). Memasak merupakan suatu pengetahuan dan seni

yang sudah dikenal sejak zaman dahulu, untuk menghasilkan makanan yang

berkualitas dan dapat memenuhi selera makan siswa. Makanan yang disajikan di

Page 47: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

23

sekolah harus dapat merangsang kelenjar ludah, mata, lidah dan perasaan

sehingga makanan yang diproduksi sedap dipandang dan mempunyai rasa yang

lezat. Kesalahan dalam urutan dan pencampuran bumbu akan menghasilkan

makanan yang tidak menarik. Untuk dapat menghasilkan makanan yang

berkualitas tinggi di sekolah maka diperlukan pengolahan dengan cara yang

tepat, proporsi bahan pangan penyusun seimbang, bervariasi, disajikan dengan

menarik serta memenuhi standar sanitasi yang tinggi (Ditjen Pelayanan

Kesehatan 1981).

Proses pengolahan perlu mendapat perhatian karena kehilangan zat gizi

sering terjadi pada saat memasak (Hardinsyah dan Briawan 1994). Dalam

pemasakan bahan pangan di sekolah, beberapa peraturan yang harus

dilaksanakan adalah menjaga kualitas bumbu, melaksanakan pemasakan yang

benar, menetapkan tenggang waktu antara penyiapan dan waktu penyajian,

serta memperhatikan kehilangan nilai gizi atau kerusakan akibat pemasakan

yang terlalu lama.

Ada empat metode pemasakan bahan pangan yang sering dipergunakan

dalam penyelenggaraan makanan anak sekolah, yaitu metode konvensional,

produksi yang dipusatkan, makanan matang lalu didinginkan dan makanan

matang lalu dibekukan (makanan dimasak hari ini dan dikonsumsi hari

berikutnya), serta assembly atau serve atau hanya penyajian makanan (Palacio

& Theis 2009; Khan 1989). Metode konvensional berarti penyiapan, dan

pemasakan bahan pangan dilakukan dalam satu tempat, serta penyajian

makanan dilakukan pada hari yang sama. Metode produksi yang dipusatkan,

berarti pembelian, penyiapan, pemasakan bahan pangan dalam jumlah besar

dan dilakukan di sebuah dapur besar atau disebut juga dapur terpusat. Setelah

makanan matang lalu dibagikan ke tempat pelayanan yang membutuhkan yang

lokasinya dekat dengan tempat pemasakan. Metode ready prepared ada 2 jenis

yaitu cook-chill (matang didinginan) dan cook-freeze (matang dibekukan). Pada

metode ini, prinsipnya adalah makanan yang dimasak hari ini akan dikonsumsi

pada hari berikutnya. Penyiapan dan pemasakan bahan pangan dilakukan pada

hari yang berbeda dengan penyajian makanan. Metode assembly atau serve

berarti tidak melakukan kegiatan pembelian, penyiapan, pemasakan bahan

pangan, yang ada hanya kegiatan penyajian makanan. Jadi dalam metode

assembly hanya ada tempat penyajian atau ruang makan dan makanan yang

sudah matang saja.

Page 48: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

24

Di dalam penyelenggaraan makanan anak sekolah, metode produksi

mana yang akan diterapkan sangat bergantung dari fasilitas sekolah, seperti

berapa jumlah tenaga penjamah makanan, adakah tempat penyimpanan bahan

pangan, adakah tempat penyimpanan makanan matang, dan waktu yang

tersedia untuk mengolah bahan pangan (Sinaga 2007). Metode produksi

penyelenggaraan makanan anak sekolah dengan dapur terpusat yang

dilaksanakan di India dan Chili dapat berjalan dengan baik di daerah yang padat

penduduknya, metode ini mungkin tidak berhasil di daerah yang lebih pedesaan

seperti di Mali. Keterlibatan masyarakat dan tenaga sukarelawan untuk

mempenyiapan makanan di Mali dapat menjadi metode yang baik di negara

pertanian, dan mungkin tidak cocok dilaksanakan di negara industri, karena para

keluarga tidak memiliki produk pertanian atau jadwal yang kondusif untuk ikut

terlibat dalam kegiatan penyelenggaraan makanan anak sekolah (Winch 2009).

Masing-masing negara seperti di Mali, Chili, dan India mempunyai

pengalaman yang berbeda dalam tujuan pemberian makanan bagi anak sekolah.

Di Mali, tujuan pemberian makanan anak di sekolah adalah memberi anak

kesempatan untuk mendapatkan kebutuhan gizi dasar yang terpenuhi dan dapat

menyelesaikan sekolah dasar. Pemberian makanan anak sekolah di Chili

bertujuan untuk menjamin kesetaraan dalam pendidikan. Di India pemberian

makanan anak sekolah merupakan hak dan kesempatan untuk hidup dan

berkembang. Jadi tujuan pemberian makanan anak di sekolah tidak harus selalu

sama di setiap negara. Pengalaman masing-masing negara menggambarkan

bahwa pemberian makanan anak di sekolah lebih dari sekedar memberi makan

siswa, tetapi juga akan membantu mereka memiliki sarana yang diperlukan untuk

tumbuh, belajar, dan berkembang (Winch 2009).

Kondisi pada penyiapan bahan pangan di berbagai negara berkembang

berbeda-beda, seperti pemanfaatan tenaga relawan karena jarak yang jauh

untuk mengambil air dan bahan bakar, fasilitas memasak yang lambat. Hal

tersebut menyebabkan penyiapan dan pemasakan bahan pangan untuk siswa di

pagi hari tidaklah mudah. Pendekatan-pendekatan yang dilakukan mulai

dikembangkan dan diuji untuk mengatasi beberapa kendala teknis dan logistik

dalam kegiatan penyelenggaraan makanan anak di sekolah. Hal ini

memungkinkan setiap sekolah dapat mempertimbangkan kendala untuk

pengembangan model yang dapat dilakukan dan dapat dimodifikasi (Winch

2009).

Page 49: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

25

Metode Penyajian Makanan

Umumnya makanan anak sekolah disajikan dengan tipe (gaya) cafetaria.

Ada beberapa tipe pelayanan cafetaria yang sering dipergunakan di sekolah

yaitu: 1) cafetaria umum; 2) cafetaria dengan pelayanan; 3) kantin bergilir dan 4)

prasmanan. Dalam cafetaria umum, semua hidangan disajikan dalam bentuk

porsi dan diatur dalam kelompok hidangan yang siap untuk diambil oleh siswa.

Siswa dapat mengambil sendiri hidangan yang diinginkan. Tidak ada pelayan

dalam cara cafetaria umum ini. Tipe cafetaria umum banyak di laksanakan di

sekolah menengah atas (SMA). Dalam cafetaria dengan pelayanan, sebagian

dari hidangan tersedia dalam bentuk porsi yang siap untuk diambil siswa, dan

sebagian lagi hidangan disajikan atas permintaan siswa. Untuk jenis ini, harus

tersedia tenaga pelayan. Tipe cafetaria dengan pelayanan umumnya di

laksanakan di SMA. Dalam tipe kantin bergilir, siswa berbaris mengambil baki

makanan atau kotak makanan yang telah diisi dengan makanan dalam bentuk

porsi. Tipe kantin bergilir umumnya di laksanakan di sekolah dasar (SD), sekolah

menengah pertama (SMP) dan SMA. Dalam penyajian secara prasmanan, siswa

secara bergilir mengambil makanan dengan bebas menurut kemampuan dan

kecukupannya, di meja makan yang disediakan. Tipe prasmanan ini dapat di

laksanakan di SMP dan SMA (Pannell 1999).

Pendistribusian Makanan

Dalam proses distribusi makanan anak sekolah, ada dua cara yang sering

dilakukan kepada siswa, yaitu cara sentralisasi dan desentralisasi (Palacio &

Theis 2009). Cara sentralisasi adalah semua kegiatan pembagian makanan

dipusatkan pada suatu tempat. Sebelum memilih cara ini, penanggung jawab

penyelenggaraan makanan anak sekolah harus memperhatikan luas tempat

pembagian makanan, peralatan yang tersedia, dan tenaga yang ada. Sistem

sentralisasi sesuai untuk sekolah yang jumlah siswanya banyak dan tenaga

penjamah makanan terbatas. Tenaga penjamah makanan hanya diperlukan di

dapur produksi makanan. Cara desentralisasi adalah cara pendistribusian yang

diterapkan di sekolah yang memiliki ruang makan yang berada pada lokasi yang

berbeda. Dengan cara ini maka fokus kegiatan masih tetap berada di unit

pembagian utama, dan selanjutnya penataan makanan dan alat-alat makan

siswa disediakan di ruang dapur (pantry). Sistem ini membutuhkan ruang dapur

sementara untuk menghangatkan kembali makanan, membuat minuman dan

sejenisnya, menyiapkan alat makan yang bersih, menyajikan makanan siswa

Page 50: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

26

sesuai dengan porsi yang ditetapkan, meneliti macam dan jumlah makanan,

serta membawa hidangan kepada siswa (Palacio & Theis 2009;Mukri dkk 1990).

Pencucian Alat Makan dan Alat Masak

Peranan alat makan dan alat masak dalam higiene sanitasi makanan

siswa sangatlah penting karena merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam

prinsip-prinsip higiene sanitasi makanan penyelenggaraan makanan anak

sekolah. Alat makan dan alat masak perlu dijaga kebersihannya setiap saat akan

dipergunakan. Untuk itu peranan pembersihan atau pencucian alat perlu

diketahui secara mendasar. Dengan membersihkan alat secara baik, akan

menghasilkan alat makan dan alat masak yang bersih dan sehat (Depkes 2006).

Alat makan meliputi piring, gelas, mangkuk, cangkir, sendok, pisau,

garpu, dan lain-lain. Alat saji dapat berupa peralatan kaca (chinaware), logam

(metalware), tembikar (ceramicware), plastik, dan lain lain. Peralatan masak

meliputi kuali/wajan, dandang/kukusan, pisau, talenan, oven dan lain-lain.

Dengan menjaga kebersihan peralatan makan dan masak, maka telah

membantu mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi makanan yang

dapat terjadi karena peralatan yang digunakan (Depkes 2006).

Higiene dan Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan dalam penyelenggaraan makanan anak sekolah

meliputi kegiatan usaha yang ditujukan terhadap semua tingkatan, sejak bahan

pangan mulai dibeli, disimpan, diolah dan disajikan untuk melindungi agar anak

sekolah tidak dirugikan kesehatannya. Usaha-usaha sanitasi dalam

penyelenggaraan makanan anak sekolah meliputi kegiatan-kegiatan: 1)

keamanan makanan dan minuman yang disediakan; 2) higiene perorangan dan

praktek-praktek penanganan makanan oleh penjamah makanan yang

bersangkutan; 3) keamanan terhadap penyediaan air; 4) pengelolaan

pembuangan air limbah dan kotoran; 5) perlindungan makanan terhadap

kontaminasi selama dalam proses pengolahan, penyajian dan penyimpanannya,

dan 6) pencucian, kebersihan dan penyimpanan alat-alat/perlengkapan (Depkes

2006). Sanitasi merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi lingkungan

hidup yang menyenangkan dan menguntungkan kesehatan masyarakat. Istilah

sanitasi dan higiene mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengusahakan cara

hidup sehat, sehingga terhindar dari penyakit, walaupun dalam penerapannya

mempunyai arti yang sedikit berbeda. Usaha sanitasi lebih menitik beratkan

Page 51: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

27

kepada faktor-faktor lingkungan hidup manusia, sedangkan higiene lebih menitik

beratkan kepada kebersihan individu (Anwar H dkk 1988).

Pengertian higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan

melindungi kebersihan individu subyeknya, seperti mencuci tangan dengan air

bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, cuci piring untuk

melindungi kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk

melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan. Higiene sanitasi makanan

adalah upaya untuk mengendalikan faktor makanan, orang, tempat dan

perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau

gangguan kesehatan (Depkes 2006). Di Indonesia penilaian higiene dan sanitasi

penyelenggaraan makanan anak sekolah dapat dilakukan berdasarkan

Permenkes RI nomor : 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang higiene sanitasi

jasaboga.

Model Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah Model penyelenggaraan makanan mana yang ingin dilaksanakan di

sekolah sangatlah bergantung dari fasilitas yang ada di sekolah dan lingkungan

di sekitar sekolah. Model-model yang dapat dilaksanakan di sekolah adalah: 1)

penyiapan makanan dilakukan di sekolah, bahan pangan berasal dari

bantuan/sumbangan; 2) penyiapan makanan dilakukan di sekolah, bahan

pangan berasal dari lokasi di sekitar sekolah; 3) penyiapan makanan dilakukan di

sekolah, dapat berupa makanan lengkap atau kecil, tenaga penjamah berasal

dari pedagang makanan; 4) penyiapan makanan dilakukan di luar sekolah,

tenaga penjamah berasal dari swasta/katering; 5) penyiapan makanan dilakukan

di luar sekolah, tenaga penjamah dari masyarakat dan 6) kupon atau tunai atau

bahan pangan di bawa pulang

Model Penyiapan Makanan dilakukan di Sekolah, Bahan Pangan berasal dari

Bantuan/Sumbangan

Model ini dapat dilakukan jika ada badan/organisasi/lembaga yang

memberikan sumbangan bahan pangan dan sekolah mempunyai fasilitas dapur

untuk mempersiapkan dan mengolah makanan di dapur sekolah. Model ini

umumnya menyajikan makanan lengkap, mempunyai tenaga sendiri atau

membayar tenaga penjamah makanan dari luar sekolah. Semua bahan pangan

yang dibutuhkan merupakan bantuan/sumbangan dari badan/organisasi/lembaga

dari luar sekolah (UNESCO 2004; Del Rosso 1999).

Page 52: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

28

Model Penyiapan Makanan dilakukan di Sekolah, Bahan Pangan berasal dari

Lokasi di Sekitar Sekolah

Model ini dapat dilaksanakan di sekolah yang memiliki fasilitas dapur

sekolah, dan menyajikan makanan lengkap, mempunyai tenaga sendiri atau

membayar tenaga penjamah makanan dari luar sekolah. Tenaga penjamah

makanan membeli bahan pangan yang ada di sekitar lingkungan sekolah untuk

kegiatan penyelenggaraan makanannya (WFP 2007). Model ini paling banyak

(81.5%) dilakukan di sekolah-sekolah negara Amerika Serikat (Pannell 1999). Di

Taiwan, sebagian besar (67%) sekolah mempergunakan model ini, yang disebut

sebagai “public-owned-public-managed”, yaitu sekolah memiliki dapur sendiri dan

menyelenggarakan makan siang bagi siswanya (Yang 2006). Di Indonesia

beberapa sekolah menerapkan model ini, khususnya sekolah yang siswanya

berasal dari keluarga mampu dan sekolah masih mempunyai lahan untuk

membangun dapur.

Model Penyiapan Makanan dilakukan di Sekolah, Tenaga Penjamah berasal

dari Pedagang Makanan

Model ini dapat dilaksanakan di sekolah yang memiliki fasilitas dapur

sekolah, dapat menyajikan makanan lengkap atau makanan kecil/selingan,

mempekerjakan tenaga penjamah makanan yang berasal dari pedagang

makanan yang ada di sekitar sekolah. Sekolah yang mempergunakan model ini

biasanya melakukan pelatihan tentang higiene dan sanitasi makanan terlebih

dahulu, supaya tenaga pedagang makanan dapat melakukan kegiatan

penyelenggaraan makanan dengan baik dan menghasilkan makanan yang aman

untuk dikonsumsi oleh siswa (Del Rosso 1999).

Kelebihan model penyiapan makanan dilakukan di sekolah adalah tidak

adanya tambahan biaya transportasi, lebih mudah mengontrol kualitas makanan

karena berada di dalam lingkungan sekolah, makanan dapat disajikan dalam

keadaan hangat tanpa menunggu waktu transportasi, tidak membutuhkan

peralatan untuk menghangatkan makanan. Kekurangan model ini adalah

membutuhkan investasi yang tinggi dalam hal penyediaan fisik dapur dan ruang

makan, peralatan dan perlengkapannya.

Model Penyiapan Makanan dilakukan di luar Sekolah, Tenaga Penjamah

berasal dari swasta/katering

Model ini dilaksanakan di sekolah yang belum memiliki fasilitas dapur

sekolah, menyajikan makanan lengkap atau makanan selingan/kecil,

Page 53: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

29

mempekerjakan tenaga penjamah makanan dari sektor swasta, seperti dari

katering, dan membeli sendiri bahan pangan yang dibutuhkan. Dalam model ini

penyiapan dan pemasakan bahan pangan dilakukan di luar gedung sekolah,

mempergunakan fasilitas dapur swasta, seperti dapur katering. Makanan yang

matang kemudian dibawa ke sekolah untuk disajikan kepada siswa (Del Rosso

1999).

Model Penyiapan Makanan dilakukan di luar Sekolah, Tenaga Penjamah dari

Masyarakat

Model ini dilaksanakan di sekolah yang belum memiliki fasilitas dapur

sekolah, menyajikan makanan lengkap atau makanan selingan/kecil, membeli

sendiri bahan pangan, mempekerjakan tenaga penjamah makanan yang berasal

dari partisipasi masyarakat yang mau membantu dan peduli dengan pendidikan.

Tenaga penjamah makanan berasal dari masyarakat, seperti dari Komite

Sekolah (persatuan orang tua murid), masyarakat sekitar sekolah, ibu-ibu

Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK). Tenaga ini dapat bersifat sukarela

atau sosial atau dibayar dengan upah/honor yang rendah. Model ini

mempersiapkan dan memasak bahan pangan di dapur yang berada di luar

gedung sekolah. Dapur yang dipergunakan adalah dapur masyarakat yang

bersedia untuk melaksanakan kegiatan penyiapan dan pengolahan makanan

anak sekolah (Muhilal 1998).

Kelebihan model ini adalah tidak membutuhkan investasi yang tinggi,

karena semua kebutuhan fisik dapur, tenaga, peralatan dan perlengkapan untuk

melaksanakan kegiatan penyelenggaraan makanan dilaksanakan oleh pihak lain

(katering atau masyarakat). Konsentrasi tenaga pendidik difokuskan untuk

urusan akademik, dan tidak ada gangguan saat penyiapan dan pengolahan

bahan pangan, seperti bau makanan, dan dentingan suara peralatan (Palacio &

Theis 2009). Kekurangan model ini adalah makanan dalam keadaan dingin

sampai di sekolah terutama jika jarak antara sekolah dan tempat pengolahan

makanan sangat jauh. Dan untuk memanaskan makanan membutuhkan biaya

tambahan, seperti menyediakan alat untuk memanaskan makanan, dan ruang

pemanas, serta biaya transportasi meningkat.

Model Kupon atau Tunai atau Bahan Pangan di Bawa Pulang

Dalam model ini makanan tidak dikonsumsi di sekolah, tetapi dibawa

pulang ke rumah masing-masing siswa. Siswa mendapatkan bahan pangan

dalam jumlah tertentu atau uang tunai atau kupon yang dapat dipergunakan

Page 54: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

30

untuk membeli makanan (Del Rosso 1999). Kelebihan model ini sama dengan

model penyiapan makanan dilakukan di luar sekolah. Kelemahan model ini

adalah tidak mengetahui apakah makanan yang dibawa pulang ke rumah benar-

benar di konsumsi oleh siswa sebagai sasaran program. Contoh negara yang

melaksanakan model ini adalah Banglades, Laos, Pakistan (PCD 2010).

Page 55: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

31

Page 56: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

32

PENYELENGGARAAN MAKANAN ANAK SEKOLAH DI BERBAGAI NEGARA

Amerika Serikat Negara maju seperti Amerika Serikat sejak tahun 1946 sudah menetapkan

program makan siang - National School Lunch Program (NSLP) di sekolah dan

masuk ke dalam Undang-undang yang ditanda tangani oleh Presiden Truman.

Program sarapan di sekolah dimulai sebagai pilot program pada tahun 1966 dan

diberlakukan sebagai program yang permanen oleh Congress tahun 1975.

National School Breakfast Program (NSBP) khususnya melayani anak-anak yang

sebagian besar berasal dari keluarga dengan pendapatan yang rendah dan

bertempat tinggal jauh dari sekolah sehingga tidak sempat sarapan (Pannell

1999).

Keluarga yang dikategorikan berada di bawah garis kemiskinan di

Amerika Serikat adalah yang berpenghasilan di bawah US $ 10.000 per tahun

untuk keluarga dengan jumlah anggota 3 orang dan di bawah US 13.000/tahun

untuk keluarga dengan jumlah anggota 4 orang. Kira-kira 84% peserta program

NSBP tersebut menerima makanan gratis atau dengan harga yang sudah

disubsidi oleh pemerintah (Pannell 1999). Pada tahun 1992, Pemerintah Federal

Amerika Serikat mengeluarkan biaya sekitar US $ 5,5 miliar atau setara dengan

sekitar Rp. 12,4 trilyun untuk penyelenggaraan makan siang bagi 24,6 juta anak

sekolah dari kelas 1 sampai kelas 9 dan sekitar 5 juta anak sekolah yang

berpartisipasi dalam NSBP. Salah satu tujuan program NSLP dan NSBP yang

dianggap sangat penting adalah membiasakan anak sekolah mengonsumsi

makanan sesuai dengan Pedoman Gizi yang ditetapkan secara resmi oleh

Pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1989. Sudah ada tekad dari Pemerintah

Amerika Serikat bahwa pada tahun 2000, sebagian besar rakyat akan

mempunyai pola menu yang sesuai dengan Pedoman Gizi bagi orang Amerika.

Selain itu NSLP juga bertujuan agar komoditi pertanian setempat dapat terserap

untuk dalam kegiatan penyelenggaraan makanan anak sekolah (Palacio & Theis

2009; Pannell 1999).

Model penyelenggaraan makanan yang dilaksanakan di negara ini adalah

penyiapan makanan dilakukan di sekolah dengan bahan pangan lokal dan dapur

merupakan dapur terpusat. Hal ini berarti bahan pangan lokal dipersiapkan dan

diolah di sekolah. Dapur dan ruang makan berada di dalam gedung sekolah.

Page 57: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

33

Tenaga penjamah makanan yang dipergunakan pada model ini adalah tenaga

sekolah atau tenaga dari luar sekolah dan dibayar oleh sekolah. Sekolah yang

jumlah siswanya banyak di perkotaan sering mempergunakan dapur produksi

terpusat, dan mengirimkan makanan jadi ke sekolah yang lebih kecil yang berada

di sekitarnya. Manajemen terpusat dengan pengawas dari masing-masing

sekolah merupakan karakteristik sistim dapur terpusat (Palacio & Theis 2009).

Contoh penyelenggaraan makanan anak sekolah yang diamati adalah

Clinton Elementary School, dan Southwest High School, di Nebraska, USA pada

Januari 2009. Model yang dipergunakan Southwest High School dan Clinton

Elementary School adalah penyiapan makanan dilakukan di sekolah dengan

bahan pangan lokal dan dapur terpusat. Hal ini berarti dapur tidak berada di

Clinton Elementary School, tetapi lokasi dapur berada di Southwest High School.

Penyiapan dan pemasakan bahan pangan dilakukan di dapur Southwest High

School yang letaknya tidak jauh dari Clinton Elementary School. Makanan yang

sudah matang dimasukkan ke dalam kereta makan dan diangkut dengan

menggunakan mobil khusus pengangkut makanan. Clinton Elementary School

memiliki ruang makan yang dilengkapi dengan televisi. Cara pelayanan yang

dilakukan di Clinton Elementary School adalah dengan cara kantin bergilir yaitu

siswa secara bergilir mengambil baki makanan yang telah diisi dalam bentuk 1

porsi. Selama makan, guru mengawasi siswa agar menghabiskan makanannya.

Setelah makan, alat saji yang kotor ditempatkan di atas ban berjalan (conveyor)

yang terhubung sampai di ruang pencucian alat saji (dishwashing machine).

Kegiatan pelayanan makanan Clinton Elementary School dan Southwest High

School, di Nebraska, USA dapat dilihat pada Lampiran 9.

Peru Peru merupakan salah satu negara berkembang seperti halnya

Indonesia. Pemberian makanan pada anak sekolah di Peru berupa sarapan yang

terdiri dari sekitar 80 gr roti dan 200 cc susu. Sejak April 1993, Peru menerapkan

program sarapan di sekolah di ibukota dan lima desa di lima provinsi Andean

yang miskin. Kriteria seleksi daerah miskin adalah kombinasi tingkat kemiskinan

dan prevalensi bayi dan anak penderita gizi kurang di suatu daerah. Tujuannya

untuk mempromosikan gizi yang lebih baik, meningkatkan pendidikan, dan

meningkatkan jumlah kehadiran anak-anak yang terdaftar di sekolah dasar.

Manfaat ini diharapkan dapat menggantikan kerugian biaya sosial dari kebijakan

ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah sejak tahun 1990 (Powell 1998).

Page 58: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

34

Model penyelenggaraan makanan yang dilaksanakan di Peru adalah penyiapan

makanan dilakukan di luar sekolah dengan bahan pangan lokal dan dapur

terpusat yaitu sekolah memanfaatkan pabrik roti untuk memenuhi kebutuhan

sarapan siswa.

Jepang Jepang mulai melaksanakan program makan siang di sekolah sejak 1946.

Program ini ditetapkan sebagai Undang-Undang tahun 1954. Pada tahun 1996,

lebih dari 90% sekolah dasar di Jepang telah menerapkan program ini (Florencio

2001). Di negara Jepang, disebutkan bahwa penanaman nilai-nilai melalui

program makan siang di sekolah berjalan dengan sangat baik. Kecintaan siswa

pada menu tradisional, sekaligus cinta produk lokal negerinya, menghargai jerih

payah petani, peternak, nelayan dan disiplin mengikuti etika makan terpatri

dalam diri anak sekolah tanpa merasa dipaksa untuk melakukan semua kegiatan

tersebut (Roosita 2007). Model penyelenggaraan yang dilaksanakan di Jepang

adalah model penyiapan makanan dilakukan di sekolah dengan bahan pangan

lokal dan dapur terpusat. Tenaga yang dipergunakan pada model ini adalah

tenaga sekolah atau tenaga khusus dari luar sekolah dan di bayar oleh sekolah.

Chili Di negara Chili, program pemberian makan di sekolah dimulai tahun

1963. Program ini diperuntukkan bagi anak-anak sekolah yang pendapatan

orang tuanya termasuk rendah. Pada tahun 1988, lebih dari setengah juta anak-

anak sekolah menerima pelayanan makanan sebagai sarapan dan makan siang

atau makan siang dan makanan kecil (Florencio 2001). Pada tahun 1988,

pemerintah Chili memasukkan program pemberian makanan anak sekolah ke

dalam Undang-Undang Pendidikan (Winch R. 2009). Model penyelenggaraan

yang dilaksanakan di Chili adalah model penyiapan makanan dilakukan di

sekolah dengan bahan pangan lokal dan dapur terpusat. Tenaga yang

dipergunakan pada model ini adalah tenaga sekolah atau tenaga khusus dari

luar sekolah dan dibayar oleh sekolah.

Jamaika Penyelenggaraan makan siang di sekolah di Jamaika dimulai tahun 1926,

yang dibiayai oleh sekelompok dermawan dalam wilayah perusahaan-

perusahaan. Marcus Garvey Drive merupakan perusahaan yang bertanggung

jawab mempersiapkan makan siang untuk 60.000 siswa di daerah

Page 59: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

35

perusahaannya. Pendistribusian makanan yang sudah matang dilakukan dengan

menggunakan truk milik pemerintah (Simeon 1998). Partisipasi pemerintah

dimulai pada 1939, di beberapa sekolah, dan diperluas pada tahun 1955, dengan

bantuan komoditas pangan dari Amerika Serikat. Dapur terpusat didirikan di

daerah perusahaan untuk memasak makan siang yang panas bagi anak-anak.

Pada tahun 1976, USAID melaksanakan Program Perdamaian sebagai hasil

kesepakatan antara Pemerintah Jamaika dan Pemerintah Amerika Serikat.

Berdasarkan perjanjian ini ada tambahan komoditas pangan yang diterima dari

USAID, antara 1975 dan 1988. Makanan juga diterima dari donor lain seperti

Masyarakat Ekonomi Eropa (EEC) dan Lembaga Perkembangan Internasional

Kanada (CIDA). Komoditas yang diterima dari EEC adalah: minyak, mentega,

susu bubuk, dan tepung jagung, dari USAID berupa tepung terigu, tepung

jagung, bulgur, jagung, dan campuran kedelai (soya blend), dari CIDA berupa

bubuk susu skim. Pemerintah Jamaika kemudian memperkenalkan program

makan siang di sekolah sejak tahun 1973 dengan menyediakan makanan

kepada 135 sekolah (Chang 1996). Pada tahun 1976, Departemen Pendidikan

Jamaika dengan bantuan dari Program USAID, memperkenalkan program

pemberian susu di sekolah. Program susu ini berakhir pada awal tahun 1980.

Pada tahun 1984 bantuan dari World Food Programme (WFP),

memperkenalkan Program Nutribun sebagai Pilot Project. Percontohan ini

melayani 14.500 penerima di St Thomas dan Trelawny. Pada tahun 1985

program Nutribun memberi makan 95.000 siswa di taman kanak-kanak, dan

Sekolah Menengah. Program ini diperluas untuk memberi makan 150.000 siswa

Dasar, Bayi, SD, semua sekolah umum di paroki-paroki St. Catherine, St.

Thomas, Trelawny, St. Ann, St. James, dan St. Andrew. Sebagai tambahannya

45.000 penerima makanan di paroki-paroki di Manchester, Kingston, Portland

dan St. Mary (Simeon 1998). Model penyelenggaraan makanan anak sekolah

yang dilaksanakan di Jamaika adalah model penyiapan makanan dilakukan di

dapur terpusat sekolah dengan bahan pangannya berasal dari bantuan. Tenaga

yang dipergunakan pada model ini adalah tenaga sekolah atau tenaga khusus

dari luar sekolah dan dibayar oleh sekolah.

Banglades Pemerintah Banglades meluncurkan program makanan untuk pendidikan

(Food for Education/FFE) pada tahun 1993. Program FFE menyediakan ransum

makanan bulanan gratis (beras atau gandum) kepada keluarga-keluarga miskin

Page 60: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

36

di pedesaan jika anak-anak mereka hadir di sekolah dasar. Pada tahun 2002,

Program Primary Education Stipend (PESP), diberlakukan untuk menggantikan

program FFE, dengan cara memberikan bantuan uang tunai kepada keluarga

miskin jika anak-anak mereka hadir di sekolah dasar. Pemerintah Banglades juga

menyediakan bantuan tunai kepada anak-anak perempuan di sekolah menengah

melalui program yang disebut ”four secondary school stipends". Program

pemindahan tunai ini bertujuan meningkatkan pendaftar dan tingkat bertahannya

siswa di sekolah dasar dan menengah di pedesaan Banglades. Studi terbaru

mengindikasikan bahwa ada pengaruh positif program ini untuk peningkatan

bidang pendidikan (Ahmed 2003). Model penyelenggaraan makanan yang

dilaksanakan di Banglades merupakan model membawa pulang uang (bantuan

langsung tunai) atau makanan dalam jumlah tertentu. Dalam model ini makanan

tidak di konsumsi di sekolah, tetapi di bawa pulang ke rumah masing-masing

siswa.

Philipina Pada tahun 1963, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Philipina

melaksanakan Applied Nutrition Program (ANP) yang bertujuan untuk

mengeliminasi kekurangan gizi pada siswa berusia 7 sampai 14 tahun. Pelatihan

dalam bidang gizi, cara memproduksi makanan, cara pemberian makanan

tambahan dan penyuluhan gizi diselenggarakan untuk mencapai tujuan tersebut.

Pemberian makanan tambahan berupa kue/makanan kecil dan sup sayuran

dengan metode self-help supplementary feeding, yaitu pemberian makanan

tambahan swadaya. Pemberian makanan tambahan dilakukan 2 sampai 3 kali

dalam seminggu, dan siswa membayar sebesar US $ 0,02 untuk setiap kali

makan. Hasil pemberian makanan menunjukkan bahwa berat badan dan kondisi

fisik anak-anak meningkat, lebih responsif dan aktif bermain di dalam kelas.

Angka ketidakhadiran di sekolah juga berkurang (Florencio 2001;Muhilal 1998).

Pada tahun 1979 CARE (Cooperatives for American Relief Everywhere)

memberikan makanan tambahan kepada 3,6 juta anak sekolah di Pilipina. CARE

menyediakan roti (pan de sal) yang terbuat dari tepung yang difortifikasi dengan

kedelai. Satu buah roti mengandung 250 kilokalori dan 8,4 gr protein. Sup

sayuran sebagai tambahannya mengandung 50 kilokalori, dan dipersiapkan di

dapur sekolah serta bahan-bahannya berasal dari kebun sekolah, atau bahan

makanan lokal, sehingga total energi yang dikonsumsi anak 300 kilokalori. CARE

menyediakan dana untuk roti, sedangkan Departemen Pendidikan dan

Page 61: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

37

Kebudayaan Pilipina menyediakan dana untuk transportasi, alat, tempat, tenaga

dan dana operasional. Roti dipersiapkan dan dimasak oleh pabrik roti lokal yang

dikontrak oleh sekolah. Roti diberikan gratis jika siswa tidak dapat membayar

sebesar US $ 0,014. Total biaya yang dikeluarkan oleh CARE pada tahun 1979-

1980 adalah sebesar US $ 280.259,17. Hasil pemberian makanan tambahan

menyebutkan bahwa 35,6% anak kurang gizi pada awal program, menurun

menjadi 29,1% di akhir program. Sekolah dengan persentase tertinggi anak gizi

kurang menunjukkan peningkatan tertinggi dalam perbaikan status gizi siswa

(Florencio 2001;Muhilal 1998).

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Pilipina dan The Catholic Relief

Services (CRS) melaksanakan Targetted School Feeding Program (TSFP) yaitu

memberikan makanan tambahan kepada siswa TK dan SD yang berat badannya

kurang serta untuk meningkatkan status gizi dan kesehatan siswa. Pada tahun

ajaran 1980/1981, sebanyak 200.000 siswa yang kurang berat badannya ikut

dalam program pemberian makanan tambahan tersebut. Pemberian makanan

tambahan berupa pan de sal (roti) yang terbuat dari tepung yang difortifikasi

dengan kedelai, mengandung 250 kilokalori dan 8,4 gram protein. Sekolah

mengolah sup dan jus buah-buahan yang mengandung 50 kilokalori, sehingga

total energi makanan tambahan adalah 300 kilokalori/hari. CRS memesan

kepada pabrik roti untuk membuat dan mendistribusikan roti ke sekolah-sekolah

yang terlibat dalam program. Siswa membayar US $ 0,02 per roti, dan anak-anak

dengan status gizi kurang diberi roti pan de sal gratis (Florencio 2001;Muhilal

1998).

The World Food Program-Assisted Elementary School Feeding di

Mindanao (WFP-ESFP) pada tahun 1979-1981 menyelenggarakan pemberian

makanan tambahan kepada 1 juta siswa (kelas 1 sampai 6) di 2.856 SD.

Sekolah-sekolah dalam program tersebut sebagian besar berada di daerah

terbelakang. WFP menyediakan 2 macam makanan yaitu tepung yang

difortifikasi dengan kedelai dan susu jagung-kedelai. Seperti halnya program

yang dilaksanakan CARE dan CRS, makanan diberikan dalam bentuk roti pan de

sal yang mempunyai kandungan energi 380 kilokalori, 15 gram protein, 6 gram

lemak dan 882 IU vitamin A dalam satu pasang roti. Makanan diberikan setiap

hari kepada 500.000 siswa. Untuk meningkatkan nilai gizi roti, diberikan jus buah-

buahan atau sup sayur 2 kali dalam satu minggu. Siswa membayar US $ 0,0135

sampai US $ 0,04 yang ikut dalam program tersebut. Dana ini dipergunakan

Page 62: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

38

untuk membeli bahan pangan lokal dan biaya untuk pengolahan makanan. Susu

jagung-kedelai ditambahkan kedalam bubur, sup atau kue-kue kecil. Sayuran

dari kebun sekolah atau rumah, dan makanan lokal dimasak menggunakan susu

jagung-kedelai, sehingga makanan tersebut mengandung 370 kilokalori, 13 gram

protein, 6 gram lemak dan 1.700 IU vitamin A. Makanan diberikan sebanyak 2

sampai 3 kali perhari karena siswa tidak dapat mengonsumsi sekaligus. Roti

dibuat di pabrik roti, sedangkan susu jagung-kedelai dibuat di sekolah. Makanan

ini diberikan selama 5 hari dalam seminggu pada tahun pertama, selama 4 hari

dalam seminggu pada tahun kedua, dan selama 3 hari dalam seminggu pada

tahun ketiga. Selama 3 tahun proyek ini diselenggarakan, WFP mengeluarkan

dana sebesar US $ 16,2 juta (Florencio 2001;Muhilal 1998).

Pengaruh pemberian makanan tambahan terhadap tingkat kesehatan dan

status gizi dapat dilihat dengan membandingkan berat dan tinggi badan pada

awal dan akhir periode pemberian makanan tambahan tersebut. Setelah satu

tahun, WFP dan Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan mengamati adanya

peningkatan terhadap jumlah kehadiran siswa di kelas, menurunnya angka siswa

putus sekolah, dan meningkatnya jumlah siswa yang berstatus gizi normal.

Partisipasi dari ibu-ibu yang anaknya terlibat dalam penelitian cukup baik. Ibu-ibu

PKK dalam program ini menunjukkan bahwa pemberian makanan tambahan

penting bagi kesehatan anak-anak mereka (Muhilal 1998). Model

penyelenggaraan yang dilaksanakan di Pilipina adalah model penyiapan

makanan dilakukan di dapur sekolah dan di luar sekolah. Hal ini berarti bahan

pangan lokal untuk pembuatan sup dan jus dilakukan di sekolah, dan roti

diserahkan ke pabrik roti. Tenaga yang dipergunakan untuk membuat sup dan

jus merupakan tenaga sekolah.

Indonesia Di Indonesia perbaikan gizi anak usia sekolah tertuang dalam pasal 11

Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan. Dalam UU ini tercantum

bahwa upaya kesehatan dilaksanakan melalui berbagai kegiatan, salah satunya

adalah perbaikan gizi. Dalam rangka perbaikan gizi masyarakat, pemerintah

sebenarnya telah menetapkan program, sebagaimana dituangkan dalam

Program Pembangunan Nasional Bidang Pembangunan Sosial dan Budaya.

Salah satu kegiatan pokok yang tercakup dalam program ini adalah

melaksanakan perbaikan gizi institusi, seperti di sekolah, rumah sakit,

perusahaan, panti asuhan, dan lain-lain, akan tetapi program perbaikan gizi di

Page 63: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

39

sekolah belum dapat dilaksanakan semestinya (Sinaga 2009). Dalam UU RI

nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan pada pasal 79 ayat 1 tercantum bahwa,

kesehatan sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup

sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat sehingga peserta didik dapat

belajar, tumbuh, dan berkembang secara harmonis dan setinggi-tingginya

menjadi sumberdaya manusia yang berkualitas, dan ayat 2 menyatakan bahwa,

kesehatan sekolah diselenggarakan melalui sekolah formal dan informal atau

melalui lembaga pendidikan lain.

Indonesia pada hakekatnya telah melaksanakan Program Makanan

Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) yang dilakukan sebagai pilot tested di

beberapa provinsi awal tahun 1990 dan dikenal sebagai kebijakan nasional, dan

disetujui oleh presiden, tahun 1996. Pada tahun 1996/1997 Pemerintah

Indonesia telah melaksanakan Program Makanan Tambahan Anak Sekolah

(PMT-AS) di wilayah luar Jawa-Bali. Selanjutnya tahun 1997/1998, program

tersebut diperluas ke provinsi di wilayah Jawa-Bali. Tujuan PMT-AS adalah

mengurangi angka ketidakhadiran murid di sekolah, menghilangkan kelaparan

dalam jangka pendek, meningkatkan asupan energi, pendidikan gizi dan

kesehatan bagi anak sekolah, dan mengurangi penyakit kecacingan melalui

pemberian obat cacing 2 kali setahun. Pada tahun 1997/98 pengeluaran

pemerintah Indonesia untuk PMT-AS lebih dari US$ 100 juta (Studdert &

Soekirman 1998).

Secara umum, program ini bertujuan untuk meningkatkan status gizi

anak-anak sekolah dan meningkatkan perekonomian masyarakat. Persyaratan

makanan yang diberikan kepada anak-anak sekolah adalah: 1) makanan

berwujud sebagai makanan kecil, bukan makanan lengkap, 2) makanan

menggunakan bahan pangan lokal, dan 3) makanan sebagai makanan kecil yang

biasa dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam penyiapan pembuatan PMT-AS,

program ini melibatkan masyarakat, guru sekolah, dan tenaga gizi dari pusat

kesehatan masyarakat (KEMENDAGRI 2010).

Program ini mencakup anak-anak di sekolah dasar yang berumur 6-12

tahun, baik di kota maupun di desa. Program ini juga menyediakan tablet

deworming diberikan dua kali satu tahun. Makanan kecil pada awalnya

direncanakan untuk dibagi-bagikan kepada anak-anak minimal selama 108 hari

dalam satu tahun, tetapi karena keterbatasan anggaran, diberlakukan hanya

selama 90 hari dalam satu tahun. Makanan kecil ini sebagai pemberian makanan

Page 64: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

40

tambahan di sekolah berupa makanan tradisional yang bertujuan dapat

memperpendek waktu penyiapan dalam pengolahannya. Biaya yang disediakan

untuk program ini sebesar 10-15 sen US$ per anak. Makanan ini merupakan

makanan lokal yang diproduksi dengan kandungan 300 kilokalori dan 5 gram

protein.

Tujuan lain dari program ini adalah untuk menghindari makanan industri

yang menghasilkan makanan kecil, karena sasaran lain juga untuk meningkatkan

produksi makanan lokal. Bahan pembuat makanan kecil yang digunakan adalah

kaya karbohidrat, seperti akar umbi-umbian (singkong, ubi manis, keladi, dan

lain-lain), serealia (beras, jagung, dan lain-lain), buah-buahan (pisang, dan lain-

lain) serta sayur-sayuran. Makanan ini juga bukan sebagai makanan pengganti

dalam makanan keluarga, karena tujuan pemberian makanan sekolah ini adalah

sebagai tambahan terhadap makanan sehari-hari yang dikonsumsi (Studdert &

Soekirman 1998).

PMT-AS juga diharapkan dapat meningkatkan ketahanan fisik anak

misalnya dengan menurunnya angka ketidakhadiran karena sakit, meningkatnya

kegairahan di kelas, menurunnya angka murid yang pingsan ketika upacara

bendera, dan dalam jangka waktu yang lama dapat meningkatkan status gizi (di

Manado dari 8,42% status gizi kurang pada tahun 1996 menjadi 5,06% pada

tahun 1997), absensi dan putus sekolah menurun (kasus di kecamatan Cibal

Nusa Tenggara Timur, absensi turun dari 18% Tahun Ajaran 95/96 menjadi 12%

Tahun Ajaran 96/97), dan meningkatnya prestasi murid, contoh di kecamatan

Muarabulian Jambi yang mengungkapkan adanya peningkatan rata-rata nilai

Matematika, IPA dan IPS (Riyadi 2006).

Pada tahun 2000, pemberian makanan mencakup 9,8 juta anak-anak

sekolah di Indonesia, tetapi sejak 2001, hanya 30% distrik/daerah yang

melakukan program ini. Hal tersebut karena keterbatasan anggaran ekonomi

sehingga masyarakat tidak bisa melanjutkan program. Program pemberian

makanan sekolah dari NGO Amerika bekerjasama dengan Departemen

Pendidikan Nasional Republik Indonesia menyediakan susu untuk Program

Kesehatan Sekolah (Program Susu UKS). Pada tahun 2003 susu dan/atau

biskuit dibagikan kepada 580,000 anak sekolah, tiga kali dalam satu minggu

yang mencakup sekitar 2,900 sekolah dasar (SD negeri dan Islam) di 70 daerah

di sembilan provinsi (Judhiastuty 2005). Model yang dipergunakan dalam

Page 65: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

41

program tersebut adalah penyiapan makanan dilakukan di luar sekolah,

melibatkan faktor swasta, yaitu pabrik makanan.

Pada tahun 2010 sebanyak 1.385.000 siswa Taman Kanak-kanak dan

Sekolah Dasar serta Raudlatul Atfal dan Madrasah Ibtidaiyah di 27 kabupaten

dan kota di 27 provinsi yang termasuk daerah tertinggal menerima makanan

tambahan berupa kudapan. Dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara Perubahan (APBN-P) 2010, Kementerian Pendidikan Nasional

mendapatkan sebesar Rp 218 miliar dan Kementerian Agama sebanyak Rp 32

miliar. Setiap peserta didik pada setiap kali makan akan mendapatkan kudapan

dengan kandungan energi berkisar 300 kilokalori dan 5 gram protein. Biaya per

orang program ini (biaya pembelian bahan pangan, ongkos masak dan biaya

operasinal lainnya) untuk kawasan Indonesia Barat sebesar Rp 2.250,- dan

untuk Kawasan Indonesia Timur sebesar Rp 2.600. Program ini merupakan

upaya bersama berbagai kementerian/lembaga. Penetapan sasaran kabupaten

berdasarkan pada kriteria kabupaten tertinggal, persentase penduduk miskin

yang tinggi, dan prevalensi gizi penduduk (KEMENDAGRI 2010).

Menu kudapan ditentukan oleh ibu-ibu PKK yang melaksanakan

pengolahan bahan pangan sesuai dengan biaya yang telah ditetapkan dari

pemerintahan pusat. Bahan kudapan dianjurkan berasal dari lokasi setempat. Ibu

PKK dapat juga mempergunakan buku pedoman pembuatan kudapan dari

berbagai provinsi yang disediakan oleh tim pusat PMT-AS (KEMENDAGRI

2010). Pada tahun 2011, PMT-AS dilakukan dengan biaya per orang di kawasan

Indonesia Barat ditingkatkan menjadi Rp 2.500 (KEMENDIKNAS 2011).

Model penyelenggaraan PMT-AS di Indonesia yang dilakukan sejak tahun

1996 sampai pada tahun 2011 adalah model penyiapan makanan dilakukan di

luar sekolah dengan bahan pangan lokal, melibatkan partisipasi masyarakat

khususnya ibu PKK. Dapur yang dipergunakan merupakan dapur yang

disediakan oleh Tim PKK. Ibu PKK membeli langsung bahan pangan di pasar

terdekat atau dari hasil pertanian setempat. Perencanaan menu, pengolahan,

pendistribusian PMT-AS sampai di sekolah semua dilakukan oleh ibu PKK

(KEMENDAGRI 2010).

Berdasarkan beberapa hasil monitoring dan evaluasi yang dilaksanakan

tim PMT-AS pusat di lapangan (penulis merupakan anggota tim PMT-AS pusat),

didapatkan bahwa ibu PKK menyatakan bahwa sangat susah membuat kudapan

dengan kandungan gizi yang telah ditetapkan, karena umumnya ukuran/porsi

Page 66: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

42

kudapan besar dan pada kenyataannya tidak dapat dihabiskan oleh siswa.

Kudapan yang ditampilkan dengan baik pun belum tentu dapat dihabiskan oleh

siswa. Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh penulis pada tanggal

20 desember 2011, di SDN Sogiyan 1 kecamatan Omben kabupaten Sampang

Madura, ibu PKK menyerahkan pengolahan kudapan PMT-AS kepada kepala

sekolah karena mereka tidak dapat melaksanakan sesuai petunjuk yang

ditetapkan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, didapatkan informasi

bahwa ibu PKK merasa kesulitan merencanakan dan membuat menu kudapan

dengan syarat energi 300 kilokalori dan 5 gram protein.

DAFTAR PUSTAKA Ahmed AU. 2004. Impact of Feeding Children in School: Evidence From

Bangladesh. International Food Policy Research Institute/IFPRI,

Washington D.C. USA.

Chang SM et al. 1996. Effects of Breakfast on Classroom Behavior in Rural

Jamaican School-children. Food and Nutrition Bulletin 17:248-257.

Chitra U and Reddy CR. 2005. The Role of Breakfast in Nutrient Intake of Urban

Schoolchildren. Public Health Nutrition 10(1): 55-58.

Cueto S and Chinen M. 2008. Educational Impact of a School Breakfast

Programme in Rural Peru. International Journal of Educational

Development 28 : 132-148.

Del Rosso JM. 1999. School Feeding Programs : Improving effectiveness and increasing the benefit to education. Oxford: University of Oxford.

________. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. Departemen Kesehatan RI.

________. 2008. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007: Provinsi Jawa Barat. www.depkes.go.id [ 10 Februari 2011].

Florencio CA. 2001. Developments and Variations in School-Based Feeding

Programs Around the World. Nutrition Today 36:29-36.

Gregoire MB & Spears MC. 2007. Foodservice Organizations: A Managerial and Systems Approach 6th ed. New Jersey: Pearson Education.

Hardinsyah. 2012. Breakfast in Indonesia pada symposium healthy breakfast

[makalah]. 16 Juni 2012. Jakarta.

Khan MA. 1989. Food Service Operation. New York: Van Nostrand Reinhold

Company Inc.

Page 67: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

43

[Kemendiknas] Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Petunjuk Teknis Pengolahan Kudapan Nusantara dalam PMT-AS. Jakarta.

Muhilal H. 1998. Program Makanan Tambahan Anak Sekolah di Negara Lain dan

di Indonesia. Gizi Indonesia 23: 1-9. Muhilal H & Damayanti. 2006. Gizi untuk Anak Sekolah Dalam Hidup Sehat Gizi

Seimbang dalam Siklus Kehidupan Manusia, Soekirman dkk. Jakarta: PT

Primamedia Pustaka.

Pannell-Martin D. 1999. School Foodservice Management for the 21st Century. Fifth Edition. Virginia: InTEAM Associates, Inc.

Palacio JP and Theis M. 2009. Introduction to Foodservice. Eleventh Edition.

New Jersey: Columbus, Ohio. Pearson, Prentice Hall.

[PCD] The Partnership for Child Development. 1999. School Feeding Programs: Improving effectiveness and increasing the benefit to education. A Guide for Program Managers. Oxford, UK. University of Oxford. Perdigon GP. 1989. Foodservice Management in The Philippines. Diliman: U.P.

College of Home Economics. Riyadi, DMM. 2006. PMT-AS dan peningkatan kualitas SDM dalam perspektif

IPM pada rapat koordinasi teknis program PMT-AS [makalah]. 19 September 2006. Jakarta.

Simeon. 1998. School Feeding in Jamaica: A Review of Its Evaluation. Am J Clin

Nutr, 67(4): 790S-794S

Sullivan C. 1989. Medical Foodservice. New York: Van Nostrand Reinhold

Company Inc.

Studdert L & Soekirman. 1998. School feeding in Indonesia: A Community based

Programme for Child, School and Community Development. SCN News

16 : 15-16.

Syarief H. 1997. Membangun Sumber Daya Manusia Berkualitas : Suatu Telaah

Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Orasi Ilmiah pada

Pengukuhan Guru Besar Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

[UNDP] United Nations Development Programme. 2011. Human development index. http://hdrstats.undp.org/en/countries/profiles/IDN.html. [1 Februari 2012].

[UNESCO]. 2004. Guidelines to Develop and Implement School Feeding Programmes that Improve Education. FRESH Tools for Effective School http://toolkit.ineesite.org/toolkit/INEEcms/uploads/1072/Guidelines_to_Develop_and_Implement_Feeding.pdf [10 mei 2012]

Page 68: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

44

STUDI PENYELENGGARAAN MAKANAN ANAK SEKOLAH DASAR DI INDONESIA

(Study of School Feeding Implementation in Elementary Schools in Indonesia)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan penyelenggaraan makanan anak sekolah dasar yang telah dilakukan di Indonesia. Penyelenggaraan makanan anak telah dilaksanakan dengan berbagai model di beberapa sekolah di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan metode survei. Penelitian mengobservasi lima penyelenggaraan makanan anak sekolah dasar, yang akan dipergunakan sebagai referensi dasar untuk pengembangan model penyelenggaraan makanan anak sekolah di SD yang siswanya berasal dari keluarga miskin. Berdasarkan observasi yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa model pelaksanaan penyelenggaraan makanan anak sekolah bergantung pada fasilitas yang ada di sekolah dan sekitar sekolah dengan tetap memperhatikan sanitasi makanan, lingkungan, dan higiene penjamah makanannya.

Kata kunci : model penyelenggaraan makanan, anak sekolah SD, siswa miskin

Abstract

This study aimed to know the implementation of school feeding in Indonesia. School feeding has been implemented in some schools with various models. The study was conducted by survey method. This study observed the implementation of school feeding in five schools, which will be used as a reference for the development of models of school meals in elementary school children from poor families. According to observations of school feeding, the results obtained that the implementation of the school feeding depends on the existing facilities at the school and surrounding of the school with due to care to food hygiene, environmental, and food handler. Key words : school feeding models, elementary students, poor students

Page 69: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

45

Pendahuluan Anak-anak sekolah di negara sedang berkembang umumnya menderita

kelaparan jangka pendek, kekurangan energi protein, dan kekurangan Iodium,

vitamin A, dan besi. Beberapa studi menemukan bahwa status gizi dan

kesehatan berpengaruh penting pada kapasitas belajar anak-anak dan kinerja

mereka di sekolah. Anak-anak usia sekolah yang kekurangan gizi tertentu dalam

makanan mereka, terutama besi dan Iodium, atau yang menderita kekurangan

energi-protein, kelaparan, dan/atau infeksi parasit atau penyakit lain, tidak

memiliki kapasitas yang sama untuk belajar seperti anak-anak yang sehat dan

gizinya baik (Cueto & Chinen 2008).

Tujuan utama pemberian makan di sekolah adalah untuk memenuhi

kebutuhan gizi anak selama berada di sekolah, dapat meningkatkan status gizi

anak sekolah, sehingga mampu mengikuti kegiatan belajar mengajar (Sinaga

2007). Kekurangan gizi pada anak di sekolah akan mengakibatkan siswa

menjadi lemah, cepat lelah dan sakit-sakitan, sehingga anak menjadi sering tidak

masuk di kelas serta mengalami kesulitan untuk mengikuti dan memahami

pelajaran dengan baik. Banyak siswa yang terpaksa mengulang di kelas yang

sama (tinggal kelas) atau meninggalkan sekolah (drop-out) sebagai dampak

kurang gizi (WNPG 1998).

Dalam mengelola kegiatan penyelenggaraan makanan anak sekolah di

Indonesia, ada beberapa model yang dapat diterapkan. Hal ini disesuaikan

dengan kemampuan, fasilitas dan situasi yang ada dilingkungan sekolah

tersebut. Tujuan observasi yang dilakukan terhadap lima sekolah dasar adalah

untuk mengetahui model yang dapat diterapkan dan kendala-kendala apa saja

yang mempengaruhi sehingga suatu model dapat dilaksanakan.

Metode Penelitian

Desain

Desain penelitian menggunakan metode survey dengan teknik

pengumpulan data dilakukan dengan observasi atau pengamatan langsung di

sekolah yang telah melaksanakan penyelenggaraan makanan anak sekolah.

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Yayasan Al-Muslim Tambun Cibitung

Bekasi, Sekolah Marsudirini Parung Bogor, Sekolah Alam Bogor (SAB), SD IT

Insantama Bogor dan di SDN 1 Malangsari Cipanas Lebak Banten sebagai salah

Page 70: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

46

satu penerima PMT-AS tahun 2011. Penelitian dilaksanakan bulan Januari 2011

sampai dengan Desember 2011.

Peralatan

Peralatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kamera,

timbangan bahan pangan, dan kuesioner.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.

Tabel 1 Variabel, data, metode pengukuran dan responden penelitian

No Variabel Data Metode

pengukuran Responden

1 Input penyelenggaraan makanan anak sekolah

Sumberdaya manusia

Peralatan

Bahan pangan

Biaya

Metode

Wawancara dan pengamatan langsung

Pihak sekolah dan tenaga penjamah makanan

2 Proses penyelenggaraan makanan anak sekolah

Perencanaan menu

Pembelian bahan pangan

Penerimaan bahan pangan

Penyimpanan bahan pangan

Pengeluaran bahan pangan

Penyiapan bahan pangan

Pemasakan bahan pangan

Pemorsian dan penyajian makanan

Pendistribusian makanan

Hygiene dan Sanitasi

Wawancara dan pengamatan langsung

Tenaga penjamah makanan

3 Output penyelenggaraan PMT-AS

Tingkat kesukaan dan daya terima siswa terhadap kudapan PMT-AS

Kuesioner form tingkat kesukaan dan daya terima

Siswa

Data primer meliputi: 1) tenaga penjamah makanan yang diperlukan; 2)

sarana dan prasarana fisik dapur; 3) biaya yang dibutuhkan; 4) perencanaan

menu; 5) pembelian bahan pangan; 6) penerimaan bahan pangan; 7)

penyimpanan bahan pangan; 8) pengeluaran bahan pangan; 9) penyiapan bahan

pangan; 10) pemasakan bahan pangan; 11) Pemorsian dan Penyajian makanan;

12) pendistribusian makanan; 13) hygiene & sanitasi. Semua data primer

Page 71: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

47

tersebut dilakukan dengan cara wawancara dan pengamatan langsung dengan

menggunakan kuesioner terstruktur. Data sekunder diperoleh dari pihak

penyelenggaraan makanan sekolah meliputi jumlah orang yang dilayani, dan

menu yang dipergunakan.

Pengolahan dan Analisis Data

Proses pengolahan data meliputi entry, cleaning dan edit data. Setiap

komponen dalam penyelenggaraan makanan anak sekolah diolah dan disajikan

secara deskriptif. Hasil analisis data disajikan dalam bentuk tabel, diagram dan

gambar. Data tingkat kesukaan dan daya terima siswa terhadap makanan

dilakukan khusus untuk kudapan PMT-AS. Data tingkat kesukaan siswa

diperoleh dari uji organoleptik, berupa uji hedonik/kesukaan, dan tingkat

kesukaan ini dikategorikan menjadi suka dan tidak suka. Daya terima siswa

terhadap kudapan, dikelompokkan menjadi 6 kategori : dimakan habis, dimakan

¾ bagian, dimakan ½ bagian, dimakan ¼ bagian, hanya dicicipi, dan tidak

dimakan.

Hasil dan Pembahasan

Yayasan Al-Muslim Tambun Cibitung Bekasi

Pelayanan makanan di yayasan Al-Muslim Tambun Cibitung Bekasi

sudah dilakukan sejak tahun 1996 dengan mempekerjakan seorang tenaga gizi

sebagai konsultannya. Sejak tahun 2007, dapur yayasan dipimpin oleh seorang

manajer yang berpendidikan D IV gizi FKUI, dengan latar belakang sarjana muda

gizi (B.Sc). Struktur organisasi dapur berada di bawah yayasan, yaitu non-

kependidikan. Gedung dapur yang dipergunakan merupakan sebuah bangunan

yang sebelumnya dipergunakan sebagai guest house yayasan. Pelayanan

makanan diberikan untuk makan siang dengan menu lengkap dan makanan

selingan berupa kue/roti untuk sore hari sebelum siswa pulang sekolah.

Jumlah tenaga penjamah makanan terdiri dari 12 orang yang melayani

makan siang siswa TK, SD, SMP, SMA, SMK, guru dan karyawan di lingkungan

yayasan dengan jumlah 1642 porsi, dan untuk makanan selingan sebanyak 840

porsi. Dapur penyelenggaraan makanan ada di dalam lingkungan yayasan.

Sarana dan prasarana di dalam dapur yayasan cukup untuk mendukung

kegiatan penyelenggaraan makanan. Peralatan masak terdiri dari dandang besar

(kapasitas 15 kg beras) untuk memasak nasi, wajan, panci. Peralatan penyajian

terdiri dari termos nasi, kontainer plastik, dan alat makan berupa piring dan

Page 72: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

48

sendok. Biaya yang harus dibayar siswa adalah Rp 5.000,00 untuk TK–SD dan

Rp 7.500,00 untuk SMP-SMA, dan biaya makanan selingan/kue sebesar Rp

2.000,00. Biaya yang terkumpul dari murid dikelola oleh yayasan untuk melayani

makan siang bagi 1.642 porsi. Biaya untuk membayar upah tenaga penjamah

makanan, biaya peralatan dan pembangunan fisik dapur ditanggung oleh

yayasan.

Perencanaan menu dilakukan bersama-sama oleh tenaga penjamah

makanan dan seorang tenaga gizi. Menu yang direncanakan kemudian di

informasikan kepada guru, pengawas yayasan dan orang tua murid. Jika ada

guru, pengawas yayasan dan orang tua tidak setuju terhadap menu, maka menu

dapat berubah. Pembelian bahan pangan dilakukan secara langsung melalui

pesanan kepada pedagang yang ada di pasar Cibitung. Bahan pangan yang

dipesan diantar langsung oleh pedagang ke dapur yayasan. Di dapur yayasan

penjamah makanan menerima bahan pangan yang disesuaikan dengan

spesifikasi bahan pangan yang telah disepakati. Penyimpanan dan pengeluaran

bahan pangan sudah dilakukan karena fasilitas ada (penyimpanan bahan

pangan basah dan kering).

Proses penyiapan dan pemasakan untuk makan siang dilakukan mulai

pukul 07.00-10.45 WIB dan pemasakan makanan kecil/kue dilakukan pukul

11.00-14.00 WIB. Penyajian makanan dilakukan dengan cara prasmanan, yaitu

siswa mengambil makanan yang disajikan diatas meja. Pendistribusian makanan

menggunakan sistem desentralisasi, yaitu makanan ditempatkan di dalam wadah

besar, seperti nasi ditaruh di dalam termos, lauk pauk, sayuran dan buah di

dalam kontainer plastik, lalu dibawa ke ruang makan atau ke ruang kelas (khusus

hari jumat) pada pukul 11.30.

Higiene tenaga penjamah makanan dan sanitasi dapur cukup baik karena

yayasan menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mendukung terwujudnya keadaan

dapur yang bersih. Setelah selesai makan, siswa diwajibkan mencuci sendiri alat

makan di tempat yang sudah disediakan. Setelah alat saji bersih kemudian

dibawa ke kelas dan ditaruh diatas rak piring. Ada aturan dari yayasan yaitu

siswa tidak diperkenankan jajan di luar lingkungan sekolah.

Yayasan Al-Muslim Tambun Cibitung Bekasi mempunyai ruang makan

untuk siswa, dengan kapasitas satu kali pelayanan untuk 150 orang. Siswa

makan di ruang makan secara bergantian, yang dimulai dari kelas kecil sampai

kelas besar, setiap hari senin sampai kamis. Pada hari jumat, siswa makan di

Page 73: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

49

kelas masing-masing, karena siswa laki-laki bersiap-siap untuk melakukan

sembahyang jumatan. Monitoring di dapur langsung dilaksanakan setiap hari

oleh tenaga gizi yang bekerja sebagai pegawai yayasan dan bertugas sebagai

manager penyelenggaraan makanan. Monitoring pada saat makan di ruang

makan atau di dalam kelas dilaksanakan oleh guru kelas. Kegiatan penyiapan,

pemasakan, pendistribusian, penyajian dan pencucian alat dapat dilihat pada

Lampiran 10. Keuntungan model penyelenggaraan makanan ini adalah : tidak

membutuhkan tambahan biaya transportasi makanan matang, pengelola

yayasan lebih mudah mengontrol penyiapan dan pemasakan bahan pangan,

makanan dapat disajikan dalam keadaan hangat. Kelemahan model ini adalah

membutuhkan biaya investasi tinggi untuk membangun dapur, ruang makan

beserta perlengkapannya serta tenaga yang profesional.

Sekolah Marsudirini Parung Bogor

Sekolah Marsudirini, Parung, Bogor mengelola penyelenggaraan makanan

untuk para siswa, karyawan dan suster setiap hari, yang telah dimulai sejak

tahun 2006. Pengolahan makanan dilaksanakan di dalam sekolah. Jumlah

tenaga penjamah makanan terdiri dari 15 orang yang merupakan pegawai

sekolah dan untuk melayani 863 porsi. Sarana fisik dapur terdiri dari ruangan

dengan ukuran 8 m x 15 m, yang dibagi menjadi ruang penyimpanan basah dan

kering serta ruang pencucian bahan pangan dan alat masak. Peralatan yang ada

di dapur adalah peralatan memasak seperti: kompor, rice cooker 8 liter, wajan,

panci, pisau, talenan, ulekan, blender.

Perencanaan menu dan makanan selingan/kue ditentukan oleh manager

penyelenggaraan makanan yang juga bekerja sebagai kepala SD. Proses

perencanaan menu belum melibatkan tenaga gizi dan belum memperhitungkan

kecukupan gizi siswa. Setiap tahun diadakan evaluasi terhadap menu yang

disajikan, yang berguna untuk menentukan menu yang tidak disukai oleh siswa,

atau juga untuk menambah menu baru. Evaluasi menu melibatkan orang tua

murid, tenaga penjamah makanan. Pihak sekolah kemudian memberitahukan

kepada orang tua hasil evaluasi terhadap menu.

Pembelian bahan pangan dilakukan dengan cara langsung melalui

rekanan. Penerimaan bahan pangan dilakukan sesuai dengan spesifikasi yang

telah ditetapkan. Penyimpanan bahan pangan dilakukan di tempat penyimpanan

yang terletak di dalam dapur. Penyimpanan bahan pangan kering dan basah

dilakukan di tempat terpisah yang telah tersedia. Pengeluaran bahan pangan

Page 74: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

50

dilakukan karena ada penyimpanan bahan pangan mentah. Jam kerja tenaga

penjamah makanan di dapur adalah pukul 07.00-17.00 WIB, dan khusus untuk

tenaga pengolah sarapan dimulai pukul 03.30-04.00 WIB karena bertugas

menyediakan makanan untuk siswa dan pegawai yang tinggal di asrama.

Pemorsian makanan dilakukan oleh petugas pendistribusian. Siswa antri baris

untuk mengambil makanan yang telah diporsi di meja pelayanan. Pendistribusian

makanan untuk guru dan pegawai menggunakan sistem desentralisasi, yaitu

makanan dibawa dari ruang pengolahan ke ruang makan.

Higiene tenaga penjamah sudah cukup baik. Sanitasi dapur juga sudah

cukup baik, yaitu adanya tempat khusus untuk mencuci peralatan masak dan

bahan pangan. Pencucian alat masak menggunakan semprotan air panas agar

kotoran dan kuman yang menempel dapat hilang dan mati. Sekolah Marsudirini

mempunyai ruang makan ukuran 16 m x 45 m dengan kapasitas 1 kali makan

memuat 250 orang, dilengkapi sound system sebagai sarana untuk

memberitahukan pengumuman dan doa bersama sebelum makan. Seluruh

siswa, guru dan pegawai berkewajiban mencuci piring, gelas, sendok dan garpu

secara mandiri, tetapi untuk alat makan yang digunakan siswa dilakukan

pencucian ulang oleh petugas, karena belum seluruh siswa dapat mencuci alat

makan dengan benar. Ruang makan di Sekolah Marsudirini dilengkapi dengan

wastafel sebanyak 20 buah, yang digunakan untuk mencuci tangan sebelum dan

sesudah makan. Tempat sampah yang tersedia cukup, yang ditempatkan di

ruang makan dan di dapur. Pembuangan limbah/sampah akhir jauh dari dapur

dan tempat ruang makan. Kegiatan penyiapan, pemasakan, pendistribusian,

penyajian dan pencucian alat dapat dilihat pada Lampiran 11. Keuntungan model

penyelenggaraan makanan ini adalah : tidak membutuhkan tambahan biaya

transportasi makanan matang, pengelola sekolah lebih mudah mengontrol

penyiapan dan pemasakan bahan pangan, makanan dapat disajikan dalam

keadaan hangat. Kelemahan model ini adalah membutuhkan biaya investasi

tinggi untuk membangun dapur, ruang makan beserta perlengkapannya serta

tenaga yang profesional.

Sekolah Alam Bogor (SAB)

SAB mulai menyediakan pelayanan makanan untuk siswa SD sejak tahun

2005 dengan mempergunakan jasa katering. Dapur berada di dalam lokasi SAB.

Jumlah tenaga penjamah makanan sebanyak 5 orang. Tenaga ini merupakan

pekerja dari luar SAB dan merupakan pegawai jasa katering. Pada umumnya

Page 75: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

51

katering SAB melayani untuk makan siang konsumen sebanyak 144 porsi.

Ruangan yang tersedia dibagi menjadi dua bagian. Ruangan pertama

mempunyai ukuran 5 m x 4 m dan ruang kedua 2 m x 4 m. Peralatan untuk

memasak yang dimiliki adalah kukusan untuk menanak nasi, kompor, presto,

panci, blender, dan lain-lain. Harga makanan yang dibayar siswa sebesar Rp

5.500,00 untuk anak TK; Rp 6.000,00 untuk SD, dan Rp 6.500,00 untuk pegawai.

Perencanaan menu dilaksanakan oleh manajer katering dan melibatkan

tenaga penjamah makanan. Siklus menu yang tersedia senin sampai jumat

selama adalah satu bulan adalah siklus 20-22 hari. Pembelian bahan pangan

dilakukan dengan cara/metode langsung melalui pedagang di pasar tradisional.

Penerimaan bahan pangan dilakukan sesuai dengan spesifikasi yang telah

disepakati antara pedagang dan pihak katering. Penyimpanan bahan pangan

dilakukan di tempat penyimpanan yang terletak di dalam lingkungan SAB.

Pengeluaran bahan pangan dilakukan setelah mengisi buku stok bahan pangan.

Proses penyiapan dan pemasakan dimulai pukul 07.00-10.45 WIB. Pemorsian

untuk kelas 5 dan kelas 6 dilakukan didalam rantang. Penyajian makanan

dilakukan dengan cara prasmanan untuk kelas 1-4. Peralatan yang digunakan

untuk penyajian makanan adalah kontainer plastik, dan kotak makan plastik.

Higiene personal tenaga penjamah dan dan sanitasi dapur sudah baik.

Siswa melakukan pencucian alat saji sendiri. Sekolah ikut berpartisipasi untuk

menetapkan harga makanan yang harus dibayar siswa. Sekolah juga ikut

mengawasi pelaksanaan pada waktu makan, dan juga pengawasan terhadap

kebersihan dan kesehatan tenaga penjamah makanan. Orang tua siswa ikut

berpartisipasi dalam mengevaluasi menu yang diberikan kepada anak.

Pendistribusian yang dilakukan katering SAB adalah desentralisasi yaitu

makanan yang di porsi ditempatkan pada satu ruangan, kemudian diambil oleh

siswa untuk dibawa ke dalam kelas masing-masing siswa. Alat saji yang

digunakan siswa disimpan di dalam kelas dan dimasukkan kedalam kontainer

plastik. Pengiriman makanan dilaksanakan pukul 10.30-11.30 karena siswa

makan siang pada pukul 12.00–13.00. Kegiatan penyimpanan bahan pangan,

pemasakan, pemorsian, pendistribusian, penyajian, penyimpanan alat makan,

dapat dilihat pada Lampiran 12. Keuntungan model penyelenggaraan makanan

ini adalah : tidak membutuhkan tambahan biaya transportasi makanan matang,

pengelola yayasan lebih mudah mengontrol penyiapan dan pemasakan bahan

pangan, makanan dapat disajikan dalam keadaan hangat. Kelemahan model ini

Page 76: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

52

adalah membutuhkan biaya investasi tinggi untuk membangun dapur beserta

perlengkapannya serta tenaga yang profesional. giatan Pen (lampiran 12)

SD IT Insantama Bogor

Pengolahan makanan di SD ini mempergunakan dapur katering yang

berada di luar sekolah. Jumlah tenaga penjamah makanan di SD IT Insantama

Bogor sebanyak 5 orang. Jumlah makanan yang dipersiapkan oleh katering

sebanyak 242 porsi untuk siswa SD dan SMP. Dapur katering mempunyai

ukuran 3 m x 9 m. Peralatan yang tersedia di dapur katering adalah panci,

kukusan, presto, blender, kompor, oven, wajan, dan lain-lain. Harga yang harus

dibayar siswa adalah Rp 6.000,00 untuk SD kelas 1-3, Rp 6.500,00 untuk SD

kelas 4-6, dan Rp 7.000,00 untuk SMP.

Perencanaan menu dilaksanakan oleh manajer katering bersama-sama

dengan perwakilan orang tua siswa (FOSIS). Siklus menu yang dipergunakan

adalah siklus 20-22 hari. Siklus ini bertujuan agar siswa tidak bosan terhadap

menu yang disajikan pada saat makan siang. Proses penyiapan dan pemasakan

dimulai pukul 05.00-10.30 WIB. Pemorsian dan penyajian makanan dilakukan

secara prasmanan. Pendistribusian makanan menggunakan sistem sentralisasi

dan desentralisasi. Higiene tenaga penjamah dan sanitasi dapur sudah cukup

baik. Pencucian alat makan siswa dilakukan oleh petugas katering di lokasi

katering (Nurdiani 2011).

Penyimpanan bahan pangan dilakukan di tempat penyimpanan yang

terletak di ruang dapur katering. Pengeluaran bahan pangan dilakukan dari

tempat penyimpanan. Kegiatan yang dilakukan di dapur katering SD IT

Insantama Bogor, yaitu penyiapan bahan pangan dimulai pukul 05.00 sampai

10.30 WIB dan didistribusikan pukul 11.00 WIB. Sekolah dilibatkan mulai dari

perencanaan menu sampai dengan evaluasi penyelenggaraan makanan.

Perencanaan yang melibatkan sekolah berupa perencanaan menu, harga

bahan pangan, kualitas, dan lain-lain. Sekolah dan orang tua yang diwakili

FOSIS ikut terlibat dalam memberikan masukan melalui rapat formal ataupun

informal. Semua aktivitas dalam proses produksi makanan sebagian besar

dilakukan oleh katering, sedangkan pihak sekolah terlibat dalam pengawasan

mutu, distribusi, porsi dan lain-lain. Katering yang melayani SD IT Insantama

diperoleh melalui penawaran terbuka dan bisa berasal dari orang tua siswa.

Pencucian alat makan dilakukan oleh pihak katering, dan berada di luar sekolah

(Nurdiani 2011). Kegiatan pemasakan, penyimpanan peralatan pemorsian,

Page 77: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

53

pendistribusian, penyajian dan suasana makan di ruang kelas dapat dilihat pada

Lampiran 13. Keuntungan model penyelenggaraan makanan ini adalah : tidak

membutuhkan investasi yang tinggi untuk menyediakan lahan dan pembangunan

dapur sekolah beserta perlengkapannya. Kelemahan model ini adalah :

membutuhkan biaya tambahan untuk transportasi makanan matang,

kemungkinan siswa menerima makanan dalam keadaan dingin, pengelola harus

menyediakan waktu dan transportasi untuk mengontrol pada saat penyiapan dan

pemasakan bahan pangan.

SDN 1 Malangsari, Cipanas, Lebak – Banten

SDN 1 Malangsari Cipanas merupakan salah satu penerima program

PMT-AS tahun 2011. Jumlah tenaga penjamah makanan kudapan PMT-AS di

SDN 1 Malangsari sebanyak 4 orang untuk melayani 330 siswa. Dapur yang

dipergunakan untuk mengolah kudapan mempunyai ukuran 3 m x 3 m, langit-

langit ruangan berwarna putih, lantai dapur terbuat dari ubin semen, dan warna

dinding putih. Peralatan memasak yang tersedia di dapur adalah kompor dua

tungku, dandang, dan wajan. Biaya yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan

kudapan PMT-AS adalah Rp 2.500,00 per siswa yang ditanggung oleh APBN.

Perencanaan menu sesuai dengan buku kumpulan menu kudapan PMT-

AS tahun 2011. Pembelian bahan pangan dilakukan oleh 2 orang tenaga

penjamah makanan setiap harinya secara bergantian. Pembelian dilakukan

secara langsung di pasar tradisional. Penerimaan bahan pangan tidak dilakukan

karena pembeliannya dilakukan secara langsung. Penyimpanan bahan pangan

hanya dilakukan sementara dan tidak ada tempat penyimpanan khusus.

Pengeluaran bahan pangan tidak dilakukan karena penyimpanan bahan pangan

hanya sementara.

Penyiapan kudapan untuk esok hari dimulai pada hari sebelumnya, yaitu

pukul 14.00 – 17.30 WIB dan pemasakan dimulai pada keesokan harinya, yaitu

pukul 05.00 WIB. Kudapan dibagi menjadi dua porsi, yaitu porsi kecil (kelas 1

dan 2) dan porsi besar (kelas 3 – 6). Pendistribusian kudapan ke ruang kelas

dilakukan secara sentralisasi oleh petugas pemasak pada pukul 09.00 WIB untuk

siswa kelas 1-2 dan pukul 09.30 WIB untuk siswa kelas 3-6. Penyajian dan

pemorsian kudapan dilayani oleh tenaga penjamah makanan. Kudapan

ditempatkan pada satu baskom sesuai dengan jumlah siswa pada setiap kelas.

Kudapan dibagikan oleh masing-masing wali kelas kepada siswa dan diletakkan

di atas meja.

Page 78: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

54

Higiene tenaga penjamah makanan sudah cukup baik, yaitu dengan

penggunaan celemek, masker dan sarung tangan plastik. Sanitasi dapur masih

kurang baik, yaitu tidak adanya tempat pencucian khusus untuk bahan pangan

dan alat masak. Tempat pencucian masih dilakukan di tempat yang sama

dengan tempat mencuci tangan dan peralatan kebersihan siswa. Sebelum

makan, siswa diwajibkan untuk mencuci tangan dengan air dan sabun, kemudian

dilakukan doa bersama dan pengenalan nama kudapan oleh wali kelas masing-

masing. Setelah selesai makan, siswa diwajibkan membuang sampah sisa

kemasan kudapan ke tempat sampah yang tersedia di depan kelas masing-

masing.

Besar porsi kudapan dibedakan menjadi dua, yaitu porsi kecil dan porsi

besar. Porsi kecil diberikan untuk siswa kelas 1-2, dan porsi besar diberikan

untuk siswa kelas 3-6. Pada awal pemberian PMT-AS, besar porsi kudapan yang

diberikan sama (kelas 1-6), namun sebagian besar siswa kelas 1-2 tidak dapat

menghabiskan kudapan yang diberikan sehingga pihak sekolah membedakan

besar porsi kudapan antara kelas 1-2 dan kelas 3-6.

Rata-rata kandungan energi kudapan PMT-AS yang disediakan dapat

dilihat pada Tabel 2, yaitu energi sebesar 224 Kkal (11% dari AKG), dan protein

sebesar 3.9 gram (8.6% dari AKG). Angka ini belum sesuai dengan syarat-syarat

PMT-AS yaitu sebesar 15% dari AKG. Hal tersebut disebabkan susahnya

membuat kudapan yang memenuhi syarat 300 kilokalori dan 5 gr protein,

walaupun buku panduan pembuatan kudapan PMT-AS tahun 2011 sudah ada,

tetapi bahan pangan yang dibutuhkan untuk pembuatan kudapan belum tentu

tersedia di pasar lokal, atau peralatan yang dibutuhkan tidak ada di lingkungan

sekolah penerima PMT-AS.

Tingkat kesukaan siswa terhadap kudapan PMT-AS di SDN 1 Malangsari

Cipanas dapat dilihat pada Gambar 7. Berdasarkan Gambar 7 diketahui bahwa

masih terdapat beberapa siswa yang tidak menyukai kudapan. Salah satu menu

PMT-AS yang tidak disukai adalah putri noong, sebesar 61.7% menyatakan tidak

suka. Pada saat pengamatan waktu makan kudapan putri noong, dan

berdasarkan wawancara terhadap beberapa siswa yang tidak menyukai putri

noong, mereka menyebutkan karena bahan baku putri noong adalah singkong

dan cara pengolahannya dikukus.

Page 79: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

55

Tabel 2 Kandungan energi, protein, vit A dan Fe kudapan PMT-AS SDN 1 Malangsari Cipanas – Lebak – Banten

Jenis Kudapan E (Kkal) Kandungan Gizi

P (g) Vit A (µg RE) Fe (mg)

Arem-arem + teh manis 227 4.7 86.29 0.5

Nagasari ayam+ teh manis 202 3.3 86.47 0.4

Combro ayam + teh manis 246 3.3 633.83 0.6

Kumbu kacang hijau 248 5.7 663.06 1.8

Perkedel singkong 242 5.4 1383.17 1.5

Bakwan sayur 285 6.3 1012.57 1.4

Lontong singkong 189 5.6 356.44 1.3

Donat sagu 271 1.5 401.0 1.1

Bakwan jagung manis + teh manis 218 3.0 834.25 0.5

Tahu isi ayam + teh manis 176 4.4 912.57 0.1

Putri noong 157 1.1 27.80 1.1

Cucur wijen 223 2.6 481.00 0.9

Rata-rata 224 3.9 573,2 0,9

Daya terima siswa SDN 1 Malangsari Cipanas terhadap kudapan PMT-

AS dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa kudapan

arem-arem adalah kudapan yang memiliki daya terima tertinggi, yaitu sebesar

97.37%. Hal tersebut dikarenakan arem-arem memiliki rasa yang gurih dan

bahan pangan dari beras. Daya terima terendah terdapat pada kudapan putri

noong, yaitu sebesar 30%. Kegiatan penyiapan, pemasakan, pendistribusian,

penyajian dan suasana makan di ruang kelas dapat dilihat pada Lampiran 14.

Gambar 7 Tingkat kesukaan siswa terhadap kudapan PMT-AS

Page 80: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

56

Tabel 3 Daya Terima Siswa Terhadap Menu PMT-AS

Hari ke-

Jenis Kudapan

Persentase Daya Terima

Dimakan habis

Dimakan ¾ bgn

Dimakan ½ bgn

Dimakan¼ bgn

HanyaDicicipi

Tidak dimakan

1 Arem-arem 97.37 0.00 2.63 0.00 0.00 0.00

2 Nagasari ayam 89.47 5.26 2.63 2.63 0.00 0.00

3 Combro ayam 94.74 5.26 0.00 0.00 0.00 0.00

4 Kumbu kc hijau 81.58 10.53 7.89 0.00 0.00 0.00

5 Perkedel singkong 86.84 7.89 5.26 0.00 0.00 0.00

6 Bakwan sayur 78.95 10.53 7.89 2.63 0.00 0.00

7 Lontong singkong 51.40 20.30 20.30 4.10 4.10 0.00

8 Donat sagu 79.50 9.60 9.60 1.20 0.00 0.00

9 Bakwan jagung manis

89.90 6.30 2.50 0.00 0.00 1.30

10 Tahu isi ayam 97.30 2.70 0.00 0.00 0.00 0.00

11 Putri noong 30.00 17.50 32.50 11.30 6.30 2.50

12 Cucur wijen 78.50 10.10 8.90 2.50 0.00 0.00

Keuntungan model penyelenggaraan makanan ini adalah : tidak

membutuhkan tambahan biaya transportasi makanan matang, pengelola lebih

mudah mengontrol penyiapan dan pemasakan bahan pangan, makanan dapat

disajikan dalam keadaan hangat. Kelemahan model ini adalah membutuhkan

biaya investasi tinggi untuk merenovasi dapur beserta perlengkapannya, dan

perlu biaya untuk melatih ibu PKK yang kurang profesional.

Simpulan Dari observasi lapangan yang dilakukan, diketahui bahwa

penyelenggaraan makanan anak sekolah dapat dilaksanakan dengan model

dapur di dalam sekolah atau di luar sekolah. Hal tersebut bergantung pada

fasilitas yang ada di sekolah dan sekitar sekolah. Ruang makan yang

dipergunakan juga sangat bergantung dari fasilitas yang ada di sekolah, jika

ruang makan tidak tersedia, maka dapat mempergunakan ruang kelas sebagai

ruang makan, dengan tetap memperhatikan ruang kelas harus dalam keadaan

bersih, jauh dari tempat pembuangan sampah, dan jauh dari tempat pmbuangan

limbah. Tenaga penjamah makanan dapat berasal dari ibu PKK, komite sekolah,

atau tenaga swasta/katering yang bekerja khusus untuk pelayanan makanan.

Beberapa keuntungan jika mempergunakan model dapur di dalam sekolah

adalah : tidak membutuhkan tambahan biaya transportasi makanan matang,

pengelola lebih mudah mengontrol penyiapan dan pemasakan bahan pangan,

makanan dapat disajikan dalam keadaan hangat, tetapi mempunyai kelemahan

Page 81: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

57

yaitu membutuhkan biaya investasi tinggi untuk membangun dapur, ruang makan

beserta perlengkapannya. Dan jika mempergunakan model dapur di luar sekolah

mempunyai keuntungan yaitu : tidak membutuhkan investasi yang tinggi untuk

menyediakan lahan dan pembangunan dapur sekolah beserta perlengkapannya,

dan kelemahan model ini adalah: membutuhkan biaya tambahan untuk

transportasi makanan matang, kemungkinan siswa menerima makanan dalam

keadaan dingin, pengelola harus menyediakan waktu dan transportasi untuk

mengontrol pada saat kegiatan penyiapan dan pemasakan bahan pangan.

Daftar Pustaka

Cueto, S and Chinen, M. 2008. Educational impact of a school breakfast

programme in rural Peru. International Journal of Educational

Development 28 : 132-148.

Gregoire MB & Spears MC. 2007. Foodservice Organizations: A Managerial and Systems Approach 6th ed. New Jersey: Pearson Education.

[Kemendagri] Kementerian Dalam Negeri RI. 2010. Pedoman Umum Penyediaan

Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) Melalui Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta.

[Kemendiknas] Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Petunjuk Teknis

Pengolahan Kudapan Nusantara dalam PMT-AS. Jakarta. Palacio, JP and Theis, M. 2009. Introduction to Foodservice. Eleventh Edition.

New Jersey: Columbus, Ohio. Pearson, Prentice Hall.

Sinaga T. 2007. Manfaat Makan di Sekolah. Diktat Pelatihan Gizi untuk Anak Sekolah (11-13 Desember 2007) Jakarta: Yayasan Kuliner Jakarta.

[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. 1998. Pangan dan Gizi Masa

Depan: Meningkatkan Produktifitas dan Daya Saing Bangsa. Prosiding, Jakarta: LIPI.

Page 82: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

58

MODEL PENYELENGGARAAN SARAPAN MENU SEPINGGAN DAN EFIKASINYA TERHADAP KONSUMSI, TINGKAT KECUKUPAN ENERGI DAN ZAT GIZI LAIN PADA SISWA SD

(Designing Model of One Dish Meal Breakfas and Efficacy on Dietary Intake and Adequacy Level of Energy, Other Nutrients of Elementary School Children)

Abstrak

Perancangan model untuk pelaksanaan penyelenggaraan makanan anak sekolah yang siswanya berasal dari keluarga miskin, membutuhkan sebuah model yang tepat dan sesuai dengan situasi serta kondisi sekolah. Studi ini merancang model penyelenggaraan makanan berupa sarapan menu sepinggan berdasarkan metode research and development (R&D) untuk menghasilkan model yang sesuai pada satu sekolah dasar negeri yang persentasi siswanya banyak berasal dari keluarga miskin. Model sarapan menu sepinggan diefikasi untuk menganalisis pengaruh pemberian sarapan menu sepinggan terhadap konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi lainnya pada siswa. Penelitian ini menggunakan metode pra eksperimental dengan desain one-group pretest-posttest yang dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2011 di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kebon Kopi 2 Kota Bogor. Jumlah siswa yang berpartisipasi dalam penelitian ini sebanyak 62 orang dan sebagian besar dari siswa adalah anak perempuan, berusia 11 tahun. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan Etik (Ethical Approval) dari Komisi Etik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nomor KE.01.05/EC/301/2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian sarapan menu sepinggan di sekolah secara nyata berpengaruh (p<0.05) terhadap peningkatan asupan energi dan zat gizi lainnya pada siswa. Peningkatan asupan terhadap energi sebesar 27.0%, protein 31.3%, vitamin A 42.3%, dan Fe 30.0% pada siswa SDN Kebon Kopi 2 kota Bogor. Dan hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pemberian sarapan menu sepinggan secara nyata berpengaruh (p<0.05) terhadap tingkat kecukupan energi, protein, vitamin A dan Fe. Kata kunci : model sarapan menu sepinggan, makanan anak sekolah, metode research and development, asupan makanan, siswa SD

Abstract The design for the implementation of the school feeding that students of

poor families, is need of a model appropriate to the situation and condition of the school. This study designed a model of one dish meal breakfast based on research and development methods to obtain the corresponding model at a public elementary school whose students come from poor families. The objective of efficacy study was to analyze the effect of one dish meal breakfast on dietary intake and adequacy level of energy, other nutrients of elementary school children. The study used pre-experimental one-group pretest-posttest design and was conducted from March to May 2011 at Sekolah Dasar Negeri Kebon Kopi 2 in Bogor City. The total number of sixty two elementary students were fully participated in this study, where most of them were girls aged 11 years old. The

Page 83: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

59

Ethical Approval for this study was handed from Komisi Etik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nomor KE.01.05/EC/301/2011. The study showed that there is a differences (p<0.05) between before and after giving one dish meal breakfast as a school feeding among the elementary school children. It’s positively affected to increase the level of dietary intake of energy by 27.0%, protein by 31.3%, vitamin A by 42.3%, and iron by 30.0% of the elementary school children. The research results also showed that one dish meal breakfast significantly affected on the adequacy of energy, protein, vitamin A and Fe of the elementary school children (p<0.05).

Key words : one dish meal breakfast model, school feeding, research and development method, dietary intakes, elementary school children

Page 84: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

60

Pendahuluan Di Indonesia masih banyak penduduk yang tidak sarapan, bahkan

sebagian besar dari mereka yang sarapan, memiliki mutu sarapannya masih

rendah. Analisis data Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan

pada 35.000 anak usia sekolah dasar, menunjukkan bahwa 26.1% anak hanya

sarapan dengan minuman (air, teh dan susu). Dan sebesar 44.6% anak yang

sarapan hanya memperoleh asupan energi kurang dari 15% AKG (Hardinsyah

2012). Kondisi ini memberikan gambaran bahwa konsumsi sarapan anak sekolah

di Indonesia masih menjadi masalah.

Program PMT-AS menyediakan menu kudapan, dan sarapan dapat

disajikan dalam bentuk makanan lengkap berupa menu sepinggan (one dish

meal). Makanan lengkap dapat memenuhi 20% dari kecukupan energi dan gizi

anak sekolah dalam sehari. Jika dibandingkan dengan PMT-AS yang hanya

menyajikan menu kudapan (memenuhi 15% kecukupan siswa/hari), maka menu

sepinggan untuk sarapan lebih besar dalam jumlah energi dan zat gizi lainnya,

dan lebih dapat diterima oleh siswa.

Makanan sepinggan merupakan suatu istilah yang diberikan untuk

hidangan dimana seluruh makanan terdapat dalam "satu piring" atau “satu

mangkuk”. Hidangan sepinggan dikenal dengan sebutan one-dish meal dalam

bahasa Inggris. Walaupun disajikan dalam satu piring/mangkuk, kebutuhan akan

sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral dapat terpenuhi dalam hidangan

sepinggan. Ciri-ciri makanan sepinggan adalah: mudah dalam pengolahan,

ringkas dan cepat dalam penyajiannya/cepat saji (Erwin 2011). Contoh menu

sepinggan adalah: nasi goreng, bihun jagung goreng, mi goreng, bubur ayam,

bubur manado, berbagai jenis soto, bakmi kethoprak, lontong cap gomeh, nasi

rames, lontong sayur dan lain-lain.

Beberapa sekolah di Indonesia menyelenggarakan makan siang dan

makanan selingan/kecil, karena siswa lebih lama berada di sekolah sebagai

akibat dari 5 hari sekolah (fullday school). Penyelenggaraan makanan anak

sekolah dapat mempergunakan model dapur di dalam atau di luar sekolah.

Model dapur yang berada di dalam sekolah dapat dikelola oleh sekolah, atau

sekolah bekerja sama dengan pihak orang tua murid, atau bekerja sama dengan

swasta. Jika mempergunakan model dapur di luar sekolah berarti sekolah dapat

menyerahkan pengelolaannya kepada swasta, seperti katering, atau kepada ibu

PKK, atau kepada masyarakat yang berada di sekitar sekolah. Menu lengkap

Page 85: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

61

yang diberikan kepada siswa dapat berupa sarapan ataupun makan siang. Hal

tersebut bergantung dari tujuan pemberian, lamanya siswa berada di sekolah,

dan fasilitas yang dimiliki sekolah. Penyajian makanan dapat dilakukan dalam

satu alat saji atau beberapa alat saji.

Jika melewatkan makan pagi atau sarapan, dapat menyebabkan tubuh

kekurangan glukosa sehingga tubuh lemah karena tidak adanya suplai energi.

Dalam hal ini, tubuh akan membongkar persediaan tenaga yang ada di jaringan

lemak tubuh. Tidak sarapan pagi dapat menyebabkan kekosongan lambung

selama 10-11 jam karena kemungkinan makanan terakhir yang masuk ke dalam

tubuh adalah makan malam yang berkisar antara pukul 18.00-20.00 (Khomsan

2005).

Sarapan akan menyumbangkan gizi sekitar 25% dari kebutuhan gizi ideal

(Khomsan 2005), dan menurut Depkes (1995), sarapan sebaiknya menyediakan

20-30% dari kebutuhan gizi sehari. Keterlambatan pemasukan zat gula ke dalam

darah dapat menurunkan daya konsentrasi/daya tangkap sewaktu belajar dan

kemampuan mengerjakan tugas-tugas sekolah. Disamping itu, kadar rendah gula

dalam darah dapat menimbulkan rasa malas, mengantuk dan berkeringat dingin.

Dari 808 anak SD di Bogor diketahui, terdapat perbedaan nyata antara daya

konsentrasi dengan kebiasaan sarapan. Hasil uji ANOVA menunjukkan fakta

bahwa sarapan dan status anemia berpengaruh nyata terhadap daya konsentrasi

anak sekolah (Saidin, dkk 1980).

Ada beberapa manfaat yang didapat jika kita melakukan sarapan pagi.

Pertama, sarapan menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk

meningkatkan kadar gula darah. Kadar gula darah yang cukup akan membuat

gairah dan konsentrasi belajar di sekolah menjadi lebih baik sehingga

berdampak positif terhadap prestasi akademik di sekolah. Kedua, sarapan pagi

dapat memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan

tubuh seperti protein, lemak, vitamin dan mineral. Ketersediaan zat gizi tersebut

bermanfaat untuk proses fisiologis dalam tubuh (Khomsan 2005). Sarapan pagi

juga bermanfaat untuk memelihara ketahanan fisik dan meningkatkan

produktivitas kerja (Depkes 1995).

Hidangan sarapan sebaiknya terdiri dari makanan sumber zat tenaga,

sumber zat pembangun, dan sumber zat pengatur dalam jumlah yang seimbang

(Depkes 1995). Makanan seperti pisang goreng, singkong, atau ubi terkadang

dikonsumsi sebagai pengganti sarapan. Makanan ringan seperti ini hanya

Page 86: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

62

menyumbangkan energi sebesar 5% dari kebutuhan dan proteinnya hanya cukup

untuk memenuhi 2% dari kebutuhan sehari (Khomsan 2005).

Secara kuantitas, sarapan harus dapat memenuhi kecukupan setiap

individu serta memenuhi syarat gizi seimbang. Hal ini karena setiap jenis zat gizi

mempunyai waktu metabolisme yang berbeda-beda. Pemecahan atau

pembakaran karbohidrat akan berlangsung terlebih dahulu sampai 4 jam

pertama, kemudian protein dan terakhir adalah lemak. Vitamin dan mineral akan

membantu proses metabolisme tersebut. Jadi sarapan harus merupakan

kombinasi yang baik diantara zat gizi yang ada di dalam makanan (Khomsan

2005).

Meyer et al (1989) memperlihatkan bahwa dengan adanya School

Breakfast Program di Lawrence, Mass di USA, murid sekolah memperlihatkan

peningkatan nilai test dasar ketrampilan, mengurangi kemalasan (tardiness) dan

ketidakhadiran (absen) pada siswa kelas tiga sampai kelas enam. Sarapan pagi

kadang-kadang merupakan kegiatan yang tidak menggairahkan, karena nafsu

makan belum ada, menu di meja makan tidak menarik, dan waktu yang terbatas

menyebabkan anak-anak tidak merasa bersalah meninggalkan sarapan pagi.

Peranan ibu dalam pembentukan kebiasaan makan pagi anak sekolah

sangat berpengaruh, karena ibu terlibat langsung dalam penyediaan makanan

rumah tangga. Faktor kesibukan ibu, khususnya yang bekerja, seringkali

mengakibatkan ibu tidak sempat menyediakan sarapan pagi. Membiasakan

sarapan pagi pada anak-anak sekolah memang tidak mudah (Khomsan 2005).

Menurut Sinaga (2009), untuk memecahkan masalah-masalah sarapan pagi

yang disebutkan diatas, maka dapat dilakukan sarapan bersama di sekolah.

Pada dekade terakhir, semakin banyak anak-anak di negara berkembang

yang bersekolah dan tingkat prestasi mereka di sekolah masih mengecewakan.

Kesehatan dan gizi yang buruk menjadi faktor yang menghalangi kemampuan

mereka untuk belajar. Salah satu contoh adalah kejadian kelaparan di sekolah.

Penelitian yang dilakukan oleh Powell et al (1988) terhadap anak usia sekolah di

Jamaika menunjukkan bahwa, tidak sarapan menghalangi kecerdasan kognitif

anak dan cenderung terjadi pada anak-anak kurang gizi.

Studi tentang kebiasaan sarapan anak usia 10-15 tahun di Andhra

Pradesh India, menunjukkan bahwa sebesar 42,8% anak usia sekolah yang

sarapan secara teratur. Lebih dari separuh anak melewatkan sarapan dengan

rentang waktu sarapan yaitu satu sampai dua kali dalam seminggu. Komposisi

Page 87: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

63

energi dan protein yang didapatkan apabila seorang anak sekolah sarapan

adalah ¼ atau 1/3 dari kecukupan energi dan protein mereka dalam sehari.

Energi dan protein yang tidak cukup akibat tidak sarapan pagi menyebabkan

tingginya persentase kekurangan gizi pada anak sekolah di India yaitu sebesar

40% pada siswa laki-laki dan 32.1% pada siswa perempuan (Chitra & Reddy

2005).

Intervensi sarapan selama satu tahun pada siswa sekolah dasar di

Jamaika menunjukkan adanya perbaikan kecil yang signifikan terhadap

kehadiran dan status gizi anak pada kelompok sarapan dibandingkan dengan

kelompok yang tidak sarapan (kontrol). Sarapan dapat mengakibatkan

peningkatan tingkat kehadiran anak di sekolah. Anak-anak dalam kelompok

sarapan juga mengalami pertambahan berat badan dan peningkatan tinggi

badan serta BMI (Body Mass Index) secara signifikan dibandingkan dengan

kelompok kontrol. Penelitian ini juga menyatakan terdapat manfaat yang

signifikan dari sarapan terhadap prestasi aritmatika terutama pada siswa kelas

dua dan tiga, dan pada siswa kelas empat dan lima terjadi peningkatan prestasi

membaca dan mengeja (Powell et al 1998).

Banyak orang percaya bahwa sarapan dapat menolong anak-anak di

sekolah. Penelitian menunjukkan bahwa sarapan dapat meningkatkan

performance (kinerja) pada test cognitive jangka pendek. Literatur menyatakan

ada hubungan antara sarapan, peningkatan diet, dan peningkatan performance

cognitive (Cueto & Chinen 2008).

Rampersaud (2009) menyatakan bahwa sarapan dapat meningkatkan

konsumsi anak-anak dengan berkontribusi positif terhadap asupan gizi dalam

sehari, menambah asupan gizi seperti serat dan kalsium, dan membantu

memenuhi pedoman diet yang dianjurkan untuk orang Amerika. Ada bukti bahwa

anak-anak dan remaja yang mengonsumsi sarapan lebih memiliki asupan gizi

yang lebih tinggi dan makanan yang lebih sehat dan memadai. Orang yang

sarapan cenderung memiliki asupan energi sehari-hari yang lebih tinggi

dibandingkan dengan yang tidak sarapan. Dalam beberapa studi yang

mengevaluasi asupan sarapan konsumen dibandingkan yang tidak sarapan,

konsumsi sarapan sering dikaitkan dengan konsumsi yang berhubungan dengan

asupan yang lebih tinggi dari beberapa unsur gizi, khususnya vitamin A, vitamin

C, riboflavin, kalsium, seng, dan besi. Frekuensi sarapan yang banyak juga

dikaitkan dengan asupan gizi harian yang lebih tinggi (Rampersaud 2009).

Page 88: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

64

Dalam bidang pendidikan, desain produk seperti model penyelenggaraan

makanan dapat langsung diefikasi setelah divalidasi dan direvisi. Efikasi tahap

awal dilakukan dengan simulasi penggunaan model penyelenggaraan makanan

anak sekolah berupa sarapan menu sepinggan. Setelah disimulasikan, maka

dapat diefikasi kepada kelompok terbatas selama 3 hari. Pengujian dilakukan

untuk mendapatkan informasi apakah model penyelenggaraan sarapan menu

sepinggan pada anak sekolah tersebut lebih efektif dan efisien dibandingkan

dengan model penyelenggaraan makanan anak sekolah lainnya. Tahapan

selanjutnya adalah melakukan efikasi lebih luas, yakni desain model yang telah

diperbaiki dengan melihat kekurangan dan kelemahannya melalui revisi pada

efikasi terbatas, kemudian dilakukan efikasi secara luas dengan

mengimplementasikan melalui pemberian sarapan menu sepinggan di dalam

kelas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dampak pemberian sarapan

menu sepinggan terhadap konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi

lainnya bagi siswa yang berasal dari keluarga miskin selama 12 hari.

Metode Penelitian

Desain

Desain penelitian untuk merancang model penyelenggaraan sarapan

menu sepinggan menggunakan metode research and development (R&D).

Metode research and development (R&D) dalam bidang pendidikan dikemukakan

oleh Borg & Gall (1989), yang menyatakan: “ a process used to develop and

validate educational something” yaitu proses yang digunakan untuk

mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Tujuan penelitian ini

adalah menghasilkan suatu model penyelenggaraan makanan sepinggan bagi

anak sekolah yang siswanya berasal dari keluarga miskin.

Borg and Gall (1989) menjelaskan empat ciri utama dalam penelitian dan

pengembangan (R&D), yaitu: 1) studying research findings pertinent to the

product to be develop, artinya, melakukan studi pustaka, observasi lapangan

atau penelitian awal untuk mencari temuan-temuan penelitian terkait dengan

produk yang akan dikembangkan, 2) developing the product base on this

findings, artinya, mengembangkan produk berdasarkan temuan penelitian

tersebut, 3) field testing it in the setting where it will be used eventually, artinya,

dilakukan efikasi lapangan dalam seting atau situasi senyatanya di mana produk

tersebut nantinya digunakan, dan 4) revising it to correct the deficiencies found in

Page 89: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

65

the field-testing stage, artinya, melakukan revisi untuk memperbaiki kelemahan-

kelemahan yang ditemukan dalam tahap-tahap efikasi lapangan (Gambar 8).

Gambar 8 Alur Pelaksanaan penelitian pengembangan (R&D) menurut Borg and Gall (1989) dalam Sugiyono (2011)

Desain penelitian untuk efikasi model penyelenggaraan yang dirancang

menggunakan metode pra-eksperimen (pre-experimental) dengan One Group

Pretest Posttest disain. Dalam disain ini tidak ada kelompok pembanding

(kontrol), tetapi telah dilakukan observasi pertama (pretest) yang memungkinkan

menguji perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya perlakuan

(eksperimen) (Notoatmojo 2010).

Persetujuan Etik. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan Ethical

Clearance dari Badan Litbang Kesehatan Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta dengan nomor : KE.01.05/EC/301/2011.

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian perancangan model penyelenggaraan makanan anak

sekolah dilakukan di laboratorium penyelenggaraan makanan departemen gizi

Fakultas Ekologi Manusia IPB, dan di lima sekolah yang mengadakan

penyelenggaraan makanan. Penelitian untuk efikasi dilaksanakan di SDN Kebon

Kopi 2 Kotamadya Bogor. Penentuan tempat efikasi dilakukan secara purposive

sampling dengan beberapa pertimbangan, yaitu: 1) SDN yang tercatat di Dinas

Pendidikan kota Bogor yang siswanya banyak berasal dari keluarga miskin

(kriteria BPS tahun 2010), 2) secara teknis mudah transportasi, 3) siswa mau

berpartisipasi dalam penelitian, dan menandatangani form informed consent.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah: 1) SD yang pernah menerima PMT-AS

Studi Pendahuluan Pengembangan

Studi li

teratur

Pustaka Penyusunan

Model

Survei

Lapang

an

Efikasi

Lapangan

Hasil

Revisi

Model

Page 90: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

66

(IDT/Inpres Daerah Tertinggal), 2) SD yang mempunyai 1 kelas dari masing-

masing tingkatan kelas, (3) SD yang berada di wilayah kerja Puskesmas

Merdeka yang mempunyai Tenaga Pelaksana Gizi (TPG). Penelitian

perancangan model penyelenggaraan makanan anak sekolah dan efikasi

dilaksanakan bulan Maret sampai Mei 2011.

Cara Penetapan Peserta Efikasi

Peserta efikasi adalah murid SDN Kebon Kopi 2 Bogor. Penentuan

peserta dilakukan secara purposive sampling yaitu sebanyak 62 orang, sesuai

dengan jumlah minimum makanan institusi anak sekolah yaitu > 50 porsi (Mukri

1991), yang terdiri dari kelas 5 (34 siswa) dan kelas 6 (28 siswa). Kelas 5 dan

kelas 6 SD diambil sebagai peserta karena mereka dianggap sudah lebih paham

dalam berkomunikasi untuk menjawab beberapa pertanyaan.

Bahan dan Alat

Bahan yang dipergunakan untuk efikasi adalah makanan lengkap sebagai

sarapan dengan menu sepinggan (one dish meal) dan mempergunakan siklus

menu 6 hari. Kandungan rata-rata energi 436 Kkal, protein 10,0 gram, vitamin A

266.8 µg RE dan zat besi (Fe) 1.97 mg. Peralatan yang dipergunakan adalah alat

masak seperti kompor, wajan, panci, dandang, kukusan, sutil, timbangan bahan

pangan dan alat saji yaitu boks plastik dan sendok stainless-steel.

Mekanisme Efikasi

Siswa kelas 5 dan kelas 6 SDN Kebon Kopi 2 Bogor diberi sarapan menu

sepinggan. Pendekatan kepada guru dan orang tua murid dilakukan agar

sebelum berangkat ke sekolah murid disarankan tidak sarapan di rumah.

Sarapan disediakan di ruang kelas 5 dan kelas 6. Menu yang disajikan

merupakan menu yang disukai oleh siswa. Menu yang disukai (food preference)

diketahui dari hasil kuesioner tentang makanan kesukaan siswa. Menu yang

disajikan adalah menu sepinggan karena mudah pada saat penyiapan,

pemasakan, penyajian dan pencucian peralatannya.

Model penyelenggaraan makanan yang diterapkan adalah dapur berada

di luar sekolah dengan melibatkan masyarakat di sekitar sekolah sebagai tenaga

penjamah makanan. Hal ini berarti bahan pangan dipersiapkan dan diolah di luar

gedung sekolah serta melibatkan partisipasi masyarakat yang berada di dekat

sekolah. Dapur masyarakat yang memenuhi persyaratan (berdasarkan

Permenkes No. 1096 tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga)

Page 91: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

67

dipergunakan dalam pengolahan menu sepinggan. Tenaga penjamah makanan

dipilih berdasarkan diskusi dengan kepala sekolah dan guru. Tenaga penjamah

makanan yang dipilih mempunyai beberapa kriteria yaitu: 1) mempunyai

ketrampilan/hobbi memasak, 2) bersih diri atau bersih penampilan, 3)

mempunyai dapur dan lingkungan yang bersih, 4) mempunyai fasilitas untuk

menyelenggarakan makanan anak sekolah, seperti: alat masak, sumber air

bersih, bahan bakar, dan penerangan, serta 5) dapat bekerja sama dengan

masyarakat sekitar sekolah. Tenaga penjamah makanan yang terpilih dapat

melakukan penyiapan dan pemasakan dengan masyarakat di sekitar sekolah

secara bergantian.

Pemorsian makanan dilakukan di ruang tamu penjamah makanan.

Makanan matang diporsi ke dalam kotak plastik (kotak plastik mempunyai tanda

5 yang berarti dapat dipergunakan berulang kali), lalu dimasukkan ke dalam

kontainer plastik besar, dan siap diangkut oleh siswa dengan berjalan kaki ke

ruang kelas 5 dan kelas 6 pada pukul 06.50. Di dalam kelas, makanan dibagikan

di kelas 5 dan 6 dengan cara siswa mengambil kotak sendiri di atas meja di

depan kelas. Makan bersama dilakukan di dalam kelas pukul 07.00 dengan

pengawasan guru kelas. Selama ada sarapan pagi bersama di kelas, proses

belajar mengajar dimulai pukul 08.00 dan selesai pukul 13.30. Guru kelas

menginstruksikan cuci tangan terlebih dahulu, lalu masuk ke kelas untuk

bernyanyi (manfaat makanan bergizi & kegunaan mencuci tangan) dan berdoa

bersama. Pada waktu makan, guru kelas memberitahukan agar menghabiskan

makanan yang disajikan (makanan berfungsi sebagai media penyuluhan).

Setelah selesai makan, siswa mengisi kuesioner tingkat kesukaan dan

daya terima makanan. Setiap siswa wajib memilih salah satu pernyataan dengan

cara melingkari, dan menyerahkan kembali kepada guru kelas atau enumerator,

lalu siswa antri berbaris mencuci alat makan di tempat siswa wudhu. Cara

mencuci peralatan makan telah disosialisasikan kepada siswa dengan cara

menggosok dengan spon busa dan sabun cair pencuci piring, kemudian dibilas

dengan air bersih yang berasal dari PDAM. Setelah alat makan bersih, lalu

dibawa ke ruang kelas dan ditiriskan di atas meja siswa yang telah diberi alas

koran bersih, dan dilap dengan tissu/serbet bersih, lalu dimasukkan ke dalam

kontainer plastik besar yang tertutup. Kontainer yang telah diisi kotak makan

kosong diangkut siswa kembali ke tempat penjamah makanan untuk

dipergunakan besok harinya (lampiran 15).

Page 92: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

68

Efikasi pemberian menu sepinggan dilakukan 3 kali sebelum pelaksanaan

pemberian sarapan. Efikasi ini diharapkan dapat membiasakan contoh agar bisa

mengikuti prosedur penelitian sehingga proses dapat berjalan seperti yang

direncanakan karena contoh belum pernah mendapatkan sarapan di sekolah.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data Efikasi

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara dengan alat

bantu kuesioner. Data primer yang dikumpulkan meliputi beberapa aspek, yaitu:

karakteristik siswa (umur, jenis kelamin); konsumsi pangan siswa; tingkat

kesukaan dan daya terima siswa terhadap menu sepinggan. Data primer lainnya,

termasuk sumberdaya dan proses pada penyelenggaraan makanan adalah 1)

sarana dan prasarana fisik dapur, 2) pembelian bahan pangan, 3) penerimaan

bahan pangan, 4) penyimpanan bahan pangan, 5) pengeluaran bahan pangan,

6) penyiapan bahan pangan, 7) pengolahan bahan pangan, 8) sanitasi dan

keamanan pangan, 9) distribusi makanan, 10) biaya yang dibutuhkan 11) metode

pengolahan yang dipergunakan, 12) bahan pangan dan non-pangan yang

dipergunakan serta 13) jumlah SDM yang diperlukan. Data sekunder diperoleh

dari sekolah meliputi gambaran umum sekolah, struktur organisasi sekolah, data-

data umum siswa. Tabel 4 menyajikan variabel, data, metode pengukuran dan

responden dalam penelitian ini.

Pengolahan dan Analisis Data Efikasi

Proses pengolahan data meliputi entry, cleaning dan edit data. Analisis

data yang dilakukan adalah secara deskriptif dan inferensia. Hasil analisis data

disajikan dalam bentuk tabel, diagram dan gambar.

Karakteristik siswa meliputi jenis kelamin, umur, kelas, uang jajan. Uang

jajan contoh dikelompokan berdasarkan sebaran besaran uang jajan yaitu ≤ Rp.

3.000,00 > Rp. 3.000,00–4.000,00, > Rp. 4000-5.000.

Karakteristik orang tua siswa meliputi pekerjaan orang tua, pendidikan

orang tua dan pendapatan orang tua. Pekerjaan ayah atau ibu dikategorikan

menjadi tidak bekerja, buruh (bangunan, angkut barang, pedagang

(keliling,asongan), PNS, swasta, jasa (supir angkot, ojeg). Pendidikan orang tua

dikategorikan menjadi : tamat SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Pendapatan

orang tua dikategorikan menjadi miskin < Rp. 278.530,00 dan tidak miskin ≥ Rp.

278.530,00.

Page 93: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

69

Tabel 4 Variabel, data, metode pengukuran dan peserta penelitian

No Variabel Data Metode

pengukuran Peserta

1 Karakteristik Responden

Usia

Jenis kelamin

BB dan Umur

Konsumsi makanan di rumah

Sosial ekonomi orang tua

Wawancara, penimbangan, food recall & record

Pihak sekolah, Siswa, orang tua siswa

2 Input penyelenggaraan makanan anak sekolah

Sumberdaya manusia

Peralatan

Bahan pangan

Biaya

Metode

Wawancara dan pengamatan langsung

Sekolah, Tenaga Penjamah Makanan

3 Proses penyelenggaraan makanan anak sekolah

Perencanaan menu

Pembelian bahan pangan

Penerimaan bahan pangan

Penyimpanan bahan

Pengeluaran bahan pangan

Penyiapan bahan pangan

Pemasakan bahan pangan

Pemorsian makanan

Pendistribusian makanan

Penyajian makanan

Monitoring dan Evaluasi

Hygiene dan Sanitasi

Wawancara dan pengamatan langsung

Tenaga Penjamah Makanan

4 Output penyelenggaraan makanan anak sekolah

Tingkat Kesukaan

Daya Terima

Konsumsi pangan siswa

Food Recall & Record, form tk. Kesukaan & daya terima, pengamatan langsung

Siswa

Penyelenggaraan makanan untuk anak sekolah terdiri dari input, proses

dan output. Setiap komponen dalam penyelenggaraan makanan anak sekolah

diolah dan dianalisis berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:

1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Energi dan zat

gizi (protein, vitamin A dan Fe) dalam menu sepinggan selama 6 hari

dijumlahkan, kemudian dirata-ratakan per siswa per hari dan dibandingkan

dengan angka kecukupan gizi menurut WNPG 2004.

Data tingkat kesukaan siswa diperoleh dari uji organoleptik yang berupa uji

hedonik/kesukaan penerimaan terhadap menu sepinggan. Tingkat kesukaan

siswa dikategorikan: sangat suka, suka, biasa, tidak suka dan sangat tidak suka.

Page 94: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

70

Daya terima siswa diperoleh dengan menggunakan form berdasarkan observasi

atau gambar makanan sepinggan yang dapat dihabiskan (Gregoire 2007).

Data konsumsi pangan berupa jenis dan jumlah makanan dalam

gram/URT diolah dengan menggunakan analisis konsumsi pangan. Data

konsumsi pangan dikonversikan dalam bentuk energi, protein, vitamin A, dan Fe

dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Pangan. Untuk menghitung

jumlah zat gizi dari setiap bahan pangan yang dikonsumsi digunakan rumus

seperti berikut ini (Hardinsyah & Briawan 1994):

Kgij = (Bj/100) X Gij X (BDD/100)

Kgij = Kandungan zat gizi bahan pangan yang dikonsumsi

Bj = Berat bahan pangan yang dikonsumsi

Gij = Kandungan zat gizi yang dikonsumsi dalam 100 gram BDD

BDD = Bagian bahan pangan yang dapat dimakan (% BDD)

Pengukuran tingkat kecukupan energi dan protein merupakan tahap

lanjutan dari perhitungan konsumsi pangan. Tingkat kecukupan konsumsi

merupakan persentase konsumsi aktual siswa dengan Angka Kecukupan Gizi

(AKG) yang dianjurkan berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi

(WNPG) VIII tahun 2004. Pengukuran tingkat konsumsi energi dan zat gizi

mempergunakan rumus sebagai berikut:

TKGi = (Ki/AKGi) X 100

TKGi = Tingkat kecukupan energi atau zat gizi i

Ki = Konsumsi zat gizi i

AKG = Kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan

(Sumber: Hardinsyah & Briawan 1994).

Departemen Kesehatan (1996) mengklasifikasikan tingkat kecukupan

energi dan protein menjadi 5 kelompok yaitu: 1) defisit tingkat berat (< 70%

AKG), 2) defisit tingkat sedang ( 70 – 79% AKG), 3) defisit tingkat ringan (80 –

89% AKG), 4) normal (90 – 110% AKG), dan 5) kelebihan > 120% AKG. Tingkat

kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan menjadi 2 yaitu kurang (tingkat

kecukupan < 77%) dan cukup (tingkat kecukupan > 77%) (Gibson 2005).

Analisis statistik yang digunakan adalah 1) tabulasi frekuensi dan tabulasi

silang untuk menganalisis karakteristik responden, tingkat kesukaan, daya

terima, konsumsi, dan tingkat kecukupan, 2) uji beda t untuk menganalisis

perbedaan konsumsi dan tingkat kecukupan contoh.

Page 95: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

71

Tahap-tahapan Perancangan Model Penyelenggaraan Makanan Model penyelenggaraan makanan yang dilakukan dalam perancangan ini

merupakan model sarapan menu sepinggan di sekolah. Hal ini dilakukan karena

siswa kelas 5 dan kelas 6 berada di sekolah selama 5.5 jam (pukul 07.00-12.30),

dan berdasarkan hasil penelitian pendahuluan di SDN Kebon Kopi 2 Bogor

mengungkapkan bahwa, rata-rata konsumsi sarapan siswa hanya sebesar 10%

dari AKG.

Tahap-tahapan dalam perancangan model sarapan menu sepinggan

adalah sebagai berikut: 1) menentukan lokasi SD yang berasal dari keluarga

miskin berdasarkan wawancara dari Kepala Tata Usaha Dinas Pendidikan kota

Bogor, 2) melakukan kelompok diskusi terbatas (Focus Group Discussion atau

FGD) dengan pihak Puskesmas, 3) melakukan FGD dengan pihak sekolah, 4)

melakukan survei di kelas 5 dan kelas 6 tentang menu sepinggan yang disukai

siswa, 5) menghitung nilai energi, protein, vitamin A dan zat besi (Fe) menu

sepinggan yang direncanakan, 6) melatih penjamah makanan dalam rangka

penyiapan & pemasakan menu sepinggan, 7) efikasi pemasakan terhadap 3

menu sepinggan di dapur penjamah makanan, dan efikasi pelaksanaan sarapan

menu sepinggan di dalam kelas, serta 8) melaksanakan evaluasi kegiatan

penyelenggaraan makanan menu sepinggan dan melakukan beberapa perbaikan

yang diperlukan (Gambar 9).

Untuk merancang model penyelenggaraan makanan anak sekolah maka

diperlukan penjelasan-penjelasan di dalam sumberdaya manusia (input) yang

terdiri dari: biaya (dari orang tua siswa dan jumlahnya terbatas, dapat juga

berupa bantuan/subsidi dari orang lain), metode produksi, yang dapat

dipergunakan adalah konvensional (bahan pangan dipersiapkan dan dimasak

pada hari yang sama dengan penyajian makanan), bahan (berupa bahan pangan

dan bukan bahan pangan, karena biaya terbatas, maka bahan pangan dan

bukan bahan pangan juga menjadi terbatas), peralatan fisik, berupa lokasi dapur

yang dipergunakan di luar gedung sekolah (tetapi dekat dengan lokasi sekolah

untuk menghindari biaya transportasi), fasilitas ruang makan tidak ada, sehingga

dipergunakan ruang kelas, alat penyiapan, alat penyimpanan, alat masak, alat

saji dan fasilitas pencucian yang terbatas menyebabkan menu yang dimasak

juga terbatas, SDM terdiri dari: kepala sekolah & guru, murid, orang tua murid,

masyarakat sekitar sekolah, dan Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) dari Puskesmas.

Page 96: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

72

Tenaga-tenaga tersebut dapat bekerja tanpa adanya pelatihan karena biaya

yang terbatas.

Gambar 9 Tahapan kegiatan perancangan sarapan menu sepinggan di SDN Kebon Kopi 2 Bogor

Proses dalam Gambar 10, terdiri dari: perencanaan sarapan menu

sepinggan, pembelian bahan, penyiapan bahan, pemasakan bahan,

penyajian/pemorsian makanan, pendistribusian makanan, serta pencucian

peralatan (alat masak dan alat makan). Semua proses kegiatan yang dilakukan

harus memenuhi syarat higiene & sanitasi dari makanan yang diolah, dan

Kegiatan Hasil

Terpilih lokasi SD Negeri

SDN terpilih merupakan binaan Puskesmas

Penjamah makanan terpilih

Terpilih 6 menu yang disukai siswa

6 menu dengan nilai gizi 20% AKG

Penjamah makanan dapat membuat standar porsi & standar resep

3 menu dimasak & diberikan kepada siswa di kelas

Mengetahui kelemahan-kelemahan saat pelaksanaan

Tahap 1 Wawancara dengan Dinas Pendidikan Kota Bogor

Tahap 7

Tahap 8

Memasak, memorsi & menyajikan sarapan

bersama di kelas

Melakukan evaluasi & perbaikan-perbaikan yang

ditemukan di lapangan

Tahap 6

Melatih penjamah makanan dalam rangka penyiapan &

pemasakan menu sepinggan

Tahap 4

Tahap 5

Melakukan survei makanan kesukaan siswa di kelas

Menghitung nilai energi, protein, vit A & Fe dari menu

yang dirancang

Tahap 2

Tahap 3

Melakukan FGD dengan Tim UKS Puskesmas Merdeka

Melakukan FGD dengan pihak sekolah

(kepala sekolah & guru)

Page 97: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

73

melakukan administrasi yang diperlukan walaupun dengan biaya yang terbatas.

Alat saji yang dipergunakan adalah boks plastik yang dibelakangnya terdapat

angka 5, artinya alat ini aman dipergunakan jika dicuci berulang-ulang untuk

dipergunakan sebagai alat saji.

Hasil Perancangan Model Penyelenggaraan Makanan

Gambar 10 Hasil perancangan model penyelenggaraan sarapan menu sepinggan untuk anak sekolah dasar bagi siswa dari keluarga miskin

Perencanaan menu sepinggan harus dilakukan dengan biaya yang

terbatas, sehingga menu sepinggan yang dihasilkan adalah menu-menu yang

berasal dari bahan pangan yang murah. Kegiatan penerimaan, penyimpanan,

dan pengeluaran bahan pangan tidak dilakukan dalam model ini karena fasilitas

yang terbatas, sehingga bahan yang dibeli langsung dipersiapkan dan dimasak

pada hari yang sama. Penyiapan dan pemasakan bahan pangan dilakukan

dengan cara pengolahan dan peralatan yang sederhana. Alat saji yang

dipergunakan adalah sederhana, semua makanan dimasukkan kedalam boks

plastik. Cara pendistribusian dengan sentralisasi dilakukan untuk menghemat

waktu pengangkutan. Semua boks plastik yang telah berisi makanan dimasukkan

ke dalam kontainer plastik, lalu diangkut ke sekolah oleh siswa. Pencucian alat

Page 98: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

74

makan dilakukan oleh siswa sendiri dengan mempergunakan fasilitas yang

tersedia yaitu di tempat wudhu. Pencucian alat masak dilakukan di rumah

penjamah makanan, yaitu di wastafel yang tersedia.

Hasil akhir dari perancangan model ini adalah sarapan menu sepinggan

(one dish meal breakfast). Menu sepinggan yang dihidangkan diharapkan disukai

oleh siswa dan dapat diterima dengan baik (daya terima tinggi), yang pada

akhirnya dapat meningkatkan konsumsi dan berpengaruh terhadap tingkat

kecukupan siswa. Tingkat kesukaan dan daya terima siswa terhadap menu

sepinggan akan diamati sebagai evaluasi terhadap menu yang diproduksi di

dapur penjamah makanan yang berada diluar sekolah.

Hasil Efikasi Model Sarapan Menu Sepinggan

Gambaran Umum Sekolah

Sekolah Dasar Negeri (SDN) Kebon Kopi 2 merupakan SDN yang

berlokasi di jalan Kebon Kopi RT.04/09 kelurahan Kebon Kelapa di Kecamatan

Bogor Tengah Kotamadya Bogor, provinsi Jawa Barat. Letak sekolah ini

dikelilingi oleh pemukiman penduduk padat dan kuburan umum. SDN ini

dipergunakan sejak tahun 1974.

Fasilitas yang tersedia di dalam SD adalah: 6 ruang belajar, 1 ruang

kepala sekolah, satu ruang guru, 1 ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

berupa kamar yang berisi 1 tempat tidur, 1 mushola, WC 2 buah dan tempat air

wudhu (menjadi satu ruangan), air bersih yang dipergunakan bersumber dari

PDAM dan listrik dari PLN serta ada halaman tempat untuk diadakannya upacara

bendera. SDN ini tidak memiliki kantin, tetapi di sekitar sekolah terdapat

beberapa pedagang jajanan keliling dan warung makan.

SDN Kebon Kopi 2 saat penelitian dikepalai oleh Hj. Neni Suprani, S.Pd.

Sekolah memiliki tenaga 9 guru, 1 orang tata usaha, dan 1 orang penjaga

sekolah. Jumlah siswa sebanyak 215 orang. Kegiatan belajar mengajar

dilakukan mulai pukul 07.00 sampai dengan 12.30 WIB untuk kelas 3, 4, 5 dan 6,

dan kelas 1 dan 2 dimulai pukul 07.00 hingga 10.00 WIB.

Karakteristik Peserta

Umur dan Jenis Kelamin

Peserta dalam penelitian ini merupakan siswa SDN Kebon Kopi 2 Bogor

kelas 5 dan 6, dengan jumlah sebanyak 62 orang. Sebaran peserta berdasarkan

Page 99: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

75

jenis kelamin dan umur dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan tabel tersebut,

diketahui bahwa sebesar 56.5% (35 orang) dari siswa berjenis kelamin

perempuan. Tabel tersebut juga menggambarkan bahwa distribusi usia kelas 5

dan kelas 6 berada pada rentang 9-13 tahun, dan sebesar 44.5% berjenis

kelamin laki-laki, 42.9% adalah perempuan berada pada usia 11 tahun. Anak

usia 6 sampai 12 tahun termasuk dalam fase akhir masa anak-anak (late

childhood) sampai tiba saatnya anak menjadi matang secara seksual yaitu pada

usia 13 tahun bagi anak perempuan dan 14 tahun bagi anak laki-laki (Hurlock

1999). Pada golongan usia anak sekolah dasar yaitu anak belum mencapai

dewasa tetapi masih dalam tahap pertumbuhan (usia emas ke-2/golden age).

Oleh karena itu, pada usia tersebut perlu diperhatikan konsumsi makanan yang

tepat jumlah dan kualitasnya.

Tabel 5 Distribusi peserta berdasarkan umur dan jenis kelamin

Umur Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

7-9 0 0.0 1 2.9 1 1.6

10-12 26 96.3 32 91.4 58 93.5

13-15 1 3.7 2 5.7 3 4.8

Total 27 100.0 35 100.0 62 100.0

Besar Uang Jajan

Besar uang jajan merupakan sejumlah uang yang diterima anak didik

dalam sehari untuk membeli jajan. Uang jajan anak sekolah menjadi suatu

kebiasaan, baik yang berasal dari keluarga dengan pendapatan yang rendah

maupun tinggi. Napitu (1994) menyatakan bahwa sebaiknya anak diharapkan

dapat belajar bertanggung jawab untuk mempergunakan uang jajan yang

dimilikinya. Tabel 6 menggambarkan bahwa sebagian besar (54.8%) peserta

memiliki uang jajan ≤ Rp3.000. Jumlah uang jajan ini mengindikasikan bahwa

sebagian besar siswa tersebut berasal dari golongan miskin, karena besar

kecilnya uang jajan dipengaruhi oleh besarnya pendapatan keluarga. Hasil ini

berbeda dengan penelitian di 2 lokasi sekolah dasar (orang tua siswa termasuk

ekonomi mampu) yang sebagian besar (51.8%) siswanya memiliki uang jajan

berkisar antara Rp 5.001-10.000 (Nurdiani 2011).

Pendidikan Orang Tua

Pendidikan orang tua merupakan salah satu unsur penting yang dapat

mempengaruhi keadaan gizi keluarga. Pada Tabel 7, diketahui bahwa sebagian

Page 100: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

76

besar (43.1%) pendidikan ayah peserta tamat SMA, sedangkan pendidikan ibu

peserta sebagian besar (36.7%) hanya tamat SD. Salimar et al (2010)

menyebutkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan ayah di perkotaan

minimal SLTP. Hal ini diduga karena jumlah peserta dalam penelitian ini terlalu

kecil.

Tabel 6 Distribusi peserta berdasarkan besar uang jajan

Kategori uang jajan n %

≤ Rp3.000,- 34 54.8

>Rp3.000,-s/d Rp4.000,- 18 29.0

>Rp4.000,- 10 16.1

Total 62 100.0

Karakteristik Orang Tua Peserta

Dari Tabel 7 tersebut, dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan ayah

peserta lebih tinggi dibandingkan tingkat pendidikan ibu peserta. Tingkat

pendidikan ibu berpengaruh terhadap derajat kesehatan keluarga. Ibu yang

memiliki pendidikan tinggi cenderung memiliki pengetahuan gizi, kesehatan, dan

pengasuhan anak yang baik.

Tabel 7 Distribusi orang tua peserta berdasarkan tingkat pendidikan

Kategori Pendidikan Ayah Ibu

n % n %

Tidak Sekolah 1 1.7 0 0.0

SD 16 27.6 22 36.7

SMP 13 22.4 20 33.3

SMA 25 43.1 18 30.0

Perguruan Tinggi 3 5.2 0 0.0

Total 58 100.0 60 100.0

Pekerjaan dan Pendapatan Orang Tua

Pekerjaan atau mata pencaharian berperan penting dalam kehidupan

sosial ekonomi dan terkait dengan faktor-faktor lain seperti kesehatan. Anak-

anak yang tumbuh dalam keluarga miskin paling rawan terhadap kekurangan gizi

diantara seluruh anggota keluarga (Harper et al 1986). Pekerjaan seseorang

akan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas makanan yang

dikonsumsinya. Hal tersebut dikarenakan pekerjaan akan menentukan

pendapatan yang dihasilkan, yang akan digunakan untuk membeli makanan.

Page 101: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

77

Pekerjaan ayah peserta sebesar 53.3% adalah sebagai buruh, yaitu buruh

bangunan, angkut barang, ataupun buruh pabrik. Pekerjaan memiliki hubungan

dengan tingkat pendidikan yang nantinya akan mempengaruhi kehidupan sosial

ekonominya.

Pekerjaan orang tua terutama ibu akan mempengaruhi kebiasaan makan

dalam keluarga. Hal ini disebabkan karena umumnya ibu terlibat langsung dalam

penyediaan makanan keluarga.

Tabel 8 Distribusi orang tua peserta berdasarkan pekerjaan

Kategori Pekerjaan Ayah Ibu

n % n %

Tidak Bekerja 3 5.2 50 83.3

Buruh (Bangunan , Angkut Barang, Pabrik) 31 53.5 4 6.7

Pedagang Keliling, Asongan 12 20.7 6 10.0

PNS 2 3.4 0 0

Jasa (supir angkot, ojeg) 10 17.2 0 0

Total 58 100 60 100

Ibu yang bekerja tidak lagi memiliki waktu untuk mempersiapkan

makanan bagi keluarganya (Suhardjo 1989). Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa

sebagian besar (83.3%) adalah sebagai ibu rumah tangga, tetapi terdapat juga

ibu yang bekerja sebagai buruh (tukang cuci). Hal ini kemungkinan sebagai

penyebab kondisi ekonomi peserta sebagian besar termasuk miskin.

Sebagian besar (75.8%) pendapatan orang tua peserta termasuk kategori miskin

berdasarkan batas garis kemiskinan untuk kota Bogor sebesar Rp 278.530,00

(BPS 2010).

Besar Keluarga

Besarnya anggota keluarga merupakan sekelompok orang yang terdiri

dari ayah, ibu serta anggota keluarga lainnya yang hidup dari sumberdaya yang

sama. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa terdapat hubungan sangat nyata

antara besar keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Menurut

Hurlock (1999), besar keluarga dibagi menjadi tiga kategori yaitu kecil (≤ 4

orang), sedang (5-6 orang) dan besar (≥ 7 orang). Hasil penelitian yang

ditunjukkan dalam Tabel 9 dapat diketahui bahwa sebagian besar (46.8%)

peserta termasuk kedalam golongan keluarga kecil.

Page 102: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

78

Tabel 9 Distribusi peserta berdasarkan jumlah anggota keluarga

Besar keluarga n %

Kecil (≤ 4 orang) 29 46.8

Sedang (5-6 orang) 25 40.3

Besar (≥ 7 orang) 8 12.9

Total 62 100.0

Sumberdaya pada Penyelenggaraan Sarapan Menu Sepinggan

Tenaga Penjamah Makanan

Syarat-syarat sumberdaya yang dipekerjakan sebagai tenaga penjamah

makanan dalam penyelenggaraan makanan adalah sebagai berikut: 1) bersih

diri/penampilan bersih, 2) bersih rumah dan lingkungan, 3) mempunyai peralatan

untuk menyelenggarakan makanan banyak/massal/institusi, dan 4) buat SOP

(Standart Operating Procedure). Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam

pemilihan tenaga penjamah makanan yaitu: 1) hubungi pihak kepala sekolah

atau guru atau aparatur desa yang lebih mengenal penduduk setempat, 2)

setelah tenaga terpilih, amati rumahnya, amati ruang dapur apakah memenuhi

syarat kesehatan untuk penyelenggaraan makanan banyak/massal/institusi, 3)

komunikasikan dengan Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) puskesmas Merdeka agar

dapat bekerja dibawah pengawasan TPG, dan 4) tuliskan tugas-tugas yang

harus dapat diselesaikan oleh tenaga penjamah makanan. Jumlah tenaga

penjamah makanan yang dibutuhkan dalam efikasi ini adalah 3 orang, yang

bertugas sebagai tukang masak dan pembantu tukang masak.

Peralatan

Peralatan dibagi menjadi dua, yaitu peralatan masak (equipment) dan

peralatan makan (utensil). Jenis dan jumlah peralatan yang harus disediakan

oleh penyelenggara makanan anak sekolah tergantung dari macam menu yang

diolah dan berapa banyak jumlah yang harus di masak. Peralatan yang

dipergunakan dalam penyelenggaraan makanan ini adalah pisau, panci, kuali,

wajan, kukusan. Umumnya bahan/material dari peralatan yang dipergunakan

selama efikasi adalah aluminium dan stainless-steel. Peralatan memasak

merupakan salah satu modal yang penting bagi kegiatan penyelenggaraan

makanan anak sekolah. Jumlah dan mutu peralatan masak harus dipenuhi agar

kegiatan penyelenggaraan makanan dapat berjalan sesuai dengan rencana.

Page 103: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

79

Ketersediaan dan kelayakan peralatan yang digunakan turut menentukan proses

pengolahan bahan pangan (Palacio 2009).

Syarat-syarat peralatan masak menurut (Depkes 2006) adalah: 1) bahan

peralatan masak tidak boleh melepaskan zat beracun kepada makanan, seperti

cadmium, plumbum (timah hitam), zincum (seng), cuprum (tembaga), stibium

(antimon) atau arsenicum (arsen). Logam ini beracun yang dapat berakumulasi

sebagai penyakit saluran kemih dan kanker, 2) keutuhan peralatan dalam

penyelenggaraan makanan anak sekolah adalah tidak boleh patah, gompel,

penyok, tergores atau retak karena akan menjadi sarang kotoran atau bakteri.

Peralatan yang tidak utuh tidak mungkin dapat dicuci sempurna sehingga dapat

menjadi sumber kontaminasi, dan 3) letak peralatan yang bersih dan siap

dipergunakan sudah berada pada tempatnya masing-masing sehingga

memudahkan waktu mencari (mengambilnya).

Alat makan yang dipergunakan dalam efikasi adalah boks makanan, yang

bahannya dari plastik dan aman untuk dicuci berulang-ulang (tertera angka 5),

serta tidak berlekuk-lekuk. Menurut Depkes (2006), syarat-syarat peralatan

makan (utensil) adalah: 1) bersih, peralatan harus dalam keadaan bersih karena

peralatan dapat mencemari makanan, 2) bentuknya utuh, tidak rusak, cacat,

retak atau berlekuk-lekuk tidak rata, 3) peralatan yang sudah bersih dilarang

dipegang di bagian tempat makanan, yang menempel di mulut, karena akan

terjadi pencemaran mikroba melalui jari tangan, 4) peralatan yang sudah retak,

gompel atau pecah selain dapat menimbulkan kecelakaan (melukai tangan) juga

menjadi sumber pengumpulan kotoran karena tidak akan dapat dicuci sempurna,

dan 5) peralatan makan yang dipakai yang sudah bersih disimpan di dalam

kontainer plastik tertutup yang terlindung dari serangga dan tikus dan dikeluarkan

apabila akan dipergunakan.

Bahan Pangan

Prosedur pembelian dan dimana membeli bahan pangan sangat

menentukan kualitas bahan pangan yang akan dipergunakan. Kualitas bahan

pangan sangat menentukan kualitas masakan yang dihasilkan. Untuk

memperoleh bahan pangan yang baik harus dilakukan pemilihan bahan pangan

pada saat pembelian ataupun selektif dalam menentukan tempat membeli bahan

pangan. Penggunaan bahan pangan segar dilakukan setiap hari sehingga

pembelian bahan pangan juga dilakukan setiap hari. Tempat pembelian bahan

pangan dilakukan secara langsung di pasar terdekat, yaitu pasar kebon kopi

Page 104: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

80

(dekat dengan Pusat Grosir Bogor/PGB). Tempat penyimpanan bahan pangan

tidak tersedia, oleh karena itu kegiatan penyiapan dan pemasakan langsung

dilakukan setelah bahan pangan dibeli (fasilitas yang tersedia tidak memadai).

Biaya (Dana)

Biaya makanan sebesar Rp3.000/hari/menu untuk sarapan menu

sepinggan. Biaya ini mencakup biaya bahan pangan, biaya tenaga kerja dan

biaya operasional, seperti bahan bakar, air dan listrik. Setelah dianalisa, maka

rata-rata biaya pembelian bahan pangan (food cost) selama 2 minggu adalah

67.21%, biaya operasional (overhead cost) 12.81% dan upah tenaga penjamah

makanan (manpower cost) sebesar 19.88%. Profit tidak ada dalam proses

penyelenggaraan sarapan menu sepinggan, karena pelayanan makanan anak

sekolah umumnya bersifat pelayanan atau service-oriented. Petugas pemasak

dalam hal ini harus mempunyai jiwa sosial atau sukarela, artinya bekerja bukan

mencari keuntungan, tetapi bertujuan untuk meningkatkan konsumsi makanan

anak sekolah.

Metode

Tempat penyiapan dan pemasakan bahan pangan dilakukan di luar

gedung sekolah karena fasilitas dapur sekolah belum ada, dan dilaksanakan oleh

masyarakat yang dekat dengan sekolah. Hal ini dilakukan untuk menghindari

biaya transportasi. Metode produksi yang dipergunakan dalam efikasi model ini

adalah bahan pangan yang dibeli hari ini dimasak hari ini dan dimakan hari ini.

Metode tersebut dikenal dengan metode produksi conventional. Hal ini dilakukan

karena jumlah produksi tidak terlalu banyak dan fasilitas penyimpanan makanan

jadi (ready to eat) belum ada. Standar-standar resep yang dihasilkan pada saat

kegiatan pengolahan makanan didokumentasikan dengan baik, agar dapat

digunakan sebagai standar baku (standar resep) untuk mempertahankan cita

rasa makanan yang baik (rasa makanan sama, walaupun dilakukan oleh tenaga

penjamah makanan yang berbeda).

Proses Penyelenggaraan Sarapan Menu Sepinggan untuk Anak Sekolah

Perencanaan Menu.

Perencanaan menu dilakukan melalui food preference dari siswa. Food

preference dilakukan pada saat penelitian pendahuluan. Food preference dapat

juga dilakukan oleh TPG dari puskesmas terdekat, dan dilaksanakan di sekolah,

lalu hasilnya didiskusikan dengan calon tenaga penjamah makanan. Hal ini

Page 105: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

81

sangat penting karena akan mempengaruhi jumlah dan kualitas tenaga

penjamah makanan yang akan melaksanakan pemasakan. Menu yang

direncanakan juga harus disesuaikan dengan peralatan yang tersedia, dan alat

saji yang akan dipergunakan. Perencanaan menu yang dilakukan menitik

beratkan kepada ketentuan sarapan untuk anak sekolah. Siklus menu

mempergunakan 6 hari (senin sampai sabtu). Komposisi menu terdiri dari

sumber energi (dapat berupa nasi, bubur, mie), lauk-pauk dan sayur. Resep

makanan yang digunakan adalah resep yang pernah dimasak oleh petugas

penjamah makanan. Standar resep tersebut di dokumentasikan dengan baik.

Pada Tabel 10 dapat dilihat menu sepinggan dan kandungan energi, protein,

vitamin A dan Fe yang disajikan selama 6 hari.

Tabel 10 Kandungan energi, protein, vit. A dan Fe sarapan menu sepinggan

Menu sepinggan

Energi Protein Vit. A Fe

Kkal %

AKG Gr

% AKG

µg RE %

AKG mg

% AKG

Laki-laki

Perem-puan

Mie goreng 422 20.6 9.6 19.2 363.6 60.6 3.4 26.2 16.9

Nasi uduk kuning

456 22.2 8.7 17.4 152.9 25.5 1.3 9.7 6.3

Lontong sayur 412 20.1 8.1 16.2 320.4 53.4 1.3 10.0 6.5

Bubur ayam 433 21.1 9.4 18.8 283.4 47.2 1.0 7.5 4.9

Gado-gado lontong

478 23.3 16 32.0 316.3 52.7 3.8 29.4 19.1

Nasi goreng 435 21.2 8.4 16.8 164.1 27.4 1.3 9.7 6.3

Rata-rata 439 21.4 10 20.1 266.8 44.5 1.97 15.4 10.0

Rata-rata kandungan energi menu sepinggan adalah 439 Kkal dan

protein 10 gram. Berdasarkan AKG tahun 2004, angka ini sudah memenuhi 20%,

dan dapat dipergunakan sebagai sarapan bagi siswa SD kelas 5 dan 6.

Kandungan menu sepinggan ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan menu

PMT-AS di SDN 1 Malangsari Cipanas Lebak Banten.

Pengolahan

Berapa lama waktu yang diperlukan untuk penyiapan bahan pangan dan

waktu pemasakan perlu diperhitungkan. Siapa yang melakukan penyiapan dan

pemasakan bahan pangan juga perlu diperhatikan. Standard Operational

Procedure (SOP) pemasakan diperlukan sebagai acuan untuk pengolahan

bahan pangan. Langkah-langkah yang harus dilakukan saat penyiapan dan

Page 106: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

82

pengolahan bahan pangan, seperti tidak terlalu lama waktu penyiapan ke waktu

pemasakan dan waktu penyajian makanan.

Pengolahan bahan pangan terdiri atas dua kegiatan yaitu penyiapan dan

pemasakan bahan pangan. Tahap ini perlu mendapat perhatian karena

kehilangan zat gizi sering terjadi pada saat bahan pangan mengalami proses

pengolahan. Pelaksanaan efikasi penyelenggaraan makanan anak sekolah ini

melakukan penyiapan bahan dan pemasakan yang rata-rata dimulai pukul 04.30

dan selesai pukul 06.30 (2 jam), dilanjutkan dengan pemorsian dan siap untuk

didistribusikan pada pukul 06.45. Proses penyiapan tidak selalu dilakukan pada

hari yang sama karena ada penyiapan-penyiapan yang dilakukan 1 hari

sebelumnya seperti membuat bumbu gado-gado. Proses pemasakan dilakukan 1

kali dalam 1 hari.

Proses penyiapan dan pemasakan yang dilakukan oleh penjamah

makanan dalam pembuatan kudapan PMT-AS di SD Negeri 1 Malangsari adalah

7 jam. Jika dibandingkan dengan waktu penyiapan dan pemasakan yang

dilakukan oleh penjamah makanan kudapan PMT-AS di SD Negeri 1 Malangsari,

maka pembuatan makanan sepinggan lebih cepat, dan jika dibandingkan dengan

data pada laporan pengumpulan data dasar dan evaluasi PMT-AS (1997), rata-

rata lama memasak adalah 10.8 hingga 21.9 jam. Hal tersebut terjadi karena

beberapa faktor, yaitu tenaga penjamah makanan yang kurang terampil

memasak berbagai jenis kudapan, jumlah dan jenis alat penyiapan dan alat

masak yang kurang memadai, dan lain-lain.

Higiene dan Sanitasi

Higiene dan sanitasi makanan adalah pengendalian terhadap faktor

makanan, orang, tempat, dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat

menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan lainnya. Upaya untuk mencapai

higiene dan sanitasi makanan yang dilakukan adalah memberikan pelatihan

kepada tenaga penjamah tentang apa-apa yang harus dilakukan supaya tidak

terjadi pencemaran pada saat proses penyiapan, pemasakan dan pemorsian

serta penyajian (Depkes 2006). Hasil penilaian terhadap higiene & sanitasi

sesuai dengan Permenkes Nomor: 1096 tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi

Jasaboga, didapatkan nilai bobot sebesar 66. Nilai ini telah memenuhi syarat

untuk jasaboga golongan A1 (jasaboga yang melayani kebutuhan masyarakat

umum, dengan pengolahan makanan yang menggunakan dapur rumah tangga

Page 107: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

83

dan dikelola oleh keluarga). Nilai minimal yang dipenuhi tempat pengolahan

tersebut mencapai 65 dari total nilai 70. Hal ini mengindikasikan bahwa 93%

(65/70) nilai yang berhasil dicapai (lampiran 8). Bobot total 70 belum tercapai

dalam penilaian karena masih ada kekurangan, yaitu bagian dinding yang kena

percikan air sudah dilapisi keramik (bahan kedap air) tetapi hanya setinggi 1,5

meter dari lantai, pintu dapur belum dapat menutup sendiri, dan membuka hanya

ke satu arah, tersedia tempat sampah yang cukup, tetapi belum bertutup, serta

pada proses pencucian tahapan perendaman belum dilakukan.

Pemorsian dan Pendistribusian

Cara pembagian makanan untuk siswa adalah dengan memorsi sesuai

dengan kecukupan anak SD kelas 5 dan kelas 6. Jumlah nasi/bubur/mie, lauk

dan sayur disesuaikan dengan kecukupan siswa, dengan cara ditimbang dalam 1

porsi. Peralatan yang digunakan untuk penyajian adalah kotak plastik dan

sendok. Proses distribusi yang dipergunakan adalah dengan cara sentralisasi

yaitu makanan diporsi di tempat pengolahan. Peralatan makan yang digunakan

oleh siswa merupakan alat yang sederhana sehingga mudah dalam pencucian

dan penyimpanannya.

Penyajian Makanan

Cara penyajian makanan untuk anak di sekolah sangatlah tergantung dari

fasilitas yang tersedia di sekolah, seperti adanya ruang makan, alat saji yang

cukup, dan jumlah tenaga yang melaksanakannya. Umumnya makanan anak

sekolah disajikan dengan tipe/gaya cafetaria. Penyajian makanan anak sekolah,

dapat mempergunakan kotak makan yang tidak bersekat, dan terbuat dari

plastik. Menu yang disajikan merupakan menu sepinggan, sehingga tidak perlu

memisahkan satu masakan dengan masakan lainnya, tetapi penyajiannya cukup

dalam satu alat saji, yaitu boks makanan.

Pada efikasi model penyelenggaraan sarapan menu sepinggan untuk

anak sekolah di SDN Kebon Kopi 2 Bogor didapatkan bahwa, tidak terdapat

fasilitas ruang makan, jadi makan bersama dilakukan di kelas masing-masing.

Tipe pelayanan makanan yang dipergunakan adalah gaya cafetaria dengan

kantin bergilir, yaitu dengan cara siswa antri bergilir mengambil boks makanan

dari dalam kontainer plastik.

Page 108: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

84

Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan makanan anak sekolah

merupakan serangkaian kegiatan mengumpulkan data kegiatan pengelolaan

makanan dalam jangka waktu tertentu, untuk menghasilkan bahan bagi penilai

kegiatan pelayanan makanan. Monitoring yang dilakukan selama penelitian

adalah adalah: jumlah makanan yang diproduksi, penggunaan bahan pangan,

lamanya waktu produksi, lamanya waktu pemorsian, lamanya waktu penyajian,

monitoring keuangan tentang pembelian bahan pangan, dan pembelian bahan

bakar. Monitoring dan evaluasi terhadap menu yang diproduksi dilakukan dengan

memberikan kuesioner evaluasi dan dilakukan secara langsung sehingga catatan

penting mengenai evaluasi menu dapat segera diketahui, seperti makanan mana

yang disukai atau kurang disukai siswa. Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh

penulis dengan dibantu oleh guru kelas pada saat makan. Jika model ini

dipergunakan sebagai program maka tenaga monitoring dan evaluasi dapat

dilakukan oleh guru, kepala sekolah, TPG puskesmas yang berkaitan dengan

menu, pengolahan bahan pangan, tingkat kesukaan & daya terima makanan,

serta tenaga penyuluh pertanian yang ada di kecamatan yang berkaitan dengan

pengadaan bahan pangan lokal di sekitar sekolah yang melaksanakannya.

Output Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah

Tingkat Kesukaan Anak terhadap Menu Sepinggan

Menurut Suhardjo (1989), sikap manusia terhadap makanan banyak

dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan respon-respon yang

diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan sejak masa kanak-kanak.

Pengalaman yang diperoleh ada yang dirasakan menyenangkan atau sebaliknya

tidak menyenangkan, sehingga setiap individu dapat mempunyai sikap suka atau

tidak suka (like or dislike) terhadap makanan.

Preferensi makanan merupakan suatu tindakan/ukuran suka atau tidak

suka terhadap makanan. Preferensi terhadap makanan didefinisikan sebagai

derajat suka atau ketidaksukaan terhadap makanan dan akan berpengaruh

terhadap konsumsi pangan (Suhardjo 1989). Uji kesukaan dilakukan dengan

menggunakan uji hedonik, dengan 5 skala yaitu, sangat suka, suka, biasa, tidak

suka, dan sangat tidak suka. Gambar 11 merupakan pengelompokkan menjadi

dua kategori tingkat kesukaan, yaitu suka dan tidak suka. Kategori sangat suka

dan suka dimasukkan ke dalam kategori suka, sedangkan kategori biasa saja,

tidak suka, dan sangat tidak suka termasuk dalam kategori tidak suka.

Page 109: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

85

Berdasarkan Gambar 11 diketahui bahwa sebagian besar contoh

menyukai menu sepinggan yang diberikan selama penelitian. Hal ini dapat dilihat

dari besarnya persentase suka terhadap setiap menu sepinggan > 90%.

Beberapa contoh yang tidak menyukai menu sepinggan karena ada siswa yang

tidak suka akan sayuran seperti mentimun, kol dan tomat.

Penelitian yang dilakukan Nurdiani (2011) di SD IT Insantama Bogor,

menyatakan bahwa sebagian besar siswa menyukai makanan yang diberikan

sekolah (katering). Sebanyak 88.6% siswa menyukai makanan pokok (nasi),

91.4% siswa menyukai lauk hewani, 91.4% siswa menyukai lauk nabati, 94.3%

menyukai sayuran dan 97.1% menyukai buah. Dalam penelitian ini jenis menu

yang diberikan adalah makanan sepinggan, jadi tidak ada pemisahan antara

makanan pokok, lauk pauk dan sayuran. Hal tersebut dilakukan mengingat

kondisi ekonomi dan jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh peserta. Dari

hasil ini dapat dikatakan bahwa sarapan menu sepinggan di sukai oleh siswa.

Gambar 11 Tingkat kesukaan peserta terhadap menu sepinggan

Apabila dibandingkan dengan kudapan PMT-AS yang dilakukan di SD

Negeri 1 Malangsari, maka tingkat kesukaan siswa terhadap menu sepinggan

lebih tinggi persentasenya dibandingkan dengan kudapan PMT-AS yang

diberikan.

Daya Terima Makanan Anak Sekolah

Daya terima makanan merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi konsumsi pangan seseorang. Daya terima terhadap makanan

ditentukan oleh rangsangan dan indera penglihatan, penciuman, pencicip, dan

pendengaran. Faktor utama yang dinilai dari cita rasa diantaranya ialah rupa

Page 110: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

86

yang meliputi warna, bentuk, ukuran, aroma, tekstur dan rasa (Hardinsyah et al

1989). Gregoire dan Spears (2007) menyatakan bahwa tingkat kesukaan akan

mempengaruhi daya terima siswa terhadap menu yang disajikan.

Daya terima seseorang terhadap makanan secara umum dapat dilihat

dari jumlah makanan yang dikonsumsi. Sisa makan atau jumlah makanan yang

tersisa di dalam alat saji merupakan metode yang digunakan untuk mengukur

daya terima makanan. Penilaian dapat juga dilakukan dengan memperkirakan

atau mengestimasikan jumlah sisa makanan yang terlihat dengan menggunakan

skala. Skala yang digunakan dibagi kedalam 6 kategori yaitu: dimakan habis,

dimakan ¾ bagian, dimakan ½ bagian, dimakan ¼ bagian, hanya dicicipi, dan

tidak dimakan sama sekali. Metode dengan penilaian ini dikenal dengan metode

Comstock (Gregoire dan Spears 2007).

Tabel 11 Daya terima contoh terhadap menu sepinggan

Hari ke-

Menu Sepinggan

Persentase Daya Terima

Dimakan habis

Dimakan ¾ bgn

Dimakan ½ bgn

Dimakan ¼ bgn

Hanya Dicicipi

Tidak dimakan

1 Mie goreng 88.5 9.8 1.6 0.0 0.0 0.0

2 Nasi uduk kuning 95.1 4.9 0.0 0.0 0.0 0.0

3 Lontong sayur 93.2 6.8 0.0 0.0 0.0 0.0

4 Bubur ayam 91.4 6.9 0.0 0.0 0.0 1.7

5 Gado-gado lontong 76.7 16.7 6.7 0.0 0.0 0.0

6 Nasi goreng 72.9 11.9 6.8 1.7 5.1 1.7

7 Mie goreng 89.7 6.9 3.4 0.0 0.0 0.0

8 Nasi uduk kuning 78.3 8.3 5.0 5.0 1.7 1.7

9 Lontong sayur 81.4 10.2 1.7 3.4 3.4 0.0

10 Bubur ayam 89.5 7.0 3.5 0.0 0.0 0.0

11 Gado-gado lontong 90.3 6.5 3.2 0.0 0.0 0.0

12 Nasi goreng 37.1 56.5 4.8 0.0 0.0 1.6

Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui, bahwa sebagian besar contoh

menghabiskan makanan yang disediakan. Hal tersebut dilihat dari besaran

persentase pada menu sarapan yaitu mie goreng, nasi uduk kuning, lontong

sayur, bubur ayam dan gado-gado lontong adalah ≥ 70%. Namun berbeda

halnya dengan menu nasi goreng, terjadi penurunan daya terima pada minggu

pertama dan minggu kedua. Hal tersebut dikarenakan nasi goreng pada minggu

kedua memiliki tekstur kurang lunak karena beras yang dipergunakan berbeda,

walaupun sebagian besar (56.5%) contoh masih dapat menghabiskan ¾

bagiannya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena siswa dalam kondisi benar-

benar sangat lapar. Apabila dibandingkan dengan penyelenggaraan PMT-AS

Page 111: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

87

yang dilakukan di SD Negeri 1 Malangsari, persentase daya terima siswa pada

menu sepinggan lebih baik dibandingkan dengan kudapan PMT-AS.

Penyelenggaraan makanan anak sekolah yang siswanya berasal dari

keluarga miskin dapat dilakukan dengan baik, yaitu dengan menyediakan

makanan lengkap, aman dan membiasakan siswa untuk disiplin menghabiskan

makanan yang disajikan. Selain itu, penyelenggaraan makanan anak sekolah

juga merupakan media pendidikan gizi yang efektif untuk menanamkan

pengetahuan gizi yang baik sejak duduk di tingkat SD, yang akan berdampak

pada perilaku makan yang baik dan benar jika siswa sudah menjadi remaja dan

dewasa. Dan juga dapat membawa dampak yang positif terhadap perilaku

makan keluarga melalui anak sekolah, karena siswa akan menceritakan kepada

keluarga tentang makanan yang disajikan di sekolah.

Konsumsi dan Tingkat Kecukupan

Konsumsi pangan merupakan banyaknya atau jumlah pangan secara

tunggal maupun beragam yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang

yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, psikologis dan sosiologis.

Tujuan fisiologis adalah upaya untuk memenuhi keinginan makan (rasa lapar)

atau untuk memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis

adalah untuk memenuhi kepuasan emosional atau selera, sedangkan tujuan

sosiologis adalah untuk memelihara hubungan manusia dalam keluarga dan

masyarakat (Sediaoetama 1991).

Pengukuran konsumsi pangan dilakukan untuk mengetahui status gizi

masyarakat secara langsung, sedangkan untuk mengetahui tingkat kecukupan

gizi seseorang atau sekelompok orang dapat dilakukan melalui penilaian

konsumsi pangan. Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), penilaian konsumsi

pangan adalah perbandingan antara kandungan gizi makanan yang dikonsumsi

seseorang atau sekelompok orang dengan angka kecukupannya.

Konsumsi Energi dan Protein

Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan

lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme pertumbuhan,

pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai

cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek

dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah &

Tambunan 2004).

Page 112: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

88

Rata-rata konsumsi energi perhari contoh sebelum efikasi adalah 1146 ±

291 Kkal dan sesudah efikasi pemberian sarapan menu sepinggan menjadi 1577

Kkal. Data ini memperlihatkan bahwa terjadi kenaikan konsumsi energi sebesar

27.2%, walaupun belum memenuhi standar kecukupan. Widyakarya Nasional

Pangan dan Gizi (WNPG) 2004 menetapkan kecukupan energi anak usia 9

tahun sebesar 1800 Kkal, anak usia 10-12 tahun yaitu 2.050 Kkal, dan

kecukupan energi anak usia 13-15 tahun adalah sebesar 2.400 Kkal (laki-laki)

dan 2.350 Kkal (perempuan).

Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda t, terdapat

perbedaan yang signifikan antara rata-rata konsumsi energi sebelum dan

sesudah pemberian sarapan (p<0.05). Dan hasil penelitian Kustiyah dkk (2006),

yang menunjukkan bahwa intervensi makanan kudapan (buras) yang

mengandung energi 82.3 Kal dan protein 5 gram dapat meningkatkan konsumsi

energi secara nyata. Hasil penelitian ini juga mendukung penelitian yang

dilakukan Nurdiani (2011), yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan rata-

rata konsumsi energi dan protein pada SPM (Sekolah dengan Penyelenggaraan

Makanan) dan STPM (Sekolah Tanpa Penyelenggaraan Makanan).

Rata-rata tingkat kecukupan energi (TKE) contoh sebelum pemberian

sarapan adalah 60.21% dan sesudah pemberian meningkat menjadi 87.23%.

Sebagian besar (75.8%) tingkat kecukupan energi per hari contoh sebelum

pemberian menu sepinggan masih berada di bawah AKE, dan masuk dalam

kategori defisit berat. Data ini sesuai dengan hasil Riskesdas 2010 yang

menyatakan bahwa rata-rata kecukupan energi secara nasional pada anak usia

7-12 tahun adalah 71.6-89.1%. Pemberian sarapan menu sepinggan berdampak

positif terhadap tingkat kecukupan contoh, hal ini dapat dilihat dari menurunnya

jumlah contoh yang termasuk dalam kategori defisit berat (dari 75.8% turun

menjadi 38.7%), dan yang termasuk kategori normal meningkat dari 9.7%

menjadi 24.2% (Tabel 12). Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji beda

t, terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata tingkat kecukupan energi

sebelum dan sesudah pemberian sarapan (p<0.05).

Rata-rata konsumsi protein perhari contoh sebelum efikasi adalah 27.8 ±

8.0 gram dan sesudah efikasi pembrian sarapan menu sepinggan menjadi 40,0

gram. Data ini memperlihatkan bahwa terjadi kenaikan konsumsi protein sebesar

31.3%, walaupun belum memenuhi standar kecukupan. Angka kecukupan

protein anak usia 9 tahun sebesar 45 gram, anak usia 10–12 tahun sebesar 50

Page 113: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

89

gram, dan anak usia 13-15 tahun sebesar 60 gram (laki-laki) dan 57 gram

(perempuan) (WNPG 2004).

Oleh karena itu, dengan adanya pemberian makanan di sekolah dapat

memberikan efek yang positif terhadap konsumsi energi dan protein siswa.

Peningkatan konsumsi ini dapat juga terjadi karena dipengaruhi oleh faktor

psikologi anak. Anak-anak sekolah cenderung lebih suka makan bersama teman-

teman sebayanya, dibandingkan dengan makan sendirian di rumah.

Konsumsi Vitamin A dan mineral Fe (zat besi)

Vitamin merupakan senyawa kimia esensial yang dibutuhkan tubuh dalam

jumlah yang sangat kecil untuk pemeliharaan kesehatan dan pertumbuhan

normal (Suhardjo & Kusharto 1989). Vitamin dibedakan menjadi vitamin larut air

dan larut lemak. Vitamin larut air adalah vitamin B dan C, sedangkan vitamin larut

lemak adalah vitamin A, D, E dan K.

Rata-rata konsumsi vitamin A perhari contoh sebelum efikasi adalah 143

g RE dan sesudah efikasi model penyelenggaraan makanan menjadi 363.8 g

RE. Data ini memperlihatkan bahwa terjadi kenaikan konsumsi vitamin A sebesar

42.3%, walaupun belum memenuhi standar kecukupan. Muhilal dan Sulaeman

(2004) menetapkan angka kecukupan vitamin A untuk anak usia 9 tahun adalah

500 g RE/hari, anak usia 10-12 tahun adalah 600g RE/hari untuk pria dan

wanita.

Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting

dalam pemeliharaan fungsi tubuh, selain itu berperan dalam berbagai tahap

metabolisme. Mineral digolongkan kedalam mineral makro dan mikro. Mineral

makro dibutuhkan dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari sedangkan mineral

mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari. Fe merupakan mineral mikro yang

paling banyak terdapat dalam tubuh manusia (Almatsier 2006).

Rata-rata konsumsi Fe (zat besi) perhari contoh sebelum efikasi adalah

5.5 mg dan sesudah efikasi model penyelenggaraan makanan menjadi 10.0 ± 3.3

mg, walaupun belum memenuhi standar kecukupan. Data ini memperlihatkan

bahwa terjadi kenaikan konsumsi Fe (zat besi) sebesar 4.8 mg atau 30.0%.

WNPG (2004), menetapkan angka kecukupan zat besi untuk anak usia 9 tahun

sebesar 10 mg, anak (laki-laki) usia 10–12 tahun sebesar 13 mg dan anak

(perempuan) sebesar 19 mg. Kecukupan Fe untuk usia 13 tahun (laki-laki)

sebesar 19 mg dan (perempuan) sebesar 26 mg.

Page 114: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

90

Tingkat Kecukupan Energi dan Protein

Departemen Kesehatan (1996), mengklasifikasikan tingkat kecukupan

energi dan protein menjadi lima kelompok, yaitu: 1) defisit tingkat berat (<70%

AKG), 2) defisit tingkat sedang (70%-79% AKG), 3) defisit tingkat ringan (80%-

89% AKG), 4) normal (90%-119% AKG), dan 5) kelebihan (≥ 120% AKG).

Distribusi contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi sebelum dan

sesudah efikasi model penyelenggaraan makanan anak di sekolah dapat dilihat

pada Tabel 12. Kecukupan energi contoh tergolong defisit berat disebabkan

konsumsi pangan sumber energi masih di bawah angka kecukupan yang

dianjurkan. Pangan sumber energi adalah pangan sumber lemak, karbohidrat,

dan protein. Pangan sumber energi yang kaya lemak antara lain gajih/lemak dan

minyak, buah berlemak (alpukat), biji berminyak (biji wijen, bunga matahari dan

kemiri), santan, coklat, kacang-kacangan dengan kadar rendah (kacang tanah

dan kacang kedelai) dan serealia lainnya, umbi-umbian, tepung, gula, madu,

buah dengan kadar air rendah (pisang, kurma dan lain-lain). Pangan sumber

energi yang kaya protein antara lain daging, ikan, telur, susu, dan aneka produk

turunannya (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Rata-rata kecukupan konsumsi energi secara nasional anak umur 7-12

tahun (usia sekolah dasar) adalah antara 71.6%-89.1% dan sebanyak 44.4%

anak masih mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal (Riskesdas 2010).

Tingkat kecukupan energi pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan

Riskesdas (2010). Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena jumlah contoh

dalam penelitian ini tergolong kecil dan homogen.

Kekurangan energi dapat terjadi bila konsumsi energi melalui makanan

kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan

energi negatif sehingga dapat terjadi penurunan berat badan. Bila hal ini terjadi

pada anak-anak sekolah dapat menghambat pertumbuhannya. Gejala yang

ditimbulkan pada anak-anak adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng,

kurang bersemangat, dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi

(Almatsier 2006).

Protein merupakan komponen fungsional dan struktural utama sel-sel

dalam tubuh. Semua enzim, zat pembawa (carrier) dalam darah, matriks

intraseluler, dan sebagian besar hormon tersusun atas protein. Protein bagi anak

usia sekolah memiliki peranan penting terutama untuk membangun jaringan baru

dan berperan dalam transpor zat gizi (Nasoetion & Damayanthi 2008).

Page 115: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

91

Sebagian besar (75.8%) contoh mengalami defisit protein tingkat berat.

Hal ini dikarenakan konsumsi pangan hewani dan nabati sangat rendah sehingga

tidak memenuhi kecukupan protein. Hardinsyah dan Tambunan (2004)

mengemukakan pada umumnya pangan hewani mempunyai mutu protein yang

lebih baik dibandingkan pangan nabati. Almatsier (2006) menyatakan bahwa

kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat dengan sosial ekonomi

yang rendah. Distribusi contoh berdasarkan kecukupan protein sebelum dan

sesudah efikasi model penyelenggaraan makanan anak di sekolah dapat dilihat

pada Tabel 12.

Tabel 12 menunjukkan terjadinya kenaikan terhadap tingkat kecukupan

energi dan protein contoh dari normal 9.7% menjadi 24.2% untuk energi, dan

6.5% menjadi 22.6% untuk protein. Penurunan persentase tingkat kecukupan

contoh yang defisit berat juga terjadi, yaitu dari 75.8% menjadi 38.7% untuk

energi dan 72.6% menjadi 35.5% untuk protein.

Tabel 12 Distribusi tingkat kecukupan energi dan protein (TKE dan TKP) contoh sebelum dan sesudah efikasi

Tingkat Kecukupan

Sebelum Efikasi Sesudah Efikasi

Energi Protein Energi Protein

n % n % n % n %

Diatas angka kecukupan 0 0.0 2 3.2 7 11.3 9 14.5

Normal 6 9.7 4 6.5 15 24.2 14 22.6

Defisit ringan 4 6.5 5 8.1 9 14.5 9 14.5

Defisit sedang 5 8.1 6 9.7 7 11.3 8 12.9

Defisit berat 47 75.8 45 72.6 24 38.7 22 35.5

Total 62 100.0 62 100.0 62 100.0 62 100.0

Setelah dilakukan uji beda t-test, terdapat perbedaan yang nyata antara

tingkat kecukupan energi dan protein sebelum dan sesudah efikasi

penyelenggaraan makanan di sekolah dengan tingkat kepercayaan p<0.05

(p=0.00).

Tingkat Kecukupan Vitamin A dan mineral Fe (zat besi)

Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dikategorikan menjadi 2, yaitu

kurang (tingkat kecukupan <77%) dan cukup (tingkat kecukupan ≥77%) (Gibson

2005). Tingkat kecukupan vitamin A dan Fe sebelum dan sesudah efikasi

penyelenggaraan makanan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Tingkat kecukupan vit. A dan Fe contoh sebelum dan sesudah efikasi

Page 116: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

92

penyelenggaraan makanan anak sekolah

Klasifikasi

Sebelum efikasi Sesudah Efikasi

TK Vit. A TK Fe TK Vit. A TK Fe

n % n % n % n %

Cukup 2 3.2 1 1.6 11 17.7 13 21.0

Kurang 60 96.8 61 98.4 51 82.3 49 79.0

Total 62 100.0 62 100.0 62 100.0 62 100.0

Berdasarkan Tabel 13, menunjukkan terjadinya kenaikan terhadap tingkat

kecukupan vitamin A contoh dari klasifikasi cukup sebesar 3,2% menjadi 17,7%.

Hasil uji beda t menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat

konsumsi vitamin A sebelum dan sesudah efikasi penyelenggaraan makanan

anak di sekolah dengan nilai p<0.05 (p=0.00).

Vitamin A terdapat dalam pangan hewani, dan karoten di dalam pangan

nabati. Sumber vitamin A adalah hati, kuning telur, susu (di dalam lemaknya) dan

mentega. Margarin biasanya diperkaya dengan vitamin A. Minyak ikan digunakan

sebagai sumber vitamin A yang diberikan untuk keperluan penyembuhan.

Sumber karoten adalah sayuran berwarna hijau tua dan buah-buahan yang

berwarna kuning-jingga, seperti daun singkong, daun kacang, kangkung, bayam,

kacang panjang, buncis, wortel, tomat, jagung kuning, pepaya, mangga, nangka

masak dan jeruk. Minyak kelapa sawit yang berwarna merah kaya akan karoten

(Almatsier 2006).

Kekurangan vitamin A banyak terdapat di negara-negara berkembang

termasuk Indonesia, karena makanan kaya vitamin A pada umumnya mahal

harganya. Kekurangan vitamin A dapat merupakan kekurangan primer akibat

kurang konsumsi, atau kekurangan sekunder karena gangguan penyerapan dan

penggunaannya dalam tubuh, kebutuhan yang meningkat, ataupun karena

gangguan pada konversi karoten menjadi vitamin A. Kekurangan vitamin A

sekunder dapat terjadi pada penderita Kurang Energi Protein (KEP), penyakit

hati, beta-lipoproteinemia, atau gangguan absorpsi karena kekurangan asam

empedu. Fungsi kekebalan tubuh seseorang akan menurun jika terjadi

kekurangan vitamin A, sehingga tubuh mudah terserang infeksi. Kekurangan

vitamin A juga menghambat pertumbuhan sel-sel, termasuk sel-sel tulang

(Almatsier 2006).

Tabel 13 menunjukkan adanya peningkatan Fe (dari kategori kurang

sebesar 98.4% menjadi 79.0%) atau dari kategori cukup sebesar 1.6% menjadi

Page 117: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

93

21.0%. Hasil uji beda t menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata antara

tingkat kecukupan Fe (zat besi) sebelum dan sesudah efikasi model

penyelenggaraan makanan anak di sekolah dengan nilai p<0.05 (p=0.00).

Pada saat efikasi model, siswa diberikan menu sepinggan yang bahan

pangannya bersumber Fe seperti telur, tahu, tempe, dan sayur-sayuran. Daging

dan ikan merupakan sumber makanan yang mengandung tinggi besi heme,

tetapi dalam efikasi model ini tidak diberikan karena harganya mahal. Tempe dan

tahu termasuk kedalam sumber besi non-heme (nabati) karena terbuat dari

kedele dan harganya lebih murah.

Simpulan Perancangan model penyelenggaraan sarapan menu sepinggan anak

sekolah disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah, lingkungan serta

sumberdaya yang ada. Rancangan model yang dibentuk adalah sebagai berikut:

penyiapan dan pengolahan bahan pangan mempergunakan dapur di luar

sekolah, ruang makan di dalam ruang kelas, pengadaan bahan pangan

dilakukan dengan cara pembelian langsung ke pasar tradisional yang letaknya

tidak jauh dari lokasi pemasakan. Menu sepinggan yang dimasak disesuaikan

dengan biaya yang rendah, jenis peralatan masak yang sederhana, alat makan

sederhana dan memenuhi syarat sanitasi, keahlian tenaga penjamah makanan

yang terbatas, dan waktu yang dipergunakan untuk memproduksi makanan tidak

terlalu lama.

Model penyelenggaraan makanan yang dirancang dapat diterapkan

dengan baik sesuai dengan syarat-syarat penyelenggaraan makanan yang

ditentukan. Rata-rata kandungan energi sarapan menu sepinggan contoh 436

KKal, 10 gram protein, 136.6 RE vitamin A, dan 1.97 mg Fe dengan biaya Rp

3.000/porsi. Konsumsi energi, protein dan Fe contoh meningkat secara nyata

sesudah pemberian sarapan menu sepinggan yaitu energi 21,16%, protein

24.35%, vitamin A 42.51%, dan Fe 30.05%. Tingkat kecukupan contoh terhadap

energi, protein, vitamin A dan Fe meningkat sesudah pemberian sarapan menu

sepinggan.

Daftar Pustaka Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Garis Kemiskinan Kota Bogor tahun 2010.

Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Page 118: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

94

Chitra U and Reddy CR. 2005. The role of breakfast in nutrient intake of urban

schoolchildren, public Health Nutrition: 10(1), 55-58.

Del Rosso, J.M. 1999. School Feeding Programs : Improving effectiveness and

increasing the benefit to education. Oxford: University of Oxford [Depkes] Departemen Kesehatan RI. 2005. Pedoman Umum Gizi seimbang.

http://www.gizi.depkes.co.id/ [10 Februari 2012].

________. 2006. Kumpulan Modul Kursus Hygiene Sanitasi Makanan &

Minuman. Jakarta: Depkes

________. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Jakarta: Depkes.

Erwin LT. 2011. Hidangan Sepinggan Istimewa. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Gibson, R.S. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. Oxford:

Oxford Press

Gregoire MB & Spears MC. 2007. Foodservice Organizations: A Managerial and

Systems Approach 6th ed. New Jersey: Pearson Education. Hardinsyah dan Martianto D. 1989. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein

serta Penilaian Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Bogor: Wirasari Jakarta.

__________ dan Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi

Pangan. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,

FAPERTA IPB.

___________ dan Tambunan V. 2004. Angka Energi, Protein, Lemak dan Serat

Makanan. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII 17-19 Mei.

Jakarta: Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI).

___________. 2012. Breakfast in Indonesia pada symposium healthy breakfast [makalah]. 16 Juni 2012. Jakarta.

Khomsan A. 2005. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan cetakan ke-2. Bogor:

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian

Bogor.

Jacoby E, Cueto S and Pollitt E. 1996. Benefits of a school breakfast programme among

andean children in huaraz, Peru. Food and Nutrition Bulletin 17 (1): 54-64.

Page 119: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

95

Meyers AF, Sampson AE, Weitzman M, Rogers B & Kayne H. 1989. School Breakfast Program and School Performance. The American Journal of Diseases Of Children 143 :1234–1239.

Muhilal dan Sulaeman A. 2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Lemak. Dalam

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII 17-19 Mei. Jakarta: Lembaga

Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI).

Nurdiani R. 2011. Analisis penyelenggaraan makan di sekolah dan kualitas menu

bagi siswa sekolah dasar di Bogor [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineke Cipta.

Palacio, JP and Theis, M. 2009. Introduction to Foodservice. Eleventh Edition.

New Jersey: Columbus, Ohio. Pearson, Prentice Hall.

Perdigon, GP. 1989. Foodservice Management in The Philippines. Diliman: U.P. College of Home Economics.

Powell CA, Walker SP, Chang SM, and Grantham-McGregor SM. 1998. Nutrition

and education: A randomized trial of the effects of breakfast in rural primary school children. Am J Clin Nutr 68: 873-9.

Rampersaud GC, Pereira MA, Girard BL, Adams J, and Metzl JD. 2005.

Breakfast habits, nutritional status, body weight, and academic performance in children and adolescents. J Am Diet Assoc 105 (5): 743-60.

Saidin S, Krisdinamurtirin Y, Murdiana A, Moecherdiyantiningsih, Karyadi LD dan

Murni Sri. 1991. Hubungan Kebiasaan Makan Pagi dengan Konsentrasi Belajar pada Anak Sekolah Dasar. Penelitian Gizi dan Makanan 14:60-70.

Salimar dkk. 2010. Laporan Analisis Lanjut Data Riskesdas 2010: Faktor-faktor

yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Usia Sekolah (6-12 tahun) di Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Sinaga T. 2007. Manfaat Makan di Sekolah. Diktat Pelatihan Gizi untuk Anak

Sekolah (11-13 Desember 2007) Jakarta: Yayasan Kuliner Jakarta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas

Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.

Page 120: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

96

_______ dan Kusharto CM. 1989. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Bogor: Pusat Antar

Universitas, Institut pertanian Bogor (PAU-IPB).

[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan

dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Prosiding. Jakarta: LIPI.

Page 121: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

97

Page 122: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

98

ANALISIS SWOT MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN ANAK SEKOLAH DENGAN MENU SEPINGGAN

(SWOT Analysis Implementation Model of School Feeding

with One Dish Meal)

Abstrak

Model penyelenggaraan makanan anak sekolah di SD dari keluarga miskin dengan menu sepinggan telah diefikasi dengan hasil yang baik, akan tetapi masih memerlukan penguatan dalam beberapa hal. Penguatan model ini meliputi cara penerapan dan dampaknya terhadap konsumsi, kecukupan gizi dan dalam waktu jangka panjang dapat meningkatkan status gizi anak sekolah. Analisis SWOT dipergunakan untuk menggambarkan dan menganalisis faktor-faktor strategik internal dan eksternal dengan lebih terstruktur, sehingga dapat membantu evaluasi model penyelenggaraan makanan yang sudah diefikasi dan keberlanjutannya. Penguatan model juga dilengkapi dengan perhitungan biaya dalam penyelenggaraan makanan anak sekolah, khususnya biaya yang dipergunakan sebagai investasi untuk membangun dapur dan membeli peralatan dapur yang dibutuhkan. Kata kunci : Penguatan model, analisis SWOT, perhitungan biaya

Abstract

Implementation model of school feeding for elementary children of poor family with one dish meal has been tested showed with a good results, but it was needs to improve in some part. Completion of this model include its implementation and the impacts on consumption, the adequacy on nutrition and in the long period can be improve the nutritional status of schoolchildren. SWOT analysis was used to describe and analyze strategic factors internal and external to be more structured to assist the evaluation of the implementation model of school feeding that have been tested and it’s sustainability. Completion of the model is also equipped with a cost in school foodservice management, especially the funds that are used to invest to build the kitchen and the cooking tools and utensils are needed.

Key words : Improving model, SWOT analysis, calculation of cost

Page 123: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

99

Pendahuluan Efikasi yang dilakukan dalam penelitian ini dapat berjalan dengan baik,

tetapi masih membutuhkan penguatan agar model dapat diterapkan di berbagai

daerah. Suatu strategi penguatan penyelenggaraan makanan anak sekolah,

perlu dirumuskan secara sistematis. Hal tersebut dilakukan melalui identifikasi

terhadap berbagai faktor yang mempengaruhinya, sehingga diharapkan dapat

mencapai tujuan penyelenggaraan makanan yang lebih berdaya guna, efektif,

efisien, dan berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan tersebut diatas, maka metode

yang digunakan adalah analisis SWOT.

Analisis SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan

kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat

meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Analisis SWOT

dipergunakan untuk membantu proses pengambilan keputusan strategis yang

berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijaksanaan

penyelenggaraan makanan dalam kondisi yang ada pada saat tertentu. Analisis

SWOT disebut juga Analisis Situasi.

Proses penguatan model tersebut juga melampirkan layout dapur dan

ruang makan beserta perhitungan biaya pembangunan dapur serta biaya

pengadaan peralatan (masak dan penyajian) yang dibutuhkan dalam kegiatan

penyelenggaraan makanan anak sekolah (lampiran 16).

Metode Analisis

Kerangka Analisis Strategis SWOT

Analisis SWOT dapat dilakukan dalam penguatan model apabila

pengelola penyelenggaraan makanan anak sekolah mempunyai visi, misi, dan

tujuan yang jelas. Visi penyelenggaraan makanan anak sekolah adalah:

“Membangun Sumberdaya Manusia yang Berkualitas”, dengan misi:

“Meningkatkan Konsumsi Pangan Anak Sekolah sehingga Mampu Belajar Lebih

Baik”, dan tujuannya: “Untuk Mencegah Masalah Kekurangan Energi dan Zat

Gizi Pada Siswa SD”, maka analisis SWOT diarahkan untuk menyusun strategi

penguatan model penyelenggaraan makanan anak sekolah secara efektif,

effisien dan berkesinambungan.

Pada prinsipnya analisis SWOT adalah suatu kegiatan menganalisis

faktor-faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan, serta faktor-faktor

eksternal berupa peluang dan ancaman. Pada model penyelenggaraan makanan

Page 124: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

100

anak sekolah, pemilihan strategi apa yang harus dilakukan agar kegiatan

penyelenggaraan makanan anak sekolah dapat dikembangkan, dikuatkan, dan

dapat berjalan dengan baik serta berkinerja terus secara efektif, efisien, dan

berkelanjutan, maka dapat dibuat suatu diagram seperti pada Gambar 12.

Gambar 12 Diagram proses penyusunan strategi penguatan model penyelenggaraan makanan anak sekolah melalui analisis SWOT

Formulasi Analisis SWOT

Kinerja penyelenggaraan makanan anak sekolah dapat ditentukan oleh

kombinasi faktor internal dan eksternal. Kedua faktor tersebut harus

dipertimbangkan dalam analisis SWOT. SWOT adalah singkatan dari lingkungan

Internal Strenght dan Weaknesses serta lingkungan External Opportunities dan

Threats. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal Peluang

(Opportunities) dan Ancaman (Threats) dengan faktor internal Kekuatan

(Strenght) dan Kelemahan (Weaknesses).

Berdasarkan tahapan-tahapan yaitu dengan cara membandingkan

keempat faktor dalam suatu diagram, maka dapat dirumuskan alternatif strategi

untuk mengembangkan model penyelenggaraan makanan anak sekolah, seperti

yang tertuang dalam Gambar 13. Jika model penyelenggaraan makanan anak

sekolah mempunyai kekuatan yang handal, dan berpeluang besar untuk

mencapai tujuan dengan kinerja pengelola yang baik, maka model

penyelenggaraan makanan tersebut berada pada kondisi puncaknya. Jika model

penyelenggaraan makanan anak sekolah dalam kondisi puncak, seharusnya

ANALISIS MODEL

PENGUATAN

PENYELENGGARAAN

MAKANAN SISWA

EVALUASI VISI, MISI DAN

TUJUAN

PENYELENGGARAAN

MAKANAN SISWA

ANALISIS SWOT

EVALUASI DAN REVISI:

VISI, MISI DAN TUJUAN

PEMILIHAN STRATEGI

ALTERNATIF TERBAIK

FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL

FAKTOR-FAKTOR: - Kekuatan (strength) - Kelemahan

(weaknesses)

FAKTOR-FAKTOR: - Peluang (opportunities) - Ancaman (threats)

Page 125: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

101

dapat disusun suatu strategi yang agresif untuk selalu terus maju dalam posisi

terdepan.

Gambar 13 Diagram analisis SWOT (Sumber: Supranto, 1997)

Jika model penyelenggaraan makanan anak sekolah mempunyai

kekuatan yang handal tetapi menghadapi ancaman yang serius dari luar, maka

pengelola penyelenggaraan makanan anak sekolah seharusnya membuat

diversifikasi jangka panjang. Dalam kondisi ini berarti pengelola harus

merumuskan strategi dengan mendayagunakan kekuatannya sambil mencari

celah-celah yang aman untuk mencapai tujuan.

Jika model penyelenggaraan makanan anak sekolah mempunyai

kelemahan di dalam dan ancaman serius dari luar, maka dapat dirumuskan

berada pada kondisi yang tidak menguntungkan. Strategi yang dapat dirumuskan

adalah memperoleh bimbingan teknis agar kekuatan internal meningkat, dan

pada saatnya berupaya untuk menghindari ancaman yang dihadapi.

Analisis SWOT Kekuatan (Strengths) yang dimiliki model penyelenggaraan makanan

anak sekolah dalam melakukan kegiatan dan mengembangkan pengelolaannya

di bidang sumberdaya manusia adalah: 1) adanya TPG Puskesmas yang dapat

dijadikan sebagai pengawas dalam penyelenggaraan makanan anak sekolah,

adanya guru UKS di SD yang sudah dilatih oleh TPG tentang kesehatan sekolah,

adanya tenaga penjamah makanan yang sudah berpengalaman memasak untuk

makanan banyak/massal/institusi; 2) siswa dapat mengangkut makanan yang

telah diporsi dari rumah tenaga penjamah makanan; 3) siswa dapat mencuci alat

makan di sekolah dengan fasilitas yang tersedia (sumber air dari PDAM, ada

tempat pencucian alat makan berupa wastafel & tempat ambil wudhu; 4) adanya

motivasi murid, orang tua dan guru untuk sarapan bersama di sekolah sangat

tinggi; 5) ada masyarakat sekitar sekolah yang mempunyai dapur bersih dan

Kekuatan Eksternal (Opportunity)

Kekuatan Eksternal

(Threat)

Kekuatan Internal (Strength)

Kekuatan Internal

(Weak)

1. Strategi Agresif

3. Strategi meminimalkan kelemahan untuk merebut peluang

2. Strategi diversifikasi jangka panjang

4. Strategi defensif

Page 126: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

102

mampu memasak makanan untuk anak sekolah dan 6) jarak pasar tradisional

bahan pangan dekat dengan tempat produksi makanan.

Kelemahan (Weaknesses) yang ada dalam mengelola dan

mengembangkan model penyelenggaraan makanan anak sekolah adalah: 1)

dukungan sumber dana belum jelas; 2) masyarakat di sekitar sekolah tidak

banyak yang mempunyai kondisi dapur dan rumah yang memenuhi syarat

kesehatan; 3) masyarakat di sekitar sekolah banyak yang berjualan makanan

tetapi belum memenuhi persyaratan kesehatan dan 4) siswa suka jajan di sekitar

sekolah walaupun makanan kurang memenuhi syarat kesehatan.

Peluang (Opportunities) yang dapat dimanfaatkan dalam mengelola dan

mengembangkan penyelenggaraan makanan anak sekolah adalah: 1) adanya

kebutuhan yang cukup besar, yaitu murid dan guru sebagai konsumen potensial

untuk mengonsumsi sarapan sehat dan 2) belum adanya kantin dan penjual

makanan yang memenuhi syarat kesehatan untuk anak sekolah.

Ancaman (Threats) yang dihadapi dalam mengelola dan

mengembangkan kegiatan penyelenggaraan makanan anak sekolah adalah: 1)

masyarakat sekitar sekolah banyak yang miskin dan pemerintah daerah/pusat

belum sungguh-sungguh mau memberikan bantuan dana; 2) biaya produksi

untuk membuat makanan anak sekolah terus meningkat; 3) kegiatan yang harus

dilakukan oleh TPG Puskesmas cukup banyak sehingga pengawasan terhadap

penyelenggaraan makanan anak di sekolah kurang maksimal. Untuk

menanggulangi TPG dari Puskesmas, maka sudah saatnya membutuhkan

tenaga gizi sekolah agar dapat mengawasi mutu makanan siswa. Kondisi seperti

disebutkan diatas dapat digambarkan dalam diagram matriks (Gambar 14).

Keberlangsungan model yang dirancang ini akan berjalan dengan baik

jika ada sumber dana yang cukup. Sumber dana dapat diperoleh dari pemerintah

(pusat ataupun daerah), LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), CSR (Corporate

Social Responsibility), dan sumbangan-sumbangan dari donatur. Model

penyelenggaraan makanan anak sekolah ini dapat juga dikembangkan di

sekolah lain yang siswanya bukan dari keluarga miskin. Untuk keberlangsungan

dalam hal dana, maka dapat dilakukan dengan cara: 1) jika siswa berasal dari

keluarga ekonomi mampu, maka dapat membayar seluruh biaya yang

dibutuhkan untuk kegiatan penyelenggaraan makanan; 2) jika siswa berasal dari

keluarga ekonomi menengah, maka dapat membayar 50% dari biaya yang

dibutuhkan dan 50% dibayar oleh pemerintah dan 3) jika siswa berasal dari

Page 127: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

103

keluarga ekonomi miskin, maka pemerintah wajib membayar seluruh biaya untuk

kegiatan penyelenggaraan makanan anak sekolah.

Tenaga penjamah makanan jika tidak ada dari masyarakat yang berada

di sekitar sekolah, maka alternatif adalah memilih pedagang yang ada di sekitar

sekolah, dan diberi training, terutama mengenai higiene dan sanitasi. Perlu juga

dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap pedagang tersebut sebelum

dipekerjakan sebagai tenaga penjamah makanan. Pedagang tetap

mempersiapkan dan memasak makanan anak sekolah di dapur yang memenuhi

syarat kesehatan. Kegiatan tersebut di bawah pengawasan Tenaga Pelaksana

Gizi Puskesmas.

Pengembangan menu dapat dilakukan dengan mengganti bahan pangan

seperti mi menjadi bihun jagung, bihun beras serta menambah menu lainnya

agar siswa tidak bosan dengan menu yang sudah ada. Sebaiknya pembelian

bahan pangan mempergunakan spesifikasi bahan pangan, seperti yang ada

dalam SOP (Standard Operational Procedure). Di dalam SOP terdapat quality

control, yang pada pelaksanaannya belum tentu sesuai dengan yang tertulis

dalam SOP, seperti yang terjadi pada saat efikasi, yaitu beras mutu B yang

digunakan untuk membuat nasi ternyata stoknya kosong, sehingga terpaksa

membeli beras mutu C. Beras mutu B dan mutu C memiliki kualitas berbeda,

sehingga kualitas nasi yang dihasilkan pun berbeda. Contoh SOP dapat dilihat

pada Lampiran 14.

Model penyelenggaraan makanan anak sekolah pada penelitian yang

dikembangkan memiliki kelemahan dan kelebihan dalam pelaksanaannya.

Kelebihan model ini adalah: 1) ada rumah masyarakat sekitar sekolah yang

dapat dijadikan sebagai tempat pengolahan makanan; 2) ada masyarakat yang

bisa dan mampu memasak dengan sukarela, dan mempunyai komitment untuk

membantu penyelenggaraan makanan anak sekolah; 3) tersedia fasilitas air

bersih di sekolah untuk mencuci tangan siswa sebelum makan dan mencuci alat

saji setelah makan dan 4) ada komunikasi yang baik diantara guru, murid, orang

tua murid, masyarakat sekitar sekolah dan TPG Puskesmas. Kelemahan model

tersebut adalah: 1) tidak dapat dipergunakan jika lokasi sekolah jauh dari rumah

penduduk; 2) tidak dapat dipergunakan jika fasilitas air di sekolah tidak tersedia

dan 3) tidak dapat dipergunakan jika masyarakat di sekitar sekolah tidak ada

yang mampu memasak dengan sukarela.

Page 128: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

104

IFAS

(Internal Factor Analysis Strategic)

TABEL ANALISA SWOT –

SARAPAN MENU SEPINGGAN

DI SEKOLAH

(External Factor Analysis Strategic)

EFAS

STRENGTHS

1. Penguatan Model yang telah dibandingkan secara komprehensive dan diefikasi dengan hasil yang baik

2. Metode pelaksanaan yang terstruktur dan sederhana tidak membutuhkan organisasi yang rumit

3. Ketersediaan Sumberdaya manusia yang cukup di masyarakat, TPG Puskesmas, Guru UKS, Orang Tua Siswa, Siswa.

4. Biaya pengadaan dan pelaksanaan yang ekonomis dengan hasil konsumsi gizi dan daya terima yang lebih tinggi dari PMT-AS

5. Tingkat dukungan masyarakat yang sangat tinggi.. 6. Tidak memerlukan infrastruktur tambahan yang

mahal. 7. Semakin banyaknya tenaga gizi yang

menyelenggarakan program gizi serta dapat dipergunakan sebagai pusat-pusat penelitian dan pengembangan di daerah-daerah

WEAKNESSES

1. Model yang dibuat perlu diefikasi lebih lanjut pada daerah yang lebih luas dan bervariasi secara sosial, budaya dan agroekologi

2. Kondisi kesehatan lingkungan disekitar SD keluarga miskin kebanyakan kurang memadai

3. Perlu dikaji sumber-sumber pendanaan yang dapat mendukung pelaksanaan dan pengadaannya.

4. Perlu adanya Sertifikasi dan standarisasi prosedur

5. Belum adanya detail Sistem pengelolaan dari pihak-pihak terkait.

6. Usaha pengembangan dari pemerintah belum maksimal. Belum memiliki arah yang jelas dalam pengembangan (belum ada master plan yang konsisten dan terpadu)

OPPORTUNITIES

Adanya regulasi yang mendukung (1-8) 1. UU 23 tahun 1992 Pasal 11:

tentang perbaikan gizi institusi. 2. UU 20 tahun 2003 tentang Sis

Dik Nas 3. UU 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah 4. UU 17 tahun 2007 tentang

RPJPN 2005-2025 5. UU 36 tahun 2009 tentang

Kesehatan (Pasal 79 ayat: 1- 2 tentang Kesehatan Anak sekolah).

6. PP 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar

7. Keppres 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014

8. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 18 tahun 2011 tentang Pedoman Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah

9. Keinginan pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia untuk generasi mendatang.

10. Baru diterapkan untuk sekolah dari keluarga mampu, sedangkan dari keluarga miskin belum

11. Potensi partisipasi masyarakat yang tinggi, memung-kinkan untuk dilakukan dengan swadana dari masyarakat / orang tua murid

12. Paradigma Mempersiapkan SDM yang Berkualitas Dimulai dari Usia Dini

13. Kelembagaan Kesehatan, Pendidikan dan Masyarakat yang semakin tertata

14. Pendidikan gizi dan sanitasi ke pedagang makanan disekitar sekolah dan melakukan kerjasama untuk penyelenggaraan makanan.

STRATEGI SO Strategi yang menggunakan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang:

1. Mensosialisasikan slogan PUGS: “Biasakanlah Makan Pagi”

2. Sosialisasi program makan bersama disekolah 3. Melaksanakan proyek-proyek percontohan

dengan menu sarapan sepinggan. 4. Pendidikan Gizi melalui “Learning by Doing” dan

etika sosial. 5. Mengajak masyarakat dalam pengadaan sarapan

bersama di sekolah 6. Memberikan penghargaan kepada pelaksana

penyelenggaraan makanan anak sekolah teladan 7. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai model-

model untuk daerah dengan kondisi dan situasi yang bervariasi, sehingga diperoleh standar model yang lebih umum dan dapat diimplementasikan secara lebih luas dengan tetap mengacu pada ketentuan-ketentuan penyelenggaraan makanan anak sekolah.

STRATEGI WO Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk

memanfaatkan peluang:

1. Evaluasi dan Monitoring perlu dilakukan secara intensif dengan melibatkan tim penyelenggaraan makanan anak sekolah yang meliputi Puskesmas, Sekolah, Penyuluh Pertanian, Komite Sekolah dan Ibu PKK

2. Pembuatan dapur sekolah jika dana memungkinkan

3. Koordinasi antara tim penyelenggaraan makanan anak sekolah dan komunikasi yang transparan

4. Jika ada pendanaan dari pemerintah, sebaiknya Monitoring dan Evaluasi penyelenggaraan makanan melibatkan tim penyelenggaraan makanan anak sekolah)

THREATS

1. Belum adanya model pelaksanaan berupa juklak untuk realisasinya

2. Kurang terarahnya koordinasi lintas departemen (DepDaGri, DepDikBud, DepKes, Bappenas, Deptan) yang mengatur penyelenggaraan makanan tersebut.

3. Komitment Pemerintah dari tingkat Pusat hingga Sekolah untuk melaksanakan dengan benar

4. Kolusi Korupsi Nepotisme 5. Otonomi Daerah dan Perda-nya 6. Peningkatan Jumlah Penduduk 7. Peningkatan angka kemiskinan 8. Kenaikan harga kebutuhan pokok

dan BBM

STRATEGI ST Strategi yang menggunakan kekuatan untuk

mengatasi ancaman:

1. Model yang dikuatkan harus dituangkan ke dalam suatu Pedoman Umum yang mudah dimengerti oleh penyelenggara pendidikan dan pihak terkait.

2. Perlunya mensosialisasikan program tersebut di atas ke sekolah-sekolah dan instansi terkait

3. Perlunya pelatihan yang intensif tentang program kepada tenaga kesehatan dan pendidikan.

STRATEGI WT Strategi yang meminimalkan kelemahan dan

menghindari ancaman:

1. Perlunya legalisasi dari pemerintah terhadap Pedoman Umum

2. Membutuhkan komitment pemerintah untuk menyediakan dana yang konsisten untuk program dan penguatan peraturan-peraturan yang terkait dengan pelaksanaan program.

3. Perlu landasan hukum yang lebih detail untuk pelaksanaannya di lapangan, terutama yang melibatkan koordinasi antar lembaga institusi yang terkait, seperti Puskesmas, Sekolah, penyuluh pertanian, ibu PKK, komite sekolah.

4. Memperjelas peranan tenaga pelaksana gizi puskesmas untuk sekolah dan ketersediaan sumberdaya manusia untuk program tersebut.

5. Sebagai alternatif untuk item no. 4, maka perlu pengadaan tenaga gizi sekolah yang bertugas mengawasi mutu makanan anak sekolah.

Gambar 14 Hasil Matrix Analisis SWOT Model Penyelenggaraan Sarapan Menu

Sepinggan Anak Sekolah

Faktor-faktor internal (kekuatan-kelemahan) serta eksternal (peluang-

ancaman) yang mempengaruhi penyelenggaraan makanan anak sekolah dengan

Page 129: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

105

menu sepinggan dipetakan pada diagram SWOT. Hasil pemetaan SWOT pada

gambar 15 menunjukan model penyelenggaraan sarapan bersama menu

sepinggan mempunyai situasi yang kuat untuk dikembangkan dengan membuat

strategi-strategi penguatan jangka pendek, jangka menengah dan jangka

panjang.

Strategi SO dan WO adalah strategi penguatan yang dilakukan dalam

jangka pendek dan menengah, yaitu: 1) mensosialisasikan slogan PUGS:

“Biasakan Makan Pagi”; 2) mensosialisasikan program sarapan bersama di

sekolah; 3) melaksanakan proyek percontohan dengan sarapan menu

sepinggan; 4) melakukan pendidikan gizi melalui “Learning by Doing” dan etika

sosial; 5) mengajak masyarakat berpartisipasi dalam pengadaan sarapan

bersama menu sepinggan disekolah; 6) memberikan penghargaan kepada

pelaksana-pelaksana terbaik dalam penyelenggaraan sarapan bersama menu

sepinggan; 7) melakukan penelitian lebih lanjut tentang pelaksanaan dan

pengadaan sarapan bersama menu sepinggan di daerah lainnya; 8) melakukan

koordinasi antara tim penyelenggaraan makanan dan komunikasi yang intensif

serta transparan; 9) mengevaluasi dan monitoring bersama dengan melibatkan

tim penyelenggaraan makanan anak sekolah yang meliputi sekolah, puskesmas,

penyuluh pertanian, komite sekolah dan Ibu PKK; 10) jika ada pendanaan dari

pemerintah, sebaiknya monitoring dan evaluasinya melibatkan tim

penyelenggaraan makanan anak sekolah, dan 11) pembuatan dapur sekolah jika

dana memungkinkan.

Strategi ST dan WT adalah strategi penguatan yang dilakukan dalam

jangka panjang, yaitu : 1) model penyelenggaraan sarapan bersama menu

sepinggan yang dikuatkan, perlu dituangkan ke dalam suatu Pedoman Umum

yang mudah dimengerti oleh penyelenggara pendidikan dan pihak terkait lainnya;

2) perlunya mensosialisasikan program penyelenggaraan sarapan bersama

menu sepinggan ke sekolah-sekolah dan instansi terkait; 3) perlunya pelatihan

yang intensif tentang program tersebut kepada tenaga kesehatan dan

pendidikan; 4) perlunya legalisasi dari pemerintah terhadap Pedoman Umum

untuk penyelenggaraan sarapan bersama menu sepinggan; 5) membutuhkan

komitment pemerintah untuk menyediakan dana yang konsisten untuk program

dan penguatan peraturan-peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan

sarapan bersama menu sepinggan; 6) perlu landasan hukum yang lebih detail

untuk pelaksanaannya di lapangan, terutama yang melibatkan koordinasi antar

Page 130: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

106

lembaga institusi yang terkait, seperti Puskesmas, Sekolah, Penyuluh pertanian,

ibu PKK, Komite sekolah; 7) memperjelas peranan TPG puskesmas untuk

sekolah dan ketersediaan sumberdaya manusia untuk program tersebut, dan 8)

perlu pengadaan tenaga gizi sekolah yang bertugas mengawasi mutu makanan

anak sekolah.

Simpulan Model yang dikuatkan dalam efikasi penelitian ini mempunyai kekuatan

situasi dan peluang sangat besar untuk dikembangkan secara terstruktur pada

cakupan yang lebih luas, tetapi juga mempunyai kelemahan dalam sumber

pendanaan dan peraturan pemerintah yang belum cukup mendukung

keberlangsungan penyelenggaraan makanan anak sekolah. Rencana

penanggulangan masalah sumber dana dan kebijakan pemerintah membutuhkan

waktu yang lama dan koordinasi yang kompleks. Hal tersebut sangat menarik

untuk dipelajari dan diteliti lebih lanjut.

Daftar Pustaka Peraturan Presiden No. 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 18 tahun 2011 tentang Pedoman Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah PP 47 tahun 2008 tentang Wajib Belajar

Sinaga T. 1995. Feasibility Study dalam Foodservice Management. Pendidikan Ahli Madya Gizi. Malang.

Supranto J. 1997. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan dengan Analisis

SWOT. Jakarta: Rineka Cipta. Trifu A and Cîndea M. 2012. Economics of Food And Leisure Services. Journal of

Social and Development Sciences 3 (2): 33-38. UU 20 tahun 2003 tentang Sisim Pendidikan Nasional.

UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

UU 17 tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025.

UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya Pasal 79 ayat: 1- 2 tentang Kesehatan Anak sekolah).

Page 131: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

107

Page 132: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

108

PEMBAHASAN UMUM Hasil tinjauan pustaka yang dilakukan, didapatkan bahwa ada 6 model

penyelenggaraan makanan anak sekolah yang dilaksanakan. Model penyiapan

makanan yang dilakukan di sekolah yang berasal dari sumbangan/bantuan

berupa bahan pangan, umumnya diolah sebagai makanan lengkap, tetapi ada

juga beberapa sekolah yang memasaknya sebagai makanan selingan atau

berupa kue. Hal ini tergantung dari jenis bahan sumbangan yang diperoleh, dan

peralatan yang tersedia, serta tenaga yang dapat mengolah jenis makanan

(lengkap atau selingan) yang telah dimiliki oleh dapur sekolah.

Bahan pangan sumbangan dapat berasal dari satu negara atau

organisasi internasional seperti World Food Program (WFP). Bahan pangan yang

diberikan sebagai sumbangan akan diolah di dapur sekolah sehingga menjadi

makanan yang siap disajikan kepada siswa. Kelemahan model ini adalah fasilitas

dapur yang ada termasuk peralatan yang tersedia, dan tenaga penjamah

makanan yang ada belum tentu mendukung pengolahan makanan yang akan

dilaksanakan. Sumbangan yang diberikan oleh WFP umumnya berupa biskuit

yang siap dikonsumsi oleh siswa, bukan berupa bahan pangan (UNESCO 2004).

Di beberapa negara ada yang mendapatkan sumbangan berupa bahan

pangan untuk diolah di dapur sekolah. Hal ini dimungkinkan karena sekolah

sudah mempunyai fasilitas dapur. Pengalaman di negara Jamaika dalam

penyelenggaraan makanan anak sekolah dengan bantuan komoditas pangan

dari Amerika Serikat, diolah di dapur terpusat yang didirikan di daerah-daerah

perusahaan. Hal ini dilakukan karena perusahaan yang membangun dapur

sekolah dan diperuntukkan untuk memasak makan siang bagi siswa yang berada

di sekitar perusahaan. Bahan pangan yang diterima oleh Jamaika, yaitu dari

Masyarakat Ekonomi Eropa (EEC) dan Lembaga Perkembangan Internasional

Kanada (CIDA). EEC memberikan bantuan berupa minyak, mentega, susu

bubuk, dan tepung jagung, dan dari USA berupa tepung terigu, tepung jagung,

bulgur, jagung, dan campuran kedelai (soya blend), serta dari CIDA berupa

bubuk susu skim.

Tenaga partisipasi masyarakat dapat berasal dari Komite Sekolah, atau

masyarakat di sekitar sekolah, atau ibu PKK. Tenaga ini dapat bersifat sukarela

atau sosial atau dibayar dengan upah/honor yang rendah. Tenaga ini umumnya

bekerja part-time, sedangkan tenaga yang bekerja di dapur sekolah adalah full-

Page 133: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

109

time. Model ini dapat mempersiapkan dan memasak bahan pangan di sebuah

dapur atau beberapa dapur yang berada diluar gedung sekolah. Dapur yang

dipergunakan merupakan dapur masyarakat yang bersedia untuk dipergunakan

sebagai pengolahan makanan anak sekolah (PCD 2010).

Model kupon bawa pulang atau tunai bawa pulang atau bahan pangan

bawa pulang dalam jumlah tertentu. Pada model ini makanan tidak dikonsumsi di

sekolah, tetapi dibawa pulang ke rumah masing-masing siswa. Dalam hal ini

siswa mendapatkan bahan pangan dalam jumlah tertentu atau mendapatkan

kupon atau uang tunai yang dapat dipergunakan untuk membeli makanan

(UNESCO 2004; Gelli 2010). Negara yang pernah menerapkan model ini adalah

Banglades, Laos, Nigeria (PCD 2010).

Menurut Perdigon (1989) untuk melayani 1.350 siswa yang tinggal di

asrama (boarding school) di Pilipina, jenis menu ditetapkan (fixed menu), jenis

pelayanan cafetaria self-service membutuhkan: satu ahli gizi, satu pengawas,

satu tenaga penerima bahan makanan, tiga tukang masak, dua pembantu tukang

masak, empat pelayan, lima pencuci alat saji, dan empat petugas kebersihan.

Model penyelenggaraan makanan yang dilakukan dalam perancangan ini

merupakan model sarapan bersama di sekolah. Sarapan dipilih karena umumnya

siswa yang berasal dari keluarga miskin mengonsumsi sarapan kurang dari

standar yang telah ditentukan dan juga dipilih karena siswa hanya berada di

sekolah sampai pukul 13.00. Sarapan yang dipilih dengan menyediakan menu

sepinggan karena penyiapan dan pemasakannya lebih mudah, waktunya lebih

cepat, penyajiannya lebih sederhana (dapat memakai satu alat saji) serta

pencucian alat saji lebih praktis.

Pada saat efikasi model, siswa diberikan menu sepinggan yang bahan

pangannya bersumber Fe seperti telur, tahu, tempe, dan sayur-sayuran. Daging

dan ikan merupakan sumber makanan yang mengandung tinggi besi heme,

tetapi dalam efikasi model ini tidak diberikan karena harganya mahal. Tempe dan

tahu termasuk kedalam sumber besi non-heme (nabati) karena terbuat dari

kedele dan harganya lebih murah.

Penyelenggaraan makanan anak sekolah yang siswanya berasal dari

keluarga miskin dapat dilakukan dengan baik, yaitu dengan menyediakan

makanan lengkap, aman dan membiasakan siswa untuk disiplin menghabiskan

makanan yang disajikan. Oleh karena itu, dengan adanya pemberian sarapan

menu sepinggan di sekolah dapat memberikan efek yang positif terhadap

Page 134: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

110

konsumsi energi dan protein siswa. Peningkatan konsumsi ini dapat juga terjadi

karena dipengaruhi oleh faktor psikologi anak. Anak-anak sekolah cenderung

lebih suka makan bersama teman-teman sebayanya, dibandingkan dengan

makan sendirian di rumahnya.

Sekolah dapat melakukan analisis SWOT untuk mengetahui potensi

kekuatan dan mengetahui kelemahan yang ada, serta untuk mengetahui

ancaman dari dalam dan dari luar, dan untuk mengetahui peluang yang ada bagi

sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan. Dari hasil analisis ini sekolah dapat

melakukan langkah-langkah untuk mengatasi berbagai kendala, kelemahan, dan

ancaman yang timbul sehingga sekolah mampu menjalankan penyelenggaraan

pendidikan secara baik dan profesional menurut kemampuan dan kondisi

masingmasing (DEPDIKNAS 2007).

Analisis SWOT dipergunakan untuk memetakan faktor-faktor internal

(kelemahan dan kekurangan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman). Dari

diagram SWOT maka dibuat strategi-strategi untuk penguatan dan

pengembangan peyelenggaraan sarapan bersama menu sepinggan.

Dari strategi jangka pendek dan menengah diperoleh langkah penguatan

yang mudah dan dapat segera diterapkan. Langkah tersebut menyangkut

sosialisasi, partisipasi, koordinasi, percontohan dan monitoring serta evaluasi

yang dapat dilakukan dilingkungan yang terbatas.

Pada strategi jangka panjang dibutuhkan intervensi pemerintah dan hal

tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama. Langkah dalam strategi jangka

panjang meliputi masalah legalitas sebagai payung hukum program

penyelenggaraan sarapan bersama menu sepinggan, koordinasi yang

terintegrasi antar departemen, sampai subsidi untuk penyediaan dana sehingga

dapat menjamin keberlangsungan (sustainability) program.

Dari diagram SWOT dapat juga ditunjukkan dampak positif lainnya dari

penyelenggaraan sarapan bersama menu sepinggan ini. Disamping Visi, Misi

dan Tujuan utama program ini, juga diperoleh pendidikan etika sosial, pendidikan

gizi, kebersamaan dan kepedulian sosial, dan lain-lain.

Page 135: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

111

Page 136: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

112

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 1. Ada 6 model penyiapan penyelenggaraan makanan anak sekolah yang

dapat dilaksanakan, yaitu: 1) penyiapan makanan di dalam sekolah dengan

asal bahan pangan berupa sumbangan, dengan metode produksi

konvensional atau terpusat; 2) penyiapan makanan di dalam sekolah

dengan bahan pangan lokal, dengan metode produksi konvensional atau

terpusat; 3) penyiapan makanan di dalam sekolah dengan penjual makanan

sebagai tenaga penjamah makanan, dengan metode produksi konvensional

atau terpusat; 4) penyiapan makanan di luar sekolah dengan partisipasi

swasta, dengan metode produksi konvensional atau terpusat; 5) penyiapan

makanan di luar sekolah dengan partisipasi masyarakat, dengan metode

produksi konvensional atau terpusat dan 6) kupon bawa pulang atau tunai

atau makanan dalam jumlah tertentu.

2. Penyelenggaraan makanan anak sekolah di Indonesia dapat dilaksanakan

dengan model penyiapan dilakukan di dalam sekolah atau di luar sekolah,

dengan metode produksi konvensional ataupun terpusat. Hal ini

bergantung pada fasilitas yang ada di sekolah dan sekitar sekolah. Jika

ruang makan tidak ada, dapat mempergunakan ruang kelas sebagai ruang

makan, dengan memperhatikan ruangan harus bersih, jauh dari tempat

pembuangan sampah, dan pembuangan limbah. Tenaga penjamah

makanan bisa berasal dari ibu PKK, Komite Sekolah, atau tenaga yang

bekerja khusus untuk pelayanan makanan.

3. Perancangan model penyelenggaraan makanan anak sekolah

disesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah, lingkungan serta

sumberdaya yang ada. Rancangan model yang dibentuk adalah

sebagai berikut: penyiapan dan pengolahan bahan pangan

mempergunakan dapur di luar sekolah, ruang makan di dalam ruang

kelas, pengadaan bahan pangan dilakukan dengan cara pembelian

langsung ke pasar tradisional yang letaknya tidak jauh dari lokasi

pemasakan. Menu sepinggan yang dimasak disesuaikan dengan

biaya yang rendah, jenis peralatan yang dipergunakan sering dipakai

untuk mengolah makanan banyak/massal/institusi, tenaga penjamah

Page 137: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

113

makanan biasa melakukan pengolahan makanan

banyak/massal/institusi, dan waktu pengolahan tidak terlalu lama.

4. Model penyelenggaraan makanan anak yang dirancang dapat

diterapkan dengan baik sesuai dengan syarat-syarat

penyelenggaraan makanan yang ditentukan. Rata-rata kandungan

energi sarapan menu sepinggan contoh 439 KKal, 10 gram protein,

266.8 µg RE vitamin A, dan 1.97 mg Fe dengan biaya Rp 3.000/porsi.

Konsumsi energi, protein dan Fe contoh meningkat secara nyata

sesudah pemberian sarapan menu sepinggan yaitu energi 27.0%,

protein 31.3%, vitamin A 42.3%, dan Fe 30.0%. Tingkat kecukupan

contoh terhadap energi, protein, vitamin A dan Fe meningkat sesudah

pemberian sarapan menu sepinggan.

5. Keberlangsungan model yang dirancang akan berjalan dengan baik

jika ada sumber dana. Sumber dana dapat diperoleh dari pemerintah

(pusat ataupun daerah), dapat juga dari LSM (Lembaga Swadaya

Masyarakat), CSR (Corporate Social Responsibility), dan

sumbangan-sumbangan dari donatur. Metode SWOT dipergunakan

untuk menguatkan model penyelenggaraan sarapan bersama menu

sepinggan.

Saran

1. Model pemberian makanan sepinggan sebagai sarapan ini dapat

digunakan sebagai pengganti penyediaan makanan tambahan anak

sekolah (PMT-AS) yang pernah dilaksanakan oleh Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan.

2. Model ini dapat juga dipergunakan di sekolah yang siswanya berasal

dari keluarga mampu untuk menanggulangi masalah sarapan,

seperti pergi ke sekolah terburu-buru, makan di dalam mobil/bus,

tidak lapar, tidak ada yang mempersiapkan makanan, tidak suka

dengan makanan yang disediakan di rumah, dan tidak mempunyai

nafsu makan. Ada pun untuk keberlangsung-annya dilakukan dengan

cara pendanaan sebagai berikut: a) untuk siswa yang berasal dari

keluarga sangat mampu dapat membayar lebih dari harga jual

Page 138: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

114

makanan; b) jika siswa berasal dari keluarga mampu, maka

membayar penuh harga jual makanan; c) untuk siswa yang berasal

dari keluarga menengah, maka membayar setengah dari harga jual

makanan dan sisanya dibayar oleh pemerintah, dan d) bila siswa

berasal dari keluarga miskin, maka pemerintah yang akan membayar

secara penuh.

3. Model ini masih perlu dikuatkan dengan mengadakan penelitian

tentang keragaman bahan pangan lokal yang dimiliki oleh masing-

masing daerah (tipikal agro-ekologi), memperhatikan perbedaan

budaya, perbedaan kebiasaan makan, perbedaan wilayah

(pesisir/pantai, pegunungan, dan lain-lain).

4. Dalam Penyelenggaraan Sarapan Menu Sepinggan selain

memberikan pendidikan tentang gizi juga memberikan pendidikan

etika yang dapat membentuk karakter siswa. Untuk itu diperlukan

partisipasi dari guru-guru, terutama guru kelas dan guru UKS/PenJas

dalam pengawasan kegiatannya.

5. Partisipasi orang tua siswa ataupun masyarakat di sekitar sekolah

melalui Komite Sekolah sangat diharapkan dalam kegiatan

Penyelenggaraan Sarapan Menu Sepinggan ini, mulai dari pembelian

bahan pangan dan pengawasan pelaksanaannya, sehingga dapat

meningkatkan hubungan antara Orang tua siswa, Guru, Masyarakat

sekitar sekolah dan Siswa.

6. Untuk perhitungan biaya dalam penyelenggaraan makanan anak

sekolah, khususnya biaya yang dipergunakan sebagai investasi untuk

membangun dapur dapat dilihat pada lampiran 16; desain

pembangunan dapur sekolah dapat dilihat pada lampiran 17, dan

biaya pembelian peralatan yang dibutuhkan dapat dilihat pada

lampiran 18.

Page 139: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

115

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed AU. 2004. Impact of Feeding Children in School: Evidence From

Bangladesh. International Food Policy Research Institute/IFPRI,

Washington D.C. USA.

Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Chang SM et al. 1996. Effects of Breakfast on Classroom Behavior in Rural

Jamaican School-children. Food and Nutrition Bulletin 17:248-257.

Chitra U and Reddy CR. 2005. The Role of Breakfast in Nutrient Intake of Urban

Schoolchildren. Public Health Nutrition 10(1): 55-58.

Cueto S and Chinen M. 2008. Educational Impact of a School Breakfast

Programme in Rural Peru. International Journal of Educational

Development 28 : 132-148.

Del Rosso JM. 1999. School Feeding Programs : Improving effectiveness and increasing the benefit to education. Oxford: University of Oxford.

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 2005. Pedoman Umum Gizi seimbang.

http://www.gizi.depkes.co.id/ [10 Februari 2012].

________. 2006. Kumpulan Modul Kursus Hygiene Sanitasi Makanan &

Minuman. Jakarta: Depkes.

________. 2008. Riset Kesehatan Dasar 2007. Departemen Kesehatan RI.

________. 2008. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007: Provinsi Jawa Barat. www.depkes.go.id [ 10 Februari 2011].

________. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga. Jakarta: Depkes.

Dwinanda. 2011. Mengejar Kecukupan Nutrisi Anak sekolah.

http://www.republika.co.id [10 Februari 2011].

Erwin LT. 2011. Hidangan Sepinggan Istimewa. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Florencio CA. 2001. Developments and Variations in School-Based Feeding

Programs Around the World. Nutrition Today 36:29-36.

Gelli A. 2010. Food Provision in School in Low and Middle Income Countries: Developing an Evidence Based Programme Framework. PCD working paper n 215.

Page 140: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

116

Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Second Edition. Oxford:

Oxford Press.

Gregoire MB & Spears MC. 2007. Foodservice Organizations: A Managerial and Systems Approach 6th ed. New Jersey: Pearson Education.

Hardinsyah dan Martianto D. 1989. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein

serta Penilaian Mutu Gizi Konsumsi Pangan. Bogor: Wirasari Jakarta.

________ dan Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.

Bogor: Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,

FAPERTA IPB.

________ dan Tambunan V. 2004. Angka Energi, Protein, Lemak dan Serat

Makanan dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII 17-19 Mei.

Jakarta: Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI).

Hardinsyah. 2012. Breakfast in Indonesia pada symposium healthy breakfast [makalah]. 16 Juni 2012. Jakarta.

Khan MA. 1989. Food Service Operation. New York: Van Nostrand Reinhold

Company Inc.

Khomsan A. 2005. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan cetakan ke-2. Bogor:

Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian

Bogor.

[Kemendagri] Kementerian Dalam Negeri RI. 2010. Pedoman Umum Penyediaan Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS) melalui Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta.

[Kemendiknas] Kementerian Pendidikan Nasional. 2011. Petunjuk Teknis

Pengolahan Kudapan Nusantara dalam PMT-AS. Jakarta. Departement Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan

Sekolah Dasar dan Menengah, Direktorat Pembinaan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar. 2007. Panduan Penyelenggaraan Sekolah Standard Nasional Untuk Sekolah Dasar. Jakarta.

Jacoby and Pollitt. 1996. Benefits of A School Breakfast Programme among

Andean Children in Huaraz, Peru. Food and Nutrition Bulletin 17 (1): 54-64. Judhiastuty F. 2005. Nutrition Education: It has Never been An Easy Case for

Indonesia. Food Nutrition Bulletin 26;(2 suppl.2):S267-S274.

Kinton R and Ceserani V. 1989. The Theory of Catering Sixth Edition. Great

Britain: English Language Book Society (ELBS).

Page 141: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

117

Kustiyah L. 2004. Kajian pengaruh intervensi makanan kudapan terhadap perubahan kadar glukosa darah dan daya ingat anak sekolah dasar [disertasi]. Bogor: Program Pascasrjana IPB.

Meyers AF et al. 1989. School Breakfast Program and School Performance. The American Journal of Diseases Of Children 143 :1234–1239.

Moehyi S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta:

Bhatara. Muhilal H dan Sulaeman A. 2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Lemak.

Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII 17-19 Mei. Jakarta:

Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI).

_________ . 1998. Program Makanan Tambahan Anak Sekolah di Negara Lain dan di Indonesia. Gizi Indonesia 23: 1-9.

Mukri NA dkk. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat Bekerjasama dengan Akademi Gizi Departemen Kesehatan RI.

Nurdiani R. 2011. Analisis penyelenggaraan makan di sekolah dan kualitas menu

bagi siswa sekolah dasar di Bogor [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineke Cipta.

Pannell-Martin D. 1999. School Foodservice Management for the 21st Century.

Fifth Edition. Virginia: InTEAM Associates, Inc. Palacio JP and Theis M. 2009. Introduction to Foodservice. Eleventh Edition.

New Jersey: Columbus, Ohio. Pearson, Prentice Hall.

[PCD] The Partnership for Child Development. 1999. School Feeding Programs: Improving effectiveness and increasing the benefit to education. A Guide for Program Managers. Oxford, UK. University of Oxford. Perdigon GP. 1989. Foodservice Management in The Philippines. Diliman: U.P.

College of Home Economics. Powell CA et al. 1998. Nutrition and education: A randomized trial of the effects

of breakfast in rural primary school children. Am J Clin Nutr 68: 873-9. Rampersaud GC, Pereira MA, Girard BL, Adams J, and Metzl JD. 2005.

Breakfast habits, nutritional status, body weight, and academic performance in children and adolescents. J Am Diet Assoc 105 (5): 743-60.

Riyadi, DMM. 2006. PMT-AS dan peningkatan kualitas SDM dalam perspektif

IPM pada rapat koordinasi teknis program PMT-AS [makalah]. 19 September 2006. Jakarta.

Page 142: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

118

Riyadi H. 1995. Prinsip Penilaian Status Gizi. Bogor: Departemen Masyarakat

dan Sumberdaya Keluarga, Institut Pertanian Bogor.

[Riskesdas] Riset Kesehatan Dasar. 2010. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes

Republik Indonesia

Roosita E. 11 Okt 2007. Menanamkan Nilai Lewat Makan Siang. Kompas: 12 (kolom 1-4).

Salimar dkk. 2010. Laporan Analisis Lanjut Data Riskesdas 2010: Faktor-faktor

yang Berhubungan dengan Status Gizi Anak Usia Sekolah (6-12 tahun) di Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Makanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Sinaga T . 2 Maret 2009. Makan di Sekolah dari APBN/APBD. Kompas: 6 (kolom

1-4). _______. 2007. Manfaat Makan di Sekolah. Diktat Pelatihan Gizi untuk Anak

Sekolah (11-13 Desember 2007) Jakarta: Yayasan Kuliner Jakarta. _______. 1995. Feasibility Study dalam Foodservice Management. Pendidikan

Ahli Madya Gizi. Malang. Simeon. 1998. School Feeding in Jamaica: A Review of Its Evaluation. Am J Clin

Nutr, 67(4): 790S-794S

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Soekirman dkk. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus Kehidupan

Manusia. Jakarta: PT Primamedia Pustaka.

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas

Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.

_______ dan Kusharto CM. 1989. Prinsip-prinsip Ilmu Gizi. Bogor: Pusat Antar

Universitas, Institut pertanian Bogor (PAU-IPB).

_______. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara.

Sullivan C. 1989. Medical Foodservice. New York: Van Nostrand Reinhold

Company Inc.

Supariasa DN, Bakri B dan Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran ECG.

Page 143: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

119

Supranto J. 1997. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan dengan Analisis

SWOT. Jakarta: Rineka Cipta.

Studdert L & Soekirman. 1998. School feeding in Indonesia: A Community based

Programme for Child, School and Community Development. SCN News

16 : 15-16.

Syarief H. 1997. Membangun Sumber Daya Manusia Berkualitas : Suatu Telaah

Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Orasi Ilmiah pada

Pengukuhan Guru Besar Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya

Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

[UNDP] United Nations Development Programme. 2011. Human development index. http://hdrstats.undp.org/en/countries/profiles/IDN.html. [1 Februari 2012].

[UNESCO]. 2004. Guidelines to Develop and Implement School Feeding Programmes that Improve Education. FRESH Tools for Effective School http://toolkit.ineesite.org/toolkit/INEEcms/uploads/1072/Guidelines_to_Develop_and_Implement_Feeding.pdf [10 mei 2012] [WFP] Home Grown School Feeding Project. 2007. http://documents.wfp.org/stellent/groups/public/documents/newsroom/wfp207421.pdf [10 mei 2012] Winch R. 2009. School Feeding: Country Experience from Mali, Chile, and India

http://foodaid.org/news/wp-

content/uploads/2011/01/Rachel_Winch_International_Approaches_to_Sc

hool_Feeding.pdf [18 Februari 2012].

Wirakusuma ES, H Santoso, D Roedjito, dan Retnaningsih. 1989. Manajemen Gizi Institusi. Diktat. Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Faperta IPB.

[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. 1998. Pangan dan Gizi Masa

Depan: Meningkatkan Produktifitas dan Daya Saing Bangsa. Prosiding, Jakarta: LIPI.

[WNPG] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan

dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Prosiding. Jakarta: LIPI.

Yang, Yi-Nung. 2006. Declining Rice Consumption and the School Lunch Programs in Taiwan. Taiwan: Chung Yun Christian University.

Page 144: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

120

L A M P I R A N

Page 145: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

121

Page 146: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

122

Lampiran 1 Persetujuan Etik (Ethical Clearance)

102

Page 147: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

123

Lampiran 2 Analisis uji beda konsumsi dan tingkat kecukupan contoh selama pemberian makanan sepinggan di SDN Kebon Kopi

2 Bogor (Dependent sampleT-test )

Paired Differences

t df Sig. (2-tailed)

Mean Std. Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

KonsE_sblm - KonsE_stlh -410.0 358.877 45.577 -501.140 -318.864 -8.996 61 .000

KonsP_sblm - KonsP_stlh -12.153 9.910 1.259 -14.670 -9.636 -9.656 61 .000

KonsFe_sblm - KonsFe_stlh -4.740 3.357 .426 -5.593 -3.888 -11.119 61 .000

KonsVitA_sblm - KonsVitA_stlh -99.067 111.470 14.157 -127.375 -70.758 -6.998 61 .000

TKE_sblm - TKE_stlh -27.016 35.310 4.484 -35.983 -18.049 -6.025 61 .000

TKP_sblm - TKP_stlh -31.265 37.954 4.820 -40.903 -21.626 -6.486 61 .000

TKFe_sblm - TKFe_stlh -29.974 28.927 3.674 -37.320 -22.628 -8.159 61 .000

TKVitA_sblm - TKVitA_stlh 42.298 25.729 3.268 -48.832 -35.764 -12.945 61 .000

122

Page 148: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

124

Lampiran 3 Perbedaan Komponen dalam Penyelenggaraan Makanan di Setiap Sekolah

Unsur dalam PM Yayasan Islam Cibitung Sekolah Marsudirini SAB SDIT Insantama SDN 1 Malangsari

1. Tempat/sistem produksi On-site/central

production On-site/central production On-site/ conventional Off-site/ conventional

On-site/central production

2. Perencanaan menu Ahli gizi Manager penyelenggaraan

makanan/Suster Manager catering & staff

Manager catering &

orangtua

Buku kumpulan menu kudapan PMT-AS tahun

2011

3. Pembelian melalui Rekanan Rekanan Rekanan dan pasar

tradisional Rekanan dan pasar

tradisional Pasar tradisional

4. Penerimaan bahan pangan Ada Ada Ada Ada Tidak ada

5. Penyimpanan bahan pangan Ada Ada Ada Ada Ada

1. Pengeluaran bahan pangan Ada Ada Ada tetapi terbatas Ada tetapi terbatas Ada

2. Penyiapan bahan pangan Ada Ada Ada Ada Ada

3. Pemasakan Ada Ada Ada Ada Ada

4. Penyajian/pemorsian Cafetaria/self-service Cafetaria dilayani Prasmanan dan

rantangan Prasmanan Dilayani

5. Pendistribusian Desentralisasi Desentralisasi Desentralisasi/

sentralisasi Desentralisasi/sentralisasi Sentralisasi

6. Pencucian alat makan Siswa Siswa + Petugas Siswa Petugas catering Petugas pemasak

7. Biaya Rp. 5.000,00 (SD) Rp. 7.500,00 (SMP,SMA) Rp. 2.000,00 (snack)

Tidak dapat informasi secara rinci (rahasia)

Rp. 5.500,00 (TK) Rp. 6.000,00 (SD) Rp. 6.500,00 (pegawai)

Rp. 6.000,00 (SD kelas 1-3) Rp. 6.500,00 (SD kelas 4-6) Rp. 7.000,00 (SMP)

Biaya dari pemerintah, yaitu

Rp 2.500,00/anak/hari

8. Waktu belanja Sehari sebelum diolah Sehari sebelum diolah 04.00 – 06.00 02.30 – 05.00 Sehari sebelum diolah

9. Waktu Penyiapan dan pengolahan

07.00-10.45/11.00-14.00 07.00-11.00/11.00-14.00 07.00-10.45 05.00-10.30 14.00-17.30 hari sebelumnya/05.00-09.00

10. Waktu makan siang/snack 11.00-12.00/14.30-15.00 11.30-12.30/14.30-15.00 12.00-13.00 11.30-12.30/15.00 09.00 (kelas 1-2) 09.30 (kelas 3-6)

11. Fasilitas ruang makan/di Ada dengan kapasitas

150 orang/1 kali pelayanan

Ada dengan kapasitas 250 orang /1 kali

pelayanan Di kelas masing-masing Di kelas masing-masing Di kelas masing-masing

12. Tempat pencucian alat makan Cukup Cukup Cukup Cukup Tidak ada

13. Tempat pencucian alat masak Cukup Cukup Cukup Cukup Cukup

14. Silkus menu 20 – 22 hari 20 hari 20 – 22 hari 20 – 22 hari 12 hari

123

Page 149: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

125

Lampiran 4 Nilai Higiene & Sanitasi Model off-site prepared meal community sector participation with conventional production

UJI KELAIKAN FISIK UNTUK HIGIENE SANITASI MAKANAN di SDN KEBON KOPI 2 BOGOR

Nama pengusaha : Bu Sastra. Alamat perusahaan : Kebon Kopi 2 Bogor. Nama pemeriksa : Tiurma Sinaga Tanggal penilaian : 2 Mei 2011.

No. URAIAN BOBOT X

LOKASI, BANGUNAN, FASILITAS

1. Halaman bersih, rapi, tidak becek, dan berjarak sedikit-nya 500 meter dari sarang lalat/tempat pembuangan sampah, serta tidak tercium bau busuk atau tidak sedap yang berasal dari sumber pencemaran.

1 1

2. Konstruksi bangunan kuat, aman, terpelihara, bersih dan bebas dari barang- barang yang tidak berguna atau barang sisa. 1 1

3. Lantai kedap air, rata, tidak licin, tidak retak, terpelihara dan mudah dibersihkan. 1 1

4. Dinding dan langit-langit dibuat dengan baik, terpelihara dan bebas dari debu (sarang laba-laba) 1 1

5. Bagian dinding yang kena percikan air dilapisi bahan kedap air setinggi 2 (dua) meter dari lantai 1 0

6. Pintu dan jendela dibuat dengan baik dan kuat. Pintu dibuat menutup sendiri, membuka kedua arah dan dipasang alat penahan lalat dan bau. Pintu dapur membuka ke arah luar.

1 0

P E N C A H A Y A A N

7. Pencahayaan sesuai dengan kebutuhan dan tidak menimbulkan bayangan. Kuat cahaya sedikitnya 10 fc pada bidang kerja. 1 1

P E N G H A W A A N

8. Ruang kerja maupun peralatan dilengkapi ventilasi yang baik sehingga terjadi sirkulasi udara dan tidak pengap. 1 1

AIR BERSIH

9. Sumber air bersih aman, jumlah cukup dan bertekanan 5 5

AIR KOTOR

10. Pembuangan air limbah dari dapur, kamar mandi, WC dan saluran air hujan lancar, baik dan tidak menggenang. 1 1

FASILITAS CUCI TANGAN DAN TOILET

11. Jumlah cukup, tersedia sabun, nyaman dipakai dan mudah dibersihkan. 3 2

PEMBUANGAN SAMPAH

12. Tersedia tempat sampah yang cukup, bertutup, anti lalat, kecoa, tikus dan dilapisi kantong plastik yang selalu diangkat setiap kali penuh.

2 1

RUANG PENGOLAHAN MAKANAN

13. Tersedia luas lantai yang cukup untuk pekerja pada bangunan, dan terpisah dengan tempat tidur atau tempat mencuci pakaian

1 1

14. Ruangan bersih dari barang yang tidak berguna. (barang tersebut disimpan rapi di gudang) 1 1

124

6

Page 150: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

126

Lampiran 5 (Lanjutan ) Nilai Higiene & Sanitasi Model off-site prepared meal community sector participation with conventional

production

No. URAIAN BOBOT X

K A R Y A W AN

15. Semua karyawan yang bekerja bebas dari penyakit menular, seperti penyakit kulit, bisul, luka terbuka dan infeksi saluran

pernafasan atas (ISPA). 5 5

16. Tangan selalu dicuci bersih,kuku dipotong pendek, bebas kosmetik dan perilaku yang higienis. 5 5

17. Pakaian kerja, dalam keadaan bersih, rambut pendek dan tubuh bebas perhiasan. 1 1

M A K A N A N

18. Sumber makanan, keutuhan dan tidak rusak. 5 5

19. Bahan makanan terolah dalam kemasan asli, terdaftar, berlabel dan tidak kadaluwarsa. 1 1

PERLINDUNGAN MAKANAN

20. Penanganan makanan yang potensi berbahaya pada suhu, cara dan waktu yang memadai selama penyimpanan peracikan, penyiapan penyajian dan pengangkutan makanan serta melunakkan makanan beku sebelum dimasak (thawing).

5 5

21. Penanganan makanan yang potensial berbahaya karena tidak ditutup atau disajikan ulang. 4 4

PERALATAN MAKAN DAN MASAK

22. Perlindungan terhadap peralatan makan dan masak dalam cara pembersihan, penyimpanan, penggunaan dan pemeliharaan-nya.

2 2

23. Alat makan dan masak yang sekali pakai tidak dipakai ulang. 2 2

24. Proses pencucian melalui tahapan mulai dari pembersihan sisa makanan, perendaman, pencucian dan pembilasan. 5 4

25. Bahan racun / pestisida disimpan tersendiri di tempat yang aman, terlindung, menggunakan label / tanda yang jelas untuk digunakan.

5 5

26. Perlindungan terhadap serangga, tikus, hewan peliharaan dan hewan pengganggu lainnya. 4 4

JUMLAH

65 60

KHUSUS GOLONGAN A.1

27. Ruang pengolahan makanan tidak dipakai sebagai ruang tidur. 1 1

28. Tersedia 1 (satu) buah lemari es (kulkas) 4 4

JUMLAH

70 65

125

37

Page 151: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

127

Lampiran 6 Gambar Penyelenggaraan Makanan di Clinton Elementary School

dan Southwest High School Nebraska USA

Dapur (Finishing kitchen)

Lunch Menu di ES

Meja counter

R. Makan Elementary School

R. Makan High School

Dishwashing machine di HS

127

126

38

Page 152: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

128

Lampiran 7 Gambar Penyelenggaraan Makanan di Yayasan Al-Muslim

Tambun Cibitung Bekasi

Penyimpanan Bahan Pangan

Penyiapan bahan pangan

Pemasakan

Pemorsian

Pendistribusian

Penyajian

Saat makan di kelas

Ruang makan

Penyediaan air minum

Pencucian alat makan

Pencucian alat makan di ruang

makan

Rak piring di dalam kelas

127

39

Page 153: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

129

Rak piring di ruang makan

Alat saji kotor

Pencucian alat masak

Page 154: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

130

Lampiran 8 Gambar Penyiapan, Pemasakan, Penyajian dan Pencucian Alat di

Sekolah Marsudirini, Parung Bogor

Ruang Penyiapan

Ruang Pemasakan

Ruang Pemasakan

Pencucian alat masak

Ruang Penyajian

Saat pemorsian

R

uang Makan Tempat cuci tangan Te

mpat mencuci alat makan

128

40

Page 155: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

131

Lampiran 9 Gambar Penyimpanan, Pemasakan, Pendistribusian, Penyajian

dan Penyimpanan Alat di SAB, Bogor

Penyimpanan pangan basah

Penyimpanan pangan kering

Pemasakan

Pemorsian

Penyajian untuk satu porsi

Penyajian untuk beberapa porsi

Makanan siap

didistribusikan

Ruang makan di kelas

Temp

at penyimpanan alat bersih

129

41

Page 156: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

132

Lampiran 10 Gambar Penyimpanan, Pemasakan, Pendistribusian,

Penyajian dan Penyimpanan Alat di SD IT Insantama Bogor

Tempat pemasakan

Penyimpanan peralatan

Pemorsian dalam jumlah besar

Makanan siap didistribusikan

Pelayanan makanan

Penyajian 1 porsi

Snack yang siap disajikan

Makan di ruang kelas

Makan di ruang kelas

130

42

Page 157: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

133

Lampiran 11 Gambar Penyiapan, Pemasakan, Penyajian dan Suasana Makan

Kudapan PMT-AS di SDN 1 Malangsari Cipanas

Penyimpanan Bahan

Pangan

Penyiapan Bahan Pangan

Penyiapan Bahan Pangan

Pemasakan

Pemasakan

Penyajian

Dapur

Saat makan di Ruang Kelas

Fasilita

s Mencuci Tangan

131

43

Page 158: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

134

Lampiran 12 Gambar Alur Pemilihan Penjamah Makanan

Lampiran 13 Gambar Alur Pembelian Bahan Pangan

Masyarakat Sekitar Sekolah

Bersih Diri

PENYELENGGA

RAAN

MAKANAN

ANAK

SEKOLAHBersih

Dapur

Bersih Lingkungan

Spesifikasi Bahan Pangan

Pasar Terdekat

Beli Sesuai Spesifikasi

Page 159: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

135

Lampiran 14 Gambar Alur Pendidikan Gizi melalui Makanan di Sekolah

Makanan dibagikan

Makanan siap

dikonsumsi

Siswa menghabiskan

makanan

Guru memberikan penjelasan

manfaat makanan yang dihidangkan

Siswa siap mencuci

alat saji

Makanan tidak habis

dikonsumsi

Bimbingan indiviu oleh guru

untuk menghabiskan makanan

Page 160: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

136

Lampiran 15 Gambar Alur Perencanaan Menu Siswa

Preferensi Makan Siswa

Menu Siswa

Konsultasikan Ke TPG

Konsultasikan Ke Penjamah Makanan

Pelaksanaan

Page 161: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

137

Lampiran 16 Prosedur Penyelenggaraan Sarapan Menu Sepinggan di SDN Kebon Kopi 2 Bogor

Masyarakat sekitar Sekolah/ Penjamah

Makanan

Tenaga Pelaksana Gizi

(TPG) Puskesmas

Penyiapan Makan Pagi di masing2 kelas: - Siswa mengantri cuci tangan - Siswa mengambil kotak makanan - Siswa diberi Pendidikan Gizi dg menyanyi

(“Cuci Tangan Sebelum Makan”, “ Kurang Vitamin-A”)

- Siswa berdoa bersama - Siswa makan bersama - Siswa mencuci alat saji dan mengeringkannya - Siswa mengumpulkan alat saji ke kontainer /

box plastik besar - Siswa mengisi questioner - Siswa mengembalikan kontainer ke rumah

pemasak

Kelas

SekolahKelas

Sekolah

Tempat Ambil

Wudhu

Rumah Penjamah

Makanan

Pasar

Kepala Sekolah

Guru Wali

KelasGuru Wali

Kelas

Siswa Kelas-

5Siswa Kelas-5 Siswa Kelas-

6Siswa Kelas-6

Pembelian Bahan Pangan

Penyiapan Bahan Pangan

Pemasakan Bahan Pangan

Pemasakan Bahan Pangan

Pemorsian Makanan

Penyiapan Pengiriman

MakananPenyiapan Pengiriman

Makanan

Perencanaan Menu “Siklus 6

Hari”Perencanaan Menu “Siklus 6

Hari”

Pukul 08.00 box

kosong bersih dibawa

siswa

Pukul 06.50 box isi

menu sepinggan

dibawa siswa

Guru

UKSGuru UKS

146

13

5

Page 162: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

138

Lampiran 17 Perhitungan Biaya Pembangunan Dapur Sekolah

Page 163: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

139

Lampiran 18 Desain Pembangunan Dapur Sekolah

137

137

Page 164: PENGEMBANGAN MODEL PENYELENGGARAAN MAKANAN … · Riskesdas 2010 yang dilakukan terhadap konsumsi pangan pada 35.000 anak usia sekolah ... Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan

140

Lampiran 19 Perhitungan Biaya Pengadaan Alat Masak dan Alat Saji

No Alat Masak dan Alat Saji Harga Satuan Jumlah Harga

1. Wajan besar Rp 100.000,00 x 2 Rp 200.000,00

2. Wajan kecil Rp 25.000,00 x 2 Rp 50.000,00

3. Panci besar Rp 100.000,00 x 2 Rp 200.000,00

4. Panci kecil Rp 25.000,00 x 2 Rp 50.000,00

5. Baskom plastik besar Rp 15.000,00 x 4 Rp 60.000,00

6. Boks makan plastik Rp 9.500,00 x 180 Rp 1.710.000,00

7. Sendok stainless-steel Rp 1.500,00 x 180 Rp 270.000,00

8. Dandang + Kukusan Rp 350.000,00 Rp 350.000, 00

Total Harga Rp 2.890.000,00