Menyingkap tabir Pengelolaan Migas Indonesia Roes Aryawijaya
Menyingkap tabir
Pengelolaan Migas
Indonesia
Roes Aryawijaya
R8A12W51 1
halaman Kata Pengantar 2
Pendahuluan 4
Mengapa ? 6
Apa penyebab utamanya ? 9
Apa dampaknya ? 10 A. Kegiatan hulu migas 10
Cadangan migas menurun 12
Produksi minyak bumi menurun 14
Perkembangan harga minyak mentah Indonesia (“ICP”) 15
Ikilim investasi kurang menarik 16
B. Kegiatan hilir migas 18
Kondisi kilang minyak beroperasi tidak efisien 23
Volume BBM impor untuk subsidi energi meningkat 25
Biaya subsidi energi meroket naik 26
Kondisi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral 27
Bagaimana solusinya ? 30
A. Kegiatan hulu migas 30
Langkah-langkah konkrit yang harus dilakukan 30
Terobosan-terobosan yang harus dilaksanakan 33
B. Kegiatan hilir migas 35
Langkah-langkah konkrit yang harus dilakukan 35
Terobosan-terobosan yang harus dilaksanakan 36
Kondisi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral kedepan 38
A. Peraturan dan Kebijakan 38
B. Restrukturisasi Organisasi 40
Kesimpulan dan Saran 42
Daftar Bacaan 44
Sekilas tentang penulis 46
Komentar sahabat tentang penulis 51
Daftar Isi
R8A12W51 2
Kata Pengantar
Pengelolaan minyak dan
gas bumi Indonesia
pada saat ini memasuki
tahap kritis dan berstatus
“high risk”, berdasarkan gambaran dari dua tolok ukur
sebagai berikut: pertama tentang neraca keuangan sektor
migas dan kedua mengenai selisih produksi dan konsumsi
minyak bumi.
Penulis terpanggil untuk menulis lika liku pengelolaan minyak
dan gas bumi Indonesia berdasarkan pengalaman kerja
penulis selama hampir tiga puluh satu tahun baik sebagai
karyawan Pertamina dilapangan minyak dan gas bumi
maupun sebagai pegawai negeri sipil di Kementrian Energi
dan Sumber Daya Mineral dan Kementrian Badan Usaha
Milik Negara (BUMN). Mudah-mudahan tulisan ini dapat
memberikan gambaran tentang bagaimana pelaksanaan
pengelolaan minyak dan gas bumi di Indonesia untuk para
pembaca sekalian termasuk isteriku, kedua putriku, kedua
menantuku dan cucu-cucuku tersayang.
Sebelumnya perlu diketahui bahwa sektor minyak dan gas
bumi adalah salah satu sumber pendapatan Negara yang
besar dan juga merupakan salah satu pilar utama
pembangunan ekonomi Indonesia. Oleh karena itu maka
seluruh rakyat Indonesia dan pemerintah harus bersama-
sama mengawasi dan mencermati jalannya pengelolaan
minyak dan gas bumi supaya berkeadilan, transparan,
akuntabel dan aplikabel.
R8A12W51 3
Sehubungan dengan itu maka, pengelolaan minyak dan gas
bumi Indonesia harus selalu mengacu pada Pasal 33 UUD
1945 dan penjelasannya, yang antara lain menyatakan
bahwa:
“dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk
semua dan dibawah pimpinan atau penilikan anggota masyarakat
yang selalu mengutamakan kemakmuran masyarakat bukan
kemakmuran orang seorang. Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran
rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat serta melarang
secara tegas adanya penguasaan sumber daya alam ditangan
perorangan, adanya praktek monopoli, oligopoli maupun
praktek kartel dalam bidang pengelolaan sumber daya alam”.
people
people
R8A12W51 4
Pendahuluan Sektor Energi dan Sumber
Daya Mineral merupakan salah
satu pilar utama pendukung
pertumbuhan ekonomi Indonesia, namun sampai saat ini
belum dapat memberikan sumbangan yang maksimal
kepada seluruh rakyat Indonesia khususnya untuk lapisan
rakyat kecil.
Dalam rangka memudahkan pembaca untuk mencerna dan
mengerti tentang pelaksanaan pengelolaan migas Indonesia,
maka penulis mencoba menjabarkannya melalui suatu
kerangka pola pikir sebagai berikut:
R8A12W51 5
Melalui tulisan ini, penulis mengajak para pembaca untuk mencermati dua tolok ukur pengelolaan migas yang sangat penting dan memberikan gambaran yang jelas mengenai bagaimanakah sebenarnya pengelolaan migas yang ada sekarang ini.
Kedua tolok ukur tersebut adalah pertama neraca keuangan sektor migas dan kedua selisih produksi dan konsumsi minyak bumi.
Berdasarkan kedua tolok ukur tersebut, dapat diketahui apakah kondisi pengelolaan migas sehat atau tidak sehat dan menarik atau tidak menarik bagi perusahaa kontraktor migas. Kondisi yang tidak sehat berdampak negative bagi beberapa parameter pokok dalam pengelolaan migas yaitu status pengelolaan migas dan “cost recovery” sebagai parameter pokok dalam kegiatan hulu migas, serta “cost BBM” sebagai parameter pokok kegiatan hilir.
Keadaan pengelolaan migas seperti ini sangat dipengaruhi oleh suatu regulasi dan birokratisasi pengelolaan migas yang terlalu rumit dan campur tangan pemerintah terlalu jauh dalam kegiatan operasional migas.
Solusinya, harus dilakukan penataan ulang administrasi peraturan dan kebijakan pemerintahan melalui suatu upaya deregulasi dan debirokratisasi pengelolaan migas dengan melaksanakan langkah-langkah konkrit serta terobosan-terobosan.
Sasaran dari semua itu adalah terciptanya suatu Tata Kelola Migas Indonesia yang efisien dan efektif, berkeadilan, transparan, akuntabel dan aplikabel untuk menurunkan tingkat risiko dari high risk ketingkat yang lebih rendah, yang akan mendorong para investor untuk melakukan upaya-upaya eksploitasi dan eksplorasi , yang pada akhirnya akan memperbaiki neraca keuangan migas,serta menaikkan produksi migas.
R8A12W51 6
Mengapa?
Berdasarkan pada gambaran dua
tolok ukur dalam pengelolaan
migas Indonesia, yaitu:
Pertama; “neraca keuangan migas yang semakin defisit”, dimana pada tahun 2004 sebesar Rp.13 triliun,- atau 10,6% dan terus membengkak menjadi sebesar Rp. 217,5 triliun atau 66,6% pada tahun 2013 yang artinya belanja atau pengeluaran (pembiayaan) pengelolaan migas lebih besar dari penerimaan negara bahkan sudah menggerus pendapatan negara dari sektor lain diantaranya adalah sektor pajak, seperti terlihat pada grafik-1dibawah ini:
R8A12W51 7
Kedua; “selisih antara produksi dan konsumsi minyak
bumi yang semakin membesar” dari 0,18 juta bbl per hari
pada tahun 2004 atau 16% dari produksi minyak bumi pada
tahun 2004, menjadi 0,74 juta bbl per hari pada tahun 2013
atau 84% dari produksi minyak bumi pada tahun 2004.
Sebagaimana terlihat pada grafik-2 dibawah ini, konsumsi
minyak bumi terus meningkat dari 1,28 Juta bbl per hari pada
tahun 2004 menjadi 1,62 Juta bbl per hari pada tahun 2013
sementara produksi minyak bumi terus menurun yang
menyebabkan sejak tahun 2004 negara Indonesia yang
dulunya merupakan negara “net exporter” berubah menjadi
negara “net importer” minyak bumi.
Berdasarkan gambaran dari kedua tolok ukur tersebut diatas
ternyata kondisi pengelolaan migas Indonesia sudah sangat
mengkhawatirkan bahkan dapat disebut sudah memasuki
tahap kritis dan berstatus “high risk”.
R8A12W51 8
Oleh karena itu Pemerintah perlu segera melakukan penataan ulang administrasi peraturan dan kebijakan pemerintahan dalam pengelolaan migas di Indonesia, agar menjadi lebih baik, berkeadilan, transparan, akuntabel dan aplikabel serta sekaligus dapat menurunkan tingkat risiko status pengelolaan migas kita dari posisi “high risk” menjadi posisi “medium risk” menyamai tingkat risiko pengelolaan migas negara tetangga kita, yaitu Malaysia.
Melalui perubahan pengelolaan migas tersebut, Malaysia berhasil menemukan suatu prospek migas Kikeh dengan cadangan sekitar 1 miliar setara barrel minyak atau “barrel oil equivalent (BOE)” di lokasi lepas pantai atau “offshore”.
R8A12W51 9
Apa penyebab utamanya
Penyebab utama sehingga kondisi pengelolaan migas Indonesia memasuki tahap kristis dengan status “high risk” karena pemerintah dalam melakukan fungsi kontrol dan pengawasannya berdasarkan pada suatu regulasi dan birokratisasi pengelolaan migas yang rumit dan campur tangan pemerintah dalam kegiatan operasional yang terlalu jauh yang sudah tidak sejalan dengan prinsip tata kelola administrasi pemerintahan yang baik atau “good governance”.
Seharusnya, Pemerintah dalam melaksanakan fungsi kontrol dan pengawasannya dalam pengelolaan migas harus selalu melakukan kajian dan pengawasan yang ketat terhadap dua parameter pokok yang sangat penting yaitu besaran “cost recovery” dalam kegiatan hulu migas dan ”cost BBM” dalam kegiatan hilir migas karena kedua parameter pokok tersebut sangat mempengaruhi biaya pengelolaan migas.
R8A12W51 10
Peraturan dan kebijakan Pemerintah dalam pengelolaan
migas seperti tersebut diatas akan berdampak negative baik
bagi pelaksanaan kegiatan hulu migas maupun kegiatan hilir
migas antara lain sebagai berikut:
A. Kegiatan Hulu migas
Dalam kegiatan hulu migas beberapa hal yang menjadi
penyebab keterlambatan operasi dilapangan, antara lain
adalah banyak dan rumitnya proses perijinan yang harus
diperoleh para kontraktor kontrak kerjasama (KKS) migas,
serta lamanya proses persetujuan rencana kerja dan
anggaran perusahaan migas oleh pemerintah yang diwakili
oleh SKK Migas. Selain dari pada itu, kurang tepatnya
penerapan ketentuan perundangan dan campur tangan
pemerintah yang terlalu jauh dalam kegiatan operasional di
lapangan serta kurangnya kualitas pelayanan dalam
penawaran wilayah kerja operasi migas melalui pelelangan,
Ilustrasi kegiatan hulu migas
R8A12W51 11
turut menyebabkan kenaikkan biaya operasi termasuk “cost
recovery”.
Seperti yang terlihat pada grafik-3, terlihat bahwa “cost
recovery” cenderung terus meningkat dari Rp. 66,03 triliun,-
pada tahun 2004 menjadi Rp. 164,06 triliun,- pada tahun
2013 atau 2,5 kali lipat dari nilai “cost recovery” pada tahun
2004.
Keadaan pengelolaan migas Indonesia yang tidak sehat dan
pada posisi “high risk” tersebut mengakibatkan iklim investasi
migas Indonesia menjadi kurang menarik baik bagi para
investor maupun para kontraktor kontrak kerjasama. Hal ini
pula yang membuat semua kegiatan operasi baik perusahaan
migas maupun para kontraktor KKS migas hanya
berkonsentrasi dan fokus kepada kegiatan eksploitasi pada
lapangan-lapangan migas yang sudah ada atau “existing
field”. Mereka tidak tertarik untuk melakukan upaya
peningkatan cadangan ataupun produksi minyak bumi pada
Sumber data: • Laporan Tahunan BP Migas Tahun 2012 • Data ICP Kem.ESDM
Grafik-3
R8A12W51 12
Sumber data: • BP Statistical review of world energy 2014
Grafik-4
lapangan yang sedang mereka kelola dengan melakukan
“enhanced oil recovery /EOR” dan juga untuk melakukan
upaya pengembangan lapangan-lapangan migas
marjinal.
Kondisi tersebut diatas juga berdampak negative pada
beberapa faktor penting, antara lain:
Cadangan minyak bumi dan gas bumi menurun.
Sebagaimana terlihat pada grafik-4 dibawah ini,
penurunan cadangan gas bumi lebih cepat dari minyak
bumi karena cadangan gas bumi dikuras lebih cepat
untuk keperluan ekspor LNG yang bersifat kontrak jangka
panjang yang menjanjikan sebagai salah satu penghasil
devisa negara, selain itu pelaksanaan kebijakan
minimalisasi gas yang dibakar atau “zero flare policy”
belum berhasil dilakukan dengan baik.
R8A12W51 13
Sebenarnya, kita masih memiliki potensi cadangan
minyak bumi pada beberapa lapangan yang sudah ada
(“Remaining reserve crude oil in place”) yaitu sekitar
60 milyar barrel. Tetapi karena kurangnya minat dari para
kontraktor KKS dan perusahaan migas untuk melakukan
kegiatan pengembangan lapangan migas secara
“enhance oil recovery” (EOR), maka kita tidak dapat
meningkatkan cadangan minyak mentah kita dari
lapangan lapangan yang sudah ada tersebut. Padahal
dengan mengkondisikan iklim pengelolaan migas yang
baik, akan mendorong para kontraktor KKS dan
perusahaan migas untuk melakukan “enhanced oil
recovery (EOR)” yang akan meningkatkan cadangan
minyak bumi kita sekurang-kurangnya sebesar 50% dari
potensi cadangan yang ada atau sebesar 30 milyard
barrel.
Selain dari pada itu melalui suatu iklim pengelolaan
migas yang baik, berkeadilan, transparan, akuntabel dan
aplikabel akan mendorong pula usaha eksplorasi bersifat
ekstensifikasi untuk menemukan lapangan lapangan
migas baru baik dilaut dalam maupun didarat/daerah
terpencil (“remote area”) yang mempunyai potensi
sumber daya migas 58 milyar setara barrel minyak atau
“barrel oil equivalent”.
Berdasarkan asumsi tidak ada tambahan cadangan
minyak dan gas bumi pada tahun 2013 yang masing-
masing sebesar 3,7 milyar barrel dan 13,06 triliun standar
kaki kubik (TSCF) maka dengan tingkat produksi minyak
dan gas bumi masing-masing sebesar 0,88 juta barrel per
hari dan 1,62 milyar kaki kubik per hari (BSCFD)
R8A12W51 14
diperkiran waktu produksi minyak dan gas bumi masing-
masing hanya tinggal 11,5 tahun untuk minyak bumi
dan 22 tahun untuk gas bumi.
Produksi minyak bumi semakin menurun.
Seperti terlihat pada grafik-5 dibawah ini, akibat kondisi
kegiatan operasional kontraktor KKS dan perusahaan
migas terkonsentrasi pada lapangan-lapangan migas
yang sudah ada, bahkan upaya memproduksikan gas
bumi dari lapangan migas marjinal untuk sumber energi
bagi ketenagalistrikan di beberapa daerah masih
terkendala dengan rumitnya proses perijinan dari SKK
Migas. Sedangkan produksi gas bumi dari lapangan-
lapangan gas bumi yang besar digenjot untuk memenuhi
kebutuhan ekspor LNG berdasarkan kontrak jangka
panjang. Produksi minyak dan gas bumi berkaitan erat
dengan besaran penerimaan negara dari sektor migas
yang pada tahun 2004 sebesar Rp. 122 triliun,- dan pada
tahun 2013 mencapai Rp. 326,6 triliun,-.
Sumber data: • BP Statistical review of world energy 2014
Grafik-5
R8A12W51 15
Perkembangan harga minyak mentah Indonesia atau
“Indonesia Crude Price (ICP)” kurang kompetitif.
Seperti terlihat dalam grafik-6 dibawah ini, menunjukkan
“ICP” sebentar berada dibawah dan sebentar berada
diatas harga patokan minyak mentah dunia untuk
kelompok minyak mentah ringan atau “light crude oil”
(dengan klasifikasi derajat API diatas 33 dan kadar sulfur
lebih kecil dari 2%) dan selalu berada diatas harga
minyak mentah “Arabian medium crude oil” atau AMC sehingga menyebabkan penjualan minyak mentah bagian
pemerintah kurang menarik atau mengalami beberapa
hambatan dan dapat menimbulkan peluang adanya
praktek korupsi.
Sumber data: • ICP, Kem. ESDM • US Energy International Administration 2013
Grafik-6
WTI, Brent, ALC, Minas dan Tapis adalah
jenis minyak mentah ringan (derajat API
> 33 dan sulfur weight < 2)
AHC adalah jenis minyak mentah
berat (derajat API < 30 dan sulfur
weight > 2,5)
AMC adalah jenis minyak mentah
medium (derajat API > 30 dan
sulfur weight > 2,5)
R8A12W51 16
Selain itu perhitungan “ICP” berdasarkan harga rata-rata
dari sekeranjang jenis minyak mentah Indonesia yang
sulit untuk diketahui spesifikasi jenis minyak mentahnya
apakah termasuk minyak mentah ringan atau berat,
kemudian “ICP” tersebut ditetapkan berdasarkan
kesepakatan bersama antara pemerintah selaku eksekutif
dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) selaku legislative,
dengan demikian “ICP” tidak ditetapkan secara
professional, tetapi merupakan suatu ketetapan politik
yang menyebabkan nilai “ICP” tidak kompetitif.
Pada umumnya seluruh negara produsen minyak mentah
dunia memilih suatu harga minyak mentah sebagai tolok
ukur, berdasarkan pada satu jenis minyak mentah dari
suat cadangan yang besar. Demikian pula sebetulnya
Indonesia sudah memiliki harga minyak mentah sebagai
tolok ukur, untuk spesifikasi jenis minyak mentah ringan,
yaitu harga minyak mentah Minas yang telah diakui
secara internasional sehingga seharusnya tidak perlu
ditetapkan nilai “ICP” lagi. Namun karena sekarang
cadangan minyak mentah Minas sudah jauh berkurang,
perlu ditetapkan harga minyak mentah dari cadangan lain
yang besar, yang dapat mewakili harga minyak mentah
Indonesia di dunia internasional.
Iklim investasi menjadi kurang menarik bagi investor
ataupun kontraktor KKS dan perusahaan migas
disebabkan, antara lain:
Penawaran wilayah kerja tidak sederhana dan hanya menggunakan satu jenis kontrak saja yaitu kontrak bagi hasil atau “production sharing contract” serta
R8A12W51 17
status wilyah kerja belum siap untuk dilakukan kegiatan operasi atau “unclean and unclear working area” .
Adanya proses perijinan yang semakin banyak jenisnya dan terdapat pungutan-pungutan tambahan bersifat sebagai upeti yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi atau “high cost economic” dan harus dipenuhi oleh perusahaan migas, sedangkan pihak perusahaan migas multinasional melarang adanya pembiayaan untuk upeti sehingga proses perijinan menjadi lama, contohnya antara lain persetujuan dari SKK Migas tentang penjualan gas bumi dari lapangan-lapangan gas bumi marjinal diberbagai daerah oleh kontraktor migas.
Adanya campur tangan atau intervensi pemerintah Indonesia melalui SKK Migas (dahulunya BP Migas) yang terlalu jauh dalam operasional lapangan, membuat proses keputusan menjadi lama sehingga terjadi keterlambatan dalam kegiatan operasi migas dilapangan oleh kontraktor dan perusahaan, contohnya rapat tentang evaluasi rencana kerja dan anggaran perusahaan migas yang dilakukan setiap tiga bulan atau empat kali dalam setahun.
Adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan audit keuangan pada kontraktor migas yang memakan waktu dan menambah beban biaya bagi kontraktor migas baik yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP) maupun SKK Migas walaupun kontraktor migas telah melaksanakan audit keuangan oleh “Bankable International Appropriate Authority Body” antara lain Erns and Young, PWc dll.
R8A12W51 18
Adanya pemberlakuan pajak pada tahap ekplorasi migas dimana tingkat kepastian mendapatkan minyak mentah atau gas bumi oleh perusahaan migas atau kontraktor migas masih belum pasti.
Adanya pemberlakuan prinsip “cabotage” dimana kapal yang beroperasi didalam perairan Indonesia diwajibkan berbendera Indonesia yang harus mendapat ijin lagi dari Kementrian Perhubungan, sehingga menambah beban biaya operasional dan mengganggu operasi kegiatan migas dilaut atau “offshore” .
B. Kegiatan Hilir migas;
Parameter pokok pengelolaan migas Indonesia tentang kegiatan hilir migas adalah besaran biaya BBM atau “cost BBM” yang sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan subsidi energi. Pelaksanaan subsidi energi yang terdiri dari subsidi BBM dan subsidi listrik yang semula dilakukan dengan cara subsidi langsung kepada
Ilustrasi kegiatan hilir migas
R8A12W51 19
lapisan rakyat kecil kemudian dirubah menjadi dengan cara subsidi harga menjadi kurang tepat sasaran karena semua lapisan rakyat termasuk rakyat menengah dan kaya mendapat subsidi energi yang seharusnya tidak perlu mendapatkannya.
Akibat pelaksanaan kebijakan subsidi energi yang kurang tepat sasaran, menyebabkan impor volume BBM bertambah sehingga peningkatan biaya subsidi energi meroket naik sangat cepat, dan akhirnya “cost BBM” sebagai parameter pokok kegiatan hilir migas meningkat dengan pesat pula. Selain itu, pelaksanaan kebijakan subsidi energi yang kurang tepat sasaran juga akan membuat peluang terjadinya korupsi, pengoplosan dan penyelundupan BBM akibat disparitas yang besar dari harga BBM, contohnya selisih harga beli terhadap harga jual baik untuk premium maupun solar yang dilakukan oleh pemerintah semakin melebar yaitu masing-masing sebesar Rp. 1.614 per liter dan Rp. 2.614 per liter pada tahun 2013 (perhitungan disparitas harga BBM
berdasarkan harga beli premium dan solar untuk subsidi energi masing-masing sebesar Rp. 8.114 per liter dan Rp. 8.114 per liter terhadap harga jualnya masing-masing sebesar Rp. 6.500 per liter
dan Rp. 5.500 per liter).
Demikian pula, proses pembelian BBM untuk memenuhi kebutuhan subsidi energi oleh pemerintah tidak efisien dan tidak transparan. Sebagai contoh, pada tahun 2013 harga jual premium rata-rata di SPBU untuk negara Amerika (USA) dan Singapore masing-masing sebesar Rp. 11.293 per liter dan Rp. 17.698 per liter, sedangkan untuk Indonesia dipakai harga beli premium rata-rata sebesar Rp. 8.114 per liter.
Mengapa untuk Indonesia digunakan harga beli premium bukan harga jual premium di SPBU karena harga jual premium merupakan harga yang ditetapkan oleh pemerintah
R8A12W51 20
Sumber data olahan dari: • Realisasi APBN • Laporan Keuangan Audited PT.Pertamina (Persero) 2005- 2013 • US Energy International Administration 2013 • Yearbook of Statistics Singapore 2007-2013
Grafik-7
dalam rangka pelaksanaan kebijakan subsidi energi jadi tidak menggambarkan besaran harga jual premium sebenarnya.
Walaupun harga beli premium di SPBU Indonesia lebih rendah dibandingkan harga jual premium di SPBU USA dan Singapore, namun perbandingan ini bukan menunjukkan suatu perbandingan yang adil dan setara.
Supaya perbandingan harga BBM dilakukan secara adil dan setara atau biasa disebut dengan “apple to apple comparison” maka digunakan tolok ukur yang berlaku sama bagi negara USA, Singapore dan Indonesia yaitu biaya pengadaan BBM.
Sebelum melakukan perbandingan tersebut perlu diketahui
komponen harga premium bagi masing-masing negara
seperti terlihat pada grafik-7 dibawah ini, yaitu:
R8A12W51 21
komponen harga premium di USA terdiri dari biaya oil
atau biaya pembelian minyak mentah di pintu kilang
minyak, biaya kilang, biaya distribusi, pajak dan
pemasaran terhadap harga premium masing-masing
sebesara 60%, 13%, 17% dan 10%.
Komponen harga premium di Singapore terdiri dari biaya
oil atau biaya pembelian minyak mentah di pintu kilang
minyak, biaya kilang, pajak dan biaya distribusi dan
pemasaran terhadap harga premium masing-masing
sebesar 28%, 8%, 55% dan 9%.
Komponen harga premium impor di Indonesia terdiri dari biaya pembelian premium, biaya transportasi dan distribusi dan pajak terhadap harga premium masing-masing sebesar 82%, 8% dan 10%.
Untuk melakukan perbandingan secara adil dan setara dipilih sebagai contoh BBM jenis premium yang umumnya untuk keperluan lapisan rakyat menengah dan kaya yang selain hidup berkecukupan mungkin juga mempunyai usaha bisnis ataupun industri. Ternyata untuk pelaksanaan kebijakan subsidi energi, besaran biaya pengadaan premium Indonesia hanya 10% lebih murah dari USA, tetapi 29% lebih mahal dari Singapore. Hal ini perlu mendapat perhatian secara kkusus dan harus dikaji lebih dalam lagi.
Perbandingan diatas dilakukan berdasarkan perhitungan biaya pengadaan premium untuk USA dan Singapore yang terdiri dari pembelian minyak mentah ditambah biaya kilang masing-masing sebesar Rp. 8.271 per liter dan Rp. 5.262 per liter, sedangkan untuk Indonesia biaya pengadaan premium terdiri dari biaya pembelian premium (Mid Oil Platt’s Singapore atau MOPS) ditambah biaya transportasi sebesar Alpha (%) x MOPS adalah sebesar Rp. 7.429 per liter.
R8A12W51 22
Supaya para pembaca dapat lebih mengetahui rangkaian
kegiatan dalam pengadaan BBM untuk memenuhi seluruh
kebutuhan BBM di dalam negeri, penulis memberikan suatu
ilustrasi sebagai berikut:
Pelaksanaan pengelolalaan kegiatan hilir migas seperti diatas
memberikan pengaruh negative dan berdampak pada
beberapa hal sebagai berikut:
Kondisi kilang minyak di dalam negeri beroperasi
secara tidak efisien. Hal ini ditunjukkan pada besaran
produk BBM dari kilang minyak yang semakin berkurang
jauh dibawah kapasitas kilang. Selain pengaruh
pelaksanaan kebijakan subsidi energi, kondisi kilang
minyak seperti ini dapat juga diakibatkan karena
kurangnya volume minyak mentah sebagai “crude intake”
kilang yang sesuai dengan spesifikasi disain kilangnya.
Ilustrasi pengadaan BBM di dalam negeri
Biaya pengadaan BBM
BBM impor
R8A12W51 23
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah melakukan impor
minyak mentah untuk dapat dicampur dengan minyak
mentah Indonesia yang disebut “crude oil cocktail”
sehingga spesifikasi jenis minyak mentahnya mendekati
atau sesuai dengan spesifikasi minyak mentah yang
dipersyaratkan dalam disain kilang agar dapat dihasilkan
produk BBM secara optimal.
Namun upaya ini masih belum dapat berhasil dengan
baik, sehingga masih diperlukan impor BBM seperti
terlihat pada grafik-8 dibawah ini.
Sebagai gambaran apabila pada tahun 2013, impor
minyak mentah dilakukan sekitar 17% dari produksi
minyak bumi sebesar 0,88 Juta Bbl per hari yaitu
sebesar 0,15 Juta Bbl per hari atau seharga USD 15,87
Juta,- per hari yang setara dengan Rp. 193 milyar,-
per hari (nilai tukar 1 USD = Rp. 12.162,-).
Mengingat besarnya nilai pelaksanaan impor minyak
mentah yang dilakukan oleh PT.Pertamina (Persero)
untuk dicampur dengan sisa produksi minyak bumi
Indonesia yang disebut dengan “crude oil cocktail”
sebagai bahan baku proses kilang minyak, maka
kedepan perlu dilakukan pengawasan lebih ketat
bersama Kementrian BUMN dan Kementrian Keuangan
berdasarkan suatu audit oleh “Bankable International
Appropriate Authority Body”.
R8A12W51 24
Sumber data:
Realisasi laporan RKAP dan laporan keuangan audited PT. Prtamina (Persero) 2004-2013
BP Statistical Review of Energy 2014
Grafik-8
.
Volume impor BBM untuk subsidi energi meningkat.
Seperti terlihat pada grafik-9 dibawah ini, volume BBM
untuk subsidi energi meningkat dimana pada tahun 2004
sebesar 38,75 juta kilo liter menjadi 46,83 juta kilo liter
Kilang Minyak dan Ilustrasi prosesnya
R8A12W51 25
pada tahun 2013 atau 120% dari tahun 2004. Sedangkan
volume impor premium dan solar untuk pelaksanaan
kebijakan subsidi energi yang umumnya merupakan
kebutuhan energi bagi lapisan rakyat menengah dan
kaya yang selain hidup berkecukupan mungkin juga
mempunyai usaha bisnis ataupun industri meningkat
dengan cepat, yaitu dari volume premium sebesar 18,69
juta kilo liter dan solar sebesar 11,63 juta kilo liter pada
tahun 2004 menjadi masing-masing mencapai 28,30 juta
kilo liter dan 16,20 juta kilo liter pada tahun 2013 atau
masing-masing meningkat sebesar 150% dan 140%
dalam waktu hampir 10 tahun saja. Sedangkan volume
minyak tanah sejak tahun 2005 menurun dari 11,25 juta
kilo liter menjadi konstan pada volume 1,26 juta kilo liter
karena upaya konservasi minyak tanah ke “liquified
petroleum gas (LPG)” yang sebenarnya hal ini hanya
merupakan suatu pengalihan subsidi saja, bukan
merupakan suatu solusi.
Sumber data: • Realisasi Laporan RKAP dan Laporan Keuangan Audited
PT. Pertamina (Persero) 2004 - 2013
Grafik-9
R8A12W51 26
Grafik-10 Sumber data:
Realisasi APBN 2004-2012 dan APBN-P 2013, KemKEU
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2005-2012, Ditjen Anggaran KemKEU
Biaya subsidi energi meroket naik. Akibat pelaksanaan
kebijakan subsidi energi dan tidak efisiennya operasi
kilang minyak dalam negeri, maka perkembangan biaya
subsidi energi meroket naik secara cepat dimana pada
tahun 2013 sudah mencapai Rp. 380 triliun,- atau 550%
dari Rp. 69 triliun,- pada tahun 2004.
Pada tahun 2009 biaya subsidi energi sempat turun
menjadi Rp. 94,6,- triliun dari Rp. 223 triliun,- di tahun
2008 kemudian meroket naik menjadi Rp. 380 triliun,-
pada tahun 2013 dan diperkirakan akan terus meningkat
menjadi sekitar Rp. 450 triliun,- pada akhir pemerintahan
tahun 2014. Gambaran perkembangan biaya subsidi
energi seperti pada grafik-10 dibawah ini.
Pemerintah selama hampir sepuluh tahun sejak tahun 2004 sampai saat ini pernah melakukan perubahan harga BBM sebanyak 7 kali terdiri dari 4 kali menaikkan harga BBM dan 3 kali menurunkan harga BBM dalam rangka
R8A12W51 27
mengurangi beban Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN) akibat biaya subsidi energi, namun akibat adanya tekanan politik, perubahan harga BBM dengan kisaran harga jual premium per liter sebesar Rp. 1.810 - Rp. 6.000,- dan harga jual solar per liter sebesar Rp. 1.650 - Rp. 5.500,- serta harga jual minyak tanah per liter sebesar Rp. 1.800 - Rp. 3.000,- tidak dapat dilakukan secara konsisten, sehingga biaya subsidi energi masih tetap menambah beban APBN. Kedepan perlu dilakukan pengkajian secara lebih khusus dan lebih mendalam tentang pelaksanaan kebijakan subsidi energi.
Kondisi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral;
Setelah mengetahui dan membaca dampak negative dari pengelolaan migas baik dalam kegiatan hulu maupun kegiatan hilir seperti diatas, maka ada baiknya kita melihat kondisi dari instansi pemerintah yang berwenang dalam membuat peraturan dan kebijakan tentang pengelolaan migas Indonesia yaitu Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Sebagai institusi yang berwenang dalam menangani penglolaan migas Indonesia dan sebagai pembantu Presiden Republik Indonesia Kementrian ESDM mempunyai tugas pokok yaitu menangani semua permasalahan energi dan sumber daya mineral untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dan berfungsi sebagai pembuat segala macam peraturan dan kebijakan pemerintah yang menjadi acuan pelaksanaan kontrol dan pengawasan pemerintah dalam pengelolaan migas Indonesia yang baik, berkeadilan dan dapat menarik minat investor dan kontraktor kerjasama di bidang migas untuk meningkatkan cadangan dan produksi migas sehingga penerimaan negara dari sektor migas semakin bertambah dan pembiayaan operasi migas semakin berkurang.
R8A12W51 28
Namun dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya tersebut “jauh panggang dari api” bahkan belanja negara untuk Kementrian ESDM dalam perioda hampir sepuluh tahun sejak tahun 2004 sampai tahun 2013 meningkat enam kali lipat yaitu dari Rp. 3,1 triliun menjadi Rp. 18,8 triliun dan bila dibandingkan terhadap belanja negara untuk perlindungan sosial (seperti banjir, bencana alam dan kesehatan dan lain-lain) yang semula hanya satu setengah kali lipat dari belanja perlindungan sosial sebesar Rp. 2,1 triliun pada tahun 2004 meningkat menjadi dua setengah kali lipat dari belanja perlindungan sosial sebesar Rp. 7,4 triliun pada tahun 2013, seperti pada grafik-11.
Belanja Kementrian ESDM yang terdiri dari belanja rutin dan belanja pembangunan menunjukkan bahwa perkembangan belanja pembangunan/proyek semakin cepat kenaikannya dimana pada tahun 2004 hanya sebesar Rp.2,0 triliun meningkat dengan cepat menjadi Rp.14,85 triliun pada tahun 2013 atau tujuh setengah kali lipat dari tahun 2004. Hal ini memperlihatkan bahwa institusi pemerintah yang seharusnya hanya berkonsentrasi dalam melakukan kontrol dan pengawasan pada kepentingan publik namun kenyataannya melakukan pekerjaan yang sebetulnya tidak perlu dan terkesan diada-adakan dengan melakukan kegiatan melalui pembangunan/proyek yang penuh dengan rekayasa sehingga akhirnya menyebabkan organisasi semakin gemuk, tidak efisien dan tidak efektif lagi yang bertentangan dengan prinsip tata kelola administrasi pemerintahan yang baik atau disebut “good governance”.
R8A12W51 29
Sumber data : DATA POKOK APBN 2013, KemKEU
Akhirnya penataan ulang pemerintahan atau “reinventing government” yang dibuat untuk membuat suatu pemeritah yang baik, berkeadilan, transparan, akuntabel, efisien dan efektif atau yang disebut “the best government is the least governance” tentang pengelolaan migas Indonesia tidak akan tercapai.
Grafik-11
R8A12W51 30
Melihat kondisi pengelolaan migas
Indonesia yang sudah dalam tahap
kritis dan berstatus “high risk”
seperti yang diuraikan diatas, sudah
saatnya dilakukan perubahan dan
dicarikan jalan keluarnya.
Solusi mengatasi hal ini supaya pengelolaan migas Indonesia
berdaya saing yang kuat harus dilakukan melalui penataan
ulang administrasi, peraturan dan kebijakan pemerintahan
dalam pengelolaan migas melalui upaya deregulasi dan
debirokratisasi dalam pengelolaan migas sehingga
terbentuk Tata Kelola Migas Indonesia yang efisien dan
efektif dengan cara sebagai berikut:
A. Kegiatan Hulu migas;
Langkah-langkah konkrit yang harus dilakukan:
1. Melakukan penataan ulang peraturan dan kebijakan pemerintahan dengan cara antara lain sebagai berikut:
a. Membuat iklim investasi migas menjadi menarik bagi investor dengan meningkatkan pelayanan dalam proses pelelangan wilayah kerja migas dengan cara:
Memberikan informasi tentang data migas
yaitu data seismic, studi geologi dan
geofisika yang berkualitas yang diperlukan oleh peserta lelang dengan mudah dan
sesuai peraturan.
R8A12W51 31
Wilayah kerja yang ditawarkan sudah
dengan status siap dikerjakan atau disebut
dengan “clean and clear area”.
Melakukan proses pelelangan yang
sederhana dan sesuai dengan peraturan
perundangan serta berdasarkan prinsip-
prinsip berkeadilan, transparan dan
akuntabel.
b. Menawarkan wilayah kerja bukan hanya dengan
jenis kontrak bagi hasil (“production sharing
contract”) saja melainkan dapat juga dengan
jenis kontrak lain seperti misalnya: kontrak jasa
(“service contract”) seperti yang digunakan oleh
negera-negara Arab atau “royalty contract”
seperti yang dilakukan di Inggris dan Negara
Arab, bahkan “contract of work” yang
diperbaharui lingkup kuasa usahanya.
Penawaran wilayah kerja ini harus berdasarkan
pada prinsip kemitraan (“partnership”) dan
pelayanan yang baik juga tergantung pada
lokasi wilayah kerja yang ditawarkan.
2. Mengembalikan tugas pokok dan fungsi SKK Migas
(dulunya BP Migas) sesuai peraturan perundangan,
yaitu:
a. Tugas pokoknya adalah menandatangani
kontrak kerjasama mewakili pemerintah dengan
kontraktor migas dan melakukan fungsi
pengawasan terhadap kontraktor migas
terutama pada pencapaian tingkat produksi
R8A12W51 32
migas supaya sesuai dengan rencana kerja dan
anggaran sesuai kontraknya
b. Mencabut fungsi pelaku dalam hal ini
menjalankan usaha bisnis dengan melakukan
penawaran harga LNG kepada calon pembeli
dimana hal ini sudah melanggar peraturan
perundangan.
c. Mengurangi campur tangan pemerintah melalui
SKK Migas dalam persetujuan rencana kerja
dan anggaran perusahaan migas menjadi hanya
sekali dalam setiap 5 tahun, dimana tiga tahun
pertama sudah pasti dan tahun keempat dan
kelima dapat dilakukan negosiasi apabila
dianggap perlu.
Cara ini telah berhasil dilakukan dengan baik
oleh“Joint Authority Indonesia-Australia for
Timor Gap Zone of cooperation Zone-A” dalam
melakukan pengawasan jalannya kegiatan
operasi kontraktor “production sharing contract
atau PSC”. Keberhasilan yang dicapai dari 14
(empat belas) Wilayah Kerja yang semuanya
berada dilokasi lepas pantai mempunyai
cadangan migas sekitar 250 juta barrel minyak
bumi dan sekitar 3,5 triliun kaki kubik atau
“standar cubic feet (TSCF)” dengan biaya
operasi hanya sekitar USD 3,5-5,0 per barrel
pada kedalaman air lebih dari 100 meter.
Sebagai perbandingan pada saat itu biaya
operasi di laut Jawa yang kedalaman airnya
R8A12W51 33
hanya sekitar 50 meter berkisar USD 10,0-12,0
per barrel.
Sebelum tahap eksplorasi dilakukan kontraktor
migas harus memberikan dan menjelaskan
suatu strategi eksplorasi dan pernyataan
tentang lingkungan berdasarkan suatu
“Environmental Statement” yang disertifikasi
oleh suatu “Bankable International Appropriate
Authority Body” dan kemudian sebelum tahap
kegiatan eksploitasi dan produksi kontraktor
migas harus menyerahkan dan menjelaskan
strategi exploitasi dan produksi dimana besaran
cadangan dan produksi migas harus disertifikasi
oleh “Bankable International Appropriate
Authority Body”.
Terobosan-terobosan yang harus dibuat antara lain:
1. Merubah formula perhitungan harga minyak mentah
Indonesia atau “ICP” menjadi kompetitif dengan
cara hanya didasarkan pada satu jenis minyak
mentah Indonesia dari cadangan yang besar seperti
yang dilakukan oleh semua negara produsen
minyak mentah di dunia, sehingga pola harga
minyak mentah Indonesia mengikuti pola harga
minyak mentah dunia.
2. Mengawasi pelaksanaan penjualan minyak mentah
bagian pemerintah baik dari sisi harga maupun
volumenya berdasarkan hasil audit yang dilakukan
oleh “Bankable International Appropriate Authority
Body”
R8A12W51 34
3. Pelaksanaan proses audit keuangan kontraktor migas hanya dilakukan secara “post audited” setiap akhir tahun berjalan oleh “Bankable International Appropriate Authority Body”.
4. Pemerintah baik melalui BPKP maupun DPR melalui BPK melakukan audit berdasarkan hasil “post audit” tersebut sehingga mengurangi beban biaya operasi dan terjadinya tumpang tindih pemeriksaan keuangan atau “auditing” bagi kontraktor migas dan PT. Pertamina (Persero).
5. Membantu kontraktor migas untuk mendapatkan:
keringanan pajak melalui “tax holiday” hanya dalam kegiatan migas di daerah terpencil dan sulit atau “remote area” dan membebaskan pengenaan pajak pada tahapan kegiatan eksplorasi dari Kementrian Keuangan sesuai peraturan perundangan.
pembebasan pemberlakuan “cabotage” bagi kapal-kapal yang melakukan kegiatan operasional migas di lepas pantai atau dilaut (“offshore”) dari Kementrian Perhubungan sehingga tidak membebani kontraktor migas yang dampaknya akan memperbesar biaya operasi dan sekaligus “cost recovery” yang akhirnya mengurangi penerimaan Negara dari sektor migas.
R8A12W51 35
B. Kegiatan Hilir migas;
Langkah-langkah konkrit yang harus dilakukan:
1. Pelaksanaan subsidi BBM kedepan hanya untuk minyak tanah yang mana diperlukan oleh lapisan rakyat kecil untuk keperluan rumah tangga dengan cara subsidi langsung. Lapisan rakyat kecil mendapat tambahan bantuan keuangan dari pemerintah melalui Bank contohnya Bank Pasar untuk membeli minyak tanah sesuai harga keekonomiaannya dimana jatah volume minyak tanah untuk keperluan rumah tangga per kepala keluarga dihitung berdasarkan hasil sensus atau survey yang dilakukan oleh suatu “Independence Body”
2. Pelaksanaan subsidi listrik dirubah caranya dari subsidi harga listrik menjadi subsidi langsung yang hanya diberlakukan bagi lapisan rakyat kecil dan miskin yaitu untuk pelanggan listrik dengan kapasitas 450 watt sampai 900 watt saja. Maksud dari subsidi langsung disini adalah pemerintah memberikan bantuan sejumlah tambahan uang yang disalurkan melalui Bank bagi lapisan rakyat kecil tersebut untuk membayar listrik seharga keekonomiannya.
3. Melakukan kaji ulang terhadap biaya pengadaan BBM untuk memenuhi kebutuhan BBM bersubsidi (premium, solar dan minyak tanah) terutama pada besaran Alpha yang tidak transparan sebaiknya dipakai sistim pembelian BBM dengan cara “cost insurance and freight (CIF)” dimana semua biaya dibayar oleh penjual sampai ke pintu pembeli atau “consumer gate” kecuali biaya transport sehingga
R8A12W51 36
proses menjadi transparan dan upaya minimalisasi disparitas harga dapat juga tercapai.
Terobosan-terobosan yang harus dibuat antara lain:
1. Melakukan audit kebutuhan energi tentang volume
BBM dan listrik bagi keperluan industri, transportasi
dan rumah tangga untuk setiap perioda lima
tahunan yang dilakukan oleh “Bankable
International Approriate Authority Body”. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan besaran volume BBM
dan kwh listrik yang sebenarnya sehingga biaya
subsidi energi dapat dikontrol secara berkeadilan,
transparan dan akuntabel.
2. Mengharuskan PT. PLN (Persero) melakukan upaya diversifikasi energi dalam merencanakan pengembangan ketenagalistrikan dengan memberikan prioritas pada pengembangan PLTU yang memakai panas bumi, batubara, sistim “minemouth” batubara dan air.
3. Mencabut ijin pembelian minyak solar bersubsidi bagi BUMN, antara lain PT. PLN (Persero) dan PT. Kereta Api Indonesia (Persero).
4. Mengusahakan PT. PLN (Persero) dapat menjual listrik dengan tarif listrik regional melalui upaya kerjasama dengan Kementrian BUMN dan Kementrian Dalam Negeri bersama Pemerintah Daerah.
5. Membantu PT. PLN (Persero) dalam pengadaan batubara dengan memberikan prioritas penjualan batubara bagian Negara dari “royalty” batubara.
R8A12W51 37
6. Mendukung PT. Kereta Api Indonesia (Persero)
untuk menjual tiket sesuai harga keekonomiannya dan pemerintah memberi subsidi secara langsung kepada lapisan rakyat kecil yang memerlukan jasa pengangkutan dengan kereta api, kapal laut dan kapal udara melalui penggunaan kartu seperti halnya Kartu Indonesia sehat dan Kartu Indonesia pintar melalui upaya kerjasama dengan Kementrian BUMN dan Kementrian Perhubungan.
7. Melakukan pengawasan secara bersama dengan Kementrian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah terhadap kontraktor migas, BUMN, BUMD dan swasta tentang pelaksanaan kepedulian perusahaan terhadap masyarakat sekitar atau “corporate social responsibility”.
8. Melakukan peningkatan koordinasi dengan para
menteri terkait dalam mengatasi permasalahan
lintas sektoral, antara lain: Menteri BUMN, Menteri
Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri
Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup, Menteri
Perhubungan dan para menteri lainnya.
Sedangkan dalam melakukan upaya debirokratisisasi
dalam pengelolaan migas harus dilakukan suatu revolusi
mental dengan melakukan upaya perubahan perilaku para
pejabat pegawai negeri sipil dan stafnya yang sampai saat ini
selalu ber perilaku minta dilayani, menjadi peri laku melayani
yang dapat diusahakan dengan cara antara sebagai berikut:
a. Setiap pejabat harus menanda tangani dan
menjalankan suatu Paket Integritas, yang apabila
dilanggar akan mendapatkan sangsi/hukuman yang
R8A12W51 38
setimpal. Kemudian secara berantai para pejabat
tersebut melakukan pengawasan melekat terhadap
stafnya dan memberi hukuman atau penghargaan
secara “merit system”.
b. Merubah perilaku para pejabat dengan
menanamkan perilaku melayani masyarakat atau
publik dan bukan sebaliknya. Selain itu harus selalu
mendahulukan kepentingan rakyat, bangsa dan
negara dari pada kepentingan pribadi atau
golongan/partai.
Kondisi Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral kedepan;
A. Peraturan dan Kebijakan
Berkaitan dengan upaya deregulasi perlu dilakukan penataan ulang peraturan dan kebijakan pemerintahan dan peningkatan koordinasi dengan menteri terkait, yaitu:
1. Menyisir dan mencabut semua peraturan dan
kebijakan Menteri ESDM yang terkait dalam
pengelolaan migas terutama dalam pemberian ijin-ijin
yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi dan tidak
sejalan dengan Undang-undang yang terkait.
2. Mengembalikan tugas pokok dan fungsi Direktorat
Jenderal Migas sesuai peraturan perundangan, yaitu
hanya menjadi pembuat peraturan dan kebijakan
yang sederhana, berkeadilan , transparan, akuntabel
dan aplikabel, misalnya antara lain:
a. Membuat standar kontrak dalam penawaran
wilayah kerja migas yang kompetitif yaitu bukan
R8A12W51 39
hanya dengan jenis kontrak bagi hasil
(“production sharing contract”) saja, melainkan
dapat juga dengan jenis kontrak lain seperti
misalnya: kontrak jasa (“service contract”)
seperti yang digunakan oleh negera-negara Arab
atau “royalty contract” seperti yang dilakukan di
Inggris dan Negara Arab, bahkan “contract of
work” yang diperbaharui lingkup kuasa usahanya.
Penawaran wilayah kerja ini harus berdasarkan
pada prinsip kemitraan (“partnership”) dan
b. pelayanan yang baik juga tergantung pada lokasi
wilayah kerja yang ditawarkan.
c. Memberikan analisa besarnya pendapatan yang
akan dibagi disebut “equity to be split” dalam
kontrak bagi hasil atau “production sharing
contract” dan memberikan analisa tentang
perkiraan besarnya pendapatan negara dari jenis
kontrak lain kepada Menteri ESDM.
d. Melakukan pengawasan operasional migas yang
baik sehingga tidak mengganggu kegiatan
operasi dilapangan migas dengan cara hanya
berdasarkan pada pemeriksaan dari suatu
sertifikasi oleh “Bankable International
Appropriate Authority Body” baik yang dilakukan
untuk lingkungan hidup disebut dengan
“environmental statement” maupun besarnya
cadangan minyak dan gas bumi atau “crude oil
and natural gas reserve certification” dan
perkiraan produksi minyak bumi serta lamanya
R8A12W51 40
produksi gas bumi sampai ke pintu konsumen
atau “gas deliverability statement” .
B. Restrukturisasi Organisasi;
1. Melakukan upaya restrukturisasi organisasi dilingkungan Direktorat Jenderal Migas supaya lebih fokus, efisien dan efektif dalam pengelolaan migas. Jadual waktu restrukturisasi seperti terlihat pada grafik-12 dibawah ini.
Restrukturisasi ini dilakukan dengan memperkecil jumlah unit kerja yang semula terdiri dari 5 (lima) Unit Kerja yang terdiri dari 4 (empat) Direktorat Operasional yaitu Direktorat Eksplorasi dan Produksi, Direktorat Pengolahan, Direktorat Teknik dan Direktorat Pembinaan ditambah 1 (satu) Sekretariat Direktorat Jenderal yang masing-masing dipimpin oleh pejabat eselon-2 menjadi hanya 3 (tiga) Unit Kerja yang terdiri dari 2 (dua) Direktorat Operasional, yaitu Direktorat Eksplorasi Produksi dan Direktorat
Grafik-12
R8A12W51 41
Pengolahan ditambah 1 (satu) Sekretariat Direktorat Jenderal.
2. Melakukan restrukturisasi organisasi SKK Migas (dulunya BP Migas) supaya tugas pokok dan fungsi sesuai peraturan perundangan dengan cara mengurangi jumlah pegawainya sehingga menjadi sekitar 50 orang sehingga dapat lebih fokus, efisien dan efektif.
3. Melakukan restrukturisasi organisasi Badan Pengatur Hilir Migas supaya lebih fokus pada tugas pokok dan fungsinya sesuai peraturan perundangan dengan mengurangi jumlah pegawainya menjadi sekitar 50 orang sehingga lebih efisien dan efektif.
R8A12W51 42
Pengelolaan migas Indonesia sudah berada pada titik kritis dan berstatus “high risk” sehingga iklim investasi migas tidak menarik lagi bagi investor maupun kontraktor migas.
Untuk mengatasi hal ini sudah saatnya dilakukan upaya “deregulasi” tentang pengelolaan migas melalui penataan ulang peraturan dan kebijakan pemerintah tentang pengelolaan migas yang baik, berkeadilan, transparan, akuntabel dan aplikabel dalam suatu perangkat peraturan dan kebijakan.
Selain itu juga perlu dilakukan suatu proses “debirokratisasi” dalam pelaksanaan pengelolaan migas melalui suatu revolusi mental bagi seluruh pejabat pegawai negeri sipil dan stafnya sehingga terjadi perubahan sifat yang dulunya minta dilayani menjadi yang melayani publik.Untuk mendukung hal tersebut, perlu juga dilakukan restrukturisasi organisasi dilingkungan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral antara lain di Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, SKK Migas dan Badan Pengatur Hilir Migas sehingga dapat bekerja secara professional dan lebih fokus, efisien dan efektif.
Sasaran dari semua itu adalah tersedianya seperangkat peraturan dan kebijakan pemerintahan tentang pengelolaan migas Indonesia yang baik, berkeadilan, transparan, akuntabel dan aplikabel yang dituangkan dalam suatu Tata kelola Migas yang efisien dan efektif yang menjadi acuan utama dalam pengelolaan migas Indonesia sehingga
R8A12W51 43
kontribusi pendapatan negara dari sektor migas menjadi surplus kembali dan produksi migas kembali diatas konsumsi migas yang akhirnya membuat dapat meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia terutama bagi rakyat yang masih berpenghasilan rendah.
Dalam pelaksanaan pengelolaan migas Indonesia kedepan tidak mungkin hanya berdasarkan pada suatu pengelolaan migas Indonesia yang baik, berkeadilan, transparan, akuntabel dan aplikabel, namun sangat diperlukan pimpinan yang terdiri dari Menteri dan para pembantunya yaitu pejabat eselon-1 dan eselon-2 kemudian pejabat eselon-3 dan eselon-4 yang bekerja keras baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang dan tidak takut dipecat serta selalu berupaya menjadi orang yang beriman, jujur, adil, pandai, berani, dan tegas.
Selain itu pimpinan harus berpihak dan mengutamakan kepentingan rakyat kecil atau kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi ataupun golongan maupun partainya sesuai dengan sumpah jabatannya. Keberpihakan kepada kepentingan rakyat kecil merupakan suatu nilai kebenaran yang harus dilaksanakan dan harus terus diperjuangkan sehingga Negara Indonesia yang adil dan makmur bagi seluruh lapisan rakyat Indonesia dapat cepat terwujud. Namun hal ini tergantung kepada kita semua sekarang mau atau tidak dan apakah punya niat untuk melakukannya.
Ingatlah wahai para pejabat dan staf pegawai negeri sipil pada kata-kata bijak sebagai berikut “Kebenaran itu sementara dapat disalahkan tetapi tidak dapat dikalahkan apalagi dimusnahkan”.
R8A12W51 44
1. Badan Pengatur Minyak dan Gas Bumi: Laporan Tahunan 2012.
2. British Petroleum: BP Statistical Review of World Energy 2014.
3. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral: Data minyak dan gas bumi tahun 2004 – 2013.
4. Direktorat Jenderal Anggaran, Kementrian Keuangan: Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (Audited) tahun 2005-2012.
5. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral: Blue Print Pengelolaan Energi Nasional.
6. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral: Statistik Minyak Bumi.
7. Kementrian Keuangan: Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN), tahun 2004 - 2014.
8. Kementrian Keuangan: Data Pokok APBN tahun 2005-2010, 2006-2011 dan APBN-P 2013.
9. Kementrian Keuangan: Nota Keuangan dan APBN tahun 2004-2012 dan Nota Keuangan dan RAPBN 2013.
10. PT. Pertamina (Persero): Realisasi Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan tahun 2004 – 2012 dan Laporan Keuangan PT. Pertamina (Persero) 2005 - 2012.
11. Prof. DR. Ir. Irwandi Arif. MSc: Batubara Indonesia.
R8A12W51 45
12. Prof. DR. Ir Widjajono Partowidagdo. MSc : Akselerasi
Tatakelola Migas Nasional.
13. Singapore Department of Statistics : Yearbook of Statistics Singapore 2007-2013.
14. US Energy International Administration (EIA): Short Term Energy Outlook 2013.
15. Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
16. Undang-undang No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
17. Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
18. Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
19. Undang-undang No. 27 Tahun 2005 tentang Panas Bumi.
20. Undang-undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi.
21. Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
R8A12W51 46
Nama : Ir. Roes Aryawijaya MSc
Tempat/Tgl. Lahir : Palembang/8 Desember 1951
Agama : Islam
Status keluarga : Kawin
Riwayat pendidikan:
Menyelesaikan pendidikan strata satu sebagai sarjana teknik dari Teknik Perminyakan ITB pada tahun 1977. Kemudian pada tahun 1986 mendapat kesempatan bea siswa “Commonwealth Countries” untuk meneruskan pendidikan kejenjang strata dua di The University of New South Wales, Sydney-Australia dan mendapat gelar “Master of Sience by research for Petroleum Economic” pada tahun 1988. Riwayat pekerjaan:
Sejak tahun 1977 penulis mulai bekerja di Pertamina sebagai Staf Eksploitasi dan Produksi dikantor Pusat, kemudian sebagai Ahli Teknik Lapangan EP di Unit-IV Balikpapan dan Unit-III Cirebon sampai dengan tahun 1981. Pada 17 Agustus
1981 berhenti atas permintaan sendiri kemudian mulai Oktober 1981 menjadi tenaga honorer di bagian Eksplorasi dan Produksi Direktorat Jenderal Migas di Departemen Pertambangan dan Energi (sekarang Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral) dan diangkat sebagai pegawai
R8A12W51 47
negeri sipil pada tahun 1983.Pada tahun 1985 diangkat menjadi pejabat eselon empat, sebagai Kepala Seksi Eksploitasi Migas, dan kemudian diangkat menjadi pejabat eselon tiga sebagai Kepala Sub.direktorat Transportasi dan Distribusi Gas Bumi pada tahun 1988. Selanjutnya pada tahun 1991 s/d 1994, ditugaskan sebagai salah seorang wakil pemerintah Indonesia di Darwin-Australia pada “The Joint Authority of Indonesia-Australia for Timor Gap Cooperation Area Zone-A” sebagai “Senior Technical Officer”.Setelah kembali ke Indonesia,diangkat kembali menjadi pejabat eselon tiga sebagai Kepala Sub Direktorat Eksplorasi dan Produksi Panas Bumi di Direktorat Jenderal Migas sampai dengan tahun 1999. Kemudian diangkat menjadi pejabat eselon dua sebagai Kepala Biro Perencanaan Pertambangan dan Energi di Sekretariat Jenderal Departemen Pertambangan dan Energi sampai dengan tahun 2000, dan selanjutnya diperbantukan sebagai Sekretaris Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP) sampai dengan September tahun 2001.
Kemudian ditugaskan menjadi pejabat eselon satu di Kementrian BUMN, sebagai Deputi Menteri BUMN bidang Pertambangan dan Semen, Industri Strategis, Energi dan Telekomunikasi (PISET) sampai dengan Oktober 2008.
Selain itu pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2005 ditunjuk sebagai Anggota Komisaris PT. Pertamina (Persero) yang kemudian mengundurkan diri karena menghindari adanya konflik kepentingan atau “conflict of interest”.
Pada tahun 2003 sampai
dengan tahun 2006 diangkat
sebagai Anggota Komisaris
PT. Indosat Tbk. dan pada
R8A12W51 48
tahun 2004 sampai dengan 2006 ditunjuk sebagai Komisaris
Utama PT. TPPI. Mulai Oktober 2008 berstatus sebagai
pensiunan pegawai negeri sipil Kementrian Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM).
Prestasi kerja yang paling menonjol:
Mempersingkat waktu pengeboran sumur migas dari
perencanaan 55 hari menjadi 25 hari selama bekerja
sebagai Ahli Teknik Lapangan bagian Eksploitasi dan
Produksi di Pertamina sehingga biaya pengeboran
menurun tajam dan terjadi penghematan.
Menggagas, membuat dan menyelesaikan Rancangan
Undang-undang Migas menjadi Undang-undang No.22
tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagai
pengganti Undang-undang No.8 Tahun 1971 tentang
Perusahaan Minyak Negara (Pertamina) yang memakan
waktu hampir selama 11 tahun sejak tahun 1990.
Melaksanakan pembubaran Badan Pengelola Industri
Strategis atau BPIS pada tahun 2002 sesuai peraturan
perundangan menjadi 10 (sepuluh) perseroan terbatas
antara lain PT. Dirgantara Indonesia (Persero), PT. PAL
Indonesia (Persero), PT. Dahana (Persero) dan PT.
Pindad (Persero).
Mewakili Menteri BUMN dalam melakukan perubahan
Pertamina sebagai perusahaan negara minyak dan gas
bumi menjadi PT. Pertamina (Persero) pada
17 September 2003 sesuai Undang-undang No. 22 tahun
2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
R8A12W51 49
Menggagas, membuat dan mengusulkan bersama para
pakar energi yang peduli terhadap upaya peningkatan
“renewable energi” suatu Rancangan Undang-undang
tentang Panas Bumi kepada Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR-RI) yang menangani energi pada saat itu adalah
Komisi VII tentang Rancangan Undang-undang tersebut
kemudian menjadi Undang-undang No.27 tahun 2003
tentang Panas Bumi.
Sebagai Ketua Tim Negosiasi Pemerintah menyelesaikan
negosiasi antara PT.Pertamina (Persero) dan “Exxon
Mobile” atas lapangan migas di Cepu pada tahun 2006.
Penyelesaian negosiasi menyelamatkan Indonesia dari
tuntutan “Exxon Mobile” sekitar US$ 480 juta,-
dipersidangan Arbitrase International.
Sebagai Ketua Tim Negosiasi Pemerintah menyelesaikan
tuntutan dari “Cemex Asia Holdings Ltd” (perusahaan
Meksiko) tentang kepemilikan saham mereka di PT.
Semen Gresik Tbk yang diproses di Arbitrase
International Singapore. Penyelesaian negosiasi
dilakukan dengan menandatangani Perjanjian Pemegang
Saham atau “Share Holder Agreement” mewakili Menteri
BUMN dengan Blue Valley Pte.Ltd sebagai afiliasi
Rajawali Group pada 24 Juni 2006. Penyelesaian ini
menyelamatkan Indonesia dari tuntutan Cemex Asia
Holdings Ltd sekitar US$ 520 juta,-
Sebagai Deputi Menteri BUMN dapat meningkatkan laba
BUMN PISET dari Rp. 14,3 triliun pada tahun 2001
menjadi Rp. 52,1 triliun pada tahun 2007 dan kontribusi
R8A12W51 50
penerimaan negara dari BUMN PISET (berupa total pajak
ditambah dividen) dari Rp. 13,9 triliun,- pada tahun 2002
menjadi Rp. 112,5 triliun,- pada tahun 2007. Hal ini
dilakukan melalui suatu sistim Kontrak Manajemen
dengan Direksi dan Dewan Komisaris BUMN
berdasarkan satu “Key Performance Indicator atau KPI”
yaitu keuntungan bersih atau “net profit” perusahaan
yang dapat ditinjau kembali pada setiap akhir semester
satu pada tahun berjalan.
R8A12W51 51
1. “Saya mengenal pak Roes sejak tahun 2001 yakni pada waktu beliau diangkat sebagai Deputi PISET di Kementerian BUMN. Selama bertahun-tahun beliau memimpin Kedeputian PISET banyak hal yang bisa dipelajari dari beliau, baik dari kepribadian maupun dari sisi kepemimpinannya. Tugasnya sudah pasti sangat berat karena harus memimpin BUMN Bidang Pertambangan, Industri Strategis, Energi dan Telekomunikasi. Pak Roes orangnya hangat, senang bercanda tapi juga bisa sangat serius. Yang jelas beliau senang musik dan bahkan sudah pernah mengeluarkan 1 (satu) album CD. Rupanya musik (tarik suara) adalah salah satu cara buat pak Roes untuk “stress release”, meskipun saya jarang melihat beliau “stress” karena pekerjaan. Beberapa kali beliau mengadakan acara nyanyi bareng pimpinan BUMN, dan rupanya ini adalah cara beliau untuk ‘blusukan versi lain’ dalam rangka bertemu informal dengan BUMN untuk mengetahui permasalahan dan bagaimana solusinya. Beliau mudah ditemui, tidak seperti pejabat setingkat eselon satu lain yang sangat sulit ditemui. Cara beliau mengambil keputusan sangat pragmatis/tidak bertele-tele sepanjang kita mampu menguraikan permasalahan secara gamblang dan jelas. RUPS yang beliau pimpin jarang berlangsung lama, dan memang beliau beserta staf Kedeputian sebelumnya telah menyiapkan materi RUPS dengan cermat. Dan yang saya kagum beliau hafal peraturan perundangan yang menyangkut BUMN. Kalaupun ada sisi lain dari pak Roes yang saya kurang faham adalah beliau jarang mau jika kita minta beliau menyuruh BUMN lain untuk melakukan sinergi dengan BUMN lain. Mungkin beliau mau agar BUMN yang
R8A12W51 52
bersangkutan terjun sendiri untuk meyakinkan BUMN yang ingin diajak sinergi. Cuma pada waktu itu kebanyakan BUMN masih bersifat ‘paternalistik’ kalau tidak ada ‘green light’ dari Deputi biasanya mereka pada enggan, mungkin malah ‘ngrepotin’ pikirnya. Semoga saja Kementerian BUMN dalam Kabinet mendatang mendapatkan sosok seperti Pak Roes Aryawijaya dalam memimpin BUMN. Insya Allah”. Jakarta, 10 Agustus 2014 (Harsusanto mantan
Dirut PT. PAL Indonesia (persero))
2. “Pak Roes yang saya kenal adalah seorang yang ramah, mudah berteman dan pembela yang baik dan satu lagi penyanyi yang handal dengan suaranya yang tinggi. Didalam melakukan pekerjaannya, beliau selalu mengacu kepada aturan yang berlaku baik itu secara legal maupun komersial walaupun enak juga diajak berdiskusi. Disamping itu beliau adalah seorang yang memiliki prinsip dan sekali memiliki keyakinan atas sesuatu maka akan sulit sekali digoyang atas keyakinan yang dimilikinya tersebut, sehingga ditengah kemerduan suaranya dalam bernyanyi akan kita temukan kekerasan hatinya. Beliau juga adalah seseorang yang selalu mengingatkan kita agar melangkah dengan hati-hati dan didunia BUMN hal ini merupakan pengingatan yang perlu agar kita tidak salah melangkah” Jakarta 11 Agustus 2014. (Rinaldy Firmansyah, mantan Dirut PT. Telkom Indonesia (Persero)).
3. “Sejak pertama saya berkecimpung di Energi Terbarukan Indonesia seperti Panas Bumi, saya banyak memperhatikan sekaligus belajar dari leadership/ kepimpinan pak Roes Aryawijaya yang saya kenal saat itu sebagai kepala subdirektorat panas bumi di Ditjen Migas yang menangani pengembangan panas bumi Indonesia di tahun 1990. Beliau sangat perhatian sekali dengan pengembangan energi panas bumi agar energi ini dapat menjadi energi masa depan Indonesia. Kepemimpinan
R8A12W51 53
beliau tidak diragukan karena tidak hanya jangka pendek yang biasa dilakukan birokrat yaitu mengawasi dan mengatur kegiatan operasi pengembangan panas bumi tetapi juga mau turun tangan kelapangan membimbing tenaga ahli nasional melalui pengembangan pelatihan yang dilakukan oleh Direktorat jenderal Migas maupun asosiasi. Langkah jangka panjang selalu dipikirkan sejak awal sampai pada akhirnya kami bersama menggolkan atau meluncurkan UU Panas Bumi Indonesia di era setelah orde baru. Beliau bersama asosiasi profesi berani memaparkan kepentingan bangsa ini kedepan mengingat potensi energi panas bumi yang perlu dikembangkan sejak dini. Di sektor lain dalam jajaran energi yaitu melalui perannya di Biro Perencanaan Departemen Pertambangan dan Energi yang saat ini menjadi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, beliau sangat tegas dan jelas memberikan target kebijakan pemerintah dalam menyelesaikan rencana jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Ketegasan beliau tidak ada duanya karena pengetahuan serta pengalaman beliau tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di luar negeri sebagai perwakilan pemerintah Indonesia di Timor Gap dari tahun 1990 sampai dengan 1994 yang membuat pola pikir birokrasinya lain dari teman-teman sejajarnya.
Kepercayaan diri dan kepribadian yang tegas membuat seluruh rekan dan partner kerja menjadi dekat dan saling percaya. Di badan usaha, beliau tetap menomor satukan kepentingan bangsa melalui pemerintah tanpa kompromi melawan korupsi. Saya merasakan hal ini dengan nyaman sekali karena pada saat itu peradaban bangsa masih kental dengan kolusi dan korupsi sedangkan beliau tidak pandang bulu dalam menentukan jawaban kebijakan. Visi beliau sangat jelas dan proses yang dilakukan juga cukup transparan sehingga tidak perlu banyak kita khawatir atas ada hal-hal kerja untuk kepentingan kelompok. Inilah yang
R8A12W51 54
perlu kita ambil hikmah dan pelajaran-pelajaran kepemimpinannya kelak hal seperti ini sangat bermanfaat untuk anak bangsa ini.
Indonesia perlu membangun nusantara dengan model kepemimpinan yang seperti ini karena tidak menonjolkan feodalisme yang mengedepankan birokrasi yang panjang tetapi memberi contoh langsung terjun kelapangan secara cepat dan langsung dirasakan manfaatnya oleh seluruh stakeholders (pemangku kepentingan) agar masyarakat senang bekerja untuk hasil yang baik, jujur dan demi masa depan anak cucu, harapan kita semua” Wabilahi Taufik Walhidayah. Jakarta 11 Agusutus 2014 (Riki Ibrahim currently works as Director of PT Tuban Petrochemical Industries, a representative of the Indonesia Government. His 30 years of professional life revolves around energy business in oil, gas, geothermal, renewable energy and electric power across local and multinational corporations, with a focus in upstream, downstream, and trading of value chain. PT. JESPRA, Total Indonesia, Unocal, Amoseas Indonesia Inc. (a Chevron Corp. and Texaco Inc. joint venture), Pacific Oil & Gas, and PT Tuban Petrochemical Industries are just a few companies he was working at, and his commitment to Indonesia’s energy sector extends to active participation in Indonesia Petroleum Association (IPA), Asosiasi Industri Olefin, Aromatik & Plastik Indonesia (INAplas), Indonesia Electricity Society (MKI), Indonesia Renewable Energy Society (METI), as well as Geothermal Association (INAGA)).
4. “Kepribadian dan kepemimpinan bapak Roes Aryawijaya adalah merupakan sosok yang cerdas dan konsisten, pekerja keras, loyal terhadap pekerjaan dan organisasi /lembaga. Selalu berpegang teguh pada prinsip dan peraturan perundangan yang berlaku, terbuka dan mudah diajak diskusi kepada siapa saja bahkan terhadap pesuruh
R8A12W51 55
sekalipun. Yang paling menarik terhadap kepribadian pak Roes Aryawijaya adalah berani mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah, sehingga tidak segan-segan untuk tidak melaksanakan kebijakan atasan atau pimpinan yang sekiranya tidak sesuai dengan peraturan perundangan dan atau etika dan bahkan melawan pimpinan tanpa takut kehilangan jabatan. Selain sebagai pemimpin juga dapat dijadikan sebagai guru yang senantiasa selalu membimbing dan mengajarkan ilmu kepada bawahan serta melindungi dan mempercayai bawahannya. Hal yang dianggap negatif bagi sebagian orang adalah cara menyampaikan arahan terhadap bawahan kadang-kadang terlalu keras sehingga ada beberapa orang yang menjuluki bapak sebagai "management by angry" yang mana hal ini disebabkan karena mereka tidak menyadari bahwa tujuan arahan bapak tersebut adalah sangat positif”. Bogor, 11 Agustus 2014 (Prayitno, pensiunan pegawai negeri sipil Biro
Perencanaan, Sekretariat Jenderal Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral).
5. “Menurut saya sisi positif dari pak Roes Aryawijaya adalah senang kumpul2 sambil nyanyi ini merupakan perwujudan dari “Team work building” dan rasa seni. Peduli terhadap orang lain yg sedang kesulitan yang merupakan perwujudan dari “Emphaty”. Tegas dan teguh dalam mempertahankan prinsip yg benar, serta berani mengambil Keputusan yang merupakan perwujudan dari “Decisiveness” . Berupaya mengajak untuk melakukan transformasi birokrasi yang merupakan perwujudan sebagai “Transformational Leader”. Sedangkan sisi negatif dari pak Roes Aryawijaya adalah kadang tidak sabaran sehingga lepas kendali untuk memarahi seseorang didalam forum rapat walaupun niatnya baik, namun membuat orang tersebut menjadi “down” hehehe”.
R8A12W51 56
Jakarta 12 Agustus 2014. (Djuanda, mantan Direksi PT.PLN
(Persero)).
6. “Pak Roes yang saya kenal sejak mahasiswa sampai menjadi salah satu Deputi di Kementerian BUMN adalah seorang yang pendiam dan mempunyai rasa seni yang tinggi. Sangat tegas dalam melaksanakan tugasnya sesuai peraturan yang berlaku untuk kepentingan bangsa dan negara Republik Indonesia ini. Namun lupa mengurus kenaikan pangkatnya sendiri, dalam kesibukan melaksanakan tugasnya”. Bandung, 13 Agustus 2014 (Prof. DR. Ir. Irwandy Arif MSc, Guru Besar Program Studi Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung (ITB).
7. “Pak Roes Aryawijaya yang saya kenal dan fahami selama bekerja sama baik di BUMN maupun di Kementrian ESDM adalah sosok yang dalam melaksanakan tugas sangat konsisten dengan Undang-undang, Peraturan dan Ketentuan yang berlaku, menurut saya ini hal yang tidak kalah pentingnya didalam usaha pencapaian apa yang dicita-citakan bersama”. Bogor, 16 Agustus 2014 (Dedi
Aditya Sumanegara,mantan Dirut PT. Antam Tbk dan Komisaris Utama PT. Semen Gresik Tbk.)
8. “Saya mengenal beliau selaku pribadi yang selalu berpegang teguh dalam pendirian terutama apabila hal tersebut dirasakan benar dan bersifat tegas dalam melaksanakan apa yang telah diputuskan. Namun hal ini sering kali disalah artikan oleh orang lain sebagai pribadi yang sifatnya keras dan sulit untuk diajak berkompromi. Sebagai pimpinan, beliau selalu memberikan arahan yang jelas kepada pihak yang terkait dan merupakan pimpinan yang berani bertanggung jawab atas apa yang telah diputuskan. Sehingga saya saat menjadi sebagai staf beliau merasa mendapat dukungan pimpinan dalam melaksanakan keputusan yang menjadi tugas kami”.
R8A12W51 57
Jakarta 17 Agustus 2014 (Jarman, Direktur Jenderal
Ketenagalistrikan Kementrian ESDM).
9. “Sisi positif, Pak Roes Aryawijaya adalah mantan birokrat tulen, sejak lepas kuliah hingga bekerja di Kementarian ESDM (Ditjen Migas dan Biro Perencanaan), mewakili pemerintah RI di pengembangan lapangan migas di Timor Gap, maupun Kementerian BUMN, dan Sekretaris Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP). Sisi negative Pak Roes Aryawijaya walaupun pernah menjadi Sekretaris DKPP namun pengalaman kiat-kiat Persaingan Usaha yang sehat masih perlu dibuktikan, mengingat Pertamina sebagai BUMN, oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat , dibolehkan melakukan monopoli untuk pengadaan dan distribusi BBM. Sementara itu, fakta dilapangan banyak pelaku bisnis BBM selain Pertamina, beban terbesar ada di BUMN ini. Memperhatikan kebijakan yang diambil oleh Pemerintah sewaktu Pak Roes Aryawijaya masih aktif belum berpihak ke Pertamina”. Jakarta, 18 Agustus 2014 (Dr.Supriyadi,
mantan Komisaris Utama PTBA Tbk.)
10. “Saya mengawali karier saya sebagai Direksi BUMN mendapatkan hal sangat berbeda dengan bayangan yang saya punya saat saya mendampingi pimpinan-pimpinan BUMN sebelum saya. Satu hal yang sangat jauh berbeda adalah Pembinaan yang Bapak berikan masih menggunakan pendekatan personal dimana Bapak lebih kepada menjaga hubungan kesetaraan. Disamping itu dalam kaitan menjalankan amanah, ketegasan sikap Bapak dalam menegaskan untuk tetap dalam aturan yang selemah apapun aturan itu justru ternyata membentengi kami dari kesalahan secara hukum. Satu hal yang saya ambil hikmah dari kepemimpinan Bapak adalah: Kita harus bisa menjaga hubungan secara baik dengan tetap berjalan
R8A12W51 58
dalam aturan maupun tatanan yang ada dengan mengedepankan kepentingan BUMN dan Negara. Selemah apapun aturan itu, tapi itulah yang kita miliki dan harus kita hormati dengan tetap berharap, kelemahan itu suatu saat diperbaiki”. Jakarta 20 Agustus 2014. (Riry Jetta,
Direksi PT. Dok Surabaya (Persero) dan mantan Direktur Utama PT. Dok Koja Bahari (Persero)).