Top Banner
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kuningan Kuningan adalah paduan tembaga dengan seng yang paling banyak digunakan karena harganya tidak mahal, mudah dibentuk dan juga mudah untuk melakukan proses permesinan. Kuningan juga memiliki ketahanan terhadap lingkungan yang korosi. Sifat kuningan sangat bervariasi, kekuatan dan kekerasan bergantung pada paduan. Walaupun kuningan memilki ketahanan yang tinggi terhadap korosi, ada dua masalah utama yang harus diperhatikan. Pada paduan kuningan memiliki kadar seng yang sangat tinggi, maka paduan lain yang menyusun kuningan tersebut akan berkurang seiring dengan bertambahnya kadar seng. Kuningan yang memiliki titik lebur 902°C merupakan paduan antara Cuprum (Cu) dan Zinc (Zn). Cuprum (Cu) yang memiliki titik lebur 1084°C dan Zinc (Zn) yang memiliki titik lebur 420°C. Biasanya kandungan Zn sampai kira- kira 40%. Kekuatan, kekerasan, dan keuletan paduan meningkat seiring dengan meningkatnya kadar seng. Kadar seng yang lebih dari 40% akan menyebabkan penurunan kekuatan dan seng juga mudah menguap pada saat dilebur. (Surdia, M. I., 1980) 4 Universitas Sriwijaya
14

pengecoran kuningan

Jul 15, 2016

Download

Documents

Yanto Kure

pengecoran kuningan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: pengecoran kuningan

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kuningan

Kuningan adalah paduan tembaga dengan seng yang paling banyak

digunakan karena harganya tidak mahal, mudah dibentuk dan juga mudah untuk

melakukan proses permesinan. Kuningan juga memiliki ketahanan terhadap

lingkungan yang korosi.

Sifat kuningan sangat bervariasi, kekuatan dan kekerasan bergantung pada

paduan. Walaupun kuningan memilki ketahanan yang tinggi terhadap korosi, ada

dua masalah utama yang harus diperhatikan. Pada paduan kuningan memiliki

kadar seng yang sangat tinggi, maka paduan lain yang menyusun kuningan

tersebut akan berkurang seiring dengan bertambahnya kadar seng.

Kuningan yang memiliki titik lebur 902°C merupakan paduan antara

Cuprum (Cu) dan Zinc (Zn). Cuprum (Cu) yang memiliki titik lebur 1084°C dan

Zinc (Zn) yang memiliki titik lebur 420°C. Biasanya kandungan Zn sampai kira-

kira 40%. Kekuatan, kekerasan, dan keuletan paduan meningkat seiring dengan

meningkatnya kadar seng. Kadar seng yang lebih dari 40% akan menyebabkan

penurunan kekuatan dan seng juga mudah menguap pada saat dilebur. (Surdia, M.

I., 1980)

Gambar 2.1. Diagram Fasa Temabaga-Seng (kuningan) (Hardianto, 2005)

4 Universitas Sriwijaya

Page 2: pengecoran kuningan

5

Diagram Fasa Cu-Zn terdiri dari enam fasa yaitu α, β, δ, γ, ε, dan η. Dari

semua fasa itu yang penting secara industri adalah logam kuningan dengan fasa α,

dan β. fasa α mempunyai struktur FCC dan β mempunyai struktur BCC. Dari

diagram fasa untuk paduan tembaga seng 70%-30 %, fasa α merupakan fasa lunak

dan mudah dikerjakan, (Hardianto, 2005)Kuningan dengan ukuran butir yang kecil akan lebih ulet dibandingkan

dengan kuningan yang memiliki ukuran butir besar. Tetapi butiran besar ini

memiliki permukaan yang lebih halus dan memerlukan sedikit proses pemolesan.

Campuran besi pada kuningan akan memperkecil butiran dan memudahkan untuk

proses forging atau proses penempaan, tetapi sulit untuk melakukan proses

permesinan. Penambahan sedikit kadar silikon akan meningkatkan kekuatan,

tetapi kadar silikon tinggi akan mengakibatkan kegetasan dan menyebabkan reaksi

dengan oksigen. Peningkatan nikel akan meningkatkan ketangguhan dan kekuatan

logam.

Kuningan memiliki keunggulan kuat, tahan aus, dan tahan korosi. Akan

tetapi harga kuningan jauh lebih mahal dari besi cor, baja, dan aluminium.

Kuningan yang mempunyai komposisi 60% tembaga dan 40% seng akan

mempunyai kekuatan tarik 192 Mpa, kekerasan 40 Hb, titik lebur 1040°C dan

berat jenis 8570 kg/m³. (Effendi dkk, 2014)

Contoh hasil coran kuningan yang banyak terdapat di pasar, yaitu:

Gambar 2.2. Contoh Produk Cor Kuningan

Universitas Sriwijaya

Page 3: pengecoran kuningan

6

2.2 Bahan Bakar

Menurut Tjokrowisastro (1990) secara umum bahan bakar diklasifikasikan

berdasarkan kondisi fisiknya menjadi 3 kelompok, yaitu bahan bakar padat,

sebagai contoh batubara, kayu dan arang; bahan bakar cair, sebagai contoh

minyak bumi beserta olahannya dan bahan bakar gas. Beberapa pabrik pengecoran

menggunakan energi listrik untuk meleburkan logam. Beberapa jenis sumber

energi yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu:

2.2.1 Energi Listrik

Energi listrik adalah energi utama yang dibutuhkan bagi peralatan

listrik atau energi yang tersimpan didalam arus listrik dalam satuan amper

(A) dan tegangan listrik dalam satuan volt (V) dengan ketentuan

kebutuhan konsumsi daya listrik dengan satuan watt (W). Energi yang

dihasilkan dapat berasal dari berbagai sumber seperti minyak, batubara,

air, dan lain lain. Dalam hal peleburan, listrik adalah salah satu sumber

energi yang dipakai untuk meleburkan logam. Salah satu contoh tungku

yang menggunakan energi listrik untuk meleburkan logam adalah tungku

induksi atau banyak juga orang menyebutnya dengan tanur induksi.

Panas yang digunakan pada tanur induksi berasal dari pemanasan

induksi medium konduktif (biasanya logam). Tanur induksi bekerja pada

frekuensi operasi berkisar antara frekuensi utilitas (50 atau 60 Hz) hingga

400 kHz atau lebih tinggi, biasanya tergantung pada ukuran dan material

yang akan dilebur, kapasitas (volume) dari tanur, dan kecepatan mencair

leburan yang diperlukan untuk melebur. Skema arus induksi tungku

induksi. Akibat dari adanya arus induksi yang terus menerus mengalir di

dalam cairan maka akan terjadi pergerakan cairan yang disebut sebagai

stirring dan akan mengaduk logam cair di dalam tanur. Keuntungan dari

tanur induksi yaitu: hasil peleburan bersih, mudah dalam mengatur atau

mengendalikan temperatur, komposisi cairan homogen, efisiensi

penggunaan energi panas tinggi, dan dapat digunakan untuk melebur

berbagai jenis material. (Nugroho dkk, 2011)

Universitas Sriwijaya

Page 4: pengecoran kuningan

7

Gambar 2.3. Tungku Energi Listrik

2.2.2 Oli Bekas

Oli adalah minyak pelumas mesin kendaraan maupun mesin

produksi. Oli bekas dapat diperoleh dari pabrik-pabrik maupun dari

bengkel kendaraan bermotor.

Secara umum terdapat 2 macam oli bekas, yaitu oli bekas industri

(light industrial oil) dan oli hitam (black oil). Oli bekas industri relatif

lebih bersih dan mudah dibersihkan dengan perlakuan sederhana, seperti

penyaringan dan pemanasan. Oli hitam berasal dari pelumasan otomotif.

Oli ini dalam pemakaiannya mendapat beban termal dan mekanis yang

lebih tinggi. Dalam oli hitam terkandung partikel logam dan sisa

pembakaran. (Raharjo, 2007).

Gambar 2.4. Tungku Oli Bekas

Universitas Sriwijaya

Page 5: pengecoran kuningan

8

2.2.3 Arang

Menurut Pari (2002), bahwa arang tempurung kelapa merupakan

produk yang diperoleh dari pembakaran tidak sempurna terhadap

tempurung kelapa. Arang aktif dari tempurung kelapa memiliki daya saing

yang kuat karena mutunya tinggi dan tergolong sumber daya yang

terbarukan. Sebagai bahan bakar, arang lebih menguntungkan dibanding

kayu bakar. Arang memberikan kalor pembakaran yang lebih tinggi dan

asap yang lebih sedikit.

Arang dari tempurung kelapa ini dapat diolah lebih lanjut menjadi

bentuk briket yang mempunyai penampilan dan kemasan yang lebih

menarik serta memiliki nilai ekonomis yang tinggi untuk dijadikan

keperluan energi alternatif sehar-hari. (Lafas dkk, 2011)

Gambar 2.5. Tungku Arang (Winarno, 2013)

2.3 Pengujian Hasil Pengecoran

Setelah melewati proses pengecoran produk coran tersebut harus dilakukan

beberapa pengujian untuk mengetahui sifat mekanik dari suatu produk coran. Sifat

mekanik merupakan salah satu faktor terpenting yang mendasari pemilihan bahan

dalam suatu perancangan. Untuk mendapatkan sifat mekanik produk pengecoran,

dapat dilakukan pengujian mekanik yang bersifat merusak (destrucktive test) dan

tidak merusak (Non desetrcuktive test).

Universitas Sriwijaya

Page 6: pengecoran kuningan

9

2.3.1 Dye Penetrant

Dye penetrant (penetran cair) termasuk dalam Non Destructive Test

(NTD). Uji tak merusak dengan menggunakan cairan penetran dapat

digunakan pada semua material. Kelemahan dari dye penetran adalah

pendeteksian cacat hanya bisa dilakukan pada permukaan material yang

diuji.

Gambar 2.6. Dye Penetrant

2.3.2 Uji Metallografi

Pengamatan atau pengujian metallografi adalah pengamatan

mengenai struktur mikro dan distribusi besar batas butir. Oleh karena itu,

sifat-sifat logam dapat dikontrol dengan cara mengontrol struktur

mikronya, pengentrolan struktur mikro ini dilakukan dengan cara

metallografi kuantitatif. Metallografi kuantitatif yaitu hubungan antara

pengukuran- pengukuran yang dibuat pada bidang dua dimensi dengan

besaran-besaran struktur mikro dari suatu paduan yang tiga dimensi.

Untuk melakukan pengamatan ini maka ada beberapa langkah yang harus

dilakukan terlebih dahulu menyangkut persiapan spesimen, yaitu

pengamatan atau analisa sebelum proses, penggerindaan, pemolesan, dan

pengetsaan.

Spesimen yang terlalu kecil, dimana terdapat kesulitan dan kurang

nyaman saat memegangnya atau spesimen yang bentuknya tidak beraturan,

maka harus dipasang bingkai terlebih dahulu. Pembingkaian ini akan

melindungi dan memelihara sisi atau permukaan spesimen yang rusak

lainnya dengan catatan proses pembingkaian ini jangan sampai merusak

Universitas Sriwijaya

Page 7: pengecoran kuningan

10

struktur mikro spesimen itu sendiri. Untuk proses penggerindaan, proses

ini dilakukan untuk menghilangkan permukaan yang rusak akibat proses

penggergajian. Selama proses penggerindaan harus dilakukan pendinginan

agar tidak merusak struktur mikro.

Pada proses pemolesan, proses ini dibagi menjadi dua yaitu

pemolesan kasar dan pemolesan halus. Pemolesan kasar dilakukan dengan

menggunakan tangan, pemolesan kasar ini dilakukan untuk dapat

menghilangkan bagian yang terdeformasi plastis. Proses ini dilakukan

dengan menggunakan alumina dengan pertikel 2 µm atau menggunakan

diamond pasta dengan ukuran partikel 7 µm dan arah pemolesan dilakukan

tegak lurus terhadap arah pengamplasan terakhir. Pada pemolesan halus,

proses dilakukan dengan tangan persis sama dengan pemolesan kasar,

yaitu specimen diputar-putar untuk dapat menghindari efek ekor komet.

Partikel abrasif yang digunakan adalah diamond pasta dengan ukuran 2, 1,

dan ¼ µm, atau alumina dengan berukuran 1, ½ dan 1/10 µm.

Pengetsaan kimia dilakukan dengan cara mencelupkan spesimen

kedalam larutan etsa. Selama proses pengetsaan akan terlihat suata

perubahan pada spesimen, oleh karena itu dianjurkan agar selama proses

pengetsaan selalu menggerakkan spesimen agar larutan mentyentuh

permukaan senantiasa segar. Proses etsa ini dapat dihentikan pada saat

kira-kira derajat keburaman pada spesimen itu sendiri dirasa sudah cukup.

Proses pengetsaan ini sebernya adalah proses mengkorosikan permukaan

spesimen. Ada dua tujuan dari proses pengetsaan ini, yaitu:

1. Struktur makro

Proses pengetsaan makro berguna untuk melihat cacat-cacat yang

terjadi dan juga untuk mengetahui laju pendinginan dari produk cor yang

dihasilkan. Produk cor yang telah di etsa tersebut dikeringkan dengan

udara panas lalu di foto dengan zoom beberapa kali. (Pratiwi D.K , 2013)

Bila akan menggunakan makro etsa, maka pengamplasan halus

sudah cukup memadai. Tujuan dari penggunaan makro etsa adalah untuk

melihat struktur solidifikasi, garis–garis alir (flow lines), segregasi,

distribusi perubahan struktur karena proses pengelasan, inklusi, porositas,

cacat pada ingot, dan cacat akibat fabrikasi.

Universitas Sriwijaya

Page 8: pengecoran kuningan

11

2. Struktur mikro

Menurut Pratiwi D.K (2013), pengujian ini bertujuan untuk melihat

struktur mikro dari suatu material, karena hal ini sangat mempengaruhi

sifat mekanik dari material tersebut. Pengujian ini termasuk dalam

pengujian yang merusak.

Pengamatan metallografi dan struktur mikro bertujuan untuk melihat

struktur mikro dari suatu material, karena struktur mikro ini sangat

mempengaruhi sifat mekanik dari material tersebut.

Metode analisis area diperkenalkan oleh delesse, seorang ahli

geologi Perancis, pada tahun 1848. Delesse menunjukkan bahwa rata-rata

fraksi Aa areal diperoleh pada bagian dua dimensi yaitu dengan perkiraan

Vv fraksi volume.

Gambar 2.7. Alat Pengujian Struktur Mikro

2.3.3 Uji kekerasan Brinell

Pengujian kekerasan termasuk dalam pengujian yang bersifat

merusak (destrucktive test) karena saat menguji material tersebut akan

terjadi cacat atau rusak setelah pengujian dilakukan.

Pengujian kekerasan menggunakan metode brinell karena material

yang akan diuji adalah produk coran kuningan. Apabila pengujian

dilakukan dengan menggunakan mata intan, maka akan merusak

permukaan karena permukaan yang dominan dengan korosi. Metode

brinell menggunakan Indentor bola baja dan bola karbida. Diameter bola

dan dan beban ada beberapa macam, tergantung jenis dan tebal material.

Universitas Sriwijaya

Page 9: pengecoran kuningan

12

Indentor tersebut ditekankan kepermukaan bagian yang diukur dengan

beban P kgf dibagi luas bidang (𝑚𝑚2) penekanan yang merupakan

deformasi tetap sebagai akibat penekanan. (Pratiwi D.K, 2013)

Gambar 2.8. Pengujian Brinell (Pratiwi D.K, 2013)

Pengujian kekerasan dengan metode brinell pada Laboratorium

metallurgi menggunakan standar JIS Z 2243, sedangkan untuk mesin uji

brinell menggunakan standar JIS B 7736. Metode ini dilakukan dengan

suatu alat uji dengan cara penekanan dengan menggunakan indentor bola

baja atau bola karbida. (Utami, N.H.P.E, 2014)

Diameter bola baja 10 mm dengan beban P = 30 D2 untuk baja dan

P = 5 D2 untuk bukan baja. Biasanya beban yang digunakan 3000 kgf,

1500 kgf dan 500 kgf. Indentor bola karbida biasanya digunakan untuk

material logam yang sangat keras seperti baja karbon tinggi, baja tahan aus

dan sebagainya. (Pratiwi D.K, 2013)

Angka kekerasan brinell dihitung sebagai berikut:

… (2.1)

Keterangan: BHN = Brinell Hardness Number P = Beban yang diberikan (kgf) D = Diameter bola baja (mm) d = Diameter lekukan (mm)

Universitas Sriwijaya

Page 10: pengecoran kuningan

13

Gambar 2.9. Alat Pengujian Kekerasan Brinell

Universitas Sriwijaya