Pengawetan Makanan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka tidak mengherankan jika semua negara baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi. Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-perubahan dalam hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab dengan semakin berkembangnya teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin sibuk sehinngga tidak mempunyai banyak waktu untuk melakukan pengolahan bahan makanan yang hanya mengandalkan bahan mentah yang kemudian diolah didapur. Dalam keadaaan demikian, makanan cepat saji (instan) yang telah diolah dipabrik atau telah diawetkan banyak manfatnya bagi masyarakat itu sendiri. Permasalahan atau petanyaan yang timbul kemudian adalah apakah proses pengawetan, bahan pengawet yang ditambahkan atau produk pangan yang dihasilkan aman dikonsumsi manusia? Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria yang dapat digunakan untuk
Pengawetan makanan dan prinsip-prinsip mikrobiologi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Pengawetan Makanan
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan
manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi terhadap pemenuhan
gizi masyarakat, maka tidak mengherankan jika semua negara baik negara maju maupun
berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yang cukup, aman dan bergizi.
Salah satunya dengan melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat
memberikan perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi.
Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-perubahan
dalam hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab dengan semakin berkembangnya
teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin sibuk sehinngga tidak mempunyai banyak
waktu untuk melakukan pengolahan bahan makanan yang hanya mengandalkan bahan mentah
yang kemudian diolah didapur. Dalam keadaaan demikian, makanan cepat saji (instan) yang
telah diolah dipabrik atau telah diawetkan banyak manfatnya bagi masyarakat itu sendiri.
Permasalahan atau petanyaan yang timbul kemudian adalah apakah proses pengawetan, bahan
pengawet yang ditambahkan atau produk pangan yang dihasilkan aman dikonsumsi manusia?
Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang
terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin
tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai
akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria
yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi,
secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan faktor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan
budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap produksi
dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan
parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno,1993).
Bahan-bahan organik mengalami pengrusakan oleh mikroba, kalau tidak dilindungi
terhadap perbanyakan diri atau pengaruh lain dari mikroorganisme, dengan menggunakan zat-zat
tertentu atau kondisi tertentu. Untuk mempertahankan atau mengawetkan zat-zat organik
terdapat beberapa cara yang cocok. Arti terbesar dari metode pengawetan ialah untuk melindungi
bahan makanan dan makanan.
Makanan hilang kenikmatannya untuk manusia bukan hanya kalau dirusak oleh
mikroorganisme (pembusukan aerob atau anaerob) saja, tetapi juga karena tercemari bakteri atau
fungi pembentukan toksin. Pembentukan toksin terpenting dalam bahan makanan adalah
Clostridium botulinum dan berbagai jenis Staphylococus. Pertama membentuk eksotoksin
walaupun dalam jumlah kecil tetapi sangat toksik, yang mempengaruhi sistem syaraf dan disebut
neurotoksin. Staphylococus membentuk enterotoksin, yang menyebabkan “keracunan bahan
makanan” dan mempengaruhi saluran cerna (hans g. schlegel and Karin Schmidt, 1994: 243).
Tujuan Pengawetan
Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang paling tua
penggunaannya. Pada permulaan peradaban manusia, asap telah digunakan untuk mengawetkan
daging, ikan, dan jagung. Demikian pula pengawetan dengan menggunaka garam, asam, dan
gula telah dikenal sejak dulu kala. Kemudian dikenal penggunaan bahan pengawet, untuk
mempertahankan pangan dari gangguan mikroba sehingga pangan tetap awet seperti semula.
Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang penting
kemudian memecah senyawa berbahaya menjadi tidak berbahaya dan toksik. Bahan pengawet
akan memengaruhi dan menyeleksi jenis mikroba yang dapat hidup pada kondisi tersebut.
Derajat penghambatan terhadap kerusakan bahan pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis
bahan pengawet yang digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrasi bahan
pengawet yang digunakan.
Secara umum pengawetan makanan bertujuan untuk :
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun
yang tidak patogen.
2. Memperpanjang umur simpan pangan.
3. Memperlambat fase pertumbuhan logaritmik mikroba.
4. Mempercepat fase kematian mikroba.
5. Memperlambat aktivitas bakteri penyebab penyakit/bakteri yang dapat menurunkan kualitas
makanan.
6. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.
7. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
8. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak
memenuhi persyaratan.
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
Teknik Pengendalian Aktivitas Mikroba Perusak Makanan Melalui Beberapa Macam
Teknik Pengawetan Makanan
A. Teknik Secara Biologi
1. Fermentasi
a. Definisi Fermentasi
Arti kata fermentasi selama ini berubah-ubah. Kata fermentasi berasal dari Bahasa
Latin “fervere” yang berarti merebus (to boil). Arti kata dari Bahasa Latin tersebut dapat
dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau mendidih. Keadaan ini disebabkan adanya
aktivitas ragi pada ekstraksi buah-buahan atau biji-bijian. Gelembung-gelembung
karbondioksida dihasilkan dari katabolisme anaerobik terhadap kandungan gula.
`Fermentasi mempunyai arti yang berbeda bagi ahli biokimia dan mikrobiologi industri.
Arti fermentasi pada bidang biokimia dihubungkan dengan pembangkitan energi oleh
katabolisme senyawa organik. Pada bidang mikrobiologi industri, fermentasi mempunyai arti
yang lebih luas, yang menggambarkan setiap proses untuk menghasilkan produk dari
pembiakan mikroorganisme.
Perubahan arti kata fermentasi sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh para
ahli. Arti kata fermentasi berubah pada saat Gay Lussac berhasil melakukan penelitian yang
menunjukkan penguraian gula menjadi alkohol dan karbondioksida. Selanjutnya Pasteur
melakukan penelitian mengenai penyebab perubahan sifat bahan yang difermentasi, sehingga
dihubungkan dengan mikroorganisme dan akhirnya dengan enzim.
Untuk beberapa lama fermentasi terutama dihubungkan dengan karbohidrat, bahkan
sampai sekarang pun masih sering digunakan. Padahal pengertian fermentasi tersebut lebih
luas lagi, menyangkut juga perombakan protein dan lemak oleh aktivitas mikroorganisme.
Meskipun fermentasi sering dihubungkan dengan pembentukan gas yang disebabkan oleh
mikroorganisme yang hidup, pada saat ini pembentukan gas maupun terdapatnya sel
mikroorganisme hidup tidak merupakan kriteria yang esensial. Dalam beberapa proses
fermentasi misalnya fermentasi asam laktat, tidak ada gas yang dibebaskan. Fermentasi dapat
juga berlangsung (meskipun jarang terjadi) dengan menggunakan ekstrak enzim yang
berfungsi sebagai katalisator reaksi. Dari uraian diatas dapat disarikan bahwa fermentasi
mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik
melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
Fermentasi didefenisikan sebagai perombakan anaerob karbohidrat yang menghasilkan
pembentukan produk fermentasi yang stabil. Contoh produk fermentasi oleh mikroorganisme
yang dapat dimanfaatkan meliputi barang-barang seperti etil alkohol, asam laktat, asam asetat,
gliserol, butilen glikol, aseton, butanol dan sama butirat (volk and wheeler, 1990:300).
b. Peran Fermententasi Sebagai Teknik Pengendali Mikroba Perusak Makanan
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan pangan dengan
menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk meningkatkan keawetan pangan
dengan dioproduksinya asam dan/atau alkohol, untuk menghasilkan produk dengan karekateristik
flavor dan aroma yang khas, atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih
baik. Contoh-contoh produk pangan fermentasi ini bermacam-macam; mulai dari produk
tradisional (misalnya tempe, tauco, tape, dll) sampai kepada produk yang modern (misalnya
salami dan yoghurt).
Proses fermentasi dalam pengolahan pangan mempunyai beberapa keuntungan-keuntungan,
antara lain :
1. Proses fermentasi dapat dilakukan pada kondisi pH dan suhu normal, sehingga tetap
mempertahankan (atau sering bahkan meningkatkan) nilai gizi dan organoleptik produk
pangan,
2. Karakteristik flavor dan aroma produk yang dihasilkan bersifat khas, tidak dapat diproduksi
dengan teknik/metoda pengolahan lainnya.
3. Memerlukan konsumsi energi yang relatif rendah karena dilakukan pada kisaran suhu normal,
4. Modal dan biaya operasi untuk proses fermentasi umumnya rendah,
5. Teknologi fermentasi umumnya telah dikuasi secara turun temurun dengan baik.
Sebagaimana dikemukakan di muka bahwa proses fermentasi adalah proses yang
memanfaatkan jasa mikroorganisme, maka pengendalian proses fermentasi pada dasarnya
adalah pengendalian pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme tersebut. Faktor utama yang
mengandalikan pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan adalah :
1. Ketersediaan sumber-sumber karbon dan nitrogen yang akan digunakan oleh
mikroorganisme tersebut untuk tumbuh dan berkembang-biak,
2. Ketersediaan zat gizi khusus tertentu yang merupakan persyaratan karakteristik bagi
mikroorganisme tertentu untuk tumbuh dengan baik,
3. Nilai pH produk pangan,
4. Suhu inkubasi, kadar air, dan ada/tidaknya kompetisi dengan mikroorganisme lainnya.
Jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam teknologi fermentasi adalah:
Bakteri Asam Laktat
Dari kelompok ini termasuk bakteri yang menghasilkan sejumlah besar asam laktat
sebagai hasil akhir dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam laktat yang dihasilkan dengan
cara tersebut akan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan
rasa asam. Ini juga menghambat pertumbuhan dari beberapa jenis mikroorganisme lainnya.
Dua kelompok kecil mikroorganisme dikenal dari kelompok ini yaitu organisme-organisme
yang bersifat homofermentative dan heterofermentative.
Jenis-jenis homofermentatif yang terpenting hanya menghasilkan asam laktat dari
metabolisme gula, sedangkan jenisjenis heterofermentatif menghasilkan karbondioksida dan
sedikit asam-asam volatil lainnya, alkohol, dan ester disamping asam laktat.
Beberapa jenis yang penting dalam kelompok ini:
1. Streptococcus thermophilus, Streptococcus lactis dan Streptococcus cremoris. Semuanya
ini adalah bakteri gram positif, berbentuk bulat (coccus) yang terdapat sebagai rantai dan
semuanya mempunyai nilai ekonomis penting dalam industri susu.
2. Pediococcus cerevisae. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat, khususnya terdapat
berpasangan atau berempat (tetrads). Walaupun jenis ini tercatat sebagai perusak bir dan
anggur, bakteri ini berperan penting dalam fermentasi daging dan sayuran.
Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan terletak pada jangka waktu penyimpanan.
Pendinginan biasanya akan mengawetkan makanan selama beberapa hari atau minggu
tergantung bahan pangannya, sedangkan pembekuan dapat sampai beberapa bulan bahkan
tahun. Berikut ini beberapa jenis makanan dan masa simpannya pada penyimpanan dengan
suhu rendah
Jenis makanan Refrigasi (pendinginan) Pembekuan
TELUR
Segar, utuh 3 minggu Jangan dibekukan
Kuning/putih telur, terpisah 2-4 hari 1 tahun
dimasak 1 minggu Jangan dibekukan
Produk olahan, sudah dibuka 3 hari Jangan dibekukan
Produk olahan, belum dibuka 10 hari 1 tahun
DAGING
Sapi/kerbau/kambing 3-5 hari 6-12 bulan
Jeroan 1-2 hari 3-4 bulan
Produk olahan 3-4 hari 2-3 bulan
IKAN, segar 5-20 hari 8-10 bulan
PRODUK UNGGAS
Ayam/bebek, utuh 1-2 hari 1 tahun
Ayam, per potong 1-2 hari 2-3 bulan
Produk olahan 3-4 hari 4-6 bulanbulan
Fried chicken 3-4 hari 4 bulan
Chicken nuggets 1-2 hari 1-3 bulan
SUP, penambahan
sayur/daging3-4 hari 2-3 bulan
MAYOINNASE, sudah
dibuka2 bulan Jangan dibekukan
MENTEGA 2 bulan 1 tahun
ES KRIM Beberapa bulan
ROTI Beberapa minggu
SAYURAN 3-20 hari
BUAH-BUAHAN
Segar
Dikeringkan
2-180 hari
1 tahun
UMBI-UMBIAN 3-10 bulan
DAFTAR RUJUKAN
Agus S. & Cucut P. Karakteristik tape buah sukun hasil fermentasi Penggunaan konsentrasi ragi yang berbeda. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Unwidha Klaten. Magistra no. 73 th. XXII September 2010. Issn 0215-9511. halaman 48-55 (online). http:// journal .unwidha.ac.id/index.php/magistra/article/download/97/57 , diakses tanggal 26 Agustus 2015
Hans g. Schlegel and Karin Eschmidt, 1994. Mikrobiologi umum. Edisi keenam. Yogyakarta: Gajahmada University Press.
Kustyawati, M.E. 2009. Kajian Peran Yeast dalam Pembuatan Tempe. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Agritech, Vol. 29, No. 2, Juli 2009, halaman 64-70.
http://www.jurnalagritech.tp.ugm.ac.id/ojs/index.php/agritech/article/viewFile/139/135, diakses tanggal 26 Agustus 2015.
Lubis N.D.A. 2009. Pengawetan yang Aman. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. (online). http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1914/1/09E00765.pdf. diakses tanggal 26 Agustus 2015.
Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Surabaya: Unesa Press.
Volk And Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar edisi kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Volk And Wheeler. 1990. Mikrobiologi Dasar Jilid 2. Jakarta: Erlangga