Top Banner
Pengawetan Makanan Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka tidak mengherankan jika semua negara baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi. Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-perubahan dalam hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab dengan semakin berkembangnya teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin sibuk sehinngga tidak mempunyai banyak waktu untuk melakukan pengolahan bahan makanan yang hanya mengandalkan bahan mentah yang kemudian diolah didapur. Dalam keadaaan demikian, makanan cepat saji (instan) yang telah diolah dipabrik atau telah diawetkan banyak manfatnya bagi masyarakat itu sendiri. Permasalahan atau petanyaan yang timbul kemudian adalah apakah proses pengawetan, bahan pengawet yang ditambahkan atau produk pangan yang dihasilkan aman dikonsumsi manusia? Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria yang dapat digunakan untuk
27

Pengawetan Makanan

Dec 14, 2015

Download

Documents

Anisah Mahmudah

Pengawetan makanan dan prinsip-prinsip mikrobiologi
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pengawetan Makanan

Pengawetan Makanan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan

manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi terhadap pemenuhan

gizi masyarakat, maka tidak mengherankan jika semua negara baik negara maju maupun

berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yang cukup, aman dan bergizi.

Salah satunya dengan melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat

memberikan perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi.

Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-perubahan

dalam hal pengolahan bahan makanan. Hal ini wajar sebab dengan semakin berkembangnya

teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin sibuk sehinngga tidak mempunyai banyak

waktu untuk melakukan pengolahan bahan makanan yang hanya mengandalkan bahan mentah

yang kemudian diolah didapur. Dalam keadaaan demikian, makanan cepat saji (instan) yang

telah diolah dipabrik atau telah diawetkan banyak manfatnya bagi masyarakat itu sendiri.

Permasalahan atau petanyaan yang timbul kemudian adalah apakah proses pengawetan, bahan

pengawet yang ditambahkan atau produk pangan yang dihasilkan aman dikonsumsi manusia?

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang

terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri. Semakin

tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik sebagai

akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak. kriteria

yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di konsumsi,

secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan faktor-faktor nonteknik, sosial ekonomi, dan

budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada setiap tahap produksi

dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan fisik, bebas mikroba dan

parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan (Winarno,1993).

Bahan-bahan organik mengalami pengrusakan oleh mikroba, kalau tidak dilindungi

terhadap perbanyakan diri atau pengaruh lain dari mikroorganisme, dengan menggunakan zat-zat

tertentu atau kondisi tertentu. Untuk mempertahankan atau mengawetkan zat-zat organik

terdapat beberapa cara yang cocok. Arti terbesar dari metode pengawetan ialah untuk melindungi

bahan makanan dan makanan.

Page 2: Pengawetan Makanan

Makanan hilang kenikmatannya untuk manusia bukan hanya kalau dirusak oleh

mikroorganisme (pembusukan aerob atau anaerob) saja, tetapi juga karena tercemari bakteri atau

fungi pembentukan toksin. Pembentukan toksin terpenting dalam bahan makanan adalah

Clostridium botulinum dan berbagai jenis Staphylococus. Pertama membentuk eksotoksin

walaupun dalam jumlah kecil tetapi sangat toksik, yang mempengaruhi sistem syaraf dan disebut

neurotoksin. Staphylococus membentuk enterotoksin, yang menyebabkan “keracunan bahan

makanan” dan mempengaruhi saluran cerna (hans g. schlegel and Karin Schmidt, 1994: 243).

Tujuan Pengawetan

Bahan pengawet merupakan salah satu bahan tambahan pangan yang paling tua

penggunaannya. Pada permulaan peradaban manusia, asap telah digunakan untuk mengawetkan

daging, ikan, dan jagung. Demikian pula pengawetan dengan menggunaka garam, asam, dan

gula telah dikenal sejak dulu kala. Kemudian dikenal penggunaan bahan pengawet, untuk

mempertahankan pangan dari gangguan mikroba sehingga pangan tetap awet seperti semula.

Secara ideal, bahan pengawet akan menghambat atau membunuh mikroba yang penting

kemudian memecah senyawa berbahaya menjadi tidak berbahaya dan toksik. Bahan pengawet

akan memengaruhi dan menyeleksi jenis mikroba yang dapat hidup pada kondisi tersebut.

Derajat penghambatan terhadap kerusakan bahan pangan oleh mikroba bervariasi dengan jenis

bahan pengawet yang digunakan dan besarnya penghambatan ditentukan oleh konsentrasi bahan

pengawet yang digunakan.

Secara umum pengawetan makanan bertujuan untuk :

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang bersifat patogen maupun

yang tidak patogen.

2. Memperpanjang umur simpan pangan.

3. Memperlambat fase pertumbuhan logaritmik mikroba.

4. Mempercepat fase kematian mikroba.

5. Memperlambat aktivitas bakteri penyebab penyakit/bakteri yang dapat menurunkan kualitas

makanan.

6. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan yang diawetkan.

7. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.

8. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang salah atau yang tidak

memenuhi persyaratan.

Page 3: Pengawetan Makanan

6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

Teknik Pengendalian Aktivitas Mikroba Perusak Makanan Melalui Beberapa Macam

Teknik Pengawetan Makanan

A. Teknik Secara Biologi

1. Fermentasi

a. Definisi Fermentasi

Arti kata fermentasi selama ini berubah-ubah. Kata fermentasi berasal dari Bahasa

Latin “fervere” yang berarti merebus (to boil). Arti kata dari Bahasa Latin tersebut dapat

dikaitkan dengan kondisi cairan bergelembung atau mendidih. Keadaan ini disebabkan adanya

aktivitas ragi pada ekstraksi buah-buahan atau biji-bijian. Gelembung-gelembung

karbondioksida dihasilkan dari katabolisme anaerobik terhadap kandungan gula.

`Fermentasi mempunyai arti yang berbeda bagi ahli biokimia dan mikrobiologi industri.

Arti fermentasi pada bidang biokimia dihubungkan dengan pembangkitan energi oleh

katabolisme senyawa organik. Pada bidang mikrobiologi industri, fermentasi mempunyai arti

yang lebih luas, yang menggambarkan setiap proses untuk menghasilkan produk dari

pembiakan mikroorganisme.

Perubahan arti kata fermentasi sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh para

ahli. Arti kata fermentasi berubah pada saat Gay Lussac berhasil melakukan penelitian yang

menunjukkan penguraian gula menjadi alkohol dan karbondioksida. Selanjutnya Pasteur

melakukan penelitian mengenai penyebab perubahan sifat bahan yang difermentasi, sehingga

dihubungkan dengan mikroorganisme dan akhirnya dengan enzim.

Untuk beberapa lama fermentasi terutama dihubungkan dengan karbohidrat, bahkan

sampai sekarang pun masih sering digunakan. Padahal pengertian fermentasi tersebut lebih

luas lagi, menyangkut juga perombakan protein dan lemak oleh aktivitas mikroorganisme.

Meskipun fermentasi sering dihubungkan dengan pembentukan gas yang disebabkan oleh

mikroorganisme yang hidup, pada saat ini pembentukan gas maupun terdapatnya sel

mikroorganisme hidup tidak merupakan kriteria yang esensial. Dalam beberapa proses

fermentasi misalnya fermentasi asam laktat, tidak ada gas yang dibebaskan. Fermentasi dapat

juga berlangsung (meskipun jarang terjadi) dengan menggunakan ekstrak enzim yang

berfungsi sebagai katalisator reaksi. Dari uraian diatas dapat disarikan bahwa fermentasi

Page 4: Pengawetan Makanan

mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik

melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme.

Fermentasi didefenisikan sebagai perombakan anaerob karbohidrat yang menghasilkan

pembentukan produk fermentasi yang stabil. Contoh produk fermentasi oleh mikroorganisme

yang dapat dimanfaatkan meliputi barang-barang seperti etil alkohol, asam laktat, asam asetat,

gliserol, butilen glikol, aseton, butanol dan sama butirat (volk and wheeler, 1990:300).

b. Peran Fermententasi Sebagai Teknik Pengendali Mikroba Perusak Makanan

Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan pangan dengan

menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk meningkatkan keawetan pangan

dengan dioproduksinya asam dan/atau alkohol, untuk menghasilkan produk dengan karekateristik

flavor dan aroma yang khas, atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih

baik. Contoh-contoh produk pangan fermentasi ini bermacam-macam; mulai dari produk

tradisional (misalnya tempe, tauco, tape, dll) sampai kepada produk yang modern (misalnya

salami dan yoghurt).

Proses fermentasi dalam pengolahan pangan mempunyai beberapa keuntungan-keuntungan,

antara lain :

1. Proses fermentasi dapat dilakukan pada kondisi pH dan suhu normal, sehingga tetap

mempertahankan (atau sering bahkan meningkatkan) nilai gizi dan organoleptik produk

pangan,

2. Karakteristik flavor dan aroma produk yang dihasilkan bersifat khas, tidak dapat diproduksi

dengan teknik/metoda pengolahan lainnya.

3. Memerlukan konsumsi energi yang relatif rendah karena dilakukan pada kisaran suhu normal,

4. Modal dan biaya operasi untuk proses fermentasi umumnya rendah,

5. Teknologi fermentasi umumnya telah dikuasi secara turun temurun dengan baik.

Sebagaimana dikemukakan di muka bahwa proses fermentasi adalah proses yang

memanfaatkan jasa mikroorganisme, maka pengendalian proses fermentasi pada dasarnya

adalah pengendalian pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme tersebut. Faktor utama yang

mengandalikan pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan adalah :

1. Ketersediaan sumber-sumber karbon dan nitrogen yang akan digunakan oleh

mikroorganisme tersebut untuk tumbuh dan berkembang-biak,

2. Ketersediaan zat gizi khusus tertentu yang merupakan persyaratan karakteristik bagi

mikroorganisme tertentu untuk tumbuh dengan baik,

Page 5: Pengawetan Makanan

3. Nilai pH produk pangan,

4. Suhu inkubasi, kadar air, dan ada/tidaknya kompetisi dengan mikroorganisme lainnya.

Jenis-jenis mikroorganisme yang berperan dalam teknologi fermentasi adalah:

Bakteri Asam Laktat

Dari kelompok ini termasuk bakteri yang menghasilkan sejumlah besar asam laktat

sebagai hasil akhir dari metabolisme gula (karbohidrat). Asam laktat yang dihasilkan dengan

cara tersebut akan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan

rasa asam. Ini juga menghambat pertumbuhan dari beberapa jenis mikroorganisme lainnya.

Dua kelompok kecil mikroorganisme dikenal dari kelompok ini yaitu organisme-organisme

yang bersifat homofermentative dan heterofermentative.

Jenis-jenis homofermentatif yang terpenting hanya menghasilkan asam laktat dari

metabolisme gula, sedangkan jenisjenis heterofermentatif menghasilkan karbondioksida dan

sedikit asam-asam volatil lainnya, alkohol, dan ester disamping asam laktat.

Beberapa jenis yang penting dalam kelompok ini:

1. Streptococcus thermophilus, Streptococcus lactis dan Streptococcus cremoris. Semuanya

ini adalah bakteri gram positif, berbentuk bulat (coccus) yang terdapat sebagai rantai dan

semuanya mempunyai nilai ekonomis penting dalam industri susu.

2. Pediococcus cerevisae. Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat, khususnya terdapat

berpasangan atau berempat (tetrads). Walaupun jenis ini tercatat sebagai perusak bir dan

anggur, bakteri ini berperan penting dalam fermentasi daging dan sayuran.

3. Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc dextranicum.

Bakteri ini adalah gram positif berbentuk bulat yang terdapat secara berpasangan atau

rantai pendek. Bakteri-bakteri ini berperanan dalam perusakan larutan gula dengan

produksi pertumbuhan dekstran berlendir. Walaupun demikian, bakteri bakteri ini

merupakan jenis yang penting dalam permulaan fermentasi sayuran dan juga ditemukan

dalam sari buah, anggur, dan bahan pangan lainnya.

4. Lactobacillus lactis, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus

plantarum, Lactobacillus delbrueckii. Organisme-organisme ini adalah bakteri berbentuk

batang, gram positif dan sering berbentuk pasangan dan rantai dari sel-selnya. Jenis ini

umumnya lebih tahan terhadap keadaan asam dari pada jenis-jenis Pediococcus atau

Page 6: Pengawetan Makanan

Streptococcus dan oleh karenanya menjadi lebih banyak terdapat pada tahapan terakhir dari

fermentasi tipe asam laktat. Bakteri bakteri ini penting sekali dalam fermentasi susu dan

sayuran.

Bakteri Asam Propionat

Jenis-jenis yang termasuk kelompok ini ditemukan dalam golongan Propionibacterium,

berbentuk batang dan merupakan gram positif. Bakteri ini penting dalam fermentasi bahan

pangan karena kamampuannya memfermentasi karbohidrat dan juga asam laktat dan

menghasilkan asam-asam propionat, asetat, dan karbondioksida. Jenis-jenis ini penting dalam

fermentasi keju Swiss.

Bakteri Asam asetat

Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif dan ditemukan dalam golongan Acetobacter

sebagai contoh Acetobacter aceti. Metabolismenya lebih bersifat aerobik (tidak seperti spesies

tersebut di atas), tetapi peranannya yang utama dalam fermentasi bahan pangan adalah

kemampuannya dalam mengoksidasi alkohol dan karbohidrat lainnya menjadi asam asetat dan

dipergunakan dalam pabrik cuka (Suprihatin, 2010:3-5).

Fermentasi untuk mengawetkan bahan makanan itu sering dilakukan secara konvensional

oleh masyarakat. Fermentasi tersebut akan menghasilkan makanan yang bernilai ekonomis

dan juga bercitarasa enak. Produk fermentasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tempe

Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang dibuat dari kedelai diinokulasi dengan

jamur Rhizopus oligosporus dalam fermentasi padat (DeReu dkk., 1994). Fermentasi

tempe merupakan fermentasi dua tahap yaitu fermentasi oleh aktivitas bakteri yang

berlangsung selama proses perendaman kedelai, dan fermentasi oleh kapang yang

berlangsung setelah diinokulasi dengan kapang. Komposisi dan pertumbuhan mikroflora

tempe selama fermentasi sangat menarik untuk dicermati karena ternyata tidak hanya R.

oligosporus yang berperan. Mulyowidarso dkk., (1989) yang telah mempelajari secara

mendalam tentang ekologi mikrobia selama perendaman kedelai untuk pembuatan tempe

menemukan bahwa bakteri merupakan mikroflora yang secara signifikan selalu tumbuh

selama pembuatan tempe dan mempunyai peran yang penting. Walaupun R. oligosporus

berperan utama dalam pembuatan tempe, yeast kemungkinan juga dapat tumbuh selama

Page 7: Pengawetan Makanan

fermentasi tempe. Sehingga analisis mikrobiologis sangat perlu diungkapkan lebih

mendetil agar keterlibatan setiap jenis mikroorganisme dalam pembuatan tempe dapat

diketahui dengan jelas.

Yeast (ragi) sudah lama diduga ikut serta dalam fermentasi tempe (Steinkraus,

1982, 1995; Nout dkk., 1987; Mulyowidarso dkk., 1990). Tetapi peranan yeast dalam

pembuatan tempe belum mendapatkan perhatian yang serius (Nout dan Kiers, 2005).

Beberapa jenis yeast telah ditemukan dalam tempe yang dipasarkan dan selama

perendaman kedelai untuk pembuatan tempe (Samson dkk., 1987; Mulyowidarso dkk.,

1989) tetapi yeast yang dalam perendaman kedelai tidak ditemukan dalam produk

tempenya. Oleh karena itu dalam penelitian ini empat spesies yeast terpilih yaitu

Saccharomyces boulardii, Yarrowia lipolytica, Aerobasidium pullulans dan yeast yang

menyerupai kapang Geotrichum candidum, masing-masing akan diinokulasikan bersama

dengan Rhizopus oligosporus dalam kedelai untuk fermentasi tempe. Keempat yeast

tersebut merupakan penghasil enzim ekstraseluler lipolitik dan proteolitik yang sangat

tinggi (Deshpande dkk., 1992; Strauss dkk., 2001; Buzzini dan Martini, 2002). Interaksi

pertumbuhannya dengan kapang dan bakteri selama fermentasi akan diamati. Bila yeast

mampu tumbuh dan berinteraksi dengan mikroflora lain selama fermentasi maka

kemungkinan yeast mempunyai peran dalam meningkatkan kualitas nutrisi dan flavor

tempe. Yeast diharapkan mempunyai kontribusi dalam memperbaiki kualitas dan flavor

tempe, sehingga potensi yeast dalam industri pembuatan tempe perlu diungkap secara

tuntas.

Page 8: Pengawetan Makanan

Gambar 1. Proses pembuatan tempe Sumber: (http://www.indonesia-lombok.de/tempe_id.php)

2. Tapai

Tapai (sering dieja sebagai tape) atau uli (bahasa Betawi) adalah salah satu

makanan tradisional Indonesia yang dihasilkan dari proses peragian (fermentasi) bahan

pangan berkarbohidrat atau Sumber pati, seperti singkong atau ubi kayu dan beras ketan

yang melibatkan ragi di dalam proses pembuatannya (Made Astawan Mita Wahyuni,

1991). Tapai yang dibuat dari singkong (ubi kayu) dan hasilnya dinamakan tapai

singkong. Bila dibuat dari ketan hitam maupun ketan putih, hasilnya dinamakan “tapai

pulut” atau “tapai ketan”. Dalam proses fermentasi tapai, digunakan beberapa jenis

mikroorganisme seperti Saccharomyces Cerevisiae, Rhizopus oryzae, Endomycopsis

burtonii, Mucor sp., Candida utilis, Saccharomycopsis fibuligera, Pediococcus, dsb sp..

Tapai hasil fermentasi dari S. cerevisiae umumnya berbentuk semi-cair, berasa manis

keasaman, mengandung alkohol, dan memiliki tekstur lengket. Umumnya, tapai

diproduksi oleh industri kecil dan menengah sebagai kudapan atau hidangan pencuci

mulut (Ganjar, 2003).

Page 9: Pengawetan Makanan

Dalam pembuatan tapai bahan perlu dicampurkan air dan dikukus dikukus

terlebih dahulu sebelum diberikan ragi. Campuran tersebut ditutup dengan daun dan

diinkubasi pada suhu 25-30 °C selama 2-4 hari hingga menghasilkan alkohol dan

teksturnya lebih lembut. Selain rasanya yang manis dan aroma yang memikat, tapai juga

dibuat dengan beberapa warna berbeda. Warna tersebut tidak berasal dari pewarna buatan

yang berbahaya, melainkan berasal dari pewarna alami. Untuk membuat tapai ketan

berwarna merah, digunakan Angkak, pigmen yang dihasilkan oleh Monascus purpureus.

Sedangkan tapai ketan warna hijau dibuat menggunakan ekstrak daun pandan. Pembuatan

tapai memerlukan kecermatan dan kebersihan yang tinggi agar tape dapat menjadi lunak

karena proses fermentasi yang baik. Ragi adalah bibit jamur yang digunakan untuk

membuat tapai. Agar pembuatan tape berhasil dengan baik alat-alat dan bahan-bahan

harus bersih, terutama dari lemak atau minyak. Alat-alat yang berminyak jika digunakan

untuk mengolah pembuatan tapai bias menyebabkan kegagalan fermentasi. Air juga harus

bersih. Menggunakan air hujan juga bias menyebabkan gagal fermentasi.

Tape mempunyai rasa sedikit manis dengan sedikit rasa alkohol dan aroma

semerbak yang khas. Tekstur lunak dan berair serta mengasilkan cairan yang merupakan

efek dari efek fermentasi. Rasa manis pada tape dipengaruhi oleh kadar gula dari tape itu

sendiri. Tetapi kadang – kadang pada sejenis tape tertentu timbul rasa asam agak

menyengat. Hal ini biasanya disebabkan oleh perlakuan selama proses pembuatan yang

kurang teliti, misalnya penambahan ragi yang terlampau banyak, penutupan yang kurang

sempurna selama proses fermentasi berlangsung, ataupun karena proses fermentasi yang

terlalu lama (Oyon Suwaryono dan Yusti Ismaeni, 1987).

Fermentasi tapai dapat meningkatkan kandungan Vitamin B1 (tiamina) hingga

tiga kali lipat. Vitamin ini diperlukan oleh sistem saraf, sel otot, dan sistem pencernaan

agar dapat berfungsi dengan baik. Karena mengandung berbagai macam bakteri “baik”

yang aman dikonsumsi, tapai dapat digolongkan sebagai sumber probiotik bagi tubuh.

Cairan tapai dan tapai ketan diketahui mengandung bakteri asam laktat sebanyak ± satu

juta per mililiter atau gramnya. Produk fermentasi ini diyakini dapat memberikan efek

menyehatkan tubuh, terutma sistem pencernaan, karena meningkatkan jumlah bakteri

dalam tubuh dan mengurangi jumlah bakteri jahat. Kelebihan lain dari tapai adalah

Page 10: Pengawetan Makanan

kemampuan tapai mengikat dan mengeluarkan aflatoksin dari tubuh. Aflaktosin

merupakan zat toksik atau racun yang dihasilkan oleh kapang, terutama Aspergillus

flavus. Toksik ini banyak kita jumpai dalam kebutuhan pangan sehari-hari, seperti kecap.

Konsumsi tapai dalam batas normal diharapkan dapat mereduksi aflatoksin tersebut.

Di beberapa negara tropis yang mengkonsumsi singkong sebagai karbohidrat

utama, penduduknya rentan menderita anemia. Hal ini dikarenakan singkong

mengandung sianida yang bersifat toksik dalam tubuh manusia. Konsumsi tapai dapat

mencegah terjadinya anemia karena mikroorganisme yang berperan dalam fermentasinya

mampu menghasilkan vitamin B12. Konsumsi tapai yang berlebihan juga dapat

menimbulkan infeksi pada darah dan gangguan sistem pencernaan. Selain itu, beberapa

jenis bakteri yang digunakan dalam pembuatan tapai berpotensi menyebabkan penyakit

pada orang-orang dengan sistem imun yang terlalu lemah seperti anak-anak balita, kaum

lanjut usia, atau penderita HIV. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut, konsumsi

tapai perlu dilakukan secara terkendali dan pembuatannya serta penyimpanannya pun

dilakukan dengan higienis (Cronk, et al, 1977).

Gambar 2. Proses pembuatan tempeSumber: (http://www.pareparekota.go.id/kominfo/berita-dan-informasi-news-and-

information/wisata-perkotaan/kuliner-wisata?start=5)

B. Teknik Secara Kimia

1. Pengasaman

Pengawetan dengan pengasaman memanfaatkan keadaan bahwa hanya sedikit

mikroorganisme yang dapat tumbuh pada pH rendah dan tanpa udara. Untuk mematikan

mikroorganisme cukup dipasteurisasi; spora yang tahan panas tidak berkecambah di bawah

Page 11: Pengawetan Makanan

pH 5,0. Pengawetan dengan pengasaman alamiah pada peristiwa peragian asam laktat,

digunakan pada pembuatan sauerkraut, silage, acar ketimun, sosis (salami, servelatwurat).

Pada banyak metode ditambahkan asam asetat, asam laktat, asam tartrat, atau asam sitrat.

Bahan makanan yang diasamkan, tetapi tidak dipasteurisasi mengalami pembusukan oleh ragi

atau fungi kalau kemasukan udara. Asam yang biasa digunakan untuk pengawetan antara lain

asam sorbet, asam benzoate, atau asam formiat (Hans g. Schlegel and Karin Schmidt, 1994:

244).

Bila orang ingin mengawetkan makanan dengan menggunakan asam-asaman, maka

perlulah ia mengetahui, bahwa pH kurang daripada 6 (ini berarti asam) atau pH lebih daripada

8 (ini berarti basa) itu tidak disukai oleh bakteri pada umumnya (Dwidjoseputro, 1978: 173).

Gambar 3. Proses pembuatan tempeSumber: (http://resepmasakita.com/resep-acar-timun-wortel-mentah-segar/resep-acar-

timun-bumbu-kacang/)2. Pemanisan

Gula pasir digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai dengan tujuan

menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan pengawet, pengunaan gula pasir minimal

3% atau 30 gram/kg bahan.

Gula dengan kadar tinggi (sakrosa 50%) menghambat pertumbuhan. Selai dan

berbagai jenis sirop awet terutama karena kadar asam dan kadar gulanya. (hans g. schlegel

and Karin Schmidt, 1994: 245). Orang yang ingin mengawetkan makanan dengan

menggunakan gula (buah-buahan, salai) perlu memperhatikan berapa banyak gula yang harus

dipergunakannya. Pada umumnya bakteri mati dalam larutan gula 45%, akan tetapi masih

dapat hidup dalam lingkungan asam serendah pH 3 (Dwidjoseputro, 1978: 173).

Page 12: Pengawetan Makanan

Manisan buah adalah buah-buahan yang direndam dalam larutan gula selama beberapa

waktu. Manisan biasanya dimakan sebagai hidangan pelengkap untuk merangsang nafsu

makan. Teknologi membuat manisan merupakan salah satu cara pengawetan makanan yang

sudah diterapkan sejak dahulu kala. Perendamanan manisan akan membuat kadar gula dalam

buah meningkat dan kadar airnya berkurang. Keadaan ini akan menghambat

pertumbuhan mikroba perusak sehingga buah akan lebih tahan lama.

Gambar 4. Teknik pengawetan buah dengan pemanisan. Sumber : (http://budaya-indonesia.org/Manisan-Cianjur/)

3.    PengasinanGaram dapur dalam keadaan murni tidak berwarna, tetapi kadang-kadang berwarna

kuning kecoklatan yang berasal dari kotoran-kotoran yang ada didalamnya. Air laut

mengandung + 3 % garam dapur. Garam dapur sebagai penghambat pertumbuhan mikroba,

sering digunakan untuk mengawetkan ikan dan juga bahan-bahan lain. Pengunaannya sebagai

pengawet minimal sebanyak 20 % atau 2 ons/kg bahan.

Pada penggaraman bahan makanan diletakkan dalam larutan NaCl 14-25%, pada

perlakuan ini air merembes ke luar dan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dihambat;

hanya beberapa bakteri halofil dapat berkembang biak. (Hans g. Schlegel and Karin Schmidt,

1994: 244-245).

Page 13: Pengawetan Makanan

Gambar 5. Teknik pengawetan ikan dengan pengasinan. Sumber: (http://adiozh.com/2010/11/16/pengawetan-makanan/)

C TEKNIK SECARA FISIKA

1. Pengeringan

Pengeringan dapat dilakukan dengan penjemuran diterik matahari atau pemanasan

dengan api. Telah diketahui oleh rakyat pedesaan bahwa padi, jagung, ketela, biji kacang-

kacangan dijemur lebih dulu sampai kering untuk emping, karak, kripik pun harus

dikeringkan betul-betul sebelum disimpan. Daging, ikan dapat dikeringkan dengan dijemur

atau dipanggang di atas api dengan diberi garam dan rempah-rempah atau tanpa garam dan

rempah-rempah. Jelaslah, bahwa makanan yang mengalami pengeringan seperti tersebut

diatas itu merupakan kondisi yang tidak baik bagi pertumbuhan bakteri dan jamur

(Dwidjoseputro, 1978: 172).

Page 14: Pengawetan Makanan

Gambar 6. Teknik pengawetan ikan dengan pengeringan.Sumber: (http://adiozh.com/2010/11/16/pengawetan-makanan/)

2. Pemanasan

Pada dasarnya pengolahan pangan dengan penggunaan panas adalah hal yang biasa

dilakukan dalam rumah tangga. Pemanasan bertujuan agar makanan lebih enak dan lezat

dimakan serta meningkatkan daya simpan makanan menjadi lebih lama. Selama pemanasan

terjadi dua hal penting yaitu destruksi atau reduksi mikroorganisme dan inaktivasi enzim yang

tidak dikehendaki. Selain itu, juga terjadi destruksi toksin, perubahan warna, flavor dan

tekstur bahan pangan, serta peningkatan daya cerna komponen pangan.

Beberapa proses yang menggunakan panas biasanya lebih ditujukan untuk meningkatkan

penerimaan dari bahan pangan (food accepatance). Contohnya adalah pemasakan (seperti

pembakaran, pemanggangan, penyaringan, perebusan dan penggorengan). Sedangkan

pengolahan panas lain yakni blansing, pasteurisasi dan sterilisasi, lebih ditujukan untuk

meningkatkan daya simpan bahan pangan.

Pasteurisasi

Pasteurisasi bukanlah suatu bentuk sterilisasi, tetapi metode untuk membinasakan

organisme penyebab penaykit. Mula-mula cara ini direka oleh Pasteur guna mengawetkan

anggur minuman denagn menantikan bakteri yang ada yang menyebabkan anggur minuman

menjadi masam. Kini keemungkinan kiata dapat mengaitkan porses tersebut dengan susu.

Prosedur ini dilaksanakan denagn pemanasan susu sampai suhu yang khas, menjaga suhu

tersebut selama jangka waktu tertentu dan kemudian mendinginkan susu dengan cepat. (Volk

dan Wheeler, 1988: 207).

Page 15: Pengawetan Makanan

Banyak jenis makanan cukup dipasteurisasikan lebih dahulu sebelum dimasukkan ke

dalam kaleng. Pasteurisasi tidak membunuh spora-spora, akan tetapi dengan pasteurisasi rasa

dan aroma makanan tidak banyak berkurang. Orang-orang yang berada boleh menyimpan

makanannya di dalam almari es, di mana suhunya kira-kira 2 sampai 80 C (Dwidjoseputro,

1978: 173).

Gambar 7. Mesin pasteurisasi susu dan minumanSumber: (http://www.tokomesin.com/Mesin_Pasteurisasi_Alat_Untuk_Pasteurisasi.html

3. Pendinginan

Pedinginan atau refrigasi adalah penyimpanan bahan pangan baik nabati maupun hewani

di atas suhu titik beku tetapi kurang dari 150 C. Pada proses pendinginan tersebut,

pertumbuhan dan aktivitas beberapa mikroorganisme akan terhambat bahkan mati, terutama

mikroorganisme golongan termofil dan mesofil yang hanya dapat berkembang baik pada suhu

di atas 100 C. Pendinginan juga mencegah kerusakan bahan pangan akibat aktivitas

meabolisme pascapanen, reaksi kimia (Browning dan oksidasi lemak), degradasi warna,

proses autolisis pada produk perikanan, penurunan nilai gizi dan kehilangan air. Hal yang

perlu diperhatikan dalam pendinginan adalah kecepatan pendinginan, suhu dan lama

pendinginan.

Pembekuan yakni penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku. Pembekuan yang

baik biasanya dilakukan pada suhu -120 sampai -240 C. Bahan pangan yang dibekukan dapat

disimpan dalam ruang penyimpanan bersuhu -180 sampai -250 C. Fluktuasi suhu dalam ruang

penyimpanan akan memengaruhi mutu produk. Penurunan mutu terutama disebabkan karena

adanya perubahan kimia dan fisik, bukan aktivitas mikroba.

Page 16: Pengawetan Makanan

Perbedaan antara pendinginan dan pembekuan terletak pada jangka waktu penyimpanan.

Pendinginan biasanya akan mengawetkan makanan selama beberapa hari atau minggu

tergantung bahan pangannya, sedangkan pembekuan dapat sampai beberapa bulan bahkan

tahun. Berikut ini beberapa jenis makanan dan masa simpannya pada penyimpanan dengan

suhu rendah

Jenis makanan Refrigasi (pendinginan) Pembekuan

TELUR

Segar, utuh 3 minggu Jangan dibekukan

Kuning/putih telur, terpisah 2-4 hari 1 tahun

dimasak 1 minggu Jangan dibekukan

Produk olahan, sudah dibuka 3 hari Jangan dibekukan

Produk olahan, belum dibuka 10 hari 1 tahun

DAGING

Sapi/kerbau/kambing 3-5 hari 6-12 bulan

Jeroan 1-2 hari 3-4 bulan

Produk olahan 3-4 hari 2-3 bulan

IKAN, segar 5-20 hari 8-10 bulan

PRODUK UNGGAS

Ayam/bebek, utuh 1-2 hari 1 tahun

Ayam, per potong 1-2 hari 2-3 bulan

Produk olahan 3-4 hari 4-6 bulanbulan

Fried chicken 3-4 hari 4 bulan

Chicken nuggets 1-2 hari 1-3 bulan

SUP, penambahan

sayur/daging3-4 hari 2-3 bulan

MAYOINNASE, sudah

dibuka2 bulan Jangan dibekukan

MENTEGA 2 bulan 1 tahun

ES KRIM Beberapa bulan

ROTI Beberapa minggu

SAYURAN 3-20 hari

Page 17: Pengawetan Makanan

BUAH-BUAHAN

Segar

Dikeringkan

2-180 hari

1 tahun

UMBI-UMBIAN 3-10 bulan

DAFTAR RUJUKAN

Page 18: Pengawetan Makanan

Agus S. & Cucut P. Karakteristik tape buah sukun hasil fermentasi Penggunaan konsentrasi ragi yang berbeda. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Unwidha Klaten. Magistra no. 73 th. XXII September 2010. Issn 0215-9511. halaman 48-55 (online). http:// journal .unwidha.ac.id/index.php/magistra/article/download/97/57 , diakses tanggal 26 Agustus 2015

Dwidjosepuetro, 1978. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan

.

Hans g. Schlegel and Karin Eschmidt, 1994. Mikrobiologi umum. Edisi keenam. Yogyakarta: Gajahmada University Press.

Kustyawati, M.E. 2009. Kajian Peran Yeast dalam Pembuatan Tempe. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Agritech, Vol. 29, No. 2, Juli 2009, halaman 64-70.

http://www.jurnalagritech.tp.ugm.ac.id/ojs/index.php/agritech/article/viewFile/139/135, diakses tanggal 26 Agustus 2015.

Lubis N.D.A. 2009. Pengawetan yang Aman. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. (online). http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1914/1/09E00765.pdf. diakses tanggal 26 Agustus 2015.

Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi. Surabaya: Unesa Press.

Volk And Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar edisi kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Volk And Wheeler. 1990. Mikrobiologi Dasar Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Page 19: Pengawetan Makanan