PENGAWETAN KAYU Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan awet bila mempunyai umur pakai lama. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan bermacam-macam factor perusak kayu. Dengan kata lain: keawetan kayu ialah daya tahan suatu jenis kayu terhadap factor-faktor perusak yang datang dari luar tubuh kayu itu sendiri. Kayu diselidiki keawetannya pada bagian kayu terasnya, sedangkan kayu gubalnya kurang diperhatikan. Pemakaian kayu menentukan pula umur keawetannya. Kayu, yang awet dipakai dalam konstruksi atap, belum pasti dapat bertahan lama bila digunakan di laut, ataupun tempat lain yang berhubungan langsung dengan tanah. Demikian pula kayu yang dianggap awet bila dipakai di Indonesia. Serangga perusak kayu juga berpengaruh besar. Kayu yang mampu menahan serangga rayap tanah, belum tentu mampu menahan serangan bubuk. Oleh karena itu tiap-tiap jenis kayu mempunyai keawetan yang berbeda pula. Misalnya keawetan kayu meranti tidak akan sama dengan keawetan kayu jati. Ada kalanya pada satu jenis kayu terdapat keawetan yang berbeda, disebabkan oleh perbedaan ekologi tumbuh dari pohon tersebut FAKTOR-FAKTOR PERUSAK DALAM PENGAWETAN KAYU Keawetan kayu dikatakan rendah, bila dalam pemakaian tidak tercapai umur yang diharapkan sesuai dengan ketentuan kelas awet. Dalam hal ini perlu diketahui apakah factor penyebabnya. Adapun factor penyebab kerusakan digolongkan menjadi:
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGAWETAN KAYU
Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaiannya. Kayu dikatakan awet bila mempunyai
umur pakai lama. Kayu berumur pakai lama bila mampu menahan bermacam-macam factor
perusak kayu. Dengan kata lain: keawetan kayu ialah daya tahan suatu jenis kayu terhadap
factor-faktor perusak yang datang dari luar tubuh kayu itu sendiri. Kayu diselidiki keawetannya
pada bagian kayu terasnya, sedangkan kayu gubalnya kurang diperhatikan. Pemakaian kayu
menentukan pula umur keawetannya. Kayu, yang awet dipakai dalam konstruksi atap, belum
pasti dapat bertahan lama bila digunakan di laut, ataupun tempat lain yang berhubungan
langsung dengan tanah. Demikian pula kayu yang dianggap awet bila dipakai di Indonesia.
Serangga perusak kayu juga berpengaruh besar. Kayu yang mampu menahan serangga rayap
tanah, belum tentu mampu menahan serangan bubuk. Oleh karena itu tiap-tiap jenis kayu
mempunyai keawetan yang berbeda pula. Misalnya keawetan kayu meranti tidak akan sama
dengan keawetan kayu jati. Ada kalanya pada satu jenis kayu terdapat keawetan yang berbeda,
disebabkan oleh perbedaan ekologi tumbuh dari pohon tersebut
FAKTOR-FAKTOR PERUSAK DALAM PENGAWETAN KAYU
Keawetan kayu dikatakan rendah, bila dalam pemakaian tidak tercapai umur yang diharapkan
sesuai dengan ketentuan kelas awet. Dalam hal ini perlu diketahui apakah factor penyebabnya.
Cuprinol, Solignum, Xylamon, Brunophen, Pendrex, Dieldrien, dan Aldrin.
3. Bahan pengawet berupa minyak:
Sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan pengawet berupa minyak sama dengan sifat-sifat yang
dimiliki oleh bahan pengawet larut minyak. Penggunaannya diusahakan dijauhkan dari
hubungan manusia, karena baunya tidak enak dan mengotori tempat. Penggunaannya
dengan metode tertentu. Nama-nama perdagangan yang terkenal antara lain: Creosot,
Carbolineum, Napthaline, dan lain-lain. Umumnya penggunaan bahan pengawet larut
minyak dan berupa minyak tidak begitu luas dalam penggunaan, orang lebih cenderung
menggunakan bahan pengawet yang lain dalam arti mudah dan praktis.
TEKNIK PENGAWETAN KAYU
Teknik atau cara pengawetan yang digunakan akan berpengaruh terhadap hasil atau umur
pemakaian kayu. Pemilihan cara pengawetan selain tergantung dari faktor tempat kayu nantinya
akan digunakan/dipasang, perlu juga dipertimbangkan faktor ekonomisnya. Banyak cara
pengawetan yang dapat dilaksanakan, mulai cara sederhana sampai kepada cara yang relative
sukar dengan peralatan yang mahal (modern).
Menyiapkan kayu yang akan diawetkan:
Setiap cara pengawetan bertujuan memasukkan bahan pengawet sedalam, sebanyak mungkin ke
dalam kayu secara merata sesuai dengan jumlah retensi yang diperlukan. Agar diperoleh hasil
pengawetan yang baik perlu diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Kayu harus cukup kering sebelum diawetkan, terutama bila menggunakan bahan
pengawet berupa minyak atau larut minyak dengan cara tekanan/vakum (kadar air yang
dikandung sekitar 20-25%).
2. Kayu harus bebas kulit dan kotoran. Kecuali cara pengawetan khusus, kayu tidak perlu
dikuliti.
3. Sortimen kayu atau bentuk kayunya (kayu gergajian atau dolok).
4. Kayu dianjurkan dalam bentuk siap pakai, tidak diperkenankan dipotong, dibelah, diserut,
ataupun pengerjaan lain setelah diawetkan, sebab akan membuka permukaan kayu yang
telah terlapisi bahan pengawet. Bila pengerjaan lanjutan terpaksa harus dilakukan maka
bagian yang terbuka dan tidak tembus bahan pengawet perlu dilabur bahan pengawet
secara merata.
5. Bahan peengawet, metode serta alat untuk pelaksanaan pengawetan.
6. Faktor perusak kayu, tempat kayu akan digunakan kemudian.
CARA PENGAWETAN KAYU
1. Cara rendaman: kayu direndam di dalam bak larutan baha pengawet yang telah
ditentukan konsentrasi (kepekatan) bahan pengawet dan larutannya, selama beberapa jam
atau beberapa hari. Waktu pengawetan (rendaman) kayu harus seluruhnya terendam,
jangan sampai ada yang terapung. Karena itu diberi beban pemberat dan sticker. Ada
beberapa macam pelaksanaan rendaman, antara lain rendaman dingin, rendaman panas,
dan rendaman panas dan rendaman dingin. Cara rendaman dingin dapat dilakukan dengan
bak dari beton, kayu atau logam anti karat. Sedangkan cara rendaman panas atau
rendaman panas dan dingin lazim dilakukan dalam bak dari logam. Bila jumlah kayu
yang akan diawetkan cukup banyak, perlu disediakan dua bak rendaman (satu bak untuk
merendam dan bak kedua untuk membuat larutan bahan pengawet, kemudian diberi
saluran penghubung). Setelah kayu siap dengan beban pemberat dan lain-lain, maka
bahan pengawet dialirkan ke bak berisi kayu tersebut. Cara rendaman panas dan dingin
lebih baik dari cara rendaman panas atau rendaman dingin saja. Penetrasi dan retensi
bahan pengawet lebih dalam dan banyak masuk ke dalam kayu. Larutan bahan pengawet
berupa garam akan memberikan hasil lebih baik daripada bahan pengawet larut minyak
atau berupa minyak, karena proses difusi. Kayu yang diawetkan dengan cara ini dapat
digunakan untuk bangunan di bawah atap dengan penyerang perusak kayunya tidak
hebat.
2. Cara pencelupan: kayu dimasukkan ke dalam bak berisi larutan bahan pengawet dengan
konsentrasi yang telah ditentukan, dengan waktu hanya beberapa menit bahkan detik.
Kelemahan cara ini: penetrasi dan retensi bahan pengawet tidak memuaskan. Hanya
melapisi permukaan kayu sangat tipis, tidak berbeda dengan cara penyemprotan
dan pelaburan (pemolesan). Cara ini umumnya dilakukan di industri-industri
penggergajian untuk mencegah serangan jamur blue stain. Bahan pengawet yang dipakai
Natrium Penthachlorophenol. Hasil pengawetan ini akan lebih baik baila kayu yang akan
diawetkan dalam keadaan kering dan bahan pengawetnya dipanaskan lebih dahulu.
3. Cara pemulasan dan penyemprotan : cara pengawetan ini dapat dilakukan dengan alat
yang sederhana. Bahan pengawet yang masuk dan diam di dalam kayu sangat tipis. Bila
dalam kayu terdapat retak-retak, penembusan bahan pengawet tentu lebih dalam. Cara
pengawetan ini hanya dipakai untuk maksut tertentu, yaitu : a. Pengawetan sementara
(prophylactic treatment) di daerah ekploatasi atau kayu-kayu gergajian untuk mencegah
serangan jamur atau bubuk kayu basah. b. Untuk membunuh serangga atau perusak kayu
yang belum banyak dan belum merusak kayu (represif). c. Untuk pengawetan kayu yang
sudah terpasang. Cara pengawetan ini hanya dianjurkan bila serangan perusak kayu
tempat kayu akan dipakai tidak hebat (ganas).
4. Cara pembalutan : cara pengawetan ini khusus digunakan untuk mengawetkan tiang-tiang
dengan menggunakan bahan pengawet bentuk cream (cairan) pekat, yang
dilaburkan/diletakkan pada permukaan kayu yang masih basah. Selanjutnya dibalut
sehingga terjadilah proses difusi secara perlahan-lahan ke dalam kayu.
5. Proses vakum dan tekanan (cara modern) :
Proses ini ada 2 macam menurut kerjanya :
1. Proses sel penuh antara lain :
Proses Bethel
Proses Burnett
2. Proses sel kosong antara lain :
Proses Rueping
Proses Lowry
Keduanya berbeda pada pelaksanaan permulaan. Proses Rueping langsung memasukkan bahan
pengawet dengan tekanan sampai ± 4 atmosfer, kemudian dinaikkan sampai sekitar 7-8 atmosfer.
Sedangkan pada proses lowry tidak digunakan tekanan awal, tapi tekanan langsung sampai 7
atmosfer. Beberapa jam kemudian tekanan dihentikan dan bahan pengawet dikeluarkan dan
dilakukan vakum selama 10 menit untuk membersihkan permukaan kayu dari larutan bahan
pengawet.
URUTAN KERJA DALAM PENGAWETAN
Ada dua macam urutan kerja pada proses pengawetan kayu :
1. Urutan kerja pada proses pengawetan sel penuh :
Kayu dimasukkan ke dalam tangki pengawet, tangki ditutup rapat agar jangan terjadi
kebocoran.
Dilakukan pengisapan udara (vakum) dalam tangki sampai 60 cm/Hg, selama kira-kira 90
menit, agar udara dapat keluar dari dalam kayu.
Sambil vakum dipertahankan, larutan pengawet kayu dimasukkan ke dalam tangki
pengawet hingga penuh.
Setelah penuh, proses vakum dihentikan kemudian diganti dengan proses tekanan sampai
sekitar 8 – 15 atmosfer selama kurang lebih 2 jam.
Proses penekanan dihentikan dan bahan pengawet kayu dikeluarkan dari tangki kembali
ke tangki persediaan.
Dilakukan vakum terakhir sampai 40 cm/Hg, selama 10 – 15 menit, dengan maksud
untuk membersihkan permukaan kayu dari bahan pengawet.
2. Urutan kerja pada proses pengawetan sel kosong :
Kayu dimasukkan ke dalam tangki pengawet, tangki ditutup rapat.
Tanpa vakum, langsung pemberian tekanan udara sampai 4 atmosfer, selama 10 – 20
menit.
Sementara tekanan udara dipertahankan, larutan bahan pengawet dimasukkan ke dalam
tangki pengawet hingga penuh.
Kemudian tekanan ditingkatkan sampai 7 – 8 atmosfer selama beberapa jam
Tekanan dihentikan dan bahan pengawet dikeluarkan.
Dilakukan vakum 60 cm/Hg, selama 10 menit untuk membersihkan permukaan kayu dari
kelebihan bahan pengawet.
Perbedaan proses sel penuh dan sel kosong ialah sebagai berikut : pada proses sel penuh bahan
pengawet dapat mengisi seluruh lumen sel, sedangkan pada sel kosong hanya mengisi ruang
antar sel.
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN METODE PENGAWETAN KAYU
1. Metode Rendaman
Keuntungan :
Penetrasi dan retensi bahan pengawet lebih banyak
Kayu dalam jumlah banyak dapat diawetkan bersama
Larutan dapat digunakan berulang kali (dengan menambah konsentrasi bila berkurang)
Kerugian :
Waktu agak lama, terlebih dengan rendaman dingin
Peralatan mudah terkena karat
Pada proses panas, bila tidak hati - hati kayu bisa terbakar
Kayu basah agak sulit diawetkan
2. Metode Pencelupan
Keuntungan :
Proses sangat cepat
Bahan pengawet dapat dipakai berulang kali (hemat)
Peralatan cukup sederhana
Kerugian :
Penetrasi dan retensi kecil sekali, terlebih pada kayu basah
Mudah luntur, karena bahan pengawet melapisi permukaan kayu sangat tipis
3. Metode Pelaburan dan Penyemprotan
Keuntungan :
Alat sederhana, mudah penggunaannya
Biaya relatif murah
Kerugian :
Penetrasi dan retensi bahan pengawet kecil
Mudah luntur
4. Metode Pembalutan
Keuntungan :
Peralatan sederhana
Penetrasi lebih baik, hanya waktu agak lama
Digunakan untuk tiang-tiang kering ataupun basah
Kerugian :
Pemakaian bahan pengawet boros
Jumlah kayu yang diawetkan terbatas, waktu membalut lama
Membahayakan mahluk hidup sekitarnya (hewan dan tanaman)
5. Metode Vakum dan Tekanan
Keuntungan :
Penetrasi dan retensi tinggi sekali (memuaskan)
Waktunya relatif singkat sekali
Dapat mengawetkan kayu basah dan kering
Kerugian :
Modal yang diperlukan besar
Perlu ketelitian dan pengerjaan yang tinggi
Cara ini hanya sesuai untuk perusahaan yang komersial
PROSES AKHIR PENGAWETAN KAYU
Ada 3 hal yang perlu diperhatikan pada akhir proses pengawetan kayu :
1. Pembongkaran kayu dari tumpukan dalam bak celup (rendaman) harus dilakukan dengan
hati-hati, jangan sampai terjadi kerusakan kayu yang mengakibatkan tergoresnya
permukaan yang telah terlapiskan bahan pengawet.
2. Untuk pengeringan kayu setelah diawetkan, dapat digunakan pengeringan secara alami
atau buatan. Hanya perlu diperhatikan, tidak semua bahan pengawet dapat dikeringkan
secara pengeringan buatan (dry kiln). Sebab dengan pengeringan yang mendadak, bahan
pengawet akan menguap dari dalam kayu, yang berarti pelunturan bahan pengawet.
Biasanya bahan pengawet larut minyak dan berupa minyak mengijinkan pengeringan
akhir dengan kiln. Setelah kayu benar-benar kering, penggunaan dapat dilakukan.
3. Penyimpanan sementara sebelum kayu dipakai harus dilakukan di tempat terlindung dan
terbuka bagi sirkulasi udara. caranya seperti penyusunan kayu gergajian dengan
menggunakan sticker
3 prinsip dasar Pengawetan kayu, bambu, rotan dan serat alam
Prinsip-prinsip dasar pengawetan kayu, bambu, rotan dan berbagai jenis serat alam lainnya seperti enceng gondok, serat pelepah pisang, seagrass, dll. perlu dipahami terlebih dulu sebelum melakukan proses pengawetan dan pengolahan bahan-bahan alam sumber serat selolosa tersebut. Sebab pada dasarnya bahan-bahan sumber daya alam yang mengandung banyak celulosa secara alami diciptakan mudah rusak oleh aktifitas bio-ecologis seperti serangga, jamur, bakteri serta kerusakan yang diakibatkan oleh proses oksidasi alami yang disebabkan oleh pengaruh cuaca dan iklim.
Sebelum melakukan usaha pengawetan, satu hal yang perlu kita sadari bahwa
“serangga, jamur, bakteri, cuaca dan iklim merupakan komponen eco-system yang diciptakan Tuhan untuk menciptakan siklus keseimbangan alam sehingga yang tadinya berasal dari tanah
akan kembali menjadi tanah”
Karena penyebab kerusakan alamiah dipengaruhi oleh banyak faktor, maka usaha pengawetan kayu, bambu, rotan dan berbagai bahan serat alam ini tidak dapat dilakukan hanya dengan pendekatan dari aspek saja.
Berikut ini prinsip-prinsip usaha pengawetan yang dapat dilakukan dengan pendekatan dari berbagai aspek:
1. Pengendalian proses Penebangan kayu atau bambuSecara prinsip usaha ini dilakukan untuk meminimalisasi kandungan nutrisi kayu dan optimalisasi kerapatan serat atau dencity kayu.
Dari aspek proses penebangan, Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah: Cara penebangan Masa atau waktu penebangan Cara dan tempat Penyimpanan log
2. Treatment pada proses pengolahanUpaya ini dilakukan untuk mencegah atau meminimalisasi resiko kerusakan dengan memberikan treatmen pada proses pengolahan.
Dari aspek treatment, hal-hal yang perlu diperhatikan: Bahan treatment Metode treatment Waktu treatment
3. Pengendalian lingkungan gudang penyimpananUpaya ini perlu dilakukan untuk mencegah resiko kerusakan lanjutan yang disebabkan oleh faktor lingkungan pada masa penyimpanan.
dari aspek pengendalian lingkungan, hal-hal yang perlu diperhatikan : Kelembaban gudang Higenitas gudang Packing
Pengawetan Kayu
Beberapa jenis kayu tertentu harus diawetkan untuk mencegah serangan
serangga/organisme maupun jamur perusak kayu. Yang dimaksudkan dengan pengawetan yaitu
memasukkan bahan kimia ke dalam (pori-pori) kayu sehingga menembus permukaan kayu
setebal beberapa mm ke dalam daging kayu.
Pengawetan bertujuan untuk menambah umur pakai kayu lebih lama terutama kayu yang dipakai
untuk bahan bangunan ataupun untuk perabot di luar ruangan.
Kayu dikategorikan ke dalam beberapa kelas awet.
1. Kelas awet I (sangat awet), misal: kayu Jati, Sonokeling
2. Kelas awet II (awet), misal: kayu Merbau, Mahoni
3. Kelas awet III (kurang awet), misal: kayu Karet, Pinus
4. Kelas awet IV (tidak awet), misal: kayu Albasia
5. Kelas awet V (sangat tidak awet)
Dengan tingkat keawetan tersebut di atas, hanya Kelas awet III, IV dan V yang perlu diawetkan.
Pada keperluan tertentu, bagian kayu gubal dari kayu kelas awet I & II juga perlu diawetkan.
Kayu-kayu yang telah diawetkan akan tahan terhadap serangan serangga perusak dan jamur kayu
walaupun kayu diletakkan di luar ruangan.
Bahan pengawet yang kandungan intinya berupa bubuk memiliki berbagai jenis. Bahan tersebut
dicampurkan dengan air pada kadar campuran tertentu (lihat SNI-3233-1992) dan metode
pengawetannya bermacam-macam.
Borax menjadi salah satu bahan yang digunakan untuk mengawetkan kayu dari metode vakum,
pencelupan dingin, pencelupan panas (rebus) hingga metode pemolesan.
Tindakan pencegahan
Namun demikian dalam hubungannya dengan lingkungan dan kesehatan pemakai, pengawetan
kayu pada perabot sebaiknya memhatikan hal-hal berikut:
1) Jangan lakukan pengawetan kayu apabila produk furniture yang akan anda produksi
terdapat kontak langsung dengan makanan, misalnya: piring, rak makanan dll. Bahan
kimia preservatives akan berpengaruh buruk terhadap kesehatan konsumen.
2) Jangan mengawetkan kayu yang akan digunakan untuk bagian top table.
3) Gunakan bahan pengawet, apabila memungkinkan, hanya pada area yang mudah terlihat
misalnya lantai kayu, decking dan panel dinding.
4) Hindari penggunaan kayu yang diawetkan untuk kontruksi yang berpotensi kontak
langsung dengan air minum dan air bersih, misalnya struktur jembatan.
5) Buanglah sisa-sisa kayu yang diawetkan dengan cara dikubur atau sampah biasa. Jangan
dibakar atau digunakan untuk pembakaran kompor, api penghangat ruangan karena
asapnya yang mengandung bahan kimia bisa berubah menjadi asap.
6) Hindari diri anda dari debu gergaji atau amplas terlalu banyak, gunakan masker yang
memadai.
7) Terutama bagi anda yang bekerja di area pengawetan kayu dan/atau yang kontak
langsung dengan bahan kimia tersebut, cucui bersih tangan dan bagian tubuh anda hingga
benar-benar bersih sebelum makan atau minum.
8) Apabila baju yang anda kenakan terdapat kemungkinan terkena percikan bahan kimia
atau debu dan cara kontaminasi lainnya, pisahkan pakaian tersebut dari yang lain pada