PENGARUH STRUKTUR PASAR TERHADAP KINERJA INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA TESIS Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 Program Studi Magister Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan Oleh: Maal Naylah C4B 008 016 PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2010
162
Embed
PENGARUH STRUKTUR PASAR TERHADAP KINERJA INDUSTRI ...eprints.undip.ac.id/23797/1/Maal_Naylah.pdf · dari struktur pasar pada kinerja industri perbankan. Penelitian ini mencoba membuktikan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
��
�
�
�
PENGARUH STRUKTUR PASAR TERHADAP KINERJA INDUSTRI PERBANKAN
INDONESIA
TESIS
Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi
Magister Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Oleh:
Maal Naylah
C4B 008 016
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2010
��
�
�
�
TESIS PENGARUH STRUKTUR PASAR TERHADAP KINERJA
INDUSTRI PERBANKAN INDONESIA
disusun oleh:
Maal Naylah C4B 008 016
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji pada tanggal 7 Juni 2010
dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima
Susunan Dewan Penguji
Pembimbing Utama Anggota Penguji
Dr. Syafrudin Budiningharto Prof. Dr. FX Sugiyanto MS Pembimbing Pendamping
Dra. Tri Wahyu R, MSi
Drs. Nugroho SBM, MT
Nenik Woyanti SE, MSi
Telah dinyatakan lulus Program Studi Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Tanggal: Ketua Program Studi
Prof. Drs. Waridin MS, Ph.D
��
�
�
�
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri
dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya.
Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/tidak
diterbitkan, sumbernya dijelaskan didalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, Juni 2010
Maal Naylah
��
�
�
�
ABSTRACT
There are three hypothesis with regard to market structure and performance or structure-conduct-performance paradigm. The first hypothesis is traditional hypothesis which emphasized on market collusion. The second hypothesis is differentiation hypothesis which emphasized on product differentiation, and the third is efficiency hypothesis which emphasized on market efficiency.
The objective of this research is to examine how strong the influence of market structure in banking performance. This research also tries to prove whether market share and concentration in banking industry as proxy to efficiency. If it is proven, so there is no relationship between market share and concentration with profitability. It is appropriate with efficient structure hypothesis. If there is positive correlation between market share and profitability, it is appropriate with differentiation hypothesis. But, if there is positive correlation between concentration and profitability, it means that banking performance has been influenced by concentration as proxy to market structure with collusion indeed. It is appropriate with traditional hypothesis.
The result of the panel data analysis conducted on a sample of 16 biggest commercial banks over the period from 2004 to 2008 have allowed us to strongly reject the efficiency hypothesis and differentiation hypothesis. The empirical findings suggest that market concentration determines profitability in the Indonesian banking industry, it means that Indonesian banking industry strongly support traditional hypothesis.
Sumber : Statistik Perbankan Indonesia berbagai tahun, Bank Indonesia (diolah)
Data yang tersaji pada Tabel 1.2 menunjukkan adanya marjin yang besar
antara suku bunga pinjaman dan suku bunga SBI atau antara suku bunga pinjaman
dengan suku bunga tabungan yang tercermin dari nilai NIM (Net Interest Margin).
Menurut analisis Biro Riset Infobank dalam Infobank News 2009, fenomena
demikian terjadi karena pertama, premi resiko (risk premium) pinjaman yang
cukup besar, kedua, bank pada dasarnya kurang efisien sehingga biaya mengelola
dana yang dimilikinya tinggi, sehingga kedua biaya ini yaitu premi resiko dan
biaya pengelolaan dibebankan pada nasabah. Bahkan pada tahun 2008 setelah
terjadinya krisis global di sektor finansial, walaupun Bank Indonesia telah
memangkas BI rate sebagai tingkat bunga acuan perbankan, namun industri
perbankan Indonesia belum mau merespon kebijakan ini dengan cepat. Artinya,
perbankan sebagai lembaga intermediasi masih enggan menyalurkan kreditnya
dengan suku bunga kredit yang rendah yang pada akhirnya sektor riil tidak dapat
���
�
�
�
menjalankan peranannya dalam perekonomian karena terhambat faktor
pembiayaan. Ketika perbankan Indonesia berada dalam struktur pasar yang tidak
kompetitif (imperfect competition), maka bank-bank umum nasional tidak akan
terpacu untuk meningkatkan efisiensi. Inefisiensi di industri perbankan tercermin
dari tingginya rasio perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan
operasional (BOPO). Menurut data yang tersaji pada Tabel 1.2 bahwa BOPO rata-
rata perbankan masih di atas 80 persen, padahal efisiensi perbankan merupakan
sarana penting efektivitas kebijakan moneter mengingat industri perbankan
sebagai transmisi kebijakan moneter kepada sektor riil.
Di sisi lain, sektor perbankan mempertahankan marjin yang besar untuk
memperoleh profit atau laba supernormal terlihat dari data yang tersaji di Tabel
1.2 yang menunjukkan nilai Net Interest Margin (NIM) yang masih tinggi yaitu
jauh di atas 5 persen bahkan tertinggi dibandingkan NIM Negara lain di kawasan
ASIA, padahal nilai NIM yang ideal berkisar antara 3-5 persen menurut Pjs.
Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution. Hal ini menunjukkan bahwa
perbankan Indonesia sebagai entitas bisnis berusaha mempertahankan tingginya
spread suku bunga kredit dengan suku bunga simpanan sebagai strategi perilaku
maksimisasi laba. Satu hal penting yang ikut mendukung lambatnya penurunan
suku bunga di perbankan sehingga transmisi kebijakan menjadi tidak berjalan
dengan baik adalah adanya semacam oligopoli di tiga bank badan usaha milik
negara (BUMN) besar. Bank Mandiri, BNI, dan BRI menguasai lebih dari 35
persen total aset, total DPK dan total kredit perbankan. Hal ini tentu
���
�
�
�
mempengaruhi perilaku ketiganya, yaitu untuk mendapatkan dan mempertahankan
posisi dominan di industri ini.
Pada Tabel 1.3 terlihat sekali ketimpangan struktural perbankan di
Indonesia dimana 10 bank menguasai lebih dari 65 persen dari total aset, total
DPK dan total kredit perbankan keseluruhan. Dengan demikian, urat nadi
perekonomian Indonesia ditentukan oleh kinerja 10 bank di bawah yang
cenderung didominasi oleh bank milik pemerintah seperti Bank Mandiri, BNI, dan
BRI. Bank Mandiri , Bank BNI, Bank BCA dan BRI menguasai ketiga pangsa
relevan di industri perbankan dengan total di atas 40 persen. Dari data terbaru
yaitu tahun 2009 di bawah, dapat diketahui nilai CR4 untuk pangsa aset sebesar
0,47 untuk pangsa DPK sebesar 0,50 dan untuk pangsa kredit sebesar 0,43 yang
artinya ketiga pangsa pasar relevan di industri perbankan ini dikategorikan sebagai
pasar yang berstruktur oligopoli tingkat IV atau moderat yang menguasai pasar
lebih dari 40 persen, bahkan untuk pangsa DPK, 4 bank terbesar menguasai 50
persen dari total bank umum yang ada.
Adanya fenomena gap yaitu struktur pasar perbankan yang cenderung
oligopoli jelas mempengaruhi perilaku bank yang mempunyai posisi dominan
tersebut untuk mempertahankan profit supernormalnya, yaitu dengan enggan
menyalurkan kredit bersuku bunga rendah dan bukan cerminan dari perilaku yang
efisien yang pada akhirnya mengakibatkan sektor riil tidak dapat menjalankan
peranannya dalam perekonomian karena terhambat faktor pembiayaan. Maka
perlu untuk dilakukan riset dengan mengkaji dan menganalisis struktur pasar yang
���
�
�
�
akan berpengaruh terhadap kinerja industri perbankan ini. Temuan yang diperoleh
dapat menjadi pertimbangan bagi para pembuat kebijakan.
Tabel 1.3 Sepuluh Bank Umum dengan Pangsa Aset, Pangsa DPK dan Pangsa Kredit
Terbesar per Desember 2009 (dalam %)
Nama Bank Pangsa thd Total Aset (%)
Nama Bank Pangsa thd Total DPK (%)
Nama Bank Pangsa thd Total Kredit (%)
Bank Mandiri 14,81 Bank Mandiri 15,19 BRI 14,33 BRI 12,57 BRI 12,91 Bank Mandiri 12,38 BCA Tbk 11,17 BCA Tbk 12,40 BCA Tbk 8,55 BNI Tbk 8,95 BNI Tbk 9,56 BNI Tbk 8,34 CIMB Niaga 4,22 CIMB Niaga 4,37 CIMB Niaga 5,71 Bank Danamon 3,82 Bank Danamon 3,44 Bank Danamon 4,18 Panin Bank 3,01 Panin Bank 2,85 Panin Bank 2,87 BII 2,32 BII 2,41 Bank Permata 2,87 BTN 2,31 Bank Permata 2,32 BTN 2,83 Bank Permata 2,22 BTN 2,04 BII 2,58 Total 65,4 Total 67,49 Total 64,64 Sumber : Statistik Perbankan Indonesia 2009, Bank Indonesia
Dari kacamata persaingan usaha, implementasi berbagai kebijakan Bank
Indonesia dalam grand design Arsitektur Perbankan Indonesia (API) cenderung
menimbulkan polemik. Upaya untuk menyehatkan atau memulihkan kondisi
industri perbankan versi API, tampaknya sama dengan mendorong bank (terutama
bank menengah-kecil) untuk melakukan merjer/akuisisi. Gelombang merjer/
akuisisi tersebut di satu sisi diduga dapat meningkatkan efisiensi sekaligus
penguatan konsolidasi perbankan, namun di sisi lain dapat mengakibatkan
terjadinya pemusatan konsentrasi pangsa pasar pada sekelompok bank tertentu. Di
���
�
�
�
sini akan muncul polemik dengan kebijakan dan atau hukum persaingan usaha
(UU No 5/1999) yang sangat mewaspadai pemusatan konsentrasi tersebut, karena
berpotensi menimbulkan berbagai pelanggaran seperti diantaranya
penyalahgunaan posisi dominan.
Sebagai suatu industri, analisis perilaku individual bank tidak terlepas dari
struktur pasar di mana bank beroperasi. Analisis kompetisi dan efisiensi bank
biasanya merujuk pada analisis mikroekonomi perbankan. Analisis ini bisa
mencakup perilaku bank dalam kompetisi harga, seperti perilaku penentuan
tingkat suku bunga deposito dan tingkat suku bunga kredit, maupun kompetisi non
harga seperti diferensiasi produk perbankan dan optimisasi pelayanan kepada
nasabah. Sedangkan analisis efisiensi biasanya berkaitan dengan maksimisasi laba,
maksimisasi pendapatan, dan atau minimisasi biaya.
Dalam tataran empiris makroekonomi, banyak sekali literatur yang
menulis tentang transmission mechanism of monetary policy kaitannya dengan
efektifitas kebijakan moneter. Namun sayangnya sangat sedikit literatur yang
spesifik menganalisis perilaku perbankan di Indonesia dalam tataran industri baik
sebelum maupun setelah krisis. Padahal perilaku sebuah bank, misalnya dalam
menentukan output (kredit), ataupun dalam menentukan besarnya suku bunga
deposito, tidak akan terlepas dari jenis pasar di mana bank tersebut beroperasi.
Terdapat tiga pemikiran dalam menganalisis hubungan antara struktur
pasar dan kinerja dengan menggunakan paradigma Structure Conduct
Performance (SCP). Pertama, dikenal sebagai hipotesis tradisional yang
��
�
�
�
mendasarkan pada preposisi yang menyatakan bahwa konsentrasi pasar akan
mendorong kolusi di antara perusahaan-perusahaan pada suatu industri yang
selanjutnya akan meningkatkan profit. Kedua, hipotesis diferensiasi yang
mendasarkan pada preposisi yang menyatakan bahwa pangsa pasar yang diperoleh
adalah akibat perilaku diferensiasi produk yang dilakukan dan yang ketiga,
hipotesis efisiensi yang mendasarkan pada preposisi yang menyatakan bahwa
efisiensi akan meningkatkan pangsa pasar dan pada akhirnya akan meningkatkan
konsentrasi pasar juga, namun peningkatan pangsa pasar dan konsentrasi ini
merupakan akibat dari perilaku yang efisien sehingga akhirnya akan
meningkatkan profit atau keuntungan.
Salah satu proksi untuk mengukur kinerja sebuah perusahaan atau industri
adalah profit yang dihasilkan oleh perusahaan atau industri tersebut. Secara
umum, profitabilitas dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh struktur pasar,
perilaku pasar, maupun proksi lain dari kinerja pasar. Secara khusus profitabilitas
dapat dipengaruhi oleh kolusi yang terjadi dalam sebuah industri, diferensiasi
produk yang dilakukan, dan efisiensi perusahaan.
Kolusi yang terjadi dalam sebuah industri biasanya melibatkan beberapa
perusahaan terbesar dalam industri, sehingga tingkat konsentrasi yang lebih tinggi
akan membuat biaya kolusi lebih rendah atau murah. Kolusi dilakukan agar
perusahaan dapat menetapkan tingkat harga yang lebih tinggi sehingga profit
perusahaan dalam industri akan meningkat. Tingkat harga yang lebih tinggi juga
dapat diperoleh perusahaan dengan cara melakukan diferensiasi produk.
Diferensiasi produk yang dilakukan kemudian akan berpengaruh positif terhadap
��
�
�
�
profit atau tingkat keuntungan sebagai proksi dari kinerja. Selanjutnya ketika
perusahaan melakukan diferensiasi produk, maka perusahaan tersebut dapat
meningkatkan pangsa pasarnya. Profit yang tinggi tidak hanya diperoleh dengan
tingkat harga yang tinggi, tetapi juga dapat diperoleh dengan tingkat biaya yang
rendah. Tingkat biaya yang rendah hanya dapat dicapai bila perusahaan beroperasi
secara efisien. Dimana perusahaan efisien tersebut kemudian akan berkembang
dan dapat memperoleh pangsa pasar yang lebih besar, dan pada akhirnya dapat
membentuk konsentrasi yang tinggi juga.
Hubungan struktur, perilaku, dan kinerja berbeda-beda pada setiap
industri, karena karakteristik dasar yang dimiliki berbeda. Karakteristik dasar
dapat diartikan sebagai sistem yang mempengaruhi sebuah industri. Misalnya
menurut Neuberger (1997), hubungan struktur-perilaku-kinerja berbeda pada
industri perbankan di Amerika dan di Eropa. Hal tersebut dibuktikan dengan
hubungan antara pangsa pasar, konsentrasi, dan profitabilitas. Berdasarkan hasil
penelitian Michael Smirlock, 1985 (fitri amalia, 2007) yang berjudul Evidence of
The (Non) Relationship between Concentration and Bank Profitability, ternyata
konsentrasi tidak mempengaruhi profitabilitas dalam industri perbankan. Hal ini
tentu saja berbeda dengan hasil analisa SCP untuk industri lain pada umumnya
dimana peningkatan konsentrasi akan meningkatkan profitabilitas perusahaan.
Konsentrasi mempengaruhi profit tidak hanya secara langsung melalui kolusi,
tetapi juga secara tidak langsung melalui kompetisi non harga. Ini merupakan hasil
penelitian Strickland dan Weiss yang berjudul Advertising, Concentration, and
Price Cost Margin, 1975 (fitri amalia 2007). Penelitian yang dilakukan oleh M.
���
�
�
�
Nasser Katib yang berjudul Market Structure and Performance in the Malaysian
Banking Industry: a robust estimation memberikan temuan yang berbeda dengan
M. Smirlock bahwa konsentrasi pasar menentukan profitabilitas di industri
perbankan Malaysia sehingga temuan ini masih dengan konsisten mendukung
hipotesis SCP tradisional.
Pandangan Efficiency Hypothesis memberikan interpretasi yang berbeda
mengenai hubungan antara keuntungan, kinerja, dan konsentrasi yang disebutkan
oleh pandangan SCP tradisional. Pandangan ini mengatakan bahwa tingginya
tingkat keuntungan tidak selalu menandakan kinerja pasar yang rendah, karena
sebuah perusahaan yang efisien dapat menarik konsumen tanpa harus dengan
menetapkan tingkat harga yang tinggi yang akan merugikan konsumen dan dapat
menjadi barriers to entry bagi pesaing baru. Sehingga menurut pandangan ini,
pangsa pasar dan konsentrasi bukan merupakan proksi dari kekuasaan pasar tetapi
merupakan proksi dari efisiensi perusahaan, sehingga konsentrasi tinggi tidak
identik dengan kolusi. Dimana perusahaan yang efisien akan bisa mendapatkan
pangsa pasar yang besar, sehingga pada akhirnya struktur pasarnya juga akan
cenderung terkonsentrasi.Pandangan inilah yang sering disebut sebagai Efficiency
Hypothesis yang hadir dan menjadi perdebatan para ekonom dan para pengambil
kebijakan.
Belum banyak penelitian ataupun kajian yang meneliti tentang pengaruh
struktur pasar termasuk perilaku didalamnya terhadap kinerja industri perbankan
terutama di negara-negara berkembang dan bagaimana hasilnya jika dibandingkan
���
�
�
�
dengan yang telah dilakukan di negara-negara maju, karena di negara maju-pun
masih terdapat research-gap seperti yang telah dipaparkan di atas. Oleh sebab itu
pula, maka peneliti tertarik untuk menganalisis perilaku industri perbankan di
Indonesia yang memiliki karakteristik yang khas dengan pendekatan organisasi
industri atau industrial organization approach.
Berdasarkan undang-undang, struktur perbankan di Indonesia, terdiri atas
bank umum dan BPR. Perbedaan utama bank umum dan BPR adalah dalam hal
kegiatan operasionalnya. BPR tidak dapat menciptakan uang giral, dan memiliki
jangkauan dan kegiatan operasional yang terbatas. Selanjutnya, dalam kegiatan
usahanya dianut dual bank system, yaitu bank umum dapat melaksanakan
kegiatan usaha bank konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Pemilihan
bank umum menjadi objek penelitian dinilai relevan, karena bank umum sebagai
bagian industri perbankan Indonesia memiliki struktur pasar yang sangat
terkonsentrasi dengan peran bank pemerintah sebagai price leader. Oleh karena
itu, besar kemungkinan struktur industri perbankan Indonesia cenderung
mengarah pada aktivitas yang bersifat kolusif dan menjauhi titik kondusif.
Dengan menggunakan dasar pemikiran di atas ditambah dengan semakin besarnya
tuntutan global yang menginginkan terciptanya efisiensi maka penelitian yang
menguji efisiensi industri perbankan diharapkan akan memberikan suatu masukan
yang berharga bagi pemerintah.
���
�
�
�
1.2 Rumusan Masalah
Ada beberapa hal yang melatarbelakangi pentingnya studi yang
menganalisis pengaruh struktur pasar terhadap kinerja industri perbankan dengan
menggunakan analisis Structure-Conduct-Performance. Pertama, bahwa sampai
saat ini konsep atau paradigma Structure-Conduct-Performance yang lazim
digunakan dalam menganalisis pengaruh struktur pasar terhadap kinerja suatu
industri dengan pendekatan industrial organization masih menjadi perdebatan di
antara para ahli. Hasil-hasil studi yang dilakukan di berbagai Negara masih
menampakkan kesimpulan yang berbeda dan menyisakan ruang yang cukup guna
menghadirkan studi lanjutan dalam rangka memperkaya pemahaman terhadap
konsep atau paradigma Structure-Conduct-Performance tersebut.
Kedua, fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat yang bertujuan untuk menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah
peningkatan taraf hidup rakyat banyak sehingga sangat penting peranannya.
Industri perbankan dapat berperan baik jika kinerja yang dihasilkan bernilai baik.
Profitabilitas sebagai proksi dari kinerja dalam industri perbankan akan sangat
bernilai dan bermanfaat jika dapat dianalisis, termasuk di dalamnya perbedaan
pencapaian profit antar bank yang diduga dipengaruhi oleh struktur pasar yang
ada.
���
�
�
�
Sebagai lembaga kepercayaan, industri ini rentan akan terjadinya moral
hazard dan adverse selection akibat informasi yang tidak simetris pada struktur
industri yang tidak bersaing sempurna atau oligopolis. Kondisi demikian
ditengarai dapat memicu pelaku perbankan untuk berperilaku kolusif dalam
rangka peningkatan profit di atas normal. Oleh karena itu diperlukan pengaturan
dan pengawasan dalam operasionalnya sehingga industri perbankan dikenal
sebagai highly regulated industry. Regulasi yang ditetapkan dan deregulasi yang
dilakukan oleh pemerintah telah dan akan mempengaruhi struktur pasar industri
perbankan di Indonesia. Adanya perubahan jumlah bank akibat konsolidasi
berdampak pada berubahnya tingkat persaingan dalam industri perbankan yang
juga berarti adanya perubahan dalam struktur pasar industri tersebut.
Dari perumusan masalah, dapat diajukan pertanyaan penelitian yaitu,
sejauh mana pengaruh struktur pasar industri perbankan Indonesia yang cenderung
terkonsentrasi terhadap kinerja perbankan yang dilihat dari tingkat
profitabilitasnya? Apakah hubungan struktur pasar industri perbankan dengan
kinerja sesuai dengan konsep Structure-Conduct-Performance hipotesis
tradisional yaitu bahwa profit yang tinggi diperoleh akibat dari perilaku kolusif
pada struktur pasar yang terkonsentrasi tinggi, atau sesuai dengan hipotesis
diferensiasi yang menyatakan bahwa profit yang tinggi diperoleh akibat perilaku
diferensiasi yang tercermin dari pangsa pasar yang besar, ataukah lebih sesuai
dengan hipotesis efisiensi yang menyatakan bahwa profitabilitas yang tinggi
diperoleh dari perilaku efisiensi perusahaan? Adakah perbedaan profitabilitas
���
�
�
�
antar bank umum sebagai proksi kinerja dalam industri perbankan selama periode
penelitian?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Menganalisis struktur pasar industri perbankan di Indonesia khususnya bank
umum sebagai objek penelitian pada periode waktu 2004-2008.
2) Menganalisis pengaruh konsentrasi pasar sebagai proksi struktur pasar
terhadap profitabilitas sebagai proksi kinerja pada bank umum di Indonesia
periode 2004-2008.
3) Menganalisis pengaruh pangsa pasar sebagai proksi dari struktur pasar
terhadap profitabilitas sebagai proksi kinerja pada bank umum di Indonesia
periode 2004-2008.
4) Menganalisis perbedaan profitabilitas antar bank umum dalam industri
perbankan periode 2004-2008
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah:
1) sebagai bahan informasi dan masukan dalam memformulasikan kebijakan
keuangan bagi para pelaku dalam industri perbankan dan para pembuat
kebijakan yang berkaitan dengan sektor perbankan.
2) sebagai bahan bacaan yang diharapkan dapat dijadikan referensi untuk
penelitian selanjutnya.
���
�
�
�
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan teori
2.1.1 Ekonomi Industri
Teori ekonomi industri merupakan bagian dari ilmu ekonomi terutama
sekali didasari oleh teori ekonomi mikro. Sehingga tidak mengherankan apabila
perilaku yang dipelajari relatif sama dengan perilaku yang dipelajari pada teori
ekonomi mikro. Teori ekonomi industri khususnya menganalisis hubungan antara
kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain, saling ketergantungan antara satu
sama lain didalam pasar dan mata rantai antara kondisi pasar, perilaku perusahaan
dan kinerja ekonomi. Fokus utama dalam mempelajari ekonomi industri adalah
perilaku perusahaan dalam industri. Ekonomi industri mempelajari kebijakan
perusahaan dalam menghadapi pesaing dan konsumen (termasuk didalamnya
perilaku menentukan harga, iklan, serta penelitian dan pengembangan produk).
Joe S. Bain (Dennis dan Perloff, 2000) mendefinisikan industri sebagai
sekelompok perusahaan yang menghasilkan produk yang sama dan menggunakan
proses yang sama pula. Hubungan linier sederhana antara struktur-perilaku-kinerja
digambarkan dalam bentuk sebagai berikut :
���
�
�
�
Gambar 2.1 Hubungan Linier Struktur-Perilaku-Kinerja
Sumber : Martin Stephen, 1988
Pada awal dipelajarinya ekonomi industri, hubungan antara struktur pasar
dengan perilaku dan kinerja merupakan hubungan satu arah, namun sejalan
dengan perkembangan ekonomi hubungan ketiganya semakin kompleks. Struktur
pasar akan menentukan perilaku perusahaan di pasar dan perilaku perusahaan akan
menentukan berbagai aspek dari kinerja perusahaan. Mason (Martin, 1988)
menduga ada hubungan langsung antara struktur pasar, perilaku perusahaan di
dalam pasar, dan kinerja, meski dalam kenyataannya pengaruh tersebut tidak
searah, melainkan kompleks dan interaktif. Hubungan antara struktur, perilaku dan
kinerja sekarang merupakan hubungan dua arah yang saling mempengaruhi. Ini
berarti bahwa kinerja industri dapat mempengaruhi perilaku perusahaan dan
perilaku perusahaan dapat mempengaruhi struktur pasar. Sebagai contohnya
efisiensi dalam kegiatan usaha dan kemampuan dalam strategi perusahaan yang
berubah akan mengubah peta masing-masing perusahaan, hal ini berarti
berubahnya struktur pasar yang sudah ada sebelumnya. Struktur pasar, perilaku
perusahaan dan kinerja dapat menentukan situasi dan kondisi pasar.
� ��� �� �������� �������
���
�
�
�
2.1.2 Teori Structure-Conduct-Performance
Paradigma Structure-Conduct-Performance (SCP) adalah sebuah
paradigma dalam ilmu ekonomi industri yang digunakan untuk menghubungkan
elemen-elemen struktur pasar dengan perilaku dan kinerja suatu industri.
Structure, mengacu pada struktur pasar yang biasanya didefinisikan oleh rasio
konsentrasi pasar. Dimana rasio konsentrasi pasar adalah rasio yang mengukur
distribusi pangsa pasar dalam industri. Conduct, merupakan perilaku perusahaan
dalam industri. Perilaku ini bersifat persaingan (competitive) atau kerjasama
(collusive), seperti misalnya dalam penetapan harga, iklan, produksi, dan
predation. Sedangkan Performance atau kinerja adalah ukuran efisiensi sosial
yang biasanya didefinisikan oleh rasio market power (dimana semakin besar
kekuatan pasar semakin rendah efisiensi sosial). Ukuran kinerja yang lain adalah
keuntungan perusahaan atau profitabilitas. Paradigma SCP didasarkan pada
beberapa hipotesis yaitu:
1. struktur mempengaruhi perilaku.
Semakin rendah konsentrasi pasar maka akan semakin tinggi tingkat
persaingan di pasar.
2. perilaku mempengaruhi kinerja.
Semakin tinggi tingkat persaingan atau kompetisi maka akan semakin rendah
market power atau semakin rendah keuntungan perusahaan yang diperoleh.
3. struktur mempengaruhi kinerja
��
�
�
�
Semakin rendah konsentrasi pasar maka akan semakin rendah tingkat kolusi
yang terjadi,atau semakin tinggi tingkat persaingan/kompetisi maka akan
semakin rendah market power-nya
Hasil ketiga hipotesis di atas, menunjukkan struktur pasar mempengaruhi kinerja
perusahaan dalam suatu industri.
Pada awalnya, paradigma SCP merupakan teori struktur organisasi industri
yang dikembangkan oleh Bain tahun 1951 dan hanya digunakan dalam industri
manufaktur di Amerika. Setelah itu teori SCP mulai digunakan dalam industri
perbankan dengan tujuan untuk melihat hubungan antara struktur pasar dengan
kinerja bank. Kemudian beberapa kajian yang meneliti tentang penggabungan
beberapa bank (merger) pada tahun 60-an di Amerika telah mengakibatkan
peningkatan konsentrasi pasar (market concentration) karena bank mampu
menguasai pasar, sehingga dapat meningkatkan tingkat keuntungannya seperti
diungkapkan Gilbert, 1984 (Martin, 1988).
Selanjutnya penelitian dengan paradigma SCP yang dilakukan oleh Caves,
1967 (Buyung Sarita, 2006) memberikan hasil temuan bahwa semakin tinggi
konsentrasi pasar dalam industri perbankan, akan menghalangi masuknya pesaing
baru dalam pasar Industri. Di samping itu, peningkatan konsentrasi pasar akan
mempengaruhi perilaku bank yaitu dengan melakukan kesepakatan di antara bank
dalam industri (tindakan kolusif) seperti adanya kebijakan penetapan harga,
sehingga bank yang terlibat dalam kesepakatan ini akan dapat meningkatkan
kinerjanya. Hannan, 1991 dan Lucey, 1996 (Buyung Sarita, 2006) juga
menegaskan bahwa terdapat hubungan yang positif antara struktur pasar dengan
��
�
�
�
kinerja. Hal ini terjadi karena perusahaan oligopoli dalam industri melakukan
Uncertainty Asymmetric Information Transaction Cost
Market segmentation Product differentiation Extent of market Diversification Cost of structure Barriers to entry and exit:by regulation
Public Policy Protective regulations Prudential regulations Competition policy
Price competition Network and quality competition Advertising, Price discrimination Collusion, Predation, Mergers Information gathering Expense-preference behavior and risk avoidance innovations
Conduct
Performance
Productive and allocative efficiency Progress Full employment
���
�
�
�
Terdapat tiga pemikiran dalam paradigma Structure Conduct Performance
(SCP) untuk menjelaskan hubungan antara struktur pasar dengan kinerja
perusahaan, terutama menjelaskan tentang konsentrasi dan pangsa pasar sebagai
variabel dari struktur pasar, yaitu:
1. Traditional hypothesis yang menganggap bahwa konsentrasi merupakan
proksi dari kekuasaan pasar (market power) dimana konsentrasi pasar yang
semakin besar menyebabkan biaya untuk melakukan kolusi menjadi rendah
sehingga perusahaan dalam industri tersebut akan mendapatkan laba
supernormal. Oleh karena itu, konsentrasi pasar akan berpengaruh secara
positif dengan profitabilitas sebagai proksi dari kinerja.
2. Differentiation hypothesis yang menganggap bahwa pangsa pasar merupakan
hasil dari diferensiasi produk dimana perusahaan yang melakukan diferensiasi
produk dapat meningkatkan pangsa pasarnya dan kemudian perusahaan dapat
menetapkan tingkat harga yang lebih tinggi yang berarti akan mendapatkan
profit yang tinggi juga. Dengan demikian akan terjadi hubungan positif antara
profitabilitas sebagai proksi kinerja dengan pangsa pasar sebagai proksi dari
struktur pasar.
3. Efficient structure hypothesis yang menganggap bahwa pangsa pasar dan
konsentrasi bukan merupakan proksi dari kekuasaan pasar tetapi merupakan
proksi dari efisiensi perusahaan, sehingga konsentrasi tinggi tidak identik
dengan kolusi. Dimana perusahaan yang lebih efisien akan bisa mendapatkan
pangsa pasar yang besar, sehingga industri tersebut juga akan cenderung lebih
terkonsentrasi. Berdasarkan pemikiran ini maka hubungan konsentrasi dengan
���
�
�
�
profitabilitas merupakan hubungan yang tidak benar-benar terjadi, mengingat
konsentrasi hanya merupakan agregat pangsa pasar yang dihasilkan dari
perilaku efisiensi, dan perusahaan yang lebih efisien akan dapat memperoleh
profit lebih besar.
Hipotesis Efisiensi
Aliran Chicago yang didasari oleh penelitian Demsetz (Martin, 1988)
menentang hipotesis yang menyatakan bahwa pemusatan pasar atau lebih dikenal
dengan konsentrasi pasar dapat meningkatkan laba perusahaan dalam suatu
industri. Struktur, perilaku, dan kinerja menurut aliran Chicago menekankan
bahwa, penerapan market power sebagai sumber kinerja pasar adalah hal yang
buruk. Maka aliran ini menolak tentang pemusatan pasar yang menyebabkan
hadirnya market power yang menguntungkan perusahaan-perusahaan besar saja.
Hipotesis efisiensi muncul untuk memberikan alternatif penjelasan
terhadap hipotesis tradisional dan hipotesis diferensiasi yang sudah ada
sebelumnya. Paradigma SCP hipotesis tradisional menyatakan bahwa tingkat
konsentrasi pasar berpengaruh secara langsung terhadap persaingan dalam industri
perbankan, sehingga dapat meningkatkan tingkat keuntungannya sebagai ukuran
kinerjanya. Sebaliknya, hipotesis efisiensi menyatakan bahwa kinerja bank yang
baik yang tercermin dengan tingkat keuntungan yang tinggi diperoleh karena
perilaku efisiensi sebuah bank seperti temuan Demsetz, 1973; Peltzman, 1977.
Smirlock et al.,1985 (Buyung Sarita, 2006) menyatakan bahwa efisiensi
yang diperoleh sebuah bank merupakan refleksi dari penghematan biaya yang
dilakukan sehingga kegiatan operasional sebuah bank dapat berbiaya rendah dan
���
�
�
�
akhirnya bisa menguasai pasar. Oleh karena itu, menurut paradigma ini,
penguasaan pangsa pasar yang lebih besar akan dapat memperoleh tingkat
keuntungan yang semakin besar. Penelitian yang dilakukan oleh Fu & Hefferman,
2005 (Buyung Sarita, 2006) menghasilkan temuan yang konsisten dengan
Smirlock bahwa perilaku bank pada skala ekonomi optimum akan dapat
menguasai pangsa pasar yang lebih besar karena rendahnya biaya operasional,
sehingga akan memperoleh keuntungan yang besar pada akhirnya.
Hannan, 1991 (Buyung Sarita, 2006), berpendapat bahwa hubungan antara
pangsa pasar dengan kinerja merupakan fungsi dari perbedaan efisiensi setiap
bank yang beroperasi. Semakin tinggi efisiensi sebuah bank berarti semakin
rendah biaya pengeluaran dalam operasional bank tersebut. Artinya, pangsa pasar
yang lebih besar akan dapat meningkatkan keuntungan yang semakin besar.
Sehingga berdasar dari beberapa temuan penelitian di atas, disimpulkan
bahwa paradigma Efficiency Hypothesis memberikan interpretasi yang berbeda
mengenai hubungan antara keuntungan, kinerja, dan konsentrasi yang disebutkan
oleh pandangan Structure-Conduct-Performance tradisional. Pandangan ini
mengatakan bahwa tingginya tingkat keuntungan tidak selalu menandakan kinerja
pasar yang rendah, karena sebuah perusahaan yang efisien dapat menarik
konsumen tanpa harus dengan menetapkan harga yang tinggi yang merugikan
konsumen dan menjadi barriers to entry bagi pesaing baru. Pandangan inilah yang
sering disebut sebagai Efficiency Hypothesis yang hadir dan menjadi perdebatan
para ekonom dan para pengambil kebijakan. Hipotesis efisiensi menjelaskan
bahwa pangsa pasar dan konsentrasi bukan merupakan proksi dari kekuasaan
���
�
�
�
pasar tetapi merupakan proksi dari efisiensi perusahaan, sehingga konsentrasi
tinggi tidak identik dengan kolusi. Dimana perusahaan yang efisien akan bisa
mendapatkan pangsa pasar yang besar, selanjutnya struktur pasarnya juga akan
cenderung terkonsentrasi, sehingga pada akhirnya dapat memperoleh tingkat
keuntungan yang tinggi.
2.1.3 Struktur Pasar Industri
Stuktur pasar industri merupakan variabel yang penting untuk mempelajari
ekonomi industri karena struktur pasar industri akan mempengaruhi perilaku dan
kinerja perusahaan yang ada dalam industri. Struktur pasar juga penting karena
menentukan perilaku perusahaan yang ada dalam industri. Pada akhirnya perilaku
tersebut akan menentukan kualitas kinerja industri. Dari definisi Bain dapat
diketahui bahwa dalam struktur pasar inilah bentuk-bentuk pasar pada ekonomi
industri secara empirik di terapkan. Dengan mengetahui struktur pasar, maka akan
dapat diklasifikasikan suatu bentuk pasar apakah mendekati persaingan persaingan
sempurna, monopoli, persaingan monopolistis atau oligopoli. Struktur pasar
adalah bentuk pasar dalam dunia yang sesungguhnya.
Struktur pasar merupakan karakter suatu pasar yang mempengaruhi
strategi persaingan dan penentuan harga dari pasar. Struktur pasar dapat juga
dipahami sebagai bagian strategis yang relatif permanen dari lingkungan
perusahaan yang akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perilaku dan kinerja
perusahaan di suatu pasar. Jadi struktur akan mempengaruhi pola perilaku
���
�
�
�
perusahaan di pasar yang selanjutnya akan mempengaruhi kinerja (Bain dalam
Martin, 1988). Ada empat struktur pasar yaitu :
1. Struktur Pasar Persaingan Sempurna
Suatu pasar dikatakan persaingan sempurna apabila, (1) terdapat sejumlah
penjual dan pembeli, sedemikian rupa sehingga tindakan seorang individu
tidak dapat mempengaruhi harga, (2) produk dari seluruh perusahaan dalam
pasar adalah homogen, (3) terdapat mobilitas sumber daya yang sempurna,
(4) informasi yang sempurna tentang harga dan biaya yang sekarang dan yang
akan datang. Dalam pasar persaingan sempurna, harga hanya ditentukan oleh
perpotongan antara kurva permintaan dan penawaran pasar. Sehingga
perusahaan merupakan penerima harga (price taker). Perilaku free entry dan
free exit pada pasar persaingan sempurna mengakibatkan tidak adanya tingkat
konsentrasi pada pasar tersebut.
2. Struktur Pasar Persaingan Monopolistik
Persaingan monopolistik merupakan organisasi pasar, dimana terdapat
banyak perusahaan yang menjual komoditi yang hamper serupa tetapi tidak
sama. Diferensiasi produk tersebut menyebabkan penjual dapat
mengendalikan harganya, sehingga menghadapi kurva permintaan yang
berlereng negatif. Akan tetapi, banyaknya substitusi membuat kekuatan
monopoli penjual terbatasi, yang mengakibatkan kurva permintaan sangat
elastis. Perilaku pasar persaingan monopolistik merupakan perpaduan pasar
persaingan sempurna dengan pasar monopoli yang memiliki tingkat
��
�
�
�
konsentrasi walaupun kadarnya rendah. Rendahnya konsentrasi dikarenakan
dalam jangka panjang perusahaan yang terdapat di pasar kehilangan kekuatan
monopolinya.
3. Struktur Pasar Oligopoli
Oligopoli adalah organisasi pasar dimana terdapat beberapa perusahaan yang
menjual komoditi, dimana terjadi konsentrasi yang tinggi dan distribusi
besaran perusahaan yang sebagian besar pangsa pasarnya dikuasai oleh
beberapa perusahaan. Perilaku masing-masing perusahaan secara langsung
akan saling mempengaruhi. Meski masing-masing perusahaan di pasar saling
bersaing, namun tidak harus terjadi secara terus-menerus karena di antara
perusahaan dapat saling bekerja sama. Di dalam UU Antimonopoli, oligopoli
tidak didefinisikan secara eksplisit, tetapi di dalam pasal 4 ayat 1 UU
Antimonopoli dapat ditemukan apa itu oligopoli. Oligopoli ditetapkan melalui
suatu perjanjian, yaitu bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha lain untuk secara bersama-sama melakukan penguasaan
produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Joe S Bain
membuat batasan jumlah perusahaan yang menguasai beberapa bagian pasar
dan menggolongkannya menjadi beberapa tipe oligopoli :
• Tipe I
Tipe ini adalah tipe oligopoli penuh atau tingkat konsentrasi sangat tinggi.
Pada tipe I ini 3 perusahaan terbesar menguasai sekitar 87% dari total
��
�
�
�
penawaran output ke suatu pasar atau 8 perusahaan terbesar menguasai 99%
total penawaran output.
• Tipe II
Tipe ini merupakan tipe oligopoli dengan tingkat konsentrasi tinggi. Pada tipe
II ini empat perusahaan terbesar menguasai 65%-75% penawaran output,
delapan perusahaan terbesar menguasai 85%-90% penawaran output atau 20
perusahaan terbesar menguasai 95% penawaran output.
• Tipe III
Tipe ini merupakan tipe oligopoli dengan tingkat konsentrasi moderat tinggi.
Pada tipe ini empat perusahaan terbesar menguasai sekitar 50%-65%
penawaran output atau 20 perusahaan terbesar menguasai 95% penawaran
output.
• Tipe IV
Tipe ini merupakan tipe oligopoli dengan tingkat konsentrasi moderat rendah.
Pada tipe ini empat perusahaan terbesar menguasai sekitar 38%-50%
penawaran output, delapan perusahaan terbesar menguasai sekitar 65% atau
20 perusahaan terbesar menguasai sekitar 70% penawaran output.
4. Struktur Pasar Monopoli
Monopoli merupakan bentuk organisasi pasar dimana terdapat perusahaan
tunggal yang menjual produk yang tidak mempunyai substitusi sempurna.
Monopoli dapat terjadi karena terdapat hambatan masuk ke pasar (entry
barriers) sehingga monopolis dapat memperoleh laba super normal dalam
���
�
�
�
jangka panjang. Struktur pasar monopoli mempunyai tingkat konsentrasi
tertinggi (CR=1) dari berbagai jenis pasar.
Dalam industri perbankan, produk yang dihasilkan sangat beragam,
misalnya bank menawarkan berbagai jenis pinjaman (kredit konsumtif, kredit
modal kerja, dan kredit investasi), menerima berbagai macam simpanan
(tabungan, giro, dan deposito berjangka), dan menawarkan berbagai jasa
perbankan (transfer, L/C, inkaso, dan lain-lain). Oleh karena banyaknya produk
yang ditawarkan maka bank disebut juga sebagai ‘multi product firm’ menurut
Kidwell dan Peterson,1981 (Syofriza, 2002). Variabel penting dalam struktur
pasar pada industri perbankan menurut Kidwell dan Peterson,1981 (Syofriza,
2002) adalah konsentrasi, diferensiasi produk, dan rintangan masuk bagi
perusahaan baru seperti yang dikatakannya bahwa “ bank structure refers to
distribution of bank in the financial system in terms of numbers, location, and
size”
2.1.3.1 Konsentrasi
JV. Koch mendefinisikan konsentrasi sebagai jumlah dan ukuran distribusi
penjual dan pembeli yang ada di pasar. Joe S. Bain (Dennis dan Perloff, 2000)
mengartikan konsentrasi sebagai kepemilikan terhadap sejumlah besar sumber
daya ekonomi oleh sejumlah kecil pelaku ekonomi. Tingkat konsentrasi
merupakan indikator dari struktur pasar. Apabila tingkat konsentrasi dalam suatu
industri tinggi, maka tingkat persaingan antar perusahaan dalam industri tersebut
���
�
�
�
rendah, dengan demikian struktur pasarnya mengarah ke bentuk monopoli.
Sebaliknya, apabila tingkat konsentrasinya rendah maka struktur pasarnya
mengarah ke bentuk oligopoly karena tingkat persaingan antar perusahaan dalam
industrinya semakin tampak.
Konsentrasi dapat diartikan sebagai prosentase pangsa pasar yang dikuasai
oleh perusahaan relatif terhadap pangsa pasar total. Pada prinsipnya konsentrasi
tidak disebabkan karena faktor kebetulan tetapi karena adanya kekuatan permanen
yang terletak di belakang konsentrasi yang biasanya tidak banyak berubah dari
waktu ke waktu. Konsentrasi juga menunjukkan tingkat produksi dari pasar atau
industri yang hanya terfokus pada satu atau beberapa perusahaan terbesar. Dapat
pula dikatakan bahwa konsentrasi merupakan kombinasi pangsa pasar dari
perusahaan-perusahaan yang terkemuka atau oligopolis, dimana perusahaan itu
saling menyadari adanya saling ketergantungan satu sama lain. Karena alasan
inilah biasanya mereka lalu bekerja sama satu sama lain membentuk organisasi
terselubung untuk mempertahankan pangsa pasar yang telah dikuasai. Kelompok
perusahaan oligopolis ini biasanya terdiri dari 2 hingga 8 perusahaan terbesar pada
industri yang sama. Kombinasi dari pangsa pasar perusahaan-perusahaan itu
nantinya membentuk suatu tingkat konsentrasi dalam pasar.
Dari beberapa pengertian konsentrasi tersebut di atas dapat dikatakan
bahwa pengertian konsentrasi sangat erat hubungannya dengan pangsa pasar dari
perusahaan-perusahaan yang ada dalam suatu industri. Hal ini dapat dimaklumi
karena konsentrasi adalah besarnya pangsa pasar yang dikuasai oleh perusahaan
���
�
�
�
relatif terhadap pangsa pasar total yang biasanya diambil dari pangsa pasar
perusahaan terbesar di dalam industri dimana perusahaan-perusahaan tersebut
berada. Semakin besar pangsa pasar yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan
tersebut relatif terhadap total pangsa pasar, maka dapat dikatakan bahwa industri
tersebut mempunyai tingkat konsentrasi yang tinggi.
Ada beberapa alat ukur yang digunakan untuk mengukur tingkat
konsentrasi dalam suatu industri, diantaranya adalah :
1. M-Rasio Konsentrasi
Rasio konsentrasi merupakan jumlah kumulatif bagian pangsa pasar dari M (n
atau jumlah) perusahaan terbesar dalam industri dengan besaran nilai untuk M
adalah 4, 8, dan 20. Rasio konsentrasi ini secara lebih luas dikenal sebagai ukuran
“kesenjangan” jumlah penyuplai dalam suatu pasar.Variabel yang dapat dipakai
untuk ukuran rasio konsentrasi adalah variabel aset, variabel dana pihak ketiga,
dan variabel kredit, yang ketiganya merupakan pangsa pasar relevan dalam
industri perbankan. Pengukuran dengan menggunakan rasio konsentrasi memiliki
keuntungan yaitu relatif lebih mudah dipahami, dan untuk datanya relatif mudah
didapatkan. Nilai rasionya adalah antara 0 (mengarah kepada bentuk pasar
persaingan sempurna) sampai 1 (mengarah kepada bentuk pasar monopoli)
2. Koefisien Variasi
Koefisien variasi digunakan untuk melengkapi penggunaan rasio konsentrasi,
karena M-rasio konsentrasi hanya bisa memberikan informasi yang berguna
���
�
�
�
tentang bias distribusi, dan rasio ini tidak dapat mengungkapkan informasi apapun
tentang disperse pasar. Kekurangan inilah yang umumnya dapat diatasi dengan
koefisien variasi. Jadi peningkatan atau penurunan M-rasio konsentrasi dan
koefisien variasi secara bersama-sama dapat menunjukkan bentuk struktur pasar
pada industry yang diamati.
3. Indeks Herfindahl-Hirschman (HHI)
Kedua ukuran konsentrasi yang telah disebutkan di atas yaitu M-rasio konsentrasi
dan koefisien variasi dapat memberikan informasi tentang struktur pasar, namun
keduanya tidak memperhitungkan jumlah bank yang beroperasi di industry
perbankan yang diamati. Seperti diketahui, jumlah pelaku pasar (bank yang
beroperasi) memiliki pengaruh langsung pada masalah konsentrasi dan
persaingan. Pengukuran konsentrasi yang lain yang banyak digunakan dan dapat
mengatasi masalah tersebut adalah menggunakan Indeks Herfindahl-Hirschman
(HHI), karena indeks ini memperhitungkan ukuran relatif dan jumlah bank yang
beroperasi pada industry perbankan yang menjadi objek penelitian. HHI
mengasumsikan bahwa nilai 10000 mempunyai arti jika hanya ada satu bank di
sector perbankan (berarti strukturnya monopoli) dan jika nilainya mendekati 0
berarti pada industri perbankan yang diamati terdapat sejumlah besar bank yang
ukurannya relative sama. Indeks Herfindahl ini sangat sensitive terhadap andil
perusahaan terbesar, karena semakin kecil andil yang diberikan suatu perusahaan
semakin kurang berarti dalam indeks ini.
Orris C Herfindahl mengukur konsentrasi industri sebagai berikut :
���
�
�
�
Total besaran absolut dari variabel yang diamati dalam industri :
�� � ��� � ��� � ��� ��� �� � ��
Notasi n adalah jumlah perusahaan yang terdapat dalam suatu industri sedangkan
NV i adalah besaran absolut dari variabel yang diamati pada perusahaan ke I,
misalnya adalah nilai aset, jumlah kredit dan modal sendiri. Selanjutnya NV
mewakili jumlah keseluruhan dari nilai variabel yang diukur.
Pangsa pasar atau market share perusahaan : �i = ������
……………………....... (2)
Jumlah kuadrat dari market share perusahaan i merupakan Indeks Herfindahl,
yaitu:
�� � � ����� ………………………………………………………………….. (3)
4. Panzar Rosse-H Statistik atau PR-H statistik
Salah satu teknik yang paling banyak digunakan untuk mempelajari kondisi
persaingan dalam industry perbankan adalah kerangka Panzar dan Rosse (1987)
yang dikenal dengan sebutan PR-H statistik.� Kerangka PR-H statistik ini,
terutama mempelajari dampak dari perubahan harga input (biaya) pada
keseimbangan (ekuilibrium) pendapatan dalam sistem industri perbankan. Secara
khusus, PR-H statistik adalah jumlah dari elastisitas faktor harga input
dari bentuk pengurangan persamaan pendapatan sebuah bank pada sistem
perbankan. Jika industri yang diamati berada di bawah kondisi pasar persaingan
sempurna, PR-H statistik mengasumsikan nilai 1, yang artinya jika ada perubahan
sebesar 1 persen pada biaya akan mengakibatkan perubahan 1 persen dalam
pendapatan. Di sisi lain, PR-H statistik adalah nol (atau kurang dari nol) jika
���
�
�
�
industri tersebut berada di bawah kondisi struktur pasar yang monopoli. Dalam
kasus ini, kenaikan harga input akan meningkatkan biaya marjinal, mengurangi
produksi dan akhirnya mengakibatkan penurunan pendapatan. Model ini juga
menunjukkan bahwa nilai PR-H statistik akan berada antara 0 dan 1 dalam kasus
persaingan monopolistis. Ada beberapa faktor yang membuat nilai PR-H statistik
berbeda, antar lain berhubungan dengan adopsi metodologi yang berbeda,
terutama pada spesifikasi variabel dependen, pilihan estimasi pada pooled data,
seperti penggunaan Fixed Effect atau Random Effect, dan lain-lain, pilihan periode
estimasi, dan dimasukkannya variabel kontrol. Faktor-faktor ini memainkan peran
penting dalam perbandingan H-statistik. Perbandingan lintas negara juga akan
membantu dalam memahami posisi sektor keuangan domestik dibandingkan
dengan negara-negara tetangganya.
2.1.3.2 Pangsa Pasar
Setiap perusahaan memiliki pangsa pasarnya sendiri, dan besarnya berkisar
antara 0 hingga 100 persen dari total keluaran seluruh pasar. Menurut literatur
Neo-Klasik, landasan posisi tawar perusahaan adalah pangsa pasar yang diraihnya.
Pangsa pasar dalam praktik bisnis merupakan tujuan/motivasi perusahaan.
Perusahaan dengan pangsa pasar yang lebih baik akan menikmati keuntungan dari
penjualan produk dan kenaikan harga sahamnya.
Peranan pangsa pasar seperti halnya elemen struktur pasar yang lain,
adalah sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan. Hipotesa umum mengatakan
���
�
�
�
adanya hubungan antara tiap pangsa pasar perusahaan dengan tingkat
keuntungannya (Wihana, 2008) dan secara sederhana dirumuskan:
Rate of Capital, � = a + bM……………………...…………………………… (4)
dimana � adalah rate of return perusahaan atas modal yang ditanamkannya
M adalah pangsa pasar dan a adalah biaya modal bagi perusahaan
Jelasnya, keuntungan yang diperoleh dari pangsa pasar mencerminkan kekuatan
pasar (karena perusahaan menggarap permintaan pasar) atau efisiensi yang lebih
baik (karena mencapai skala ekonomi). Kedua faktor itu berdiri sendiri-sendiri;
mungkin saja tercipta kekuatan pasar yang lebih tinggi dan skala ekonomi yang
lebih luas. Atau skala disekonomi yang terjadi, tetapi diimbangi dengan hasil-hasil
dari monopoli. Secara tradisional, logika pangsa pasar telah menjadi pusat
perhatian perusahaan dalam menilai kekuatan pasar. Pangsa pasar yang besar
biasanya menandakan kekuatan pasar yang besar. Sebaliknya pangsa pasar yang
kecil berarti perusahaan tidak mampu bersaing dalam tekanan persaingan.
2.1.3.3 Diferensiasi Produk
Unsur lain dalam struktur pasar adalah diferensiasi produk. Greer, 1992
(syofriza, 2002) mengatakan bahwa
“Product differentiation occurs when buyers perceive difference among the brand of the product and the difference between brands can occurs range widely-image convenience, flavour, quality, service, store location (if retailing) and price”
Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu produk dikatakan
terdiferensiasi apabila ada beda nyata antara barang dan jasa seorang penjual
���
�
�
�
dengan barang dan jasa penjual lainnya, misalnya kemasan kualitas pelayanan
yang diberikan, garansi (pelayanan purna jual), lokasi, dan lain sebagainya. Dalam
industri perbankan, diferensiasi produk ini dapat berupa adanya fasilitas on-line
dalam operasional perbankan, adanya automatic teller machine (ATM), pelayanan
yang cepat dan ramah, dan lain sebagainya. Apabila suatu produk atau jasa
terdiferensiasi maka produk tersebut menjadi lebih menarik bagi kelompok
pembeli tertentu. Diferensiasi produk ini juga mempengaruhi permintaan
konsumen bagi produk yang terdiferensiasi.
2.1.4 Perilaku
Conduct adalah perilaku perusahaan dalam menentukan harga, tingkat
produksi, produk, iklan, dan perilaku terhadap pesaingnya (kolusi/kartel) menurut
Greer, 1992 (Syofriza, 2002). Fokus utama dari perilaku perusahaan adalah
bagaimana perusahaan bereaksi terhadap kondisi struktur pasar dan interaksi
pesaingnya. Perilaku harga merupakan hal yang paling penting.
Perilaku (conduct) perusahaan bertujuan untuk:
• Eksploitasi kekuatan pasar, dapat berupa harga dan non harga yang
bertujuan untuk mengendalikan pasar. Sebagai contoh, di pasar monopoli,
seorang monopolis menaikkan dan membatasi output untuk
memaksimumkan profit. Sedangkan di pasar oligopoly (sebagai contoh
CARTEL), pelaku dapat membentuk agen tunggal sehingga para pembeli
hanya mempunyai satu penjual, sehingga akan tercipta situasi monopoli
��
�
�
�
yang artinya harga dan output dikendalikan oleh satu penjual. Eksploitasi
dalam bentuk non harga misalnya dengan menurunkan kualitas produk,
sehingga biaya akan turun dan dapat meningkatkan keuntungan yang
didapat.
• Ekspansi kekuatan pasar, dengan memiliki kekuatan pasar, perusahaan
dapat memperluas kekuatan pasarnya dalam jangka panjang. Ekspansi
kekuatan pasar dapat berupa harga maupun non harga, seperti pembedaan
harga (price discrimination) dan peningkatan fasilitas.
• Kombinasi antara eksploitasi dan ekspansi pasar
Kontrol terhadap harga menggambarkan kekuasaan perusahaan atas market
power. Dimana market power adalah kemampuan perusahaan untuk
mempengaruhi harga pasar dan atau mengalahkan pesaing. Perilaku akan
berdampak pada strategi perusahaan, keuntungan perusahaan, hambatan untuk
memasuki pasar, posisi perusahaan dalam industri, dan mempengaruhi perilaku
pesaingnya.
2.1.5 Kinerja
Performance atau kinerja merupakan implikasi atau hasil dari perilaku
pasar. Kinerja menggambarkan seberapa baik pasar bekerja. Dimensi kinerja pasar
menganalisa organisasi industri yang membahas efisiensi, keadilan, dan kemajuan.
Efisiensi menjelaskan seberapa baik pasar dalam menggunakan sumber daya yang
terbatas. Keadilan menjelaskan seberapa adil pasar mendistribusikan keuntungan
dari aktivitas ekonomi kepada pelaku ekonomi. Kemajuan menggambarkan
��
�
�
�
seberapa efektif pasar memberikan perubahan terhadap produk yang baru dan
lebih baik serta kemajuan teknik produksi.
Perbedaan kinerja dari setiap perusahaan akan menciptakan kompetisi
terhadap perusahaan pesaing. Kinerja perusahaan dapat diukur dari efisiensi
produksi dan efisiensi alokasi. Efisiensi produksi meliputi struktur biaya dan
profit, sedangkan efisiensi alokasi terkait dengan kekuatan pasar (market power).
Efisiensi alokasi dan keadilan akan menciptakan perilaku di pasar mendekati
perilaku pada pasar persaingan sempurna. Sedangkan efisiensi produktif (yang
diukur dengan skala ekonomi) dan kemajuan teknik akan menjadikan pasar
dengan sedikit perusahaan dengan produk yang beragam.
Banyak studi yang menggunakan analisis SCP di industri yang
menggunakan harga (refleksi struktur biaya) sebagai ukuran kinerja, seperti
penelitian yang menggunakan Price Cost Margin sebagai ukuran kinerja, atau
menggunakan rasio bunga atas pinjaman dan rasio bunga deposito untuk
memproksi variabel harga pada industri perbankan.
Namun menurut Molyneux dan Forbes, 1995 (dalam M. Nasser Katib, 2004)
karena industri perbankan merupakan industri multiproduk, maka penggunaan
harga sebagai ukuran kinerja bisa menyesatkan. Studi yang lebih baru
menggunakan variabel profitability atau tingkat keuntungan sebagai ukuran
kinerja. Dalam industri perbankan, indikator utama kinerja sebuah banking firm
adalah solvabilitas, yang diwakili oleh CAR, Rentabilitas yang diwakili oleh
ROA, likuiditas yang diwakili oleh LDR, dan indikator lain seperti; Aset, DPK,
Kredit, serta NPL.
���
�
�
�
2.1.6 Penelitian Terdahulu
Pada awalnya, paradigma SCP merupakan teori struktur organisasi
industry yang dikembangkan oleh Bain, 1951 (Martin,1988) melalui penelitiannya
Barriers to new Competition dan hanya digunakan dalam industri manufaktur di
Amerika yang mengungkapkan bahwa hubungan antara konsentrasi dengan
profitabilitas adalah ada dan positif, pada industri berskala besar yang memiliki
hambatan masuk yang tinggi sehingga pasarnya terkonsentrasi, memperoleh
profitabilitas yang tinggi. Setelah itu teori SCP mulai digunakan dalam industri
perbankan dengan tujuan untuk melihat hubungan antara struktur pasar dengan
kinerja bank. Kemudian beberapa kajian yang meneliti tentang penggabungan
beberapa bank (merger) pada tahun 60-an di Amerika telah mengakibatkan
peningkatan konsentrasi pasar (market concentration) karena bank mampu
menguasai pasar, sehingga dapat meningkatkan tingkat keuntungannya seperti
diungkapkan Gilbert, 1984 (Martin, 1988).
Selanjutnya penelitian dengan paradigma SCP yang dilakukan oleh Caves,
1967 (Buyung Sarita, 2006) memberikan hasil temuan bahwa semakin tinggi
konsentrasi pasar dalam industri perbankan, akan menghalangi masuknya pesaing
baru dalam pasar Industri. Di samping itu, peningkatan konsentrasi pasar akan
mempengaruhi perilaku bank yaitu dengan melakukan kesepakatan di antara bank
dalam industri (tindakan kolusif) seperti adanya kebijakan penetapan harga,
sehingga bank yang terlibat dalam kesepakatan ini akan dapat meningkatkan
kinerjanya. Hannan, 1991 dan Lucey, 1996 (Buyung Sarita, 2006) juga
���
�
�
�
menegaskan bahwa terdapat hubungan yang positif antara struktur pasar dengan
kinerja. Hal ini terjadi karena perusahaan oligopoli dalam industri melakukan
tersebut mampu menguasai pangsa pasar yang lebih besar, dan secara tidak
langsung akan memperoleh keuntungan ekonomi yang lebih besar juga.
Penelitian yang dilakukan oleh Douglas D. Evanoff dan Diana L. Fortier
tahun 1988 berjudul Reevaluation of the Structure-Conduct-Performance
Paradigm in Banking menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif dan
signifikan antara pangsa pasar dengan profitabilitas, sedangkan konsentrasi pasar
akan berhubungan positif hanya jika pada pasar yang terdapat barrier to entry
yang tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh M. Nasser Katib yang berjudul Market
Structure and Performance in The Malaysian Banking Industry: a robust
estimation menghasilkan kesimpulan yang konsisten mendukung SCP bahwa
konsentrasi pasar menentukan profitabilitas dengan hubungan yang positif
signifikan, dan sebaliknya variabel pangsa pasar tidak signifikan berpengaruh
terhadap profitabilitas pada industri perbankan di Malaysia dengan periode
penelitian tahun 1989-1996.
Konsentrasi mempengaruhi profit tidak hanya secara langsung melalui
kolusi, tetapi juga secara tidak langsung melalui kompetisi non harga. Ini
merupakan hasil penelitian Strickland dan Weiss yang berjudul Advertising,
Concentration, and Price Cost Margin, 1975 (Fitri amalia, 2007).
���
�
�
�
Efficiency Hypothesis menyatakan bahwa kinerja bank yang baik yang
tercermin dengan tingkat keuntungan yang tinggi diperoleh karena perilaku
efisiensi sebuah bank seperti temuan Demsetz, 1973 dalam penelitiannya Industry
Structure, Market Rivalry, and Public Policy dan Peltzman, 1977 dalam
penelitiannya The Gains and Losses from Industrial Concentration (Martin,1988).
Smirlock,1985 yang berjudul Evidence of The (Non) Relationship between
Concentration and Bank Profitability (Buyung Sarita, 2006) menyatakan bahwa
efisiensi yang diperoleh sebuah bank merupakan refleksi dari penghematan biaya
yang dilakukan sehingga kegiatan operasional sebuah bank dapat berbiaya rendah
dan akhirnya bisa menguasai pasar, dan ternyata konsentrasi tidak mempengaruhi
profitabilitas dalam industri perbankan. Oleh karena itu, menurut paradigma ini,
penguasaan pangsa pasar yang lebih besar akan dapat memperoleh tingkat
keuntungan yang semakin besar. Penelitian yang dilakukan oleh Fu & Hefferman,
2005 (Buyung Sarita, 2006) menghasilkan temuan yang konsisten dengan
Smirlock bahwa perilaku bank pada skala ekonomi optimum akan dapat
menguasai pangsa pasar yang lebih besar karena rendahnya biaya operasional,
sehingga akan memperoleh keuntungan yang besar pada akhirnya.
Hannan, 1991 (Buyung Sarita, 2006) dalam penelitiannya yang berjudul
Foundations of the Structure-Conduct-Performance Paradigm in Banking
menyimpulkan bahwa hubungan antara pangsa pasar dengan kinerja merupakan
fungsi dari perbedaan efisiensi setiap bank yang beroperasi. Semakin tinggi
efisiensi sebuah bank berarti semakin rendah biaya pengeluaran dalam operasional
���
�
�
�
bank tersebut. Artinya, pangsa pasar yang lebih besar akan dapat meningkatkan
keuntungan yang semakin besar.
Sedangkan menurut Neuberger,1997, ternyata hubungan SCP dalam
industri perbankan berbeda antar Negara. Dalam industri perbankan di Amerika,
konsentrasi tidak mempengaruhi profit, tetapi terdapat hubungan positif antara
pangsa pasar dan profitabilitas dalam industri perbankan Amerika. Di wilayah
lain, yaitu di Eropa ternyata menunjukkan hasil yang sebaliknya, analisa SCP
menunjukkan tidak adanya hubungan antara pangsa pasar dengan profitabilitas,
yang ada hanyalah hubungan positif antara konsentrasi dengan profitabilitas. Hal
itu terjadi karena kedua wilayah memiliki karakteristik industry perbankan yang
berbeda.
Penelitian yang dilakukan oleh Fitri Amalia dan Mustafa E. Nasution yang
berjudul Perbandingan Profitabilitas Industri Perbankan Syariah dan Industri
Perbankan Konvensional Menggunakan Metode SCP memberikan hasil bahwa
ternyata keduanya memiliki pola SCP yang berbeda. Industri perbankan syariah
mendukung efficient structure hypothesis yaitu memperoleh pangsa pasar dan
konsentrasi berdasarkan efisiensi yang dicapainya, sedangkan industri perbankan
konvensional lebih mendukung differentiation hypothesis. Sehingga pemerintah
sebaiknya menentukan untuk tidak menyamakan peraturan yang akan ditetapkan
pada industri perbankan syariah dan industry perbankan konvensional.
Pracoyo Budi Jatmiko dalam penelitiannya yang berjudul Paradigma SCP
versus Hipotesis Efisiensi: Manakah yang Mencerminkan Industri Perbankan
���
�
�
�
Indonesia? memperoleh hasil statistik bahwa industri perbankan di Indonesia
untuk periode tahun 1988 sampai dengan 1994 mendukung hipotesis efisiensi
ditandai dengan adanya hubungan positif antara pangsa pasar proksi dari efisiensi
dengan profitabilitas dan menolak hipotesis tradisional karena konsentrasi pasar
tidak signifikan mempengaruhi profit. Regulasi pada periode tersebut telah
berhasil mendorong industri perbankan nasional untuk meningkatkan efisiensi
yang selanjutnya memberi efek pada peningkatan pangsa pasar bank-bank yang
pada akhirnya meningkatkan profitabilitas mereka.
Penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian terdahulu yang telah
disebutkan sebelumnya, salah satunya penelitian yang telah dilakukan oleh Fitri
Amalia dan Mustafa E. Nasution yang meneliti perbedaan profitabilitas antara
bank syariah dengan bank konvensional. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya yang dijadikan acuan adalah pada variabel kontrol yang
digunakan yang diduga mempengaruhi profitabilitas selain variabel struktural.
Pada penelitian ini digunakan variabel kontrol rasio kecukupan modal (CAR) yang
tidak digunakan oleh Fitri Amalia. Alasan menyertakan CAR sebagai variabel
kontrol adalah karena peran pentingnya sebagai ukuran solvabilitas suatu bank.
Seiring dengan implementasi program Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang
salah satunya mengatur struktur permodalan perbankan, memberikan pemahaman
kepada peneliti bahwa peranan CAR sangat penting dalam menunjang kinerja
industri perbankan yaitu untuk meminimalisir atau memperkecil resiko. Perbedaan
lainnya adalah pada objek penelitian dan periodenya. Penelitian ini menggunakan
���
�
�
�
16 bank umum terbesar (termasuk bank persero, BUSN devisa, dan bank asing)
dan tidak termasuk bank syariah sebagai sampel dengan periode penelitian adalah
tahun 2004 hingga 2008. Dengan menambahkan jumlah sampel lebih banyak
dibandingkan dengan objek penelitian Fitri Amalia diharapkan dapat lebih
menggambarkan industri perbankan karena dengan 16 bank umum yang
digunakan sebagai objek penelitian menguasai lebih dari 75 persen pangsa pasar
yang ada. Sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini merupakan penelitian
lanjutan yang mengadopsi model penelitian sebelumnya dengan beberapa
perbedaan seperti yang telah diuraikan di atas.
���
�
�
�
Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Nama dan Judul Penelitian Model Penelitian Hasil Penelitian 1 Michael Smirlock (1985)
Evidence of The (Non ) Relationship between Concentration and Bank Profitability
Panel data � = a0 + a1MS +a2 CR + a3 MSCR + �ai Xi dimana �ai Xi��adalah variabel kontrol yang terdiri dari MKTDEP, MKTGROW, ASSET, DTODEP, INDEPdan MULTI
mendukung efisiensi hipotesis dan menolak hipotesis tradisional, dengan hasil pangsa pasar (MS) berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas,dan konsentrasi (CR) tidak mempengaruhi profitabilitas
2 Douglass D. Evanoff dan Diana L. Fortier(1988) Reevaluation of the Structure-Conduct- Performance Paradigm in Banking
Panel data � = a0 + a1CR +a2 MS + �ai Xi dimana �ai Xi��adalah variabel kontrol yang terdiri dari CAPAST, MKTDEP, MGROW, POPD, ASSET, HCLAW, DDTODEP, dan LTOAST
mendukung hipotesis efisiensi, dengan hasil pangsa pasar (MS) berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas,dan konsentrasi (CR) berpengaruh positif terhadap profitabilitas hanya jika terdapat barrier to entry yang tinggi
3 Timothy Hannan (1991) Foundations of The Structure-Conduct- Performance Paradigm in Banking
Panel data � = a0 + a1MS +a2 CR + �ai Xi
mendukung hipotesis efisiensi, dengan hasil pangsa pasar (MS) berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas, dan hubungannya merupakan fungsi dari perbedaan efisiensi setiap bank yang beroperasi
4 M. Nasser Katib (1996) Market Structure and Performance in The Malaysian Banking
Panel data ROA = a0 + a1CRN1 +a2 MKSA + �ai Xi dimana �ai Xi��adalah variabel kontrol yang terdiri dari RTOE, TLTA, RLTD, RCDD, danLOGAset
mendukung hipotesis tradisional dan menolak hipotesis efisiensi, dengan hasil pangsa pasar (MKSA) tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas,dan konsentrasi (CRN1) berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas
5 Doris Neuberger (1997) Structure, Conduct, and Performance in Banking Markets
Panel data Model yang digunakan sama dengan Smirlock dengan variabel kontrol yang berbeda disesuaikan masing-masing
Pola SCP memberikan temuan yang berbeda antar Negara karena karakteristik (kondisi dasar) yang berbeda antar Negara. Perbankan Amerika mendukung hipotesis efisiensi, dengan hasil
���
�
�
�
Negara. ROA (independen variabel) diperoleh dari ketiga pasar yaitu Loan market, Bonds market, dan Deposit market. �
�� ����
�
��� �
!
�� ��" # $"
%
�
#&
�
pangsa pasar (MS) berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas,dan konsentrasi (CR) tidak signifikan berpengaruh terhadap profitabilitas. Sedangkan perbankan Eropa sebaliknya, mendukung hipotesis tradisional pangsa pasar (MS) tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas,dan konsentrasi (CR) berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas
6 Pracoyo Budi Jatmiko (2000) Paradigma Structure Conduct Performance vs Hipotesis Efisiensi Industri Perbankan Indonesia
Panel data PMij= a0 + a1CRij + �ai Xi dan PMij= a0 + a1MSij + �ai Xi
mendukung hipotesis efisiensi, dengan hasil pangsa pasar (MS) sebagai proksi efisiensi berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas,dan konsentrasi (CR) tidak signifikan berpengaruh terhadap profitabilitas
7 Syofriza Sofyan (2002) Pengaruh Struktur Pasar terhadap Kinerja Perbankan di Indonesia
Panel data ROA = a0 + a1MS +a2 CR + �ai Xi dimana �ai Xi��adalah variabel kontrol yang terdiri dari MD, MG, Aset, dan DTTD
mendukung hipotesis tradisional dan menolak hipotesis efisiensi, dengan hasil pangsa pasar (MS) tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas,dan konsentrasi (CR) berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas
8 Fitri Amalia dan Mustafa Edwin Nasution (2007) Perbandingan Profitabilitas Industri perbankan Syariah dan Industri Perbankan Konvensional Menggunakan Metode Struktur Kinerja dan Perilaku
Panel data � = a0 + a1MS +a2 CR + a3 MSCR + �ai Xi dimana �ai Xi��adalah variabel kontrol yang terdiri dari FDR, ASSET, TOTALEXP, dan GROWTHDPK
Perbankan syariah mendukung hipotesis efisiensi, dengan hasil pangsa pasar (MS) dan konsentrasi (CR) tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, namun nilainya positif yang artinya kenaikan profitabilitas akibat perilaku efisien perbankan syariah. Sedangkan perbankan konvensional mendukung hipotesis diferensiasi dengan pangsa pasar (MS) berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas akibat perilaku diferensiasi produk yang dilakukan, bukan perilaku kolusif sehingga menolak hipotesis tradisional
���
�
�
�
2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis
• Teori Structure-Conduct-Performance menyatakan bahwa ada hubungan
langsung antara struktur pasar, perilaku perusahaan di dalam pasar, dan kinerja
perusahaan.
• Menurut teori Structure-Conduct-Performance, tingkat konsentrasi merupakan
indikator dari struktur pasar. Apabila tingkat konsentrasi dalam industri tinggi,
maka tingkat persaingan antar perusahaan dalam industri akan menjadi rendah,
yang juga menunjukkan adanya kekuatan untuk mempengaruhi penentuan
harga di pasar (market power). Dalam industri perbankan, untuk mengukur
tingkat konsentrasi digunakan beberapa pengukuran pada pangsa aset, pangsa
kredit, dan pangsa dana pihak ketiga yang merupakan pangsa pasar relevan,
salah satu pengukuran derajat konsentrasi yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis CR4 pada pangsa dana pihak ketiga dengan
alasan karena pada pangsa DPK ini disinyalir terjadi persaingan atau perebutan
pasar antar bank dengan strategi yang digunakan oleh masing-masing bank
namun ditemukan memiliki nilai CR4 yang paling tinggi diantara kedua
pangsa pasar yang lain.
• Menurut Differentiation Product Hypothesis, pangsa pasar adalah proksi dari
kemampuan untuk melakukan diferensiasi harga. Jadi ketika pangsa pasar
meningkat, maka struktur pasar juga akan cenderung lebih terkonsentrasi.
Perilaku diferensiasi produk, akan membuat bank dapat memiliki kemampuan
���
�
�
�
pasar (market power) dengan menentukan harga yang lebih tinggi, sehingga
profit yang didapat juga akan semakin tinggi.
• Efficient Structure Hypothesis menyatakan bahwa hubungan antara
konsentrasi dan profitabilitas, dan antara pangsa pasar dan tingkat profit
tidaklah benar-benar terjadi, jadi hanyalah hubungan yang palsu. Menurut
pemikiran ini, konsentrasi dan pangsa pasar sebenarnya adalah proksi dari
efisiensi, yang akan mempengaruhi profitabilitas secara positif. Dimana
perusahaan yang lebih efisien akan dapat meningkatkan pangsa pasarnya
dengan melakukan penghematan biaya pengeluaran dengan tanpa menaikkan
tingkat harga dan pada akhirnya perusahaan yang efisien akan memimpin
pasar dengan posisinya yang dominan dan pasarpun akan cenderung
terkonsentrasi. Bank yang lebih efisien akan dapat memperoleh profit lebih
banyak.
• Kinerja perusahaan dapat diukur dari efisiensi produksi dan efisiensi alokasi.
Efisiensi produksi meliputi struktur biaya dan profit, sedangkan efisiensi
alokasi terkait dengan kekuatan pasar (market power). Banyak studi yang
menggunakan analisis SCP di industri perbankan yang menggunakan harga
(refleksi struktur biaya) sebagai ukuran kinerja, namun menurut Molyneux dan
Forbes, 1995 (dalam M. Nasser Katib, 2004) karena industri perbankan
merupakan industri multiproduk, maka penggunaan harga sebagai ukuran
kinerja bisa menyesatkan. Studi yang lebih baru menggunakan variabel
profitability atau tingkat keuntungan sebagai ukuran kinerja. Dalam industri
perbankan, indikator utama kinerja sebuah banking firm adalah solvabilitas,
���
�
�
�
yang diwakili oleh CAR, Rentabilitas yang diwakili oleh ROA, likuiditas yang
diwakili oleh LDR, dan indikator lain seperti; Aset, DPK, Kredit, serta NPL.
Gambar 2.3 Kerangka Pikir Pengaruh Struktur Pasar terhadap Kinerja Industri
Perbankan
2.3 Hipotesis Penelitian
1) Struktur pasar pada industri perbankan Indonesia diduga berbentuk oligopoli
2) Konsentrasi pasar sebagai proksi struktur pasar berpengaruh secara positif
terhadap profitabilitas sebagai proksi kinerja.
3) Pangsa pasar sebagai proksi struktur pasar berpengaruh terhadap profitabilitas
sebagai proksi kinerja.
• Rasio konsentrasi diukur dengan CR4
• Pangsa pasar (Market share)
Variabel struktur pasar
Kinerja :
• profitabilitas , ROA
• Solvabilitas, CAR • Likuiditas, LDR • Aset • Pertumbuhan Dana
Pihak Ketiga �
Variabel kontrol yang mempengaruhi profit:
���
�
�
�
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional Variabel
a. Variabel Struktural
� Variabel profitabilitas (Return on Asset/ROA)
Variabel ROA mewakili profitabilitas perusahaan sebagai variabel dependen.
Sebenarnya ada tiga variabel yang bisa digunakan yaitu ROA, ROE maupun ROC.
Pemilihan variabel ROA ini karena ROA adalah variabel yang paling tepat dalam
menggambarkan profitabilitas industri perbankan sebagaimana yang diungkapkan
oleh Berger.
Penghitungan Rasio ROA adalah sama dengan Laba Sebelum Pajak dalam 12
bulan terakhir / Rata-rata Aktiva dalam periode yang sama (sesuai SE
No.30/2/UPPB tgl 30 April 1997) dengan satuan persen (%)
'(� � �)*+*�,-+-).��/*0*1
232*)�*,-2
� Variabel rasio konsentrasi (Concentration Ratio/CR)
Untuk melihat struktur pasar industri maka dapat diketahui dengan cara mengukur
tingkat konsentrasi dari industri tersebut. Pengukuran tingkat konsentrasi bisa
menggunakan indeks konsentrasi parsial berupa konsentrasi 4 bank terbesar, 8
��
�
�
�
bank terbesar dan 20 bank terbesar. Dalam penelitian ini akan digunakan variabel
CR4 yaitu rasio konsentrasi 4 bank terbesar untuk mengukur tingkat konsentrasi
pada industri perbankan ini. Variabel yang akan dijadikan ukuran konsentrasi
adalah variabel dana pihak ketiga (DPK),�yaitu dengan menjumlahkan DPK empat
bank umum terbesar dalam industri perbankan dibagi dengan total DPK dari
keseluruhan bank umum.
&'4 �232*)�!5%�4�+*1�2-�+-,*�
232*)�!5%�,-).�.6�+*1�.�.�
� Variabel pangsa pasar (Market Share/MS)
Market Share atau pangsa pasar dihitung dengan memperhitungkan total dana
pihak ketiga yang dimiliki oleh sebuah bank relatif terhadap total dana pihak
ketiga bank umum dalam industri perbankan dengan satuan persen (%).
78�232*)�!5%�+*1��
232*)�!5%�,-).�.6�+*1�.�.��
b. Variabel Kontrol Lain yang Mempengaruhi Profit
� Variabel rasio pinjaman terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR)
Rasio pinjaman terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio) merupakan
perbandingan antara kredit yang disalurkan perbankan terhadap penghimpunan
dana pihak ketiga. Indikator ini menjadi alat ukur terhadap tingkat ekspansifitas
perbankan dalam menyalurkan kredit. Rasio ini mengukur tingkat intermediasi
perbankan. Semakin tinggi indikator ini, maka semakin baik pula perbankan
melakukan fungsi intermediasinya, demikian pula sebaliknya. Rasio LDR
��
�
�
�
diperoleh dari kredit / dana pihak ketiga. Kredit merupakan total kredit yang
diberikan kepada pihak ketiga (tidak termasuk antar Bank). Sedangkan Dana
Pihak Ketiga mencakup giro, tabungan, dan deposito (tidak termasuk antar Bank)
dengan satuan persen (%) (sesuai SE no. 6/23/DPNP tgl 31 Mei 2004)
�!' �1�-9�2�+*1��
232*)�!5%�+*1��
� Variabel aset
Aset dimasukkan sebagai independen variabel dalam rangka memperhitungkan
perbedaan biaya dan modal yang dimiliki oleh setiap bank yang berhubungan
dengan ukuran bank untuk mengukur kemampuan bank dalam melakukan
diferensiasi produk. Data aset didapat dari neraca dalam laporan keuangan setiap
bank.
�8:; � 232*)�*,-2�+*1��
� Variabel rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR)
CAR sebagai variabel kontrol yang berpengaruh terhadap profit merupakan rasio
kecukupan modal. Rasio ini dihitung dengan membagi modal sendiri dengan
aktiva tertimbang menurut rasio ATMR (sesuai SE No.6/23/DPNP tgl 31 Mei
2004) dengan satuan persen (%).
&�' �739*)
�12�<*�;-�2��+*=�7 -.�.2�'-,�13
� Variabel pertumbuhan dana pihak ketiga (GROWTH DPK)
���
�
�
�
DPK adalah Dana Pihak Ketiga yang merupakan simpanan pihak ketiga bukan
bank yang terdiri dari Giro, Tabungan, dan Simpanan Berjangka. Growth DPK
adalah pertumbuhan dana pihak ketiga yang mengukur peningkatan dana pihak
ketiga dalam rangka memprediksi kesempatan bank untuk menghasilkan profit.
>'(? ;�!5% �!5%�2*6.��2 # !5%�2*6.��2 # �
!5%�2*6.��2 # �
3.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa
data panel atau disebut data longitudinal yaitu sekelompok data individual
meliputi data 16 bank umum terbesar dalam pangsa pasar Dana Pihak Ketiga
(DPK) yaitu yang memiliki total nilai DPK minimal 12 trilyun tahun 2004 dan
minimal 16 trilyun pada tahun 2008, sebagai objek penelitian pada industri
perbankan Indonesia yang diteliti selama rentang waktu tahun 2004-2008. Alasan
penggunaan data tersebut sebagai data penelitian karena dengan 16 bank umum
terbesar tersebut menguasai pangsa lebih dari 75 persen total pangsa pasar bank
umum yang ada, sehingga dianggap sampel tersebut dapat mewakili industri
perbankan dengan baik. Alasan periode waktu yang dipilih sebagai periode waktu
penelitian adalah karena sejak tahun 2004 mulai diimplementasikan program
Arsitektur Perbankan Indonesia hingga tahun 2008 karena data terbaru yang dapat
peneliti peroleh adalah tahun 2008. Data yang digunakan merupakan data
indikator kinerja perbankan yang antara lain mengenai total aset, total dana pihak
ketiga, dan total kredit yang terdapat dalam neraca, dan rasio-rasio keuangan dari
���
�
�
�
bank-bank umum yang dijadikan objek penelitian. Data diperoleh dari Laporan
Keuangan Bank Umum Publikasi dari Bank Indonesia dan beberapa data yang
diperoleh dari alamat website bank yang bersangkutan. Data mengenai jumlah
bank dan jumlah kantor cabang yang diterbitkan oleh laporan Bank Indonesia
berupa Statistik Perbankan Indonesia. Serta data lain yang dianggap relevan
dengan masalah yang akan diteliti. Bank-bank yang dijadikan objek penelitian
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.1 Daftar Bank yang Menjadi Objek Penelitian
Bank Persero BUSN Devisa Bank Asing Bank Mandiri Bank Central Asia CITIBANK Bank Rakyat Indonesia Bank Danamon HSBC Bank Negara Indonesia Bank Internasional Indonesia Bank Tabungan Nasional Bank Permata
Bank CIMB Niaga PAN Indonesia Bank Bank Mega Bank OCBC NISP BankUOB Buana Bank Bukopin
Sumber: Bank Indonesia
3.3 Metode Panel Data
Data panel atau disebut data longitudinal adalah sekelompok data
individual yang diteliti selama rentang waktu tertentu. Sebagai hasilnya data set
panel akan berisikan informasi observasi setiap individual data sampel. Data panel
dapat berguna bagi peneliti untuk melihat dampak ekonomis yang tidak bisa
terpisahkan antar setiap individu dalam beberapa periode. Hal ini tidak bisa
���
�
�
�
didapatkan dari penggunaan data cross section atau data time series secara
terpisah. Gujarati (2002) mengatakan bahwa terdapat beberapa keuntungan dari
penggunaan metode panel yaitu:
1. Mengingat penggunaan data panel juga meliputi data cross section dalam
rentang waktu tertentu, maka data set akan rentan dari heterogenitas.
Penggunaan teknik dan estimasi data panel akan memperhitungkan secara
eksplisit heterogenitas tersebut.
2. Dengan pengkombinasian, data akan memberikan informasi yang lebih,
tingkat kolinearitas yang lebih kecil antar variable dan lebih efisien.
3. Penggunaan data panel mampu meminimasi bias yang dihasilkan jika kita
mengagregasikan data individu ke dalam agregasi yang luas.
Pindyck dan Rubinfeld (1998) juga menambahkan bahwa penggunaan data panel
dalam menganalisis industri lebih tepat. Karena jika regresi dilakukan dengan
menggunakan data cross section tidak memperhitungkan perubahan yang terjadi
di setiap waktunya, sedangkan jika menggunakan data time series tidak
memperhitungkan efek antar ruangnya.
Keuntungan lain dari penggunaan data panel adalah penyatuan informasi
dari data cross section dan data time series yang akan menguarangi permasalahan
yang timbul akibat hilangnya variabel. Dalam data panel, hilangnya suatu variabel
akan tetap menggambarkan perubahan lainnya akibat penggunaan data time series.
Selain itu, penggunaan data yang tidak lengkap (unbalanced data) tidak akan
mengurangi ketajaman estimasi karena penggunaan dummy dalam metode Least
���
�
�
�
Squares Dummy Variables (LSDV) akan mengatasi data yang berantakan tersebut
(Gujarati 2002). Namun selain menguntungkan data panel dalam penggunaannya
akan menambahkan dimensi kesulitan baru dari spesifikasi model, yaitu meliputi
gangguan dari cross section, time series, dan kombinasi keduanya. Estimasi model
dengan menggunakan data panel terbagi menjadi 3 yaitu:
1. Teknik pertama menggunakan data yang dipool kemudian diestimasi adalah
merupakan penggunaan metode Ordinary Least Squares (OLS) atau metode
Sumber: diolah dari output regresi Dimana angka dalam kurung adalah t hitung (-) berarti variabel tersebut direstriksi (tidak disertakan dalam regresi) Tanda *, ** , ***, berarti koefisien signifikan pada �=1 persen, �= 5 persen, �= 10 persen
Pada persamaan I dengan R² = 0.84 ketika hanya variabel CR4
(konsentrasi) sebagai variabel struktural, ternyata konsentrasi signifikan
berpengaruh secara positif terhadap ROA (profitabilitas) dalam industri
perbankan di Indonesia. Hasil estimasi pada persamaan I dengan *� E F�dan
*A�= 0 menandakan bahwa profit yang dihasilkan dalam industri perbankan ini
merupakan hasil dari kolusi yang dilakukan perusahaan (bank) dalam industri,
sehingga profit hanya akan berhubungan secara positif dengan konsentrasi
pasar. Hal ini sesuai dengan traditional hypothesis dimana ketika konsentrasi
meningkat maka hal tersebut akan meningkatkan profitabilitas karena biaya
untuk melakukan kolusi menjadi lebih murah. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa konsentrasi merupakan salah satu proksi dari kekuasaan pasar (market
power).
Pada persamaan ke-II dengan R² =0.78 ketika hanya variabel MS
����
�
�
�
(pangsa pasar) sebagai variabel struktural, ternyata pangsa pasar berpengaruh
negatif tetapi tidak signifikan terhadap profitabilitas. Hal ini bertentangan
dengan differentiation hypothesis yang menyebutkan bahwa pangsa pasar
sebagai proksi dari diferensiasi produk akan berpengaruh positif terhadap
profitabilitas. Pengaruh negatif variabel pangsa pasar mengindikasikan bahwa
peningkatan pangsa pasar tidak selalu meningkatkan profitabilitas. Namun,
hasil dari regresi persamaan I dan persamaan II ini belum bisa dianggap valid
jika belum dilakukan regresi pada persamaan III.
Untuk membuktikan secara lebih lanjut apakah profitabilitas lebih
dipengaruhi oleh kolusi, diferensiasi produk, ataukah efisiensi, maka
diregresikan persamaan ke-III dimana pada regresi persamaan ke-III ini tanpa
ada variabel struktural yang direstriksi, MS (pangsa pasar) dan CR4
(konsentrasi) di-regres bersama-sama. Hasil dari persamaan III dengan R² =0.85
ternyata memperkuat kesimpulan dari persamaan sebelumnya. Pangsa pasar
tetap berpengaruh negatif namun signifikan mempengaruhi profitabilitas, begitu
pula konsentrasi pasar tetap berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
profitabilitas. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua variabel struktural
merupakan proksi dari kekuasaan pasar dan bukan proksi dari efisiensi. Karena
apabila profit lebih karena merupakan hasil dari efisiensi maka MS dan CR4,
keduanya akan tidak signifikan atau tidak benar-benar mempengaruhi profit,
*A�= 0 dan *� = 0, karena hubungan antara pangsa pasar dan konsentrasi
terhadap profitabilitas adalah palsu.
����
�
�
�
Pernyataan bahwa variabel pangsa pasar dan konsentrasi bukan
merupakan proksi dari efisiensi dalam industri perbankan diperkuat oleh
koefisien pangsa pasar yang negatif. Dimana koefisien yang negatif dari pangsa
pasar menunjukkan bank tidak dijalankan secara efisien, sehingga ketika pangsa
pasar meningkat, profitabilitas yang dihasilkan justru akan berkurang. Hal ini
merefleksikan bahwa bank yang telah memiliki pangsa pasar yang besar atau
dapat disebut dengan bank besar cenderung menjadi tidak efisien yaitu
beroperasi dengan biaya yang tinggi sehingga profit yang dihasilkan akan
berkurang seiring dengan meningkatnya pangsa pasar.
Hasil regresi persamaan ke-IV menegaskan kembali hubungan yang
positif dan signifikan antara konsentrasi dengan profitabilitas dalam industri
perbankan di Indonesia. Hal ini berarti memperkuat hipotesis bahwa konsentrasi
adalah proksi dari kekuasaan pasar hasil dari perilaku yang kolusif. Sedangkan
pengaruh pangsa pasar terhadap profitabilitas dalam persamaan ini menjadi
tidak signifikan walaupun hubungannya tetap konsisten dengan persamaan
sebelumnya yaitu berpengaruh negatif. Variabel MSCR pada persamaan IV ini
memiliki *B > 0 walaupun tidak signifikan, yang artinya pada regresi keempat
ini membuktikan secara lebih lanjut bahwa benar profit merupakan hasil dari
kolusi yang berarti bahwa pembagian profit akan meningkat sesuai dengan
proporsi pangsa pasar terhadap konsentrasi industri. Tidak signifikannya
variabel MSCR dalam mempengaruhi profitabilitas berarti variabel tersebut
memiliki pengaruh yang lemah. Namun dapat disimpulkan bahwa hasil
���
�
�
�
penelitian variabel ini mempertegas penerimaan terhadap traditional hypothesis.
5.5.1. Analisis Pengaruh Variabel Struktural Pangsa Pasar (Market
Share/MS) terhadap Profitabilitas (Return On Asset/ROA) Industri
Perbankan Indonesia
Peranan pangsa pasar seperti halnya elemen struktur pasar yang lain,
adalah sebagai sumber keuntungan bagi perusahaan. Keuntungan yang
diperoleh dari pangsa pasar mencerminkan kekuatan pasar (karena perusahaan
menggarap permintaan pasar) atau efisiensi yang lebih baik (karena mencapai
skala ekonomi). Pada penelitian ini Market Share atau pangsa pasar dihitung
dengan memperhitungkan total dana pihak ketiga yang dimiliki oleh sebuah
bank relatif terhadap total dana pihak ketiga bank umum dalam industri
perbankan dengan satuan persen (%).
Setelah dilakukan regresi empat tahap dimulai dari persamaan I hingga
persamaan IV, diperoleh hasil estimasi bahwa pengaruh pangsa pasar terhadap
profitabilitas adalah signifikan berpengaruh secara negatif senilai -33.35 (sesuai
hasil regresi pada persamaan III tanpa restriksi) yang artinya dapat
diinterpretasikan bahwa peningkatan pangsa pasar (MS) sebesar 1 persen
mengakibatkan penurunan profitabilitas (ROA) sebesar 33.35 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa industri perbankan di Indonesia yang dalam penelitian ini
diwakili oleh 16 bank umum terbesar yang menguasai lebih dari 75 persen total
pangsa pasar, tidak mendukung dan bertentangan dengan teori/hipotesis
���
�
�
�
diferensiasi produk yang menyatakan bahwa pangsa pasar sebagai proksi dari
diferensiasi produk akan berpengaruh positif terhadap profitabilitas. Koefisien
yang negatif dari pangsa pasar juga menunjukkan bahwa bank tidak dijalankan
secara efisien, sehingga ketika pangsa pasar meningkat, profitabilitas yang
dihasilkan justru akan berkurang. Hal ini merefleksikan bahwa bank yang telah
memiliki pangsa pasar yang besar atau dapat disebut dengan bank besar
cenderung terlena dan menjadi tidak efisien yaitu beroperasi dengan biaya yang
tinggi sehingga profit yang dihasilkan akan berkurang seiring dengan
meningkatnya pangsa pasar.
Penelitian yang menghasilkan hubungan negatif antara pangsa pasar
dengan profitabilitas pernah terjadi sebelumnya yaitu seperti temuan pada
penelitian yang dilakukan Sofriza Sofyan yang berjudul Pengaruh Struktur
Pasar terhadap Kinerja Perbankan di Indonesia dengan periode penelitian tahun
1984 hingga tahun 1995 yang menyimpulkan bahwa industri perbankan secara
nasional cenderung mendukung traditional structure hypothesis dan menentang
efficiency structure hypothesis. Temuan serupa juga dihasilkan dari penelitian
yang dilakukan oleh M. Nasser Katib yang berjudul Market Structure and
Performance in The Malaysian Banking Industry: a robust estimation yang
menghasilkan kesimpulan yang konsisten mendukung SCP hipotesis tradisional
bahwa konsentrasi pasar menentukan profitabilitas dengan hubungan yang
positif signifikan, dan sebaliknya variabel pangsa pasar berhubungan negatif
namun tidak signifikan berpengaruh terhadap profitabilitas pada industri
����
�
�
�
perbankan di Malaysia dengan periode penelitian tahun 1989-1996.
Dilihat dari pengaruh variabel pangsa pasar terhadap profitabilitas
industri perbankan Indonesia yang berpengaruh negatif, maka penelitian yang
menggunakan sampel 16 bank umum terbesar pada periode 2004-2008 yaitu
periode dimana program Arsitektur Perbankan Indonesia mulai
diimplementasikan ini, ternyata menghasilkan temuan yang bertentangan
dengan hipotesis diferensiasi produk dan juga tidak mendukung hipotesis
efisiensi. Hal ini didukung dengan permasalahan yang masih dialami industri
perbankan pada periode penelitian yang menunjukkan bahwa industri
perbankan Indonesia belum efisien. Inefisiensi di industri perbankan tercermin
dari tingginya rasio perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan
operasional (BOPO). Menurut data yang tersaji pada tabel 1.2 BOPO rata-rata
perbankan berada di atas 80 persen, padahal efisiensi perbankan merupakan
sarana penting efektivitas kebijakan moneter mengingat industri perbankan
sebagai transmisi kebijakan moneter kepada sektor riil. Jika dilihat dari nilai
Return of asset (ROA) Indonesia tertinggi di kawasan ASEAN, namun nilai ini
diperoleh dari profit margin yang tinggi, sehingga jelas merefleksikan industri
perbankan Indonesia belum efisien. Sehingga walaupun sebuah bank dapat
mencapai pangsa pasar yang besar, namun pangsa pasar yang besar itu
didapatkan bukan dengan perilaku yang efisien, sehingga biaya dana-nya (cost
of fund) yang menjadi beban perusahaan masih tinggi, yang kemudian membuat
profitabilitas yang didapat akan semakin berkurang seiring dengan
����
�
�
�
meningkatnya pangsa pasar.
5.5.2. Analisis Pengaruh Variabel Struktural Konsentrasi (CR4) terhadap
Profitabilitas (ROA) Industri Perbankan Indonesia
Tingkat konsentrasi merupakan indikator utama dari struktur pasar.
Untuk melihat struktur pasar industri perbankan dapat diketahui dengan cara
mengukur tingkat konsentrasi yang pada penelitian ini digunakan alat ukur CR4
yaitu rasio konsentrasi 4 bank terbesar. Variabel yang dijadikan ukuran
konsentrasi adalah variabel dana pihak ketiga (DPK), yaitu dengan
menjumlahkan DPK empat bank umum terbesar dalam industri perbankan
dibagi dengan total DPK dari keseluruhan bank umum. Apabila tingkat
konsentrasi dalam suatu industri tinggi, maka tingkat persaingan antar
perusahaan dalam industri tersebut rendah.
Setelah dilakukan regresi empat tahap dimulai dari persamaan I hingga
persamaan IV, diperoleh hasil estimasi yang konsisten bahwa pengaruh variabel
konsentrasi terhadap profitabilitas adalah signifikan berpengaruh secara positif
senilai 31.619 (sesuai hasil regresi pada persamaan III tanpa restriksi) yang
artinya dapat diinterpretasikan bahwa peningkatan tingkat konsentrasi (CR4)
sebesar 1 persen mengakibatkan terjadinya peningkatan profitabilitas (ROA)
sebesar 31.619 persen. Hasil estimasi pada persamaan I dengan *� E F�dan *A�=
0 menandakan bahwa profit yang dihasilkan dalam industri perbankan ini
merupakan hasil dari kolusi yang dilakukan perusahaan (bank) dalam industri,
sehingga profit hanya akan berhubungan secara positif dengan konsentrasi
����
�
�
�
pasar. Hasil dari persamaan I ini kemudian dikuatkan kembali dengan hasil
regresi dari persamaan III dan IV yang menunjukkan hasil yang sama, bahwa
konsentrasi signifikan berpengaruh positif dengan profitabilitas. Hal ini
menunjukkan bahwa industri perbankan di Indonesia yang dalam penelitian ini
diwakili oleh 16 bank umum terbesar yang menguasai lebih dari 75 persen total
pangsa pasar ini mendukung traditional hypothesis yang menganggap bahwa
konsentrasi merupakan proksi dari kekuasaan pasar (market power) dimana
konsentrasi pasar yang semakin besar menyebabkan biaya untuk melakukan
kolusi menjadi rendah sehingga perusahaan dalam industri tersebut akan
mendapatkan laba supernormal. Oleh karena itu, konsentrasi pasar berpengaruh
secara positif dengan profitabilitas sebagai proksi dari kinerja.
Penelitian yang menghasilkan temuan bahwa konsentrasi pasar
berpengaruh positif signifikan terhadap profitabilitas pernah dilakukan oleh
Strickland dan Weiss yang berjudul Advertising, Concentration, and Price Cost
Margin, 1975 (Fitri amalia, 2007). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa
konsentrasi mempengaruhi profit tidak hanya secara langsung melalui kolusi,
tetapi juga secara tidak langsung melalui kompetisi non harga.
Penelitian yang juga menghasilkan temuan yang serupa adalah
penelitian yang dilakukan oleh M. Nasser Katib yang berjudul Market Structure
and Performance in The Malaysian Banking Industry: a robust estimation yang
menghasilkan kesimpulan yang konsisten mendukung SCP hipotesis tradisional
bahwa konsentrasi pasar menentukan profitabilitas dengan hubungan yang
����
�
�
�
positif signifikan, dan sebaliknya variabel pangsa pasar tidak signifikan
berpengaruh terhadap profitabilitas pada industri perbankan di Malaysia dengan
periode penelitian tahun 1989-1996.
Di Indonesia pernah juga dilakukan penelitian yang menguji hubungan
antara struktur pasar dan kinerja industri perbankan pada periode tahun 1984
hingga tahun 1995 yang dilakukan Sofriza Sofyan yang berjudul Pengaruh
Struktur Pasar terhadap Kinerja Perbankan di Indonesia yang menyimpulkan
bahwa industri perbankan secara nasional cenderung mendukung traditional
structure hypothesis dan menentang efficiency structure hypothesis.
Penelitian yang dilakukan pada periode 2004-2008 yaitu periode dimana
program Arsitektur Perbankan Indonesia mulai diimplementasikan ini
menghasilkan temuan yaitu dukungan industri perbankan Indonesia terhadap
hipotesis SCP tradisional. Hal ini didukung karena selama periode tersebut
industri perbankan Indonesia memiliki konsentrasi pasar yang tinggi bahkan
menurut data yang diolah dari Bank Indonesia pada tahun 2004 nilai CR4
mencapai 0.51 atau lebih dari 50 persen pangsa pasar hanya dikuasai oleh 4
bank terbesar, dan derajat konsentrasi tersebut sedikit menurun tahun 2005
hingga 2006. Namun kemudian naik kembali pada tahun berikutnya hingga
tahun 2008 memiliki nilai 0.492 atau 49 persen pangsa pasar dikuasai 4 bank
terbesar terpaut 2 persen dari tahun 2004. Ini berarti terjadi pemusatan
penguasaan pasar oleh bank-bank besar saja. Peningkatan konsentrasi juga
didukung oleh adanya kebijakan penguatan struktur modal sesuai arah
����
�
�
�
kebijakan API dengan merjer dan atau akuisisi yang dilakukan perbankan guna
memperkuat struktur permodalan. Dengan merjer, selain memperbaiki struktur
modal, bank-bank juga akan menurunkan competition level sehingga bank akan
lebih leluasa dalam menjalankan aktifitas bisnisnya. Pada saat satu bank
bergabung dengan bank lain berarti bank tersebut bergabung dengan
kompetitornya yang secara relatif memiliki produk, jasa dan target pasar yang
sama. Dengan competition level yang semakin menurun, maka bank yang
beroperasi dapat dengan mudah meningkatkan profitabilitasnya yang antara lain
dapat dilakukan dengan tindakan kolusif antar bank dengan melakukan strategi
penyeragaman tingkat suku bunga. Fenomena itu terjadi akhir-akhir ini, yaitu
perbankan secara bersama-sama enggan menurunkan suku bunga kreditnya
walaupun suku bunga acuan BI rate telah rendah yang kemudian meningkatkan
net interest margin sebagai sumber keuntungan bagi bank dan tentunya
merugikan nasabah atau pelaku usaha di sektor riil. Jadi tingkat profitabilitas
yang meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi pasar merefleksikan
bahwa industri perbankan Indonesia belum efisien dan menolak hipotesis
efisiensi.
5.5.3. Analisis Pengaruh Variabel Kontrol Rasio Pinjaman terhadap
Simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR) terhadap Profitabilitas (ROA)
Industri Perbankan Indonesia
Rasio pinjaman terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio) merupakan
perbandingan antara kredit yang disalurkan perbankan terhadap penghimpunan
����
�
�
�
dana pihak ketiga. Indikator ini menjadi alat ukur terhadap tingkat ekspansifitas
perbankan dalam menyalurkan kredit. Rasio ini mengukur tingkat intermediasi
perbankan. Semakin tinggi indikator ini, maka semakin baik pula perbankan
melakukan fungsi intermediasinya, demikian pula sebaliknya. Rasio LDR
diperoleh dari kredit / dana pihak ketiga.
Dari hasil estimasi t hitung, variabel LDR memiliki nilai t hitung < t
tabel yang artinya variabel LDR secara individu tidak signifikan berpengaruh
negatif terhadap variabel ROA. Dalam industri perbankan, dana yang
disalurkan tidak harus ke sektor riil, namun juga bisa digunakan untuk spekulasi
valuta asing dan transaksi surat berharga. Sehingga dana yang disalurkan oleh
bank dalam bentuk kredit kepada pihak ketiga dan untuk transaksi surat
berharga dan valas memiliki sifat substitusi. Jika bank meningkatkan
penyaluran dananya dalam bentuk kredit maka dana untuk melakukan kegiatan
spekulasi akan berkurang, begitu juga dana untuk sertifikat Bank Indonesia
(SBI). Sertifikat Bank Indonesia adalah salah satu penyaluran dana jangka
pendek bagi industri perbankan dengan return atau tingkat pengembalian
keuntungan yang tinggi dan resiko yang relatif kecil. Jumlah pendapatan bunga
yang diperoleh dari penyaluran kredit kepada pihak ketiga ternyata
berkompetisi dengan pendapatan perbankan yang berasal dari surat berharga,
keuntungan transaksi valuta asing, dan pendapatan bunga dari Bank Indonesia
sebagai sumber keuntungan. Koefisien negatif dari variabel LDR terhadap
profitabilitas perbankan berarti dengan meningkatnya rasio kredit kepada pihak
����
�
�
�
ketiga maka profit industri perbankan akan menurun karena kesempatan untuk
berinvestasi lain yang lebih menguntungkan pihak bank juga akan berkurang,
walaupun pengaruh ini secara statistik tidak signifikan. Tidak signifikannya
variabel LDR dalam mempengaruhi profitabilitas berarti variabel tersebut
memiliki pengaruh yang lemah.
Dilihat dari angka NPL industri perbankan Indonesia memiliki angka
yang cukup fluktuatif. NPL menggambarkan resiko perbankan dalam
penyaluran kredit kepada pihak ketiga. Resiko kredit cukup tinggi pada tahun
2005 dengan nilai di atas 5 persen yang terjadi hingga tahun 2006, dan
membaik pada akhir periode penelitian tahun 2008. Besarnya resiko tersebut
tidak diikuti dengan return yang lebih tinggi (secara relatif dibanding dengan
alternatif penyaluran dana yang lain). Hal ini menggambarkan bahwa keadaan
sektor riil yang tidak stabil, dan masih beresiko semakin membuat sektor
perbankan berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya. Sehingga dengan masih
tingginya animo perbankan untuk menempatkan dananya di SBI yang dapat
menghasilkan return tinggi dengan resiko relatif lebih kecil dibandingkan
dengan menyalurkan dananya kepada pihak ketiga berupa kredit yang masih
memiliki nilai NPL cukup tinggi, maka peningkatan LDR akan menurunkan
profitabilitas perbankan.
����
�
�
�
Gambar 5.3 Resiko Kredit Industri Perbankan
Sumber: diolah dari Statistik Perbankan Indonesia, Bank Indonesia
5.5.4. Analisis Pengaruh Variabel Kontrol ASET terhadap Profitabilitas
(ROA) Industri Perbankan Indonesia
Aset dimasukkan sebagai independen variabel dalam rangka
memperhitungkan perbedaan biaya dan modal yang dimiliki oleh setiap bank
yang berhubungan dengan ukuran bank untuk mengukur kemampuan bank
dalam melakukan diversifikasi produk. Data aset didapat dari neraca dalam
laporan keuangan setiap bank.
Dari hasil estimasi t hitung, variabel ASETmemiliki nilai t hitung < t
tabel yang artinya variabel ASET secara individu berpengaruh tidak signifikan
terhadap variabel ROA. Aset memiliki pengaruh yang negatif pada hasil regresi
persamaan I dan persamaan II dan berpengaruh positif sesuai hasil regresi pada
persamaan III dan IV walaupun pada ke-empat persamaan tersebut semua tidak
�
�
�
�
�
�
�
�
���� ���� ���� ���� ���
����� ��������������
� �� ! "
%�/�� !�
���
�
�
�
signifikan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Smirlock
dimana hubungan antara aset dan ROA hampir selalu negatif dan tidak
signifikan. Secara sederhana hal ini bisa dilihat dari hubungan antara ROA dan
aset yang berhubungan terbalik. Dimana ROA mengukur berapa profit yang
dihasilkan dari rata-rata aset yang dimiliki. Berdasarkan hal tersebut maka bisa
dilihat bahwa ketika aset meningkat maka ROA akan menurun.
Kemampuan bank dalam melakukan diversifikasi produk diukur dengan
variabel aset yang dimiliki. Diversifikasi produk yang dilakukan menyebabkan
resiko yang dihadapi oleh bank menjadi lebih rendah. Resiko yang rendah ini
akan berhubungan dengan profit yang juga rendah. High risk high return, dan
sebaliknya. Resiko ini berhubungan dengan jenis investasi atau hal lain yang
berhubungan dengan penyaluran dana bank. Sesuai hasil estimasi, variabel aset
tidak signifikan dalam mempengaruhi profit industri perbankan dengan nilai t
hitung yang sangat kecil, sehingga pengaruhnya dapat diabaikan.
5.5.5. Analisis Pengaruh Variabel Kontrol Rasio Kecukupan Modal
(Capital Adequacy Ratio/CAR) terhadap Profitabilitas (ROA) Industri
Perbankan Indonesia
CAR sebagai variabel kontrol yang berpengaruh terhadap profit
merupakan rasio kecukupan modal. Rasio ini dihitung dengan membagi modal
sendiri dengan aktiva tertimbang menurut rasio ATMR dengan satuan persen
(%). Dari hasil estimasi t hitung, variabel CAR memiliki nilai t hitung > t tabel
���
�
�
�
pada persamaan ke-III, yang artinya variabel CAR secara individu berpengaruh
signifikan terhadap variabel ROA pada persamaan ke-III setelah sebelumnya
pada persamaan ke-I dan ke-II variabel CAR secara individu tidak signifikan
berpengaruh terhadap variabel ROA. Koefisien positif dengan nilai 0.049
menunjukkan bahwa pengaruh variabel CAR adalah berpengaruh positif
terhadap profitabilitas (ROA). Artinya jika terjadi peningkatan rasio kecukupan
modal (CAR) pada perbankan sebesar 1 persen dapat meningkatkan
profitabilitas (ROA) sebesar 0.049 persen.
Hubungan positif antara CAR dengan ROA menunjukkan bahwa
semakin kecil resiko memberikan pengaruh terhadap peningkatan profitabilitas.
Karena semakin besar CAR maka semakin kecil resiko suatu bank. Mengingat
peran penting CAR dan pengaruhnya yang positif signifikan terhadap
profitabilitas, maka sangat penting untuk mempertahankan posisi modal sendiri
dengan aset berisiko dalam posisi CAR minimal 12 persen, dan jika terjadi
pemburukan segera melakukan restruksturisasi atau tambahan modal. CAR
merupakan salah satu kebijakan regulasi yang biasa dilakukan untuk menjaga
kestabilan sektor perbankan. Keamanan dan kestabilan perbankan diyakini akan
dicapai dengan mengurangi jumlah bank sehingga struktur pasar akan
cenderung monopolis. Hal ini sesuai dengan temuan penelitian baik secara
teoritis maupun empiris terbukti bahwa struktur pasar mempengaruhi perilaku
bank terhadap resiko yang pada akhirnya mempengaruhi kebijakan penyaluran
kredit dan keputusan permodalan.
����
�
�
�
Dalam upaya memaksimalkan keuntungan, bukti empiris menunjukkan
bahwa pasar yang kompetitif akan menurunkan insentif untuk melakukan
tindakan kehati-hatian oleh perbankan. Di lain pihak, berkurangnya kompetisi
mengakibatkan kecenderungan akan bank untuk mempertahankan tingkat
modal yang lebih tinggi terhadap aset sehingga memiliki resiko insolvensi yang
relatif lebih rendah. Disamping itu, bank yang berada pada pasar yang
oligopolis atau mengarah ke monopolis memiliki insentif yang lebih besar
untuk membangun hubungan dengan perusahaan peminjam yang akan
mempermudah aksesibilitas perusahaan pada sumber pendanaan investasi.
Sehingga temuan dalam penelitian ini yang menyatakan bahwa CAR
berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas dapat diterima karena
peningkatan CAR disertai dengan peningkatan LDR yang artinya kenaikan
ekuitas meningkatkan pinjaman atau penempatan kredit pada 16 bank terbesar
yang dijadikan objek penelitian.
5.5.6. Analisis Pengaruh Variabel Kontrol Pertumbuhan Dana Pihak
Ketiga (GROWTHDPK) terhadap Profitabilitas (ROA) Industri
Perbankan Indonesia
DPK adalah Dana Pihak Ketiga yang merupakan simpanan pihak ketiga
bukan bank yang terdiri dari Giro, Tabungan, dan Simpanan Berjangka. Growth
DPK adalah pertumbuhan dana pihak ketiga yang mengukur peningkatan dana
pihak ketiga dalam rangka memprediksi kesempatan bank untuk menghasilkan
profit. Dimana ketika pasar membesar maka bank diharapkan juga akan
����
�
�
�
memiliki kesempatan lebih besar dalam menghasilkan profit. Berdasarkan hasil
regresi pada persamaan I dan II, pertumbuhan dana pihak ketiga memiliki
koefisien negatif dan tidak signifikan, sedangkan hasil regresi pada persamaan
III dan IV, pertumbuhan dana pihak ketiga memiliki koefisien positif dan tetap
tidak signifikan. Hal ini terlihat dari hasil estimasi t hitung, variabel GROWTH
DPK memiliki nilai t hitung < t tabel, yang artinya variabel GROWTH DPK
secara individu berpengaruh tidak signifikan terhadap variabel ROA.
Dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2008 jumlah bank terus
berkurang, dari 133 menjadi 124 bank. Ketika DPK meningkat dalam industri
perbankan, maka hal ini berhubungan dengan peningkatan pangsa pasar 4 bank
terbesar. Jadi pengaruh yang positif sesuai dengan hasil regresi pada persamaan
III dan IV berarti bahwa pertumbuhan DPK menunjukkan kesempatan bank
untuk dapat meningkatkan profitnya semakin besar. Sehingga bila DPK
meningkat, maka profit bank pun akan meningkat walaupun tidak signifikan
pengaruhnya dan bisa diabaikan.
5.5.7. Analisis Profitabilitas Industri Perbankan Indonesia
Hasil perhitungan menggunakan fixed effect method memperlihatkan
bahwa intersep yang merupakan nilai dummy untuk setiap bank sebagai objek
pengamatan yaitu 16 bank terbesar dalam pangsa pasar dana pihak ketiga,
menghasilkan nilai intersep yang berbeda pada setiap bank dari 16 bank yang
mewakili industri perbankan Indonesia sebagai berikut:
����
�
�
�
Tabel 5.3 Analisis Profitabilitas 16 Bank Umum Terbesar
Hasil Regresi Fixed Effect (Cross) Fixed Effect (Cross)
Sumber: diolah dari Laporan Keuangan Bank Umum Publikasi berbagai tahun, Bank Indonesia
����
�
�
�
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Setelah melihat hasil analisis data dan pembahasan terhadap industri
perbankan Indonesia tahun 2004-2008, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil perhitungan rasio konsentrasi 4 bank terbesar (CR4) pada
pangsa aset, pangsa dana pihak ketiga (DPK), dan pangsa kredit, industri
perbankan Indonesia selama periode penelitian memiliki nilai CR4 lebih dari 40
persen yang artinya dengan berdasarkan pada kriteria oligopoli J.S. Bain, maka
struktur pasar industri perbankan Indonesia pada periode waktu 2004-2008 adalah
berbentuk oligopoli konsentrasi moderat rendah atau oligopoli tipe IV dan bahkan
pada pangsa dana pihak ketiga (DPK) mendekati oligopoli konsentrasi moderat
tinggi dengan nilai CR4 mendekati 50 persen.
2. Berdasarkan analisis regresi pada model panel data yang telah dibahas pada bab
sebelumnya, bahwa dengan tingkat signifikansi 5 persen secara statistik
konsentrasi pasar sebagai proksi struktur pasar berpengaruh positif dan signifikan
terhadap profitabilitas sebagai proksi kinerja pada bank umum di Indonesia
periode 2004-2008. Hal ini menunjukkan bahwa industri perbankan di Indonesia
yang dalam penelitian ini diwakili oleh 16 bank umum terbesar yang menguasai
lebih dari 75 persen total pangsa pasar ini mendukung traditional hypothesis yang
menganggap bahwa konsentrasi merupakan proksi dari kekuasaan pasar (market
����
�
�
�
power) dimana konsentrasi pasar yang semakin tinggi menyebabkan biaya untuk
melakukan kolusi menjadi rendah sehingga perusahaan dalam industri tersebut
akan mendapatkan laba supernormal. Peningkatan konsentrasi juga didukung oleh
adanya kebijakan penguatan struktur modal sesuai arah kebijakan API dengan
merjer dan atau akuisisi yang dilakukan perbankan guna memperkuat struktur
permodalan. Dengan merjer, selain memperbaiki struktur modal, bank-bank juga
akan menurunkan competition level sehingga bank akan lebih leluasa dalam
menjalankan aktifitas bisnisnya. Dengan competition level yang semakin
menurun, maka bank yang beroperasi dapat dengan mudah meningkatkan
profitabilitasnya yang antara lain dapat dilakukan dengan tindakan kolusif antar
bank dengan melakukan strategi penyeragaman tingkat suku bunga. Jadi tingkat
profitabilitas yang meningkat yang dipengaruhi oleh meningkatnya konsentrasi
pasar merefleksikan bahwa industri perbankan Indonesia belum efisien dan
menolak hipotesis efisiensi.
3. Berdasarkan analisis regresi pada model panel data yang telah dibahas pada bab
sebelumnya, bahwa dengan tingkat signifikansi 5 persen secara statistik pangsa
pasar sebagai proksi dari struktur pasar berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap profitabilitas sebagai proksi kinerja pada bank umum di Indonesia
periode 2004-2008. Hal ini menunjukkan bahwa industri perbankan di Indonesia
tidak mendukung hipotesis diferensiasi produk yang menyatakan bahwa pangsa
pasar sebagai proksi dari struktur pasar akan berpengaruh positif terhadap
profitabilitas. Koefisien yang negatif dari pangsa pasar juga menunjukkan bahwa
bank dalam industri tidak dijalankan secara efisien, sehingga ketika pangsa pasar
meningkat, profitabilitas yang dihasilkan justru akan berkurang. Hal ini
���
�
�
�
merefleksikan bahwa bank yang telah memiliki pangsa pasar yang besar atau
dapat disebut dengan bank besar cenderung terlena dan menjadi tidak efisien.
Perilaku bank besar yang tidak efisien berarti bahwa bank beroperasi dengan
biaya dana (cost of fund) yang relatif tinggi yang menjadi beban perusahaan, yang
kemudian membuat profitabilitas yang didapat akan semakin berkurang seiring
dengan meningkatnya pangsa pasar. Jadi kesimpulan ini mempertegas bahwa
industri perbankan Indonesia menolak hipotesis diferensiasi produk dan hipotesis
efisiensi, sebaliknya mendukung hipotesis SCP tradisional.
4. Berdasarkan analisis regresi dengan menggunakan fixed effect model dari metode
panel data yang telah dibahas pada bab sebelumnya, menunjukkan adanya
perbedaan profitabilitas antar bank umum dalam industri perbankan periode 2004-
2008. Dari ke-16 bank yang menjadi objek penelitian, BRI memiliki nilai ROA
terbesar atau yang memiliki profitabilitas tertinggi dan kemudian diikuti oleh
BCA dan bank Mandiri. Sedangkan nilai ROA terkecil dimiliki oleh BII yang
artinya memiliki profitabilitas terkecil dan bank NISP berada satu tingkat di
atasnya. Perbedaan tingkat keuntungan atau profitabilitas setiap bank
menunjukkan daya saing dan kesehatan yang dimiliki setiap bank berbeda, karena
ROA merupakan satu indikator kinerja pada industri perbankan.
6.2. Saran
Setelah melakukan analisis pada penelitian ini ada beberapa saran yang dapat
digunakan sebagai bahan informasi dan masukan baik bagi regulator maupun bagi
pelaku dalam industri perbankan nasional, sebagai berikut:
���
�
�
�
1. Setelah mengetahui bahwa konsentrasi berpengaruh positif signifikan terhadap
profitabilitas, maka kegiatan merjer yang telah dilakukan oleh industri perbankan
Indonesia terbukti telah meningkatkan profitabilitas, namun hendaknya bank
sebagai entitas bisnis dapat berperilaku efisien sehingga peningkatan pangsa pasar
dapat meningkatkan profitabilitas. Hal ini berdasar temuan bahwa pangsa pasar
berpengaruh negatif signifikan terhadap profitabilitas yang membenarkan jika
industri perbankan Indonesia belum efisien dan terbukti menolak hipotesis
efisiensi. Temuan dalam penelitian ini sebagai bahan informasi dan masukan bagi
para bankir atau pelaku dalam industri perbankan Indonesia agar bisa berperilaku
efisien (dengan menekan biaya operasional termasuk biaya dana dan premi resiko)
sehingga menghasilkan kinerja yang baik dengan tingkat profitabilitas yang
semakin baik dan kestabilan yang terjaga di masa yang akan datang.
2. Peran pemerintah sebagai regulator sangat penting dalam mengawasi dan
membuat kebijakan yang mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat,
dan efisien sehingga peran industri perbankan sebagai sumber pembiayaan
pembangunan dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak dapat
tercapai. Struktur pasar industri perbankan Indonesia yang oligopoli memberikan
peluang lebih besar bagi bank untuk bertindak kolusif yang merugikan masyarakat
sebagai nasabah. Struktur pasar yang oligopoli atau terkonsentrasi tinggi akibat
dari peraturan permodalan sebagai program Arsitektur Perbankan Indonesia
terbukti meningkatkan profitabilitas sebagai ukuran kinerja, namun hendaknya
fungsi pengawasan yang obyektif dan adil terus ditingkatkan agar tidak terjadi
tindakan kolusif yang merugikan masyarakat dan hanya menguntungkan pihak
bank sebagai entitas bisnis. Hal ini terkait peran penting bank sebagai lembaga
����
�
�
�
intermediasi. Terlepas apakah fungsi pengawasan masih dilakukan oleh Bank
Indonesia atau nantinya oleh lembaga lain, diharapkan pengawasan terhadap
industri perbankan berlaku adil dan obyektif, tegas dalam memberlakukan aturan
termasuk penerapan sanksi bagi yang melanggar peraturan yang telah disepakati
agar tidak terjadi kesalahan dalam mengambil kebijakan.
3. Struktur pasar yang oligopoli juga menciptakan informasi yang tidak simetris,
yang rentan akan terjadinya moral hazard dan adverse selection sehingga
pengawasan yang ketat oleh otoritas pengawas perbankan sangat diperlukan guna
menjamin ketersediaan informasi yang simetris yang dapat diakses dengan mudah
oleh semua pihak yang berkepentingan.
4. Variabel penentu kinerja (ROA) perbankan lain yang signifikan pada penelitian
ini adalah rasio kecukupan modal (CAR) yang berpengaruh positif signifikan.
Hubungan positif antara CAR dengan ROA menunjukkan bahwa semakin kecil
resiko memberikan pengaruh terhadap peningkatan profitabilitas, karena semakin
besar CAR maka semakin kecil resiko suatu bank. Mengingat peran penting CAR
dan pengaruhnya yang positif signifikan terhadap profitabilitas, maka sangat
penting untuk mempertahankan posisi modal sendiri dengan aset berisiko dalam
posisi CAR minimal 12 persen, dan jika terjadi pemburukan segera melakukan
restruksturisasi atau tambahan modal. CAR merupakan salah satu kebijakan
regulasi yang biasa dilakukan untuk menjaga kestabilan sektor perbankan.
Mengingat peran CAR yang tidak bisa diabaikan, kebijakan peraturan permodalan
untuk tujuan memperkuat ketahanan bank terhadap risiko, peraturan transparansi
laporan keuangan, peningkatan kualitas implementasi tata kelola organisasi yang
baik, serta peningkatan efektivitas manajemen risiko sangat perlu ditingkatkan.
����
�
�
�
Kebijakan penataan kembali tingkat kompetisi di industri perbankan Indonesia
perlu dilakukan dengan memantapkan kembali stuktur perbankan yang
menyelaraskan skala usaha dengan kebutuhan permodalan, guna mempertinggi
kemampuan menyerap risiko usaha. Selain itu, berbagai ketentuan mengenai
merjer dan konsolidasi hendaknya segera disempurnakan.
5. Mengingat pentingnya persaingan yang sehat guna mendukung terciptanya
industri perbankan yang sehat dan efisien, maka selain peraturan kehati-hatian
(prudential regulation) untuk mencegah peningkatan resiko terjadinya krisis dan
peraturan perlindungan (protective regulation) seperti dibentuknya Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) untuk melindungi nasabah, sangat diperlukan
kebijakan peraturan persaingan (competitive regulation) yang selama ini belum
menjadi perhatian utama dan belum ada aturan yang jelas.
6. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan variabel struktural
dan variabel kontrol yang mempengaruhi kinerja industri perbankan dengan
jumlah sampel yang lebih banyak sehingga dapat lebih mewakili populasi industri
perbankan Indonesia.
����
�
�
�
Daftar Pustaka
Al-Obaidan, Abdullah M., 2008. Market Structure Concentration and Performance in the Commercial Banking Industry of Emerging Markets, European Journal of Economics, Finance, and Administrative Sciences. ISSN 1450-2275 Issue 12 (2008).
Amalia, Fitri dan Nasution, Mustafa Edwin. 2007. Perbandingan Profitabilitas Industri Perbankan Syariah dan Industri Perbankan Konvensional menggunakan Metode Struktur KInerja dan Perilaku, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia. Vol VII, no.02, 2007
Ariyanto Taufik. 2004. Profil Persaingan Usaha dalam Industri Perbankan Indonesia, Perbanas Finance and Banking Journal. Volume 6, No 2 Desember 2004
Bank Indonesia. 2008. Statistik Perbankan Indonesia, Statistik Perbankan Indonesia, Volume 6, No 10, September 2008, Available online at http://www.bi.go.id/web/id
Bikker, JA. 2002. Competition, Concentration, and Their Relationship: An Empirical at The Banking Industry, Journal of Banking and Finance. 26(11) 2002.
Derina, Ratna, and Willem A. Makaliwe. 2006. Perilaku Perbankan Indonesia: Beberapa Temuan Pattern dan Panel Data Analysis 1993-2005. USAHAWAN No.06 Th XXXV Juni 2006
Evanoff. D. D., and Fortier, D. L., 1988. Reevaluation of the Structure-Conduct-Performance Paradigm in Banking, Journal of Financial Services Research. 1, 1988.
Firmansyah. 2009. Model Regresi Panel Data Aplikasi dengan Eviews 6.0. Modul Workshop Alat Analisis Ekonomi. LSKE. FE-UNDIP
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Undip
Gilbert, Alton R. B. 1984. Bank Market Structure and Competition: A Survey, Journal of Money, Credit, and Banking. November 1984
Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics, 4th Edition. Mc Graw-Hill. New York
Gujarati, Damodar N. 2006. Dasar-dasar Ekonometrika Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga
����
�
�
�
Jatmiko, Pracoyo Budi. 2000. Paradigma Structure-Conduct-Performance versus Efficiency Hypothesis: Manakah yang Mencerminkan Industri Perbankan Indonesia?, Journal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol 15(3), 2000
KV, Bhanu Murthy and Deb, Ashis Taru. 2008. Thoretical Framework of Competition As Applied to Banking Industry, Delhi University, January 2008. Available online at http://mpra.ub.uni-muenchen.de/7465
Martin, Stephen. 1988. Industrial Economic – Economic Analysis and Public Policy. Second Edition, Macmillan Publishing Company. New York
Mishkin, Frederick S & Stanley G, 2000. Financial Market Institutions 4th
Ed.,Addison Wesley. 2000
Musonda, Anthony. 2008. Deregulation, Market Power, and Competition: An Empirical Investigation of The Zambian Banking Industry, University of Oxford. United Kingdom. Maret 2008. Available online at http://ideas.repec.org/i/em html
Nachrowi D.N. dan hardius Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis EKONOMETRIKA Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. LP-FEUI
Nasser Katib, M. 2004. Market Structure and Performance in the Malaysian Banking Industry: a Robust Estimation. Universiti Utara Malaysia. Available online at http://papers.ssrn.com/so/3/displayjel/cfn
Neuberger, Doris, 1997, Structure, Conduct, and Performance in Banking Markets. Working Paper no.12. Universitat Rostock. Available online at http://econpapers.repec.org/RAS/pne49.htm
Nuryakin Chaikal, Perry Warjiyo. 2006. Perilaku Penawaran Kredit Bank di Indonesia: Kasus Pasar Oligopoli Periode Januari 2001 – Juli 2005. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. 2006
Sarita, Buyung. 2006. Pengaruh Tumpuan Pasaran, Penguasaan Pasaran, dan Ancaman Moral terhadap Prestasi Bank di Indonesia. (Unpublished Ph.D Dissertation, Universiti Sains Malaysia. 2006). Available online at http://eprints.usm.my/9739/1
Sofyan Sofriza. 2002. Pengaruh Struktur Pasar terhadap Kinerja Perbankan di Indonesia. Media Riset Bisnis dan Manajemen. Vol 2 (3) Desember 2002
Sri Yani K, dan Lyla R. 2006. Persaingan Perbankan di Indonesia. Buletin Ekonomi, 4(2), 2006
����
�
�
�
W. Carlton, Dennis and M. Perloff, Jeffrey,. 2000. Modern Industrial Organization. Third Edition, Addison-Wesley, USA
Wihana Kirana J. 2008. Ekonomi Industri. Edisi 2. 2008. BPFE Yogyakarta
Wihana Kirana J. dan Nur Wanto.1998. Analisis Struktur dan Kinerja Industri Bank
Swasta Nasional di Indonesia Tahun 1996. Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Indonesia. Vol 13 (1). 1998
�
�
�
�
�
�
� �
����
�
�
�
�
�
�
�
� �
����
�
�
�
�
� �
����
�
�
�
�
LAMPIRAN I Data Dana Pihak Ketiga, Kredit, dan Aset 16 Bank Terbesar 2004-2008 (milyar) Objek Penelitian DPK KREDIT ASET Bank Mandiri-2004 175838 94425 248156 Bank Mandiri-2005 206289 106651 263383 Bank Mandiri-2006 205708 117665 267517 Bank Mandiri-2007 247355 134313 319086 Bank Mandiri-2008 289112 171154 358439 BCA-2004 131626 40277 149169 BCA-2005 129555 54153 150181 BCA-2006 152736 61552 176799 BCA-2007 189172 82478 218005 BCA-2008 209529 112726 245570 BNI-2004 105097 57908 136582 BNI-2005 115372 62531 147812 BNI-2006 135797 66812 169416 BNI-2007 146189 88590 183342 BNI-2008 163164 111930 201741 BRI-2004 84200 63730 107040 BRI-2005 97046 75530 122775 BRI-2006 124468 90276 154725 BRI-2007 165599 113932 203734 BRI-2008 201537 161088 246076 Bank Danamon-2004 45044 32521 58821 Bank Danamon-2005 53342 43100 67803 Bank Danamon-2006 66281 50042 82073 Bank Danamon-2007 70976 62529 89410 Bank Danamon-2008 88029 76057 107268 BII-2004 29883 13214 36077 BII-2005 38796 23397 50271 BII-2006 39033 27327 53039 BII-2007 39259 34551 55015 BII-2008 44130 38185 56855 Bank Permata-2004 26916 15395 31756 Bank Permata-2005 29393 23073 34782 Bank Permata-2006 29435 24460 37845 Bank Permata-2007 31231 27483 39303 Bank Permata-2008 45487 37208 54066 Bank CIMB NIAGA-2004 49586 26707 58630 Bank CIMB NIAGA-2005 59483 37432 70696 Bank CIMB NIAGA-2006 65837 45124 79892
���
�
�
�
Bank CIMB NIAGA-2007 75505 59875 93797 Bank CIMB NIAGA-2008 84051 73830 103197
BTN-2004 18569 12608 26743 BTN-2005 19464 15362 29083 BTN-2006 21593 18084 32575 BTN-2007 24186 22343 36693 BTN-2008 31963 32547 44992 CITIBANK-2004 19908 12036 24553 CITIBANK-2005 25977 14840 32314 CITIBANK-2006 27061 20858 37550 CITIBANK-2007 31826 22345 44215 CITIBANK-2008 34285 27246 53329 PANINBANK-2004 15044 10971 23937 PANINBANK-2005 27232 15023 36919 PANINBANK-2006 23737 19101 40515 PANINBANK-2007 31321 28928 53471 PANINBANK-2008 46044 36342 64392 Bank MEGA-2004 15534 7580 18643 Bank MEGA-2005 21977 11263 25109 Bank MEGA-2006 25756 10997 30973 Bank MEGA-2007 30031 14036 34908 Bank MEGA-2008 29381 18824 34861 Bank NISP-2004 13071 10109 17792 Bank NISP-2005 15997 12416 19998 Bank NISP-2006 18920 15546 24208 Bank NISP-2007 21389 19066 28969 Bank NISP-2008 26872 20608 34245 Bank HSBC-2004 15300 9333 16411 Bank HSBC-2005 18071 11384 24524 Bank HSBC-2006 18965 12327 26481 Bank HSBC-2007 24497 16148 34568 Bank HSBC-2008 33286 22398 29060 UOB Buana-2004 13420 7864 16354 UOB Buana-2005 12892 10313 16000 UOB Buana-2006 12466 10346 16856 UOB Buana-2007 13291 12653 18260 UOB Buana-2008 16296 14927 21245 Bank Bukopin-2004 15237 12971 18415 Bank Bukopin-2005 20188 13907 24683 Bank Bukopin-2006 24885 14647 31573 Bank Bukopin-2007 29304 19123 34566 Bank Bukopin-2008 24442 23405 30940
���
�
�
�
LAMPIRAN II Data Variabel Penelitian Objek Penelitian
Adjusted R-squared 0.172139 S.D. dependent var 0.317345 S.E. of regression 0.288742 Akaike info criterion 0.581852 Sum squared resid 4.835582 Schwarz criterion 1.236909 Log likelihood -1.274080 Hannan-Quinn criter. 0.844483 F-statistic 1.782222 Durbin-Watson stat 2.396516 Prob(F-statistic) 0.043219
����
�
�
�
LAMPIRAN V OUTPUT REGRESI PANEL DATA Persamaan I: HIPOTESIS TRADISIONAL Dependent Variable: ROA? Method: Pooled Least Squares Date: 02/08/10 Time: 05:46 Sample: 2004 2008 Included observations: 5 Cross-sections included: 16 Total pool (balanced) observations: 80
_BKPN—C -0.581616 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.844370 Mean dependent var 2.566625
Adjusted R-squared 0.791613 S.D. dependent var 1.313637 S.E. of regression 0.599667 Akaike info criterion 2.035627 Sum squared resid 21.21645 Schwarz criterion 2.660909 Log likelihood -60.42508 Hannan-Quinn criter. 2.286320 F-statistic 16.00516 Durbin-Watson stat 1.896961 Prob(F-statistic) 0.000000
����
�
�
�
Persamaan II: HIPOTESIS DIFERENSIASI
Dependent Variable: ROA? Method: Pooled Least Squares Date: 02/08/10 Time: 05:53 Sample: 2004 2008 Included observations: 5 Cross-sections included: 16 Total pool (balanced) observations: 80
_BKPN--C -1.489367 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.784854 Mean dependent var 2.566625
Adjusted R-squared 0.711924 S.D. dependent var 1.313637 S.E. of regression 0.705065 Akaike info criterion 2.359458 Sum squared resid 29.32990 Schwarz criterion 2.984740 Log likelihood -73.37832 Hannan-Quinn criter. 2.610151 F-statistic 10.76164 Durbin-Watson stat 1.995374 Prob(F-statistic) 0.000000
����
�
�
�
Persamaan III: HIPOTESIS EFISIENSI
Dependent Variable: ROA? Method: Pooled Least Squares Date: 02/08/10 Time: 05:55 Sample: 2004 2008 Included observations: 5 Cross-sections included: 16 Total pool (balanced) observations: 80
_BKPN--C -1.468714 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.856718 Mean dependent var 2.566625
Adjusted R-squared 0.804840 S.D. dependent var 1.313637 S.E. of regression 0.580324 Akaike info criterion 1.977957 Sum squared resid 19.53303 Schwarz criterion 2.633015 Log likelihood -57.11829 Hannan-Quinn criter. 2.240589 F-statistic 16.51410 Durbin-Watson stat 1.964973 Prob(F-statistic) 0.000000
����
�
�
�
Persamaan IV: Pembuktian ada tidaknya KOLUSI
Dependent Variable: ROA? Method: Pooled Least Squares Date: 02/08/10 Time: 05:57 Sample: 2004 2008 Included observations: 5 Cross-sections included: 16 Total pool (balanced) observations: 80