I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Keinginan konsumen untuk mendapatkan makanan yang bersifat mudah dikonsumsi dan masih dalam keadaan segar, akan membuka kesempatan bidang pengawetan makanan dengan cara pengolahan minimal (minimal processing). Pada dasarnya produk terolah minimal terdiri dari proses pencucian, sortasi, pengupasan, dan pemotongan/pengirisan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan bentuk spesifik sesuai komoditas. Produk sayur atau buah terolah minimal masih memiliki karakteristik segar dan lebih praktis kerena telah dihilangkannya bagian yang tidak dapat dimakan. Produk-produk hasil pengolahan minimal masih aktif secara fisiologis, jaringan-jaringanya masih hidup dan melakukan respirasi, sehingga masa simpan produk pengolahan minimal biasanya lebih pendek dari bahan segarnya. 1
38
Embed
Pengaruh Perendaman dalam Ekstrak Belimbing Wuluh Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Organoleptik Buah Apel Hijau Terolah Minimal
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Keinginan konsumen untuk mendapatkan makanan yang bersifat mudah
dikonsumsi dan masih dalam keadaan segar, akan membuka kesempatan bidang
pengawetan makanan dengan cara pengolahan minimal (minimal processing).
Pada dasarnya produk terolah minimal terdiri dari proses pencucian, sortasi,
pengupasan, dan pemotongan/pengirisan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil
dengan bentuk spesifik sesuai komoditas. Produk sayur atau buah terolah minimal
masih memiliki karakteristik segar dan lebih praktis kerena telah dihilangkannya
bagian yang tidak dapat dimakan.
Produk-produk hasil pengolahan minimal masih aktif secara fisiologis,
jaringan-jaringanya masih hidup dan melakukan respirasi, sehingga masa simpan
produk pengolahan minimal biasanya lebih pendek dari bahan segarnya.
Kerap kali bahwa buah apel, pir, kentang dan salak, yang baru saja di
kupas, daging buah atau umbinya menjadi berwarna coklat. Dalam ilmu pangan
gejala itu di namakan browning atau pencoklatan. Pada umumnya proses
pencoklatan ada dua macam yaitu pencoklatan enzimatis dan non enzimatis.
Pencoklatan pada buah ini tergolong pada pencoklatan enzimatis, hal ini di
karenakan buah apel atau pada buah-buahan pada umumnya banyak mengandung
substrat senyawa fenolik (Ridwan 2008).
Senyawa fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau trihidroksi yang saling
berdekatan merupakan substrat yang baik untuk proses pencoklatan. Proses
1
pencoklatan enzimatik memerlukan adanya enzin fenol oksidase dan oksigen yang
harus berhubungan dengan substrat tersebut.
Ridwan (2008) berpendapat bahwa pencoklatan pada buah apel dan buah
lain setelah di kupas disebabkan oleh aktifitas enzim polifenol oksidase, yang
dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi o-hidroksi
phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi o-kuinon. Gugus o-kuinon inilah
yang membentuk warna coklat. Perubahan-perubahan ini akan menurunkan mutu
buah apel secara drastis. Buah apel yang rusak biasanya tidak baik dan bahkan
tidak sehat untuk dimakan. Pencoklatan buah apel hijau disebabkan adanya
polifenol oksidase yang mengkatalisis terjadinya oksidasi antar polifenol dengan
udara dan dapat dihambat dengan antioksidan.
Salah satu upaya untuk mencegah pencoklatan buah akibat oksidasi enzim
dapat digunakan antioksidan untuk mecegah pencoklatan dan melindungi buah-
buahan dan sayuran. Menurut Wisnu, (2006) berdasarkan sumbernya antioksidan
terdapat antioksidan yang bersifat alami, seperti komponen fenolik/flavonoid,
vitamin E, vitamin C dan beta-karoten.
Utami (2008) menunjukan vitamin C dapat menghambat aktivitas
polifenol oksidase buah apel hijau dengan IC50 yaitu 0,241 mM. Selanjutnya
penelitian Santi (2008) tentang pengaruh vitamin C untuk menghambat proses
pencoklatan pada buah pir (Pyrus communis L.) memperoleh hasil dengan IC50
yaitu 0,285 mM. Penelitian lainnya menurut Retno (2008), tentang pengaruh
vitamin C untuk menghambat aktivitas polifenol oksidase buah pisang (Musa
paradisiaca Linn. Var Sapientum) dengan IC50 yaitu 0,429 mM.
2
Menurut Murniramli (2008), vitamin C (absorbic acid) akan menghambat
enzim di dalam apel untuk bereaksi dengan oksigen atau dengan kata lain kerja
enzim dirusak oleh vitamin C. Asam sitrat dalam hal ini fungsinya hampir
menyerupai vitamin C dengan mekanisme merusak enzim yang dapat
menyebabkan pencoklatan.
Selain itu penambahan asam sitrat juga akan mempengaruhi tingkat
pencoklatan apel fresh cut. Hal tersebut setidaknya terlihat pada menit ke –0
dimana penambahan asam sitrat 0,5%, menunujukkan tingkat pencoklatan yang
paling rendah (Anonim, 2009).
Salah satu sumber antioksidan alami adalah fenolik/flavonoid yang
terdapat dalam buah belimbing wuluh. Belimbing wuluh mengandung kalium
oksalat, flavonoid, pektin, tannin, asam galat dan asam format
(Swaraovinta,2006). Menurut Dalimarta dan Setyawaan (1990), batang belimbing
wuluh mengandung saponin, tannin, glucosidal, kalsium oksalat, sulfur, dan asam
format. Sedangkan daunnya mengandung tannin, sulfur, asam format dan
peroksida.
Ekstrak belimbing wuluh pada fraksi eter dan air memiliki aktivitas
antioksidan terhadap radikal DPPH dengan nilai IC50 sebesar 50,36 ppm dan
44,01 ppm (Sunardi, 2007).
Muhlisa dan Fauziah (1999), menjelaskan belimbing wuluh sebagai buah
yang bermanfaat untuk menghilangkan rasa sakit (analgetik), memperbanyak
pengeluaran empedu, anti radang, peluruh kencing, astringent, penghilang jerawat,
sariawan, batuk dan mengandung vitamin C yang cukup tinggi.
3
Dengan mengharapkan fungsi antioksidan yang dimiliki belimbing wuluh
diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan memperpanjang umur simpan dari
buah apel malang terolah minimal. Berkaitan dengan hal tersebut penulis mencoba
untuk mengkaji melalui penelitian yang berjudul “Pengaruh Perendaman
Dalam Ekstrak Belimbing Wuluh (Averhoa bilimbi) Terhadap Sifat Fisik,
Sifat Kimia dan Organoleptik Buah Apel Terolah Minimal”.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh perendaman dalam ekstrak belimbing wuluh
terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik buah apel hijau terolah
minimal.
2. Menentukan konsentrasi ekstrak belimbing wuluh yang digunakan dalam
perendaman buah apel malang terolah minimal, sehingga dihasilkan sifat
fisik, kimia dan organoleptik buah apel hijau terolah minimal yang terbaik.
1.3 Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini sebagai sumbangan ilmu pengetahuan dan
informasi mengenai penggunaan ekstrak belimbing wuluh terhadap sifat fisik,
kimia dan organoleptik buah apel hijau terolah minimal.
1.4 Hipotesis
1. Perendaman dalam ekstrak belimbing wuluh berpengaruh terhadap sifat
fisik, kimia dan organoleptik buah apel hijau terolah minimal.
4
2. Terdapat konsentrasi ekstrak belimbing wuluh tertentu untuk menghambat
pencoklatan dan menghasilkan sifat fisik, kimia dan organoleptik buah
apel hijau terolah minimal yang terbaik.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Belimbing Wuluh (Averhoa bilimbi)
Belimbing asam (Averhoa bilimbi) dapat tumbuh baik di tempat-tempat
terbuka yang mempunyai ketinggian kurang dari 500 meter di atas permukaan air
laut. DI negara asalnya, tanaman ini tumbuh baik di daerah tropis dan di Indonesia
banyak dipelihara di pekarangan atau kadang-kadang tumbuh secara liar diladang
atau tepi hutan. Tumbuhan ini tingginya dapat mencapai lebih dari 10 meter dan
mempunyai batang yang keras.
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Geraniales
Famili : Oxalidaceae (suku belimbing-belimbingan)
Genus : Averrhoa
Spesies : Averrhoa bilimbi L
Ada dua varitas dari tumbuhan belimbing asam yaitu yang menghasilkan
buah berwarna hijau dan kuning muda atau sering pula dianggap berwarna putih.
Batangnya tidak banyak memiliki cabang, sedang daunnya bersirip genap.
6
Bunganya yang kecil-kecil menggantung berwarna merah atau keunguan dengan
buah memanjang dan dalamnya berongga berbiji-biji. Daging buahnya banyak
mengandung air yang berasa asam.
Belimbing wuluh berkhasiat sebagai obat encok, obat penurun panas dan
obat gondok. Kandungan kimia yang terdapat pada daun belimbing wuluh antara
lain saponin, flavonoid asam galat, asam format dan tanin (Anonim, 2001). Fraksi
air daun belimbing wuluh terbukti sebagai antiinflamasi (Effendi, 1998). Oksigen
aktif dan radikal bebas berhubungan dengan beberapa kasus secara fisiologi dan
patologis seperti peradangan, kekebalan, penuaan, mutagenik dan karsinogenik
(Rohdiana, 2001). Proses peradangan diperantarai oleh sintesis prostaglandin yang
dikatalisasi oleh siklooksigenase. Zat antara pada proses sintesis ini adalah
terbentuknya radikal bebas (Lautan, 1997).
II.2. Buah Terolah Minimal
Keinginan konsumen untuk mendapatkan makanan yang bersifat mudah
dikonsumsi dan masih dalam keadaan segar, akan membuka kesempatan bidang
pengawetan makanan dengan cara pengolahan minimal (minimal processing)
(King dan Bolin, 1989 dalam Andrianis, 2001). Pada dasarnya produk terolah
minimal terdiri dari proses pencucian, sortasi, pengupasan, dan
pemotongan/pengirisan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan bentuk
spesifik sesuai komoditas. Produk sayur atau buah terolah minimal masih
memiliki karakteristik segar dan lebih praktis kerena telah dihilangkanya bagian
yang tidak dapat dimakan.
7
Dibalik keuntungannya buah terolah minimal mempunyai kelemahan,
yaitu buah lebih mudah rusak bila dibandingkan dengan buah utuh yang masih
berkulit, baik selama penanganan maupun penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh
hilangnya kulit buah sebagai pelindung alami dan hilangnya keutuhan sel akibat
perlakuan pengupasan dan pemotongan, sehingga terjadinya perubahan fungsi
fisiologis sel yang mengakibatkan meningkatnya transpirasi, respirasi dan
aktivitas enzim (Burn, 1995). Keadaan ini mengakibatkan; a). induksi sintesis
etilen, b) degradasi membrane lipid, c) peningkatan laju repirasi, d) pencoklatan
oksidatif, e) penyembuhan luka, f) pembentukan metabolit sekunder dan
kehilangan air. Perubahan-perubahan ini menyebabkan buah terolah minimal
cepat rusak sehingga praktis umur simpannya pendek (Krocta, 1992 dalam
Indriyani, 2006)
Produk-produk hasil pengolahan minimal masih aktif secara fisiologis,
jaringan-jaringanya masih hidup dan melakukan respirasi, sehingga masa simpan
produk pengolahan minimal biasanya lebih pendek dari bahan segarnya. Beberapa
factor yang mempengaruhi kualitas buah selama penyimpanan adalah suhu
penyimpanan, konsentrasi oksigen dan karbondioksida dalam ruang penyimpanan.
Buah durian yang disimpan dalam bentuk siap saji pada suhu ruang hanya
dapat bertahan selama 3 hari, hal ini disebabkan akibat aktivitas fisiologis durian
yang sangat tinggi pada suhu ruangan 25-30oC (Tirtosoekotjo, 1990). Oleh karena
itu diperlukan pula penanganan pasca panen untuk memperpanjang umur simpan
dan menekan penurunan mutu produk terolah minimal.
8
II.3. Mutu Apel
Standar mutu apel segar menurut U.S. standar ditentukan oleh derajat
kemasakan, warna , kekerasan, bentuk, dan ukuran, bebas dari kerusakan-
kerusakan (Kader, 1985).
Di Indonesia belum ada standasisasi mutu buah apel, meskkipin demikian,
karakteristik buah apel dapat diniliai berdasarkan : Kadar vitamin, kadar pati dan
asam kekerasan, berat jenis, dan mudahnya lepas dari tangkai, warna kulit, dan
ukuran, serta respirasi (Soelarso, 1998).
II.3.1. Vitamin C
Asam Askorbat adalah vitamin yang paling mudah rusak diantara semua
vitamin yang ada. Asam askorbat sangat larut dalam air. Asam askorbat mudah
teroksidasi. Oksidasi sangat cepat bila kondisinya alkalis, pada suhu tinggi dan
terkena sinar matahari serta logam-logam yang rendah. (Gaman and Sherrington,
1994 dikutip dari skripsi, Bastian, dkk. 2004). Asam askorbat pada buah apel
disintesa dari glukosa, dimana asam askorbat ini akan mengalami penurunan
selama penyimpanan. Salah satu penyebab penurunan kandungan asam askorbat
ini disebabkan oleh aktivitas enzim asam askorbat oksidase (Tranggono dan
Sutardi, 1989 dikutip dari Tesis Bastian, dkk, 2004).
II.3.2. Total Asam
Selama periode pematangan kandungan asam total turun. Sebagai contoh
adalah kandungan asam malat dalam apel. Bersamaan dengan turunnya total asam
maka terjadi penurunan kandungan pati. Berlangsungnya klimaterik apel disertai
9
dengan peningkatan aktivitas motokonria pada bagian kulit dan daging buahnya,
yang juga ditandai oleh kenaikan aktivitas enzim malat dan piruvat karboksilase
(Tranggono dan Sutardi, 1989 dikutip dari Tesis Bastian, dkk, 2004). Menurut
Apandi (1984), kandungan asam organik yang terdapat pada apel antara lain :
Malic, quinic, -ketoglutaric, oxalacetic, citrit, pyruvic, tumaric, lactic dan
succinic acids.
II.3.3. Tekstur, Aroma, dan Kenampakan
Buah apel mempunyai bentuk bulat sampai lonjong bagian pucuk buah
berlekuk dangkal, kulitnya tebal, pori-pori buah kasar dan renggang, tetapi setelah
tua menjadi halus mengkilap. Warna buah tergantung jenis varietasnya, ada
varietas yang kulitnya berwarna merah, kuning, atau hijau. Apel mempunyai rasa
agak masam sampai seimbang antara manis dan asam, tekstur apel yang masih
segar dapat dilihat dari kerenyahannya pada saat di gigit, yaitu daging buahnya
akan terdengar bunyi pada saat digigit (Soelarso, 1994 dikutip dari Tesis Bastian
dkk, 2004).
Pada penyimpanan apel terjadi perubahan warna yang berwarna coklat tua
sampai hitam, keras, cukup kering sampai kering berpusat pada luka, didalam
rongga kalkis yang dikuit dengan kerusakan pencucian, pada bagian tengah buah
atau seperti pada bagian terjerang air merupakan kerusakan simpanan yang paling
hitam, kerusakan ini diikuti dengan berkurangnya kekerasan tekstur pada buah
apel (Desrosier, 1988 dalam Tesis Bastian, dkk, 2004).
10
II.4. Kerusakan Buah Apel
Pada umumnya proses pencoklatan ada dua macam yaitu pencokaltan
enzimatis dan non enzimatis. Pencoklatan pada buah apel ini tergolong pada
pencoklatan enzimatis, hal ini di karenakan buah apel atau pada buah-buahan pada
umumnya banyak mengandung substrat senyawa fenolik. Ada banyak sekali
senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai substrat dalam proses pencoklatan
enzimatik pada buah-buahan dan sayuran. Di samping katekin dan turunannya
seperti tirosin, asam kafeat, asam klorogenat, serta leukoantosianin dapat menjadi
substrat proses pencoklatan. Senyawa fenolik dengan jenis ortodihidroksi atau
trihidroksi yang saling berdekatan merupakan substrat yang baik untuk proses
pencoklatan. Proses pencoklatan enzimatik diakibatkan enzin fenol oksidase dan
oksigen yang berhubungan dengan substrat tersebut.
II.5. Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau
lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat
diredam (Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam
antioksidan, yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik) (Dalimartha
dan Soedibyo, 1999).
Antioksidan adalah bahan tambahan yang digunakan untuk melindungi
komponen-komponen makanan yang bersifat tidak jenuh (mempunyai ikatan
rangkap), terutama lemak dan minyak. Meskipun demikian antioksidan dapat pula
digunakan untuk melindungi komponen lain seperti vitamin dan pigmen, yang
juga banyak mengandung ikatan rangkap di dalam strukturnya.
11
Berbagai definisi telah diberikan untuk menggambrakan “antioksidan”
secara umum. Dalam arti kusus antioksidan, adalah zat yang dapat menunda atau
mencegah terjadinyta reaksi antiokasidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid.
Menurut Cuppert (1997) dikutip dari Wijaya (2003) antioksidan dinyatakan
sebagai senyawa nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun dengan
konsentrasi yang lebih rendah sekalipun dibandingkan dengan substrat yang dapat
dioksidasi.
Menurut Wisnu, (2006), Berdasarkan sumbernya antioksidan dapat
digolongkan ke dalam dua jenis yaitu jenis pertama, antioksidan yang bersifat
alami, seperti komponen fenolik/flavonoid, vitamin E, vitamin C dan beta-karoten
dan jenis ke dua, adalah antioksidan sintetis seperti BHA (butylated