ABSTRAKSIWHISTLEBLOWING SYSTEM TERHADAP PENCEGAHAN
KUALITAS LAPORAN KEUANGAN
(Studi Empiris pada Perusahaan Kimia dan Farmasi yang Terdaftar
di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2018)
Oleh:
Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar
JAKARTA
2019
ii
Ekonomi Y.A.I.
NIM : 1660030010
Menyatakan bahwa Tesis yang saya tulis ini adalah hasil karya saya
sendiri dan
belum pernah diajukan untuk memperoleh Gelar Kesarjanaan di
Perguruan Tinggi
manapun, dan sepanjang pengetahuan saya dalam Tesis ini tidak
terdapat karya
atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain
kecuali yang
dirujuk dalam Tesis ini secara tertulis disebutkan dalam Daftar
Pustaka.
Jakarta, 02 Januari 2019
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
Menerima Tesis Yang Ditulis Oleh
MONIKA BUDIMAN
Dengan Judul:
BASED AUDIT, KOMITE AUDIT DAN WHISTLEBLOWING SYSTEM
TERHADAP PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD) SERTA
IMPLIKASINYA PADA LAPORAN KEUANGAN”
(Studi Empiris Pada Perusahaan Kimia dan Farmasi Yang Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia Tahun 2018)
(Magister Akuntansi M.Ak.)
Dr. Sudjono, M.Acc
Stamp
Stamp
iv
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
TANDA LULUS UJIAN TESIS
Tanggal, 25 Februari 2019
Menerima Tesis Yang Ditulis Oleh
MONIKA BUDIMAN
Dengan Judul:
BASED AUDIT, KOMITE AUDIT DAN WHISTLEBLOWING SYSTEM
TERHADAP PENCEGAHAN KECURANGAN (FRAUD) SERTA
IMPLIKASINYA PADA LAPORAN KEUANGAN”
(Studi Empiris Pada Perusahaan Kimia dan Farmasi Yang Terdaftar di
Bursa Efek
Indonesia Tahun 2018)
(Magister Akuntansi M.Ak.)
internal, audit internal, risk based audit, komite audit dan
whistleblowing system
terhadap pencegahan kecurangan (fraud) serta implikasinya pada
kualitas laporan
keuangan. Responden dalam penelitian ini adalah komite audit,
auditor internal,
manajer, supervisor dan staf bidang akuntansi yang bekerja di
perusahaan kimia
dan farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Populasi dalam penelitian ini adalah 12 perusahaan di sub sektor
kimia
dan 10 perusahaan di sub sektor farmasi yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia
tahun 2018. Sumber data yang digunakan adalah data primer dengan
metode
pengumpulan data menggunakan kuesioner. Sampel yang diambil terdiri
dari 7
perusahaan di sub sektor kimia dan 5 perusahaan di sub sektor
farmasi dengan
jumlah 180 responden sesuai dengan jumlah sampel yang memenuhi
kriteria
purposive sampling, diterima kembali dan dapat diolah sebanyak 154
kuesioner
(85,6%). Teknik analisis yang digunakan ialah Structural Equation
Modeling
(SEM) dan diolah dengan alat bantu software Lisrel 8.8. Data yang
dihasilkan
normal dan memenuhi uji kecocokan model (goodness of fit).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial
pengendalian
internal, audit internal, risk based audit dan komite audit
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap pencegahan kecurangan (fraud), sedangkan
whistleblowing
system secara parsial berpengaruh negatif dan tidak signifikan
terhadap
pencegahan kecurangan (fraud). Namun secara simultan, pengaruh
langsung
pengendalian internal, audit internal, risk based audit, komite
audit dan
whistleblowing system terhadap pencegahan kecurangan (fraud)
memiliki
pengaruh positif dan signifikan. Kemudian hasil penelitian ini juga
menunjukkan
secara parsial pengendalian internal, audit internal,
whistleblowing system dan
pencegahan kecurangan (fraud) berpengaruh positif dan signifikan
terhadap
kualitas laporan keuangan sedangkan risk based audit berpengaruh
positif namun
tidak signifikan dan komite audit berpengaruh negatif dan tidak
signifikan
terhadap kualitas laporan keuangan. Namun secara simultan, pengaruh
tidak
langsung pengendalian internal, audit internal, risk based audit,
komite audit,
whistleblowing system terhadap kualitas laporan keuangan melalui
pencegahan
kecurangan (fraud) memiliki pengaruh positif dan signifikan.
Kata Kunci: pengendalian internal, audit internal, risk based
audit, komite
audit, whistleblowing system, pencegahan kecurangan (fraud),
kualitas laporan keuangan.
vi
ABSTRACT
The study aims to determine the influence of internal control,
internal
audit, risk based audit, audit committee and whistleblowing system
on the
prevention of fraud and its implications to the quality of
financial reports.
Respondents in this study were the audit committee, internal
auditors, managers,
supervisors and accounting staff working in chemical and
pharmaceutical
companies listed on the Indonesia Stock Exchange.
The population in this study was 12 companies in the chemical
sub-
sector and 10 companies in the pharmaceutical sub-sector listed on
the Indonesia
Stock Exchange in 2018. The sources of data were primary data and
the method
of collecting data using a questionnaire. The sample consisted of 7
companies in
the chemical sub-sector and 5 companies in the pharmaceutical
sub-sector with a
total of 180 respondents according to the number of samples that
met the criteria
of purposive sampling. The received back questionnaires and
processed was 154
(85.6%). The analysis technique used was Structural Equation
Modeling (SEM)
and processed with software tools Lisrel 8.8. Data generated is
normal and
satisfies the model of goodness of fit.
The results of this study indicate that partially internal control,
internal
audit, risk based audit and audit committee have a positive and
significant effect
on fraud prevention, while the whistleblowing system partially has
a negative and
insignificant effect on fraud prevention. But simultaneously, the
direct influence of
internal control, internal audit, risk based audit, audit committee
and
whistleblowing system on fraud prevention has a positive and
significant effect.
Then the results of this study also show partially internal
control, internal audit,
whistleblowing system and fraud prevention have a positive and
significant effect
on the quality of financial reports while risk based auditing has a
positive but not
significant effect and the audit committee has a negative and
insignificant effect
on the quality of financial reports. But simultaneously, the
indirect influence of
internal control, internal audit, risk based audit, audit
committee, whistleblowing
system on the quality of financial reports through prevention of
fraud has a
positive and significant effect.
Keywords: internal control, internal audit, risk based audit, audit
committee,
whistleblowing system, fraud prevention, quality of financial
reports.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan
penyusunan tesis dengan judul Pengaruh Pengendalian Internal,
Audit
Internal, Risk Based Audit, Komite Audit dan Whistleblowing
System
terhadap Pencegahan Kecurangan (Fraud) serta Implikasinya pada
Kualitas
Laporan Keuangan. Penyusunan tesis ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk
mencapai gelar Magister Akuntansi pada program Strata-2 Jurusan
Akuntansi
Keuangan, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Y.A.I Jakarta.
Dalam penyelesaian proposal tesis ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan
ucapan
terima kasih setulusnya kepada:
1. H. Julius Syukur sebagai Ketua Yayasan Administrasi Indonesia
(YAI).
2. Dr. Reschiwati SE.,MM.,Ak.,CA. selaku Ketua Sekolah Tinggi
Ilmu
Ekonomi Y.A.I
3. Hendri, SE., MBA, Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister
Akuntansi
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Y.A.I yang telah memberi motivasi
dan
bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya dengan
baik.
4. Dr. Sudjono M.Acc selaku Dosen Pembimbing 1 yang bersedia
meluangkan
waktu untuk memberikan arahan sehingga penulisan tesis ini
dapat
diselesaikan dengan baik.
5. Dr. Choirul Anwar, MBA., MAFIS., CPA selaku Dosen Pembimbing 2
yang
telah memberikan banyak bantuan, motivasi bimbingan dan ilmu
tambahan
dalam menyelesaikan penulisan tesis.
6. Dr. J. Sumarno, MM, Ak yang telah memberi arahan dan dukungan
dalam
menyelesaikan penulisan tesis.
7. Drs. Soeprijadi, M.Ak yang telah memberikan arahan dalam
mengolah data
penelitian.
viii
8. Segenap Dosen Program Studi Magister Akuntansi STIE Y.A.I atas
segala
ilmu yang telah diajarkan dan para Staf Administrasi atas
bantuannya dalam
melancarkan kegiatan penulis selama masa perkuliahan.
9. Orang tua dan sahabat-sahabat atas segala perhatian, semangat
dan doa yang
telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis ini
serta teman-teman tercinta kelas magister akuntansi STIE Y.A.I,
semua pihak
yang telah membantu penulis dalam penyusunan tesis ini yang tidak
dapat
penulis sebutkan satu persatu.
Dengan keterbatasan pengalaman, ilmu maupun pustaka yang
ditinjau,
penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan
kelemahan. Oleh
sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar tesis
ini lebih
sempurna serta sebagai masukan bagi penulis untuk penelitian dan
penulisan
karya ilmiah di masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap tesis ini memberikan manfaat bagi
pembaca
terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Jakarta, 02 Januari 2019
ABSTRAK
........................................................................................................
v
ABSTRACT
.......................................................................................................
vi
B. Identifikasi Masalah
...................................................................
9
C. Pembatasan Masalah
..................................................................
11
D. Rumusan Masalah
......................................................................
11
E. Tujuan Penelitian
.......................................................................
13
F. Manfaat Penelitian
.....................................................................
14
A. Deskripsi Teori
...........................................................................
16
b. Teori Kegunaan Informasi (Decision-Usefulness
Theory)
...........................................................................
18
a. Pengendalian Internal
..................................................... 20
b. Audit Internal
.................................................................
27
d. Komite Audit
..................................................................
41
e. Whistleblowing system
................................................... 46
B. Penelitian Terdahulu
..................................................................
70
1. Hubungan Pengendalian Internal dengan Pencegahan
Kecurangan (fraud)
..............................................................
75
(fraud)
..................................................................................
76
Kecurangan (fraud)
..............................................................
77
(fraud)
..................................................................................
78
Kecurangan (fraud)
..............................................................
79
dengan Pencegahan Kecurangan (fraud) .............................
80
7. Hubungan Pengendalian Internal dengan Kualitas Laporan
Keuangan
.............................................................................
81
Keuangan
.............................................................................
82
Keuangan
.............................................................................
83
Keuangan
.............................................................................
84
Laporan Keuangan
...............................................................
85
Kualitas Laporan Keuangan
................................................. 85
dengan Kualitas Laporan Keuangan Melalui Pencegahan
Kecurangan (fraud)
..............................................................
86
1. Populasi
.................................................................................
91
2. Sampel
...................................................................................
91
C. Operasionalisasi Variabel
Penelitian.......................................... 94
a. Variabel Eksogen
(X)........................................................
95
3. Pengukuran Variabel
.............................................................
101
1. Jenis Data
...............................................................................
106
2. Sumber Data
..........................................................................
106
xii
a. Uji Validitas
.....................................................................
112
b. Uji Reliabilitas
.................................................................
114
4. Analisis Jalur (Path Analysis)
................................................ 117
5. Analisis SEM
.........................................................................
122
c. Langkah-langkah SEM
.................................................... 132
6. Uji Hipotesis
..........................................................................
143
c. Koefisien Determinasi
.................................................... 145
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Sampel Penelitian
...................................................... 150
B. Tingkat Pengembalian Kuesioner
.............................................. 151
C. Karakteristik Profil Responden
.................................................. 152
D. Analisis Data dan Hasil Penelitian
............................................. 154
1. Statistik Deskriptif
.................................................................
154
a. Uji Validitas
......................................................................
157
b. Uji Reliabilitas
..................................................................
161
4. Analisis SEM
.........................................................................
165
3) CFA Variabel Risk Based Audit (X3) ...........................
178
xiii
6) CFA Variabel Pencegahan Kecurangan (Fraud) (Y) ... 195
7) CFA Variabel Kualitas laporan Keuangan (Z) .............
201
b. Analisis SEM Full Model
................................................. 207
c. Pengujian Model Struktural
.............................................. 216
5. Uji Hipotesis
..........................................................................
220
c. Koefisien Determinasi
...................................................... 226
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
................................................................................
245
B. Keterbatasan
...............................................................................
251
C. Rekomendasi
..............................................................................
252
DAFTAR PUSTAKA
.......................................................................................
254
Tabel 3.1 Kriteria Purposive Sampling Perusahaan
.................................. 93
Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen
....................................................................
101
Tabel 3.3 Skala Likert 5 Point
..................................................................
108
Tabel 3.4 Loading Factor yang signifikan berdasarkan ukuran sampel
... 127
Tabel 3.5 Kriteria Kecocokan Keseluruhan Model
................................... 141
Tabel 4.1 Distribusi Kuesioner
.................................................................
150
Tabel 4.2 Rincian Jumlah Sampel dan Tingkat Pengembalian
................. 151
Tabel 4.3 Profil Responden
.......................................................................
152
Tabel 4.4 Statistik Deskriptif
....................................................................
154
Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Pengendalian Internal
................................. 157
Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Audit Internal
............................................. 158
Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas Risk Based Audit
........................................ 158
Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas Komite Audit
.............................................. 159
Tabel 4.9 Hasil Uji Whistleblowing System
.............................................. 159
Tabel 4.10 Hasil Uji Pencegahan Kecurangan (Fraud)
.............................. 160
Tabel 4.11 Hasil Uji Kualitas Laporan Keuangan
...................................... 161
Tabel 4.12 Hasil Uji Reliabilitas
.................................................................
162
Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas Data Univariate Normality
..................... 163
Tabel 4.14 Uji Reliabilitas Pengendalian Internal-Indikator ke
Dimensi ... 171
Tabel 4.15 Uji Reliabilitas Pengendalian Internal-Dimensi ke
Variabel .... 172
Tabel 4.16 Uji Reliabilitas Audit Internal-Indikator ke
Dimensi................ 177
Tabel 4.17 Uji Reliabilitas Audit Internal-Dimensi ke Variabel
................ 178
Tabel 4.18 Uji Reliabilitas Risk Based Audit-Indikator ke Dimensi
.......... 183
Tabel 4.19 Uji Reliabilitas Risk Based Audit -Dimensi ke Variabel
.......... 184
Tabel 4.20 Uji Reliabilitas Komite Audit-Indikator ke Dimensi
................ 189
Tabel 4.21 Uji Reliabilitas Komite Audit-Dimensi ke Variabel
................. 189
xv
Tabel 4.23 Uji Reliabilitas Whistleblowing System -Dimensi ke
Variabel . 195
Tabel 4.24 Uji Reliabilitas Pencegahan Kecurangan (Fraud)-Indikator
ke
Dimensi
.....................................................................................
200
Variabel
.....................................................................................
201
Dimensi
.....................................................................................
206
Variabel
.....................................................................................
206
Tabel 4.28 Uji Reliabilitas Full Model - Dimensi Ke Variabel
.................. 215
Tabel 4.29 Goodness of Fit Indices Full Model
.......................................... 217
Tabel 4.30 Hasil Uji-t
..................................................................................
221
Tabel 4.31 Hasil Uji-F
.................................................................................
225
xvi
Gambar 3.1 Diagram Alur Hubungan Kausal
............................................... 133
Gambar 3.2 Diagram Jalur Struktural
...........................................................
134
Gambar 3.3 Diagram Jalur Full Model
......................................................... 136
Gambar 3.4 Variabel Mediator
Penuh/Full...................................................
146
Gambar 3.6 Analisis Pemeriksaan Variabel Mediator
.................................. 148
Gambar 4.1 CFA Variabel Pengendalian Internal– Standardized
Solution .. 166
Gambar 4.2 CFA Variabel Pengendalian Internal– T-Values
....................... 166
Gambar 4.3 CFA Variabel Audit Internal– Standardized Solution
.............. 173
Gambar 4.4 CFA Variabel Audit Internal– T-Values
................................... 173
Gambar 4.5 CFA Variabel Risk Based Audit– Standardized Solution
......... 179
Gambar 4.6 CFA Variabel Risk Based Audit– T-Values
.............................. 179
Gambar 4.7 CFA Variabel Komite Audit– Standardized Solution
............... 185
Gambar 4.8 CFA Variabel Komite Audit– T-Values
.................................... 185
Gambar 4.9 CFA Variabel Whistleblowing System– Standardized
Solution 190
Gambar 4.10 CFA Variabel Whistleblowing System – T-Values
.................... 190
Gambar 4.11 CFA Variabel Pencegahan Kecurangan
(Fraud)–Standardized
Solution
.....................................................................................
195
Gambar 4.13 CFA Variabel Kualitas Laporan Keuangan–
Standardized
Solution
.....................................................................................
201
Standardized Solution
...............................................................
207
Gambar 4.16 Diagram Lintasan Basic (Hybrid) Full Model dalam
T-Values 208
Gambar 4.17 Diagram Lintasan Struktural Full Model dalam
Standardized
Solution
.....................................................................................
218
Gambar 4.18 Diagram Lintasan Struktural Full Model dalam T-Values
........ 218
Gambar 4.19 Diagram Jalur Pengaruh Langsung PI ke KLK dan
Pengaruh
Tidak Langsung dengan Mediasi PKF
...................................... 227
Gambar 4.20 Diagram Jalur Pengaruh Langsung AI ke KLK dan
Pengaruh
Tidak Langsung dengan Mediasi PKF
...................................... 228
Gambar 4.21 Diagram Jalur Pengaruh Langsung RBA ke KLK dan
Pengaruh
Tidak Langsung dengan Mediasi PKF
...................................... 229
Gambar 4.22 Diagram Jalur Pengaruh Langsung KA ke KLK dan
Pengaruh
Tidak Langsung dengan Mediasi PKF
...................................... 230
Gambar 4.23 Diagram Jalur Pengaruh Langsung WS ke KLK dan
Pengaruh
Tidak Langsung dengan Mediasi PKF
...................................... 231
xviii
Lampiran 4 Rekapitulasi Data Variabel Risk Based Audit
......................... 280
Lampiran 5 Rekapitulasi Data Variabel Komite Audit
.............................. 284
Lampiran 6 Rekapitulasi Data Variabel Whistleblowing System
............... 288
Lampiran 7 Rekapitulasi Data Variabel Pencegahan Kecurangan (Fraud)
292
Lampiran 8 Rekapitulasi Data Variabel Kualitas Laporan Keuangan
........ 296
Lampiran 9 Rekapitulasi Data Responden
................................................. 300
Lampiran 10 Output SPSS 23.0
....................................................................
304
Lampiran 11 Output Lisrel 8.8
.....................................................................
308
Lampiran 12 Tabel r (Pearson Product Moment)
........................................ 373
Lampiran 13 Tabel t
......................................................................................
374
Lampiran 14 Tabel F
....................................................................................
375
Lampiran 15 Surat Penunjukan Pembimbing Tesis
..................................... 376
Lampiran 16 Kartu Bimbingan Tesis I
........................................................ 377
Lampiran 17 Kartu Bimbingan Tesis II
....................................................... 378
Lampiran 18 Surat Permohonan Izin Penelitian I
....................................... 379
Lampiran 19 Surat Permohonan Izin Penelitian II
...................................... 380
Lampiran 20 Daftar Riwayat Hidup
.............................................................
381
1
mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas perusahaan
yang
berguna dalam pengambilan keputusan (IAI 2012). Kualitas suatu
laporan
keuangan sebuah perusahaan dinilai dari seberapa besar informasi
yang
disajikan tersebut dapat bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan
dan
sistematika penyusunan laporan keuangan berdasarkan kerangka
konseptual
serta prinsip-prinsip dasar akuntansi. Kualitas laporan
keuangan
dikategorikan memenuhi standar apabila informasi yang
disajikan
didalamnya sesuai dengan kebutuhan pemakainya dalam
pengambilan
keputusan, dapat dipahami, bebas dari kesalahan material dan
pengertian
yang menyesatkan, serta dapat dibandingkan dengan
periode-periode
sebelumnya (Kartadinata, 2016).
semakin yang dihasilkan semakin baik. Mengingat peran manajemen
dalam
hal pengambilan keputusan berdasarkan laporan keuangan perusahaan
adalah
hal yang sangat penting, maka kondisi ini dapat membantu
pengambilan
keputusan oleh manajemen perusahaan menjadi lebih efsien karena
semakin
kecil asimetri informasi yang terjadi. Namun sekarang tidak sedikit
pula
2
keuntungan dan merugikan pihak lain sehingga tidak lagi
mencerminkan
hasil yang sebenarnya. Fenomena ini adalah bentuk kejahatan ekonomi
yang
menyebabkan menurunnya kualitas laporan keuangan itu sendiri.
Dapat dilihat bahwa perkembangan akuntansi di era globalisasi
membawa manfaat yang banyak bagi masyarakat baik secara
material
maupun non-material. Banyaknya perusahaan dalam industri manufaktur
di
berbagai sektor telah memberikan kontribusi yang besar bagi negara.
Data
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa sektor industri
tetap
memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB)
nasional dengan pencapaian 20,16% pada tahun 2017. Industri
pengolahan
nonmigas tumbuh sebesar 5,14% pada kuartal IV tahun 2017, lebih
tingi
dibanding periode yang sama tahun 2016 yang mencapai sekitar 3,91%.
Hal
ini membuktikan bahwa industri masih menjadi kontributor terbesar
PDB
nasional (Kontan.co.id 07/02/18).
mungkin dengan pengorbanan seminimal mungkin. Pada akhirnya
persaingan
seperti ini telah mengakibatkan persaingan bisnis ke arah yang
tidak sehat
atau curang. Tidak menutup kemungkinan bahwa kondisi ini
menyebabkan
terjadinya penyimpangan serta pelanggaran yang menimbulkan
konsekuensi
besar dan dapat merugikan banyak pihak. Pelanggaran yang paling
sering
3
yang sulit di deteksi oleh internal control perusahaan. (Sastiana,
2016).
Skandal kecurangan dalam pelaporan keuangan yang paling
terkenal
yaitu Enron, Worldcom dan Xerox. Enron mencatat keuntungan 600
juta
Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Skandal ini juga
turut
melibatkan KAP Arthur Andersen yang menjadi auditor eksternal
Enron.
Kasus ini menyebabkan turunnya kepercayaan investor terhadap
keandalan
dari laporan keuangan dan mengakibatkan 4.000 pegawai Enron
kehilangan
pekerjaan mereka saat itu. Adapun di Indonesia, skandal kecurangan
terbesar
yang dilakukan oleh PT Kimia Farma Tbk, juga melakukan manipulasi
laba
bersih dalam laporan keuangannya tahun 2001. Dalam laporan
keuangan
tersebut ditemukan adanya salah saji (overstatement) pada laporan
laba rugi
sebesar Rp 32,7 milyar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7%
dari
laba bersih.
Tindak kecurangan (fraud) adalah suatu bentuk salah saji yang
bersifat
material yang mengabaikan prinsip-prinsip kebenaran,
mengambil
keuntungan sendiri dengan menipu pihak lain sehingga pihak lain
tersebut
dirugikan (Holmes et al dalam Nurharyanto 2011:110). Kecurangan
tidak
dapat dianggap remeh karena dapat menimbulkan masalah serius
seperti
upaya menyembunyikan, memalsukan, memanipulasi dan menyesatkan
untuk
mengambil keuntungan tidak sah (Abdullahi dan Mansor, 2015).
Dengan
pandangan yang sama, Wells (2007) dalam Sastiana (2016)
menyebutkan
bahwa kecurangan akuntansi (fraud) mengacu kepada kesalahan
akuntansi
4
pengguna laporan keuangan.
Suginam (2017) dalam penelitiannya menyatakan bahwa
pengendalian
internal memiliki peran yang sangat besar di dalam organisasi
untuk
mengontrol dan menilai aktivitas perusahaan melalui
lingkungan
pengendalian yang mencakup integritas dan etika, filosofi dan
gaya
manajemen. Pengendalian internal juga terdiri dari penilaian
risiko, aktivitas
pengendalian, informasi dan komunikasi serta aktivitas
pemantauan.
Pengendalian internal dirancang dan diterapkan untuk menangani
risiko
kecurangan dalam perusahaan yang diidentifikasi dapat
mengancam
pencapaian tujuan entitas dalam hal pelaporan keuangan yang
andal
(Tuanakotta, 2013). Untuk itu pengertian pengendalian ialah
untuk
memberikan solusi untuk mencegah kemungkinan terjadinya risiko
sehingga
dapat dideteksi secara dini. Pramudityo (2017) dalam
penelitiannya
menyebutkan bahwa pengendalian internal memiliki pengaruh
positif
terhadap kualitas laporan keuangan, namun sebaliknya Widyaningtias
(2014)
menyatakan bahwa pengendalian internal berpengaruh negatif dan
tidak
signifikan terhadap kualitas laporan keuangan.
Untuk mendukung pengendalian internal perlu dibentuk suatu
departemen pemeriksaan dan pengawasan yaitu audit internal. Seperti
yang
diketahui bahwa audit internal memiliki independensi yang bebas
terhadap
semua aktivitas audit, jujur dan objektif serta memiliki keahlian
profesional
5
juga memiliki lingkup kerja pemeriksaan dan pelaksanaan pekerjaan
yang
meliputi perencanaan, pengidentifikasian serta evaluasi informasi.
Audit
internal menelaah apakah kontrol internal dalam suatu manajemen
berjalan
dengan baik dan efisien, mampu menunjukkan keakuratan dan ketepatan
dari
sebuah laporan keuangan dan dapat menjelaskan posisi keuangan.
Hasil
pemeriksaan audit internal diharapkan dapat memberikan informasi
yang
tepat dan objektif untuk membantu pengambilan keputusan serta
dapat
meminimalkan kerugian dalam perusahaan.
Tidak hanya berdampak pada upaya pencegahan fraud, audit internal
juga
berdampak positif pada pelaporan keuangan. Hal ini seperti yang
dinyatakan
oleh Pramudityo (2017) dalam penelitiannya yang menemukan
adanya
pengaruh peran audit internal terhadap kualitas laporan keuangan.
Namun
hasil penelitian berbeda dipaparkan oleh Widyaningtias (2014) yaitu
audit
internal tidak berpengaruh terhadap kualitas laporan
keuangan.
Sejalan dengan perkembangan bisnis sekarang ini telah mampu
membawa perubahan paradigma penerapan audit dari pendekatan
pengendalian ke pendekatan audit berbasis risiko (Risk based
Audit). Risk
based Audit (RBA) adalah metode audit internal untuk memberi
keyakinan
bahwa risiko pada sebuah organisasi dikelola sesuai dengan batasan
risiko
(Risk Appetite) yang ditetapkan . Rangkaian kerja dari Risk based
Audit
6
monitoring. Dalam konsep audit berbasis risiko, risiko yang semakin
besar
memerlukan perhatian lebih, hal ini dapat menekan penyimpangan
apabila
perusahaan menerapkan pendekatan audit berdasarkan risiko dengan
baik.
Dengan demikian dapat diyakini bahwa aktivitas manajemen
risiko
perusahaan telah berjalan secara efektif dan efisien (Kumalasari,
2016).
Berdasarkan penelitian Rozali dan Mohammad (2015), diperoleh hasil
bahwa
semakin meningkatnya pelaksanaan risk based audit maka akan
menaikkan
tingkat pencegahan fraud.
Seperti yang kita ketahui bahwa di dalam sebuah entitas, ada
komite
audit yang dibentuk Dewan komisaris yang bertugas membantu
menjalankan
fungsi pengendalian dan pengawasan. Komite Audit bertanggung
jawab
memberikan pendapat profesional atas informasi perusahaan serta
kegiatan
eksternal dan internal perusahaan. Berbagai bentuk kecurangan
membuat
masyarakat mempertanyakan keberadaan komite audit sebagai
puncak
pengendali internal perusahaan. Komite audit merupakan salah satu
unsur
kelembagaan dalam tata kelola perusahaan (Good Corporate
Governance)
yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas pengendalian internal,
serta
mampu mengoptimalkan mekanisme checks and balances, dengan
tujuan
memberikan perlindungan maksimal kepada shareholder maupun
stakeholder
(IKAI, 2010). Gusnardi (2011) dalam penelitiannya mengatakan
bahwa
komite audit dapat mencegah terjadinya kecurangan (fraud). Selain
itu,
komite audit juga berpengaruh terhadap kualitas laporan keuangan.
Hal ini
7
komite audit tidak berpengaruh terhadap kualitas laporan
keuangan.
Faktor pencegahan fraud selanjutnya yaitu whistleblowing
system.
Organisasi menyadari pentingnya keberadaan whistleblowing
dalam
mengungkapkan kecurangan atau pelanggaran setelah melihat banyak
bukti di
awal dekade abad kedua puluh satu (Dyck et al., 2010) dalam
Wulandari
(2017). Seperti contoh keruntuhan Enron dan Arthur Andersen
merupakan
suatu fenomena yang terkuak berkat adanya perilaku whistleblowing.
Dengan
adanya whistleblowing system, maka tersedia mekanisme untuk
menyampaikan informasi penting/kritis serta tindak pendeteksian
dini.
Whistleblowing system juga dapat memberi masukan kepada entitas
atau
organisasi untuk fokus ke area kritikal dan kelemahan pengendalian
internal
kemudian merancang tindakan perbaikan. Perlunya pemahaman atas
faktor-
faktor yang melandasi niat untuk melaporkan kecurangan
(whistleblowing)
mengingat pentingnya peran whistleblowing dalam mengungkapkan
kecurangan dan berbagai pelanggaran. Dalam penelitian Suastawan,
Sudjana
dan Sulindawati (2017) dikatakan bahwa whistleblowing
berpengaruh
terhadap pencegahan kecurangan (fraud) namun berbeda dengan
penelitian
Cahyo dan Sulhani (2017) yang mengatakan bahwa whistleblowing
tidak
memiliki pengaruh terhadap pencegahan kecurangan (fraud).
Dengan memperhatikan kasus-kasus yang terjadi diatas, dan
mempertimbangkan beberapa faktor yang mempengaruhi pencegahan
8
tindakan kecurangan atau fraud dengan berbagai hasil yang
berbeda-beda dari
penelitian sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk menguji
kembali
pengaruh pengendalian internal, audit internal dan komite audit
terhadap
pencegahan fraud. Tentunya penelitian ini telah banyak dilakukan
oleh
peneliti sebelumnya dengan batasan dan kombinasi variabel yang
berbeda
pula. Oleh karena itu penelitian ini dimodifikasi dengan
menambahkan
variabel lain seperti risk based audit yang berhubungan erat dengan
auditor
internal. Mengingat belum semua auditor internal di perusahaan
yang
menggunakan risk based audit, maka peneliti menambahkan risk based
audit
sebagai variabel lain yang berbeda dengan audit internal dan
diyakini dapat
memberikan pengaruh terhadap pencegahan fraud serta berimplikasi
pada
kualitas laporan keuangan. Tidak hanya itu, peneliti juga
menambahkan
whistleblowing system sebagai variabel bebas yang diyakini
memiliki
pengaruh terhadap pencegahan kecurangan. Dan yang membedakan
dari
penelitian-penelitian sebelumnya yakni variabel yang diujikan ini
tidak hanya
sampai pada pencegahan kecurangan (fraud) tetapi juga berimplikasi
pada
kualitas laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan.
Berdasarkan uraian diatas, maka judul penelitian ini adalah
“Pengaruh
Pengendalian Internal, Audit Internal, Risk based Audit, Komite
Audit
dan Whistleblowing system Terhadap Pencegahan Kecurangan
(fraud)
Serta Implikasinya Pada Kualitas Laporan Keuangan (Studi
Empiris
Pada Perusahaan Kimia dan Farmasi yang Terdaftar di Bursa
Efek
Indonesia Tahun 2018).”
1. Banyak laporan keuangan yang dimanipulasi sehingga tidak
lagi
mencerminkan hasil yang sebenarnya.
menyebabkan menurunnya kualitas laporan keuangan.
3. Semakin ketatnya persaingan usaha di sektor industri pada
akhirnya
mengakibatkan persaingan bisnis ke arah yang tidak sehat atau
curang.
4. Persaingan yang tidak sehat/curang yaitu dengan mencari
keuntungan
yang semaksimal mungkin dengan pengorbanan seminimal mungkin.
5. Banyaknya penyimpangan serta pelanggaran yang menimbulkan
konsekuensi besar dan dapat merugikan banyak pihak.
6. Fraud begitu kompleks, yakni seperti korupsi, penyalahgunaan
aset dan
manipulasi laporan keuangan yang sulit di deteksi.
7. Skandal kecurangan pelaporan keuangan mengakibatkan
turunnya
kepercayaan investor terhadap keandalan laporan keuangan.
8. Fraud menimbulkan masalah serius karena telah merugikan pihak
lain
dengan mengambil keuntungan tidak sah.
9. Maraknya praktik kecurangan dalam pelaporan keuangan telah
menurunkan kualitas laporan keuangan perusahaan.
10. Berbagai pelanggaran dan kecurangan dalam pelaporan
keuangan
disebabkan lemahnya pengawasan dan pengendalian internal.
10
atau kemungkinan terjadinya risiko.
pendekatan pengendalian ke pendekatan audit berbasis risiko.
13. Dunia mempertanyakan keberadaan peran komite audit sebagai
puncak
pengendali internal perusahaan.
menjadi whistleblower.
15. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya penipuan dan
kecurangan di
dalam penyusunan laporan keuangan.
16. Kasus penipuan yang terjadi sebagian besar ialah di
perusahaan-
perusahaan besar yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
17. Penipuan terjadi pada berbagai perusahaan dengan frekuensi
yang
terbilang sering.
18. Masih banyak penelitian yang bias mengenai pengaruh sebab
akibat antara
faktor-faktor pencegahan kecurangan dengan tindak pencegahan
kecurangan itu sendiri.
permasalahan ini, maka peneliti membatasi pembahasan sebagai
berikut:
1. Penelitian variabel independen dilakukan terhadap 5 variabel,
yaitu
pengendalian internal, audit internal, risk based audit, komite
audit dan
whistleblowing system terhadap pencegahan kecurangan (fraud)
serta
implikasinya pada kualitas laporan keuangan.
2. Perusahaan yang diambil sebagai sampel adalah perusahaan kimia
dan
farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun
2018.
3. Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini
adalah
penelitian kausal asosiatif yaitu untuk mengetahui pengaruh sebab
akibat
antara variabel bebas (independent variable) dengan variabel
terikat
(dependent variable) baik secara langsung maupun melalui
variabel
intervening (intervening variable).
D. Rumusan Masalah
dirumuskan sebagai berikut:
kecurangan (fraud)?
(fraud)?
12
(fraud)?
(fraud)?
kecurangan (fraud)?
6. Apakah pengendalian internal, audit internal, risk based audit,
komite
audit dan whistleblowing system memiliki pengaruh secara
bersama-sama
terhadap pencegahan kecurangan (fraud)?
keuangan?
9. Apakah risk based audit berpengaruh terhadap kualitas laporan
keuangan?
10. Apakah komite audit berpengaruh terhadap kualitas laporan
keuangan?
11. Apakah whistleblowing system berpengaruh terhadap kualitas
laporan
keuangan?
laporan keuangan?
13. Apakah pengendalian internal, audit internal, risk based audit,
komite
audit dan whistleblowing system memiliki pengaruh secara
bersama-sama
terhadap kualitas laporan keuangan melalui pencegahan
kecurangan
(fraud)?
13
adalah:
terhadap pencegahan kecurangan (fraud).
pencegahan kecurangan (fraud).
3. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh risk based audit
terhadap
pencegahan kecurangan (fraud).
pencegahan kecurangan (fraud).
terhadap pencegahan kecurangan (fraud).
internal, risk based audit, komite audit dan whistleblowing system
secara
bersama-sama terhadap pencegahan kecurangan (fraud).
7. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh pengendalian
internal
terhadap kualitas laporan keuangan.
kualitas laporan keuangan.
9. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh risk based audit
terhadap
kualitas laporan keuangan.
kualitas laporan keuangan.
terhadap kualitas laporan keuangan.
(fraud) terhadap kualitas laporan keuangan.
13. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh pengendalian
internal, audit
internal, risk based audit, komite audit dan whistleblowing system
secara
bersama-sama terhadap kualitas laporan keuangan melalui
pencegahan
kecurangan (fraud).
Manfaat dari penelitian ini dapat ditinjau dari dua aspek,
yaitu:
1. Manfaat Teoritis (Keilmuan)
terutama yang berhubungan dengan disiplin ilmu ekonomi,
khususnya
ilmu akuntansi dan pengauditan serta studi aplikasi dengan
pengaruh
pengendalian internal, audit internal, risk based audit, komite
audit dan
whistleblowing system serta implikasinya pada kualitas laporan
keuangan
dengan teori-teori serta literatur-literatur lainnya dalam
keadaan
sesungguhnya yang ada di perusahaan.
15
bagi manajemen tentang pentingnya penerapan pengendalian
internal,
peran audit internal, risk based audit, komite audit serta
whistleblowing
system dalam mencegah kecurangan (fraud) serta implikasinya
terhadap
kualitas laporan keuangan untuk dijadikan bahan masukan dalam
pengambilan keputusan, penyusunan perencanaan dan kebijakan,
serta
pengendalian yang lebih efektif.
b. Bagi akademisi: hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk
mengembangkan penelitian dalam bidang akuntansi dan auditing,
khususnya meningkatkan pemahaman mengenai pengendalian
internal,
audit internal, risk based audit, komite audit, whistleblowing
system,
pencegahan kecurangan (fraud) dan kualitas laporan keuangan,
serta
sebagai pendukung penelitian-penelitian selanjutnya.
c. Bagi pembaca: hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
referensi
sumbangan pemikiran, khususnya dalam bidang akuntansi dan
auditing
serta membantu meningkatkan kepercayaan pembaca kepada
keandalan
dan kualitas laporan keuangan yang dihasilkan suatu
perusahaan.
16
A. Deskripsi Teori
Prinsip utama teori keagenan ialah hubungan kerja antara dua
pihak
yaitu pihak yang memberikan wewenang yang disebut prinsipal
dengan
pihak yang menerima wewenang yang disebut agensi dalam suatu
bentuk
kerja sama yang dikenal dengan sebutan “nexus of contract”.
Teori
keagenan dapat diartikan adanya suatu hubungan diantara dua pihak
yaitu
principal dan agent yang diperintah untuk suatu pekerjaan atau
jasa
dalam suatu kontrak yang mengatasnamakan prinsipal dan
memberikan
kebebasan penuh untuk agen dalam menentukan kebijakan yang
bermanfaat bagi prinsipal. Prinsipal adalah pihak yang
memberikan
kontrak kepada agen untuk bekerja sesuai dengan kepentingannya
(Jensen
dan Meckling, 1976 dalam Mulinda, 2017).
Umumnya prinsipal memiliki tujuan yang berbeda dengan agen.
Prinsipal menginginkan pengembalian (return) yang tinggi atas
investasinya, sedangkan agen menginginkan kompensasi yang besar
atas
hasil kerjanya. Adanya keinginan kompensasi yang tinggi dapat
menyebabkan agen melakukan moral hazard. Perbedaan tujuan
inilah
yang menyebabkan terjadinya conflict of interest di antara pihak
agen dan
17
prinsipal sehingga mendorong terjadinya asimetri informasi di
antara
kedua belah pihak. Tidak hanya itu, para agen memiliki informasi
lebih
banyak tentang operasional dan kinerja perusahaan dibandingkan
para
prinsipal. Hal ini yang menimbulkan kesempatan (opportunity)
agen
untuk melakukan manipulasi.
diri sendiri, memiliki daya pikir terbatas tentang masa mendatang
dan
selalu menghindari risiko. Ketiga sifat manusia tersebut
menyebabkan
informasi yang dihasilkan tidak dapat dijamin reliabilitasnya
dan
penyampaian informasi biasanya diterima tidak sesuai dengan
kondisi
yang sebenarnya atau disebut sebagai informasi asimetris
(Eisenhardt,
1989 dalam Suginam, 2017). Berdasarkan asumsi sifat dasar
manusia,
manusia juga dikenal dengan sifat oportunistik misalnya manajer
akan
lebih mendahulukan kepentingan pribadinya dibandingkan dengan
kepentingan pemilik. Agen sendiri akan berusaha mencari
keuntungannya
seperti insentif atau bonus dari perusahaan dengan berbagai
cara
termasuk memanipulasi data di laporan keuangan.
Praktik-praktik
kecurangan pelaporan keuangan demikian akan menimbulkan
konflik
antara principal dan agent.
Teori ini berhubungan dengan variabel dependen yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu kualitas laporan keuangan. Semakin
baik
kualitas suatu laporan keuangan maka informasi yang dihasilkan
juga
semakin relevan dan reliabel sehingga dapat digunakan untuk
pengambilan keputusan oleh manajemen. Adapun paradigma
kegunaan
keputusan (decision usefulness) pertama kali digunakan oleh
Chambers.
Ia mengemukakan bahwa sebaiknya terdapat sistem yang
menyediakan informasi untuk pembuatan keputusan. Sistem
penyajian
informasi secara formal akan menyesuaikan dua konsep umum.
Pertama,
system seharusnya konsisten secara logika dan tidak ada aturan
yang
dapat bertentangan dengan aturan lainnya. Kedua, oleh pemakai
laporan
akuntansi sendiri, adanya kerelevanan antara informasi yang
dihasilkan
dengan berbagai keputusan yang dibuat dan diharapkan dapat
digunakan
(Belkoui, 2001).
penyusunan kerangka konseptual FASB (Financial Accounting
Standard
Boards) yakni SFAC (Statement of Financial Accounting
Concepts)
yang berlaku di Amerika Serikat (Staubus, 2002 dalam
Sukmaningrum,
2012). Ia juga mengatakan teori ini pada tahap awal disebut sebagai
a
theory of accounting to investors. Fungsi informasi akuntansi
yang
tercermin dalam laporan keuangan terdiri atas komponen-komponen
yang
perlu dipertimbangkan oleh para penyaji informasi sebelum
digunakan
19
menggunakannya.
No. 2 mencakup kualitas primer, kandungannya dan kualitas
sekunder.
Kualitas primer dari informasi yang berguna dalam pengambilan
keputusan ekonomi adalah nilai relevan (relevance) dan
reliabilitas
(reliability). Nilai relevan berarti adanya kapasitas informasi
untuk
membuat perbedaan dalam pengambilan keputusan. Sedangkan
reliabilitas meyakinkan informasi tersebut mewakili apa yang
disajikan
serta bebas dari kesalahan dan bias. Kandungan kualitas primer
meliputi
komponen-komponen kandungan nilai relevan, yaitu nilai umpan
balik
(feed-back value), nilai prediktif (predictivevalue) dan tepat
waktu
(timeliness), kemudian komponen-komponen kandungan
reliabilitas,
yaitu netralitas (neutrality), dapat diperiksa (verifiability)
dan
penggambaran yang senyatanya (representational
faithfullness).
Selanjutnya yang dimaksud kualitas sekunder yaitu menjadi
penghubung
antara kualitas primer, yaitu taat asas (consistency) dan
komparabilitas
(comparability).
20
a. Pengendalian Internal
awal pengendalian internal ialah sebagai “daftar atau akun yang
dipegang
oleh seorang karyawan/pegawai, yang masing-masing dapat
diperiksa
oleh karyawan/pegawai lain.” Istilah sebelumnya yang digunakan
adalah
sistem pengendalian internal, sistem pengawasan internal dan
struktur
pengendalian internal. Mulai tahun 2001 istilah resmi yang
digunakan
IAI adalah pengendalian internal (Sukrisno Agoes, 2012:100).
The Commitee of Sponsoring Organizations of The Treadway
Commission (COSO) dalam Executive Summary (2013:3)
mendefinisikan pengendalian internal sebagai berikut:
“Internal control is a process, effected by an entity’s board
of
directors, management, and other personnel, designed to
providen
reasonable assurance regarding the achievement of objectives
relating to
operations, reporting, and compliance.”
internal adalah proses, yang dilakukan oleh dewan direksi,
manajemen,
dan personil lainnya dari entitas/perusahaan yang dirancang
untuk
memberikan jaminan yang wajar dan keyakinan memadai mengenai
pencapaian tujuan operasi, pelaporan, dan kepatuhan.
COSO (2013:3) dalam framework terbarunya menyatakan mengenai
tujuan pengendalian yang mencakup tujuan operasi, tujuan pelaporan
dan
tujuan ketaatan. Tujuan operasi berhubungan dengan efektivitas
dan
efisiensi operasi entitas, mencakup tujuan kinerja operasional
dan
21
berhubungan dengan dengan pelaporan keuangan dan non-keuangan
internal dan eksternal dan dapat meliputi keandalan, ketepatan
waktu,
transparansi, atau ketentuan lainnya sebagaimana ditetapkan
oleh
regulator, pembuat standar yang diakui, atau kebijakan
entitas.
Sementara itu, tujuan ketaataan berhubungan dengan ketaatan
terhadap
hukum dan peraturan yang menjadi subjek organisasi.
Menurut COSO (2013:4) komponen pengendalian internal dalam
Internal Control-Integrated Framework antara lain sebagai
berikut:
1) Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Lingkungan pengendalian adalah seperangkat standar, proses,
dan
struktur yang memberikan landasan atau pedoman pelaksanaan
pengendalian internal di seluruh organisasi. Lingkungan
pengendalian
terdiri dari nilai-nilai integritas dan etika organisasi, parameter
yang
memungkinkan dewan direksi untuk melaksanakan tanggung jawab
pengawasan dan ketelitian dalam ukuran kinerja, insentif/bonus,
dan
penghargaan untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja.
Selanjutnya, COSO (2013:7) menyatakan, bahwa terdapat 5
(lima)
prinsip untuk mendukung lingkungan pengendalian, yaitu (a)
dewan
direksi, manajemen, dan personil lainnya dari entitas
menunjukkan
komitmen terhadap integritas dan nilai-nilai etika; (b) dewan
direksi
menunjukkan independensi dalam pengawasan kinerja
pengendalian;
(c) penetapan struktur, jalur pelaporan, wewenang dan
tanggung
22
komitmen pengembangan individu yang kompeten; (e)
pertanggungjawaban setiap individu atas tugas dan tanggung
jawab
pengendalian internal.
Penilaian risiko merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
manajemen dalam mengidentifikasi, menganalisis atau
memperkirakan suatu risiko dari situasi yang bisa
didefinisikan
dengan jelas ataupun potensi dari suatu ancaman. Risiko dapat
berasal
dari dalam (aktivitas tertentu seperti karyawan tidak terlatih,
kurang
cakap, atau perubahan dalam tanggung jawab manajemen sehingga
tidak efektifnya dewan direksi dan tim audit) atau risiko dari
luar
perusahaan (tantangan dari pesaing, kemajuan teknologi,
perubahan
kondisi ekonomi, peraturan pemerintah, dan bencana alam).
Adapun menurut COSO (2013:4) disebutkan bahwa pengertian
penilaian risiko (risk assessment) ialah kemungkinan bahwa
suatu
peristiwa/kejadian akan terjadi dan mempengaruhi pencapaian
tujuan
secara negatif. Penilaian risiko merupakan proses berulang dan
secara
dinamis menilai dan menelaah risiko dalam pencapaian tujuan.
Risiko
dianggap relatif sama terhadap toleransi risiko yang ditetapkan
untuk
mencapai tujuan di seluruh organisasi. Sehingga dapat
dikatakan
bahwa penilaian risiko menjadi landasan atau pedoman untuk
menetapkan cara pengelolaan risiko.
penilaian risiko yaitu (a) penetapan tujuan untuk
memungkinkan
pengidentifikasian dan penilaian risiko; (b) pengidentifikasian
dan
analisis risiko sebagai pedoman pengelolaan risiko; (c)
pertimbangan
kemungkinan adanya penipuan dalam menilai risiko; (d)
penilaian
perubahan yang signifikan dalam pengendalian internal.
3) Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
COSO (2013:5) menjelaskan mengenai kegiatan pengendalian
melalui kebijakan, standar dan prosedur yang membantu
memastikan
bahwa pencapaian tujuan telah dilakukan sesuai arahan
manajemen
untuk mengidentifikasi risiko. Kegiatan pengendalian dilakukan
di
semua tingkat organisasi, di berbagai tahap dalam proses bisnis
serta
di lingkungan teknologi.
dalam aktivitas pengendalian, yaitu sebagai berikut (a)
pengembangan aktivitas pengendalian untuk memitigasi risiko
pencapaian sasaran pada tahap yang dapat diterima; (b)
pengembangan aktivitas pengendalian umum atas teknologi; (c)
penerapan aktivitas pengendalian melalui standar kebijakan
sesuai
yang diharapkan dan penerapan prosedur-prosedur ke dalam
tindakan.
4) Informasi dan komunikasi (Information and Communication)
Informasi dibutuhkan oleh seluruh tingkatan manajemen untuk
pengambilan keputusan dan memastikan ketaatan terhadap
kebijakan
24
diterima, diproses dan dilaporkan oleh sistem informasi.
Komunikasi
menjadi sarana penyampaian pesan bahwa karyawan harus ikut
ambil bagian dalam pengendalian internal. Komunikasi mencakup
sistem informasi dan juga dalam bentuk tindakan manajemen.
Menurut COSO (2013:5) informasi dibutuhkan bagi organisasi
dalam pelaksanaan tanggung jawab pengendalian dan mendukung
pencapaian tujuannya. Manajemen menghasilkan informasi yang
relevan dan berkualitas baik dari sumber internal maupun
eksternal
untuk mendukung fungsi komponen lain dari kontrol internal.
Komunikasi merupakan proses terus menerus, berulang untuk
menyediakan, berbagi dan memperoleh informasi yang
dibutuhkan.
COSO (2013:7) juga menegaskan prinsip-prinsip komponen
informasi dan komunikasi dalam organisasi yaitu (a)
penggunaan
informasi yang berkualitas dan yang relevan untuk mendukung
fungsi
pengendalian; (b) mengkomunikasikan informasi, tujuan dan
tanggung jawab untuk pengendalian internal; (c) adanya
komunikasi
dengan pihak eksternal tentang hal-hal yang berpengaruh pada
fungsi
internal control.
Aktivitas pengawasan atau pemantauan berhubungan dengan
penilaian atas mutu pengendalian internal secara
berkesinambungan
yang menjadi umpan terhadap perbaikan kegiatan organisasi.
25
(Hery:2013:93).
sebagai evaluasi yang sedang berjalan, dirancang ke dalam
proses
bisnis di berbagai tingkat entitas, memberikan informasi tepat
waktu.
Adapun evaluasi dilakukan secara berkala dan bervariasi
berdasarkan
penilaian risiko, efektivitas evaluasi yang sedang berlangsung
dan
pertimbangan manajemen.
ringkas indikator pengendalian internal dapat dijelaskan
sebagai
berikut:
a. Nilai integritas dan etika, yaitu dengan memelihara etika
dalam
organisasi dan menegakkan kedisiplinan sebagaimana mestinya.
b. Filosofi dan gaya manajemen, yaitu dalam pengambilan
keputusan pimpinan instansi perlu memperhatikan risiko dan
pimpinan instansi perlu bertindak adil serta tidak memihak
pada
salah satu pihak.
2. Penilaian risiko
26
risiko yang telah teridentifikasi.
melakukan pengecekan secara independen dengan pemantauan
pihak internal dan eksternal.
menetapkan ketentuan dan syarat otorisasi serta mengawasi
seluruh kejadian maupun aspek transaksi tidak hanya
dikendalikan oleh satu orang.
4. Informasi dan komunikasi
informasi keuangan maupun non keuangan.
b. Mampu menyediakan berbagai bentuk dan sarana komunikasi,
mengelola, mengembangkan dan memperbarui sistem informasi.
5. Pemantauan
(pengelolaan rutin, supervisi, dilakukan pembandingan,
rekonsiliasi dan tindakan lain terkait dalam pelaksanaan
tugas).
b. Melakukan evaluasi terpisah (penilaian sendiri, pengujian
efektivitas sistem pengendalian internal yang dapat dilakukan
oleh aparat pengawasan intern atau pihak eksternal lainnya
dan
dilakukan review) dan menindaklanjuti rekomendasi review.
27
“Audit internal adalah suatu fungsi penilaian dan pemeriksaan
intenal
untuk melaksanakan kegiatan penilaian dalam suatu entitas
untuk
mengukur, menguji dan mengevaluasi aktivitas-aktivitas bidang
akuntansi, keuangan dan bidang-bidang operasi sebagai wujud
pelayanan
terhadap organisasi perusahaan.”
“Audit Internal adalah suatu pemeriksaan yang dilaksanakan oleh
bagian
internal audit perusahaan, terhadap laporan keuangan dan
catatan
akuntansi perusahaan maupun kepatuhan terhadap kebijakan
manajemen
puncak dan ketaatan terhadap regulator dan ketentuan-ketentuan
ikatan
profesi yang berlaku.”
“Suatu fungsi penilaian yang bebas dalam suatu organisasi,
untuk
mempelajari dan menilai kegiatan-kegiatan perusahaan dan
memberikan
saran-saran kepada manajemen dengan tujuan keefektifan
pelaksanaan
tanggung jawab manajemen.”
internal yaitu membantu manajer mengelola perusahaan seperti
membahas ketepatan pelaksanaan pengendalian akuntansi,
keuangan
serta operasi; menilai kualitas pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab,
meyakinkan apakah harta perusahaan dipertanggungjawabkan
dengan
baik dan kemungkinan risiko kerugian dapat diminimalisasi,
memberi
keyakinan bahwa pelaksanaan sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan,
meyakinkan tingkat kepercayaan akuntansi.
perusahaan (manajemen) dalam menyelesaikan tanggung jawabnya
28
pemeriksaan.”
yaitu memberikan pelayanan kepada organisasi seperti penilaian
yang
independen atas segala aktivitas di dalam suatu perusahaan
dan
memberikan rekomendasi kepada top management untuk
memperbaiki
kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam struktur pengendalian
intern
dalam rangka meningkatkan efisiensi, efektivitas dan
keekonomisan
kegiatan operasi perusahaan (Alfred F. Kaunang, 2013:5).
Selain tujuan dan sasaran, adapun tanggung jawab auditor
internal
menurut Tunggal (2012:21), yaitu menyusun dan melaksanakan
rencana
audit internal tahunan, menerapkan program audit internal,
mengevaluasi
pelaksanaan internal control dan sistem manajemen risiko sesuai
dengan
peraturan perusahaan serta memberikan saran perbaikan dan
informasi
tentang aktivitas yang diperiksa manajemen.
Ruang lingkup audit internal yakni penilaian yang sistematis
dan
objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan
pengendalian dalam organisasi untuk menentukan keandalan
informasi
keuangan, pengidentifikasian risiko, kebijakan dan prosedur
internal,
sumber daya telah dimanfaatkan secara efisien dan ekonomis
serta
pencapaian tujuan perusahaan yang efektif (Sawyer’s,
2009:10).
29
dua yakni financial auditing dan operational auditing sebagai
berikut:
1) Financial Auditing.
prinsip-prinsip yang berlaku. Aktivitas auditing ini meliputi
pengecekan atas kebenaran data keuangan, mencegah terjadinya
kecurangan dan menjaga harta perusahaan. Audit keuangan juga
berusaha memverifikasi adanya aset dan memastikan bahwa aset
tersebut telah mendapatkan pengamanan yang tepat.
2) Operational Auditing.
aktivitas operasi perusahaan untuk mencapai tujuan tertentu.
Pengidentifikasian lebih difokuskan pada bidang operasional
untuk
dapat memberikan saran perbaikan dalam cara kerja, kebijakan-
kebijakan, standar-standar dan sasaran sistem pengendalian.
Pemeriksaan ini meliputi semua operasi perusahaan dan tidak
membatasi diri hanya pada bidang akuntansi dan keuangan.
Untuk menjaga perilaku dan standar praktik pelaksanaan
pekerjaan
audit internal, Konsorsium Organisasi Profesi Auditor
Internal
menerbitkan Standar Profesi Auditor Internal (SPAI). Standar
Profesi
Audit Internal ini merupakan salah satu dari Pedoman Praktik
Audit
30
untuk menjalankan fungsinya secara profesional.
Standar Profesi Audit Internal (SPAI) terdiri atas Standar
Atribut,
Standar Kinerja dan Standar Implementasi (SPAI, 2013):
a) Standar Atribut
1. Tujuan, Kewenangan, dan Tanggungjawab
Fungsi audit internal harus dinyatakan secara formal dalam
Charter Audit Internal, konsisten dengan Standar Profesi
Audit
Internal (SPAI), dan mendapat persetujuan dari Pimpinan dan
Dewan Pengawas Organisasi.
melaksanakan pekerjaannya. Jika fungsi audit internal
memiliki
akses komunikasi yang memadai terhadap Pimpinan dan Dewan
Pengawas Organisasi maka diyakini independensi akan
meningkat.
Auditor Internal harus memiliki keterampilan, pengetahuan dan
kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan tanggung
jawab perorangan yang dapat dilakukan melalui pengembangan
profesional yang berkelanjutan.
Internal
dan memelihara program jaminan dan peningkatan kualitas
yang mencakup fungsi audit internal dan secara berkala
memonitor efektivitasnya.
perencanaan sampai dengan pemantauan tindak lanjut. Standar
Atribut dan Standar Kinerja diterapkan untuk seluruh
penugasan
audit internal.
Fungsi audit internal harus dikelola secara efektif dan
efisien
sehingga dipastikan kegiatan fungsi tersebut memberikan nilai
tambah bagi organisasi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
cara menyusun perencanaan yang relevan, menetapkan
kebijakan dan prosedur, mengkomunikasikan rencana audit,
pengelolahan terhadap sumber daya, dan menyampaikan laporan
kepada pimpinan dan dewan pengawas.
2. Lingkup Penugasan
memberikan masukan terhadap peningkatan proses
32
secara sistematis, teratur dan menyeluruh.
3. Perencanaan Penugasan
mendokumentasikan rencana untuk setiap penugasan yang
meliputi tujuan, ruang lingkup, sasaran, waktu, alokasi
sumber
daya, dan program kerja penugasan. Dalam merencanakan
penugasan, auditor internal harus mempertimbangkan beberapa
hal seperti target kegiatan yang diperiksa, mekanisme
pemeriksaan yang digunakan, risiko signifikan atas kegiatan,
kecukupan dan keefektifitas pengelolaan risiko.
4. Pelaksanaan Penugasan
dilaksanakan dengan tepat demi tercapainya sasaran,
terjaminnya kualitas, dan meningkatnya kemampuan pegawai.
5. Komunikasi Hasil Penugasan
tepat waktu. Komunikasi harus memenuhi sasaran dan lingkup
penugasan, saran-saran dan rencana tindakannya yang
disampaikan baik tertulis maupun lisan harus akurat,
objektif,
jelas, lengkap, dan tepat waktu.
33
yang telah disampaikan kepada manajemen.
7. Resolusi Penerimaan Risiko oleh Manajemen
Setelah manajemen senior memutuskan untuk menanggung
risiko residual yang sebenarnya tidak dapat diterima oleh
organisasi maka penanggungjawab fungsi audit internal harus
mendiskusikan dengan manajemen senior dan dilaporkan
kepada pimpinan dan dewan pengawas organisasi jika diskusi
tersebut tidak menghasilkan keputusan yang memuaskan.
c) Standar Implementasi.
(CSA).
34
1. Independensi
a. Bebas terhadap semua aktivitas yang diauditnya dan jujur
atau
objektif dalam melaksanakan tugas.
tanggungjawab pemeriksaan.
keuangan dan efektivitas pengendalian internal.
b. Kualitas pelaksanaan dalam menyelesaikan tanggung jawab
yang
telah diberikan.
35
peristiwa dan atau akibatnya yang memiliki dampak secara
material
bagi organisasi (Tunggal, 2007 dalam Rozali dan Mohammad,
2015).
Menurut Kloman (Yayon, 2006 dalam Budiman, 2013), kata "risk"
dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Italia kuno yaitu
"riscare".
Risiko dapat dipandang sebagai sesuatu yang merugikan terjadi,
suatu
ketidakpastian, sesuatu yang menguntungkan tidak terjadi.
Konsep risiko bagi auditor dan manajemen digunakan untuk
menyatakan tentang suatu ketidakpastian dalam pelaksanaan
audit.
Risiko-risiko yang muncul dikarenakan ketidakpastian mengenai
kompetensi bukti, efektivitas struktur pengendalian, serta
ketidakpastian mengenai penyajian laporan keuangan telah
disajikan
secara wajar. Setiap kejadian yang terjadi dapat menimbulkan
konsekuensi yang material dan signifikan bagi perusahaan.
Maribeth A. Wollard, CPA (2015) memberikan definisi
risk-based
audit sebagai pengidentifikasian risiko salah saji material
pada
laporan keuangan lalu menentukan upaya yang paling efisien
dan
efektif untuk diterapkan pada setiap area. Pertama, auditor
perlu
mengidentifikasi area dimana ada risiko tinggi kesalahan material
dan
membutuhkan penerapan lebih banyak prosedur. Kedua, auditor
harus
menentukan bagaimana mengurangi prosedur yang diterapkan pada
area yang diidentifikasi sebagai risiko rendah. Ketiga,
auditor
36
mempengaruhi tujuan dan sasaran perusahaan), bagaimana
manajemen mengurangi risiko tersebut dan bidang risiko yang
belum
ditangani manajemen sama sekali.
sebagai pendekatan yang paling efektif untuk diterapkan
perusahaan
di era globalisasi ini yang mana memiliki lingkungan bisnis
yang
berubah-ubah karena adanya pengaruh dari internal perusahaan
maupun dari pihak eksternal perusahaan. Aktivitas audit
internal
awalnya hanya berfokus pada pemeriksaan terhadap tingkat
kepatuhan terhadap kebijakan namun organisasi juga dituntut
memanfaatkan sumber daya yang terbatas secara efektif dan
efisien.
Salehi and Khatiri (2011) menyatakan bahwa auditor perlu
membuka diri terhadap perkembangan metode risk based audit
karena
perkembangan teknologi ini akan memiliki banyak kelebihan
dibandingkan dengan metode audit tradisional. Risk based
audit
sendiri telah diterapkan dalam International Standards on
Auditing
(ISA), dimana ISA telah diadopsi oleh Ikatan Akuntan Publik
Indonesia (IAPI) dalam membuat standar auditing, sehingga
dapat
dikatakan penerapan pendekatan risk based audit bagi auditor
di
Indonesia merupakan hal wajib (mandatory).
Dengan metode risk based audit, prioritas audit internal
dilaksanakan dalam bentuk yang sistematis dan terstruktur.
Auditor
37
perusahaan. Risk based audit adalah audit berdasarkan hasil
identifikasi dan analisis risiko yang material dan berpotensi
menghambat strategi dan tujuan bisnis, agar perencanaan audit
lebih
terukur serta pemeriksaan dan pelaporan lebih diutamakan
(Rozali
dan Mohammad, 2015).
1) Mengurangi risiko perusahaan
dan manajemen dapat melakukan mitigasi risiko serta
perbaikan.
2) Mengantisipasi area dengan risiko potensial
Risk based audit dapat mengungkapkan letak area yang berisiko
tinggi yang mungkin tidak disadari oleh auditee.
3) Melindungi perusahaan
dan mencegah kemungkinan kerugian yang berdampak besar bagi
organisasi.
Dapat dijelaskan perubahannya sebagai berikut:
38
berisiko tinggi.
biaya dapat diatasi dengan risk based audit yang mana
perusahaan
dapat menghemat anggaran lebih efektif dan efisien.
3) Adanya peringatan dini atas kemungkinan risiko pada masa
mendatang sebagai wujud pendekatan dari gambaran masa lalu
yang mana risiko telah terjadi menuju ke masa depan.
4) Risk based audit lebih diutamakan untuk menjalankan
evaluasi
kecukupan dan efektivitas tata kelola perusahaan,
pengendalian
internal dan risiko manajemen.
Selain itu peran audit internal dalam praktik risk based
audit
menurut Tunggal (2007) yaitu sebagai berikut:
1) Memfokuskan pekerjaan audit pada risiko yang signifikan,
dimana
telah ditelaah oleh fungsi manajemen risiko dan melaksanakan
audit atas proses manajemen risiko tersebut untuk meyakinkan
risiko dikelola berdasarkan risiko yang telah diidentifikasi.
2) Menjadi konsultan internal untuk memberikan pelatihan bagi
karyawan lini demi efektivitas pengendalian.
3) Mendukung dan berpartisipasi aktif dalam proses
pengendalian
internal perusahaan.
dalam 3 tahap besar, yaitu:
1) Penilaian Risiko
yang berisiko tinggi. Selain itu adapun penetapan kriteria unit
oleh
auditor internal seperti unit yang memberikan kontribusi yang
besar bagi perusahaan dan mempertimbangkan besarnya biaya
pengendalian atas unit yang memiliki potensi kerugian
dibandingkan biaya pengendalian.
Adapun faktor penetapan risiko pada masing-masing unit
seperti
(a) audit assurance yaitu relevansi hasil kajian audit dengan
tingkat
risiko tinggi pada periode sebelumnya; (b) audit judgement
yaitu
pertimbangan atas perubahan sistem dan prosedur,
restrukturisasi
organisasi yang berdampak pada area tertentu; (c) residual
risk
yaitu nilai risiko yang mengandung faktor positif yang
dimiliki
perusahaan; (d) materiality yaitu mengkaji area berisiko
tinggi
dengan menggunakan parameter keuangan maupun non keuangan;
3) Pelaksanaan Program Audit Internal
Di dalam pelaksanaan program audit internal dilakukan (a)
pendeteksian kesenjangan praktik manajemen risiko dan
40
(b) pengkajian keselarasan sasaran unit operasional, direktorat,
dan
individu dengan tujuan perusahaan; (c) peninjauan efisiensi,
efektivitas dan perlindungan terhadap informasi serta akses
terhadap pengendalian; (d) pengevaluasian efektivitas
ketersediaan
dan batasan risiko sesuai kebijakan dan prosedur perusahaan;
(e)
penyediaan jaminan independen dan berfungsi sebagai konsultan
internal demi pencapaian tujuan organisasi.
Menurut Nayoan dan Masruchin (2017), indikator risk based
audit
ialah sebagai berikut:
b. Annual planning mempertimbangkan durasi dan sumber daya.
2. Execution Audit Plan
perencanaan awal.
3. Reporting
b. Hasil pemeriksaan terkomunikasikan dengan baik.
4. Review & Monitoring
b. Secara rutin dipantau.
Komite Audit adalah sebagai berikut:
“Komite Audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh
kelompok
lain yang lebih besar untuk melakukan pekerjaan tertentu atau
untuk
melaksanakan tugas-tugas khusus atau sejumlah anggota Dewan
Komisaris perusahaan klien yang bertanggung jawab untuk
membantu
auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen.”
Menurut Arens at al (2010) dalam Wulansari (2016) menjelaskan
pengertian komite audit sebagai berikut:
“Audit committee is a selected number of members of a
company's
board of directors whose responsibilities include helping auditors
remain
independent of management. Most audit committees are made up of
three
to five or sometimes as many as seven directors who are not a part
of
company management.”
membantu auditor untuk menjaga independensinya. Kebanyakan
komite
audit terdiri dari tiga hingga lima atau kadang-kadang sebanyak
tujuh
direktur yang bukan merupakan manajemen perusahaan.
Hasnati (2014) dalam Nugrahani (2015) menyebutkan bahwa
fungsi
dan peran dari para komite audit adalah untuk mewakili para
pemegang
saham dan dewan komisaris ke dalam hal-hal berikut, seperti:
(a)
penunjukan atau pembentukan auditor independen; (b)
mengidentifikasi
hal-hal yang membutuhkan investigasi khusus oleh dewan komisaris;
(c)
peninjauan kembali atas sistem pengendalian termasuk auditor
internal;
(d) peninjauan kembali kegiatan serta hasil kegiatan auditor;
(e)
42
laporan keuangan.
bahwa komite audit memiliki tujuan membantu Dewan Komisaris
untuk
melaksanakan tugas dan fungsinya, memenuhi tanggung jawab
untuk
mengawasi secara menyeluruh, memperkuat independensi auditor
eksternal dan auditor internal dan memberikan kepastian
mengenai
kebenaran dan integritas laporan keuangan (Susilawati, 2016).
Hiro Tugiman (1995, 11) dalam Susilawati (2016) mengemukakan
bahwa dengan adanya komite audit, diharapkan dapat membantu
Dewan
Komisaris dan Direksi dalam mengelola perusahaan dan dapat
menjadi
forum atau media komunikasi dengan perusahaan yang diperlukan
oleh
auditor eksternal. Selain itu, semua aktivitas dan kegiatan
eksternal
auditor yang berhubungan dengan pemeriksaan, tidak hanya
secara
langsung tertuju kepada objek pemeriksaan, tetapi juga dibantu
oleh
konsultasi dengan Komite Audit.
komisaris melakukan pengawasan dan pengendalian atas kinerja
perusahaan. Menurut Peraturan Bapepam-LK No/IX/1/5 yang
dikutip
Wulansari (2016), adapun tugas dan tanggung jawab komite
audit
sebagai berikut: (a) menelaah informasi keuangan yang diterbitkan
oleh
perusahaan dan pelaksanaan pemeriksaan yang dilakukan auditor
eksternal; (b) menelaah ketaatan perusahaan dalam mematuhi
peraturan
43
perusahaan dan pelaksanaan manajemen risiko oleh direksi
serta
pengaduan yang berkaitan dengan perusahaan; (d) menjaga
kerahasiaan
dokumen dan informasi entitas.
kepada dewan komisaris dengan tugas dan tanggung jawab utama
untuk
memastikan prinsip tata kelola (good governance) yang baik
terutama
transparansi yang konsisten dan memadai. Sedangkan Sarbanes
Oxley
Act mengartikan komite audit sebagai sebuah badan yang setingkat,
yang
didirikan dan terdiri dari Board of Directors dengan tujuan
mengawasi
proses pelaporan dan pengauditan atas laporan keuangan
perusahaan.
Menurut Hasnati (2003) dalam Susilawati (2016) Komite Audit
memiliki wewenang, yaitu mengidentifikasi semua kegiatan dalam
ruang
lingkup tugas dan tanggung jawabnya, mencari informasi dari
setiap
karyawan dalam perusahaan tersebut, memberikan saran hukum
dan
profesional lainnya yang bersifat independen. Komite Audit
memiliki
kewenangan yang dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu
Dewan
Komisaris yaitu hanya sebatas rekomendasi kepada Dewan
Komisaris
dan tidak memiliki otoritas eksekusi apapun kecuali untuk hal
spesifik
yang telah memperoleh hak kuasa dari Dewan Komisaris seperti
memimpin satu investigasi khusus atau mengevaluasi dan
menentukan
komposisi auditor eksternal.
sikap atau keterlibatan Komite Audit di dalam aktivitas
perusahaan.
Komite Audit dituntut untuk dapat bertindak secara independen
sesuai
dengan integritasnya. Perlu disadari bahwa Komite Audit
merupakan
pihak yang menghubungkan antara eksternal auditor dengan
perusahaan
dan sekaligus menjembatani antara fungsi pengawasan Dewan
Komisaris
dengan Auditor Internal.
SE.008/BEJ/12-2001 yang dikutip Wulansari (2016) ketentuan
anggota
komite audit adalah: (1) jumlah anggota komite audit
sekurang-
kurangnya tiga orang; (2) anggota komite audit yang berasal
dari
komisaris hanya satu orang, yaitu merupakan komisaris
independen
perusahaan tercatat dan sekaligus menjadi ketua komite audit.
Syarat menjadi anggota lain dari komite audit yaitu pihak
eksternal
yang independen, yang berarti pihak di luar perusahaan tercatat
yang
tidak memiliki hubungan afiliasi dengan perusahaan, komisaris,
direksi
dan pemegang saham utama serta mampu memberi pendapat
profesional
secara bebas dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Selain
itu, pihak eksternal harus terdiri dari individu-individu yang
independen
dan tidak terlibat dengan rutinitas sehari-hari manajemen yang
mengelola
perusahaan, serta mempunyai pengalaman untuk melaksanakan
fungsi
45
adalah untuk menjaga integritas pelaporan dan penyusunan
rekomendasi
yang diajukan oleh komite audit (FCGI, 2002 dalam Gusnardi,
2011).
Menurut Alijiyo (2003) dalam Sariah (2010) peran komite audit
diukur dengan dimensi dan indikator sebagai berikut:
1) Tujuan dan manfaat dibentuknya komite audit
a) Komite audit melakukan pengawasan laporan keuangan.
b) Proses risiko dan kontrol serta proses tata kelola
perusahaan.
2) Tanggung jawab komite audit
a) Komite audit memberikan pendapat profesional atas
informasi
perusahaan.
eksternal perusahaan.
a) Audit committee charter, struktur komite audit dan syarat
keanggotaan komite audit.
b) Rapat pertemuan komite audit, kinerja komite audit dan
laporan
komite audit.
kecurangan yang terjadi tanpa adanya rasa takut terhadap pihak
yang
dilaporkan (Dimar, 2014). Menurut Brandon (2013) dalam Naomi
(2015), whistleblowing ialah tindakan untuk membocorkan
pelanggaran
atau kecurangan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa
orang
karyawan di dalam perusahaan kepada atasan atau pihak lain.
Sedangkan
menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) (2008),
whistleblowing ialah suatu pengungkapan tindak kecurangan
yang
melawan hukum, perbuatan tidak etis dan tidak bermoral atau
suatu
perbuatan yang dapat merugikan perusahaan kepada pemimpin
perusahaan atau lembaga lain yang memiliki wewenang atas
pelanggaran
tersebut.
whistleblowing, yaitu :
mengetahui kecurangan atau pelanggaran yang dilakukan oleh
karyawan lain atau kepala bagiannya, kemudian melaporkan
kecurangan itu kepada pimpinan perusahaan yang lebih tinggi.
Tujuan
utama whistleblowing adalah menunjukkan motivasi moral untuk
mencegah kerugian bagi perusahaan tersebut.
47
mengetahui pelanggaran yang dilakukan entitas/perusahaannya
kemudian membocorkan kepada masyarakat mengingat bahwa
kecurangan itu akan merugikan masyarakat. Tujuan utama dalam
hal
ini adalah mencegah kerugian bagi masyarakat atau konsumen.
Whistleblowing akan muncul ketika terjadi konflik antara
loyalitas
karyawan dan perlindungan terhadap kepentingan publik. Orang
yang
melaporkan tindakan whistleblowing disebut whistleblower.
Umumnya
whistleblower adalah karyawan/pegawai dari organisasi itu sendiri
(pihak
internal), akan tetapi tidak menutup kemungkinan adanya pelapor
berasal
dari pihak eksternal (pelanggan, pemasok, masyarakat).
Whistleblower
atau pelapor diharuskan menyampaikan informasi, bukti atau
indikasi
yang jelas atas terjadinya kecurangan yang dilaporkan, sehingga
dapat
ditelusuri dan ditindaklanjuti (Tuanakotta, 2010). Menurut
Sarbanes-
Oxley Act (2002) dalam Fajri (2009) menyatakan bahwa
whistleblower
merupakan setiap karyawan yang mengungkapkan kepada atasannya
atau
orang lain yang memiliki kewenangan untuk menginvestigasi,
atau
menindaklanjuti kecurangan tersebut namun juga perlu
mendapatkan
perlindungan.
bahwa ada beberapa alasan mengapa auditor internal juga dapat
disebut
sebagai whistleblower, yaitu:
perintah formal untuk melaporkan bila terjadi kesalahan.
Terlebih
pada umumnya auditor internal yang lebih memahami kesalahan
yang
terjadi dalam perusahaan.
sesuai dengan pernyataan top managers. Sehingga apabila para
manajer menutupi kesalahan guna memoles kondisi perusahaan,
maka
disitulah peran auditor internal untuk melaporkan atau
mengungkapkan kecurangan tersebut.
dalam aturan perusahan. Hanya beberapa profesi saja seperti
auditor
internal yang menegaskan bolehnya pelaporan kecurangan yang
telah
ditetapkan melalui jalur pelaporan khusus.
Whistleblowing dalam perusahaan diterapkan dengan menggunakan
Whistleblowing system. Sistem ini dibentuk oleh Komite Audit
berdasarkan peraturan OJK Nomor: IX.1.5 Komite Audit wajib
menangani pengaduan. Selain itu adapun Sarbanes-Oxley Act of
2002
Section 310 tentang Public Company Audit Committee yang
mewajibkan
Komite Audit untuk menerima, menelaah, dan menindaklanjuti
pengaduan yang berkenaan dengan masalah akuntansi dan
pelaporan
keuangan, dengan tetap mempertahankan kerahasiaan identitas
pelapor
(Semendawai dkk, 2011).
system, yaitu: (a) sebagai sarana atau mekanisme pendeteksi dini
(early
warning system) atas kemungkinan terjadinya masalah yang
diakibatkan
oleh suatu kecurangan; (b) adanya kesempatan untuk mengatasi
masalah/kecurangan secara internal terlebih dahulu, sebelum meluas
ke
publik; (c) menjadi sarana penyampaian informasi penting dan kritis
bagi
perusahaan kepada pihak yang harus menanganinya dengan tepat;
(d)
memberikan rekomendasi kepada perusahaan untuk melihat lebih
fokus
ke area kritikal dan bagian proses kerja yang memiliki
kelemahan
pengendalian, serta membentuk tindakan perbaikan yang diperlukan;
(e)
mengurangi risiko yang dihadapi organisasi sebagai akibat
dari
kecurangan baik dari segi keuangan, hukum, operasional,
keselamatan
kerja, dan reputasi.
beberapa penyebab seseorang melakukan whistleblowing:
1) Perspektif altrustik seorang whistleblower yakni tidak
mementingkan
diri sendiri melainkan mengutamakan kepentingan orang lain
dengan
keinginan untuk memperbaiki kesalahan yang merugikan
kepentingan
perusahaan, konsumen dan masyarakat luas.
2) Harapan penghargaan. Whistleblower mengharaapkan apresiasi
atau
penghargaan dari organisasi baik berupa puiian atau hadiah.
3) Adanya perspektif psikologi dan motivasi yaitu motivasi
whistleblower untuk memperoleh manfaat atas tindakannya.
50
(2008) dalam Asiah (2017), whistleblowing terdiri dari 3 aspek,
yaitu:
1) Aspek Struktural
a) Pernyataan Komitmen
berpartisipasi aktif untuk ikut melaporkan bila menemukan
adanya
kecurangan.
yang beriktikad baik serta taat terhadap segala peraturan
perundangan yang berlaku.
Organisasi sebaiknya membentuk unit pengelolaan
whistleblowing
system dengan pertanggungjawaban Komite Audit dan Direksi
yang mana harus bersifat independen dan mempunyai akses
kepada
pimpinan tertinggi organisasi.
d) Sumber Daya
kuantitas personil untuk menjadi petugas pengelola
whistleblowing
system. Selain itu tersedianya media komunikasi sebagai
sarana
pelaporan kecurangan.
mekanisme dan standar kerja whistleblowing system. Perlu
dibuatkan
mekanisme untuk menyampaikan laporan pelanggaran yang dapat
memudahkan pegawai melaporkan pelanggaran dan kemudian
dikirimkan langsung kepada Direktur Utama perusahaan. Petugas
pelaksana unit whistleblowing system segera menginvestigasi
dengan
pengumpulan bukti tersebut.
3) Aspek Perawatan
whistleblowing system ini dapat berkesinambungan dan
meningkat
efektivitasnya. Perusahaan juga harus memberikan pelatihan
(training) kepada seluruh karyawan, termasuk para petugas
unit
whistleblowing system. Dalam pelaksanaan whistleblowing
system
perlu dipantau secara berkala efektivitasnya yang dapat
dilakukan
oleh Dewan Direksi, Dewan Komisaris, Komite Audit atau Satuan
Pengawasan Internal. Hal ini bertujuan untuk memastikan
sistem
memenuhi sasaran dan pencapaian tersebut sesuai dengan
tuntutan
bisnis perusahaan.
system adalah sebagai berikut:
52
atau mengetahui adanya pelanggaran tetapi juga mau
melaporkannya.
jika manajemen tidak mendapatkan respon yang memadai.
2) Cara pelaporan pelanggaran
bijak, netral dan tidak memihak.
2) Mekanisme eksternal yaitu membocorkan kecurangan
perusahaan kepada pihak luar seperti masyarakat karena
dianggap telah merugikan masyarakat dengan tujuan
mengantisipasi kerugian banyak orang.
3) Manfaat whistleblowing system
perusahaan kepada pihak yang berwenang untuk menanganinya
serta pendeteksian dini atas kemungkinan terjadinya masalah
akibat kecurangan.
stakeholders, regulator dan masyarakat umum.
53
pelanggaran yang mengandung makna pelanggaran dan tindakan
melanggar hukum, yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan
tertentu
seperti memanipulasi atau memberikan gambaran keliru kepada
pihak
lain, yang dapat dilakukan oleh orang-orang baik dari dalam maupun
dari
luar perusahaan. Kecurangan dirancang untuk memanfaatkan
peluang-
peluang secara tidak jujur, yang secara langsung maupun tidak
langsung
untuk menguntungkan diri sendiri atau suatu kelompok.
Definisi fraud menurut Tuanakotta (2013:28) adalah:
“Any illegal act characterized by deceit, concealment or violation
of
trust. These acts are not dependent upon the application of threats
of
violence or physical force. Fraud are perpetrated by individuals,
and
organization to obtain money, property or service; to avoid payment
or
loss of services; or to secure personal to business
advantage.”
Pernyataan diatas memberikan pengertian bahwa fraud ialah
setiap
perbuatan ilegal yang berkaitan dengan penipuan, pemalsuan
atau
pelanggaran kepercayaan. Penipuan yang dimaksud adalah
perbuatan
yang dilakukan oleh individu dan organisasi yang bertujuan
untuk
memperoleh uang, kekayaan atau jasa demi menghindari kerugian
jasa;
atau untuk mengamankan keuntungan pribadi.
Adapun menurut Association of Certified Fraud Examiner (ACFE)
dalam Fraud Examiners Manual 2006 yang dikutip Karyono (2013)
mengemukakan sebagai berikut:
54
“Fraud is an intentional untruth or dishonest schemed used to
take
deliberate and unfair advantage of another person or group of
person it
included any mean, such cheats another.”
Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa fraud menyajikan
sesuatu
yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya dengan tujuan
memperoleh
keuntungan dan di dalamnya termasuk unsur-unsur kelicikan,
tak
terduga, tipu daya, dan tidak jujur serta menimbulkan kerugian
bagi
orang lain.
Dari beberapa pengertian fraud di atas dapat disimpulkan bahwa
fraud
adalah sebuah tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh
individu
atau perusahaan secara sengaja untuk menipu, memalsukan dan
menghadirkan kondisi fiktif. Tindakan kecurangan ini dilakukan
dengan
cara-cara ilegal dengan motif memperkaya diri
sendiri/golongan
sehingga menimbulkan kerugian baik secara langsung maupun
tidak
langsung bagi pihak lain.
Teori yang menjadi dasar pada penelitian ini adalah fraud
triangle
theory, yang disebutkan dalam literatur profesional pada SAS no.
99,
Consideration of Fraud in a Financial Statement Audit, Cressey
(1953)
dalam Skousen et. al (2009). Fraud triangle terdiri atas tiga
kondisi,
yaitu:
55
kinerja yang buruk demi mendapatkan hasil yang baik.
2) Opportunity (Peluang), yaitu situasi yang membuka peluang
terjadinya suatu kecurangan. Para pelaku fraud meyakini bahwa
perbuatan mereka tidak akan terdeteksi. Kesempatan ini dapat
terjadi
karena lemahnya internal control dan manajemen pengawasan
yang
kurang maksimal. Kegagalan dalam penetapan kebijakan yang
memadai untuk mendeteksi aktivitas fraud juga dapat
meningkatkan
peluang terjadinya fraud.
mereka yang umumnya suka berkata bohong akan lebih mudah
melegalkan penipuan. Pelaku fraud akan selalu mencari alasan
yagn
rasional untuk mendukung perbuatannya.
(2013:17-25) terdiri dari:
Kecurangan laporan keuangan adalah bentuk pelanggaran dengan
cara
menyembunyikan informasi keuangan, mengatur dan mengubah
laporan keuangan yang bertujuan untuk mengelabui pembaca
laporan
keuangan demi kepentingan pribadi atau perusahaan. Tindakan
ini
56
atau instansi pemerintah untuk menyembunyikan kondisi asli
keuangan dengan merekayasa laporan keuangannya untuk
memperoleh keuntungan.
Asset misappropriation adalah bentuk kecurangan dengan cara
memanfaatkan atau mengambil aset perusahaan demi kepentingan
pribadi. Penyalahgunaan aset merupakan bentuk kecurangan yang
cukup mudah dideteksi karena bersifat tangible atau dapat
dihitung/diukur. Penyalahgunaan aset dapat terdiri dari
kecurangan
penerimaan kas dan kecurangan pengeluaran kas. Kecurangan
penerimaan kas seperti pencurian terhadap penerimaan kas yang
belum dicatat (Skimming) dan yang sudah dicatat di pembukuan
(Cash
Larceny). Kecurangan Pengeluaran Kas (Faudulent Disbursement)
yakni kecurangan penagihan (Billing Schemes), kecurangan
penggantian biaya (Expense Reimbursment Schemes), dan
kecurangan
pembayaran gaji atau upah (Payroll Scheme).
3) Korupsi (Corruption)
kelompok tertentu. Jenis fraud ini merupakan kecurangan yang
paling
sulit dideteksi karena menyangkut kerjasama dengan pihak lain
untuk
menikmati keuntungan. Bentuk-bentuk korupsi antara lain
57
Suap adalah suatu bentuk pemberian atau yang disebut
gratifikasi,
permohonan dan penerimaan atas sesuatu yang bernilai untuk
mempengaruhi perbuatan seseorang karena kinerjanya. Bentuk
suap
terdiri dari komisi (Kick Back), kecurangan untuk memenangkan
lelang (Bid Rigging), pemberian tidak sah (Illegal Grativities)
dan
pemerasan ekonomi (Economic Extortion).
disekitarnya (Notosoedirdjo dan Latipun, (2005 : 145)).
Menurut Oktavia (2013) upaya pencegahan atau preventif adalah
sebuah tindakan yang dilakukan individu untuk mengurangi atau
mencegah terjadinya suatu peristiwa yang tidak diinginkan di masa
yang
akan datang. Dalam pengertian yang luas preventif atau
pencegahan
diartikan sebagai suatu upaya untuk mencegah terjadinya gangguan
yang
bisa mengancam, ataupun kerusak