Top Banner
PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN UKURAN LEGISLATIF TERHADAP KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI SUMATERA BARAT JURNAL Disusun oleh : SIROS 12090164 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDDIKAN (STKIP PGRI) SUMATERA BARAT PADANG 2017
15

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN

UKURAN LEGISLATIF TERHADAP KINERJA KEUANGAN

PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA

DI PROVINSI SUMATERA BARAT

JURNAL

Disusun oleh :

SIROS

12090164

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDDIKAN

(STKIP PGRI) SUMATERA BARAT

PADANG

2017

Page 2: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …
Page 3: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …

3

Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal dan Ukuran Legislatif terhadap Kinerja

Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

Oleh

1 Siros,

2 Nora Susanti, M.Si,

3 Citra Ramayani, S.Pd, ME

1 Mahasiswa Prodi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat

23 Dosen STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendapatan asli daerah, belanja

modal,dan ukuran legislatif terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Barat.

Hasil analisa data menunjukkan bahwa (1) Variabel pendapatan asli daerah berpengaruh signifikan

terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Barat, dengan koefisien sebesar

0,681 dan thitung (6,717) > ttabel (1,986); (2) Variabel belanja modal berpengaruh signifikan

terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Barat, dengan koefisien sebesar

0,239 dan thitung (3,702) > ttabel (1,986); (3) Variabel ukuran legislatif berpengaruh signifikan

terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di provinsi Sumatera Barat, dengan koefisien sebesar 5,

279 dan thitung (4,806) > ttabel (1,986); (4) pendapatan asli daerah, belanja modal, dan ukuran

legislatif berpengaruh secara simultan terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota di provinsi

Sumatera Barat, dengan koefisien nilai R square sebesar 0,412 dan nilai Fhitung (21,258) > dari

Ftabel (3,10).

Kata Kunci : Kinerja Keuangan, Pendapatan Asli Daerah, Belanja Modal, Ukuran Legislatif.

ABSTRACT

This research aims to know effect of revenue affluen, capital expenditure, and legislative

measures toward financial performance of local government in West Sumatera Province. Based

on result of analyze data got (1) Revenue affluen have significan influence toward financial

performance of local government in West Sumatera Province with patch coefficient as big as

0,681and tcalculated (6,717) > ttabel (1,986); (2) Capital expenditure have significan influence toward

financial performance of local government in West Sumatera Province with patch coefficient as

big as 0,239 and tcalculated (3,702) > ttabel (1,986); (3) Legislative measures have significan

influence toward financial performance of local government in West Sumatera Province with

patch coefficient as big as 5, 279 and tcalculated (4,806) > ttabel (1,986); (4) Revenue affluen, capital

expenditure, and legislative measures have significan influence toward financial performance of

local government in West Sumatera Province with patch coefficient R square big as 0,412 and

simultaneous, with Fcalculated (21,258) > Ftabel (3,10).

Keywords : financial performance, locally generated revanue, capital expenditure, the size of

legislature.

Page 4: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …

4

PENDAHULUAN

Diberlakukanya Undang-Undang No.

33 Tahun 2014 tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah dan Undang-undang No.

32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah,

telah memberikan kewenangan

penyelenggaraan daerah yang lebih luas,

nyata dan bertanggung jawab bagi Pemerintah

Daerah (Pemda) atau Pemerintah Kota

(Pemko). Adanya perimbangan tugas, fungsi

dan peranan antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah menyebabkan masing-

masing daerah harus memiliki penghasilan

yang cukup. Daerah harus memiliki sumber

pembiayaan yang memadai untuk memikul

tanggung jawab penyelenggaraan pemerintah

daerah, sehingga diharapkan masing-masing

daerah akan lebih maju, mandiri, sejahtera

dan kompetitif.

Upaya peningkatan daya saing Pemda

dan Pemko membutuhkan menajemen

keuangan daerah yang profesional.

Manajemen keuangan daerah adalah

pengorganisasian dan pengelolaan sumber-

sumber daya atau kekayaan yang ada pada

suatu daerah untuk menjalankan roda

pemerintahan daerah tersebut. Kemampuan

daerah menjalankan roda pemerintahan

merupakan gambaran dari kinerja pemerintah

daerah. Dapat dikatakan bahwa komponen

penting yang diperlukan pemerintah daerah

dalam menjalankan roda pemerintahan adalah

kemampuan pemerintahan menggali kekayaan

asli daerah.

Kinerja keuangan pemerintah daerah

dikelola melalui manajemen keuangan daerah.

Manajemen keuangan daerah adalah

pengorganisasian dan pengelolaan sumber-

sumber daya atau kekayaan yang ada pada

suatu daerah untuk mencapai tujuan yang

dikehendaki daerah tersebut. Kemampuan

daerah untuk mencapai tujuan tersebut disebut

kinerja pemerintahan daerah. Sehubungan

dengan efektifitasnya otonomi daerah maka

kinerja pemerintah daerah dalam membiayai

aktivitas daerah melalui penggalian kekayaan

asli daerah.

Kenyatannya sebagian pemerintah

daerah di Provinsi Sumatera Barat belum

menunjukkan kinerja keuangan yang baik.

Hal ini dikarenakan sebagian dari daerah di

Sumatera Barat masih merupakan daerah

pemekaran dan masih tergolong baru.Tidak

samanya kondisi kinerja keuangan di

beberapa daerah di Sumatera Barat juga

dikarenakan tidak samanya kualitas sumber

daya manusia di masing-masing pemerintahan

daerah.

Salah satu indikator dari kinerja

keuangan pada pemerintahan adalah tingkat

desentralisasi fiscal. Nugroho dan Roman

(2012:4) meyatakan bahwa dalam organisasi

pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan

ada beberapa ukuran kinerja, yaitu derajat

desentralisasi fiscal, ketergantungan

keuangan, rasio kemandirian keuangan

daerah, rasio efektivitas, rasio efesiensi, rasio

keserasian, dan pertumbuhan.

Berikut disajikan data kinerja

keuangan pemerintahan kabupaten kota di

Sumatera Barat dari segi rasio efesiensi.

Tabel 1. Data Kinerja Keuangan

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera

Barat Periode Tahun 2010-2014 N

o Kab./

Kota Rasio Efisiensi

2010 2011 2012 2013 2014 1

2

3

4 5

6

7

8 9

10

11

12 13

14

15

16 17

18

19

Kab.Mantawai 0.044 0.012 0.055 0.077 0.084

Kab. P. Selatan 0.069 0.036 0.084 0.098 0.091

Kab. Solok 0.031 0.148 0.070 0.197 0.106

Kab.Sijunjung 0.134 0.041 0.092 0.187 0.178 Kab.T. Datar 0.044 0.135 0.242 0.198 0.157

Kab. Pdg Pariaman 0.008 0.039 0.062 0.198 0.110

Kab. Agam 0.209 0.036 0.096 0.096 0.077

Kab. 50 Kota 0.378 0.151 0.048 0.050 0.037 Kab.Pasaman 0.072 0.118 0.089 0.077 0.143

Kab.Sosel 0.070 0.103 0.304 0.297 0.426

Kab. Dharmasraya 0.091 0.234 0.201 0.541 0.638

Kab. Psm Barat 0.1000 0.040 0.014 0.064 0.035 Kota Padang 0.153 0.071 0.090 0.188 0.083

Kota Solok 0.031 0.091 0.084 0.219 0.268

Kota Sawahlunto 0.317 0.116 0.316 0.191 0.143

Kota Pdg Panjang 0.044 0.049 0.163 0.052 0.050 Kota Bkt Tinggi 0.016 0.022 0.040 0.055 0.393

Kota Payakumbuh 0.020 0.135 0.154 0.222 0.160

Kota Pariaman 0.058 0.018 0.042 0.046 0.055

Rata-rata 0.147 0.079 0.118 0.161 0.170

Sumber: BPS Provinsi Sumbar Tahun

2015(Hasil Olahan)

Rasio efesiensi merupakan

kemampuan daerah dalam menyerap

penerimaan dan memanfaatkanya untuk

pembangunan daerah. Sesuai Tabel 1 diatas

dapat diketahui bahwa dari periode tahun

2010-2014 rata-rata rasio efesien pembayaran

pemerintah kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Barat masih rendah. Dimana pada

tahun 2010 rata-rata rasio efesien pembayaran

hanya sebesar 0,147 atau 14,7% dari seluruh

penerimaan. Pada tahun 2011, rata-rata rasio

efesien pembayaran mengalami penurunan

menjadi sebesar 0,079 atau 7,9% dari seluruh

penerimaan. Sedangkan, untuk tahun 2012

rasio efesien pembayaran hanya bernilai

Page 5: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …

5

sebesar 11,8%, tahun 2013 sebesar 0,161 atau

16,1% dan tahun 2014 sebesar 0,170 atau

17%. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan

penyerapan penerimaan atau rasio efesiensi

pembayaran pemerintah kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Barat masih rendah. Selain

itu peningkatan kemampuan penyerapan

penerimaan atau rasio efesiensi pembayaran

pemerintah kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Barat juga dari tahun 2010-2014

masih berfluktuatif. Hal ini akan

menyebabkan pembangunan di pemerintah

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat

tidak akan berjalan dengan baik, yang juga

akan berimbas pada kurangnya peningkatan

kesejahteraan masyarakat.

Seluruh daerah kabupaten dan kota di

Sumatera Barat memiliki beberapa sumber

keuangan daerah yang dipergunakan untuk

menjalankan aktivitas daerah yang terdiri

dari; pendapatan asli daerah (PAD), dana

perimbangan, pinjaman daerah, dan lainya

penerimaan yang sah. PAD merupakan

sumber pendapatan utama daerah untuk

menjalankan roda pemerintahan. PAD terdiri

dari; Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil

Pengelolaan Kekayaan Daerah (BUMD), dan

penerimaan lainya yang sah. Menurut UU No.

33 Tahun 2004 Bab V Pasal 6 Pendapatan

Asli Daerah (PAD) yang sah yaitu hasil

penjualan kekayaan daerah yang tidak

dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga,

keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap

mata uang asing, dan komisi , potongan

ataupun bentuk lainya sebagai akibat dari

penjualan dan pengadaan barang dan atau jasa

oleh daerah.

Pajak dan retribusi daerah merupakan

komponen utama dari PAD memiliki

hubungan yang erat dengan kondisi

perekonomian suatu daerah. Jika aktivitas

perekenomian masyarakat suatu daerah

terganggu sehingga menyebabkan kurangya

pendapatan masyarakat, maka secara

langsung akan juga akan menyebabkan

pendapatan daerah menjadi rendah dan

mendatangkan tekanan keuangan. Keadaan

pemerintah yang mengalami tekanan

keuangan bisa mengakibatkan penyusunan

APBD menjadi tidak pasti karena

kemungkinan adanya pergeseran komponen-

komponen pendapatan dan belanja daerah.

Tekanan keuangan juga berakibat pada tidak

stabilnya kinerja keuangan pada Pemda dan

Pemko. Kinerja keuangan merupakan salah

satu tolak ukur dari kesiapan suatu daerah

dalam menghadapi otonomi daerah.

Otonomi daerah bertujuan untuk

menuntun kemandirian daerah. Salah satu

upaya yang bisa dilakukan pemerintah daerah

untuk mencapai tujuan otonomi daerah adalah

dengan mengoptimalkan PAD sebagai sumber

pendapatan. PAD dapat ditingkatkan dengan

meningkatkan pendapatan dari pajak dan

retribusi daerah. Melaksanakan amanat UU

No. 32 dan 33 tahun 2004 tahun merupakan

tantangan bagi Pemda dan Pemko, yang harus

dilaksanakan dengan kerja keras guna

mewujudkan kesejateraan masyarakat lokal,

khususnya dalam bidang kesehatan,

pendidikan, dan perumahan. Pada

pemerintahan provinsi Sumatera Barat wujud

kerja keras dalam mengelola keuangan daerah

adalah melaksanakan pengembangan model

keuangan daerah baik secara intensifikasi

maupun ekstenfikasi pada setiap Pemda dan

Pemko di Sumatera Barat.

PAD bertujuan memberikan

kewenangan kepada Pemda untuk mendanai

pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan

potensi daerah sebagai wujud desentralisasi.

Pada pemerintahan provinsi Sumatera Barat

menentukan pendapatan asli daerah dari

setiap Pemda dan Pemko bisa bersumber dari;

pajak daerah, retribusi, dan bagian laga badan

usaha milik daerah (BUMD).

Tabel 2. berikut menyajikan tentang

data PAD kabupaten/kota di Sumatera Barat

dalam periode 2010-2014.

Tabel 2. Data PAD Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Barat Periode Tahun

2010-2014 (Jutaan) N

o Kab./

Kota Laju Pertumbuhan (%)

2010-

2011

2011

-

2012

2012-

2013

2013-

2014

1

2 3

4

5

6 7

8

9

10 11

12

13

14 15

16

17

18 19

Kab.Mantawai 25.23 25.23 -0.70 21.42

Kab. P. Selatan -0.63 107.39 28.51 7.14 Kab. Solok -22.09 -27.35 26.48 15.28

Kab.Sijunjung 54.44 24.43 4.38 29.94

Kab.T. Datar 14.99 15.12 31.05 -2.70

Kab. Pdg Pariaman 19.68 39.72 -0.05 -3.57 Kab. Agam 20.58 5.43 24.37 30.71

Kab. 50 Kota 40.38 12.35 27.51 58.90

Kab.Pasaman -14.62 16.09 25.82 25.40

Kab.Sosel 24.35 40.36 20.54 43.99 Kab. Dharmasraya 3.99 0.00 -11.41 42.08

Kab. Psm Barat -17.32 14.63 26.24 20.00

Kota Padang 4.75 32.55 10.63 40.32

Kota Solok 26.63 22.54 14.93 -15.96 Kota Sawahlunto 26.74 18.77 12.23 11.77

Kota Pdg Panjang 4.71 25.77 12.90 6.55

Kota Bkt Tinggi 16.71 17.51 12.52 4.53

Kota Payakumbuh 44.05 24.48 12.52 18.57 Kota Pariaman 16.41 16.84 2.79 24.89

Rata-rata 15.40 22.73 14.14 19.96

Sumber: BPS Provinsi Sumbar Tahun 2015

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui

bahwa bahwa dalam kurun waktu tahun 2010-

Page 6: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …

6

2014 rata-rata laju pertumbuhan PAD

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

masih berfluktuatif. Dilihat dari masing-

masing daerah, dalam periode tahun 2010-

2014 masih banyak terdapat daerah-daerah

yang memiliki laju pertumbuhan PAD di

bawah rata-rata laju pertumbuhan keseluruhan

daerah. Secara rata-rata peningkatan laju

pertumbuhan PAD Kabupaten/Kota di

Sumatera Barat masih kecil dan berfluktuatif.

Rata-rata laju pertumbuhan antar tahun 2010-

2011 sebesar 15,21%, pada tahun 2011-2012

dengan rata rata laju pertumbuhan sebesar

22,37% pada tahun 2012-2013 dengan rata

rata laju pertumbuhan sebesar 14,14%, dan

pada tahun 2013-2014 rata rata laju

pertumbuhan PAD Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Barat sebesar 19,96%.

PAD idealnya harus menjadi sumber

keuangan terbesar untuk pengeluaran

pemerintahan Kabupaten/Kota, sehingga

daerah benar-benar dapat otonom. Rendahnya

laju pertumbuhan PAD pemerintah

Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

mengindikasikan bahwa PAD yang dimiliki

pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera

Barat masih rendah dan belum bisa menutupi

seluruh kebutuhan belanja. Kondisi ini

membuat pemerintah Kabupaten/Kota masih

tergantung terhadap anggaran dari pemerintah

pusat untuk membiayai daerah.

Perbedaan PAD daerah ini bisa

disebabkan karena kekayaan daerah, kondisi

alam dan letak geografis yang berbeda dari

masing-masing daerah di Sumatera Barat

membuat tingkat PAD yang dimiliki oleh satu

daerah dengan daerah lain berbeda. Secara

langsung kondisi ini membuat besaranya PAD

yang diperoleh oleh sebagian daerah di

Sumatera Barat masih kecil. Perbedaan PAD

yang dimiliki terjadi di daerah-daerah

Sumatera Barat terlihat dari perkembangan

daerah yang tidak merata.

Infrastruktur dan sarana prasarana

yang ada di daerah akan berdampak pada

pertumbuhan ekonomi daerah. Jika sarana dan

prasarana memadai maka masyarakat dapat

melakukan aktivitas sehari-harinya secara

aman dan nyaman yang akan berpengaruh

pada tingkat produktivitasnya yang semakin

meningkat, dan dengan adanya infrastruktur

yang memadai akan menarik investor untuk

membuka usaha di daerah tersebut. Dengan

bertambahnya belanja modal maka akan

berdampak pada periode yang akan datang

yaitu produktivitas masyarakat meningkat.

(Abimanyu, 2005).

Tabel 3 berikut menyajikan tentang

data belanja modal oleh pemerintahan

kabupaten/kota di Sumatera Barat dalam

periode 2010-2014.

Tabel 3. Data Belanja Modal Pemerintahan

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera

Barat Periode Tahun 2010-2014 (Jutaan) N

o Kab./

Kota Laju Pertumbuhan (%)

2010-

2011

2011

-

2012

2012-

2013

2013-

2014

1

2

3 4

5

6

7 8

9

10

11 12

13

14

15 16

17

18

19

Kab.Mantawai 18.68 -14.55 -20.85 47.87

Kab. P. Selatan 28.49 -11.36 11.84 -71.27

Kab. Solok -16.70 22.56 26.53 -69.31 Kab.Sijunjung -7.40 -5.42 -29.79 -27.36

Kab.T. Datar -10.66 -30.53 25.73 14.47

Kab. Pdg Pariaman -29.44 -43.00 11.00 58.05

Kab. Agam -13.54 17.68 -4.08 -42.99 Kab. 50 Kota -7.36 -17.44 06.47 50.63

Kab.Pasaman 25.15 3.11 -16.57 16.25

Kab.Sosel -28.50 .84.54 457.59 -16.03

Kab. Dharmasraya -6.56 11.75 12.95 -20.77 Kab. Psm Barat -11.83 -16.55 58.32 -24.32

Kota Padang -22.43 -19.88 17.76 5.99

Kota Solok 16.63 -20.35 15.48 8.71

Kota Sawahlunto 3.10 -26.38 -5.83 44.25 Kota Pdg Panjang 4.03 -23.59 2.68 44.52

Kota Bkt Tinggi 9.02 -12.58 5.68 8.24

Kota Payakumbuh -1.98 -18.30 51.31 -44.13

Kota Pariaman -8.45 1.92 -88.49 -12.77 Rata-rata -1.19 -10.72 33.04 0.11

Sumber: BPS Provinsi Sumbar Tahun 2015

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui

bahwa dalam kurun waktu tahun 2010-2014

rata-rata laju pertumbuhan belanja modal

pemerintahan Kabupaten/Kota di Provinsi

Sumatera Barat masih belum merata. Dilihat

dari masing-masing daerah, dalam periode

tahun 2010-2014 masih banyak terdapat

daerah-daerah yang memiliki laju

pertumbuhan belanja modal di bawah rata-

rata laju pertumbuhan keseluruhan daerah.

Secara rata-rata peningkatan laju

pertumbuhan belanja modal pemerintahan

Kabupaten/Kota di Sumatera Barat masih

kecil. Hal ini terlihat dari rata-rata laju

pertumbuhan belanja modal antara tahun

2010-2011 menurun sebesar -1,89%, rata-rata

laju pertumbuhan tahun 2011-2012 menurun

sebesar -10,72%, rata-rata laju pertumbuhan

belanja modal pada tahun 2012-2013 sebesar

33,04%, dan rata-rata laju pertumbuhan

belanja modal pada tahun 2013-2014 sebesar

0,11%.

Perbedaan belanja modal antara daerah

ini bisa disebabkan karena kebutuhan

pembangunan masing-masing daerah yang

berbeda. Daerah dengan belanja modal yang

banyak kecenderungan merupakan daerah

hasil pemekaran. Daerah hasil pemekaran

secara fisik tentu membutuhkan pembangunan

yang banyak untuk meningkatkan kualitas

Page 7: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …

7

pemerintahan. Selain pada daerah pemekaran,

belanja modal yang besar juga terjadi pada

daerah yang rawan terkena atau berada di

daerah rawan bencana. Kondisi alam tersebut

membuat pemerintah daerah/kota

memerlukan pembangunan yang fisik dengan

kualitas yang baik dan bisa digunakan untuk

kepentinggan masyarakat umum sewaktu-

waktu.

Perubahan alokasi belanja ditujukan

untuk pembangunan berbagai fasilitas modal.

Pemerintah perlu memfasilitasi berbagai

aktivitas peningkatan perekonomian, salah

satunya dengan membuka kesempatan

berinvestasi. Belanja modal pada umumnya

dialokasikan untuk perolehan asset tetap yang

dapat digunakan sebagai sarana pembangunan

daerah. Dengan berkembang pesatnya

pembangunan diharapkan terjadi peningkatan

kemandirian daerah dalam membiayai

kegiatannya terutama dalam hal keuangan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD) merupakan lembaga yang memiliki

posisi dan peran strategis terkait dengan

pengawasan keuangan daerah (Winarna dan

Murni, 2007). Pasal 69 ayat 1 menyatakan

bahwa anggota DPRD Kabupaten/Kota

berjumlah sekurang-kurangnya dua puluh

orang dan sebanyak-banyaknya empat puluh

lima orang. Besarnya jumlah anggota DPRD

diharapkan juga dapat meningkatkan

pengawasan terhadap kinerja pemerintah

daerah, sehingga berdampak baik dengan

adanya peningkatan kinerja pemerintah

daerah.

Permasalahan yang terjadi dari segi

legislatif adalah tidak meratanya jumlah

anggota legislatif tiap-tiap daerah di Sumatera

Barat. Hal ini membuat daerah dengan

anggota legislatif yang kurang akan

mengalami kinerja yang kurang baik,

dikarenakan lemahnya pengawasan keuangan

pemerintahan. Lebih lanjut jumlah ukuran

legislatif di pemerintah kabupaten kota di

Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel beriku

Tabel 4. Data Ukuran Legislatif

Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera

Barat Tahun 2015

No Kab./

Kota

Jumlah

Anggota

Legislatif

Persentase

(%)

Luas

Wilayah

Persentase

Wilayah

1

2

3

4 5

6

7

8 9

10

11

12 13

14

15

16 17

18

19

Kab.Mantawai 20 3.60 6.011,53 14.31

Kab. P. Selatan 40 7.21 5.749,89 13.69

Kab. Solok 35 6.31 3.738,00 8.90

Kab.Sijunjung 25 4.50 3.130,40 7.45 Kab.T. Datar 35 6.31 1.336,10 3.18

Kab. Pdg Pariaman 35 6.31 1.332,51 3.17

Kab. Agam 40 7.21 1.804,30 4.29

Kab. 50 Kota 35 6.31 3.571,14 8.50 Kab.Pasaman 30 5.41 3.947,63 9.40

Kab.Sosel 25 4.50 3.346,20 7.96

Kab. Dharmasraya 25 4.50 2.961,13 7.05

Kab. Psm Barat 25 6.31 3.887.77 9.25 Kota Padang 45 8.11 693,66 1.65

Kota Solok 20 3.60 71,29 0.17

Kota Sawahlunto 20 3.60 231,93 0.05

Kota Pdg Panjang 20 3.60 23,00 0.05 Kota Bkt Tinggi 25 4.50 25,24 0.06

Kota Payakumbuh 25 4.50 85,22 0.20

Kota Pariaman 20 3.60 66,13 0.16

Total 555 100 100

Sumber: BPS Provinsi Sumbar Tahun 2015

Tabel di atas menunjukkan bahwa

penyebaran jumlah anggota legislatif antara

pemerintah kabupaten dengan pemerintah

kota berbeda signifikan. Dimana jumlah

anggota legislatif untuk pemerintah kabupaten

cenderung lebih besar daripada pemerintah

kota. Satu-satunya pemerintah kota yang

memiliki jumlah anngota legislatif yang

banyak yaitu Kota Padang dengan ukuran

legislatif sebesar 45 orang. Namun, ukuran

legislatif yang besar untuk pemerintah

kabupaten belum memberi dampak yang

besar terhadap peningkatan kinerja keuangan

pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan

kecenderungan pemerintah kota memiliki

kinerja keuangan yang lebih baik dari

pemerintah kabupaten-kabupaten di Sumatera

Barat. Dapat dikatakan bahwa kinerja

anggota legislatif belum optimal.

Semakin banyaknya ukuran legislative

maka akan semakin baik pengawasan

legislative terhadap kinerja pemerintah.

Jumlah anggota legislative yang sedikit pada

suatu pemerintah kabupaten/kota di daerah

akan membuat kekuatan pengawasan

legislative manjadi lemah. Dewan Perwakilan

Rakyat (DPRD) atau anggota legislatif

bertugas mengawasi pemerintah daerah agar

pemerintah daerah dapat mengalokasikan

anggaran yang ada untuk dapat

didayagunakan dengan baik. Banyaknya

jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat

(DPRD) diharapkan dapat meningkatkan

pengawasan terhadap pemerintah daerah

sehingga berdampak dengan adanya

peningkatan kinerja pemerintah daerah

Page 8: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …

8

(Sumarjo, 2010). Penguatan posisi Dewan

Perwakilan Rakyat (DPRD) setelah program

otonomi daerah memang sesuatu yang

didambakan sebagai pengontrol kinerja

eksekutif (Bastian, 2006). Ikhsan dan Ishak

(2005) menyatakan bahwa kontrolabilitas

(pengendalian) dianggap diinginkan karena

mengeluarkan aspek-aspek kinerja.

Secara logika semakin tinggi tingkat

pengawasan maka semakin tinggi pula tingkat

tanggung jawab dan tingkat kemauan dalam

bekerja. Sedangkan semakin tinggi tanggung

jawab dalam bekerja akan mempengaruhi

perolehan hasil yang menunjukan kinerja. Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Sumarjo

(2010) yang menyatakan Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah bertugas melakukan

peningkatan pengawasan terhadap pemerintah

daerah sehingga berdampak dengan adanya

peningkatnya kinerja pemerintah daerah, yang

akhirnya terbentuknya titik temu bahwa

semakin besar anggota legislative maka

semakin besar pula kinerja pemerintah daerah

atau sebaliknya.

Dalam era otonomi daerah, daerah

diharapkan daerah mampu meningkatkan

pelayanan diberbagai sector terutama sektor

publik. Peningkatan layanan publik ini

diharapkan dapat meningkatkan daya tarik

bagi investor untuk membuka usaha di

daerah. Harapan ini tentu saja dapat terwujud

apabila ada upaya pemerintah dengan

memberikan berbagai fasilitas untuk investasi.

Konsekuensinya, pemerintah perlu

memberikan alokasi belanja yang lebih besar

untuk tujuan ini.

Berdasarkan penjelasan di atas diketahi

bahwa PAD dari suatu Pemda atau Pemko

akan sangat mempengaruhi kinerja keuangan

Pemda atau Pemko tersebut. Oleh karena itu

penelitian ini berjudul “Pengaruh PAD,

Belanja Modal dan Ukuran Legislatif

terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera

Barat”.

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimanakah pengaruh PAD

terhadap kinerja keuangan

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera

Barat ?

2. Bagaimanakah pengaruh belanja

modal terhadap kinerja keuangan

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera

Barat ?

3. Bagaimanakah pengaruh ukuran

legislatif terhadap kinerja keuangan

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera

Barat ?

4. Bagaimanakah pengaruh PAD,

belanja modal, dan ukuran legislatif

secara bersama-sama terhadap

kinerja keuangan kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Barat ?

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis penelitian ini tergolong kepada

penelitian kuantitatif. Analisis data yang

digunkan adalah analisis deskriptif dan

asosiatif. Penelitian deskriptif adalah

penelitian yang betujuan memberi gambaran

dari data yang telah terkumpul untuk disajikan

dalam bentu tabel, grafik, sentral tedensi, dan

persentase. (Sugiyono, 2006:164).

Selanjutnya, Arikunto (2002:239) menyatakan

penelitian asosiatif adalah penelitian yang

menguji ada tidaknya hubungan atau

pengaruh antara satu variabel dengan variabel

lainnya.

Penelitian ini dilakukan di Sumatera

Barat, dengan menggunakan data PAD,

belanja modal, ukuran legislatif, dan kinerja

keuangan kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Barat dalam kurun waktu 5 tahun,

mulai dari 2010-2014. Objek penelitian

adalah data tentang PAD, belanja modal,

ukuran legislatif, dan kinerja keuangan

kabupaten/kota yang berada di bawah

naungan pemerintah Provinsi Sumatera Barat,

mulai dari tahun 2010-2014 dalam waktu 5

tahun, dengan n sebanyak 95. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

merupakan data sekunder dan data panel yang

diambil dalam periode 2010- 2014. Sumber

data diperoleh dari Badan Pusat Statistik

(BPS) Sumatera Barat. Data pendukung

lainnya penulis peroleh dari berbagai

publikasi dan bacaan yang terkait dengan

topik penelitian

Analisis data yang digunakan adalah

analisis deskriptif dan analisis induktif.

Analisis deskriptif bertujuan untuk melihat

laju pertumbuhan data setiap variabel

penelitian. Tujuan umum dari analisis induktif

adalah untuk mengetahui signifikansi

pengaruh PAD, belanja modal dan ukuran

legislatif terhadap kinerja keuangan

Page 9: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …

9

pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi

Sumatera Barat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis deskriptif,

diperoleh keterangan tingkat capaian

responden terhadap kuesioner penelitian

untuk masing-masing variabel.

1. Hasil Analisa Deskriptif

Setelah dilakukan analisa deskriptif

kemudian dilakukan analisa induktif, untuk

mengetahui signifikansi pengaruh PAD,

belanja modal dan ukuran legislatif terhadap

kinerja keuangan pemerintah Kabupaten/Kota

di Provinsi Sumatera Barat, baik secara

parsial atau simultan. Uji hipotesis yang

digunakan adalah uji t. Sebelum dilakukan uji

hipotesis terlebih dahulu dilakukan aumsi

klasik. Setelah semua persyaratan analisis

terpenuhi, maka dilanjutkan dengan uji

hipotesis.

Berdasarkan hasil analisis uji hiptesisi

dieroleh hasil sebagai berikut;

1) PAD berpengaruh signifikan terhadap

kinerja keuangan kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Barat. Hal ini

dibuktikan oleh nilai koefisiennya sebesar

0,681. Nilai koefisien signifikan secara

statistik karena thitung sebesar 6,717 lebih

besar dari ttabel sebesar 0,0000. Hipotesis

nol ditolak dan hipotesis alternatif

diterima. Artinya apabila pendapatan asli

daerah meningkat 1%, maka kinerja

keuangan kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Baratakan meningkat sebesar

0,681 satuan.

2) Belanja modal berpengaruh signifikan

terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota

di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini

dibuktikan oleh nilai koefisiennya sebesar

0,239. Nilai koefisien signifikan secara

statistik karena thitung sebesar 3,702 lebih

besar dari ttabel sebesar 1,986. Hipotesis

nol ditolak dan hipotesis alternatif

diterima. Artinya apabila belanja modal

meningkat 1%, maka kinerja keuangan

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera

BaratBaratakan meningkat sebesar 0,239

satuan.

3) ukuran legislatif berpengaruh signifikan

terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota

di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini

dibuktikan oleh nilai koefisiennya sebesar

5,279. Nilai koefisien signifikan secara

statistik karena thitung sebesar 4,806 lebih

besar dari ttabel sebesar 1,986. Hipotesis

nol ditolak dan hipotesis alternatif

diterima. Artinya apabila ukuran legislatif

meningkat1%, maka kinerja keuangan

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat

Baratakan meningkat sebesar 5,279

satuan.

4) PAD, belanja modal dan ukuran legislatif

secara simultan berpengaruh signifikan

terhadap kinerja keuangan kabupaten/kota

di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini

dikarenakan Fhitung (21,258) > dari Ftabel

(3,10) dan Sig (0,000) < Alpha (0,05)

artinya hipotesis nol ditolak dan hipotesis

alternatif diterima. 41,2% kinerja

keuangan kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Baratdipengaruhi variabel PAD,

belanja modal, ukuran legislatifsedangkan

sisanya 59,8% dijelas oleh sebab-sebab

lain yang ada di luar penelitian.

PEMBAHASAN

1. Pengaruh PAD terhadap Kinerja

Keuangan Kabupaten/Kota di Provinsi

Sumatera Barat

Berdasarkan pengujian hipotesis

diketahui bahwa secara parsial PAD

berpengaruh signifikan terhadap kinerja

keuangan kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai

koefisiennya sebesar 0,681. Nilai koefisien

signifikan secara statistik karena thitung sebesar

6,717 lebih besar dari ttabel sebesar 1,986.

Hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif

diterima. Artinya apabila pendapatan asli

daerah meningkat 1%, maka kinerja keuangan

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat

akan meningkat sebesar 0,681 satuan.

Hasil analisa menunjukkan bahwa

dalam kurun waktu tahun 2010-2014 rata-rata

laju pertumbuhan PAD Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Barat masih berfluktuatif.

Rata-rata laju pertumbuhan antar tahun 2010-

2011 sebesar 15,21%, pada tahun 2011-2012

dengan rata rata laju pertumbuhan sebesar

22,37% pada tahun 2012-2013 dengan rata

rata laju pertumbuhan sebesar 14,14%, dan

pada tahun 2013-2014 rata rata laju

pertumbuhan PAD Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Barat sebesar 19,96%.

Page 10: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …

10

PAD idealnya harus menjadi sumber

keuangan terbesar untuk pengeluaran

pemerintahan Kabupaten/Kota, sehingga

daerah benar-benar dapat otonom. Rendahnya

laju pertumbuhan PAD pemerintah

Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

mengindikasikan bahwa PAD yang dimiliki

pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera

Barat masih rendah dan belum bisa menutupi

seluruh kebutuhan belanja. Kondisi ini

membuat pemerintah Kabupaten/Kota masih

tergantung terhadap anggaran dari pemerintah

pusat untuk membiayai daerah.

Menurut Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah, “Pajak daerah adalah

kontribusi wajib kepada daerah yang terutang

oleh orang pribadi atau badan yang bersifat

memaksa berdasarkan Undang-Undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan secara

langsung dan digunakan untuk keperluan

daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat.” Kemampuan pemerintah daerah

untuk menghasilkan keuangan daerah melalui

penggalian sumber-sumber kekayaan asli

daerah atau PAD harus terus dipacu

pertumbuhannya (Wenny, 2012). Pajak

Daerah yang merupakan salah satu sumber

penting PAD ini akan sangat berpengaruh

pada kinerja keuangan pemerintah daerah.

Kinerja ini dapat dilihat melalui sasaran yang

telah tercapai dalam pelaksanaan

pembangunan dan pelayanan kepada

masyarakat

Hasil penelitian ini juga didukung

oleh hasil penelitian yang dilakukan Fajar dan

Abdul (2012) yang menemukan bahwa

PADberpengaruh signifikan dan positif

terhadap pertumbuhan kinerja keuangan

secara langsung.Florida (2007) berdasarkan

hasil penelitiannya juga menemukan bahwa

pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap

kinerja keuangan.

PAD adalah pendapatan yang

diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan

PeraturanDaerah sesuai dengan peraturan

perundang-undangan, PAD

bertujuanmemberikan kewenangan kepada

Pemerintah Daerah untuk

mendanaipelaksanaan otonomi daerah sesuai

dengan potensi daerah masing-masing.

Sedangkan, Kinerja keuangan pemerintah

daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk

menggali dan mengelola sumber-sumber

keuangan asli daerah dalam memenuhi

kebutuhannya guna mendukung berjalannya

sistem pemerintahan, pelayanan kepada

masyarakat dan pembangunan daerahnya

dengan tidak tergantung sepenuhnya kepada

pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan

didalam menggunakan dana-dana untuk

kepentingan masyarakat daerah dalam batas-

batas yang ditentukan peraturan perundang-

undangan’

Berdasarkan uraian di atas maka

PAD berpengaruh signifikan terhadap kinerja

keuangaan daerah, karena keduanya saling

terkait satu sama lain dan tidak dapat berdiri

sendiri.

2. Pengaruh Belanja Modal terhadap

Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Barat

Berdasarkan pengujian hipotesis

diketahui bahwa secara parsial belanja modal

berpengaruh signifikan terhadap kinerja

keuangan kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai

koefisiennya sebesar 0,239. Nilai koefisien

signifikan secara statistik karena thitung sebesar

3,702 lebih besar dari ttabel sebesar 1,986.

Hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif

diterima. Artinya apabila belanja modal

meningkat 1%, maka kinerja keuangan

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat

akan meningkat sebesar 0,239 satuan.

Hasil analismenunjukkan bahwa

dalam kurun waktu tahun 2010-2014 rata-rata

laju pertumbuhan belanja modal pemerintahan

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat

masih belum merata.Secara rata-rata

peningkatan laju pertumbuhan belanja modal

pemerintahan Kabupaten/Kota di Sumatera

Barat masih kecil. Hal ini terlihat dari rata-

rata laju pertumbuhan belanja modal antara

tahun 2010-2011 menurun sebesar -1,89%,

rata-rata laju pertumbuhan tahun 2011-2012

menurun sebesar -10,72%, rata-rata laju

pertumbuhan belanja modal pada tahun 2012-

2013 sebesar 33,04%, dan rata-rata laju

pertumbuhan belanja modal pada tahun 2013-

2014 sebesar 0,11%.

Berdasarkan data pertumbuhan diatas

dalam kurun waktu 5 tahun, dari tahun 2010-

2014 maka pertumbuhan tidak signifikan,

karena perbedaan belanja modal antara daerah

ini disebabkan karena kebutuhan

pembangunan daerah masing-masing daerah

yang berbeda. Daerah dengan belanja yang

banyak kecenderung merupakan daerah hasil

Page 11: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …

11

pemekaran. Selain daerah pemekaran, belanja

modal yang besar juga terjadi pada yang

rawan atau berada didaerah rawan bencana.

Pembangunan sarana dan prasarana

oleh pemerintah daerah berpengaruh positif

pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004).

Peningkatan pelayanan sektor publik secara

berkelanjutan akan meningkatkan sarana dan

prasarana publik, investasi pemerintah juga

meliputi perbaikan fasilitas pendidikan,

kesehatan, dan sarana penunjang lainnya.

Syarat fundamental untuk pembangunan

ekonomi adalah tingkat pengadaan modal

pembangunan yang seimbang dengan

pertambahan penduduk. Pembentukan modal

tersebut harus didefinisikan secara luas

sehingga mencakup semua pengeluaran yang

sifatnya menaikan produktivitas.

Dengan ditambahnya infrastruktur dan

perbaikan infrastruktur yang ada oleh

pemerintah daerah, diharapkan akan memacu

pertumbuhan perekonomian di daerah (Adi &

Harianto, 2007). Perubahan alokasi belanja

ditujukan untuk pembangunan berbagai

fasilitas modal. Pemerintah perlu

memfasilitasi berbagai aktivitas peningkatan

perekonomian, salah satunya dengan

membuka kesempatan berinvestasi.

Pembangunan infrastruktur dan pemberian

berbagai fasilitas kemudahan dilakukan untuk

meningkatkan daya tarik investasiMenurut

Nugroho (2012) belanja modal berpengaruh

signifikan terhadap kinerja keuangan

Hasil penelitian ini juga didukung

oleh hasil penelitian yang dilakukan Fajar dan

Abdul (2012) yang menemukan bahwa

belanja modal berpengaruh negative terhadap

pertumbuhan kinerja keuangan secara

langsung. Puspita (2007) berdasarkan

hapenelitianny juga menemukan bahwa

belanja modal berpengaruh signifikan dan

positif terhadap pertumbuhan kinerja

keuangan.

Belanja modal merupakan belanja

Pemerintah Daerah yang manfaatnya melebih

satu tahun anggaran dan akan menambah

asetatau kekayaan daerah dan menambah

belanja yang bersifat rutinseperti biaya

pemeliharaan pada kelompok belanja

administrasi umum.Sedangkan, Kinerja

keuangan pemerintah daerah adalah

kemampuan suatu daerah untuk menggali dan

mengelola sumber-sumber keuangan asli

daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna

mendukung berjalannya sistem pemerintahan,

pelayanan kepada masyarakat dan

pembangunan daerahnya dengan tidak

tergantung sepenuhnya kepada pemerintah

pusat dan mempunyai keleluasaan didalam

menggunakan dana-dana untuk kepentingan

masyarakat daerah dalam batas-batas yang

ditentukan peraturan perundang-undangan’

Berdasarkan uraian di atas maka

belanja modal berpengaruh signifikan

terhadap kinerja keuangaan daerah, karena

keduanya saling terkait satu sama lain dan

tidak dapat berdiri sendiri.

3. Pengaruh Ukuran Legislatif terhadap

Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota di

Provinsi Sumatera Barat

Berdasarkan pengujian hipotesis

diketahui bahwa secara parsial ukuran

legislatif berpengaruh signifikan terhadap

kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai

koefisiennya sebesar 5,279. Nilai koefisien

signifikan secara statistik karena thitung sebesar

4,806 lebih besar dari ttabel sebesar 1,986.

Hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatif

diterima. Artinya apabila ukuran legislatif

meningkat 1%, maka kinerja keuangan

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat

akan meningkat sebesar 5,279 satuan.

Hasil analisa menunjukkan bahwa

penyebaran jumlah anggota legislatif antara

pemerintah kabupaten dengan pemerintah

kota berbeda signifikan. Dimana jumlah

anggota legislatif untuk pemerintah kabupaten

cenderung lebih besar daripada pemerintah

kota.Hal ini dikarenakan kecenderungan

pemerintah kota memiliki kinerja keuangan

yang lebih baik dari pemerintah kabupaten-

kabupaten di Sumatera Barat.

DPRD memiliki fungsi

legislasi, fungsi anggaran dan fungsi

pengawasan. Lembaga legislatif harus

memperhatikan mengenai seberapa besar

pengeluaran pemerintah daerah yang akan

dilakukan dan berapa pemasukan yang akan

diterima. Banyaknya jumlah anggota DPRD

diharapkan dapat meningkatkan pengawasan

terhadap pemerintah daerah sehingga

berdampak dengan adanya peningkatan

kinerja pemerintah daerah. Dengan demikian,

semakin besar jumlah anggota legislatif

diharapkan dapat meningkatkan kinerja

pemerintah daerah melalui adanya

pengawasan.

Page 12: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …

12

Hasil penelitian Mirna (2012),

menunjukkan variabel ukuran legislatif

memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan

pemerintah daerah berdasarkan rasio efisiensi

Hasil penelitian ini juga didukung

oleh hasil penelitian yang dilakukan

Kusumawarda (2010) yang menemukan

bahwa ukuran legislatif secara parsial

berpangaruh terhadap kinerja keuangan

pemerintah daerah di Indonesia.

Ukuran legislatif adalah jumlah

anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD)

yang bertugas mengawasi pemerintah daerah

agar pemerintah daerah dapat mengalokasikan

anggaran yang ada untuk dapat

didayagunakan dengan baik.Sedangkan,

Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah

kemampuan suatu daerah untuk menggali dan

mengelola sumber-sumber keuangan asli

daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna

mendukung berjalannya sistem pemerintahan,

pelayanan kepada masyarakat dan

pembangunan daerahnya dengan tidak

tergantung sepenuhnya kepada pemerintah

pusat dan mempunyai keleluasaan didalam

menggunakan dana-dana untuk kepentingan

masyarakat daerah dalam batas-batas yang

ditentukan peraturan perundangundangan’

Berdasarkan uraian di atas maka

ukuran legislatif berpengaruh signifikan

terhadap kinerja keuangaan daerah, karena

keduanya saling terkait satu sama lain dan

tidak dapat berdiri sendiri ,karena ukuran

legislaif terdiri dari anggota dewa yg bertugas

mengawasi kinerja keuangan daerah.

4 Pengaruh PAD, Belanja Modal, dan

Ukuran Legislatif Secara Simultan

terhadap Kinerja Keuangan

Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera

Barat

Berdasarkan pengujian hipotesis

diketahui bahwa PAD, belanja modal dukuran

legislatif secara simultan berpengaruh

signifikan terhadap kinerja keuangan

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat.

Dimana Fhitung (21,258)> dari Ftabel (3,10) dan

Sig (0,000) < Alpha (0,05) artinya hipotesis

nol ditolak dan hipotesis alternatif diterima.

Persentase pengaruh PAD, belanja modaldan

ukuran legislatif secara simultan terhadap

kinerja keuangan kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Barat yaitu sebesar 41,2%,

sedangkan sisanya 59,8% dijelas oleh sebab-

sebab lain yang ada di luar penelitian.

Hasil analisa menunjukkan bahwa

efesien pembayaran pemerintah

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat

masih rendah. Selain itu peningkatan

kemampuan penyerapan penerimaan atau

rasio efesiensi pembayaran pemerintah

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat

juga dari tahun 2010-2014 masih

berfluktuatif. Hal ini akan menyebabkan

pembangunan di pemerintah kabupaten/kota

di Provinsi Sumatera Barat tidak akan

berjalan dengan baik, yang juga akan

berimbas pada kurangnya peningkatan

kesejahteraan masyarakat

Menurut Mahmudi (2010:14)

terdapat tiga pilar utama yang menopang

keberhasilan menajemen atau kinerja

keuangan publik atau pemerintah daerah,

yaitu manajemen pendapatan, manajemen

belanja, dan manajemen pembiayaan. Pada

sektor publik besar kecilnya pendapatan akan

menentukan tingkat kualitas pelaksanaan

pemerintahan, tingkat kemampuan pemerintah

dalam penyedian pelayanan publik, dan

keberhasilan pelaksanaan program dan

kegiatan pembangunan.

Pendapatan daerah terdiri dari;

pendapatan asli daerah (PAD), transfer

pemerintah pusat, transfer pemerintah

provinsi, dan lain-lainya pendapatan daerah

yang sah (Mahmudi, 2010: 16). Pendapatan

asli daerah (PAD), yang terdiri dari; pajak

daerah, retribusi daerah, dan bagi laba

pengelolaan aset daerah yang dipisah.Transfer

pemerintah pusat, yang terdiri dari; bagi hasil

pajak, bagi hasil sumber daya alam, dana

alokasi umum, dana alokasi khusus, dana

otonomi khusus, dan dana penyesuaian.

Lebih lanjut, Mahmudi (2010:86)

menyatakan bahwa perencanaan dan

pengendalian belanja merupakan aktivitas

penting yang harus dilakukan oleh

pemerintah. Pengelolaan belanja yang

dilakukan secara ekonomis, efisien, dan

efektif akan memberi dampak terhadap

kesejahteraan masyarakat. Belanja dapat

berbentuk belanja operasi maupun belanja

modal.

Sedangkan menurut Abdullah

(2011:105) Legislative atau Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

merupakan salah satu unsur penyelenggara

pemerintahan daerah disamping pemerintah

daerah. DPRD memiliki fungsi utama, yaitu

sebagai legislatif, anggaran, dan pengawasan.

Page 13: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …

13

Fungsi legislatif diantaranya adalah

membentuk peraturan daerah, yang dibahas

dengan kepala daerah untuk mendapatkan

persetujuan bersama. Fungsi anggaran

diantaranya adalah membahas dan menyetujui

rancangan peraturan daerah tentang Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

bersama dengan kepala daerah. Fungsi

pengawasan, yaitu melakukan pengawasan

terhadap jalannya pemerintahan dan

pelaksanaan peraturan perundang-undangan.

Fungsi pengawasan diantaranya

adalah melaksanakan pengawasan terhadap

pelaksanaan peraturan daerah dan perundang-

undangan lainnya, peraturan kepala daerah,

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

(APBD), kebijakan pemerintah daerah dalam

melaksanakan program pembangunan daerah,

dan kerja sama internasional daerah.

PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis data yang

telah dilakukan dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Variabel PAD berpengaruh signifikan

terhadap kinerja keuangan

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera

Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai

koefisiennya sebesar 0,681. Nilai

koefisien signifikan secara statistik

karena thitung sebesar 6,717 lebih besar

dari ttabel sebesar 1,986. Hipotesis nol

ditolak dan hipotesis alternatif

diterima. Artinya apabila pendapatan

asli daerah meningkat 1%, maka

kinerja keuangan kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Barat akan

meningkat sebesar 0,681 satuan.

2. Variabel belanja modal berpengaruh

signifikan terhadap kinerja keuangan

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera

Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai

koefisiennya sebesar 0,239. Nilai

koefisien signifikan secara statistik

karena thitung sebesar 3,702 lebih besar

dari ttabel sebesar 1,986. Hipotesis nol

ditolak dan hipotesis alternatif

diterima. Artinya apabila belanja modal

meningkat 1%, maka kinerja keuangan

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera

Barat akan meningkat sebesar 0,239

satuan.

3. Variabel ukuran legislatif berpengaruh

signifikan terhadap kinerja keuangan

kabupaten/kota di Provinsi Sumatera

Barat. Hal ini dibuktikan oleh nilai

koefisiennya sebesar 5,279. Nilai

koefisien signifikan secara statistik

karena thitung sebesar 4,806 lebih besar

dari ttabel sebesar 1,986. Hipotesis nol

ditolak dan hipotesis alternatif

diterima. Artinya apabila ukuran

legislatif meningkat 1%, maka kinerja

keuangan kabupaten/kota di Provinsi

Sumatera Barat akan meningkat

sebesar 5,279 satuan.

4. Variabel PAD, belanja modal dan

ukuran legislatif secara simultan

berpengaruh signifikan terhadap

kinerja keuangan kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Barat. Dimana

Fhitung (21,258) > dari Ftabel (3,10) dan

Sig (0,000) < Alpha (0,05) artinya

hipotesis nol ditolak dan hipotesis

alternatif diterima. Persentase pengaruh

PAD, belanja modal dan ukuran

legislatif secara simultan terhadap

kinerja keuangan kabupaten/kota di

Provinsi Sumatera Barat yaitu sebesar

41,2%, sedangkan sisanya 59,8%

dijelas oleh sebab-sebab lain yang ada

di luar penelitian.

SARAN

Berkenaan dengan temuan penelitian,

maka penulis mengemukakan beberapa saran

yaitu:

1. Disarankan kepada pihak Pemerintah

Kabupaten/Kota Sumatera Barat

untuk selalu berupaya meningkatkan

penyerapan anggaran yang telah

dibuat untuk peningkatan

kesejahterahan daerah/kota. Kepala

daerah/kota dihapkan berusaha

meningkatan pengelolaan PAD agar

pendapatan daerah bisa lebih

ditingkatkan demi kemajuan daerah.

Dalam memberlanjakan anggaran

diharapkan pemerintah

Kabupaten/Kota di Sumatera Barat

lebih mengutamakan belanja yang

sifatnya memberi manfaat untuk

kelancaran pemerintahan.

2. Disarankan anggota DPRD di

kabupaten/kota pada Provinsi

Sumatera Barat berusaha

menunjukkan kinerja yang lebih baik,

mengingat pentingya peranan anggota

DPRD sebagai legislatif, anggaran,

Page 14: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …

14

dan pengawasan terhadap kinerja

pemerintahan daerah.

3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat

menjadi referensi bagi peneliti

selanjutnya yang akan membahas hal

yang sama pada tempat lain.

Selanjutnya, bagi peneliti yang ingin

meneliti tentang kinerja keuangan

pada tempat yang sama disarankan

mengaitkannya dengan variabel selain

PAD, belanja modal, dan ukuran

legislatif.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Rozali. 2011. Pelaksanaan

Otonomi Luas Dengan Pemilihan

Kepala Daerah Secara Langsung.

Jakarta: Raja Wali Pres.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur

metodologi penelitian. Jakarta: Rineka

Cipta.

Florida, Asha . 2006. Pengaruh Pendapatan

Asli Derah (PAD) Terhadap Kinerja

Keuangan Pemerintah Kabupaten dan

Kota Di Provinsi Sumatera

Utara.Tesis.Program Studi Ilmu

Akuntansi Universitas Sumatera Utara

Medan.

Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi analisis

multivariate dengan program IBM

SPSS 20. Semarang: Badan Penerbit

Universitas Dipenogoro.

Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan

Daerah. Yogyakarta: Salemba Empat

Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi Daerah

dan Pembangunan Daerah

(Revormasi,Perencanaan, Strategi dan

Peluang). Jakarta: Erlangga.

Mahmudi. 2010. Manajemen Keuangan

Daerah. Jakarta: Erlangga.

Nugroho, Fajar dan Roman, Abdul. 2012.

Pengaruh Belanja Modal terhadap

Pertumbuhan Kinerja Keuangan

Daerah dengan Pendapatan Asli

Daerah Sebagai Variabel Intervening (

Studi Kasus di Provinsi Jawa Tengah.

Jurnal Akuntansi.Volume 1, Nomor 2,

halaman 1-14. Semarang: Universit

Sugiyono. 2006. Metode Penelitian

Kuantitatif ,Kualitatif dan R & D .

Jakarta: Alfa Beta.

Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan Teori

dan Aplikasi SPPSS . Yogyakarta:

Andi .

Wenny, CD. 2012. Analisis Pengruh

Pendapatan Asli Daerah (PAD)

terhadap Kinerja Keuangan Pada

Pemerintah Kabupaten dan kota di

Provinsi Sumatera Selatan. Forum

Bisnis dan Kewirausaan Jurnal Ilmiah

STIE MDP VOL. 2 ,Pp 39-51.

Page 15: PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH, BELANJA MODAL, DAN …

15