PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN A TERHADAP LUAS GLOMERULUS GINJAL TIKUS MODEL DIABETES MELITUS TIPE 2 TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Oleh: Made Dinda Pratiwi NIM. 145070101111037 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017
72
Embed
PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN A TERHADAP LUAS …repository.ub.ac.id/8377/1/Pratiwi, Made Dinda.pdf · saudara seperantauan Kak Yuli, Kak Tiwi, Kak Shandra serta adik-adikku Tania dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN A TERHADAP LUAS
GLOMERULUS GINJAL TIKUS MODEL DIABETES MELITUS TIPE 2
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh:
Made Dinda Pratiwi
NIM. 145070101111037
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN A TERHADAP LUAS
GLOMERULUS GINJAL TIKUS MODEL DIABETES MELITUS TIPE 2
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh:
Made Dinda Pratiwi
NIM. 145070101111037
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Made Dinda Pratiwi
NIM : 145070101111037
Program Studi : Program Studi Kedokteran
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
menyatakan dengan sebenarnya bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-
benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil-alihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya.
Apabila di kemudian hari dapat dibuktikan bahwa Tugas Akhir ini adalah hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Malang, 21 November 2017
Yang membuat pernyataan,
Made Dinda Pratiwi
NIM. 145070101111037
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
Tugas Akhir yang berjudul “Pengaruh Pemberian Vitamin A terhadap Luas
Glomerulis Ginjal Tikus Model Diabetes Melitus Tipe 2”.
Topik ini diangkat setelah melihat bahwa banyaknya pasien Diabetes
Melitus yang tidak terkontrol dengan baik sehingga memiliki resiko terjadinya
komplikasi cukup tinggi. Salah satu komplikasi yang terjadi pada ginjal yaitu
nefropati diabetikum, dimana pada kondisi ini terjadi peningkatan ukuran ginjal
akibat hipertrofi glomerulus, hipertrofi tubular, dan ekspansi interstitial. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Vitamin A terhadap luas
glomerulus ginjal tikus model diabetes melitus tipe 2.
Pada penyusunan Tugas Akhir ini, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. drg. Prasetyo Adi MS., pembimbing pertama yang telah memberikan bantuan,
bimbingan dan motivasi kepada penulis.
2. dr. Kenty Wantri Anita, M.Kes., Sp.PA, pembimbing kedua yang telah
memberikan bantuan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis.
3. dr. Agung Riyanto Budi Santoso, Sp.OT, sebagai Ketua Tim Penguji Ujian
Tugas Akhir yang telah memberikan masukan untuk penyempurnaan naskah
Tugas Akhir.
4. Dr. dr. Sri Andari, M. Kes., dekan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
yang telah memberikan penulis kesempatan menuntut ilmu di Fakultas
Kedokteran Universitas Brawijaya.
vi
5. Segenap anggota Tim Pengelola Tugas Akhir FKUB, yang telah membantu
melancarkan urusan administrasi, sehingga penulis dapat melaksanakan
Tugas Akhir dengan lancar.
6. Keluarga tercinta Mama Ketut Sri Lestari dan Bapak I Wayan Suryanto, kakak
Gede Andika Subagia dan yang tersayang Heri Pribadhi serta seluruh
keluarga atas segenap doa, dukungan, semangat dan kasih sayang yang
selalu diberikan selama selama proses penulisan Tugas Akhir.
7. Sahabat tercinta Lina, Vivi dan Oca yang selalu memberikan semangat,
saudara seperantauan Kak Yuli, Kak Tiwi, Kak Shandra serta adik-adikku
Tania dan Indah yang selalu memberi semangat.
8. Teman-teman tersayang Indira dan Febryana yang selalu memberikan
motivasi dan masukan, serta Julio Saputra yang telah membantu dalam
banyak hal.
9. Teman-teman satu kelompok penelitian tomat yang sudah memberikan
semangat, bantuan, kerjasama dan saran-sarannya sehingga tugas akhir ini
dapat selesai dengan baik.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis membuka diri untuk segala saran dan kritik yang membangun.
Akhirnya, semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkan.
Malang, November 2017
Penulis
vii
ABSTRAK
Pratiwi, Made Dinda. 2017. Pengaruh Pemberian Vitamin A Terhadap Luas Glomerulus Ginjal Tikus Model Diabetes Melitus Tipe 2. Tugas Akhir, Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Pembimbing: (1) drg. Prasetyo Adi, MS, (2) dr. Kenty Wantri Anita, M.Kes, Sp.PA.
Diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan adanya resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin. Salah satu komplikasi dari DM adalah mikroangiopati pada ginjal yang menyebabkan nefropati diabetikum. Perbesaran ginjal merupakan salah satu perubahan awal yang terjadi selama diabetes melitus. Pada tahap awal nefropati diabetikum, terjadi hipertrofi dan hiperfungsi dari ginjal dengan peningkatan ukuran ginjal. Peningkatan ukuran ginjal ini terjadi akibat beberapa faktor seperti hipertrofi glomerulus, hipertrofi tubular, dan ekspansi interstitial. Hipertrofi glomerulus terjadi karena adanya peningkatan sekresi matriks ekstraselular, penebalan membrana basalis dan hiperplasia sel-sel mesangium. Asam Retinoat yang merupakan turunan dari vitamin A memiliki banyak fungsi selular seperti induksi diferensiasi sel, regulasi apoptosis, sebagai anti inflamasi dan anti fibrotik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian vitamin A terhadap luas glomerulus ginjal tikus model diabetes melitus tipe 2. Studi experimental menggunakan true experimental design yang dilakukan di laboratorium secara in vivo menggunakan rancangan Randomized Post Test Only Controlled Group Design. Sampel dibagi dalam 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok positif diabetes melitus, dan 3 kelompok perlakuan vitamin A. Variabel yang diukur adalah luas glomerulus pada tiap kelompok. Hasil menunjukkan bahwa penurunan luas glomerulus pada kelompok perlakuan vitamin A terhadap kelompok positif diabetes melitus tidak berbeda bermakna (Anova,p=0,052). Terjadi peningkatan luas glomerulus yang signifikan pada kelompok positif diabetes terhadap kelompok kontrol negatif (uji post hoc turkey,p=0,031). Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada pengaruh yang signifikan pemberian vitamin A terhadap penurunan luas glomerulus ginjal tikus yang mengalami diabetes melitus. Kata Kunci: diabetes melitus, diabetik nefropati, vitamin A, glomerulus ginjal
viii
ABSTRACT
Pratiwi, Made Dinda. 2017. The Effect of Giving Vitamin A on Renal
Glomerular Area of Rats Model Diabetes Mellitus Type 2. Final Assignment, Medical Program, Faculty of Medicine, Brawijaya University. Supervisors: (1) drg. Prasetyo Adi, MS, (2) dr. Kenty Wantri Anita, M.Kes, Sp.PA.
Diabetes mellitus (DM) type 2 is a metabolic disease that is indicated by the insulin resistance with relative insulin deficiency to the dominant defect of insulin secretion with insulin resistance. One complication of DM is microangiopathy on renals that causes diabetic nephropathy. Renal enlargement is one of the earliest changes that occur during diabetes mellitus. In the early stages of diabetic nephropathy, there are hypertrophy and hyperfunction of the renal with a typical renal size increase. The increased renal size is the result of some factors, such as glomerular hypertrophy, tubular hypertrophy, and interstitial expansion. Glomerular hypertrophy occurs due to increased secretion of extracellular matrix, thickening of the basal membrane and hyperplasia of mesangial cells. Retinoic acid derived from vitamin A has many cellular functions such as cell differentiation induction, apoptotic regulation, as anti-inflammatory and anti fibrotic. This study aims to determine the effect of giving vitamin A toward rats’ renal glomerular area model diabetes mellitus type 2. Experimental study using true experimental design which was conducted through in vivo used the concept of Randomized Post Test Only Controlled Group Design. Samples were divided into 5 groups, which were negative control group, positive group of diabetes mellitus, and 3 groups of vitamin A treatment. The measured variable was the glomerulus area in each group. The results showed that the decrease of glomerular area in vitamin A treatment group on positive group of diabetes mellitus was not significantly different (Anova, p = 0,052). There was a significant increase in glomerular area in the positive group of diabetes toward the negative control group (post hoc turkey test, p = 0.031). The conclusion of this study is that there is no significant effect of giving vitamin A on the decrease of rats renal glomerular area with diabetes mellitus.
Keywords: diabetes mellitus, diabetic nephropathy, vitamin A, renal glomerular
: Glomerulus ginjal a) Glomerulus normal pada kelompok KN, b) Glomerulus pada kondisi diabetes melitus, c) Glomerulus dengan pemberian vitamin A dosis 50mg/kgBB, d) Glomerulus dengan pemberian vitamin A dosis 100mg/kgBB e) Glomerulus dengan pemberian vitamin A dosis 150mg/kgBB.
43
5.2 Analisis data
5.2.1 Uji Normalitas dan Homogenitas
Berdasarkan hasil dari test of normality dengan uji Shapiro-Wilk
menunjukkan bahwa nilai signifikansi untuk data luas glomerulus adalah 0,339.
Dari data tersebut menyatakan bahwa data luas glomerulus > 0,05 yang berarti
bahwa data tersebut terdistribusi normal.
Hasil dari test of homogenity of variances menunjukkan bahwa nilai untuk
luas glomerulus adalah 0,066. Data ini menunjukkan bahwa nilai tersebut > 0,05.
Maka dapat disimpulkan bahwa data tersebut homogen, dimana hasil luas
glomerulus tikus putih (Rattus norvegicus) galur Wistar tidak terdapat perbedaan
pada varian antar kelompok yang dibandingkan. Karena data yang didapatkan
terdistribusi normal dan homogen, maka dapat digunakan uji statistik komparasi
dengan metode parametrik yaitu One Way ANOVA.
5.2.2 Uji One Way ANOVA
Setelah data diketahui terdistribusi normal dan varian homogen, dilakukan
uji One Way ANOVA untuk mengevaluasi perbedaan luas glomerulus ginjal antar
kelompok. Berdasarkan hasil dari uji statistik dengan menggunakan One Way
ANOVA, menunjukkan bahwa nilai signfikansi untuk hasil luas glomerulus adalah
0,052. Karena nilai menunjukkan > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan dari rerata luas glomerulus tikus putih pada
masing-masing kelompok yang dibandingkan.
5.2.3 Uji Post Hoc
Analisis untuk melihat perbedaan jumlah dari kelima kelompok dapat
diketahui dengan Post Hoc Multiple Comparison test. Metode Post Hoc yang
44
digunakan adalah uji Turkey HSD. Pada uji statistik ini, sesuatu dapat dikatakan
berbeda secara bermakna apabila nilai signifikansi p<0,05. Hasil uji Post Hoc
terhadap luas glomerulus ginjal tikus dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
KN KP P1 P2 P3
KN 0,031* 0,266 0,413 0,494
KP 0,031* 0,823 0,432 0,257
P1 0,266 0,823 0,981 0,919
P2 0,413 0,432 0,981 0,998
P3 0,494 0,257 0,919 0,998
*p<0,05 : terdapat perbedaan signifikan antar kelompok
Berdasarkan tabel diatas, hasil uji post hoc menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan pada luas glomerulus kelompok kontrol negatif (KN)
dengan kelompok kontrol positif yaitu 0.031 (<0,05). Sedangkan tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pada luas glomerulus antara kelompok negatif (KN),
kelompok positif (KP) dengan semua kelompok perlakuan karena menunjukkan
nilai p>0,05.
5.2.4 Uji Korelasi Pearson dan Regresi
Berdasarkan uji korelasi Pearson diperoleh nilai signifikansi sebesar
p=0,054. Hasil tersebut memiliki nilai p>0,05 , sehingga didapatkan kesimpulan
tidak ada hubungan yang signifikan antara penambahan dosis vitamin A dengan
penurunan luas glomerulus ginjal tikus. Sementara itu, nilai korelasi berdasarkan
uji statistik didapatkan sebesar -0,569. Nilai kolerasi tersebut menunjukkan
bahwa korelasi antara dosis vitamin A terhadap penurunan luas glomerulus ginjal
merupakan korelasi yang lemah.
Berdasarkan hasil uji regresi didapatkan hasil 3,24, nilai tersebut
menunjukkan bahwa pemberian vitamin A mampu menurunkan luas glomerulus
45
ginjal sebesar 32,4. Uji regresi dilakukan untuk memperkirakan dosis vitamin A
yang mampu menormalkan luas glomerulus ginjal dengan menggunakan rumus
y=a+(b.x), dengan nilai a=391,22 dan b=-2,77, sedangkan nilai x adalah
perkiraan dosis vitamin A yang mampu menormalkan luas glomerulus ginjal. Nilai
y adalah rentang batas normal luas glomerulus yaitu 315,25 sampai 326,81. Dari
perhitungan diatas didapatkan perkiraan dosis vitamin A yang mampu
menurunkan luas glomerulus menjadi normal adalah sekitar 250mg/kgBB.
46
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Berat Badan Hewan Coba
Berdasarkan tabel 5.1 dan gambar 5.1 didapatkan bahwa berat badan
tikus konsisten meningkat mulai minggu kedua hingga ketujuh pada semua
kelompok, dengan pemberian diet tinggi lemak pada kelompok kontrol positif dan
kelompok perlakuan. Pada kelompok kontrol negatif hanya diberikan diet normal,
sehingga terlihat berat badan tikus pada kelompok ini lebih rendah dibandingkan
kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan. Hal ini dikarenakan pemberian
diet tinggi lemak pada hewan coba (tikus wistar jantan) selama kurang lebih 8
minggu dapat menginduksi terjadinya obesitas, dislipidemia, hipertensi dan
gangguan toleransi glukosa. Selain itu, pemberian diet tinggi lemak akan
mengakibatkan peningkatan ukuran tubuh dan peningkatan jaringan adiposa.
Selanjutnya apabila kondisi ini terus berlangsung dalam jangka waktu tertentu
maka akan berdampak terhadap peningkatan berat badan, baik overweight
maupun obesitas (Mutiyani dkk., 2014).
Pemberian diet tinggi lemak sebelum induksi STZ bertujuan untuk
perkembangan menjadi obesitas, hiperinsulinemia dan resistensi insulin.
Obesitas dapat terjadi karena diet tinggi lemak dapat meningkatkan kadar
kolesterol total, kolesterol LDL, triagliserida serta menurunkan kadar kolesterol
HDL pada darah tikus putih (Harsa, 2014). Resistensi insulin karena pemberian
diet tinggi lemak berhubungan dengan meningkatnya lemak viseral. Pemberian
diet tinggi lemak selama 8 minggu dapat memicu resistensi insulin karena
47
penumpukan lemak visceral, dimana peningkatan massa lemak viseral ini
menyebabkan peningkatan Free Fatty Acid (FFA) menuju liver, peningkatan
sirkulasi trigliserida dan kecepatan produksi glukosa hepatik. Peningkatan FFA
dalam plasma juga menurunkan pengambilan glukosa, glikolisis, sintesis
glikogen dan karbohidrat (Arner dkk., 2015). Apabila keadaan-keadaan tersebut
berlangsung terus-menerus maka dapat terjadi kompensasi berupa
hiperinsulinemia yang merupakan ciri dari resistensi insulin dan berakhir pada
kondisi diabetes melitus.
Selanjutnya terjadi penurunan berat badan pada minggu kedelapan pada
kelompok KP, VAP1 dan VAP2. Hal ini dikarenakan pada minggu ketujuh
dilakukan injeksi Streptozotocin (STZ) dimana terjadi peningkatan glukosa darah
atau kondisi hiperglikemia pada tikus setelah mendapat injeksi STZ. Hewan coba
yang diinduksi STZ akan memperlihatkan tanda-tanda diabetes mellitus seperti
poliuria, polidipsi, meningkatnya kebutuhan terhadap air dan makanan, dehidrasi
dan berat badan menurun. Penurunan berat badan ini berhubungan dengan
abnormalitas karena osmotik diuresis dan intoleransi glukosa, yang disebabkan
oleh sekresi insulin yang tidak adekuat atau hiperlipidemia pada diabetes
mellitus. Osmotik diuresis yang berkepanjangan dapat menyebabkan hilangnya
elektrolit urin dalam jumlah banyak. Gangguan pada fungsi renal tersebut
berhubungan dengan beberapa kelainan yang muncul seperti proteinuria hingga
gagal ginjal (Bayramoglu dkk., 2014). Selain itu, keadaan hiperglikemia
menyebabkan pengangkutan glukosa ke dalam sel menjadi terhambat dan
menyebabkan glukosa tidak dapat melalui proses glikolisis, sehingga proses
penghasil energi berkurang. Sebagai kompensasi dari kondisi tersebut, lemak
dan protein tubuh dipecah untuk menghasilkan energi atau dikenal sebagai
48
glukoneogenesis (Sisca dkk., 2014). Semua kondisi diatas dapat menyebabkan
penurunan berat badan pada kondisi diabetes mellitus.
6.2 Glukosa Darah Puasa Tikus Setelah Diinjeksi STZ
Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan adanya peningkatan kadar glukosa
darah puasa diatas kadar normal pada tikus yang diinduksi STZ pada minggu
ketujuh, yaitu pada kelompok KP, P1, P2 dan P3. Pengecekan glukosa darah
tikus dilakukan pada minggu kedelapan atau seminggu setelah dilakukan
penyuntikan STZ. Dari hasil pengukuran glukosa darah puasa menunjukkan
bahwa tikus yang mendapatkan induksi STZ berada dalam kondisi hiperglikemia,
dimana kadar glukosa darah puasa normal pada tikus adalah <100mg/dl
(Kawatu, 2013). Dari hasil penelitian, peningkatan glukosa darah puasa setelah
mendapatkan induksi STZ dan peningkatan berat badan yang terjadi akibat
pemberian diet tinggi lemak mendukung terjadinya kondisi diabetes melitus pada
hewan coba.
STZ merupakan suatu senyawa glukosaminenitrosouren yang bekerja
dengan membentuk radikal bebas yang sangat reaktif, sehingga dapat
menyebabkan kerusakan membran sel, protein dan DNA yang berakibat pada
kerusakan sel beta pankreas (Erwin dkk., 2013). Memberatnya kondisi
hiperglikemia pada hewan coba yang diinduksi STZ terjadi karena kemampuan
STZ yang secara langsung dapat mendestruksi sel beta di pankreas sehingga
menyebabkan gangguan dalam produksi insulin atau dikenal dengan istilah
defisiensi insulin, hingga terjadinya insulin resisten (Srinivasan dkk., 2005).
Kombinasi dari pemberian pakan tinggi lemak dan penyuntikan STZ
semakin mendukung terjadinya kondisi hiperglikemia pada tikus. Hewan coba
49
yang diberikan diet tinggi lemak dapat membuat tikus berkembang menjadi
obesitas, hiperinsulinemia dan insulin resisten. Diabetes melitus dapat dicapai
dengan menggabungkan pemberian pakan tinggi lemak yang menghasilkan
resistensi insulin dan pemberian STZ yang menyebabkan disfungsi sel beta
pankreas dan selanjutnya terjadi hiperglikemia (Srinivasan dkk., 2005).
6.3 Luas Glomerulus Ginjal Tikus Percobaan
Hasil pengukuran rata-rata luas glomerulus dapat dilihat pada tabel 5.4,
dimana kelompok kontrol negatif (KN) memiliki rerata luas glomerulus 321.03,
sedangkan kelompok kontrol positif (KP) memiliki rerata luas glomerulus sebesar
395.60. Jika dibandingkan dengan kelompok KN, kelompok KP memiliki rerata
luas glomerulus lebih tinggi signifikan dibandingkan dengan KN, dengan nilai
signifikansi 0,031. Rata-rata luas glomerulus KP merupakan luas tertinggi dari
semua kelompok penelitian, dimana pada kelompok VAP1 hingga VAP3
didapatkan penurunan rata-rata luas glomerulus yang kontinu. Rerata luas
glomerulus pada kelompok perlakuan 1 (VAP1) yaitu 371.16, kelompok VAP2
sebesar 358.72 dan kelompok VAP 3 sebesar 353.20.
Diabetes melitus merupakan suatu penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia dan berhubungan dengan peningkatan radikal bebas.
Kondisi hiperglikemia yang cukup lama pada diabetes melitus dapat menginduksi
terjadinya stres oksidatif. Peningkatan stres oksidatif ini dapat memicu terjadinya
berbagai reaksi yaitu dapat menginvasi protein kinase C, reaksi glikasi non-
enzimatik plasma dan protein membarana basalis pada glomerulus, serta
memicu munculnya sitokin-sitokin proinflamasi seperti TGF β dan vascular
endothelial growth factor. Reaksi-reaksi tersebut menyebabkan terjadinya
50
peningkatan produksi matriks ekstra seluler. Sekresi matriks ekstraselular yang
berlebihan akan memicu terjadinya hipertrofi mesangium. Selain itu, terjadi pula
penebalan membrana basalis yang terutama disebabkan oleh reaksi glikasi
nonenzimatik protein (Pourghasem dkk, 2015). Terkumpulnya sitokin-sitokin
proinflamasi seperti transforming growth factor β (TGF-β) dan vascular
endothelial growth factor dapat menimbulkan proses inflamasi dan juga
peningkatan sintesa matriks ekstraseluler yang pada akhirnya akan menimbulkan
peningkatan produksi kolagen, penebalan membrana basalis glomerulus, dan
fibrosis tubulointerstitial (Hendromartono, 2009). Semua reaksi tersebut,
mendukung terjadinya pembesaran luas glomerulus pada keadaan diabetes
melitus, terlihat bahwa adanya perbedaan yang signifikan rata-rata luas
glomerulus antara kelompok kontrol negatf dengan kontrol positif.
Vitamin A memiliki derivat salah satunya yaitu asam retinoat (AR)
memiliki efek anti inflamasi yang telah dibuktikan pada hewan coba yang
mengalami kerusakan pada glomerulus. Efek dari AR ini juga telah terbukti baik
pada beberapa jaringan lain. Pada model secara in vivo dan in vitro yang
mengalami penyakit diabetik nefropati, dengan pengobatan AR menunjukkan
adanya perbaikan pada kerusakan podosit yang terjadi. Khususnya pengobatan
pada kultur podosit dengan AR dapat mengurangi aktivasi dari jalur inflamasi
dengan inhibisi dari sintesis monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1), dimana
MCP-1 ini dapat memperberat kondisi diabetes (Mallipattu dan Cijiang, 2015).
Efek anti inflamasi lainnya yaitu berkurangnya proteinuria dan
menghambat inflamasi yang terlihat pada tikus diabetes yang diobati dengan AR.
Pengobatan AR dapat mengurangi terjadinya albuminuria, memperbaiki lesi pada
glomerulus, dan menghambat ekspresi sitokin dan kemokin pada ginjal. Dimana
51
AR menekan transkripsi dari beberapa sitokin-sitokin pro-inflamasi dan kemokin-
kemokin yang menginduksi makrofag (Mallipattu dan Cijiang, 2015). Mekanisme
ini yang menyebabkan pemberian vitamin A pada kelompok VAP1, VAP2 dan
VAP3 menunjukkan adanya penurunan rata-rata luas glomerulus jika
dibandingkan dengan kelompok kontrol positif diabetes. Meskipun terjadi
penurunan, namun dari hasil statistika didapatkan perbedaan rata-rata luas
glomerulus ini tidak signifikan. Kemungkinan, hal ini disebabkan karena efek dari
vitamin A sebagai anti inflamasi hanya dominan pada kerusakan sel-sel podosit
glomerulus, sedangkan yang mempengaruhi pembesaran luas glomerulus
adalah adanya hipertrofi mesangium, peningkatan produksi kolagen dan
penebalan membrana basalis glomerulus akibat dari peningkatan produksi
matriks ekstraselular. Selain itu, berdasarkan perhitungan hasil uji regresi,
diperkirakan dosis yang dapat menurunkan luas glomerulus ginjal pada kondisi
diabetes ke kondisi normal yaitu 250mg/dl sehingga diduga perbedaan yang
tidak signifikan ini disebabkan karena dosis yang belum optimal.
Hasil analisa statistik pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
program SPSS for Windows Versi 16.0. Hasil analisa Post Hoc Test dengan
Turkey HSD menunjukkan bahwa ada kelompok yang mempunyai hasil yang
bermakna yaitu kontrol negatif (KN) dengan kontrol positif (KP) (p=0.031),
sedangkan kelompok lainnya mempunyai hasil yang tidak bermakna. Kemudian
dilakukan uji korelasi Pearson untuk mengetahui kekuatan hubungan antara
peningkatan dosis vitamin A dengan luas glomerulus, didapatkan hasil tidak
signifikan (p=0.054), sehingga pemberian vitamin A belum memberikan efek
bermakna pada terapi diabetes melitus khususnya pada organ ginjal diabetes.
52
6.4 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Dosis vitamin A yang digunakan belum optimal dalam menurunkan luas
glomerulus ginjal tikus diabetes melitus.
2. Tidak dilakukan pengukuran ketebalan ruang kapsula bowman,
sehingga tidak diketahui apakah ada hubungan pembesaran pada
glomerulus dengan ketebalan ruang kapsula bowman pada kondisi
diabetes melitus
3. Waktu yang digunakan untuk perlakuan vitamin A kurang lama
sehingga tidak cukup untuk meningkatkan efek vitamin dalam
memperbaiki glomerulus
53
BAB 7
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan :
7.1 Kesimpulan
1. Terdapat peningkatan luas glomerulus yang signifikan pada kelompok
kontrol positif dibandingkan dengan kontrol negatif.
2. Tidak ada pengaruh yang signifikan pemberian vitamin A dosis
50mg/kgBB, 100mg/kgBB dan 150mg/kgBB terhadap penurunan luas
glomerulus ginjal tikus yang mengalami diabetes melitus.
7.2 Saran
Saran-saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya adalah
dilakukan penelitian yang lebih dalam mengenai :
1. Pengaruh lama waktu pemberian vitamin A terhadap luas glomerulus ginjal
tikus model DM tipe 2.
2. Pengaruh vitamin A pada dosis >150mg/kgBB terhadap penurunan luas
glomerulus ginjal tikus model DM tipe 2.
3. Uji efek samping dan toksisitas dari vitamin A pada hewan coba untuk
mengetahui kadar toksik dalam penggunaannya sebagai terapi alternatif
komplikasi pada diabetes melitus khususnya pada ginjal.
4. Hubungan pembesaran luas glomerulus pada kondisi diabetes melitus
dengan ketebalan ruang kapsula bowman pada glomerulus.
54
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. Standar of Medical Care in Diabetes. Diabetes Care. 2010. 33 (1).
Anthony L. 2013. Junqueira’s Basic Histology. Edisi 13. McGraw-Hill Education. Hal. 385-91.
Arner P., Ryden M. 2015 Fatty Acids, Obesity and Insulin Resistance. Euro J. Obes. 8: 147-55.
Bayramoglu G., Senturk H., Bayramoglu A., Uyanoglu M., Colak S., Ozmen A., and Kolankaya D. Carvacrol Partially Reverses Symptom of Diabetes in STZ-induced Diabetic Rats. Cytotechnology. 2014. 66: 251-57.
Cameron. Standards of Medical Care in Diabetes. Diabetes Care; American Diabetes Association. 2016. 39 (1): S13-S22.
Depkes, 2008. Pedoman Pengendalian Tikus. Departemen Kesehatan Republik Indonesia : Jakarta.
Erwin, Etriwati, Muttaqien, Tri Wahyu P., dan Sitarina W. Ekspresi Insulin Pada Pankreas Mencit yang Diinduksi dengan Streptozotocin Berulang. Jurnal Kedokteran Hewan. 2013. 7(2):97-100.
Guyton and Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Buku Kedokteran ECG. Jakarta. Hal. 403-15.
Hadyanti. 2008. Pengaruh Tretinoin pada Tubuh. FMIPA UI. Hal. 20-22.
Handayani. Effect of Methanol Extract Hearleaf Madeiravine (Anredera cordifolia Stennis) Leaves on Blood Sugar in Diabetes Mellitus Model Mice. Jurnal Medika Planta. 2009. 1(4).
Han SY, So GA, Jee YH, Han KH, Kang YS, Kim HK, et al. Effect of retinoic acid in experimental diabetic nephropathy. Immunol Cell Biol. 2004. 82(6):568–76.
Harsa, Subhawa. Efek Pemberian Diet Tinggi Lemak Terhadap Profil Lemak Darah Tikus Putih. Jurnal Ilmiah Kedokteran. 2014. 3(1): 21-28.
Hendromartono. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Nefropati Diabetik. Edisi Kelima. InternaPublishing. Jakarta. Hal. 1942-46.
Kawatu C., Bodhi W., Mongi J. Uji Efek Ekstrak Daun Kucing-Kucingan (Acalypha Indica L.) terhadap Kadar Gula Darah Tikus Putih Jantan Galur Wistar(Rattus norvegicus). PHARMACON Jurnal Ilmiah Farmasi. 2013. 2(01): 81-85
Kiran G., Nandini CD., Ramesh HP., dan Salimath PV. Progression of Early Phase Diabetic Nephropathy in Streptozotocin-induced Diabetic Rats : Evaluation of
55
Various Kidney-related Parameters. Indian Journal of Experimental Biology, 2012, 50, pp.133-40.
Mallipattu S K. dan Cijiang H., The Beneficial Role od Retinoids in Glomerular Disease. Frontiers in Medicine. 2015. 2 (16): 1-4.
Mediyanti P N. 2016. Pengaruh Vitamin A terhadap Sensitivitas Insulin pada Tikus Model Diabetes Melitus Tipe 2. Tugas Akhir. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang.
Mutiyani M., Djoko W S., dan Bernadus R S. Efek Diet Tinggi Karbohidrat dan Diet Tinggi Lemak Terhadap Kadar Glukosa Darah dan Kepadatan Sel Beta Pankreas pada Tikus Wistar. Indonesian Journal of Human Nutrition. 2014, 1 (2): 106-13.
Ndraha, S., Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Medicinus. 2014. 27 (2): 9-16.
Nugroho, A.E., Hewan Percobaan Diabetes Mellitus : Patologi dan Mekanisme Aksi Diabetogenik. Biodiversitas. 2006. 7 (4): 1-5.
Nyamthabad, S dan Umesh, M. 2014. Evaluation of Antidiabetic Activity of Tomato (Solanum lycopersicum) Seed. Indo American Journal of Pharmacceutical Research. 4(1): p811-14.
Ozougwu J.C., Obimba K.C., and Unakalamba C.B. The Pathogenesis and Pathophysiology of Type 1 and Type 2 Diabetes Mellitus. Academic Journals. 2013. 4(4): 47-57.
Paul, Held. 2014. Hematoxylin and Eosin Stained Tissue : Using Color Brightfield Imaging with the Cytation 5 to Image Fixed and Stained Tissue. Biotek. Hal 1-
5.
PERKENI. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2. Edisi Pertama. PB Perkeni. Jakarta. Hal. 3-4.
Pourghasem M., Shafi H., dan Babazadeh Z. Histological Changes of Kidney in Diabetic Nephropathy. Caspian J Intern Med, 2015, 6(3): 120-27.
Probosari, Enny. 2012. Faktor Risiko Gagal Ginjal pada Diabetes Melitus. Hal.1-3.
Purnamasari D. dan Priantono D., 2014. Kapita Selekta Kedokteran; Diabetes Melitus. Edisi Pertama. Media Aesculapius. Jakarta. Hal. 777-82.
Purnamasari, Dyah. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Edisi Kelima. InternaPublishing. Jakarta. Hal. 1880-83.
Purnomo B. 2014. Dasar-Dasar Urologi. Edisi Ketiga. CV Sagung Seto. Jakarta.
Hal. 2-12.
Rivandi J. dan Yonata A., Hubungan Diabetes Melitus dengan Kejadian Gagal Ginjal Kronik. Majority. 2015. 4 (9): 27-28.
56
Sisca C., Rachmawanti D., dan Praseptiangga D. Efek Hipoglikemik Tepung Komposit (Ubi Jalar Ungu, Jagung Kuning, dan Kacang Tunggak) pada Tikus Diabetes Induksi Streptozotocin. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 2014. 10:119-
26.
Srinivasan K., Viswanad B., Asrat L., and Ramarao P. Combination of High-Fat-Diet and Low-Dose Streptozotocin-Treated Rat : A Model for Type 2 Diabetes and Pharmacological Screening. Pharmacological Research. 2005. 52: 313-
20.
Triana, Vivi. Macam-Macam Vitamin dan Fungsinya dalam Tubuh Manusia. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2006. I(1): 40-43.
Tridjaja B., 2009. Konsensus Nasional Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 1. Edisi
Kedua. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. Hal. 1-3.
WebMD, 2009, Vitamin A Overview Information, (Online), (http://www.webmd.com/vitamins-supplements/ingredientmono-964-vitamin%20a.aspx?activeingredientid=964, diakses 25 Desember 2016)