-
PENGARUH KONSENTRASI MEDIA PENYALUT DAN LAMA
ULTRASONIKASI TERHADAP UKURAN PARTIKEL DAN
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN NANO EKSTRAK BAWANG PUTIH
TUNGGAL ( Allium sativum L.)
SKRIPSI
Oleh :
CHRISTIAN TRI WAHYUDI
NIM. 115100100111045
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
-
i
PENGARUH KONSENTRASI MEDIA PENYALUT DAN LAMA
ULTRASONIKASI TERHADAP UKURAN PARTIKEL DAN
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN NANO EKSTRAK BAWANG PUTIH
TUNGGAL ( Allium sativum L.)
Oleh :
CHRISTIAN TRI WAHYUDI
NIM. 115100100111045
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknologi Pertanian
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
-
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul TA : Pengaruh Konsentrasi Media Penyalut dan Lama
Ultrasonikasi Terhadap Ukuran Partikel dan Aktivitas
Antioksidan Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal ( Allium
sativum L.)
Nama Mahasiswa : Christian Tri Wahyudi
NIM : 115100100111045
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Tanggal Persetujuan : Tanggal Persetujuan :
Dosen Pembimbing I,
Prof. Dr. Ir. Harijono, M.App.Sc NIP. 19530304198002 1 001
Dr. Ir. Tri Dewanti W, M. Kes
NIP.
Dosen Pembimbing II,
Sudarma Dita W., STP., MSc., MP NIK. 840924 10 1 2 0321
Endrika Widyastuti, SPt, M.Ss. MP
-
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul TA : Pengaruh Konsentrasi Media Penyalutdan Lama
Ultrasonikasi Terhadap Ukuran Partikel dan Aktivitas
Antioksidan Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal ( Allium
sativum L.)
Nama Mahasiswa : Christian Tri Wahyudi
NIM : 115100100111045
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Dosen Penguji I, Dosen Penguji II,
Dr. Ir. Aji Sutrisno, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Harijono, M.App.Sc
NIP. 19680223 199303 1 002 NIP. 19530304198002 1 001
Dosen Penguji III,
Sudarma Dita W., STP., M.Sc., MP NIP. 201201 840924 2 001
Ketua Jurusan,
Prof. Dr. Teti Estiasih, STP, MP NIP. 1970121226 200212 2
001
Tanggal Lulus TA :
-
iv
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 3
Maret 1993 dari ayah yang bernama Eddy Soedjono
Soetiono dan ibu Tutik Kusmijati.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Fransiskus
2
Bandar Lampung pada tahun 2005, kemudian melanjutkan ke
Sekolah
Menengah Pertama di SMP Xaverius 1 Bandar Lampung dengan tahun
lulus
2008, dan menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Xaverius
Bandar
Lampung dengan Tahun lulus 2011.
Pada tahun 2017 penulis telah berhasil menyelesaikan
pendidikannya di
Universitas Brawijaya Malang di Program Studi Ilmu dan Teknologi
Pangan
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian.
Pada masa
pendidikannya, penulis aktif sebagai Asisten Evaluasi Gizi
Pangan Lanjut, panitia
Student Day FTP, panitia Dies Natalis FTP, mengikuti kepanitiaan
dan menjadi
pengurus Keluarga Mahasiswa katolik (KMK) FTP, dan sempat
menjabat menjadi
Ketua Lembaga KMK FTP, serta mengikuti kepanitian dan menjadi
pengurus Unit
Aktivitas Kerohanian Katolik (UAKKat) Universitas Brawijaya.
-
v
Dengan sepenuh hati,
Karya sederhana ini kupersembahkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa
Keluarga yang tersayang : Mama, Papa, Victoria, dan Octavia
Dan seluruh teman - teman yang kukasihi
-
vi
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa : Christian Tri Wahyudi
NIM : 115100100111045
Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Judul Skripsi : Pengaruh Konsentrasi Media Penyalut dan Lama
Ultrasonikasi Terhadap Ukuran Partikel dan
Aktivitas Antioksidan Nano Ekstrak Bawang Putih
Tunggal ( Allium sativum L.)
Menyatakan bahwa,
Skripsi dengan judul di atas merupakan karya asli penulis
tersebut di atas.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar
saya bersedia
dituntut sesuai hukum yang berlaku.
Malang, 9 Juli 2017
Pembuat Pernyataan,
Christian Tri Wahyudi
NIM. 115100100111045
-
vii
CHRISTIAN TRI WAHYUDI. 115100100111045.Pengaruh Konsentrasi
Media Penyalut dan Lama Ultrasonikasi Terhadap Ukuran Partikel dan
Aktivitas Antioksidan Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal ( Allium
sativum L.). Skripsi. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir. Harijono
M.App.Sc. dan Sudarma Dita W., STP., M.Sc., MP.
RINGKASAN
Bawang putih mempunyai senyawa bioaktif utama yaitu allicin.
Allicin
tersebut akan mudah berubah apabila mengalami proses. Senyawa
bioaktif ini
memiliki keunggulan, salah satunya adalah sebagai senyawa
antioksidan. Cara
mendapatkan senyawa bioaktif tersebut dengan cara diekstrak.
Namun ekstrak
biasa masih berukuran mikro. Senyawa yang masih berukuran besar
lebih susah
diserap oleh tubuh dibandingkan dengan senyawa yang berukuran
lebih kecil.
Nanoteknologi merupakan teknologi yang digunakan untuk
membuat
ukuran suatu senyawa menjadi berukuran nano. Salah satu metode
dalam
nanoteknologi yang dapat digunakan adalah metode ultrasonikasi.
Media
penyalut diperlukan dengan tujuan memerangkap atau melapisi
senyawa
tersebut. Zat penyalut ini membantu melapisi senyawa bioaktif
yang terdiri dari
lebih dari satu komponen. Salah satu senyawa yang digunakan
dalam
penyalutan adalah senyawa campuran kitosan dan STPP. Larutan
kitosan dan
STPP akan bereaksi secara tautan silang membentuk seperti jaring
yang akan
memerangkap senyawa bioaktif. Sebenarnya ada berbagai jenis
senyawa yang
dapat digunakan sebagai media penyalut. Namun kitosan memiliki
keunggulan
bersifat aman dan tidak bersifat toksik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya
interaksi dan
konsentrasi dari media penyalut dan lama waktu ultrasonikasi
yang optimum
untuk mendapatkan ukuran partikel yang kecil dari nano partikel
bawang putih
tunggal, sehingga nantinya dapat dipergunakan sebagai salah satu
alternatif
dalam perkembangan ilmu nanoteknologi dalam bidang pangan.
Respon yang
dilihat dari hasil ekstraksi adalah ukuran partikel dari ekstrak
secara
kuantitatif.Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan
Analysis of
Varian (ANOVA) dan diuji lanjut menggunakan uji lanjut DMRT dan
bila tidak
terdapat interaksi namun di salah satu faktor perlakuan atau
keduanya terdapat
beda nyata, maka dilakukan uji beda BNT menggunakan selang
kepercayaan
α=1%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan dan
lama
ultrasonikasi berpengaruh nyata terhadap analisa PSA dan
viskositas.
Sedangkan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap analisa
aktivitas
antioksidan IC50. Perlakuan terbaik dengan metode zeleny berada
pada
perlakuan konsentrasi kitosan/STPP 1,33/0,17% dan lama
ultrasonikasi 30 menit
dengan nilai PSA sebesar 240,7 nm, nilai viskositas sebesar
31,67 cP, dan nilai
IC50 sebesar 8.024,58 ppm.
Kata Kunci : Bawang Putih Tunggal, Nano Ekstrak,
Ultrasonikasi
-
viii
CHRISTIAN TRI WAHYUDI. 115100100111045. The Effect of
Concentration
Coating Medium and Long Ultrasonication on Particle Size and
Antioxidant
Activity of Solo Garlic Nano Extract. Undergraduate. Supervisors
: Prof. Dr.
Ir. Harijono, M.App.Sc. and Sudarma Dita W., STP., M.Sc.,
MP.
SUMMARY
Solo garlic has a major bioactive compound called allicin.
Allicin is easy
to be converted if it is processed. This bioactive compound has
several
advantages, one of them is as an antioxidant compound.
Extraction is one of
methods to get these bioactive compounds, which size is still
micro size. The big
compounds are not sufficiant to be absorbed by the body compared
with the
smaller compounds.
Nanotechnology is a technology that used to produce compounds
into
nano-sized. One of the method in nanotechnology that can be used
is the
ultrasonication method. The coating medium is required for the
purpose of
trapping or lining the compound. This coating helps to coat
bioactive compounds
comprising more than one component. One of the compounds used in
coatings is
a compound of chitosan and STPP. Chitosan and STPP solutions
will react
cross-linked to form a net that will trap bioactive compounds.
There are actually
several types of compounds that can be used as coating medium,
but chitosan
hasthe advantage that is safe and not toxic.
The purpose of this study was to determine the interaction
and
concentration of the coating medium and the optimum duration of
ultrasonication
to obtain small particle size from solo garlic nanoparticles.
Responses that were
seen from the extraction is the particle size of the extract
quantitatively. The data
obtained were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) using
DMRT further
and if there was no interaction, but in one or two treatment
factors were
significantly different, then do different test BNT using
cinfidence intervals (α =
1%).
The results showed that concentrations of chitosan and long
ultrasonication significantly affect the PSA analysis and
viscosity. While no
significant affect on the analysis of the antioxidant activity
IC50. The best
treatment by using treatment methods Zeleny currently on
chitosan/STPP
concentration of 1,33/0,17% and long ultrasonication 30 minutes
with a PSA
value of 240,7 nm, a viscosity value of 31,67 cP, and the IC50
value of 8.024,58
ppm.
Keywords : Solo garlic, Nano extract, Ultrasonication
-
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga penyusun
dapat
menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi
Media
Penyalut dan Lama Ultrasonikasi Terhadap Ukuran Partikel dan
Aktivitas
Antioksidan Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal ( Allium sativum
L.)”dengan
baik. Pada kesempatan kali ini penyusun ingin menyampaikan
terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Teti Estiasih, STP., MP. selaku Ketua Jurusan
Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya
2. Prof. Dr. Ir. Harijono, M. App. Sc. dan Sudarma Dita W.,
STP., M.Sc., MP.
selaku dosen pembimbing yang memberikan bimbingan, arahan,
masukan, ilmu dan pengetahuan kepada penyusun
3. Dr. Ir. Aji Sutrisno, M.Sc. selaku dosen penguji atas kritik
dan saran yang
diberikan kepada penyusun.
4. Kedua Orang tua, kakak,dan segenap keluarga yang selalu
memberi
dukungan moral maupun materil
5. Sahabat terbaik Zita, Lala, Ririn, Sona, dkk dan seluruh
saudara KMK
FTP yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya atas
motivasi,
doa, semangat yang diberikan
6. Dendy Ilman Rofandi yang telah membantu dan memberikan
motivasi
kepada penyusun.
7. Kevin L. Siahaya yang membantu penyusun dalam menyusun
laporan.
8. Sahabat – sahabat FLOICE FTP UB yang selalu memberikan
semangat
dan dukungan.
9. Semua teman – teman yang telah membantu dalam menyelesaikan
tugas
akhir ini.
Menyadari adanya keterbatasan pengetahuan, referensi dan
pengalaman, penyusun mengharapkan saran dan masukan demi lebih
baiknya
penulisan Tugas Akhir dan demi kelancaran Tugas Akhir ini. Akhir
kata,
penyusun berharap agar tulisan ini dapat memberikan manfaat
kepada semua
pihak yang memerlukannya.
Malang, 9 Juli 2017
Penyusun
-
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
.......................................................................................
i LEMBAR PERSETUJUAN
...........................................................................
ii LEMBAR PENGESAHAN
............................................................................
iii RIWAYAT HIDUP
.........................................................................................
iv HALAMAN PERUNTUKAN
..........................................................................
v PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
................................................ vi RINGKASAN
................................................................................................
vii SUMMARY
...................................................................................................
viii KATA PENGANTAR
....................................................................................
ix DAFTAR ISI
.................................................................................................
x DAFTAR TABEL
..........................................................................................
xii DAFTAR GAMBAR
......................................................................................
xiii DAFTAR LAMPIRAN
...................................................................................
xiv I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
...................................................................................
1 1.2 Perumusan Masalah
..........................................................................
2 1.3 Tujuan
................................................................................................
3 1.4 Manfaat
..............................................................................................
3 1.5 Hipotesa
.............................................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bawang Putih
....................................................................................
4 2.1.1 Morfologi Umbi Bawang Putih
................................................. 4
2.2 Bawang Putih Tunggal (Allium sativum L.)
......................................... 6 2.2.1 Manfaat Bawang
Putih Tunggal ......... ...................................... 6
2.2.2 Senyawa Organosulfur
............................................................. 7
2.3 Ekstraksi
............................................................................................
11 2.4 Nano Teknologi
..................................................................................
13
2.4.1 Karakteristik Nanopartikel
......................................................... 13 2.4.2
Sintesis Nanopartikel
................................................................ 14
2.4.3 Pembuatan Nanopartikel
.......................................................... 15
2.4.3.1 Proses Nano Milling
...................................................... 15 2.4.3.2
Proses Busur Logam
.................................................... 15 2.4.3.3
Proses
Koagulasi..........................................................
16 2.4.3.4 Gelombang ultrasonik
................................................... 16
2.5 Kitosan
...............................................................................................
17 2.5.1 Modifikasi Kitosan
.....................................................................
18
2.6 Natrium Tripolifosfat (Na-TPP atau STPP)
......................................... 19 2.7 Kitosan –
Tripolifosfat
.........................................................................
19 2.8 Metode Analisa
..................................................................................
21
2.8.1 PSA (Particle Size Analysis)
..................................................... 21 2.8.1 FTIR
(Fourier Transform Infra Red)
.......................................... 21
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian.............................................................
25 3.2 Alat dan Bahan
...................................................................................
25
3.2.1 Alat
...........................................................................................
25 3.2.2 Bahan
.......................................................................................
25
3.3 Metode
Penelitian...............................................................................
26
-
xi
3.4 Pelaksanaan Penelitian
......................................................................
27 3.4.1 Pembuatan Ekstrak Bawang Putih Tunggal
.............................. 27 3.4.2 Pembuatan Nano Partikel
Ekstrak Bawang Putih Tunggal ........ 27
3.5 Pengamatan danAnalisis Data
........................................................... 28
3.5.1 Pengamatan
.............................................................................
28 3.5.2 Analisis Data
............................................................................
29
3.6 Diagram Alir
.......................................................................................
30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rendemen dan Karakteristik Ekstrak Etanol Bawang Putih
Tunggal .. 32 4.2 Kitosan sebagai Media Penyalut
........................................................ 35 4.3
Sifat – sifat Nano Ekstrak Etanol Umbi Bawang Putih Tunggal
........... 36
4.3.1 Viskositas
.................................................................................
36 4.3.2 Aktivitas Antioksidan : IC50
........................................................ 38 4.3.3
Ukuran Partikel dengan Particle Size Analysis (PSA) ...............
41 4.3.4 Fourier Transform Infra Red (FTIR)
.......................................... 43
4.4 Pemilihan Perlakuan Terbaik
.............................................................. 46
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
........................................................................................
48 5.2 Saran
.................................................................................................
48
DAFTAR PUSTAKA
.....................................................................................
49 LAMPIRAN
...................................................................................................
55
-
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Bawang Putih per 100 gram
............................. 7 Tabel 2.2 Letak dan Kekuatan
Spectrum Vibrasi .............................................. 23
Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan
......................................................................
26 Tabel 4.1 Rendemen dan Karakteristik Ekstrak Etanol Umbi Bawang
Putih
Tunggal
........................................................................................
32 Tabel 4.2 Gugus Kimia pada Ekstrak Etanol dari Umbi Bawang Putih
Tunggal .... 35 Tabel 4.3 Rerata Viskositas Nano Ekstrak Bawang
Putih Tunggal Hasil
ultrasonikasi dan Penyalut Kitosan-STPP
......................................... 38 Tabel 4.4 Rerata nilai
IC50 Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal Hasil
Ultrasonikasi dan Penyalut Kitosan-STPP
......................................... 40 Tabel 4.5 Rerata
Ukuran Partikel Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal Hasil
Ultrasonikasi dan Penyalut Kitosan-STPP
......................................... 43 Tabel 4.6 Perbandingan
Perlakuan terbaik dengan Ekstrak Bawang Putih
Tunggal
........................................................................................
46
-
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Perbedaan umbi bawang putih dengan umbi bawang putih
tunggal
...................................................................................
5
Gambar 2.2 Pembentukan zat aktif yang terkandung dalam bawang
putih .......... 8 Gambar 2.3 Reaksi pembentukan Allicin
........................................................ 9 Gambar
2.4 Struktur Diallil disulfida
............................................................... 10
Gambar 2.5 Struktur Diallil trisulfida
............................................................... 11
Gambar 2.6 Struktur Kitosan
.........................................................................
17 Gambar 2.7 Struktur Kimia Natrium Tripolifosfat
.............................................. 19 Gambar 2.8
Disosiasi STPP dalam Air
........................................................... 20
Gambar 2.9 Taut Silang Kitosan – STPP
........................................................ 20 Gambar
3.1 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Bawang Putih tunggal
................. 30 Gambar 3.2 Diagram Alir Pengecilan Ukuran
Partikel Ekstrak Bawang putih
tunggal
....................................................................................
31 Gambar 4.1 Sebaran Partikel Ekstrak Bawang Putih Tunggal
........................... 33 Gambar 4.2 Hasil Analisa FTIR
Ekstrak Bawang Putih Tunggal ........................ 34 Gambar 4.3
Grafik pengaruh konsentrasi kitosan dan lama waktu
ultrasonikasi
terhadap rerata nilai viskositas
................................................... 37 Gambar 4.4
Grafik pengaruh konsentrasi kitosan dan lama waktu
ultrasonikasi
terhadap rerata nilai
IC50............................................................ 40
Gambar 4.5 Grafik pengaruh konsentrasi kitosan dan lama waktu
ultrasonikasi
terhadap rerata nilai ukuran partikel
............................................ 42 Gambar 4.6 grafik
perbandingan Uji FTIR Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal . 44
-
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Prosedur Analisa
.....................................................................
55 Lampiran 2. Data analisa Ekstrak Bawang Putih Tunggal
........................... 57 Lampiran 3. Data Analisa Kitosan
Sebagai Media Penyalut ........................ 61 Lampiran 4. Data
analisa Particle Size Analysis (PSA) Nano Ekstrak
Bawang Putih Tunggal
........................................................... 64
Lampiran 5. Data Analisa Viskositas Nano Ekstrak Bawang Putih
Tunggal 65 Lampiran 6. Data Analisa Aktivitas Antioksidan (IC50)
Nano Ekstrak
Bawang Putih Tunggal
........................................................... 66
Lampiran 7. Data Analisa FTIR Ekstrak Bawang Putih Tunggal
................. 85 Lampiran 8. Grafik Sebaran ukuran partikel
............................................... 86 Lampiran 9.
Perlakuan Terbaik
..................................................................
89 Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian
.......................................................... 90
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berabad – abad tahun yang lalu, Indonesia telah memiliki
pengetahuan
tradisional tentang pengobatan dengan menggunakan tumbuh –
tumbuhan. Di
Indonesia terdapat ribuan jenis tanaman yang digunakan untuk
membuat
minuman herbal maupun obat. Bawang putih merupakan salah satu
tanaman
yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif untuk
mengobati
beberapa penyakit. Hal ini dikarenakan dalam umbi bawang putih
mengandung
zat – zat yang berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit,
terutama
jenis bawang putih tunggal.
Pada bawang putih tunggal hanya terdapat satu siung umbi pada
satu
rumpun tanaman (Wibowo, 2007). Mitos yang berkembang di
masyarakat bahwa
bawang putih tunggal ini dipercaya memiliki khasiat yang lebih
dibandingkan
dengan bawang putih biasa. Masyarakat awam mengatakan bahwa
bawang
putih tunggal dapat mengobati beberapa penyakit, diantaranya :
kolesterol,
jantung, hepatitis, dan hipertensi. Cara yang tepat untuk
mendapatkan khasiat
tersebut adalah dengan mengonsumsi ekstraknya.
Dengan cara diekstrak, zat tertentu yang memiliki khasiat
tersebut akan
terpisah dari bahan dan dengan demikian akan mudah untuk diserap
oleh tubuh
(Darwis, 2000). Akan tetapi ekstrak yang berukuran makro belum
dapat terserap
oleh tubuh seluruhnya secara maksimal. Menurut Sidqi (2011)
dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa ekstrak yang masih berukuran
makro memiliki
bioavailabilitas rendah. Selain itu ekstrak dengan ukuran
molekul yang besar
memiliki kelarutan yang rendah dalam saluran pencernaan sehingga
sulit masuk
ke dalam plasma darah. Salah satu upaya yang telah dikembangkan
adalah
penyalutan dengan partikel nano. Enkapsulasi dengan nano
partikel
menyebabkan ekstrak mudah menyebar dalam darah dan lebih akurat
dalam
mencapai target (Poulain, 1998).
Ultrasonikasi merupakan salah satu metode yang dapat
digunakan
untuk pembuatan nano partikel. Metode ini memiliki prinsip kerja
memecah
partikel dengan memanfaatkan gelombang suara berfrekuensi tinggi
yakni lebih
-
2
dari 20 kHz. Beberapa penelitian seperti nano ekstrak temulawak
(Sidqi, 2011)
dan nano magnesium karbonat (Sulistiyono, 2012) menggunakan
metode
ultrasonikasi. Metode ini sangat sering digunakan untuk
pengecilan ukuran pada
pembuatan nano partikel.
Dalam pembuatan nano partikel, kitosan merupakan bahan yang
sering
digunakan. Kitosan juga sering digunakan sebagai penyalut obat
dengan tujuan
mengoptimalkan penyerapan obat. Desai dan Park (2005)
membuktikan bahwa
mikrosfer kitosan yang berikatan silang dengan tripolifosfat
dapat digunakan
sebagai penyalut obat dengan metode pengeringan semprot (Spray
Drying).
Nano partikel kitosan dengan konsentrasi 2 % yang diperoleh dari
hasil
ultrasonik dapat digunakan sebagai penyalut ekstrak temulawak.
Nano partikel
ekstrak temulawak tersalut kitosan memiliki ukuran 400 – 5000 nm
(Sidqi, 2011).
Akan tetapi belum ada penelitian mengenai nano partikel ekstrak
bawang putih
tunggal tersalut kitosan. Oleh sebab itu, penelitian ini
bertujuan untuk
mendapatkan nano partikel ekstrak bawang putih tunggal tersalut
kitosan dengan
metode ultrasonikasi menggunakan variasi konsentrasi media
penyalut dan lama
waktu ultrasonikasi.
1.2 Perumusan Masalah
Ekstrak dari cara maserasi mempunyai ukuran partikel yang
masih
besar. Hal ini menyebabkan penyerapan bahan aktif ekstrak ke
dalam usus halus
dan plasma darah kurang maksimal. Penyalutan bahan aktif dengan
kitosan
dalam partikel nano lebih memudahkan penyerapan oleh plasma
darah di dalam
usus halus sehingga lebih cepat mencapai target organ yang
dituju. Penggunaan
ultrasonikasi pada kitosan dilaporkan telah berhasil untuk
mendapatkan partikel
yang berukuran nano, dan berhasil dicoba pada penelitian nano
ekstrak
temulawak.
Bahan aktif pada bawang putih tunggal mempunyai potensi
untuk
menyembuhkan beberapa penyakit. Upaya untuk mempertinggi
efektivitas
penyerapan ekstrak diperkirakan akan dapat diperbaiki dengan
penyalutan
menggunakan partikel nano dari kitosan melalui penggunaan
ultrasonikasi.
Dampak kedua perlakuan pada pembuatan nano ekstrak bawang putih
tunggal
belum diketahui, baik terhadap karakteristik partikel, kemampuan
antioksidan,
maupun gugus fungsi senyawa bioaktifnya.
-
3
1.3 Tujuan
Untuk mendapatkan kombinasi antara konsentrasi media
penyalut
kitosan dan lama waktu ultrasonikasi yang dapat menghasilkan
partikel bawang
putih tunggal berukuran nano dengan kemampuan antioksidan
tinggi.
1.4 Manfaat
Memberikan informasi mengenai manfaat nano partikel ekstrak
bawang
putih tunggal tersalut kitosan dengan menggunakan metode
ultrasonikasi.
1.5 Hipotesa
Diduga terdapat kombinasi antara konsentrasi media penyalut
kitosan
dan lama waktu ultrasonikasi yang dapat menghasilkan partikel
ekstrak bawang
putih tunggal berukuran nano dengan aktivitas antioksidan yang
tinggi.
-
4
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Bawang Putih
Bawang putih atau garlic berasal dari bahasa Inggris kuno “ gar
” yang
berarti tombak atau ujung tombak, dan “ lic ” yang berarti umbi
atau bakung
(Atmadja, 2002). Bawang putih adalah tanaman yang tumbuh
sepanjang tahun.
Tanaman ini merupakan bagian dari famili bawang yang paling
berbau tajam dan
pedas (Hermes, 2001). Menurut Tjitrosoepomo (1989) dalam
Mariyono (2002),
bawang putih (Allium sativum L) termasuk dalam famili Lyliaceae
(suku bawang –
bawangan) dari ordo Lyliales.
Bawang putih tunggal merupakan varietas lain dari bawang
putih.
Bawang putih tunggal hanya terdiri dari satu siung. Sebenarnya,
bawang putih
tunggal ini merupakan bawang putih biasa yang tumbuh di
lingkungan yang tidak
sesuai. Bawang putih ini hanya berkembang satu siung saja
(Untari, 2010).
Menurut sejarah, bawang putih tunggal ini telah lama dikenal di
kerajaan China
dan menjadi salah satu kegemaran para kaisar. Para kaisar
percaya bahwa
dengan mengonsumsi langsung bawang putih tunggal ini akan
menambah
vitalitas serta daya tahan tubuh mereka.
2.1.1 Morfologi Umbi Bawang Putih
Menurut Wibowo (2007) dan Amagase (2001) tanaman bawang
putih
(termasuk jenis bawang putih tunggal) adalah tanaman terna
(herbaceous)
berbentuk rumput. Daunnya panjang berbentuk pipih (tidak
berlubang). Helai
daun seperti pita dan melipat ke arah panjang dengan membuat
sudut pada
permukaan bawahnya, kelopak daun kuat, tipis, dan membungkus
kelopak daun
yang lebih muda sehingga membentuk batang semu yang tersembul
keluar.
Bunganya hanya sebagian keluar atau sama sekali tidak keluar
karena sudah
gagal tumbuh pada waktu berupa tunas bunga. Tanaman bawang putih
secara
umum terdiri dari beberapa bagian, yaitu akar, batang, umbi,
daun, dan bunga.
-
5
1. Akar
Bawang putih tunggal merupakan tanaman monokotil berakar serabut
dan
tunggal. Sistem perakarannya sangat dangkal dan berada di
permukaan
tanah. Oleh karena itu, tanaman ini sangat rentan dengan
kekeringan. Akar
serabut pada tanaman bawang hanya berfungsi untuk menyerap
atau
mengisi air dan nutrisi yang ada di sekelilingnya.
2. Batang
Bagian yang berfungsi sebagai batang pada tanaman bawang putih
adalah
cakram. Cakram merupakan lingkaran pipih yang terdapat didasar
umbi
bawang serta bertekstur kasar dan padat. Cakram ini berfungsi
sebagai
batang pokok tidak sempurna bagi tanaman bawang dan terletak di
dalam
tanah. Pada permukaan bawah cakram inilah nantinya tumbuh akar
serabut
tanaman bawang putih tunggal.
3. Umbi
Satu bongkahan umbi bawang putih biasa tersusun atas beberapa
siung
yang mengelompok dan duduk pada satu cakram. Sedangkan untuk
umbi
bawang putih tunggal hanya terdiri dari satu siung yang duduk
pada satu
cakram. Gambar 2.1 menyajikan umbi bawang putih pada umumnya
yang
biasa digunakan untuk bumbu dan bawang putih tunggal (bawang
lanang).
(a) (b)
Gambar 2.1 (a) Umbi Bawang Putih (Yuniastuti, 2006) untuk bumbu
dan (b) Umbi Bawang Putih Tunggal (Untari, 2010) atau “bawang
lanang”
-
6
4. Daun
Tanaman bawang putih tunggal memiliki daun yang sangat menarik.
Helaian
daun menyerupai pita, tipis, dan bagian pangkalnya membentuk
sudut.
Daunnya berwarna hijau, biasanya terlihat lebih gelap pada
sebelah atas
dan lebih cerah pada sisi daun bagian bawah.
5. Bunga
Bawang putih tunggal biasanya tidak berbunga, namun pada
beberapa
varietas ada juga yang menghasilkan bunga. Akan tetapi, bunga
pada
tanaman bawang putih tunggal ini tidak memiliki nilai ekonomi
maupun
produksi. Apabila dibiarkan tumbuh dan berkembang akan
menurunkan
produksi umbi. Bunga tanaman bawang putih tunggal ini berwarna
merah
muda. Biasanya bunga ini muncul pada balutan kelopak yang
membentuk
batang semu. Kehadiran bakal bunga ditandai oleh membengkaknya
bagian
batang semu.
Komposisi umbi bawang putih disajikan pada Tabel 2.1.
Berdasarkan
tabel tersebut dapat dilihat bahwa bawang putih sendiri memiliki
energi sebesar
112 kkal dan tinggi kandungan kimia lain seperti mineral,
fosfor, dan kalsium.
Namun dalam bawang putih sendiri kandungan kimia yang sangat
mempengaruhi adalah kandungan allicin, dimana kandungan allicin
ini
mengandung banyak sulfur yang menyebabkan aroma khas pada bawang
putih.
Diduga kandungan senyawa sulfurr pada bawang putih tunggal lebih
tinggi
dibandingkan dengan bawang putih biasa.
2.2 Bawang Putih Tunggal (Allium sativum L.)
2.2.1 Manfaat Bawang Putih tunggal
Beberapa artikel menyebutkan khasiat ataupun manfaat dari
bawang
putih tunggal dalam bidang medis maupun non medis. Menurut
Atmadja (2002)
beberapa manfaat tersebut, diantaranya :
1. Mencegah Kanker
Bawang putih tunggal mengandung antioksidan yang dapat
membantu
mencegah kanker.
-
7
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Bawang Putih per 100 gram
Kandungan Nutrisi Nilai
Energi 112 kkal (477 KJ)
Air 71 g
Protein 4,5 g
Lemak 0,20 g
Hidrat Arang 23,10 g
Mineral 1,2 g
Kalsium 42 mg
Fosfor 134 mg
Besi 1 mg
Vitamin B1 0,22 mg
Vitamin C 15 mg
Sumber : Oey, 1998
2. Mencegah dan mengobati flu
Dengan adanya kandungan antioksidan dapat menjaga sistem imun
tubuh
manusia.
3. Menyembuhkan penyakit kulit
Dengan adanya bukti bahwa bawang putih tunggal memiliki khasiat
anti
radang, maka dapat berguna mengurangi terjangkitnya penyakit
kulit.
4. Mengontrol berat badan
Ahli gizi Cynthia Sass di Amerika menyebutkan penelitian pada
tikus yang
memakan bawang putih menunjukkan adanya pengurangan berat badan
dan
penyimpanan lemak.
2.2.2 Senyawa Organosulfur
Bawang putih mengandung lebih dari 200 senyawa kimia. Salah
satu
senyawa kimia tersebut yang merupakan komponen utama penyusun
bawang
putih adalah volatile oil (0,1-0,36 %) yang mengandung sulfur,
termasuk
didalamnya adalah allin; ajoene dan vinyldithines ( produk
sampingan allin yang
dihasilkan secara non enzimatik dari allicin);
S-allylmercaptocysteine (ASSC) dan
S-methylmercaptocysteine (MSSC); terpenes (citral, geraniol,
linalool, α-
-
8
phellandrene, dan β-phellandrene). Allicin (diallyl
thiosulphinate) yang diproduksi
secara enzimatik dari allin, berperan sebagai antibiotik. Ajoene
berperan sebagai
anti koagulan dari bawang putih. Bawang putih juga mengandung
enzim allinase,
peroxidase dan Myrosinase, serta bahan lain seperti protein,
mineral, vitamin,
lemak, asam amino, dan prostaglandin (Newall et al., 1996)
Gambar 2.2 Pembentukan zat aktif yang terkandung dalam bawang
putih (Hernawan dan Setyawan, 2003)
Komponen utama bawang putih yang tidak berbau disebut
komplek
sativumin, yang diabsorbsi oleh glukosa dalam bentuk aslinya
untuk mencegah
proses dekomposisi. Dekomposisi komplek sativum akan
menghasilkan bau khas
yang tidak sedap dari allyl sulfide, allyl disulfide, allyl
mercaptane, alun allicin,
dan allin (Sunarto & Susetyo, 1995). Bau khas tersebut
disebabkan oleh
senyawa yang mengandung belerang dalam bawang putih. Hasil
identifikasi
menunjukkan bahwa seperlima kandungan minyaknya merupakan
senyawa
belerang. Bau khas pada bawang akan timbul bila jaringan tanaman
tersebut
terluka, karena prekursor bau dan cita rasa terletak pada bagian
sitoplasma.
Bawang putih utuh mengandung γ-glutamil sistein dalam jumlah
besar.
Komponen ini dapat mengalami proses hidrolisis dan oksidasi
menjadi allin yang
terakumulasi secara alami selama penyimpanan pada suhu kamar.
Bila bawang
putih diolah, enzim yang terdapat pada vakuola, yaitu allinase,
akan mengubah
allin menjadi allicin. Allicin secara cepat pula berubah menjadi
bentuk lain seperti
dialil sulfida (DAS), dialil disulfida (DADS), dialil trisulfida
(DATS), ditiin dan
ajoene. Pada saat γ-glutamil sistein berubah menjadi S-alil
sistein (SAC) melalui
-
9
jalur yang berbeda. SAC dilaporkan mempunyai efek terhadap
kesehatan
(Arivazhagan et al., 2001).
Asam amino allin akan segera berubah menjadi allicin begitu
umbi
diremas (Dreidger, 1996). Allicin bersifat tidak stabil (Amagase
et al., 2001),
sehingga mudah mengalami reaksi lanjut, tergantung kondisi
pengolahan atau
faktor eksternal lain seperti penyimpanan, suhu, dan lain-lain.
Ekstraksi umbi
bawang putih dengan etanol pada suhu di bawah 0oC, akan
menghasilkan allin.
Ekstraksi dengan etanol dan air pada suhu 25oC akan menghasilkan
allicin dan
tidak menghasilkan allin. Sedang ekstraksi dengan metode
distilasi uap (100oC)
menyebabkan seluruh kandungan allin berubah menjadi senyawa
allil sulfida
(Zhang, 1999).
a. Allicin ( C6H10OS)
Allicin merupakan salah satu komponen aktif utama dalam bawang
putih
yang mempunyai efek antibakteri, antioksidan, dan
antikarsinogenik. Allisin
berhasil disintesis oleh Cavallito pada tahun 1944, dari bawang
putih mentah
yang telah dihancurkan terlebih dahulu. Allicin terbentuk dari
reaksi antara enzim
alliinase dan suatu bahan asam amino nonprotein yang disebut
dengan alliin.
Reaksinya ditunjukkan pada gambar 4 sebagai berikut:
Gambar 2.3 Reaksi pembentukan Allicin (Hernawan dan Setyawan,
2003)
-
10
Allicin merupakan suatu bahan cair berminyak yang berwarna
kuning,
dimana gugus SO yang dimilikinya menyebabkan bau yang khas pada
bawang
putih. Allicin bersifat tidak stabil, dimana allisin hanya
bertahan sebentar dan
mulai berdegradasi pada saat terbentuk. Pada saat terurai,
allisin akan
mengambil oksigen dari udara dan berubah menjadi bahan kimia
yang kaya
sulfur, diantaranya ada yang bersifat stabil, tetapi ada juga
yang tidak stabil dan
akan segera terurai kembali menjadi senyawa sulfur lain
(Atmadja, 2002).
Menurut Wiryowidagdo (2000), allicin tidak stabil dan dapat
terurai pada
saat penyulingan atau dihidrolisis dengan air atau natrium
karbonat membentuk
senyawa polisulfida, dialil disulfida, yang menyebabkan bau
tidak enak dari
minyak atsirinya. Hasil peruraian hidrolisis yang dapat
diisolasi adalah senyawa
trans- dan atau cis- ajoen; 2- vinil-[4H]-1,3-ditiin;
3-vinil-[4H]-1,2-ditiin, dialil
trisulfida dan metil alil trisulfida, seperti yang tertera dalam
gambar 2.4 Allin
adalah senyawa hemihidrat yang tidak berwarna, terkristalisasi
dari pelarut
aseton dalam bentuk jarum. Molekulnya mempunyai dua pusat
asimetri sehingga
dapat mempunyai 4 isomer, 2 diantaranya diturunkan dari
L-sisteina dan D-
sisteina alam.
b. Diallil Disulfida (C6H10S2)
Diallil disulfida mempunyai sinonim allil disulfida yang
mempunyai berat
molekul 146,3. Diallil disulfida merupakan suatu bahan berbentuk
cair dan volatil
yang berwarna kuning. Bahan ini merupakan campuran organosulfur
lipofilik,
bersifat antikarsinogenik, aktif di dalam beberapa jaringan
terutama mikrosom
hati. Diallil disulfida juga merupakan komponen sulfida dalam
bawang putih yang
dapat digunakan sebagai obat cacing (Tampubolon, 1981). Struktur
diallil
disulfida ditunjukkan seperti berikut :
Gambar 2.4 Struktur Diallil disulfida (Hernawan dan Setyawan,
2003)
-
11
c. Diallil Trisulfida (C6H10S3)
Diallil trisulfida merupakan salah satu komponen dalam bawang
putih
yang ditemukan oleh Semmler pada tahun 1892 melalui destilasi
fraksinasi.
Disamping diallil trisulfida, Semmler juga menemukan diallil
disulfida dan diallil
tetrasulfida. Diallil trisulfida mempunyai berat molekul 178,34
dengan kemurnian
95%. Sesuai dengan nama IUPAC-nya, di – 2 – propeniltrisulfid,
kita dapat
menyebut diallil trisulfid dengan sebutan allil trisulfid atau
alitridin. Struktur kimia
dari diallil trisulfida dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.5 Struktur Diallil trisulfida (Hernawan dan Setyawan,
2003)
2.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi dari
campurannya
dengan menggunakan pelarut yang sesuai dengan senyawa aktif yang
akan
dipisahkan. Proses ekstraksi memiliki dua bagian utama, yaitu
pelarut dan bahan
utama. Pelarut (solvent) adalah zat yang digunakan untuk
melarutkan dan
memisahkan zat terlarut (solute) dari material yang memiliki
kelarutan lebih
rendah daripada pelarut. Sedangkan, bahan utama adalah bahan
yang
mengandung zat yang ingin dilarutkan atau diekstraksi (Hasanah.
dkk, 2011).
Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut.
Hal yang
perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang
memiliki
kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik/ terlarut dengan
pelarut yang
memiliki tingkat kepolaran yang sama. Menurut Darwis (2000)
terdapat tiga
golongan pelarut berdasarkan tingkat kepolaran suatu pelarut,
yaitu :
-
12
a. Pelarut polar
Pelarut ini memiliki tingkat kepolaran yang tinggi. Pelarut ini
memiliki
suatu ikatan yang keelektronegatifitasnya berbeda. Pelarut ini
sangat cocok
untuk mengekstrak senyawa – senyawa yang polar dari tanaman.
Pelarut polar
cenderung universal digunakan karena biasanya walaupun polar
pelarut ini tetap
dapat mengekstrak senyawa – senyawa dengan tingkat kepolaran
lebih rendah.
Contoh dari pelarut polar adalah air, metanol, etanol, dan asam
asetat.
b. Pelarut semipolar
Pelarut semipolar adalah pelarut yang memiliki tingkat kepolaran
yang
lebih rendah dibandingkan dengan pelarut polar. Pelarut ini baik
untuk
mendapatkan senyawa – senyawa semipolar dari tanaman. Contoh
pelarut ini
adalah aseton, etil asetat, dan kloroform.
c. Pelarut nonpolar
Pelarut nonpolar adalah pelarut yang memiliki nilai
elektronegatifitas
yang sama. Pelarut ini baik untuk mengekstrak senyawa – senyawa
yang sama
sekali tidak larut dalam pelarut polar, seperti untuk ekstraksi
berbagai jenis
minyak. Contoh dari pelarut ini adalah heksana dan eter.
Ada beberapa faktor yang akan menentukan hasil ekstraksi
seperti
komposisi pelarut, waktu ekstraksi, tekanan, suhu atau
temperatur, dan rasio
pelarut dengan bahan (Bhujbal et al., 2008; Thoo et al., 2010;
Huang et al.,
2009).
Beberapa metode ekstraksi senyawa organik bahan alam yang
umum
digunakan antara lain (Darwis, 2000):
1. Maserasi
2. Perkolasi
3. Soxhletasi
4. Destilasi Uap
5. Refluks
Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstraksi bawang
putih
tunggal adalah maserasi. Maserasi merupakan proses yang
dilakukan dengan
cara membiarkan padatan terendam dalam suatu pelarut. Proses
perendaman
dalam usaha mengekstraksi suatu substansi dari bahan alami ini
bisa dilakukan
-
13
tanpa pemanasan ( pada suhu ruang). Prinsip maserasi adalah
melarutkan zat
aktif pada bahan alami yang dilakukan dengan cara merendam
padatan dalam
pelarut yang sesuai selama sehari atau beberapa hari pada
temperatur kamar
terlindung dari cahaya (Huang et al., 2009).
Menurut Yuniastuti (2006) dalam penelitiannya tentang ekstraksi
dan
identifikasi komponen sulfida pada bawang putih menyebutkan
metode yang
terbaik yang dapat digunakan adalah metode maserasi. Metode
ekstraksi
menggunakan cara maserasi berhasil menghasilkan ekstrak bawang
putih yang
mengandung senyawa diallil disulfida dan allil sulfida.
Dikarenakan senyawa
bawang putih memiliki sifat yang mudah berubah apabila dilakukan
pemanasan
pada suhu tinggi, sehingga digunakan metode maserasi yang
tidak
memanfaatkan panas untuk mengekstrak senyawa pada bawang putih
tunggal.
2.4 Nanoteknologi
Sesuai dengan namanya, nanoteknologi atau nanosains adalah
ilmu
pengetahuan dan teknologi pada skala nanometer, atau sepermilyar
meter.
Nanoteknologi merupakan suatu teknologi yang dihasilkan dari
pemanfaatan
sifat-sifat molekul atau struktur atom apabila berukuran
nanometer. Jadi apabila
molekul atau struktur dapat dibuat dalam ukuran nanometer maka
akan
dihasilkan sifat-sifat baru yang luar biasa. Sifat-sifat baru
inilah yang
dimanfaatkan untuk keperluan teknologi, sehingga teknologi ini
disebut
nanoteknologi (Surya, 2004).
2.4.1 Karakteristik Nano Partikel
Secara umum molekul pada permukaan partikel tidak memiliki
kesinambungan dengan ikatan kovalen dan dalam keadaan penuh
energi yang
tidak stabil. Untuk senyawa yang berukuran makroskopik dan
mikroskopik
sebagian besar molekul berada di tidak stabil, proporsi molekul
dalam bahan
yang dalam keadaan penuh energi tidak stabil sangat rendah dan
karena itu
adalah sifat-sifat molekul yang stabil yang menentukan sifat
partikel. Namun,
karena ukuran senyawa yang diubah dari skala mikro ke skala
nano, ada
peningkatan drastis pada luas permukaan Nano partikel di mana
sifat-sifat
-
14
molekul permukaan lebih reaktif mendominasi dan menimbulkan
sifat baru dari
Nano partikel (Centre of Food Safety, 2010).
Karena lebih banyak molekul yang terletak di permukaan yang
tidak
stabil dalam keadaan yang penuh energi, nano partikel lebih
reaktif dibandingkan
dengan bahan non-nano. Dengan reaktivitas tinggi, hampir semua
jenis
nanopartikel mampu mengubah reaksi dan nanopartikel bebas
cenderung
menggumpal menjadi partikel yang lebih besar. Kecenderungan nano
partikel
menggumpal dapat ditingkatkan atau dihambat oleh modifikasi
permukaan,
misalnya, dengan adanya bahan kimia. Memiliki sifat spesifik
fisiko kimia pada
nanopartikel, itu diharapkan untuk berinteraksi dengan zat-zat
seperti protein,
lipid, karbohidrat, asam nukleat, ion, mineral dan air yang
hadir dalam makanan
dan jaringan biologis (Centre of Food Safety, 2010).
2.4.2 Sintesis Nano Partikel
Menurut Centre of Food Safety (2010) nano partikel dapat
diproduksi
dengan menggunakan dua strategi pembangunan, baik pendekatan "
top - down
" atau " bottom - up "
a. Pendekatan Top – down
Dalam pendekatan top - down , nano partikel dibuat dengan
memecah
bahan massal menggunakan cara seperti penggilingan untuk
mengurangi ukuran
dari obyek yang kompleks ke titik di mana pengurangan skala ini
dimulai dari
pengubahan prinsip yang sangat mendasar. Kebanyakan pembuatan
nano
partikel ini lebih mengarah pada pendekatan ini. Namun, metode
ini menemui
masalah besar pada kecepatan yang lambat pada tingkat produksi
yang
membuatnya tidak sesuai dengan kebutuhan produksi massal.
b. Pendekatan bottom – Up
Pendekatan bottom - up secara radikal berbeda, karena
melibatkan
pembangunan nano partikel dari atom individu atau molekul yang
memiliki
kemampuan untuk merakit diri seperti pertumbuhan kristal. Sumber
daya yang
diperlukan untuk membangun nano partikel dengan pendekatan
bottom - up yang
sangat berkurang karena pertumbuhan dan perakitan nano partikel
dapat
dikontrol dalam satu langkah, dan dengan cara yang alami dan
mengatur diri
-
15
sendiri. Namun, penemuan dan studi pada kompatibilitas komponen
yang
diperlukan berbeda sebelum setiap nanopartikel baru yang
disintesis.
2.4.3 Pembuatan Nano Partikel
Proses pembuatan nano partikel dengan menggunakan pendekatan
top-
down dibagi menjadi 4 metode. Adapun proses pembuatan nano
material antara
lain :
2.4.3.1 Proses Nano Milling
Proses nano milling adalah proses pembuatan partikel ukuran nano
dari
bahan berbentuk serbuk ukuran mikron. Proses penghalusan ukuran
partikel
secara teori dapat dibuat dengan proses fisik hal ini sesuai
dengan prinsip bahwa
material apabila bertumbukan dengan material lain yang lebih
keras akan pecah.
Pada proses nano milling semakin kecil ukuran partikel akan
semakin susah
untuk digiling terutama untuk ukuran nano hal ini karena adanya
gaya Van Der
Walls antar partikel yang berakibat munculnya aglomerasi
(Wigayati, 2009).
2.4.3.2 Proses Busur Logam
Proses pembuatan nano material yang paling awal dilakukan
orang
adalah proses dispersi partikel dalam media cair dengan cara
mengalirkan arus
listrik dalam logam mulia. Pada proses ini partikel dibuat dari
dua batang logam
yang dicelupkan dalam media cair kemudian dialiri listrik searah
sehingga terjadi
percikan arus listrik yang mampu melepaskan partikel dari
permukaan logam ke
dalam media cair. Pada umumnya logam yang digunakan adalah logam
mulia
seperti emas (Au), perak (Ag) dan Platina (Pt) yang tidak mudah
terkorosi.
Proses ini dikenal dengan sebutan “ Bredig Arc Method “, yang
menghasilkan
butiran logam mulia dengan ukuran nanometer. Butiran tersebut
karena ukuran
sangat kecil mampu membiaskan cahaya sehingga larutan menjadi
berwarna
tertentu jika terkena sinar (Crosson and Abrahams, 1947 ).
-
16
2.4.3.3 Proses Koagulasi
Proses koagulasi adalah cara yang paling banyak dilakukan
dalam
pembuatan partikel ukuran nano. Hal ini karena proses koagulasi
adalah proses
yang paling sederhana karena mengikuti mekanisme pertumbuhan
kristal secara
alami. Kemudian pertumbuhan kristal secara alami tersebut
dihentikan secara
mendadak atau dimodifikasi dengan larutan tertentu. Salah satu
contoh proses
pembuatan senyawa ukuran nano dengan proses pengendapan
adalah
pembuatan nano material γ- Al2O3 dari mineral kaolin dengan
proses
pengaturan pH larutan dan penambahan surfaktan tertentu (Yang et
al., 2010).
2.4.3.4 Gelombang Ultrasonik
Gelombang bunyi atau yang dikenal sebagai gelombang akustik
adalah
gelombang mekanik yang dapat merambat dalam medium padat, cair,
dan gas.
Gelombang bunyi menurut besar frekuensinya dapat dbedakan
menjadi tiga.
Gelombang bunyi dengan frekuensi dibawah 20 Hz disebut dengan
infrasonik.
Gelombang bunyi dengan frekuensi 20 Hz hingga 20 kHz disebut
dengan
gelombang audiosonik. Sedangkan gelombang dengan besar frekuensi
lebih dari
20 kHz disebut dengan gelombang ultrasonik. Gelombang ultrasonik
inilah yang
banyak diterapkan dalam bidang teknologi pangan dan
mikrobiologi. Salah satu
contohnya adalah untuk mempercepat proses ekstraksi (Kim,
1989).
Gelombang ultrasonik dapat diaplikasikan pada bidang pangan
meliputi
proses transformasi, pengawetan, dan ekstraksi. Akan tetapi
perlu diwaspadai
bahwa gelombang ultrasonik ini dapat memberikan beberapa dampak
terhadap
produk pangan maupun selama proses. Beberapa dampak yang dapat
diberikan
oleh gelombang ultrasonik ini antara lain adalah : Perubahan
warna, modifikasi
antioksidan, dan modifikasi polisakarida. Perubahan atau
modifikasi tersebut
dapat semakin meningkat maupun sebaliknya. Selain itu gelombang
ultrasonik
akan mempengaruhi kandungan lemak pada produk. Hal ini dapat
menyebabkan
peningkatan oksidasi lemak dan menyebabkan radikal bebas
terbentuk (Pingret.
et al., 2013).
Proses ultrasonik untuk reaksi kimia pertama kali diperkenalkan
oleh
Rayleight dengan menggunakan model matematika dalam reaksi
homogen
(Malcom, 1997). Sepuluh tahun kemudian proses reaksi biokimia
dengan
ultrasonik diperkenalkan oleh Ricard dan Loomis. Adapun hasil
pengamatan dari
-
17
Sulick, Hammerton dan Cline telah mengamati runtuhnya rongga
dari gugus
molekul ligan karbonil dari senyawa atsiri. Penggunaan proses
kimia dengan
gelombang ultrasonik mulai banyak diaplikasikan untuk reaksi
kimia pada reaksi
biologis seperti interaksi biologis untuk proses pengobatan
penyakit. Disamping
itu melalui proses ultrasonik dapat dimungkinkan terciptanya
reaksi kimia baru
yang menghasilkan sintesa senyawa baru seperti yang dilakukan
oleh Sulick,
Hammerton dan Cline dengan membongkar gugus karbonil minyak
atsiri yang
menghasilkan senyawa baru minyak atsiri dengan ion logam
membentuk gugus
ligan baru (Malcom, 1997).
Aplikasi penggunaan gelombang ultrasonik juga diterapkan
dalam
proses pembentukan partikel nano pada magnesium karbonat.
Gelombang
ultrasonik dapat memecah partikel magnesium karbonat sampai
berukuran nano.
Penggunaan gelombang ultrasonik juga mampu memacu pertumbuhan
tanaman
mikro seperti ganggang yang bermanfaat untuk produk kesehatan
(Sulistiyono,
2012).
2.5 Kitosan
Kitosan merupakan senyawa yang memiliki rantai polisakarida β
(1-4)-2-
amino-2-deoksi-D glukosa dengan rumus kimia ( C6H11NO4)n. Gugus
amino
menggantikan –OH pada atom C2 (Muzzarelli & Peter, 1997).
Kitosan memiliki
bobot molekul besar, tidak bersifat racun, dan larut dalam asam
pada suhu
kamar, tidak larut dalam pelarut organik seperti metanol, mampu
mengikat air,
dan mampu membentuk penyalut (Terry & Liwei, 2008).
Gambar 2.6 Struktur Kitosan (Sidqi, 2011)
CH2OH CH2OH CH2OH
OH OH OH
HO
OH
NH2 NH2 NH2
O O
-
18
Kitosan mulai banyak digunakan dalam teknologi pengantar
obat.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kitosan
sebagai
pengantar obat meningkatkan efisiensi obat tanpa menimbulkan
efek samping
pada tubuh. Nano partikel kitosan yang ditambahkan gugus tiol
mampu
meningkatkan penyerapan teofilin dalam pengobatan penyakit asma.
Teofilin
merupakan obat antiinflamasi yang sering digunakan dalam
pengobatan asma
melalui intranasal (Lee et al., 2000).
2.5.1 Modifikasi Kitosan
Modifikasi kitosan dilakukan dengan tujuan untuk
mengembangkan
penggunaan kitosan sebagai media penyalut. Salah satu cara
modifikasi kitosan
adalah dengan metode taut silang. Metode taut silang dapat
dilakukan dengan
dua cara, yaitu secara kovalen dan secara interaksi ionik.
a. Taut Silang Secara Kovalen
Proses taut silang secara kovalen bersifat irreversibel. Dalam
proses ini
menggunakan reagen dialdehid, contohnya glioksal dan
glutaraldehid. Selama
proses pembuatan terjadi interaksi antara gugus aldehid dengan
gugus amino
yang membentuk ikatan imina kovalen (Berger et al., 2004).
b. Taut Silang Secara Interaksi Ionik
Proses taut silang secara interaksi ionik bersifat reversibel.
Kitosan
merupakan polimer polikationik. Sifat tersebut menyebabkan dapat
terjadinya
interaksi dengan komponen bermuatan negatif. Dalam proses
pembuatannya,
agen penaut silang yang digunakan adalah senyawa fosfat, seperti
natrium
tripolifosfat (Berger et al., 2004).
Dari dua metode taut silang tersebut, metode taut silang secara
interaksi
ionik lebih sering digunakan. Hal ini disebabkan karena dalam
proses
pembuatannya lebih mudah dan sederhana dibandingkan dengan
metode taut
silang secara kovalen. Selain itu, metode taut silang secara
interaksi ionik ini
bahan yang digunakan tidak bersifat toksik bagi tubuh, sehingga
lebih bersifat
biokompatibel.
-
19
2.6 Natrium Tripolifosfat (Na-TPP atau STPP)
Natrium tripolifosfat (Na-TPP atau STPP) adalah senyawa
inorganik
yang memiliki berat molekul sebesar 367,864 g/mol. STPP
merupakan suatu
garam natrium dari pentaanion polifosfat (Na5P3O10) yang dapat
berinteraksi
dengan kitosan yang bersifat kationik. STPP juga tidak bersifat
mutagenik
maupun karsinogenik.
Gambar 2.7 Struktur Kimia Natrium Tripolifosfat (Nur, 2011)
2.7 Kitosan – Tripolifosfat
Kitosan – Tripolifosfat adalah senyawa turunan dari kitosan
yang
dihasilkan dari proses taut silang ionik kitosan dengan senyawa
tripolifosfat.
Proses modifikasi kitosan dengan STPP bergantung pada beberapa
faktor, yaitu
konsentrasi kitosan, pH STPP dan waktu terjadinya taut silang
(Ko et al., 2003).
Kitosan dengan pKa 6,5 merupakan polikationik, ketika dilarutkan
dalam
asam, amin bebas dari kitosan akan terprotonasi menghasilkan
–NH3+. Natrium
tripolifosfat (Na5P3O10) dilarutkan dalam air hingga didapatkan
ion hidroksil dan
ion tripolifosfat. Ion tersebut dapat bergabung dengan struktur
dari kitosan
(Bhumkar dan Pokharkar, 2006).
O
P P P
O O O O
Na Na
O
Na
O
O O
O
Na Na
-
20
Gambar 2.8 Disosiasi STPP dalam Air (Sung et al., 2001)
Taut silang antara kitosan dan STPP dipengaruhi oleh keberadaan
sisi
kationik dan anionik sehingga pH dari STPP memiliki peran
penting selama
proses taut silang. Proses taut silang dilakukan pada dua
kondisi pH, yaitu pH 3
dan pH 9. Pada pH 3 hanya dihasilkan ion tripolifosfat yang akan
berinteraksi
dengan –NH3+ dari kitosan sehingga pada kondisi tersebut
didapatkan kitosan-
tripolifosfat yang didominasi oleh interaksi ionik. Pada pH 9,
dihasilkan ion
hidroksil dan tripolifosfat. Kedua ion tersebut berkompetisi
untuk berinteraksi
dengan –NH3+. Pada kondisi tersebut, taut silang kitosan
didominasi oleh
deprotonasi oleh ion hidroksil (Bhumkar dan Pokharkar,
2006).
Gambar 2.9 Taut Silang Kitosan – STPP (Bhumkar dan Pokharkar,
2006)
Na5P3O10 + 5H2O 5 Na+ + H5P3O10 + 5 OH
-
H5P3O10 + OH- H4P3O10
- + H2O
H4P3O10- + OH- H3P3O10
2- + H2O
CH2OH
CH2OH
CH2OH
CH2OH
O
O
O
O
OH
OH
O
O
O
O
OH
OH
OH
OH
NH3+
NH3+
NH3+
NH3+
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
H
P
P
P
O
O
O
O
O
O
O
HO
HO
HO
-
21
2.8 Metode Analisa
Dalam penelitian ini beberapa metode analisa digunakan.
Metode
tersebut adalah :
2.8.1 PSA (Particle Size Analysis)
PSA ( Particle Size Analysis ) merupakan metode pengukuran
partikel
dengan menggunakan prinsip laser diffraction (LAS). Metode LAS
bisa dibagi
dalam dua metode :
1. Metode basah : metode ini menggunakan media pendispersi
untuk
mendispersikan materi uji.
2. Metode kering : metode ini memanfaatkan udara atau aliran
udara untuk
melarutkan partikel dan membawanya ke sensing zone. Metode ini
baik
untuk ukuran yang kasar, di mana hubungan antar partikel lemah
dan
kemungkinan untuk beraglomerasi kecil.
Pengukuran partikel dengan PSA menggunakan metode basah ini
dinilai
lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering (Rusli,
2011). Menurut Rusli
(2011) keunggulan penggunaan PSA adalah :
1. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA lebih akurat
jika
dibandingkan dengan pengukuran partikel dengan alat XRD ataupun
SEM.
2. Hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga dapat
menggambarkan
keseluruhan kondisi sampel.
3. Rentang pengukuran 0,4 nanometer hingga 10 mikrometer.
2.8.2 FTIR (Fourier Transform Infra Red)
Radiasi infra merah merupakan bagian dari spektrum radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang yang lebih panjang
daripada daerah
sinar tampak, tetapi lebih pendek daripada daerah gelombang
mikro (Hadjar,
1987). Pengujian FTIR ini bertujuan untuk mengetahui gugus
fungsi yang
terdapat pada suatu senyawa sehingga dapat diketahui gugus
fungsi yang
menyusun suatu senyawa tersebut.
-
22
Bila sinar infra merah dilewatkan melalui cuplikan senyawa
organik,
maka sejumlah frekuensi diserap sedang yang lain diteruskan /
ditransmisikan
tanpa diserap. Penggunaan spektroskopi Infra Merah pada bidang
kimia organik
hampir menggunakan daerah dari 650-4000 cm-1 (15,4 – 2,5 μm).
Daerah
dengan frekuensi lebih rendah 650 cm-1 disebut infra merah jauh
dan daerah
dengan frekuensi lebih tinggi 4000 cm-1 disebut infra merah
dekat. Masing-
masing daerah tersebut lebih jauh dan lebih dekat dengan
spektrum tampak
(Sastrohamidjojo, 2001).
Peak pada FTIR ini dapat membedakan suatu senyawa dengan
senyawa lain. Nilai peak memberikan bentuk gugus yang berbeda –
beda
berdasarkan bentuk dan ikatannya. Contohnya pada ikatan C-H
memiliki nilai
peak lebih dari satu. Setiap peak memiliki gugus C-H yang
berbeda. Contohnya
ada ikatan C-H yang tekuk, lurus, dan lainnya. Letak dan
kekuatan spektrum
vibrasi dari jenis-jenis ikatan dapat dilihat pada tabel
2.2.
-
23
Tabel 2.2 Letak dan Kekuatan Spectrum Vibrasi
Ikatan Bilangan Gelombang (cm-1
) Keterangan
C-H 2960 CH3 /CH2 asimetri
2810-2850 CH3 /CH2 simetri
2720 C-H uluran dengan H diikat aldehide
1460 CH3 /CH2 tekukan (bending)
1380 Ada cabang (gugus gem dimetil)
720 -(CH2)n
C=C 3000-1650 Adanya ikatan rangkap
C=C 3200-2900-2100 Ikatan rangkap tiga
C=O 1700 Gugus karbonil
1740 C=O pada keton
1710 C=O pada aldehide
C-O-C 1100-1200 Puncak kuat atau runcing pada eter
C-O2-C 1150-1250 Kuat pada ester
-OH 3100-3400 Melebar (ada ikatan hidrogen)
-NH 3200-3500 Ada 2 puncak (amina primer)
3200 Ada 1 puncak (amina sekunder)
3450 Tidak ada puncak (amina tersier)
1600 Puncak kuat
3000 Puncak medium
Inti Aromatis 3000-3100
Isotionat
N=O 1550 dan 1350 Kuat
S-H Merkaptan 2550 Sedang
S=O Sulfoksida 1050 Kuat
Sulfon, sulfonil klorida
1375 dan 1300 Kuat
Sulfat, sulfonamida 1200-1140 Kuat
C-X florida 1400-1000 Kuat
Klorida 800-600 Kuat
Bromida, iodida 667 Lemah
Sumber : Widodo dan Nanik, 2002
Pada proses instrumen Spektrofotometri Infra Merah untuk
analisis
sampel menurut Giwangkara (2006) meliputi :
1. The source : energi Infra Red yang dipancarkan dari sebuah
benda hitam
menyala. Balok ini melewati melalui logam yang mengontrol jumlah
energi
yang diberikan kepada sampel.
-
24
2. Interoferometer: sinar memasuki interferometer “spectra
encoding‟
mengambil tempat, kemudian sinyal yang dihasilkan keluar
dari
interferogram.
3. Sampel: sinar memasuki kompartemen sampel dimana
diteruskan
melaluicermin dari permukaan sampel yang tergantung pada jenis
analisis.
4. Detector: sinar akhirnya lolos ke detector untuk pengukuran
akhir. Detektor
ini digunakan khusus dirancang untuk mengukur sinar interfrogram
khusus.
Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer Fourier Transform
Infra
Red adalah Tetra Glycerine Sulphate (disingkat TGS) atau
Mercury
Cadmium Telluride (disingkat MCT). Detektor MCT lebih banyak
digunakan
karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS,
yaitu
memberikan respon yang lebih baik pada frekwensi modulasi
tinggi, lebih
sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat
selektif
terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi
inframerah.
5. Computer: sinyal diukur secara digital dan dikirim kekomputer
untuk
diolaholeh Fourier Transformation berada. Spektrum disajikan
untuk
interpretasi lebih lanjut.
Menurut Luyt (2009) analisis menggunakan Spektrometer ini
memiliki
dua kelebihan utama dibandingkan metoda konvensional lainnya,
yaitu :
1. Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya
secara simultan
sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat daripada
menggunakan cara
sekuensial atau pemindaian.
2. Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri Fourier Transform
Infra Red lebih
besar daripada cara dispersi,sebab radiasi yang masuk ke sistem
detektor
lebih banyak karena tanpa harus melalui celah.
-
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan dan
Rekayasa
Proses Pangan dan Hasil Pertanian, Laboratorium Kimia dan
Biokimia Pangan
dan Hasil Pertanian, dan Laboratorium Nutrisi Pangan dan Hasil
Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Penelitian ini
dilaksanakan mulai bulan Maret 2016 hingga September 2016.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan adalah blender (merk oxone 290 watt),
timbangan
analitik (merk ohaus kapasitas 210 gram), vacuum rotary
evaporator (merk IKA
power input 1400 watt), ultrasound chamber (merk elma),
spektrofotometer (merk
cole parmer rentang panjang gelombang 100 – 1200 nm), Particle
Size Analysis
(PSA)(merk malvern dengan rentang pembacaan 0,4 – 10.000 nm) ,
dan
spektrometer infra merah untuk uji Fourier Transform Infra Red
(FTIR) (merk
Type : FT 1000).
3.2.2 Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah
tanaman
bawang putih tunggal (Allium sativum L.) yang dibeli dari pasar
komersiil,
berdiameter kira-kira 1,5 cm dan berat per umbi berkisar 1 gram.
Bahan – bahan
kimia umumnya berkualitas teknis yaitu etanol 96%, STPP,
aquades, kitosan
DPPH, dan asam asetat
-
26
3.3 Metode Penelitian
Metode percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK), yang terdiri dari 2 faktor
perlakuan dengan 3
ulangan. Faktor pertama adalah konentrasi media penyalut. Faktor
kedua adalah
lama waktu ultrasonikasi.
Faktor 1 merupakan Konsentrasi media penyalut yang digunakan(P),
yaitu :
P1 = Kitosan/STPP : 0/0 %
P2 = Kitosan/STPP : 1,33/0,17 %
P3 = Kitosan/STPP : 2,67/0,17 %
Faktor 2 merupakan Lama waktu ultrasonikasi (T), yaitu :
T1 = 30 menit
T2 = 60 menit
Keseluruhan percobaan berjumlah enam kombinasi perlakuan (Tabel
3.1) dan
setiap perlakuan diulang tiga kali
Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan
Kosentrasi media penyalut
Lama waktu ultrasonikasi
T1 T2
P1 P1 T1 P1 T2
P2 P2 T1 P2 T2
P3 P3 T1 P3 T2
Keterangan kombinasi perlakuan adalah sebagai berikut :
P1 T1 = Kitosan/STPP (0% / 0%) : Lama waktu sonikasi 30
menit
P2 T1 = Kitosan/STPP (1,33% / 0,17%) : Lama waktu sonikasi 30
menit
P3 T1 = Kitosan/STPP (2,67% / 0,17%) : Lama waktu sonikasi 30
menit
P1 T2 = Kitosan/STPP (0% / 0%) : Lama waktu sonikasi 60
menit
P2 T2 = Kitosan/STPP (1,33% / 0,17%) : Lama waktu sonikasi 60
menit
P3 T2 = Kitosan/STPP (2,67% / 0,17%) : Lama waktu sonikasi 60
menit
-
27
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Pembuatan Ekstrak Bawang Putih Tunggal
Tahapan pembuatan ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum
L.)
adalah sebagai berikut (modifikasi Priskila, 2008) :
a. Tanaman bawang putih tunggal disortasi dan dibersihkan dengan
air mengalir.
Kemudian bawang dikupas dan kulit bawang dibuang.
b. Kemudian bawang dihaluskan dengan menggunakan blender
hingga
terbentuk bubur.
c. Hasil pemblenderan kemudian ditimbang sebesar 60 gram.
d. Dilakukan proses ekstraksi dengan metode maserasi dengan
menggunakan
pelarut etanol, perbandingan antara bawang putih tunggal dengan
pelarut 1:4
(b/v) dilakukan selama 24 jam dengan dishaker.
e. Hasil ekstraksi di saring menggunakan kertas saring kasar dan
ampas
dibuang.
f. Diperoleh ekstrak bawang putih tunggal.
g. Dilakukan proses evaporasi pada cairan ekstrak dengan vacuum
rotary
evaporator pada suhu 40oC selama ± 60 menit.
h. Didapatkan ekstrak kental Bawang putih tunggal sebanyak 46
gram.
3.4.2 Pembuatan Nano Partikel Ekstrak Bawang Putih Tunggal
Tahapan pembuatan nano partikel ekstrak bawang putih tunggal
(Allium
sativum L.) adalah sebagai berikut (modifikasi Sidqi, 2011)
:
a. Larutan kitosan yang dilarutkan menggunakan asam asetat 2%
dengan
konsentrasi berbeda ( 0%, 2%, dan 4%) diambil sebanyak 100 ml
dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
b. Ke dalam masing – masing larutan ditambahkan 50 ml larutan
STPP 0,5%.
c. Diperoleh larutan kitosan – STPP dengan kadar kitosan 0%,
1,33%, dan
2,67% dan masing – masing berkadar STPP 0,17%.
d. Masing – masing larutan diaduk dengan menggunakan magnetic
stirrer
selama 10 menit.
e. Ditambahkan ekstrak kental bawang putih tunggal sebanyak 5 mg
dari total 46
gram ekstrak kental.
-
28
f. Campuran diaduk kembali dengan menggunakan magnetic stirrer
selama 5
menit sampai tercampur merata menjadi satu.
g. Dilakukan penyaringan menggunakan alat saring berpori mikro
(0,45 mikro)
dan diperoleh filtrat sebanyak kurang lebih 137 mL.
h. Kemudian filtrat dibagi menjadi dua bagian dan masing -
masing
diultrasonikasi pada 30 menit dan 60 menit.
i. Didapatkan ekstrak bawang putih tunggal berukuran nano.
j. Masing – masing kombinasi perlakuan diulang tiga kali.
3.5 Pengamatan dan Analisis Data
3.5.1 Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada produk nano ekstrak bawang putih
tunggal
yang meliputi :
1. Analisa Particle Size Analysis ( Sulistiyono, 2012 )
Analisa Particle Size Analysis (PSA) bertujuan untuk mengukur
ukuran
partikel suatu bahan menggunakan metode sesuai manual. Analisa
ini sangat
bermanfaat bagi penelitian nano teknologi.
2. Analisa Aktivitas Antioksidan metode DPPH( Kekuda, 2009 )
Analisa aktivitas antioksidan khususnya IC50 dengan metode DPPH
ini
bertujuan untuk mengetahui kandungan antioksidan dalam bahan
pangan
untuk mampu menghambat 50% radikal bebas. DPPH merupakan
senyawa
radikal bebas yang bersifat tidak stabil. Pada pengujian ini
sampel ekstrak
umbi bawang lanang diambil dari ekstrak kental hasil evaporasi.
Sedangkan
untuk sampel perlakuan diambil dari larutan campuran ekstrak
sebanyak 5 mg
dengan larutan kitosan-STPP.
3. Analisa Fourier Transform Infra Red (Luyt et al., 2009)
Analisa FTIR ini bertujuan untuk mengetahui ikatan senyawa yang
ada dalam
bahan pangan dengan menggunakan gelombang infra merah. Ikatan
tersebut
akan membentuk peak yang akan terbaca pada nilai tertentu.
4. Analisa Viskositas (Budianto, 2008)
Analisa viskositas bertujuan untuk mengetahui kekentalan suatu
bahan atau
larutan. Semakin tinggi nilai viskositas suatu bahan semakin
kental bahan
tersebut.
-
29
3.5.2 Analisis Data
Data yang telah diperoleh dianalisis keragamannya dengan
ANOVA
untuk Rancangan Acak Kelompok (RAK). Apabila terdapat beda nyata
pada
interaksi kedua faktor perlakuan dilakukan uji lanjut DMRT
(Duncan’s Multiple
Range Test) dan bila tidak terdapat interaksi namun di salah
satu faktor
perlakuan atau keduanya terdapat beda nyata, maka dilakukan uji
beda BNT
dengan taraf nyata 5%.
-
30
3.6 Diagram alir
a. Proses Ektraksi Bawang Putih tunggal
Bawang Putih Tunggal
Sortasi
Dikupas dan diambil bagian umbi
Dicuci dengan air mengalir
Dihancurkan menggunakan Blender Kering
Ditimbang
Dimasukkan kedalam erlenmeyer
Diekstrak dengan metode Maserasi selama 24 jam
Disaring menggunakan kertas saring
Dievaporasi menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu
40oC.
Ekstrak kental bawang putih tunggal
Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Bawang Putih tunggal
(modifikasi Priskila, 2008)
Bawang putih : Pelarut etanol
dengan Rasio 1:4
- Analisa PSA
- Analisa
Aktivitas
Antioksidan
- Analisa FTIR
Kulit Umbi
Ampas
Filtrat
-
31
b. Proses Pembuatan Nano Partikel Ekstrak Bawang Putih
Tunggal
5mg Ekstrak kental bawang putih tunggal
Dimasukkan ke dalam erlenmeyer
Diaduk sampai rata dengan magnetic stirrer
Disaring dengan mikropore (0,45 µm)
Ditampung dalam erlenmeyer
Disonikasi dengan λ = 40 kHz dengan waktu yang berbeda(30 menit
dan 60 menit)
Larutan nano ekstrak
Gambar 3.2 Diagram Alir Pengecilan Ukuran Partikel Ekstrak
Bawang Putih Tunggal (modifikasi Sidqi, 2011)
Media Penyalut
(100 ml larutan
kitosan (0%, 2%,
4%)+ 50 ml STPP
0,5%)
- Analisa Particle
Size Analysis
- Analisa
Antioksidan
- Analisa FTIR
- Uji Zeleny
-
32
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rendemen dan Karakteristik Ekstrak Etanol Umbi Bawang
Putih
Tunggal
Dari hasil analisa ekstrak bawang putih tunggal sebelum
dilakukan
perlakuan didapatkan hasil yang dapat dilihat pada Tabel
4.1.
Tabel 4.1 Rendemen dan Karakteristik Ekstrak Etanol Umbi Bawang
Putih Tunggal
Paramenter Nilai
Rendemen (%) 29,68
Aktivitas Antioksidan IC50 (ppm) 875,65
Particle Size Analysis (nm) 4.108
Viskositas (cP) 46
Rendemen ekstrak bawang putih tunggal adalah sebesar 29,68%.
Rendemen ekstrak yang tinggi menunjukkan bahwa jumlah senyawa
yang tersari
dari bahan baku tinggi. Hasil rendemen setiap bahan berbeda –
beda.
Perbedaan tersebut didasarkan pada beberapa faktor yaitu :
ukuran partikel,
lama waktu kontak bahan dengan pelarut, lama waktu pengeringan
dan jenis
pelarut yang digunakan (Karina, 2015).
Sebaran ukuran partikel ekstrak bawang putih tunggal dari hasil
PSA
adalah 450 nm – 4200 nm dengan rata – rata sebesar 4.108 nm,
sedangkan
tujuannya adalah untuk mendapatkan ekstrak yang berukuran nano.
Menurut
Surya(2004) suatu senyawa atau bahan dikatakan nano apabila
ukuran partikel
dalam suatu bahan pangan berukuran 1 hingga 1000 nm. Pada
ekstrak bawang
putih tunggal nilai rerata ukuran partikel sebesar 4.108 nm
belum dapat
dikatakan sebagai nano ekstrak. Perlakuan ultrasonikasi dengan
penyalutan
kitosan diharapkan dapat menghasilkan ekstrak bawang putih
tunggal dengan
ukuran nano. Berikut ini merupakan gambar sebaran partikel dari
ekstrak bawang
putih tunggal.
-
33
Gambar 4.1 Sebaran Partikel Ekstrak Bawang Putih Tunggal
Ekstrak bawang putih tunggal mengandung senyawa antioksidan
yang
dapat menghambat terbentuknya radikal bebas. Hasil analisa
aktivitas
antioksidan IC50 dengan metode DPPH Pada ekstrak bawang putih
tunggal
didapatkan nilai 875,65 ppm. Nilai IC50 sebesar 875,65 ppm ini
memiliki arti
sebanyak 1,75 mg ekstrak bawang putih tunggal mampu menghambat
50%
radikal bebas dari 0,078 mg DPPH. Perhitungan untuk mendapatkan
nilai IC50
dapat dilihat pada lampiran 2. Kemampuan ekstrak bawang putih
tunggal yang
diperoleh pada penelitian ini berbeda sangat jauh dibandingkan
yang dilaporkan
Amin (2015) yang menyebutkan bahwa kandungan aktivitas
antioksidan ekstrak
bawang putih tunggal sebesar 13,85 ppm. Perbedaan tersebut dapat
didasarkan
pada perbedaan jenis pelarut, dan rasionya terhadap bahan serta
metode
ekstraksinya. Selain itu reagen DPPH yang bersifat tidak stabil
dapat
mengakibatkan nilai antioksidan suatu senyawa berbeda
(Amin,2015).
Viskositas (Kekentalan) diantara zat cair berbeda – beda
(Budianto,
2008). Viskositas ekstrak bawang putih tunggal yang diperoleh
adalah sebesar
46 cP. Semakin tinggi nilai viskositasnya semakin kental zat
cair tersebut.
-
34
Kekentalan air memiliki nilai sekitar 2 cP sehingga dapat
dikatakan bahwa
ekstrak tersebut lebih kental dibandingkan dengan air.
Hasil analisa FTIR (Fourier Transform Infra Red) ekstrak umbi
bawang
putih tunggal disajikan pada Gambar 4.1. Hasil spektra ekstrak
bawang putih
awal ini digunakan sebagai pembanding untuk melihat perubahan
akibat
ultrasonikasi pada ekstrak tersebut. Didalam ekstrak bawang
putih tunggal
terdapat 2 gugus kimia atau ikatan kimia yang menonjol dan
beberapa gugus
kimia yang lebih kecil keberadaannya (Tabel 4.2).
Gambar 4.2 Hasil Analisa FTIR Ekstrak Bawang Putih Tunggal
Etanolat umbi bawang putih tunggal mempunyai gugus C-S
(bilangan
gelombang 522,6 dan 649,4), gugus C=C (Bilangan gelombang 932,1
dan
1637,0), gugus C-C (bilangan gelombang 1026,6 dan 1054,8), gugus
S-H
sulfonamida (bilangan gelombang 1130,2), gugus –CH3 tekuk
(bilangan
gelombag 1378,9), gugus S-H (bilangan gelombang 2119,2), gugus
C-H
(bilangan gelombang 2942,6), dan ikatan hidrogen (bilangan
gelombang 3424,9).
Hal ini membuktikan bahwa dalam ekstrak bawang putih tunggal
yang dianalisa
terdapat gugus fungsi senyawa sulfida yaitu diallyl sulfida dan
allyl sulfida,
dimana dua komponen tersebut merupakan turunan dari allicin
yang
menimbulkan bau yang khas. Hal ini sesuai dengan pendapat
Yuniastuti (2006)
-
35
bahwa bawang putih yang diekstrak dengan menggunakan metode
ekstraksi
maserasi dengan pelarut etanol akan menghasilkan dua senyawa
utama yaitu
diallyl sulfida dan allyl sulfida.
Tabel 4.2 Gugus Kimia pada Ekstrak Etanol dari Umbi Bawang Putih
Tunggal
No. Bilangan Gelombang
(1/cm) Intensitas (%) Jenis Gugus Fungsi
1
522,6 59,92
Gugus C – S (disulfida ulur) 649,4 60,00
2 932,1 75,51 Alkena tekuk C = C
3
1026,6 60,00
Gugus C – C 1054,8 60,50
4 1130,2 68,84 Gugus S – H sulfonamida
5 1378,9 62,30 - CH3 tekuk
6 1637,0 52,23 Gugus C = C
7 2119,2 80,00 Gugus S – H
8 2942,6 61,25 Gugus C – H alkana ulur
9 3424,9 18,75 Adanya ikatan hidrogen
4.2 Kitosan Sebagai Media Penyalut
Kitosan sebagai media penyalut sering digunakan dalam dunia
farmasi
sebagai penyalut obat – obatan. Pada penelitian ini menggunakan
kitosan
sebagai bahan penyalut yang direaksikan dengan STPP. Kitosan -
STPP akan
bereaksi secara kimia yang strukturnya akan membentuk seperti
jaring dan akan
melapisi ekstrak. Diduga kitosanlah yang mempengaruhi pengecilan
ukuran dari
sebuah partikel.Kitosan sendiri diduga memiliki aktivitas
antioksidan yang cukup
tinggi, sehingga disini kitosan diuji sebelum direaksikan dengan
ekstrak bawang
putih tunggal.
Nilai aktivitas antioksidan terutama IC50 dalam penelitian ini
didapatkan
hasil sebesar 10.204,08 ppm. Nilai IC50 tersebut memiliki arti
sebanyak 20,42 mg
ekstrak kitosan mampu menghambat 50% radikal bebas dari 0,078 mg
DPPH.
Hasil perhitungan nilai IC50 untuk senyawa kitosan dapat dilihat
pada lampiran 3.
Hasil kitosan ini tidak sesuai dengan penelitian Sidqi (2011)
yang menyebutkan
-
36
bahwa aktivitas antioksidannya tinggi. Dalam penelitian ini
hasil IC50 cukup
rendah. Hal ini dapat dipengaruhi karena jenis kitosan dan
konsentrasi kitosan
yang berbeda. Konsentrasi kitosan yang digunakan pada penelitian
ini memiliki
konsentrasi 2%, hal ini dikarenakan perlakuan terbaik dari
penelitian sebelumnya
yang menggunakan kitosan sebagai penyalut pada nano ekstrak
temulawak
(Sidqi,2011).
Sebaran ukuran partikel larutan kitosan dari hasil PSA adalah 50
nm –
1150 nm dengan rata – rata sebesar 473,4 nm. Hal ini memberikan
harapan
bahwa kitosan sebagai penyalut dapat memerangkap etanolat bawang
putih
tunggal menjadi partikel berukuran nano. Penyalutan dengan
menggunakan
kitosan-STPP diharapkan dapat membantu ukuran partikel ekstrak
bawang putih
tunggal akan mengecil dari ukuran semula sebesar 4.108 nm.
4.3 Sifat- Sifat Nano Ekstrak Etanol Umbi Bawang Putih
tunggal
4.3.1 Viskositas
Kekentalan suatu larutan merupakan salah satu sifat suatu
senyawa
yang berbentuk cair. Larutan kitosan yang bereaksi dengan STPP
pun akan
membentuk gel yang disebut dengan sistem hidrokoloid dimana
hidrokoloid
sangat berpengaruh pada kekentalan suatu larutan. Penyalutan
menggunakan
kitosan akan menyebabkan hidrokoloid tersebut mempengaruhi
kekentalan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai viskositas dari nano ekstrak
bawang putih
tunggal dengan kombinasi konsentrasi kitosan dan lama waktu
ultrasonikasi
berkisar antara 2 – 142 cP (Gambar 4.3).
-
37
Gambar 4.3 Grafik pengaruh konsentrasi kitosan dan lama waktu
ultrasonikasi terhadap
rerata nilai viskositas
Data tersebut (yang tersaji pada Gambar 4.3) menunjukkan
bahwa
viskositas nano ekstrak bawang putih tunggal mengalami
peningkatan dengan
kenaikan konsentrasi kitosan/STPP dari 0/0 % sampai dengan
2,67/0,17 %,
sedangkan lama ultrasonikasi sampai 60 menit memberikan pengaruh
yang
bervariasi, tergantung pada konsentrasi kitosan. Viskositas
tertinggi diperoleh
pada kombinasi perlakuan konsentrasi kitosan/STPP 2,67/0,17 %
dan lama
waktu ultrasonikasi 30 menit (143,67 cP) dan nilai terendah pada
kombinasi
perlakuan konsentrasi kitosan/STPP 0/0 % dan lama ultrasonikasi
60 menit, yaitu
sebesar 11,33 cP.
Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan,
lama
ultrasonikasi serta interaksi keduanya berpengaruh sanga nyata
(α=0,01)
terhadap nilai viskositas nano ekstrak bawang putih tunggal.
Hasil analisa ragam
dan uji beda nyata dapat dilihat pada Lampiran 5. Rerata
viskositas nano
ekstrak bawang putih tunggal disajikan dalam Tabel 4.3.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
0% 2% 4%
Nila
i Vis
cou
sita
s (c
P)
Konsentrasi Kitosan/STPP (%)
Lama Waktu Sonikasi 30 menit
Lama Waktu Sonikasi 60 menit
1,33/0,17 2,67/0,17 0/0
-
38
Tabel 4.3 Rerata Viskositas Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal
Hasil ultrasonikasi dan Penyalut Kitosan-STPP
Konsentrasi kitosan/STPP (%)
Lama Ultrasonikasi (Menit)
Rerata Viskositas
(cP)
BNT (0,01)
0/0 30 23,33 b
2,156
1,33/0,17 30 31,67 c
2,67/0,17 30 143,67 e
0/0 60 11,33 a
1,33/0,17 60 33 c
2,67/0,17 60 63,33 d
Ekstrak Bawang Putih Tunggal 46
Menurut Budianto (2008) bahwa viskositas suatu larutan
dipengaruhi
konsentrasinya, semakin tinggi konsentrasinya maka semakin
tinggi pula nilai
viskositasnya. Lama waktu ultrasonikasi berpengaruh sebaliknya
terhadap
viskositas (Kencana,2009). Semakin lama waktu ultrasonikasi pada
larutan
kitosan akan menyebabkan terpotongnya rantai kimiawi kitosan dan
membuat
sistem gel pada kitosan menjadi rusak. (Jin et al., 2008).
Pemecahan komponen
ekstrak umbi bawang putih nempaknya juga terjadi sebagai akibat
ultrasonikasi
di atas 30 menit. Data viskositas pada penggunaan kitosan 0%
lebih rendah
pada sonikasi 60 menit dibandingkan sonikasi 30 menit. Menurut
Jin et al.
(2008), Sonikasi dapat menyebabkan degradasi pada molekul
terbesar pada
larutan kitosan. Secara umum dapat dikatakan bahwa ultrasonikasi
30 menit
menghasilkan ekstrak bawang putih tersalut kitosan mempunyai
nilai viskositas
yang lebih rendah daripada ultrasonikasi 60 menit.
4.3.2 Aktivitas Antioksidan : IC50
Bawang putih tunggal memiliki potensi sebagai antioksidan yang
efektif
menetralkan radikal bebas. Nilai IC50 didefinisikan sebagai
konsentrasi
antioksidan (sampel) yang dibutuhkan untuk menghambat radikal
bebas sebesar
50%. Semakin rendah nilai IC50 suatu senyawa, maka semakin aktif
senyawa
tersebut sebagai penangkap radikal bebas (karina, 2015).
Sampel nano ekstrak bawang putih tunggal yang direaksikan
dengan
radikal bebas DPPH mengubah warna Ungu pada DPPH menjadi
kuning.
-
39
Perubahan warna tersebut menunjukkan bahwa nano ekstrak bawang
putih
tunggal memiliki aktivitas antioksidan. Perubahan warna pada
DPPH
mengindikasikan aktivitas penghambatan radikal bebas oleh sampel
(Abdille,
et.al, 2004). Hasil pengujian nilai IC50 nano ekstrak bawang
putih tunggal dengan
kombinasi konsentrasi kitosan dan lama waktu ultrasonikasi
mempunyai rentang
yang cukup besar, antara 5.000 – 31.000 temulawak (Gambar
4.4).
Datanya menunjukkan bahwa nilai IC50 nano ekstrak bawang
putih
tunggal pada lama waktu sonikasi 30 menit terjadi penurunan dan
kembali
meningkat pada konsentrasi kitosan/STPP 2,67/0,17 %. Sedangkan
pada lama
waktu sonikasi 60 menit terjadi penurunan nilai IC50. Penggunaan
kitosan dengan
Konsentrasi lebih tinggi nampaknya dapat mengurangi efek
penurunan
kemampuan antioksidan. Laporan Karina (2015) dalam penelitiannya
mengenai
aktivitas antioksidan dari daun sirsak menunjukkan bahwa nilai
antioksidan akan
menurun apabila terkena suhu yang tinggi. Sidqi (2011) dalam
penelitiannya
tentang nano ekstrak temulawak yang disalut menggunakan kitosan
memperoleh
fakta bahwa kitosan sebagai penyalut memberikan efek antioksidan
yang cukup
tinggi. Dalam penelitian ini juga terlihat bahwa pada penggunaan
kitosan/STPP
2,67/0,17 %, pengaruh buruk ultrasonikasi juga dapat dikurangi
dalam hal
menjaga kemampuan antioksidan ekstrak bawang putih. Hal ini
dapat dilihat
semakin menurunnya nilai IC50 pada perlakuan sonikasi 60
menit.
Hasil perhitungan nilai IC50 pada perlakuan tersebut
menunjukkan
adanya pengaruh ultrasonik terhadap kestabilan nilai IC50. Nilai
IC50 terbaik
berada pada perlakuan konsentrasi kitosan/STPP 2,67/0,17 %
dengan lama
waktu sonikasi 60 menit. Dari hasil tersebut dapat dilihat peran
kitosan sebagai
penyalut dapat melindungi senyawa yang