Top Banner
PENGARUH KONSENTRASI MEDIA PENYALUT DAN LAMA ULTRASONIKASI TERHADAP UKURAN PARTIKEL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN NANO EKSTRAK BAWANG PUTIH TUNGGAL ( Allium sativum L.) SKRIPSI Oleh : CHRISTIAN TRI WAHYUDI NIM. 115100100111045 JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017
69

PENGARUH KONSENTRASI MEDIA PENYALUT DAN LAMA …repository.ub.ac.id/3512/1/CHRISTIAN TRI WAHYUDI.pdf · Christian Tri Wahyudi NIM. 115100100111045 . vii CHRISTIAN TRI WAHYUDI....

Jan 26, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • PENGARUH KONSENTRASI MEDIA PENYALUT DAN LAMA

    ULTRASONIKASI TERHADAP UKURAN PARTIKEL DAN

    AKTIVITAS ANTIOKSIDAN NANO EKSTRAK BAWANG PUTIH

    TUNGGAL ( Allium sativum L.)

    SKRIPSI

    Oleh :

    CHRISTIAN TRI WAHYUDI

    NIM. 115100100111045

    JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • i

    PENGARUH KONSENTRASI MEDIA PENYALUT DAN LAMA

    ULTRASONIKASI TERHADAP UKURAN PARTIKEL DAN

    AKTIVITAS ANTIOKSIDAN NANO EKSTRAK BAWANG PUTIH

    TUNGGAL ( Allium sativum L.)

    Oleh :

    CHRISTIAN TRI WAHYUDI

    NIM. 115100100111045

    Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

    gelar Sarjana Teknologi Pertanian

    JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    MALANG

    2017

  • ii

    LEMBAR PERSETUJUAN

    Judul TA : Pengaruh Konsentrasi Media Penyalut dan Lama

    Ultrasonikasi Terhadap Ukuran Partikel dan Aktivitas

    Antioksidan Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal ( Allium

    sativum L.)

    Nama Mahasiswa : Christian Tri Wahyudi

    NIM : 115100100111045

    Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

    Fakultas : Teknologi Pertanian

    Tanggal Persetujuan : Tanggal Persetujuan :

    Dosen Pembimbing I,

    Prof. Dr. Ir. Harijono, M.App.Sc NIP. 19530304198002 1 001

    Dr. Ir. Tri Dewanti W, M. Kes

    NIP.

    Dosen Pembimbing II,

    Sudarma Dita W., STP., MSc., MP NIK. 840924 10 1 2 0321

    Endrika Widyastuti, SPt, M.Ss. MP

  • iii

    LEMBAR PENGESAHAN

    Judul TA : Pengaruh Konsentrasi Media Penyalutdan Lama

    Ultrasonikasi Terhadap Ukuran Partikel dan Aktivitas

    Antioksidan Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal ( Allium

    sativum L.)

    Nama Mahasiswa : Christian Tri Wahyudi

    NIM : 115100100111045

    Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

    Fakultas : Teknologi Pertanian

    Dosen Penguji I, Dosen Penguji II,

    Dr. Ir. Aji Sutrisno, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Harijono, M.App.Sc NIP. 19680223 199303 1 002 NIP. 19530304198002 1 001

    Dosen Penguji III,

    Sudarma Dita W., STP., M.Sc., MP NIP. 201201 840924 2 001

    Ketua Jurusan,

    Prof. Dr. Teti Estiasih, STP, MP NIP. 1970121226 200212 2 001

    Tanggal Lulus TA :

  • iv

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 3

    Maret 1993 dari ayah yang bernama Eddy Soedjono

    Soetiono dan ibu Tutik Kusmijati.

    Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Fransiskus 2

    Bandar Lampung pada tahun 2005, kemudian melanjutkan ke Sekolah

    Menengah Pertama di SMP Xaverius 1 Bandar Lampung dengan tahun lulus

    2008, dan menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Xaverius Bandar

    Lampung dengan Tahun lulus 2011.

    Pada tahun 2017 penulis telah berhasil menyelesaikan pendidikannya di

    Universitas Brawijaya Malang di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan

    Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian. Pada masa

    pendidikannya, penulis aktif sebagai Asisten Evaluasi Gizi Pangan Lanjut, panitia

    Student Day FTP, panitia Dies Natalis FTP, mengikuti kepanitiaan dan menjadi

    pengurus Keluarga Mahasiswa katolik (KMK) FTP, dan sempat menjabat menjadi

    Ketua Lembaga KMK FTP, serta mengikuti kepanitian dan menjadi pengurus Unit

    Aktivitas Kerohanian Katolik (UAKKat) Universitas Brawijaya.

  • v

    Dengan sepenuh hati,

    Karya sederhana ini kupersembahkan kepada

    Tuhan Yang Maha Esa

    Keluarga yang tersayang : Mama, Papa, Victoria, dan Octavia

    Dan seluruh teman - teman yang kukasihi

  • vi

    PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

    Yang bertanda tangan di bawah ini :

    Nama Mahasiswa : Christian Tri Wahyudi

    NIM : 115100100111045

    Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

    Fakultas : Teknologi Pertanian

    Judul Skripsi : Pengaruh Konsentrasi Media Penyalut dan Lama

    Ultrasonikasi Terhadap Ukuran Partikel dan

    Aktivitas Antioksidan Nano Ekstrak Bawang Putih

    Tunggal ( Allium sativum L.)

    Menyatakan bahwa,

    Skripsi dengan judul di atas merupakan karya asli penulis tersebut di atas.

    Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar saya bersedia

    dituntut sesuai hukum yang berlaku.

    Malang, 9 Juli 2017

    Pembuat Pernyataan,

    Christian Tri Wahyudi

    NIM. 115100100111045

  • vii

    CHRISTIAN TRI WAHYUDI. 115100100111045.Pengaruh Konsentrasi Media Penyalut dan Lama Ultrasonikasi Terhadap Ukuran Partikel dan Aktivitas Antioksidan Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal ( Allium sativum L.). Skripsi. Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ir. Harijono M.App.Sc. dan Sudarma Dita W., STP., M.Sc., MP.

    RINGKASAN

    Bawang putih mempunyai senyawa bioaktif utama yaitu allicin. Allicin

    tersebut akan mudah berubah apabila mengalami proses. Senyawa bioaktif ini

    memiliki keunggulan, salah satunya adalah sebagai senyawa antioksidan. Cara

    mendapatkan senyawa bioaktif tersebut dengan cara diekstrak. Namun ekstrak

    biasa masih berukuran mikro. Senyawa yang masih berukuran besar lebih susah

    diserap oleh tubuh dibandingkan dengan senyawa yang berukuran lebih kecil.

    Nanoteknologi merupakan teknologi yang digunakan untuk membuat

    ukuran suatu senyawa menjadi berukuran nano. Salah satu metode dalam

    nanoteknologi yang dapat digunakan adalah metode ultrasonikasi. Media

    penyalut diperlukan dengan tujuan memerangkap atau melapisi senyawa

    tersebut. Zat penyalut ini membantu melapisi senyawa bioaktif yang terdiri dari

    lebih dari satu komponen. Salah satu senyawa yang digunakan dalam

    penyalutan adalah senyawa campuran kitosan dan STPP. Larutan kitosan dan

    STPP akan bereaksi secara tautan silang membentuk seperti jaring yang akan

    memerangkap senyawa bioaktif. Sebenarnya ada berbagai jenis senyawa yang

    dapat digunakan sebagai media penyalut. Namun kitosan memiliki keunggulan

    bersifat aman dan tidak bersifat toksik.

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya interaksi dan

    konsentrasi dari media penyalut dan lama waktu ultrasonikasi yang optimum

    untuk mendapatkan ukuran partikel yang kecil dari nano partikel bawang putih

    tunggal, sehingga nantinya dapat dipergunakan sebagai salah satu alternatif

    dalam perkembangan ilmu nanoteknologi dalam bidang pangan. Respon yang

    dilihat dari hasil ekstraksi adalah ukuran partikel dari ekstrak secara

    kuantitatif.Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan Analysis of

    Varian (ANOVA) dan diuji lanjut menggunakan uji lanjut DMRT dan bila tidak

    terdapat interaksi namun di salah satu faktor perlakuan atau keduanya terdapat

    beda nyata, maka dilakukan uji beda BNT menggunakan selang kepercayaan

    α=1%.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan dan lama

    ultrasonikasi berpengaruh nyata terhadap analisa PSA dan viskositas.

    Sedangkan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap analisa aktivitas

    antioksidan IC50. Perlakuan terbaik dengan metode zeleny berada pada

    perlakuan konsentrasi kitosan/STPP 1,33/0,17% dan lama ultrasonikasi 30 menit

    dengan nilai PSA sebesar 240,7 nm, nilai viskositas sebesar 31,67 cP, dan nilai

    IC50 sebesar 8.024,58 ppm.

    Kata Kunci : Bawang Putih Tunggal, Nano Ekstrak, Ultrasonikasi

  • viii

    CHRISTIAN TRI WAHYUDI. 115100100111045. The Effect of Concentration

    Coating Medium and Long Ultrasonication on Particle Size and Antioxidant

    Activity of Solo Garlic Nano Extract. Undergraduate. Supervisors : Prof. Dr.

    Ir. Harijono, M.App.Sc. and Sudarma Dita W., STP., M.Sc., MP.

    SUMMARY

    Solo garlic has a major bioactive compound called allicin. Allicin is easy

    to be converted if it is processed. This bioactive compound has several

    advantages, one of them is as an antioxidant compound. Extraction is one of

    methods to get these bioactive compounds, which size is still micro size. The big

    compounds are not sufficiant to be absorbed by the body compared with the

    smaller compounds.

    Nanotechnology is a technology that used to produce compounds into

    nano-sized. One of the method in nanotechnology that can be used is the

    ultrasonication method. The coating medium is required for the purpose of

    trapping or lining the compound. This coating helps to coat bioactive compounds

    comprising more than one component. One of the compounds used in coatings is

    a compound of chitosan and STPP. Chitosan and STPP solutions will react

    cross-linked to form a net that will trap bioactive compounds. There are actually

    several types of compounds that can be used as coating medium, but chitosan

    hasthe advantage that is safe and not toxic.

    The purpose of this study was to determine the interaction and

    concentration of the coating medium and the optimum duration of ultrasonication

    to obtain small particle size from solo garlic nanoparticles. Responses that were

    seen from the extraction is the particle size of the extract quantitatively. The data

    obtained were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) using DMRT further

    and if there was no interaction, but in one or two treatment factors were

    significantly different, then do different test BNT using cinfidence intervals (α =

    1%).

    The results showed that concentrations of chitosan and long

    ultrasonication significantly affect the PSA analysis and viscosity. While no

    significant affect on the analysis of the antioxidant activity IC50. The best

    treatment by using treatment methods Zeleny currently on chitosan/STPP

    concentration of 1,33/0,17% and long ultrasonication 30 minutes with a PSA

    value of 240,7 nm, a viscosity value of 31,67 cP, and the IC50 value of 8.024,58

    ppm.

    Keywords : Solo garlic, Nano extract, Ultrasonication

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

    rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun sehingga penyusun dapat

    menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi Media

    Penyalut dan Lama Ultrasonikasi Terhadap Ukuran Partikel dan Aktivitas

    Antioksidan Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal ( Allium sativum L.)”dengan

    baik. Pada kesempatan kali ini penyusun ingin menyampaikan terima kasih

    kepada:

    1. Prof. Dr. Teti Estiasih, STP., MP. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil

    Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

    2. Prof. Dr. Ir. Harijono, M. App. Sc. dan Sudarma Dita W., STP., M.Sc., MP.

    selaku dosen pembimbing yang memberikan bimbingan, arahan,

    masukan, ilmu dan pengetahuan kepada penyusun

    3. Dr. Ir. Aji Sutrisno, M.Sc. selaku dosen penguji atas kritik dan saran yang

    diberikan kepada penyusun.

    4. Kedua Orang tua, kakak,dan segenap keluarga yang selalu memberi

    dukungan moral maupun materil

    5. Sahabat terbaik Zita, Lala, Ririn, Sona, dkk dan seluruh saudara KMK

    FTP yang tidak dapat disebutkan satu persatu namanya atas motivasi,

    doa, semangat yang diberikan

    6. Dendy Ilman Rofandi yang telah membantu dan memberikan motivasi

    kepada penyusun.

    7. Kevin L. Siahaya yang membantu penyusun dalam menyusun laporan.

    8. Sahabat – sahabat FLOICE FTP UB yang selalu memberikan semangat

    dan dukungan.

    9. Semua teman – teman yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas

    akhir ini.

    Menyadari adanya keterbatasan pengetahuan, referensi dan

    pengalaman, penyusun mengharapkan saran dan masukan demi lebih baiknya

    penulisan Tugas Akhir dan demi kelancaran Tugas Akhir ini. Akhir kata,

    penyusun berharap agar tulisan ini dapat memberikan manfaat kepada semua

    pihak yang memerlukannya.

    Malang, 9 Juli 2017

    Penyusun

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iii RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... iv HALAMAN PERUNTUKAN .......................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR ................................................ vi RINGKASAN ................................................................................................ vii SUMMARY ................................................................................................... viii KATA PENGANTAR .................................................................................... ix DAFTAR ISI ................................................................................................. x DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 2 1.3 Tujuan ................................................................................................ 3 1.4 Manfaat .............................................................................................. 3 1.5 Hipotesa ............................................................................................. 3

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Bawang Putih .................................................................................... 4 2.1.1 Morfologi Umbi Bawang Putih ................................................. 4

    2.2 Bawang Putih Tunggal (Allium sativum L.) ......................................... 6 2.2.1 Manfaat Bawang Putih Tunggal ......... ...................................... 6 2.2.2 Senyawa Organosulfur ............................................................. 7

    2.3 Ekstraksi ............................................................................................ 11 2.4 Nano Teknologi .................................................................................. 13

    2.4.1 Karakteristik Nanopartikel ......................................................... 13 2.4.2 Sintesis Nanopartikel ................................................................ 14 2.4.3 Pembuatan Nanopartikel .......................................................... 15

    2.4.3.1 Proses Nano Milling ...................................................... 15 2.4.3.2 Proses Busur Logam .................................................... 15 2.4.3.3 Proses Koagulasi.......................................................... 16 2.4.3.4 Gelombang ultrasonik ................................................... 16

    2.5 Kitosan ............................................................................................... 17 2.5.1 Modifikasi Kitosan ..................................................................... 18

    2.6 Natrium Tripolifosfat (Na-TPP atau STPP) ......................................... 19 2.7 Kitosan – Tripolifosfat ......................................................................... 19 2.8 Metode Analisa .................................................................................. 21

    2.8.1 PSA (Particle Size Analysis) ..................................................... 21 2.8.1 FTIR (Fourier Transform Infra Red) .......................................... 21

    III. METODE PENELITIAN

    3.1 Tempat dan Waktu Penelitian............................................................. 25 3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 25

    3.2.1 Alat ........................................................................................... 25 3.2.2 Bahan ....................................................................................... 25

    3.3 Metode Penelitian............................................................................... 26

  • xi

    3.4 Pelaksanaan Penelitian ...................................................................... 27 3.4.1 Pembuatan Ekstrak Bawang Putih Tunggal .............................. 27 3.4.2 Pembuatan Nano Partikel Ekstrak Bawang Putih Tunggal ........ 27

    3.5 Pengamatan danAnalisis Data ........................................................... 28 3.5.1 Pengamatan ............................................................................. 28 3.5.2 Analisis Data ............................................................................ 29

    3.6 Diagram Alir ....................................................................................... 30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Rendemen dan Karakteristik Ekstrak Etanol Bawang Putih Tunggal .. 32 4.2 Kitosan sebagai Media Penyalut ........................................................ 35 4.3 Sifat – sifat Nano Ekstrak Etanol Umbi Bawang Putih Tunggal ........... 36

    4.3.1 Viskositas ................................................................................. 36 4.3.2 Aktivitas Antioksidan : IC50 ........................................................ 38 4.3.3 Ukuran Partikel dengan Particle Size Analysis (PSA) ............... 41 4.3.4 Fourier Transform Infra Red (FTIR) .......................................... 43

    4.4 Pemilihan Perlakuan Terbaik .............................................................. 46 V. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 48 5.2 Saran ................................................................................................. 48

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 49 LAMPIRAN ................................................................................................... 55

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1 Komposisi Kimia Bawang Putih per 100 gram ............................. 7 Tabel 2.2 Letak dan Kekuatan Spectrum Vibrasi .............................................. 23 Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan ...................................................................... 26 Tabel 4.1 Rendemen dan Karakteristik Ekstrak Etanol Umbi Bawang Putih

    Tunggal ........................................................................................ 32 Tabel 4.2 Gugus Kimia pada Ekstrak Etanol dari Umbi Bawang Putih Tunggal .... 35 Tabel 4.3 Rerata Viskositas Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal Hasil

    ultrasonikasi dan Penyalut Kitosan-STPP ......................................... 38 Tabel 4.4 Rerata nilai IC50 Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal Hasil

    Ultrasonikasi dan Penyalut Kitosan-STPP ......................................... 40 Tabel 4.5 Rerata Ukuran Partikel Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal Hasil

    Ultrasonikasi dan Penyalut Kitosan-STPP ......................................... 43 Tabel 4.6 Perbandingan Perlakuan terbaik dengan Ekstrak Bawang Putih

    Tunggal ........................................................................................ 46

  • xiii

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1 Perbedaan umbi bawang putih dengan umbi bawang putih tunggal ................................................................................... 5

    Gambar 2.2 Pembentukan zat aktif yang terkandung dalam bawang putih .......... 8 Gambar 2.3 Reaksi pembentukan Allicin ........................................................ 9 Gambar 2.4 Struktur Diallil disulfida ............................................................... 10 Gambar 2.5 Struktur Diallil trisulfida ............................................................... 11 Gambar 2.6 Struktur Kitosan ......................................................................... 17 Gambar 2.7 Struktur Kimia Natrium Tripolifosfat .............................................. 19 Gambar 2.8 Disosiasi STPP dalam Air ........................................................... 20 Gambar 2.9 Taut Silang Kitosan – STPP ........................................................ 20 Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Bawang Putih tunggal ................. 30 Gambar 3.2 Diagram Alir Pengecilan Ukuran Partikel Ekstrak Bawang putih

    tunggal .................................................................................... 31 Gambar 4.1 Sebaran Partikel Ekstrak Bawang Putih Tunggal ........................... 33 Gambar 4.2 Hasil Analisa FTIR Ekstrak Bawang Putih Tunggal ........................ 34 Gambar 4.3 Grafik pengaruh konsentrasi kitosan dan lama waktu ultrasonikasi

    terhadap rerata nilai viskositas ................................................... 37 Gambar 4.4 Grafik pengaruh konsentrasi kitosan dan lama waktu ultrasonikasi

    terhadap rerata nilai IC50............................................................ 40 Gambar 4.5 Grafik pengaruh konsentrasi kitosan dan lama waktu ultrasonikasi

    terhadap rerata nilai ukuran partikel ............................................ 42 Gambar 4.6 grafik perbandingan Uji FTIR Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal . 44

  • xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Halaman

    Lampiran 1. Prosedur Analisa ..................................................................... 55 Lampiran 2. Data analisa Ekstrak Bawang Putih Tunggal ........................... 57 Lampiran 3. Data Analisa Kitosan Sebagai Media Penyalut ........................ 61 Lampiran 4. Data analisa Particle Size Analysis (PSA) Nano Ekstrak

    Bawang Putih Tunggal ........................................................... 64 Lampiran 5. Data Analisa Viskositas Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal 65 Lampiran 6. Data Analisa Aktivitas Antioksidan (IC50) Nano Ekstrak

    Bawang Putih Tunggal ........................................................... 66 Lampiran 7. Data Analisa FTIR Ekstrak Bawang Putih Tunggal ................. 85 Lampiran 8. Grafik Sebaran ukuran partikel ............................................... 86 Lampiran 9. Perlakuan Terbaik .................................................................. 89 Lampiran 10. Dokumentasi Penelitian .......................................................... 90

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Berabad – abad tahun yang lalu, Indonesia telah memiliki pengetahuan

    tradisional tentang pengobatan dengan menggunakan tumbuh – tumbuhan. Di

    Indonesia terdapat ribuan jenis tanaman yang digunakan untuk membuat

    minuman herbal maupun obat. Bawang putih merupakan salah satu tanaman

    yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif untuk mengobati

    beberapa penyakit. Hal ini dikarenakan dalam umbi bawang putih mengandung

    zat – zat yang berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit, terutama

    jenis bawang putih tunggal.

    Pada bawang putih tunggal hanya terdapat satu siung umbi pada satu

    rumpun tanaman (Wibowo, 2007). Mitos yang berkembang di masyarakat bahwa

    bawang putih tunggal ini dipercaya memiliki khasiat yang lebih dibandingkan

    dengan bawang putih biasa. Masyarakat awam mengatakan bahwa bawang

    putih tunggal dapat mengobati beberapa penyakit, diantaranya : kolesterol,

    jantung, hepatitis, dan hipertensi. Cara yang tepat untuk mendapatkan khasiat

    tersebut adalah dengan mengonsumsi ekstraknya.

    Dengan cara diekstrak, zat tertentu yang memiliki khasiat tersebut akan

    terpisah dari bahan dan dengan demikian akan mudah untuk diserap oleh tubuh

    (Darwis, 2000). Akan tetapi ekstrak yang berukuran makro belum dapat terserap

    oleh tubuh seluruhnya secara maksimal. Menurut Sidqi (2011) dalam

    penelitiannya menunjukkan bahwa ekstrak yang masih berukuran makro memiliki

    bioavailabilitas rendah. Selain itu ekstrak dengan ukuran molekul yang besar

    memiliki kelarutan yang rendah dalam saluran pencernaan sehingga sulit masuk

    ke dalam plasma darah. Salah satu upaya yang telah dikembangkan adalah

    penyalutan dengan partikel nano. Enkapsulasi dengan nano partikel

    menyebabkan ekstrak mudah menyebar dalam darah dan lebih akurat dalam

    mencapai target (Poulain, 1998).

    Ultrasonikasi merupakan salah satu metode yang dapat digunakan

    untuk pembuatan nano partikel. Metode ini memiliki prinsip kerja memecah

    partikel dengan memanfaatkan gelombang suara berfrekuensi tinggi yakni lebih

  • 2

    dari 20 kHz. Beberapa penelitian seperti nano ekstrak temulawak (Sidqi, 2011)

    dan nano magnesium karbonat (Sulistiyono, 2012) menggunakan metode

    ultrasonikasi. Metode ini sangat sering digunakan untuk pengecilan ukuran pada

    pembuatan nano partikel.

    Dalam pembuatan nano partikel, kitosan merupakan bahan yang sering

    digunakan. Kitosan juga sering digunakan sebagai penyalut obat dengan tujuan

    mengoptimalkan penyerapan obat. Desai dan Park (2005) membuktikan bahwa

    mikrosfer kitosan yang berikatan silang dengan tripolifosfat dapat digunakan

    sebagai penyalut obat dengan metode pengeringan semprot (Spray Drying).

    Nano partikel kitosan dengan konsentrasi 2 % yang diperoleh dari hasil

    ultrasonik dapat digunakan sebagai penyalut ekstrak temulawak. Nano partikel

    ekstrak temulawak tersalut kitosan memiliki ukuran 400 – 5000 nm (Sidqi, 2011).

    Akan tetapi belum ada penelitian mengenai nano partikel ekstrak bawang putih

    tunggal tersalut kitosan. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk

    mendapatkan nano partikel ekstrak bawang putih tunggal tersalut kitosan dengan

    metode ultrasonikasi menggunakan variasi konsentrasi media penyalut dan lama

    waktu ultrasonikasi.

    1.2 Perumusan Masalah

    Ekstrak dari cara maserasi mempunyai ukuran partikel yang masih

    besar. Hal ini menyebabkan penyerapan bahan aktif ekstrak ke dalam usus halus

    dan plasma darah kurang maksimal. Penyalutan bahan aktif dengan kitosan

    dalam partikel nano lebih memudahkan penyerapan oleh plasma darah di dalam

    usus halus sehingga lebih cepat mencapai target organ yang dituju. Penggunaan

    ultrasonikasi pada kitosan dilaporkan telah berhasil untuk mendapatkan partikel

    yang berukuran nano, dan berhasil dicoba pada penelitian nano ekstrak

    temulawak.

    Bahan aktif pada bawang putih tunggal mempunyai potensi untuk

    menyembuhkan beberapa penyakit. Upaya untuk mempertinggi efektivitas

    penyerapan ekstrak diperkirakan akan dapat diperbaiki dengan penyalutan

    menggunakan partikel nano dari kitosan melalui penggunaan ultrasonikasi.

    Dampak kedua perlakuan pada pembuatan nano ekstrak bawang putih tunggal

    belum diketahui, baik terhadap karakteristik partikel, kemampuan antioksidan,

    maupun gugus fungsi senyawa bioaktifnya.

  • 3

    1.3 Tujuan

    Untuk mendapatkan kombinasi antara konsentrasi media penyalut

    kitosan dan lama waktu ultrasonikasi yang dapat menghasilkan partikel bawang

    putih tunggal berukuran nano dengan kemampuan antioksidan tinggi.

    1.4 Manfaat

    Memberikan informasi mengenai manfaat nano partikel ekstrak bawang

    putih tunggal tersalut kitosan dengan menggunakan metode ultrasonikasi.

    1.5 Hipotesa

    Diduga terdapat kombinasi antara konsentrasi media penyalut kitosan

    dan lama waktu ultrasonikasi yang dapat menghasilkan partikel ekstrak bawang

    putih tunggal berukuran nano dengan aktivitas antioksidan yang tinggi.

  • 4

    BAB II

    TINJUAN PUSTAKA

    2.1 Bawang Putih

    Bawang putih atau garlic berasal dari bahasa Inggris kuno “ gar ” yang

    berarti tombak atau ujung tombak, dan “ lic ” yang berarti umbi atau bakung

    (Atmadja, 2002). Bawang putih adalah tanaman yang tumbuh sepanjang tahun.

    Tanaman ini merupakan bagian dari famili bawang yang paling berbau tajam dan

    pedas (Hermes, 2001). Menurut Tjitrosoepomo (1989) dalam Mariyono (2002),

    bawang putih (Allium sativum L) termasuk dalam famili Lyliaceae (suku bawang –

    bawangan) dari ordo Lyliales.

    Bawang putih tunggal merupakan varietas lain dari bawang putih.

    Bawang putih tunggal hanya terdiri dari satu siung. Sebenarnya, bawang putih

    tunggal ini merupakan bawang putih biasa yang tumbuh di lingkungan yang tidak

    sesuai. Bawang putih ini hanya berkembang satu siung saja (Untari, 2010).

    Menurut sejarah, bawang putih tunggal ini telah lama dikenal di kerajaan China

    dan menjadi salah satu kegemaran para kaisar. Para kaisar percaya bahwa

    dengan mengonsumsi langsung bawang putih tunggal ini akan menambah

    vitalitas serta daya tahan tubuh mereka.

    2.1.1 Morfologi Umbi Bawang Putih

    Menurut Wibowo (2007) dan Amagase (2001) tanaman bawang putih

    (termasuk jenis bawang putih tunggal) adalah tanaman terna (herbaceous)

    berbentuk rumput. Daunnya panjang berbentuk pipih (tidak berlubang). Helai

    daun seperti pita dan melipat ke arah panjang dengan membuat sudut pada

    permukaan bawahnya, kelopak daun kuat, tipis, dan membungkus kelopak daun

    yang lebih muda sehingga membentuk batang semu yang tersembul keluar.

    Bunganya hanya sebagian keluar atau sama sekali tidak keluar karena sudah

    gagal tumbuh pada waktu berupa tunas bunga. Tanaman bawang putih secara

    umum terdiri dari beberapa bagian, yaitu akar, batang, umbi, daun, dan bunga.

  • 5

    1. Akar

    Bawang putih tunggal merupakan tanaman monokotil berakar serabut dan

    tunggal. Sistem perakarannya sangat dangkal dan berada di permukaan

    tanah. Oleh karena itu, tanaman ini sangat rentan dengan kekeringan. Akar

    serabut pada tanaman bawang hanya berfungsi untuk menyerap atau

    mengisi air dan nutrisi yang ada di sekelilingnya.

    2. Batang

    Bagian yang berfungsi sebagai batang pada tanaman bawang putih adalah

    cakram. Cakram merupakan lingkaran pipih yang terdapat didasar umbi

    bawang serta bertekstur kasar dan padat. Cakram ini berfungsi sebagai

    batang pokok tidak sempurna bagi tanaman bawang dan terletak di dalam

    tanah. Pada permukaan bawah cakram inilah nantinya tumbuh akar serabut

    tanaman bawang putih tunggal.

    3. Umbi

    Satu bongkahan umbi bawang putih biasa tersusun atas beberapa siung

    yang mengelompok dan duduk pada satu cakram. Sedangkan untuk umbi

    bawang putih tunggal hanya terdiri dari satu siung yang duduk pada satu

    cakram. Gambar 2.1 menyajikan umbi bawang putih pada umumnya yang

    biasa digunakan untuk bumbu dan bawang putih tunggal (bawang lanang).

    (a) (b)

    Gambar 2.1 (a) Umbi Bawang Putih (Yuniastuti, 2006) untuk bumbu dan (b) Umbi Bawang Putih Tunggal (Untari, 2010) atau “bawang lanang”

  • 6

    4. Daun

    Tanaman bawang putih tunggal memiliki daun yang sangat menarik. Helaian

    daun menyerupai pita, tipis, dan bagian pangkalnya membentuk sudut.

    Daunnya berwarna hijau, biasanya terlihat lebih gelap pada sebelah atas

    dan lebih cerah pada sisi daun bagian bawah.

    5. Bunga

    Bawang putih tunggal biasanya tidak berbunga, namun pada beberapa

    varietas ada juga yang menghasilkan bunga. Akan tetapi, bunga pada

    tanaman bawang putih tunggal ini tidak memiliki nilai ekonomi maupun

    produksi. Apabila dibiarkan tumbuh dan berkembang akan menurunkan

    produksi umbi. Bunga tanaman bawang putih tunggal ini berwarna merah

    muda. Biasanya bunga ini muncul pada balutan kelopak yang membentuk

    batang semu. Kehadiran bakal bunga ditandai oleh membengkaknya bagian

    batang semu.

    Komposisi umbi bawang putih disajikan pada Tabel 2.1. Berdasarkan

    tabel tersebut dapat dilihat bahwa bawang putih sendiri memiliki energi sebesar

    112 kkal dan tinggi kandungan kimia lain seperti mineral, fosfor, dan kalsium.

    Namun dalam bawang putih sendiri kandungan kimia yang sangat

    mempengaruhi adalah kandungan allicin, dimana kandungan allicin ini

    mengandung banyak sulfur yang menyebabkan aroma khas pada bawang putih.

    Diduga kandungan senyawa sulfurr pada bawang putih tunggal lebih tinggi

    dibandingkan dengan bawang putih biasa.

    2.2 Bawang Putih Tunggal (Allium sativum L.)

    2.2.1 Manfaat Bawang Putih tunggal

    Beberapa artikel menyebutkan khasiat ataupun manfaat dari bawang

    putih tunggal dalam bidang medis maupun non medis. Menurut Atmadja (2002)

    beberapa manfaat tersebut, diantaranya :

    1. Mencegah Kanker

    Bawang putih tunggal mengandung antioksidan yang dapat membantu

    mencegah kanker.

  • 7

    Tabel 2.1 Komposisi Kimia Bawang Putih per 100 gram

    Kandungan Nutrisi Nilai

    Energi 112 kkal (477 KJ)

    Air 71 g

    Protein 4,5 g

    Lemak 0,20 g

    Hidrat Arang 23,10 g

    Mineral 1,2 g

    Kalsium 42 mg

    Fosfor 134 mg

    Besi 1 mg

    Vitamin B1 0,22 mg

    Vitamin C 15 mg

    Sumber : Oey, 1998

    2. Mencegah dan mengobati flu

    Dengan adanya kandungan antioksidan dapat menjaga sistem imun tubuh

    manusia.

    3. Menyembuhkan penyakit kulit

    Dengan adanya bukti bahwa bawang putih tunggal memiliki khasiat anti

    radang, maka dapat berguna mengurangi terjangkitnya penyakit kulit.

    4. Mengontrol berat badan

    Ahli gizi Cynthia Sass di Amerika menyebutkan penelitian pada tikus yang

    memakan bawang putih menunjukkan adanya pengurangan berat badan dan

    penyimpanan lemak.

    2.2.2 Senyawa Organosulfur

    Bawang putih mengandung lebih dari 200 senyawa kimia. Salah satu

    senyawa kimia tersebut yang merupakan komponen utama penyusun bawang

    putih adalah volatile oil (0,1-0,36 %) yang mengandung sulfur, termasuk

    didalamnya adalah allin; ajoene dan vinyldithines ( produk sampingan allin yang

    dihasilkan secara non enzimatik dari allicin); S-allylmercaptocysteine (ASSC) dan

    S-methylmercaptocysteine (MSSC); terpenes (citral, geraniol, linalool, α-

  • 8

    phellandrene, dan β-phellandrene). Allicin (diallyl thiosulphinate) yang diproduksi

    secara enzimatik dari allin, berperan sebagai antibiotik. Ajoene berperan sebagai

    anti koagulan dari bawang putih. Bawang putih juga mengandung enzim allinase,

    peroxidase dan Myrosinase, serta bahan lain seperti protein, mineral, vitamin,

    lemak, asam amino, dan prostaglandin (Newall et al., 1996)

    Gambar 2.2 Pembentukan zat aktif yang terkandung dalam bawang putih (Hernawan dan Setyawan, 2003)

    Komponen utama bawang putih yang tidak berbau disebut komplek

    sativumin, yang diabsorbsi oleh glukosa dalam bentuk aslinya untuk mencegah

    proses dekomposisi. Dekomposisi komplek sativum akan menghasilkan bau khas

    yang tidak sedap dari allyl sulfide, allyl disulfide, allyl mercaptane, alun allicin,

    dan allin (Sunarto & Susetyo, 1995). Bau khas tersebut disebabkan oleh

    senyawa yang mengandung belerang dalam bawang putih. Hasil identifikasi

    menunjukkan bahwa seperlima kandungan minyaknya merupakan senyawa

    belerang. Bau khas pada bawang akan timbul bila jaringan tanaman tersebut

    terluka, karena prekursor bau dan cita rasa terletak pada bagian sitoplasma.

    Bawang putih utuh mengandung γ-glutamil sistein dalam jumlah besar.

    Komponen ini dapat mengalami proses hidrolisis dan oksidasi menjadi allin yang

    terakumulasi secara alami selama penyimpanan pada suhu kamar. Bila bawang

    putih diolah, enzim yang terdapat pada vakuola, yaitu allinase, akan mengubah

    allin menjadi allicin. Allicin secara cepat pula berubah menjadi bentuk lain seperti

    dialil sulfida (DAS), dialil disulfida (DADS), dialil trisulfida (DATS), ditiin dan

    ajoene. Pada saat γ-glutamil sistein berubah menjadi S-alil sistein (SAC) melalui

  • 9

    jalur yang berbeda. SAC dilaporkan mempunyai efek terhadap kesehatan

    (Arivazhagan et al., 2001).

    Asam amino allin akan segera berubah menjadi allicin begitu umbi

    diremas (Dreidger, 1996). Allicin bersifat tidak stabil (Amagase et al., 2001),

    sehingga mudah mengalami reaksi lanjut, tergantung kondisi pengolahan atau

    faktor eksternal lain seperti penyimpanan, suhu, dan lain-lain. Ekstraksi umbi

    bawang putih dengan etanol pada suhu di bawah 0oC, akan menghasilkan allin.

    Ekstraksi dengan etanol dan air pada suhu 25oC akan menghasilkan allicin dan

    tidak menghasilkan allin. Sedang ekstraksi dengan metode distilasi uap (100oC)

    menyebabkan seluruh kandungan allin berubah menjadi senyawa allil sulfida

    (Zhang, 1999).

    a. Allicin ( C6H10OS)

    Allicin merupakan salah satu komponen aktif utama dalam bawang putih

    yang mempunyai efek antibakteri, antioksidan, dan antikarsinogenik. Allisin

    berhasil disintesis oleh Cavallito pada tahun 1944, dari bawang putih mentah

    yang telah dihancurkan terlebih dahulu. Allicin terbentuk dari reaksi antara enzim

    alliinase dan suatu bahan asam amino nonprotein yang disebut dengan alliin.

    Reaksinya ditunjukkan pada gambar 4 sebagai berikut:

    Gambar 2.3 Reaksi pembentukan Allicin (Hernawan dan Setyawan, 2003)

  • 10

    Allicin merupakan suatu bahan cair berminyak yang berwarna kuning,

    dimana gugus SO yang dimilikinya menyebabkan bau yang khas pada bawang

    putih. Allicin bersifat tidak stabil, dimana allisin hanya bertahan sebentar dan

    mulai berdegradasi pada saat terbentuk. Pada saat terurai, allisin akan

    mengambil oksigen dari udara dan berubah menjadi bahan kimia yang kaya

    sulfur, diantaranya ada yang bersifat stabil, tetapi ada juga yang tidak stabil dan

    akan segera terurai kembali menjadi senyawa sulfur lain (Atmadja, 2002).

    Menurut Wiryowidagdo (2000), allicin tidak stabil dan dapat terurai pada

    saat penyulingan atau dihidrolisis dengan air atau natrium karbonat membentuk

    senyawa polisulfida, dialil disulfida, yang menyebabkan bau tidak enak dari

    minyak atsirinya. Hasil peruraian hidrolisis yang dapat diisolasi adalah senyawa

    trans- dan atau cis- ajoen; 2- vinil-[4H]-1,3-ditiin; 3-vinil-[4H]-1,2-ditiin, dialil

    trisulfida dan metil alil trisulfida, seperti yang tertera dalam gambar 2.4 Allin

    adalah senyawa hemihidrat yang tidak berwarna, terkristalisasi dari pelarut

    aseton dalam bentuk jarum. Molekulnya mempunyai dua pusat asimetri sehingga

    dapat mempunyai 4 isomer, 2 diantaranya diturunkan dari L-sisteina dan D-

    sisteina alam.

    b. Diallil Disulfida (C6H10S2)

    Diallil disulfida mempunyai sinonim allil disulfida yang mempunyai berat

    molekul 146,3. Diallil disulfida merupakan suatu bahan berbentuk cair dan volatil

    yang berwarna kuning. Bahan ini merupakan campuran organosulfur lipofilik,

    bersifat antikarsinogenik, aktif di dalam beberapa jaringan terutama mikrosom

    hati. Diallil disulfida juga merupakan komponen sulfida dalam bawang putih yang

    dapat digunakan sebagai obat cacing (Tampubolon, 1981). Struktur diallil

    disulfida ditunjukkan seperti berikut :

    Gambar 2.4 Struktur Diallil disulfida (Hernawan dan Setyawan, 2003)

  • 11

    c. Diallil Trisulfida (C6H10S3)

    Diallil trisulfida merupakan salah satu komponen dalam bawang putih

    yang ditemukan oleh Semmler pada tahun 1892 melalui destilasi fraksinasi.

    Disamping diallil trisulfida, Semmler juga menemukan diallil disulfida dan diallil

    tetrasulfida. Diallil trisulfida mempunyai berat molekul 178,34 dengan kemurnian

    95%. Sesuai dengan nama IUPAC-nya, di – 2 – propeniltrisulfid, kita dapat

    menyebut diallil trisulfid dengan sebutan allil trisulfid atau alitridin. Struktur kimia

    dari diallil trisulfida dapat dilihat pada gambar berikut :

    Gambar 2.5 Struktur Diallil trisulfida (Hernawan dan Setyawan, 2003)

    2.3 Ekstraksi

    Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi dari campurannya

    dengan menggunakan pelarut yang sesuai dengan senyawa aktif yang akan

    dipisahkan. Proses ekstraksi memiliki dua bagian utama, yaitu pelarut dan bahan

    utama. Pelarut (solvent) adalah zat yang digunakan untuk melarutkan dan

    memisahkan zat terlarut (solute) dari material yang memiliki kelarutan lebih

    rendah daripada pelarut. Sedangkan, bahan utama adalah bahan yang

    mengandung zat yang ingin dilarutkan atau diekstraksi (Hasanah. dkk, 2011).

    Jenis pelarut berkaitan dengan polaritas dari pelarut tersebut. Hal yang

    perlu diperhatikan dalam proses ekstraksi adalah senyawa yang memiliki

    kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik/ terlarut dengan pelarut yang

    memiliki tingkat kepolaran yang sama. Menurut Darwis (2000) terdapat tiga

    golongan pelarut berdasarkan tingkat kepolaran suatu pelarut, yaitu :

  • 12

    a. Pelarut polar

    Pelarut ini memiliki tingkat kepolaran yang tinggi. Pelarut ini memiliki

    suatu ikatan yang keelektronegatifitasnya berbeda. Pelarut ini sangat cocok

    untuk mengekstrak senyawa – senyawa yang polar dari tanaman. Pelarut polar

    cenderung universal digunakan karena biasanya walaupun polar pelarut ini tetap

    dapat mengekstrak senyawa – senyawa dengan tingkat kepolaran lebih rendah.

    Contoh dari pelarut polar adalah air, metanol, etanol, dan asam asetat.

    b. Pelarut semipolar

    Pelarut semipolar adalah pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang

    lebih rendah dibandingkan dengan pelarut polar. Pelarut ini baik untuk

    mendapatkan senyawa – senyawa semipolar dari tanaman. Contoh pelarut ini

    adalah aseton, etil asetat, dan kloroform.

    c. Pelarut nonpolar

    Pelarut nonpolar adalah pelarut yang memiliki nilai elektronegatifitas

    yang sama. Pelarut ini baik untuk mengekstrak senyawa – senyawa yang sama

    sekali tidak larut dalam pelarut polar, seperti untuk ekstraksi berbagai jenis

    minyak. Contoh dari pelarut ini adalah heksana dan eter.

    Ada beberapa faktor yang akan menentukan hasil ekstraksi seperti

    komposisi pelarut, waktu ekstraksi, tekanan, suhu atau temperatur, dan rasio

    pelarut dengan bahan (Bhujbal et al., 2008; Thoo et al., 2010; Huang et al.,

    2009).

    Beberapa metode ekstraksi senyawa organik bahan alam yang umum

    digunakan antara lain (Darwis, 2000):

    1. Maserasi

    2. Perkolasi

    3. Soxhletasi

    4. Destilasi Uap

    5. Refluks

    Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengekstraksi bawang putih

    tunggal adalah maserasi. Maserasi merupakan proses yang dilakukan dengan

    cara membiarkan padatan terendam dalam suatu pelarut. Proses perendaman

    dalam usaha mengekstraksi suatu substansi dari bahan alami ini bisa dilakukan

  • 13

    tanpa pemanasan ( pada suhu ruang). Prinsip maserasi adalah melarutkan zat

    aktif pada bahan alami yang dilakukan dengan cara merendam padatan dalam

    pelarut yang sesuai selama sehari atau beberapa hari pada temperatur kamar

    terlindung dari cahaya (Huang et al., 2009).

    Menurut Yuniastuti (2006) dalam penelitiannya tentang ekstraksi dan

    identifikasi komponen sulfida pada bawang putih menyebutkan metode yang

    terbaik yang dapat digunakan adalah metode maserasi. Metode ekstraksi

    menggunakan cara maserasi berhasil menghasilkan ekstrak bawang putih yang

    mengandung senyawa diallil disulfida dan allil sulfida. Dikarenakan senyawa

    bawang putih memiliki sifat yang mudah berubah apabila dilakukan pemanasan

    pada suhu tinggi, sehingga digunakan metode maserasi yang tidak

    memanfaatkan panas untuk mengekstrak senyawa pada bawang putih tunggal.

    2.4 Nanoteknologi

    Sesuai dengan namanya, nanoteknologi atau nanosains adalah ilmu

    pengetahuan dan teknologi pada skala nanometer, atau sepermilyar meter.

    Nanoteknologi merupakan suatu teknologi yang dihasilkan dari pemanfaatan

    sifat-sifat molekul atau struktur atom apabila berukuran nanometer. Jadi apabila

    molekul atau struktur dapat dibuat dalam ukuran nanometer maka akan

    dihasilkan sifat-sifat baru yang luar biasa. Sifat-sifat baru inilah yang

    dimanfaatkan untuk keperluan teknologi, sehingga teknologi ini disebut

    nanoteknologi (Surya, 2004).

    2.4.1 Karakteristik Nano Partikel

    Secara umum molekul pada permukaan partikel tidak memiliki

    kesinambungan dengan ikatan kovalen dan dalam keadaan penuh energi yang

    tidak stabil. Untuk senyawa yang berukuran makroskopik dan mikroskopik

    sebagian besar molekul berada di tidak stabil, proporsi molekul dalam bahan

    yang dalam keadaan penuh energi tidak stabil sangat rendah dan karena itu

    adalah sifat-sifat molekul yang stabil yang menentukan sifat partikel. Namun,

    karena ukuran senyawa yang diubah dari skala mikro ke skala nano, ada

    peningkatan drastis pada luas permukaan Nano partikel di mana sifat-sifat

  • 14

    molekul permukaan lebih reaktif mendominasi dan menimbulkan sifat baru dari

    Nano partikel (Centre of Food Safety, 2010).

    Karena lebih banyak molekul yang terletak di permukaan yang tidak

    stabil dalam keadaan yang penuh energi, nano partikel lebih reaktif dibandingkan

    dengan bahan non-nano. Dengan reaktivitas tinggi, hampir semua jenis

    nanopartikel mampu mengubah reaksi dan nanopartikel bebas cenderung

    menggumpal menjadi partikel yang lebih besar. Kecenderungan nano partikel

    menggumpal dapat ditingkatkan atau dihambat oleh modifikasi permukaan,

    misalnya, dengan adanya bahan kimia. Memiliki sifat spesifik fisiko kimia pada

    nanopartikel, itu diharapkan untuk berinteraksi dengan zat-zat seperti protein,

    lipid, karbohidrat, asam nukleat, ion, mineral dan air yang hadir dalam makanan

    dan jaringan biologis (Centre of Food Safety, 2010).

    2.4.2 Sintesis Nano Partikel

    Menurut Centre of Food Safety (2010) nano partikel dapat diproduksi

    dengan menggunakan dua strategi pembangunan, baik pendekatan " top - down

    " atau " bottom - up "

    a. Pendekatan Top – down

    Dalam pendekatan top - down , nano partikel dibuat dengan memecah

    bahan massal menggunakan cara seperti penggilingan untuk mengurangi ukuran

    dari obyek yang kompleks ke titik di mana pengurangan skala ini dimulai dari

    pengubahan prinsip yang sangat mendasar. Kebanyakan pembuatan nano

    partikel ini lebih mengarah pada pendekatan ini. Namun, metode ini menemui

    masalah besar pada kecepatan yang lambat pada tingkat produksi yang

    membuatnya tidak sesuai dengan kebutuhan produksi massal.

    b. Pendekatan bottom – Up

    Pendekatan bottom - up secara radikal berbeda, karena melibatkan

    pembangunan nano partikel dari atom individu atau molekul yang memiliki

    kemampuan untuk merakit diri seperti pertumbuhan kristal. Sumber daya yang

    diperlukan untuk membangun nano partikel dengan pendekatan bottom - up yang

    sangat berkurang karena pertumbuhan dan perakitan nano partikel dapat

    dikontrol dalam satu langkah, dan dengan cara yang alami dan mengatur diri

  • 15

    sendiri. Namun, penemuan dan studi pada kompatibilitas komponen yang

    diperlukan berbeda sebelum setiap nanopartikel baru yang disintesis.

    2.4.3 Pembuatan Nano Partikel

    Proses pembuatan nano partikel dengan menggunakan pendekatan top-

    down dibagi menjadi 4 metode. Adapun proses pembuatan nano material antara

    lain :

    2.4.3.1 Proses Nano Milling

    Proses nano milling adalah proses pembuatan partikel ukuran nano dari

    bahan berbentuk serbuk ukuran mikron. Proses penghalusan ukuran partikel

    secara teori dapat dibuat dengan proses fisik hal ini sesuai dengan prinsip bahwa

    material apabila bertumbukan dengan material lain yang lebih keras akan pecah.

    Pada proses nano milling semakin kecil ukuran partikel akan semakin susah

    untuk digiling terutama untuk ukuran nano hal ini karena adanya gaya Van Der

    Walls antar partikel yang berakibat munculnya aglomerasi (Wigayati, 2009).

    2.4.3.2 Proses Busur Logam

    Proses pembuatan nano material yang paling awal dilakukan orang

    adalah proses dispersi partikel dalam media cair dengan cara mengalirkan arus

    listrik dalam logam mulia. Pada proses ini partikel dibuat dari dua batang logam

    yang dicelupkan dalam media cair kemudian dialiri listrik searah sehingga terjadi

    percikan arus listrik yang mampu melepaskan partikel dari permukaan logam ke

    dalam media cair. Pada umumnya logam yang digunakan adalah logam mulia

    seperti emas (Au), perak (Ag) dan Platina (Pt) yang tidak mudah terkorosi.

    Proses ini dikenal dengan sebutan “ Bredig Arc Method “, yang menghasilkan

    butiran logam mulia dengan ukuran nanometer. Butiran tersebut karena ukuran

    sangat kecil mampu membiaskan cahaya sehingga larutan menjadi berwarna

    tertentu jika terkena sinar (Crosson and Abrahams, 1947 ).

  • 16

    2.4.3.3 Proses Koagulasi

    Proses koagulasi adalah cara yang paling banyak dilakukan dalam

    pembuatan partikel ukuran nano. Hal ini karena proses koagulasi adalah proses

    yang paling sederhana karena mengikuti mekanisme pertumbuhan kristal secara

    alami. Kemudian pertumbuhan kristal secara alami tersebut dihentikan secara

    mendadak atau dimodifikasi dengan larutan tertentu. Salah satu contoh proses

    pembuatan senyawa ukuran nano dengan proses pengendapan adalah

    pembuatan nano material γ- Al2O3 dari mineral kaolin dengan proses

    pengaturan pH larutan dan penambahan surfaktan tertentu (Yang et al., 2010).

    2.4.3.4 Gelombang Ultrasonik

    Gelombang bunyi atau yang dikenal sebagai gelombang akustik adalah

    gelombang mekanik yang dapat merambat dalam medium padat, cair, dan gas.

    Gelombang bunyi menurut besar frekuensinya dapat dbedakan menjadi tiga.

    Gelombang bunyi dengan frekuensi dibawah 20 Hz disebut dengan infrasonik.

    Gelombang bunyi dengan frekuensi 20 Hz hingga 20 kHz disebut dengan

    gelombang audiosonik. Sedangkan gelombang dengan besar frekuensi lebih dari

    20 kHz disebut dengan gelombang ultrasonik. Gelombang ultrasonik inilah yang

    banyak diterapkan dalam bidang teknologi pangan dan mikrobiologi. Salah satu

    contohnya adalah untuk mempercepat proses ekstraksi (Kim, 1989).

    Gelombang ultrasonik dapat diaplikasikan pada bidang pangan meliputi

    proses transformasi, pengawetan, dan ekstraksi. Akan tetapi perlu diwaspadai

    bahwa gelombang ultrasonik ini dapat memberikan beberapa dampak terhadap

    produk pangan maupun selama proses. Beberapa dampak yang dapat diberikan

    oleh gelombang ultrasonik ini antara lain adalah : Perubahan warna, modifikasi

    antioksidan, dan modifikasi polisakarida. Perubahan atau modifikasi tersebut

    dapat semakin meningkat maupun sebaliknya. Selain itu gelombang ultrasonik

    akan mempengaruhi kandungan lemak pada produk. Hal ini dapat menyebabkan

    peningkatan oksidasi lemak dan menyebabkan radikal bebas terbentuk (Pingret.

    et al., 2013).

    Proses ultrasonik untuk reaksi kimia pertama kali diperkenalkan oleh

    Rayleight dengan menggunakan model matematika dalam reaksi homogen

    (Malcom, 1997). Sepuluh tahun kemudian proses reaksi biokimia dengan

    ultrasonik diperkenalkan oleh Ricard dan Loomis. Adapun hasil pengamatan dari

  • 17

    Sulick, Hammerton dan Cline telah mengamati runtuhnya rongga dari gugus

    molekul ligan karbonil dari senyawa atsiri. Penggunaan proses kimia dengan

    gelombang ultrasonik mulai banyak diaplikasikan untuk reaksi kimia pada reaksi

    biologis seperti interaksi biologis untuk proses pengobatan penyakit. Disamping

    itu melalui proses ultrasonik dapat dimungkinkan terciptanya reaksi kimia baru

    yang menghasilkan sintesa senyawa baru seperti yang dilakukan oleh Sulick,

    Hammerton dan Cline dengan membongkar gugus karbonil minyak atsiri yang

    menghasilkan senyawa baru minyak atsiri dengan ion logam membentuk gugus

    ligan baru (Malcom, 1997).

    Aplikasi penggunaan gelombang ultrasonik juga diterapkan dalam

    proses pembentukan partikel nano pada magnesium karbonat. Gelombang

    ultrasonik dapat memecah partikel magnesium karbonat sampai berukuran nano.

    Penggunaan gelombang ultrasonik juga mampu memacu pertumbuhan tanaman

    mikro seperti ganggang yang bermanfaat untuk produk kesehatan (Sulistiyono,

    2012).

    2.5 Kitosan

    Kitosan merupakan senyawa yang memiliki rantai polisakarida β (1-4)-2-

    amino-2-deoksi-D glukosa dengan rumus kimia ( C6H11NO4)n. Gugus amino

    menggantikan –OH pada atom C2 (Muzzarelli & Peter, 1997). Kitosan memiliki

    bobot molekul besar, tidak bersifat racun, dan larut dalam asam pada suhu

    kamar, tidak larut dalam pelarut organik seperti metanol, mampu mengikat air,

    dan mampu membentuk penyalut (Terry & Liwei, 2008).

    Gambar 2.6 Struktur Kitosan (Sidqi, 2011)

    CH2OH CH2OH CH2OH

    OH OH OH

    HO

    OH

    NH2 NH2 NH2

    O O

  • 18

    Kitosan mulai banyak digunakan dalam teknologi pengantar obat.

    Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kitosan sebagai

    pengantar obat meningkatkan efisiensi obat tanpa menimbulkan efek samping

    pada tubuh. Nano partikel kitosan yang ditambahkan gugus tiol mampu

    meningkatkan penyerapan teofilin dalam pengobatan penyakit asma. Teofilin

    merupakan obat antiinflamasi yang sering digunakan dalam pengobatan asma

    melalui intranasal (Lee et al., 2000).

    2.5.1 Modifikasi Kitosan

    Modifikasi kitosan dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan

    penggunaan kitosan sebagai media penyalut. Salah satu cara modifikasi kitosan

    adalah dengan metode taut silang. Metode taut silang dapat dilakukan dengan

    dua cara, yaitu secara kovalen dan secara interaksi ionik.

    a. Taut Silang Secara Kovalen

    Proses taut silang secara kovalen bersifat irreversibel. Dalam proses ini

    menggunakan reagen dialdehid, contohnya glioksal dan glutaraldehid. Selama

    proses pembuatan terjadi interaksi antara gugus aldehid dengan gugus amino

    yang membentuk ikatan imina kovalen (Berger et al., 2004).

    b. Taut Silang Secara Interaksi Ionik

    Proses taut silang secara interaksi ionik bersifat reversibel. Kitosan

    merupakan polimer polikationik. Sifat tersebut menyebabkan dapat terjadinya

    interaksi dengan komponen bermuatan negatif. Dalam proses pembuatannya,

    agen penaut silang yang digunakan adalah senyawa fosfat, seperti natrium

    tripolifosfat (Berger et al., 2004).

    Dari dua metode taut silang tersebut, metode taut silang secara interaksi

    ionik lebih sering digunakan. Hal ini disebabkan karena dalam proses

    pembuatannya lebih mudah dan sederhana dibandingkan dengan metode taut

    silang secara kovalen. Selain itu, metode taut silang secara interaksi ionik ini

    bahan yang digunakan tidak bersifat toksik bagi tubuh, sehingga lebih bersifat

    biokompatibel.

  • 19

    2.6 Natrium Tripolifosfat (Na-TPP atau STPP)

    Natrium tripolifosfat (Na-TPP atau STPP) adalah senyawa inorganik

    yang memiliki berat molekul sebesar 367,864 g/mol. STPP merupakan suatu

    garam natrium dari pentaanion polifosfat (Na5P3O10) yang dapat berinteraksi

    dengan kitosan yang bersifat kationik. STPP juga tidak bersifat mutagenik

    maupun karsinogenik.

    Gambar 2.7 Struktur Kimia Natrium Tripolifosfat (Nur, 2011)

    2.7 Kitosan – Tripolifosfat

    Kitosan – Tripolifosfat adalah senyawa turunan dari kitosan yang

    dihasilkan dari proses taut silang ionik kitosan dengan senyawa tripolifosfat.

    Proses modifikasi kitosan dengan STPP bergantung pada beberapa faktor, yaitu

    konsentrasi kitosan, pH STPP dan waktu terjadinya taut silang (Ko et al., 2003).

    Kitosan dengan pKa 6,5 merupakan polikationik, ketika dilarutkan dalam

    asam, amin bebas dari kitosan akan terprotonasi menghasilkan –NH3+. Natrium

    tripolifosfat (Na5P3O10) dilarutkan dalam air hingga didapatkan ion hidroksil dan

    ion tripolifosfat. Ion tersebut dapat bergabung dengan struktur dari kitosan

    (Bhumkar dan Pokharkar, 2006).

    O

    P P P

    O O O O

    Na Na

    O

    Na

    O

    O O

    O

    Na Na

  • 20

    Gambar 2.8 Disosiasi STPP dalam Air (Sung et al., 2001)

    Taut silang antara kitosan dan STPP dipengaruhi oleh keberadaan sisi

    kationik dan anionik sehingga pH dari STPP memiliki peran penting selama

    proses taut silang. Proses taut silang dilakukan pada dua kondisi pH, yaitu pH 3

    dan pH 9. Pada pH 3 hanya dihasilkan ion tripolifosfat yang akan berinteraksi

    dengan –NH3+ dari kitosan sehingga pada kondisi tersebut didapatkan kitosan-

    tripolifosfat yang didominasi oleh interaksi ionik. Pada pH 9, dihasilkan ion

    hidroksil dan tripolifosfat. Kedua ion tersebut berkompetisi untuk berinteraksi

    dengan –NH3+. Pada kondisi tersebut, taut silang kitosan didominasi oleh

    deprotonasi oleh ion hidroksil (Bhumkar dan Pokharkar, 2006).

    Gambar 2.9 Taut Silang Kitosan – STPP (Bhumkar dan Pokharkar, 2006)

    Na5P3O10 + 5H2O 5 Na+ + H5P3O10 + 5 OH

    -

    H5P3O10 + OH- H4P3O10

    - + H2O

    H4P3O10- + OH- H3P3O10

    2- + H2O

    CH2OH

    CH2OH

    CH2OH

    CH2OH

    O

    O

    O

    O

    OH

    OH

    O

    O

    O

    O

    OH

    OH

    OH

    OH

    NH3+

    NH3+

    NH3+

    NH3+

    H

    H

    H

    H

    H

    H

    H

    H

    H

    H

    H

    H

    H

    H

    P

    P

    P

    O

    O

    O

    O

    O

    O

    O

    HO

    HO

    HO

  • 21

    2.8 Metode Analisa

    Dalam penelitian ini beberapa metode analisa digunakan. Metode

    tersebut adalah :

    2.8.1 PSA (Particle Size Analysis)

    PSA ( Particle Size Analysis ) merupakan metode pengukuran partikel

    dengan menggunakan prinsip laser diffraction (LAS). Metode LAS bisa dibagi

    dalam dua metode :

    1. Metode basah : metode ini menggunakan media pendispersi untuk

    mendispersikan materi uji.

    2. Metode kering : metode ini memanfaatkan udara atau aliran udara untuk

    melarutkan partikel dan membawanya ke sensing zone. Metode ini baik

    untuk ukuran yang kasar, di mana hubungan antar partikel lemah dan

    kemungkinan untuk beraglomerasi kecil.

    Pengukuran partikel dengan PSA menggunakan metode basah ini dinilai

    lebih akurat jika dibandingkan dengan metode kering (Rusli, 2011). Menurut Rusli

    (2011) keunggulan penggunaan PSA adalah :

    1. Pengukuran partikel dengan menggunakan PSA lebih akurat jika

    dibandingkan dengan pengukuran partikel dengan alat XRD ataupun SEM.

    2. Hasil pengukuran dalam bentuk distribusi, sehingga dapat menggambarkan

    keseluruhan kondisi sampel.

    3. Rentang pengukuran 0,4 nanometer hingga 10 mikrometer.

    2.8.2 FTIR (Fourier Transform Infra Red)

    Radiasi infra merah merupakan bagian dari spektrum radiasi

    elektromagnetik dengan panjang gelombang yang lebih panjang daripada daerah

    sinar tampak, tetapi lebih pendek daripada daerah gelombang mikro (Hadjar,

    1987). Pengujian FTIR ini bertujuan untuk mengetahui gugus fungsi yang

    terdapat pada suatu senyawa sehingga dapat diketahui gugus fungsi yang

    menyusun suatu senyawa tersebut.

  • 22

    Bila sinar infra merah dilewatkan melalui cuplikan senyawa organik,

    maka sejumlah frekuensi diserap sedang yang lain diteruskan / ditransmisikan

    tanpa diserap. Penggunaan spektroskopi Infra Merah pada bidang kimia organik

    hampir menggunakan daerah dari 650-4000 cm-1 (15,4 – 2,5 μm). Daerah

    dengan frekuensi lebih rendah 650 cm-1 disebut infra merah jauh dan daerah

    dengan frekuensi lebih tinggi 4000 cm-1 disebut infra merah dekat. Masing-

    masing daerah tersebut lebih jauh dan lebih dekat dengan spektrum tampak

    (Sastrohamidjojo, 2001).

    Peak pada FTIR ini dapat membedakan suatu senyawa dengan

    senyawa lain. Nilai peak memberikan bentuk gugus yang berbeda – beda

    berdasarkan bentuk dan ikatannya. Contohnya pada ikatan C-H memiliki nilai

    peak lebih dari satu. Setiap peak memiliki gugus C-H yang berbeda. Contohnya

    ada ikatan C-H yang tekuk, lurus, dan lainnya. Letak dan kekuatan spektrum

    vibrasi dari jenis-jenis ikatan dapat dilihat pada tabel 2.2.

  • 23

    Tabel 2.2 Letak dan Kekuatan Spectrum Vibrasi

    Ikatan Bilangan Gelombang (cm-1

    ) Keterangan

    C-H 2960 CH3 /CH2 asimetri

    2810-2850 CH3 /CH2 simetri

    2720 C-H uluran dengan H diikat aldehide

    1460 CH3 /CH2 tekukan (bending)

    1380 Ada cabang (gugus gem dimetil)

    720 -(CH2)n

    C=C 3000-1650 Adanya ikatan rangkap

    C=C 3200-2900-2100 Ikatan rangkap tiga

    C=O 1700 Gugus karbonil

    1740 C=O pada keton

    1710 C=O pada aldehide

    C-O-C 1100-1200 Puncak kuat atau runcing pada eter

    C-O2-C 1150-1250 Kuat pada ester

    -OH 3100-3400 Melebar (ada ikatan hidrogen)

    -NH 3200-3500 Ada 2 puncak (amina primer)

    3200 Ada 1 puncak (amina sekunder)

    3450 Tidak ada puncak (amina tersier)

    1600 Puncak kuat

    3000 Puncak medium

    Inti Aromatis 3000-3100

    Isotionat

    N=O 1550 dan 1350 Kuat

    S-H Merkaptan 2550 Sedang

    S=O Sulfoksida 1050 Kuat

    Sulfon, sulfonil klorida

    1375 dan 1300 Kuat

    Sulfat, sulfonamida 1200-1140 Kuat

    C-X florida 1400-1000 Kuat

    Klorida 800-600 Kuat

    Bromida, iodida 667 Lemah

    Sumber : Widodo dan Nanik, 2002

    Pada proses instrumen Spektrofotometri Infra Merah untuk analisis

    sampel menurut Giwangkara (2006) meliputi :

    1. The source : energi Infra Red yang dipancarkan dari sebuah benda hitam

    menyala. Balok ini melewati melalui logam yang mengontrol jumlah energi

    yang diberikan kepada sampel.

  • 24

    2. Interoferometer: sinar memasuki interferometer “spectra encoding‟

    mengambil tempat, kemudian sinyal yang dihasilkan keluar dari

    interferogram.

    3. Sampel: sinar memasuki kompartemen sampel dimana diteruskan

    melaluicermin dari permukaan sampel yang tergantung pada jenis analisis.

    4. Detector: sinar akhirnya lolos ke detector untuk pengukuran akhir. Detektor

    ini digunakan khusus dirancang untuk mengukur sinar interfrogram khusus.

    Detektor yang digunakan dalam Spektrofotometer Fourier Transform Infra

    Red adalah Tetra Glycerine Sulphate (disingkat TGS) atau Mercury

    Cadmium Telluride (disingkat MCT). Detektor MCT lebih banyak digunakan

    karena memiliki beberapa kelebihan dibandingkan detektor TGS, yaitu

    memberikan respon yang lebih baik pada frekwensi modulasi tinggi, lebih

    sensitif, lebih cepat, tidak dipengaruhi oleh temperatur, sangat selektif

    terhadap energi vibrasi yang diterima dari radiasi inframerah.

    5. Computer: sinyal diukur secara digital dan dikirim kekomputer untuk

    diolaholeh Fourier Transformation berada. Spektrum disajikan untuk

    interpretasi lebih lanjut.

    Menurut Luyt (2009) analisis menggunakan Spektrometer ini memiliki

    dua kelebihan utama dibandingkan metoda konvensional lainnya, yaitu :

    1. Dapat digunakan pada semua frekuensi dari sumber cahaya secara simultan

    sehingga analisis dapat dilakukan lebih cepat daripada menggunakan cara

    sekuensial atau pemindaian.

    2. Sensitifitas dari metoda Spektrofotometri Fourier Transform Infra Red lebih

    besar daripada cara dispersi,sebab radiasi yang masuk ke sistem detektor

    lebih banyak karena tanpa harus melalui celah.

  • 25

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan dan Rekayasa

    Proses Pangan dan Hasil Pertanian, Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan

    dan Hasil Pertanian, dan Laboratorium Nutrisi Pangan dan Hasil Pertanian

    Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang. Penelitian ini

    dilaksanakan mulai bulan Maret 2016 hingga September 2016.

    3.2 Alat dan Bahan

    3.2.1 Alat

    Alat yang digunakan adalah blender (merk oxone 290 watt), timbangan

    analitik (merk ohaus kapasitas 210 gram), vacuum rotary evaporator (merk IKA

    power input 1400 watt), ultrasound chamber (merk elma), spektrofotometer (merk

    cole parmer rentang panjang gelombang 100 – 1200 nm), Particle Size Analysis

    (PSA)(merk malvern dengan rentang pembacaan 0,4 – 10.000 nm) , dan

    spektrometer infra merah untuk uji Fourier Transform Infra Red (FTIR) (merk

    Type : FT 1000).

    3.2.2 Bahan

    Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman

    bawang putih tunggal (Allium sativum L.) yang dibeli dari pasar komersiil,

    berdiameter kira-kira 1,5 cm dan berat per umbi berkisar 1 gram. Bahan – bahan

    kimia umumnya berkualitas teknis yaitu etanol 96%, STPP, aquades, kitosan

    DPPH, dan asam asetat

  • 26

    3.3 Metode Penelitian

    Metode percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah

    Rancangan Acak Kelompok (RAK), yang terdiri dari 2 faktor perlakuan dengan 3

    ulangan. Faktor pertama adalah konentrasi media penyalut. Faktor kedua adalah

    lama waktu ultrasonikasi.

    Faktor 1 merupakan Konsentrasi media penyalut yang digunakan(P), yaitu :

    P1 = Kitosan/STPP : 0/0 %

    P2 = Kitosan/STPP : 1,33/0,17 %

    P3 = Kitosan/STPP : 2,67/0,17 %

    Faktor 2 merupakan Lama waktu ultrasonikasi (T), yaitu :

    T1 = 30 menit

    T2 = 60 menit

    Keseluruhan percobaan berjumlah enam kombinasi perlakuan (Tabel 3.1) dan

    setiap perlakuan diulang tiga kali

    Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan

    Kosentrasi media penyalut

    Lama waktu ultrasonikasi

    T1 T2

    P1 P1 T1 P1 T2

    P2 P2 T1 P2 T2

    P3 P3 T1 P3 T2

    Keterangan kombinasi perlakuan adalah sebagai berikut :

    P1 T1 = Kitosan/STPP (0% / 0%) : Lama waktu sonikasi 30 menit

    P2 T1 = Kitosan/STPP (1,33% / 0,17%) : Lama waktu sonikasi 30 menit

    P3 T1 = Kitosan/STPP (2,67% / 0,17%) : Lama waktu sonikasi 30 menit

    P1 T2 = Kitosan/STPP (0% / 0%) : Lama waktu sonikasi 60 menit

    P2 T2 = Kitosan/STPP (1,33% / 0,17%) : Lama waktu sonikasi 60 menit

    P3 T2 = Kitosan/STPP (2,67% / 0,17%) : Lama waktu sonikasi 60 menit

  • 27

    3.4 Pelaksanaan Penelitian

    3.4.1 Pembuatan Ekstrak Bawang Putih Tunggal

    Tahapan pembuatan ekstrak bawang putih tunggal (Allium sativum L.)

    adalah sebagai berikut (modifikasi Priskila, 2008) :

    a. Tanaman bawang putih tunggal disortasi dan dibersihkan dengan air mengalir.

    Kemudian bawang dikupas dan kulit bawang dibuang.

    b. Kemudian bawang dihaluskan dengan menggunakan blender hingga

    terbentuk bubur.

    c. Hasil pemblenderan kemudian ditimbang sebesar 60 gram.

    d. Dilakukan proses ekstraksi dengan metode maserasi dengan menggunakan

    pelarut etanol, perbandingan antara bawang putih tunggal dengan pelarut 1:4

    (b/v) dilakukan selama 24 jam dengan dishaker.

    e. Hasil ekstraksi di saring menggunakan kertas saring kasar dan ampas

    dibuang.

    f. Diperoleh ekstrak bawang putih tunggal.

    g. Dilakukan proses evaporasi pada cairan ekstrak dengan vacuum rotary

    evaporator pada suhu 40oC selama ± 60 menit.

    h. Didapatkan ekstrak kental Bawang putih tunggal sebanyak 46 gram.

    3.4.2 Pembuatan Nano Partikel Ekstrak Bawang Putih Tunggal

    Tahapan pembuatan nano partikel ekstrak bawang putih tunggal (Allium

    sativum L.) adalah sebagai berikut (modifikasi Sidqi, 2011) :

    a. Larutan kitosan yang dilarutkan menggunakan asam asetat 2% dengan

    konsentrasi berbeda ( 0%, 2%, dan 4%) diambil sebanyak 100 ml dan

    dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.

    b. Ke dalam masing – masing larutan ditambahkan 50 ml larutan STPP 0,5%.

    c. Diperoleh larutan kitosan – STPP dengan kadar kitosan 0%, 1,33%, dan

    2,67% dan masing – masing berkadar STPP 0,17%.

    d. Masing – masing larutan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer

    selama 10 menit.

    e. Ditambahkan ekstrak kental bawang putih tunggal sebanyak 5 mg dari total 46

    gram ekstrak kental.

  • 28

    f. Campuran diaduk kembali dengan menggunakan magnetic stirrer selama 5

    menit sampai tercampur merata menjadi satu.

    g. Dilakukan penyaringan menggunakan alat saring berpori mikro (0,45 mikro)

    dan diperoleh filtrat sebanyak kurang lebih 137 mL.

    h. Kemudian filtrat dibagi menjadi dua bagian dan masing - masing

    diultrasonikasi pada 30 menit dan 60 menit.

    i. Didapatkan ekstrak bawang putih tunggal berukuran nano.

    j. Masing – masing kombinasi perlakuan diulang tiga kali.

    3.5 Pengamatan dan Analisis Data

    3.5.1 Pengamatan

    Pengamatan dilakukan pada produk nano ekstrak bawang putih tunggal

    yang meliputi :

    1. Analisa Particle Size Analysis ( Sulistiyono, 2012 )

    Analisa Particle Size Analysis (PSA) bertujuan untuk mengukur ukuran

    partikel suatu bahan menggunakan metode sesuai manual. Analisa ini sangat

    bermanfaat bagi penelitian nano teknologi.

    2. Analisa Aktivitas Antioksidan metode DPPH( Kekuda, 2009 )

    Analisa aktivitas antioksidan khususnya IC50 dengan metode DPPH ini

    bertujuan untuk mengetahui kandungan antioksidan dalam bahan pangan

    untuk mampu menghambat 50% radikal bebas. DPPH merupakan senyawa

    radikal bebas yang bersifat tidak stabil. Pada pengujian ini sampel ekstrak

    umbi bawang lanang diambil dari ekstrak kental hasil evaporasi. Sedangkan

    untuk sampel perlakuan diambil dari larutan campuran ekstrak sebanyak 5 mg

    dengan larutan kitosan-STPP.

    3. Analisa Fourier Transform Infra Red (Luyt et al., 2009)

    Analisa FTIR ini bertujuan untuk mengetahui ikatan senyawa yang ada dalam

    bahan pangan dengan menggunakan gelombang infra merah. Ikatan tersebut

    akan membentuk peak yang akan terbaca pada nilai tertentu.

    4. Analisa Viskositas (Budianto, 2008)

    Analisa viskositas bertujuan untuk mengetahui kekentalan suatu bahan atau

    larutan. Semakin tinggi nilai viskositas suatu bahan semakin kental bahan

    tersebut.

  • 29

    3.5.2 Analisis Data

    Data yang telah diperoleh dianalisis keragamannya dengan ANOVA

    untuk Rancangan Acak Kelompok (RAK). Apabila terdapat beda nyata pada

    interaksi kedua faktor perlakuan dilakukan uji lanjut DMRT (Duncan’s Multiple

    Range Test) dan bila tidak terdapat interaksi namun di salah satu faktor

    perlakuan atau keduanya terdapat beda nyata, maka dilakukan uji beda BNT

    dengan taraf nyata 5%.

  • 30

    3.6 Diagram alir

    a. Proses Ektraksi Bawang Putih tunggal

    Bawang Putih Tunggal

    Sortasi

    Dikupas dan diambil bagian umbi

    Dicuci dengan air mengalir

    Dihancurkan menggunakan Blender Kering

    Ditimbang

    Dimasukkan kedalam erlenmeyer

    Diekstrak dengan metode Maserasi selama 24 jam

    Disaring menggunakan kertas saring

    Dievaporasi menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 40oC.

    Ekstrak kental bawang putih tunggal

    Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Ekstrak Bawang Putih tunggal (modifikasi Priskila, 2008)

    Bawang putih : Pelarut etanol

    dengan Rasio 1:4

    - Analisa PSA

    - Analisa

    Aktivitas

    Antioksidan

    - Analisa FTIR

    Kulit Umbi

    Ampas

    Filtrat

  • 31

    b. Proses Pembuatan Nano Partikel Ekstrak Bawang Putih Tunggal

    5mg Ekstrak kental bawang putih tunggal

    Dimasukkan ke dalam erlenmeyer

    Diaduk sampai rata dengan magnetic stirrer

    Disaring dengan mikropore (0,45 µm)

    Ditampung dalam erlenmeyer

    Disonikasi dengan λ = 40 kHz dengan waktu yang berbeda(30 menit dan 60 menit)

    Larutan nano ekstrak

    Gambar 3.2 Diagram Alir Pengecilan Ukuran Partikel Ekstrak Bawang Putih Tunggal (modifikasi Sidqi, 2011)

    Media Penyalut

    (100 ml larutan

    kitosan (0%, 2%,

    4%)+ 50 ml STPP

    0,5%)

    - Analisa Particle

    Size Analysis

    - Analisa

    Antioksidan

    - Analisa FTIR

    - Uji Zeleny

  • 32

    BAB IV

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Rendemen dan Karakteristik Ekstrak Etanol Umbi Bawang Putih

    Tunggal

    Dari hasil analisa ekstrak bawang putih tunggal sebelum dilakukan

    perlakuan didapatkan hasil yang dapat dilihat pada Tabel 4.1.

    Tabel 4.1 Rendemen dan Karakteristik Ekstrak Etanol Umbi Bawang Putih Tunggal

    Paramenter Nilai

    Rendemen (%) 29,68

    Aktivitas Antioksidan IC50 (ppm) 875,65

    Particle Size Analysis (nm) 4.108

    Viskositas (cP) 46

    Rendemen ekstrak bawang putih tunggal adalah sebesar 29,68%.

    Rendemen ekstrak yang tinggi menunjukkan bahwa jumlah senyawa yang tersari

    dari bahan baku tinggi. Hasil rendemen setiap bahan berbeda – beda.

    Perbedaan tersebut didasarkan pada beberapa faktor yaitu : ukuran partikel,

    lama waktu kontak bahan dengan pelarut, lama waktu pengeringan dan jenis

    pelarut yang digunakan (Karina, 2015).

    Sebaran ukuran partikel ekstrak bawang putih tunggal dari hasil PSA

    adalah 450 nm – 4200 nm dengan rata – rata sebesar 4.108 nm, sedangkan

    tujuannya adalah untuk mendapatkan ekstrak yang berukuran nano. Menurut

    Surya(2004) suatu senyawa atau bahan dikatakan nano apabila ukuran partikel

    dalam suatu bahan pangan berukuran 1 hingga 1000 nm. Pada ekstrak bawang

    putih tunggal nilai rerata ukuran partikel sebesar 4.108 nm belum dapat

    dikatakan sebagai nano ekstrak. Perlakuan ultrasonikasi dengan penyalutan

    kitosan diharapkan dapat menghasilkan ekstrak bawang putih tunggal dengan

    ukuran nano. Berikut ini merupakan gambar sebaran partikel dari ekstrak bawang

    putih tunggal.

  • 33

    Gambar 4.1 Sebaran Partikel Ekstrak Bawang Putih Tunggal

    Ekstrak bawang putih tunggal mengandung senyawa antioksidan yang

    dapat menghambat terbentuknya radikal bebas. Hasil analisa aktivitas

    antioksidan IC50 dengan metode DPPH Pada ekstrak bawang putih tunggal

    didapatkan nilai 875,65 ppm. Nilai IC50 sebesar 875,65 ppm ini memiliki arti

    sebanyak 1,75 mg ekstrak bawang putih tunggal mampu menghambat 50%

    radikal bebas dari 0,078 mg DPPH. Perhitungan untuk mendapatkan nilai IC50

    dapat dilihat pada lampiran 2. Kemampuan ekstrak bawang putih tunggal yang

    diperoleh pada penelitian ini berbeda sangat jauh dibandingkan yang dilaporkan

    Amin (2015) yang menyebutkan bahwa kandungan aktivitas antioksidan ekstrak

    bawang putih tunggal sebesar 13,85 ppm. Perbedaan tersebut dapat didasarkan

    pada perbedaan jenis pelarut, dan rasionya terhadap bahan serta metode

    ekstraksinya. Selain itu reagen DPPH yang bersifat tidak stabil dapat

    mengakibatkan nilai antioksidan suatu senyawa berbeda (Amin,2015).

    Viskositas (Kekentalan) diantara zat cair berbeda – beda (Budianto,

    2008). Viskositas ekstrak bawang putih tunggal yang diperoleh adalah sebesar

    46 cP. Semakin tinggi nilai viskositasnya semakin kental zat cair tersebut.

  • 34

    Kekentalan air memiliki nilai sekitar 2 cP sehingga dapat dikatakan bahwa

    ekstrak tersebut lebih kental dibandingkan dengan air.

    Hasil analisa FTIR (Fourier Transform Infra Red) ekstrak umbi bawang

    putih tunggal disajikan pada Gambar 4.1. Hasil spektra ekstrak bawang putih

    awal ini digunakan sebagai pembanding untuk melihat perubahan akibat

    ultrasonikasi pada ekstrak tersebut. Didalam ekstrak bawang putih tunggal

    terdapat 2 gugus kimia atau ikatan kimia yang menonjol dan beberapa gugus

    kimia yang lebih kecil keberadaannya (Tabel 4.2).

    Gambar 4.2 Hasil Analisa FTIR Ekstrak Bawang Putih Tunggal

    Etanolat umbi bawang putih tunggal mempunyai gugus C-S (bilangan

    gelombang 522,6 dan 649,4), gugus C=C (Bilangan gelombang 932,1 dan

    1637,0), gugus C-C (bilangan gelombang 1026,6 dan 1054,8), gugus S-H

    sulfonamida (bilangan gelombang 1130,2), gugus –CH3 tekuk (bilangan

    gelombag 1378,9), gugus S-H (bilangan gelombang 2119,2), gugus C-H

    (bilangan gelombang 2942,6), dan ikatan hidrogen (bilangan gelombang 3424,9).

    Hal ini membuktikan bahwa dalam ekstrak bawang putih tunggal yang dianalisa

    terdapat gugus fungsi senyawa sulfida yaitu diallyl sulfida dan allyl sulfida,

    dimana dua komponen tersebut merupakan turunan dari allicin yang

    menimbulkan bau yang khas. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuniastuti (2006)

  • 35

    bahwa bawang putih yang diekstrak dengan menggunakan metode ekstraksi

    maserasi dengan pelarut etanol akan menghasilkan dua senyawa utama yaitu

    diallyl sulfida dan allyl sulfida.

    Tabel 4.2 Gugus Kimia pada Ekstrak Etanol dari Umbi Bawang Putih Tunggal

    No. Bilangan Gelombang

    (1/cm) Intensitas (%) Jenis Gugus Fungsi

    1

    522,6 59,92

    Gugus C – S (disulfida ulur) 649,4 60,00

    2 932,1 75,51 Alkena tekuk C = C

    3

    1026,6 60,00

    Gugus C – C 1054,8 60,50

    4 1130,2 68,84 Gugus S – H sulfonamida

    5 1378,9 62,30 - CH3 tekuk

    6 1637,0 52,23 Gugus C = C

    7 2119,2 80,00 Gugus S – H

    8 2942,6 61,25 Gugus C – H alkana ulur

    9 3424,9 18,75 Adanya ikatan hidrogen

    4.2 Kitosan Sebagai Media Penyalut

    Kitosan sebagai media penyalut sering digunakan dalam dunia farmasi

    sebagai penyalut obat – obatan. Pada penelitian ini menggunakan kitosan

    sebagai bahan penyalut yang direaksikan dengan STPP. Kitosan - STPP akan

    bereaksi secara kimia yang strukturnya akan membentuk seperti jaring dan akan

    melapisi ekstrak. Diduga kitosanlah yang mempengaruhi pengecilan ukuran dari

    sebuah partikel.Kitosan sendiri diduga memiliki aktivitas antioksidan yang cukup

    tinggi, sehingga disini kitosan diuji sebelum direaksikan dengan ekstrak bawang

    putih tunggal.

    Nilai aktivitas antioksidan terutama IC50 dalam penelitian ini didapatkan

    hasil sebesar 10.204,08 ppm. Nilai IC50 tersebut memiliki arti sebanyak 20,42 mg

    ekstrak kitosan mampu menghambat 50% radikal bebas dari 0,078 mg DPPH.

    Hasil perhitungan nilai IC50 untuk senyawa kitosan dapat dilihat pada lampiran 3.

    Hasil kitosan ini tidak sesuai dengan penelitian Sidqi (2011) yang menyebutkan

  • 36

    bahwa aktivitas antioksidannya tinggi. Dalam penelitian ini hasil IC50 cukup

    rendah. Hal ini dapat dipengaruhi karena jenis kitosan dan konsentrasi kitosan

    yang berbeda. Konsentrasi kitosan yang digunakan pada penelitian ini memiliki

    konsentrasi 2%, hal ini dikarenakan perlakuan terbaik dari penelitian sebelumnya

    yang menggunakan kitosan sebagai penyalut pada nano ekstrak temulawak

    (Sidqi,2011).

    Sebaran ukuran partikel larutan kitosan dari hasil PSA adalah 50 nm –

    1150 nm dengan rata – rata sebesar 473,4 nm. Hal ini memberikan harapan

    bahwa kitosan sebagai penyalut dapat memerangkap etanolat bawang putih

    tunggal menjadi partikel berukuran nano. Penyalutan dengan menggunakan

    kitosan-STPP diharapkan dapat membantu ukuran partikel ekstrak bawang putih

    tunggal akan mengecil dari ukuran semula sebesar 4.108 nm.

    4.3 Sifat- Sifat Nano Ekstrak Etanol Umbi Bawang Putih tunggal

    4.3.1 Viskositas

    Kekentalan suatu larutan merupakan salah satu sifat suatu senyawa

    yang berbentuk cair. Larutan kitosan yang bereaksi dengan STPP pun akan

    membentuk gel yang disebut dengan sistem hidrokoloid dimana hidrokoloid

    sangat berpengaruh pada kekentalan suatu larutan. Penyalutan menggunakan

    kitosan akan menyebabkan hidrokoloid tersebut mempengaruhi kekentalan. Hasil

    penelitian menunjukkan bahwa nilai viskositas dari nano ekstrak bawang putih

    tunggal dengan kombinasi konsentrasi kitosan dan lama waktu ultrasonikasi

    berkisar antara 2 – 142 cP (Gambar 4.3).

  • 37

    Gambar 4.3 Grafik pengaruh konsentrasi kitosan dan lama waktu ultrasonikasi terhadap

    rerata nilai viskositas

    Data tersebut (yang tersaji pada Gambar 4.3) menunjukkan bahwa

    viskositas nano ekstrak bawang putih tunggal mengalami peningkatan dengan

    kenaikan konsentrasi kitosan/STPP dari 0/0 % sampai dengan 2,67/0,17 %,

    sedangkan lama ultrasonikasi sampai 60 menit memberikan pengaruh yang

    bervariasi, tergantung pada konsentrasi kitosan. Viskositas tertinggi diperoleh

    pada kombinasi perlakuan konsentrasi kitosan/STPP 2,67/0,17 % dan lama

    waktu ultrasonikasi 30 menit (143,67 cP) dan nilai terendah pada kombinasi

    perlakuan konsentrasi kitosan/STPP 0/0 % dan lama ultrasonikasi 60 menit, yaitu

    sebesar 11,33 cP.

    Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan, lama

    ultrasonikasi serta interaksi keduanya berpengaruh sanga nyata (α=0,01)

    terhadap nilai viskositas nano ekstrak bawang putih tunggal. Hasil analisa ragam

    dan uji beda nyata dapat dilihat pada Lampiran 5. Rerata viskositas nano

    ekstrak bawang putih tunggal disajikan dalam Tabel 4.3.

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    140

    160

    0% 2% 4%

    Nila

    i Vis

    cou

    sita

    s (c

    P)

    Konsentrasi Kitosan/STPP (%)

    Lama Waktu Sonikasi 30 menit

    Lama Waktu Sonikasi 60 menit

    1,33/0,17 2,67/0,17 0/0

  • 38

    Tabel 4.3 Rerata Viskositas Nano Ekstrak Bawang Putih Tunggal Hasil ultrasonikasi dan Penyalut Kitosan-STPP

    Konsentrasi kitosan/STPP (%)

    Lama Ultrasonikasi (Menit)

    Rerata Viskositas

    (cP)

    BNT (0,01)

    0/0 30 23,33 b

    2,156

    1,33/0,17 30 31,67 c

    2,67/0,17 30 143,67 e

    0/0 60 11,33 a

    1,33/0,17 60 33 c

    2,67/0,17 60 63,33 d

    Ekstrak Bawang Putih Tunggal 46

    Menurut Budianto (2008) bahwa viskositas suatu larutan dipengaruhi

    konsentrasinya, semakin tinggi konsentrasinya maka semakin tinggi pula nilai

    viskositasnya. Lama waktu ultrasonikasi berpengaruh sebaliknya terhadap

    viskositas (Kencana,2009). Semakin lama waktu ultrasonikasi pada larutan

    kitosan akan menyebabkan terpotongnya rantai kimiawi kitosan dan membuat

    sistem gel pada kitosan menjadi rusak. (Jin et al., 2008). Pemecahan komponen

    ekstrak umbi bawang putih nempaknya juga terjadi sebagai akibat ultrasonikasi

    di atas 30 menit. Data viskositas pada penggunaan kitosan 0% lebih rendah

    pada sonikasi 60 menit dibandingkan sonikasi 30 menit. Menurut Jin et al.

    (2008), Sonikasi dapat menyebabkan degradasi pada molekul terbesar pada

    larutan kitosan. Secara umum dapat dikatakan bahwa ultrasonikasi 30 menit

    menghasilkan ekstrak bawang putih tersalut kitosan mempunyai nilai viskositas

    yang lebih rendah daripada ultrasonikasi 60 menit.

    4.3.2 Aktivitas Antioksidan : IC50

    Bawang putih tunggal memiliki potensi sebagai antioksidan yang efektif

    menetralkan radikal bebas. Nilai IC50 didefinisikan sebagai konsentrasi

    antioksidan (sampel) yang dibutuhkan untuk menghambat radikal bebas sebesar

    50%. Semakin rendah nilai IC50 suatu senyawa, maka semakin aktif senyawa

    tersebut sebagai penangkap radikal bebas (karina, 2015).

    Sampel nano ekstrak bawang putih tunggal yang direaksikan dengan

    radikal bebas DPPH mengubah warna Ungu pada DPPH menjadi kuning.

  • 39

    Perubahan warna tersebut menunjukkan bahwa nano ekstrak bawang putih

    tunggal memiliki aktivitas antioksidan. Perubahan warna pada DPPH

    mengindikasikan aktivitas penghambatan radikal bebas oleh sampel (Abdille,

    et.al, 2004). Hasil pengujian nilai IC50 nano ekstrak bawang putih tunggal dengan

    kombinasi konsentrasi kitosan dan lama waktu ultrasonikasi mempunyai rentang

    yang cukup besar, antara 5.000 – 31.000 temulawak (Gambar 4.4).

    Datanya menunjukkan bahwa nilai IC50 nano ekstrak bawang putih

    tunggal pada lama waktu sonikasi 30 menit terjadi penurunan dan kembali

    meningkat pada konsentrasi kitosan/STPP 2,67/0,17 %. Sedangkan pada lama

    waktu sonikasi 60 menit terjadi penurunan nilai IC50. Penggunaan kitosan dengan

    Konsentrasi lebih tinggi nampaknya dapat mengurangi efek penurunan

    kemampuan antioksidan. Laporan Karina (2015) dalam penelitiannya mengenai

    aktivitas antioksidan dari daun sirsak menunjukkan bahwa nilai antioksidan akan

    menurun apabila terkena suhu yang tinggi. Sidqi (2011) dalam penelitiannya

    tentang nano ekstrak temulawak yang disalut menggunakan kitosan memperoleh

    fakta bahwa kitosan sebagai penyalut memberikan efek antioksidan yang cukup

    tinggi. Dalam penelitian ini juga terlihat bahwa pada penggunaan kitosan/STPP

    2,67/0,17 %, pengaruh buruk ultrasonikasi juga dapat dikurangi dalam hal

    menjaga kemampuan antioksidan ekstrak bawang putih. Hal ini dapat dilihat

    semakin menurunnya nilai IC50 pada perlakuan sonikasi 60 menit.

    Hasil perhitungan nilai IC50 pada perlakuan tersebut menunjukkan

    adanya pengaruh ultrasonik terhadap kestabilan nilai IC50. Nilai IC50 terbaik

    berada pada perlakuan konsentrasi kitosan/STPP 2,67/0,17 % dengan lama

    waktu sonikasi 60 menit. Dari hasil tersebut dapat dilihat peran kitosan sebagai

    penyalut dapat melindungi senyawa yang