Top Banner
PENGARUH JENIS KELAMIN DAN KREATIVITAS TERHADAP KEMAMPUAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT ANAK KELAS RENDAH DI SEKOLAH DASAR Karnadi (Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, e- mail:[email protected]) Abstract, The objective of this research is to find out the differences of early childhood students’ ability in expressing opinion based on the effect of sexual difference and creativity. The method used in this research is ex post facto 2 x 2 factorial design and selected randomly of 64 students from 5 equal elementary schools.The research findings are follow: (1) Male students’ ability in expressing opinion are higher than those female students; (2) Male student’s ability in expressing opinion are higher than those female students, for those who have high creativity; (3) There is no significance difference between male and female student’s ability in expressing opinion, for those who have low creativity; (4) There is no significance interaction effect between sexual different and level of students’ creativity.These findings come up with a conclusion that when a teacher want to improve students’ (early childhood students) ability in expressing opinion, especially in democratic era, level of creativity could not be taken into consideration, if student’s sexual different is compared. Kata kunci: Jenis kelamin, kreativitas dan kelas rendah Media massa di beberapa waktu terakhir ini memberitakan berbagai peningkatan kejahatan yang terjadi pada anak, baik mereka sebagi pelaku maupun sebagai korban. Penyalahagunaan alkohol dan NAPZA (Narkotika,
33

PENGARUH JENIS KELAMIN DAN KREATIVITAS TERHADAP KEMAMPUAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT ANAK KELAS RENDAH DI SEKOLAH DASAR

Nov 26, 2015

Download

Documents

Alim Sumarno

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : Karnadi ,
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

PENGARUH JENIS KELAMIN DAN KREATIVITAS TERHADAP KEMAMPUAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT ANAK USIA DINI

JURNAL PENDIDIKAN DASAR,VOL.10 NO.2, SEPTEMBER 2009 (105-124)Karnadi, Pengaruh Jenis Kelamin dan .

PENGARUH JENIS KELAMIN DAN KREATIVITAS TERHADAP KEMAMPUAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT ANAK KELAS RENDAH DI SEKOLAH DASARKarnadi (Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, e-mail:[email protected])Abstract, The objective of this research is to find out the differences of early childhood students ability in expressing opinion based on the effect of sexual difference and creativity. The method used in this research is ex post facto 2 x 2 factorial design and selected randomly of 64 students from 5 equal elementary schools.The research findings are follow: (1) Male students ability in expressing opinion are higher than those female students; (2) Male students ability in expressing opinion are higher than those female students, for those who have high creativity; (3) There is no significance difference between male and female students ability in expressing opinion, for those who have low creativity; (4) There is no significance interaction effect between sexual different and level of students creativity.These findings come up with a conclusion that when a teacher want to improve students (early childhood students) ability in expressing opinion, especially in democratic era, level of creativity could not be taken into consideration, if students sexual different is compared.Kata kunci: Jenis kelamin, kreativitas dan kelas rendah

Media massa di beberapa waktu terakhir ini memberitakan berbagai peningkatan kejahatan yang terjadi pada anak, baik mereka sebagi pelaku maupun sebagai korban. Penyalahagunaan alkohol dan NAPZA (Narkotika, Psikoterapika dan Zat Adiktif) oleh remaja menjadi berita yang tidak pernah hentinya diceritakan kepada para pembaca. Anak perempuan melakukan hubungan seks dengan pacarnya sebelum ikatan pernikahan menjadi sebuah kabar biasa. Masih banyak berita lain yang menunjukkan bahwa kualitas generasi SDM Indonesia sedang dipertaruhkan.

Tentu banyak hal yang menjadi latar belakang kasus-kasus tersebut. Namun jika ditelusuri lebih mendalam bahwa salah satu penyebab perilaku tersebut adalah adanya tekanan (pressure) baik dari dalam maupun luar lingkungan sosial anak khususnya teman sebaya yang mempengaruhi perilakunya dan hal ini tidak diimbangi dengan kemampuan anak untuk dapat menolak. Sebuah penelitian di Ohio Amerika Serikat yang dilakukan oleh Family and Consumer Science menyatakan bahwa fakta anak merokok di bawah umur adalah dipengaruhi oleh temannya terutama sahabat yang lebih dahulu merokok dan anak tersebut tidak berani (segan) untuk menolak permintaan teman.(Guntoro, 2009).

Menyatakan menolak adalah bagian dari kemampuan mengemukakan pendapat. Kemampuan mengemukakan pendapat adalah kemampuan ekspresi diri terhadap kebutuhannya melalui pikiran dan perasaannya tanpa menyakiti atau merugikan diri sendiri dan orang lain. Kemampuan mengemukakan pendapat sangat bermanfaat bagi pertumbuhan perkembangan seorang anak antara lain bentuk penghargaan diri, meningkatkan rasa percaya diri, empati dan memperkaya hubungan dan kerjasama antar teman.Menurut Lange dan Jakubowski dalam Zulkaida (2005: 120) bahwa ada beberapa alasan mengapa kemampuan ini sulit berkembang antara lain: Pertama, kesalahan dalam memahami kemampuan mengemukakan pendapat, seringkali kemampuan ini pada anak ditanggapi sebagai sifat agresif pada anak yang harus dilarang. Kedua, kemampuan ini dianggap sebagai ketidak sopanan, anak yang berani berbicara atau membantah pendapat orang tua, guru atau orang yang lebih tua darinya adalah anak yang tidak sopan. Ketiga, kegagalan untuk menerima hak pribadi, anak yang masih belum tahu menjadi tidak yakin akan hak pribadi mereka untuk didengarkan dan mengekspresikan kekesalan (kecewa). Keempat, tidak memiliki keterampilan dan kemampuan untuk mengemukkan pendapat, anak yang tidak pernah diajari dan diberi peluang untuk mengemukakan pendapatnya sebab kemampuan ini bukan semata-mata bawaan melainkan dipelajari dan dilatih sejak dini.Kemampuan mengemukakan pendapat adalah titik keseimbangan antara sifat agresif dan pasif dalam diri anak. Biasanya anak yang agresif memiliki kemampuan ini namun tidak terarah kepada hal yang positif. Anak laki-laki cenderung memiliki sifat agresif dibandingkan anak perempuan. Kecenderungan ini menjadikan anak laki-laki lebih sering mengekspresikan diri secara terbuka tanpa rasa takut dan salah. Namun di sisi lain, anak perempuan memiliki kemampuan kosakata dan berbahasa yang lebih baik dibandingkan anak laki-laki.Perbedaan potensi dan kecenderungan sifat yang dimiliki antara anak laki-laki dan perempuan terjadi karena perbedaan perkembangan fisik dan psikis yang terjadi antara keduanya. Perbedaan ini tentu berpengaruh pada kemampuan anak laki dan anak perempuan dalam mengemukakan pendapat. Selain itu, kemampuan mengemukakan pendapat dapat juga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua.yang juga berakibat pada perbedaan perkembangan kemampuan antara anak laki-laki dan perempuan.

Oleh karena itu, pendidikan menjadi yang menjadi landasan kepribadian harus dapat mengambil peran dalam mengembangkan kemampuan pendapat anak. Pendidikan menjadi faktor terpenting dalam menyiapkan anak yang cerdas, kreatif dan mampu mengemukakan dan mengekspresikan keinginannya tanpa harus merendahkan orang lain.Salah satu tugas utama pendidikan khususnya pendidikan anak usia dini(kelas rendah) adalah mengembangkan kreativitas anak. Pendidikan harus menanamkan kemampuan bagaimana anak dapat dengan bebas berkreasi dan mengekspresikan tanpa ada perasaan takut dan disalahkan. Anak akan lebih rajin belajar, memiliki motivasi yang kuat dan percaya diri, jika mereka tumbuh dengan rasa bangga, dihargai dan diberikan kesempatan untuk berkreasi dan mengekspresikan diri.Menurut Munandar (2002: 5) pembelajaran yang dilakukan selama ini lebih mengarah kepada pemikiran reproduktif, hafalan dan mencari satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang diberikan dan proses pemikiran yang tinggi termasuk cara berpikir kreatif jarang dilatihkan. Padahal kreativitas anak di sekolah merupakan potensi yang harus dikembangkan. Pengembangan kreativitas tidak hanya dilakukan melalui latihan-latihan berpikir seperti halnya pengembangan aspek inteligensi, namun menuntut latihan-latihan pengembangan nonkognitif misalnya sikap berani mencoba sesuatu baru, penambahan motivasi untuk berkreaasi, sifat berani mengambil resiko dan pengembangan kepercayaan diri serta harga diri. Ciri dari anak kreatif adalah anak yang memiliki kebebasan berpikir dan bertindak.( Basti, 2008: 2).

Kebebasan tersebut menjadi faktor yang berpengaruh dalam pengembangan kemampuan mengemukakan pendapat. Kemampuan mengemukaan pendapat akan mudah dimiliki oleh seorang anak yang memilki kebebasan dalam berpikir dan bertindak. Anak yang kreatif tidak akan merasa tertekan oleh siapapun karena ia merasa bebas melakukan apapun sesuai kehendaknya tanpa melanggar kepentingan orang lain. Oleh karena itu, kreativitas sangat berhubungan dengan kemampuan mengemukakan pendapat anak.Dalam teori fungsi otak, kreativitas sangat terkait dengan fungsi otak pada manusia. Otak manusia terdiri dari dua belahan kiri dan kanan. Kedua belahan otak tersebut memiliki fungsi, tugas, dan respon berbeda dan harus tumbuh dalam keseimbangan. Belahan otak kiri terutama berfungsi untuk berpikir rasional, analitis, berurutan, linier, saintifik seperti membaca, bahasa, berhitung. Sedangkan belahan otak kanan berfungsi untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitas. Dalam perkembangan psikisnya, anak laki-laki lebih dominan dalam fungsi otak kiri sedangkan anak perempuan lebih dominan dalam hal fungsi otak kanan.Jenis kelamin memunculkan sejumlah perbedaan dalam beberapa aspek seperti pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan kemampuan berbicara. Kemampuan mengemukan pendapat memang memilki ciri yang hampir sama dengan sifat agresif, tetapi kemampuan ini sebenarnya adalah titik keseimbangan antara agresif dan submisif. Anak laki-laki secara perkembangan terdapat kecenderungan untuk lebih agresif dibandingkan dengan anak perempuan. Oleh karena itu, kecenderungan untuk memiliki kemampuan mengemukakan pendapat pada anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan. Memperhatikan adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam beberapa aspek tersebut, diduga bahwa kemampuan mengemukakan pendapat anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Anak laki-laki cenderung agresif, bebas dan memiliki kemampuan penalaran yang lebih baik daripada anak perempuan. Dengan kreativitas yang tinggi, anak laki-laki dapat memaksimalkan kelebihan-kelebihan tersebut dibandingkan dengan anak perempuan. Oleh karena itu, dalam pengaruh interaksi jenis kelamin dan kreativitas terhadap kemampuan mengemukakan pendapat dapat disimpulkan bahwa diduga kemampuan mengemukakan pendapat anak laki laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan yang sama-sama memiliki kreativitas tinggi.Secara teoritis, anak perempuan lebih cepat menguasai bahasa dibandingkan dengan anak laki-laki, karena jaringan yang menghubungkan otak kanan dengan otak kiri (corpus collosum) anak perempuan lebih besar, tebal dan berat dibandingkan dengan anak laki-laki. Anak perempuan umumnya juga lebih cepat berbicara, belajar bahasa, dan membaca dibandingkan dengan anak laki-laki. Oleh karena itu, diduga bahwa kemampuan mengemukakan pendapat anak perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki yang sama-sama memiliki kreativitas rendah. Tingkat kreativitas anak memiliki kecenderungan yang sangat beragam baik pada anak laki-laki maupun perempuan. Tinggi dan rendah kreativitas anak sangat ditentukan oleh masing-masing karakter anak baik laki-laki maupun perempuan. Secara faktual anak perempuan memiliki sentuhan rasa dan kepekaan dalam mengolah sesuatu menjadi lebih bernilai dan indah. Sementara anak laki-laki lebih cenderung memiliki keunggulan secara visual. Pengaruh interaksi jenis kelamin dan kreativitas terhadap kemampuan dalam mengemukakan pendapat dapat dilihat dari aspek keterampilan berkomunikasi yang dimiliki seorang anak yang kreatif dengan memanfaatkan penguasaan dan kelancaran bahasa. Di sisi lain, kelancaran berbicara juga merupakan salah satu pencerminan dari kemampuan dalam mengungkapkan pendapat. Oleh karena itu, interaksi jenis kelamin dan kreativitas terhadap kemampuan mengemukakan pendapat memunculkan varian yang lebih beragam dalam temuannya, yaitu perbedaan antara anak laki-laki dan perempuan, baik yang memiliki kreativitas rendah maupun tinggi.Perbedaan ini pula ikut berpengaruh pada kreativitas dan kemampuan yang dimiliki seseorang. Anak yang kreatif tentu akan memiliki kemampuan yang berbeda dengan anak yang kurang kreatif. Anak laki-laki yang banyak menggunakan kemampuan fungsi otak kiri akan berbeda pula dengan anak perempuan yang lebih banyak menggunakan fungsi otak kanan termasuk dalam hal kemampuan mengemukakan pendapat mereka. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian dan penelitian yang menjelaskan perbedaan kemampuan mengemukakan pendapat dilihat dari interaksi jenis kelamin dan tingkat kreativitas anak. Dengan demikian, penelitian ini layak dilakukan untuk mendeskripsikan dan mengungkapkan perbedaan kemampuan mengemukakan pendapat antara anak laki dan dan anak perempuan dengan mempertimbangkan tingkat kreativitas mereka. Masalah dalam peneltian ini menjadi menarik karena saat ini masih jarang penelitian yang melakukan kajian serius tentang mengemukakan pendapat pada anak usia dini di Sekolah Dasar. Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian dapat dirumuskan : (1) Apakah terdapat perbedaan kemampuan mengemukakan pendapat antara anak laki-laki dan perempuan? (2) Apakah terdapat perbedaan kemampuan mengemukakan pendapat antara anak laki-laki dan anak perempuan yang sama-sama memiliki kreativitas tinggi? (3) Apakah terdapat perbedaan kemampuan mengemukakan pendapat antara anak laki-laki dan anak perempuan yang sama-sama memiliki kreativitas rendah? (4) Apakah terdapat pengaruh interaksi jenis kelamin dan kreativitas terhadap kemampuan mengemukakan pendapat anak?Pada telaah teori Bloom dkk (1975:10)mendefinisikan kemampuan mengemukakan pendapat sebagai usaha individu untuk mengkomunikasikan sesuatu secara langsung dan jujur, dan menentukan pilihan tanpa merugikan atau dirugikan oleh orang lain. Menurutnya, kakarakter dari anak yang memiliki kemampuan ini adalah kemampuan mengekspresikan ide, kebutuhan dan perasaan serta mempertahankan hak individunya dengan cara tidak melanggar hak orang lain. Cawood (1987:40) menyatakan bahwa kemampuan mengemukakan pendapat adalah gambaran dari pengekspresian pikiran, perasaan, kebutuhan dan hak yang dimiliki seseorang bersifat langsung, jujur dan sesuai tanpa adanya kecemasan yang tidak beralasan namun disertai kemampuan untuk dapat menerima perasaan atau pendapat orang lain dan dengan tidak mengingkari hak mereka dalam mengekspresikan pikiran dan perasaan.

Lange dan Jakubowski (1976:3) memaknai kemampuan mengemukakan pendapat sebagai usaha untuk mempertahankan hak pribadi dan mengeskpresikan pikiran, perasaan dan keyakinan secara langsung, jujur dan dengan cara yang sesuai yaitu dengan tidak menyakiti atau merugikan diri sendiri maupun orang lain. Hal ini berarti kemampuan mengemukakan pendapat adalah pengekspresian pesan dilakukan tanpa adanya usaha untuk mendominasi, menghina atau merendahkan orang lain. Oleh karena itu, dalam kemampuan ini, tingkahlaku seseorang terdapat unsur peghargaan baik penghargaan diri maupun orang lain. Penghargaan diri adalah usaha untuk menghargai diri sendiri yang mengambarkan usaha seseorang untuk mengekspresikan dan mempertahankan haknya sekaligus adanya pengahargaan terhadap kebutuhan dan hak orang lain.

Winship dan Kelley (dalam Solomon dan Rothblum, 1985:60) mendefinisikan kemampuan mengemukakan pendapat sebagai pengekspresian diri secara jujur namun tanpa melanggar hak orang lain. Lazarus (dalam Lange dan Jakubowski 1973:4) menyatakan bahwa kemampuan mengemukakan pendapat tidak hanya mempertimbangkan kemampuan seseorang untuk mengetahui bagaimana cara mengekspresikan kebutuhannya, namun juga memahami kapan perilaku tersebut perlu atau tidak perlu dilakukan.

Menurut Miller dkk., (1990:230) kemampuan mengemukakan pendapat adalah kemampuan yang menunjukkan keseimbangan antara dua titik ekstrim: agresif dan submisif (pasif). Kemampuan tersebut adalah perilaku untuk menyatakan perasaan atau pandangan atau gagasannya tanpa melanggar hak-hak dari orang lain.Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang berhadapan langsung dengan anak dituntut untuk menanamkan kemampuan tersebut. Para pendidik sudah semestinya mulai berupaya untuk menjadikan anak bisa secara berani dan terbuka mengungkapkan pendapatnya. Kebanyakan anak cendrung mengambil sikap diam dan duduk manis daripada mau berdialog apalagi berdebat dengan guru ataupun teman-temannya.

Anak yang banyak berbicara misalnya di depan kelas bukanlah anak yang agresif. Menurut Rathus dan Nevid (1992:120) kemampuan mengemukakan pendapat berbeda dengan submisif dan agresif karena kemampuan mengemukakan pendapat adalah ungkapan perasaan yang natural dari seseorang termasuk didalamnya sebagai perasaan yang positif, berpihak kepada hak-hak yang sah dan menolak permintaan yang tidak beralasan (negative), sedangkan agresif adalah merendahkan, mengancam atau menyerang secara lisan atau secara phisik terhadap orang lain dan sebaliknya submisif adalah anak yang terlalu mudah mengalah lemah, mudah tersinggung, cemas, kurang yakin dengan dirinya sendiri, sukar berkomunikasi dan tidak bebas mengemukakan masalah. Kemampuan mengemukakan pendapat terletak di antara dua sifat tersebut.

Banyak para psikolog memandang bahwa anak laki-laki cendrung lebih mampu mengemukakan pendapatnya dibandingkan anak perempuan. Kecenderungan ini terjadi karena anak laki-laki lebih agresif dibandingkan dengan anak perempuan (Miller dkk.,1990: 230). Seseorang yang agresif memang di satu sisi mempunyai kemampuan mengemukan pendapat namun disisi lain cenderung melanggar hak orang lain ketika mengekspresikan ide atau gagasannya.

Ciri dari anak yang mampu mengemukakan pendapatnya adalah Kemampuan untuk berkata tidak (say no), kemampuan membuat permintaan atau bantuan kepada orang lain, kemampuan menolak (feed back) hal yang negatif, kemampuan memberikan balasan (feed back) tanpa menyakiti, kemampuan ekspresi diri dan menerima tanggung jawab (Miller dkk.,1990: 230). Fensterheim dan Baer sebagaimana dikutip Fitri (http://duniasikologi.dagdigdug.com/files/009/01/62003p. tml) secara terperinci mengemukakan ciri dari kemampuan mengemukakan pendapat antara lain: bebas mengemukakan pikiran dan pendapat baik melalui kata-kata maupun tindakan, dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka, mampu memulai, melanjutkan dan mengakhiri suatu pembicaraan dengan baik, mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat oranglain, atau segala sesuatu yang tidak beralasan dan cenderung bersifat negatif, mampu mengajukan permintaan dan bantuan kepada orang lain ketika membutuhkan, mampu menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan dengan cara yang tepat, memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan, menerima keterbatasan yang ada di dalam dirinya dengan tetap berusaha untuk mencapai apa yang diinginkannya sebaik mungkin, sehingga baik berhasil maupun gagal ia akan tetap memiliki harga diri dan kepercayaan diri.

Ciri-ciri di atas biasanya muncul dan berkembang karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor bawaan (innate drive), pola asuh orang tua (parenting style), peniruan (modelling), hiburan (entertainment), teman sebaya (peer influence) dan perbedaan jenis kelamin (sex different) (Miller, 1990:233-237). Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut sangat menentukan apakah seseorang akan menjadi anak yang mampu mengekspresikan gagasannya secara benar, atau malah sebaliknya menjadi anak yang agresif ataupun pasif.

Beberapa manfaat tersebut menegaskan perlunya kemampuan mengemukakan pendapat ini ditanamkan sejak dini bagi anak karena kemampuan ini merupakan bukan sesuatu yang lahiriah tetapi lebih merupakan pola sikap dan perilaku yang dipelajari sebagai reaksi terhadap berbagai situasi sosial yang ada di lingkungan. Kemampuan mengemukakan pendapat dalam kenyataannya berkembang sejalan dengan usia seseorang, sehingga penguasaan sikap dan perilaku pada periode-periode awal perkembangan akan memberikan dampak yang positif bagi periode-periode selanjutnya.

Whitleson (dalam Bahaudin, 2000:81) menyatakan anak laki-laki lebih cepat dalam perkembangan spesifik otak kanan bila dibandingkan dengan anak perempuan. Anak laki-laki menunjukkan kemampuan lebih baik dari anak perempuan dalam kaitannya dengan spasial. Anak perempuan lebih cepat menguasai bahasa dibandingkan anak laki-laki. Jaringan yang menghubungkan otak kanan dengan otak kiri (corpus collosum) anak perempuan lebih besar, tebal dan berat dibandingkan anak laki-laki. Menurut pandangan Dryden dan Vos (2000:229), umumnya anak perempuan lebih cepat berbicara, belajar bahasa, dan membaca dibandingkan anak laki-laki

Menilik perkembangan fisik anak, ada perbedaan pertumbuhan antara otak anak laki-laki dengan anak perempuan. Menurut Porter dan Hernacki (dalam Alwiyan, 1999:36-38), otak manusia dibagi menjadi dua belahan yaitu belahan kanan dan belahan kiri. Setiap belahan bertanggungjawab terhadap cara berpikir dan mempunyai spesialisasi dalam kemampuan tertentu. Proses berpikir otak kiri bersifat logis, sekuensial, linier dan rasional. Cara berpikir otak kiri sesuai untuk tugas-tugas teratur, ekspresi, verbal, menulis, membaca asosiasi auditoral, fonetik dan simbolisme. Sedangkan otak kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif dan holistik. Cara berpikir otak kanan sesuai dengan sifatnya yaitu untuk mengetahui sesuatu yang bersifat non-verbal seperti perasaan dan emosi, kesadaran spatial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni, kepekaan warna, krerativitas dan visualisasi.

Karakteristik anak laki-laki adalah agresif, kompetitif, percaya diri, ingin tampil dan mandiri yang lebih tinggi dibanding anak perempuan. Karakteristik anak perempuan lebih mahir berbahasa, memiliki sensori awareness, memori, kesadaran sosial dan hubungan dengan pihak lain. Menurut Wrigttsman (1975:161) untuk kemampuan anak laki-laki, hasil tes Stanford Binet menunjukkan bahwa pelajar laki-laki memiliki kemampuan lebih baik dalam bidang matematika dan aktivitas yang tidak memerlikan alasan logis. Dembo (1981:129) menyatakan pria bersifat agresif, bebas, bersaing dan bepetualang, lebih unggul pada pembelajaran yang membutuhkan bebrbagai penalaran dan ketarmpilan ruang. Huges (1982: 239) menyatakan bahwa pria unggul dalam pembelajaran yang memerlukan penalaran dan ruang. Pendapat tersebut ditunjang Thurstone dalam Huges bahwa laki-laki dapat berpikir secara independen, analitikal, ilmiah dan tidak tertarik pada sistematika yang kaku Ausabel dan Robinson (1972: 289) juga menyatakan bahwa kemampuan mental pada pria lebih superior dalam ruang dan keterampilan kuantitatif. Senada dengan itu, Witherington (1982: 125) menyatakan bahwa laki-laki mencapai angka yang lebih tinggi dibandingkan perempuan pada tes mengenai ilmu pasti dan pengetahun mekanis. Menurut Parson (dalam Sarwono, 1999: 169) menyatakan bahwa kemampuan anak perempuan mempunyai kelebihan dalam hal mengerjakan tes-tes yang menyangkut penggunaan bahasa, hafalan, reaksi-reaksi estetik dan masalah-masalah sosial.

Perbedaan mendasar antara kedua jenis kelamin itu juga menyangkut perbedaan spasial dan verbal. Dalam aspek spasial, otak laki-laki cenderung berkembang dan memiliki spasial yang lebih kompleks seperti terlihat dalam kemampuan perancangan mekanis, pengukuran penentuan arah abstraksi, dan manipulasi benda-benda fisik. Wanita bicara dengan perasaan, sedangkan laki-laki bicara apa adanya. Karena kosakata bukanlah hal yang sangat penting dalam otak seorang wanita, maka ia dapat merasakan definisi kata dengan tepat dari kata-kata tidaklah terlalu menentukan.

Hurlock (1985:326) mendefinisikan kreativitas sebagai aktivitas imaginatif atau berpikir sintesis dimana hasil semata-mata bukan suatu tambahan, kreativitas mengaitkan pembentukan pola baru dan kombinasi informasi yang diperoleh dari berbagai pengalaman lalu dan mencangkok pengalaman yang lama untuk dihubungkan pada berbagai situasi yang baru dan berkaiatan dengan pemunculan sesuatu yang baru. Ia memandang kreativitas sebagai proses. Santrok (1997:305) mengemukakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk berpikir tentang sesuatu yang baru dengan jalan yang tidak biasa dan solusi yang unik pada suatu masalah. Campbell (dalam Kusnadi, 1988:19) menegaskan bahwa kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya baru (novel), berguna (useful) dan dapat dimengerti (understanding).

Csikszenthmihalyi (1996:1-2) mengartikan kreativitas adalah kemampuan menumbuhkan ide-ide baru atau memikirkan sesuatu yang bersifat baru, unik, menarik penting yang dapat dimanfaatkan oleh individu maupun kelompok terutama dalam memecahkan masalah yang timbul. Ia beraggapan bahwa kreativitas dapat dilihat dari tiga komponen yaitu pertama domain berupa simbolik, pengusaan dan prosedur, kedua bidang pekerjaan dan ketiga pribadi individu. Kreativitas adalah tindakan, ide atau produk yang berubah dengan domaian yang ada, atau dengan kata lain adanya ternsformasi domain yang ada ke dalam hal yang baru. Ia memaknai kreativitas merupakan sumber yang penting dalam hidup seseorang yang mengutamakan hal-hal yang menarik, penting dan manusiawi.

Munandar (1977:54) lebih memperjelas tentang devinisi kreativitas. Melalui penelitiannya, ia memandang kreativitas sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan originalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi. Kelancaran adalah kelancaran dalam memberikan gagasan atau ide baru dan sebagai ukuran terhadap produk kreatif. Keluwesan adalah memandang dan memaknai sesuatu dari berbagai sudut pandang. Orisinalitas adalah sesuatu yang dihasilkan baru dan unik. Elaborasi adalah kemampuan untuk mengembangkan, memperkaya, memperinci suatu gagasan.

Beragamnya definisi kreativitas di atas tidak terlepas dari beberapa teori yang terkait dengan pengembangan kreativitas. Berikut beberapa teori yang dimaksud: a) Teori pembentukan pribadi kreatif. Maslow (dalam Bloomberg, 1973:4-5) seorang psikologi humianstik memandang bahwa manusia mempunyai naluri dasar yang menjadi nyata sebagai kebutuhan, kebutuhan ini harus dipenuhi dalam urutan tertentu dari kebutuhan primitif yang muncul ketika manusia lahir sampai pada tingkat tinggi yang terus berkembang sebagai proses pematangan. Proses perwujudan ini sangat terkait dengan kreativitas. Dalam pandangan Maslow, terdapat tujuh (7) kebutuhan manusia dari level tertinggi sampai pada level terendah yaitu (1) self-actualization, (2) aesthetic appreacition, (3) intelectual achievment, (4) self esteem, (5) belonging, (6) safety dan (7) survival (Goble, 1987:149-154). Menurutnya kreativitas adalah lahir karena dorongan manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertinggi yakni aktualisasi diri (Bloomberg, 1973: 277). Sebagaimana dikutip Munandar (2004:18) bahwa Maslow memandang aktualisasi diri merupakan karakterstik fundamental dan potensialitas yang ada pada semua manusia sejak lahir namun sering hilang atau terhambat dan hilang dalam proses pembudayaan. b) Teori pengaruh motivasi terhadap kreativitas. Brockman (1993:14) memandang bahwa komponen dasar kreativitas meliputi domain-relevant skill, creativity-relevan skill dan task motivation. Task motivation adalah kekuatan pendorong yang muncul dari dalam dan lingkungan seseorang yang membuat dirinya menjadi kreatif. Oleh karena itu, dalam teori ini memandang bahwa kreativitas adalah potensi kreatif manusia yang harus dikembangkan. c) Teori tentang Four Ps of Creativity. Teori dengan Istilah 4P dari Rodhes ini memandang kreativitas dari berbagai aspek yang berbeda yaitu Pribadi (person), proses, press dan produk (Munandar, 2004:20). Pribadi menunjukkan bahwa kreativitas adalah pribadi yang kreatif. Proses menujukkan bahwa kreativitas adalah proses kreatif dan ilmiah yang dimulai dari menemukan masalah samapai dengan menyampaikan hasil. Dalam istilah Wallas sebagaimana dikutip oleh Gorman (1974:273) bahwa proses kreatif dimulai dari persiapan (preparation), inkubasi, iluminasi dan verifikasi. Press adalah kondisi dan lingkungan yang mendorong individu ke prilaku kreatif. Dalam hal produk, kreativitas dipandang sebagai hasil dari sesuatu yang menekankan pada orisinalitas(Munandar, 2004:20-22). d). Teori tentang otak. Melalui sejumlah penelitian eksperimen para ilmuwan menetapkan bahwa otak sebelah kiri mengontrol apa yang digambarkan sebagai rasional, verbal, analitik proses mental, sedangkan otak sebelah kanan mengontrol apa yang diilustrasikan dari sesuatu yang nonverbal, spatial dan intuitif (Hendrick, 1986:217). Sperry yang dikutip oleh Samples (2002:65) melakukan penelitian dan menunjukkan bahwa belahan otak benar-benar memiliki pembagian kerja. Otak kiri mempunyai spesialisasi dalam hal pemrosesan rasional, logis dan sekuensial sedangkan otak kanan pada kebanyakan orang mempunyai spesialisasi fungsi analogis, metaforis, holistis dan sitesis. Pembelahan ini menunjukkan bahwa kreativitas merupakan fungsi dari otak belahan kanan. Penelitian ini mengantarkannya mendapatkan hadiah nobel pada tahun 1981.

Koestler dalam Aschner (1968:457) meneliti fungsi otak dan menemukan bahwa belahan otak kanan lebih bersifat lateral (ke samping) dan divergen, sedangkan otak kiri konvergen dan vertikal (ke atas). Berfungsinya otak kanan ditandai dengan banyaknya kemungkinan jawaban (sifat divergen) atas masalah tertentu sedangkan otak kiri menilai kebermaknaan sesuatu. Dari beragam teori dan pengertian kreativitas tersebut, pada prinsipnya memilki kesamaan, perbedaan hanya terletak pada sudut pandang yang beragam dari berbagai aspek dalam rangka pengembangan kreativitas manusia.

Kreativitas tidak hanya terdiri dari kemampuan berfikir kreatif tetapi juga mencakup sensitivitas individu untuk melihat masalah, kemampuan berfikir lancar, lentur dan original, serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan (Munandar, 1999:47). Kreativitas penting bagi hidup dan mesti dipupuk sejak usia dini, sebab dengan berkreasi anak dapat mengaktualisasikan dirinya. Aktif melakukan aktifitas yang secara kreatif tidak hanya bermanfaat tetapi juga memberikan kepuasan.

Semua anak usia dini pada dasarnya memiliki potensi kreatif tetapi perkembangan kreativitas sangat individual dan bervariasi antara anak yang satu dengan anak lainnya. Hal ini dimaksudkan bahwa perkembangan kreativitas pada setiap anak berbeda-beda, tergantung dukungan dan stimulus yang diterima anak pada masa awal perkembangannya. Seorang anak yang kreatif akan sangat berpengaruh dalam kepribadiannya sehari-hari. Kreativitas anak dapat memotivasi dirinya untuk selalu ingin tahu banyak hal. Selain itu, kreativitas dapat membuat anak memiliki harga diri, percaya diri, mandiri dan berani sehingga ia menjadi anak yang mampu mengekspresikan gagasan dan ide yang tersimpan dalam dirinya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kreativitas adalah kemampuan anak yang mencerminkan kelancaran, keluwesan, orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi suatu gagasan.

MetodePenelitian ini dilakukan di 5 (lima) Sekolah Dasar Negeri Mitra Binaan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta yang seluruhnya berlokasi di DKI Jakarta. Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan bahwa sekolah-sekolah tersebut adalah sekolah reguler binaan Universitas Negeri Jakarta yang diharapkan menjadi sekolah contoh bagi sekolah negeri lain. Adapun waktu penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, terhitung Oktober 2008 sampai dengan Februari 2009. Penelitian ini termasuk penelitian expost facto karena penelitian ini menguraikan pengaruh antara suatu variabel dengan variabel lain dimana variabel bebas tersebut telah terjadi dan tidak dilakukan kontrol dan manipulasi. Kerlinger dalam Sevilla dkk (1993:124) mendefiniksan expost facto sebagai penelitian yang sistematis dimana peneliti tidak dapat mengontrol langsung variabel bebas karena peristiwanya telah terjadi atau karena menurut sifatnya tidak dapat dimanipulasi. Variabel penelitian terdiri dari: (1) variabel bebas, (2) variabel atribut dan (3) variabel terikat. Variabel bebas adalah jenis kelamin, variabel atribut adalah kreativitas, dan varibel terikat atau varibel kriteria adalah kemampuan mengemukakan pendapat. Varibel jenis kelamin terdiri dari laki-laki dan perempuan. Variabel kreativitas terdiri dari kreativitas tinggi dan kreativitas rendah sedangkan variabel terikat adalah kemampuan mengemukakan pendapat. Disain yang digunakan adalah analisis varian dengan factorial group design A x B. Konstalasi variabel tersebut di atas, dapat dilihat pada disain penelitian seperti pada tabel 1.Tabel 1. Analisis Varian dengan Factorial Group Design A x B Jenis Kelamin (A)

Kreativitas (B)Laki-laki

(A1)Perempuan

( A2 )

Tinggi

(B1)A1B1A2B1

Rendah

( B2 )A1B2A2B2

Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas awal SD Mitra Binaan FIP Universitas Negeri Jakarta. Dipilihnya siswa kelas awal karena mereka adalah anak usia dini yang pertama kali memasuki pendidikan formal di sekolah dasar. Populasi terjangkau dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas kelas 1 dan 2 SD Mitra binaan UNJ dengan 387 siswa sebagai sampling frame yang terdiri dari 198 anak laki-laki dan 189 anak perempuan. Dari seluruh jumlah populasi terjangkau di atas maka dilakukan penarikan sample dengan teknik klaster berstrata (stratified-cluster random).

Tabel 2. Penarikan Sampel Klaster BerstrataJenis KelaminKreativitasLaki-laki PerempuanJumlah

Tinggi 161632

Rendah161632

Jumlah323264

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data jenis kelamin, data hasil kreativitas dan data kemampuan mengungkapkan pendapat. Data jenis kelamin diperoleh melalui teknik dokumentasi sehingga dalam penelitian ini tidak dilakukan pengembangan instrumen. Data kreativitas dan kemampuan mengungkapkan pendapat diperoleh dengan mengembangkan instrumen kedua variabel tersebut. Tiap instrumen dikonstruk sesuai dengan definisi konseptual dan operasional kemudian dilakukan ujicoba kepada 30 responden yang setara dengan sampel penelitian untuk menentukan nilai validitas butir dan reliabilitas instrumen. Sebelum dilakukan ujicoba, instrumen divalidasi oleh pembimbing dan guru.Hasil ujicoba instrumen melalui teknik korelasi skor butir dengan skor total, 16 butir instrumen kreativitas dan 12 butir instrumen kemampuan mengemukakan pendapat dinyatakan valid. Butir yang valid adalah butir yang memiliki nilai r di atas r tabel (0,361). Selanjutnya reliabiltas masing-masing instrumen dihitung dengan teknik koefesien reliabiltas Alpha Cronbach. Instrumen kreativitas memiliki nilai reliabilitas 0,9403 sedangkan instrumen kemampuan mengemukakan pendapat memiliki nilai reliabilitas 0,956. Data yang sudah diperoleh dianalisis secara deskriptif dan inferensial. Analisis deskriptif digunakan untuk menyajikan data dalam bentuk histogram, grafik, perhitungan mean, median, modus, simpangan baku, dan rentang teoritik masing-masing variabel. Selanjutnya dilakukan analisis inferensial untuk menguji hipotesis melalui analisis varian (anava) dengan dua faktor. Anava yang dimaksud dalam penelitian ini adalah menguji hipotesis (1) main effect yaitu efek A, (2) interaction effect yakni efek interaksi A-B, dan (3) simple effect. Sebelum dilakukan uji hipotesis, perlu diuji persyaratan analisis data, yaitu uji normalitas dan homogenitas. Uji normalitas dilaksanakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal, sedangkan uji homogenitas dilaksanakan untuk mengetahui apakah data penelitian yang telah dikumpulkan berasal dari populasi yang homogen. Untuk menguji normalitas data digunakan rumus uji Lilliefors, dan untuk menguji homogenitas data digunakan rumus uji Barlett. Hasil dan Pembahasan Deskripsi Data

Tabel 3. Deskripsi DataStatistikJenis KelaminKreativitasA1B1A2B1A1B2A2B2

LPTR

N3232323216161616

Mean59,0952,5056,5655,0360.6352.6357.56352.38

Median58,5052,5055,5057,058,55358.552.

SD8,66310,77911,2629,2549.23712,4208.0509.266

Varians75,055116,194126,83585,64485.317154.25064.79685.850

Min4224243247244232

Max7477777474777165

Range3253534227532933

Jumlah1891168018101761970842921838

Pengujian Persyaratan AnalisisTabel 4. Uji Normalitas

NoKelompok DatanL hL (t) (0,05)Keterangan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.Kelompok A1

Kelompok A2

Kelompokk B1

Kelompok B2

Kelompok A1B1

Kelompok A2B1

Kelompok A1B2

Kelompok A2B232

32

32

32

16

16

16

160,1146

0,0862

0,0676

0,1553

0,1526

0,1429

0,1472

0,08650,1566

0,1566

0,1566

0,1566

0,213

0,213

0,213

0,213Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Tabel 4 menunjukkan bahwa harga Lilliefors hitung (Lh) pada masing-masing kelompok lebih kecil dari harga Lilliefors tabel (Lt). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal, sehingga analisis statistik paramterik dapat digunakan dalam analisis penelitian ini.Tabel 5. Uji Homogenitas

Sumber VariansVarians TerbesarVarians TerkecilF hitung

(Fh) Ft(0,05:31,31)Keterangan

Kelompok

A1 dan A2116,193575,05541,54811,8221Homogen

Kelompok

B1 dan B2126,8437 85,64421,06661,8221Homogen

KELOMPOKS2Varians GabunganHarga

B(2 h(2 tKesimpulan

95:399;3

A1B185.316797.5531119.35453.19207,8111,3Homogen

A2B1154.2500

A1B264.7958

A2B285.8500

Jumlah 390.2125

Tabel 5 menunjukkan bahwa pengujian homogenitas melalui uji Barlett diperoleh harga Fhitung lebih kecil dari Ftabel dengan taraf signifikansi 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel penelitian berasal dari populasi yang homogen, sehingga analisis statistik parametrik dapat digunakan dalam analisis penelitian ini.Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan metode analisis varian. Hasil perhitungan mengenai kemampuan mengungkapkan pendapat dirangkum dalam tabel 6 berikut:Tabel 6. Hasil Perhitungan Kemampuan Mengungkapkan PendapatSumber VariansJKDkRJKFhFt

0,050,01

Jenis Kelamin

(A)695,64061695,64067,1309((4,00127,0771

Jenis Kelamin dan Kreativitas Tinggi51215124,2744 (4,17097,5624

Jenis Kelamin dan Kreativitas Rendah215,28131215,28132,8581 ns4,17097,5624

Interaksi

Jenis Kelamin dan Kreativitas31,6406131,64060,3243ns4,00127,0771

KeteranganJK=Jumlah KuadratFh =F observasi atau Fhitung

RJK=Rerata Jumlah KuadratFt=Ftabel

dk=Derajat Kebebasan(=signifikan

((= sangat siginifikanns= tidak signifikan

Berdasarkan tabel 6, maka hasil pengujian hipotesis dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Hipotesis pertama, dalam penelitian ini ditemukan bahwa terdapat perbedaan kemampuan mengemukakan pendapat antara anak laki-laki dengan anak perempuan yang sangat signifikan, yaitu kemampuan mengemukakan pendapat anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Hal ini dapat disebabkan oleh anak laki-laki yang cenderung lebih berani dibandingkan anak perempuan. Anak perempuan walaupun memiliki kemampuan lebih dalam kosakata bahasa, namun kadang mereka masih sering merasa takut atau malu untuk menyampaikan kemampuan bahasa di depan yang lain, hal ini tentu kemudian berpengaruh terhadap kemampuan mengemukakan pendapatnya. Anak laki-laki lebih berani menyatakan apa yang diinginkan atau sesuatu yang diutarakan. Perbedaan ini juga diakibatkan oleh perbedaan perkembangan emosi, fisik dan intelektual yang berbeda antar jenis kelamin. Dalam psikologi perkembangan, masa anak usia dini (kelas rendah) adalah usia anak yang sedang dan terus berkembang dalam segala hal di mana terjadi perbedaan perkembangan pada anak laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, guru ataupun orang tua harus memperhatikan perbedaan perkembangan psikologis pada anak khususnya perbedaan jenis kelamin seiring perkembangan fisik, emosi, intelektual dan sosial anak yang belum sepenuhnya sempurna sebagaimana orang dewasa. (2) Hipotesis kedua, pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa kemampuan mengemukakan pendapat antara anak laki-laki dan anak perempuan yang sama sama memiliki kreativitas tinggi berbeda, kemampuan mengemukakan pendapat anak laki-laki lebih tinggi. Hasil ini menjelaskan bahwa perbedaan kemampuan mengemukakan pendapat anak laki-laki dengan anak perempuan dimana anak laki-laki lebih baik dari anak perempuan sebagaimana hipotesis pertama menjadi semakin relevan walaupun kedua kelompok anak tersebut sama-sama memiliki kreativitas tinggi. Secara teoritis dan empiris, kreativitas anak perempuan lebih tinggi dari anak laki-laki, hal ini tentu ikut berpengaruh terhadap kemampuan mengemukakan anak perempuan, akan tetapi dengan tingkat kreativitas yang sama anak laki-laki dapat memaksimalkan kemampuan mengemukakan pendapatnya dibandingkan anak perempuan disamping potensi-potensi lain yang mendorong kemampuan mengemukakan pendapat anak laki-laki lebih baik.(3) Hipotesis ketiga, pengujian ini menunjukkan bahwa kemampuan mengemukakan pendapat antara anak perempuan dan anak laki-laki yang sama sama memiliki kreativitas rendah tidak berbeda. Hasil ini menjelaskan bahwa perbedaan kemampuan mengemukakan pendapat anak laki-laki dengan anak perempuan dimana anak laki-laki lebih baik dari anak perempuan sebagaimana hipotesis pertama menjadi tidak relevan apabila anak tersebut memiliki sama-sama memiliki kreativitas rendah. Artinya, sama halnya dengan hipotesis kedua bahwa kreativitas memiliki hubungan yang erat dengan jenis kelamin dan kemampuan mengemukakan pendapat anak. Secara teoritis dan empiris, kreativitas anak perempuan lebih tinggi dari anak laki-laki. Namun dengan kreativitas yang rendah anak perempuan tidak dapat memaksimalkan kelebihan tersebut dalam hal kemampuan mengemukakan pendapat, sama halnya dengan anak laki-laki yang juga memiliki kreativitas rendah juga tidak dapat memaksimalkan potensi-potensi lain sehingga kemampuan mengemukakan pendapat mereka tidak berbeda. (4) Hipotesis Keempat, hasil penelitian pada pengujian hipotesis keempat menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara jenis kelamin dan kreativitas terhadap kemampuan mengemukakan pendapat pada anak. Artinya pengaruh interaksi antara jenis kelamin dengan tingkat kreativitas tidak berpengaruh terhadap tinggi-rendahnya kemampuan mengemukakan pendapat anak. Perbedaan kemampuan mengemukakan pendapat anak laki-laki dengan anak perempuan yang sama-sama memiliki kreativitas tinggi sebagaimana hipotesis kedua bukan dikarenakan interaksi tingkat kreativitas dengan perbedaan jenis kelamin tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin sebagaimana yang diuraikan dalam hipotesis pertama. Kesimpulan ini lebih mempertegas kembali hasil pengujian hipotesis ketiga bahwa kemampuan mengemukakan pendapat anak perempuan lebih tinggi dari anak laki-laki yang sama-sama memiliki kreativitas rendah dinyatakan tidak signifikan. Oleh karena itu, tingkat kreativitas tidak menentukan anak menjadi lebih baik dalam hal kemampuan mengemukakan pendapat mereka. Penjelasan ini mengisyaratkan bahwa guru dan orang tua dalam upaya mengembangkan kemampuan mengemukakan pendapat anak untuk tidak membeda-bedakan tingkat kreativitas mereka. Anak laki laki baik yang memiliki kreativitas tinggi maupun rendah dapat diberikan motode dan startegi yang sama dalam mengembangkan kemampuan mengemukakan pendapat mereka. Sama halnya dengan anak laki-laki, anak perempuan yang memiliki tingkat kreativitas yang berbeda mendapatkan metode dan cara yang sama dalam proses pembelajaran khususnya dalam upaya meningkatkan kemampuan mengemukakan pendapat mereka baik di sekolah maupun di rumah.Penelitian ini telah dilakukan secara maksimal dengan berpegang teguh kepada prinsip-prinsip penelitian ilmiah. Namun, baik dari aspek teoritik maupun praktisnya, masih terdapat keterbatasan-keterbatasan, yang diduga mempengaruhi hasil peneltian. Oleh karena itu, perlu dikemukakan agar dapat diatasi. Keterbatasan yang dimaksud antara lain; (1) Penelitian ini adalah penelitian expost facto yakni peneliti tidak melakukan kontrol terhadap variabel tambahan yang mungkin berpengaruh terhadap hasil pengujian hipotesis, (2) Penelitian ini dilakukan terhadap anak usia dini pada kelas awal SD, yang dalam perkembangannya mengalami perubahan terus menerus dan sangat dipengaruhi oleh situasional anak, (3) Penentuan populasi dan pengambilan sampel penelitian terbatas pada Sekolah Dasar Negeri Reguler Mitra Binaan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, (4) Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dirumuskan berdasarkan langkah-langkah pengembangan instrumen yang sesuai dengan teori pengembangan instrumen, yaitu melalui kajian teoritik dan pengembangan indikator. Namun instrumen ini belum sepenuhnya untuk menjadi instrumen baku, karena proses ujicoba hanya dilakukan satu kali dan pada subjek yang terbatas, sehingga memungkinkan masih terjadi bias instrumen apalagi yang diukur adalah anak usia dini. Untuk menghindari bias ini, peneliti berupaya untuk tetap berpegang kepada aturan-aturan pengembangan instrumen diantaranya melalui uji validitas dan reliabiltas, baik secara teoritik bersama pakar/guru maupun secara empiris, (5) Pengambilan data dalam penelitian dilakukan oleh peneliti atau oberserver sendiri tanpa menggunakan penilai lain dalam hal ini guru, (6) Populasi penelitian adalah anak usia dini, selain tingkat kemampuan menerima perintah atau instruksi anak yang berbeda juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal (situasional) anak, sehingga terdapat sebagian kecil data yang dinyatakan gugur setelah data diperoleh. Dengan demikian peneliti harus melakukan pengambilan data berulang atau melakukan penarikan kembali sampel, (7) Kemampuan mengemukakan pendapat dalam penelitian ini diperoleh melalui anak bercerita, sehingga memungkinkan anak yang lebih senang mengungkapkan ide atau gagasannya melalui tulisan menjadi tidak terukur. Untuk itu, observer dan peneliti harus memiliki kemampuan khusus dalam menstimulus anak agar mau bercerita sesuai dengan kemampuannya.Berdasarkan hasil penelitian ini, bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi jenis kelamin terhadap kemampuan mengemukakan pendapat dengan mempertimbangkan kreativitas anak memberikan implikasi secara teoritik bahwa perbedaan jenis kelamin dengan beragam karakteristiknya tidak berpengaruh secara signifikan ketika berinteraksi dengan kreativitas. Kemampuan mengemukakan pendapat tidak semata-mata dipengaruhi oleh tingkat kreativitas seseorang atau banyaknya kosakata atau kemahiran berbicara namun dapat dipengaruhi oleh kemampuan atau faktor lain misalnya keberanian, stimulus lingkungan, pola asuh orang tua dan kebebasan. Perbedaan tingkat kreativitas yang dimiliki anak baik laki-laki maupun perempuan tidak lebih kuat dibandingkan pengaruh perbedaan jenis kelamin dalam menentukan tingkat kemampuan anak mengemukakan pendapat. Anak laki-laki dengan kemampuan logika dan cenderung agresif akan berbeda dalam kemampuan mengemukakan pendapatnya dibandingkan anak perempuan jika kedua anak tersebut memiliki tingkat kreativitas yang sama-sama tinggi.

Dari aspek kebijakan, kemampuan mengemukakan pendapat adalah kemampuan yang dilatih dan dikembangkan bukan semata-mata karena bakat lahir sebagaimana jenis kelamin, sehingga diperlukan seseorang yang mampu mengembangkannya dalam hal ini guru. Oleh karena itu, dalam pengembangan kemampuan anak mengemukakan pendapatnya dibutuhkan seorang guru profesional kelas awal (kelas I dan II) yang diharapkan mampu memahami anak yang sedang berada dalam tahapan transisi dari penddikan pra-sekolah ke Sekolah Dasar (SD). Selama ini proses belajar mengajar kelas I dan II di Sekolah Dasar dilakukan oleh guru yang berlatar belakang Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD). Dalam realitasnya, guru lulusan PGSD lebih banyak terkonsentrasi pada guru kelas IV, V dan VI SD, sedangkan guru lulusan PGPAUD lebih terkonsentrasi pada pendidikan pra-sekolah.

Selain implikasi di atas, penelitian ini memberikan dampak pada penelitian-penelitian lanjutan dan serupa bahwa jenis kelamin dan kemampuan mengemukakan pendapat memiliki hubungan yang sangat erat. Oleh karena itu, dalam setiap penelitian lanjutan tentang kemampuan mengemukakan pendapat, perbedaan jenis kelamin dengan segala macam karaktersitiknya harus diperhatikan.

Simpulan dan SaranDari hasil analisis data dapat disimpulkan; (1) Kemampuan mengemukakan pendapat anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan di Sekolah Dasar Negeri Mitra Binaan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, (2) Kemampuan mengemukakan pendapat anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan kemampuan mengemukakan pendapat anak perempuan yang sama-sama memiliki kreativitas tinggi, (3) Kemampuan mengemukakan pendapat anak perempuan yang memiliki kreativitas rendah tidak berbeda dengan kemampuan mengemukakan pendapat anak laki-laki yang juga memiliki kreativitas rendah, (4) Interaksi jenis kelamin dan kreativitas tidak berpengaruh terhadap kemampuan mengemukakan pendapat anak usia dini.Berdasarkan simpulan tersebut dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut; (1) Sebaiknya guru lebih mampu menstimulasi dan melatih kemampuan mengemukakan pendapat anak dengan dengan memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada anak untuk berekspresi dan mengembangkan potensi dirinya khususnya kepada anak perempuan, (2) Pengembangan metode pembelajaran yang berpusat kepada anak, hendaknya dilakukan dengan memperhatikan bakat dan minat anak, sehingga anak mampu mengoptimalkan kemampuan diri serta mendukung proses menuju kematangan biopsikososialnya, (3) Hendaknya setiap guru kelas dan guru bidang studi kelas awal SD, membiasakan melakukan latihan-latihan pada anak untuk mengembangkan kemampuan mengemukakan pendapat, dimulai sejak membuat rencana pembelajaran untuk kegiatan harian di kelas, (4) Diharapkan guru dapat mendengarkan dan menghormati setiap bentuk pendapat anak serta menjalin kerja sama dengan baik selama proses pembelajaran di kelas, (5) Diharapkan guru dapat membuat ragam latihan dan motode yang sesuai dengan karaktersitik anak tanpa harus membedakan latar belakang status sosial ekonomi anak, (6) Diharapkan guru mengoptimalkan sarana yang ada sebagai media dan alat pembelajaran dalam rangka mengembangkan kemampuan mengemukakan pendapat, (7) Pengembangan kemampuan anak khususnya kemampuan mengemukakan pendapat membutuhkan seorang guru profesional yang memiliki kompetensi khusus untuk anak kelas awal, sehingga mampu menyelenggarakan pembelajaran pada anak kelas awal SD dengan baik. Diharapkan guru kelas awal SD memiliki bekal kompetensi tersebut, dan lebih mendalami pembelajaran pada kelas-kelas tersebut, (8) Orangtua diharapkan dapat memberikan pendidikan kepada anak untuk mampu mengemukakan pendapat sesuai dengan apa yang dirasakan dan menghormati pendapat anak, (9) Membiasakan adanya dialog atau diskusi dengan anak, sehingga anak memperoleh kesempatan mengungkapkan perasaannya, (10) Membiasakan anak untuk dapat berekspresi secara bebas dan bertanggungjawab dalam segala hal.Menyediakan media-media yang disukai anak sebagai sarana untuk menyampaikan pandangannya, dengan memperhatikan bakat dan minat anak, (11) Studi ini baru mengungkap sebagian kecil permasalahan yang berhubungan dengan kreativitas dan kemampuan mengemukakan pendapat pada anak. Masih banyak faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan mengemukakan pendapat dan kreativitas pada anak khususnya anak kelas awal SD. Oleh karena itu, hendaknya peneliti dapat mengembangkan hasil penelitian ini dengan melakukan penelitian lanjutan, sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih baik, komprehensif dan mendalam.Daftar AcuanAlwiyan, Abdurrahman. 1999. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. terj. Dari De Porter, Bobbi dan Mike Hernacki. Bandung: Kaifia.Aschner, Mary Jane&Cahrles E. Bish.1968. Productive Thinking in Education. (Washington DC: National Education Association.Ausabel, David P. & Floyd G. Robinson.1972. School Learning: An Introduction Educational Psychology. New York: Hult Renehart and Winston.Bahaudin, Taufik.2000. Brainware Management: Generasi Kelima Manajemen Manusia. Jakarta: Elexmedia Komputindo. Basti.2008. Mengenali dan Mengembangkan Kreativitas Peserta Didik. Makasar: Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makasar. Bloom, L. Z., K. Coburn & J. Pearlman.1975. The New Assertive Woman. New York: Dell Publishing Co. Inc.Bloomberg, Marton.1973. Theory and Research. New Haven: Collage and University Press. Brockman, John.1993. Creativity, The Reality Club 4. Singapore: A. Touchstone.C., Witherington H. 1982. Psikologi Pendidikan. terj. M. Buchari. Jakarta: Aksara Baru.Cawood, D. 1987. Assertiveness for Managers, Learning Skills For Managing People. British Columbia: Internasional Self-Counsl Press Ltd.

Csikszentmihaly, Mihaly.1996. Creativity, Flow and the Psychology of Discovery and Invention. New York: Harpers Collins Publishers.

Dembo, Myron H.1981. Teaching For Learning. Santa Monica: Goodyear Publishing Co.

Dryden, Cordan dan Jeannete Vos. 2000. Revolusi Cara Belajar: Belajar akan Efektif kalau Anda dalam Keadaan Fun. terj. World Transaltion Service. Bandung: Kaifia.

Fitri,. Pengertian Prilaku Asertif. 2009. (http://duniapsikologi.dagdigdug.com /files/ 2009/ 01/162003p.html).

Goble, Frank G. 1987. Madzhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow, Terj. A. Suratinya, Yogyakarta: Kanisius. Gorman, Richard M.1974. The Psychology of Classroom Learning, In Inductive Approach. Ohio: Charles E. Merill Publishing Company. Guntoro, Mau Kliping, Asertifkah Kita. 2009. h. 1 (www.glorianet.org/mau/ kliping klipaser. html)

Hendrick, Joanne. 1986. Total Learning, Curriculum for the Young Child. London: Merill Publishing Company.

Hughes, J.M. 1982. Educational in America. New York: Harper and Row Publisher.Hurlock, Elizabet B.1985. Child Development. Singapore: Mc. Graw-Hill Book Company.Jakubowski, P & Lange, A. J.1976. Responsible Assertive Behavior : Cognitive Behavioral Procedures for Trainers. Illinois: Research Press.Kusnandi.1988. Memahami Kreativitas Manusia. Jakarta: Jurnal Pusat Pengembangan Penataran Guru Tertulis.

Margono, Latri M. 2005. Anak-anak Pengungsi Masih dapat Kreatif Bermain, Studi tentang leasure, Makalah untuk Hari Anak Nasional.

Miller, William R., Carolina E. Yahne & John M. Rhodes.1990. Adjustment: the Psychology of Change. New Jersey: Prentice Hall Engle Wood Cliffs.

Munadar, Utami.1999. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, Petunjuk bagi Guru dan Orangtua. Jakarta : Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Munadar, Utami.1977. Creativity and Education, A Study of the Relationships between Measures of Creative Thingking and a Number of the Educational Variables In Indonsia Primary and Junior High Schools. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Munadar, Utami.2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta, 2004.Munandar, Utami. 2002. Kreativitas dan keberbakatan, Strategi mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.Rathus, Spencer A. dan Jeffrey S. Nevid.1992. Adjustment and Growth, the Challenges of Life. New York: Harcourt Brace Jovanovich College PublishersSalomon, L. J. & E. D. Rothblum.1985. Social Skill Problem Experinced by Women, In Hand Book of Social Skill Training and Research. Edt. Luciano L. Abate. New York: John Willey and Sons.

Samples, Bob.2002. Revolusi Belajar untuk Anak, terj. Rahmani Astuti. Bandung: Kaifia.

Santrock, John W.1997. Life-Span Development. Chicago: Brown and Benchmark Publishers.

Sarwono, Sarlito Wirawan.1999. Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.Wrigttsman, Lawrence S. dan Fillmore H. Stanford.1975. Psychology: A Scientific Behaviour. California: Cole Publication.Zulkaida, Anita.2005. Tingkah laku Asertif pada Mahasiswa. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma.124125