PENGARUH JENIS KELAMIN DAN KREATIVITAS TERHADAP KEMAMPUAN
MENGEMUKAKAN PENDAPAT ANAK USIA DINI
JURNAL PENDIDIKAN DASAR,VOL.10 NO.2, SEPTEMBER 2009
(105-124)Karnadi, Pengaruh Jenis Kelamin dan .
PENGARUH JENIS KELAMIN DAN KREATIVITAS TERHADAP KEMAMPUAN
MENGEMUKAKAN PENDAPAT ANAK KELAS RENDAH DI SEKOLAH DASARKarnadi
(Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta,
e-mail:[email protected])Abstract, The objective of this
research is to find out the differences of early childhood students
ability in expressing opinion based on the effect of sexual
difference and creativity. The method used in this research is ex
post facto 2 x 2 factorial design and selected randomly of 64
students from 5 equal elementary schools.The research findings are
follow: (1) Male students ability in expressing opinion are higher
than those female students; (2) Male students ability in expressing
opinion are higher than those female students, for those who have
high creativity; (3) There is no significance difference between
male and female students ability in expressing opinion, for those
who have low creativity; (4) There is no significance interaction
effect between sexual different and level of students
creativity.These findings come up with a conclusion that when a
teacher want to improve students (early childhood students) ability
in expressing opinion, especially in democratic era, level of
creativity could not be taken into consideration, if students
sexual different is compared.Kata kunci: Jenis kelamin, kreativitas
dan kelas rendah
Media massa di beberapa waktu terakhir ini memberitakan berbagai
peningkatan kejahatan yang terjadi pada anak, baik mereka sebagi
pelaku maupun sebagai korban. Penyalahagunaan alkohol dan NAPZA
(Narkotika, Psikoterapika dan Zat Adiktif) oleh remaja menjadi
berita yang tidak pernah hentinya diceritakan kepada para pembaca.
Anak perempuan melakukan hubungan seks dengan pacarnya sebelum
ikatan pernikahan menjadi sebuah kabar biasa. Masih banyak berita
lain yang menunjukkan bahwa kualitas generasi SDM Indonesia sedang
dipertaruhkan.
Tentu banyak hal yang menjadi latar belakang kasus-kasus
tersebut. Namun jika ditelusuri lebih mendalam bahwa salah satu
penyebab perilaku tersebut adalah adanya tekanan (pressure) baik
dari dalam maupun luar lingkungan sosial anak khususnya teman
sebaya yang mempengaruhi perilakunya dan hal ini tidak diimbangi
dengan kemampuan anak untuk dapat menolak. Sebuah penelitian di
Ohio Amerika Serikat yang dilakukan oleh Family and Consumer
Science menyatakan bahwa fakta anak merokok di bawah umur adalah
dipengaruhi oleh temannya terutama sahabat yang lebih dahulu
merokok dan anak tersebut tidak berani (segan) untuk menolak
permintaan teman.(Guntoro, 2009).
Menyatakan menolak adalah bagian dari kemampuan mengemukakan
pendapat. Kemampuan mengemukakan pendapat adalah kemampuan ekspresi
diri terhadap kebutuhannya melalui pikiran dan perasaannya tanpa
menyakiti atau merugikan diri sendiri dan orang lain. Kemampuan
mengemukakan pendapat sangat bermanfaat bagi pertumbuhan
perkembangan seorang anak antara lain bentuk penghargaan diri,
meningkatkan rasa percaya diri, empati dan memperkaya hubungan dan
kerjasama antar teman.Menurut Lange dan Jakubowski dalam Zulkaida
(2005: 120) bahwa ada beberapa alasan mengapa kemampuan ini sulit
berkembang antara lain: Pertama, kesalahan dalam memahami kemampuan
mengemukakan pendapat, seringkali kemampuan ini pada anak
ditanggapi sebagai sifat agresif pada anak yang harus dilarang.
Kedua, kemampuan ini dianggap sebagai ketidak sopanan, anak yang
berani berbicara atau membantah pendapat orang tua, guru atau orang
yang lebih tua darinya adalah anak yang tidak sopan. Ketiga,
kegagalan untuk menerima hak pribadi, anak yang masih belum tahu
menjadi tidak yakin akan hak pribadi mereka untuk didengarkan dan
mengekspresikan kekesalan (kecewa). Keempat, tidak memiliki
keterampilan dan kemampuan untuk mengemukkan pendapat, anak yang
tidak pernah diajari dan diberi peluang untuk mengemukakan
pendapatnya sebab kemampuan ini bukan semata-mata bawaan melainkan
dipelajari dan dilatih sejak dini.Kemampuan mengemukakan pendapat
adalah titik keseimbangan antara sifat agresif dan pasif dalam diri
anak. Biasanya anak yang agresif memiliki kemampuan ini namun tidak
terarah kepada hal yang positif. Anak laki-laki cenderung memiliki
sifat agresif dibandingkan anak perempuan. Kecenderungan ini
menjadikan anak laki-laki lebih sering mengekspresikan diri secara
terbuka tanpa rasa takut dan salah. Namun di sisi lain, anak
perempuan memiliki kemampuan kosakata dan berbahasa yang lebih baik
dibandingkan anak laki-laki.Perbedaan potensi dan kecenderungan
sifat yang dimiliki antara anak laki-laki dan perempuan terjadi
karena perbedaan perkembangan fisik dan psikis yang terjadi antara
keduanya. Perbedaan ini tentu berpengaruh pada kemampuan anak laki
dan anak perempuan dalam mengemukakan pendapat. Selain itu,
kemampuan mengemukakan pendapat dapat juga dipengaruhi oleh pola
asuh orang tua.yang juga berakibat pada perbedaan perkembangan
kemampuan antara anak laki-laki dan perempuan.
Oleh karena itu, pendidikan menjadi yang menjadi landasan
kepribadian harus dapat mengambil peran dalam mengembangkan
kemampuan pendapat anak. Pendidikan menjadi faktor terpenting dalam
menyiapkan anak yang cerdas, kreatif dan mampu mengemukakan dan
mengekspresikan keinginannya tanpa harus merendahkan orang
lain.Salah satu tugas utama pendidikan khususnya pendidikan anak
usia dini(kelas rendah) adalah mengembangkan kreativitas anak.
Pendidikan harus menanamkan kemampuan bagaimana anak dapat dengan
bebas berkreasi dan mengekspresikan tanpa ada perasaan takut dan
disalahkan. Anak akan lebih rajin belajar, memiliki motivasi yang
kuat dan percaya diri, jika mereka tumbuh dengan rasa bangga,
dihargai dan diberikan kesempatan untuk berkreasi dan
mengekspresikan diri.Menurut Munandar (2002: 5) pembelajaran yang
dilakukan selama ini lebih mengarah kepada pemikiran reproduktif,
hafalan dan mencari satu jawaban yang benar terhadap soal-soal yang
diberikan dan proses pemikiran yang tinggi termasuk cara berpikir
kreatif jarang dilatihkan. Padahal kreativitas anak di sekolah
merupakan potensi yang harus dikembangkan. Pengembangan kreativitas
tidak hanya dilakukan melalui latihan-latihan berpikir seperti
halnya pengembangan aspek inteligensi, namun menuntut
latihan-latihan pengembangan nonkognitif misalnya sikap berani
mencoba sesuatu baru, penambahan motivasi untuk berkreaasi, sifat
berani mengambil resiko dan pengembangan kepercayaan diri serta
harga diri. Ciri dari anak kreatif adalah anak yang memiliki
kebebasan berpikir dan bertindak.( Basti, 2008: 2).
Kebebasan tersebut menjadi faktor yang berpengaruh dalam
pengembangan kemampuan mengemukakan pendapat. Kemampuan mengemukaan
pendapat akan mudah dimiliki oleh seorang anak yang memilki
kebebasan dalam berpikir dan bertindak. Anak yang kreatif tidak
akan merasa tertekan oleh siapapun karena ia merasa bebas melakukan
apapun sesuai kehendaknya tanpa melanggar kepentingan orang lain.
Oleh karena itu, kreativitas sangat berhubungan dengan kemampuan
mengemukakan pendapat anak.Dalam teori fungsi otak, kreativitas
sangat terkait dengan fungsi otak pada manusia. Otak manusia
terdiri dari dua belahan kiri dan kanan. Kedua belahan otak
tersebut memiliki fungsi, tugas, dan respon berbeda dan harus
tumbuh dalam keseimbangan. Belahan otak kiri terutama berfungsi
untuk berpikir rasional, analitis, berurutan, linier, saintifik
seperti membaca, bahasa, berhitung. Sedangkan belahan otak kanan
berfungsi untuk mengembangkan imajinasi dan kreativitas. Dalam
perkembangan psikisnya, anak laki-laki lebih dominan dalam fungsi
otak kiri sedangkan anak perempuan lebih dominan dalam hal fungsi
otak kanan.Jenis kelamin memunculkan sejumlah perbedaan dalam
beberapa aspek seperti pertumbuhan fisik, perkembangan otak dan
kemampuan berbicara. Kemampuan mengemukan pendapat memang memilki
ciri yang hampir sama dengan sifat agresif, tetapi kemampuan ini
sebenarnya adalah titik keseimbangan antara agresif dan submisif.
Anak laki-laki secara perkembangan terdapat kecenderungan untuk
lebih agresif dibandingkan dengan anak perempuan. Oleh karena itu,
kecenderungan untuk memiliki kemampuan mengemukakan pendapat pada
anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan.
Memperhatikan adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam
beberapa aspek tersebut, diduga bahwa kemampuan mengemukakan
pendapat anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan anak perempuan.
Anak laki-laki cenderung agresif, bebas dan memiliki kemampuan
penalaran yang lebih baik daripada anak perempuan. Dengan
kreativitas yang tinggi, anak laki-laki dapat memaksimalkan
kelebihan-kelebihan tersebut dibandingkan dengan anak perempuan.
Oleh karena itu, dalam pengaruh interaksi jenis kelamin dan
kreativitas terhadap kemampuan mengemukakan pendapat dapat
disimpulkan bahwa diduga kemampuan mengemukakan pendapat anak laki
laki lebih tinggi dibandingkan dengan anak perempuan yang sama-sama
memiliki kreativitas tinggi.Secara teoritis, anak perempuan lebih
cepat menguasai bahasa dibandingkan dengan anak laki-laki, karena
jaringan yang menghubungkan otak kanan dengan otak kiri (corpus
collosum) anak perempuan lebih besar, tebal dan berat dibandingkan
dengan anak laki-laki. Anak perempuan umumnya juga lebih cepat
berbicara, belajar bahasa, dan membaca dibandingkan dengan anak
laki-laki. Oleh karena itu, diduga bahwa kemampuan mengemukakan
pendapat anak perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan anak
laki-laki yang sama-sama memiliki kreativitas rendah. Tingkat
kreativitas anak memiliki kecenderungan yang sangat beragam baik
pada anak laki-laki maupun perempuan. Tinggi dan rendah kreativitas
anak sangat ditentukan oleh masing-masing karakter anak baik
laki-laki maupun perempuan. Secara faktual anak perempuan memiliki
sentuhan rasa dan kepekaan dalam mengolah sesuatu menjadi lebih
bernilai dan indah. Sementara anak laki-laki lebih cenderung
memiliki keunggulan secara visual. Pengaruh interaksi jenis kelamin
dan kreativitas terhadap kemampuan dalam mengemukakan pendapat
dapat dilihat dari aspek keterampilan berkomunikasi yang dimiliki
seorang anak yang kreatif dengan memanfaatkan penguasaan dan
kelancaran bahasa. Di sisi lain, kelancaran berbicara juga
merupakan salah satu pencerminan dari kemampuan dalam mengungkapkan
pendapat. Oleh karena itu, interaksi jenis kelamin dan kreativitas
terhadap kemampuan mengemukakan pendapat memunculkan varian yang
lebih beragam dalam temuannya, yaitu perbedaan antara anak
laki-laki dan perempuan, baik yang memiliki kreativitas rendah
maupun tinggi.Perbedaan ini pula ikut berpengaruh pada kreativitas
dan kemampuan yang dimiliki seseorang. Anak yang kreatif tentu akan
memiliki kemampuan yang berbeda dengan anak yang kurang kreatif.
Anak laki-laki yang banyak menggunakan kemampuan fungsi otak kiri
akan berbeda pula dengan anak perempuan yang lebih banyak
menggunakan fungsi otak kanan termasuk dalam hal kemampuan
mengemukakan pendapat mereka. Oleh karena itu, perlu dilakukan
kajian dan penelitian yang menjelaskan perbedaan kemampuan
mengemukakan pendapat dilihat dari interaksi jenis kelamin dan
tingkat kreativitas anak. Dengan demikian, penelitian ini layak
dilakukan untuk mendeskripsikan dan mengungkapkan perbedaan
kemampuan mengemukakan pendapat antara anak laki dan dan anak
perempuan dengan mempertimbangkan tingkat kreativitas mereka.
Masalah dalam peneltian ini menjadi menarik karena saat ini masih
jarang penelitian yang melakukan kajian serius tentang mengemukakan
pendapat pada anak usia dini di Sekolah Dasar. Berdasarkan latar
belakang di atas, maka masalah dalam penelitian dapat dirumuskan :
(1) Apakah terdapat perbedaan kemampuan mengemukakan pendapat
antara anak laki-laki dan perempuan? (2) Apakah terdapat perbedaan
kemampuan mengemukakan pendapat antara anak laki-laki dan anak
perempuan yang sama-sama memiliki kreativitas tinggi? (3) Apakah
terdapat perbedaan kemampuan mengemukakan pendapat antara anak
laki-laki dan anak perempuan yang sama-sama memiliki kreativitas
rendah? (4) Apakah terdapat pengaruh interaksi jenis kelamin dan
kreativitas terhadap kemampuan mengemukakan pendapat anak?Pada
telaah teori Bloom dkk (1975:10)mendefinisikan kemampuan
mengemukakan pendapat sebagai usaha individu untuk
mengkomunikasikan sesuatu secara langsung dan jujur, dan menentukan
pilihan tanpa merugikan atau dirugikan oleh orang lain. Menurutnya,
kakarakter dari anak yang memiliki kemampuan ini adalah kemampuan
mengekspresikan ide, kebutuhan dan perasaan serta mempertahankan
hak individunya dengan cara tidak melanggar hak orang lain. Cawood
(1987:40) menyatakan bahwa kemampuan mengemukakan pendapat adalah
gambaran dari pengekspresian pikiran, perasaan, kebutuhan dan hak
yang dimiliki seseorang bersifat langsung, jujur dan sesuai tanpa
adanya kecemasan yang tidak beralasan namun disertai kemampuan
untuk dapat menerima perasaan atau pendapat orang lain dan dengan
tidak mengingkari hak mereka dalam mengekspresikan pikiran dan
perasaan.
Lange dan Jakubowski (1976:3) memaknai kemampuan mengemukakan
pendapat sebagai usaha untuk mempertahankan hak pribadi dan
mengeskpresikan pikiran, perasaan dan keyakinan secara langsung,
jujur dan dengan cara yang sesuai yaitu dengan tidak menyakiti atau
merugikan diri sendiri maupun orang lain. Hal ini berarti kemampuan
mengemukakan pendapat adalah pengekspresian pesan dilakukan tanpa
adanya usaha untuk mendominasi, menghina atau merendahkan orang
lain. Oleh karena itu, dalam kemampuan ini, tingkahlaku seseorang
terdapat unsur peghargaan baik penghargaan diri maupun orang lain.
Penghargaan diri adalah usaha untuk menghargai diri sendiri yang
mengambarkan usaha seseorang untuk mengekspresikan dan
mempertahankan haknya sekaligus adanya pengahargaan terhadap
kebutuhan dan hak orang lain.
Winship dan Kelley (dalam Solomon dan Rothblum, 1985:60)
mendefinisikan kemampuan mengemukakan pendapat sebagai
pengekspresian diri secara jujur namun tanpa melanggar hak orang
lain. Lazarus (dalam Lange dan Jakubowski 1973:4) menyatakan bahwa
kemampuan mengemukakan pendapat tidak hanya mempertimbangkan
kemampuan seseorang untuk mengetahui bagaimana cara mengekspresikan
kebutuhannya, namun juga memahami kapan perilaku tersebut perlu
atau tidak perlu dilakukan.
Menurut Miller dkk., (1990:230) kemampuan mengemukakan pendapat
adalah kemampuan yang menunjukkan keseimbangan antara dua titik
ekstrim: agresif dan submisif (pasif). Kemampuan tersebut adalah
perilaku untuk menyatakan perasaan atau pandangan atau gagasannya
tanpa melanggar hak-hak dari orang lain.Sekolah sebagai lembaga
pendidikan formal yang berhadapan langsung dengan anak dituntut
untuk menanamkan kemampuan tersebut. Para pendidik sudah semestinya
mulai berupaya untuk menjadikan anak bisa secara berani dan terbuka
mengungkapkan pendapatnya. Kebanyakan anak cendrung mengambil sikap
diam dan duduk manis daripada mau berdialog apalagi berdebat dengan
guru ataupun teman-temannya.
Anak yang banyak berbicara misalnya di depan kelas bukanlah anak
yang agresif. Menurut Rathus dan Nevid (1992:120) kemampuan
mengemukakan pendapat berbeda dengan submisif dan agresif karena
kemampuan mengemukakan pendapat adalah ungkapan perasaan yang
natural dari seseorang termasuk didalamnya sebagai perasaan yang
positif, berpihak kepada hak-hak yang sah dan menolak permintaan
yang tidak beralasan (negative), sedangkan agresif adalah
merendahkan, mengancam atau menyerang secara lisan atau secara
phisik terhadap orang lain dan sebaliknya submisif adalah anak yang
terlalu mudah mengalah lemah, mudah tersinggung, cemas, kurang
yakin dengan dirinya sendiri, sukar berkomunikasi dan tidak bebas
mengemukakan masalah. Kemampuan mengemukakan pendapat terletak di
antara dua sifat tersebut.
Banyak para psikolog memandang bahwa anak laki-laki cendrung
lebih mampu mengemukakan pendapatnya dibandingkan anak perempuan.
Kecenderungan ini terjadi karena anak laki-laki lebih agresif
dibandingkan dengan anak perempuan (Miller dkk.,1990: 230).
Seseorang yang agresif memang di satu sisi mempunyai kemampuan
mengemukan pendapat namun disisi lain cenderung melanggar hak orang
lain ketika mengekspresikan ide atau gagasannya.
Ciri dari anak yang mampu mengemukakan pendapatnya adalah
Kemampuan untuk berkata tidak (say no), kemampuan membuat
permintaan atau bantuan kepada orang lain, kemampuan menolak (feed
back) hal yang negatif, kemampuan memberikan balasan (feed back)
tanpa menyakiti, kemampuan ekspresi diri dan menerima tanggung
jawab (Miller dkk.,1990: 230). Fensterheim dan Baer sebagaimana
dikutip Fitri
(http://duniasikologi.dagdigdug.com/files/009/01/62003p. tml)
secara terperinci mengemukakan ciri dari kemampuan mengemukakan
pendapat antara lain: bebas mengemukakan pikiran dan pendapat baik
melalui kata-kata maupun tindakan, dapat berkomunikasi secara
langsung dan terbuka, mampu memulai, melanjutkan dan mengakhiri
suatu pembicaraan dengan baik, mampu menolak dan menyatakan
ketidaksetujuannya terhadap pendapat oranglain, atau segala sesuatu
yang tidak beralasan dan cenderung bersifat negatif, mampu
mengajukan permintaan dan bantuan kepada orang lain ketika
membutuhkan, mampu menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan
maupun yang tidak menyenangkan dengan cara yang tepat, memiliki
sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan, menerima
keterbatasan yang ada di dalam dirinya dengan tetap berusaha untuk
mencapai apa yang diinginkannya sebaik mungkin, sehingga baik
berhasil maupun gagal ia akan tetap memiliki harga diri dan
kepercayaan diri.
Ciri-ciri di atas biasanya muncul dan berkembang karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor bawaan (innate
drive), pola asuh orang tua (parenting style), peniruan
(modelling), hiburan (entertainment), teman sebaya (peer influence)
dan perbedaan jenis kelamin (sex different) (Miller, 1990:233-237).
Oleh karena itu, faktor-faktor tersebut sangat menentukan apakah
seseorang akan menjadi anak yang mampu mengekspresikan gagasannya
secara benar, atau malah sebaliknya menjadi anak yang agresif
ataupun pasif.
Beberapa manfaat tersebut menegaskan perlunya kemampuan
mengemukakan pendapat ini ditanamkan sejak dini bagi anak karena
kemampuan ini merupakan bukan sesuatu yang lahiriah tetapi lebih
merupakan pola sikap dan perilaku yang dipelajari sebagai reaksi
terhadap berbagai situasi sosial yang ada di lingkungan. Kemampuan
mengemukakan pendapat dalam kenyataannya berkembang sejalan dengan
usia seseorang, sehingga penguasaan sikap dan perilaku pada
periode-periode awal perkembangan akan memberikan dampak yang
positif bagi periode-periode selanjutnya.
Whitleson (dalam Bahaudin, 2000:81) menyatakan anak laki-laki
lebih cepat dalam perkembangan spesifik otak kanan bila
dibandingkan dengan anak perempuan. Anak laki-laki menunjukkan
kemampuan lebih baik dari anak perempuan dalam kaitannya dengan
spasial. Anak perempuan lebih cepat menguasai bahasa dibandingkan
anak laki-laki. Jaringan yang menghubungkan otak kanan dengan otak
kiri (corpus collosum) anak perempuan lebih besar, tebal dan berat
dibandingkan anak laki-laki. Menurut pandangan Dryden dan Vos
(2000:229), umumnya anak perempuan lebih cepat berbicara, belajar
bahasa, dan membaca dibandingkan anak laki-laki
Menilik perkembangan fisik anak, ada perbedaan pertumbuhan
antara otak anak laki-laki dengan anak perempuan. Menurut Porter
dan Hernacki (dalam Alwiyan, 1999:36-38), otak manusia dibagi
menjadi dua belahan yaitu belahan kanan dan belahan kiri. Setiap
belahan bertanggungjawab terhadap cara berpikir dan mempunyai
spesialisasi dalam kemampuan tertentu. Proses berpikir otak kiri
bersifat logis, sekuensial, linier dan rasional. Cara berpikir otak
kiri sesuai untuk tugas-tugas teratur, ekspresi, verbal, menulis,
membaca asosiasi auditoral, fonetik dan simbolisme. Sedangkan otak
kanan bersifat acak, tidak teratur, intuitif dan holistik. Cara
berpikir otak kanan sesuai dengan sifatnya yaitu untuk mengetahui
sesuatu yang bersifat non-verbal seperti perasaan dan emosi,
kesadaran spatial, pengenalan bentuk dan pola, musik, seni,
kepekaan warna, krerativitas dan visualisasi.
Karakteristik anak laki-laki adalah agresif, kompetitif, percaya
diri, ingin tampil dan mandiri yang lebih tinggi dibanding anak
perempuan. Karakteristik anak perempuan lebih mahir berbahasa,
memiliki sensori awareness, memori, kesadaran sosial dan hubungan
dengan pihak lain. Menurut Wrigttsman (1975:161) untuk kemampuan
anak laki-laki, hasil tes Stanford Binet menunjukkan bahwa pelajar
laki-laki memiliki kemampuan lebih baik dalam bidang matematika dan
aktivitas yang tidak memerlikan alasan logis. Dembo (1981:129)
menyatakan pria bersifat agresif, bebas, bersaing dan bepetualang,
lebih unggul pada pembelajaran yang membutuhkan bebrbagai penalaran
dan ketarmpilan ruang. Huges (1982: 239) menyatakan bahwa pria
unggul dalam pembelajaran yang memerlukan penalaran dan ruang.
Pendapat tersebut ditunjang Thurstone dalam Huges bahwa laki-laki
dapat berpikir secara independen, analitikal, ilmiah dan tidak
tertarik pada sistematika yang kaku Ausabel dan Robinson (1972:
289) juga menyatakan bahwa kemampuan mental pada pria lebih
superior dalam ruang dan keterampilan kuantitatif. Senada dengan
itu, Witherington (1982: 125) menyatakan bahwa laki-laki mencapai
angka yang lebih tinggi dibandingkan perempuan pada tes mengenai
ilmu pasti dan pengetahun mekanis. Menurut Parson (dalam Sarwono,
1999: 169) menyatakan bahwa kemampuan anak perempuan mempunyai
kelebihan dalam hal mengerjakan tes-tes yang menyangkut penggunaan
bahasa, hafalan, reaksi-reaksi estetik dan masalah-masalah
sosial.
Perbedaan mendasar antara kedua jenis kelamin itu juga
menyangkut perbedaan spasial dan verbal. Dalam aspek spasial, otak
laki-laki cenderung berkembang dan memiliki spasial yang lebih
kompleks seperti terlihat dalam kemampuan perancangan mekanis,
pengukuran penentuan arah abstraksi, dan manipulasi benda-benda
fisik. Wanita bicara dengan perasaan, sedangkan laki-laki bicara
apa adanya. Karena kosakata bukanlah hal yang sangat penting dalam
otak seorang wanita, maka ia dapat merasakan definisi kata dengan
tepat dari kata-kata tidaklah terlalu menentukan.
Hurlock (1985:326) mendefinisikan kreativitas sebagai aktivitas
imaginatif atau berpikir sintesis dimana hasil semata-mata bukan
suatu tambahan, kreativitas mengaitkan pembentukan pola baru dan
kombinasi informasi yang diperoleh dari berbagai pengalaman lalu
dan mencangkok pengalaman yang lama untuk dihubungkan pada berbagai
situasi yang baru dan berkaiatan dengan pemunculan sesuatu yang
baru. Ia memandang kreativitas sebagai proses. Santrok (1997:305)
mengemukakan bahwa kreativitas adalah kemampuan untuk berpikir
tentang sesuatu yang baru dengan jalan yang tidak biasa dan solusi
yang unik pada suatu masalah. Campbell (dalam Kusnadi, 1988:19)
menegaskan bahwa kreativitas adalah kegiatan yang mendatangkan
hasil yang sifatnya baru (novel), berguna (useful) dan dapat
dimengerti (understanding).
Csikszenthmihalyi (1996:1-2) mengartikan kreativitas adalah
kemampuan menumbuhkan ide-ide baru atau memikirkan sesuatu yang
bersifat baru, unik, menarik penting yang dapat dimanfaatkan oleh
individu maupun kelompok terutama dalam memecahkan masalah yang
timbul. Ia beraggapan bahwa kreativitas dapat dilihat dari tiga
komponen yaitu pertama domain berupa simbolik, pengusaan dan
prosedur, kedua bidang pekerjaan dan ketiga pribadi individu.
Kreativitas adalah tindakan, ide atau produk yang berubah dengan
domaian yang ada, atau dengan kata lain adanya ternsformasi domain
yang ada ke dalam hal yang baru. Ia memaknai kreativitas merupakan
sumber yang penting dalam hidup seseorang yang mengutamakan hal-hal
yang menarik, penting dan manusiawi.
Munandar (1977:54) lebih memperjelas tentang devinisi
kreativitas. Melalui penelitiannya, ia memandang kreativitas
sebagai kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan dan
originalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk mengelaborasi.
Kelancaran adalah kelancaran dalam memberikan gagasan atau ide baru
dan sebagai ukuran terhadap produk kreatif. Keluwesan adalah
memandang dan memaknai sesuatu dari berbagai sudut pandang.
Orisinalitas adalah sesuatu yang dihasilkan baru dan unik.
Elaborasi adalah kemampuan untuk mengembangkan, memperkaya,
memperinci suatu gagasan.
Beragamnya definisi kreativitas di atas tidak terlepas dari
beberapa teori yang terkait dengan pengembangan kreativitas.
Berikut beberapa teori yang dimaksud: a) Teori pembentukan pribadi
kreatif. Maslow (dalam Bloomberg, 1973:4-5) seorang psikologi
humianstik memandang bahwa manusia mempunyai naluri dasar yang
menjadi nyata sebagai kebutuhan, kebutuhan ini harus dipenuhi dalam
urutan tertentu dari kebutuhan primitif yang muncul ketika manusia
lahir sampai pada tingkat tinggi yang terus berkembang sebagai
proses pematangan. Proses perwujudan ini sangat terkait dengan
kreativitas. Dalam pandangan Maslow, terdapat tujuh (7) kebutuhan
manusia dari level tertinggi sampai pada level terendah yaitu (1)
self-actualization, (2) aesthetic appreacition, (3) intelectual
achievment, (4) self esteem, (5) belonging, (6) safety dan (7)
survival (Goble, 1987:149-154). Menurutnya kreativitas adalah lahir
karena dorongan manusia untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
tertinggi yakni aktualisasi diri (Bloomberg, 1973: 277).
Sebagaimana dikutip Munandar (2004:18) bahwa Maslow memandang
aktualisasi diri merupakan karakterstik fundamental dan
potensialitas yang ada pada semua manusia sejak lahir namun sering
hilang atau terhambat dan hilang dalam proses pembudayaan. b) Teori
pengaruh motivasi terhadap kreativitas. Brockman (1993:14)
memandang bahwa komponen dasar kreativitas meliputi domain-relevant
skill, creativity-relevan skill dan task motivation. Task
motivation adalah kekuatan pendorong yang muncul dari dalam dan
lingkungan seseorang yang membuat dirinya menjadi kreatif. Oleh
karena itu, dalam teori ini memandang bahwa kreativitas adalah
potensi kreatif manusia yang harus dikembangkan. c) Teori tentang
Four Ps of Creativity. Teori dengan Istilah 4P dari Rodhes ini
memandang kreativitas dari berbagai aspek yang berbeda yaitu
Pribadi (person), proses, press dan produk (Munandar, 2004:20).
Pribadi menunjukkan bahwa kreativitas adalah pribadi yang kreatif.
Proses menujukkan bahwa kreativitas adalah proses kreatif dan
ilmiah yang dimulai dari menemukan masalah samapai dengan
menyampaikan hasil. Dalam istilah Wallas sebagaimana dikutip oleh
Gorman (1974:273) bahwa proses kreatif dimulai dari persiapan
(preparation), inkubasi, iluminasi dan verifikasi. Press adalah
kondisi dan lingkungan yang mendorong individu ke prilaku kreatif.
Dalam hal produk, kreativitas dipandang sebagai hasil dari sesuatu
yang menekankan pada orisinalitas(Munandar, 2004:20-22). d). Teori
tentang otak. Melalui sejumlah penelitian eksperimen para ilmuwan
menetapkan bahwa otak sebelah kiri mengontrol apa yang digambarkan
sebagai rasional, verbal, analitik proses mental, sedangkan otak
sebelah kanan mengontrol apa yang diilustrasikan dari sesuatu yang
nonverbal, spatial dan intuitif (Hendrick, 1986:217). Sperry yang
dikutip oleh Samples (2002:65) melakukan penelitian dan menunjukkan
bahwa belahan otak benar-benar memiliki pembagian kerja. Otak kiri
mempunyai spesialisasi dalam hal pemrosesan rasional, logis dan
sekuensial sedangkan otak kanan pada kebanyakan orang mempunyai
spesialisasi fungsi analogis, metaforis, holistis dan sitesis.
Pembelahan ini menunjukkan bahwa kreativitas merupakan fungsi dari
otak belahan kanan. Penelitian ini mengantarkannya mendapatkan
hadiah nobel pada tahun 1981.
Koestler dalam Aschner (1968:457) meneliti fungsi otak dan
menemukan bahwa belahan otak kanan lebih bersifat lateral (ke
samping) dan divergen, sedangkan otak kiri konvergen dan vertikal
(ke atas). Berfungsinya otak kanan ditandai dengan banyaknya
kemungkinan jawaban (sifat divergen) atas masalah tertentu
sedangkan otak kiri menilai kebermaknaan sesuatu. Dari beragam
teori dan pengertian kreativitas tersebut, pada prinsipnya memilki
kesamaan, perbedaan hanya terletak pada sudut pandang yang beragam
dari berbagai aspek dalam rangka pengembangan kreativitas
manusia.
Kreativitas tidak hanya terdiri dari kemampuan berfikir kreatif
tetapi juga mencakup sensitivitas individu untuk melihat masalah,
kemampuan berfikir lancar, lentur dan original, serta kemampuan
untuk mengelaborasi suatu gagasan (Munandar, 1999:47). Kreativitas
penting bagi hidup dan mesti dipupuk sejak usia dini, sebab dengan
berkreasi anak dapat mengaktualisasikan dirinya. Aktif melakukan
aktifitas yang secara kreatif tidak hanya bermanfaat tetapi juga
memberikan kepuasan.
Semua anak usia dini pada dasarnya memiliki potensi kreatif
tetapi perkembangan kreativitas sangat individual dan bervariasi
antara anak yang satu dengan anak lainnya. Hal ini dimaksudkan
bahwa perkembangan kreativitas pada setiap anak berbeda-beda,
tergantung dukungan dan stimulus yang diterima anak pada masa awal
perkembangannya. Seorang anak yang kreatif akan sangat berpengaruh
dalam kepribadiannya sehari-hari. Kreativitas anak dapat memotivasi
dirinya untuk selalu ingin tahu banyak hal. Selain itu, kreativitas
dapat membuat anak memiliki harga diri, percaya diri, mandiri dan
berani sehingga ia menjadi anak yang mampu mengekspresikan gagasan
dan ide yang tersimpan dalam dirinya.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kreativitas adalah kemampuan anak yang mencerminkan kelancaran,
keluwesan, orisinalitas dalam berpikir serta kemampuan untuk
mengelaborasi suatu gagasan.
MetodePenelitian ini dilakukan di 5 (lima) Sekolah Dasar Negeri
Mitra Binaan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta
yang seluruhnya berlokasi di DKI Jakarta. Pemilihan lokasi
didasarkan atas pertimbangan bahwa sekolah-sekolah tersebut adalah
sekolah reguler binaan Universitas Negeri Jakarta yang diharapkan
menjadi sekolah contoh bagi sekolah negeri lain. Adapun waktu
penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, terhitung Oktober 2008
sampai dengan Februari 2009. Penelitian ini termasuk penelitian
expost facto karena penelitian ini menguraikan pengaruh antara
suatu variabel dengan variabel lain dimana variabel bebas tersebut
telah terjadi dan tidak dilakukan kontrol dan manipulasi. Kerlinger
dalam Sevilla dkk (1993:124) mendefiniksan expost facto sebagai
penelitian yang sistematis dimana peneliti tidak dapat mengontrol
langsung variabel bebas karena peristiwanya telah terjadi atau
karena menurut sifatnya tidak dapat dimanipulasi. Variabel
penelitian terdiri dari: (1) variabel bebas, (2) variabel atribut
dan (3) variabel terikat. Variabel bebas adalah jenis kelamin,
variabel atribut adalah kreativitas, dan varibel terikat atau
varibel kriteria adalah kemampuan mengemukakan pendapat. Varibel
jenis kelamin terdiri dari laki-laki dan perempuan. Variabel
kreativitas terdiri dari kreativitas tinggi dan kreativitas rendah
sedangkan variabel terikat adalah kemampuan mengemukakan pendapat.
Disain yang digunakan adalah analisis varian dengan factorial group
design A x B. Konstalasi variabel tersebut di atas, dapat dilihat
pada disain penelitian seperti pada tabel 1.Tabel 1. Analisis
Varian dengan Factorial Group Design A x B Jenis Kelamin (A)
Kreativitas (B)Laki-laki
(A1)Perempuan
( A2 )
Tinggi
(B1)A1B1A2B1
Rendah
( B2 )A1B2A2B2
Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas awal SD Mitra
Binaan FIP Universitas Negeri Jakarta. Dipilihnya siswa kelas awal
karena mereka adalah anak usia dini yang pertama kali memasuki
pendidikan formal di sekolah dasar. Populasi terjangkau dalam
penelitian adalah seluruh siswa kelas kelas 1 dan 2 SD Mitra binaan
UNJ dengan 387 siswa sebagai sampling frame yang terdiri dari 198
anak laki-laki dan 189 anak perempuan. Dari seluruh jumlah populasi
terjangkau di atas maka dilakukan penarikan sample dengan teknik
klaster berstrata (stratified-cluster random).
Tabel 2. Penarikan Sampel Klaster BerstrataJenis
KelaminKreativitasLaki-laki PerempuanJumlah
Tinggi 161632
Rendah161632
Jumlah323264
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data jenis
kelamin, data hasil kreativitas dan data kemampuan mengungkapkan
pendapat. Data jenis kelamin diperoleh melalui teknik dokumentasi
sehingga dalam penelitian ini tidak dilakukan pengembangan
instrumen. Data kreativitas dan kemampuan mengungkapkan pendapat
diperoleh dengan mengembangkan instrumen kedua variabel tersebut.
Tiap instrumen dikonstruk sesuai dengan definisi konseptual dan
operasional kemudian dilakukan ujicoba kepada 30 responden yang
setara dengan sampel penelitian untuk menentukan nilai validitas
butir dan reliabilitas instrumen. Sebelum dilakukan ujicoba,
instrumen divalidasi oleh pembimbing dan guru.Hasil ujicoba
instrumen melalui teknik korelasi skor butir dengan skor total, 16
butir instrumen kreativitas dan 12 butir instrumen kemampuan
mengemukakan pendapat dinyatakan valid. Butir yang valid adalah
butir yang memiliki nilai r di atas r tabel (0,361). Selanjutnya
reliabiltas masing-masing instrumen dihitung dengan teknik
koefesien reliabiltas Alpha Cronbach. Instrumen kreativitas
memiliki nilai reliabilitas 0,9403 sedangkan instrumen kemampuan
mengemukakan pendapat memiliki nilai reliabilitas 0,956. Data yang
sudah diperoleh dianalisis secara deskriptif dan inferensial.
Analisis deskriptif digunakan untuk menyajikan data dalam bentuk
histogram, grafik, perhitungan mean, median, modus, simpangan baku,
dan rentang teoritik masing-masing variabel. Selanjutnya dilakukan
analisis inferensial untuk menguji hipotesis melalui analisis
varian (anava) dengan dua faktor. Anava yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah menguji hipotesis (1) main effect yaitu efek
A, (2) interaction effect yakni efek interaksi A-B, dan (3) simple
effect. Sebelum dilakukan uji hipotesis, perlu diuji persyaratan
analisis data, yaitu uji normalitas dan homogenitas. Uji normalitas
dilaksanakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian berasal dari
populasi yang berdistribusi normal, sedangkan uji homogenitas
dilaksanakan untuk mengetahui apakah data penelitian yang telah
dikumpulkan berasal dari populasi yang homogen. Untuk menguji
normalitas data digunakan rumus uji Lilliefors, dan untuk menguji
homogenitas data digunakan rumus uji Barlett. Hasil dan Pembahasan
Deskripsi Data
Tabel 3. Deskripsi DataStatistikJenis
KelaminKreativitasA1B1A2B1A1B2A2B2
LPTR
N3232323216161616
Mean59,0952,5056,5655,0360.6352.6357.56352.38
Median58,5052,5055,5057,058,55358.552.
SD8,66310,77911,2629,2549.23712,4208.0509.266
Varians75,055116,194126,83585,64485.317154.25064.79685.850
Min4224243247244232
Max7477777474777165
Range3253534227532933
Jumlah1891168018101761970842921838
Pengujian Persyaratan AnalisisTabel 4. Uji Normalitas
NoKelompok DatanL hL (t) (0,05)Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.Kelompok A1
Kelompok A2
Kelompokk B1
Kelompok B2
Kelompok A1B1
Kelompok A2B1
Kelompok A1B2
Kelompok A2B232
32
32
32
16
16
16
160,1146
0,0862
0,0676
0,1553
0,1526
0,1429
0,1472
0,08650,1566
0,1566
0,1566
0,1566
0,213
0,213
0,213
0,213Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Tabel 4 menunjukkan bahwa harga Lilliefors hitung (Lh) pada
masing-masing kelompok lebih kecil dari harga Lilliefors tabel
(Lt). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel penelitian
berasal dari populasi yang berdistribusi normal, sehingga analisis
statistik paramterik dapat digunakan dalam analisis penelitian
ini.Tabel 5. Uji Homogenitas
Sumber VariansVarians TerbesarVarians TerkecilF hitung
(Fh) Ft(0,05:31,31)Keterangan
Kelompok
A1 dan A2116,193575,05541,54811,8221Homogen
Kelompok
B1 dan B2126,8437 85,64421,06661,8221Homogen
KELOMPOKS2Varians GabunganHarga
B(2 h(2 tKesimpulan
95:399;3
A1B185.316797.5531119.35453.19207,8111,3Homogen
A2B1154.2500
A1B264.7958
A2B285.8500
Jumlah 390.2125
Tabel 5 menunjukkan bahwa pengujian homogenitas melalui uji
Barlett diperoleh harga Fhitung lebih kecil dari Ftabel dengan
taraf signifikansi 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
sampel penelitian berasal dari populasi yang homogen, sehingga
analisis statistik parametrik dapat digunakan dalam analisis
penelitian ini.Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan metode
analisis varian. Hasil perhitungan mengenai kemampuan mengungkapkan
pendapat dirangkum dalam tabel 6 berikut:Tabel 6. Hasil Perhitungan
Kemampuan Mengungkapkan PendapatSumber VariansJKDkRJKFhFt
0,050,01
Jenis Kelamin
(A)695,64061695,64067,1309((4,00127,0771
Jenis Kelamin dan Kreativitas Tinggi51215124,2744
(4,17097,5624
Jenis Kelamin dan Kreativitas Rendah215,28131215,28132,8581
ns4,17097,5624
Interaksi
Jenis Kelamin dan
Kreativitas31,6406131,64060,3243ns4,00127,0771
KeteranganJK=Jumlah KuadratFh =F observasi atau Fhitung
RJK=Rerata Jumlah KuadratFt=Ftabel
dk=Derajat Kebebasan(=signifikan
((= sangat siginifikanns= tidak signifikan
Berdasarkan tabel 6, maka hasil pengujian hipotesis dapat
dijelaskan sebagai berikut: (1) Hipotesis pertama, dalam penelitian
ini ditemukan bahwa terdapat perbedaan kemampuan mengemukakan
pendapat antara anak laki-laki dengan anak perempuan yang sangat
signifikan, yaitu kemampuan mengemukakan pendapat anak laki-laki
lebih tinggi dibandingkan anak perempuan. Hal ini dapat disebabkan
oleh anak laki-laki yang cenderung lebih berani dibandingkan anak
perempuan. Anak perempuan walaupun memiliki kemampuan lebih dalam
kosakata bahasa, namun kadang mereka masih sering merasa takut atau
malu untuk menyampaikan kemampuan bahasa di depan yang lain, hal
ini tentu kemudian berpengaruh terhadap kemampuan mengemukakan
pendapatnya. Anak laki-laki lebih berani menyatakan apa yang
diinginkan atau sesuatu yang diutarakan. Perbedaan ini juga
diakibatkan oleh perbedaan perkembangan emosi, fisik dan
intelektual yang berbeda antar jenis kelamin. Dalam psikologi
perkembangan, masa anak usia dini (kelas rendah) adalah usia anak
yang sedang dan terus berkembang dalam segala hal di mana terjadi
perbedaan perkembangan pada anak laki-laki dan perempuan. Oleh
karena itu, guru ataupun orang tua harus memperhatikan perbedaan
perkembangan psikologis pada anak khususnya perbedaan jenis kelamin
seiring perkembangan fisik, emosi, intelektual dan sosial anak yang
belum sepenuhnya sempurna sebagaimana orang dewasa. (2) Hipotesis
kedua, pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa kemampuan
mengemukakan pendapat antara anak laki-laki dan anak perempuan yang
sama sama memiliki kreativitas tinggi berbeda, kemampuan
mengemukakan pendapat anak laki-laki lebih tinggi. Hasil ini
menjelaskan bahwa perbedaan kemampuan mengemukakan pendapat anak
laki-laki dengan anak perempuan dimana anak laki-laki lebih baik
dari anak perempuan sebagaimana hipotesis pertama menjadi semakin
relevan walaupun kedua kelompok anak tersebut sama-sama memiliki
kreativitas tinggi. Secara teoritis dan empiris, kreativitas anak
perempuan lebih tinggi dari anak laki-laki, hal ini tentu ikut
berpengaruh terhadap kemampuan mengemukakan anak perempuan, akan
tetapi dengan tingkat kreativitas yang sama anak laki-laki dapat
memaksimalkan kemampuan mengemukakan pendapatnya dibandingkan anak
perempuan disamping potensi-potensi lain yang mendorong kemampuan
mengemukakan pendapat anak laki-laki lebih baik.(3) Hipotesis
ketiga, pengujian ini menunjukkan bahwa kemampuan mengemukakan
pendapat antara anak perempuan dan anak laki-laki yang sama sama
memiliki kreativitas rendah tidak berbeda. Hasil ini menjelaskan
bahwa perbedaan kemampuan mengemukakan pendapat anak laki-laki
dengan anak perempuan dimana anak laki-laki lebih baik dari anak
perempuan sebagaimana hipotesis pertama menjadi tidak relevan
apabila anak tersebut memiliki sama-sama memiliki kreativitas
rendah. Artinya, sama halnya dengan hipotesis kedua bahwa
kreativitas memiliki hubungan yang erat dengan jenis kelamin dan
kemampuan mengemukakan pendapat anak. Secara teoritis dan empiris,
kreativitas anak perempuan lebih tinggi dari anak laki-laki. Namun
dengan kreativitas yang rendah anak perempuan tidak dapat
memaksimalkan kelebihan tersebut dalam hal kemampuan mengemukakan
pendapat, sama halnya dengan anak laki-laki yang juga memiliki
kreativitas rendah juga tidak dapat memaksimalkan potensi-potensi
lain sehingga kemampuan mengemukakan pendapat mereka tidak berbeda.
(4) Hipotesis Keempat, hasil penelitian pada pengujian hipotesis
keempat menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh interaksi antara
jenis kelamin dan kreativitas terhadap kemampuan mengemukakan
pendapat pada anak. Artinya pengaruh interaksi antara jenis kelamin
dengan tingkat kreativitas tidak berpengaruh terhadap
tinggi-rendahnya kemampuan mengemukakan pendapat anak. Perbedaan
kemampuan mengemukakan pendapat anak laki-laki dengan anak
perempuan yang sama-sama memiliki kreativitas tinggi sebagaimana
hipotesis kedua bukan dikarenakan interaksi tingkat kreativitas
dengan perbedaan jenis kelamin tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh
perbedaan jenis kelamin sebagaimana yang diuraikan dalam hipotesis
pertama. Kesimpulan ini lebih mempertegas kembali hasil pengujian
hipotesis ketiga bahwa kemampuan mengemukakan pendapat anak
perempuan lebih tinggi dari anak laki-laki yang sama-sama memiliki
kreativitas rendah dinyatakan tidak signifikan. Oleh karena itu,
tingkat kreativitas tidak menentukan anak menjadi lebih baik dalam
hal kemampuan mengemukakan pendapat mereka. Penjelasan ini
mengisyaratkan bahwa guru dan orang tua dalam upaya mengembangkan
kemampuan mengemukakan pendapat anak untuk tidak membeda-bedakan
tingkat kreativitas mereka. Anak laki laki baik yang memiliki
kreativitas tinggi maupun rendah dapat diberikan motode dan
startegi yang sama dalam mengembangkan kemampuan mengemukakan
pendapat mereka. Sama halnya dengan anak laki-laki, anak perempuan
yang memiliki tingkat kreativitas yang berbeda mendapatkan metode
dan cara yang sama dalam proses pembelajaran khususnya dalam upaya
meningkatkan kemampuan mengemukakan pendapat mereka baik di sekolah
maupun di rumah.Penelitian ini telah dilakukan secara maksimal
dengan berpegang teguh kepada prinsip-prinsip penelitian ilmiah.
Namun, baik dari aspek teoritik maupun praktisnya, masih terdapat
keterbatasan-keterbatasan, yang diduga mempengaruhi hasil
peneltian. Oleh karena itu, perlu dikemukakan agar dapat diatasi.
Keterbatasan yang dimaksud antara lain; (1) Penelitian ini adalah
penelitian expost facto yakni peneliti tidak melakukan kontrol
terhadap variabel tambahan yang mungkin berpengaruh terhadap hasil
pengujian hipotesis, (2) Penelitian ini dilakukan terhadap anak
usia dini pada kelas awal SD, yang dalam perkembangannya mengalami
perubahan terus menerus dan sangat dipengaruhi oleh situasional
anak, (3) Penentuan populasi dan pengambilan sampel penelitian
terbatas pada Sekolah Dasar Negeri Reguler Mitra Binaan Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, (4) Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini dirumuskan berdasarkan
langkah-langkah pengembangan instrumen yang sesuai dengan teori
pengembangan instrumen, yaitu melalui kajian teoritik dan
pengembangan indikator. Namun instrumen ini belum sepenuhnya untuk
menjadi instrumen baku, karena proses ujicoba hanya dilakukan satu
kali dan pada subjek yang terbatas, sehingga memungkinkan masih
terjadi bias instrumen apalagi yang diukur adalah anak usia dini.
Untuk menghindari bias ini, peneliti berupaya untuk tetap berpegang
kepada aturan-aturan pengembangan instrumen diantaranya melalui uji
validitas dan reliabiltas, baik secara teoritik bersama pakar/guru
maupun secara empiris, (5) Pengambilan data dalam penelitian
dilakukan oleh peneliti atau oberserver sendiri tanpa menggunakan
penilai lain dalam hal ini guru, (6) Populasi penelitian adalah
anak usia dini, selain tingkat kemampuan menerima perintah atau
instruksi anak yang berbeda juga sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor eksternal (situasional) anak, sehingga terdapat
sebagian kecil data yang dinyatakan gugur setelah data diperoleh.
Dengan demikian peneliti harus melakukan pengambilan data berulang
atau melakukan penarikan kembali sampel, (7) Kemampuan mengemukakan
pendapat dalam penelitian ini diperoleh melalui anak bercerita,
sehingga memungkinkan anak yang lebih senang mengungkapkan ide atau
gagasannya melalui tulisan menjadi tidak terukur. Untuk itu,
observer dan peneliti harus memiliki kemampuan khusus dalam
menstimulus anak agar mau bercerita sesuai dengan
kemampuannya.Berdasarkan hasil penelitian ini, bahwa tidak terdapat
pengaruh interaksi jenis kelamin terhadap kemampuan mengemukakan
pendapat dengan mempertimbangkan kreativitas anak memberikan
implikasi secara teoritik bahwa perbedaan jenis kelamin dengan
beragam karakteristiknya tidak berpengaruh secara signifikan ketika
berinteraksi dengan kreativitas. Kemampuan mengemukakan pendapat
tidak semata-mata dipengaruhi oleh tingkat kreativitas seseorang
atau banyaknya kosakata atau kemahiran berbicara namun dapat
dipengaruhi oleh kemampuan atau faktor lain misalnya keberanian,
stimulus lingkungan, pola asuh orang tua dan kebebasan. Perbedaan
tingkat kreativitas yang dimiliki anak baik laki-laki maupun
perempuan tidak lebih kuat dibandingkan pengaruh perbedaan jenis
kelamin dalam menentukan tingkat kemampuan anak mengemukakan
pendapat. Anak laki-laki dengan kemampuan logika dan cenderung
agresif akan berbeda dalam kemampuan mengemukakan pendapatnya
dibandingkan anak perempuan jika kedua anak tersebut memiliki
tingkat kreativitas yang sama-sama tinggi.
Dari aspek kebijakan, kemampuan mengemukakan pendapat adalah
kemampuan yang dilatih dan dikembangkan bukan semata-mata karena
bakat lahir sebagaimana jenis kelamin, sehingga diperlukan
seseorang yang mampu mengembangkannya dalam hal ini guru. Oleh
karena itu, dalam pengembangan kemampuan anak mengemukakan
pendapatnya dibutuhkan seorang guru profesional kelas awal (kelas I
dan II) yang diharapkan mampu memahami anak yang sedang berada
dalam tahapan transisi dari penddikan pra-sekolah ke Sekolah Dasar
(SD). Selama ini proses belajar mengajar kelas I dan II di Sekolah
Dasar dilakukan oleh guru yang berlatar belakang Pendidikan Guru
Sekolah Dasar (PGSD) dan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
(PGPAUD). Dalam realitasnya, guru lulusan PGSD lebih banyak
terkonsentrasi pada guru kelas IV, V dan VI SD, sedangkan guru
lulusan PGPAUD lebih terkonsentrasi pada pendidikan
pra-sekolah.
Selain implikasi di atas, penelitian ini memberikan dampak pada
penelitian-penelitian lanjutan dan serupa bahwa jenis kelamin dan
kemampuan mengemukakan pendapat memiliki hubungan yang sangat erat.
Oleh karena itu, dalam setiap penelitian lanjutan tentang kemampuan
mengemukakan pendapat, perbedaan jenis kelamin dengan segala macam
karaktersitiknya harus diperhatikan.
Simpulan dan SaranDari hasil analisis data dapat disimpulkan;
(1) Kemampuan mengemukakan pendapat anak laki-laki lebih tinggi
dibandingkan dengan anak perempuan di Sekolah Dasar Negeri Mitra
Binaan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, (2)
Kemampuan mengemukakan pendapat anak laki-laki lebih tinggi
dibandingkan kemampuan mengemukakan pendapat anak perempuan yang
sama-sama memiliki kreativitas tinggi, (3) Kemampuan mengemukakan
pendapat anak perempuan yang memiliki kreativitas rendah tidak
berbeda dengan kemampuan mengemukakan pendapat anak laki-laki yang
juga memiliki kreativitas rendah, (4) Interaksi jenis kelamin dan
kreativitas tidak berpengaruh terhadap kemampuan mengemukakan
pendapat anak usia dini.Berdasarkan simpulan tersebut dapat
dikemukakan saran-saran sebagai berikut; (1) Sebaiknya guru lebih
mampu menstimulasi dan melatih kemampuan mengemukakan pendapat anak
dengan dengan memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada anak untuk
berekspresi dan mengembangkan potensi dirinya khususnya kepada anak
perempuan, (2) Pengembangan metode pembelajaran yang berpusat
kepada anak, hendaknya dilakukan dengan memperhatikan bakat dan
minat anak, sehingga anak mampu mengoptimalkan kemampuan diri serta
mendukung proses menuju kematangan biopsikososialnya, (3) Hendaknya
setiap guru kelas dan guru bidang studi kelas awal SD, membiasakan
melakukan latihan-latihan pada anak untuk mengembangkan kemampuan
mengemukakan pendapat, dimulai sejak membuat rencana pembelajaran
untuk kegiatan harian di kelas, (4) Diharapkan guru dapat
mendengarkan dan menghormati setiap bentuk pendapat anak serta
menjalin kerja sama dengan baik selama proses pembelajaran di
kelas, (5) Diharapkan guru dapat membuat ragam latihan dan motode
yang sesuai dengan karaktersitik anak tanpa harus membedakan latar
belakang status sosial ekonomi anak, (6) Diharapkan guru
mengoptimalkan sarana yang ada sebagai media dan alat pembelajaran
dalam rangka mengembangkan kemampuan mengemukakan pendapat, (7)
Pengembangan kemampuan anak khususnya kemampuan mengemukakan
pendapat membutuhkan seorang guru profesional yang memiliki
kompetensi khusus untuk anak kelas awal, sehingga mampu
menyelenggarakan pembelajaran pada anak kelas awal SD dengan baik.
Diharapkan guru kelas awal SD memiliki bekal kompetensi tersebut,
dan lebih mendalami pembelajaran pada kelas-kelas tersebut, (8)
Orangtua diharapkan dapat memberikan pendidikan kepada anak untuk
mampu mengemukakan pendapat sesuai dengan apa yang dirasakan dan
menghormati pendapat anak, (9) Membiasakan adanya dialog atau
diskusi dengan anak, sehingga anak memperoleh kesempatan
mengungkapkan perasaannya, (10) Membiasakan anak untuk dapat
berekspresi secara bebas dan bertanggungjawab dalam segala
hal.Menyediakan media-media yang disukai anak sebagai sarana untuk
menyampaikan pandangannya, dengan memperhatikan bakat dan minat
anak, (11) Studi ini baru mengungkap sebagian kecil permasalahan
yang berhubungan dengan kreativitas dan kemampuan mengemukakan
pendapat pada anak. Masih banyak faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi kemampuan mengemukakan pendapat dan kreativitas pada
anak khususnya anak kelas awal SD. Oleh karena itu, hendaknya
peneliti dapat mengembangkan hasil penelitian ini dengan melakukan
penelitian lanjutan, sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih
baik, komprehensif dan mendalam.Daftar AcuanAlwiyan, Abdurrahman.
1999. Quantum Learning: Membiasakan Belajar Nyaman dan
Menyenangkan. terj. Dari De Porter, Bobbi dan Mike Hernacki.
Bandung: Kaifia.Aschner, Mary Jane&Cahrles E. Bish.1968.
Productive Thinking in Education. (Washington DC: National
Education Association.Ausabel, David P. & Floyd G.
Robinson.1972. School Learning: An Introduction Educational
Psychology. New York: Hult Renehart and Winston.Bahaudin,
Taufik.2000. Brainware Management: Generasi Kelima Manajemen
Manusia. Jakarta: Elexmedia Komputindo. Basti.2008. Mengenali dan
Mengembangkan Kreativitas Peserta Didik. Makasar: Fakultas
Psikologi Universitas Negeri Makasar. Bloom, L. Z., K. Coburn &
J. Pearlman.1975. The New Assertive Woman. New York: Dell
Publishing Co. Inc.Bloomberg, Marton.1973. Theory and Research. New
Haven: Collage and University Press. Brockman, John.1993.
Creativity, The Reality Club 4. Singapore: A. Touchstone.C.,
Witherington H. 1982. Psikologi Pendidikan. terj. M. Buchari.
Jakarta: Aksara Baru.Cawood, D. 1987. Assertiveness for Managers,
Learning Skills For Managing People. British Columbia:
Internasional Self-Counsl Press Ltd.
Csikszentmihaly, Mihaly.1996. Creativity, Flow and the
Psychology of Discovery and Invention. New York: Harpers Collins
Publishers.
Dembo, Myron H.1981. Teaching For Learning. Santa Monica:
Goodyear Publishing Co.
Dryden, Cordan dan Jeannete Vos. 2000. Revolusi Cara Belajar:
Belajar akan Efektif kalau Anda dalam Keadaan Fun. terj. World
Transaltion Service. Bandung: Kaifia.
Fitri,. Pengertian Prilaku Asertif. 2009.
(http://duniapsikologi.dagdigdug.com /files/ 2009/
01/162003p.html).
Goble, Frank G. 1987. Madzhab Ketiga Psikologi Humanistik
Abraham Maslow, Terj. A. Suratinya, Yogyakarta: Kanisius. Gorman,
Richard M.1974. The Psychology of Classroom Learning, In Inductive
Approach. Ohio: Charles E. Merill Publishing Company. Guntoro, Mau
Kliping, Asertifkah Kita. 2009. h. 1 (www.glorianet.org/mau/
kliping klipaser. html)
Hendrick, Joanne. 1986. Total Learning, Curriculum for the Young
Child. London: Merill Publishing Company.
Hughes, J.M. 1982. Educational in America. New York: Harper and
Row Publisher.Hurlock, Elizabet B.1985. Child Development.
Singapore: Mc. Graw-Hill Book Company.Jakubowski, P & Lange, A.
J.1976. Responsible Assertive Behavior : Cognitive Behavioral
Procedures for Trainers. Illinois: Research Press.Kusnandi.1988.
Memahami Kreativitas Manusia. Jakarta: Jurnal Pusat Pengembangan
Penataran Guru Tertulis.
Margono, Latri M. 2005. Anak-anak Pengungsi Masih dapat Kreatif
Bermain, Studi tentang leasure, Makalah untuk Hari Anak
Nasional.
Miller, William R., Carolina E. Yahne & John M. Rhodes.1990.
Adjustment: the Psychology of Change. New Jersey: Prentice Hall
Engle Wood Cliffs.
Munadar, Utami.1999. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak
Sekolah, Petunjuk bagi Guru dan Orangtua. Jakarta : Gramedia Widia
Sarana Indonesia.
Munadar, Utami.1977. Creativity and Education, A Study of the
Relationships between Measures of Creative Thingking and a Number
of the Educational Variables In Indonsia Primary and Junior High
Schools. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.Munadar,
Utami.2004. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka
Cipta, 2004.Munandar, Utami. 2002. Kreativitas dan keberbakatan,
Strategi mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2002.Rathus, Spencer A. dan Jeffrey S. Nevid.1992.
Adjustment and Growth, the Challenges of Life. New York: Harcourt
Brace Jovanovich College PublishersSalomon, L. J. & E. D.
Rothblum.1985. Social Skill Problem Experinced by Women, In Hand
Book of Social Skill Training and Research. Edt. Luciano L. Abate.
New York: John Willey and Sons.
Samples, Bob.2002. Revolusi Belajar untuk Anak, terj. Rahmani
Astuti. Bandung: Kaifia.
Santrock, John W.1997. Life-Span Development. Chicago: Brown and
Benchmark Publishers.
Sarwono, Sarlito Wirawan.1999. Psikologi Sosial. Jakarta: Balai
Pustaka.Wrigttsman, Lawrence S. dan Fillmore H. Stanford.1975.
Psychology: A Scientific Behaviour. California: Cole
Publication.Zulkaida, Anita.2005. Tingkah laku Asertif pada
Mahasiswa. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Gunadarma.124125