Page 1
1
Pengaruh Durasi Pemberian Kombinasi Akar Kucing (Acalypha indica Linn) dan Pegagan (Centella asiatica) terhadap Perubahan Kadar Protein
Karbonil dalam Ginjal Tikus Paskahipoksia
Caroline Oktarina, Ani Retno Prijanti, Siti Farida, Erni Hernawati Purwaningsih
1. Program Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba 6, Jakarta Pusat, Indonesia 2. Departemen Biokimia dan Biologi Molekular, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba 6, Jakarta
Pusat, Indonesia 3. Departemen Farmasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba 6, Jakarta Pusat, Indonesia 4. Departemen Farmasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Salemba 6, Jakarta Pusat, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Tidak adekuatnya suplai oksigen menyebabkan hipoksia dan kerusakan jaringan ginjal. Banyak herbal yang memiliki efek antioksidan digunakan sebagai terapi, contohnya adalah akar kucing dan pegagan. Penelitian ini meneliti durasi kombinasi akar kucing dan pegagan yang sesuai untuk menurunkan stres oksidatif ginjal paska hipoksia. Tikus diinduksi hipoksia selama tujuh hari dan diberikan terapi 200 mg/kgBB akar kucing dan 150 mg/kgBB pegagan selama 3, 7 dan 14 hari dengan kontrol positif pirasetam. Parameter yang dinilai adalah karbonil. Kadar karbonil diuji menggunakan One Way ANOVA. Durasi terapi 14 hari (1500±192 nM cm) menghasilkan kadar karbonil lebih rendah dibandingkan durasi 3 hari (6314±1273 nM cm) dan 7 hari (2123±1239 nM cm). Durasi terapi 14 hari (1500±192 nM cm) menghasilkan kadar karbonil lebih rendah dibandingkan durasi 3 hari (6314±1273 nM cm) dan 7 hari (2123±1239 nM cm). Durasi terapi 14 hari juga menunjukkan kadar lebih rendah dari kelompok standar (1654±748 nM cm) dan kontrol negatif (2128±927 nM cm). Akan tetapi terapi dengan durasi 14 hari tidak berbeda bermakna dari 7 hari dan pirasetam (800±272 nM cm). Oleh karena itu, terapi menggunakan kombinasi akar kucing dan pegagan memberikan efek jika digunakan minimal selama 7 hari.
Kata Kunci: Acalypha indica Linn; adaptasi ginjal; antioksidan; Centella asiatica; hipoksia; inflamasi; stres oksidatif
The Effect of Duration of Therapy with Combination of Akar Kucing (Acalypha indica Linn) and Pegagan (Centella Asiatica) in Changes of Carbonil Protein Concentration in
Sprague Dawley’s Kidney after Hypoxia
Abstract
Inadequate of oxygen supply triggers hypoxia and causes tissue damage. Herbals have the potency of antioxidant used as therapy, such as Acalypha indica Linn and Centella asiatica. This research search the appropriate duration for combination of Acalypha indica Linn and Centella asiatica therapy to reduce the oxidative stress of post-hypoxic renal. Guinea pigs were induced by hypoxia for seven days and given the combination of 200 mg/kgBW Acalypha indica Linn and 150 mg/kgBW Centella asiatica for 3, 7 and 14 days with piracetam as positive control. The measured parameter is carbonil. The carbonil concentrate will be input for One Way ANOVA. 14 days therapy (1500±192 nM cm) showed lower carbonil concentration than 3 days therapy (6314±1273 nM cm) and 7 days therapy (2123±1239 nM cm). ). 14 days therapy also shows lower carbonil concentration than standard (1654±748 nM cm) and negative control (2128±927 nM cm). But, this duration shows no significant different than 7 days therapy and piracetam (800±272 nM cm). To be concluded, the combination therapy gives effect if used for at least 7 days.
Keywords: Acalypha indica Linn; antioxidant; Centella asiatica; hypoxia; inflammation; oxidative stress; renal adaptation
Pengaruh durasi…, Caroline Oktarina, FK UI, 2014
Page 2
2
Pendahuluan
Ginjal adalah organ ekskresi pada
tubuh manusia. 25% darah dari jantung
dialirkan ke ginjal dan ginjal mendapatkan
suplai oksigen dua kali lebih banyak
dibandingkan otak. Oksigen berperan
sebagai sumber energi bagi aktivitas
metabolik. Penurunan suplai oksigen akan
memicu terjadinya hipoksia yang berujung
pada stres oksidatif dan kerusakan sel.
Salah satu penanda kerusakan sel adalah
peningkatan produksi protein karbonil.1-6
Hipoksia pada ginjal dapat
berkembang menjadi penyakit ginjal
kronik. Prevalensi penyakit ini berkisar 5-
7% dengan mayoritas penderita ada di
negara berkembang. Prognosis akhirnya
pun buruk dan berujung pada kematian.
Untuk menangani progresivitas penyakit
ginjal kronik digunakan terap
menggunakan antioksidan. Antioksidan
berperan melawan radikal bebas. Akar
kucing (Acalypha indica Linn.) dan
pegagan (Centella asiatica) adalah
tanaman dengan sifat antioksidan yang
seringkali digunakan sebagai obat herbal.
Keduanya merupakan tanaman yang sering
digunakan oleh masyarakat sebagai obat
herbal. Potensi kedua tanaman ini perlu
digali lebih dalam karena efeknya yang
hampir sama dengan obat dan tidak ada
efek samping yang bermakna.6-9
Pada penelitian ini, baik akar kucing
maupun pegagan digunakan sebagai terapi
antioksidan pada ginjal yang telah
diinduksi hipoksia. Penelitian ini dibuat
untuk mengetahui pengaruh pemberian
kombinasi Acalypha indica Linn. dan
Centella asiatica dalam menurunkan stres
oksidatif pada ginjal yang hipoksia serta
durasi pemberian yang optimal. Variabel
yang diukur adalah kadar protein karbonil
yang akan meningkat seiring
bertambahnya stres oksidatif.
Tinjauan Teoritis
Ginjal
Ginjal adalah organ berbentuk
kacang yang terletak di belakang
peritoneum parietal setinggi vertebra
torakal XI-lumbal III. Ginjal berasal dari
metanefros. Pada orang dewasa ukuran
ginjal berkisar pada panjang 12 cm, lebar
6 cm dan tebal 3 cm. Pada bagian medial
ginjal terdapat hilum, yaitu tempat
beradanya pembuluh darah, saraf dan
ureter. Fungsi ginjal adalah menjaga darah
dan cairan tubuh dari kontaminan dengan
mekanisme ekskresi.1,2
Ginjal dibagi menjadi dua bagian,
yaitu korteks dan medulla. Sedangkan, unit
fungsional ginjal adalah nefron. Nefron
dapat dibagi dua menjadi nefron kortikal
dan nefron juxtamedullary. Nefron kortikal
cenderung lebih pendek daripada nefron
juxtamedullary dan terletak di bagian luar
korteks.1,8
Pengaruh durasi…, Caroline Oktarina, FK UI, 2014
Page 3
3
Vaskularisasi renal dilakukan oleh
banyak arteri dan vena. Umumnya 25%
sirkulasi darah dari jantung melalui ginjal
karena ginjal memiliki fungsi untuk
menjaga darah agar tidak terkontaminasi.
Jalur yang dilalui berasal dari aorta yang
bercabang menjadi arteri renal. Arteri renal
bercabang menjadi lima buah arteri
segmental yang masuk melalui hilum.
Arteri segmental memasuki setiap lobus
dengan percabangan arteri interlobular dan
kemudian bercabang menjadi arteri arkuata
di pertemuan medulla dan korteks.
Jaringan kortikal disuplai oleh
percabangan arteri arkuata, yaitu arteri
kortikal radiata.1
Ginjal menerima oksigen lebih
banyak dua kali daripada otak dan tujuh
kali aliran darah daripada otak. Oksigen
dengan jumlah banyak ini dibutuhkan
terkait reabsorpsi sodium di ginjal. Aliran
darah di ginjal dapat ditentukan dengan.1,3
Tekanan arteri renal pada umumnya
sama dengan tekanan arteri sistemik.
Resistensi vaskular renal ditentukan oleh
adanya sistem saraf simpatik, sistem
hormon dan mekanisme kontrol renal
internal. Sistem ini sangat penting dan
berperan pada mekanisme regulasi
pembuluh darah renal saat terjadi
perubahan tekanan.3
Hipoksia
Oksigen berperan dalam produksi
ATP yang menjadi sumber energi aktivitas
metabolik. Jika distribusi oksigen ke
jaringan terganggu, terjadilah hipoksia.
Hipoksia dapat diklasifikasikan menjadi
hipoksia hipoksik, anemic, iskemik dan
histotoksik.3,4,10
Untuk mengatasi hipoksia yang
terjadi, gen Hypoxia-Inducible Factor-1
(HIF-1) teraktivasi pada kondisi hipoksia.
Gen HIF-1 berinteraksi dengan enzim dan
faktor transkripsi dalam mempengaruhi
proses vaskularisasi dan pertumbuhan
jaringan. Pengaktifan gen HIF-1 akan
meningkatkan proliferasi sel dan
angiogenesis sehingga dapat meningkatkan
suplai oksigen ke jaringan.11
Stres Oksidatif
Stres oksidatif adalah terdapatnya
akumulasi radikal bebas yang merupakan
derivat oksigen. Stres oksidatif dapat
berperan dalam kerusakan sel pada kondisi
seperti iskemia, penuaan dan fagositosis
mikroba. Molekul-molekul yang berikatan
dengan radikal bebas akan berubah
menjadi radikal bebas sehingga
menyebabkan kerusakan pada sel.5
ROS merupakan salah satu jenis
radikal bebas yang umumnya diproduksi
oleh sel ketika respirasi mitokondria dan
produksi energi. Ketika produksi ROS
berlebihan atau sistem pertahanan sel tidak
aktif maka kadar radikal bebas dalam sel
Pengaruh durasi…, Caroline Oktarina, FK UI, 2014
Page 4
4
akan meningkat dan terjadilah stres
oksidatif yang memiliki implikasi pada
berbagai proses patologis. Leukosit seperti
neutrofil dan makrofag menghasilkan ROS
yang berperan sebagai mediator dalam
menghancurkan mikroba, jaringan yang
mati dan substansi yang tidak dibutuhkan.5
Ada beberapa jenis radikal bebas
yang umumnya terlibat dalam proses
kerusakan sel.5
1. Anion superoksida O2-
2. Hidrogen peroksida H2O2
3. Radikal hidroksil –OH
4. Peroksinitrit ONOO-
ROS menimbulkan kerusakan sel
dengan cara peroksidasi lipid pada
membran, modifikasi oksidatif protein dan
lesi pada DNA. ROS umumnya tidak stabil
dan dapat didegradasi dengan spontan.
Antioksidan dapat membantu proses
inaktivasi ROS ataupun menginhibisi
pembentukan ROS, contohnya vitamin E,
vitamin A, asam askorbat, glutation, enzim
katalase, enzim SOD dan enzim glutation
peroksidase. Cara lain meminimalisir
pembentukan ROS adalah dengan
meningkatkan pengikatan metal reaktif
dengan protein transport seperti transferin,
ferritin, laktoferin dan ceruloplasmin.
Metal reaktif dapat mengkatalisir proses
pembentukan ROS.5
Akar kucing (Acalypha indica Linn.)
Acalypha Indica Linn atau Acalypha
Indian atau akar kucing ditemukan di
negara tropik. Bentuknya tegak, berukuran
2,5-7,5 cm x 2-4,5 cm, tinggi 30-75 cm,
bercabang banyak dan panjang serta
daunnya dan bunga berkumpuldekat
dahan. Kandungannya adalah alkaloid,
flavonoid, katakol, saponin, senyawa
fenolat dan steroid. Tanaman ini berperan
sebagai antiinflamasi, analgesik,
antibakteri, antihelmintes, antifungal,
antioksidan, antimoluska, neuroprotektif,
antinfertilitas, anti racun dan antiulkus.8,12
Efek antioksidan Acalypha Indica
Linn adalah mengurangi radikal bebas
superoksida dan hidroksil serta
menghambat peroksidasi lipid. Efek
optimal dalam memicu proliferasi sel
paska hipoksia adalah dengan dosis 10
mg/ml. Efek ini didukung oleh acalyphin
dan stigmasterol yang menekan aktivasi
enzim fosfolipase A2 dalam respon
inflamasi. Kandungan lain yang berperan
adalah flavonoid yang menjadi scavenger
radikal bebas.8,12
Pegagan (Centella asiatica)
Triterpenoid saponin dan sapogenin
dapat digunakan pada pengobatan luka dan
memiliki efek vaskular. Centellosida dan
derivatnya dapat digunakan sebagai
pengobatan hipertensi. Kandungan glikosid
isothankunisida dan thankusinida bersifat
antifertilitas pada mencit.13
Pengaruh durasi…, Caroline Oktarina, FK UI, 2014
Page 5
5
Centella dapat menyebabkan
peningkatan hiperplasia sel dan produksi
kolagen; mempercepat penyembuhan luka
pada vena yang varises; mempercepat
regenerasi akson; efek sedatif, ansiolitik,
antidepresan, antiepileptik dan kognitif;
antioksidan dan protektif terhadap ulkus
peptikum yang diinduksi aspirin & etanol 9,13,14
Centella memiliki efek antioksidan
dibuktikan dengan penelitian pada mencit
yang diinduksi oleh ekstrak Centella
selama 21 hari. Kadar malonaldehid
berkurang disertai peningkatan kadar
enzim antioksidan. Asam asiatat
menunjukkan efek inhibisi apoptosis sel
akibat radikal bebas sedangkan flavonoid
telah terbukti memiliki efek antioksidan
yang tinggi akibat kapasitasnya dalam
oksidasi dan reduksi sehingga dapat
menetralkan radikal bebas. Pada kadar
yang sangat tinggi, keduanya dapat
menyebabkan efek sitotoksik.13,14
Efek pada manusia dapat dicapai
setelah administrasi ekstrak 30 mg dan 60
mg dalam satu dosis. Kadar plasma
maksimum didapat setelah 4,5 dan 4,2 jam
sedangkan waktu paruhnya adalah 2,2 jam
dan 3,4 jam. 24 jam setelahnya kadar
saponin tidak terukur sama sekali. Kadar
maksimum pada plasma akan dicapai
setelah tujuh hari pengobatan dengan dosis
yang sama. Untuk dewasa disarankan dosis
ekstrak 60-120 mg per hari. Ekstrak dibuat
dari 0,5-6 g Centella dengan pelarut
alkohol 1:5 sebanyak 10-20 mL. Terapi
dengan Centella disarankan tidak melebihi
dari 6 minggu dan membutuhkan jeda 2
minggu sebelum melanjutkan terapi.9,13
Efek samping Centella yang
diketahui adalah gangguan sistem
pencernaan, mual, pusing dan ruam pada
kulit. Kontraindikasi untuk pengobatan
dengan Centella adalah kehamilan karena
dapat mengakibatkan stimulasi pada
pendarahan di pelvis.9,13
Pirasetam
Pirasetam merupakan obat nootropik
yang umum digunakan pada penderita
demensia, cedera otak dan juga gangguan
kognitif pada proses penuaan. Beberapa
kegunaan pirasetam adalah:15
1. Pirasetam mengikat bagian polar dari
fosfolipid membran sehingga
membentuk susunan asam lemak
yang lebih fleksibel. Jika terjadi stres
oksidatif umumnya akan terjadi
peroksidasi lipid sehingga susunan
asam lemak menjadi semakin kaku.
Maka pirasetam dapat mencegah
terjadinya stres oksidatif ataupun
penuaan.15
2. Efek pirasetam lainnya adalah
sebagai pemercepat proses
metabolik, sehingga pirasetam
memiliki efek menguntungkan pada
Pengaruh durasi…, Caroline Oktarina, FK UI, 2014
Page 6
6
proses penuaan dan
neurodegenerasi.15,16
3. Meningkatkan fungsi otak, terutama
fungsi kognisi.15
Pirasetam dapat meningkatkan
fluiditas membran yang mengatur fungsi
mitokondria yang terganggu pada stres
oksidatif. Pirasetam yang digunakan untuk
terapi mencit dengan penuaan akan
menyebabkan peningkatan aktivitas enzim
antioksidan. Peningkatan semakin
signifikan pada mencit yang berumur lebih
tua dibandingkan yang muda.15
Administrasi pirasetam yang baik
umumnya diaksanakan dengan dosis 100-
500 mg/kg secara oral untuk hewan coba
sedangkan untuk pasien manusia dosis
yang digunakan adalah 5 g/hari. Pada
administrasi 500 mg/kg didapatkan
konsentrasi obat dalam plasma sekitar 500-
1000 µM/L.15
Protein Karbonil
Karbonil merupakan protein yang
umumnya digunakan sebagai marker atau
penanda kerusakan yang disebabkan oleh
radikal bebas. Radikal bebas dapat
menyebabkan protein teroksidasi, disfungsi
mitokondria dan lipid terperoksidasi
sehingga mengganggu fungsi sel.6
Pengukuran karbonil biasanya
dilakukan dengan tes PCO (protein
carbonyl). Metode PCO berdasarkan
pembentukan basa Schiff yang dihasilkan
reaksi pembentukan protein hydrazones.
Protein ini dibentuk dinitrophenyhydrazine
(DNPH) dengan karbonil dan kemudian
diukur dengan spektrofotometer. Protein
akan terpresipitasi dengan bantuan 1%
asam trikloroasetat. Pellet diukur dalam 10
mmol/L DNPH plus 2N HCl atau 2N HCl
sebagai blanko yang kemudian dicuci
dengan 1:1 etanol-etilasetat. Pellet akan
larut dalam 6 mol/L guanidin. Karbonil
dihitung dalam nmol/mg protein dengan
absorban 370 nm.6
Sebuah penelitian dilakukan Noeman
SA, et.al mengenai pengaruh stres
oksidatif yang diakibatkan obesitas dengan
kadar enzim dan protein dalam tubuh
tikus.. Pada kelompok kontrol didapatkan
kadar karbonil adalah 18,86 ± 1,69 nmol/g
jaringan ginjal dan pada kelompok stres
oksidatif didapatkan kadar karbonil adalah
26,54 ± 3,4 nmol/g jaringan ginjal.
Peningkatan ini mungkin disebabkan
kerusakan protein sel yang disebabkan
akumulasi radikal bebas sehingga
mengganggu fungsi sel.6
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dengan desain
eksperimental untuk mencari pengaruh
lama konsumsi kombinasi Acalypha indica
Linn dan pegagan (Centella asiatica)
terhadap perubahan kadar protein karbonil
pada ginjal tikus. Berdasarkan perhitungan
dengan rumus Federer dengan kriteria drop
Pengaruh durasi…, Caroline Oktarina, FK UI, 2014
Page 7
7
out didapatkan bahwa sebanyak 7 ekor
tikus per grup yang dibutuhkan. Tikus
yang digunakan adalah Sprague Dawley
jantan dari pembiakan yang sama dengan
berat badan awal 150-250 gram. Tikus
yang sakit dan mati sebelum penelitian
selesai tidak akan diperhitungkan. Pada
penelitian ini, empat puluh dua ekor tikus
dibagi menjadi enam kelompok tikus yang
mendapatkan perlakuan sebagai berikut
Tabel 1. Desain Penelitian
No Jenis Perlakuan
Kelompok
1
Tikus
standar
Tikus tidak diinduksi
hipoksia dan diberi
akuades
Kelompok
2
Kontrol
negatif
Tikus diinduksi
hipoksia selama
tujuh hari lalu diberi
akuades selama tujuh
hari
Kelompok
3
Kontrol
positif
Tikus diinduksi
hipoksia selama
tujuh hari lalu diberi
Pirasetam 50mg/kg
BB selama tujuh
hari.
Kelompok
4
Eksperimen
1
Tikus diinduksi
hipoksia selama
tujuh hari lalu diberi
kombinasi pegagan
150mg/kgBB
pegagan dan akar
kucing 200mg/kgBB
selama tiga hari
Kelompok
5
Eksperimen
2
Tikus diinduksi
hipoksia selama
tujuh hari lalu diberi
kombinasi pegagan
150 mg/kgBB + akar
kucing 200mg/kgBB
selama tujuh hari
Setelah perlakuan selesai dilakukan,
ginjal tikus diekstrak dan diukur kadar
protein karbonil di dalamnya.
Berdasarkan rumus Federer,
dibutuhkan 4 ekor sampel per kelompok.
Perhitungan drop out dengan persentasi
20% menghasilkan jumlah sampel yang
dibutuhkan 7 ekor per kelompok.
Variabel dependen yang digunakan
adalah kadar protein karbonil dari ginjal
yang telah diberi perlakuan. Variabel
independen adalah durasi pemberian
kombinasi Acalypha indica Linn dan
Centella asiatica. Variabel perancu adalah
adanya gangguan sistem pernapasan dan
usia tikus.
Berikut adalah alat dan bahan yang
digunakan dalam penelitian, yaitu tikus
Sprague Dawley, akuades, akar kucing
(Acalypha indica Linn.), pegagan (Centella
asiatica), pirasetam, asam trikloroasetat
(TCA) 10% dan 20%, 2,4-
Dihidrofenilhidrazin (DNPH), HCl 2,5 M,
etanol-etil asetat, NaOH 0,4 N, urea 9 M,
kandang tikus, makanan tikus, timbangan,
panci, kompor, rotavapor, labu
Erlenmeyer, gelas kimia, mortar dan
stampler, gas hipoksia, spuit, eter, sarung
Pengaruh durasi…, Caroline Oktarina, FK UI, 2014
Page 8
8
tangan, masker, tissue, set bedah, heparin,
formalin, tabung reaksi, label, pinset,
mikropipet, alat sentrifugasi serta
spektrofotometer
Teknik pengambilan data dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
A. Persiapan Ekstrak Akar Kucing,
Ekstrak Pegagan dan Pirasetam
Tablet pirasetam digerus
menggunakan mortar dan
stampler, pegagan telah dalam
bentuk ekstrak dan batang akar
kucing diekstraksi selama dua
minggu. Akar kucing
dibersihkan dan ditimbang lalu
direbus dalam panci dengan
suhu 80oC. Setelah direbus,
hasilnya dimasukkan ke
rotavapor. Hasil berupa ekstrak
kental disimpan dalam lemari
pendingin. Seluruh proses
dilakukan di Departemen
Farmasi.
B. Tikus Diinduksi Hipoksia
Tikus diberi makanan tikus dan
minum di Laboratorium
Biokimia dan Biologi
Molekular. Setelah tujuh hari,
lima kelompok tikus diinduksi
dengan gas hipoksia selama
tujuh hari. Kelompok standar
tidak dihipoksia.
C. Terapi Tikus Pascahipoksia
Kelompok tikus 2 hingga 6 yang
telah dihipoksia diberikan terapi
sesuai tabel desain penelitian.
D. Pengambilan Sampel Ginjal
Tikus yang telah selesai
mengalami perlakuan dibius
dengan eter. Setelah tidak sadar,
tikus dibedah dengan
menggunakan heparin. Kedua
ginjal diambil dan diawetkan
dengan formalin.
E. Pemeriksaan Kadar Protein
Karbonil
Jaringan ginjal tikus dibuat
homogenat. Satu sampel dibagi
menjadi tiga buah tabung yang
masing-masing berisi 0,1 mL
sampel dan 0,4 mL akuabides. 2
mL DNPH dalam HCl 2,5 M
ditambahkan pada tabung 1 dan
2. 2 mL HCl 2,5 M ditambahkan
pada tabung 3. Semua tabung
diinkubasi dalam kondisi tertutup
dan gelap selama 45 menit
kemudian dihomogenisasi
dengan vorteks setiap 15 menit. 2
mL TCA 20% ditambahkan ke
dalam semua tabung. Semua
tabung dimasukkan ke dalam es
selama 5 menit. Seluruh sampel
disentrifugasi selama 5 menit dan
dibuang supernatannya. 2 mL
TCA 10% ditambahkan ke
seluruh sampel dan
Pengaruh durasi…, Caroline Oktarina, FK UI, 2014
Page 9
9
dihomogenisasi. Sampel
disentrifugasi 5 menit dan
dibuang supernatannya.
2 mL etanol-etil asetat
ditambahkan ke seluruh sampel
dan dihomogenisasi. Sampel
disentrifugasi 5 menit dan
dibuang supernatannya.
Penambahan etanol-etil asetat
hingga dibuang supernatannya
diulangi sebanyak tiga kali. 1 mL
urea 9 M dalam NaOH 0,4 N
ditambahkan ke seluruh sampel
Semua sampel diinkubasi selama
10 menit dan dikocok di suhu
37o. Seluruh sampel
disentrifugasi selama 5 menit.
Supernatan dibaca menggunakan
spektrofotometer dengan
absorbansi 390 nm
F. Perhitungan Kadar Protein
Karbonil
Hasil pembacaan dari
spektrofotometer dimasukkan ke
dalam rumus
c = A / ɛ
c = Kadar protein karbonil
A = Hasil pembacaan dari
spektrofotometer
ɛ = koefisien ekstingsi rata-rata
untuk protein karbonil (22000
M-1 cm-1)
Data yang dihasilkan adalah kadar
protein karbonil oleh ginjal tikus setelah
perlakuan. Analisis dilakukan
menggunakan SPSS for Windows 21.0.
Normalitas data diuji dengan uji Shapiro-
Wilk dan variansi data diuji dengan uji
Levene. Jika normalitas dan variansi data
normal, dilanjutkan dengan uji One-Way
ANOVA. Jika terdapat abnormalitas, data
ditransformasi. Hasil transformasi diuji
dengan uji One-Way ANOVA.
Kesimpulan ditarik dengan uji Post-Hoc.
Jika hasil p<0.05 maka terdapat hubungan
bermakna antar kelompok yang diuji. Rata-
rata kadar karbonil kelompok perlakuan
akan dibandingkan hubungannya dan
jumlahnya dengan kelompok standar. Dari
perbandingan tersebut dihasilkan terapi
mana yang paling sesuai dalam
menurunkan stres oksidatif pada tikus.
Adanya persetujuan penggunaan
hewan coba yang diberikan oleh Komisi
Etik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Penelitian ini telah lolos kaji
etik di bawah judul penelitian “Pengaruh
Durasi Kombinasi Kumis Kucing
(Acalypha indica Lynn) dan Pegagan
(Centella asiatica) terhadap Perubahan
Kadar Parameter Stres Oksidatif dalam
Ginjal Tikus Pascahipoksia”.
Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan dengan empat
puluh buah data karena dua ekor tikus
dinyatakan drop out. Hasil yang
didapatkan adalah sebagai berikut:
Pengaruh durasi…, Caroline Oktarina, FK UI, 2014
Page 10
10
Gambar 1. Grafik Kadar Karbonil
Keterangan: 3 hari: kelompok tikus yang dihipoksia dan diberikan terapi akar kucing dan pegagan selama 3 hari; 7 hari: kelompok tikus yang dihipoksia dan diberikan terapi akar kucing dan pegagan selama 7 hari; 14 hari: kelompok tikus yang dihipoksia dan diberikan terapi akar kucing dan pegagan selama 14 hari; tikus standar: kelompok tikus yang tidak dihipoksia; kontrol positif: kelompok tikus yang dihipoksia dan diberikan pirasetam; kontrol negatif: kelompok tikus yang dihipoksia dan diberikan plasebo. Hubungan yang bermakna ditunjukkan oleh kelompok 3 hari dengan 14 hari, tikus standar, kontrol positif dan kontrol negatif; kelompok kontrol positif dengan 7 hari dan kontrol negatif.
Pada penelitian didapatkan data
absorbansi homogenat 1, 2 dan blanko
yang diolah menjadi kadar protein karbonil
sesuai dengan rumus. Untuk melihat
persebaran data, data kadar karbonil
seluruh kelompok diuji menggunakan uji
normalitas Shapiro Wilk karena jumlah
data <50 buah. Pada uji ini didapatkan
bahwa kelompok kontrol positif memiliki
p=0.02 sedangkan p kelompok lain >0.05.
Kemudian dilakukan uji variansi data
dengan uji Levene dan didapatkan p>0.05
yang berarti variansi data normal.
Dari hasil tersebut didapatkan bahwa
distribusi data abnormal dan variansi
normal sehingga perlu dilakukan
transformasi data. Transformasi data
dilakukan dengan melihat kurva power of
transformation dan didapatkan slope =
0.819 power of transformation = 0.181 dan
data diakarkan. Data hasil transformasi
berkurang menjadi 37 buah data dengan
masing-masing kelompok memiliki data
Pengaruh durasi…, Caroline Oktarina, FK UI, 2014
Page 11
11
≥4 buah sesuai perhitungan di desain
penelitian.
Normalitas dan variansi data diuji
lagi menggunakan uji Shapiro Wilk dan uji
Levene. Hasil yang didapatkan berupa
p>0.05 di semua kelompok. Setelah
normalitas dan variansi data normal, uji
One-Way ANOVA dapat dilakukan.
Uji One-Way ANOVA dilakukan
dengan membandingkan variabel dependen
dan independen. Pada uji ini dicari
hubungan bermakna antara keduanya.
Hasil yang didapatkan adalah p=0.000
sehingga paling tidak terdapat perbedaan
kadar karbonil yang bermakna pada 6
kelompok. Uji selanjutnya yang dilakukan
adalah Post-Hoc LSD untuk menentukan
kelompok mana yang memiliki hubungan
yang berbeda bermakna dan yang tidak.
Kelompok perlakuan 3 hari memiliki
hubungan berbeda bermakna dengan
kelompok tikus standar, kontrol negatif,
kontrol positif dan kelompok perlakuan 14
hari, yaitu dengan p=0.000, p=0.000,
p=0.012 dan p=0.000. Kelompok kontrol
positif memiliki hubungan berbeda
bermakna dengan kelompok kontrol
negatif dan kelompok perlakuan 7 hari,
yaitu dengan p=0.010 dan p=0.005.
Dari data didapatkan pada terapi
menggunakan kombinasi akar kucing dan
pegagan memberikan efek penurunan
kadar karbonil seiring bertambahnya durasi
terapi. Pada kelompok perlakuan 3 hari
rata-rata kadar karbonil didapatkan 6314
nM cm. Pada kelompok perlakuan 7 hari
rata-rata kadar karbonil didapatkan 2123
nM cm dan rata-rata ini lebih rendah dari
rata-rata kadar karbonil kelompok kontrol
negatif, yaitu 2128 nM cm. Pada kelompok
perlakuan 14 hari rata-rata kadar karbonil
didapatkan 1500 nM cm. Rata-rata
karbonil pada kelompok perlakuan 14 hari
menunjukkan hasil yang lebih baik
dibandingkan kelompok kontrol negatif
dan kelompok tikus standar, yaitu 1654
nM cm. Perlakuan 7 hari dan 14 hari tidak
memberikan penurunan kadar karbonil
yang lebih baik dibandingkan kontrol
positif, yaitu pirasetam dengan rata-rata
800 nM cm namun keduanya tidak
memiliki perbedaan bermakna. Maka
semakin lama durasi terapi, semakin besar
penurunan kadar protein karbonil pada
ginjal tikus paskahipoksia.
Pembahasan
Pada penelitian ini tikus diinduksi
hipoksia selama 7 hari. Hipoksia
merupakan kurangnya distribusi oksigen
dalam jaringan yang dapat menyebabkan
terjadinya stress oksidatif.11 Lama hipoksia
selama 7 hari ini ditentukan berdasarkan
penelitian Asni et.al (2009)17 mengenai
pengaruh hipoksia berkelanjutan terhadap
Pengaruh durasi…, Caroline Oktarina, FK UI, 2014
Page 12
12
penanda stres oksidatif pada ginjal tikus.
Hipoksia pada ginjal tikus menimbulkan
perubahan bermakna pada penanda stres
oksidatif seperti malondialdehid, glutation
tereduksi dan katalase setelah 3 hari paska
hipoksia. Perubahan ini berfluktuatif dan
menurun setelah 14 hari.17 Berdasarkan
data ini, diambil durasi 7 hari di mana
diharapkan hipoksia sudah menimbulkan
efek maksimal pada ginjal.
Kombinasi terapi akar kucing dan
pegagan telah terbukti dapat menurunkan
tingkat stres oksidatif pada makhluk hidup.
Berdasarkan penelitian Lionika (2011)18,
terapi dengan kombinasi dosis 200
mg/kgBB akar kucing dan 150 mg/kgBB
pegagan selama tujuh hari menghasilkan
efek yang serupa dengan terapi
menggunakan pirasetam sebanyak 50
mg/kgBB selama tujuh hari.18 Oleh karena
itu, dalam penelitian ini digunakan
kombinasi dosis 200 mg/kgBB akar kucing
dan 150 mg/kgBB pegagan dengan durasi
pemberian berbeda-beda. Durasi 3 hari, 7
hari dan 14 hari ditentukan berdasarkan
sebuah review yang mengatakan bahwa
efek maksimal pegagan tampak pada hari
ketujuh setelah terapi.13 Untuk akar kucing
belum ditemukan durasi terapi optimalnya.
Durasi 3 dan 14 hari ditentukan sebagai
pembanding.
Berdasarkan penelitian Noeman,
Haemooda & Baalash (2011)6 protein
karbonil adalah salah satu penanda stres
oksidatif pada makhluk hidup. Penelitian
ini membuktikan bahwa terjadinya stres
oksidatif dapat menyebabkan perubahan
pada kadar protein karbonil,
malondialdehid, glutation peroksidase,
glutation transferase, glutation tereduksi
dan katalase.6 Maka pada penelitian ini
digunakan kadar protein karbonil sebagai
variabel dependen. Pada kelompok perlakuan 3 hari
didapatkan kadar karbonil yang tinggi
dibandingkan kelompok lain. Kondisi ini
diakibatkan oleh adanya cedera reperfusi.
Studi Hashemi (2014)19 menunjukkan
bahwa cedera reperfusi adalah suatu
fenomena kerusakan jaringan setelah
kondisi hipoksia karena kembalinya
sirkulasi seperti semula. Pada saat terjadi
kembalinya sirkulasi, mediator inflamasi
yang ada di sirkulasi memicu terjadinya
produksi ROS dan stres oksidatif. Pada
fase ini terjadi perubahan DNA dan
peroksidasi lipid.19 Akan tetapi, terapi
menggunakan kombinasi akar kucing dan
pegagan memberikan efek setelah
dilakukan terapi selama tujuh hari.13
Berdasarkan kedua fakta tersebut maka
rata-rata kadar karbonil yang tinggi pada
kelompok 3 hari menunjukkan durasi
kombinasi terapi belum optimal.
Pada perlakuan 7 hari didapatkan
rata-rata kadar karbonil sudah menurun
dibandingkan dengan kelompok kontrol
negatif. Durasi ini sesuai dengan review
yang mengatakan bahwa durasi optimal
Pengaruh durasi…, Caroline Oktarina, FK UI, 2014
Page 13
13
terapi dengan pegagan adalah 7 hari.13
Kondisi ini menandakan bahwa kombinasi
terapi herbal sudah menunjukkan
dampaknya terhadap stres oksidatif. Kadar
karbonil pada kelompok perlakuan 14 hari
juga lebih rendah dibandingkan kontrol
negatif serta tikus standar. Antara
kelompok 7 hari, 14 hari dan kontrol
positif tidak ditemukan perbedaan yang
bermakna sehingga dapat dikatakan bahwa
secara statistik efeknya sebanding.
Maka dapat disimpulkan bahwa pada
penelitian ini didapatkan bahwa durasi
pemberian 200 mg/kgBB akar kucing dan
150 mg/kgBB pegagan selama 7 hari dan
14 hari memiliki efek antioksidan yang
sebanding dengan pirasetam sebanyak 50
mg/kgBB selama 7 hari dalam
menurunkan kadar protein karbonil pada
ginjal yang telah dihipoksia. Penurunan
kadar karbonil pada terapi menggunakan
akar kucing dan pegagan semakin besar
semakin lama terapi diberikan. Terapi
dengan kombinasi akar kucing dan
pegagan pada penyakit ginjal kronik akibat
stres oksidatif dapat memberikan efek
yang optimal jika diberikan selama
minimal 7 hari.
Kesimpulan
Durasi pemberian kombinasi akar
kucing dan pegagan berpengaruh terhadap
perubahan kadar protein karbonil pada
ginjal tikus paska hipoksia. Terapi
menggunakan kombinasi 200 mg/kgBB
akar kucing dan 150 mg/kgBB pegagan
memberikan efek penurunan kadar
karbonil jika digunakan minimal selama 7
hari. Durasi kombinasi ini memberikan
efek yang tidak berbeda bermakna dengan
terapi menggunakan pirasetam sebanyak
50 mg/kgBB selama tujuh hari.
Saran
Penelitian ini masih dapat
disempurnakan dengan membuat
penelitian mengenai pengaruh terapi
menggunakan akar kucing dan pegagan di
organ lainnya. Penelitian dengan
menggunakan organ lain dapat
membuktikan efek akar kucing dan
pegagan secara sistemik sehingga
penggunaan kombinasi herbal ini akan
lebih terpercaya. Untuk mengetahui
pengaruhnya di manusia dapat dilakukan
penelitian dengan sampel serum. Penelitian
dengan sampel serum cenderung lebih
tidak invasif dibandingkan dengan sampel
jaringan.
Kepustakaan
1. Marieb EN, Wilhelm PB, Mallatt J.
Human Anatomy. 6th ed. San
Fransisco: Pearson Benjamin
Cummings; 2012. p.708-18.
Pengaruh durasi…, Caroline Oktarina, FK UI, 2014
Page 14
14
2. Sherwood L. Human Physiology:
From Cells to Systems. 7th ed.
Belmont: Brooks/Cole CENGAGE
Learning; 2010. p.511-17.
3. Guyton AC, Hall JE. Textbook of
Medical Physiology. 12th ed.
Philadelphia: Elsevier Saunders; 2006.
4. Ziello JE, Jovin IS, Huang Y.
Hypoxia-Inducible Factor (HIF-1)
Regulatory Pathway and its Potential
for Therapeutic Intervention in
Malignancy and Ischemia. YJBM.
2007; 80: p. 51-60
5. Kumar V, Abbas AK, Fausto N, Aster
JC. Robbins and Cotran Pathologic
Basis of Disease. 8th ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2010.
6. Noeman ASA, Hamooda HE, Baalash
AA. Biochemical Study of Oxidative
Stress Markers in the Kidney and
Heart of High Fat Died Induced
Obesity in Rats. Diabetol Metab
Syndr. 2011; 3: 17.
7. Couser WG, Remuzzi G, Mendis S,
Tonelli M. The Contribution of
Chronic Kidney Disease to The Global
Burden of Major Noncommunicable
Diseases. International Society of
Nephrology. 2011.
8. Saha R, Ahmed A. Phytochemical
Constituents and Pharmacological
Activities of Acalyphus Indica Linn:
A Review. IJPSR. 2011; 2: p.1900-4.
9. Centella Asiatica. Alternative
Medicine Review. Thorne Research.
2007; 12(1): 69-71.
10. Tortora GJ, Derrickson B. Principles
of Anatomy and Physiology. 12th ed.
USA: John Wiley & Sons, Inc.; 2009.
p. 908.
11. Eltzschig HK, Carmeliet P. Hypoxia
and Inflamation. NEJM. 2011; 364:
p.656-65.
12. Yolanda S, Bachtiar EW, Ibrahim N.
Increased Cell Viability and
Proliferation in Post-Hypoxic
Hippocampal Tissue Culture Treated
with Acalypha Indica Root Extract.
Med J Indonesia. 2011; 20: p.94-9.
13. Gohill KH, Patel JA, Gajjar AK.
Pharmacological Review on Centella
asiatica : A Potential Herbal Cure-all.
Indian J Pharm Sci. 2010; 72(5): 546-
556.
14. Pittella F, Dutra RC, Junior DD,
Lopes MTP, Barbosa NR. Antioxidant
and Cytotoxic Activities of Centella
asiatica (L) Urb. Int J Mol Sci. 2009;
10(9): 3713-3721.
15. Leuner K, Kurz C, Guidetti G,
Orgogozo JM, Muller WE. Improved
Mitochondrial Function in Brain
Aging and Alzheimer Disease – the
New Mechanism of Action of the Old
Metabolic Enhancer Piracetam. Front
Neurosci. 2010; 4: 44.
Pengaruh durasi…, Caroline Oktarina, FK UI, 2014
Page 15
15
16. Keil U, Scherping I, Hauptmann S,
Schuessel K, Eckert A, Muller WE.
Piracetam improves mitochondrial
dysfunction following oxidative stress.
Br J Pharmacol. 2006; 147(2): 199-
208.
17. Asni E, Harahap IP, Prijanti AR,
Wanandi SI, Jusman SWA, Sadikin
M. Pengaruh Hipoksia Berkelanjutan
terhadap Kadar Malondialdehid,
Glutation Tereduksi dan Aktivitas
Katalase Ginjal Tikus. Maj Kedokt
Indon. 2009; 59: p.595-600.
18. Lionika WO. Pengaruh Kombinasi
Ekstrak Akar Kucing (Acalypha indica
Linn) dan Pegagan (Centella asiatica)
pada Stimulasi Neurogenesis di Girus
Dentatus Eksternus Tikus Sprague
Dawley Paska Hipoksia. Universitas
Indonesia. 2011.
19. Hashemi M. The Study of
Pentoxifylline Drug Effects on Renal
Apoptosis and BCL-2 Gene
Expression Changes Following
Ischemic Reperfusion Injury in Rat.
Iran J Pharm Res. 2014; 13(1): 181-
189.
Pengaruh durasi…, Caroline Oktarina, FK UI, 2014