Top Banner
PENGARUH AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN MOTIVASI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING TUGAS PROPOSAL SYAHNASTHALIA 1202120294 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
76

PENGARUH AKT PERTANGGUNGJAWABAN, MOTIVASI, KINERJA.docx

Nov 05, 2015

Download

Documents

Syahnasthalia
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

PENGARUH AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN MOTIVASI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

TUGAS PROPOSAL

SYAHNASTHALIA1202120294

JURUSAN AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS RIAU2015

BAB IPENDAHULUAN

1.1.Latar BelakangDi tengah persaingan bisnis global yang semakin intens dan perkembangan teknologi yang sangat pesat membuat keadaan ekonomi perusahaan perusahaan menjadi tidak menentu dan lebih sulit diprediksi. Adanya persaingan dan perubahan tersebut menuntut agar perusahaan dapat menyesuaikan diri dengan terus mengembangkan perusahaannya melalui pengelolaan yang baik. Perusahaan dituntut untuk mampu meningkatkan kualitas dan produktivitas, mampu mencapai visi dan tujuan perusahaan disertai dengan misi dan strategi yang baik.Akuntansi yang tadinya hanya berfokus pada laporan informasi keuangan, kini sudah berkembang dengan adanya tambahan informasi yang dihasilkan oleh perilaku karyawan. Oleh karena itu informasi dapat ditambahkan dengan tidak hanya melaporkan data data finansial saja, tetapi juga data data non finansial yang terkait dengan proses pengambilan keputusan. Berdasarkan kondisi ini, maka wajar jika akuntansi sebaiknya memasukkan aspek keperilakuan dari berbagai pihak demi kepentingan organisasi atau perusahaan.Setiap perusahaan memiliki visi-misi yang ingin dicapai sebagai dasar dalam menjalankan perusahaan. Dalam perjalanan mencapai visi-misi tersebut, pengaruh lingkungan di mana perusahaan berkembang akan sangat berpengaruh. Pengaruh lingkungan tersebut bisa saja menghambat perusahaan untuk berkembang. Agar perusahaan dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada, maka tugas manajemen menjadi semakin berat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, desentralisasi banyak dipilih oleh perusahaan agar dapat meningkatkan efisiensi secara keseluruhan. Penerapan desentralisasi tersebut menyebabkan pentingnya penilaian kinerja dalam perusahaan secara individual.Untuk mengetahui baik tidaknya kinerja manajerial maka perusahaan melakukan penilaian kinerja untuk setiap individu manajer. Adapun unsur-unsur dari kinerja yang akan dinilai dalam penilaian kinerja menurut Robert dan John (2006:378) meliputi kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil, kehadiran dan kemampuan bekerja sama. Semua unsur tersebut akan menjadi dasar untuk mengukur kinerja setiap individu. Menurut Mahoney et.al (1963) kinerja dari individu tersebut dapat diukur dengan menggunakan indikator kegiatan-kegiatan manajerial seperti perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, staffing (pengaturan staf), negosiasi dan perwakilan/represtatif.Akuntansi pertanggungjawaban perlu diterapkan untuk mempermudah penilaian kinerja manajerial. Akuntansi pertanggungjawaban merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan akuntansi perencanaan dalam penyusunan anggaran serta mengukur dan mengevaluasi kinerja perusahaan sepanjang garis pertanggungjawaban (Mulyadi, 1997).Akuntansi pertanggungjawaban diduga memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja manajerial. Pengaruh langsung tersebut adalah penerapan akuntansi pertanggungjawaban yang baik akan membantu manajemen perusahaan untuk menilai kinerja dari setiap pusat pertanggungjawaban dalam rangka pengambilan keputusan dan mencapai visi-misi perusahaan secara menyeluruh dan maksimal.Selanjutnya, pengaruh tidak langsung tersebut adalah penerapan akuntansi pertanggungjawaban yang baik dapat membantu mempermudah pekerjaan manajer yang sulit dalam mengambil keputusan yang harus diambilnya, sehingga pekerjaannya dapat diselesaikan dengan baik. Pekerjaan sulit yang dapat diselesaikan dengan baik dapat membuat manajer merasa puas dalam bekerja, sehingga timbul motivasi dari manajer tersebut untuk terus berusaha bekerja dengan baik. Ketika motivasi untuk bekerja tinggi maka kinerja pun akan menjadi baik. Hal ini seperti yang diungkapkan Wardhani dalam Oktaviani (2012) yaitu sistem akuntansi pertanggungjawaban yang diterapkan secara baik pada setiap bagian dapat memberikan kemudahan bagi pimpinan dalam pengambilan keputusan manajemen, sehingga dapat menimbulkan kepuasan kerja manajer karena berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan.Menurut Listianto dan Setiaji (2007) apabila pekerjaan yang dibebankan kepada manajer dapat selesai dengan tepat dan cepat, maka dapat diartikan bahwa manajer tersebut memiliki semangat kerja yang tinggi. Pekerjaan yang dengan tepat dan cepat selesai merupakan suatu prestasi kerja yang baik. Prestasi kerja yang baik akan memberikan dampak yang baik pula bagi perusahaan. Oleh sebab itu manajemen perusahaan harus memiliki sistem yang dapat membantu pekerjaan manajer agar dapat tepat dan cepat selesai, sehingga dapat menumbuhkan motivasi bekerja pada manajer untuk berprestasi.Motivasi untuk berprestasi tersebut dapat berefek pada pencapaian tujuan organisasi.Motivasi untuk bekerja juga cukup tinggi dilihat dari rendahnya tingkat absensi kerja. Lingkungan kerja di perusahaan yang sangat nyaman menjadi salah satu faktor yang membuat motivasi bekerja cukup tinggi. Akan tetapi lingkungan kerja yang terlalu nyaman justru bisa menjadikan rendahnya tantangan yang dirasakan dalam bekerja sehingga motivasi bekerja pun berkurang dan pada akhirnya membuat kinerja kurang maksimal.Terkait dengan objek penelitian yakni industri manufaktur, merupakan salah satu kunci utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, ketika kontribusi manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hampir 30%, perekonomian nasional bisa tumbuh 8%. Menurut data dari BPS, pada tahun 2014 secara tahunan, kinerja industi manufaktur besar sedang (IBS) sudah mulai membaik yang disebabkan oleh meningkatnya produksi, mengingat pada tahun 1998 industri manufaktur sempat mengalami krisis. Namun, diperkirakan hanya 30% pelaku industri yang siap bersaing dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015 mendatang (cnnindonesia.com, 2014). Selain itu, target ekspor Indonesia tahun 2019 bertumpu pada produk produk manufaktur yang memiliki value added tinggi dan berbasis SDM. Namun, ada beberapa faktor yang dapat menghambat proses produksi seperti ketersediaan listrik, sistem supply chain dan logistik yang tidak efisien (Hariyadi Sukamdani, koran-sindo.com, 2015). Faktor penghambat tersebut wajar terjadi asalkan dibarengi dengan peningkatan produktivitas SDM (Anderson Tanoto, koran-sindo.com, 2014). Terkait dengan lokasi penelitian, industri manufaktur merupakan sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi di Riau dibandingkan industri lainnya. Ibu kota provinsi Riau, yakni kota Pekanbaru yang telah mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Hal ini dibuktikan dengan diraihnya predikat sebagai kota tujuan investasi terbaik di Indonesia yang diserahkan langsung oleh Menteri Dalam Negeri pada 2014 lalu (bertuahpos.com). Tak hanya itu, tingkat pertumbuhan ekonomi Pekanbaru terbilang tinggi, sehingga mendorong para investor baik multinasional maupun mancanegara yang menjadikan Ibu Kota Provinsi Riau ini sebagai pusat bisnis. Pertumbuhan ekonomi Pekanbaru pernah mencapai angka di atas 8 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan nasional yang hanya berkisar 6-7 persen. Pertumbuhan ekonomi kota Pekanbaru lima tahun terakhir, tercatat rata rata diatas 10 persen. (tribunnews.com)Menurut BPS, industi manufaktur merupakan sektor ke-3 terbesar dalam perekonomian Kota Pekanbaru. Kontribusi industri manufaktur pada PDRB Kota Pekanbaru mencapai 13,82 persen pada tahun 2013. Jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di provinsi Riau, kota Pekanbaru memiliki pertumbuhan ekonomi yang memimpin, disusul oleh Dumai dan Kab. Meranti. Dengan dijadikannya kota Pekanbaru sebagai pusat bisnis dan pertumbuhan ekonominya yang berkembang sangat pesat, membuat semakin tingginya persaingan bisnis dan ekonomi antar perusahaan perusahaan di kota Pekanbaru yang menuntut mereka untuk dapat menyesuaikan diri dengan meningkatkan produktivitas yang unggul. (tribunnews.com)Terkait dengan adanya research gap penelitian terdahulu, fenomena, fakta dan perkembangan kota Pekanbaru yang telah dipaparkan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti faktor internal mengenai perilaku karyawan dalam perusahaan yaitu penerapan akuntansi pertanggungjawaban dan dengan adanya kenyataan bahwa rasa tanggungjawab dalam diri karyawan sangat penting demi kelangsungan kualitas dan produktivitas perusahaan manufaktur di kota Pekanbaru dalam mengolah produknya. Walaupun penelitian dengan variabel yang sama sudah pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, namun adanya perbedaan kota dan perkembangan ekonomi setiap daerah tentu akan ada perbedaan pada kondisi sistem akuntansi manajemen dan budaya organisasi yang dimiliki masing masing organisasi. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini akan peneliti tuangkan dalam penelitian ilmiah dengan judul PENGARUH AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN MOTIVASI SEBAGAI VARIABEL INTERVENING.1.2.Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :1. Apakah akuntansi pertanggungjawaban berpengaruh terhadap motivasi kerja ?2. Apakah akuntansi pertanggungjawaban berpengaruh terhadap kinerja manajerial ?3. Apakah motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja manajerial ?4. Apakah akuntansi pertanggungjawaban berpengaruh terhadap kinerja manajerial melalui motivasi kerja ?1.3.Tujuan PenulisanBerdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian yang dilakukan adalah:1. Untuk mengetahui pengaruh akuntansi pertanggungjawaban terhadap motivasi kerja.2. Untuk mengetahui pengarh akuntansi pertanggungjawaban terhadap kinerja manajerial.3. Untuk mengetahui pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja manajerial.4. Untuk mengetahui pengaruh akuntansi pertanggungjawaban terhadap kinerja manajerial melalui motivasi kerja.1.4.Manfaat PenulisanMelalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak sebagai berikut :1. PerusahaanBagi perusahaan diharapkan penelitian ini mampu memberikan sumbangan pemikiran terhadap pentingnya akuntansi pertanggungjawaban dalam perusahaan agar berhasil dalam meningkatkan kinerja manajerialnya.2. AkademikMelalui penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu di Universitas Riau terutama Fakultas Ekonomi jurusan Akuntansi .3. Bagi PenulisDengan adanya penelitian ini, maka dapat menjadi wadah bagi penulis untuk menuangkan ilmu pengetahuan yang penulis peroleh selama mengikuti perkuliahan di Universitas Riau serta menambah pengetahuan terhadap akuntansi perilaku.4. Bagi Peneliti SelanjutnyaDiharapkan penelitian ini dapat menjadi tambahan referensi bagi peneliti yang mengkaji topik yang sama dengan penelitian ini.

1

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1.Akuntansi KeperilakuanPada awal berdirinya suatu organisasi, telah dirumuskan tujuan yang akan dicapai untuk kepentingan bersama. Pencapaian tujuan organisasi sangat dipengaruhi oleh perilaku manusia dalam organisasi (Supriyono, 1999:135). Di dalam akuntansi manajemen, kita juga membahas mengenai perilaku individu di dalam organisasi. Dengan mempelajari dan mengetahui perilaku karyawannya, manajemen dapat mengarahkan dan mempengaruhi perilaku karyawan agar selaras dengan tujuan dan cita cita organisasi. Oleh karena itu, sudah seharusnya manajemen mengadaptasikan perilaku karyawannya ke dalam sistem pelaporan internal berupa hasil penilaian kinerja sehingga dapat memotivasi karyawan untuk meningkatkan kualitas kerja mereka di dalam organisasi tersebutAkuntansi yang tadinya hanya berfokus pada laporan informasi keuangan, kini sudah berkembang dengan adanya tambahan informasi yang dihasilkan oleh perilaku karyawan. Oleh karena itu informasi dapat ditambahkan dengan tidak hanya melaporkan data data finansial saja, tetapi juga data data non finansial yang terkait dengan proses pengambilan keputusan. Berdasarkan kondisi ini, maka wajar jika akuntansi sebaiknya memasukkan aspek keperilakuan dari berbagai pihak demi kepentingan organisasi atau perusahaan.Akuntansi keperilakuan (behavioral accounting) adalah cabang akuntansi yang mempelajari hubungan antara perilaku manusia dengan sistem akuntansi (Siegel, G. et al. 1989). Istilah sistem akuntansi yang dimaksud di sini dalam arti luas yang meliputi sistem pengendalian manajemen, sistem penganggaran, akuntansi pertangungjawaban, desain organisasi seperti desentralisasi atau sentralisasi, desain penilaian kinerja serta pelaporan keuangan.

2.2.Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)Rakhmat (2003) dalam bukunya yang berjudul Psikologi Komunikasi menjelaskan mengenai teori pertukaran sosial, yang disebut juga dengan teori hasil interaksi. Teori ini dikemukakan oleh Thibaut dan Kelley (1952) untuk menerangkan hubungan dua orang dimana mereka saling tergantung untuk mencapai hasil hasil yang positif. Dan dinyatakan juga bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam hubungan sosial hanya selama hubungan tersebut cukup memuaskan ditinjau dari segi ganjaran dan biaya.Ganjaran adalah setiap akibat yang dinilai positif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan.sedangkan biaya adalah akibat yang dinilai negatif yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu bisa berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, keruntuhan harga diri dan kondisi kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan individu atau yang dapat menimbulkan efek efek yang tidak menyenangkan. (Rakhmat, 2003)Teori pertukaran sosial ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang memenuhi kebutuhannya dan saling memuaskan kedua belah pihak. Sehingga ada empat konsep pokok dalam teori ini yaitu ganjaran, biaya, laba atau hasil dan tingkat perbandingan. Dan tingkat perbandingan inilah yang menjadi teori khas dari sumbangan yang diberikan oleh Thibaut dan Kelley yang bisa diartikan teori hasil interaksi, intinya bahwa hubungan antar pribadi bisa diteruskan atau juga bisa dihentikan. Hal ini disebabkan kalau seseorang bisa melihat faktor faktor pembanding dalam hubungan antar pribadi dengan seseorang lainnya. (Rakhmat, 2003)Penelitian akuntansi keperilakuan yang menggunakan teori pertukaran sosial menyatakan bahwa hubungan antara karyawan dan organisasinya merupakan suatu hubungan pertukaran, misalnya suatu karyawan mau bekerja di suatu organisasi karena karyawan tersebut hendak mempertukarkan usaha dan loyalitasnya dengan imbalan material tertentu. Teori pertukaran sosial juga telah digunakan untuk meneliti faktor faktor, penyebab, pengaruh tingkatan komitmen karyawan dalam organisasi (Fuller, Barnett, Hester, Relyea dalam Ayers, 2010). Sehingga teori pertukaran sosial ini sesuai dengan penelitian yang peneliti lakukan yaitu mengenai perilaku karyawan yang berhubungan dengan komitmen organisasi.

2.3.Akuntansi PertanggungjawabanPada umumnya organisasi dibagi dalam bagian-bagian yang lebih kecil yang diberi tanggungjawab tertentu. Bagian ini disebut divisi, departemen atau unit bisnis. Setiap bagian terdiri dari individu-individu yang bertanggungjawab terhadap tugas atau fungsi manajerial tertentu. Seorang pimpinan diharapkan mampu memantau seluruh kegiatan operasi organisasinya secara langsung. Namun, semakin kompleksnya kegiatan suatu organisasi menyebabkan pimpinan tak lagi mampu memantau seluruh kegiatan organisasi secara langsung. Oleh karena itu, diperlukan adanya pendelegasian wewenang dan tanggung jawab melalui penerapan akuntansi pertanggungjawaban. Konsep manajemen yang menghendaki pembagian wewenang dan tanggungjawab secara berimbang dan tegas dalam pencapaian tujuannya dengan dasar timbulnya akuntansi pertanggungjawaban, dengan demikian pimpinan dapat mengendalikan tanggungjawab tiap unit kerja atau pusat pertanggungjawaban. 2.3.1 Definisi Akuntansi Pertanggungjawaban Pada perusahaan yang cukup besar, pimpinan perusahaan harus mendelegasikan wewenangnya kepada manajer-manajer bawah, agar pengelolaan perusahaan menjadi optimal. Kegiatan perencanaan dan pengendalian merupakan fungsi-fungsi penting yang harus dilakukan oleh manajer-manajer bawah di dalam melaksanakan wewenang yang diberikan oleh atasan tersebut. Di lain pihak manajer puncak memerlukan suatu informasi yang dapat menilai pertanggungjawaban pelaksanaan wewenang yang didelegasikan. Sarana akuntansi yang memenuhi kebutuhan informasi tersebut dinamakan akuntansi pertanggungjawaban. Definisi akuntansi pertanggungjawaban menurut Charles T.Horngren dan George Foster (2006:187) adalah sebagai berikut : Responsibility accounting is system that measures the plans (by budegts) and actions (by actual results) of each responsibility center Sedangkan menurut pendapat dikemukakan oleh Hansen dan Mowen dalam Deny Arnos Kwary (2009:229) adalah sebagai berikut : Akuntansi pertanggungjawaban adalah alat fundamental untuk pengendalian manajemen dan ditentukan melalui empat elemen penting, yaitu pemberian tanggung jawab, pembuatan ukuran kinerja atau benchmarking, pengevaluasian kinerja, dan pemberian penghargaan. Akuntansi pertanggungjawaban bertujuan memengaruhi perilaku dalam cara tertentu sehingga seseorang atau kegiatan perusahaan akan disesuaikan untuk mencapai tujuan bersama.

Sedangkan menurut Mulyadi (2005:218) definisi akuntansi pertanggungjawaban adalah sebagai berikut : Akuntansi pertanggungjawaban adalah suatu sistem akuntansi yang disusun sedemikian rupa sehingga pengumpulan serta pelaporan biaya dan pendapatan dilakukan sesuai dengan pusat pertanggungjawaban dalam organisasi, dengan tujuan agar dapat ditunjuk orang atau kelompok orang yang bertanggung jawab atas penyimpangan biaya dan/ atau pendapatan yang dianggarkan.

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa akuntansi pertanggungjawaban digunakan untuk menyusun perencanaan dengan mengajak tiap-tiap manajer untuk berpartisipasi dalam kegiatan perencanaan. Akuntansi pertanggungjawaban juga berguna untuk menilai kinerja dan memberikan intensif kepada manajer dengan membandingkan hasil aktual yang dicapai dengan perencanaan selanjutnya sebelumnya. Selain itu akuntansi pertanggungjawaban juga bermanfaat sebagai sarana untuk mengendalikan sarana dan biaya. Beberapa biaya yang dipengaruhi oleh keputusan mananjemen, walaupun tidak dikendalikan secara total, dapat disebut biaya yang dapat dikendalikan. Menentukan dapat dikendalikannya suatu biaya pada manajer pusat pertanggungjawaban.

2.3.2.Karakteristik Akuntansi Pertanggungjawaban Seperti diuraikan di awal bab, agar tugas manajer dapat optimal perlu adanya pendelegasian wewenang dari manajer atas kepada manajer-manajer bawah, dengan kata lain harus diadakan desentralisasi. Dengan adanya desentralisasi, manajer-manajer bawah mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan yang diperlukan dalam pengambilan keputusan yang diperlukan untuk menjalankan tugas yang diterimanya dan dapat mempertanggungjawabkan hasil dari keputusannya tersebut. Menurut Mulyadi (2007:186) terdapat empat karakteristik akuntansi pertanggungjawaban, yaitu : 1. Adanya identifikasi pusat pertanggungjawaban. Akuntansi pertanggungjawaban mengidentifikasikan pusat pertanggung-jawaban sebagai unit organisasi seperti departemen, keluarga produk, tim kerja, atau individu. Apa pun satuan pusat pertanggungjawaban yang dibentuk, sistem akuntansi pertanggungjawaban membebankan tanggung jawab kepada individu yang diberi wewenang. Tanggung jawab dibatasi dalam satuan keuangan (seperti biaya). 2. Standar ditetapkan sebagai tolok ukur kinerja manajer yang bertanggung jawab atas pusat pertanggungjawaban tertentu. Setelah pusat pertanggungjawaban diidentifikasi dan ditetapkan, sistem akuntansi pertanggungjawaban menghendaki ditetapkannya biaya standar sebagai dasar untuk menyusun anggaran. Anggaran berisi biaya standar yang diperlukan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Biaya standar dan anggaran merupakan ukuran kinerja manajer pusat pertanggungjawaban dalam mewujudkan sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. 3. Kinerja manajer diukur dengan membandingkan realisasi dengan anggaran. Pelaksanaan anggaran merupakan penggunaan sumber daya oleh manajer pusat pertanggungjawaban dalam mewujudkan sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. Penggunaan sumber daya ini diukur dengan informasi akuntansi pertanggungjawaban, yang mencerminkan ukuran kinerja manajer pusat pertanggungjawaban dalam mencapai sasaran anggaran. Dengan informasi akuntansi pertanggungjawaban, secara prinsip individu hanya dimintai pertanggungjawaban atas biaya yang ia memiliki wewenang untuk mempengaruhinya secara signifikan. Informasi akuntansi pertanggungjawaban menyajikan informasi biaya sesungguhnya dan informasi biaya yang dianggarkan kepada setiap manajer yang bertanggung jawab, untuk memungkinkan setiap manajer mempertanggungjawabkan pelaksanaan anggaran mereka dan memungkinkan mereka untuk memantau pelaksanaan anggaran mereka. 4. Manajer secara individual diberi penghargaan atau hukuman berdasarkan kebijakan manajemen yang lebih tinggi. Sistem penghargaan dan hukuman dirancang untuk memacu para manajer dalam mengelola biaya untuk mencapai target standar biaya yang dicantumkan dalam anggaran. Atas dasar evaluasi penyebab terjadinya penyimpangan biaya yang direalisasikan dari biaya yang dianggarkan, para manajer secara individual diberi penghargaan atau hukuman menurut sistem penghargaan dan hukuman yang ditetapkan. Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sistem akuntansi pertanggangungjawaban mengidentifikasi pusat pertanggungjawaban sebagai unit organisasi, individu yang di beri wewenang di mana tanggungjawab dibatasi dalam satuan keuangan. Setelah pusat pertanggungjawaban diindetifikasi dan ditetapkan sistem akuntansi pertanggungjawaban mewujudkan sasaran yang ditetapkan dalam anggaran. 2.3.3.Ruang Lingkup Pusat Pertanggungjawaban Dalam organisasi perusahaan, penentuan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab dilaksanakan dengan menetapkan pusat-pusat pertanggungjawaban dan tolak ukur kinerjanya. Akuntansi pertanggungjawaban merupakan suatu sistem yang disusun sedemikian rupa sesuai dengan sifat dan kegiatan perusahaan dengan tujuan agar masing-masing unit organisasi dapat mempertanggungjawabkan hasil kegiatan unit yang diawasinya. Setiap unit kerja atau departemen yang diawasi oleh manajer lebih dikenal dengan pusat pertanggungjawaban. Setiap pusat pertanggungjawaban memiliki batasan wewenang yang jelas sehingga dapat diperoleh informasi yang akurat mengenai batasan wewenang di setiap bagian akuntansi pertanggungjawaban yang ada dalam perusahaan sehingga akan memudahkan dilakukannya pengendalian biaya. Pengendalian yang dijalankan manajemen ini merupakan bagian dari sistem pengendalian manajemen yang dikembangkan untuk membantu manajemen dalam mengendalikan kegiatan operasi perusahaan. Definisi pusat pertanggungjawaban menurut Hansen dan Mowen dalam Deny Arnos Kwary (2009:560) adalah sebagai berikut : Pusat pertanggungjawaban (responsibility center) merupakan suatu segmen bisnis yang manajernya bertanggung jawab terhadap serangkaian kegiatan-kegiatan tertentu.

Sedangkan menurut Mulyadi (2005:389) definisi pusat pertanggungjawaban adalah sebagai berikut : Pusat pertanggungjawaban adalah suatu unit organisasi di dalam perusahaan yang bertanggungjawab. Secara umum kegiatan setiap pusat pertanggungjawaban di dalam perusahaan adalah mengolah masukan menjadi keluaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pusat pertanggungjawaban merupakan suatu unit dari organsisasi yang dikepalai oleh seorang manajer yang bertanggung jawab terhadap hasil dari aktivitas yang dilakukan oleh unit tersebut.

2.3.4.Jenis-Jenis Pusat Pertanggungjawaban Dalam organisasi perusahaan, penentuan daerah pertanggungjawaban dan manajer yang bertanggung jawab dilaksanakan dengan menetapkan pusat-pusat pertanggungjawaban dan tolok ukur kinerjanya. Suatu pusat pertanggungjawaban dapat dipandang sebagai suatu sistem yang mengolah masukan menjadi keluaran. Masukan suatu pusat pertanggungjawaban yang dinyatakan dalam satuan uang disebut dengan pendapatan. Hubungan antara masukan dan keluaran suatu pusat pertanggungjawaban mempunyai karakteristik tertentu. Hampir semua masukan suatu pusat pertanggungjawaban dapat diukur secara kuantitatif, namun tidak semua keluaran pusat pertanggungjawaban dapat diukur secara kuantitatif. Ada empat jenis pusat pertanggungjawaban, digolongkan menurut sifat input dan output moneter yang diukur untuk tujuan pengendalian (Anthony dan Govindarajan, 2009) dalam Kurniawan Tjakrawala : 1. Pusat pendapatan Di pusat pendapatan, suatu output (yaitu, pendapatan) diukur secara moneter, akan tetapi tidak ada upaya formal yang dilakukan untuk mengaitkan input (yaitu, beban atau biaya) dengan output. Pada umumnya, pusat pendapatan merupakan unit pemasaran/penjualan yang tak memiliki wewenang untuk menetapkan harga jual dan tidak bertanggung jawab atas harga pokok penjualan dari barang-barangyang mereka pasarkan. Penjualan atau pesanan aktual diukur terhadap anggaran dan kuota, dan manajer dianggap bertanggung jawab atas biaya yang terjadi secara langsung di dalam unitnya, akan tetapi ukuran utamanya adalah pendapatan. 2. Pusat biaya Pusat biaya adalah pusat pertanggungjawaban yang inputnya diukur secara moneter, namun outputnya tidak. Pusat biaya (cost center), manajer departemen atau divisi diserahi tanggung jawab untuk mengendalikan biaya yang dikeluarkan dan otoritas untuk mengambil keputusan yang mempengaruhi biaya tersebut. Pusat biaya merupakan jenis pusat pertanggungjawaban yang digunakan secara luas. Hal ini karena bidang-bidang di mana manajer mempunyai tanggungjawab dan otoritas atas biaya dapat diidentifikasi dengan cepat pada sebagian besar perusahaan. Besar atau kecilnya pusat biaya tergantung pada aktivitasnya. Manajer pusat biaya perlu memastikan bahwa tugas-tugas yang diembannya dituntaskan dalam batasan yang diperkenankan oleh anggaran atau biaya standar. Manajer pusat biaya memakai biaya standar dan anggaran yang fleksibel untuk mengendalikan biaya. Apabila selisih dari standar bersifat signifikan, manajemen haruslah menginvestigasi aktivitas-aktivitas pusat biaya dalam upaya menentukan apakah biaya di luar kendali, atau sebaliknya, standar biayanya yang memang perlu direvisi. Manajer pusat biaya tidak membuat keputusan menyangkut penjualan ataupun jumlah aset tetap yang diinvestasikan pada pusat biaya tersebut. Kinerja pusat biaya terutama diukur berdasarkan efisiensi dan mutu. Kendatipun demikian, meminimalisasi biaya mungkin saja dilakukan dengan mengorbankan mutu dan volume produksi sehingga mengakibatkan tidak adanya keharmonisan dengan tujuan perusahaan secara keseluruhan. Untuk menanggulangi tendensi ini perlu ditetapkan jenis dan banyaknya produksi yang dikehendaki serta standar mutu yang diisyaratkan. Terdapat dua cara beroperasinya pusat biaya. Beberapa pusat biaya diberikan sejumlah tetap sumber daya (anggaran) dan diminta menghasilkan sebanyak mungkin keluaran dari sejumlah sumber daya tersebut. Pengelolaan pusat biaya lainnya adalah dengan meminimalkan biaya-biaya seraya menghasilkan suatu kuantitas keluaran tertentu. Oleh karena itu, mutu produk yang diproduksi dalam pusat-pusat biaya harus dipantau. Ada dua jenis umum dari pusat biaya, yaitu: a. Pusat biaya teknik Pusat biaya teknik memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Input-inputnya dapat diukur secara moneter. 2. Input-inputnya dapat diukur secara fisik. 3. Jumlah dolar optimum dan input yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit output dapat ditentukan. b. Pusat biaya kebijakanPusat biaya kebijakan meliputi unit-unit administratif dan pendukung (seperti, akuntansi, hukum, hubungan industrial, hubungan masyarakat, sumber daya manusia), operasi litbang, dan hampir semua aktivitas pemasaran. Output dari pusat biaya ini tidak bisa diukur secara moneter. 3. Pusat laba Ketika kinerja finansial suatu pusat pertanggungjawaban diukur dalam ruang lingkup laba (yaitu, selisih antara pendapatan dan biaya), maka pusat ini disebut sebagai pusat laba (profit center). Laba merupakan ukuran kinerja yang berguna karena laba memungkinkan manajemen senior untuk dapat menggunakan satu indikator yang komprehensif, dibandingkan jika harus menggunakan beberapa indikator (beberapa di antaranya menunjuk ke arah yang berbeda). Manajer pusat laba diukur kinerjanya dari selisih antara pendapatan dengan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Oleh karena itu dalam pusat laba, masukan maupun keluarannya diukur dalam satuan rupiah untuk menghitung laba yang dipakai sebagai pengukur kinerja manajernya. Suatu pusat pertanggung-jawaban merupakan pusat laba jika manajemen puncak menghendaki untuk mengukur keluaran pusat pertanggungjawaban tersebut dalam satuan rupiah dan manajer pusat pertanggungjawaban tersebut diukur kinerjanya atas dasar selisih antara pendapatan dengan biayanya. 4. Pusat investasi Di unit usaha yang lain, laba dibandingkan dengan aktiva yang digunakan untuk menghasilkan laba tersebut. Pusat pertanggungjawaban ini disebut sebagai pusat investasi. Ukuran prestasi manajer pusat investasi dapat berupa rasio antara laba dengan investasi yang digunakan untuk memperoleh laba tersebut. 2.3.5.Prasyarat Untuk Menerapkan Akuntansi Pertanggungjawaban Menurut Mulyadi (2007:191), menguraikan lima syarat untuk dapat menerapkan sistem akuntansi pertanggungjawaban adalah sebagai berikut :1. Struktur organisasi yang menetapkan secara tegas wewenang dan tanggungjawab tiap tingkatan manajemen. 2. Anggaran biaya yang disusun untuk tiap tingkatan manajemen. 3. Penggolongan biaya sesuai dengan dapat dikendalikan tidaknya (controllability) biaya oleh manajemen tertentu dalam operasi. 4. Terdapatnya susunan kode rekening perusahaan yang dikaitkan dengan kewenangan pengendalian pusat pertanggungjawaban. 5. Sistem pelaporan biaya kepada manajer yang bertanggung jawab (responsibility reporting).Setelah rencana dan struktur organisasi disusun dengan baik, selanjutnya harus ada anggaran untuk tiap-tiap unit dalam perusahaan. Manajer dari tiap-tiap tingkatan diikutsertakan dalam penyusunan anggaran. Manajer-manajer tersebut menyusun usulan anggaran dari bagian yang menjadi wewenangnya untuk kemudian disetujui oleh komite anggaran. Dengan demikian, para manajer akan termotivasi untuk mencapai target yang telah di tetapkan dan mereka akan bersedia dinilai berdasarkan anggaran tersebut. Pemisahan biaya dan penghasilan ke dalam kendali yang perlu dilakukan di dalam sistem akuntansi pertanggungjawaban. Hal ini penting karena tanggungjawab yang diminta dari seorang manajer tidak bisa melebihi wewenang yang diberikan kepadanya. Oleh karena itu, tanggungjawab tiap manajer hanyalah ada pada hal-hal yang masih bisa dia kendalikan. Suatu biaya bisa dikatakan biaya dasar untuk memantau pelaksanaan dari rencana kegiatan yang telah disusun, maka laporan pertanggungjawaban harus memuat perbandingan antara hasil yang sesungguhnya dengan yang direncanakan. Dengan demikian, setiap manajer dapat melakukan pengendalian terhadap kegiatan yang menjadi wewenangnya.

2.4.Motivasi KerjaMotivasi merupakan kondisi psikologis dari hasil interaksi kebutuhan karyawan dan faktor luar yang mempengaruhi perilaku seorang karyawan. (Danim 2001 : 25). Motivasi adalah keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan dan mengarahkan perilaku kearah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan. (Berelson dan Stainer 2002 : 67)Dari definisi diatas, maka motivasi dapat didefinisikan sebagai masalah yang sangat penting dalam setiap usaha kelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan organisasi, masalah motivasi dapat dianggap simpel karena pada dasarnya manusia mudah dimotivasi, dengan memberikan apa yang diinginkannya. 2.4.1.Teori Motivasi Siagian (2002 : 106) mengemukakan dalam pengembangan konsep-konsep motivasi, telah berkembang teori-teori motivasi yang dapat memberikan penjelasan mengenai motivasi kerja para anggota organisasi, mulai dari teori motivasi seperti teori hirarki kebutuhan dari maslow, teori X dan Y oleh Mc Gregor, teori motivasi 7 Hygiene oleh herzberg, teori Existence, relatedness, dan Growth (ERG) dari Al defer, teori kebutuhan dari Mc Clelland yang kesemuanya bertitik tolak dari kebutuhan individu. a) Motivasi menurut Douglas Mc. Gregar Hasil pemikiran Mc. Gregar dituangkannya dalam karya tulis dengan judul The Human Side of Enterprise. Kesimpulan yang menonjol dalam karya Mc. Gregar ialah pendapatnya yang menyatakan bahwa para manajer menggolongkan para bawahannya pada dua kategori berdasarkan asumsi tertentu. Asumsi pertama ialah bahwa para bawahan tidak menyenangi pekerjaan, pemalas, tidak senang memikul tanggungjawab dan harus dipaksa untuk menghasilkan sesuatu. Para bawahan yang berciri seperti itu dikategorikan sebagai manusia X sebaliknya dalam organisasi terdapat pola para karyawan yang senang bekerja, kreatif, menyenangi tanggungjawab dan mampu mengendalikan diri, mereka dikategorikan sebagai Manusia Y. b) Motivasi menurut Frederik Herzberg Teori Herzberg disebut sebagai teori motivasi dan hygiene. Penelitian yang dilakukan dalam pengembangan teori ini dikaitkan dengan pandangan para karyawan tentang pekerjaannya. Faktor-faktor yang mendorong aspek motivasi menurut Frederik Herzberg ialah keberhasilan, pengakuan, sifat pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang, kesempatan meraih kemajuan dan pertumbuhan. Sedangkan faktor-faktor hygiene yang menonjol ialah kebijaksanaan perusahaan. Kondisi pekerjaan, upah dan gaji, hubungan dengan rekan sekerja, kehidupan pribadi, hubungan dengan para bawahan, status dan keamanan. c) Harapan Dalam pengharapan (Victor Vroom), motivasi kerja seseorang sangat ditentukan khusus yang akan dicapai orang yang bersangkutan. Harapan yang ingin dicapai karyawan antara lain : a. upah atau gaji yang sesuai b. keamanan kerja yang terjamin c. kehormatan dan pengakuand. perlakuan yang adil e. pimpinan yang cakap, jujur dan berwibawa f. suasana kerja yang menarik g. jabatan yang menarik d) Motivasi menurut Mc. Clelland dan AtkinsonMc. Clelland dan Atkinson menampilkan adanya tiga macam motif utama manusia dalam bekerja, yaitu : kebutuhan merasa berhasil, kebutuhan untuk bergaul atau berteman dan kebutuhan untuk berkuasa. Sekalipun semua orang mempunyai kebutuhan atau motif ini namun kekuatan pengaruh kebutuhan ini tidak sama kuatnya pada setiap saat atau pada saat yang berbeda. Namun demikian Mc. Clelland dan Atkinson sudah menggunakan teori mereka ini untuk meningkatkan kinerja suatu pekerjaan dengan jalan menyesuaikan kondisi sedemikian rupa sehingga dapat menggerakan orang kearah pencapaian hasil yang diinginkan. e) Existence, relatedness, dan Growth (ERG) Teori ini dikembangkan oleh Clayton Aldefer, seorang guru besar di Universitas Yale di Amerika Serikat. Alderfer mengetengahkan teori yang mengatakan bahwa menusia mempunyai tiga kelompok kebutuhan inti (core needs) yang disebutnya eksistensi, hubungan dan pertumbuhan (existence, relatedness, and Growth ERG). f) Cognitive dissonance Teori ini dikemukakan oleh Reslinger menyatakan bahwa karyawan yang memiliki motivasi lebih baik (tinggi) akan memperbaiki kesalahan atau merasa khawatir, jika kinerja mereka di bawah tingkat perngharapannya (rendah). Untuk mengurangi kesalahan dan rasa dan kekhawatiran tersebut, mereka secara sukarela mencoba memperbaiki kinerja mereka.

2.4.2.Jenis-Jenis Motivasi Motivasi merupakan fenomena hidup yang banyak corak dan ragamnya. Secara umum motivasi dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis yang satu sama lain memberi warna terhadap aktivitas manusia. Danim (2001:17), menyatakan bahwa motivasi yang diberikan digolongkan menjadiempat bagian: 1. Motivasi Positif Motivasi positif adalah proses pemberian motivasi atau usaha membangkitkan motif, dimana hal itu diarahkan pada usaha mempengaruhi orang lain agar dia bekerja secara baik dan antusias dengan cara memberikan keuntungan tertentu kepadanya. 2. Motivasi NegatifMotivasi negatif sering dikatakan sebagai motivasi yang bersumber dari rasa takut. Motivasi negatif yang berlebihan akan membuat organisasi tidak mampu mencapai tujuan.3. Motivasi dari Dalam Motivasi dari dalam timbul pada diri pekerja waktu dia menjalankan tugas -tugas atau pekerjaan dan bersumber dari dalam diri pekerja iu sendiri. 4. Motivasi dari luar Motivasi dari luar adalah motivasi yang muncul sebagai akibat adanya pengaruh yang ada di luar pekerjaan dan dari luar diri pekerja itu sendiri.

2.4.3.Pentingnya Motivasi Kerja Bagi Karyawan Menurut Ishak (2003 : 13) mengemukakan bahwa pentingnya motivasi karyawan sebagai berikut : a. Rasa hormat (respect), yaitu memberikan rasa hormat dan penghargaan secara adil. Namun adil bukan berarti sama rata. Seperti dalam hal prestasi kerja, atasan tidak mungkin memberikan penghargaan pada semua orang. Memberikan penghargaan berdasarkan prestasi, kepangkatan, pengalaman, dan sebagainya. b. Informasi, yaitu dengan memberikan informasi kepada pegawai mengenai aktivitas organisasi, terutama tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. c. Perilaku. Usahakanlah mengubah perilaku sesuai dengan harapan bawahan. Dengan demikian ia mampu membuat pegawai berperilaku atau berbuat sesuai dengan apa yang diharapkan oleh organisasi d. Hukuman. Berikan hukuman kepada karyawan yang bersalah diruang yang terpisah, jangan menghukum di depan pegawai lain karena dapat menimbulkan frustasi dan merendahkan martabat. e. Perasaan. Tanpa mengetahui bagaimana harapan karyawan dan perasaan apa yang ada dalam diri mereka, sangat sulit bagi pimpinan untuk memotivasi bawahan. Perasaan dimaksud seperti rasa memiliki, rasa partisipasi, rasa bersahabat, rasa diterima dalam kelompok, dan rasa mencapai prestasi.

2.5.Kinerja Manajerial2.5.1.Pengertian Kinerja Manajerial Pengertian kinerja Menurut Surya Dharma (2005:25) mendefinisikan bahwa : Kinerja adalah sebuah proses untuk menetapkan apa yang harus dicapai dan pendekatannya untuk mengelola pengembangan manusia melalui suatu cara yang dapat meningkatkan kemungkinan bahwa sasaran akan dapat tercapai dalam suatu jangka waktu tertentu. Menurut Payaman J. Simanjuntak (2005:1) Kinerja dapat didefinisikan sebagai berikut : Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja Manajerial Menurut Mulyadi (2007:68) menjelaskan sebagai berikut : Seseorang yang memegang posisi manajerial diharapkan mampu menghasilkan suatu kinerja manajerial. Berbeda dengan kinerja karyawan yang pada umumnya bersifat konkret, kinerja manajerial bersifat abstrak dan kompleks. Manajer menghasilkan kinerja dengan mengerahkan bakat dan kemampuan, serta usaha beberapa orang lain yang berada di dalam daerah wewenangnya. Oleh karena itu, manajer memerlukan rerangka konseptual sebagai working model yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi untuk menghasilkan kinerja manajerial. Dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja merupakan hasil dari suatu pencapaian dan sasaran yang sudah dicapai dalam waktu tertentu dan cara tertentu yang dilakukan oleh perusahaan. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa unsur unsur yang terdapat dalam kinerja terdiri dari : 1. Hasil hasil fungsi pekerja 2. Faktor faktor yang berpengaruh terhadap prestasi karyawan bahkan manajer sepeti : motivasi, kecakapan, persepsi peranan dan lain sebagainya. 3. Pencapaian tujuan seperti laba. 4. Periode waktu tertentu. Fungsi pekerjaan atau kegiatan yang dimaksud adalah pelaksanaan hasil pekerjaan dan kegiatan seseorang atau kelompok yang menjadi wewenang dan tanggung jawab dalam suatu organisasi. Sedangkan faktor fakor yang berpengaruh terhadap hasil pekerjaan/prestasi kerja seseorang atau kelompok terdiri dari faktor intern dan ekstern. Faktor intern yang mempengaruhi kinerja karyawan/kelompok terdiri dari kecerdasan, keterampilan, kestabilan emosi, motivasi, persepsi peran, kondisi keluarga, kondisi fisik seseorang atau karakteristik kelompok kerja. Sedangkan faktor eksternal antara lain berupa peraturan ketenagakerjaan, keinginan pelanggan, pesaing, nilai nilai sosial, serukat buruh, kondisi ekonomi, perubahan lokasi kerja dan kondisi pasar. Pelaksanaan hasil pekerjaan/prestasi kerja tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi dalam jangka waktu tertentu. 2.5.2.Pentingnya Kinerja Manajerial Menurut Mulyadi (2009:68) menjelaskan pentingnya kinerja manajerial sebagai berikut : 1. Memungkinkan tim manajemen yang bertanggung jawab mewujudkan kinerja manajerial dapat bekerja in concert. 2. Memungkinkan setiap anggota tim melakukan alignment atas kinerja yang dihasilkan dengan kinerja anggota tim yang lain, agar kinerja bersama bagi organisasi secara keseluruhan dapat diwujudkan. 3. Memungkinkan dilakukannya evaluasi terhadap konsistensi kinerja manajerial. 4. Memungkinkan dilakukannya evaluasi kekuatan dan kelemahan setiap jika lingkungan bisnis menuntut perubahan tertentu.

2.6.Penelitian TerdahuluNo.Nama PenelitiJudul PenelitianVariabel PenelitianHasil Penelitian

1.David(2001)Pengaruh Informasi Akuntansi terhadap Kinerja ManajerialIndependen :Informasi Akuntansi

Dependen :Kinerja Manajerialinformasi akuntansi ber-dampak positif terhadap perencanaan kinerja mana-jerial.

2.Fachri(2006)Pengaruh Akuntansi Pertanggungjawaban terhadap Kinerja ManajerialIndependen :Akuntansi Pertanggungjawaban

Dependen :Kinerja ManajerialTerdapat pengaruh yang positif antara penerapan akuntansi pertanggung-jawaban dengan motivasi manajer.

3.Murnikasih(2013)Pengaruh Akuntansi Pertanggungjawaban terhadap Motivasi Manajer Perusahaan Manufaktur di Kota Batam.Independen :Akuntansi Pertanggungjawaban

Dependen :Motivasi ManajerAkuntansi pertanggung-jawaban berpengaruh positif terhadap motivasi manajer

4.Kinasih(2013)Pengaruh Penerapan Akuntansi Pertanggungjawaban terhadap Kinerja Manajerial dengan Motivasi sebagai Variabel InterveningIndependen :Akuntansi Pertanggungjawaban

Dependen :Kinerja Manajerial

Intervening :Motivasi1. Adanya pengaruh positif dan signifikan penerapan akuntansi pertanggung-jawaban terhadap kinerja manajerial2. Adanya pengaruh positif signifikan penerapan akuntansi pertanggung-jawaban terhadap moti-vasi3. Terdapat pengaruh posi-tif dan signifikan penera-pan akuntansi pertang-gungjawaban terhadap kinerja manajerial mela-lui motivasi.

5.Maimunah(2015)Pengaruh Partisipasi Anggaran, Akuntansi Pertanggungjawaban dan Motivasi terhadap Kinerja Manajerial di Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau

Independen :Partisipasi Anggaran,Akuntansi Pertang-gungjawaban, dan Motivasi

Dependen :Kinerja Manajerial1. Partisipasi anggaran ber-pengaruh positif terha-dap kinerja manajerial2. akuntansi pertanggung-jawaban tidak berpe-ngaruh positif terhadap kinerja manajerial3. motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja manajerial4. sedangakan secara simultan ketiga variabel bebas partisipasi angga-ran, akuntansi pertang-gungjawaban dan moti-vasi berpengaruh positif terhadap kinerja mana-jerial

2.7.Kerangka Pemikiran dan Hipotesis2.7.1.Hubungan Akuntansi Pertanggungjawaban dan Motivasi KerjaPemberian tanggung jawab dari pihak manajemen yang lebih atas kepada individu ataupun unit fungsional perusahaan diidentifikasi kemudian dijalankan kemudian dari pemberian tanggung jawab ini akan ada standar yang ditetapkan sebagai ukuran kinerja atas tanggung jawab tersebut, ukuran kinerja yang sesui dengan standar kemudian akan dievaluasi kembali apakah telah sesuai dengan tanggung jawab atau belum sesuai, hasil dari pengevaluasian kinerja inilah yang akan digunakan oleh pihak manajemen lebih atas sebagai dasar pertimbangan pemberian penghargaan atau hukuman sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan. Hal ini lah yang nantinya dapat mempengaruhi motivasi seorang manajer untuk terus berusaha meningkatkan kinerjanya. Menurut Mulyadi (2001:178), jika dalam struktur penghargaan perusahaan, informasi akuntansi merupakan bagian yang signifikan, maka informasi akuntansi ini akan berdampak terhadap motivasi manajer melalui dua jalur berikut : 1. Menimbulkan pengaruh langsung terhadap motivasi manajer dengan mempengaruhi kemungkinan usaha diberi penghargaan. 2. Secara tidak langsung inforamasi akuntansi pertanggungjawaban berdampak terhadap motivasi melalui nilai penghargaan. Informasi akuntansi pertanggungjawaban digunakan untuk mengukur kinerja manajer. 2.7.2.Hubungan Akuntansi Pertanggungjawaban dan Kinerja ManajerialAkuntansi pertanggungjawaban adalah sistem yang mengukur berbagai hasil yang dicapai oleh setiap pusat pertanggungjawaban menurut informasi yang dibutuhkan oleh para manajer untuk mengoperasikan pusat pertanggungjawaban mereka. Hansen, Mowen (2012:229) dalam akuntansi pertanggungjawaban memiliki empat elemen penting yaitu pembebanan tanggung jawab, pembuatan ukuran kinerja atau benchmarking, pengevaluasian kinerja dan pemberian penghargaan. Menurut Mulyadi (2001:176) informasi akuntansi pertanggungjawaban merupakan informasi yang penting dalam proses perencanaan dan pengendalian aktivitas organisasi, karena informasi tersebut menekankan hubungan antara informasi dengan manajer yang bertanggung jawab terhadap perencanaan dan realisasinya. Pengendalian dapat dilakukan dengan cara memberikan peran bagi setiap manajer untuk merencanakan pendapatan atau biaya yang menjadi tanggung jawabnya, dan kemudian menyajikan informasi realisasi pendapatan atau biaya tersebut menurut manajer yang bertanggung jawab. Dengan demikian, informasi akuntansi pertanggungjawaban mencerminkan skor yang dibuat oleh setiap manajer dalam menggunakan berbagai sumber daya untuk melaksanakan peran manajer tersebut dalam mencapai sasaran perusahaan. Dengan kata lain jika akuntansi pertanggungjawaban dilakukan dengan baik, maka akan diperoleh informasi akuntansi pertanggungjawaban masa lalu untuk berperan sebagai pengukur kinerja di masa yang akan datang. 2.7.3.Hubungan Motivasi Kerja dan Kinerja ManajerialPerusahaan dalam operasinya memerlukan tenaga kerja, di mana tenaga kerja ini merupakan salah satu aset perusahaan yang berharga dalam rangka mencapai tujuannya. Sehingga perlu kiranya perusahaan memperhatikan tenaga kerja karena tujuan perusahaan tidak tercapai dengan baik tanpa adanya kinerja manajerialnya yang baik.Motivasi merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja seorang karyawan, apabila karyawan atau manajer memiliki motivasi yang tinggi maka mereka akan lebih bersemangat berkeinginan untuk bekerja keras, sehingga otomatis hasil kerja mereka akan semakin baik dan berkualitas yang berdampak pada meningkatnya kinerja manajerial.2.7.4.Hubungan Akuntansi Pertanggungjawaban dan Kinerja Manajerial melalui Motivasi KerjaAkuntansi pertanggungjawaban perlu diterapkan untuk mempermudah penilaian kinerja manajerial. Akuntansi pertanggungjawaban diduga memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja manajerial. Pengaruh langsung tersebut adalah penerapan akuntansi pertanggungjawaban yang baik akan membantu manajemen perusahaan untuk menilai kinerja dari setiap pusat pertanggungjawaban dalam rangka pengambilan keputusan dan mencapai visi-misi perusahaan secara menyeluruh dan maksimal.Selanjutnya, pengaruh tidak langsung tersebut adalah penerapan akuntansi pertanggungjawaban yang baik dapat membantu mempermudah pekerjaan manajer yang sulit dalam mengambil keputusan yang harus diambilnya, sehingga pekerjaannya dapat diselesaikan dengan baik. Pekerjaan sulit yang dapat diselesaikan dengan baik dapat membuat manajer merasa puas dalam bekerja, sehingga timbul motivasi dari manajer tersebut untuk terus berusaha bekerja dengan baik. Ketika motivasi untuk bekerja tinggi maka kinerja pun akan menjadi baik. Menurut Listianto dan Setiaji (2007) apabila pekerjaan yang dibebankan kepada manajer dapat selesai dengan tepat dan cepat, maka dapat diartikan bahwa manajer tersebut memiliki semangat kerja yang tinggi. Pekerjaan yang dengan tepat dan cepat selesai merupakan suatu prestasi kerja yang baik. Prestasi kerja yang baik akan memberikan dampak yang baik pula bagi perusahaan. Oleh sebab itu manajemen perusahaan harus memiliki sistem yang dapat membantu pekerjaan manajer agar dapat tepat dan cepat selesai, sehingga dapat menumbuhkan motivasi bekerja pada manajer untuk berprestasi. Motivasi untuk berprestasi tersebut dapat berefek pada pencapaian tujuan organisasi.

2.8. Model PenelitianUntuk lebih menjelaskan keragka berfikir dan pengembangan hipotesis yang menjelaskan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen serta variabel intervening maka, model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah :MotivasiKerja

KinerjaManajerialAkuntansi Pertanggungjawaban

: Akuntansi pertanggungjawaban berpengaruh terhadap Motivasi Kerja: Akuntansi pertanggungjawaban berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial: Motivasi Kerja berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial: Akuntansi pertanggungjawaban berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial melalui Motivasi Kerja

BAB IIIMETODE PENELITIAN

3.1.Populasi dan Sampel Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian (Kuncoro, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh manajer tingkat menengah (middle manager) yang ada di perusahaan manufaktur berskala besar dan sedang di kota Pekanbaru.Dalam penelitian ini mempergunakan pengambilan sampel dengan teknik sampling jenuh, yang diambil adalah semua anggota populasi yaitu middle manager pada perusahaan manufaktur di Kota Pekanbaru. Sampling Jenuh adalah teknik pengambilan sampel apabila semua populasi digunakan sebagai sampel dan dikenal juga dengan istilah sensus, maka jenis penelitian ini disebut sensus.

3.2.Jenis dan Sumber DataJenis data yang dikumpulkan berupa data kualitatif, yaitu data yang tidak dapat diukur dalam suatu skala numeri. Namun, karena dalam statistik semua data harus dalam bentuk angka, maka data kualitatif umumnya dikuantitatifkan agar dapat diproses lebih lanjut (Kuncoro, 2013). Berdasarkan sumbernya, jenis data penelitian ini menurut Hanke & Reitsch dalam Kuncoro (2013) adalah data primer aktif. Data primer aktif merupakan observasi karakter dengan alat mekanik atau manual dari elemen elemen studi, maka dalam penelitian ini, peneliti memberikan kuesioner kepada respoden melalui hardcopy yang dikirimkan kepada masing masing manajer. 3.3.Metode Pengumpulan DataMetode pengumpulan data yang akan ditempuh dalam upaya pengumpulan data menggunakan survey method, data yang digunakan dalam penelitian diperoleh dengan pendistribusian kuesioner yang diberikan kepada responden secara langsung. Responden yang sempat dan bersedia secara langsung menjawab kuesioner yang diberikan dapat langsung dikumpulkan kepada peneliti.

3.4.Variabel Penelitian dan Definisi OperasionalPada penelitian ini terdapat tiga hal yang diteliti yaitu akuntansi pertanggungjawaban, motivasi kerja dan kinerja manajerial. Tiga hal tersebut kemudian dibagi menjadi tiga jenis variabel, yaitu akuntansi pertanggungjawaban sebagai variabel independen, kinerja manajerial sebagai variabel dependen, dan yang menjadi variabel intervening adalah Motivasi Kerja. Berikut adalah definisi operasionalnya :

3.4.1.Variabel Dependen (Y)Menurut Kuncoro (2013) variabel dependen adalah variabel yang menjadi perhatian utama dalam sebuah pengamatan. Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel lainnya (merupakan variabel terikat). Pada penelitian ini, variabel dependennya adalah Kinerja Manajerial. Menurut Mulyadi (2007:68) seseorang yang memegang posisi manajerial diharapkan mampu menghasilkan suatu kinerja manajerial. Berbeda dengan kinerja karyawan yang pada umumnya bersifat konkret, kinerja manajerial bersifat abstrak dan kompleks. Manajer menghasilkan kinerja dengan mengerahkan bakat dan kemampuan, serta usaha beberapa orang lain yang berada di dalam daerah wewenangnya. Oleh karena itu, manajer memerlukan rerangka konseptual sebagai working model yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi untuk menghasilkan kinerja manajerial. Menurut Payaman J. Simanjuntak (2005:1) Kinerja dapat didefinisikan sebagaimtingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu.

3.4.2.Variabel Independen (X)Variabel independen merupaikan variabel yang dapat mempengaruhi perubahan dalam variabel dependen dan mempunyai hubungan yang positif ataupun yang negatif bagi variabel dependen nantinya (Kuncoro, 2013). Variasi yang terjadi pada variabel dependen adalah hasil dari variabel independen. Pada penelitian ini variabel independennya adalah Akuntansi Pertanggungjawaban.Menurut Hansen dan Mowen dalam Deny Arnos Kwary (2009:229) akuntansi pertanggungjawaban adalah alat fundamental untuk pengendalian manajemen dan ditentukan melalui empat elemen penting, yaitu pemberian tanggung jawab, pembuatan ukuran kinerja atau benchmarking, pengevaluasian kinerja, dan pemberian penghargaan. Akuntansi pertanggungjawaban bertujuan memengaruhi perilaku dalam cara tertentu sehingga seseorang atau kegiatan perusahaan akan disesuaikan untuk mencapai tujuan bersama.

3.4.3.Variabel Intervening (Z)Variabel intervening adalah suatu variabel atau faktor yang berpengaruh pada fenomena yang diamati tetapi tidak dapat dilihat, diukur, atau dimanipulasi, namun dampaknya dapat disimpulkan berdasarkan dampak variabel independen dan moderating terhadap fenomena yang diamati (Kuncoro, 2013). Pada penelitian ini, variabel intervening yang digunakan adalah Motivasi Kerja.Motivasi merupakan kondisi psikologis dari hasil interaksi kebutuhan karyawan dan faktor luar yang mempengaruhi perilaku seorang karyawan. (Danim 2001 : 25). Motivasi adalah keadaan kejiwaan dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan dan mengarahkan perilaku kearah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan. (Berelson dan Stainer 2002 : 67)

No.Variabel PenelitianIndikator

1.Akuntansi Pertanggungjawaban (X)1. Struktur Organisasi2. Anggaran3. Penggolongan Biaya4. Klasifikasi kode-kode rekening

(Mulyadi, 2007:191)

2.Kinerja Manajerial (Y)1. Kinerja Keuangan2. Pelanggan3. Proses Bisnis Internal4. Pembelajaran dan Pertumbuhan

(Halim, Supono, dan Syam, 2012:240)

3.Motivasi Kerja (Z)1. Gaji2. Supervisi3. Kebijakan dan Administrasi4. Hubungan Kerja5. Kondisi Kerja6. Pekerjaan itu sendiri7. Peluang untuk maju8. Pengakuan atau penghargaan9. Keberhasilan10. Tanggungjawab

(Sedarmayanti, 2007:233-239)

3.5.Metode AnalisisMetode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif yaitu analisis yang menggunakan angka angka dan perhitungan statistik untuk menganalisis suatu hipotesis dan memerlukan beberapa alat analisis.3.5.1.Statistik DeskriptifStatistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara menggambarkan sampel data yang telah dikumpulkan dalam kondisi sebenarnya tanpa maksud membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi. Statistik deskriptif di dalam penelitian ini memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata rata (mean), deviasi standar, varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis dan skewnees (kemencengan distribusi) (Ghozali dalam Charismawati, 2011).3.5.2.Uji Kualitas Data1. Uji ReabilitasMenurut Ghozali dalam Charismawati (2011) Uji reabilitas merupakan uji keandalan yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh alat ukur dapat diandalkan atau dipercaya. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengukuran reabilitas dapat dilakukan dengan one short atau pengukuran sekali saja dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau pengukuran korelasi antar jawaban pertanyaan. Uji realibilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat hasil output dari PLS, konstruk dikatakan memiliki reabilitas yang baik jika nilai reabilitasnya di atas 0,70 (Ghozali dalam Charismawati, 2011).

2. Uji ValiditasUji validitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kesahihan dari kuesioner. Kesahihan disini mempunyai arti kuesioner yang dipergunakan mampu untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Cara mengukur valid tidaknya adalah dengan menghitung korelasi antara skor masing-masing pertanyaan dengan total skor. Pertanyaan yang tidak valid harus dikeluarkan dari model kemudian dihitung lagi perhitungan korelasinya. Cara menguji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menilai convergent validity dan discriminant validity berdasarkan output PLS (Ghozali dalam Charismawati, 2011).3.5.3.Structural Equation Modelling (SEM) Berbasis Variance PLSDalam penelitian ini, analisis data menggunakan pendekatan Partial Least Square (PLS). PLS adalah model persamaan Struktural Equation Modelling (SEM) yang berbasis komponen atau varian. PLS merupakan pendekatan alternatif yang bergeser dari pendekatan SEM berbasis kovarian menjadi berbasis varian. SEM yang berbasis kovarian umumnya menguji kualitas/teori, sedangkan PLS lebih bersifat predictive model. PLS merupakan metode analisis yang powerfull karena tidak didasarkan pada banyak asumsi. Misalnya, data harus terdistrbusi normal, sampel tidak harus besar. Selain dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten. (Ghozali dalam Charismawati, 2011).PLS dapat sekaligus menganalisis konstruk yang dibentuk dengan indikator reflektif dan formatif. Menurut dalam Charismawati (2011), tujuan PLS adalah membantu peneliti untuk tujuan prediksi. Model formalnya mendefinisikan variabel laten adalah linear agregat dari indicator indikatornya. Weigth Estimate untuk menciptakan komponen skor variabel laten didapat berdasarkan bagaimana inner model (model struktural yang jmenghubungkan antar variabel laten) dan outer model (model pengukuran yaitu hubungan antara indikator dengan konstruknya) dispesifikasi. Hasilnya adalah residual variance dari variabel independen. Estimasi parameter yang didapat dengan PLS dapat dikategorikan menjadi tiga. Pertama, adalah weight estimate yang digunakan untuk menciptakan skor vaiabel laten. Kedua, mencerminkan estimasi jalur (path estimate) yang menghubungkan variabel laten dan antar variabel laten dan indikatornya (loading). Ketiga, berkaitan dengan means dan lokasi parameter (nilai konstanta regresi) untuk indikator dan variabel laten. Untuk memperoleh ketiga estimasi ini, PLS menggunakan proses interasi 3 tahap dan setiap tahap interasi menghasilkan estimasi untuk inner model dan outer model, dan tahap ketiga menghasilkanestimasi means dan lokasi (Ghozali dalam Charismawati, 2011)a. Model Struktural atau Inner ModelInner Model (inner relation, structural model dan substantive theory) menggambarkan hubungan antara variabel laten berdasarkan pada teori substantif. Model struktural dievaluasi dengan menggunakan R- square untuk konstruk dependen, Stone-GeisserQ-square test untuk predictive relevance dan uji t serta signifikansi dari koefisien parameter jalut struktural. (Charismawati 2011).Dalam menilai model dengan PLS dimulai dengan melihat R-square untuk setiap variabel laten dependen. Interpretasinya sama dengan interpretasi pada regresi. Perubahan nilai R-square dapat dignakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah mempunyai pengaruh yang substantif. Di samping melihat nilai R-square, model PLS juga dievaluasi dengan melihat Q-square prediktif relevansi untuk model konstruktif. Qsquare mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya (Ghozali dalam Charismawati, 2011).

b. Model Pengukuran atau Outer ModelConvergent validity dari model pengukuran dengan model reflektif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item score/component score dengan construct score yang dihitung dengan PLS. Ukuran reflektif dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk yang ingin diukur. Namun demikian, untuk penelitian tahap awal dengan pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,5 sampai 0,60 dianggap cukup (Chin dalam Ghozali dalam Charismawati, 2011). Discriminant validity dari model pengukuran dengan reflektif indikator dinilai berdasarkan cross loading pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, maka akan menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi ukuran pada blok yang lebih baik daripada ukuran blok lainnya.Metode lain untuk mengukur discriminant validity adalah membandingkan nilai square root of Average Variance (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk lainnya dalam model. Jika nilai akar AVE setiap konstruk lebih besar daripada nilai korelasi antar konstruk dengan konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai descriminant validity yang baik.Pengukuran ini dapat digunakan untuk mengukur reabilitas component score variabel laten dan hasilnya lebih konservatif dibandingkan dengan composite reability. Direkomendasikan nilai AVE harus lebih besar 0,50 (Fornnel dan Larcker dalam Ghozali dalam Charismawati, 2011). Composite reability yang mengukur suatu konstruk dapat dievaluasi dengan dua macam ukuran yaitu internal consistency dan Cronbachs Alpha. Untuk menguji hipotesis yang diajukan, dilakukan pengujian terhadap pengaruh antar variabel laten. Hasilnya dapat diketahui dengan menilai output pengolahan data dengan PLS pada result for inner weigth. Batas T statistik untuk menolak dan menerima hipotesis yang diajukan adalah 1,96 (t tabel signifikansi 5% = 1,96). (Ghozali dalam Charismawati, 2011).

c. Metode SobelDi dalam penelitian ini terdapat variabel intervening yaitu fairness of outcome, trust in superior dan job satisfaction. Menurut Baron dan Kenny (1986) dalam Ghozali (2009) suatu variabel disebut variabel intervening jika variabel tersebut ikut mempengaruhi hubungan antara variabel prediktor (independen) dan variabel kriterion (dependen). Pengujian hipotesis mediasi dapat dilakukan dengan prosedur yang dikembangkan oleh Sobel dalam Charismawati (2011) dan dikenal dengan uji Sobel (Sobel test). Uji sobel dilakukan dengan cara menguji kekuatan pengaruh tidak langsung variabel independen (X) ke variabel dependen (Y) melalui variabel intervening (Z). Pengaruh tidak langsung X ke Y melalui Z dihitung dengan cara mengalikan jalur XZ (a) dengan jalur ZY (b) atau ab. Jadi koefisien ab = (c c), dimana c adalah pengaruh X terhadap Y tanpa mengontrol Z, sedangkan c adalah koefisien pengaruh X terhadap Y setelah mengontrol Z. Standard error koefisien a dan b ditulis dengan Sa dan Sb, besarnya standard error pengaruh tidak langsung (indirect effect) Sab dihitung dengan rumus dibawah ini :

Sab = Untuk menguji signifikansi pengaruh tidak langsung, maka kita perlu menghitung nilai t dari koefisien ab dengan rumus sebagai berikut :t = Nilai t hitung ini dibandingkan dengan nilai t tabel yaitu >= 1,96. Jika nilai t hitung lebih besar dari nilai t tabel maka dapat disimpulkan terjadi pengaruh mediasi (Ghozali, 2009).