Top Banner
Pengapuran Sendi Lutut (Osteoarthritis) Diperkirakan kurang lebih 25% orang berusia 55 tahun atau lebih mengalami nyeri lutut yang terjadi hampir setiap hari dalam satu bulan. Pengapuran sendi lutut atau istilah medisnya dikenal sebagai osteoarthritis sendi lutut, meningkat prevalensinya sejalan dengan bertambahnya usia dan lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan pria. Faktor risiko terjadinya pengapuran sendi lutut meliputi kegemukan (obesitas), trauma daerah lutut, riwayat operasi daerah lutut, pekerjaan yang membuat seseorang membungkuk dan mengangkat beban. Perjalanan penyakit pengapuran sendi lutut ini sangat bervariasi. Penyakit dapat membaik pada beberapa pasien, tetap stabil tidak berubah pada pasien lain, atau penyakit memburuk secara perlahan-lahan pada pasien lainnya. Pengapuran sendi lutut merupakan penyebab tersering terjadinya gangguan mobilitas pada orang usia lanjut. Banyak orang dengan nyeri pada sendi lututnya mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari, seperti mandi, berpakaian, menggunakan jamban, berjalan, dan sebagainya. Pengapuran sendi lutut memengaruhi seluruh struktur di dalam sendi, tidak hanya menyebabkan hilangnya lapisan hialin rawan sendi, namun perubahan bentuk tulang atau pembesaran tulang juga terjadi, yang disertai pula dengan teregangnya kapsul sendi dan kelemahan otot-otot di sekitar sendi lutut. Nyeri pada pengapuran sendi lutut umumnya terkait dengan aktivitas, seperti naik tangga, bangkit dari kursi, dan berjalan dengan jarak cukup jauh. Kekakuan sendi juga lazim terjadi pada pagi hari namun biasanya berlangsung kurang dari 30 menit. Tatalaksana pengapuran sendi lutut meliputi upaya untuk mengurangi rasa nyeri, memperbaiki bentuk abnormal sendi lutut yang menjadi bengkok, serta mengidentifikasi ketidakstabilan sendi lutut Terapi non farmakologis (terapi bukan obat) meliputi: - Latihan jasmani dengan berat badan tanpa atau hanya sebagian saja ditopang oleh sendi lutut (misalnya berenang, naik sepeda, dan sebagainya), serta latihan jasmani untuk menguatkan otot-otot paha. Hindari melakukan latihan jasmani jika nyeri pada sendi lutut bertambah buruk - Menurunkan berat badan atau bila perlu berjalan dengan bantuan tongkat untuk mengurangi beban dari berat badan yang harus ditopang oleh sendi lutut. Tongkat yang digunakan dipegang oleh tangan yang berada di sisi yang berseberangan dengan sisi sendi lutut yang nyeri. Pada saat
51

Pengapuran Sendi Lutut

Nov 28, 2015

Download

Documents

rendyrinanda

safaf
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pengapuran Sendi Lutut

Pengapuran Sendi Lutut (Osteoarthritis)

Diperkirakan kurang lebih 25% orang berusia 55 tahun atau lebih mengalami nyeri lutut yang terjadi hampir setiap hari dalam satu bulan. Pengapuran sendi lutut atau istilah medisnya dikenal sebagai osteoarthritis sendi lutut, meningkat prevalensinya sejalan dengan bertambahnya usia dan lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan pria. Faktor risiko terjadinya pengapuran sendi lutut meliputi kegemukan (obesitas), trauma daerah lutut, riwayat operasi daerah lutut, pekerjaan yang membuat seseorang membungkuk dan mengangkat beban.

Perjalanan penyakit pengapuran sendi lutut ini sangat bervariasi. Penyakit dapat membaik pada beberapa pasien, tetap stabil tidak berubah pada pasien lain, atau penyakit memburuk secara perlahan-lahan pada pasien lainnya. Pengapuran sendi lutut merupakan penyebab tersering terjadinya gangguan mobilitas pada orang usia lanjut. Banyak orang dengan nyeri pada sendi lututnya mengalami keterbatasan dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari, seperti mandi, berpakaian, menggunakan jamban, berjalan, dan sebagainya.

Pengapuran sendi lutut memengaruhi seluruh struktur di dalam sendi, tidak hanya menyebabkan hilangnya lapisan hialin rawan sendi, namun perubahan bentuk tulang atau pembesaran tulang juga terjadi, yang disertai pula dengan teregangnya kapsul sendi dan kelemahan otot-otot di sekitar sendi lutut.

Nyeri pada pengapuran sendi lutut umumnya terkait dengan aktivitas, seperti naik tangga, bangkit dari kursi, dan berjalan dengan jarak cukup jauh. Kekakuan sendi juga lazim terjadi pada pagi hari namun biasanya berlangsung kurang dari 30 menit.

Tatalaksana pengapuran sendi lutut meliputi upaya untuk mengurangi rasa nyeri, memperbaiki bentuk abnormal sendi lutut yang menjadi bengkok, serta mengidentifikasi ketidakstabilan sendi lutut

Terapi non farmakologis (terapi bukan obat) meliputi:

- Latihan jasmani dengan berat badan tanpa atau hanya sebagian saja ditopang oleh sendi lutut (misalnya berenang, naik sepeda, dan sebagainya), serta latihan jasmani untuk menguatkan otot-otot paha. Hindari melakukan latihan jasmani jika nyeri pada sendi lutut bertambah buruk

- Menurunkan berat badan atau bila perlu berjalan dengan bantuan tongkat untuk mengurangi beban dari berat badan yang harus ditopang oleh sendi lutut. Tongkat yang digunakan dipegang oleh tangan yang berada di sisi yang berseberangan dengan sisi sendi lutut yang nyeri. Pada saat digunakan, tongkat dan tungkai yang nyeri harus menapak pada saat yang bersamaan.

- Memperbaiki abnormalitas sendi lutut yang membengkok dengan brace atau patellar taping atau lapisan dalam sepatu (shoe insert) jika tidak membaik dengan terapi medis lainnya

- Akupunktur dapat mengurangi rasa nyeri setelah beberapa kali sesi akupunktur dilakukan

Terapi obat meliputi:

- Analgetik untuk mengurangi rasa nyeri yang dapat berupa obat minum atau obat topikal yang dioleskan di daerah lutut

- Suntikan asam hialuronat (hyaluronic acid) ke dalam sendi lutut

- Glukosamin and kondroitin sulfat

Page 2: Pengapuran Sendi Lutut

- Suntikan kortikosteroid ke dalam sendi lutut

Obat pengurang rasa nyeri yang lazim digunakan meliputi asetaminofen (parasetamol), obat anti inflamasi (anti radang) non-steroid (AINS) misalnya Natrium Diklofenak, Piroksikam, Ibuprofen, dan sebagainya, serta penghambat siklooksigenase-2 (COX-2 inhibitor) seperti Celecoxib. AINS dan COX-2 inhibitor lebih efektif mengurangi rasa nyeri dibandingkan parasetamol. Walaupun demikian, kelebihan AINS terhadap parasetamol dalam mengurangi rasa nyeri tersebut tidak terlalu berbeda jauh dan oleh karena efek samping toksisitas AINS terhadap ginjal dan efek samping AINS terhadap terjadinya perdarahan saluran cerna, parasetamol seyogianya menjadi terapi lini pertama untuk mengurangi nyeri pada pengapuran sendi lutut, meskipun tampaknya parasetamol kurang efektif di antara pasien yang telah mendapat terapi AINS sebelumnya.

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN OSTEOARTHRITIS LUTUT

PENDAHULUAN

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan

kartilago sendi, dimana terjadi proses degradasi interaktif sendi yang kompleks, terdiri dari

proses perbaikan pada kartilago, tulang dan sinovium diikuti komponen sekunder proses

inflamasi. Prosesnya tidak hanya mengenai rawan sendi namun juga mengenai seluruh sendi,

termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial serta jaringan ikat

periartikuler. Pada stadium lanjut rawan sendi mengalami kerusakan, ditandai adanya fibrilasi,

fisur, dan ulserasi yang dalam pada permukaan sendi. Paling sering mengenai vertebra, panggul,

lutut, dan pergelangan tangan kaki. 1, 2, 3, 4

OA merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling banyak didapatkan di masyarakat,

terutama pada usia lanjut. Lebih dari 80% usia diatas 75 tahun menderita OA. OA merupakan

kasus terbanyak yang terdapat di rumah sakit dari semua kasus penyakit rematik. Di poliklinik

Reumatologi RSUP Sanglah Denpasar (2001-2003), OA merupakan kasus tertinggi (37%)

diikuti dengan RNA, AG, SLE, dan lain-lain. Kelainan pada lutut merupakan kelainan terbanyak

dari OA diikuti sendi panggul dan tulang belakang. Di Indonesia prevalensi OA lutut yang

tampak secara radiologik mencapai 15,5 % pada pria dan 12,7 % pada wanita berumur antara 40-

60 tahun. Data di RSUP Sanglah Denpasar (2001-2002), keluhan lutut didapatkan terbanyak

(97%) dari semua penderita OA. 3, 5

OA diklasifikasikan menjadi dua yaitu OA primer dan OA sekunder. OA disebabkan oleh

perubahan biomekanikal dan biokimia tulang rawan, dimana akan terjadi ketidakseimbangan

Page 3: Pengapuran Sendi Lutut

antara degradasi dan sintesis tulang rawan. Ketidakseimbangan ini menyebabkan pengeluaran

enzim-enzim degradasi dan pengeluaran kolagen yang akan mengakibatkan kerusakan tulang

rawan sendi dan sinovium (sinuvitis sekunder) akibat terjadinya perubahan matriks dan struktur.

Selain itu juga akan terjadi pembentukan osteofit sebagai suatu proses perbaikan untuk

membentuk kembali persendian sehingga dipandang sebagai kegagalan sendi yang progresif.1,4,7

Pada umumnya penderita OA mengatakan bahwa keluhannya sudah berlangsung lama

tetapi berkembang secara perlahan-lahan. Penderita OA biasanya mengeluh pada sendi yang

terkena yang bertambah dengan gerakan atau waktu melakukan aktivitas dan berkurang dengan

istirahat. Selain itu juga terdapat kaku sendi dan krepitus, bentuk sendi berubah dan gangguan

fungsi sendi. Pada derajat yang lebih berat, nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat

mengganggu mobilitas penderita.1,3 OA sendi lutut ditandai oleh nyeri pada pergerakan yang

hilang bila istirahat, kaku sendi terutama setelah istirahat lama atau bangun tidur, krepitasi

sewaktu pergerakan dan dapat disertai sinovitis dengan atau tanpa efusi cairan sendi. Nyeri akan

bertambah jika melakukan kegiatan yang membebani lutut seperti berjalan, naik turun tangga,

berdiri lama. Gangguan tersebut mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat

sehingga penderita tidak bisa berjalan.8,9

Diagnosis OA sudah dapat ditegakkan berdasarkan kriteria klasifikasi The American

College of Rheumatology yaitu adanya nyeri lutut dan gambaran radiografik osteofit dan salah

satu dari : umur > 50 tahun, kaku sendi <>3,10

Prinsip penatalaksanaan OA bertujuan untuk menghilangkan keluhan, mengoptimalkan

fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kualitas hidup, menghambat

progresivitas penyakit dan mencegah komplikasi. Pilar terapi: non farmakologis (edukasi, terapi

fisik, diet, penurunan berat badan), farmakologis (analgetik, kortikosteroid lokal, sistemik,

kondroprotektif dan biologik), dan pembedahan.1,3

OA sendi lutut merupakan kelainan sendi yang mempunyai dampak terhadap kehidupan

sehari-hari penderitanya. 8,11 Walaupun belum ada pengobatan medis yang dapat menyembuhkan

dan menghentikan progresifitas OA, banyak hal yang bisa dilakukan untuk menghilangkan nyeri,

menjaga mobilitas dan meminimalkan disabilitas. Merupakan sebuah tantangan bagi para klinisi

Page 4: Pengapuran Sendi Lutut

untuk menemukan cara mempertahankan fungsi sendi, mengobati nyeri sendi dan inflamasi yang

bisa terjadi. 12,13

Kunci menuju manajemen yang efektif dari OA berpegangan kepada diagnosis yang

akurat dan tepat. Pengelolaan penderita OA baik secara farmakologik atau non farmakologik

dapat dilakukan dengan lebih tepat dan aman bila terdapat pemahaman yang baik mengenai

patogenesis dan sifat nyeri OA yang multifaktorial. Hal ini menuntut ketrampilan para tenaga

medis pada umumnya dan dokter umum pada khususnya sehingga dapat memberikan

penanganan yang tepat dan adekuat terhadap penderita dengan OA. Pada tinjauan kasus ini akan

dibahas mengenai pendekatan diagnostik dan penatalaksanaan pada penderita dengan OA lutut.

KASUS

Seorang penderita, perempuan, 49 tahun, agama Islam, suku Sunda, pekerja serabutan TK

Barunawati, beralamat di Pulau Ambon No.25 Denpasar, datang dengan keluhan nyeri pada lutut

sejak 3 bulan SMRS. Nyeri dirasakan pada lutut kanan dan terlokalisir. Nyeri terasa seperti

ditusuk-tusuk pada lutut kanan. Nyeri yang dirasakan sangat hebat sampai penderita tidak bisa

berjalan dengan baik, seperti terpincang-pincang, sulit berjalan meskipun masih belum

menggunakan alat bantu tongkat dan aktivitas sehari-hari menjadi terhambat. Nyeri dirasakan

setiap hari, dimana pada awalnya nyeri dirasakan tidak terlalu berat, muncul secara perlahan-

lahan namun sejak 2 bulan SMRS nyeri dirasakan semakin memberat. Nyeri memberat terutama

bila penderita melakukan aktivitas seperti berjalan jauh, bolak-balik dari rumah ke tempat

kerjanya dan mengangkat beban yang berat (membawa 2 ember berisi air masing-masing 5 liter).

Nyeri pada lutut dirasakan memberat bila penderita mencoba untuk berjalan dan sedikit membaik

bila penderita beristirahat. Nyeri juga membaik setelah penderita minum jamu Mahkota Dewa,

dimana nyeri berkurang namun 2 hari kemudian muncul lagi saat penderita beraktivitas biasa.

Penderita juga mengeluh susah menggerakkan lutut kanannya sejak 2 bulan SMRS, dirasakan

biasanya pada pagi hari sekitar 20-30 menit. Lutut susah digerakkan, terasa kaku seperti diikat.

Kondisi ini mengakibatkan penderita sulit melakukan gerakan seperti menekuk lutut kanan,

meluruskan maupun mengangkat tungkai kanan. Kondisi lutut kanan susah digerakkan ini terjadi

setiap hari dan lebih sering pada pagi hari saat penderita baru bangun tidur. Keluhan susah

Page 5: Pengapuran Sendi Lutut

menggerakkan lutut kanan ini perlahan bisa hilang setelah penderita memaksakan untuk

menggerakkan lututnya dengan melakukan aktivitas rumah tangga yang rutin dilakukan

(menyapu dan memasak) meskipun nyeri lutut masih dirasakan.

Keluhan lain yang dirasakan yaitu lutut kanan yang membesar. Hal ini dirasakan

penderita sejak 2 bulan yang lalu dan dirasakan bertambah besar sejak 1 bulan SMRS. Lutut

kanan membesar terasa seperti ada benda yang mendesak dari dalam lutut, warna kulit sama

seperti disekitarnya, dan bila ditekan akan mudah kembali dengan cepat. Lutut kanan penderita

membesar hingga menyerupai cabang batang pohon mangga. Pembesaran lutut kanan terjadi

secara perlahan-lahan tanpa disadari oleh penderita hingga saat 1 bulan SMRS penderita baru

menyadarinya. Pembesaran lutut tidak berkurang meski penderita mencoba beristirahat atau

dengan minum jamu.

Penderita juga mengeluh lutut terasa hangat sejak 2 bulan SMRS. Keluhan hangat di lutut

terasa di lutut kanan. Hangat terasa seperti air hangat untuk mandi (suam-suam kuku). Awalnya

penderita tidak nemyadari lutut kanannya terasa hangat, namun sejak lututnya membengkak,

setelah penderita membandingkan dengan lutut kirinya, barulah penderita sadar lututnya terasa

hangat. Lutut terasa hangat ini terjadi terus-menerus, tidak menghilang, namun juga tidak

bertambah panas.

Penderita juga mengeluh bunyi “krepet-krepet” di lutut sejak 3 bulan SMRS. Keluhan ini

terasa di lutut kanan. Bunyi “krepet-krepet” dirasa seperti bunyi orang membelah kerupuk. Bunyi

“krepet-krepet” ini kadang-kadang bisa sampai terdengar bila penderita bangun dari jongkok,

meluruskan atau menekuk lututnya setelah beraktivitas. Bunyi “krepet-krepet” ini terjadi

awalnya bersamaan dengan nyeri lutut yang diraakan penderita. Bunyi ini bisa berkurang setelah

penderita beristirahat lama, namun kemudian memberat (mengeras) bila penderita beraktivitas

seperti berjalan jauh, berdiri lama atau mengangkat ember yang berat.

Penderita tidak pernah mengeluh kemerahan pada lututnya. Keluhan bengkak pada

pangkal ibu jari tidak ada. Keluhan bengkak pada ibu jari yang tiba-tiba tidak ada. Penderita

tidak ada keluhan yang sama pada sendi-sendi lainnya seperti sendi jari tangan, gelang kaki atau

telapak kaki. Penderita tidak pernah mengalami benjolan seperti kelereng pada siku dan

Page 6: Pengapuran Sendi Lutut

pergelangan kaki. Penderita tidak mengalami kencing batu. Penderita tidak pernah mengalami

kolik.

Penderita saat ini sulit menggerakkan lututnya, baik untuk menekuk atau meluruskan

kakinya. Akibat nyeri lutut yang dideritanya saat ini penderita menjadi berjalan terpincang-

pincang.

Riwayat menderita diabetes melitus tidak pernah dialami oleh penderita. Riwayat

mengalami benjolan di jari-jari tangan tidak ada. Penderita menderita kegemukan sejak ia

menikah yakni kira-kira 2 tahun yang lalu. Penderita mengalami riwayat mikrotrauma akibat

sering berjalan kaki setiap harinya dengan jarak yang jauh (kira-kira sehari 2-3 kilometer) sejak

kurang lebih 5 tahun yang lalu. Riwayat menderita sakit gondok tidak ada.

Di keluarga penderita, tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama

dengan penderita. Di keluarga penderita ada yang menderita penyakit diabetes melitus yakni

kakak penderita.

Penderita setiap harinya bekerja sebagai pekerja serabutan di TK Barunawati, Denpasar,

sejak sekitar 5 tahun yang lalu. Setiap harinya penderita berjalan bolak-balik sebanyak 10-15 kali

dari TK Barunawati gedung selatan menuju gedung utara yang jaraknya ± 150 meter. Penderita

juga tiap hari mengangkat 2 ember ukuran 5 liter yang berisi air minum anak SD dengan volume

penuh dan membawanya dari gedung selatan menuju gedung utara, dimana penderita sering

membawa ember tersebut tidak hanya dengan menenteng saja, namun dengan mengangkat lebih

tinggi. Terkadang penderita membawa ember tersebut di kepalanya. Sejak 2 bulan yang lalu

penderita mengkonsumsi jamu Mahkota Dewa untuk menghilangkan nyeri lututnya, namun

keluhan nyeri tetap muncul setelah 1 hari minum jamu tersebut. Penderita telah berhenti

mengkonsumsi jamu tersebut 2 minggu SMRS. Penderita tidak merokok. Penderita tidak pernah

menjalani pemeriksaan kadar asam urat.

Pada pemeriksaan fisik umum pada tanggal 13 Januari 2007 didapatkan kesan sakitnya sedang,

kesadaran kompos mentis, tinggi badan 155 cm, berat badan 62 kg, dengan status gizi BB Lebih

dan IMT = 25 (Obese I).Tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 100 kali/menit, pernafasan

24 kali/menit, temperatur axila 36,5ºC.

Page 7: Pengapuran Sendi Lutut

Pada pemeriksaan kedua mata tidak tampak anemik. Pada telinga terkesan tenang, tidak ada

tophus pada telinga kanan maupun kiri. Pada pemeriksaan leher tidak didapatkan peningkatan

JVP dan tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

Pada pemeriksaan thoraks, dari inspeksi didapatkan ictus cordis tidak tampak. Pada palpasi, ictus

cordis terba di ICS V, satu jari lateral linea midklavikularis kiri, kuat angkat. Pada perkusi

didapatkan batas jantung kanan di linea parasternal kanan, batas jantung kiri di satu jari lateral

linea midklavikularis kiri, dan ada pinggang jantung. Pada auskultasi jantung didapatkan suara

jantung S1S2 tunggal reguler tidak didapatkan murmur. Pada pemeriksaan paru tidak dijumpai

adanya kelainan. Pada pemeriksaan abdomen, tidak didapatkan balotemen serta nyeri ketok

sudut kostovertebra.

Pemeriksaan fisik lokalis pada sendi ekstemitas didapatkan sendi lutut kanan: pada inspeksi

didapatkan asimetrisitas lutut, terdapat pembesaran sendi pada lutut kanan dengan

menghilangnya cekungan sekitar patela berukuran diameter 10 cm dengan tidak ada perubahan

warna kulit (hiperemi). Palpasi pada lutut kanan didapatkan nyeri tekan derajat 3, dirasakan

hangat pada lutut kanan, tidak ada bengkak maupun nyeri. Pemeriksaan gerak sendi didapat

keterbatasan gerak fleksi hanya dapat mengerakkan lutut sebesar 60° dan tidak dapat melakukan

gerakan ekstensi lutut kanan (ekstensi 00). Auskultasi didapatkan suara krepitasi pada sendi lutut

kanan. Keadaan sekitar sendi tidak ada kelainan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Pemeriksaan pada lutut kiri normal.

Tabel 1. Pemeriksaan Khusus Sendi

Sendi Inspeksi Palpasi Pergerakan Auskultasi Sekitar Sendi

Genu Dekstra

Pembesaran sendi diameter 10 cm, hilangnya cekungan sekitar patela, tidak ada hiperemi

Nyeri tekan derajat 3, teraba hangat,

tidak bengkak tidak

Fleksi 600, ektensi 00.

Krepitasi ada Tidak ada kelainan

Page 8: Pengapuran Sendi Lutut

nyeri.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan meliputi pemeriksaan laboratorium darah, kimia darah,

urine lengkap, dan radiologi. Pemeriksaan laboratorium darah tanggal 12 januari 2007

didapatkan : WBC: 11,27 k/uL, Hb: 14,8 g/dL, HCT: 42,8% dan PLT:453 K/uL. Hasil kimia

darah tanggal 12 januari 2007 BUN 13,6 mg%, serum creatinin 0,78 mg%, uric 5,3mg/dl, ureum

29,1 mg/dl. Pemeriksaan urin lengkap didapatkan hasil: Leukosit 5, pH 5,0, protein albumin

tidak ada, warna kuning. Sedimen: Leukosit 6-8, eritrosit tidak ada, sel epitel gepeng 2, bulat 4-

5, tubulus cell tidak ada. Pemeriksaan roentgen Genu dextra AP/Lateral pada tanggal 10 januari

2007 didapatkan osteofit pada tepi sendi dan terjadi penyempitan celah sendi dengan kesan: OA

genu Dextra.

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, maka penderita didiagnosis dengan

Fungsional Kelas II/OA et. causa Sekunder/Genu Dekstra. Terapi yang diberikan berupa non

farmakologis dan farmakologis. Terapi non farmakologis meliputi edukasi, terapi fisik dan diet

1200 kalori per hari. Terapi farmakologis yaitu Na diklofenak 2×50 mg.

PEMBAHASAN

OA adalah penyakit degenerasi kartilago artikuler yang berlangsung secara perlahan-lahan

ditandai nyeri sendi, kekakuan dan keterbatasan gerakan yang berkembang secara progresif.12

Tanda-tanda tersebut kami temukan pada penderita ini.

Berdasarkan etiologinya OA diklasifikasikan menjadi dua yaitu OA primer dan OA

sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak diketahui dan

tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses perubahan lokal pada sendi.

OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, trauma (akut atau kronik

akibat pekerjaan atau olahraga), inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan

makro serta imobilisasi yang terlalu lama, faktor mekanik, penyakit deposit kalsium, penyakit

tulang dan sendi lainnya, difus, neuropatik endemik.1 Beberapa faktor resiko yang diketahui

berhubungan dengan penyakit OA, diantaranya : faktor resiko umum yang penting yaitu

kegemukan, faktor genetik dan jenis kelamin dengan wanita lebih sering, serta beberapa faktor

Page 9: Pengapuran Sendi Lutut

resiko lain seperti usia lebih dari 40 tahun, suku bangsa, genetik, cedera sendi, pekerjaan,

olahraga, kelainan pertumbuhan, kepadatan tulang, dan lain-lain.1,4,6 Pada penderita ini,

berdasarkan anamnesis riwayat sosialnya, penderita melakukan aktivitas/pekerjaan yang

menyebabkan penggunaan berlebihan (overuse evercise) dari sendi lutut kanan penderita.

Aktivitas/pekerjaan tersebut telah dijalankannya sejak lebih kurang 2 tahun. Selain itu dari

pemeriksaan fisik, penderita ini juga mengalami kegemukan (obese I). Kondisi-kondisi

merupakan faktor-faktor risiko terjadinya OA. Jadi dapat disimpulkan pada penderita ini

termasuk OA sekunder.

Penderita datang dengan keluhan utama nyeri sendi pada lutut kanan sejak 3 bulan

SMRS. Nyeri sendi merupakan keluhan yang umum terjadi pada penyakit reumatik, yaitu artritis

gout, OA, keganasan, reumatik septik dan lain sebagainya. Pada penderita ini nyeri terlokalisir

pada lutut kanan tanpa adanya nyeri pada sendi yang lain, nyeri bertambah saat melakukan

gerakan (seperti berjalan) dan berkurang apabila beristirahat. Tidak ada demam. Tidak ada

podagra. Nyeri tidak menetap sepanjang hari. Nyeri seperti ini biasanya ditemukan pada OA.

Penderita juga mengeluh mengalami kaku sendi. Kaku sendi dirasakan penderita pada pagi hari.

Keadaan ini biasanya disebabkan oleh desakan cairan yang berada di sekitar jaringan yang

mengalami inflamasi (kapsul sendi, sinovia, atau bursa). Kaku sendi makin nyata pada pagi hari

atau setelah istirahat. Setelah digerak-gerakkan, cairan akan menyebar dari jaringan yang

mengalami inflamasi sehingga penderita merasa terlepas dari ikatan dan bisa menggerakkan

sendinya kembali. Lama kaku sendi pada OA adalah kurang dari 30 menit sedangkan pada AR

minimal satu jam.1 Pada penderita ini, kaku sendi juga dirasakan pada pagi hari selama kira-kira

20-30 menit dan menghilang dengan sendirinya bila penderita menggerakkan kakinya dengan

beraktivitas seperti biasa. Hal ini sesuai untuk mendukung keluhan pada penderita OA.

Penderita juga mengeluh mengalami pembesaran lutut. Dirasakan oleh penderita sejak 1

bulan yang lalu. Sendi yang membengkak/membesar bisa disebabkan oleh penonjolan tulang,

sinovitis, efusi dan karena adanya osteofit yang dapat mengubah permukaan sendi. Pada

penderita ditemukan osteofit pada pemeriksaan rontgen.

Page 10: Pengapuran Sendi Lutut

Pemeriksaan fisik lokalis pada ekstemitas didapatkan sendi lutut kanan: pada inspeksi didapatkan

asimetrisitas lutut terdapat pembesaran sendi pada lutut kanan dengan menghilangnya cekungan

sekitar patela berukuran diameter 10 cm dengan tidak ada perubahan warna kulit. Palpasi pada

lutut kanan didapatkan nyeri tekan derajat 3 dan pada perabaan dirasakan hangat pada lutut

kanan. Pemeriksaan gerak sendi didapat keterbatasan gerak fleksi hanya dapat mengerakkan lutut

sebesar 60° dan tidak dapat melakukan gerakan ekstensi lutut kanan. Hambatan gerak terutama

disebabkan oleh adanya osteofit remodeling, penebalan kapsul, dan juga adanya efusi. Pada

auskultasi sendi lutut kanan penderita ditemukan adanya krepitasi, dimana terdengar suara

gemeretak “kretek-kretek” seperti suara krupuk yang diremukkan. Gejala ini mungkin timbul

disebabkan karena gesekan kedua permukaan tulang sendi yang iregular pada saat sendi

digerakkan ataupun secara pasif dimanipulasi.1, 14

Pemeriksaan radiologis pada penderita ini didapatkan adanya gambaran radiologis berupa

penyempitan sendi dan osteofit pada pinggir sendi. Menipisnya rawan sendi diawali dengan retak

dan terbelahnya permukaan sendi di beberapa tempat yang kemudian menyatu dan disebut

sebagai fibrilasi. Di lain pihak pada tulang akan terjadi pula perubahan sebagai reaksi tubuh

untuk memperbaiki kerusakan. Perubahan itu adalah penebalan tulang subkondral dan

pembentukan osteofit marginal, disusul kemudian dengan perubahan komposisi molekular dan

struktur tulang. Penipisan kartilago sendi akibat proses degeneratif memberi gambaran

penyempitan celah sendi yang tidak simetris pada polos radiologi. Fungsi kartilago sendi

berkurang bahkan menghilang mengakibatkan beban stres di daerah subkhondral bertambah.

Beberapa subkhondral tersebut dapat diamati pada photo polos radiologi berupa pembentukan

osteofit, subkhondral sklerotik, maupun pembentukan kista subkhondral. Pada penderita ini

ditemukan adanya pembentukan osteofit.

Pada OA, dari anamnesa (gejala klinis), pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologi sudah

dapat menunjang ditegakkannya diagnosis OA lutut. Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA

biasanya tidak banyak berguna. Darah tepi (Hb, leukosit, dan LED) dalam batas normal, kecuali

OA generalisata yang harus dibedakan dengan arthritis peradangan. Pemeriksaan imunologi

(ANA, faktor rheumatoid, dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan,

mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis sedang hingga ringan, peningkatan ringan

sel radang (<8000/m)>1 Pada penderita ini dilakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap,

Page 11: Pengapuran Sendi Lutut

kimia darah dan urin lengkap karena pemeriksaan tersebut merupakan pemeriksaan rutin. Dari

hasil pemeriksaan laboratorium pada penderita ini tidak ditemukan adanya kelainan.

Diagnosis OA sudah bisa ditegakkan secara klinis dengan memakai kriteria OA yang

dibuat oleh Subcommittee American College of Rheumatology (ACR).1 Kriteria OA lutut secara

klinis, laboratorium, dan radiologis adalah adanya nyeri lutut, osteofit, dan salah satu dari usia

lebih dari 50 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit atau adanya krepitus.1, 3, 5 Pada penderita ini

wanita berusia 49 tahun, ditemukan memiliki keluhan nyeri sendi lutut kanan, terdapat kaku

sendi selama 20-30 menit, terdapat krepitus, dan pada pemeriksaan radiologi ditemukan adanya

osteofit.

Pada penderita ini termasuk dalam OA fungsional kelas II, karena berdasarkan anamnesa

penderita masih bisa beraktivitas/bekerja sehari-harinya, dan dapat berjalan untuk melaksanakan

aktivitas tersebut tanpa bantuan alat; dan dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya gangguan

pada sendi lutut kanan. Sehingga berdasarkan kriteria ACR maka penderita ini didiagnosis

menderita Fungsional kelas II/OA genu dekstra.

Pengelolaan penderita dengan OA bertujuan untuk untuk menghilangkan keluhan,

mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kualitas hidup,

menghambat progresivitas penyakit dan mencegah komplikasi. Pilar terapi: non farmakologis

(edukasi, terapi fisik, diet/penurunan berat badan), farmakologis (analgetik, kortikosteroid lokal,

sistemik, kondroprotektif dan biologik), dan pembedahan.1,3

Edukasi sangat penting bagi semua pasien OA. Dua hal yang menjadi tujuan edukasi

adalah bagaimana mengatasi nyeri dan disabilitas. Pemberian edukasi (KIE) pada penderita ini

sangat penting karena dengan edukasi diharapkan pengetahuan penderita mengenai penyakit OA

menjadi meningkat dan pengobatan menjadi lebih mudah serta dapat diajak bersama-sama untuk

mencegah kerusakan organ sendi lebih lanjut.3 Edukasi yang kami berikan pada penderita ini

yaitu memberikan pengertian bahwa OA adalah penyakit yang kronik, sehingga perlu dipahami

bahwa mungkin dalam derajat tertentu akan tetap ada rasa nyeri, kaku dan keterbatasan gerak

serta fungsi. Selain itu juga kami memberi pemahaman bahwa hal tersebut perlu dipahami dan

disadari sebagai bagian dari realitas kehidupannya. Kami juga menyarankan agar rasa nyeri

Page 12: Pengapuran Sendi Lutut

dapat berkurang, maka pasien sedianya mengurangi aktivitas/pekerjaannya sehingga tidak terlalu

banyak menggunakan sendi lutut dan lebih banyak beristirahat. Pasien juga kami sarankan untuk

kontrol kembali sehingga dapat diketahui apakah penyakitnya sudah membaik atau ternyata ada

efek samping akibat obat yang diberikan.

Terapi fisik bertujuan untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan

melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.1 Pada penderita ini kami anjurkan untuk

berolah raga tapi olah raga yang memperberat sendi sebaiknya dihindari seperti lari atau joging.

Hal ini dikarenakan dapat menambah inflamasi, meningkatkan tekanan intraartikular bila ada

efusi sendi dan bahkan bisa dapat menyebabkan robekan kapsul sendi.15 Untuk mencegah risiko

terjadinya kecacatan pada sendi, sebaiknya dilakukan olah raga peregangan otot seperti m.

Quadrisep femoris, dengan peregangan dapat membantu dalam peningkatan fungsi sendi secara

keseluruhan dan mengurangi nyeri. Pada pasien ini kami sarankan untuk senam aerobic low

impact/intensitas rendah tanpa membebani tubuh selama 30 menit sehari tiga kali seminggu. Hal

ini bisa dilakukan dengan olahraga naik sepeda atau dengan melakukan senam lantai. Senam

lantai bisa dilakukan dimana pasien mengambil posisi terlentang sambil meregangkan lututnya,

dengan cara mengangkat kaki dan secara perlahan menekuk dan meluruskan lututnya.

Diet bertujuan untuk menurunkan berat badan pada pasien OA yang gemuk. Hal ini

sebaiknya menjadi program utama pengobatan OA. Penurunan berat badan seringkali dapat

mengurangi keluhan dan peradangan.1 Selain itu obesitas juga dapat meningkatkan risiko

progresifitas dari OA.13 Pada pasien ini kami menyarankan untuk mengurangi berat badan dengan

mengatur diet rendah kalori sampai mungkin mendekati berat badan ideal. Dimana prinsipnya

adalah mengurangi kalori yang masuk dibawah energi yang dibutuhkan. Penurunan energi intake

yang aman dianjurkan pemberian defisit energi antara 500-1000 kalori perhari, sehingga

diharapkan akan terjadi pembakaran lemak tubuh dan penurunan berat badan 0,5 – 1 kg per

minggu. Biasanya intake energi diberikan 1200-1300 kal per hari, dan paling rendah 800 kal per

hari. Formula yang dapat digunakan untuk kebutuhan energi berdasarkan berat badan adalah

22kal/kgBB aktual/hari, dengan cara ini didapatkan defisit energi 1000 kal/hari.17 Pada pasien ini

kami anjurkan untuk diet 1200 kal perhari agar mencapai BB idealnya yakni setidaknya

mencapai 55 kg. Contoh komposisi makanan yang kami anjurkan adalah dalam sehari pasien

Page 13: Pengapuran Sendi Lutut

bisa memasak 1 gelas beras (550 kal), 4 potong tempe sedang (150 kal), 1 buah telur (100 kal), 2

potong ayam sedang (300 kal) dan 1 ikat sayuran kangkung (75 kal).

Terapi farmakologis pada penderita OA biasanya bersifat simptomatis. Untuk

membantu mengurangi keluhan nyeri pada penderita OA, biasanya digunakan analgetika atau

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS).1 Untuk nyeri yang ringan maka asetaminophen tidak

lebih dari 4 gram per hari merupakan pilihan pertama. Untuk nyeri sedang sampai berat, atau ada

inflamasi, maka OAINS yang selektif COX-2 merupakan pilihan pertama, kecuali jika pasien

mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya hipertensi dan penyakit ginjal. OAINS yang COX-2

non-selektif juga bisa diberikan asalkan ada perhatian khusus untuk terjadinya komplikasi

gastrointestinal dan jika ada risiko ini maka harus dikombinasi dengan inhibitor pompa proton

atau misoprostol. Injeksi kortikosteroid intraartikuler bisa diberikan terutama pada pasien yang

tidak ada perbaikan setelah pemberian asetaminophen dan OAINS. Tramadol bisa diberikan

tersendiri atau dengan kombinasi dengan analgetika lain jika nyerinya belum berkurang. Opioid

bisa diberikan jika analgetika yang lain kurang memberikan manfaat.3

Asetaminophen merupakan analgetika non opioid lini pertama yang semestinya diberikan

pada penderita dengan keluhan nyeri yang tidak begitu berat sebelum pemberian analgetik yang

lebih kuat.15 Asetaminophen adalah metabolit fenacetin yang bertangung jawab atas efek

analgetiknya. Obat ini adalah penghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan

tidak memiliki efek anti inflamasi yang bermakna. Obat ini diberikan per oral dengan dosis

untuk nyeri akut yaitu 325-500 mg 4 kali sehari. Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai

sedang, namun tidak adekuat untuk terapi keadaan peradangan. Pada dosis terapi kadang-kadang

timbul peningkatan ringan enzim hati tanpa ikterus. Keadaan ini reversibel bila obat dihentikan.

Gejala dini kerusakan hati meliputi mual, muntah, diare dan nyeri abdomen.16

OAINS mempunyai aktifitas anti inflamasi, analgesik dan antipiretik, namun obat-obat

golongan ini tidak bisa menghentikan perjalanan alamiah suatu penyakit reumatik. Mekanisme

kerja OAINS adalah menghambat kerja enzim cyclooksigenase (COX) sehingga konversi asam

arakidonat menjadi prostaglandin (PG) dihambat. COX-1 bermanfaat mempertahankan integritas

mukosa gaster dan duodenum, renal blood flow, dan aktifitas koagulasi. Jika aktifitas COX-1 ini

dihambat oleh OAINS maka muncul risiko efek samping OAINS tersebut yaitu perdarahan

Page 14: Pengapuran Sendi Lutut

gaster dan duodenum, renal insufisiensi dan perdarahan pada tempat lain. Ekspresi COX-2

meningkat seiring dengan beratnya proses inflamasi. Jika aktifias COX-2 dihambat dengan

OAINS, maka proses inflamasi akan berkurang. Natrium diklofenak merupakan obat golongan

OAINS COX-1 non-selektif yang diberikan secara oral dengan dosis 50 mg 2-3 kali sehari.15

Obat ini cepat diabsorbsi dan mempunyai waktu paruh yang pendek. Obat ini dianjurkan untuk

kondisi peradangan kronis seperti artritis remathoid dan OA, serta untuk pengobatan nyeri otot

rangka akut. Efek samping terjadi pada kira-kira 20% penderita dan meliputi distress dan

perdarahan saluran cerna, dan tukak lambung.16 Bila muncul efek samping gasterointestinal,

pengobatan Na diklofenak diganti dengan golongan COX-2 inhibitor selektif seperti colecoxib

yang memberikan efek terhadap gastrointestinal lebih rendah dari pada Na diklofenak.

Apabila penderita memiliki risiko tinggi terhadap gangguan kardiovaskuler dan ginjal,

maka obat NSAID golongan COX-2 selektif inhibitor sebaiknya tidak dijadikan pilihan dan

dipilih obat golongan COX-1 non selektif. Hal ini disebabkan karena COX-2 inhibitor selektif

bisa merangsang aterotrombosis dengan menghambat pembentukan prostasiklin (PGI2)- lewat

COX-2 izoenzim di sel endotel makrovaskular- yang merupakan vasodilator yang poten dan

inhibitor terhadap proliferasi sel otot polos dan agregasi platelet. Sebagai tambahan, COX-2

inhibitor selektif gagal untuk menghambat pembentukan tromboksan A2 (TXA2) yang

memfasilitasi vasokontriksi, aktivasi platelet dan proliferasi otot polos. Teori ini juga didukung

oleh penelitian Vioxx Gastrointestinal Outcomes Research (VIGOR) , dimana dilaporkan

peningkatan risiko relatif (RR) (2,38 kali; 95% CI; 1,4-4,0) dari kejadian kardiovaskular

aterotrombotik di antara 8076 pasien dengan Rheumatois Artritis yang secara acak diberikan

pengobatan rofecoxib dibandingkan dengan pengobatan naproxen.18

Untuk mengurangi keluhan nyeri pada penderita ini, telah diberikan pengobatan Na-

diklofenak dengan dosis 2×50 mg. Hal ini disebabkan pada pasien selain rasa nyeri yang

dideritanya, juga terjadi proses inflamasi yakni ditandai adanya bengkak dan rasa hangat di lutut.

Pasien sebelumnya telah meminum paracetamol, namun nyeri yang dikeluhkan tidak hilang. Na-

diklofenak merupakan obat golongan OAINS COX-1 inhibitor yang non-selektif, dimana obat

ini diberikan pada penderita karena tidak terdapat riwayat pernah menderita gangguan

gastrointestinal. Pasien ini tidak diberikan obat golongan COX-2 selektif untuk menghindari

terjadinya risiko kardivaskuler seperti yang telah diuraikan di atas.

Page 15: Pengapuran Sendi Lutut

Terapi pembedahan. Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis dan rehabilitasi

tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit; dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi

deformitas yang menimbulkan gangguan mobilisasi sendi yang mengganggu aktifitas sehari-

hari1,3. Operasi dipertimbangkan pada pasien dengan kerusakan sendi yang nyata, dengan nyeri

yang menetap dan kelemahan fungsi4. Berdasarkan algoritma management OA lutut yang baru

terdiagnosa, terapi pembedahan pada OA bisa dilakukan setelah 18 minggu nyeri OA lutut yang

tidak dapat dikontrol dengan baik. Namun algoritma ini tidak mutlak mengingat terapi OA yang

sebaiknya bersifat individual dan fleksibel6. Teknik yang digunakan adalah total joint

arthroplasty dan revision arthroplasty. Sebelum diputuskan untuk melakukan terapi

pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih dahulu risiko dan keuntungannya.

Pada pasien ini tidak sampai dilakukan terapi pembedahan karena nyeri yang dirasa

pasien tidak sampai membuat pasien tidak melakukan aktivitas sehari-harinya. Selain itu bila

didasarkan pada algoritma penatalaksanaan OA lutut yang baru terdiagnosa, pada penderita ini

belum bisa dievaluasi terkontrol tidaknya nyeri yang dirasakan.

RINGKASAN

Telah dilaporkan kasus dengan OA genu dekstra pada penderita perempuan 49 tahun. OA

merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling banyak didapatkan di masyarakat. Kelainan

degeneratif secara primer terjadi pada tulang rawan dan secara sekunder akan menyebabkan

keradangan sekitarnya terutama jaringan sinovium. Penyebab OA diperkirakan multifaktorial.

Patogenesis OA secara umum adalah adanya ketidakseimbangan antara degradasi dan sintesis

dari tulang rawan sehingga menyebabkan kerusakan tulang rawan dan diikuti dengan perubahan

pada tulang subkhondral dan pembentukan osteofit. Perubahan ini secara umum disebabkan

berbagai faktor penyebab seperti genetik, host, dan lingkungan.

Diagnosis klinis OA dapat dibuat hanya berdasarkan kelainan klinis saja atau dengan

pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologis dengan memakai ACR. Kriteria OA lutut

secara klinis, laboratorium, dan radiologis adalah adanya 1) Nyeri lutut dan 2) Osteofit dan 3)

salah satu dari usia lebih dari 40 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit dan adanya krepitus.

Pada penderita ini didapatkan nyeri sendi lutut kanan, bengkak pada lutut kanan, kaku sendi

Page 16: Pengapuran Sendi Lutut

selama 20-30 menit,dan terdengar adanya krepitasi. Pada pemeriksaan radiologi ditemukan

adanya penyempitan celah sendi dan gambaran osteofit di tepi sendi.

Penanganan rasional OA adalah memakai pendekatan secara menyeluruh sesuai dengan penyebab, beratnya penyakit, dan keadaan umum penderita dan dilihat dari berbagai aspek. Penatalaksanaan OA bertujuan untuk menghilangkan keluhan, mengoptimalkan fungsi sendi, mengurangi ketergantungan dan meningkatkan kualitas hidup, menghambat progresivitas penyakit dan mencegah komplikasi. Pilar terapi meliputi: Non farmakologis (edukasi, terapi fisik, diet, penurunan berat badan), terapi farmakologis (analgetik, kortikosteroid lokal, sistemik, kondroprotektif dan biologik), dan terapi pembedahan. Beberapa modalitas pengelolaan dapat diterapkan pada penderita OA lutut yaitu penanganan tanpa obat (terapi non-farmakologis), penanganan dengan medikamentosa (terapi farmakologis), dan pembedahan. Pada penderita ini telah diberikan terapi edukasi mengenai OA, terapi fisik dan diet untuk penurunan berat badan dan penanganan dengan obat seperti Na Diklofenak.

FAKTOR PREDISPOSISI

Ada beberapa faktor predisposisi yang diketahui berhubung-

an erat dengan terjadinya osteoartrosis sendi lutut, yaitu umur,

jenis kelamin, obesitas, ras dan trauma.

Umur merupakan faktor risiko yang penting. Rata-rata laki-

laid mendapatkan osteoartrosis sendi lututpada umur 59,7 tahun

dengan puncaknya pada usia 5564 tahun, sedangkan wanita

65,3 tahun dengan puncaknya pada usia 6574 tahun. Selain itu

juga didapatkan bahwa penderita osteoartrosis yang berumur

lebih tua ternyata sudah menderita osteoartrosis lebih lama

dibandingkan yang berusia lebih muda

(3)

.

Penderitaosteoartrosis sendi lututmeningkatpada usia lebih

dari 65 tahun, baik secara klinik, maupun radiologik. Gambaran

radiologik yang berat (grade III dan IV menurut kriteria Kell-

Page 17: Pengapuran Sendi Lutut

green-Lawrence) makin meningkat dengan bertambahnya umur,

yaitu 11,5% pada usia kurang dari 70 tahun, 17,8% pada umur

7079 tahun dan 19,4% pada usia lebih dari 80 tahun; wanita

yang mempunyai gambanan radiologik osteoartnosis berat adalah

10,6% pada umur kurang dani 70 tahun, 17,6% pada umur 70-79

tahun dan 21,1% pada umur lebih dari 80 tahun; sedangkan pada

laki-laki 12,8% pada umur kurang dani 70 tahun, 18,2% pada

umur 7079 tahun dan 17,9% pada umur lebih dani 80 tahun

(7)

.

Prevalensi radiologik osteoantrosis akan meningkat sesuai de-

ngan umur. Pada umur di bawah 45 tahun jarang didapatkan

gambaran radiologik yang berat. Pada usia tua gambanan radio-

logik osteoartrosis sendi lutut yang berat mencapai 20%

(8)

.

Pada penelitian lain didapatkan bahwa dengan makin me-

ningkatnya umur, maka beratnya osteoartrosis secara radiologik

akan meningkat secara eksponensial (dikutip dan 5).

Hubungan antana osteoantrosis dengan umur sampai saat

ini belum jelas. Penelitian biokimiawi menunjukkan adanya

perbe- daan kelainan rawan sendi yang disebabkan oleh proses

menua

Page 18: Pengapuran Sendi Lutut

Dibacakan pada Simposium Gangguan Muskuloskeletal, Wisma Metropolitan,

Jakarta, 16 April 1994.

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995

8

dengan yang disebabkan oleh osteoartrosis. Selain perubahan

pada rantai proteoglikan dan kandungan air pada rawan sendi,

ternyata perubahan pada pembuluh darah sendi akan mengurangi

aliran darah ke sendi yang bersangkutan sehIngga akan mem-

pengaruhi proses perbaikan sendi bila terjadi kerusakan

(4,5)

.

Jenis kelamin mempengaruhi timbulnya osteoartrosis. Pada

usia di bawah 45 tahun, frekuensi osteoartrosis pada kedua jenis

kelamin sama, sedangkan di atas 50 tahun lebih sering terjadi

pada wanita

(7,9)

. Dari 500 pasien dengan osteoartrosis pada anggota

badan, ternyata 41,9% adalah penderita osteoartrosis sendi lutut

dan jumlah wanita lebih banyak dari laki-laki (1,3: 1)

(3)

.

Wanita dan orang kulit hitam akan mendapatkan osteoarthri-

tis sendi lutut lebih berat dibandingkan laki-laki yang menderita

Page 19: Pengapuran Sendi Lutut

osteoartrosis sendi lutut yang berderajat sedang adalah 7%, se-

dangkan wanita 15,5% dan pada orang kulit hitam, laki-laki

15,6% sedangkan wanita 28,6%

(10)

. Rasa nyeri juga lebih banyak

didapatkan pada wanita dibandingkan laid-laid. Pada orang kulit

putih 45,9% wanita merasakan nyeri, sedangkan pada laki-laki

hanya 32,5% dan pada orang kulit hitam, wanita yang merasakan

nyeri 51,9% sedangkan laki-laki hanya 38,9%

(10)

. Pada penelitian

HANES I didapatkan penderita osteoartrosis sendi lutut pada

wanita lebih tinggi dibandingkan laki-laki (7,6% dibandingkan

4,3%). Frekuensi OA lutut pada wanita kulit hitam lebih tinggi

dibandingkan dengan pada wanita kulit putih, sedangkan pada

laki-laki, frekuensi pada kulit hitam sama dengan pada kulit

putih

(11)

.

Faktor lain yang berperan pada timbulnya osteoantrosis

sendi lutut adalah obesitas. Pada penelitian Framingham di-

dapatkan hubungan yang kuat antara obesitas dan osteoartrosis

sendi lutut, terutama pada wanita

Page 20: Pengapuran Sendi Lutut

(12)

. Pada penelitian Cushnagan

ternyata sebagian besar pasien osteoartrosis mempunyai berat

rata-rata di atas normal

(3)

. Pada penelitian HANES I, ternyata

didapatkan pula hubungan yang erat antara berat badan dengan

osteoartrosis sendi lutut

(11)

. Penelitian Silberger menunjukkan

bahwa faktor kegemukan bukan hanya berperan dari segi bio-

mekanik tapi juga dari segi metabolik (dikutip dari 4,5). Tikus

yang diberi makan makanan yang mengandung asani lemak

jenuh, akan lebih banyak yang menderita osteoartrosis diban-

dingkan tikus yang diberi makan makanan yang banyak mengan-

dung asam lemak tak jenuh.

Maquet berusaha menjelaskan secara biomekanika beban

yang diterima lutut pada obesitas. Pada keadaan normal, gaya

berat badan akan melalui medial sendi lutut dan akan diimbangi

oleh otot-otot paha bagian lateral sehingga resultannya akan

jatuh pada bagian sentral sendi lutut. Pada keadaan obesitas,

resultan gaya tersebut akan bergeser ke medial sehingga beban

yang diterima sendi lutut tidak seimbang. Pada keadaan yang

Page 21: Pengapuran Sendi Lutut

berat dapat timbul perubahan bentuk sendi menjadi varus yang

akan makin menggeser resultan gaya tersebut ke medial (dikutip

dari 13).

Faktor ras diduga mempengaruhi timbulnya osteoartro-

sis

(10,11)

. Osteoartrosis lutut lebih sering ditemukan pada orang

Asia, sedangkan osteoartrosis panggul lebih sering pada orang

Kaukasia.

Pekerjaan dan olah raga juga merupakan faktor predisposisi

osteoantrosis sendi lutut. Penelitian HANES I mendapatkan

bahwa pekerja yang banyak membebani sendi lutut akan mem-

punyai risiko terserang osteoantrosis lebih besar dibandingkan

pekerja yang tidak banyak membebani lutut

(11)

.

Faktor lain adalah merokok. Makin berat perokok, maka

makin rendah frekuensi osteoartrosis pada kelompok tersebut

(14)

.

Hal yang sama juga didapatkan pada penelitian HANES I dan

Framingham

(11,12)

Page 22: Pengapuran Sendi Lutut

. Hubungan antana merokok dan rendahnya

prevalensi osteoartrosis sendi lutut, belum dapat dijelaskan se-

cara pasti.

Beberapa faktor metabolik seperti diabetes melitus, hiper-

tensi, hiperurisemi dan Calcium pyrophosphare deposition

disease dikatakan juga berperan sebagai faktor predisposisi

timbulnya osteoantrosis

(4,5)

.

GAMBARAN KLINIK DAN RADIOLOGIK

Gejala klinik yang paling menonjol adalah nyeri. Ada tiga

tempat yang dapat menjadi sumber nyeri, yaitu sinovium, jaring-

an lunak sendi dan tulang.

Nyeri sinovium dapat terjadi akibat reaksi radang yang

timbul akibat adanya debris dan kristal dalam cairan sendi. Selain

itu juga dapat terjadi akibat kontak dengan rawan sendi pada

waktu sendi bergerak.

Kerusakan pada jaringan lunak sendi dapat menimbulkan

nyeri, misalnya robekan ligamen dan kapsul sendi, peradangan

pada bursa atau kerusakan meniskus.

Nyeri yang berasal dari tulang biasanya akibat rangsangan

pada periosteum karena periosteum kaya akan serabut-serabut

penerima nyeri

Page 23: Pengapuran Sendi Lutut

(15)

. Selain itu rasa nyeri s dipengaruhi oleh

keadaanpsikologikpasien, sehinggadianjurkan untuk melakukan

evaluasi psikologik dalam penatalaksanaan penderita osteoartro-

sis

(16)

.

Nyeri pada osteoantrosis sendi lutut, biasanya mempunyai

irama diurnal; nyeri akan menghebat pada waktu bangun tidur

dan sore hari. Selain itu, nyeri juga dapat timbul bila banyak

berjalan, naik dan turun tangga atau bergerak tiba-tiba. Nyeri

yang belum lanjut biasanya akan hilang dengan istirahat, tetapi

pada keadaan lanjut, nyeri akan menetap walaupun penderita

sudah istirahat

(13)

.

Kaku sendi merupakan gejala yang sering ditemukan, tetapi

biasanya tidak lebih dari 30 menit. Kaku sendi biasanya muncul

pada pagi hari atau setelah dalam keadaan inaktif. Selain itu

krepitusjuga sering ditemukan. Krepitus dapat ditemukan tanpa

disertai rasa nyeri, tapi biasanya berhubungan dengan nyeri yang

tumpul.

Kadang-kadang ditemukan pembengkakan sendi akibat

Page 24: Pengapuran Sendi Lutut

efusi cairan sendi.

Pada keadaan lanjut, dapat ditemukan deformitas sendi

lutut, misalnya genu v `rum maupun genu valgus. Bila sudah di-

temukan instabilitas ligamentum, hal ini menunjukkan keru-

sakan yang progresif dan prognosis yang buruk

(13,17)

.

Gambaran radiologik osteoantrosis pertama kali diperkenal-

kan oleh Kellgren dan Lawrence pada tahun 1957 dan akhirnya

diambil oleh WHO pada tahun 1961. Berdasarkan kriteria terse-

but, maka gambaran radiologik osteoantrosis dapat berupa pem-

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995

bentukan osteofit pada tepi sendi, periarticular ossicles terutama

pada sendi interfalang distal dan proksimal, penyempitan celah

sendi akibat penipisan rawan sendi, psedokista subkondral de-

ngan dinding yang skierotik, dan perubahan bentuk ujung tulang.

Dari lima kriteria tersebut, dibuat kiasifikasi radiologik osteo-

artrosis atas 5 gradasi, yaitu tidak ada osteoartrosis (0 kritreria),

meragukan (1 kriteria), minimal (2 kriteria), sedang (3 kriteria),

berat (45 kriteria)

(18,19)

. Ada hubungan yang positif antara

gambaran klinik osteoartrosis sendi lutut dengan gambaran ra-

Page 25: Pengapuran Sendi Lutut

diologiknya

(20)

. Tetapi penelitian lain mendapatkan bahwa pada

evaluasi setelah I tahun pengobatan walaupun secara klinik ter-

dapat perbaikan, secara radiologik didapatkan perburukan. Juga

didapatkan bahwa obesitas ternyata berhubungan dengan per-

burukan gambaran radiologik

(21)

.

Altman dkk. menganjurkan foto anteroposterior sendi lutut

dalam keadaan berdiri agar dapat dinilai adanya penyempitan

celah sendi, osteofit dan sklerosis pada bagian medial dan lateral

sendi lutut

(22)

.

KRITERIA DIAGNOSIS DAN INDEKS OSTEOARTRO-

SIS SENDI LUTUT

Bila pada seorang penderita hanya ditemukan nyeri lutut,

maka untuk diagnosis osteoartrosis sendi lutut hams ditambah 3

kriteria dan 6 kriteria berikut, yaitu umur lebih dari 50 tahun,

kaku sendi kurang dari 30 menit, nyeri tekan pada tulang, pem-

besanan tulang dan padaperabaan sendi lutut tidak panas. Kriteria

ini memiliki sensitifitas 95% dan spesifisitas 69%

Page 26: Pengapuran Sendi Lutut

(23)

.

Bila selain nyeri lutut juga didapatkan gambaran osteofit

pada foto sendi lutut, maka untuk diagnosis osteoartrosis sendi

lutut dibutuhkan 1 kriteria tambahan dan 3 kriteria berikut, yaitu

umur lebih dari 50 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit dan

krepitus. Kriteria ini mempunyai sensitifitas 91% dan spesifisitas

86%

(23)

.

Selain itu dikembangkan pula kriteria untuk menilai berat

ringannya osteoartrosis sendi lutut dengan menggunakan in-

dex

(24)

(Tabel 1). Dengan sistem ini, maka bila indexnya 14,

maka derajat osteoartrosisnya ekstrim berat; 1113, sangat berat;

810, berat; 57, sedang dan 14, ringan.

PENATALAKSANAAN

Osteoartrosis sendi lutut merupakan kelainan sendi yang

mempunyai dampak terhadap kehidupan sehari-hari penderita-

nya. Osteoartrosis lutut akan mengurangi penampilan dan

mengganggu aktifitas sehari-hari seperti berbelanja, kegiatan

rumah tangga dan kegiatan sosial lainnya

Page 27: Pengapuran Sendi Lutut

(25)

. Penatalaksanaan

penderita osteoartrosis sang at penting agan penderita dapat kem-

bali melakukan aktifitas sehari-hari seperti sediakala.

Tujuan penatalaksanaan osteoantrosis sendi lutut adalah

untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, menstabilkan sendi

lutut dan mengurangi beban pada sendi lutut. Penatalaksanaan

sebaiknya dilakukan pada stadium dini, terutama sebelum de-

formitas sendi dan instabilitas sendi terjadi.

Untuk mengurangi beban pada sendi lutut, maka dalam

melakukan aktifitas sehari-hari disarankan untuk memperhati-

kan hal-hal berikut

(26)

2

0 atau 2

1) Jangan berjalan atau jogging sebagai pilihan olah raga.

Berenang dan bersepeda merupakan alternatifpilihan yang baik.

2) Hindari naik-turun tangga.

3) Duduk lebih baik danipada berdiri.

4) Duduk di kursi yang lebih tinggi lebih baik daripada duduk

di sofa yang rendah.

5) Hindari berlutut dan jongkok.

6) Sebelum bangkit dan duduk, geserlah dudukan ke tepi kursi

dengan posisi kaki di bawah badan, kemudian gunakan tangan

Page 28: Pengapuran Sendi Lutut

untuk mengangkat badan dan kursi.

Diet memegang peranan penting dalam penatalaksanaan

penderita osteoantrosis sendi lutut, terutama untuk menurunkan

kelebihan berat badan penderita. Walaupun sampai saat ini

belum pernahditeliti penganuh penurunan berat badan terhadap

nyeri lutut dan progresifitas osteoartrosis sendi lutut, tetapi di-

hanapkan beban terhadap sendi lutut akan berkurang.

Evaluasi psikologik sangat penting untuk diperhatikan, ka-

rena beratnya nyeri dan gangguan fungsional berhubungan erat

dengan keadaan psikologik penderita

(16)

.

Terapi fisik memegang peranan yang sangat penting; latihan

otot yang teratur akan memperbaiki gangguan fungsional, mengu-

rangi ketergantungan terhadap orang lain dan mengurangi nyeri.

Perbaikan tersebut mencapai 1025% pada rehabilitasi selama

24 bulan dan dapat bertahan sampai 8 bulan setelah rehabili-

tasi

(27)

. Terapi fisik dapat berupa pemanasan atau pendinginan

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995

pada sendi yang sakit maupun latihan otot-otot sekitar sendi.

Pemanasan dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya

Page 29: Pengapuran Sendi Lutut

diaterini, ultrasound, sinar inframerah dan lain sebagainya. Pe-

manasan selama 1520 menit cukup efektif untuk mengurangi

nyeri dan kekakuan sendi

(26)

.

Latihan-latihan otot yang dapat dilakukan untuk penderita

osteoartrosis sendi hitut antara lain adalah quadriceps setting

exercise, straight leg raises, progressive resistive exercise

(PRE) dan hamstring exercise. Pada quadriceps setting

exercise, pen- derita dalam posisi berbaring di tempat tidur

dengan lutut lurus, kemudian penderita disuruh menekan

lututnya ke bawah. Per- tahankan selama 5 detik, kemudian

istirahat selama 5 detik dan diulangi sampai 1015 kali.

Latihan ini dilakukan sebanyak 3 kali perhari, kemudian dapat

ditingkatkan sampai 10 kali sehari. Pada straight leg raises,

penderita dalam posisi berbaring telen- tang. Bila tungkai

kanan yang akan dilatih, maka tungkai kiri dipertahankan lurus,

kemudian tungkai kanan diangkat lurus setinggi-tingginya,

kemudian turunkan perlahan-lahan sampai kira-kira 6 inchi dari

alas dan pertahankan selama 5 detik, lalu istirahat 5 detik.

Ulangi sampai 510 kali dan latihan dilakukan 23 kali sehari.

Pada progressive resistive exercise (PRE), pen- denta dalam

posisi duduk dengan lutut dalam keadaan fleksi dan tungkai

Page 30: Pengapuran Sendi Lutut

bawah diberi beban. Kemudian lutut diekstensikan per-lahan-

lahan sampai tercapai ekstensi maksimal dan pertahankan

selama 5 detik, kemudian istirahat. Latihan diulangi sampai 10

kali dan dilakukan 3 kali perhari. Pada hamstring exercise, pen-

derita dalam posisi berdini kemudian lutut difleksikan 20 kali

atau sampai penderita lelah

(17)

.

Obat-obatan untuk osteoartrosis, umumnya hanya bersifat

simtomatik untuk mengurangi nyeri. Pada tahap awal dapat di-

coba analgetik sederhana, seperti asetaminofen atau salisilat.

Bila tidak ada perbaikan, dapat diberikan obat anti inflamasi non

steroid Obat anti inflamasi non steroid bersifat menghambat

sintesis prostaglandin sehingga tidak boleh diberikan pada pende-

rita ulkus peptikum yang aktif atau dengan riwayat perdarahan.

Pemberian pada orang tuajuga hams hati-hati karena hambatan

terhadap sintesis prostaglandin akan menurunkan aliran darah

ke ginjal.

Pemberian steroid secara sistemik tidak dianjurkan karena

efek sampingnya jauh lebih besar daripada efek terapinya.

Pemberian injeksi steroid intra-artikuler dapat dipertimbangkan

pada keadaan nyeri hebat atau efusi cairan sendi berulang. Efek

penurunan nyeri setelah injeksi steroid akan menyebabkan pen-

Page 31: Pengapuran Sendi Lutut

derita merasa nyaman sehingga penderita tertentu akan tidak

memperhatikan pantangan dalam melakukan aktifitas sehari-

hari, sehingga osteoartrosis akan makin berat. Selain itu steroid

juga dapat menyebabkan kerusakan rawan sendi secara lang-

sung.

Pada keadaan lanjut dengan nyeri persisten,gangguan fungsi

yang berat dan deformitas sendi lutut,maka tindakan bedah dapat

dipertimbangkan. Pembedahan dapat hanya berupa osteotomi

atau sampai tindakan artroplasti maupun artrodesis

(13,17,26)

.

KESIMPULAN

1) Osteoartrosis merupakan kelainan yang bersifat progresif

lambat yang mengenai rawan sendi. Kelainan ini akan meng-

ganggu aktifitas sehari-hari penderitanya, terutama bila mengenai

sendi lutut.

2) Banyak faktor yang merupakan predisposisi osteoartrosis

sendi lutut, seperti umur, jenis kelamin, ras, obesitas, merokok

dan beberapa penyakit metabolik.

3) Untuk diagnosis osteoartrosis sendi lutut, dapat digunakan

kriteria Altman walaupun sebenarnya kriteria ini dikembangkan

untuk penelitian.

4) Pada penatalaksanaan osteoartrosis sendi lutut, penurunan

Page 32: Pengapuran Sendi Lutut

beban terhadap sendi lutut hams diperhatikan, baik dengan

mengatur aktifitas sehari-hari maupun dengan mengatur diet dan

latihan-latihan otot.

Obat umumnya hanya bersifat simtomatik. Pada keadaan

yang lanjut, tindakan bedah dapat dipertimbangkan.

KEPUSTAKAAN

1. Massardo L, Watt I, Cushnaghan J, Dieppe P. Osteoarthritis of the knee: an

eight year prospective study. Ann Rheum Dis 1989; 48: 8937.

2. Harry Isbagio, AZ Effendi. Osteoartritis. Dalam: Suparman (ed). Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid 1.2nd ed. Balai Penerbit FKUI, Jakarta! 985; 680-8.

3. Cushnaghan J, Dieppe P. Study of 500 patients with limb joint osteoarthri-

tis. I. Analysis by age, sex and distribution of symptomatic joint sites. Ann.

Rheum. Dis. 1991; 50: 813.

4. Moskowitz RW. Clinical and laboratory findings in osteoartritis. Dalam:

Mc Carty D (ed). Arthritis and Allied Condition. Textbook of Rheumato-

logy. 10th ed. Philadelphia: Lea & Febinger, 1985: 140832.

5. Mankin H.J. Clinical features of osteoarthritis. Dalam: Kelly ED, Ruddy S,

Sledge CS (eds). Textbook of Rheumatology. Vol III. 3rded. Philadelphia:

WB Saunders, 1989: 1480500.

6. Minor MA, Hewet(JE, Webel RR dkk. Efficacy of physical conditioning

exercise in patients with Rheumatoid Arthritis and Osteoarthritis. Arthr.

Rheum. 1989; 32(11): 1396405.

7. Felson DT, Naimark A, Anderson J et al. The prevalence of knee osteo-

arthritis in the elderly. The Framingham Osteoarthritis study. Arthr Rheum

1987; 30(8): 9148.

8. Van Saase JLCM, Van Romunde LKJ, Cats A et a!. Epidemiology of

osteoarthritis: Zoetermeer survey. Comparison of radiological osteoarthri-

tis in a Dutch population with that in 10 other populations. Ann. Rheum.

Page 33: Pengapuran Sendi Lutut

Dis. 1989; 48: 27 180.

9. Felson DI. Epidemiology of hip and knee osteoarthritis. Epidemiol. Rev.

1988, 10: 118.

10. Forman MD, Malamet R, Kaplan D. A survey of osteoarthritis of the knee

in the elderly. J. Rheumatol 1983; 10: 2827.

11. Anderson JJ, Felson DT. Factors associated with osteoarthritis of the knee

in the First National Health and Nutrition Examination Survey (HANES I).

Incidence for an association with overweight, race and physical demands of

work. Am. J. Epidemiol. 1988; 128: 17989.

12. Waldron HA. Prevalence and distribution of osteoarthritis in a population

from Georgian and early Victorian London. Ann. Rheum. Dis. 1991; 50:

3017.

12. Felson DT, Anderson JJ, Naimark A et al. Obesity and Osteoarthritis. The

Framingham study. Ann Intern Med 1988; 109: 1824.

13. Solomon L, Helfet AJ. Osteoarthritis. Dalam: Helfet AJ (ed). Disorders of

the Knee. 2nd ad. Philadelphia: JB Lippincott Co, 1982: 18398.

14. Felson DT, Anderson JJ, Naimark et al. Does smoking protect against

osteoarthnitis 7. Arthr. Rheum. 1989; 32(2): 16672.

15.. Hutton CW. Treatment, pain and epidemiology of osteoarthritis. Current

Opinion in Rheumatology 1990; 2: 7659.

16. Summers MN, Haley WE, Reveille JD et al. Radiographic assessment and

psychologic variables as predictors of pain and functional impairment in

osteoarthnitis of the knee or hip. Arthr. Rheum. 1988; 31(2): 2049.

17. Cailliet R. Knee pain and disability. Philadelphia: F.A Davis Co, 1989 :

130.

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 11

Osteoartritis dari Segi Neurologi

R.T. Rumawas

Page 34: Pengapuran Sendi Lutut

Bagian NeurologiFakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Rumah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Pusat Kajian Otak Indonesia, Jakarta

Osteoarthnitis (Sin.: osteoarthrosis, hyperytrophic arthritis,

degenerative joint disease) adalah gangguan sendi berupa :

·

Penipisan dan kerusakan pada tulang rawan sendi yang

progresif,

·

Sekunder:skierosis dan pembentukan osteofit dengan akibat

hilangnya fungsi persendian.

Sebutan arthritis atau arthrosis tergantung pada segi

pandangan. Yang menganggap inflamasi adalah sekunder

menyebutnya osteo- arthrosis, yang menganggap inflamasi yang

primer menyebutnya osteoarthritis.

Osteoarthritis primerjika penyebabnya tidak diketahui atau

dianggap herediter dan osteoarthnitis sekunder jika penyebabnya

diketahui.

KLASIFIKASI

A. Primer : 1. Perifer (umum)

2. Spinal

B. Sekunder : 1. Kongenital

2. Metabolik

Page 35: Pengapuran Sendi Lutut

3. Trauma

4. Inflamasi

5. Endokrin

6. Degenerasi

Menurut lokasi OA dibagi juga dalam:

1. OA perifer

2. OA spinal.

PATOLOGI DAN PENYEBAB

Pada permulaan terjadi fibrilasi, penipisan dan robekan

lapisan tulang rawan. Kemudian sekunder terjadi perubahan

tulang di bawahnya berupa osteofit, kista dan sklerosis yang

menyebabkan hilangnya lapisan tulang rawan, disorganisasi

permukaan tulang sendi, fibrosis pada kapsula, ankilosis dan

hilangnya fungsi persendian.

Faktor predisposisi adalah tiap kondisi yang menyebabkan

kerusakan pada permukaan sendi yang mengganggu artikulasi :

trauma, fraktura, inflamasi, obesitas, kristal deposit (asam urat),

perdarahan (hemofihia), dan lain-lain.

KELUHAN DAN GEJALA

Umumnya terdapat pada manula. Gejala utama adalah rasa

nyeri terutama waktu istirahat sesudah sendi bersangkutan

banyak digunakan.

Kaku sendi pada pagi hari dan sesudah istirahat. Dalam ke-

Page 36: Pengapuran Sendi Lutut

adaan akut terdapat pembengkakan tulang, nyeri tekan, rasa

panas lokal, krepitasi dan pembatasan gerakan.

Gangguan fungsi, karena gangguan gerakan pada sendi

yang terserang.

Deformitas, juga karena kerusakan sendi, tulang rawan,

tulang osteofit dan benjolan-benjolan Heberden (DIP-joint) dan

Bouchard (PIP-joint) pes varus dan hallux valgus.

DISTRIBUSI

Osteoarthritis adalahpenyakit khronis-progresifyang sering

terdapat, terutama pada manula. Secara radiologis pada 80% dari

populasi terdapat tanda-tanda osteoarthritis yang dengan me-

ningkatnya umur frekuensinya meningkat dengan tajam. Umum-

nya pada wanita dan pria terdapat sama banyaknya hanya pada

umur di bawah 45 tahun lebih banyak pada pria dan di atas 45

tahun lebih banyak pada wanita.

Prevalensi tidak terpengaruh oleh iklim, lokasi geografis

maupun faktor etnis.

Distribusi anatomis(1)

A. Osteoarthritis umum (OAU):

Bilateral 80%

Monoartikuler ± 10%

Sendi lutut ± 75%

Cermin Dunia Kedokteran No. 104, 1995 35

Page 37: Pengapuran Sendi Lutut

Tangan dan jarijari ± 60%

Kaki ± 40%

Panggul ±25%

Bahu ± 15%

B. Osteoarthritis Spinal (OAS):

Lumbal 30%

Cervical 20%

OSTEOARTHRITIS SPINAL

Jarang ditemukan di bawah umur 30 tahun, sesudah 45 ta-

hun ditemukan lebih sering dan pada manula ditemukan pada

kurang lebih 80% secara otopsi. Terdapat predileksi terhadap

bagian-bagian kolumna vertebralis yang lebih mobil seperti di

daerah servikal bawah (C

4

-C

7

) dan di daerah lumbosakral.

Mobilitas lebih besar di bagian-bagian ini menyebabkan daerah

ini lebih rentan terhadap strain dan trauma.

Arthritis progresif dan degeneratif pada sendi facet (zygo-

apophyseal) berakibat pembentukan penebalan pinggir verte-

brae dan pembentukan osteofit yang menonjol ke dalam fora-

mina intervetebrales hingga lubang ini menjadi sempit. Destruksi

Page 38: Pengapuran Sendi Lutut

progresif diskus intervertebrales, menipisnya tulang rawan ver-

tebrae, sklerosis dan rusaknya lapisan tulang di bawah lapis tu-

lang rawan menyebabkan ruangan intervertebral menjadi lebih

sempit dan turut menyebabkan menyempitnya foramina inter-

vertebrales. Selain konstriksi foramina intervertebrales, osteofit

dapat juga menyebabkan konstriksi kanalis spinalis. Spinal ste-

nosis dapat menekan medulla spinalis dan menyebabkan mielo-

pati.

Tekanan pada pembuluh darah (arteria dan vena) menye-

babkan kongesti, iritasi dan kerusakan serabut-serabut radices

dan Nn. spinales. Di daerah leher dikenal sebagai cervical

syndrome dan di daerah lumbal dapat menjadi salah satu sebab

dari lumbago (low back pain).

CERVICAL SYNDROME

Nyeri di tengkuk dapat timbul mendadak akibat trauma atau

terjadi perlahan-lahan. Rasa nyeri sering menjalar ke bahu atau

lengan atas. Jika terasa di bagian dalam sukar dilokalisasi. Te-

kanan pada radices menyebabkan rasa tebal dan paresthesia.

Gerakan leherjadi terbatas dan sering disertai krepitasi dan rasa

nyeri. Gangguan akibat tekanan mendadak pada a. vertebralis

dapat menimbulkan, nyeri kepala, vertigo, tinnitus atau drop

attacks.

Foto Rontgen dengan proyeksi AP, lateral dan oblique dapat

Page 39: Pengapuran Sendi Lutut

memperlihatkan spondylosis, osteofit dan penyempitan foramen

intervertebralis. Akan tetapi gambaran rontgenologis tidak se-

lalu sesuai dengan keluhan dan gejala klinis.

Terapi

Proteksi terhadap trauma batang leher, membatasi gerakan

fleksi dan rotasi, kalau perlu dengan cervical collar. Traksi,

diatermi dan ultrasound dapat bermanfaat.

Terhadap rasa nyeri diberi analgetik, NSAID dan anti-

depresan.

Spinal stenosis

Penyempitan kanalis vertebralis selain disebabkan oleh ke-

lainan kongenital dapat disebabkan hipertrofi sendi facet. Karena

osteoarthritis di daerah servikal, thorakal maupun lumbal.

Gejala utama adalah nyeri radix, paraesthesia dan kelemah-

an pada waktu berdiri lama atau berjalan (neurogenic claudica-

tion) yang berkurang kalau duduk, membongkok atau tiduran.

Gejala neurologis terutama timbul pada waktu jalan dan test

Lasegue berbeda pada HNP, di sini negatif. Lambat laun dapat

menyebabkan gejala-gejala myelopati berupa rasa nyeri, para

esthesia, gejala-gejala motoris dan otonom. Foto Rontgen, myelo-

CT atau MRI dapat memastikan diagnosis.

Terapi operatif, laminektomi dan dekompresi dapat menghi-

langkan keluhan dan gejala-gejala.

Page 40: Pengapuran Sendi Lutut

NYERI PUNGGUNG BAWAH (LOW BACK PAIN)

Suatu keluhan yang sering ditemukan dapat disebabkan

selain trauma (Strain), infeksi tulang dan alat-alat dalam dapat

disebabkan juga oleh penyakit degeneratif pada tulang seperti

osteoarthritis, spondyloarthritis dan hernia nuleus pulposus. Se-

lain pemeriksaan klinis neurologis, foto Rontgen, myelo-CT

dan MRI dapat membantu menetapkan diagnosis.

Terapi

Umumnya dimulai secara konservatif dengan istirahat di

tempat, analgetika, NSAID, relaksan otot dan antidepresan. Jika

tidak berhasil baru dipikirkan intervensi operatif sesudah penye-

bab dan lokasinya ditetapkan