Top Banner
i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas XI Teknik Sepeda Motor 3 di SMK Negeri 3 Salatiga Artikel Ilmiah Oleh : Adzkal Anam NIM : 702011012 Program Studi Pendidikan Teknik Informatika Dan Komputer Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Oktober 2015
26

Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

Oct 30, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

i

Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas XI Teknik

Sepeda Motor 3 di SMK Negeri 3 Salatiga

Artikel Ilmiah

Oleh : Adzkal Anam

NIM : 702011012

Program Studi Pendidikan Teknik Informatika Dan Komputer

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Salatiga

Oktober 2015

Page 2: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

ii

Page 3: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

iii

Page 4: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

iv

Page 5: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

v

Page 6: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

vi

Page 7: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

vii

Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning

Pada Kelas XI Teknik Sepeda Motor 3

Di SMK Negeri 3 Salatiga

1.)Adzkal Anam, 2.)Adriyanto Juliastomo Gundo

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia 1.)[email protected] , 2.)[email protected]

Abstract

The problems in this study is only 10% from 80 teachers in SMK 3 Salatiga to implement

learning according to the criteria that apply learning curriculum of 2013. An example is

the a scientifically learning with the use of learning technology. The purpose for this study

to implement a learning approach Challenge-based Learning to identifying the

implementation stage "create" in bloom taxonomy as well as testing results and processes

created by the students useful for the environment. The approach used in this study is the

Challenge-based Learning. The results using Challenge-based learning approach in the

cognitive, affective and psychomotor student has increased, reaching over 80% in every

aspect. Challenge-based approach so that the learning is able to increase the learning

process in the classroom.

Keywords : Curriculum of 2013, Challenge-based Learning

Abstrak

Masalah dalam penelitian ini adalah hanya 10% dari 80 guru di SMK 3 Salatiga yang telah

menerapkan pembelajaran yang memenuhi kriteria Kurikulum 2013. Contohnya adalah

pembelajaran secara ilmiah dengan penggunaan teknologi pembelajaran. Penelitian ini

bertujuan untuk menerapkan pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning, untuk

mengidentifikasi penerapan tahapan “create” dalam taksonomi bloom serta pengujian hasil

dan proses yang dibuat oleh siswa berguna bagi lingkungan sekitar. Pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Challenge-based Learning. Hasil penelitian dengan

menggunakan pendekatan Challenge-based Learning pada aspek kognitif, afektif serta

psikomotorik siswa telah meningkat yaitu mencapai diatas 80% pada setiap aspeknya.

Sehingga pendekatan Challenge-based Learning mampu untuk meningkatkan proses

belajar mengajar dalam kelas.

Kata Kunci : Kurikulum 2013, Challenge-based Learning

1. Mahasiswa Fakultas Teknologi Informatika Jurusan Pendidikan Teknik Informatika

dan Komputer Universitas Kristen Satya Wacana 2. Staff Pengajar Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana

Page 8: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

1

1. Pendahuluan

Pendidikan di Indonesia ini tidak akan terlepas oleh suatu kurikulum yang

telah ditentukan oleh pemerintah. Perangkat pendidikan merupakan jawaban

terhadap kebutuhan dan tantangan masyarakat [1]. Pada saat ini kurikulum yang

sedang berjalan dan dalam tahap perbaikan secara terus menerus di Indonesia ini

dapat kita kenal dengan nama Kurikulum 2013. Di Indonesia sudah ada beberapa

sekolah yang telah menerapkan Kurikulum 2013 ini, terutama dari sekolah kejuruan

atau dikenal dengan nama SMK (Sekolah Menengah Kejuruan).

Penerapan Kurikulum 2013 sekarang ini sudah diimplementasikan dengan

pembelajaran abad 21 yang menyebabkan banyak perubahan terkait dengan peran

siswa dan guru dalam pembelajaran yang akan dicapai. Hal-hal penting yang

dibutuhkan oleh siswa untuk dapat mengikuti pembelajaran abad 21 yaitu [2]: (1)

Berpikir kritis dan pemecahan masalah, (2) Kolaborasi dan kepemimpinan, (3)

Kelincahan dan adaptasi, (4) Inisiatif dan wirausaha, (5) Efektifitas komunikasi

lisan dan tertulis, (6) Mengakses dan menganalisa informasi, dan (7) Rasa ingin

tahu dan imajinasi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Wakil Kepala Sekolah bidang

Kurikulum tentang Evaluasi Proses Pembelajaran Kurikulum 2013 di SMK 3

Salatiga pada tahun 2014-2015, dari 80 Guru yang mengajar di SMK N 3 Salatiga

hanya 10% yang menerapkan pembelajaran dalam kurikulum 2013 secara

menyeluruh. Contohnya adalah pembelajaran secara ilmiah dengan menggunakan

teknologi pembelajaran, sedangkan 27,5% hanya penilaian yang diterapkan,

sisanya 62,5% masih belum menerapkan sesuai kriteria pada kurikulum 2013. Dari

hasil wawancara dengan beberapa guru, bahwa kebutuhan Guru saat ini di SMK N

3 Salatiga adalah untuk mengetahui proses penerapan pembelajaran pada

Kurikulum 2013, sehingga masalah yang terjadi proses pembelajaran di dalam kelas

yang dilakukan oleh guru kurang memenuhi pembelajaran pada kurikulum 2013,

selain itu beberapa guru kurang menambah pengetahuan mereka tentang

pembelajaran dalam penerapan proses pembelajaran pada Kurikulum 2013. Untuk

meningkatkan metode pembelajaran dalam Kurikulum 2013, pendekatan

pembelajaran Challenge-based Learning akan digunakan sebagai solusi untuk

menjawab kriteria dari Kurikulum 2013 tentang pembelajaran secara ilmiah dengan

menggunakan teknologi pembelajaran.

Mengacu pada latar belakang masalah dapat diidentifikasi beberapa masalah

sebagai berikut: (1) bagaimana penerapan kurikulum 2013 dalam pembelajaran

abad 21 di SMK 3 Salatiga? (2) bagaimana cara penerapan metode Challenge-based

Learning dalam kurikulum 2013 di Sekolah? (3) apakah metode Challenge-based

Learning dapat merubah proses pembelajaran?. Penelitian ini dilakukan dengan

tujuan untuk menerapakan proses pendekatan pembelajaran Challenge-based

Learning, mengidentifikasi penerapan tahapan “create” dalam taksonomi bloom,

dan untuk menguji hasil dan proses yang dibuat oleh siswa berguna bagi lingkungan

sekitar.

Page 9: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

2

2. Tinjauan Pustaka

Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan dua penelitian

yang revelan. Penelitian pertama yang dilakukan oleh Stephanie Bell tentang

“Project-based Learning pada abad 21 : Ketrampilan Untuk Masa Depan” [3].

Berdasarkan penelitian tersebut telah didapat bagaimana sistem pembelajaran abad

21 dengan menggunakan pendekatan Project-based Learning. Instruksi Project-

based Learning dapat membantu siswa dalam menjembatani kesenjangan yang ada

dalam pengetahuan dan ketrampilan, sehingga tugas mudah untuk dikelola.

Penelitian kedua yang telah dilakukan oleh Veneranda Hajrulla tentang

“Memfasilitasi Problem-based Learning melalui e-portofolio di EFL (English as a

Foreign Language)”[4]. Penelitian tersebut menyimpulkan tentang mengubah cara

belajar dan mengajar dalam abad 21 dengan menggunakan Problem-based

Learning. Potensi bahwa problem-based Learning dan e-portofolio bagus selama

membimbing siswa dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan penelitian dan jurnal yang berkaitan tentang pembelajaran

abad 21. Pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning yang akan

diimplementasikan pada Kurikulum 2013 di SMK N 3 Salatiga. Challenge-based

Learning mempunyai tujuan yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh

Stephani Bell dan Venranda Hajrulla yaitu pembelajaran pada abad 21, tetapi yang

membedakan pendekatan ini adalah dimana nanti siswa akan melakukan sebuah

temuan masalah seperti Problem-based Learning dan sebuah penelitian terstruktur

seperti Project-based Learning yang akan dibantu oleh seorang pakar yang ahli

dalam bidangnya sesuai masalah dan penelitian yang akan diangkat oleh siswa.

Maka dari itu penelitian akan dilakukan oleh siswa, dan siswa sendiri dapat

berperan aktif karena berhubungan langsung dengan pakar dan teknologi

pembelajaran. Siswa akan terjun langsung ke lapangan untuk mencari suatu

masalah yang ada di lingkungan sekitar dan guru bisa menempatkan diri sebagai

fasilitator yang akan membimbing siswa. Jadi siswa akan tetap terpantau pada saat

proses pembelajaran berlangsung.

Teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam desain,

pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian proses dan sumber belajar

[1]. Definisi tersebut memiliki komponen-komponen : 1.) teori dan pratek; 2.)

desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian; 3.) proses dan

sumber; dan 4.) untuk kepentingan belajar. Komponen teori dan praktek merujuk

pada teknologi pembelajaran yang memiliki landasan pengetahuan dari hasil kajian

melalui riset dan pengalaman. Kegiatan praktek merupakan penerapan pengetahuan

dalam pembelajaran tertentu, terutama dalam memecahkan masalah pembelajaran.

Teori dan praktek merupakan suatu hal terpenting dalam proses pembelajaran yang

akan menentukan tahap dari pembelajaran. Komponen desain, pengembangan,

pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian merupakan sistem dalam pembelajaran.

Komponen proses dan sumber adalah serangkaian kegiatan yang memanfaatkan

sumber belajar untuk mencapai hasil belajar. Belajar adalah sebuah program belajar

oleh peserta didik yang ditujukan terjadinya belajar pada diri sendiri, sehingga

masalah belajar dapat terpecahkan [1].

Desain pembelajaran sebagai suatu sistem yang menyeluruh,

mengindahkan teori dan hasil penelitian terkait dengan bagaimana seseorang

Page 10: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

3

belajar dari lingkungan [5]. Selain itu, materi ajar sebagai informasi yang dikelola

untuk menetukan struktur dan penyajiannya, penerapan konsep sistem dan

keterkaitan komponen didalamnya beserta keefektifan dan efisiensi bekerjanya

komponen sistem, serta penyertaan kemampuan manajerial dan jasa konsultasi

membuahkan suatu desain pembelajaran yang mendalam dan dinamis. Desainer

pembelajaran tidak hanya berpikir tentang mendesain suatu pembelajaran, namun

berperan pula dalam mengelola seluruh kegiatan desain pembelajaran. Jika

diperlukan, juga mampu berperan sebagai agen perubahan untuk menyampaikan

inovasi yang terkandung dalam hasil atau produk dari desain pembelajaran.

Kurikulum 2013 Menurut Permendikbud no. 54 tahun 2013 tentang

Standart Kelulusan Nasional di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang terdiri

dari 3 aspek [6] : (1) Sikap memiliki (melalui menerima, menjalankan, menghargai,

menghayati, mengamalkan) perilaku yang mencerminkan sikap orang beriman,

berakhlak mulia (jujur, santun, peduli, disiplin, demokratis, patriotik), percaya diri,

dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial

dan alam serta dalam menempatkan dirinya sebagai cerminan bangsa dalam

pergaulan dunia. (2) Ketrampilan memiliki (melalui mengamati, menanya,

mencoba, mengolah, menyaji, menalar, mencipta) kemampuan pikir dan tindak

yang efektif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret sebagai pengembangan

dari yang dipelajari di sekolah secara mandiri (pada bidang kerja spesifik) sesuai

dengan bakat dan minatnya. (3) Pengetahuan memiliki (melalui mengetahui,

memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi) pengetahuan prosedural dan

metakognitif dalam ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dengan wawasan

kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena

dan kejadian (pada bidang kerja spesifik) sesuai bakat dan minatnya.

Menurut Permendikbud no. 65 tahun 2013 terkait standart proses

pendidikan terdapat 14 prinsip pembelajaran agar standart kelulusan nasional dapat

tercapai [7] : (1.) Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;

(2.) Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka

sumber belajar; (3.) Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan

penggunaan pendekatan ilmiah; (4.) Dari pembelajaran berbasis konten menuju

pembelajaran berbasis kompetensi; (5.) Dari pembelajaran parsial menuju

pembelajaran terpadu; (6.) Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal

menuju 2 pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi; (7.)

dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif; (8.) Peningkatan dan

keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental

(softskills); (9.) Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan

pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat; (10.)

Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing

ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan

mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri

handayani); (11.) Pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan di

masyarakat; (12.) Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah

guru, siapa saja adalah siswa, dan di mana saja adalah kelas. (13.) Pemanfaatan

teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas

Page 11: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

4

pembelajaran; dan (14.) Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang

budaya peserta didik.

Pembelajaran abad 21 adalah suatu pembelajaran yang terdapat dalam

Kurikulum 2013. Pengorganisasian pembelajaran pada abad 21 yaitu keterampilan,

pengetahuan, sikap, nilai, dan etika ke dalam empat kategori berikut [8] : (1) Cara

Berpikir : kreativitas dan inovasi, berpikir kritis, pemecahan masalah, pengambilan

keputusan, dan belajar untuk belajar (atau metakognisi). (2) Cara Kerja: komunikasi

dan kerja sama tim. (3) Alat Kerja: pengetahuan dan informasi umum literasi

teknologi komunikasi (ICT). (4) Kehidupan di Dunia: kewarganegaraan, kehidupan

dan karir, dan tanggung jawab pribadi dan sosial, termasuk kesadaran budaya dan

kompetensi.

Challenge-based Learning merupakan salah satu pendekatan modern yang

dapat diterapkan pada struktur pembelajaran abad 21. CBL adalah pendekatan

multidisiplin yang menarik untuk pengajaran dan pembelajaran yang mendorong

siswa untuk memanfaatkan teknologi yang mereka gunakan dalam kehidupan

sehari-hari mereka untuk memecahkan masalah dunia nyata melalui upaya di rumah

mereka, sekolah dan masyarakat [9]. CBL juga menganut pembelajaran kolaboratif

yang meminta siswa untuk bekerja dengan siswa lain, guru-guru mereka, dan ahli

dalam komunitas mereka dan di seluruh dunia untuk mengembangkan pengetahuan

yang lebih, terutama dalam belajar pelajaran siswa, menerima dan mengatasi

tantangan, mengambil tindakan, berbagi pengalaman mereka, dan masuk ke dalam

diskusi global tentang isu-isu penting yang terjadi dimasyarakat. CBL mempunyai

prioritas sendiri dalam hasil pembelajaran yang mereka buat yaitu [9] : (1) Sebuah

kerangka kerja yang fleksibel untuk belajar dengan beberapa entry point. (2)

Sebuah model scalable tanpa sistem proprietary atau langganan. (3) Menempatkan

siswa bertanggung jawab atas pembelajaran mereka. (4) Berfokus pada tantangan

global dengan solusi lokal. (5) Mempromosikan penggunaan otentik teknologi. (6)

Mengembangkan keterampilan abad ke-21. (7) Mendorong refleksi mendalam pada

pengajaran dan pembelajaran.

Menurut CBL terdapat tujuh kerangka penting untuk melakukan proses

pembelajaran. Kerangka yang harus dilakukan dalam proses pembelajaran

berlangsung, yang pertama adalah : (1) Ide Besar menurut penjelasan CBL

ditekankan Ide besar adalah suatu konsep umum yang bisa dieksplorasi dalam

berbagai cara, menarik, dan memiliki kepentingan untuk siswa, dan masyarakat

yang lebih besar. (2) Pertanyaan penting berdasarkan desain, ide besar

memungkinkan untuk bertahap dari berbagai pertanyaan penting yang

mencerminkan kepentingan siswa dan kebutuhan masyarakat mereka. Setiap

kelompok akan mempersempit pikiran mereka untuk satu pertanyaan penting.

Setelah siswa dapat menemukan ide besar siswa berlanjut untuk membuat

pertanyaan terkait ide besar yang siswa munculkan,yang selanjutnya untuk

membimbing gagasan besarnya. (3) Tantangan dari pertanyaan penting, tantangan

ringkas diartikulasikan meminta peserta didik untuk menciptakan solusi spesifik

yang akan menghasilkan solusi, dan tindakan yang berarti. (4) Membimbing

pertanyaan, aktivitas pertanyaan, mencari sumber. Pertanyaan membimbing

mewakili pengetahuan yang dibutuhkan untuk berhasil mengembangkan solusi dan

menyediakan peta untuk proses pembelajaran. Peserta didik mengidentifikasi

Page 12: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

5

pelajaran, simulasi, kegiatan, dan sumber daya konten, untuk menjawab pertanyaan

membimbing dan mengatur dasar bagi mereka untuk mengembangkan solusi

inovatif, berwawasan, dan realistis. Membimbing pertanyaan, guru yang berperan

sebagai fasilitator diharapkan untuk mengarahkan siswa agar solusi dari mereka

tetap relevan dan dapat dipertanggung jawabkan. Aktivitas pertanyaan, guru tetap

mengarahkan aktivitas yang dilakukan oleh siswa agar solusi yang mereka dapat

adalah real/kenyataan, yang tetap inovatif dan berwawasan. Mencari sumber, disini

guru bisa menambah wawasan siswa dengan mengundang pakar atau siswa terjun

langsung untuk menemui seseorang yang berada pada lingkungan sekitar yang

mereka anggap lebih tahu untuk mendapatkan informasi yang lebih jauh. (5) Solusi

setiap pertanyaan tantangan harus bisa mengandung sesuatu yang kongkrit, yang

dapat dipertanggung jawabkan, dapat ditindaklanjuti dan dapat disajikan dalam

bentuk video dokumenter secara singkat. (6) Penilaian setiap tantangan dinyatakan

cukup luas untuk memungkinkan berbagai solusi untuk dicapai. Setiap solusi harus

bijaksana, sesuatu yang kongkrit, jelas diartikulasikan dan ditindaklanjuti di

masyarakat setempat. Selain solusi, proses yang individu serta tim melalui

pencarian informasi dalam mendapatkan solusi yang juga dapat dinilai, menangkap

pengembangan keterampilan kunci abad ke-21. (7) Penerbitan pelaksanaan

memungkinkan peserta didik untuk menguji solusi mereka di lingkungan yang

otentik. Ruang lingkup pelaksanaan dapat sangat bervariasi tergantung pada waktu

dan sumber daya, tapi bahkan upaya terkecil untuk menempatkan rencana ke dalam

tindakan dalam pengaturan kehidupan nyata sangat penting. Proses Tantangan

memungkinkan beberapa kesempatan untuk mendokumentasikan pengalaman dan

mempublikasikan lingkungan yang lebih luas. Siswa didorong untuk

mempublikasikan hasil mereka secara online, dan meminta tanggapan. Ini

digunakan untuk memperluas diskusi siswa agar dapat memantapkan solusi.

Semua elemen secara garis besar Challenge-based Learning dimulai dengan

ide besar kemudian memunculkan sebuah pertanyaan penting, tantangan,

membimbing pertanyaan, membimbing kegiatan, menambah sumber daya,

menentukan dan mengartikulasikan solusi, mengambil tindakan dengan

menerapkan solusi, dan mengevaluasi hasil. Proses ini juga mengintegrasikan

kegiatan yang sedang berlangsung seperti refleksi, penilaian, dan dokumentasi.

Sehingga proses yang akan dikeluarkan diharapakan memenuhui tuntutan

kebutuhan dalam proses pembelajaran di abad 21 ini.

3. Metode Penelitian

Penelitian tentang penerapan pendekatan Challenge-based Learning ini

akan menggunakan metode Kualitatif Deskriptif. Penelitian Kualitatif adalah

berdasar pada pondasi penelitian, kriteria penelitian, perumusan masalah, tahap-

tahap penelitian, kriteria dan teknik pemeriksaan data dan analisis penafsiran data

[10]. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu,

tetapi hanya menggambarkan yang sebenarnya tentang suatu variabel, gejala, atau

keadaan yang terjadi [11].

Rancangan penelitian ini akan langsung menerapkan pendekaatan

pembelajaran Challenge-based Learning dan menggunakan tahapan penelitian

Page 13: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

6

Creswell yang diharapkan akan menunjang kognitif, afektif, dan psikomotorik

siswa didalam kelas. Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan cara

memberi pertanyaan dalam wawancara, observasi secara langsung, serta

dokumentasi. Wawancara digunakan untuk mengukur proses pembelajaran dalam

kelas dan observasi digunakan untuk mengamati proses siswa ketika pembelajaran

dalam penerapan pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning berlangsung

dan untuk mengetahui penerapan proses pembelajarn abad 21 serta dokumentasi

guna mendukung proses wawancara dan observasi secara langsung.

Penelitian ini dilaksanakan melalui 6 tahapan seperti yang dikutip dari

Creswell dalam Semiawan [12] . Berikut ini adalah tahapan penelitian

Gambar 1 Tahapan Penelitian Creswell

Sesuai pada gambar proses penelitian yang pertama adalah proses identifikasi

masalah, identifikasi masalah menyangkut spesifikasi isu atau gejala yang hendak

dipelajari. Bagian ini juga memuat penegasan bahwa isu tersebut layak diteliti.

Berdasarkan identifikasi masalah yang terjadi di SMK N 3 Salatiga dengan

observasi terlebih dahulu dengan mengamati terjadinya proses pembelajaran yang

berlangsung. Proses pengamatan selanjutnya akan dilakukan wawancara pra

penelitian untuk memperkuat identifikasi masalah yang terjadi. Sumber wawancara

akan dipilih sebagai informan, seperti Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum,

beberapa guru Produktif serta guru Simulasi Digital.

Penelusuran kepustakaan, bagian ini akan mencari bahan bacaaan, jurnal

yang memuat bahasan dan teori tentang topik yang akan diteliti. Bagian kedua

menuntut sebuah penelitian dimana akan mencari sebuah ulasan pada kajian teori

untuk memperkuat suatu masalah. Penelurusan kepustakaan berguna agar

menjawab sebuah hal yang akan diangkat.

Maksud dan tujuan penelitian ini sebagai acuan atau pedoman saat dilakukan

penelitian agar tidak keluar dari batasan masalah. Tujuan dilakukan penelitian ini

sebagai solusi dari masalah yang muncul dalam proses pembelajaran dalam kelas

pada Kurikulum 2013. Kebutuhan guru yang semakin meningkat pada tuntutan

Kurikulum 2013 sebagai alasan dilakukannya penelitian ini.

1• Identifikasi Masalah

2• Penulusuran Keputusan

3• Maksud dan Tujuan penelitian

4• Pengumpulan Data

5• Analisa dan Penafsiran Data

6• Pelaporan

Page 14: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

7

Pengumpulan data dimaksudkan untuk memperoleh suatu informasi.

Memperoleh informasi dibutuhkan partisipan, agar penelitian ini berjalan dengan

baik, sebelum pengumpulan data karena ini sebuah implemetasi pembelajaran, akan

dilakukan pembuatan desain strategi pembelajaran.

Tabel 1 Kegiatan Pembelajaran Challenge-based Learning

Deskripsi Kegiatan

Pertemuan 1

Pembentukan kelompok

Guru menjelaskan tentang aturan selama pembelajaran Challenge-based

Learning berlangsung

Guru memberikan sebuah video yang berhubungan dengan kelistrikan

sepeda motor

Guru mempersilahkan siswa untuk berdiskusi untuk mencari sebuah

masalah yang berkaitan tentang video yang sudah diperlihatkan dan

membuat pertanyaan untuk mengatasi masalah tersebut yang

berhubungan dengan kelistrikan pada sepeda motor (Ide Besar)

Guru meminta siswa membuat solusi sementara

Pertemuan 2

Guru berdiskusi dengan siswa terkait indikator penilaian

Guru akan membimbing siswa dari pertanyaan yang telah dibuat dan

mengaplikasikan sumber yang telah didapat oleh kelompok (Menyusun

Pertanyaan Penting)

Guru meminta siswa agar membuat solusi yang sudah untuk diuji coba ke

lingkungan sekitar

Pertemuan 3

Guru memberi sebuah tantangan kepada siswa yaitu membatasi

perlengkapan yang dipakai harus dari barang yang sudah tidak terpakai

dan harus meminimalkan biaya project (Tantangan)

Siswa menyusun pengerjaan project akhir

Siswa melakukan presentasi

Guru mengkoreksi sementara hasil dari presentasi (Membimbing

Pertanyaan dan Aktivitas Pertanyaan)

Guru meminta siswa untuk membuat sebuah blog untuk

mendokumentasikan kegiatan

Pertemuan 4

Guru memberikan tantangan yang kedua berupa project yang dibuat

harus bisa dimanfaatkan bagi lingkungan sekitar (Tantangan)

Guru meminta siswa untuk berkelompok secara acak

Guru meminta siswa mencari sumber terkait (Mencari Sumber)

Siswa dipersilahkan langsung ke tempat uji coba untuk

mengimplementasikan solusi yang dibuat

Pertemuan 5

Guru langsung meminta siswa untuk terjun ke lapangan untuk membuat

project dan melakukan uji coba

Guru meminta siswa untuk mengevaluasi project (Refleksi)

Page 15: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

8

Guru meminta siswa untuk selalu memposting hasil dari setiap kegiatan

Guru meminta siswa untuk bertanya kepada seorang pakar yang lebih

mengerti tentang apa yang akan dibuat oleh siswa (Mencari Sumber)

Pertemuan 6

Guru membimbing siswa dalam proses evaluasi dan pembuatan

makalah (Solusi dari Aktivitas Pertanyaan)

Pertemuan 7

Guru melihat hasil dari makalah yang telah dibuat oleh siswa pada blog

kelompok masing-masing (Penerbitan)

Guru memperlihatkan progres siswa selama melakukan kegiatan

pembelajaran (Penilaian)

Pertemuan 8

Guru memberikan sedikit evaluasi tentang apa yang dibuat oleh siswa

Guru memberikan sedikit penjelasan tentang materi listrik dasar otomotif

yang berhubungan apa yang dibuat oleh siswa

Tahap kelima, analisis dan penafsiran data. Data yang diperoleh dari

pengumpulan data akan dianalisis. Bagian analisis ini biasanya menyangkut

klasifikasi dan pengkodean data. Data yang begitu banyak diringkas, diklasifikasi,

dan dikategorikan. Ide-ide yang memiliki pengertian yang sama disatukan.

Tahap keenam, tahap terakhir ini adalah pelaporan. Pelaporan digunakan

sebagai sajian akhir dari sebuah penelitian untuk dipertanggung jawaban dari hasil

penelitian. Laporan hasil penelitian akan dipaparkan dan dijelaskan sehingga

bermanfaat bagi semua orang.

Lokasi untuk mengimplementasikan pendekatan pembelajaran akan

dilaksanakan di SMK N 3 Salatiga pada kelas XI Teknik Sepeda Motor 3, ini

dikarenakan SMK N 3 Salatiga merupakan sekolah yang masih tergolong baru

berkembang. Penerapan kurikulum 2013 juga sebagai alasan pemilihan lokasi

penelitian. Berdasarkan data yang diperoleh dari 3 kelas yaitu XI TSM 1 nilai rata-

rata dikelas adalah 79 sedangkan kelas XI TSM 2 nilai rata-rata kelas adalah 81 dan

kelas XI TSM 3 nilai rata-rata adalah 77. Alasan memilih kelas tersebut

dikarenakan nilai rata-rata kelas yang tergolong rendah. Sesuai topik yang diajukan

yaitu “Penerapan Pendekatan Challenge-based Learning pada Kelas XI Teknik

Sepeda Motor 3 di SMK Negeri 3 Salatiga” diharapkan mampu untuk diterapkan

dalam proses pembelajaran sesuai kurikulum yang berlaku.

Instrumen pengumpulan data yang digunakan antara lain [13] : (1)

Wawancara digunakan untuk mengumpulkan informasi terkait kebutuhan guru

dalam tahapan proses pembelajaran. Selain itu wawancara juga dilakukan untuk

mengetahui analisa kebutuhan yang dibutuhkan murid, sehingga kegiatan proses

belajar mengajar sesuai metode dan pendekatan pembelajaran. (2) Lembar

observasi, data yang diperoleh dari penerapan pendekatan Challenge-based

Learning akan mengarah pada aspek kognitif, afektif, serta psikomotorik. Adapun

lembar observasi yang digunakan untuk aspek kognitif mengacu pada buku

Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen dan mengembangkan Analisa Konsep

Sketsa Pembelajaran Nutrisi dalam tabel Taksonomi Bloom, dan untuk aspek

Afektif serta Psikomotorik mengacu pada buku Pengembangan dan Implementasi

Page 16: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

9

Kurikulum 2013. (3) Dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dalam

penelitian untuk memperoleh data yang bentuknya catatan, transkip, buku, surat

kabar, majalah, dokumen, peraturan, agenda, dan lain sebagainya. Teknik

pengumpulan ini digunakan untuk memperoleh data visi dan misi dari sekolah,

daftar siswa, catatan pelengkap sebagai acuan untuk hasil penelitian yang dilakukan

di SMK N 3 Salatiga. Dokumentasi juga dapat berupa sebuah foto atau video untuk

dipertanggungjawabkan.

Teknik analisis data dalam penelitian ini antara lain : (1) Reduksi data. (2)

Penyajian data. (3) Penarikan kesimpulan. Selain itu juga menggunakan teknik

analisis data Trianggulasi.

4. Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan lembar observasi, kegiatan pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan Challenge-based Learning dilaksanakan selama delapan

pertemuan. Tahapan dari Challenge-based Learning ini memiliki 9 proses ilmiah

dari ide besar, penyusunan penilaian, tantangan, membimbing pertanyaan,

membimbing kegiatan, pengembangan solusi, menerapkan dan menilai, refleksi,

penerbitan. Adapun hasil dari tahapan tersebut mendapat kendala dan solusi.

Tahapan yang pertama adalah memunculkan ide besar. Sebelum

memunculkan ide besar siswa, guru menjelaskan bagaimana proses tahapan

Challenge-based Learning kepada siswa, jadi pada pertemuan pertama guru

tidak melakukan proses penilaian. Tahapan untuk memunculkan ide besar

dilaksanakan pada pertemuan pertama, dengan siswa sebelumnya telah dibentuk

kelompok. Guru memperlihatkan sebuah video tentang kelistrikan pada sebuah

sepeda motor serta gambaran tentang gangguan pada sepeda motor yang sering

mengakibatkan sebuah kecelakaan. Siswa setelah melihat video diminta oleh guru

untuk memunculkan sebuah ide besar dan berdiskusi dengan kelompok masing

masing untuk memunculkan ide besar. Berdasarkan hasil pengamatan yang

dilaksanakan oleh guru ide-ide setiap kelompok bermacam-macam seperti mencegah agar motor tidak mati tiba-tiba karena CDI (Capacitor Discharge

Ignition) tidak berfungsi, kemudian pembuatan lampu peringatan, serta

penduplikasian yang ada pada motor automatic.

Tahapan pertama kendala yang dialami siswa adalah kebingungan untuk

menentukan sebuah ide. Peran guru sebagai fasilitator untuk mengatasi masalah

tersebut yaitu dengan cara membimbing dan memberi arahan pada setiap

kelompok yang belum mengerti serta menjelaskan lagi gambaran proses

pendekatan Challenge-based Learning. Hasil dari penjelasan yang telah diberikan

oleh guru bagi siswa sudah dapat dimengerti hal ini dibuktikan dengan seorang

murid dari salah satu kelompok ikut membantu guru untuk memberikan penjelasan

kepada teman yang lainnya sehingga teman yang lainnya lebih mengerti.

Tahap kedua adalah menyusun sebuah pertanyaan penting yang

berguna untuk menemukan sebuah jawaban ataupun solusi. Kegiatan untuk

menyusun pertanyaan penting dilaksanakan pada pertemuan kedua. Pelaksanaan

penyusunan pertanyaan penting kendala yang terjadi adalah pasifnya proses

pembelajaran, siswa kurang berani untuk bertanya lagi. Untuk mengatasi masalah

tersebut guru berdiskusi dengan siswa terkait pencapaian indikator. Kesepakatan

Page 17: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

10

penilaian membuat siswa terpacu dengan apa yang diharapkan oleh siswa secara

individu ataupun kelompok. Siswa yang pada awalanya masih terlihat pasif dalam

proses pembelajaran setelah siswa mengetahui indikator penilaian siswa merubah

pola pikir mereka untuk selalu aktif dalam berkelompok dan berdiskusi dengan

guru.

Hal ini dapat dibuktikan dengan antusias siswa untuk melanjutkan diskusi

tentang penyusunan pertanyaan yang sekarang lebih sering bertanya dengan guru.

Proses kegiatan belajar mengajar pada kelas XI TSM 3 ini terdapat dua guru untuk

mengisi kegiatan pembelajaran, jadi siswa dapat berdiskusi dengan lancar. Tahap

Ketiga adalah berdiskusi terkait indikator penilaian selama proses Challenge-

based Learning berlangsung.

Tahap Keempat adalah pemberian sebuah tantangan yang terkait

dengan ide besar yang siswa munculkan. Proses ini adalah kunci dari pendekatan

Challenge-based Learning. Tahapan pemberian tantangan ini ada pada pertemuan

ketiga dan keempat. Tantangan yang pertama yang diberikan kepada siswa oleh

guru adalah siswa diminta membuat sebuah project dengan menekankan biaya

seminimal mungkin dan pembuatan project harus menggunakan barang yang

sudah tidak terpakai lagi ataupun tidak digunakan lagi. Tantangan kedua

adalah bagaimana sebuah project itu bisa dimanfaatkan oleh lingkungan agar

project yang dibuat oleh siswa ini juga bermanfaat dan dapat dirasakan oleh

orang lain.

Berdasarkan wawancara siswa merasa tertantang dengan menggunakan

barang yang sudah tidak terpakai lagi untuk dijadikan sebuah project, kemudian

siswa berdiskusi dengan kelompok untuk membuat rancangan tentang pembuatan

project untuk dipresentasikan. Tentang tantangan yang kedua menurut

beberapa kelompok tergolong sulit karena tidak semua orang membutuhkannya,

tetapi dengan yakin dan motivasi yang diberikan oleh guru project yang akan dibuat

oleh siswa ini bisa dimanfaatkan oleh orang banyak. Berdasarkan hasil

wawancara siswa merasa tertantang karena pembuatan dari barang yang sudah

tidak terpakai itu lebih sulit ditambah dengan menggunakan biaya yang dibatasi

maksimal Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah). Selain dengan biaya yang diminimalkan

dan penggunaan barang yang sudah tidak terpakai menurut salah satu anggota

kelompok 6 mengutarakan tantangan lain bagi kelompok adalah bagaimana agar

project ini bisa dirasakan manfaatnya oleh lingkungan sekitar.

Hasil dari presentasi rancangan yang akan dibuat oleh siswa adalah

pembuatan lampu hazard, pembuatan lampu dim (kasus motor jantan/sport),

duplikasi standart samping (kasus pada sepeda motor automatic honda), serta

pembuatan double CDI (kasus pada motor CB 100). Rancangan yang dibuat oleh

setiap kelompok ini memiliki tingkat kerumitan yang berbeda-beda. Kendala yang

terjadi pada tahap ini adalah permasalahan barang yang tidak terpakai untuk

digunakan kembali sebagai tambahan perancangan.

Guru untuk mengatasi kendala ini adalah dengan cara setiap kelompok

diberikan saran oleh guru terkait apa yang akan dibuat seperti menggunakan kabel-

kabel yang sudah tidak terpakai lagi. Hal ini sangat bermanfaat bagi siswa selain

solusi yang sudah siswa punya. Dua guru yang bertindak sebagai fasilitator

Page 18: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

11

sangat membantu karena setiap guru mempunyai saran masing-masing jadi

kelompok bisa berdiskusi dan mempertimbangkannya.

Tahap kelima dan keenam yaitu tahapan membimbing pertanyaan,

aktivitas pertanyaan, dan mencari sumber. Kegiatan pada tahapan ini

dilaksanakan pada pertemuan ketiga dan keempat. Membimbing pertanyaan dan

aktivitas pertanyaan siswa diminta oleh guru untuk melakukan presentasi terkait

rancangan project yang sudah kelompok persiapkan.

Hasil dari presentasi kelompok adalah berupa rancangan, gambaran

rangkaian listrik, alat dan bahan yang akan digunakan oleh siswa. Guru yang

berperan sebagai fasilitator akan memberi sebuah pertanyaan terkait rancangan

yang sudah dibuat oleh siswa setelah presentasi. Kegiatan dalam pencarian

sumber siswa diminta oleh guru untuk mencari sumber di perpustakaan, internet,

ataupun yang lainnya seperti seorang pakar. Bertanya kepada pakar adalah salah

satu pencarian sumber yang harus dilakukan oleh siswa dalam proses pembelajaran

Challenge-based Learning. Ketika sumber-sumber telah terkumpul siswa akan

diminta untuk uji coba rangkaian yang telah dipresentasikan.

Tahap ketujuh adalah melakukan tahapan “creat” dengan melakukan

pembuatan project saat uji coba. Uji coba akan dilakukan dua kali, dan sesudah uji

coba yang pertama setiap kelompok akan melakukan refleksi agar uji coba yang

kedua hasilnya akan lebih baik dari hasil uji coba yang pertama. Refleksi ini

berguna untuk menganalisis, menjelaskan atau menyimpulkan yang terjadi pada uji

coba pertama dan memperbaiki pada uji coba yang kedua. Hasil dari uji coba

pertama yang dilakukan oleh kelompok masih terjadi banyak kesalahan

pemasangan sistem pengkabelan. Penerapan yang kurang sesuai menjadi masalah

pada setiap kelompok walaupun sudah ada kelompok yang sudah siap untuk

diterapkan. Hasil dari beberapa kelompok pada saat uji coba pertama masih gagal

guru menyarankan untuk mencari sumber tambahan agar pada saat uji coba kedua

dapat dilaksanakan dengan baik.

Uji coba kedua yang sudah dilakukan setelah proses refleksi hasilnya semua project sudah jadi. Semua kelompok dapat memangsakan kabel dengan

benar dan project yang yang diharapkan sudah tergambar. Hasil dari uji coba

kedua adalah merupakan sebuah solusi dari ide besar yang dikemukakan oleh

setiap kelompok. Implementasi yang sudah diterapkan diantaranya adalah

duplikasi standart samping yang coba diterapkan oleh kelompok 5 yang bisa

terpasang dengan baik. Mesin motor yang awalnya hidup akan mati jika standart

samping pada sepeda motor ini diturunkan. Kelompok 2 dan kelompok 4 yang

membuat lampu hazard juga sesuai dengan rencana. Lampu hazard dapat hidup

dengan baik sesudah saklar on dihidupkan. Kelompok 1 dan kelompok 3 yang telah

membuat lampu dim juga berjalan dengan baik. Saat saklar ditekan dan dilepas

lampu secara otomatis akan naik dan kembali turun, ini seperti prinsip pada sebuah

sepeda motor jantan ataupun mobil yang sudah menggunakan sistem dim, tetapi

siswa ini membuatnya pada sepeda motor bebek standart. Kelompok terakhir yaitu

kelompok 6 telah membuat double CDI pada motor tahun 90-an. Pembuatan double

CDI ini bermanfaat jika sepeda motor yang dipakai berjalan dengan jarak jauh dan

jika salah satu CDI itu mati secara otomatis CDI yang lain akan mengganti CDI

yang telah mati.

Page 19: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

12

Tahap kedelapan adalah hasil dari tahap terakhir uji coba, yaitu guru

memberikan penilaian terkahir dan menunjukan kepada siswa. Semua kelompok

sudah diperlihatkan terkait hasil penilaian selama delapan pertemuan. Hasil dari

wawancara salah satu kelompok sudah sangat puas terkait hasil penilaian yang

telah guru berikan terhadap kelompok maupun individu.

Tahap kesembilan adalah publikasi, siswa dibantu dengan fungsionaris

TIK membuat sebuah blogger untuk mempublikasikan hasil yang telah dibuat

oleh siswa. Pembuatan blogger telah dilakukan mulai pertemuan ketiga. Setiap hasil

yang telah kelompok peroleh guru meminta langsung untuk mempublikasikan.

Publikasi ini bertujuan agar semua pengguna internet yang ingin tahu ataupun

memberi saran bisa membuka blogger yang telah dibuat oleh siswa.

Menurut salah satu siswa tahapan publikasi ini cukup menyenangkan karena

berhubungan dengan komputer dan internet. Sebagai siswa dengan adanya

fungsionaris TIK hal ini cukup membantu peran siswa untuk tahu apa yang mereka

buat bisa bermanfaat bagi orang lain melaui media online seperti blogger. Salah

satu blogger siswa dapat dilihat di http://kelompok6smk3.blogspot.com/

Berdasarkan lembar observasi yang berhubungan dengan indikator

keberhasilan menurut Kurikulum 2013, dibawah ini adalah hasil grafik dari

pelaksanan selama delapan pertemuan. Adapun grafiknya yang pertama adalah

aspek afektif

Grafik 1. Aspek Afektif Delapan Pertemuan

Grafik 1 menunjukan indikator proses afektif siswa selama delapan kali pertemuan.

Indikator yang pertama yaitu pengumpulan project terjadi pada dua

pertemuan akhir yaitu pertemuan ketujuh dan delapan dan semua hasil menunjukan

100%. Indikator yang kedua tidak terlambat untuk mengikuti pembelajaran.

Ditunjukan pada grafik pada pertemuan kedua mengalami penurunan karena ada 2

siswa yang terlambat, dengan mengetahui alasan dan memberikan sedikit

pemberitahuan, pada pertemuan ketiga dan selanjutnya tidak ada yang terlambat

untuk mengikuti pembelajaran. Indikator ketiga adalah aktif dalam bertanya.

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Per

sen

tase

Indikator

Aspek Afektif Delapan Pertemuan

Pertemuan 1

Pertemuan 2

Pertemuan 3

Pertemuan 4

Pertemuan 5

Pertemuan 6

Pertemuan 7

Pertemuan 8

Page 20: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

13

Grafik yang telah menunjukan pada pertemuan kedua persentase keaktifan bertanya

dibawah 65% yaitu 59%. Guru yang mengetahui kendala ini, berdiskusi dengan

siswa untuk menentukan indikator keberhasilan selama menggunakan pendekatan

Challenge-based Learning. Pertemuan ketiga dan selanjutnya siswa menjadi aktif

untuk bertanya dan hingga pertemuan kedelapan menyentuh persentase 97% dalam

keaktifan bertanya.

Indikator yang keempat adalah semangat untuk mengikuti pembelajaran.

Terlihat dari grafik masalah yang sama seperti indikator keaktifan bertanya yaitu

belum mengetahui indikator penilaian. Pada pertemuan ketiga dan seterusnya

indikator semangat untuk mengikuti pembelajaran selalu meningkat hingga

menyentuh persentase 100%. Indikator yang kelima adalah berani untuk bersaing.

Kelompok-kelompok yang telah dibentuk siap untuk mempertahankan argumentasi

masing-masing. Setiap pertemuan indikator berani bersaing sampai pertemuan

kedelapan telah menyentuh persentase 100%. Indikator yang keenam adalah rasa

ingin tahu. Rasa ingin tahu siswa ditujukan pada grafik mengalami peningkatan

selama delapan pertemuan yaitu mencapai 100%.

Indikator yang ketujuh adalah adaptasi kelompok. Terlihat pada grafik

terjadi penurunan setelah terjadi peningkatan. Penurunan terjadi pada

pertemuan keempat pada saat siswa diacak kembali untuk menemukan solusi dari

kelompok yang lain. Guru yang menyadari penurunan ini memberikan sebuah

pengertian kepada siswa agar setiap siswa untuk bisa beradaptasi dengan anggota

dari kelompok lain. Pengertian yang diberikan oleh guru nampaknya memberikan

dampak positif, sampai anggota dikembalikan ke kelompok masing-masing

persentase pada setiap pertemuan kembali meningkat yaitu mencapai 100%.

Indikator yang kedelapan adalah berbagi tugas. Sudah menjadi kebiasaan

oleh setiap siswa sangat sulit untuk berbagi tugas individu dalam kelompok.

Terbukti saat pertemuan kedua sangat rendah nilai persentase yaitu 63% dibawah

65%. Guru mengetahui ini sebagai masalah, dengan pengalaman yang dimiliki

oleh guru siswa diberikan sebuah contoh motivasi pengerjaan yang dilakukan

secara berkelompok dan pada pertemuan selanjutnya grafik selalu meningkat

bahkan sampai pertemuan kedelapan mencapai 100% dalam berbagi tugas individu

dalam sebuah kelompok. Indikator terakhir adalah menerima perbedaan

pendapat. Pertemuan kedua ke pertemuan ketiga yang ditunjukan oleh grafik telah

terjadi peningkatan tetapi pada pertemuan keempat pada saat siswa diacak

kelompoknya untuk saling berargumen terjadi penurunan. Guru yang mengetahui

masalah tersebut memberikan pengertian ke masing individu untuk saling

menerima perbedaan pendapat, dan hal tersebut disadari oleh siswa. Pada

pertemuan keempat setiap kelompok diacak kembali bermaksud untuk memperoleh

sebuah solusi dari teman kelompok yang lain agar semakin banyak solusi yang

dihasilkan untuk menerapkan sebuah project. Pertemuan kelima dan seterusnya

sudah kembali stabil yaitu mencapai 97%.

Pada tahap selanjutnya terkait indikator pencapaian aspek psikomotorik

akan dijelaskan dengan grafik aspek psikomotorik delapan pertemuan dibawah ini

Page 21: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

14

Grafik 2. Aspek Psikomotorik Delapan Pertemuan

Adapun indikator pertama adalah kualitas pekerjaan. Indikator kualitas pekerjaan

ini selama delapan pertemuan menunjukan persentase 100%. Menurut hasil dari

wawancara kepada siswa, siswa lebih suka praktik secara langsung karena hasilnya

pasti akan lebih maksimal, dan terbukti pada indikator kualitas pekerjaan pada

setiap pertemuan. Indikator kedua adalah ketrampilan menggunakan alat.

Ketrampilan menggunakan alat dipraktikan mulai pada pertemuan ketiga dimana

siswa sudah menggunakan trainer untuk melatih ketrampilan membaca sebuah

rangkaian pada saat melakukan presentasi. Ditunjukan pada grafik hasil meningkat

pada pertemuan selanjutnya yang awalnya 83% menjadi 100%.

Indikator ketiga. Siswa mulai dengan analisis pada pertemuan pertama

pada grafik tidak ada hasil dikarenakan analisis ide besar belum dimulai untuk

penilaian. Pertemuan kedua adalah awal dari penilaian, siswa telah menganalisis

dan merencanakan hasil project akhir dimana setiap pertemuan hasil penilaiannya

selalu meningkat hingga mencapai 100% yang pada awal hanya 97%. Indikator

keempat adalah pengambilan keputusan. Setiap kelompok memiliki ketua untuk

melaksanakan pengambilan keputusan yang telah didiskusikan bersama anggota.

Setiap pelaksanaan pengambilan keputusan ketua sangat baik untuk memilih solusi

terbaik dari setiap diskusi, hal ini terbukti dari wawancara salah satu ketua

kelompok yang menyatakan bahwa setiap pengambilan keputusan adalah hal yang

sulit karena harus selalu berpikir bahwa project akhir adalah hal terpenting

ditambah dengan tantangan yang telah diberikan juga harus tidak kalah penting.

Hasil dari grafik menunjukan bahwa setiap pengambilan keputusan pada setiap

pertemuan telah mencapai hasil 100%.

Indikator yang terakhir adalah Kemampuan membaca menggunakan

diagram, gambar, dan simbol. Kemampuan untuk membaca gambar ataupun simbol

meningkat pada setiap pertemuannya. Hasil dari grafik pada pertemuan ketiga

persentasenya adalah 90% begitupula pada pertemuan keempat. Pertemuan kelima

tingkat persentase naik menjadi 93%, ini terjadi karena siswa semakin mengerti

tentang rangkaian listrik yang ada pada sepeda motor. Pertemuan keenam dan

ketujuh naik menjadi 97% karena pada tahapan kelima dan keenam siswa telah

20%

40%

60%

80%

100%

Per

sen

tase

Indikator

Aspek Psikomotorik Delapan PertemuanPertemuan 1

Pertemuan 2

Pertemuan 3

Pertemuan 4

Pertemuan 5

Pertemuan 6

Pertemuan 7

Pertemuan 8

Page 22: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

15

melakukan refleksi pada tahap uji coba dan hasilnya semakin membaik. Pertemuan

terakhir adalah bagian dimana sebuah hasil akhir telah dipublish dan semua

kelompok dapat menyelesaikan hasil project akhir dengan maksimal.

Hasil pada grafik afektif dan psikomotorik akan dirata-rata setiap

indikatornya pada semua pertemuan. Untuk aspek kognitif pengambilan lembar

observasi dilaksanakan secara langsung dikarenakan indikator yang dinilai tidak

selalu ada pada setiap pertemuan, jadi hasil dari aspek kognitif langsung dirata-rata

selama delapan pertemuan. Adapun hasil rata-rata dari ketiga aspek adalah sebagai

berikut :

Aspek pertama adalah aspek kognitif yang akan dijelaskan melalui grafik

aspek kognitif dibawah ini

Grafik 3. Aspek Kognitif

Terlihat pada Grafik 3 ditunjukan bagaimana siswa telah menjalani serangkaian

indikator proses kognitif. Siswa rata-rata mencapai persentase pada setiap indikator

lebih dari 65%. Berdasarkan grafik aspek kognitif, siswa masih kesulitan untuk

membuat contoh rangkaian listrik. Kesulitan saat pembuatan contoh rangkaian

yaitu 79% disebabkan siswa terlalu menganggap mudah. Guru langsung

mensiasati dengan uji coba secara langsung agar siswa mudah mengerti. Kegiatan

uji coba secara langsung digunakan untuk meminimalkan kesalahan saat pembuatan

contoh rangkaian listrik pada sepeda motor. Indikator tertinggi salah satunya adalah

menerapkan hasil yaitu 100%. Semua kelompok setelah melakukan tahap uji coba

kedua telah berhasil menerapkan hasil dari rancangan setiap kelompok karena

telah malakukan refleksi. Hasil rata-rata dari semua indikator adalah 95%.

Aspek kedua setelah penjelasan terkait grafik aspek kognitif adalah aspek

afektif. Berikut ini adalah aspek afektif yang hasil dari delapan pertemuan telah

dirata-rata penilaiannya

0%

50%

100%93% 100%

79% 90% 100% 93% 100% 90% 83%100% 93% 100%

Per

sen

tase

Aspek Kognitif

Page 23: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

16

Grafik 4. Aspek Afektif

Ditunjukan pada Grafik 4 grafik aspek afektif pada setiap indikatornya lebih dari

65%. Gambar grafik diatas merupakan rata-rata pada setiap pertemuannya. Rata-

rata pada setiap pertemuan paling rendah adalah aktifitas bertanya siswa yaitu

86%. Berdasarkan grafik lembar observasi aspek afektif indikator akftifitas

bertanya pada pertemuan kedua sangat rendah, tetapi setelah guru mengatasi

kendala aktifitas bertanya pada pertemuan selanjutnya semakin bertambah. Grafik

menunjukan setelah delapan kali pertemuan aktifitas bertanya sudah melebihi 65%

yaitu sebesar 86%. Indikator tertinggi adalah pengumpulan project yaitu 100%.

Siswa telah mengumpulkan project tepat pada waktunya setelah melakukan

tahapan uji coba yang kedua. Bedasarkan grafik diatas menunjukan rata-rata pada

indikator mencapai 98% selama delapan pertemuan.

Aspek ketiga setelah aspek afektif adalah aspek psikomotorik. Dibawah ini

adalah grafik aspek psikomotorik yang hasil penilaiannya telah dirata-rata

Grafik 5. Aspek Psikomotorik

Berdasarkan dari Grafik 5 selama delapan pertemuan yang dirata-rata siswa sangat

antusias dengan pembelajaran model praktik. Data grafik menunjukan persentase

90%

95%

100%

KualitasPekerjaan

KetrampilanMenggunakan

Alat

Analisis danPerencanaan

Prosedur

MengambilKeputusan

Kemampuanmembaca

menggunakandiagram,

gambar, dansimbol

100%97%

99%100%

95%

Per

sen

tase

Aspek Psikomotorik

70%80%90%

100%

100% 99%

86%95% 98% 96% 98%

89%95%

Per

sen

tase

Aspek Afektif

Page 24: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

17

terendah adalah 95%. Beberapa siswa yang kesulitan membaca simbol atau

rangkaian dapat diatasi dengan guru memberikan sebuah contoh lain dari

rangkaian sepeda motor. Indikator tertinggi yaitu kualitas pekerjaan 100%.

Berdasarkan wawancara dengan guru setiap hasil dari pekerjaan yang ditunjukan

siswa sangat bagus, sehingga setiap hasilnya memuaskan. Hasil rata-rata indikator

dalam delapan pertemuan pada aspek psikomotorik adalah 98%. Menurut

wawancara kepada siswa praktik secara langsung merupakan aktifitas yang siswa

sukai.

Selain dengan lembar observasi penelitian ini juga menggunakan

wawancara. Wawancara dibantu oleh kedua guru selaku pengajar di kelas XI

TSM 3 dan telah menerapkan pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning

dan siswa yang telah merasakan dan menggunakan pendekatan Challenge-based

Learning.

Berdasarkan wawancara kepada Guru yang telah dideskripsikan,

mendapatkan hasil, setelah menggunakan pendekatan Challenge-based Learning

kesulitan dalam pembelajaran kurikulum 2013 dapat diminimalkan. Guru yang

telah menerapkan pembelajaran ini dapat sebuah pengalaman baru yang belum

pernah beliau terapkan pada pembelajaran sebelumnya. Hasil dari pembelajaran

menggunakan pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning ini sudah

memenuhi harapan guru dimana siswa telah menciptakan sebuah duplikasi dan hal

baru yang bisa diterima oleh masyarakat dengan biaya minimal dan memanfaatkan

barang yang sudah tidak terpakai lagi. Pembelajaran Challenge-based Learning

memberikan sedikit perbedaan dengan pembelajaran yang lain, dimana siswa

belajar dibantu oleh pihak luar untuk mendapat solusi yang mereka cari.

Hasil dari wawancara kepada seluruh siswa XI TSM 3 yang sudah

dideskripsikan, menunjukan siswa sangat antusias dengan pendekatan

pembelajaran yang memadukan pembelajaran dan teknologi. Siswa juga senang

dengan hasil yang mereka ciptakan dengan berkelompok dan bantuan dari pihak

masyarakat. Siswa juga dapat menerima pendekatan Challenge-based Learning

sebagai salah satu metode yang dapat digunakan oleh guru dalam proses

pembelajaran.

Penerapan pendekatan pembelajaran Challenge-based Learning yang

dilaksanakan pada kelas XI TSM 3 di SMK 3 Salatiga telah berjalan sesuai

rencana. Pembelajaran yang awalnya terpusat pada guru sekarang telah berubah

dengan pembelajaran berpusat pada siswa. Guru yang berperan sebagai fasilitator

merasa lebih mudah untuk melakukan tugasnya. Hasil dari wawancara, lembar

observasi, dan dokumentasi membantu penelitian untuk mengetahui bagaimana

proses pembelajaran abad 21 pada kurikulum 2013.

Pendekatan Challenge-based Learning dapat meningkatkan proses

pembelajaran yang digunakan pada kurikulum 2013 oleh guru sebagai salah satu

solusi pendekatan pembelajaran abad 21. Wawancara, lembar observasi, dan

dokumentasi menunjukan hasil bahwa Challenge-based Learning bisa diterima,

dan dengan dukungan dari proses yang ada pada pendekatan Challenge-based

Learning seperti pencarian masalah, proses pembelajaran dengan pakar dari luar

lingkungan sekolah, interaksi sosial yang dilakukan merupakan salah satu yang

harus dipertimbangkan pada pembelajaran kurikulum 2013 Mulyasa (2013) [14].

Page 25: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

18

Pemilihan pendekatan Challenge-based Learning merupakan bagian dari

desain pembelajaran yang dapat dilakukan melalui 9 proses dengan tahapan ilmiah,

ini senada dengan pembelajaran secara lebih ilmiah dan lebih sempurna Arifin

(2012) [15]. Desain pembelajaran bertujuan untuk mewujudkan pola yang jelas

mengenai proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Desain pembelajaran

merupakan suatu tujuan akhir yang ingin dicapai oleh peserta didik.

Lembar observasi menunjukan bahwa ada indikator pada proses afektif

yang rendah adalah indikator keaktifan siswa. Pada pertemuan kedua siswa masih

dalam tahap untuk memahami proses pembelajaran, tetapi indikator keaktifan

berubah setelah pertemuan ketiga, hal ini menunjukan bahwa siswa bisa menerima

pembelajaran Challenge-based Learning, pernyataan ini didukung dengan

wawancara terhadap siswa yang memaparkan bahwa pendekatan pembelajaran ini

dapat diterima oleh semua siswa kelas XI TSM 3. Pada hasil rekap lembar observasi

kognitif, afektif, dan psikomotorik menunjukan bahwa hasil persentase dari semua

tujuan indikator telah mencapai lebih dari 65%, hal ini menunjukan ketercapaian

tujuan pembelajaran. Tahap keberhasilan project mencapai 100% yang

menandakan keberhasilan kelas dalam proses pembelajaran yang minimal 65%,

sekurang-kurangnya 85% menurut Mulyasa (2013) [14].

Berdasarkan proses yang telah berlangsung dan output yang sudah

mencapai tujuan dapat dilihat bahwa siswa kelas XI TSM 3 telah mencapai

tahapan taksonomi “create” dalam penerapan proses pembelajaran Challenge-

based Learning. Tahapan dalam proses Challenge-based Learning dalam

wawancara kepada siswa dan guru, lembar observasi dan didukung dokumentasi

proses ini telah melibatkan rencana untuk menyelesaikan masalah yang memenuhi

spesifikasi tertentu, sebagaimana disebut dalam kategori Mencipta Lorin dan David

[16].

Hasil dari kegiatan yang dilakukan oleh siswa, pembuatan project

bermanfaat untuk lingkungan sekitar contohnya adalah pemasangan lampu dim,

lampu hazard. Hal ini terbukti mulai dari lingkungan sekolah, banyak siswa lain

yang sudah menggunakan hasil dari apa yang dibuat oleh siswa kelas XI TSM 3.

Siswa yakin dengan perlahan hasil ini bisa dimanfaatkan dan dirasakan oleh

lingkungan sekitar.

5. Simpulan

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pendekatan Challenge-based

Learning dapat diterapkan pada Kurikulum 2013 sesuai dengan pembelajaran abad

21. Penerapan pembelajaran dengan pendekatan Challenge-based Learning telah

merubah proses belajar mengajar dalam kelas yang telah dilaksanakan oleh guru

seperti yang ditunjukan dari kriteria Kurikulum 2013 dan kriteria pembelajaran

abad 21. Hasil dari siswapun telah memenuhi tahapan “create” dalam taksonomi

bloom dengan pembuatan project akhir. Selain itu hasil siswa dapat diterapkan

dilingkungan sekitar walaupun belum maksimal melalui siswa-siswa dikelas

lainnya.

Page 26: Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning pada Kelas ...Secure Site repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10705/2...i Penerapan Pendekatan Challenge-Based Learning Pada Kelas

19

6. Saran

Untuk menyempurnakan penelitian ini disarankan agar penelitian

selanjutnya menggunakan metode penelitian eksperimen, sehingga pendekatan

Challenge-based Learning bisa lebih terlihat dibandingkan dengan pendekatan

pembelajaran yang lain. Berdasarkan hasil penelitian ini untuk selanjutnya dapat

membandingkan dengan Problem-based Learning dan Project-based Learning.

7. Daftar Pustaka

[1] _____, (2007). Ilmu & Aplikasi Pendidikan : Bagian 2 – Ilmu Pendidikan

Praktis. Jakarta : Grasindo.

[2] Wagner, T. (2008). The global achievement gap: Why even our best schools

don’t teach the new survival skills our children need—and what we can do

about it. New York, NY: Basic Books.

[3] Bell, S. (2010). Project-based learning for the 21st century: Skills for the

future.The Clearing House, 83(2), 39-43. Diambil pada 3 Maret 2015 pada

teacherscollegesj.edu

[4] Hajrulla, V. (2014). FACILITATING PROBLEM BASED LEARNING

THROUGH E-PORTOFOLIOS IN EFL. European Scientific Journal, 10(7).

Diambil pada 2 Maret 2015 pada eujournal.org

[5] Prawiradilaga, D.S. (2012). Wawasan Teknologi Pendidikan. Jakarta :

Kencana Prenada.

[6] Permendiknas no. 54 tahun 2013.

http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/bsnp/Permendikbud54-2013SKL.pdf

[7] Permendikbud no. 65 tahun 2013. http://bsnp-indonesia.org/id/wp-

content/uploads/2009/06/03.-A.-Salinan-Permendikbud-No.-65-th-2013-ttg-

Standar-Proses.pdf

[8] Rosefsky, S. A. & Darleen, O. V. (2012). Teaching and Learning 21st

Century Skills : Lessons from the Learning Sciences. RAND Corporation.

[9] https://www.challengebasedlearning.org/pages/about-cbl

[10] Suprayogi, I. & Tobroni (2001). Metode Penelitian Sosial Agama. Bandung :

Rosdakarya.

[11] Alafgani, A. P. (2013). Analisis Faktor-Faktor Kesulitan Mahasiswa Jurusan

Pendidikan Teknik Arsitektur FPTK UPI dalam Penyelesaian

Skripsi (Doctoral dissertation, Universitas Pendidikan Indonesia). Diambil

pada 22 Juni 2015 pada Repository.upi.edu

[12] Semiawan, C. R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif : Jenis, Karakteristik ,

dan Keunggulannya. Jakarta : Grasindo

[13] Soegiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D. Bandung : Alfabeta.

[14] Mulyasa, E. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013.

Bandung : Rosda. [15] Arifin, Z. A. (2012). Perencanaan Pembelajaran dari Desain sampai

Implementasi. Yogyakarta : Pedagogia.

[16] Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (2010). Kerangka Landasan untuk

Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.