Top Banner
Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja Oleh : Kartini Ayu Trisnawati ( 1329111006 ) Abstrak: Penulisan artikel ilmiah ini bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja. Kegiatan eksperimen yang dilaksanakan dengan subjek terdiri dari empat kelas yang masing-masing terdiri atas 30 orang siswa sehingga total jumlahnya 120 orang. Terdapat 16 siswa yang menampakan rendahnya rasa percaya diri yang dimiliki dilihat berdasarkan persentase hasil kuesionernya dan observasi langsung, dan ke- 16 siswa tersebut diberikan tindakan berupa konseling client centered dan konseling kelompok. Hasil analisis menunjukkan bahwa upaya rasa percaya diri siswa kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja berhasil, karena terjadi peningkatan rasa percaya diri siswa secara individu maupun kelompok. Yang mana konseling kelompok dengan rata-rata persentase peningkatan sebesar 49,35% dapat dikatakan lebih efektif dibandingkan konseling client centered yang rata-rata persentase peningkatannya hanya 41,44%. Kata Kunci : Konseling Client Centered, Konseling Kelompok, Percaya Diri A. Pendahuluan A.1 Identifikasi Masalah 1
84

Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

Dec 24, 2015

Download

Documents

The Shia Ing

Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling

Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa

Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

Oleh :

Kartini Ayu Trisnawati ( 1329111006 )

Abstrak: Penulisan artikel ilmiah ini bertujuan untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja. Kegiatan eksperimen yang dilaksanakan dengan subjek terdiri dari empat kelas yang masing-masing terdiri atas 30 orang siswa sehingga total jumlahnya 120 orang. Terdapat 16 siswa yang menampakan rendahnya rasa percaya diri yang dimiliki dilihat berdasarkan persentase hasil kuesionernya dan observasi langsung, dan ke-16 siswa tersebut diberikan tindakan berupa konseling client centered dan konseling kelompok. Hasil analisis menunjukkan bahwa upaya rasa percaya diri siswa kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja berhasil, karena terjadi peningkatan rasa percaya diri siswa secara individu maupun kelompok. Yang mana konseling kelompok dengan rata-rata persentase peningkatan sebesar 49,35% dapat dikatakan lebih efektif dibandingkan konseling client centered yang rata-rata persentase peningkatannya hanya 41,44%.

Kata Kunci : Konseling Client Centered, Konseling Kelompok, Percaya Diri

A. Pendahuluan

A.1 Identifikasi Masalah

Dalam pembangunan nasional diperlukan modal dasar yaitu sumber daya

manusia yang sangat menentukan keberhasilan suatu pembangunan nasional.

Untuk menjadi bangsa yang maju dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain

di dunia, maka diperlukan sumber daya manusia yang cerdas. Untuk dapat

mencerdaskan kehidupan bangsa dapat ditempuh melalui jalur pendidikan.

Pendidikan adalah suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan manusia yang

berkembang menuju kepribadian mandiri untuk membangun dirinya sendiri dan

masyarakat. Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting bagi seseorang

serta menentukan dalam pembentukan sumber daya manusia yang berkualitas.

1

Page 2: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

Disini sekolah merupakan masyarakat belajar yang didalamnya berlangsung

proses belajar mengajar dan untuk menciptakan proses belajar dan mengajar yang

baik, disekolah telah dibuat peraturan dan tata tertib guna memperkuat proses

belajar tersebut. Proses pendidikan di sekolah berlangsung secara sistematis

melalui kegiatan pembelajaran, dengan kurikulum yang jelas dan pasti. Kegiatan

pembelajaran merupakan inti dari keseluruhan proses pendidikan di sekolah,

karena keseluruhan proses pendidikan di sekolah didominasi melalui proses

pembelajaran. Dengan adanya proses pembelajaran diharapkan setiap siswa

mampu berkembang menjadi lebih baik. Perkembangan kemampuan atau potensi

seseorang tidak akan terwujud begitu saja apabila tidak ada kemauan atau rasa

percaya diri dari siswa itu sendiri.

Rasa percaya diri merupakan salah satu dimensi kualitas sumber daya

manusia yang perlu dipupuk agar perkembangannya menjadi lebih optimal.

Dalam upaya mewujudkan hal tersebut antara bimbingan, pengajaran dan

pelatihan harus saling terkait dan mendukung satu sama lain. Dengan adanya rasa

percaya diri dari siswa, maka siswa akan mampu mewujudkan pribadi yang

mandiri, takwa dan bertanggung jawab.

Dalam rangka mengarahkan dan mengembangkan segala potensi yang ada

pada diri individu, layanan bimbingan dan konseling sangatlah dibutuhkan. Salah

satu menggunakan konseling client centered yang dapat digunakan dalam

meningkatkan rasa percaya diri. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam proses

pembelajaran sering timbul berbagai permasalahan yang menyebabkan kurangnya

rasa percaya diri siswa, seperti prestasi siswa yang kurang memuaskan, kurangnya

keaktifan dan rendahnya minat belajar siswa. Selain itu ada juga siswa yang tidak

bisa beradaptasi dengan lingkungan sekolah ataupun tidak bisa bergaul dengan

teman-teman di sekolahnya. Hal inilah yang menjadi faktor hilangnya rasa

percaya diri siswa dalam mengikuti proses pembelajaran ataupun dalam proses

beradaptasi di lingkungan sekolahnya.

Merujuk pada UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

sebutan untuk guru pembimbing dimantapkan menjadi “Konselor.” Keberadaan

konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu

kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor,

2

Page 3: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

widyaiswara, fasilitator dan instruktur (UU No.20/2003, pasal 1 ayat 6).

Pengakuan secara ekplisif dan kesejajaran posisi antara tenanga pendidik satu

dengan yang lainnya tidak menghilangkan arti bahwa setiap tenaga pendidik,

termasuk konselor, memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja dan setting layanan

spesifik yang mengandung keunikan dan perbedaan.

Sehubungan dengan itu konseling mempunyai peranan dalam rangka

membantu memecahkan masalah siswa sekaligus dapat mengembangkan prestasi

siswa secara optimal. Kemampuan siswa pada prrinsipnya dapat dibagi menjadi

tiga golongan yaitu: kelompok siswa yang berkemampuan tinggi, kelompok siswa

yang berkemampuan sedang dan kelompok siswa yang berkemampuan rendah

atau kurang. Bagi siswa yang berkemampuan tinggi perlu mendapat pembinaan

dan pengembangan lebih lanjut serta siswa yang tergolong berkemampuan sedang

dan rendah perlu mendapat perhatian khusus agar prestasi mereka bisa meningkat.

Secara teoritis golongan siswa berprestasi rendah, siswa yang bersangkutan

dikatakan mengalami kesulitan belajar.

Kesulitan belajar disebabkan oleh bermacam-macam faktor, faktor-faktor

tersebut secara garis besarnya dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu: faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah segala yang bersumber dari

dalam diri siswa seperti perhatian, kecerdasan, motivasi, sikap, berpikir, ingatan,

percaya diri, minat, bakat serta kepribadian. Sedangkan faktor lingkungan belajar

(lingkungan alam dan social) serta faktor system pengajaran (kurikulum, bahan

dan metode pengajaran). Salah satu faktor yang perlu diperhitungkan dalam

penelitian ini adalah rasa percaya diri siswa dalam belajar, karena rasa percaya

diri merupakan suatu proses pengembangan diri, hal ini dapat diperoleh bagi

seseorang yang betul-betul mau dengan segala kemampuan dan kreatifitasnya

untuk tampil sebagai sosok yang penuh rasa percaya diri. Hal ini memang tidak

mudah, sekalipun telah memiliki motivasi yang kuat maka perlu diupayakan terus

menerus sehingga menjadi sebuah kebiasaan baik dan tentunya kebiasaan baik ini

akan selalu berdampingan dengan rasa percaya diri sehingga bisa dijadikan daya

gerak dan juga pendorong bagi siswa untuk belajar dengan baik, ini berarti

semakin tinggi rasa percaya diri siswa untuk mau aktif dan kreatif dalam belajar

akan semakin baik juga dalam melakukan kegiatan belajar yang pada akhirnya

3

Page 4: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

dapat diikuti dengan prestasi belajar yang baik. Sebaliknya semakin rendah rasa

percaya diri siswa untuk mau maju dalam belajar maka aktifitas belajarnya pun

akan semakin rendah.

Maka penelitian yang akan dilaksanakan ini dimaksudkan untuk

meningkatkan rasa percaya diri yang sifatnya sangat penting, sebab dengan

mengetahui rasa percaya diri siswa dalam belajar berarti secara dini dapat

menyusun upaya dalam pembinaan seperti, dengan memberikan bantuan berupa

layanan yang sifatnya menumbuh kembangkan semangat dan rasa percaya diri

siswa dalam belajar. Dalam penelitian ini akan digunakan konseling client

centered dan konseling kelompok untuk meningkatkan rasa percaya diri siswa,

Jadi melalui pemahaman ini diharapkan rasa percaya diri siswa akan semakin

meningkat.

A.2 Permasalahan Yang Akan Di Angkat

Rasa percaya diri siswa sangat berpengaruh pada potensi yang dimiliki

siswa. jika rasa percaya diri siswa tinggi maka siswa tersebut akan mampu bergaul

atau bersosialisasi dengan teman sebayanya sehingga siswa mampu untuk

mengaktualisasikan dirinya dan mampu menunjukkan potensi dirinya sedangkan

siswa yang memiliki rasa percaya diri yang kuurang maka siswa cenderung malu

untuk bergaul sehingga siswa tidak mampu untuk mengaktualisasikan dirinya

sehingga apapun potensi yang dimiliki siswa tidak akan mampu untuk

ditunjukkan.

Pada umumnya rasa percaya diri siswa dapat diklasifikasikan menjadi tiga

yaitu tinggi, sedang dan rendah. Namun dalam penelitian ini difokuskan terhadap

siswa yang mengalami rasa percaya diri yang rendah karena siswa tersebut

cenderung menunjukkan prilaku yang malu, tidak mampu bergaul atau

bersosialisasi sehingga tidak mempu mengaktualisasikan diri dan menunjukkan

potensi dirinya.

Dalam penelitian ini digunakanlah konseling client centered karena dalam

teknik konseling ini klien mampu mewujudkan diri sebagai suatu kecenderungan

yang melekat pada organisme untuk mengembangkan kapasitasnya dengan cara-

4

Page 5: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

cara yang dapat menjamin, memelihara dan meningkatkan organisme itu sendiri.

Dan Konseling kelompok merupakan layanan yang dilakukan secara kelompok

yang mengikutkan sejumlah peserta dalam bentuk kelompok. Konseling

kelompok mengaktifkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang

berguna bagi pengembangan, pribadi dan pemecahan masalah individu yang

menjadi peserta kegiatan konseling konseling kelompok. Dalam konseling

kelompok akan terlibat emosi serta prilaku anggota kelompoknya sehingga akan

terjadi saling bertukar pendapat dan pikiran, dalam mendapatkan suatu

kesepakatan dalam pemecahan masalah.

Dengan penerapan konseling kelompok, maka rasa percaya diri yang

tadinya rendah akan dibentuk/dikondisikan sedemikian rupa agar siswa memiliki

rasa percaya diri yang lebih tinggi. Dari dua pendekatan ini mana yang bisa

menuntaskan permasalahan rendahnya rasa percaya diri siswa kelas IX pada SMP

Laboratorium Undiksha Singaraja ini.

B. Kajian Teori

B.1 Jenis Layanan

Menurut Depdiknas, ”program bimbingan dan konseling mengandung empat

komponen pelayanan, yaitu: (1) pelayanan dasar bimbingan; (2) pelayanan

responsif, (3) perencanaan individual, dan (4) dukungan sistem”. Adapun

pengertian tiap-tiap komponen pelayanan tersebut sebagai berikut:

1. Pelayanan Dasar

Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian bantuan kepada

seluruh konseli melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur secara

klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka

mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas

perkembangan (yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian)

5

Page 6: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

yang diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil

keputusan dalam menjalani kehidupannya.

2. Pelayanan Responsif

Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan kepada konseli

yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan pertolongan

dengan segera, sebab jika tidak segera dibantu dapat menimbulkan gangguan

dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan.

3. Perencanaan Individual

Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan kepada peserta didik

agar mampu merumuskan dan melakukan aktivitas yang berkaitan dengan

perencanaan masa depan berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan

kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan yang

tersedia di lingkungannya.

4. Dukungan Sistem

Ketiga komponen di atas, merupakan pemberian bimbingan dan

konseling kepada konseli secara langsung. Menurut Gysber & Henderson

(2006: 81), dukungan sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan

manajemen, tata kerja infra struktur (misalnya Teknologi Informasi dan

Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional konselor secara

berkelanjutan, yang secara tidak langsung memberikan bantuan kepada

konseli atau memfasilitasi kelancaran perkembangan konseli.

Berdasarkan pembahasan diatas dapat diketahui bahwa jenis pelayanan

yang akan dilaksanakan adalah pelayanan responsif karena permasalahan-

permasalahan yang dialami oleh para siswa ini bila tidak diberikan

pertolongan dengan segera akan menimbulkan gangguan dalam proses

pencapaian tugas-tugas perkembangannya.

6

Page 7: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

1. Konseling Client Centered

1.1. Pengertian Konseling

Konseling sebagai terjemahan dari “counseling” merupakan bagian dari

bimbingan, baik sebagai layanan maupun sebagai teknik. Layanan konseling

adalah jantung hati layanan bimbingan secara keseluruhan. Konseling berasal

dari bahasa Latin, yaitu “consilium” yang berarti ”dengan” atau “bersama”

yang dirangkai dengan “menerima” atau “memahami”. Namun demikian

penggunaannya sehari-hari telah sangat meluas dan bukan lebih bersifat

konseling. Konseling diartikan bahwa proses pemberian bantuan yang

dilakukan dalam suasana hubungan tatap muka antara orang ahli (yaitu orang

yang telah mengikuti pendidikan khusus dan tertatih secara baik dalam bidang

bimbingan dan konseling) dan seorang individu yang mengalami masalah atau

kesulitan. Yusuf.dkk., 2006 dalam Sedanayasa dan Suranata, (2009)

Menurut Natawidjaja dalam Sukardi, (2008:38) konseling merupakan

suatu jenis layanan yang merupakan bagian terpadu dari konseling. Konseling

dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, dimana

seseorang (yaitu konselor) berusaha membantu yang lain (yaitu klien) untuk

mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-

masalah yang dihadapainya pada waktu yang akan datang.

Konseling memiliki tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum

konseling yaitu untuk membantu individu mengembangkan diri secara optimal

sesuai dengan tahap perkembangan yang dimiliki, berbagai latar belakang yang

ada, serta sesuai dengan tuntutan positif lingkungannya. Sedangkan tujuan

khususnya adalah penjabaran dari tujuan umum yang dikaitkan secara langsung

dengan permasalahan yang dialami oleh individu yang bersangkutan sesuai

dengan permasalahannya. Masalah-masalah individu beranekaragam jenis,

intensitas dan sangkut pautnya serta bersifat unik, oleh karena itu tujuan khusus

bimbingan dan konseling bersifat unik pula. Tujuan konseling antara individu

yang satu berbeda dengan tujuan konseling pada individu lainnya. Menurut

7

Page 8: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

Prayitno dan Amti, (1994:114). Jadi masing-masing individu mendapatkan

layanan sesuai dengan masalah yang dihadapinya.

Sedanayasa dan Suranata (2009:19) mengemukakan konseling adalah

usaha membantu konseli atau klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien

dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau

masalah khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh

konseli atau klien.

Berdasarkan pengertian konseling di atas dapat dipahami bahwa

konseling merupakan proses pemberian bantuan kepada konseli/klien dengan

tatap muka langsung antara konseli dan klien, yang bertujuan untuk mencari

jalan keluar dari permasalahan yang sedang dihadapi oleh konseli atau klien.

1.2 Pengertian Client Centered

Seorang tokoh yang bernama Roger dalam Corey (2010) yang

merupakan pelopor dan tokoh konseling, menyatakan bahwa pada dasarnya

konseling yang berpusat pada klien atau client centered sering pula disebut

dengan konseling konsep diri, konseling non-derektif dan konseling regerion

yang mengacu pada proses konseling dimana klien yang menjadi pusatnya dan

bukan konselor. Karena itu dalam proses konseling ini sebagaian besar

kegiatan diletakkan di pundak klien itu sendiri. Dalam pemecahan masalah,

maka klien itu sendiri didorong oleh konselor untuk mencari serta menemukan

cara yang terbaik dalam pemecahan masalahnya.

Pendekatan konseling client centered menekankan pada kecakapan klien

untuk menentukan isu yang penting bagi dirinya dan pemecahan masalah

dirinya. Konsep pokok yang mendasari adalah hal yang menyangkut konsep-

konsep mengenai diri (self), aktualisasi diri, teori kepribadian, dan hakekat

kecemasan. Menurut Roger konsep inti konseling berpusat pada klien adalah

konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan perwujudan diri.

(Sukardi, 2008:121)

Dari uraian di atas dapat ditarik suatu pengertian bahwa konseling client

centered adalah teknik yang memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya

dan mampu bertanggung jawab atas segala tindakan yang telah dilakukan.

8

Page 9: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

Dalam lingkungan sekolah, melalui teknik client centered guru pembimbing

atau konselor berperan hanya sebagai pendamping dan mengarahkan siswa

untuk memilih jalan keluar dari permasalahannya.

1.3 Pandangan Tentang sifat manusia

Menurut Rogers dalam Corey, (2010: 91-92) menyatakan bahwa

pandangan client centered tentang sifat manusia menolak konsep tentang

kecenderungan-kecenderungan negatif dasar. Sementara beberapa pendekatan

beranggapan bahwa manusia menurut kodratnya adalah irasional dan

berkecenderungan merusak terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang

lain, kecuali jika telah mengalami sosialisasi. Rogers menunjukkan

kepercayaan yang mendalam pada manusia. Ia memandang manusia

tersosialisasi dan bergerak ke muka, berjuang untuk berfungsi penuh, serta

memiliki kebaikan yang positif pada intinya yang terdalam.

Pandangan manusia yang positif memiliki implikasi-implikasi yang

berarti bagi praktik terapi client centered. Model client centered menolak

konsep yang memandang terapis sebagai otoritas untuk mengetahui mana yang

terbaik serta yang memandang klien sebagai manusia pasif dan hanya

mengikuti perintah-perintah terapis atau konselor. Oleh karena itu, terapis

client centerd berakar pada kesanggupan klien untuk sadar dan membuat

keputusan.

Menurut Rogers dalam Corey (2010) inti konseling client centered

adalah konsep tentang diri dan konsep menjadi diri atau pertumbuhan

perwujudan. Hal ini terdiri atas unsur-unsur persepsi terhadap karakteristik dan

kecakapan seseorang, pengawasan, dan konsep diri dalam hubungan dengan

orang lain serta lingkungan.

Kualitas nilai yang dipandang sebagai pertautan dengan pengalaman dan

objek, tujuan serta cita-cita yang dipandang mempunyai kekuatan positif dan

negatif. Dalam hubungannya dengan konsep aktualisasi diri, Rogers

mendefinisikan keenderungan mewujudkan diri sebagai satu kecenderungan

9

Page 10: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

yang melekat dalam organisme untuk mengembangkan kapasitasnya dengan

cara-cara yang dapat menjamin, memelihara dan meningkatkan organisme itu

sendiri.

Dari penjelasan tentang pandangan sifat manusia dapat ditarik suatu

pengertian bahwa teori client centered adalah suatu teori dimana dalam

kegiatan konseling, klien yang harus menentukan jalan keluar pemecahan

terhadap suatu masalah yang sedang dihadapi. Sedangkan konselor hanya

mengarahkan dan memberikan pertimbangan-pertimbangan yang mampu

mendorong klien untuk mengambil keputusan secara mandiri.

1.4 Tujuan Konseling Client Centered

Secara umum tujuan yang ingin dicapai melalui pendekatan konseling

client centered ialah untuk membantu individu atau klien agar berkembang

secara optimal sehingga ia mampu menjadi manusia yang berguna.

Secara rinci tujuan dasar dari pendekatan konseling client centered ialah

sebagai berikut: (a) membebaskan klien dari berbagai konflik psikologis yang

dihadapinya, (b) menumbuhkan kepercayaan pada diri klien bahwa ia memiliki

kemampuan untuk mengambil satu atau serangkaian keputusan yang terbaik

bagi dirinya sendiri tanpa merugikan orang lain, (c) memberikan kesempatan

seluas-luasnya kepada klien untuk belajar mempercayai orang lain, dan

memiliki kesiapan secara terbuka untuk menerima berbagai pengalaman orang

lain yang bermanfaat bagi dirinya sendiri, (d) memberikan kesadaran kepada

klien bahwa dirinya adalah merupakan bagian dari suatu lingkup sosial budaya

yang luas, walaupun demikian ia masih tetap memiliki kekhasan atau keunikan

tersendiri serta, (e) menumbuhkan suatu keyakinan pada klien bahwa dirinya

terus tumbuh dan berkembang. (Sukardi, 2008: 136).

Jadi tujuan terapi client centered bukan untuk mengobati klien dalam arti

konveksional, tetapi membantu klien untuk menyadari apa yang mereka

lakukan dan meningkatkan kesanggupan pilihannya yang bebas dan

bertanggung jawab.

10

Page 11: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

1.5 Fungsi dan Peranan Konselor

Peran terapis client centered berakar pada cara-cara dan sikap, bukan

pada penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk menjadikan klien

“berbuat sesuatu”. Penelitian tentang terapi client centered tampaknya

menunjukkan bahwa yang menuntut perubahan kepribadian klien adalah sikap

konselor, bukan pengetahuan, teori ataupun teknik yang digunakan. Dengan

menghadapi klien pada taraf pribadi, maka “peran” konselor adalah tanpa

peran. Karena disini konselor hanya mengarahkan klien untuk mencari jalan

keluar dari masalah yang dihadapinya. Adapun fungsi konselor adalah

membangun suatu keadaan yang nyaman supaya klien mau terbuka dengan

konselor.

Jadi terapis client centered membangun hubungan yang membantu

dimana klien akan mengalami kebebasan yang diperlukan untuk

mengeksplorasi hidupnya yang sekarang diingkarinya. Klien menjadi kurang

defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan yang

ada dalam dirinya maupun dalam dunia.

Hal utama yang harus dilakukan konselor adalah bisa membuka diri atau

memberikan rasa aman dan nyaman kepada klien. Seorang konselor harus

memberikan perhatian yang tulus, respek, memotivasi, dan pengertian kepada

klien, karena dengan keadaan yang seperti itu klien akan lebih terbuka dan bisa

menghilangkan persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf hidup yang

lebih baik lagi.

1.6 Karakteristik Konseling Client Centered

Pendekatan client centered di-fokuskan pada tanggung jawab dan

kesanggupan klien untuk menemukan cara-cara menghadapi kenyataan secara

lebih penuh. Klien orang yang paling mengetahui dirinya sendiri adalah orang

yang harus menemukan tingkah laku yang lebih pantas bagi dirinya.

Pada dasarnya konseling client centered memiliki karakteristik sebagai

berikut: (a) lebih mengutamakan kemampuan individu memecahkan masalah

dan bukan terpecahkan masalah, (b) lebih mengutamakan sasaran perasaan dari

pada intelek, (c) lebih memperhatikan masa sekarang daripada masa lalu, (d)

11

Page 12: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

menunjukkan pertumbuhan emosional dalam hubungan konseling, (e) adanya

proses terapi yang merupakan penyelesaian antara gambaran diri klien dengan

keadaan dan pengalaman diri klien, (f) Hubungan antara klien dengan konselor

merupakan situasi pengalaman terapeutik, yang berkembang menuju pada

kepribadian klien yang integral dan mandiri, (g) Klien memegang peran aktif

dalam konseling, sedangkan konselor bersifat pasif-reaktif.

1.7 Teknik-Teknik atau Prosedur Konseling Client Centered

Pendekatan konseling client centered memberi penekanan pada teknik-

teknik terapeutik. Dimana teknik komunikasi terapeutik adalah komunikasi

yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk

pemecahan masalah klien. Dalam kerangka client centered, teknik-tekniknya

adalah pengungkapan dan pengkomunikasian penerimaan, respek, dan

pengertian, serta berbagi upaya dengan klien dalam mengembangkan kerangka

acuan internal dengan memikirkan, merasakan, dan mengeksplorasi, dimana

klien bisa mengungkapkan dengan jujur tentang apa yang dihadapinya, serta

dapat mencari jalan keluar untuk dirinya sendiri.

Pada dasarnya, langkah-langkah dalam proses terapi konseling client

centered adalah sebagai berikut:

1. Individu atas kemauan sendiri datang ke konselor untuk meminta bantuan.

2. Konselor menerapkan situasi terapeutik bahwa yang bertanggung jawab

adalah klien.

3. Konselor mendorong klien agar mampu mengemukakan perasaannya

secara bebas.

4. Konselor menerima, mengenal perasaan-perasaan negatif yang

diungkapkan klien, kemudian meresponnya.

Dalam penelitian ini, langkah-langkah dan teknik-teknik konseling yang

digunakan secara umum, yaitu:

1. Wawancara konseling.

Dalam melaksanakan wawancara konseling Williamson dalam Ahmadi

dan Rohani, (1991:42) terdapat enam langkah yang harus ditempuh

diantaranya:

12

Page 13: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

a. Analisis

Analisis adalah proses pengumpulan data, fakta atau informasi tentang

klien dan lingkungannya. Konseling ini bertujuan untuk menggali

sebab-sebab suatu masalah.

b. Synthesis

Suatu langkah pemilihan terhadap sumber data, fakta dan informasi

yang tersedia dipilih sesuai dengan kebutuhan dan masalah yang

sedang dihadapi. Konseling berperan untuk memadukan kembali atau

menghubungkan sumber masalah atau ke masalah yang lain.

c. Diagnosis

Diagnosis suatu bentuk perumusan kesimpulan tentang hakekat serta

sebab-sebab yang dihadapi. Konseling dalam hal ini bertujuan untuk

menentukan penyebab pokok dari suatu masalah.

d. Prognosis

Prognosis ialah suatu bentuk pemecahan masalah yang dapat dicapai

oleh klien dalam kegiatan konseling. Konseling ini memiliki tujuan

untuk mengajak konseli bersama-sama mencari serta merencanakan

jalan keluar suatu permasalahan.

e. Treatment

Treatment adalah langkah pemeliharaan untuk klien, langkah ini

merupakan inti dari pelaksanaan konseling yang meliputi berbagai

usaha diantaranya, menciptakan hubungan yang baik antara konselor

dengan klien. Dalam hal ini konseling bertujuan untuk membicarakan

kembali masalah yang dihadapi.

f. Follow up

Follow up adalah tindak lanjut yang merupakan suatu langkah

penentuan efektif tidaknya suatu usaha konseling yang telah

dilaksanakan.

2. Teknik-teknik wawancara konseling

Untuk dapat melaksanakan wawancara konseling secara efektif dan

komunikatif diperlukan teknik-teknik konseling. Sedanayasa, (2007:25)

13

Page 14: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

menyatakan bahwa terdapat sembilan teknik dalam melaksanakan layanan

konseling. Teknik-teknik yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :

a. Teknik Rapport (Membuka wawancara konseling)

Keberhasilan konselor dalam fase pembukaan wawancara dapat

menentukan proses dan hasil wawancara selanjutnya. Wawancara

dimulai dengan pertukaran komunikasi, baik verbal maupun non

verbal. Konselor harus dapat memanfaatkan kemampuannya dalam

kedua jenis komunikasi itu pada permulaan wawancara. Kesan pertama

yang baik dapat menimbulkan kesan yang mendalam. Teknik ini

merupakan pembentukan hubungan awal antara konselor dengan

konseli. Karena merupakan awal pertemuan, maka banyak hal harus

diperhatikan. Bagaimanapun juga pertemuan awal adalah kesan

pertama yang menanamkan kepercayaan pada konseli, itu dapat terjadi

jika dalam pertemuan awal kesannya menjadi lancar. Tetapi

sebaliknya, jika dalam pertemuan awal terkesan tidak baik maka bisa

jadi kepercayaan konseli kepada konselor menjadi tidak penuh.

Tindakan – tindakan yang perlu diperhatikan oleh konselor dalam

membuka wawancara konseling adalah :

1. Menyambut kehadiran klien, memberi salam, pandangan penuh

perhatian dalam suasana santai dan kondusif. Selanjutnya

mempersilakan duduk di tempat yang nyaman.

2. Membicarakan topik-topik netral, misalnya menanyakan teman

terdekat, asal siswa/klien, keluarga, dll dengan tujuan

mengkrabkan hubungan. Jika hubungan sudah terasa akrab, maka

konselor hendaknya memulai pembicaraan dengan menyampaikan

pertanyaan “apa yang bisa saya bantu?”, “adakah sesuatu yang

perlu kita bicarakan?”

b. Teknik Acceptance (Menerima apa adanya)

14

Page 15: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

Dalam teknik ini, konselor harus bisa menerima klien tanpa syarat,

dalam arti lain konselor harus bisa menerima dan melayani klien tanpa

rasa pamrih atau dilakukan secara sukarela. Istilah yang paling popular

yang digunakan Rogers (1961) adalah penerimaan positif tanpa syarat

(unconditional positive regard). Penerimaan positif tanpa syarat,

berarti klien diterima tanpa syarat apapun dan dihargai sepenuhnya

oleh konselor. Dimana dalam kegiatan konseling ini klien atau konseli

tidak pernah salah.

c. Teknik Restatement (Mengulang pernyataan)

Pernyataan kembali isi pembicaraan ialah pengulangan gagasan

yang dinyatakan oleh konseli dimana dia tidak menyatakan

sebagaimana dirasakan olehnya. Teknik ini digunakan dalam

wawancara konseling untuk menguji dan mempertegas kembali

pernyataan konseli. Disamping itu teknik ini digunakan juga untuk

menguji konsistensi terhadap ucapan yang disampaikan kepada klien.

Konseli setuju dengan pernyataan yang diulang, maka wawancara bisa

dilanjutkan. Sebaliknya, jika konseli mengingkari apa yang dikatakan

sebelumnya maka konselor bisa melakukan klarifikasi atau

konfrontasi. Untuk dapat mendengarkan pernyataan klien dengan utuh

tanpa meninggalkan makna dari pernyataan, maka konselor harus

mendengarkan dengan baik.

d. Teknik Clarification (Menjelaskan)

Teknik ini digunakan untuk memperjelas kembali pernyataan

konseli. Penjelasan ini menggunakan kata-kata singkat konselor sendiri

tanpa menghilangkan makna dari pernyataan konseli. Kata-kata kunci

yang digunakan untuk merespon adalah “pada dasarnya”, “pada

prinsipnya”, dan kata-kata sejenis.

e. Teknik Reflection of Feeling (Memantulkan perasaan)

Sewaktu-waktu konselor perlu merefleksikan perasaan atau sikap

konseli secara jelas. Ini sangat berguna karena banyak konseli yang

tidak dapat memahami apa yang telah dinyatakan atau dikatakannya.

Dalam hal ini konselor harus berusaha menyusun kembali atau

15

Page 16: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

mengintensifkan perasaan atau masalah yang telah diungkapkan oleh

konseli. Untuk dapat memantulkan perasaan secara tepat, konselor

diharapkan mengenal jenis-jenis dan klasifikasi perasaan sehingga

dapat merefleksikan perasaan konseli lebih tepat pula. Perlu diingat

bahwa dalam memantulkan perasaan yang tidak pasti, maka beberapa

kata yang dapat digunakan adalah: “sepertinya, rupa-rupanya, agaknya,

nampaknya, cinta, cemas, takut, bosan, malu, kecewa, rendah diri,

sedih, bingung, dll”.

f. Teknik Stucturing (Penstrukturan)

Wawancara konseling merupakan wawancara yang berstruktur.

Dalam teknik ini terlukis tanggung jawab dan kewajiban masing-

masing pihak untuk melaksanakan wawancara konseling. Oleh karena

itu sejak awal perlu diwujudkan struktur yang diinginkan oleh kedua

belah pihak. Hal ini perlu dilakukan untuk dapat membatasi ruang

gerak dari proses wawancara yang dilakukan. Apabila tidak ditentukan

maka akan terjadi proses yang tidak teratur. Penstrukturan penuh

dilaksanakan apabila konseli datang untuk melaksanakan wawancara

konseling atas rujukan pihak lain (tidak berdasarkan keinginan sendiri)

atau juga konseli yang belum pernah melaksanakan wawancara

konseling sebelumnya, sedangkan penstrukturan sebagian

dilaksanakan apabila konseli yang datang dengan keinginan sendiri

(sukarela) atau telah melaksanakan wawancara konseling sebelumnya.

Prinsip atau pembatasan dalam pelaksanaan teknik penstrukturan

adalah sebagai berikut:

1. Pembatasan waktu wawancara (time limit)

Menggunakan waktu yang telah dijanjikan atau disetujui bersama,

dengan lebih efisien. Bahkan keterbatasan waktu dapat juga

menyebabkan klien mengungkapkan topik-topik yang cenderung

dia tangguhkan, batas waktu pada umumnya rata-rata 30 menit

untuk setiap permulaan wawancara konseling.

2. Pembatasan tindakan

16

Page 17: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

Klien bebas mengemukakan apa saja yang dirasakan, tetapi tidak

diperkenankan melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan

aturan, seperti tindakan yang dapat merusak alat atau ruangan.

3. Pembatasan peran

Dapat dinyatakan “saya senang dapat membantu orang yang

menemukan kesulitan”. Namun untuk diketahui bersama bahwa

tugas saya hanya “membantu” menemukan masalah, menemukan

penyebab masalah, dan bila perlu secara bersama-sama mencari

permasalahan yang dihadapi. Sedangkan untuk keputusan dan hasil

wawancara ini terletak pada diri klien.

4. Pembatasan masalah

Membatasi masalah konseling dilakukan untuk membicarakan

suatu masalah dan memecahkannya secara tuntas. Oleh karena itu

dalam wawancara itu hendaknya diperhatika pembatasan dan ruang

lingkup dari masalah yang akan dibahas. Makin sedikit masalah

yang dibahas makin baik, karena pemecahannya akan lebih tuntas.

g. Teknik Question (Bertanya)

Pertanyaan yang diajukan konselor kepada konseli bertujuan untuk

mendorong konseli mengemukakan isi hatinya secara bebas. Untuk

memberikan kebebasan klien mengungkapkan perasaan atau kehendak

dan sebagainya, maka pertanyaan yang diajukan hendaknya tidak

mengharapkan jawaban “ya” atau “tidak” saja. Pertanyaan lebih

banyak bersifat terbuka untuk mendorong konseli lebih banyak

berbicara. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam bertanya adalah: (1)

membantu konseli dalam menyatakan isi hatinya, (2) tidak

memaksakan pertanyaan, (3) mengantisipasi keadaan diam dalam

wawancara, (4) menghadapi klien yang menolak dan enggan.

h. Teknik Reassurance (Mendukung)

Dukungan (reassurance) ialah pernyataan konselor yang

memberikan dorongan kepada konseli untuk merangsang timbulnya

rasa hormat diri atau kepercayaan diri sendiri, untuk menimbulkan

empati. Teknik mendukung adalah teknik yang diberikan oleh konselor

17

Page 18: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

untuk memberikan dukungan terhadap pernyataan klien. Teknik ini

berfungsi sebagai persetujuan, dorongan serta pereda ketegangan

terhadap pernyataan klien yang dinilai positif, konstruktif dan

produktif bagi tindakannya yang bertujuan untuk mengurangi

ketegangan atau menghapus ketegangan serta menemukan kembali

identitas dirinya. Persetujuan (approval) ialah pernyataan konselor

untuk menilai konseli atas gagasannya, sehingga konselor akan dapat

memberikan bantuan secara emosional.

i. Teknik Mengakhiri

Teknik ini dilakukan melalui beberapa tahap antara lain: (1)

Konselor mengingatkan kalau waktu sudah hampir barakhir, (2)

Konselor membuat rangkuman yang bisa dilakukan bersama-sama atau

bisa dilakukan oleh konselor, dan bisa pula diserahkan kepada konseli,

(3) Konselor meninjau kembali dan menilai hal-hal yang telah

dibicarakan dalam wawancara konseling.

2. Konseling Kelompok

2.1 Pengertian Konseling Kelompok

Menurut Mudjijono (2009: 5), latar belakang perlunya konseling kelompok

bahwa manusia sebagai mahkluk sosial yang dapat berkembang melalui interaksi

dengan orang lain”. Konseling kelompok merupakan salah satu jenis layanan

bimbingan dan konseling yang bertujuan untuk membantu memecahkan masalah

pribadi anggota kelompok dan memanfaatkan dinamika kelompok.

Prayitno (dalam Suranata,dkk (2010: 6) mengemukakan bahwa konseling

kelompok adalah proses kegiatan dalam kelompok melalui interaksi social yang

dinamis diantara anggota kelompok untuk membahas masalah yang dialami

setiap anggota kelompok sehingga ditemukan arah dan cara pemecahan yang

paling tepat dan memuaskan.

Konseling kelompok merupakan upaya untuk membelajarkan individu

dalam situasi kelompok dengan mengoptimalkan dinamika kelompok (Suranata

dkk,2010: 5). Dalam konseling kelompok terjadi proses pengentasan masalah

18

Page 19: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

pribadi individu/anggota kelompok melalui partisipasi dan keterlibatan anggota

lainnya kelompok dalam memberikan urun wawasan, pengetahuan, pendapat,

pikiran, nilai dan sikap sehingga individu yang di bahas permasalahannya dapat

pemahaman yang lebih baik.

Menurut Gezda (dalam Suranata dkk, 2010: 6) Konseling Kelompok

bersifat perbaikan untuk individu-individu yang mempunyai prilaku suka

menyalahkan dirinya (Self-defeating behavior). Dengan Konseling Kelompok

individu itu diharapkan untuk dapat mengatasi masalahnya sendiri dengan lebih

cepat dan tidak menimbulkan gangnguan emosi yang berarti.

Jadi dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok merupakan suatu proses

kegiatan dalam kelompok melalui interaksi social yang dinamis diantara anggota

kelompok untuk membahas masalah yang dialami setiap anggota kelompok

sehingga ditemukan arah dan cara pemecahan yang paling tepat dan memuaskan.

Sehingga dengan Konseling Kelompok individu itu diharapkan untuk dapat

mengatasi masalahnya sendiri dengan lebih cepat dan tidak menimbulkan

gangnguan emosi yang berat.

2.2 Tujuan Konseling Kelompok

Ada beberap hal yang hendaknya menjadi tujuan dari pelaksanaan

konseling kelompok. Menurut Mudjijono, (2009: 5) tujuan dari pelaksanaan

konseling kelompok seperti dibawah ini :

Mengembangkan potensi diri, kepribadian, kasih sayang, sosialisasi yang

berguna, antara lain berani berbicara di muka umum, berani mengeluarkan

pendapat, berani menanggapi pendapat orang lain, mampu bertenggang

rasa dan dapat mengembangkan bakat dan minatnya.

Untuk mengentaskan masalah pribadi masing-masing anggota kelompok,

sehingga memperoleh kemandirian.

Secara umum tujuan konseling kelompok adalah berkembangnya

kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta

layanan. Dalam kenyataanya bahwa kemampuan berkomunikasi seseorang sering

terganggu oleh perasaan, pikiran, wawasan yang sempit.

19

Page 20: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

Melalui layanan konseling kelompok hal-hal yang menggangu atau

menghimpun perasaan dapat diungkap, dilonggarkan, diringankan melalui

berbagai cara. Pikiran yang suntuk, masalah yang membebani pikiran, akan

dicairkan dan didinamikakan melalui berbagai masukan dan tanggapan baru.

Melalui kondisi dan proses berperasaan berpikir, berpersepsi dan berwawasan

yang terarah, kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi dan bersikap dapat

dikembangkan. Konseling kelompok bertujuan membahas masalah pribadi

individu peserta kegiatan layanan.

2..3 Manfaat Konseling Kelompok

Mudjijono, ( 2009: 6) mengemukakan beberapa manfaat dari diadakan

konseling kelompok. Adapun manfaat yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a) Pemahaman yaitu, anggota kelompok saling memahami diri masing-

masing/ menyadari identitas diri, terutama bagi anggota yang masalahnya

dibahas.

b) Memahami kekuatan, kelemahan diri melalui bantuan orang lain.

c) Memahami dimana letak masalah, kelemahan dan kekuatan dirinya.

2.4 Asas-asas Konseling Kelompok

Adapun asas-asas yang ada dalam konseling kelompok menurut Mudjijono

(2009: 6) antara lain :

a) Asas kesukarelaan; setiap anggota kelompok diharapkan secara sukarela

menyampaikan pendapat tanpa melakukan pemaksaan oleh anggota yang

lain atau oleh pemimpin kelompok

b) Asas keterbukaan; agar kegiatan kelompok menjadi dinamis diharapkan

anggota tidak menutup diri, jujur,tidak malas, tidak merasa malu-malu, tidak

sungkan dalam menyampaikan masalah yang ia alami karena menggangu

suasana hatinya.

c) Asas kerahasian ; apabila dalam pembicaraan kelak berkaitan dengan

kehidupan seseorang, diharapkan kepada semua anggota kelompok untuk

merahasiakannya. Sekalipun masalah klien terkait orang tua, namum tanpa

seijin klien, pihak konselor tetap merahasiakanya.

20

Page 21: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

d) Asas kegiatan; partisipasi semua anggota kelompok sangat diharapkan agar

kegiatan menjadi lebih bermakna.

e) Asas kenormatifan; diharapkan dalam menyampaikan ide, pendapat atau

pengalaman dengan gaya bahasa yang baik dan benar, dengan tidak

menyudutkan anggota kelompok lain. Semua yang dilakukan dan

dibicarakan dalam bimbingan dan konseling kelompok harus sesuai dengan

norma adat, norma agama, norma hukum dan kebiasaan-kebiasaan yang

berlaku.

f) Asas kekinian ; masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-masalah

yang sedang dirasakan, bukan masalah yang sudah lampau dan juga bukan

masalah yang mungkin akan dialami dimasa depan. Asas kekinian juga

berarti pembimbing tidak boleh menunda memberi bantuan.

g) Asas Kemandirian ; pelayanan konseling bertujuan menjadikan si

terbimbing dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain atau

pembimbing. Kemandirian sebagai hasil bimbingan menjadi arah dari

keseluruhan proses bimbingan, dan hai itu didasari baik oleh pembimbing

maupun klien.

h) Asas kedinamisan ; usaha pelayanan konseling menghendaki terjadinya

perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku kearah yang lebih

baik yang selalu menuju ke suatu pembaruan dan lebih maju serta dinamis

sesuai dengan arah perkembangan klien yang dikehendaki.

i) Asas keterpaduan ; pelayanan konseling berusaha memadukan sebagai

aspek kepribadian klien. Disamping keterpaduan pada diri klien, juga harus

diperhatikan keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan.

2.5 Ciri - ciri konseling kelompok

Suranata dkk (2010: 7), menyatakan dalam konseling kelompok ciri- ciri

khas konseling kelompok yaitu adanya interaksi yang dinamis. Interaksi yang

dinamis adalah suasana dalam konseling kelompok menunjukkan saling urun

pendapat, berbagai wawasan dan pengalaman, menghargai, dan berbagai rasa

diantara anggota kelompok karena terjalinnya hubungan yang akrab, hangat,

terbuka, saling percaya dan bergairah sehingga terjadi perubahan yang positif

21

Page 22: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

dalam diri masing-masing anggota kelompok. Perubahan yang dimaksudkan

adalah perubahan tentang pemahaman tentang diri sendiri, pengembangan diri

sendiri, keterampilan social dan ketrampilan membina hubungan antar pribadi,

kemampuan mengarahkan diri sendiri, kemampuan membuat keputusan dan

memecahkan masalah.

Interaksi yang dinamis dalam konseling kelompok tersebut mengandung

dua hal penting yaitu :

a) Fungsi penyembuhan (terapeutik)

Fungsi konseling kelompok sebagai terapeutik adalah terbebasnya

setiap anggota kelompok dari rasa takut untuk dikecam atau dikritik oleh

orang lain (anggota kelompok lain dan pemimpin kelompok) sehingga ia

bebas menyatakan ide-ide dan kecemasan-kecemasan, kekecewaan-

kekecewaan, melakukan katarsis, menjelajahi diri sendiri secara psikologis

dan mengekspresikan kebahagiaannya. Fungsi konseling ini terjadi karena

terpenuhinya kebutuhan psikologis masing-masing anggota seperti

kebutuhan untuk merasa dimiliki, dihargai, dibanggakan, menghormati,

empati, dan dialog yang hangat serta tamah.

b) Pembahasan masalah pribadi

Konseling kelompok membahas masalah pribadi yang

dikemukakan masing-masing anggota kelompok karena itu konseling

kelompok memungkinkan anggota kelompok untuk memahami dirinya

sendiri seluas dan sedalam-dalamnya, menganalisis dirinya, dan menerima

dirinya sendiri, mengambil keputusan memecahkan masalah dalam dirinya

sehingga dapat menerima dirinya dalam arti tidak bermasalah Gustad dan

Belkin,1975 (dalam Suranata dkk,2010: 9).

2.6 Materi/ Topik Bahasan Konseling Kelompok

Mudjijono (2006: 6) menyebutkan bahwa materi layanan konseling

kelompok secara langsung terfokus pada masalah pribadi yang dialami masing-

masing anggota kelompok, yaitu persoalan pribadi yang menggangu perasaan,

kemauan, aktivitas sehari-hari yang berkaitan dengan bidang perkembangan

pribadi, social, belajar, karir, kehidupan keluarga, dan beragama. Topik yang

22

Page 23: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

dibahas dalam layanan konseling kelompok adalah topik bebas, yaitu anggota

secara bebas mengemukakan permasalahan yang dihadapi atau yang sedang

dirasakanya kemudian dibahas satu persatu. Menurut Prayitno (2004: 18),

orientasi dari layanan konseling kelompok adalah terbahas atau terentaskannya

masalah pribadi anggota kelompok yang bersangkutan.

2..7 Dinamika Kelompok

Menurut Prayitno ( 1995: 22), dinamika kelompok adalah “ kekuatan yang

mendorong kehidupan kelompok. Dinamika kelompok merupakan suasana yang

hidup yang ditandai dengan semangat kerja sama antara anggota kelompok untuk

mencapai tujuan kelompok”. Dalam suasana seperti ini seluruh anggota kelompok

menampilkan dan membuka diri memberikan sumbangan bagi suksesnya kegiatan

kelompok.

Menurut S Winkel dan M. M. Sri Hastuti (dalam Giri 2008: 18), dinamika

kelompok juga dapat diartikan dengan berbagai cara, antara lain : studi tentang

hambatan kekuatan-kekuatan sosial dalam suatu kelompok yang memperlancar

atau menghambat proses kerjasama dalam kelompok, sarana atau teknik yang

dapat diterapkan bila sejumlah orang bekerjasama dalam kelompok, misalnya

berperan (role playing) dan observasi terhadap jalanya proses kelompok dan

pemberian umpan balik ( feed back) serta prosudur menangani organisasi dan

pengelolaan suatu kelompok. Tujuan adalah menunjang perkembangan pribadi

dan perkembangan sosial masing - masing angota kelompok serta meningkatkan

mutu kerjasama dalam kelompok guna mencapai aneka tujuan yang bermakna

bagi partisipan.

Prayitno (2007: 7) menyebutkan syarat-syarat kelompok yang mampu

secara aktif mengembangkan dinamika kelompok, yaitu : (1) Terjadinya

hubungan antara anggota kelompok, menuju keakraban diantara mereka, (2)

Tumbuhnya tujuan bersama diantara anggota kelompok dalam suasana

kebersamaan, (3) Berkembangnya itikad dan tujuan bersama untuk mencapai

tujuan kelompok, (4) Terbinanya kemandirian pada diri setiap anggota kelompok,

sehingga mereka masing-masing mampu berbicara dan tidak men jadi yes-man ,

23

Page 24: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

(5) Terbinanya kemandirian kelompok, sehingga kelompok ini berusaha dan

mampu “ tampi beda” dari kelompok lain.

2.8 Struktur dalam konseling kelompok

Konseling kelompok memiliki struktur yang sama dengan terapi kelompok

pada umumnya. Struktur kelompok yang dimaksud menyangkut orang terlibat

dalam kelompok, jumah orang yang menjadi partisipasi, banyak waktu yang

diperlukan bagi suatu terapi kelompok dan sifat kelompok antara lain: a) jumlah

anggota kelompok, b) homogenitas kelompok, c) sifat kelompok, d) waktu

pelaksanaan.

Penjelasan lebih lanjut sebagai berikut :

a) Jumlah anggota kelompok yang kurang dari 4 orang tidak efektif karena

dinamika kelompok menjadi kurang hidup begitu sebalikya. Untuk menetapkan

jumlah klien yang dapat berpartisipasi dalam konseling kelompok dapat

ditetapkan berdasarkan kemampuan konselor dan pertimbangan efektivitas proses

konseling.

b) Homogenitas kelompok

Sebagain konseling kelompok dibuat homogen dari segi jenis kelamin, jenis

masalah dan gangguan, kelompok usia dan sebagainya. Penentuan homogenitas

keanggotaan ini disesuaikan dengan keperluan dan kemampuan konselor dalam

mengelola konseling kelompok.

c) Sifat kelompok

Sifat kelompok dapat terbuka dan tertutup. Terbuka jika pada suatu saat dapat

menerima anggota baru, dan dikatakan tertutup jika keanggotaanya tidak

memungkinkan adanya anggota baru.

d) Waktu pelaksanaan

Durasi pertemuan konseling kelompok pada prinsipnya sangat ditentukan

oleh situasi dan kondisi anggota kelompok. Menurut Yalom (1975) durasi

konseling yang terlalu lama yaitu diatas dua jam menjadi tidak kondusif, karena

berbagai alasan, yaitu : 1) anggota telah mencapai tingkat kelelahan alasan 2)

pembicaraan cenderung diulang-ulang. Oleh karena itu, aspek durasi pertemuan

24

Page 25: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

harus menjadi perhitungan bagi konselor. Dalam kaitanya dengan waktu yang

digunakan, konseling kelompok tidak bisa diselenggarakan dalam interval waktu

yang pendek. Konseling kelompok umumnya diselenggarakan satu hingga dua

kali dalam seminggu.

2.9 Teknik-Teknik Konseling Kelompok

Teknik dalam hal ini berarti cara untuk melakukan sesuatu, jadi teknik-

teknik konseling kelompok adalah suatu cara bagaimana kegiatan konseling

kelompok dilaksanakan. Teknik bukan merupakan tujuan tetapi hanya merupakan

alat untuk mencapai tujuan layanan. Pemilihan dan penggunaan masing-masing

teknik tidak lepas dari keprobadisn konselor, guru atau pemimpin kelompok. Ini

berarti bahwa teknik yang dapat berhasil baik digunakan oleh seseorang konselor

atau pemimpin kelompok belum tentu memberikan hasil yang sama bila

digunakan oleh pemimpin kelompok lain. Untuk itu setiap guru, konselor atau

pemimpin kelompok perlu berusaha untuk mencoba dan mengembangkan

kreativitasnya supaya dapat menggunakan dan memilih teknik yang tepat sesuai

dengan tujuan kegiatan layanan bimbingan dan konseling yang diharapkan.

Menurut Suranata, (2010: 47) secara umum, teknik-teknik yang dugunakan

oleh pemimpin kelompok dalam menyelenggarakan layanan konseling kelompok

mengacu kepada berkembangnya dinamika kelompok yang diikuti oleh seluruh

anggota kelompok, dalam rangka mencapai tujuan layanan. Teknik-teknik ini

secara garis besar meliputi:

a) Komunikasi multiarah secara efektif dinamis dan terbuka.

b) Pemberian rangsangan untuk menimbulkan inisiatif dalam pembahasan,

diskusi, analisis, pengembangan argumentasi.

c) Dorongan minimal untuk mementapkan respond an aktifitas anggota

kelompok

d) Penjelasan, pengalaman, dan pemberian contoh untul lebih memantapkan

analisis, argumentasi dan pembahasan.

e) Pelatihan untuk membentuk pola tingkah laku (baru) yang dikehendaki.

25

Page 26: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

Teknik-teknik tersebut diawali dengan penstrukturan untuk memberikan

penjelasan dan pengarahan pendahuluaan tentang layanan konseling kelompok.

Segenap teknik tersebut diterapkan oleh pemimpin kelompok secara tepat waktu,

tepat isi, tepat sasaran, dan tepat cara, sehingga pemimpin kelompok sebagai

pemimpin yang berwibawa, bijaksana, bersemangat dan aktif, berwawasan luas

dan terampil.

2.10 Tahapan Konseling Kelompok

Berikut ini akan dipaparkan pendapat ahli tentang tahapan konseling

kelompok. Wobowo, (dalam Wardani 2006: 58). menyatakan bahwa terdapat

beberapa tahapan dalam layanan konseling yaitu, a) Tahapan permulaan, b) Tahap

transisi (peralihan), c) Tahap kegiatan, d) Tahap pengakhiran.

Tahap-tahap diatas lebih rinci akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Tahap Permulaan

Pada tahap ini dilakukan upaya menumbuhkan minat bagi terbentuknya

kelompok yang meliputi pemberian penjelasan tentang adanya layanan konseling

kelompok bagi para siswa, ajakan untuk memasuki dan mengikuti kegiatan, serta

memungkinkan adanya kesempatan dan kemudahan bagi penyelenggara

kelompok, yang langkah awalnya dimuai dari tahap pengenalan, tahap pelibatan

diri, tahap menentukan agenda, tahap penentukan norma serta tahap penggalian

ide dan perasaan.

b. Tahap Transisi ( Peralihan)

Tahap transisi merupakan masa setelah proses pembentukan dan sebelum

masa kerja ( kegiatan). Tahap ini merupakan proses dua bagian, yang ditandai

dengan ekspresi sejumlah emosi dan interaksi anggota. Pada masa ini sebenernya

terjadi awal pembentukan suatu hubungan sosial yang dicirikan dengan adanya

tanggapan-tanggapan yang negatife dan kritik dari anggota baik terhadap sesama

anggota maupun terhadap konselor. Ini terjadi karena untuk pertama kali

seseorang bias berprasangka buruk kepada orang lain dan enggan untuk terbuka.

c. Tahap Kegiatan

Tahap kegiatan sering disebut juga sebagai tahap bekerja, tahap penampilan,

tahap tindakan, dan tahap pemecahan yang merupakan inti kegiatan konseling

26

Page 27: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

kelompok. Tahap ini merupakan tahap kehidupan yang sebenarnya dari konseling

kelompok, yaitu para anggota kelompok memusatkan perhatian terhadap tujuan

yang ingin dicapai, mempelajari materi-materi baru, mendiskusikan berbagai

topik, menyelesaikan tugas dan mempraktekan prilaku-prilaku baru.

d. Tahap Pengakhiran

Kegiatan suatu kelompok tidak mungkin berlangsung terus menerus tanpa

henti. Setelah kegiatan kelompok memuncak pada tahap kegiatan, kegiatan

kelompok ini kemudian menurun dan selanjutnya kelompok akan mengakhiri

kegiatan pada saat yang dianggap tepat.

Prayitno, ( 1995: 40) menyatakan bahwa terdapat beberapa tahapan dalam

layanan konseling yaitu, a) Tahapan pembentukan, b) Tahap peralihan, c) Tahap

kegiatan, d) Tahap pengakhiran.

a. Tahap I Pembentukan

Pada tahap pertama ini, adalah tahap pengenalan dan pengungkapan tujuan.

Tahap pengenalan berujuan agar antara anggota kelompok saling mengenal satu

dengan yang lainnya dan tercipta keakraban. Pengungkapan tujuan dilakukan agar

semua anggota kelompok memahami apa yang sebenarnya tujuan melakukan

konseling kelompok. Pada tahap awal ini mungkin adalah suatu keadaan dimana

para anggota kelompok belum merasakan adanya keterikatan. Kelompok yang

terbentuk sesudah tahap awal yang sedang mengalami tahap pembentukan itu

agaknya baru merupakan suatu kumpulan orang-orang yang saling tidak

mengenal. Pada tahap awal ini pimpinan kelompok harus bisa merangsang dan

memantapkan keterlibatan anggota kelompok dan pimpinan kelompok juga perlu

mebangkitkan minat-minat, menumbuhkan sikap kebersamaan dan perasaan

kelompok. Peranan pimpinan kelompok dalam tahap pembentukan perlu

memusatkan usaha pada, (a) Penjelasan tentang tujuan kegiatan, (b) Penumbahan

rasa saling mengenal antar anggota, (c) Penumbuhan sikap saling mempercayai

dan saling menerima, (d) Dimulainya pembahasan tentang tingkah laku dan

suasana perasaan kelompok.

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan oleh pemimpin kelompok

dalam tahap ini. Teknik ini berguna bagi pengembangan sikap anggota kelompok

yang semula tumbuh secara lambat, a) Teknik pertanyaan dan jawaban salah satu

27

Page 28: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

teknik tersebut adalah para anggota menulis jawaban atas suatu pertanyaan pada

selembar kertas yang disediakan oleh pemimpin kelompok. Misalnya siapakah

saya? Apakah sudah saya kerjakan? Dan sebagainya. Cara ini adalah awal dari

usaha anggota untuk mengungkapkan diri sendiri, b) Teknik perasaan dan

tanggapan. Teknik lain adalah mempersilahkan atau minta masing-masing

anggota kelompok megemukakan perasaan dan tanggapannya atas sesuatu

masalah atau suasana yang mereka rasakan pada saat pertemuan itu berlangsung,

c) Teknik permainan kelompok. Berbagai permainan kelompok seperti “ udara,

laut,udara” , “ komunikata”, “ tulis punggung” dan sebagainya dapat digunakan

untuk menciptakan suasana yang hangat dan menumbuhkan keakraban antara

anggota kelompok.

b. Tahap II Peralihan

Untuk memasuki tahap inti tahap peralihan perlu ditempuh. Pada tahap ini

pemimpin kelompok menjelaskan peranan-peranan para anggota kelompok dalam

kelompok bebas atau kelompok tugas. Kemudian pemimpin kelompok

menawarkan apakah para anggota kelompok sudah siap memulai kegiatan lebih

lanjut.

c. Tahap III Kegiatan

Karena tahap ketiga adalah inti kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang

menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak. Tahap ini merupakan kehidupan

yang sebenarnya dari kelompok, pada tahap ini amat tergantung pada hasil dari

dua tahap sebelumnya. Pada tahap kegiatan adapun hal-hal yang dilakukan adalah,

a) Pengakuan permasalahan. Setiap anggota kelompok bebas mengemukakan apa

saja permasalahan yang dialami. Permasalahan itu dapat merupakan sesuatu yang

dirasakan atau dialami oleh anggota kelompok yang bersangkutan. Dalam hal ini

anggota kelompok dapat mengemukakan masalah yang sedang dialaminya sediri

yaitu masalah pribadi. Dengan mengemukakan masalah pribadinya itu anggota

yang bersangkutan mengharapkan agar rekan-rekan ekelompok bersedia

membantu memecahkan masalah yang diungkapnya itu, b) Pemilihan Masalah

atau Topik. Kegiatan selanjutnya adalah membahas masing-masing masalah atau

topic itu satu persatu. Setelah anggota kelompok mengemukakan masalahnya

peranan pimpinan kelompok memiliki tugas untuk mengemukakan masalah atau

28

Page 29: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

topik mana yang akan dibahas terlebih dahulu. Dintara anggota-anggota ada yang

menginginkan agar masalah tertentu yang dibicarakan terlebih dahulu, sedangkan

anggta yang lain menghendakan masalah yang lain didahulukan. Dalam hal ini

dinamika kelompok berkembang kearah saling memberi alasan, meninjau atau

mendalami masalah atau topic yang dimaksud. Meskipun pemimpin kelompok

telah menapilkan beberapa pertimbangan, namun tetap anggota keompok yang

akan menentukan pertimbangan mana yang akan dipakai.

d. Tahap IV Pengakhiran

Pada tahap pengakhiran ini kegiatan kelompok dipusatkan pada

pembahasan dan penjelajahan apakan para anggota kelompok akan mampu

menerapkan hal-hal yang telah mereka mempelajari pada kehidupan nyata mereka

sehari-hari. Peranan pemimpin kelompok disini adalah meminta anggota

kelompok yang masalahnya dibahas untuk mengulangi kembali perubahan

tingkah laku dan keyakinan yang irasional untuk memecahkan masalahnya sesuai

dengan kesepakatan dalam kelompok serta memberikan penguatan terhadap hasil-

hasil yang telah dicapai oleh kelompok itu, khususnya terhadap keikutsertaan

secara aktif para anggota kelompok dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh

masing-masing anggota kelompok.

Dalam penelitian ini digunakan tahapan konseling kelompok menurut

Wobowo, (dalam Wardani 2006: 58). Adapun tahapannya yaitu : Tahap

permulaan, tahap transisi (peralihan), tahap kegiatan, tahap pengakhiran.

3. Percaya Diri

3.1 Pengertian Percaya Diri

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah kata “Percaya adalah

mengakui atau yakin bahwa sesuatu memang benar ada atau nyata,” dan istilah

kata “Diri adalah Orang seorang (terpisah dari yang lain).” Hasan dan kawan-

kawan, dalam buku Kamus istilah Psychology, mengatakan bahwa “percaya diri

adalah kepercayaan akan kemampuan sendiri yang memadai dan menyadari

kemampuan yang dimiliki, serta dapat memanfaatkannya secara tepat”. (Agung

dan Iswidharmanjaya, 2004:13). Seorang psikolog W. H. Miskell telah

29

Page 30: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

mendefinisikan arti percaya diri dalam bukunya yang berpengaruh, Mental

Hygiene. Tulisnya, “Percaya diri adalah penilaian yang relatif tetap tentang diri

sendiri, mengenai kemampuan, bakat, kepemimpinan, inisiatif dan sifat-sifat lain,

serta kondisi-kondisi yang mewarnai perasaan manusia”. (Agung dan

Iswidharmanjaya, 2004:13).

Lain halnya dengan Maslow seorang psikolog terkenal, mengatakan bahwa

“percaya diri merupakan modal dasar untuk pengembangan dalam aktualisasi diri

(eksplorasi segala kemampuan dalam diri). Dengan percaya diri seseorang akan

mampu mengenal dan memahami diri sendiri. Sementara itu, kurang percaya diri

dapat menghambat pengmbangan potensi diri. Jadi orang yang kurang percaya

diri akan menjadi seseorang yang pesimis dalam menghadapi tantangan, takut dan

ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan, bimbang dalam menentukan pilihan dan

sering membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain”. Bisa dibilang orang

yang percaya diri adalah orang yang mandiri, yaitu berdiri sendiri tanpa

tergantung pada orang lain sepenuhnya. Kemandirian dalam pribadi percaya diri

terbentuk karena yakin pada kemampuannya serta telah mengenal kekurangan dan

kelebihan yang ada dalam dirinya (Agung dan Iswidharmanjaya, 2004:13).

Kepercayaan diri adalah sikap positif seorang individu yang memampukan

dirinya untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun

terhadap lingkungan/situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti bahwa

individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang diri.

Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk pada adanya beberapa

aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa memiliki kompetensi,

yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa, karena didukung oleh pengalaman,

potensi aktual, prestasi harapan yang realistik terhadap diri sendiri (htm/konsep

diri, 2002:1).

Berdasarkan uraian di atas, percaya diri adalah keyakinan pada diri sendiri

baik itu tingkah laku, emosi, dan kerohanian yang bersumber dari hati nurani

untuk mampu melakukan segala sesuatu sesuai dengan kemampuannya untuk

memenuhi kebutuhan hidup agar hidup lebih bermakna.

3.2 Aspek-aspek Percaya Diri

30

Page 31: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

Menurut Angelis (2003:58-77), dalam mengembangkan percaya diri

terdapat tiga aspek yaitu:

a) Tingkah laku

Adalah kepercayaan diri untuk mampu bertindak dan menyelesaikan

tugas-tugas, baik tugas-tugas yang paling sederhana, seperti membayar

semua tagihan tepat waktu, hingga yang bernuansa cita-cita untuk meraih

sesuatu. Sebagian orang yang mempunyai kadar kepercayaan diri yang

besar yang berkenaan dengan tingkah laku, maka ia akan sukses dalam

banyak hal. Mengembangkan kepercayaan diri tingkah laku terdapat empat

ciri penting, yaitu:

1. Percaya atas kemampuan sendiri untuk melakukan sesuatu

2. Percaya atas kemampuan untuk menindaklanjuti segala prakarsa

sendiri secara konsekuen.

3. Percaya atas kemampuan pribadi dalam menanggulangi segala

kendala.

4. Percaya atas kemampuan diri untuk memperoleh bantuan.

b) Emosi

Adalah kepercayaan diri untuk yakin dan mampu menguasai segenap sisi

emosi. Untuk memahami segala yang dirasakan, menggunakan emosi

untuk melakukan pilihan yang tepat, melindungi diri dari sakit hati, atau

mengetahui cara bergaul yang sehat dan langgeng. Makin sering kita

bergaul dengan hati kita dan menghargainya, makin tinggi kepercayaan

diri emosional kita, dan makin tegar pula kita menghadapi lingkungan

sosial kita. Mengembangkan kepercayaan diri emosional, terdapat lima ciri

penting, yaitu:

1. Percaya terhadap kemampuan diri untuk mengetahui perasaan diri

sendiri.

2. Percaya terhadap kemampuan untuk mengungkapkan perasaan diri

sendiri.

3. Percaya terhadap kemampuan untuk menyatukan diri dengan

kehidupan orang-orang lain, dalam pergaulan yang positif dan penuh

pengertian.

31

Page 32: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

4. Percaya terhadap kemampuan untuk memperoleh rasa sayang,

pengertian, dan perhatian dalam segala situasi, khususnya di saat

mengalami kesulitan.

5. Percaya terhadap kemampuan mengetahui manfaat apa yang dapat

disumbangkan kepada orang lain.

c) Kerohanian (spiritual)

Adalah keyakinan pada takdir dan semesta alam, keyakinan bahwa hidup

ini memiliki tujuan yang positif, bahwa keberadaan punya makna dan ada

tujuan tertentu dari hidup. Kepercayaan spiritual berawal dari kesadaran

tentang siapa kita sebenarnya, lepas dari raga dan pribadi kita, leps dari

segala topeng yang mungkin menutupi kita. Ia berawal dari upaya untuk

menghargai diri kita sendiri, sebagai suatu karya cipta yang unik dan

menakjubkan. Tanpa kepercayaan spiritual, tidak mungkin kita dapat

mengembangkan kedua jenis kepercayaan diri lainnya, yang bersifat

tingkah laku maupun yang bersifat emosional. Mengembangkan

kepercayaan diri spiritual, terdapat tiga ciri penting, yaitu:

1. Percaya bahwa semesta ini adalah suatu misteri yang terus

berubah, dan bahwa setiap perubahan dalam kesemestaan itu

merupakan bagian dari suatu perubahan yang lebih besar lagi.

2. Percaya atas adanya kodrat alami, sehingga segala yang terjadi

tidak lebih dari kewajaran belaka.

3. Percaya pada diri sendiri dan pada adanya Tuhan Yang Maha

Kuasa dan Maha Tinggi, Yang Maha Tahu atau apapun ungkapan

rohani kita pada Maha Pencipta semesta ini.

Selanjutnya Suny Postdam Counseling Center, 1993:3 (dalam Ardana,

2003:39-40) menawarkan strategi pengembangan percaya diri, yaitu: (1)

menekankan kekuatan, memberikan penilaian bagi diri untuk segala sesuatu yang

diupayakan. Melalui pemusatan kepada apa yang akan dilakukan, dengannya

seseorang menghargai dirinya atas upaya-upaya yang dilakukannya dari pada

menekankan akhir hasil kerja, (2) mengambil resiko, mengadakan pendekatan

pengalaman baru dalam kehidupan sebagai kesempatan untuk belajar dari

peristiwa menang dan kalah. Melakukan hal-hal dengan terbuka untuk membuka

32

Page 33: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

kemungkinan baru yang dapat meningkatkan rasa penerimaan diri, jangan

mengubah setiap kemungkinan menjadi kesempatan untuk gagal, (3) berbicara

pada diri sendiri, berbicara pada diri sendiri adalah sebuah kesempatan untuk

melawan asumsi-asumsi yang merugikan. Hal ini akan mengijinkan seseorang

untuk menerima dirinya, sementara ia masih berupaya untuk meningkatkan rasa

percaya diri.

Berdasarkan beberapapendapat diatas, untuk mengungkapkan variabel

percaya diri, dalam penelitian ini digunakan teori yang dikemukakan oleh

Angelis, bahwa percaya diri terdiri dari tiga aspek, yaitu : (1) percaya diri dalam

tingkah laku, (2) percaya diri emosional, dan (3) percaya diri spiritual.

3.3 Ciri-ciri Percaya Diri

Berikut ini tabel pengelompokkan ciri-ciri orang yang percaya diri dan ciri-

ciri orang yang kurang percaya diri.

Tabel 1. Pengelompokkan Ciri-ciri Orang yang Percaya Diri dan Ciri-ciri

Orang yang Kurang Percaya Diri.

Orang yang Percaya Diri Orang yang Kurang Percaya

Diri

Bertanggug jawab terhadap

keputusan yang telah dibuat

sendiri

Mudah menyesuaikan diri

dengan lingkunan baru

Pegangan hidup cukup kuat,

mampu mngembangkan

motivasi

Mau bekerja keras untuk

mencapai kemajuan

Yakin atas peran yang

dihadapinya

Berani bertindak dan

mengambil setiap kesempatan

Tidak bisa menunukkan

kemampuan diri

Kurang berprestasi dalam studi

Malu-malu, canggung

Tidak berani mengungkapkan ide-

ide

Cenderung hanya melihat dan

menunggu kesempatan

Membuang-buang waktu dalam

membuat keputusan

Apabila gagal cenderung untuk

menyalahkan orang lain

Rendah diri bahkan takut dan

merasa tidak aman

33

Page 34: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

yang dihadapinya

Menghargai diri secara positif

Yakin atas kemampuannya

sendiri dan tidak terpengaruh

orang lain

Optimis, tenang, dan tidak

mudah cemas

Mengerti akan kekurangan

orang lain

3.4 Cara Memupuk Percaya Diri

Untuk menumbuhkan rasa percaya diri yang proposional maka individu

harus memulainya dari dalam diri sendiri. Berikut cara memupuk rasa percaya

diri:

a) Evaluasi diri secara obyektif

Belajar menilai diri secara obyektif dan jujur. Susunlah daftar “kekayaan”

pribadi, seperti prestasi yang pernah diraih, sifat-sifat positif, potensi diri

baik yang sudah diaktualisasikan maupun yang belum, keahlian yang

dimiliki, serta kesempatan atau pun sarana yang mendukung kemajuan

diri. Sadari semua asset-aset berharga anda dan temukan asset yang belum

dikembangkan. Pelajari kendala yang selama ini menghalangi

perkembangan diri anda, seperti : pola berpikirnya yang keliru, niat dan

motivasi yang lemah, kurang disiplin diri, kurangnya ketekunan dan

kesabaran, tergantung pada bantuan orang lain, atau pun sebab-sebab

eksternal lain. Hasil analisa dan pemetaan terhadap SWOT (Strengths,

Weaknesses, Obstacles and Threats) diri, kemudian digunakan untuk

membuat dan menerapkan strategi pengembangan diri yang lebih realistik.

b) Beri penghargaan yang jujur terhadap diri

Sadari dan hargailah sekecil apapun keberhasilan dan potensi yang anda

miliki. Ingatlah bahwa semua itu didapat melalui proses belajar, berevolusi

dan transformasi diri sejak dahulu hingga kini. Mengabaikan/meremehkan

34

Page 35: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

satu saja prestasi yang pernah diraih, berarti mengabaikan atau

menghilangkan satu jejak yang membantu anda menemukan jalan yang

tepat menuju masa depan. Ketidakmampuan menghargai diri sendiri,

mendorong munculnya keinginan yang tidak realistik dan berlebihan,

contoh: ingin cepat kaya, ingin cantik, populer, mendapat jabatan penting

dengan segala cara. Jika ditelaah lebih lanjut semua itu sebenarnya

bersumber dari rasa rendah diri yang kronis, penolakan terhadap diri

sendiri, ketidakmampuan menghargai diri sendiri-hingga berusaha mati-

matian menutupi keaslian diri.

c) Positive thinking

Cobalah memerangi setiap asumsi, prangsangka atau persepsi negatif yang

muncul dalam benak anda. Anda bisa katakana pada diri sendiri, bahwa

nobody’s perfect dan it’s okay if I made a mistake. Jangan biarkan pikiran

negatif berlarut-larut karena tanpa sadar pikiran itu akan terus berakar,

bercabang dan berdaun. Semakin besar dan menyebar, makin sulit

dikendalikan dan dipotong. Jangan biarkan pikiran negatif menguasai

pikiran dan perasaan anda. Hati-hatilah agar masa depan anda tidak rusak

karena keputusan keliru yang dihasilkan oleh pikiran keliru. Jika pikiran

itu muncul, cobalah menuliskannya untuk kemudian di review kembali

secara logis dan rasional.

d) Berani mengambil resiko

Berdasarkan pemahaman diri yang obyektif, anda bisa memprediksi resiko

setiap tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, anda tidak perlu

menghadapi setiap resiko, melainkan lebih menggunakan strategi-strategi

untuk menghindari, mencegah atau pun mengatasi resikonya. Contohnya,

anda tidak perlu menyenangkan orang lain untuk menghindari resiko

ditolak. Jika anda ingin mengembangkan diri sendiri (bukan diri seperti

yang diharapkan orang lain), pasti ada resiko dan tantangannya. Namun,

lebih buruk berdiam diri dan tidak berbuat apa-apa dari pada maju

bertumbuh dengan mengambil resiko

35

Page 36: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

B.2 Kerangka Berpikir

Rasa percaya diri pada dasarnya merupakan suatu keyakinan untuk

menjalani kehidupan, memperhatikan pilihan dan membuat keputusan

pada diri sendiri bahwa ia mampu untuk melakukan sesuatu. Menurut

Angelis (2003), dalam mengembangkan percaya diri ada tiga aspek yaitu

tingkah laku, emosi, dan spiritual.

Maka eksperimen yang akan dilaksanakan ini dimaksudkan untuk

memperoleh pendekatan konseling mana yang efektif dalam meningkatkan

rasa percaya diri siswa. Keterkaitan antara keduanya adalah dimana

diberikannya model konseling client centered dan konseling kelompok

untuk membantu siswa dalam meningkatkan rasa percaya diri. Konseling

client centered dan konseling kelompok merupakan bantuan yang dapat

diberikan kepada siswa atau klien yang mengalami masalah kepercayaan

diri. Konselor membantu siswa agar sadar atas keberadaan dan potensi

yang klien miliki, serta sadar membuka diri dan bertindak berdasarkan

kemampuannya.

B.3 Hipotesis

Sehubungan dengan adanya keterkaitan antara konseling client centered

dan konseling kelompok serta rasa percaya diri maka hipotesis penelitian yang

diuji dalam penelitian ini adalah penerapan konseling client centered dan

konseling kelompok untuk meningkatkan rasa percaya diri pada siswa kelas IX di

SMP Laboratorium Undiksha Singaraja.

Hipotesis Mayor :

Ada pengaruh yang signifikan antara penerapan konseling client centered

dan konseling kelompok untuk meningkatkan rasa percaya diri pada siswa kelas

IX di SMP Laboratorium Undiksha Singaraja.

36

Page 37: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

Hipotesis Minor :

Ada pengaruh yang signifikan penerapan konseling client centered untuk

meningkatkan rasa percaya diri pada siswa kelas VIII di SMP

Laboratorium Undiksha Singaraja.

Ada pengaruh yang signifikan antara penerapan konseling kelompok untuk

meningkatkan rasa percaya diri pada siswa kelas VIII di SMP

Laboratorium Undiksha Singaraja.

C. Metodologi Pelayanan

Dalam penelitian ilmiah, penelitian harus menggunakan metode ilmiah

yang jelas untuk mencapai kebenaran. Metode ilmiah sangat diperlukan dalam

kegiatan penelitian agar pengetahuan yang diperoleh dipercaya kebenarannya.

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui apakah penerapan konseling

client centered dan konseling kelompok untuk meningkatkan rasa percaya diri

pada siswa kelas IX di SMP Laboratorium Undiksha Singaraja. Dalam penelitian

ini peneliti menggunakan penelitian eksperimental, penelitian eksperimental

merupakan penelitian yang dilakukan dengan memberikan perlakuan (treatment)

tertentu terhadap subjek penelitian yang bersangkutan. Dengan menggunakan

desain gabungan antara One – Shoot Case Study dan One Group Pretest-Posttest

Control Group Design. One – Shoot Case Study merupakan desain penelitian

yang terdapat suatu kelompok diberi treatment dan selanjutnya diobservasi

hasilnya, treatment adalah sebagai variabel independen dan hasil adalah sebagai

variabel dependen. Dalam eksperimen ini subjek penelitian akan diberikan

beberapa treatment lalu diukur hasilnya. Untuk kemudahan membandingkan hasil

antar dua pendekatan ini maka akan dilaksanakan juga dengan One Group

Pretest-Posttest Control Group Design yang telah dikembangkan dalam rangka

menemukan perbandingan yang mana antara dua treatment yang diberikan yang

lebih efektif dalam meningkatkan rasa percaya diri, yakni dalam penelitian ini

terdapat dua kelompok yang digunakan sebagai kelompok eksperimen (KE) yang

diberikan dua treatment yang berbeda tanpa adanya kelompok kontrol.

37

Page 38: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

Tabel 2. Rancangan Penelitian

Keterangan :

KE 1 : Kelompok eksperimen dengan konseling kognitif perilaku

KE 2 : Kelompok eksperimen dengan konseling rasional emotif

X1 : Treatment I (konseling kognitif perilaku)

X2 : Treatment II (konseling rasional emotif)

O1 : Pretest

O2 : Posttest

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IX SMP Laboratorium Undiksha

Singaraja. Sebagai subjek penelitian jumlah siswa kelas IX adalah 4 kelas

masing-masing kelas terdiri atas 30 siswa. Dari seluruh populasi siswa tersebut

pada saat penelitian ini diambil beberapa orang siswa yang rasa percaya diri

rendah untuk dibagi menjadi dua kelompok dan satu kelompok diberikan

konseling client centered dan satu kelompok lagi akan diberikan konseling

kelompok untuk rasa percaya diri siswa tersebut.

Objek penelitian yang dilaksanakan ini adalah bagaimana cara untuk

meningkatkan rasa percaya diri siswa kelas IX SMP Laboratorium Undiksha

Singaraja.

Adapun tahapan-tahapan yang akan dilaksanakan selama proses pemberian

treatment sebagai berikut :

Tahap perencanaan. Tahap dilaksanakan di awal penelitian.

Perencanaan yang dilakukan pada tahap ini adalah:

a. Meminta ijin dan berkonsultasi kepada kepala sekolah, guru BK, guru

wali kelas untuk melakukan eksperimen dengan subjek siswa kelas IX

untuk mengetahui siswa yang kemungkinan memiliki rasa percaya diri

rendah.

b. Menyusun jadwal kegiatan eksperimen.

38

KE 1 O1 X1 O2

KE 2 O1 X2 O2

Page 39: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

c. Mempersiapkan tempat untuk melakukan kegiatan konseling.

d. Menyusun dan mempersiapkan pedoman observasi yang akan

digunakan untuk memantau pelaksanaan dan hasil tindakan.

e. Menyebarkan kuesioner tentang percaya diri tahap I (pretest) kepada

siswa kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja untuk

mendapatkan data siswa yang rasa percaya diri rendah.

Tahap Pelaksanaan. Adapun kegiatan-kegiatan yang ditempuh dalam

pelaksanaan tindakan ini adalah:

a. Langkah pertama, memahami masalah klien, dan menganalisis

secara rasional hal apa yang menyebabkan klien kurang

memiliki rasa percaya diri. Hasil pengkajian terhadap masalah

tersebut disampaikan kepada kasus yang dikaji, sehingga klien

menyadari bahwa rasa percaya diri sangatlah diperlukan.

b. Langkah kedua, mengajak klien membahas masalahnya, hingga

klien mengetahui bahwa rasa percaya diri yang klien miliki akan

menentukan masa depannya.

c. Langkah ketiga, mengarahkan klien untuk berprilaku rasional

dengan selalu berpikir positif.

d. Langkah keempat, mengajak klien untuk mengembangkan rasa

percaya diri yang klien miliki, dan tidak malu lagi untuk

menunjukkan minat dan bakat yang klien miliki.

Tahap Observasi dan Evaluasi. Observasi adalah pengamatan atas

hasil atau dampak dari tindakan yang dilaksanakan terhadap subjek

yang dikenai tindakan. Yang dilakukan untuk mengamati perubahan

yang terjadi pada siswa terkait dengan rasa percaya diri adalah dengan

menggunakan pedoman observasi berdasarkan indikator yang terdapat

pada variabel percaya diri. Selain mengunakan indikator tersebut, pada

tahap ini akan dilakukan penyebaran kuesioner tahap II (posttest)

dimana ini bertujuan untuk mengetahui apakah klien mengalami

39

Page 40: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

perubahan sebelum dan sesudah dilakukannya kegiatan konseling

dengan harapan mencapai persentase hingga 80% agar dapat dikatakan

berhasil atau sudah mengalami peningkatan. Adapun pedoman yang

digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Pedoman Observasi Siswa

Aspek Indikator TampakTidak

Tampak

Percaya diri

dalam tingkah

laku

1. Melakukan sesuatu secara

maksimal.

2. Mendapatkan bantuan dari orang

lain

3. Mampu menghadapi segala

kendala

Percaya diri

emosional

1. Mengetahui perasaan sendiri

2. Mengungkapkan perasaan sendiri

3. Memperoleh rasa sayang, rasa

aman, pengertian dan perhatian

disaat mengalami kesulitan

4. Mengetahui manfaat apa yang

disumbangkan

Percaya diri

spiritual

1. Memahami bahwa semesta

adalah misteri yang dapat terus

berubah

2. Menghayati kodrat alami

3. Mengagungkan Tuhan Yang

Maha Esa

40

Page 41: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

Kriteria Keberhasilan

Kriteria keberhasilan pemberian treatment ini disesuaikan dengan adanya

perubahan perilaku dari siswa yang memiliki rasa percaya diri rendah dan

disesuaikan dengan persentase pencapaian skor minimal yaitu 80%. Subjek yang

diberikan treatment, bila menunjukkan peningkatan minimal 25% dari skor

awalnya maka dikategorikan berhasil/tepat guna atau sesuai dengan perubahan

perilakunya. Makin banyak perubahan yang positif dari siswa tersebut maka

makin berhasil treatment yang diberikan.

Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ilmiah, ada beberapa teknik pengumpulan data beserta

masing-masing perangkat pengumpulan datanya, yaitu: (1) Observasi, (2)

Dokumentasi, (3) Wawancara, (4) Angket (kuesioner) (Umar, 2004:40). Dalam

penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yaitu kuesioner. Selain

menggunakan teknik kuesioner penelitian ini juga menggunakan metode observasi

dan wawancara untuk mendapatkan hasil yang lebih relevan.

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data dengan memberikan atau

menyebarkan daftar pertanyaan atau pernyataan kepada respon siswa dengan

harapan, responden memberikan respon atas daftar pertanyaan atau pernyataan

tersebut. Daftar pertanyaan atau pernyataan dapat bersifat terbuka jika jawaban

tidak ditentukan sebelumnya dan dapat bersifat tertutup jika alternatif-alternatif

jawaban telah disediakan (Umar, 2004:49). Untuk penelitian ini menggunakan

daftar pernyataan yang bersifat tertutup.

Walaupun metode kuesioner ini memiliki kelemahan, bahwa kita hanya

dapat mengukur sikap seseorang dalam taraf normatif saja dan belum dapat

dipastikan apkah sikap yang diambil dalam taraf normatif itu, sungguh-sungguh

dilaksanakan dalam tindakan yang nyata (Nurkancana, 1990). Penelitian ini tetap

menggunakan metode kuesioner karena kuesioner sangat cocok untuk

mengumpulkan data tentang aspek-aspek kepribadian, seperti: karakter,

tempramen, penyesuaian sikap dan minat. Selain itu ada asumsi bahwa keadaan

diri yang sebenar-benarnya hanya diketahui oleh responden itu sendiri. Untuk

penelitian ini, data yang dikumpulkan adalah data tentang percaya diri. Untuk

41

Page 42: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

memperoleh data tersebut, dalam penelitian ini digunakan instrument kuesioner

percaya diri yang dikembangkan berdasarkan teori yang relevan.

Pengembangan Instrumen

Secara operasional, Secara operasional, pengembangan kuesioner percaya

diri melalui langkah-langkah sebagai berikut: (1) Menyusun kisi-kisi instrument,

(2) Merumuskan butir pernyataan, (3) Melakukan uji validitas dan reliabilitas

(keterandalan) perangkat.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data tentang percaya

diri. Untuk memperoleh data yang akurat dari masing-masing variabel yang

diteliti, maka digunakan kuesioner percaya diri. Dalam penelitian ini kuesioner

percaya diri dikembangkan menjadi tiga aspek, yaitu: (1) Percaya diri dalam

tingkah laku, (2) Percaya diri dalam emosional, (3) Percaya diri spiritual. Masing-

masing butir pernyataan disediakan lima alternatif jawaban yang di klarifikasikan

sesuai dengan skala pola likert, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), kurang setuju

(KS), tidak setuju (TS), sangan tidak setuju (STS). Untuk pernyataan positif

pilihan sangat setuju skornya 5, setuju skornya 4, kurang setuju skornya 3, tidak

setuju skornya 2, dan sangat tidak setuju skornya 1. Untuk pernyataan yang

negatif sangat setuju skornya 1, setuju skornya 2, kurang setuju skornya 3, tidak

setuju skornya 4 dan sangat tidak setuju skornya 5.

Dalam penelitian ini, kuesioner tentang percaya diri disusun sesuai dengan

aspek percaya diri dan dikembangkan sendiri. Adapun kisi-kisi kuesioner dapat

disajikan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4. Kisi-kisi instrumen percaya diri

Variabel Dimensi IndikatorNomor butir

Positif Negatif Jumlah

Percaya

diri

1. Percaya

diri dalam

tingkah

laku

a. Melakukan sesuatu

secara maksimal

b. Mendapat bantuan

dari orang lain

c. Mampu menghadapi

segala kendala

1, 2, 4

5, 7

8, 9

3

6, 34

10, 33

4

4

4

42

Page 43: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

2. Percaya

diri dalam

emosional

a. Mengetahui

perasaan sendiri

b. Mengungkapkan

perasaan sendiri

c. Memperoleh kasih

sayang, pengertian

dan perhatian disaat

menggalami

kesulitan

d. Mengetahui manfaat

apa yang

disumbangkan

kepada orang lain

11, 12

15, 16

17, 20

22, 23

13, 14,

35

18

19

21

5

3

3

3

3. Percaya

diri

spiritual

a. Memahami bahwa

semesta adalah

misteri yang dapat

terus berubah

b. Menghayati kodrat

alami

c. Mengagungkan

Tuhan Yang Maha

Esa

25, 26

27, 28

30, 31

24

29

32

3

3

3

Jumlah 21 14 35

Metode Analisis Data

Hasil perubahan perilaku berupa peningkatan percaya diri dipantau

dengan kuesioner percaya diri, untuk melihat seberapa besar manfaat konseling

client centered dan konseling kelompok dalam meningkatkan percaya diri maka

43

Page 44: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

skor hasil penyebaran kuesioner setelah konseling client centered dan konseling

kelompok dilaksanakan, akan di analisis secara deskriptif dengan mengikuti

aturan sebagai berikut :

Menurut Nurkancana, (1990: 170) untuk mengetahui persentase

peningkatan rasa percaya diri digunakan rumus sebagai berikut:

P =

Keterangan :

P = Persentase Pencapaian

X = Skor Aktual

SMI = Skor Maksimal

Kriteria :

90 % - 100% = Sangat Tinggi

80% - 89% = Tinggi

65% - 79 % = Cukup

55 % - 64% = Rendah

0% - 54 % = Sangat Rendah

Sebagai langkah lebih lanjut dalam penelitian ini, dilakukan suatu

prosedur analisis terhadap data-data yang diperoleh peneliti. Tujuan dari analisis

data ini adalah mengungkapkan apa yang ingin diketahui dari penelitian ini.

Dalam menganalisis data yang diperoleh selama melakukan eksperimen

terjadi peningkatan poin yang berarti semakin terentaskannya sebagian masalah

siswa, peningkatan tersebut dapat dihitung melalui skor “Post Rate dan Base

Rate” masing-masing individu dengan menggunakan rumus peningkatan seperti di

atas. Perhitungannya sebagai berikut:

Keterangan :

Pp : Persentase Peningkatan

Base rate : Sebelum Tindakan

Post rate : Setelah Tindakan

44

Page 45: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

Metode Pelayanan

Treatment diberikan sesuai dengan teknik yang ada kepada KE agar apa

yang ingin dicapai dalam eksperimen ini akan tercapai, yaitu terentaskannya

masalah krisis identitas siswa dengan menggunakan treatment dibawah ini:

Tabel 5. Perbandingan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok

Aspek

Perbandingan

Konseling Client Centered Konseling Kelompok

Jumlah

konseli yang

dibantu

Hanya seorang saja. Antara 5-10 orang.

Hubungan

antar pribadi

dalam

konseling

Hubungan antara pribadi

terjadi antara konseli dengan

konselor saja.

Hubungan antar pribadi terjadi

antara aggota kelompok atau

konseli dengan konselor dan

antar sesama anggota atau

konseli sendiri.

Tanggung

jawab

konseli

Konseli lebih banyak

bergantung pada konselor saja.

Konseli selain bertanggung

jawab atas tingkah lakunya

sendiri ia juga bertanggung

jawab untuk membantu sesama

konseli lainnya dalam kelompok.

Proses saling membantu antar

konseli ini memungkinkan

mereka tidak terlalu tergantung

pada konselor.

Pusat

perhatian

Konseli lebih terpusat

padahal-hal yang terjadi pada

“there and then”

Konseli-konseli dalam konseling

kelompok lebih memusatkan

perhatian pada hal-hal yang

terjadi pada kelompok (here and

now)

Reality Kemungkinan untuk Memberi kesempatan kepada

45

Page 46: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

testing mengadakan reality testing

hanya terbatas pada konselor

saja

konseli untuk reality testing

terhadap masalah-masalah

mereka maupun perubahan

tingkah laku yang ingin

dicobanya.

Insight Diperlukan insight sebelum

mengadakan perubahan

tingkah laku yang nyata.

Dengan adanya kemungkinan

untuk mengadakan reality testing

dalam konseling kelompok,

maka perubahan tingkah laku

sering tanpa disertai insight.

Suasana

dalam situasi

konseling

Hanya mendapatkan

suasanapermissive,

acceptance,dan supporthanya

dari konselor sehingga

terkadang konseli sulit dalam

mendiskusikan masalah yang

sukar baginya.

Adanya suasana permissive,

acceptance, support, dan tekanan

dari kelompok sering

mempermudah konseli untuk

mendiskusikan masalah yang

dirasa sukar baginya.

D. Pembahasan

D.1 Hasil Implementasi Pelayanan BK

Dalam eksperimen yang dilaksanakan dalam kurun waktu kurang dari

lima minggu ini didapatkan hasil pretest dan posttest yang dapat menunjukkan

peningkatan skor yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari tabel hasil

penyebaran kuesioner percaya diri yang telah dipaparkan seperti berikut ini.

Tabel 6. Hasil Penyebaran Kuesioner Percaya Diri Pada PreTest

Kelompok Eksperimen 1 dengan Konseling Client Centered

NoNama Siswa( Sampel )

KelasSkor Pretest

Percaya Diri

Persentase(%)

Kategori

46

Page 47: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

1 Andi Budiana Komang (AB)

IX - 1 100 57,14 Rendah

2 Ariesta Mahayasa I Kade (AM)

IX - 1 109 62,29 Rendah

3 Ayu Dyah Kusumaningrum (AD)

IX - 2 104 59,43 Rendah

4 Beni Indra Mahendra Putu (BIM)

IX - 2 101 57,71 Rendah

5 Darma Dyana Sudaya Gede (DDS)

IX - 3 98 56 Rendah

6 Dea Meitari I Gusti Ayu (DM)

IX - 3 109 62,29 Rendah

7 Denia Dinara S Putu (DS) IX - 3 107 61,14 Rendah8 Devita Ayu Anjani

Komang (DA)IX - 4 101 57,71 Rendah

Tabel 7. Hasil Penyebaran Kuesioner Percaya Diri Pada PreTest Kelompok

Eksperimen 2 dengan Konseling Kelompok

NoNama Siswa( Sampel )

KelasSkor Pretest

Percaya Diri

Persentase (%)

Kategori

1 Estu Putra Kade (EP) IX - 1 96 54,86 Rendah2 Gelgas Airlangga

Abdullah (GA)IX - 1 104 59,43 Rendah

3 Gita Darmayanti Ni Kadek (GDD)

IX - 2 106 60,57 Rendah

4 Jaron Lee Warburton (JL)

IX - 2 100 57,14 Rendah

5 Kurnia Arta Gede (KA) IX - 3 93 53,14 Rendah6 Meita Shintya Mahadewi

Made (MS)IX - 3 90 51,43 Rendah

7 Meilantara Pande Gede (MP)

IX - 4 101 57,71 Rendah

8 Milleni Chovina Devi (MC)

IX - 4 99 56,57 Rendah

Tabel 8. Hasil Penyebaran Kuesioner Percaya Diri Pada PostTest Kelompok

Eksperimen 1 dengan Konseling Client Centered

NoNama Siswa( Sampel )

KelasSkor PostTest

Percaya Diri

Persentase (%)

Kategori

1 Andi Budiana Komang (AB)

IX - 1 145 82,86 Tinggi

47

Page 48: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

2 Ariesta Mahayasa I Kade (AM)

IX - 1 150 85,71 Tinggi

3 Ayu Dyah Kusumaningrum (AD)

IX - 2 146 83,43 Tinggi

4 Beni Indra Mahendra Putu (BIM)

IX - 2 144 82,29 Tinggi

5 Darma Dyana Sudaya Gede (DDS)

IX - 3 153 87,43 Tinggi

6 Dea Meitari I Gusti Ayu (DM)

IX - 3 140 80 Tinggi

7 Denia Dinara S Putu (DS) IX - 3 142 81,14 Tinggi8 Devita Ayu Anjani

Komang (DA)IX - 4 150 85,71 Tinggi

Tabel 9. Hasil Penyebaran Kuesioner Percaya Diri Pada PostTest Kelompok

Eksperimen 2 dengan Konseling Kelompok

NoNama Siswa( Sampel )

KelasSkor PostTest

Percaya Diri

Persentase (%)

Kategori

1 Estu Putra Kade (EP) IX - 1 150 85,71 Tinggi2 Gelgas Airlangga

Abdullah (GA)IX - 1 147 84 Tinggi

3 Gita Darmayanti Ni Kadek (GDD)

IX - 2 144 82,29 Tinggi

4 Jaron Lee Warburton (JL)

IX - 2 152 86,86 Tinggi

5 Kurnia Arta Gede (KA) IX - 3 140 80 Tinggi6 Meita Shintya Mahadewi

Made (MS)IX - 3 142 81,14 Tinggi

7 Meilantara Pande Gede (MP)

IX - 4 150 85,71 Tinggi

8 Milleni Chovina Devi (MC)

IX - 4 151 86,29 Tinggi

D.2 Penyelesaian Masalah

Berdasarkan hasil eksperimen diketahui bahwa rendahnya rasa

percaya diri siswa setelah diberikan layanan konseling client centered

ternyata dapat terentaskan. Dari perbandingan hasil pretest - posttest, dapat

dilihat adanya perubahan yang tinggi dalam cara siswa mengatasi

48

Page 49: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

rendahnya rasa percaya yang dimiliki. Ini menunjukkan bahwa konseling

client centered efektif digunakan untuk membantu dalam mengkatkan rasa

percaya diri siswa. Hal ini telah terlihat bahwa konseling client centered

bila digunakan secara tepat dalam membantu siswa untuk memecahkan

masalahnya, dengan perlahan hasilnya akan nampak. Berdasarkan analisis

dan pengkajian permasalahan setiap individu diberikan saran sesuai dengan

latar belakang permasalahanya. Kebanyakan yang diberikan berkisar

peningkatan rasa percaya diri yang ada pada siswa serta pmemahami

pentingnya rasa percaya diri siswa dalam melaksanakan tugas sehari-hari

sebagai siswa dalam belajar.

Dari hasil analisis data secara deskriptif menunjukkan terjadi

peningkatan rasa percaya diri siswa yaitu berkisar antara 32,71% sampai

52,16%. Kisaran angka ini terbilang tinggi dan bila diambil rata-rata

persentase peningkatannya maka akan mendapatkan angka sebesar 41,42%,

paparan yang lebih jelas disajikan dalam tabel berikut ini.

Tabel 10. Persentase Peningkatan Kelompok Eksperimen 1 dengan

Konseling Client Centered

No. Nama Siswa KelasPretest Posttest Presentase

Peningkatan (%)

Skor % Skor %

1 Andi Budiana Komang (AB)

IX - 1 100 57,14 145 82,8645

2 Ariesta Mahayasa I Kade (AM)

IX - 1 109 62,29 150 85,7137,61

3 Ayu Dyah Kusumaningrum (AD)

IX - 2 104 59,43 146 83,4340,38

4 Beni Indra Mahendra Putu (BIM)

IX - 2 101 57,71 144 82,2942,57

5 Darma Dyana Sudaya Gede (DDS)

IX - 3 98 56 153 87,4356,12

6 Dea Meitari I Gusti Ayu (DM)

IX - 3 109 62,29 140 8028,44

7 Denia Dinara S Putu (DS)

IX - 3 107 61,14 142 81,1432,71

8 Devita Ayu Anjani Komang (DA)

IX - 4 101 57,71 150 85,7148,51

Rata-Rata Persentase Peningkatan 41,42

49

Page 50: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

Berdasarkan hasil eksperimen diketahui bahwa rendahnya rasa percaya diri

siswa setelah diberikan layanan konseling kelompok ternyata dapat terentaskan.

Dari perbandingan hasil pretest - posttest, dapat dilihat adanya perubahan yang

tinggi dalam cara siswa mengatasi rendahnya rasa percaya yang dimiliki. Ini

menunjukkan bahwa konseling kelompok lebih efektif digunakan untuk

membantu dalam mengkatkan rasa percaya diri siswa. Hal ini telah terlihat bahwa

konseling kelompok bila digunakan secara tepat dalam membantu siswa untuk

meningkatkan rasa percaya dirinya, dengan perlahan hasilnya akan nampak.

Dari hasil analisis data secara deskriptif menunjukkan terjadi peningkatan

rasa percaya diri siswa yaitu berkisar antara 35,85% sampai 57,78%. Kisaran

angka ini terbilang tinggi dan bila diambil rata-rata persentase peningkatannya

maka akan mendapatkan angka sebesar 49,35%.

Tabel 11. Persentase Peningkatan Kelompok Eksperimen 2 dengan

Konseling Kelompok

No. Nama Siswa KelasPretest Posttest Presentase

Peningkatan (%)

Skor % Skor %

1 Estu Putra Kade (EP) IX - 1 96 54,86 150 85,71 56,25

2 Gelgas Airlangga Abdullah (GA)

IX - 1 104 59,43 147 8441,35

3 Gita Darmayanti Ni Kadek (GDD)

IX - 2 106 60,57 144 82,2935,85

4 Jaron Lee Warburton (JL)

IX - 2 100 57,14 152 86,8652

5 Kurnia Arta Gede (KA) IX - 3 93 53,14 140 80 50,54

6 Meita Shintya Mahadewi Made (MS)

IX - 3 90 51,43 142 81,1457,78

7 Meilantara Pande Gede (MP)

IX - 4 101 57,71 150 85,7148,51

8 Milleni Chovina Devi (MC)

IX - 4 99 56,57 151 86,2952,53

Rata-Rata Persentase Peningkatan 49,35

D.3 Kesimpulan

50

Page 51: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

1. Percaya diri siswa dalam belajar meningkat setelah diberikan layanan

konseling client centered. Ini menunjukkan bahwa konseling client

centered efektif digunakan untuk membantu meningkatakan rasa

percaya diri siswa. Namun konseling client centered bisa dikatakan

kurang efisien dalam waktu karena untuk membantu satu siswa saja

memerlukan banyak waktu meskipun telah terjadi rata-rata

peningkatan sebesar 41,44%.

2. Penggunaan konseling kelompok ternyata dapat meningkatkan rasa

percaya diri siswa dalam belajar. Ini menunjukkan bahwa dalam proses

konseling kelompok menggunakan cara- cara interaktif, saling

menukar gagasan dan pengalaman antara sesama anggota kelompok

untuk membahas masalah bersama. Sehingga dalam konseling

kelompok ini siswa betul-betul mau dengan segala kemampuan dan

kreatifitasnya untuk tampil sebagai sosok yang penuh rasa percaya diri

yang tinggi sehingga siswa mampu mengembangkan potensi diri,

kepribadian, kasih sayang, sosialisasi yang berguna, antara lain berani

berbicara di muka umum, berani mengeluarkan pendapat, berani

menanggapi pendapat orang lain, mampu bertenggang rasa dan dapat

mengembangkan bakat dan minatnya dengan waktu yang relatif

singkat serta tepat sasaran telah terjadi rata-rata peningkatan sebesar

49,35%.

3. Kesimpulan akhir yang didapatkan adalah untuk membantu

meningkatkan rasa percaya diri siswa akan lebih efektif bila

menggunakan konseling kelompok daripda menggunakan konseling

client centered karena dengan memanfaatkan dinamika kelompok

permasalahan siswa lebih cepat terentaskan.

D.4 Saran

Berdasarkan simpulan yang didapat, dapat dikemukakan beberapa saran

sebagai berikut:

51

Page 52: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

1. Bagi siswa

Siswa perlu belajar untuk lebih percaya diri lagi dalam menghadapi pelajaran

di kelas yaitu dengan mulai membiasakan diri untuk tidak malu, tidak takut,

tidak cemas serta berani mengambil resiko untuk menerima kritik dari guru

maupun teman di kelas. Dengan demikian siswa mampu belajar dari suatu

kesalahan yang dilakukan sebelumnya untuk membuat dirinya lebih percaya

diri lagi.

2. Bagi Pembimbing

Diharapkan untuk dapat menerapkan konseling secara berkelanjutan dengan

tujuan mengetahui perkembangan siswa baik yang bermasalah maupun yang

tidak bermasalah.

3. Bagi Sekolah

Terkait dengan prestasi siswa di sekolah rasa percaya diri yang ada pada

siswa keharmonisan serta rasa kekeluargaan di lingkungan sekolah supaya

terus ditingkatkan dan selalu mengadakan pantauan terhadap perkembangan

siswa.

4. Bagi Keluarga

Hubungan dalam keluarga supaya ditingkatkan sehingga dengan demikian

akan menjadi cerminan bagi perkembangan perilaku anak.

E. Referensi

Angelis, B. 2003. Confidence (Percaya Diri) Sumber Sukses dan Kemandirian.

Cetak ketujuh. Jakarta : Gramedia pustaka utama.

Ardana, I Kt. 2003. Sikap Terhadap Perilaku Spiritual Para Siswa SMU Negeri

Di Kabupaten Klungkung (Tahun 2002/2003). Tesis Program

Pascasarjana, IKIP Singaraja.

Arikunto, dkk. 2009. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta :

PT. Rineka Cipta

52

Page 53: Penerapan Konseling Client Centered dan Konseling Kelompok Untuk Meningkatkan Rasa Percaya Diri Pada Siswa Kelas IX SMP Laboratorium Undiksha Singaraja

Corey, Gerald, (E.Koeswara. Penerjemah). 2010 Teori dan Praktek Konseling dan

Psikoterapi. Bandung : PT.Refika Aditama.

Depdiknas.2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi kae-3. Jakarta : Balai

Pustaka.

Husein Umar, 2004. Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

http://www.e-psikologi.com/remaja/101106.htm. diakses pada tanggal 26

Desember 2012.

http://solehamini.blogsport.com/2010/05/aktualisasi-percaya-diri.htm. Diakses

pada tanggal 26 Desember 2012.

Iswidharmanjaya Derry dan Agung. 2004. Suatu Hari Menjadi Lebih Percaya

Diri. Panduan Bagi Remaja Yang Masih Mencari Jati Dirinya. Jakarta :

Gramedia.

Mastuti Indari dan Aswi. 2008. 50 Kiat Untuk Menumbuhkan Rasa Percaya Diri.

Surabaya : Gramedia.

Prayitno dan Erman Amti. 1994. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta :

Rineka Cipta.

Sedanayasa. 2007. Teknik dan Keterampilan Konseling. Singaraja. Universitas

Pendidikan Ganesha.

Sedanayasa dan Suranata. 2009. Buku Ajar Dasar-Dasar Bimbingan Konseling.

Singaraja. Universitas Pendidikan Ganesha.

Sukardi Dewa Ketut. 2008. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan

Konseling Di Sekolah. Jakarta : Rineka Cipta.

Suranata, Kadek. 2010. Mikro Konseling. Singaraja : Penerbit Undiksha.

Thantawy. 1993. Kamus Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Economics Student’s Group.

53