Penentu Rasio Keseimbangan Supply dan Demand pada Miokard
Peningkatan kebutuhan oksigen miokard diatas kapasitas sirkulasi
koroner untuk membawa oksigen, akan mengakibatkan iskemia miokard.
Hal ini merupakan mekanisme utama terjadinya episode iskemik pada
angina kronik stabil dan saat exercise testing. Dalam situasi
intraoperatif, seorang anestesiologi harus dapat menentukan dan
mengontrol determinan dari konsumsi oksigen miokard dan melindungi
pasien dari demand ischemia. Determinan mayor dari konsumsi oksigen
miokard adalah laju jantung, kontraktilitas miokard, dan stress
dinding jantung (tekanan chamber x radius/ketebalan dinding
jantung).
Peningkatan laju jantung dapat menurunkan perfusi subendokard
dengan mempercepat waktu diastolik. Tekanan perfusi koroner dapat
menurun karena penurunan tekanan darah sistemik atau peningkatan
LVEDP. Saat terjadi iskemia, perfusi dapat terus menurun akibat
relaksaski ventrikel yang melambat (menurunnya waktu perfusi
subendokard) dan menurunnya komplians diastolik (peningkatan
LVEDP). Anemia dan hipoksia dapat menurunkan penghantaran oksigen
ke miokard.
Stenosis DinamisPasien dengan CAD memiliki nilai exercise
tolerance yang bervariasi dari hari ke hari. Pemeriksaan EKG
ambulatori telah membuktikan bahwa perubahan segmen ST yang
mengindikasikan iskemia miokard, tanpa adanya perubahan demand
oksigen, sering terjadi. Hal ini dapat dijelaskan akibat adanya
variasi dari waktu ke waktu dari derajat beratnya obstruksi
stenosis koroner
Pada kenyataannya kebanyakan stenosis bersifat eksentrik dan
memiliki komponen jaringan yang komplians. Pemendekan otot (10 %)
pada daerah komplian dari pembuluh darah dapat mengakibatkan
perubahan bermakna pada kaliber lumen pembuluh darah. Hal ini
menjelaskan fenomena Prinzmetals angina. Maseri dkk, berpendapat
bahwa istilah spasme berarti situasi dimana konstriksi koroner
bersifat fokal dan bermakna sehingga dapat mengakibatkan oklusi
koroner sementara, dan dapat mengakibatkan serangan angina pada
saat istirahat.
Kaplan 2008
Anatomi dan Fisiologi Koroner
Pada saat menangani pasien dengan CAD, seorang anestesiologi
harus mencegah dan meminimalkan iskemia miokard dengan cara
mempertahankan kondisi optimal perfusi jantung. Maka dari itu
seorang anestesiologis harus mengerti faktor-faktor yang
mempengaruhi aliran dara miokard dalam keadaan sehat maupun
sakit.
Anatomi Koroner
Peta Pembuluh Darah Koroner
Variasi Pembuluh Darah Koroner : Right or Left Dominant
Dinding Arteri Koroner Normal : m = tunika media, i : tunika
intima, panah hitam : tunika elastika interna, panah putih : tunika
elastika eksterna
Endotel
Endotel vaskular bersifat sangat aktif dan memiliki fungsi
biologis yang beragam. Endotel vaskular memiliki kapabilitas
sintetis dan metabolik serta reseptor untuk berbagai macam zat
vasoaktif
Berbagai stimulus fisiologi yang menimbulkan vasodilatasi,
dimediasi oleh NO. NO juga merupakan molekul efektor akhir dari
nitrovasodilator. Sistim kardiovaskular berada dalam keadaan aktif
memproduksi NO dalam jumlah yang konstan untuk menciptakan
vasodilatasi. Abnormalitas dalam kemampuan endotel untuk
memproduksi NO memiliki peran penting dalam patogenesus diabetes,
atherosklerosis, dan hipertensi.
Fungsi lain dari endotel adalah mempertahankan fluiditas darah
dan patensi pembuluh darah. Hal ini dicapai dengan sistesis dan
penglepasan berbagai antikoagulan, seperti dalam tabel berikut ini
:
Determinan Aliran Darah Koroner
Dalam kondisi NORMAL, ada 4 determinan utama dari aliran darah
koroner yakni :
1. tekanan perfusi : karena adanya autoregulasi, flow darah
relatif konstan pada MAP 60-140 mmHg2. Kompresi ekstravaskular
miokard3. Metabolisme jantung : terutama O2, CO2, dan adenosin4.
Kontrol neurohumoral : simpatis dan parasimpatis
Bagian jantung daerah subendokard ventrikel kiri adalah daerah
yang paling pertama kekurangan aliran darah apabila tekanan perfusi
turun. Daerah subendokard memiliki coronary reserve yang rendah
sebagai akibat :
1. Perbedaan diferensial tekanan sistolik intramiokardial2.
Perbedaan diferensial tekanan diastlik intraniokardial3. Interaksi
antara sistol dan diastol
Atherosclerosis
Lesi atherosklerosis adalah lesi yang mengandung akumulasi sel
otot polos di intima dengan perubahan kualitatif dan kuantitatif
pada komponen jaringan ikat non selular dari dinding arteri, serta
deposisi lipoprotein dan komponen mineral di ekstraseluler dan
intraseluler.
Gambar: Arteri koroner yang mengalami atherosklerosis dengan
penyempitan lumen berat dan perdarahan di dalam plak.
Pasien dengan angina stabil, patogenesis utamanya adalah
terbentuknya atherosklerosis secara menahun, sementara pasien
dengan sindrom koroner akut, patogenesisnya adalah ruptur dari plak
atherosklerosis yang bersifat thrombogenik dan sering terjadi
oklusi total. Saat ini diketahui bahwa pemberian statin dapat
memperbaiki fungsi endotel jantung dan menghindarkan kejadian
penyakit koroner.
Kaplan 2008
Goal Hemodinamik pada MR, MS, AI dan AS
JenisPreloadAfterloadContractilityHeart rateKeterangan
ASTingkatkanTingkatkanPertahankanSinus rhythm/ NHindari
hipotensi, takikardia dan bradikardia
ARTingkatkanTurunkanTingkatkanSedikit takikardiaAugmentasi
forward flow, hindari bradikardia
MRTingkatkanTurunkanPertahankanSedikit takikardiaHindari
depressi miokard
MSNormal / TingkatkanNormal/ TingkatkanPertahankanNAHindari
takikardia, vasokonstriksi pulmoner
Kaplan 2008
Step-step Perioperative Cardiovascular Evaluation for Non
Cardiac Surgery AHA
Awal dari evaluasi adalah anamnessis untuk menemukan riwayat
penyakit jantung pasien yang diikuti dengan pemeriksaan fisik.
Disarankan setiap pasien dengan penyakit jantung diperiksa BUN,
kreatinin, CXR dan EKG. EKG preoperatif harus didapatkan pada
laki-laki usia >40 th dan wanita > 50 th. Hb harus diperiksa
pada laki-laki usia > 65 th dan wanita pada usia berapapun, atau
apabila diperkirakan perdarahan cukup banyak . Berdasarkan riwayat
klinis, status fungsional dan prosedur operasi, guidelines ACC/AHA
merekomendasikan pasien-pasien mana yang membutuhkan pemeriksaan
kardiovaskular lebih lanjut.1. Skrining awala. Operasi emergensi
akan mengeliminasi kebutuhan pemeriksaan jantung yang lebih
lanjutb. Tanpa adanya gejala baru, pemeriksaan jantung lanjut
biasanya tidak diperlukan apabila pasien sudah menjalani
revaskularisasi koroner ada 5 tahun terakhir, atau sudah menjalani
pemerikaan koroner 2 tahun terakhirc. Selain dari dua hal diatas,
evaluasi jantung lebih lanjut ditentukan oleh clinical predictor,
status fungsional dan resiko operasi2. Clinical predictora. Major
Clinical Predictor i. MI akut (< 7 hari) sebelum operasiii. MI
< 1 bulan sebelum operasiiii. Unstable anginaiv. Gagal jantung
dekompensasiv. Penyakit katup beratvi. Disritmia yang signifikan
(AV blok derajat tinggi, disritma simptomatik dengan adanya dasar
penyakit jantung atau disritmia supraventrikular dengan laju
ventrikel yang tak terkontrol)b. Intermediate Clinical Predictori.
Angina pektoris ringanii. MI > 1 bulan setelah operasiiii. Gagal
jantung yang terkompensasiiv. Kreatinin > 2 mg/dlv. DMc. Minor
Clinical Predictor i. Usia > 65 thii. EKG yang abnormaliii.
Ritme jantung selain sinusiv. Kapasitas fungsional yang rendahv.
Riwayat strokevi. Hipertensi tak terkontrol3. Kapasitas Fungsional,
di ekspresikan dalam nilai MET (Metabolic Equivalent). 1 MET
merupakan nilai konsumsi oksigen dalam keadaan istirahat.a.
Kapasitas fungsional buruk --> < 4 METs. Aktivitas < 4
METs contohnya memasak, menari lambat, golf dengan mobil kecil,
jalan 1-2 blok dalam kondisi datar dengan kecepatan 2-3 mil/jam.b.
Kapasitas fungsional moderat --> > 4 METs, diantaranya naik
>2 lantai tangga, berjalan dengan kecepatan 6.4 km/jam, berlari
jarak pendek, mengepel, bermain golf tanpa mobil kecilc. Aktivitas
seperti berenang, tenis atau sepakbola menandakan status fungsional
yang bagus4. Resiko Operasi : dikategorikan tinggi, intermediet dan
rendaha. Risiko tinggi : Risiko kejadian morbiditas jantung
perioperatif > 5%. Prosedur ini diantaranya operasi darurat
besar, aorta dan pembuluh darah besar, operasi pembuluh darah
perifer, dan prosedur yang berkaitan dengan fluid shift yang besar
atau perdarahan yang banyakb. Resiko intermediet : Risiko kejadian
morbiditas jantung perioperatif 1-5%. Diantaranya operasi
intraperitoneal dan intrathoraks yang sederhana, carotid
endarterectomi, operasi kepala dan leher, orthopedi, dan prostatc.
Risiko ringan : risiko kejadian jantung perioperatif < 1%.
Prosedur ini diantaranya endoskopi, operasi superfisial, operasi
payudara, dan katarak.
Guidelines AHA/ACC menyatakan sbb : Pasien dengan major clinical
predictor harus menunda operasi elektif, dan kondisi jantungnya
harus dievaluasi dan dioptimalkan. Evaluasi tersebut harus
didasarkan pada kondisi spesifik pasien dan tesnya dapat bersifat
invasif dan non invasif Pasien dengan intermediate clinical
predictor harus dievaluasi lagi sebelum menjalani operasi risiko
tinggi. Pasien dengan kapasitas fungsional yang buruk juga
membutuhkan evaluasi sebelum menjalani operasi dengan risiko
sedang. Pasien dengan minor clinical predictor tidak membutuhkan
evaluasi lanjut, kecuali mereka memiliki kapasitas fungsional yang
buruk dan akan menjalani operasi risiko tinggi.
Massachusetts 7th ed
Left main coronary artery (LMCA) stenosis Merupakan penyebab CAD
simptomatik yang cukup jarang terjadi namun penting. Stenosis LMCA
didefinisikan sebagai reduksi setidaknya 50% dari diameter luminal
LMCA. Beberapa studi telah membuktikan bahwa LMCA stenosis
merupakan indikator independen dari meningkatnya angka mortalitas
dan morbiditas pada pasien dengan CAD.Pasien dengan LMCA stenosis
akan memiliki resiko tinggi untuk terjadinya komplikasi tidak lama
setelah kateterisasi. Walaupun PTCA dapat digunakan untuk LMCA
stenosis, operasi merupakan pengobatan utama, karena meningkatkan
angka survival seperti yang ditunjukkan pada studi CASS dan
VACS.CABG sebagai operasi urgensi digunakan pada kebanyakan pasien
dengan LMCA stenosis, untuk mengurangi komplikasi kejadian iskemia
postoperatif.
Left Main Equivalent CAD
Didefinisikan sebagai CAD yang : 1. Terdapat 75% reduksi dari
LAD sebelum adanya percabangan septal perforator dan anterolateral
(diagonal)2. Reduksi 75% atau lebih dari diameter ateri sirkumfleks
sebelum adanya percabangan marginal besar3. Tidak adanya stenosis
>50% di LMCA
Tex Heart Inst J. 2006; 33(1): 2326.Am J Cardiol. 1984 Jun
1;53(11):1489-95.
Manajemen Hypercyanotic Spell
Riwayat adanya hipersianotik spell dan penggunaan propranolol
penting untuk didapatkan pada pasien dengan TOF. Pemberian
premedikasi untuk mencegah anak menangis namun juga tidak terlalu
dalam akan sangat membantu untuk mencegah terjadinya hypercyanotic
spell. Pada pasien dyang mengalami hypersianotik spell, saturasi
akan menurun tajam sebagai respon dari stimulasi (surgikal atau
stress). Perubahan EKG yang menggambarkan iskemia dapat terjadi dan
tekanan darah akan menurun. Patofisiologi pasti dari hipersianotik
spell tidak diketahui, namun diperkirakan akibat spasme otot di
infundibulum pulmoner yang akan memperberat RVOTO dan meningkatnya
R to L shunt via VSD. Adrenalin dan dopamin merupakan agonis beta
yang dapat memperparah spasme infundibular. Pemberiannya harus
dihindari pada periode perioperatif. Fenilefrin dan norepinefrin
merupakan agonis alfa murni. Keduanya dapat meningkatkan SVR dan
menurunkan R to L shunt, sehingga dapat digunakan untuk mengatasi
hipersianotik spell.Manajemen hipersianotik spell utamanya
diarahkan pada mengatasi spasme infundibular, memperbaiki
oksigenasi, meningkatkan curah jantung, dan menurunkan R to L
shunt. Tindakan yang dapat dilakukan : Memeriksa kadar FIO2,
berikan fraksi 40% (jangan 100% --> dapat menutup kolateral/PDA
) Posisikan pasien kneechest Bolus volume Dalamkan anestesia
Berikan esmolol (25 mcg/kg/min) Fenilefrin Norepinefrin (start dari
0.1 mcg/kgbb/min)
TOF Anesthesia Tutorial Of The Week
Krisis Hipertensi Pulmuner
Hindari dehidrasi dan puasa yang panjang. Pada pasien anak
dengan hipertensi pulmoner, pembiusan sebaiknya dilakukan dengan GA
dengan relaksan dan ETT. Premedikasi dengan midazolam dapat
diberikan. Induksi inhalasi dengan sevofluran sambil mencari akses
intravena dapat dilakukan (untuk menghindari agitasi). Bolus
fentanil dapat diberikan. Pasien diventilasi dengan FiO2 fraksi
tinggi. Pertahankan pH dan PCO2 dalam batas normal. Fenilefrin dan
norepinefrin, antikolinergik, PDE inhibitor, dan antiaritmia harus
tersedia. Hindari faktor yang dapat meningkatkan tekanan darah paru
seperti dinginm hiperkarbia, asidosis dan hipoksia.
Bila terjadi krisis hipertensi pulmonal, berikan oksigen 100%,
vasodilator paru (NO 5-20 ppm), dan hentikan stimulus Andropoulous
2005