i Penegakan Hukum Pidana Terhadap Peredaran Rokok Ilegal Di Kota Tanjungpinang Oleh: Riska Syafi Ismawati 1 , Irman, S.H.,M.H 2 , Ayu Efritadewi, S.H.,M.H 3 [email protected][email protected][email protected]Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Maritim Raja Ali Haji ABSTRAK Peredaran rokok ilegal semakin marak di Indonesia khususnya di Kota Tanjungpinang. Peredaran rokok ilegal ini mengalami kenaikin yang signifikan di tahun 2018, rokok ini memiliki nilai jual yang lebih rendah dan meningkatkan daya beli yang tinggi di masyarakat. Peredaran rokok ilegal dikatakan sebagai suatu pelanggaran karena bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sangat berpotensi merugikan negara. Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah bagaimanakah penegakan hukum pidana terhadap peredaran rokok ilegal di Kota Tanjungpinang. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penegakan hukum pidana yang dilakukan oleh instansi yang berwenang terhadap pelanggaran peredaran rokok ilegal tersebut. Metode penelitian ini menggunakan metode normatif empiris dengan menggunakan analisis data yang berbentuk kualitatif. Pada dasarnya peredaran rokok ilegal di Kota Tanjungpinang terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang rokok-rokok yang tidak boleh diperjualbelikan di kawasan yang bukan merupakan kawasan bebas (FTZ) di Kota Tanjungpinang bahkan sebagian besar dari masyarakat Kota Tanjungpinang khususnya pedagang rokok tidak tau kawasan yang termasuk kawasan bebas (FTZ) di Kota Tanjungpinang, padahal peraturan perundang-undangan terkait cukai dan kepabeanan secara tegas mengatur sanksi pidana dan sanksi administrasi bagi pelanggaran peredaran rokok ilegal tersebut. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah penegakan hukum pidana terhadap peredaran rokok ilegal di Kota Tanjungpinang belum efektif karena rokok ilegal tersebut masih beredar dan sangat mudah didapati di Kota Tanjungpinang. Kata Kunci: Penegakan Hukum Pidana, Peredaran Rokok Ilegal.
19
Embed
Penegakan Hukum Pidana Terhadap Peredaran Rokok Ilegal Di ...repository.umrah.ac.id/3491/1/Riska Syafi ismawati-140574201044-F… · Industri rokok di Indonesia telah mempengaruhi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
Penegakan Hukum Pidana Terhadap Peredaran Rokok Ilegal Di Kota
Industri rokok di Indonesia telah mempengaruhi dampak perekonomian
yang tidak kecil di tengah masyarakat. Sejarah panjang industri rokok sejak
zaman penjajahan telah membuat industri ini bertahan dan produknya beredar
cukup merata di Indonesia. Peredaran sendiri dapat diartikan sebagai penyebaran
suatu objek ke beberapa tempat. Peredaran rokok semakin marak di Indonesia
terutama rokok ilegal, rokok ini memiliki nilai jual yang lebih rendah dan
meningkatkan daya beli yang tinggi di masyarakat.
Peredaran rokok ilegal di Kota Tanjungpinang pada tiga tahun terakhir ini
memiliki angka yang cukup tinggi dan mengalami peningkatan yang cukup
signifikan serta potensi kerugian negara mengalami peningkatan ditiap tahunnya.
Pada tahun 2016 penangkapan rokok ilegal berjumlah 1.363.232 batang rokok
yang kemudian pada tahun 2017 jumlah tangkapan mengalami sedikit penurunan
yaitu 811.029 batang rokok namun potensi kerugian negara mengalami
peningkatan yakni Rp. 442.601.200,- dan di tahun 2018 jumlah tangkapan rokok
ilegal mengalami peningkatan yang cuku jauh yaitu 5.087.544 batang rokok.1
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012 Tentang Tata
Laksana Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah
Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Dan
Pembebasan Cukai menegaskan sanksi terhadap pelanggaran peredaran rokok
khusus kawasan bebas (FTZ) tersebut yang dijelaskan pada Pasal 112 yang
1 Benny Wiranto Sihombing Selaku Pelaksana Pemeriksa Pengawasan dan Penindakan,
Kantor Pengawasan dan Pelayan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Kota Tanjungpinang, 18
Februari 2019.
3
berbunyi:2
“Dalam hal ditemukan peredaran barang kena cukai dengan tulisan
“Khusus Kawasan Bebas” diluar Kawasan Bebas, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
a. Pengusaha yang telah mendapatkan izin usaha dari Badan
Pengusahaan Kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat
(2) dan Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103
ayat (2) dan Pasal 104 ayat (2) bertanggungjawab atas pelangggaran
tersebut;
b. Direktur Cukai atas nama Direktur Jenderal menyampaikan
permintaan kepada Badan Pengusahaan Kawasan untuk melakukan
pencabutan terhadap keputusan mengenai penetapan jumlah dan jenis
barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 ayat (5),
Pasal 103 ayat (4), dan Pasal 104 ayat (3);
c. Dalam hal pencabutan terhadap keputusan penetapan jumlah dan jenis
barang kena cukai sebagaimana tersebut pada huruf b belum
ditetapkan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tidak melayani
pengeluaran barang kena cukai dari Pabrik yang bersangkutan ke
Kawasan Bebas.
Secara khusus, pelanggaran tindak pidana dibidang cukai di atur dalam
Undang-Undang Nomor 39 tahun 2007 Tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai. Sanksi terhadap pelanggaran dibidang cukai
ini dijelaskan pada Pasal 54 Undang-Undang tersebut yang berbunyi:3
“Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual atau menyediakan
untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran
atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai
lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling
banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”
Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa masih banyak peredaran
rokok ilegal di Kota Tanjungpinang, baik dari individu bahkan produsen yang
membawa masuk barang tersebut ke wilayah Kota Tanjungpinang. Rokok ilegal
yang masuk tersebut berupa rokok tanpa pita cukai dan rokok khusus kawasan
2 Pasal 112 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 47/PMK.04/2012
Tentang Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan Yang Telah
Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan Cukai. 3 Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai.
4
bebas. Hal ini sebenarnya memberikan kerugian yang cukup besar bagi
pendapatan Negara karena pendapatan yang bisa dibilang cukup besar salah
satunya adalah dari pajak dan cukai rokok. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dan membahas lebih lanjut penelitian ini dengan judul:
“Penegakan Hukum Pidana Terhadap Peredaran Rokok Ilegal Di Kota
Tanjungpinang”
BAHAN DAN METODE
a. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif empiris, dimana
penelitian hukum normatif disebut juga penelitian hukum teoritis/dogmatik karena
mengkaji pelaksanaan atau implementasi hukum. Adapun penelitian hukum
normatif-empiris (terapan) mengkaji pelaksanaan atau implementasi ketentuan
hukum positif (perundang–undangan) dan kontrak secara faktual pada setiap
peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan
yang telah ditentukan.4
b. Data dan Sumber Data
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.5 Data
ini juga diperoleh secara langsung oleh penulis melalui responden dengan
cara pengumpulan data, kuesioner dan wawancara dengan para pihak yang
terkait permasalahan yang penulis teliti.
4 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti.
Bandung, 2004, hal 53. 5 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hal, 30.
5
b. Data Skunder, yaitu data yang diperoleh penulis dari berbagai studi
kepustakaan serta peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur serta
pendapat para ahli yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini, yang
terdiri dari:6
1. Bahan Hukum Primer
Bahan- bahan hukum yang mengikat yang bersumber dari kajian dan studi
kepustakaan yang diperoleh dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Cukai dan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012 tentang Tata Laksana Pemasukan dan
Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan yang Telah Ditetapkan Sebagai
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan Cukai.
2. Bahan Hukum Skunder
Bahan yang bersumber dari buku-buku yang berkaitan dengan yang akan
penulis teliti.
3. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer
dan sekunder, misalnya kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan lainnya.
c. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, kuesioner, observasi dan
6 Annisa Dwi Khairani, 2017, Penegakan Hukum Terhadap Penyelundupan Rokok Dan
Minuman Keras Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea Cukai Selat Panjang Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Cukai, Jurnal Online Mahasiswa Fakultas
Hukum, Volume IV Nomor 2 Oktober 2017.
6
dilengkapi dengan dokmentasi.
d. Pengolahaan Data
Penyusunan data, Klasifikasi data, Pengolahan data, Interpretasi hasil
pengolahan data.
e. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara kualitatif yaitu jenis penelitian yang
temuan-temuan tidak diperoleh melalui prosedur statistic atau bentuk hitungan
lainnya, tetapi menggunakan kata-kata untuk menjelaskan data yang didapat.7
PEMBAHASAN
Penegakan Hukum Pidana Terhadap Peredaran Rokok Ilegal Di Kota
Tanjungpinang.
Peredaran rokok ilegal di Kota Tanjungpinang tidak mengalami penurunan
yang signifikan, terlebih pada tahun 2018 mengalami peningkatan yang cukup
tinggi dimana potensi kerugian Negara mencapai Rp.1.427.548.200,- dari hasil
tangkapan Bea dan Cukai Kota Tanjungpinang. Pada dasarnya, Bea dan Cukai
Kota Tanjungpinang memiliki tugas untuk mengamankan kebijaksanaan
pemerintah yang berkaitan dengan lalu lintas barang yang masuk atau keluar
daerah pabean dan pemungutan bea masuk dan cukai serta pungutan negara
lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penegakan hukum terhadap peredaran rokok ilegal merupakan
kewenangan pihak Bea dan Cukai yang dalam hal ini adalah Pejabat Bea dan
Cukai. Pejabat Bea dan Cukai berwenang mengambil tindakan yang diperlukan
atas barang kena cukai dan/atau barang lainnya yang terkait dengan barang kena
7 Afrizal, Meotode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan
Penelitian Dalam Berbagai Disiplin Ilmu, Rajawali Press, Cet I, Jakarta, 2014, hlm. 12.
7
cukai berupa penghentian, pemeriksaan, penegahan dan penyegelan untuk
melaksanakan Undang-Undang Cukai. Namun, apabila masyarakat melihat
tindakan pelanggaran di bidang cukai, masyarakat berhak untuk melaporkan ke
pihak bea cukai.
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B
Kota Tanjungpinang melakukan penangkapan rokok-rokok ilegal dengan
beberapa cara, yaitu:
1. Operasi Pasar, yaitu dengan mendatangi tempat-tempat yang menjual
rokok;
2. Patroli Laut, yaitu dengan mengitari laut yang merupakan wilayah Kota
Tanjungpinang;
3. Boatzoeking, yaitu melaksanaan pemerikasaan sarana pengangkut laut;
dan
4. Pemeriksaan Kapal Penumpang.
Barang hasil tangkapan yang merupakan rokok ilegal tersebut dapat
langsung menjadi Barang Milik Negara (BMN) yang kemudian dilakukan
pemusnahan dan pembekuan kuota rokok terhadap pengusaha rokok khusus
kawasan bebas (FTZ). Terhadap sanksi yang cukup berat, pihak bea dan cukai
menyerahkan laporan kejadian kepada pihak kepolisian untuk ditindaklanjuti dan
dalam pengawasannya, pihak bea dan cukai juga melakukan koordinasi dengan
pihak kepolisian. Terkait jenis rokok dan kuota rokok yang dimiliki pengusaha
rokok khusus kawasan bebas, Kantor Pegawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai
Tipe Madya Pabean B Kota Tanjungpinang bekerjasama dengan Badan
Pengusaha Kawasan Kota Tanjungpinang. Badan Pengusaha Kota Tanjungpinang
8
memiliki kewenangan untuk menetapkan kuota rokok bagi pengusaha rokok
khusus kawasan bebas (FTZ).
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Benny Wiranto
Sihombing selaku Pelaksana Pemeriksa Pengawasan dan Penindakan Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Kota
Tanjungpinang sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait
peredaran rokok ilegal sudah tepat. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007
Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai
memang mengatur tentang sanksi pidana terhadap pelanggaran peredaran rokok
ilegal, namun pihak bea dan cukai dalam 3 (tiga) tahun terkhir belum memberikan
sanksi pidana bagi pelaku tersebut karena atas dasar pertimbangan pejabat bea dan
cukai yang dalam hal ini adalah pihak penyidik. Sanksi yang diberikan oleh bea
dan cukai sejauh ini hanya berupa sanksi administrasi, diantaranya menutup salah
satu distributor dari 2 distributor yang direkomendasikan oleh pihak Bea dan
Cukai Kota Tanjungpinang ke pusat karena melanggar aturan yang berlaku.
Barang hasil penindakan oleh pihak Bea dan Cukai dapat langsung ditetapkan
menjadi Barang Milik Negara (BMN) yang kemudian dilakukan pemusnahan dan
pembekuan kuota rokok terhadap pengusaha rokok kawasan bebas (FTZ).
Kendala yang dihadapi pejabat bea dan cukai dalam menegakkan sanksi
yang berlaku terkait peredaran rokok ilegal tersebut adalah daerah pengawasan
yang luas dan kawasan FTZ yang bersifat enclave (daerah kantong) sehingga
kemungkinan terjadi peredaran rokok FTZ di luar kawasan bebas (FTZ). Kota
Tanjungpinang yang merupakan pusat pelayanan bagi daerah disekitarnya, dan
juga sebagai kota transit Internasional bagi penduduk yang menuju Negara
9
tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan Negara lainnya. Hal ini
membuat Kota Tanjungpinang menjadi jalur keluar masuknya barang termasuk
dari Negara luar.
Wilayah Kota Tanjungpinang yang ditetapkan sebagai kawasan bebas (FTZ) yaitu
meliputi Daerah Dompak 1.300 ha dan Senggarang 1.333 ha dengan luas
seluruhnya 2.633 ha. Tidak terdapat pembatas yang secara jelas menunjukkan
bahwa kawasan tersebut merupakan kawasan bebas (FTZ).8 Kawasan bebas (FTZ)
yang masih satu daratan dengan kawasan lain yang bukan merupakan kawasan
bebas (FTZ) di Kota Tanjungpinang ini menyebabkan rokok ilegal tersebut
dengan mudah beredar di kawasan yang bukan merupakan kawasan bebas di Kota
Tanjungpinang.
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan bersama Bapak M.
Effendi selaku Staf Bidang Perizinan BP Kawasan Kota Tanjungpinang, sejauh
ini di Kota Tanjungpinang belum ada pelanggaran yang dilakukan oleh produsen
rokok khusus kawasan bebas terkait kuota rokok yang diberikan. Penetapan kuota
rokok (jumlah dan jenis barang) ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan