BAB IPendahuluan1.1 Latar BelakangPerawakan pendek (stunting)
merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya
pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO
Child Growth Standart didasarkan pada indeks panjang badan
dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U)
dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD. meningkatan risiko
kejadian penyakit degeneratif. Dari data UNICEF-WHO-The World Bank
Child Malnutrition Database pada September 2013 didapatkan kasus
stunting sebanyak 162 juta Balita di seluruh dunia. Dibandingkan
tahun 2000, pada tahun 2012 prevalensi kasus stunting pada Balita
menurun dari 33% menjadi 25% (197 juta Balita menjadi 162 juta
Balita), dan 56% terdapat di Asia, 36% di Afrika.1-3 Dari data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 diketahui bahwa
prevalensi kejadian stunting secara nasional adalah 37,2 %, dimana
terdiri dari 18,0 % sangat pendek dan 19,2 % pendek, yang berarti
telah terjadi peningkatan sebanyak 1,6 % pada tahun 2010 (35,6 %)
dan tahun 2007 (36,8 %). Prevalensi stunting (TB/U) lebih tinggi
dibandingkan dengan prevalensi kejadian underweight (BB/U) (19,6 %)
dan prevalensi kejadian wasting atau kurus (BB/TB) (5,3 %). Hasil
Riset Kesehatan Dasar di Indonesia tahun 2010, provinsi Jawa Barat
memiliki prevalensi stunting dalam kategori rendah, yaitu 16,6%
sangat pendek, 17,1% pendek dan 66,4% normal. Pembagian klasifikasi
stunting meliputi rendah jika prevalensi stunting diantara anak
dibawah 5 tahun < 20 %, sedang jika prevalensi stunting 20-29 %,
tinggi jika prevalensi stunting 30-39%, dan sangat tinggi jika
prevalensi stunting > 40 %.1-6Berbagai macam faktor telah
dihubungkan dengan kejadian stunting pada Balita. Faktor ibu
seperti usia ibu dan tingkat pengetahuan ibu, berat badan lahir,
pola makan Balita, status ekonomi keluarga, dan riwayat pemberian
ASI. Berat badan lahir bayi yang dapat dipengaruhi oleh riwayat
antenatal care (ANC) dan riwayat penyakit ibu saat kehamilan sangat
berat kaitannya dengan kejadian stunting pada Balita karena
menggambarkan pertumbuhan intra uterin. Pola makan Balita yang
didasari oleh asupan makanan dan kesesuaian pemilihan jenis makan
juga turut berpengaruh terhadap pola perkembangan anak Balita.
Sebenarnya penanggulan gizi yang baik pada anak Balita dan
perawatan ibu saat hamil sehingga dapat menurunkan resiko
terjadinya bayi dengan berat badan lahir rendah dan sangat rendah
sehingga diharapkan menurunkan angka kejadian stunting pada
Balita.3,7 Judul ini dipilih sebagai penelitian karena kurangnya
penelitian mengenai topik ini. Penelitian mengenai gambaran
perawakan pendek (stunting) pada Balita dan faktor-faktor yang
berhubungan perlu dilakukan. Diharapkan melalui penelitian ini
dapat diketahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
stunting pada Balita di Indonesia, khususnya di wilayah kerja
puskesmas sehingga dapat memberikan masukan terhadap peningkatan
upaya kesehatan Balita.1.2 Rumusan MasalahDari latar belakang di
atas ditemukan masalah-masalah sebagai berikut:1. Dari data
UNICEF-WHO-The World Bank Child Malnutrition Database pada
September 2013 didapatkan kasus stunting sebanyak 162 juta Balita
di seluruh dunia.2. Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
pada tahun 2013 diketahui bahwa prevalensi kejadian stunting secara
nasional adalah 37,2 %, dimana terdiri dari 18,0 % sangat pendek
dan 19,2 % pendek, yang berarti telah terjadi peningkatan sebanyak
1,6 % pada tahun 2010 (35,6 %) dan tahun 2007 (36,8 %).3.
Prevalensi stunting (TB/U) lebih tinggi dibandingkan dengan
prevalensi kejadian underweight (BB/U) (19,6 %) dan prevalensi
kejadian wasting atau kurus (BB/TB) (5,3 %).4. Berbagai macam
faktor telah dihubungkan dengan kejadian stunting pada Balita.
Faktor ibu seperti usia ibu dan tingkat pengetahuan ibu, berat
badan lahir, pola makan Balita, status ekonomi keluarga, dan
riwayat pemberian ASI.
1.3 Tujuan 1.3.1 Tujuan umumUntuk mengetahui gambaran perawakan
pendek (stunting) pada anak kurang dari lima tahun dengan
faktor-faktor yang berhubungan di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan
Jelambar Baru, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat.
1.3.2 Tujuan khusus1. Diketahuinya sebaran perwakan pendek
(stunting) pada anak kurang dari lima tahun di wilayah kerja
Puskesmas Kelurahan Jelambar Baru.2. Diketahuinya sebaran menurut
umur ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu,
pendapatan keluarga, riwayat pemeriksaan ante natal care (ANC) ibu,
riwayat penyakit kehamilan ibu, berat badan lahir Balita, riwayat
pemberian ASI eksklusif, dan pola makan Balita di wilayah kerja
Puskesmas Kelurahan Jelambar Baru.3. Diketahui hubungan antara umur
ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan ibu, pendapatan
keluarga, riwayat pemeriksaan ante natal care (ANC) ibu, riwayat
penyakit kehamilan ibu, berat badan lahir Balita, riwayat pemberian
ASI eksklusif, dan pola makan Balita dengan kejadian stunting pada
Balita di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Jelambar Baru.1.4
Manfaat 1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti1. Menerapkan ilmu pengetahuan
yang telah diperoleh saat kuliah. Memperoleh pengalaman belajar dan
pengetahuan dalam melakukan penelitian.2. Mengembangkan daya nalar,
minat dan kemampuan dalam bidang penelitian.3. Mengetahui gambaran
Balita dengan perawakan pendek (stunting) dan faktor-faktor yang
berpengaruh.
1.4.2 Manfaat bagi Perguruan Tinggi1. Mengamalkan Tri Darma
Perguruan Tinggi dalam melaksanakan fungsi atau tugas perguruan
tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian masyarakat.2. Mewujudkan UKRIDA sebagai
masyarakat ilmiah dalam peran sertanya di bidang kesehatan.
1.4.3 Manfaat bagi Puskesmas1. Mengetahui masalah-masalah yang
timbul dalam program Puskesmas dan pemecahan masalahnya.2.
Mengetahui tingkat keberhasilan program Puskesmas.3. Memberi
masukan bagi Puskesmas terhadap jalinan kerjasama dan membina peran
serta masyarakat terutama orang tua untuk lebih memperhatikan gizi
dari anak-anaknya terutama Balita. 4. Hasil penelitian dapat
digunakan untuk memperbaiki penilaian gizi dan keadaan gizi pada
Balita di wilayah kerja Puskemas.5. Hasil penelitian merupakan
dasar untuk penelitian selanjutnya di Puskesmas.
1.4.4 Manfaat bagi Masyarakat 1. Mendapatkan pelayanan kesehatan
yang lebih baik dari Puskesmas.2. Memperoleh pengetahuan dan
informasi mengenai perawakan pendek (stunting) pada Balita dan
faktor-faktor yang berpengaruh, sehingga meningkatkan kesadaran
orang tua terhadap pentingnya pemenuhan gizi pada anak-anaknya.
Bab IITinjauan Pustaka2.1 Kerangka Teori2.1.1 StuntingStunting
merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya
pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO
Child Growth Standart didasarkan pada indeks panjang badan
dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U)
dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD. Indikator TB/U memberikan
indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari
keadaan yang berlangsung lama, misalnya: kemiskinan, perilaku hidup
sehat, dan pola asuh/pemberian makan yang kurang baik dari sejak
anak dilahirkan yang mengakibatkan anak menjadi pendek. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi stunting pada anak yakni faktor
langsung yaitu, asupan makanan dan penyakit infeksi, serta faktor
tidak langsung yakni pengetahuan gizi, pendidikan orang tua,
pendapatan orang tua, distribusi makanan, dan besar keluarga. Oleh
karena itu masalah anak pendek merupakan cerminan dari keadaan
sosial ekonomi masyarakat.3,8,9Stunting pada Balita perlu menjadi
perhatian khusus karena dapat menghambat perkembangan fisik dan
mental anak. Stunting berkaitan dengan peningkatan risiko kesakitan
dan kematian serta terhambatnya pertumbuhan kemampuan motorik dan
mental. Balita yang mengalami stunting memiliki risiko terjadinya
penurunan kemampuan intelektual, produktivitas, dan peningkatan
risiko penyakit degeneratif di masa mendatang. Hal ini dikarenakan
anak stunting juga cenderung lebih rentan terhadap penyakit
infeksi, sehingga berisiko mengalami penurunan kualitas belajar di
sekolah dan berisiko lebih sering absen. Stunting juga meningkatkan
risiko obesitas, karena orang dengan tubuh pendek berat badan
idealnya juga rendah. Kenaikan berat badan beberapa kilogram saja
bisa menjadikan Indeks Massa Tubuh (IMT) orang tersebut naik
melebihi batas normal. Keadaan overweight dan obesitas yang terus
berlangsung lama akan meningkatan risiko kejadian penyakit
degeneratif.3Dari data UNICEF-WHO-The World Bank Child Malnutrition
Database pada September 2013 didapatkan kasus stunting sebanyak 162
juta Balita di seluruh dunia. Dibandingkan tahun 2000, pada tahun
2012 prevalensi kasus stunting pada Balita menurun dari 33% menjadi
25% (197 juta Balita menjadi 162 juta Balita), dan 56% terdapat di
Asia, 36% di Afrika.3 Dari data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
pada tahun 2013 diketahui bahwa prevalensi kejadian stunting secara
nasional adalah 37,2 %, dimana terdiri dari 18,0 % sangat pendek
dan 19,2 % pendek, yang berarti telah terjadi peningkatan sebanyak
1,6 % pada tahun 2010 (35,6 %) dan tahun 2007 (36,8 %). Prevalensi
stunting (TB/U) lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi
kejadian underweight atau gizi buruk (BB/U) (19,6 %) dan prevalensi
kejadian wasting atau kurus (BB/TB) (5,3 %).1-6 2.1.2 Pertumbuhan
BalitaPertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta
jaringan interseluler, yang berarti juga bertambahnya ukuran fisik
dan struktur tubuh sebagian atau secara keseluruhan. Pertumbuhan
bersifat kuantatif , dengan demikian pertumbuhan dapat diukur
dengan menggunakan satuan panjang atau satuan berat. Pertumbuhan
memiliki ciri sebagai berikut: 1) perubahan ukuran, 2) perubuhanan
proporsi, 3) menghilangkan ciri-ciri lama, dan 4) timbulnya
ciri-ciri baru.11,12Pertumbuhan tinggi badan pada manusia tidak
seragam di setiap tahap kehidupan. Pertumbuhan maksimal terjadi
sebelum kehidupan, pada bulan ke-4 kehidupan janin, yaitu 1,5 mm
per hari, setelah itu ada penurunan kecepatan secara progresif.
Setelah lahir, bayi masih dapat tumbuh dengan sangat cepat
disbandingkan dengan anak yang lebih tua. Satu tahun setelah lahir,
panjang badan bayi meningkat 50%, dan pada tahun kedua panjang
badan bertambah 12-13 cm. Setelah itu peningkatan tinggi badan
merata sekitar 5-6 cm per tahun. Pada umur 9 tahun rata-rata tinggi
badan adalah 120 cm dan kemudian bertumbuh sekitar 6 cm setiap
tahunnya. Peak of growth velocity (puncak kecepatan pertumbuhan)
terjadi pada masa remaja, yakni pada umur 10,5 11 tahun pada
perempuan dan 12,5 13 tahun pada laki-laki. Pertumbuhan pada masa
Balita lebih lambat dibandingkan pada masa bayi, namun
pertumbuhannya stabil.11,122.1.3Penilaian Status
Gizi2.1.3.1AntropometriAntropometri berasal dari kata anthropos
yang artinya tubuh, dan metros artinya ukuran, jadi antropometri
adalah ukuran tubuh. Ukuran antropometri yang sering dipakai antara
lain:131. UmurUntuk menentukan status gizi seseorang faktor umur
sangat penting. Penentuan umur yang salah bias menyebabkan
interpretasi status gizi yang tidak tepat. Batasan umur yang
digunakan adalah tahun umur penuh (completed year) dan untuk anak
umur 0 2 tahun digunakan bulan umur penuh (completed month).2.
Berat badan Berat badan adalah hasil keseluruhan pertambahan
jaringan-jaringan tulang, otot, lemak, cairan tubuh, dan lainnya.
Berat badan merupakan ukuran antropometri yang terpenting, dipakai
pada setiap pemeriksaan kesehatan anak pada setiap kelompok umur.
Selain itu, berat badan digunakan sebagai indikator tunggal yang
terbaik pada saat ini untuk keadaan gizi dan keadaan tumbuh
kembang. Di Indonesia, alat yang memenuhi syarat untuk melakukan
penimbangan pada Balita adalah dacin.3. Tinggi badan Tinggi badan
merupakan parameter yang penting untuk keadaan sekarang maupun
keadaan yang lalu, apabila umur tidak diketahui dengan tepat.
Selain itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting, sebab
dengan menghubungkan berat badan menurut tinggi badan, faktor umur
dapat ditiadakan. Pengukuran tinggi badan untuk Balita yang sudah
bias berdiri tegak menggunakan alat pengukur tinggi mikrotoa
(microtoise) dengan ketelitian 0,1 cm.2.1.3.2Indeks
AntropometriIndeks antropometri terdiri dari berat badan menurut
umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB).Untuk mengetahui Balita stunting atau
tidak, indeks yang digunakan adalah indeks tinggi badan menurut
umur (TB/U). Tinggi badan merupakan parameter antropometri yang
menggambarkan keadaan pertumbuhan tulang. Tinggi badan menurut umur
adalah ukuran dari pertumbuhan linier yang dicapai, dapat digunakan
sebagai indeks status gizi atau kesehatan masa lampau.6,13Rendahnya
tinggi badan menurut umur didefinisikan sebagai kependekan dan
mencerminkan baik variasi normal atau proses patologis yang
mempengaruhi kegagalan untuk mencapai potensi pertumbuhan linier.
Perhatikan tabel 1.13
Tabel 2.1. Indeks Antropometri Menurut WHO 2005IndeksKategori
Status GiziAmbang Batas (Z-score)
Berat Badan menurut Umur (BB/U)Anak umur 0 60 bulanGizi
Buruk2SD
Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur
(TB/U)Anak umur 0 60 bulanSangat Pendek2 SD
Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan
menurut Tinggi Badan (BB/TB)Anak umur 0 60 bulanSangat Kurus2
SD
Sumber:
http://idai.or.id/professional-resources/growth-chart/kurva-pertumbuhan-who.html2.1.4
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stunting2.1.4.1 Faktor Ibu Ibu
memegang peranan penting dalam mendukung upaya mengatasi masalah
gizi, terutama dalam hal asupan gizi keluarga, mulai dari penyiapan
makanan, pemilihan bahan makanan, sampai menu makanan. Usia
merupakan hal yang berperan dalam status gizi pada Balita. Apabila
seorang ibu muda (40 tahun) yang mempunyai Balita. Usia tua
mengurangi daya kerja ibu dan sosialisasi ibu. Secara tidak
langsung hal tersebut mempengaruhi pengetahuan ibu terhadap gizi
dan mengakibatkan anaknya perawakan pendek (stunting). Dari hasil
penelitian Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status
gizi Balita di Perdesaan, oleh Mazarina Devi pada tahun 2010,
hasilnya mendukung pernyataan usia ibu mempengaruhi status gizi
pada Balita. Hasil dari tabulasi silang diperoleh bahwa persentase
status gizi kurang lebih tinggi daripada status gizi baik pada
Balita dari ibu yang kisaran usianya kurang dari 19 tahun dan ibu
yang usianya di atas 40 tahun.3,7,11Pendidikan merupakan hal yang
mendasar untuk mengembangkan pengetahuan, dan pengalaman yang
merupakan guru terbaik dalam mengasah pengetahuan. Apabila
pendidikan ibu kurang, mereka tidak berinisiatif untuk memikirkan
asupan makanan yang penting dan dibutuhkan oleh anaknya, selain itu
pengetahuan tentang asupan gizi yang dibutuhkan Balita juga
berkurang. Pemilihan makanan yang tidak tepat oleh ibu bisa menjadi
salah satu sebab terjadinya perawakan pendek (stunting) pada
Balita. Dari hasil penelitian Gambaran keragaman makanan dan
sumbangannya terhadap konsumsi energi protein pada anak Balita
pendek (stunting) di Indonesia), dapat dilihat bahwa sebagian besar
pendidikan kepala keluarga yang mempunyai anak Balita pendek adalah
tidak sekolah, tidak tamat SD dan tamat SD (25%). Semakin tinggi
tingkat pendidikan kepala keluarga, jumlah anak Balita pendek
(stunting) semakin sedikit. Dari hasil penelitian Hubungan
pengetahuan orang tua tentang gizi dengan stunting pada anak usia
4-5 tahun di TK Malaekat Pelindung Manado, oleh Wellem Eiseus
Pormes, Sefti Rompas dan Amatus Yudi Ismanto, didapatkan hasil uji
statistik dengan menggunakan chi-square dan nilai yang diperoleh
ialah p=0,000. Hal ini berarti nilai p lebih kecil dari alpha
(0,05), karena nilai p 0,05) dengan kejadian stunting.20 2.
Hubungan antara perawakan pendek (stunting) Balita dengan
pendidikan ibu Balita, berdasarkan tabel, digabung, dan diuji
dengan Chi-Square, didapatkan X2=0,005, dengan nilai p 0,05, H0
diterima, yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara pekerjaan ibu Balita dengan perawakan pendek
(stunting) pada Balita. Pada penelitian Neldawati (2006) dan
Hidayah (2010) menyatakan tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara pekerjaan ibu dengan kejadian stunting pada Balita.
Pekerjaan ibu berkaitan dengan pola asuh anak dan status ekonomi
keluarga. Ibu yang bekerja di luar rumah dapat menyebabkan anak
tidak terawat, sebab anak Balita sangat bergantung pada pengasuhnya
atau anggota keluarga yang lain. Namun walaupun demikian, ibu yang
tidak bekerja bila pengetahuan tentang gizi dan pola asuhnya kurang
dapat juga menyebabkan stunting pada anaknya.34. Hubungan antara
perawakan pendek (stunting) Balita dengan pendapatan keluarga
Balita, berdasarkan tabel, digabung, dan diuji dengan Chi-Square,
didapatkan X2=0,030, dengan nilai p < 0,05, H0 ditolak, yang
berarti ada hubungan yang bermakna secara statistik antara
pendapatan keluarga Balita dengan perawakan pendek (stunting) pada
Balita. Menurut penelitian Kukuh Eka Kusuma dan Nuryanto (2013)
hasil analisa bivariat maupun multivariat menunjukkan bahwa status
ekonomi yang rendah merupakan faktor risiko kejadian stunting (p =
0,012). Anak dengan status ekonomi keluarga rendah 4,13 kali lebih
berisiko untuk tumbuh stunting dibanding anak dengan status ekonomi
keluarga tinggi. Hal ini disebabkan pada status ekonomi keluarga
yang kurang atau rendah, daya beli terhadap kebutuhan berkurang,
khususnya untuk makanan anaknya, karena hal inilah pola makan anak
yang seharusnya bisa tidak terpenuhi.5. Hubungan antara perawakan
pendek (stunting) Balita dengan pengetahuan ibu Balita, berdasarkan
tabel, digabung, dan diuji dengan Chi-Square, didapatkan X2=0,008,
dengan nilai p < 0,05, H0 ditolak, yang berarti ada hubungan
yang bermakna secara statistik antara pengetahuan ibu Balita dengan
perawakan pendek (stunting) pada Balita. Sesuai dengan hasil
penelitian Dedi Zaenal, Sri Yusnita, dan Hadyana (2012) didapatkan
hasil uji statistik adanya hubungan antara pengetahuan ibu Balita
dengan kejadian stunting pada Balita (p = 0,040).21 Rendahnya
tingkat pengetahuan ibu dapat mempengaruhi pertumbuhan anak, karena
ibu kurang mengetahui tentang kebutuhan gizi dari anak, bahaya dari
kurang gizi, dan lainnya. Hal ini juga dapat menyebabkan
pengetahuan akan pola makan Balita kurang, dimana ibu kurang
mengetahui makanan apa saja yang baik untuk anaknya, berapa jumlah
yang seharusnya diberikan, dan berapa kali harus diberikan dalam
satu hari.6. Hubungan antara perawakan pendek (stunting) Balita
dengan riwayat Ante Natal Care (ANC) ibu Balita, berdasarkan tabel,
digabung, dan diuji dengan Fisher, didapatkan p = 0,716, dengan
nilai p > 0,05, H0 diterima, yang berarti tidak ada hubungan
yang bermakna secara statistik antara riwayat Ante Natal Care (ANC)
ibu Balita dengan perawakan pendek (stunting) pada Balita.
Pemeriksaan ANC hanya memantau pertumbuhan dan perkembangan janin
di dalam kandungan, dan memantau apakah ada penyulit selama
kehamilan pada ibu, sedangkan kejadian stunting lebih dipengaruhi
faktor-faktor lain setelah bayi dilahirkan.7. Hubungan antara
perawakan pendek (stunting) Balita dengan riwayat penyakit dalam
kehamilan ibu Balita, berdasarkan tabel, digabung, dan diuji dengan
Fisher, didapatkan p = 0,231, dengan nilai p > 0,05, H0
diterima, yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara riwayat penyakit dalam kehamilan ibu Balita dengan
perawakan pendek (stunting) pada Balita. Sesuai dengan hasil
penelitian Nasikhah (2012) menunjukkan riwayat penyakit kehamilan
merupakan faktor risiko kejadian stunting yang tidak bermakna
secara statistik (p = 0,562; OR = 1,4).22 Hal tersebut dimungkinkan
karena kondisi kesehatan ibu selama hamil lebih berpengaruh pada
proses kehamilan dan outcome bayi yang dilahirkan sedangkan
pertumbuhan bayi setelah kelahiran banyak dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti asupan zat gizi, pola asuh, atau penyakit
infeksi.8. Hubungan antara perawakan pendek (stunting) Balita
dengan berat badan lahir Balita, berdasarkan tabel, digabung, dan
diuji dengan Chi-square, didapatkan X2 = 0,001, dengan nilai p <
0,05, H0 ditolak, yang berarti ada hubungan yang bermakna secara
statistik antara berat badan lahir Balita dengan perawakan pendek
(stunting) pada Balita. Pada penelitian Zilda Oktarina dan Trini
Sudiarti (2013) ditemukan hubungan antara berat lahir dengan
kejadian stunting pada Balita. Balita yang memiliki berat lahir
kurang mempunyai risiko 1,31 kali mengalami stunting dibandingkan
dengan Balita berat lahir normal. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Varela et al. 2009. Penelitian di Pulau Sulawesi juga
menunjukkan bahwa anak dengan berat lahir kurang dari 3000 g
memiliki risiko menjadi stunting 1,3 kali dibandingkan anak dengan
berat lahir lebih dari atau sama dengan 3000 g (Simanjuntak 2011).
Berat lahir merupakan prediktor kuat terhadap penentuan ukuran
tubuh di kemudian hari. Hal ini karena pada umumnya bayi yang
mengalami Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) tidak dapat
mengejar pertumbuhan ke bentuk normal selama masa kanak-kanak
(Barker 2008).79. Hubungan antara perawakan pendek (stunting)
Balita dengan riwayat pemberian ASI eksklusif pada Balita,
berdasarkan tabel, digabung, dan diuji dengan Chi-square,
didapatkan X2 = 0,512, dengan nilai p > 0,05, H0 diterima, yang
berarti tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara
riwayat pemberian ASI eksklusif pada Balita dengan perawakan pendek
(stunting) pada Balita. Kejadian stunting pada Balita lebih
dipengaruhi oleh pemberian MP-ASI. Dalam penelitiannya, Astari
(2006) menyatakan bahwa konsumsi MP-ASI lebih dominan mempengaruhi
kecukupan energi dan zat gizi anak usia 6-12 bulan dibandingkan
dengan konsumsi ASI, sehingga konsumsi MP-ASI yang rendah merupakan
faktor yang menyebabkan rendahnya asupan energi dan zat gizi serta
dapat menyebabkan terjadinya kejadian stunting. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Syarif (2008) yang menunjukan
tidak ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
stunted pada anak umur 2-3 tahun.1610. Hubungan antara perawakan
pendek (stunting) Balita dengan pola makan Balita, berdasarkan
tabel, digabung, dan diuji dengan Chi-square, didapatkan X2 =
0,028, dengan nilai p < 0,05, H0 ditolak, yang berarti ada
hubungan yang bermakna secara statistik antara pola makan Balita
dengan perawakan pendek (stunting) pada Balita. Dari analisis Dedi
Zaenal, Sri Yusnita, dan Hadyana (2012) hubungan antara asupan gizi
Balita dengan kejadian stunting diperoleh bahwa ada sebanyak 36
(72%) Balita dengan asupan gizi Balita kurang menderita stunting,
sedangkan yang tidak menderita stunting sebanyak 72 (49%). Hasil
uji statistik di peroleh p value = 0,007, maka dapat disimpulkan
terdapat hubungan antara asupan gizi Balita dengan kejadian
stunting. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 2,6 (95% CI:
1.288-5.561) artinya bahwa Balita dengan asupan gizi Balita kurang
mempunyai risiko 2,6 kali lebih besar terkena stunting dibanding
Balita dengan asupan gizi Balita baik.5.2 Keterbatasan
PenelitianPengisian KuesionerSemasa mengisi kuesioner terdapat
kendala yang tidak dapat dielakkan yaitu fokus ibu terganggu dengan
tangisan atau karena anak yang dibawa ke Posyandu waktu itu.
Akibatnya ibu akan tergesa-gesa dalam mengisi kuesioner tanpa
benar-benar mengingat kembali pengalamannya ketika memberi asupan
pada anak nya. Dengan ini data yang diberikan lengkap tetapi tidak
akurat.
Bab VIKesimpulan dan Saran6.1. KesimpulanDari hasil penelitian
mengenai gambaran perawakan pendek (stunting) pada Balita dengan
faktor-faktor yang berhubungan di Wilayah Kerja Puskesmas Kelurahan
Jelambar Baru, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Periode
April Mei 2015, dapat diambil kesimpulan bahwa:1. Berdasarkan hasil
penelitian, pada total sampel 102 orang Balita, didapatkan sebaran
perawakan Balita yang normal adalah sebanyak 70 anak dengan
persentase 68,6% dan jumlah sebaran perawakan pendek (stunting)
adalah sebanyak 32 anak dengan persentase 31,4%.2. Berdasarkan
hasil penelitian didapatkan hubungan yang bermakna antara perawakan
pendek (stunting) dengan pendidikan ibu, pendapatan keluarga,
pengetahuan ibu, berat badan lahir Balita, dan pola makan Balita.a.
Berdasarkan pendidikan ibu terhadap perawakan pendek (stunting)
pada Balita didapatkan sebanyak 62,7% (64 orang) dengan pendidikan
rendah, 31,4% (32 orang) dengan pendidikan menengah, dan 5,9% (6
orang) dengan pendidikan tinggi. Didapatkan hubungan yang bermakan
antara pendidikan ibu dengan perawakan pendek (stunting) pada
balita dengan nilai p = 0,005.b. Berdasarkan pendapatan keluarga
terhadap perawakan pendek (stunting) pada Balita didapatkan
sebanyak 71,6% (73 orang) dengan pendapatan Rp 2.700.000, dan 28,4%
(29 orang) dengan pendapatan > Rp 2.700.000. Didapatkan hubungan
yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan perawakan pendek
(stunting) pada balita dengan nilai p = 0,030.c. Berdasarkan
pengetahuan ibu terhadap perawakan pendek (stunting) pada Balita
didapatkan sebanyak 71,6% (73 orang) dengan pendidikan rendah,
21,6% (22 orang) dengan pengetahuan sedang, dan 6,9% (7 orang)
dengan pengetahuan tinggi. Didapatkan hubungan yang bermakan antara
pengetahuan ibu dengan perawakan pendek (stunting) pada balita
dengan nilai p = 0,008.d. Berdasarkan berat badan lahir Balita
terhadap perawakan pendek (stunting) pada Balita didapatkan
sebanyak 15,7% (16 Balita) dengan berat badan lahir < 2500 gram
dan 84,3% (86 Balita) dengan berat badan lahir 2500 gram.
Didapatkan hubungan yang bermakna antara berat badan lahir Balita
dengan perawakan pendek (stunting) pada Balita dengan nilai p =
0,001.e. Berdasarkan pola makan Balita terhadap perawakan pendek
(stunting) pada Balita didapatkan sebanyak 41,2% (42 Balita) dengan
pola makan buruk, 34,3% (35 Balita) dengan pola makan sedang, dan
24,5% (25 Balita) dengan pola makan baik. Didapatkan hubungan yang
bermakna antara pola makan Balita dengan perawakan pendek
(stunting) pada Balita dengan nilai p = 0,028.3. Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara perawakan
pendek (stunting) dengan umur ibu, pekerjaan ibu, riwayat ANC,
riwayat penyakit dalam kehamilan, dan riwayat pemberian ASI
eksklusif.a. Berdasarkan umur ibu terhadap perawakan pendek
(stunting) pada Balita didapatkan sebanyak 16,7% (17 orang) dengan
umur 19 tahun atatu 40 tahun, dan 83,3% (85 orang) dengan umur 20
sampai 39 tahun. Didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara
umur ibu dengan perawakan pendek (stunting) pada Balita dengan
nilai p = 0,924.b. Berdasarkan pekerjaan ibu terhadap perawakan
pendek (stunting) pada Balita didapatkan sebanyak 21,6% (22 orang)
bekerja, dan 78,4% (80 orang) tidak bekerja. Didapatkan hubungan
yang tidak bermakna antara pekerjaan ibu dengan perawakan pendek
(stunting) pada Balita dengan nilai p = 0,213.c. Berdasarkan
riwayat ANC ibu terhadap perawakan pendek (stunting) pada Balita
didapatkan sebanyak 8,8% (9 orang) dengan riwayat ANC < 4 kali,
dan 91,2% (93 orang) dengan riwayat ANC 4 kali. Didapatkan hubungan
yang tidak bermakna antara riwayat ANC ibu dengan perawakan pendek
(stunting) pada Balita dengan nilai p = 0,716.d. Berdasarkan
riwayat penyakit kehamilan terhadap perawakan pendek (stunting)
pada Balita didapatkan sebanyak 2,9% (3 orang) ada riwayat penyakit
dalam kehamilan, dan 97,1% (99 orang) tidak ada riwayat penyakit
dalam kehamilan. Didapatkan hubungan yang tidak bermakna antara
umur ibu dengan perawakan pendek (stunting) pada Balita dengan
nilai p = 0,231.e. Berdasarkan riwayat pemberian ASI eksklusif
terhadap perawakan pendek (stunting) pada Balita didapatkan
sebanyak 22,5% (23 Balita) yang diberikan ASI eksklusif dan 77,5%
(79 orang) yang tidak diberikan ASI eksklusif. Didapatkan hubungan
yang tidak bermakna antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan
perawakan pendek (stunting) pada Balita dengan nilai p = 0,512.6.2
SaranUntuk Kepala Puskesmas Kelurahan Jelambar Baru:1. Puskesmas
Kelurahan Jelambar Baru dapat melakukan promosi kesehatan
masyarakat mengenai pentingnya pengetahuan tentang perawakan pendek
(stunting) pada Balita, penyebabnya dan bahaya dari hal tesebut.
Melalui kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
ibu.2. Melakukan penyuluhan ke setiap RW mengenai perawakan pendek
(stunting) pada Balita, penyebab dan bahaya dari perawakan
pendek.3. Melatih kader kesehatan di wilayah setempat untuk lebih
mengetahui perawakan pendek (stunting) pada Balita, penyebab dan
bahaya dari perawakan pendek agar dapat juga memberikan informasi
tersebut kepada masyarakat sekitar Puskesmas.Bagi para peneliti
selanjutnya :1. Diharapkan dapat meneruskan penelitian ini agar
dapat melihat angka perawakan pendek (stunting) pada Balita apakah
ada penurunan atau tidak pada Puskesmas Kelurahan Jelambar Baru,
Jakarta Barat.2. Diharapkan dapat meningkatkan jumlah subyek
penelitian, agar hasil yang diperoleh dapat secara tepat mewakili
populasi dan hasilnya dapat digeneralisasikan.
Daftar Pustaka1. Unicef-WHO. World bank child malnutrition
database: estimates for 2012 and launch of interactive data
dashboards. Edition, September 20th 2013. Download from
http://www.who.int/nutgrowthdb/jme_2012_summary_note_v2.pdf?ua=1,
April 14th 2015.2. Lewit EM, Kerrebrock N. Population-based growth
stunting. The Future of Children and Poverty 2011, 7(2).h.149-155.
3. Kusuma KE, Nuryanto. Faktor risiko kejadian stunting pada anak
usia 2-3 tahun (studi di Kecamatan Semarang Timur). Dalam: Journal
of Nutrition College 2013, 2(4).h.253-30.4. Arifin DZ, Irdasari SY,
Sukandar H. Analisis sebaran dan faktor risiko stunting pada balita
di kabupaten purwakarta 2012. Edisi 2012. Diunduh dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/pustaka_unpad_analisis_sebaran_dan_faktor_risiko_stunting.pdf,
14 April 2015.5. Irawati A, Atmarita, Puspitasari DS, Yurista P,
Puspitasari F, Triwinarto A. Status Gizi. Dalam: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset
Kesahatan Dasar tahun 2013. Jakarta: Kemenkes RI, 2013.h.208-16.6.
WHO. Childhood stunting: challenges and opportunities. Edition
October 14th 2013. Download from
http://www.who.int/nutrition/publications/childhood_stunting_report/en/,
April 14th 2015.7. Oktarina Z, Sudiarti T. Faktor risiko stunting
pada balita (24-59 bulan) di Sumatera. Jurnal Gizi dan Pangan 2013,
8(3).h.175-80.8. Anindita P. Hubungan Tingkat pendidikan ibu,
pendapatan keluarga, kecukupan protein dan zinc dengan stunting
(pendek) pada balita usia 6-35 bulan di Kecamatan Tembalang kota
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat 2012, 1(2).h.617.26.9. Pormes
WE, Rompas S, Ismanto AY. Hubungan pengetahuan orang tua tentang
gizi dengan stunting pada anak usia 4-5 tahun di TK Malaekat
Pelindung Manado. Edisi 2014. Diunduh dari
ejournal.unsrat.ac.id/index.php, 15 April 2015.10. UNICEF
Indonesia. Gizi ibu dan anak. Dalam: Ringkasan Kajian, Edisi
Oktober 2012. Diunduh dari
http://www.unicef.org/indonesia/id/A6_-_B_Ringkasan_Kajian_Gizi.pdf,
15 April 2015.11. Muljati S, Triwinarto A, Budiman B. Determinan
stunting pada anak usia 2-3 tahun di tingkat provinsi. PGM 2011,
34(1).h.50-62.12. Feigelman S. Growth, development and behavior.
In: Kliegman RM, Stanton BF, Geme JW, Schor NF, Behrman RE. Nelson
textbook of pediatrics. 19th edition. Philadelphia: Elsevier
Saunders, 2011.13. IDAI. Kurva pertumbuhan WHO. Edisi Mei 2013.
Diunduh dari
http://idai.or.id/professional-resources/growth-chart/kurva-pertumbuhan-who.html,
20 April 2015.14. Crookston Bt, Penny ME, Alder SC, Dickerson TT,
Merrill RM, Stanford JB, et all. Children who recover from early
stunting and children who are not stunded demonstrate similar
levels of cognition. The Journal of Nutrition, edition 2010.
Download from jn.nutrition.org, April 15th 2015.15. Prentice AM,
Ward KA, Goldberg GR, Jarjou LM, Moore SE, Fulford AJ, Prentice A.
Critical windows for nutritional interventions against stunting. Am
J Clin Nutr 2013, 97.h.911-8.16. Purnawati R. Muwakhidah. Pola
pemberian ASI dan pengetahuan ibu (analisis perbedaan balita
stunted dan non stunted). Edisi Maret 2013. Diunduh dari
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/123456789/2876, 20 April
2015.17. Gunawan G, Fadlyana E, Rusmil K. Hubungan status gizi dan
perkembangan anak usia 1-2 tahun. Sari Pediatri Agustus 2011,
13(2).h.142-45. 18. Hariyadi D, Ekayanti I. Analisis pengaruh
perilaku keluarga sadar gizi terhadap stunting di propinsi
Kalimantan Barat. Teknologi dan Kejujuran 2011, 34(1).h.71-80. 19.
Prihatini S, Hermina. Gambaran keragaman makanan dan sumbangannya
terhadap konsumsi energi protein pada anak balita pendek (stunting)
di Indonesia. Edisi Juni 2011. Diunduh dari
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/view/70,
20 April 2015.20. Rosha BC, Hardiansyah, Baliwati YF. Analisis
determinan stunting anak 0-23 bulan pada daerah miskin di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Penel Gizi Makan 2012, 35(1).h.34-41.21.
Zaenal DA, Yusnita SI, Sukandar H. Analisis sebaran dan faktor
risiko stunting pada balita di Kabupaten Purwakarta 2012. Edisi
2012. Diunduh dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/pustaka_unpad_analisis_sebaran_dan_faktor_risiko_stunting.pdf,
20 April 2015.22. Nasikhah R. Faktor risiko kejadian stunting pada
balita usia 24-36 bulan di Kecamatan Semarang Timur. Edisi 2012.
Diunduh dari http://eprints.undip.ac.id/38427/1/, 22 April
2015.
LAMPIRAN
Kuesioner PenelitianPerawakan Pendek (stunting) pada Balita dan
Faktor-faktor yang BerhubunganDi RW 2 dan RW 11, Kelurahan Jelambar
Baru, Jakarta BaratPeriode April 2015
(Diisi oleh pewawancara)Nomor kuesioner:Tempat/tanggal
penelitian:Pewawancara: AT / MA / K / E / AR
Semua data yang tercantum di bawah ini akan DIRAHASIAKAN !!!DATA
UMUM1. Nama ibu:2. Usia (Sesuai KTP):3. Tempat/tanggal lahir:4.
Alamat :
5. Pendidikan terakhir:SD/sederajatTamat SMP/sederajatBelum
TamatSMU/sederajatTidak TamatPerguruan tinggi/sederajat mulai
D3Tidak sekolah(Tandai () jawaban yang sesuai)
6. Pekerjaan :PNSKaryawan SwastaWiraswastaIbu Rumah TanggaTidak
bekerja Lain-lain (sebutkan) (Tandai () jawaban yang sesuai)
7. Penghasilan Keluarga per: Suami = Rp. ,-bulan Istri = Rp.
,-8. Riwayat Pemeriksaan : .. kaliKehamilan ke Tenaga Medis(dokter,
bidan)9. Riwayat penyakit selama: Tidak adakehamilan Kencing
manisDarah tinggiKegemukan Kejang 10. Jumlah anak : 123Lebih dari
3, sebutkan ..(Tandai () jawaban yang sesuai)
11. Nama Balita: L / P12. Usia Balita: bulan 13. Tempat/tanggal
lahir:14. Berat badan lahir:15. Berat badan sekarang:16. Tinggi
badan sekarang:17. Riwayat pemberian ASI: bulan18. Aktivitas Sosial
yang ibu : PKKikuti selama 6 bulan Posyanduterakhir ArisanKegiatan
AgamaPenyuluhanTidak adaLain-lain, sebutkan (Tandai () jawaban yang
sesuai, boleh lebih dari 1)DATA KHUSUSA. Pengetahuan 1. Apa yang
dimaksud dengan perawakan pendek pada Balita ? (jawaban boleh lebih
dari satu)a. Balita yang memiliki tinggi badan yang tidak sesuai
dengan usianyab. Balita yang memiliki keturunan keluarga yang
pendekc. Balita yang mengalami gizi burukd. Balita yang tinggi
badannya tidak bertamab setelah beberapa kali pengukuran di bulan
yang berbedae. Balita yang mengalami gangguan pertumbuhan2. Faktor
apa saja yang dapat menyebabkan Balita pendek ? (Jawaban boleh
lebih dari satu)a. Faktor keturunanb. Faktor pola makan Balita
sehari-haric. Status gizi Balita yang kurang/burukd. Balita yang
lahir dengan berat badan kurang e. Balita yang sering mengalami
sakit berulang3. Apa tujuan pemeriksaan tinggi badan pada balita ?
(Jawaban boleh lebih dari satu)a. Melihat pertumbuhan Balitab.
Melihat tinggi badan Balita sesuai dengan usianya atau tidakc.
Menilai status gizi Balitad. Menilai kecukupan asupan makanan pada
Balitae. Mengetahui tinggi badan ideal Balita4. Apa bahaya dari
perawakan pendek pada Balita ? (Jawaban boleh lebih dari satu)a.
Menyebabkan gangguan pertumbahanb. Menyebabkan gangguan mentalc.
Menyebabkan gangguan kecerdasand. Menyebabkan menurunnya kekebalan
tubuhe. Menyebabkan Balita kurang aktif 5. Apa manfaat makanan
untuk kebutuhan gizi sehari-hari ? (Jawaban boleh lebih dari
satu)a. Sumber energi atau tenagab. Memelihara jaringan tubuhc.
Mengatur metabolisme dan keseimbangan d. Membantu pertubuhan
Balitae. Berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh terhadap
berbagai penyakit6. Zat gizi apa saja yang terdapat dalam makanan 4
sehat 5 sempurna ? (jawaban boleh lebih dari satu)a. Karbohidratb.
Proteinc. Lemakd. Vitamin e. Mineral7. Makanan apa saja yang
mengandung protein ? (Jawaban boleh lebih dari satu)a. Daging
sapib. Daging ayamc. Telurd. Ikane. Tahu, tempe8. Makanan apa saja
yang mengandung karbohidrat ? (jawaban boleh lebih dari satu)a.
Nasi b. Ubic. Jagungd. Singkong e. Roti9. Apakah kegunaan dari KMS
Balita ? a. Melihat pertumbuhan Balitab. Melihat kenaikan berat
badan Balitac. Melihat keadaan gizi Balitad. Mengetahui
perkembangan Balita sesuai dengan usianyae. Melihat riwayat
imunisasi Balita10. Bahan makanan apa yang dapat membantu
pertumbuhan tinggi badan? (Jawaban boleh lebih dari satu)a. Susub.
Kejuc. Yoghurtd. Telur e. Daging
B. Pola Makan1. Dalam satu hari makanan apa saja yang Ibu
berikan kepada Balita ? (jawaban ditandai dengan tanda ())Nasi
MieRotiKentangSingkongDaging Ikan AyamTelurTahu/tempeSusu
MentegaKeju
Sayur-mayurBuah-buahan
2. Dalam sehari, berapa kali ibu memberi makan kepada Balita ?
< 5x/hari
5x/hari
3. Dalam satu kali pemberian berapa porsinya ? Nasi= ..
porsi/kaliSusu = . gelas/kali Mie = .. porsi/kaliMentega= .
porsi/kali Roti = .. potong/kaliKeju= . potong/kali Kentang = ..
potong/kaliSayur-mayur= .porsi/kali Singkong = ..
potong/kaliBuah-buahan= . porsi/kali Daging = .. potong/kali Ikan =
.. potong/kali Ayam = .. potong/kali Telur= .. butir/kali
Tahu/tempe= .. potong/kali
Lampiran Hasil SPSSHasil SPSS Gambaran Perawakan Pendek
(Stunting) Balita dan Faktor-faktor yang Berhubungan di Wilayah
Kerja Puskesmas Kelurahan Jelambar Baru, Kecamatan Grogol
Petamburan, Jakarta Barat, Periode April Mei 2015.Hubungan Usia Ibu
dengan Perawakan Pendek
Crosstab
TB/UTotal
NormalStunting
usia ibuIdealCount592685
Expected Count58.326.785.0
Tidak IdealCount11617
Expected Count11.75.317.0
TotalCount7032102
Expected Count70.032.0102.0
Chi-Square Tests
ValuedfAsymp. Sig. (2-sided)Exact Sig. (2-sided)Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square.146a1.703
Continuity Correctionb.0091.924
Likelihood Ratio.1431.705
Fisher's Exact Test.777.453
Linear-by-Linear Association.1441.704
N of Valid Casesb102
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 5.33.
b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan Pendidikan Ibu dengan Perawakan Pendek
Crosstab
TB/UTotal
NormalStunting
Pendidikan IbuTinggiCount606
Expected Count4.11.96.0
MenengahCount27532
Expected Count22.010.032.0
RendahCount372764
Expected Count43.920.164.0
TotalCount7032102
Expected Count70.032.0102.0
Chi-Square Tests
ValuedfAsymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square9.905a2.007
Likelihood Ratio12.0072.002
Linear-by-Linear Association9.6291.002
N of Valid Cases102
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1.88.
pendidikan ibu * TB/U Crosstabulation
TB/UTotal
NormalStunting
pendidikan ibuTinggiCount33538
Expected Count26.111.938.0
RendahCount372764
Expected Count43.920.164.0
TotalCount7032102
Expected Count70.032.0102.0
Chi-Square Tests
ValuedfAsymp. Sig. (2-sided)Exact Sig. (2-sided)Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square9.332a1.002
Continuity Correctionb8.0331.005
Likelihood Ratio10.1511.001
Fisher's Exact Test.002.002
Linear-by-Linear Association9.2411.002
N of Valid Casesb102
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 11.92.
b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Perawakan Pendek
Crosstab
TB/UTotal
NormalStunting
Pekerjaan IbuTidak BekerjaCount522880
Expected Count54.925.180.0
BekerjaCount18422
Expected Count15.16.922.0
TotalCount7032102
Expected Count70.032.0102.0
Chi-Square Tests
ValuedfAsymp. Sig. (2-sided)Exact Sig. (2-sided)Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square2.267a1.132
Continuity Correctionb1.5531.213
Likelihood Ratio2.4441.118
Fisher's Exact Test.195.104
Linear-by-Linear Association2.2451.134
N of Valid Casesb102
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 6.90.
b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan Pendapatan Keluarga dengan Perawakan Pendek
Crosstab
TB/UTotal
NormalStunting
pendapatanCukupCount25429
Expected Count19.99.129.0
RendahCount452873
Expected Count50.122.973.0
TotalCount7032102
Expected Count70.032.0102.0
Chi-Square Tests
ValuedfAsymp. Sig. (2-sided)Exact Sig. (2-sided)Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square5.816a1.016
Continuity Correctionb4.7311.030
Likelihood Ratio6.4251.011
Fisher's Exact Test.018.012
Linear-by-Linear Association5.7591.016
N of Valid Casesb102
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 9.10.
b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Perawakan Pendek
pengetahuan ibu * TB/U Crosstabulation
TB/UTotal
NormalStunting
pengetahuan ibutinggiCount26329
Expected Count19.99.129.0
rendahCount442973
Expected Count50.122.973.0
TotalCount7032102
Expected Count70.032.0102.0
Chi-Square Tests
ValuedfAsymp. Sig. (2-sided)Exact Sig. (2-sided)Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square8.322a1.004
Continuity Correctionb7.0131.008
Likelihood Ratio9.5121.002
Fisher's Exact Test.004.003
Linear-by-Linear Association8.2401.004
N of Valid Casesb102
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 9.10.
b. Computed only for a 2x2 table
pengetahuan ibu * TB/U Crosstabulation
TB/UTotal
NormalStunting
pengetahuan ibuTinggiCount707
Expected Count4.82.27.0
MenengahCount19322
Expected Count15.16.922.0
RendahCount442973
Expected Count50.122.973.0
TotalCount7032102
Expected Count70.032.0102.0
Chi-Square Tests
ValuedfAsymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square8.780a2.012
Likelihood Ratio11.2772.004
Linear-by-Linear Association8.4831.004
N of Valid Cases102
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 2.20.
Hubungan Riwayat Ante Natal Care (ANC) dengan Perawakan
PendekCrosstab
TB/UTotal
NormalStunting
Riwayat ANC> = 4 KaliCount633093
Expected Count63.829.293.0
< 4 KaliCount729
Expected Count6.22.89.0
TotalCount7032102
Expected Count70.032.0102.0
Chi-Square Tests
ValuedfAsymp. Sig. (2-sided)Exact Sig. (2-sided)Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square.384a1.536
Continuity Correctionb.0591.808
Likelihood Ratio.4071.524
Fisher's Exact Test.716.420
Linear-by-Linear Association.3801.538
N of Valid Casesb102
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 2.82.
b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan Penyakit dalam Kehamilan dengan Perawakan Pendek
Crosstab
TB/UTotal
NormalStunting
Penyakit Dalam KehamilanTidak AdaCount693099
Expected Count67.931.199.0
AdaCount123
Expected Count2.1.93.0
TotalCount7032102
Expected Count70.032.0102.0
Chi-Square Tests
ValuedfAsymp. Sig. (2-sided)Exact Sig. (2-sided)Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square1.788a1.181
Continuity Correctionb.4981.480
Likelihood Ratio1.6241.203
Fisher's Exact Test.231.231
Linear-by-Linear Association1.7711.183
N of Valid Casesb102
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .94.
b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan Berat Badan Lahir Balita dengan Perawakan
PendekCrosstab
TB/UTotal
NormalStunting
BBLNormalCount652186
Expected Count59.027.086.0
RendahCount51116
Expected Count11.05.016.0
TotalCount7032102
Expected Count70.032.0102.0
Chi-Square Tests
ValuedfAsymp. Sig. (2-sided)Exact Sig. (2-sided)Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square12.314a1.000
Continuity Correctionb10.3411.001
Likelihood Ratio11.4161.001
Fisher's Exact Test.001.001
Linear-by-Linear Association12.1931.000
N of Valid Casesb102
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 5.02.
b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan Perawakan
Pendek
Crosstab
TB/UTotal
NormalStunting
Asi EksklusifDiberikanCount562379
Expected Count54.224.879.0
Tidak diberikanCount14923
Expected Count15.87.223.0
TotalCount7032102
Expected Count70.032.0102.0
Chi-Square Tests
ValuedfAsymp. Sig. (2-sided)Exact Sig. (2-sided)Exact Sig.
(1-sided)
Pearson Chi-Square.830a1.362
Continuity Correctionb.4301.512
Likelihood Ratio.8081.369
Fisher's Exact Test.445.253
Linear-by-Linear Association.8221.365
N of Valid Casesb102
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 7.22.
b. Computed only for a 2x2 table
Hubungan Pola Makan Balita dengan Perawakan PendekCrosstab
TB/UTotal
NormalStunting
Pola Makan BalitaBaikCount21425
Expected Count17.27.825.0
SedangCount26935
Expected Count24.011.035.0
BurukCount231942
Expected Count28.813.242.0
TotalCount7032102
Expected Count70.032.0102.0
Chi-Square Tests
ValuedfAsymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square7.015a2.030
Likelihood Ratio7.1682.028
Linear-by-Linear Association6.6981.010
N of Valid Cases102
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 7.84.
55