PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI KARYA BUYA HAMKA Skripsi ini Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Disusun oleh: WIDYA WIBOWO NIM. 11150110000164 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020
159
Embed
PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/51289... · 2020. 7. 7. · dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL TENGGELAMNYA
KAPAL VAN DER WIJCK DAN MERANTAU KE DELI
KARYA BUYA HAMKA
Skripsi ini Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk
Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun oleh:
WIDYA WIBOWO
NIM. 11150110000164
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
i
ii
ABSTRAK
Widya Wibowo (11150110000164). Pendidikan Islam Dalam Novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Dan Merantau Ke Deli Karya Buya
Hamka.
Melalui teknologi, Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau yang
lebih dikenal dengan julukan Buya Hamka. Ia menjadikan karya-karyanya untuk
mengikutsertakan dirinya berkontribusi dibidang pendidikan salah satunya
berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau Ke Deli”. Maka
dari itu peneliti mengangkat penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis
pendidikan Islam apa saja kah, yang ingin disampaikan Hamka melalui novelnya
tersebut yang dapat dikontribusikan dalam bidang pendidikan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif, yang
bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi dan
fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat. Melalui metode ini, peneliti
berusaha mengamati dan memahami objek penelitian dengan tujuan untuk
memperoleh pemahaman makna yang diperoleh dari setiap kata, kalimat,
paragraf, dan teks.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pendidikan yang ingin disampaikan
Hamka melalui hasil karyanya ialah menekankan upaya maksimal dalam
menumbuhkan dan menguatkan pribadi setiap individu, yaitu pribadi yang
mencangkup dari akal, budi, cita-cita, dan bentuk fisik seseorang untuk lebih
meningkatkan dan mengembangkan keimanan dan ketakwaanya kepada
Tuhannya, serta memberikan gambaran dengan melatih cara berpikir bahwasanya
manusia memerlukan pendidikan.
Kata kunci: pendidikan Islam, Novel
iii
ABSTRACT
Widya Wibowo (11150110000164). Islamic Education in novels
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck And Merantau Ke Deli To Buya
Hamka's
Through technology Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, or better
known by the nickname Buya Hamka. He made his works to include himself
contributing in the field of education, such as Islamic books and novels, one of
which was titled " Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck And Merantau Ke Deli ".
Therefore the researcher raises this research to find out and analyze any Islamic
education that Hamka wants to convey through his novel that can be contributed
in the field of education.
The research method used is descriptive qualitative method, which aims to
describe, summarize the various conditions, situations, and phenomena of social
reality in society. Through this method, researchers try to observe and understand
the object of research to gain an understanding of the meaning obtained from each
word, sentence, paragraph, and text.
The results of the research show that the educational that Hamka wishes to
convey through the results of his work are emphasizing the maximum efforts in
growing and strengthening the personalities of each individual, that is, individuals
who embrace one's intellect, mind, ideals, and physical form to further enhance
and develop his faith and devotion to his Lord, as well as providing an illustration
by practicing how to think that humans need education.
Keywords: Islamic education, Novel
iii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi merupakan aspek berbahasa yang penting dalam penulisan
skripsi, karena banyak istilah Arab, nama orang, nama tempat, judul buku, nama
lembaga dan lain sebagainya, yang aslinya ditulis dengan huruf Arab dan harus
disalin ke dalam huruf latin. Adapun pedoman transliterasi menurut pedoman
penulisan skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah sebagai berikut:
1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin
ا
Ś ث
ḥ ح
Kh خ
Ź ذ
Sy ش
Ṣ ص
ḍ ض
ṭ ط
Ť ظ
᾽ ع
iv
Ģ غ
H ة
2. Vokal
Vocal Tunggul
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin
A
I
U
3. Mȃdd (Panjang)
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin
ا ى … Ᾱ
ى Ῑ
و Ṹ
4. Tȃ’ marbȗtah
Tȃ’ marbȗtah hidup transliterasinya adalah /t/.
Tȃ’ marbȗtah mati ditransliterasinya adalah /h/.
Kalau pada satu kata yang akhirnya katanya adalah Tȃ’ marbȗtah diikuti
oleh kata yang digunakan oleh kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu
terpisah maka Tȃ’ marbȗtah itu ditransliterasikan dengan /h/. contoh:
.Wahdat al-wujứd atau Wahdatul wujứd = وحدة الوجود
v
5. Syaddah (Tasydḭd)
Syaddah/tasydid di transliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf
yang diberi tanda syaddah (digandakan).
Contoh : rabbanả, al-ḫaqq, ảduwwun.
6. Kata Sandang
a. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiyah ditransliterasikan dengan
huruf yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanda
sambung/hubung. Contoh: al - zalzalah (az zalzalah)
b. Kata sandang diikuti oleh huruf Qamariyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya. Contoh: al - syamsu (bukan asy – syamsu),
7. Penulisan Hamzah
a. Bila hamzah terletak di awal kita, maka ia tidak dilambangkan dan ia
seperti a;if, contoh: akaltu, ȗitya.
b. Bila di tengah dan di akhir ditransliterasikan dengan apostrof, contoh:
ta’kulȗna atau syai’un.
8. Huruf Kapital
Huruf capital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata
sandangnya. Contoh: الق رآن = al-Qur’an,
al-Madinatul Munawwarah = الم د ي ن ة الم ن ور ة
.al-Mas’ȗdi = الم سع ود ي
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum, Wr. Wb.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena rahmat dan ridho-
Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pendidikan Islam
dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Dan Merantau Ke Deli
Karya Buya Hamka” dengan baik yang meskipun masih banyak kekurangan di
dalamnya, Insya Allah dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Tak lupa
shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW,
beserta keluarga, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Alhamdulillah, perjuangan selama empat tahun ini penulis akhiri dengan
menyelesaikan skripsi ini. Titik ini bukan lah sebuah akhir, tapi merupakan
sebuah awal titik awal dimulainya perjuangan baru.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada
orang-orang yang telah membantu dalam bentuk moral maupun materi, dan
kepada orang-orang yang telah berjasa memberikan secercah ilmu pengetahuan,
bimbingan, arahan, bantuan, dorongan serta do’a untuk melalui semua itu dari
banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Hj. Sururin, M. Ag sebagai Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh staf.
2. Bapak Drs. Abdul Haris, M. Ag sebagai Ketua Jurusan Pendidikan
Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Rusdi Jamil, M. Ag sebagai Wakil Sekretaris Jurusan
Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Ahmad Irfan Mufid, MA selaku Dosen Pembimbing skripsi,
yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan,
vii
bimbingan dan do’a. Serta selalu memberikan nasihat-nasihat juga
pengetahuan untuk memperluas wawasan. Terima kasih atas jasa dan
waktu yang bapak berikan. Semoga Allah selalu memberikan
perlindungan dan keberkahan dalam hidup bapak dan keluarga,
Aamiin.
5. Bapak Aminuddin Yakub, M.Ag sebagai Dosen Pembimbing
Akademik, yang telah membimbing penulis selama berkuliah di
Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
memberikan banyak sekali motivasi, bimbigan, arahan serta ilmu yang
bermanfaat bagi kami mahasiswanya.
7. Seluruh Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu dalam pembuatan surat-
surat dan sertifikat.
8. Seluruh Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Jurusan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan pelayanan dan
peminjaman buku-buku yang dibutuhkan penulis.
9. Kedua Orang tua tercinta, yakni bapak Wiyatna dan Ibu Turinem,
yang telah memberikan semangat, do’a maupun materi yang tiada
batas. Tanpa kalian, penulis tidak akan dapat menyelesaikan skripsi
ini sebagai akhir studi.
10. Seluruh keluarga besar baik dari pihak bapak maupun ibu, terutama
kedua kakak penulis, yakni Titys Wicaksono Wibowo dan Virgi
Listyanti dan juga keponakan tersayang, yakni Hamzah Asakhi
Wibowo, yang telah memberikan semangat dan warna warni
keceriaan selama ini.
11. Teman-teman dekat penulis, yakni Denny Haflaty Hilmy Firdaosy,
Islam termasuk salah satu agama yang sangat menekankan dan mengapresiasi
tinggi pendidikan. Bahkan dalam Al-Qur’an sendiri banyak sekali ayat yang
secara langsung maupun tidak langsung berbicara mengenai pendidikan,
contohnya saja ayat yang diturunkan pertama kali seperti Qs. Al-Alaq ayat 1-5
yang berisikan:
نس ان م ن ع ل ق )2( اق ر أ و ر بك ال كر م )3( الذ ي ع لم سم ر ب ك الذ ي خ ل ق )1( خ ل ق ال اق ر أ ب
نس ان م ا ل ي عل م )5 لق ل م )4( ع لم ال (ب
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari 'Alaq, Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling
Pemurah, Yang mengajar manusia dengan pena, Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang belum diketahuinya”1
Dalam surat ini nampak jelas, tegas dan lugas bahwa Allah memberikan
perintah kepada RasulNya untuk membaca (iqra). Mengapa demikian? Karena
pengertian membaca secara harfiah maupun maknawiyah sendiri pun merupakan
aktifitas pendidikan yang sangat penting. Dengan membaca seseorang mampu
mempelajari berbagai ilmu dan agamanya, seperti Al-Qur'an, hadits, fiqh, tauhid,
dan mu'amalat, hal ini dilakukan agar semakin memperkuat pengetahuan, aqidah
dan akhlak seseorang. Itulah sebabnya, di dalam diri Rasullah terdapat
keteladanan yang demikian agung dalam pendidikan. Ia memberikan solusi dalam
1 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, kesan, dan keserasian Al-Qur’an, Vol.15,
(Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 453-465
2
setiap situasi manusia melalui nilai-nilai luhur dan akhlak yang baik yang dapat
dijadikan suri tauladan.
Melalui penjelasan diatas dapat dikemukakan bahwa cara yang digunakan
Allah terhadap rasulNya ini dapat dijadikan contoh manusia yang mengalami
proses pendidikan dalam pengertian yang seluas-luasnya yaitu belajar disekolah
tanpa dinding (school without wall)2. Sebagaimana rasulullah, perkembangan
teknologi saat ini diharapkan mampu menjadi jalan alternatif bagi masyarakat
muslim Indonesia untuk menghadapi pesatnya arus globalisasi. Hal ini
dikarenakan, dengan bantuan teknologi masyarakat juga bisa mendapatkan
pendidikan Islam diluar sekolah.
Pendidikan Islam adalah semacam cerminan atau harapan terhadap
pendidikan di Indonesia yang menitik beratkan kepada pembentukan moral dan
akhlak. Sehingga mampu dijadikan jalan alternatif bagi masyarakat muslim
Indonesia. Hal ini dikarenakan, Islam mampu melaksanakan transformasi nilai
dalam rangka menjawab persoalan dimasyarakat, baik spiritual, intelektual
maupun emosional.3
Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah, atau yang lebih dikenal dengan
julukan Buya Hamka, yang paham akan hal itu mengikutsertakan dirinya
berkontribusi dibidang pendidikan Islam untuk membangun peradaban bangsa.
Melalui karya-karyanya, Hamka sebagai seorang sastrawan, aktivis, ahli filsafat,
ulama, sekaligus pendidik, telah berhasil menulis tak kurang dari 120 judul buku
yang sangat cocok dijadikan inspirasi dan dinikmati oleh berbagai kalangan.
Tidak hanya terkenal dengan berbagai karyanya, Hamka juga tersohor berkat
pemikiran-pemikirannya yang sangat luar biasa, ia dapat mempengaruhi banyak
orang. Dari hal tersebut banyak kalimat-kalimatnya yang tidak hanya dijadikan
inspirasi dan motivasi oleh banyak orang, tetapi juga untuk menyentil dan
2Masun Azali Amrullah, Transformasi Pendidikan Islam pada Abad Informasi dan
Globalisasi: Bunga Rampai, (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama, 2005), h. 144-
145 3Moch. Tolchah, Dinamika Pendidikan Islam Pasca Orde Baru, (Yogyakarta: LKiS Pelangi
Aksara, 2015), h. 14
3
mengingatkan perbuatan atau pemikiran sebagian besar masyarakat yang salah
ataupun menyimpang dari ajaran-ajaran yang telah disyariatkan.
Hal ini dilakukan Hamka sebagaimana yang diperintahkan Allah Swt kepada
hambanya untuk mengingatkan dan memotivasi sesama manusia dalam berbuat
kebaikan. Allah Swt berfirman dalam Qs. Ali-Imran ayat 110:
و ل و ء ام ن ك نت م خ ي أ م ه ون ع ن ٱلم نك ر و ت ؤم ن ون ب ٱلل
م ر ون ب ٱلم عر وف و ت ن ة أ خر ج ت ل لناس ت
ق ون أ هل ٱلك ت ب ل ك ان خ ي س ه م ٱلم ؤم ن ون و أ كث ر ه م ٱلف ن ١١٠ا ل م م
“Kamu merupakan umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka ialah orang-orang yang
fasik”4
Bukan hanya cara penyampaiannya yang baik, Hamka juga menyampaikan
pesan melalui karyanya pun dengan berlandaskan nilai-nilai moral keagamaan.
Sebagaimana yang dikatakan Dra. Hj. Nur Uhbiyati dalam bukunya bahwa,
metode pengajaran yang baik, yang digunakan dalam proses pencapaian tujuan
adalah metode yang didasarkan atas pendekatan-pendekatan keagamaan (religius),
kemanusiaan (humanity), dan ilmu pengetahuan (scientific). Karena sistem
pendekatan tersebut dilakukan atas landasan nilai-nilai moral keagamaan.5
Melalui karya-karyanya itu dapat kita lihat, Hamka paham betul bahwasanya
pendidikan merupakan faktor utama dalam memajukan suatu negara.
Sebagaimana yang telah dikemukakan oleh presiden Republik Indonesia yang
pertama Ir. Soekarno, melalui pembukaan UUD 1945 pasal 31 dan pasal 32 UUD
1945, bahwa dua misi utama dalam membangun suatu negara, ialah 1)
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan 2) memajukan kebudayaan nasional untuk
mendukung proses pembangunan bangsa.6
4 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 64
5Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1997) h. 20 6Soedijarto, Pendidikan Nasional sebagai Proses Transformasi Budaya, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2003), h. 109
4
Pernyataan tersebut dibuktikan oleh beberapa negara maju seperti halnya
negara Jepang, Malaysia, Singapura dan beberapa negara maju lainnya, yang tentu
saja membuat para pendiri negara sadar bahwa, “mencerdaskan kehidupan
bangsa” merupakan suatu hal yang penting dalam memajukan dan membangun
suatu negara. Sehingga pendidikan menjadi pusat perhatian utama dari setiap
negara untuk berlomba-lomba meningkatkan kualitas masyarakatnya termasuk
juga negara Indonesia.
Tak luput dari apa yang dikatakan oleh Ir. Soekarno, hingga saat ini negara
Indonesia, selaku negara mayoritas Islam dengan beraneka ragam suku dan
budaya menjadikan pendidikan Islam sebagai kebutuhan mendasar manusia.
Disamping mencerdaskan bangsa, Indonesia menjadikan pendidikan Islam
sebagai sarana penting untuk mewujudkan generasi masyarakat yang dapat
memberikan sumbangsih konkrit bagi kemajuan bangsanya.
Hal ini dikarenakan, pendidikan Islam juga dapat membentuk keunggulan
sumber daya manusia yang memiliki kecerdasan, kemampuan sosial,
perkembangan individu yang optimal, relasi yang kuat antar masyarakat dengan
lingkungan dan budayanya, serta jiwa beragama yang kuat yang dapat membentuk
pribadi yang taat kepada Tuhannya.
Namun, hasil survei UNESCO tahun 2004 tentang kualitas pendidikan di
dunia justru menunjukkan bahwa, Indonesia berada pada peringkat ke-114 dari
sekitar 175 negara di dunia. Peringkat ini jauh di bawah Malaysia, Filipina,
maupun Singapura.7 Sedangkan, untuk saat ini negara Indonesia berada di posisi
108 di dunia dengan skor 0,603. Kualitas pendidikan Indonesia berada di bawah
Palestina, Samoa dan Mongolia. Hal ini dikarenakan, persentase penduduk
Indonesia yang menuntaskan pendidikan menengah hanya mencapai 44% dan
murid gagal menuntaskan pendidikan ataupun keluar dari sekolah mencapai 11%.8
Survei ini tentunya menunjukkan, betapa kurangnya kesadaran masyarakat
Indonesia akan pentingnya pendidikan. Ditambah lagi dengan keberagaman
7As’aril Muhajir, Ilmu Pendidikan Perspektif Kontekstual, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2011), h. 27 8https://siedoo.com/berita-4965-peringkat-pendidikan-indonesia-dan-budaya-buruknya/,
budaya dan tradisi pada setiap pulaunya yang tentu bisa saja menyimpang dari
Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw yang ikut mempengaruhi gaya
hidup masyarakat Indonesia, seperti pola pikir, aqidah, akhlak, dan moral.
Kondisi realitas masyarakat Indonesia yang memprihatinkan ini, membuat
Hamka semangat menyampaikan pemikiran-pemikirannya mengenai pendidikan
melalui karyanya. Hamka menyelipkan pendidikan secara lembut namun
menyentil. Melalui tangan dinginnya, Hamka membuat masyarakatnya mengerti
bagaimana pentingnya pendidikan dan bagaimana seharusnya sikap seorang
muslim dalam menghadapi keberagaman budaya.
Sejalan dengan sikap Hamka, Mujamil Qomar dalam penelitiannya
menyatakan bahwa, jika Islam bersikap keras menghadapi budaya atau tradisi
lokal yang terjadi justru pertentangan terhadap Islam itu sendiri yang didapatkan,
seperti peperangan dengan pemangku budaya, tradisi atau adat lokal seperti
perang Padri di Sumatera. Maka jalan yang terbaik adalah melakukan seleksi
terhadap budaya maupun tradisi yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam
untuk diadaptasi sehingga mengekpresikan Islam yang khas.9
Salah satu karya Hamka yang digunakannya untuk mengekspresikan Islam
dan membangun pendidikan masyarakat Indonesia adalah melalui karya seni
sastra novel. Selain Al-Qur’an dan Hadist, karya sastra juga dapat dijadikan
sebagai media pendidikan. selain sebagai hiburan, karya sastra juga bisa menjadi
alat menyampaikan pendidikan yang dapat ikut membangkitkan kepekaan emosi
seseorang. Melalui karya sastra, seseorang juga bisa mendapatkan masukan atau
motivasi yang baik. Dan salah satu karya sastra yang berkembang pesat di
Indonesia hingga saat ini adalah novel.
Novel merupakan suatu karya sastra berbentuk prosa naratif yang panjang,
dan memiliki hubungan yang khas dengan kenyataan. Melalui novel, penulis
memperlihatkan dunia-dunia lain, dimana terdapat rangkaian cerita kehidupan
seorang tokoh bersama orang-orang sekitarnya dan unsur-unsur keindahan di
dalamnya. Dengan adanya unsur-unsur inilah rangkaian cerita, norma-norma dan
9Mujamil Qomar, “Ragam Identitas Islam di Indonesia dari Perspektif Kawasan”, Jurnal
Episteme, Vol. 10 No. 02, Desember 2015, h. 319
6
nilai-nilai yang terkandung tersebut dapat lebih merasuk ke dalam hati dan fikiran
seseorang dibandingkan hanya dengan melihat.
Nilai pendidikan yang disampaikan dalam novel bisa melalui apa saja, seperti
suasana, konflik, perasaan, percakapan, sudut pandang, dan lain sebagainya.
Karenanya, hingga saat ini novel masih banyak digandrungi oleh berbagai macam
kalangan, dari anak-anak hingga orang dewasa. Bahkan, tak jarang pula yang rela
menghabiskan uang dan waktunya hanya untuk menikmatinya.
Salah satu karya novel Hamka yang dijadikan media penyampai pesan ialah
Karya sastra novel yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”, novel
ini terbit setelah novel yang berjudul “Di Bawah Lindungan Ka’bah”. Karena
isinya yang sangat monumental dan menyentuh, maka novel ini mendapatkan
sambutan baik dari berbagai kalangan hingga saat ini. Novel ini juga dapat
disebutkan sebagai salah satu yang utama. Tidak hanya di Indonesia, namun juga
di Malaysia dan Singapura. Sejak pertama terbit hingga saat ini, novel roman ini
selalu mendapat apresiasi pembaca dari generasi ke generasi selanjutnya. Selain
novel yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”, novel yang berjudul
“Merantau ke Deli” juga sarat akan pendidikan Islam. Novel yang bertemakan
persoalan adat Minang ini, merupakan novel yang menentang pandangan itu.
Melalui dua karya sastra novel Hamka diatas, bisa dibilang merupakan dua
mahakarya yang membuat nama Hamka semakin dikenal sebagai sastrawan.
Dari novel-novel karya Hamka diatas, dapat diketahui bahwa sebagai
agamawan, sastrawan dan pendidik, Hamka memanfaatkan sastra sebagai media
yang baik untuk menyampaikan pendidikan terkait keagamaan, adat/budaya,
politik, moral dan lain sebagainya. Hamka juga dapat berbagi pengalaman,
pengetahuan dan imajinasi melalui karya tulisannya, seperti yang banyak terjadi
diwilayah-wilayah tertentu khususnya tanah kelahirannya yaitu daerah
Minangkabau.
Hamka, sebagai sastrawan, menghasilkan karya-karya yang bukan hanya
sarat dengan nilai-nilai keIslaman, tetapi juga sekaligus merupakan refleksi
imajinatif dan kritis terhadap lingkungan keagamaan, sosial, budaya dan politik
yang mengitarinya melalui tutur katanya yang lembut.
7
Menurut peneliti hal ini tentulah sejalur dengan apa yang dikatakan oleh
Isjoni, bahwa pendidikan merupakan suatu proses pembudayaan yang tidak lepas
dari tuntutan-tuntutan hidup bersama masyarakat yang berbudaya. Budaya disini
harus dipahami adalah budaya ‘common culture’, yaitu suatu budaya yang mampu
memadukan ilmu-ilmu humaniora dengan ilmu-ilmu pengetahuan alam dan
teknologi.10
Sosio-kultural masyarakat merupakan salah satu acuan dalam melihat kondisi
masyarakat. Pengajaran akan diterima jika sesuai dengan keadaan sosio-kultural
mereka. Karenannya, pemahaman pendidik mengenai sosio-kultural masyarkat
jelas akan banyak membantu peran pendidik.11
Buchori pun turut menyatakan bahwa, hanya kebudayaan yang berimbang
yang mampu memberikan pedoman bagi manusia modern untuk mengambil
keputusan-keputusan yang berwawasan, untuk mengambil informed decision,
dalam menghadapi persoalan dan dilema kehidupan sehari-hari.12
Hamka menjadikan karya-karyanya sebagaimana yang di kodratkan dalam
Islam, bahwa Islam sebagai agama damai yang menurut watak dan kodratnya
harus disampaikan oleh para pemeluknya dengan prinsip-prinsip yang telah
diajarkan Rasulullah dalam Qs An-Nahl: 125:13 إ ن ر بك ه و أ عل م ي أ حس ن
لت ه ل كم ة و الم وع ظ ة ال س ن ة و ج اد ل م ب ادع إ ل س ب يل ر ب ك ب
لم هت د ين ب ن ض ل ع ن س ب يل ه و ه و أ عل م ب
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran
yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”14
10Albar Adetary Hasibuan, Filsafat Pendidikan Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2015), h.
72 11Khairi Syekh Maulana Arabi, Dakwah dengan Cerdas, (Yogyakarta: Laksana, 2017), h. 64 12Albar Adetary Hasibuan, Loc. Cit. 13Choirul Anwar, “Islam dan Kebhinekaan di Indonesia: Peran Agama dalam Merawat
Perbedaan, Zawiyah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 04 No. 02, Desember 2018), h. 14 14Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Jilid V, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010),
h. 417
8
Yaitu dengan bijaksana, pelajaran yang baik, dan apabila perlu perdebatan,
maka berdebatlah dengan baik. Inilah karakteristik Islam yang santun dalam
menyikapi suatu perbedaan, karena suatu perdebatan itu timbul ketika adanya
suatu perbedaan. Sikap seperti ini perlu dikedepankan mengingat tidak akan ada
penerimaan dalam perbedaan jika disampaikan dengan dengan bersikap keras dan
kasar, bahkan itu akan memperlebar jarak perbedaan antara satu kelompok dengan
kelompok lainnya dan ini tertulis dalam Qs Ali-Imrān ayat 159.15
ف اعف ع ن ه م ن ف ضوا م ن ح ول ك ف ب م ا ر ح ة م ن الل ل نت ل م و ل و ك نت ف ظا غ ل يظ الق لب ل
و است غف ر ل م و ش او ره م ف ال مر ف إ ذ ا ع ز مت ف ت و كل ع ل ى الل إ ن الل ي ب الم ت و ك ل ي
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan
mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka
bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal”16
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti merasa sangat tertarik dan
antusias untuk menjadikan novel-novel tersebut sebagai objek penelitiannya
dengan mengkaji pendidikan apa saja yang ingin disampaikan seorang agamawan
tersohor Hamka melalui karyanya yang sangat inspiratif itu. Hal ini tentu
dikarenakan, masyarakat yang masih belum paham maksud pesan yang ingin
disampaikan para sastrawan melalui karya tulisnya. Seperti pesan yang dibuat
oleh Hamka melalui karyanya yang mengajarkan tentang pendidikan bagaimana
seharusnya sikap seorang muslim bersikap, bertindak dan menghadapi
keberagaman budayanya. Maka dari itu penulis mengangkat judul: “Pendidikan
Islam dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Novel
Merantau ke Deli Karya Buya Hamka” sebagai penelitian skripsinya.
B. Identifikasi Masalah
15Choirul Anwar, “Islam dan Kebhinekaan di Indonesia: Peran Agama dalam Merawat
Perbedaan, Zawiyah Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 04 No. 02, Desember 2018), h. 14 16Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Jilid II, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010),
h. 67
9
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis mengidentifikasikan
masalah yang berkaitan dengan judul yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu:
a. Kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan Islam, seperti
syariah dan akhlak dalam meningkatkan kualitas hidup manusia
b. Kurangnya kesadaran bahwa pendidikan tidak hanya didapatkan di dalam
lingkungan sekolah saja
c. Kurangnya kesadaran bahwa karya sastra (novel) bisa dijadikan media
dakwah untuk menyampaikan pendidikan yang sangat baik dalam
pembelajaran
d. Kurangnya kesadaran bahwa karya sastra (novel) bukan hanya sebagai
hiburan saja, melainkan media yang dapat dijadikan sumber pendidikan
syariah dan akhlak yang bermanfaat bagi kehidupan.
e. Kurangnya rasa keingintahuan akan pendidikan apa saja yang ingin
disampaikan penulis kepada pembaca
C. Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi perbedaan pemahaman dalam permasalahan penelitian ini,
maka penelitian dibatasi pada:
1. Pendidikan Islam yang dimaksud adalah Syariah (Ibadah), Akhlak (Budi
Pekerti)
2. Karya sastra yang dimaksud adalah novel “Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck” dan novel “Merantau ke Deli” karya Buya Hamka
D. Perumusan Masalah
Untuk memudahkan dalam perumusan masalah penulisan skripsi ini, peneliti
bertitik tolak dari pembatasan masalah di atas. Maka penulis dapat merumuskan
masalah yaitu bagaimana “Pendidikan Islam dalam Novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck dan novel Merantau ke Deli Karya Buya Hamka” yang
ingin disampaikan.
E. Tujuan dan Manfaat Hasil Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat dirumuskan tujuan
penelitian sebagai berikut:
10
a. Untuk mengetahui relevansi pendidikan Islam yang terkandung dalam
novel karya Buya Hamka
b. Untuk mendeskripsikan pendidikan Islam dalam novel karya Buya
Hamka
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan laporan yang sistematis
dan bermanfaat secara umum. Sebagai berikut:
a. Manfaat bagi keilmuan
1) Manfaat teoritis dari penelitian ini diharapkan dapat memberi
kontribusi yang positif dan konstruktif bagi dunia pendidikan,
khususnya bagi pengembangan nilai-nilai pendidikan Islam melalui
pemanfaatan karya seni sastra (novel)
2) Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam membuat karya seni
sastra (novel), agar tidak hanya memprioritaskan nilai jual dari sisi
keindahannya, melainkan lebih memperhatikan isi dan pesan yang
bisa diambil oleh pembaca.
b. Manfaat bagi pendidik
1) Dapat dijadikan media hiburan sekaligus media yang dapat dijadikan
sumber pendidikan yang bermanfaat bagi kehidupan
2) Dapat dijadikan media dakwah untuk menyampaikan pendidikan
Islam yang sangat baik dalam pembelajaran
3) Dapat menambah wawasan tentang keberadaan karya seni sastra
(novel) yang memuat tentang pendidikan
c. Manfaat bagi siswa
1) Dapat menambah wawasan dengan cara yang menarik
2) Dapat menambah semangat membaca
3) Dapat dijadikan pedoman maupun inspirasi dalam kehidupan sehari-
hari
11
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Konsep Dasar Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan Islam
Sebelum menelaah lebih lanjut mengenai pendidikan Islam, perlu
dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan pendidikan.
Kata “pendidikan”, dalam bahasa Yunani, dikenal dengan nama
paedagogos yang berarti penuntun anak. Dalam bahasa Romawi,
dikenal dengan educare, artinya membawa keluar. Bahasa Belanda,
dikenal dengan opvoeden, artinya membesarkan atau mendewasakan.
Bahasa Inggris, dikenal dengan educate atau education, yang artinya
to give moral and intellectual training, artinya menanamkan moral
dan melatih intelektual.1
Dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan
nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana dalam
mengembangkan potensi diri untuk memiliki kekuatan spiritual
Menurut Hasbullah dalam bukunya yang berjudul “Dasar-Dasar
Ilmu Pendidikan: (Umum Dan Agama Islam)” menyebutkan
pengertian pendidikan menurut beberapa tokoh sebagai berikut:3
a. Driyarkara: pendidikan adalah pemanusiaan manusia muda atau
pengangkatan manusia ke taraf insani.
1A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h.
16 2Moh. Haitami Salim dan Syamsul Kurniawan, Studi Pendididkan Islam, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2016), h. 15 3Albar Adetary Hasibuan, Filsafat Pendidikan Islam, (Malang: UIN Maliki Press, 2015), h.
27
12
b. J. J. Rousseau: pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang
tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita
membutuhkannya pada waktu dewasa.
c. John Dewey: pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-
kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah
alam dan sesama manusia.
d. Ki Hadjar Dewantara: pendidikan adalah menuntun segala
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka
sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Setelah mengetahui pengertian pendidikan itu sendiri, maka dapat
kita ketahui bahwasanya pengertian tersebut sejalan dengan
pengertian pendidikan dalam pandangan Islam. Sebagaimana yang
diketahui, dalam Pendidikan Islam terdapat beberapa istilah, seperti
tarbiyah, ta’lim, ta’dib, riyadhah, irsyad,dan tadris. Hal ini juga
dijelaskan dalam buku “Ilmu Pendidikan Islam” karya Prof. Dr. Abdul
Mujib, M.Ag dan Dr. Jusuf Mudzakkir, M. Si, sebagai berikut ini: 4
a. Al- Tarbiyah
Dalam Mu’jam bahasa Arab, kata al-tarbiyah memiliki tiga
akar kebahasaan, yaitu: 5
1) Rabba, Yarbu, Tarbiyah: proses menumbuhkan dan
mengembangkan apa yang ada pada diri peserta didik, baik
secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual.
2) Rabba, Yurbi, Tarbiyah: usaha untuk menumbuhkan dan
mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial,
maupun spiritual
3) Rabba, Yarubbu, Tarbiyah: usaha untuk memelihara,
mengasuh, merawat, memperbaiki, dan mengatur kehidupan
4Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 10-
22 5Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ibid,h.10-11
13
peserta didik, agar ia dapat survive lebih baik dalam
kehidupannya.
Jika ketiga kata tersebut diintegrasikan, maka pengertian
tarbiyah adalah proses menumbuhkan dan mengembangkan
potensi (fisik, intelektual, sosial, estetika, dan spiritual) yang
terdapat pada peserta didik, sehingga dapat tumbuh dan terbina
dengan optimal, melalui cara memelihara, mengasuh, merawat,
memperbaiki, dan mengaturnya secara terencana, sistematis, dan
berkelanjutan.
b. Al- Ta’lim
Kata ta’lim berasal dari akar kata ‘allama-yu’allimu-
ta’liiman yang diartikan dengan mengajar atau memberi ilmu,
yaitu mengajarkan suatu ilmu pada seseorang agar memiliki
pengetahuan tentang sesuatu.6
Allah menggunakan kata ta’lim dalam Al-Qur’an untuk:
mengajarkan nama-nama yang ada dalam jagat raya kepada nabi
Adam dalam (Qs Al-Baqarah: 31), mengajarkan tentang Al-
Qur’an dan Al-Bayan (Qs Ar-Rahman: 2), mengajarkan Al-Kitab,
Al-Hikmah, Taurat, dan Injil (Qs Al-Maidah: 110), mengajarkan
ta’wil mimpi (Qs Yusuf: 101), mengajarkan sesuatu yang belum
diketahui manusia (Qs Al-Baqarah: 239), mengajarkan tentang
sihir (Qs Thaha: 71), mengajarkan ilmu laduni (Qs Al-Kahfi: 65),
mengajarkan cara membuat baju besi untuk melindungi tubuh dari
bahaya (Qs Al-Anbiya: 80), mengajarkan tentang wahyu dari
Allah (Qs At-Tahrim: 5).
c. Al- Ta’dib
Kata ta’dib berasal dari kata aduba-ya’dubu, yang berarti
melatih atau mendisiplinkan diri, atau bisa juga berasal dari kata
addaba-yuaddibu-ta’diban, yang berarti mendisiplinkan atau
6A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h.
20
14
menanamkan sopan santun. Jadi, lebih tepatnya kata ta’dib dapat
diartikan dengan upaya menanamkan sikap beradab, sopan
santun, tata krama, budi pekerti, akhlak, moral, dan etika.7
Melalui kata al-ta’dib Al-Attas menjadikan pendidikan sebagai
sarana trasformasi nilai-nilai akhlak mulia yang bersumber pada
ajaran agama ke dalam diri manusia, serta menjadi dasar bagi
terjadinya proses islamisasi ilmu pengetahuan.
d. Al- Riyadhah
Dalam pendidikan, kata riyadhah diartikan dengan mendidik
jiwa anak dengan akhlak mulia. Sedangkan dikalangan tasawuf
agak berbeda, yaitu mendidik atau melatih mental spiritual agar
senantiasa mematuhi ajaran Allah SWT.
Dalam “Ilmu Pendidikan Islam” karya Dr. Zakiah Daradjat, dkk
juga dijelaskan bahwa, bila kita melihat pengertian pendidikan dari
segi bahasa, maka kita harus melihat kepada bahasa Arab. Kata
“pendidikan” yang umum kita gunakan sekarang, dalam bahasa
Arabnya adalah “tarbiyah”, dengan kata kerja “rabba”. Kata
“pengajaran” dalam bahasa Arabnya adalah “ta’lim” dengan kata
kerjanya “allama”. Pendidikan dan pengajaran dalam bahasa Arabnya
“tarbiyah wa ta’lim” sedangkan, “pendidikan Islam” dalam bahasa
Arabnya adalah “tarbiyah islamiyah”8
Selain istilah-istilah di atas, Pendidikan Islam juga mempunyai
makna sempit dan luas. Makna sempitnya adalah usaha yang
dilakukan untuk pentransferan ilmu (knowledge), nilai (value), dan
keterampilan (skill) berdasarkan ajaran Islam dari si pendidik kepada
murid guna terbentuknya pribadi muslim seutuhnya. Adapun makna
luasnya, pendidikan Islam bukan hanya transfer 3 ranah saja,
melainkan kajian tentang visi, misi dan tujuan dari pendidikan itu
7A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang Press, 2008), h.
20 8Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), h. 25
15
sendiri.9 Karenannya, pendidikan Islam diartikan sebagai usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami,
menghayati dan mengamalkan agama Islam melaui kegiatan,
bimbingan, pengajaran dan latihan dengan memperhatikan tuntutan
untuk menghormati dalam hubungan antar umar beragama dalam
masyarakat untuk mewujudkan persatuan.10
Hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 39 ayat 2 UUSPN tahun
1989. Pendidikan Islam dimaksudkan sebagai usaha untuk
memperkuat iman dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
sesuai dengan agama yang diamalkan oleh peserta didik yang
bersangkutan.11
Lebih tepatnya seperti yang dikatakan oleh Dr. Armai Arief, M. A
bahwa, pendidikan Islam merupakan sebuah proses yang dilakukan
untuk menciptakan manusia-manusia yang seutuhnya beriman dan
bertakwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya
sebagai khalifah Allah di muka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran
Al-Qur’an dan sunnah.12
2. Fungsi dan Tujuan Pendidikan
Dalam UU RI Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
9Haidar Putra Daulay dan Nurgaya Pasa, Pendidikan Islam dalam Lintasan Sejarah,
(Jakarta: Kencana, 2013), h. 3 10Abdul Rachman Shaleh,Pendidikan Agama dan Keagamaan (Visi, Misi dan Aksi), (Jakarta:
Gemawindu Panca perkasa, 2000), h. 31 11Abdul Rachman Shaleh, Ibid, h. 31 12Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), h. 16
16
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.13
Tujuan dan fungsi pendidikan bukan hanya itu saja, melainkan
sebagaimana berikut:
a. Mencapai keseimbangan pertumbuhan kepribadian manusia
secara menyeluruh dan seimbang yang dilakukan melalui latihan
jiwa, akal pikiran (intelektual), diri manusia yang rasional;
perasaan dan indera. Karena itu, pendidikan hendaknya
mencangkup pengembangan seluruh aspek fitrah manusia.14
b. Mampu mengolah dan menggunakan kekayaan yang ada dilangit
dan di bumi untuk kesejahteraan dan kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat kelak.15
c. Terciptanya insan-insan kamil setelah proses pendidikan
berakhir.16
d. Mewujudkan rahmat bagi seluruh umat manusia, sesuai dengan
firman Allah Swt dalam Qs. Al-Anbiya ayat 107:
ي ال م ع اك إ ل ر ح ة ل ل ن ل ا أ رس م و
“Tidaklah Kami utus engkau (Muhammad) melainkan agar
menjadi rahmat bagi seluruh alam.17
Yaitu, “Menjadikan pendidikan Islam sebagai pranata yang
kuat, berwibawa, efektif, dan kredebil dalam mewujudkan cita-
cita ajaran Islam”.18
Dilihat dari berbagai macam fungsi dan tujuannya, maka dapat
disimpulkan bahwa fungsi dan tujuan pendidikan dengan pendidikan
Islam ialah melakukan proses pendidikan dengan tujuan
13Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2017), h. 3 14Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis),
(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), h. 37 15Abdul Rachman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan (Visi, Misi dan Aksi), (Jakarta:
Gemawindu Panca Perkasa, 2000), h. 3 16Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), h. 16 17 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 331 18Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2010), h. 44
17
meningkatkan kualitas mental seseorang dan segala proses yang
dijalankannya atas berdasarkan fitrah yang diberikan Allah. Adapun
diadakannya pendidikan sebagai alat yang digunakan untuk
memelihara kelanjutan hidup dengan membentuk akhlak dan budi
pekerti yang sanggup melahirkan masyarakat yang bermoral, berjiwa
bersih, pantang menyerah, bercita-cita tinggi, dan berakhlak mulia.
3. Jenis-jenis Pendidikan
Jenis-jenis pedidikan dalam pandangan Islam yang Allah
wahyukan kepada Nabi Muhammad Saw secara sempurna, meliputi
semua aspek kehidupan manusia berupa hukum dan norma yang
mengantarkan manusia menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat,
ialah:19
a. Pendidikan Akidah Islam
Yakni, aspek keyakinan terhadap Islam, berupa Rukun Iman.
Akidah Islam akan mendorong seorang muslim melaksanakan
syari’ah yang bersumber dari Al-Qur’an dan as-sunnah.
Sebagaimana terdapat dalam firmannya Qs. An-Nisa ayat 136:
ي أ ي ه ا الذ ين آم ن وا آم ن وا ب لل و ر س ول ه و الك ت اب الذ ي ن زل ع ل ى ر س ول ه
ئ ك ت ه و ك ت ب ه و ر س ل ه و الي وم لل و م ل و الك ت اب الذ ي أ ن ز ل م ن ق بل و م ن ي كف ر ب
ا ل ب ع يد ر ف ق د ض ل ض ل الخ
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman
kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah
turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari
19Nina Aminah, Studi Agama Islam, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2014), h. 53-54
18
kemudian. Maka sesungguhnya orang tu telah sesat sejauh-
jauhnya20
b. Pendidikan Syari’ah
Yakni, segala yang berhubungan dengan sistem atau aturan
Ilahi dan ajaran-ajaran Islam, berupa akidah, ibadah, akhlak,
perundang-undangan, peraturan, dan hukum.21
c. Pendidikan Akhlak
Yakni, tingkah laku yang bersangkutan dengan Khaliq
(Pencipta), dan Makhluq (yang diciptakan). Pada garis besarnya,
akhlak terdiri atas: Aklak terhadap Khaliq (Pencipta), Akhlak
terhadap sesama manusia, akhlak terhadap lingkungan.
4. Pendekatan dan Metode Pendidikan Islam
Metode dan pendekatan dalam praktik proses belajar mengajar
dalam Pendidikan Agama Islam perlu diperhatikan. Pendekatan
tersebut ialah: 22
a. Pendekatan Keimanan
Memberikan peluang peserta didik dengan mengembangkan
pemahaman adanya Tuhan sebagai sumber kehidupan manusia.
b. Pendekatan Pengalaman
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mempraktikkan dan merasakan hasil-hasil pengalaman ibadah dan
akhlak dalam menghadai tugas-tugas dan masalah kehidupan
c. Pendekatan Pembiasaan
Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
membiasakan sikap dan perilaku baik yang sesuai dengan ajaran
Islam dan budaya bangsa dalam menghadapi masalah bangsa
20Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Jilid 2, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010),
h. 292 21Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, Terj. Jamaluddin Miri, (Jakarta:
Pustaka Amani, 2007), h. 165 22Moch. Tolchah, Dinamika Pendidikan Islam Pasca Orde Baru, (Yogyakarta: LkiS Pelangi
Aksara, 2015), h. 73-74
19
d. Pendekatan Rasional
Usaha memberikan peran pada rasio peserta didik dalam
memahami dan membedakan berbagai bahan ajar dalam standar
materi serta kaitannya dengan perilaku baik dengan perilaku yang
buruk dalam kehidupan duniawi
e. Pendekatan Emosional
Upaya menggugah perasaan peserta didik dalam menghayati
perilaku yang sesuai dengan ajaran agama dan budaya bangsa
f. Pendekatan fungsional
Menyajikan semua bentuk standar materi dari segi manfaatnya
bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dalam arti luas
g. Pendekatan keteladanan
Menjadikan figur guru agama dan non agama serta petugas
sekolah lainnya maupun orang tua peserta didik sebagai cermin
manusia berkepribadian agama
h. Pendekatan filosofis
Karena manusia adalah homo rastionale, maka pendekatannya
harus juga didasarkan pada sejauh mana kemampuan berpikirnya
dapat dikembangkan sampai pada titik maksimal
perkembangannya
5. Ayat Al-Qur’an dan Hadist Tentang Pendidikan
Al-Qur’an dan hadis merupakan sumber ajaran Islam sekaligus
pedoman hidup setiap muslim. Al-Qur’an sebagai petunjuk dari Allah
SWT yang bila dipelajari akan membantu kita menemukan nilai-nilai
yang dapat dijadikan pedoman bagi penyelesaian problem hidup.
Apabila dihayati dan diamalkan akan menjadikan pikiran, rasa dan
karsa kita mengarah kepada realitas keimanan, stabilitas dan
ketentraman hidup pribadi dan masyarakat.
Beriman kepada al-Qur’an artinya mengikuti ajaran yang
terkandung di dalamnya, menjadikannya panutan dan acuan serta
20
referensi dalam berucap, berbuat dan lainnya. Sedangkan, Beriman
kepada Hadis Rasulullah SAW artinya menjadikan hadis Rasul
sebagai pedoman dan acuan serta referensi dalam berucap, berbuat
dan lainnya atau mengikuti ajaran yang terkandung di dalamnya.
Pendidikan merupakan salah satu perintah yang sangat tegas
pesannya dalam Al-Qur’an dan hadist. Berikut ini beberapa ayat Al-
Qur’an dan hadist yang membahas tentang pendidikan:
a. Qs Al-‘Alaq ayat 1-5
نس ان م ن ع ل ق )2( اق ر أ و ر بك ال كر م سم ر ب ك الذ ي خ ل ق )1( خ ل ق ال اق ر أ ب
نس ان م ا ل ي عل م )5 لق ل م )4( ع لم ال )3( الذ ي ع لم ب
“(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan (2) Dia telah menciptakan manusia dari 'Alaq (3)
Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling Pemurah (4) Yang
mengajar manusia dengan pena (5) Dia mengajarkan kepada
manusia apa yang belum diketahuinya.”23
Dalam ayat ini Allah memberikan dorongan untuk membaca
dan mengisyaratkan pula akan karunia Allah SWT dengan
menciptakan manusia dengan kemampuan untuk mempelajari
bahasa, bacaan, tulisan, dan ilmu pengetahuan.24
Maksud mengaitkan pekerjaan membaca dengan nama Allah
ialah untuk mengantarkan pelakunya agar tidak melakukannya
kecuali karena Allah. Sebagaimana yang dituliskan oleh Syaikh
Abdul Halim Mahmud (mantan pemimpin tertinggi Al-Azhar
Mesir) menuliskan dalam bukunya, Al-Qur’an Fi Syahr Al-
(Jakarta: Lentera Hati, 2009), h.456 26M. Quraish Shihab, Ibid, h. 456 27Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Jilid I, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), h.
470 28Fadhilah Suralaga, Nety Hartaty, dan Zahratun Nihayah, Psikologi Pendidikan dalam
Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 60
22
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu
pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu
bersyukur.”29
Dalam ayat ini Hamka menjelaskan, anak yang dilahirkan ke
dunia ini dalam keadaan putih bersih, tidak membawa apa-apa
kecuali gharizah atau naluri. Gharizah itu dilengkapi dengan
penglihatan, pendengaran, dan hati yang kesemuanya merupakan
alat untuk memperoleh ilmu.30
Allah SWT telah melegitimasi bahwa manusia dikeluarkan
dari rahim ibunya tanpa mengetahui ilmu pengetahuan apapun.
Kemudian Allah mengaktifkan untuknya pendengaran,
penglihatan dan perasaan dengan harapan ia menjadi hamba yang
pandai bersyukur, dan memperoleh ilmu pengetahuan dari sumber
utama, yaitu ilahiyah dan manusiawi. Kedua sumber tersebut
diciptakan sebagai alat dan sarana untuk bisa mengamati,
memahami, dan memperoleh ilmu pengetahuan.31
d. Diriwayatkan oleh Abdullah bin Abdullah bin Mas’ud r.a, bahwa
Rasulullah bersabda:
“Pelajarilah ilmu dan ajarkanlah dia kepada orang-orang!
Pelajarilah hal-hal yang fardhu dan ajarkanlah dia pada orang-
orang! Pelajarilah Al-Qur’an dan ajarkanlah dia kepada orang-
orang!”32
e. Diriwayatkan oleh Abu Darda, bahwa Rasulullah bersabda:
29Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Jilid V, (Jakarta: Lentera Abadi, 2010),
h. 358 30Sapiudin Shidiq, “Pendidikan Menurut Buya Hamka”, Jurnal Pendidikan Agama Islam,
Vol. 02 No. 02, Juli 2008, h. 112 31Fadhilah Suralaga, Nety Hartaty, dan Zahratun Nihayah, Psikologi Pendidikan dalam
Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 56-57 32Fadhilah Suralaga, Nety Hartaty, dan Zahratun Nihayah, Ibid, h. 60
23
“Orang itu ada yang alim dan ada yang masih belajar. Tidak
ada kebaikan pada orang yang selain keduanya”. (Maksudnya
tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mencari ilmu).33
Sederhananya, misi pendidikan menurut pandangan Islam adalah
mengembalikan asal tujuan diciptakannya manusia. Sebagaimana
yang dijelaskan dalam Qs. Adz-Dzariat ayat 56:
ون ب د ع س إ ل ل ي ن ال ت ال ن و ل ق ا خ م و
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar
mereka beribadah kepada-Ku“34
Ayat ini menjelaskan bahwa tujuan manusia diciptakan untuk
beribadah dan menjadi khalifah. Manusia diciptakan dengan segala
bentuk kelemahan, namun disamping itu, manusia diharapkan akan
menjadi orang dengan kemampuan berpikir yang cerdas. Oleh karena
itu manusia harus memberi asupan-asupan yang kuat dalam
pemikirannya agar sesuai dengan tujuan penciptaannya.
Hamka, sebagai ulama memotivasi umatnya mencari ilmu
pengetahuan bukan hanya untuk membantu manusia memperoleh
penghidupan yang layak. Akan tetapi, lebih dari itu dengan ilmu,
manusia akan mampu mengenal Tuhannya, memperhalus akhlaknya,
dan senantiasa berupaya mencari keridhaan Allah.35
B. Deskriptif Novel
1. Pengertian Novel
Secara etimologi kata novel berasal dari bahasa latin novellus.
Kata novellus dibentuk dari kata novus yang berarti baru atau new
33Fadhilah Suralaga, Nety Hartaty, dan Zahratun Nihayah, Ibid, h. 60 34Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya: Jilid IX, (Jakarta: Departemen Agama
RI, 2009), h. 485 35Ris’an Rusli, “Agama dan Manusia dalam Pendidikan Hamka”, Jurnal Intizar, Vol. 20 No.
02, 2014, h. 205
24
dalam bahasa Inggris. Dikatakan baru karena novel adalah bentuk
karya sastra yang datang kemudian dari bentuk karya sastra lainnya.36
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, novel diartikan sebagai
“karangan prosa yang panjang yang mengandung rangkaian cerita
kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan
menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.37
Secara harfiah novel merupakan pengungkapan dari fregmen
kehidupan manusia (dalam jangka yang lebih panjang) dimana terjadi
konflik-konflik yang akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan
jalan hidup antar para pelakunya.38
Burhan Nurgiyantoro dalam bukunya yang berjudul “Teori
Pengkajian Fiksi”, membagi novel menjadi dua jenis:39
a. Novel Serius
Yaitu novel yang memerlukan daya konsentrasi yang tinggi
dan kemauan jika ingin memahaminya. Pengalaman hidup yang
ditampilkan dalam novel ini disoroti dan diungkapkan sampai
keinti hakikat kehidupan. Novel ini selain memberikan hiburan,
juga memberikan pengalaman berharga dan mengajak
pembacanya untuk meresapi dan merenungkan permasalahan
yang dikemukakan
b. Novel Populer
Yaitu novel yang populer pada masanya dan banyak
penggemarnya, khususnya pembaca dikalangan remaja. Novel ini
bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman dan tidak memaksa
orang untuk membacanya. Biasanya novel ini cepat dilupakan
36Endah Tri Priyatni, Membaca Sastra dengan Ancangan Literasi Kritis, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2010), h. 124 37Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008), h. 1079 38Mursal Esten, Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah, (Bandung: Angkasa, 2013), h. 7 39Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2010), h. 10
25
oleh orang, apalagi ketika munculnya novel-novel baru yang lebih
populer pada masa sesudahnya.
2. Unsur-Unsur Novel
Unsur-unsur pembangun sebuah novel dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Kedua unsur
inilah yang sering digunakan para kritikus dalam mengkaji dan
membicarakan novel atau karya sastra pada umumnya.40 Berikut ini
unsur-unsur yang terkandung dalam novel:
a. Unsur Intrinsik
Yaitu unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri,
yang turut serta membangun cerita. Unsur intrinsik terdiri dari:
tema, alur, penokohan, latar/setting, dan sudut pandang.41
1) Tema
Yaitu gagasan (ide) utama atau makna utama sebuah
tulisan. Tema adalah sesuatu amanat utama yang
disampaikan oleh penulis melalui karangannya.42
2) Alur
Yaitu rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita yang
menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa
lain.43
3) Tokoh
Yaitu orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif,
atau drama yang menurut pembaca memiliki kualitas moral
dan memiliki kecenderungan tertentu seperti yang
40Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
2010), h. 23 41Burhan Nurgiyantoro, Ibid, h. 23 42Nini Ibrahim, Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, (Depok: UHAMKA PRESS,
2009), h. 136 43Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, Terj. Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 26
26
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dari
tindakan.44
4) Latar/setting
Yaitu lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa
dalam cerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-
peristiwa yang sedang berlangsung.45 Seperti waktu, tempat,
dan suasana.
5) Sudut pandang
Yaitu melihat suatu peristiwa melalui mata seseorang,
bagaimana nuansa, gayanya, bahkan makna cerita itu
sendiri.46 Dimana ‘pembaca’ memiliki posisi dan hubungan
berbeda dengan setiap peristiwa dalam cerita.47
Secara garis besar, sudut pandang dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu: persona pertama (gaya “aku”) dan persona
ketiga (gaya “dia”).48
b. Unsur Ekstrinsik
Yaitu unsur-unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi
tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme
karya sastra.49
3. Novel Sebagai Karya Sastra
Dalam kesusastraan novel disebut juga dengan fiksi. Fiksi
disini adalah sebuah cerita yang tidak sepenuhnya merupakan
fakta. Fiksi dalam pengertian ialah cerita rekaan atau cerita
khayalan yang berbentuk teks atau tulisan. Teks atau tulisan disini
bukan hanya sekedar berupa teks atau tulisan saja, karena apabila
sastra hanya memiliki arti “semua yang berupa tulisan saja”, buku
44Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta:Gajah Mada University Press,
2010), h. 165 45Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, Terj. Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 35 46Sukino, Menulis itu Mudah, (Yogyakarta: Pustaka Populer LKiS, 2010), h. 155 47Robert Stanton, Op. Cit, h. 53 48Burhan Nurgiyantoro, Op. Cit, h. 256 49Burhan Nurgiyantoro, Ibid, h. 23
27
pelajaran seperti fisika pun bisa disebut sebagai sastra. Maka sastra
yang dimaksud disini ialah suatu teks atau tulisan yang
berdasarkan imajinasi, khayalan ataupun cerita rekaan.50
Novel atau fiksi bisa disebut karya sastra karena novel
berbentuk atau tulisan yang dibentuk berdasarkan imajinasi
penulis. Adapun beberapa fiksi yang berisikan informasi faktual
seperti novel sejarah, tetap saja sang penulis lebih mengutamakan
imajinasinya. Karena, faktual disini berbeda dengan informasi
yang diberikan oleh buku sejarah. Novel sejarah lebih
mengutamakan kepentingan imajinasi penulis dibanding informasi
faktual yang didapatkan, sedangkan buku sejarah hanya
menggunakan informasi faktual saja tanpa menggunakan imajinasi.
51
Novel bukan hanya sekedar menyajikan wacana dan cerita
kepada masyarakat saja, novel juga sangat berperan penting untuk
memajukan kehidupan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari
perjuangan seorang penulis dan sastrawan dalam menyampaikan
nilai-nilai moral melalui sebuah cerita agar para pembacanya dapat
mengetahui dan memahami maksud dari pesan yang ingin
disampaikan.
Terlebih lagi novel dapat menjadi alternatif dalam
berkomunikasi. Seperti dalam dunia pendidikan saat ini saja yang
tidak lagi mengedepankan model komunikasi yang dikembangkan
oleh Hovlad, Carold Lasswell (1989), John Dewey (1990), Litle
John (1999), Onong Uchayana (1992), yang menitik beratkan pada
kajian face to face antara guru dan murid dalam proses
pendidikannya.52
50Robin Mayhead, Understanding Literature, (London: Cambridge University Press, 1974),
h. 10 51Andrew Bennet and Nicholas Royle, An Introduction To Literature, Criticism And Theory,
(England: Pearson Education Limited, 2004), h. 1 52Ishak Abdulhak dan Deni Darmawan, Teknologi Pendidikan, (Bandung: PT Remaja
RosdaKarya, 2015), h. 15
28
Sastra berupa novel atau cerpen, Keduanya memiliki elemen
yang sama. Namun, Perbedaan cerpen dengan novel dapat dilihat
melalui:53
a. Jumlah kata. Novel mengandung kata-kata yang lebih
panjang dan berkisar 35.000 buah kata sampai tak terbatas,
dan minimal berkisar 100 halaman
b. Alur cerita. Novel memiliki alur cerita yang lebih
kompleks, yaitu dengan mengemukakan sesuatu secara
bebas, rinci, banyak, detail, dan lebih banyak melibatkan
permasalahan yang lebih kompleks
c. Fokus. Novel memiliki fokus yang lebih banyak, contoh:
cerpen hanya ada menceritakan satu kejadian, sedangkan
novel lebih dari satu kejadian
d. Jumlah tokoh. Novel memiliki lebih banyak tokoh
e. Latar/setting. Novel menggunakan lebih dari satu
latar/setting
f. Impresi. Novel memiliki lebih dari satu impresi, efek, dan
emosi
4. Novel Sebagai Media Pendidikan
Sebagai media pendidikan, Novel merupakan salah satu cara
yang baik untuk mengajak mendekatkan diri kepada Allah serta
melestarikan budaya membaca masyarakat.
Novel mampu menyampaikan pesan yang memberikan suatu
ajaran atau nilai didik kepada para pembacanya dengan baik.
Karena kompleksnya realita kehidupan manusia yang diangkat
dalam novel dapat menjadi sumber bagi pencerahan manusia.
53Edward H. Jones Jr, Outlines Of Literature: Short Stories, Novels, and Poems, (New York:
The Macmillan Company, 1968), h. 80-81
29
Nilai-nilai yang terkandungpun sangat besar manfaatnya untuk
diikuti dan digunakan dalam keseharian.54
Sesuai dengan pengertian media itu sendiri, novel dapat
dijadikan sebagai alat perantara yang membantu merangsang dan
menumbuhkan motivasi belajar peserta didik agar proses
pembelajaran terlihat tidak membosankan.55
Selain itu, manfaat novel sebagai media juga dapat dirasakan
oleh berbagai kalangan, baik tua maupun muda. Karenannya, novel
bisa dijadikan sebagai cara yang paling efektif dan efesien untuk
mendidik dan mentransfer ilmu pengetahuan dimana saja termasuk
di luar maupun di dalam lingkungan sekolah .
C. Teori yang Digunakan Hamka
Teori yang digunakan Hamka dalam menyampaikan pendidikan
melalui novel, adalah teori tentang teosentris dan antroposentris.
Teosentris yang berasal dari bahasa Yunani (theos), yang berarti
Tuhan, dan bahasa Inggris (center), yang berarti pusat, memiliki
pandangan bahwa sistem keyakinan dan nilai keTuhanan memiliki
moralitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan sistem lainnya. Yaitu,
semua proses kehidupan dimuka bumi ini akan kembali lagi ke Tuhan,
Manusia tidak mempunyai daya dan upaya tanpa Tuhannya, karena
semuanya sudah di kendalikan oleh Tuhan sebagai pusat dari alam
semesta.
Sebaliknya, pada abad ke 15/16M muncul teori yang menolak
teosentris, yaitu antroposentris. Antroposentris yang berasal dari bahasa
Yunani (anthropikos), yang berarti anthropos (manusia) dan kentron
(pusat), yaitu pandangan yang lebih mempertahankan bahwa manusia
merupakan pusat dan tujuan akhir dari alam semesta, karenanya nilai-nilai
54Herlina, “Nilai Kearifan Lokal Dalam Novel Negeri Sapati Karya Laode. M. Insan Sebagai
Pendukung Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Jurnal Pendidikan Bahasa, Vol. 03 No. 02,
Desember 2014, h. 203 55Novan Ardy Wiyani dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam: Rancangan Bangun Konsep
Pendidikan Monokotomik-Holistik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), h.197
30
manusia merupakan pusat untuk berfungsinya alam semesta yang dimana
alam semesta akan menopangnya dan secara tahap demi tahap mendukung
nilai-nilai itu.56
Berbeda dengan penolakan diatas yang menyatakan bahwa sistem
yang digunakan adalah antroposentris bukan teosentris. Melalui rangkaian
cerita dalam novelnya, Hamka justru ingin menunjukkan bahwa diantara
keduanya justru saling berkaitan. Ketika sistem yang ada di dunia ini
bersifat teosentris maka sebenarnya sistem itu pada akhirnya akan kembali
lagi ke antroposentris. Hal ini dikarenakan apa yang berasal dari Tuhan
kepada manusia (bumi), ditujukan untuk manusia kepada alam, yaitu dari
kemampuan yang diberikan menuju kehendak bebas yang pada akhirnya
akan kembali lagi kepada Tuhan
Cara ini ia sampaikan dengan konsep pemikirannya mengenai agama
Islam, yang menekankan upaya maksimal dalam menumbuhkan dan
menguatkan pribadi setiap individu, yaitu pribadi yang mencangkup dari
akal, budi, cita-cita, dan bentuk fisik seseorang untuk lebih meningkatkan
dan mengembangkan keimanan dan ketaqwaanya kepada Tuhannya.
Upaya ini ia lakukan agar setiap individu dapat merealisasi kan tugasnya
sebagai manusia dengan baik dan dapat bertanggung jawab atas apa yang
telah dikerjakannya.
Selanjutnya memberikan gambaran dengan melatih cara berfikir
bahwasanya manusia bersifat teosentris dan antroposentris. Yaitu manusia
dapat memiliki banyak tujuan yang tetap mengacu pada hukum Tuhan.
Penyimpangan terhadap hukum Tuhan, memberikan konsekuensi berupa
dosa. Walaupun berbagai kesalahan tersebut dapat diampuni, namun
berbagai dosa yang dilakukan secara disadari dan berkelanjutan, pada
akhirnya menghambat perwujudan, tujuan akhir, dan keridhaan Tuhan.
Sehingga singkatnya, manusia dalam mewujudkan tujuan
perantaranya, harus selalu menjaga langkahnya untuk tidak melanggar
56Ita Amaliatul Fajriah, “Corak Teosentrisme dan Antroposentrisme Dalam Pemahaman
Tauhid Di Pondok Pesantren Attauhidiyyah Cikura Bojong Kabupaten Tegal”, Skripsi pada UIN
Walisongo, Semarang 2018, h. 24-25
31
aturan Tuhan. Dengan kata lain manusia memiliki tanggungjawab untuk
selalu menjaga setiap langkahnya dalam kehidupan. Sehingga harapannya
mampu memberi manfaat dalam mempersiapkan generasi-generasi yang
mandiri dan bertanggung jawab yang mampu mengindahkan semua aturan
nilai dan akhlak.
Dengan demikian, pemikiran tersebut mampu menjadi solusi alternatif
dalam menyusun rumusan visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional
terlebih khusus pendidikan Islam dengan tidak mengesampingkan nilai-
nilai akhlak dan moral dengan mengembangkan ranah ta’lim, tarbiyah dan
ta’dib.
D. Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian yang sedang dibuat,
sebagaimana berikut:
1. Intizar, Vol. 20 no. 02, 2014 ialah jurnal milik Ris’an Rusli dengan
judul “Agama dan Manusia dalam Pendidikan Hamka (Studi Filsafat)”
memiliki persamaan tentang pemikiran-pemikiran Hamka tentang
agama dan manusia. Melalui karyanya, Hamka memotivasi umatnya
mencari ilmu pengetahuan bukan hanya untuk membantu manusia
memperoleh penghidupan yang layak. Akan tetapi, lebih dari itu
dengan ilmu, manusia akan mampu mengenal Tuhannya,
memperhalus akhlaknya, dan senantiasa berupaya mencari keridhaan
Allah.57
Perbedaan yang dimiliki ialah, di dalam jurnal ini Ris’an Rusli
menjelaskan mengenai agama dan manusia saja secara meluas.
Sedangkan dalam penelitian ini, saya menjelaskan pendidikan apa saja
yang terselipkan dalam karya novelnya yang inspiratif.
2. Jurnal Pendidikan Bahasa, Vol. 03 no. 02, Desember 2014 ialah jurnal
milik Herlina dengan judul “Nilai Kearifan Lokal dalam Novel Negeri
Sapati Karya Laode M. Insan sebagai Pendukung Pelaksaan
57Ris’an Rusli, “Agama dan Manusia dalam Pendidikan Hamka (Studi Filsafat)”, Jurnal
Intizar, Vol. 20 no. 02, 2014
32
Pendidikan Karakter” memiliki persamaan meneliti sebuah novel yang
kaya akan nilai-nilai pendidikan, seperti nilai keagamaan, nilai moral,
nilai sosial dan nilai adat istiadat.58
Perbedaan yang dimiliki ialah, Objek Penelitiannya. Di dalam
jurnal ini Herlina meneliti novel karya Laode M. Insan yang berjudul
“Negeri Sapati”. Sedangkan, dalam penelitian ini, peneliti meneliti
novel-novel karya Buya Hamka
3. Jurnal Al-Qanatir: International Journal of Islamic Studies, Vol. 13.
No. 01, Januari 2019 ialah jurnal milik Wan Sofiah, Wan Ahmad dan
Zulkefli Aini dengan judul “Al-Hikmah Rethorical Da’wah Through
Subtle Method In “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” Novel
Written By Hamka” memiliki persamaan meneliti sebuah novel karya
Buya Hamka untuk mengambil hikmah dan pendidikan yang
disampaikan.59
Perbedaan yang dimiliki ialah, objek penelitiannya. Di dalam
jurnal ini Wan Sofiah, Wan Ahmad dan Zulkefli Aini hanya meneliti
satu buah novel saja dan lebih terfokus dengan retorik dakwah yang
terkandung dalam novel tersebut. Sedangkan dalam penelitian ini,
peneliti meneliti juga meneliti novel yang berjudul Merantau ke Deli
dan lebih terfokus dengan pendidikan yang disampaikan.
4. Jurnal Sejarah dan Budaya, Vol. 08 No. 02, 2014 ialah jurnal milik M.
Nur Fahrul Lukmanul Khakim dengan judul “Nilai Kebangsaan dalam
Karya Sastra Hamka 1930-1962” memiliki persamaan meneliti
pendidikan yang terkandung dalam sastra-sastra Hamka.60
Perbedaan yang dimiliki ialah jurnal milik M. Nur Fahrul
Lukmanul Khakim hanya meneliti pendidikan karakternya saja, yaitu
58Herlina, “Nilai Kearifan Lokal dalam Novel Negeri Sapati Karya Laode M. Insan sebagai
Pendukung Pelaksaan Pendidikan Karakter”, Jurnal Pendidikan Bahasa, Vol. 03 no. 02, Desember
2014 59Wan Sofiah, Wan Ahmad dan Zulkefli Aini, “Al-Hikmah Rethorical Da’wah Through
Subtle Method In “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” Novel Written By Hamka”, Jurnal Al-
Qanatir: International Journal of Islamic Studies, Vol. 13. No. 01, Januari 2019 60M. Nur Fahrul Lukmanul Khakim, “Nilai Kebangsaan dalam Karya Sastra Hamka 1930-
1962”, Jurnal Sejarah dan Budaya, Vol. 08 No. 02, 2014
33
nilai-nilai kebangsaannya. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti
meneliti pendidikan yang disampaikan, seperti pendidikan Islam,
pendidikan moral, pendidikan sosial.
5. Skripsi milik Kholifatun dari Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran
Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (2016) yang berjudul “Kritik
Buya Hamka terhadap Adat Minangkabau dalam Novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” memiliki persamaan meneliti
pesan pendidikan dalam menyikapi suatu adat khusunya adat
Minangkabau yang bersistem matrilineal.61
Perbedaan yang dimiliki ialah skripsi milik Kholifatun hanya
meneliti satu buah novel karya Hamka dan penelitiannya terfokus
kepada kritikan Hamka dan cara Hamka menyikapi suatu adat yaitu
adat Minangkabau. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti meneliti
juga novel yang berjudul Merantau ke Deli dan lebih terfokus kepada
pendidikan yang disampaikan, seperti pendidikan Islam, pendidikan
moral, pendidikan sosial termasuk juga cara menyikapi suatu adat
61Kholifatun, “Kritik Buya Hamka terhadap Adat Minangkabau dalam Novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck”, Skripsi pada UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang terletak di Jl.
Ir Haji Juanda No. 95, Ciputat, Tangerang Selatan. Waktu penelitian dilakukan
selama delapan bulan dari bulan Agustus 2019 sd Maret 2020
B. Metode Penulisan
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Dikatakan
penelitian kepustakaan karena penelitian didukung oleh referensi berupa teks
novel, dan buku-buku penunjang yang berhubungan dengan penelitian ini.
Metode penulisan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif. Deskriptif kualitatif adalah metode yang bertujuan untuk
menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai
fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian,
dan berupaya menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat,
model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.1
Melalui metode ini, peneliti berusaha mengamati dan memahami objek
penelitian dengan tujuan untuk memperoleh pemahaman makna yang diperoleh
dari setiap kata, kalimat, paragraf, teks dan juga unsur pengembangan karya sastra
seperti alur, tokoh, latar, dan tema. Dengan demikian, laporan penelitian ini dibuat
dalam bentuk lampiran tabel pemaparan data.
Dalam penelitian, peneliti juga menggunakan dua cara. Cara pertama yaitu:
manusia sebagai alat atau instrumen, yang artinya peneliti sendiri ataupun melalui
bantuan orang lain sebagai alat pengumpul data pertama, dan cara kedua yaitu:
data yang dikumpulkan berupa kata-kata. Melalui kedua cara tersebut
“Pendidikan Islam Dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan
1H. M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Komunikasi, Ekonomi, kebijakan Publik, dan
ilmu Sosial Lainnya), (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h. 68
35
Novel Merantau ke Deli Karya Buya Hamka” perlu dilakukan dengan
pembacaan dan telaah secara mendalam tentang makna kata-kata yang terdapat
dalam cerita. Dalam hal ini peneliti terlibat secara penuh dalam mengapresiasi isi
novel untuk menemukan data-data yang diperlukan untuk menunjukkan
permasalahan sesuai dengan perumusan masalah.
C. Fokus penelitian
Yang menjadi fokus penelitian ini adalah Pendidikan Islam Dalam Novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Novel Merantau ke Deli Karya
Buya Hamka, Ialah pendidikan syariah, pendidikan akhlak.
D. Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti membagi prosedur penelitian menjadi tiga
tahapan, yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap akhir.
Pada tahap persiapan, peneliti melakukan studi literatur terlebih dahulu
untuk memilih bahan yang akan dijadikan sebagai objek penelitian. Studi literatur
ini dilakukan dengan mengumpulkan beberapa bacaan seperti jurnal, skripsi,
artikel, buku-buku pendidikan, dan dokumen lain yang dapat membantu dan
memberikan informasi.
Setelahnya, peneliti menentukan judul “Pendidikan Islam Dalam Novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Dan Merantau Ke Deli Karya Buya Hamka”
untuk dijadikan sebuah penelitian. Peneliti mulai menentukan fokus dan metode
penelitian. Dalam menentukan fokus penelitian, peneliti mengumpulkan beberapa
contoh referensi penelitian sebelum-sebelumnya yang memiliki tujuan yang sama
dalam meneliti dan mencari tahu bagaimana metode penulisan yang baik untuk
digunakan.
Kemudian, fokus penelitian dan metode penulisan yang telah ditentukan
tersebut dijadikan sebuah proposal penelitian oleh peneliti dengan rangkaian
penulisan yang telah ditentukan seperti hal-hal yang melatar belakangi penulis,
identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan, tujuan, kajian teori, dan
metodologi penelitian.
Tahap pelaksanaan, pada tahapan ini peneliti mulai menyusun tahapan-
tahapan selanjutnya yang diperlukan dalam pembuatan skripsi. Peneliti memilah
36
data-data dari jurnal, artikel, dokumen, serta buku-buku bacaan yang telah
ditentukan sebagai objek penelitian untuk diseleksi, serta dipilah-pilah mana saja
yang relevan untuk dikaji kembali dan dianalisis secara cermat dan diteliti secara
baik oleh peneliti.
Tidak hanya disitu, peneliti tetap melanjutkan mencari tambahan dokumen
atau literatur yang relevan dengan objek penelitian sebagai informasi tambahan.
Dari keseluruhan data tersebut peneliti mendapatkan data dan informasi untuk
dianalisis.
Tahap Akhir, pada tahap ini peneliti menyusun data dan informasi dari hasil
analisis jurnal, artikel, dokumen, buku-buku bacaan yang telah ditentukan sebagai
objek penelitian, serta dokumen atau literatur tambahan yang dapat dijadikan
informasi tambahan tersebut. Peneliti mencatat dialog-dialog serta kejadian dalam
novel yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Peneliti mengindentifikasi,
mengklasifikasi hasil temuan analisis novel sesuai rumusan masalah.
Melalui tahapan-tahapan ini diperoleh Analisis Temuan “Pendidikan Islam
pada Novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck dan Merantau ke Deli Karya
Hamka” dan Deskripsi Hasil Analisis pada “Novel Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck dan Merantau Ke Deli Karya Hamka”. Barulah, dapat peneliti menarik
kesimpulan dan memberikan saran berdasarkan hasil analisis yang telah
didapatkan dalam penelitian ini.
37
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Biografi
Haji Abdul Malik Karim Abdullah atau yang biasa dikenal dengan sebutan
buya Hamka, merupakan seorang yang masyhur berdarah Sumatra Barat. Ia lahir
di Tanah Sirah, salah satu kampung di Nagari Sungai Batang, Luhak Agam, pada
hari Ahad, 17 Februari 1908, atau bertepatan dengan 15 Muharam 1326H, putra
pertama dari pasangan Dr Abdul Karim Amrullah dan Siti Shafiyah Tanjung.
Hamka lahir dari keturunan keluarga yang berstatus sosial tinggi
dilingkungan masyarakat Minangkabau. Ayahnya yang dikenal dengan Haji
Rasul, adalah seorang laki-laki yang berasal dari keturunan keluarga ulama, juga
dikenal sebagai pelopor gerakan pembaharuan Islam, yaitu gerakan Islah atau
tajdid di Minangkabau. Sedangkan ibunya, seorang keturunan bangsawan. Hal
inilah yang kemudian membuatnya memiliki kedudukan terhormat
dilingkungannya.1
Sejak kecil, Hamka menerima dasar-dasar agama dan membaca Al-Qur’an
langsung dari ayahnya. Pendidikan formal Hamka hanya ditempuh hingga kelas
dua sekolah dasar di Maninjau. Saat usianya menginjak 10 tahun, ia lebih memilih
mendalami ilmu agama di Sumatra Thawalib, Padang Panjang, yang merupakan
sekolah yang didirikan oleh ayahnya sendiri. Disinilah Hamka serius mendalami
Islam dan bahasa Arab. Ia juga menimba ilmu di surau dan masjid dari berbagai
ulama terkenal, seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan
Mansur, RM Surjopranoto, dan Ki Bagus Hadikusumo.
Sejak muda, Hamka dikenal sebagai seorang pengelana. Bahkan ayahnya,
memberi gelar si bujang jauh. Pada usia 16 tahun ia merantau ke Jawa untuk
menimba ilmu tetang gerakan Islam modern. Setelah dewasa, Hamka berperan
1Haidar Musyafa, HAMKA Sebuah Novel Biografi, (Depok: Imania, 2016), h. 22-23
38
diberbagai bidang, seperti wartawan, aktivis, pendidik, ulama sekaligus sastrawan
Indonesia.
Pada tahun 1927 Hamka memulai karirnya sebagai guru agama diperkebunan
Medan dan guru agama di Padang Panjang. Tahun 1934-1935 mendirikan sekolah
Tabligh School, yang kemudian diganti namanya menjadi Kulliyyatul
Muballighin. Tahun 1947 menjadi ketua Barisan Pertahanan Nasional, Indonesia
dan Konstituante melalui Partai Masyumi. Tahun 1955 menjadi pemidato utama
dalam pilihan raya umum.
Menjadi koresponden berbagai majalah, seperti Pelita Andalas (Medan),
Seruan Islam (Tanjung Pura), Bintang Islam dan Suara Muhammadiyyah
(yogyakarta), Pemandangan dan Harian Merdeka (Jakarta). Tahun 1930 sebagai
pembicara Kongres Muhammadiyyah Ke 19 di Bukit Tinggi dan tahun 1931 di
Kongres Muhammadiyyah Ke 20.
Tahun 1934 menjadi anggota tetap majelis Konsul Muhamadiyyah di
Sumatera Tengah. Tahun1934 sebagai pendiri majalah Al Mahdi di Makasar dan
tahun 1936 sebagai pimpinan majalah Pedoman Masyarakat di Medan. Tahun
1944 menjabat sebagi anggota Syusyangi Kai/Dewan Perwakilan Jepang. Tahun
1949 sebagai ketua Konsul Muhamadiyyah Sumatera Timur. Tahun 1959 sebagai
pendiri majalah Panji Masyarakat. Tahun 1952 Hamka memenuhi undangan
Pemerintah Amerika.
Selanjutnya, Hamka menjadi Menteri Agama pada masa KH. Abdul
Wahid\Hasyim dan menjadi Imam masjid Agung Kebayoran Baru Jakarta yang
kemudian namanya diganti oleh rektor Universitas Al Azhar Mesir. Lalu, dipilih
secara aklamasi dan tidak ada calon lain yang diajukan untuk menjabat sebagai
ketua umum Dewan Pimpinan MUI pada tahun 1975-1981.
Semasa hidupnya, Hamka juga meninggalkan segudang karya tulis. Tulisan-
tulisannya pun meliputi banyak bidang kajian, seperti: politik, sejarah, sejarah
Islam, budaya, akhlak, cerpen atau novel dan ilmu-ilmu keIslaman. Diantara 118
lebih karyanya yang gemilang ialah kitab Tafsir al-Azhar, Novel Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck dan Di Bawah Lindungan Ka’bah
39
Atas jasa dan karya-karyanya, Hamka telah menerima anugerah penghargaan,
yaitu Doctor Honoris Causa dari Universitas al-Azhar Cairo tahun 1958, Doctor
Honoris Causa dari Universitas kebangsaan Malaysia tahun 1958, dan Gelar
Datuk Indono dan Pangeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia.
Dari sinilah dapat diketahui bahwasanya, selain kuat dengan keilmuan di
bidang agama, Hamka juga punya seni yang tinggi sebagai seorang sastrawan.
Seorang yang sederhana dari negeri Minangkabau menjadi orang yang di pandang
oleh dunia karena ilmu dan karyanya.
Hal ini dibenarkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, saat Peresmian
rumah susun dan ruang kelas baru Pesantren Modern Terpadu Prof Dr Hamka II
di Kota Padang, pada Selasa 03 September 2019 16:38 WIB. Dihadapan para
siswa dan siswi di Pesantren Modern Terpadu Prof. Dr. Hamka II Padang. Jusuf
Kalla mengatakan "Tak ada ulama yang selengkap Buya Hamka. Dia ahli agama,
sastrawan, juga pemikir. Kita juga harus belajar juga dari Buya Hamka supaya
bisa halus bahasanya”.
Jusuf Kalla bahkan meminta supaya generasi muda menjadikan Hamka
sebagai figur idola dan panutan. Menurut Jusuf Kalla, karakter seperti Buya
Hamka sangat sulit ditemukan. 2
B. Sinopsis
1. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck
Novel roman yang berjudul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” ini
menceritakan tentang pertemuan dan perkenalan dua orang pemuda yang
bernama Zainuddin dan Hayati. Cerita ini berawal ketika Zainuddin berlayar
menuju kampung halaman ayahnya di Batipuh, Padang Panjang. Disana ia
bertemu dengan Hayati, seorang gadis cantik jelita yang menjadi bunga
dipersukuannya.
Kedua muda-mudi itu jatuh cinta. Namun, adat dan istiadat yang kuat
meruntuhkan cinta mereka berdua. Zainuddin hanya seorang melarat yang tak
bersuku karena meskipun ayahnya berdarah Minang, ibunya berdarah Bugis.
ن ي ا ف ن ي ا و م ا ٱل ي وة ٱلد و ف ر ح وا ب ٱل ي وة ٱلد ٱلل ي بس ط ٱلر زق ل م ن ي ش اء و ي قد ر
ر ة إ ل م ت ع ٱلء اخ
“Allah meluaskan rezeki dan menyempitkannya bagi siapa
yang Dia kehendaki. Mereka bergembira dengan kehidupan di
dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan
akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit”)16
Zuhud lebih tinggi derajatnya dibandingkan wara’. Karena
zuhud pasti wara’ dan tidak sebaliknya. Karenanya Hamka ingin
memperlihatkan bahwa orang yang berada tingkat ini tentu akan
yakin bahwa rezekinya tidak akan diambil orang lain, sehingga
hatinya tenang dalam mencarinya, yakin bahwa amalnya tidak akan
diwakilkan kepada orang lain, sehingga ia sendiri yang sibuk
menjalankannya amalan-amalan baiknya, yakin bahwa Allah selalu
mengawasi dirinya, hingga ia malu jika melakukan dosa dan
maksiat, yakin bahwa kematian menantinya. Sehingga ia siapkan
bekal untuk bertemu dengan Tuhannya
2. Pendidikan Akhlak
Nina Aminah dalam bukunya yang berjudul Studi Agama Islam
menyatakan bahwa, pendidikan akhlak adalah tingkah laku yang
bersangkutan dengan Khaliq (Pencipta), dan Makhluq (yang diciptakan).
Pada garis besarnya, akhlak terdiri atas: Akhlak terhadap Khaliq
(Pencipta), Akhlak terhadap sesama manusia, akhlak terhadap
lingkungan. 17 Berikut ini, pendidikan akhlak yang ingin disampaikan
oleh Hamka melalui karya novelnya, yang dimana di dalamnya ada
beberapa gambaran yang jelas mengenai akhlak baik dengan akhlak
buruk, sebagaimana berikut:
a. Berani dengan Pengecut
16 Kementerian Agama RI, Mushaf Tajwid An-Na’im, (Surakarta: Az-Ziyadah, 2014), h. 252 17Nina Aminah, Studi Agama Islam, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2014), h. 53-54
55
Dalam novel ini digambarkan bagaimana seharusnya kita
menyikapi suatu permasalahan dengan gagah berani tanpa timbul
rasa takut dalam hatinya. Hal ini dikarenakan seorang pemberani
akan menyiapkan hatinya dengan mantap dan rasa percaya diri yang
besar dalam menghadapi suatu keadaan serta sedia bertanggung
jawab atas segala perbuatannya dengan pikiran yang jernih serta
harapan yang tidak putus.
Sedangkan seorang pengecut, ia akan lebih memilih untuk lari
dari suatu permasalahan daripada harus bertanggung jawab. Sifat ini
tentu tercela dalam Islam, karena Islam mengajarkan jihad fi
banyaknya kejadian yang diceritakan, tetapi pada banyaknya kekayaan
pikiran dan perasaan yang terlukis di dalamnya. Bukan pikiran dan
perasaan yang dibuat-buat, melainkan pikiran dan perasaan yang timbul
dari hati benar-benar, yang terasa kejujurannya oleh pembaca. Keindahan
karangan itu tidak terletak dalam bahasa yang sulit dan pelik, tetapi dalam
isinya sebab bahasa hanyalah ibarat tubuh dan pakaian, sedangkan isinya
ialah jiwa.35
H. B. Jassin juga menyebut Hamka sebagai “Pengarang Islam”.
Melalui Karyanya, Hamka berusaha menunjukkan transformasi Islam dan
modernise yang berhadapan dengan adat dan tradisionalisme dalam
balutan kisah cinta. Salah satu hal yang membuat novel Hamka menarik
antara lain karena Hamka menempatkan Islam sebagai agama (ad-din)
yang membawa cahaya perubahan. Perubahan yang ditawarkan olehnya
berbasis pada imtaq (iman dan taqwa) dan iptek (ilmu pengetahuan dan
teknologi).36
Din Syamsuddin yang merupakan Ketua Umum Pimpinan Pusat
Muhammadiyah pada periode 2005-2010 dan 2010-2015, menyatakan,
“Buya Hamka adalah seorang ulama dengan keluasan dan kearifan ilmu
serta keteguhan sikap terhadap masalah-masalah prinsipil. Dia adalah
seorang sastrawan yang prolifik, dengan karya-karyanya yang meliputi
agama, budaya, dan sastra. Sebagai sastrawan, novel Buya Hamka
memiliki daya gagah dan gaya cerah yang kuat, sehingga dapat membawa
perubahan dalam masyarakat”37
35Ensiklopedia Sastra Indonesia,
Http://Ensiklopedia.Kemdikbud.Go.Id/Sastra/Artikel/Hamka, Badan Pengembangan Dan
Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia 36 HAMKA, Di Bawah Lindungan Ka’bah, (Jakarta Timur: PT Balai Pustaka, 2011), h. 79 37 HAMKA, Ibid, h. 79