Date post: | 20-Oct-2020 |
Category: | Documents |
View: | 0 times |
Download: | 0 times |
Sintesa Kertas Kebijakan Kerja Layak untuk Anak Muda dan Perempuan Nasional dan
Lima Kabupaten/Kota di Indonesia
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI,
DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI
Sintesa Kertas Kebijakan Kerja Layak untuk Anak Muda dan Perempuan Nasional dan
Lima Kabupaten/Kota di Indonesia
Oktober - 2018
Publikasi diterbitkan dengan dukungan dari Yayasan TIFA, International Forum of National NGO Platforms, Uni Eropa, dan Badan Pembangunan Perancis (Agence Francaise de Development). Isi dari publikasi sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mencerminkan pendapat Yayasan TIFA, International Forum of National NGO Platforms, Uni Eropa dan Badan Pembangunan Perancis (Agence Francaise de Development).
European Union
Institute for Research and Empowerment
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kerja Layak
Didukung oleh:
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNIii
DAFTAR ISI Daftar Singkatan iv Ringkasan v
Bagian 01. Pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan di Indonesia 1 1. Ketimpangan dan kesempatan kerja 2 2. Kualitas tenaga kerja jadi sebab bertambahnya kemiskinan 5 3. Surplus lowongan kerja semu 7 4. Produktivitas tenaga kerja rendah 8 5. Butuh pekerjaan layak sesuai keahlian pekerja 9 6. Tantangan pada lembaga pendidikan dan pelatihan kerja 10
Bagian 02. Rekomendasi Kebijakan 13 1. Semua butuh peta jalan 14 2. Pentingnya meningkatkan kualitas lembaga pelatihan tenaga kerja 15 3. Kurikulum yang fleksibel 16 4. Peningkataan kualitas tenaga kerja di Kulonprogo 17 5. Pengembangan community entrepreneurship di Kabupaten Malang 18 6. Perlunya kolaborasi antara pemerintah dan swasta di Kota Yogyakarta 19 7. Menyelesaikan masalah kualitas tenaga kerja di Wonosobo 20 8. Optimalisasi BLK dan pembangunan data base tenaga kerja di Kabupaten
Bojonegoro 21
9. Literasi digital 24
Bagian 03. Penutup 27 Perubahan mendasar sistem pendidikan 28
SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA
iii
ASEAN Association of South East Asia Nation
BPS Badan Pusat Statitik
BLK Balai Latihan Kerja
DIsnakertrans Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja
DIY Daerah Istimewa Yogyakarta
ILO International Labour Organization
INFID Internasional NGO Forum for Indonesian Development
Kemendikbud Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kemenristekdikti Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi
Kemenakertrans Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Musrenbang Musyawarah Perencanaan Pembangunan
OECD Organization for Economic Cooperation and Development
SD Sekolah Dasar
SMP Sekolah Menengah Pertama
SMK Sekolah Menangah Kejuruan
SMA Sekolah Menengah Atas
Sakernas Survei Angkatan Kerja Nasional
UMK Upah Minimum Kota/kabupaten
DAFTAR SINGKATAN
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNIiv
RINGKASAN Indonesia termasuk negara yang mempunyai masalah dengan kualitas tenaga kerja. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat lebih dari 60 persen angkatan kerja Indonesia dengan SMP ke bawah dan 45 persen total jumlah orang tidak bekerja juga mengenyam pendidikan SMP ke bawah.
Pendidikan yang rendah berimplikasi pada kualitas tenaga kerja. Karena itu, daya saing tenaga kerja Indonesia rendah. Di ASEAN, tenaga kerja Indonesia menempati urutan ke empat dalam produktivitas, kalah dengan Thailand, Malaysia dan Singapura.
Dilihat dari masalah ketenagakerjaan di tingkat nasional maupun pada lima daerah yang menjadi lokasi penelitian Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kerja Layak dapat ditarik kesimpulan bahwa pemerintah harus mempersiapkan berbagai kebijakan yang dapat mendorong kualitas sumber daya manusia yang baik dan memberikan akses pekerjaan yang layak bagi tenaga kerja.
Ini satu-satunya jalan agar kualitas tenaga kerja Indonesia meningkat sehingga bisa terserap oleh industri dan pada akhirnya mengurangi angka pengangguran terbuka.
Caranya dengan menyusun road map untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan memperbaiki lembaga pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi pada dasarnya harus menjadi bagian integral dari sistem pendidikan nasional dan struktur dasar sosial dari suatu masyarakat.
Sistem pendidikannya dinamis dan mengikuti perubahan kebutuhan masyarakat, industri, aspirasi generasi muda dan ekonomi global yang berubah sangat cepat. Rancangan pendidikan vokasi juga melibatkan mereka agar kurikulumnya bisa fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan industri selaku pengguna tenaga kerja.
Pemerintah kabupaten/kota juga harus menyiapkan kebijakan yang mendorong pembukaan lapangan kerja baru. Seperti insentif pada investor untuk menanamkan modal hingga pembangunan infrastruktur.
Secara khusus ada prioritas yang berbeda pada setiap daerah. Seperti di Kabupaten Malang, pemerintah daerah direkomendasikan untuk mengembangkan community entrepreneurship, sebuah model pemberdayaan ekonomi yang cocok untuk kawasan tersebut, karena tidak saja menawarkan keuntungan ekonomi secara individual, tapi juga kolektif.
SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA
v
Di Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Wonosobo, pemerintah setempat mendapat rekomendasi untuk menyusun roadmap (peta jalan) peningkatan kualitas tenaga kerja. Sedangkan untuk Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bojonegoro, pemerintah daerahnya mendapat rekomendasi untuk meningkatkan kualitas Balai Latihan Kerja atau Lembaga Pelatihan Kerja serta membangun database tenaga kerja.
Rekomendasi ini agar tenaga kerja di kedua wilayah itu mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian. Selain itu agar bisa mengeluarkan kebijakan berdasarkan data yang valid dan reliabel.
Perkembangan industri digital juga harus diantisipasi oleh pemerintah dengan menyiapkan tenaga kerja yang mempunyai pengetahuan cukup tentang dunia ini. Harus diakui, inilah sektor yang sedang membesar, perusahaan start-up sedang berkembang, konglomerat lama mulai melebarkan usaha ke arah ini dan menganggapnya sebagai bisnis masa depan.
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNIvi
PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN DI INDONESIA
BAGIAN
01
SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA
1
1. Ketimpangan dan kesempatan kerja
Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi antara 5-6 persen. Angka yang cukup tinggi, bahkan di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi global. Dengan pertumbuhan ini, Indonesia berhasil menurunkan angka kemiskinan hingga satu digit. Baru pertama kali terjadi dalam sejarah republik.
Grafik 1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Dunia (2007 - 2017)
6,3 6
4,6
6,1 6,4 6 5,6
5,01 4,88 5,03 5,07 5,6
3
-0,1
5,4
4,3
3,5 3,5 3,6 3,4 3,2 3,6
-1
0
1
2
3
4
5
6
7
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Indonesia Dunia
Sumber: Bank Indonesia dan IMF (2018)
Namun, pada saat bersamaan Indonesia mengalami ketimpangan ekonomi yang cukup tinggi. Pada 2017 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis indeks gini rasio dengan nilai 0,391. Gini rasio adalah indeks yang digunakan untuk mengukur ketimpangan pengeluaran golongan masyarakat miskin dan kaya. Nilainya di antara 0 hingga 1, semakin tinggi nilainya berarti semakin tinggi ketimpangan. Artinya, indeks gini rasio pada 2017 sebesar 0,31 masuk dalam kategori tinggi.
Riset indeks ketimpangan Internasional NGO Forum for Indonesia Development (INFID) pada 2017 menunjukkan gejala yang sama. Menurut riset ini, sebanyak 85 persen responden merasakan adanya ketimpangan. Ketimpangan paling tinggi adalah penghasilan sedangkan di posisi kedua adalah ketimpangan mendapatkan pekerjaan.
Menurut World Bank (WB) ketimpangan terjadi karena adanya perbedaan peluang antara anak dari keluarga miskin dan kaya. Kemudian adanya ketimpangan pasar kerja, yaitu pekerja
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI2
dengan keterampilan tinggi memiliki gaji jauh lebih besar dibanding dengan pekerja informal yang tidak terampil dan produktivitasnya rendah.
Pendapat ekonom Eric Maskin, peraih Nobel ekonomi 2007 menguatkan asumsi tersebut. Menurutnya, seiring semakin terbukanya perekonomian antar-negara maka akan memperlebar ketimpangan. Ketimpangan terjadi karena adanya kesenjangan keahlian dan keterampilan pekerja yang dimiliki antara negara maju dengan negara berkembang.
Gambaran ini tepat seperti yang terjadi di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang. Di negara ini, dari total 113 juta tenaga kerja, 47 persen di antaranya adalah lulusan SD dan 20 persen lainnya lulusan SMP.
Ini artinya, Indonesia mengalami masalah yang rumit dengan daya saing tenaga kerjanya. Lebih dari separuh tenaga kerja Indonesia tidak terdidik, tidak terampil dan tidak bisa bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain.
Dengan kondisi ini, mereka tidak akan terserap dalam pasar tenaga kerja yang membutuhkan tenaga terdidik dan terampil. Selain itu, kondisi ini juga membuat investor yang datang ke Indonesia biasanya hanya tertarik pada sektor