Top Banner
Sintesa Kertas Kebijakan Kerja Layak untuk Anak Muda dan Perempuan Nasional dan Lima Kabupaten/Kota di Indonesia PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI
38

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA … · Optimalisasi BLK dan pembangunan data base tenaga kerja di Kabupaten Bojonegoro 21 9. Literasi digital 24 Bagian 03. Penutup

Oct 20, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • Sintesa Kertas Kebijakan Kerja Layak untuk Anak Muda dan Perempuan Nasional dan

    Lima Kabupaten/Kota di Indonesia

    PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI,DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI

  • PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI,

    DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI

    Sintesa Kertas Kebijakan Kerja Layak untuk Anak Muda dan Perempuan Nasional dan

    Lima Kabupaten/Kota di Indonesia

    Oktober - 2018

  • Publikasi diterbitkan dengan dukungan dari Yayasan TIFA, International Forum of National NGO Platforms, Uni Eropa, dan Badan Pembangunan Perancis (Agence Francaise de Development). Isi dari publikasi sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mencerminkan pendapat Yayasan TIFA, International Forum of National NGO Platforms, Uni Eropa dan Badan Pembangunan Perancis (Agence Francaise de Development).

    European Union

    Institute for Research and Empowerment

    Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kerja Layak

    Didukung oleh:

    PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNIii

  • DAFTAR ISIDaftar Singkatan ivRingkasan v

    Bagian 01. Pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan di Indonesia 11. Ketimpangan dan kesempatan kerja 22. Kualitas tenaga kerja jadi sebab bertambahnya kemiskinan 53. Surplus lowongan kerja semu 74. Produktivitas tenaga kerja rendah 85. Butuh pekerjaan layak sesuai keahlian pekerja 96. Tantangan pada lembaga pendidikan dan pelatihan kerja 10

    Bagian 02. Rekomendasi Kebijakan 131. Semua butuh peta jalan 142. Pentingnya meningkatkan kualitas lembaga pelatihan tenaga kerja 153. Kurikulum yang fleksibel 164. Peningkataan kualitas tenaga kerja di Kulonprogo 175. Pengembangan community entrepreneurship di Kabupaten Malang 186. Perlunya kolaborasi antara pemerintah dan swasta di Kota Yogyakarta 197. Menyelesaikan masalah kualitas tenaga kerja di Wonosobo 208. Optimalisasi BLK dan pembangunan data base tenaga kerja di Kabupaten

    Bojonegoro 21

    9. Literasi digital 24

    Bagian 03. Penutup 27Perubahan mendasar sistem pendidikan 28

    SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

    iii

  • ASEAN Association of South East Asia Nation

    BPS Badan Pusat Statitik

    BLK Balai Latihan Kerja

    DIsnakertrans Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja

    DIY Daerah Istimewa Yogyakarta

    ILO International Labour Organization

    INFID Internasional NGO Forum for Indonesian Development

    Kemendikbud Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

    Kemenristekdikti Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi

    Kemenakertrans Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi

    Musrenbang Musyawarah Perencanaan Pembangunan

    OECD Organization for Economic Cooperation and Development

    SD Sekolah Dasar

    SMP Sekolah Menengah Pertama

    SMK Sekolah Menangah Kejuruan

    SMA Sekolah Menengah Atas

    Sakernas Survei Angkatan Kerja Nasional

    UMK Upah Minimum Kota/kabupaten

    DAFTAR SINGKATAN

    PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNIiv

  • RINGKASANIndonesia termasuk negara yang mempunyai masalah dengan kualitas tenaga kerja. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat lebih dari 60 persen angkatan kerja Indonesia dengan SMP ke bawah dan 45 persen total jumlah orang tidak bekerja juga mengenyam pendidikan SMP ke bawah.

    Pendidikan yang rendah berimplikasi pada kualitas tenaga kerja. Karena itu, daya saing tenaga kerja Indonesia rendah. Di ASEAN, tenaga kerja Indonesia menempati urutan ke empat dalam produktivitas, kalah dengan Thailand, Malaysia dan Singapura.

    Dilihat dari masalah ketenagakerjaan di tingkat nasional maupun pada lima daerah yang menjadi lokasi penelitian Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kerja Layak dapat ditarik kesimpulan bahwa pemerintah harus mempersiapkan berbagai kebijakan yang dapat mendorong kualitas sumber daya manusia yang baik dan memberikan akses pekerjaan yang layak bagi tenaga kerja.

    Ini satu-satunya jalan agar kualitas tenaga kerja Indonesia meningkat sehingga bisa terserap oleh industri dan pada akhirnya mengurangi angka pengangguran terbuka.

    Caranya dengan menyusun road map untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja dan memperbaiki lembaga pendidikan vokasi. Pendidikan vokasi pada dasarnya harus menjadi bagian integral dari sistem pendidikan nasional dan struktur dasar sosial dari suatu masyarakat.

    Sistem pendidikannya dinamis dan mengikuti perubahan kebutuhan masyarakat, industri, aspirasi generasi muda dan ekonomi global yang berubah sangat cepat. Rancangan pendidikan vokasi juga melibatkan mereka agar kurikulumnya bisa fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan industri selaku pengguna tenaga kerja.

    Pemerintah kabupaten/kota juga harus menyiapkan kebijakan yang mendorong pembukaan lapangan kerja baru. Seperti insentif pada investor untuk menanamkan modal hingga pembangunan infrastruktur.

    Secara khusus ada prioritas yang berbeda pada setiap daerah. Seperti di Kabupaten Malang, pemerintah daerah direkomendasikan untuk mengembangkan community entrepreneurship, sebuah model pemberdayaan ekonomi yang cocok untuk kawasan tersebut, karena tidak saja menawarkan keuntungan ekonomi secara individual, tapi juga kolektif.

    SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

    v

  • Di Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Wonosobo, pemerintah setempat mendapat rekomendasi untuk menyusun roadmap (peta jalan) peningkatan kualitas tenaga kerja. Sedangkan untuk Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bojonegoro, pemerintah daerahnya mendapat rekomendasi untuk meningkatkan kualitas Balai Latihan Kerja atau Lembaga Pelatihan Kerja serta membangun database tenaga kerja.

    Rekomendasi ini agar tenaga kerja di kedua wilayah itu mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian. Selain itu agar bisa mengeluarkan kebijakan berdasarkan data yang valid dan reliabel.

    Perkembangan industri digital juga harus diantisipasi oleh pemerintah dengan menyiapkan tenaga kerja yang mempunyai pengetahuan cukup tentang dunia ini. Harus diakui, inilah sektor yang sedang membesar, perusahaan start-up sedang berkembang, konglomerat lama mulai melebarkan usaha ke arah ini dan menganggapnya sebagai bisnis masa depan.

    PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNIvi

  • PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN DI INDONESIA

    BAGIAN

    01

    SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

    1

  • 1. Ketimpangan dan kesempatan kerja

    Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi antara 5-6 persen. Angka yang cukup tinggi, bahkan di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi global. Dengan pertumbuhan ini, Indonesia berhasil menurunkan angka kemiskinan hingga satu digit. Baru pertama kali terjadi dalam sejarah republik.

    Grafik 1. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Dunia (2007 - 2017)

    6,3 6

    4,6

    6,1 6,4 65,6

    5,01 4,88 5,03 5,075,6

    3

    -0,1

    5,4

    4,3

    3,5 3,5 3,6 3,4 3,23,6

    -1

    0

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

    Indonesia Dunia

    Sumber: Bank Indonesia dan IMF (2018)

    Namun, pada saat bersamaan Indonesia mengalami ketimpangan ekonomi yang cukup tinggi. Pada 2017 Badan Pusat Statistik (BPS) merilis indeks gini rasio dengan nilai 0,391. Gini rasio adalah indeks yang digunakan untuk mengukur ketimpangan pengeluaran golongan masyarakat miskin dan kaya. Nilainya di antara 0 hingga 1, semakin tinggi nilainya berarti semakin tinggi ketimpangan. Artinya, indeks gini rasio pada 2017 sebesar 0,31 masuk dalam kategori tinggi.

    Riset indeks ketimpangan Internasional NGO Forum for Indonesia Development (INFID) pada 2017 menunjukkan gejala yang sama. Menurut riset ini, sebanyak 85 persen responden merasakan adanya ketimpangan. Ketimpangan paling tinggi adalah penghasilan sedangkan di posisi kedua adalah ketimpangan mendapatkan pekerjaan.

    Menurut World Bank (WB) ketimpangan terjadi karena adanya perbedaan peluang antara anak dari keluarga miskin dan kaya. Kemudian adanya ketimpangan pasar kerja, yaitu pekerja

    PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI2

  • dengan keterampilan tinggi memiliki gaji jauh lebih besar dibanding dengan pekerja informal yang tidak terampil dan produktivitasnya rendah.

    Pendapat ekonom Eric Maskin, peraih Nobel ekonomi 2007 menguatkan asumsi tersebut. Menurutnya, seiring semakin terbukanya perekonomian antar-negara maka akan memperlebar ketimpangan. Ketimpangan terjadi karena adanya kesenjangan keahlian dan keterampilan pekerja yang dimiliki antara negara maju dengan negara berkembang.

    Gambaran ini tepat seperti yang terjadi di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang. Di negara ini, dari total 113 juta tenaga kerja, 47 persen di antaranya adalah lulusan SD dan 20 persen lainnya lulusan SMP.

    Ini artinya, Indonesia mengalami masalah yang rumit dengan daya saing tenaga kerjanya. Lebih dari separuh tenaga kerja Indonesia tidak terdidik, tidak terampil dan tidak bisa bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain.

    Dengan kondisi ini, mereka tidak akan terserap dalam pasar tenaga kerja yang membutuhkan tenaga terdidik dan terampil. Selain itu, kondisi ini juga membuat investor yang datang ke Indonesia biasanya hanya tertarik pada sektor padat modal, sebab kualitas tenaga kerja hanya memenuhi kebutuhan sektor tersebut. Selain itu, tenaga kerja dengan tingkat pendidikan rendah akan jika berada pada sektor hanya akan terjebak pada rezim upah rendah.

    Secara umum, ketimpangan kesempatan kerja terjadi karena kebijakan tenaga kerja tidak menjadi arus utama pembangunan. Artinya, tidak ada perhatian khusus pemerintah pada peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Baru belakangan ini saja, sejak kemerdekaan RI pemerintah memberi perhatian pada peningkatan keterampilan dan keahlian tenaga kerja.

    Mengapa baru sekarang? Pemerintah sebenarnya sudah mewacanakan pentingnya link and match dalam dunia pendidikan dan perekonomian nasional. Namun wacana tersebut berhenti pada dikursus pendidikan dan tidak menyentuh aspek kebijakan ketenagakerjaan.

    Selain itu, ketakutan rezim orde baru waktu itu para kekuatan politik buruh membuat Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) yang dibentuk bukan ditujukan untuk mewujudkan kesejahteraan dan memperkuat peran pekerja di dalam pembangunan, namun adalah upaya mengendalikan serikat pekerja.

    SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

    3

  • Grafik 2. Pendidikan Tertinggi Angkatan Kerja di Indonesia pada 2017

    2.368.674,00

    7.683.693,00

    12.324.412,00

    8.355.378,007.135.523,00

    4.428.783,00

    2.004.354,00

    5.471.280,00

    5% 15% 25% 17% 14% 9% 4% 11%

    BELUM PERNAH S EKOLAH

    T IDA KTAMA T S D

    S D SMP SMA SMK D IPLOMA PT

    Pendidikan %

    Sumber: BPS, 2017

    Saat tenaga kerja tak terserap dalam dunia industri maka terjadilah lonjakan pengangguran yang akan menimbulkan masalah sosial lain. Laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada 2017 menyebutkan ada kenaikan angka pengangguran sebanyak 3,4 juta orang atau 5,8 persen. Naik dari tahun sebelumnya yang hanya sebesar 5,7 persen.

    Kenaikan jumlah pengangguran itu lebih banyak terjadi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, ketimbang negara-negara maju. Tren pengangguran di Indonesia diperkirakan mencapai 0.3 poin dari 2016 ke 2018. Ini adalah peningkatan yang tergolong signifikan.

    Grafik 3. Tren dan Proyeksi Pengangguran Global

    Sumber: ILO, 2017

    PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI4

  • Di tingkat lokal, kondisinya tidak jauh berbeda dengan level nasional. Koalisi Masyarakat Sipil pada akhir 2017 hingga awal 2018 meneliti kebutuhan anak muda dan perempuan soal pekerjaan yang layak di lima kabupaten/kota. Yaitu Kota Yogyakarta dan Kabupaten Kulonprogo di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kabupaten Malang dan Kabupaten Bojonegoro di Jawa Timur dan Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah.

    Kesimpulan pentingnya adalah adanya ketimpangan antara pendidikan dan keterampilan tenaga kerja dengan kebutuhan industri dan pasar tenaga kerja. Daerah-daerah yang diteliti mempunyai tingkat pengangguran terbuka yang cukup tinggi karena kemampuan dan produktivitas tenaga kerja tidak sesuai dengan harapan industri. Industri tidak menyerap tenaga kerja dengan kemampuan seperti itu.

    2. Kualitas tenaga kerja jadi sebab bertambahnya kemiskinan

    Di Kabupaten Malang, angka kemiskinan di wilayah ini di atas 11 persen. Profil tenaga kerja Kabupaten Malang didominasi tenaga kerja dengan pendidikan rendah, memiliki keterampilan dan kompetensi kerja yang kurang memadai.

    Di kabupaten ini, tenaga kerja dengan pendidikan SD mencapai 34 persen, SMP sebanyak 21,89 persen dan belum tamat SD mencapai 15,47 persen. Sementara tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk berusia di atas 15 tahun mencapai 66,28%.

    Jumlah pengangguran terbuka mencapai 64.034 orang. Ironisnya, angka tersebut didominasi lulusan SMK yang menyumbang angka pengangguran tertinggi sebanyak 34,53 persen kemudian diikuti oleh mereka yang menamatkan pendidikan setara SMP sebanyak 27,93 persen.

    Fakta bahwa lulusan SMK menyumbang angka pengangguran cukup tinggi di Kabupaten Malang menunjukkan bahwa keterampilan yang diperoleh dari bangku sekolah tidak sesuai/miss-match dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.

    Kalaupun tidak terserap dunia kerja, dengan pilihan memulai usaha sendiri, sering kali para lulusan SMK dihadapkan pada sejumlah keterbatasan. Seperti, kesulitan akses permodalan, teknologi dan jaringan pasar, serta rendahnya kemampuan pengelolaan usaha termasuk antisipasi risiko. Bagi pemodal kecil, kerentanan mereka dalam merintis usaha sangat besar, terutama manajemen risiko.

    SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

    5

  • Kabupaten Wonosobo juga mempunyai kualitas tenaga kerja rendah yang ditunjukkan dengan komposisi pendidikan angkatan kerja. Pada 2017, dari total kerja sebanyak 428.556 orang dengan tingkat pendidikan berturut-turut: pendidikan SD ke bawah sebanyak 299.806 orang (69,96 persen); SMP sebanyak 59.906 (13,98 persen); SMA sebanyak 52.854 orang (12,33 persen); Universitas (S1, S2, S3) sebanyak 10.557 orang (2,56 persen) dan Diploma (I/II/III) sebanyak 5433 orang (1,27 persen).

    Sebagian besar penduduk Kabupaten Wonosobo berumur 15 tahun ke atas, bekerja pada sektor pertanian yaitu mencapai 44,72 persen. Sektor kedua adalah perdagangan (21,64 persen) dan sektor industri (13,42 persen).

    Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa setengah lebih dari separuh angkatan kerja di Wonosobo hanya mempunyai pendidikan SD ke bawah atau hanya lulus SD. Kondisi inilah yang menyebabkan mereka sulit bersaing dengan tenaga kerja dari daerah lain, khususnya pada jenis pekerjaan dengan pengetahuan dan keterampilan tinggi.

    Masalah kualitas tenaga kerja ini berhubungan dengan gaji yang rendah. Kualitas ini membuat mereka berada pada posisi sulit dan tidak mempunyai daya tawar, sulit mendapatkan gaji yang layak.

    Bila mereka tidak meningkatkan kualitas diri, maka kesejahteraan mereka tidak akan membaik. Karena itu, meningkatkan kualitas diri adalah salah satu upaya agar mendapat pekerjaan.

    Selain karena kualitas, para pekerja di Wonosobo ternyata juga tidak memiliki kontrak perjanjian kerja dalam bentuk apa pun. Lagi-lagi ini berhubungan dengan tingkat pendidikan dan rendahnya pengetahuan dan kesadaran hukum pekerja atas kebijakan ketenagakerjaan. Selain itu mereka juga bekerja pada sektor informal.

    Dampaknya adalah upah atau gaji mereka yang belum di bayar sesuai dengan UMK yang sudah diatur pemerintah. Padahal, upah minimum ini bermanfaat melindungi kelompok kerja marginal yang tidak terorganisasi di sektor modern.

    Tingkat pendidikan yang rendah ini paralel dengan data kemiskinan di kabupaten berhawa sejuk ini. Pada 2017, jumlah penduduk miskin mencapai 21,4 persen dari total jumlah penduduk sebanyak 777 ribu jiwa. Data tersebut menjadikan Kabupaten Wonosobo sebagai kabupaten dengan angka kemiskinan kedua tertinggi di Keresidenan Kedu. Jumlah dan kesenjangan penduduk miskin ini menjadi salah satu permasalahan di Kabupaten Wonosobo.

    Selain masalah kualitas, Wonosobo juga mempunyai masalah kesempatan kerja yang terbatas. Saat ini, sektor yang paling diminati adalah pertanian, industri, perdagangan, dan jasa. Sayangnya, sektor-sektor tersebut tidak mampu memberi kesempatan kerja yang luas bagi para tenaga kerja yang berjumlah banyak.

    PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI6

  • 3. Surplus lowongan kerja semu

    Masalah kualitas tenaga kerja juga terjadi di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Di kabupaten ini terjadi fenomena khas, yaitu surplus lowongan pekerjaan hingga dua kali lipat dari jumlah tenaga kerja yang tersedia.

    Data dari pemerintah daerah menyebutkan pencari kerja di Kabupaten Bojonegoro sebanyak 3.862 orang, pada tahun yang sama ada sebanyak 10.424 lowongan kerja, atau surplus 269, 9 persen.

    Namun, surplus ini terjadi bukan karena tidak ada pengangguran atau semua angkatan kerja di Bojonegoro terserap oleh lapangan pekerjaan. Pada 2016, jumlah pengangguran di Bojonegoro malah bertambah, dari 8.994 orang (2015) menjadi 23.320 orang (2016).

    Hal ini terjadi karena jumlah tenaga kerja dengan kemampuan seperti yang diharapkan industri sangat jarang. Karena itu mereka tidak mampu mengakses lowongan pekerjaan dan pengangguran tetap tinggi.

    Industri di Kabupaten Bojonegoro membutuhkan tenaga kerja dengan pendidikan minimal strata satu (S-1) atau memiliki kompetensi tertentu. Pendeknya, tenaga kerja yang memiliki skill, knowledge dan attitude. Namun nyatanya penduduk Bojonegoro yang berusia 15 tahun ke atas didominasi oleh tamatan SD/sederajat dengan persentase lebih dari 43 persen. Hampir separuh tenaga kerja di wilayah ini tidak terdidik dan tidak terampil.

    Dengan kondisi seperti ini, sebesar apa pun jumlah lowongan kerja yang tersedia tidak akan menolong atau mengurangi angka pengangguran terbuka, karena senyatanya yang terjadi adalah pengangguran friksional.

    Faktor yang menyebabkan terjadinya pengangguran friksional di Kabupaten Bojonegoro adalah kualitas tenaga kerja rendah, sedangkan lowongan pekerjaan yang sesuai tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja di Bojonegoro.

    Kondisi ini membuat sebagian besar angkatan kerja dalam rentang usia 15-30 tahun di Kabupaten Bojonegoro hanya terserap dalam lapangan pekerjaan tidak terampil (unskill) seperti dalam bidang industri padat karya sebagai buruh bangunan atau industri rokok.

    Kesenjangan antara tingginya pengangguran dengan jumlah permintaan terhadap tenaga kerja terjadi karena banyaknya pencari kerja yang tidak mendaftar ke Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (DIsnakertrans). Ini bukan saja karena keinginan pencari kerja untuk melapor, tapi karena lemahnya sosialisasi dan tidak ada instrumen untuk memudahkan para pencari kerja melapor, misalnya dengan memanfaatkan teknologi informasi.

    SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

    7

  • Kabupaten ini tidak memiliki perencanaan strategis pelatihan tenaga kerja maupun wira usaha. Pemerintah menyelenggarakan program pelatihan keterampilan dari 2015-2017. Pada 2015 peserta pelatihan sebanyak 11.639 orang, mulai menurun drastis pada tahun 2016 hanya melatih 2.807 orang, dan pada tahun 2017 hanya melatih 150 orang.

    Ini menyebabkan jumlah wirausahawan baru tidak optimal, demikian juga tenaga kerja yang mengakses lapangan pekerjaan yang tersedia. Output peserta pelatihan pada 2015 hanya 2,59 persen yang membuka usaha baru, secara agregat hanya 8,68 persen peserta pelatihan yang membuka usaha.

    Kondisi ini terjadi karena pelatihan ini tidak didesain sebagai sebuah kebijakan ketenagakerjaan yang komprehensif, maka pelatihan tersebut tidak berdampak signifikan terhadap pengurangan tenaga kerja dan terbukanya kewirausahaan baru.

    4. Produktivitas tenaga kerja rendah Kabupaten Kulonprogo, juga mengalami masalah produktivitas tenaga kerja. Data Sakernas DIY 2016 menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja menduduki posisi nomor dua terendah di DIY. Kompetensi tenaga kerja di kabupaten ini juga menjadi persoalan.

    Dari lowongan sebanyak 1.745 orang, hanya 752 tenaga kerja atau 57 persen yang mampu menempatinya. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja Kabupaten Kulonprogo masih belum dapat memenuhi kriteria yang dibutuhkan pasar kerja.

    Masalah lain yang dihadapi kabupaten ini adalah pertumbuhan angkatan kerja tidak sebanding dengan pertumbuhan kesempatan kerja. Hal tersebut berpotensi menimbulkan tingkat pengangguran akan terus bertambah.

    Pada 2017 yang menunjukkan bahwa adanya gap antara penempatan tenaga kerja dan lowongan kerja yang tersedia. Kesenjangan paling lebar terjadi pada penempatan antar kerja lokal.

    Ada isu lain yaitu, gaji tenaga kerja di bawah UMK, tidak adanya perjanjian kerja, minimnya jaminan sosial pekerja dan rendahnya ketrampilan sehingga tidak dapat diserap pasar tenaga kerja.

    Di Kabupaten Kulonprogo ini sebenarnya ada Balai Latihan Kerja (BLK) yang memberikan beberapa paket pelatihan keterampilan kerja dengan berbagai sumber pembiayaan. Namun, pasca-pelatihan, para peserta tidak mendapat fasilitas kerja penempatan kerja langsung. Mereka harus mencari pekerjaan sendiri setelah pelatihan selesai.

    PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI8

  • Peserta pelatihan juga tidak melalui program magang. Artinya, belum adanya kerja sama antara BLK sebagai lembaga pelatihan kerja dan pihak swasta yang merupakan pihak penyedia kerja. Kondisi ini berakibat tidak adanya koneksi antara pelatihan kerja yang didapat oleh peserta pelatihan kerja (supply side) dengan kebutuhan perusahaan sebagai penyedia kerja (demand side).

    5. Butuh pekerjaan layak sesuai keahlian pekerja Kondisi di Kota Yogyakarta, juga tidak jauh berbeda meski tingkat pengangguran di kota ini terbilang rendah atau hanya 3,33 persen, lebih rendah dari rata-rata nasional yang mencapai 5 persen.

    Namun, kota ini belum sepenuhnya menyediakan pekerjaan yang layak dan sesuai dengan keahlian tenaga kerja. Ada satu lagi masalah yaitu banyak pekerja yang digaji di bawah UMK dan tidak tersedianya informasi tentang mekanisme kenaikan gaji.

    Kondisi ini terjadi karena beberapa sebab. Pertama ada ketidaksesuaian antara kebijakan pemerintah dan kebutuhan peningkatan kapasitas serta keahlian para tenaga kerja. Ini karena Musyawarah tahunan perencanaan pembangunan (Musrenbang) tidak mampu menyediakan peluang kerja yang sesuai dengan keterampilan dan keahlian pencari kerja. Sehingga usulan program Musrenbang tidak sesuai dengan kebutuhan riil calon pekerja.

    Pemerintah sebenarnya telah melibatkan pelaku usaha dalam menyusun program pelatihan untuk menghasilkan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar, sehingga dapat langsung terserap, termasuk kerja sama magang. Akan tetapi tidak semua peserta bersedia mengikuti program magang, selain itu peserta pelatihan pun tidak kemudian mencari pekerjaan atau berniat bekerja.

    Kerja sama antara pemerintah dan Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) swasta di Yogyakarta bisa menjadi rujukan praktik yang ideal. Dengan kerja sama ini, penyelenggara pendidikan bisa memberikan menu-menu pelatihan yang lebih bervariasi dibandingkan BLK milik Pemda yang lain.

    Kerja sama ini perlu diperluas untuk pengadaan infrastruktur pelatihan yang mahal seperti permesinan, pemerintah perlu bekerja sama dengan perusahaan swasta, mengingat perkembangan teknologi yang terjadi sangat cepat. Sebagai contoh, untuk pelatihan teknik otomotif, pengadaan mesin-mesin kendaraan, pemerintah dapat bekerja sama dengan produsen kendaraan bermotor.

    SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

    9

  • Meskipun Kota Yogyakarta memiliki tingkat pengangguran yang rendah, namun tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan pekerja. Salah satu indikatornya adalah pemenuhan program jaminan sosial, baik kesehatan maupun ketenagakerjaan.

    Di Kota Yogyakarta, hampir 81 persen responden yang tidak memiliki jaminan sosial dasar. Jaminan sosial juga masih diberikan secara bertahap dan oleh perusahaan besar dan menengah saja. Sedangkan perusahaan yang masuk ke dalam kategori kecil belum wajib untuk mendaftarkan para pegawainya ke dalam empat program perlindungan tersebut.

    6. Tantangan pada lembaga pendidikan dan pelatihan kerja

    Pada dasarnya lembaga pendidikan dan pelatihan vokasi baik seperti SMK, BLK, LPK maupun politeknik mempunyai beberapa masalah mendasar. SMK misalnya, sekolah ini sering dianggap berkualitas “nomor dua” yang kalah bergengsi dengan sekolah menengah atas. Persoalan lain adalah kompetensi guru yang kebanyakan guru normatif-adaptif bukan guru produktif.

    Persoalan ini juga terjadi di BLK dan politeknik, mereka kekurangan instruktur atau mentor dengan kapasitas memadai. Pada politeknik, mereka kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dosen berkualitas dari sisi industri karena terbentur aturan harus lulusan magister.

    Selain itu, keterbatasan program vokasi di tingkat magister dan doktor terapan menjadi tantangan tersendiri dalam menciptakan kualifikasi tenaga kerja dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi di bidang ilmu terapan.

    Persoalan lain adalah kurikulum pada SMK ini juga tidak banyak berbeda dengan SMA. Baru pada tahun kedua, siswa-siswa SMK mendapat 38 persen pelajarannya berupa praktik, dan pada tahun ketiga mencapai 50 persen. Padahal sebagai sekolah berbasis kejuruan, sekolah ini harus menekankan praktik daripada penguasaan teori.

    Persoalan kurikulum juga terjadi di BLK, yaitu kompetensinya yang kurang fleksibel. Pemberian pelatihan pada BLK lebih bersifat universal tanpa adanya diferensiasi antar-daerah sesuai dengan potensi pengembangan sektor per daerah. Sedangkan pada politeknik kurang diterapkan teaching factory, padahal mereka dituntut membangun kerja sama dengan mitra industri agar para mahasiswa bisa praktik di perusahaan langsung.

    Para pengelola sekolah kejuruan cenderung memilih jurusan yang membutuhkan peralatan minimum, seperti teknik komputer dan jaringan, akuntansi, administrasi perkantoran, teknik

    PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI10

  • kendaraan ringan atau teknik sepeda motor. Sedangkan di BLK, peralatannya juga sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan industri.

    Persoalan berikutnya adalah kebijakan anggaran, yang belum cukup untuk mewujudkan sebuah program bermutu untuk meningkatkan kapasitas para pekerja. Saat ini anggaran program pendidikan dan pelatihan vokasi dari tiga kementerian yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan Kementerian Riset dan pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) sebesar Rp2,58 triliun atau sekitar 0,021 persen dari PDB.

    Sebagai perbandingan, negara-negara Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) seperti Australia,  Austria,  Belgium,  Canada,  Chile,Czech Republic, Denmark,

    Estonia, Finlandian, Perancis, Jerman, Yunani, Hungaria, Iceland, Irlandia, Israel, yang mempunyai kualitas tenaga kerja mumpuni mengalokasikan dana untuk pendidikan dan pelatihan pekerja hingga 1,32 hingga 1,58 persen dari PDB. Denmark bahkan mengalokasikan dana itu lebih dari 3 persen PDB.

    Selain itu, secara umum, hingga kini belum ada model pendidikan dan pelatihan vokasi yang akan diterapkan di Indonesia. Belum ada pilihan rujukan mana yang akan digunakan, Jerman atau Taiwan, dua negara yang dianggap mempunyai praktik terbaik pendidikan ketenagakerjaan.

    Buku roadmap (peta jalan) Kebijakan Pendidikan Vokasi (2017) juga belum memberikan penjelasan cukup tentang bagaimana sistem pendidikan akan diselenggarakan, apakah hanya bertumpu kepada SMK, BLK dan Politeknik atau ada alternatif lain.

    SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

    11

  • REKOMENDASI KEBIJAKAN

    BAGIAN

    02

    SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

    13

  • 1. Semua butuh peta jalan

    Perbaikan kualitas lembaga pendidikan dan pelatihan tenaga kerja mau tidak mau harus dilandasi dengan roadmap/peta jalan bidang tersebut. Roadmap bisa diartikan sebagai peta penentu atau petunjuk arah. Dalam konteks upaya pencapaian hasil suatu kegiatan,  road map adalah sebuah dokumen rencana kerja rinci yang mengintegrasikan seluruh rencana dan pelaksanaan program serta kegiatan dalam rentang waktu tertentu.

    Roadmap pendidikan dan pelatihan vokasi di Indonesia ini akan secara rinci menggambarkan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan perbaikan kualitas tenaga kerja, mulai dari institusi pendidikan dan pelatihan, sektor-sektor penting dan kemampuan apa yang harus dimiliki oleh tenaga kerja di Indonesia.

    Roadmap  ini pun akan memudahkan pemerintah dalam menyusun dan melaksanakan program pendidikan atau pelatihan sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan industri dan pasar tenaga kerja. April 2018 lalu, pemerintah sebenarnya sudah menginisiasi penyusunannya, namun hingga saat ini belum terdengar pengumuman roadmap tersebut.

    Saat ini, pemerintah sudah berhasil memetakan sektor-sektor industri mana saja yang membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar atau demand side. Kemudian kemampuan seperti apa yang diharapkan dan berapa besarnya.

    Menurut pemerintah, sektor-sektor yang diprediksi akan terus tumbuh dan menyerap banyak tenaga kerja adalah agrobisnis, manufaktur, pariwisata, tenaga kesehatan, ekonomi digital, dan pekerja migran.

    Selain itu, roadmap ini juga harus memperhatikan prioritas pembangunan pemerintahan Presiden Jokowi seperti sektor infrastruktur dan pembangunan 10 destinasi wisata baru. Dengan demikian, akan tercipta keseimbangan yaitu out put pendidikan dan pelatihan vokasi yang sesuai dengan kebutuhan industri dan pasar tenaga kerja.

    Pemerintahan Presiden Joko Widodo ini sebenarnya mempunyai komitmen besar memperbaiki sistem pendidikan dan pelatihan vokasi sebagai jalan keluar problem ketenagakerjaan. Hal ini terlihat dengan berbagai kunjungan kerja yang berhasil membawa komitmen kerja sama pengembangan pendidikan dan pelatihan vokasi di Indonesia. Seperti saat kunjungan

    Hal ini ditandai oleh beberapa hal. Pertama, di pertengahan April 2016, dalam kunjungan kerja ke Jerman, Presiden Jokowi secara khusus meminta kepada Kanselir Jerman, Angela Markel, untuk membantu pendidikan vokasi di Indonesia.

    Pada 9 September 2016 Presiden juga mengeluarkan Instruksi Presiden No. 9/2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Dalam Rangka Peningkatan Kualitas dan Daya Saing Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia.

    PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI14

  • Kemudian pada 13 September 2016 mengadakan Rapat Terbatas dengan instruksi untuk merombak sistem pendidikan dan pelatihan vokasi dan melakukan reorientasi pendidikan serta pelatihan vokasi ke arah demand driven. Pada tanggal 29 September 2016 ada penandatanganan Nota Kesepahaman antara Lima Menteri tentang Pengembangan Pendidikan Kejuruan dan Vokasi Berbasis Kompetensi yang link and match dengan industri.

    2. Pentingnya meningkatkan kualitas lembaga pelatihan tenaga kerja

    Untuk mengatasi masalah kualitas tenaga kerja di Indonesia, jawabannya tentu perlu upaya sistematis meningkatkan kapasitas tenaga kerja. Jawaban ini menemukan konteksnya di tingkat nasional maupun daerah-daerah yang menjadi lokasi penelitian Koalisi Masyarakat Sipil.

    Namun, program peningkatan kualitas seperti apa yang efektif mengangkat derajat ketrampilan dan kompetensi para pekerja?

    Persoalan pokok yang harus diselesaikan adalah kualitas lembaga pelatihan vokasi, yaitu pelatihan yang menunjang penguasaan keahlian terapan tertentu, seperti kampus dan Balai Latihan Kerja (BLK) atau Lembaga Pelatihan Kerja baik milik pemerintah maupun swasta.

    Pendidikan vokasi pada dasarnya harus menjadi bagian integral dari sistem pendidikan nasional dan struktur dasar sosial dari suatu masyarakat. Sistem pendidikannya dinamis dan mengikuti perubahan kebutuhan masyarakat, industri, aspirasi generasi muda dan ekonomi global yang berubah sangat cepat.

    Ini adalah fitur umum mendasar dari setiap pendidikan dan pelatihan vokasi. Yaitu sistem harus responsif, relevan dan efektif terhadap kebutuhan pekerja serta mempunyai perencanaan strategis jangka panjang, infrastruktur pelatihan serta sistem penyampaian yang efektif.

    Persoalan terdekat yang harus ditarget untuk diselesaikan adalah tentang kualitas tenaga pengajar di BLK. Lembaga pendidikan ini perlu merekrut guru-guru yang tidak hanya menguasai teori tentang suatu pekerjaan, namun juga namun juga bisa memberikan panduan praktik yang mudah dipahami para siswa.

    Pengetahuan mereka juga harus disesuaikan dengan perkembangan industri, sarana dan prasarana yang ada sehingga menjadi guru yang kompeten, kreatif, inovatif, dan adaptif terhadap perkembangan zaman. Termasuk penguasaan bahasa asing untuk memudahkan transaksi dan memasuki lowongan kerja di berbagai negara.

    SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

    15

  • 3. Kurikulum yang fleksibel

    Untuk bisa melakukan hal tersebut, memang harus ada intervensi serius dari pemerintah agar bisa menyediakan guru-guru berkompeten tanpa harus dipusingkan dengan jenjang pendidikan formal.

    Langkah ini penting, karena pendidikan vokasi memerlukan kurikulum dan instruktur yang fleksibel. Agar bisa memberikan pendidikan terbaik, lembaga pendidikan vokasi bisa merekrut tenaga kerja yang berpengalaman dalam sektor pariwisata dan agrobisnis sebagai guru/instruktur meski tidak memiliki ijazah pendidikan formal.

    Soal kurikulum ini juga perlu melibatkan kalangan industri, agar mendapat masukan tentang kebutuhan industri, peningkatan mutu serta sarana prasarana pendidikan vokasi. Selain soal guru, lembaga pendidikan vokasi juga perlu menambah peralatan agar sesuai dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri. Karena itu perlu disusun standar minimal peralatan yang harus tersedia dan bisa digunakan para siswa pendidikan dan pelatihan vokasi agar siap kerja.

    Lembaga pendidikan vokasi atau BLK penting untuk ditingkatkan kualitasnya karena berperan besar dalam memberikan kemudahan dalam mencari pekerjaan. Hasil penelitian koalisi masyarakat sipil menunjukkan bahwa rata-rata 70 persen responden pada lima daerah penelitian menyatakan lembaga pelatihan kerja memberikan manfaat kemudahan dalam mencari kerja.

    Mereka merasa, materi pada lembaga pelatihan sesuai dengan pekerjaan. Meski sebagian dari responden juga menyarankan agar ada perbaikan kualitas pada BLK, karena materi pelatihan dirasa tidak relevan dan sulit diterima. Sedangkan lapangan pekerjaan dengan kemampuan yang diajarkan dalam BLK tidak tersedia, terutama di Bojonegoro (60 persen).

    Grafik 5. Kemudahan Mencari Kerja

    0% 0% 0% 0% 0%0% 0% 0% 3% 0%

    18%13%

    8%

    26%

    4%

    71% 73%

    62%

    47%

    68%

    12% 13% 15%18%

    21%

    0% 0%

    15%

    6% 7%

    0%

    10%

    20%

    30%

    40%

    50%

    60%

    70%

    80%

    KabupatenWonosobo KabupatenKulonprogo

    KotaYogyakarta KabupatenBojonegoro

    KabupatenMalang

    SangatTidakMemudahkan TidakMemudahkan KurangMemudahkan

    Memudahkan SangatMemudahkan TidakMenjawab

    PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI16

  • Penting juga untuk mendorong kemitraan antara pemerintah dan kalangan industri untuk menyediakan pendidikan dan pelatihan.

    Pemerintah harus mendukung perusahaan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan pada pekerjanya. Contohnya Singapura, negara ini meluncurkan beberapa skema yang memberikan bantuan pendanaan penuh maupun parsial untuk program pengembangan kapasitas pekerja.

    Pendanaannya dalam pemberian uang tunai, pendanaan ekuitas oleh pemerintah, skema inkubator bisnis, skema pendanaan hutang dan insentif pajak. Berbagai skema ini mengurangi biaya konsultasi pengembangan SDM seperti peningkatan produktivitas, implementasi teknologi informasi dan sistem SDM.

    Pelatihan vokasi yang berkualitas memerlukan anggaran yang memadai. Karena itu, penting untuk mempertimbangkan realokasi anggaran pendidikan formal ke arah pendidikan vokasi non-formal.

    Pendidikan vokasi non formal ini bisa menjadi alternatif karena Angka Partisipasi Murni (APM) pendidikan formal setingkat SMU selama empat tahun terakhir hanya berkisar sekitar 60 persen. Dengan kapasitas fiskal sekitar Rp2 ribu triliun, maka untuk mencapai akses pendidikan formal hingga 12 tahun akan memerlukan waktu yang sangat lama.

    Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan kemungkinan merelokasi alokasi anggaran pendidikan formal kepada pendidikan dan pelatihan vokasi. Dengan demikian, capaian pendidikan harus bergeser kepada mutu sambil menguatkan akses, yang tidak diukur dari sekolah formal non kejuruan melainkan diperbanyak kepada kejuruan yang disesuaikan dengan kebutuhan tantangan zaman seperti revolusi industri 4.0.

    4. Peningkataan kualitas tenaga kerja di Kulonprogo Untuk Kabupaten Kulonprogo, perlu disusun sebuah road map (peta jalan) pengembangan dan pembangunan tenaga kerja. Program ini mencakup pelatihan kerja, sertifikasi kompetensi, mekanisme magang, hingga penyaluran dan perlindungan baik dari aspek upah maupun jaminan sosial tenaga kerja.

    Program tersebut juga harus responsif pada kebutuhan pasar kerja dan perkembangan zaman baik dari aspek kurikulum, instruktur maupun fasilitas pendidikan dan pelatihan. Kalangan industri sebagai pemberi kerja perlu terlibat aktif dalam penyiapan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhannya. Mereka juga perlu bekerja sama dengan lembaga pelatihan maupun pendidikan vokasi untuk bekerja sama dalam hal pendidikan, pelatihan, penelitian dan kesempatan magang.

    SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

    17

  • Pihak penyelenggara pendidikan dan pelatihan kerja seperti BLK, Institusi Perguruan tinggi Vokasi, LPK ataupun LSM perlu memberikan program pelatihan yang responsif terhadap kebutuhan pasar kerja dan perkembangan zaman saat ini. Baik dari aspek kurikulum, instruktur maupun fasilitas pendidikan dan pelatihan.

    Dari sisi anggaran, Pemerintah Kabupaten Kulonprogo sudah terlihat sudah mempunyai komitmen untuk peningkatan sumber daya manusia, misalnya dengan alokasi sebesar Rp2,7 miliar atau 32,8 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanda Daerah (APBD) untuk program pengembangan dan pelatihan tenaga kerja. Kebijakan perlu diteruskan dengan semakin banyaknya angkatan kerja baru.

    Pemerintah juga harus menciptakan kondisi kerja yang layak meski sebagian besar angkatan kerja terserap pada sektor informal. Misalnya dengan mewajibkan adanya kontrak kerja, jaminan sosial dan pemenuhan ha-hak normatif tenaga kerja.

    Organisasi masyarakat sipil di Kulonprogo perlu berinsiatif membentuk Komite Vokasi, Produktivas, Pemagagangan dan Perlindungan Tenaga kerja yang melibatkan pihak pemerintah daerah, pihak swasta dan masyarakat.

    Dengan adanya forum atau komite ini diharapkan apa yang menjadi kebutuhan masing-masing pihak dapat diakomodir dan masalah-masalah yang ada terkait ketenagakerjaan dapat didiskusikan untuk mendapatkan jalan keluar.

    5. Pengembangan community entrepreneurship di Kabupaten Malang

    Di Kabupaten Malang, rekomendasi untuk peningkatan kompetensi angkatan kerja diwujudkan dengan pengembangan community entrepreneurship (kewirausahaan komunitas) di tingkat desa. Konsep ini berbeda dengan kewirausahaan dalam konteks ekonomi yang hanya identik dengan motif keuntungan semata, terutama keuntungan individual.

    Kewirausahaan komunitas tidak sekadar bermotif ekonomi, namun juga mempunyai tujuan sosial yaitu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat dalam jumlah besar yaitu (komunitas) bukan hanya individu. Menurut konsep ini, kewirausahaan merupakan instrumen pembangunan masyarakat, bukan hanya sekadar peningkatan taraf ekonomi individu.

    Ada tiga gagasan utama kewirausahaan komunitas ini. Pertama, upaya ini harus melibatkan di tingkat lokal, baik kepala desa maupun tokoh lain. Peran pemimpin yang memiliki inisiatif tinggi sangat penting untuk mendorong implementasi konsep ini.

    PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI18

  • Dalam praktiknya, kepemimpinan di tingkat lokal seperti kepala desa, harus sensitif terhadap perubahan di luar desa dan peka pada kebutuhan warga sekaligus kreatif memanfaatkan peluang di desa. Selain itu juga mampu berkolaborasi dengan berbagai pihak dalam menyelesaikan tantangan desa sangat dibutuhkan.

    Kedua, kewirausahaan komunitas terkait dengan upaya kreatif memecahkan masalah ekonomi dan sosial masyarakat seperti pengangguran terbuka angkatan kerja muda dan perempuan.

    Ketiga, kewirausahaan komunitas mempraktikkan perubahan secara partisipasi. Kepala desa sebagai pemimpin tidak bisa bekerja dan mengambil keputusan sendiri namun harus melibatkan individu atau kelompok.

    6. Perlunya kolaborasi antara pemerintah dan swasta di Kota Yogyakarta

    Di Kota Yogyakarta, rekomendasinya juga meningkatkan kapasitas para pencari kerja dengan meningkatkan kualitas pelatihan yang diselenggarakan oleh Lembaga Pelatihan Kerja (LPK). Program ini dilakukan dengan pengayaan pengetahuan sesuai dengan kebutuhan pasar, perbaikan metode pelatihan hingga tenaga pelatih yang memiliki keahlian.

    Selain itu, perlu menggiatkan kerja sama antara pemerintah dan swasta yang memang masih menjadi salah satu masalah di Kota Yogyakarta. Di kota ini, penelitian menemukan adanya ketidakpaduan pemerintah perusahaan-perusahaan penyerap tenaga kerja.

    Penyelenggaraan pendidikan keahlian, tidak selalu menjadi tugas dari Dinas Tenaga Kerja (di Yogyakarta Dinas Koperasi UKM dan Tenaga Kerja), namun bisa bekerja sama dengan instansi lain. Misalnya, Disnaker tidak perlu menyelenggarakan pelatihan memasak/boga yang serupa dengan pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Perlindungan Anak dan Perempuan yang memiliki program pemberdayaan ekonomi berbentuk pelatihan keterampilan kerja bagi perempuan.

    Penyelenggaraan LPK milik pemerintah juga harus bekerja sama dengan pihak swasta agar menu-menu pelatihan bervariasi dibandingkan. Kerja sama ini bahkan harus diperluas untuk pengadaan infrastruktur pelatihan yang mahal seperti mesin dan alat-alat lain karena perkembangan teknologi yang terjadi sangat cepat.

    Misalnya untuk pelatihan teknik otomotif, bisa bekerja sama dengan produsen kendaraan bermotor untuk pengadaan mesin-mesin kendaraan. Demikian juga dengan peralatan lain.

    SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

    19

  • Kota Yogyakarta juga direkomendasikan untuk menyusun grand design kebijakan bersama seluruh pemangku kepentingan yang memberi jaminan lapangan kerja bagi pemuda dan perempuan dengan upah yang layak. Grand design ini diharapkan dapat membuat road map yang terarah bagi membaiknya iklim kerja layak di Kota Yogyakarta.

    7. Menyelesaikan masalah kualitas tenaga kerja di Wonosobo

    Sedangkan di Kabupaten Wonosobo hal pertama yang dilakukan adalah meningkatkan kualitas pelatihan kerja baik milik swasta maupun pemerintah. Tujuannya adalah meningkatkan relevansi, kualitas, dan efisiensi penyelenggaraan pelatihan tenaga kerja.

    Tempat pelatihan kerja ini akan mengembangkan budaya produktif, etos kerja yang tinggi, penguasaan teknologi, dan efisiensi kegiatan ekonomi untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja lokal.

    Peningkatan kualitas tenaga kerja didahului dengan pemetaan jumlah dan jenis bidang usaha serta keahlian yang dibutuhkan. Langkah ini akan menentukan jenis dan keterampilan dalam pelatihan yang akan diselenggarakan oleh pemerintah. Selain itu untuk menjamin kesesuaian materi pelatihan dengan kebutuhan keterampilan tenaga kerja.

    Rekomendasi lain pada pemerintah adalah agar menyediakan peralatan pelatihan, selain itu juga bisa bekerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat untuk mengatasi kekurangan peralatan dan tenaga ahli pada bidang-bidang tertentu.

    Pelatihan ini juga harus menjangkau wilayah pedesaan, agar pelatihan ketenagakerjaan menjadi lebih masif dan masuk pada kelompok masyarakat terkecil. Dengan demikian, bisa mempercepat jumlah angkatan kerja yang mempunyai keterampilan dan keahlian.

    Kemudian, pemerintah juga harus bekerja sama dengan perusahaan swasta, BUMN, BUMD untuk melakukan pelatihan, sehingga para penyedia lapangan pekerjaan tersebut bisa langsung merekrut calon pekerja pada pelatihan tersebut.

    Setelah persoalan kualitas tenaga kerja, pekerjaan pemerintah yang lain adalah memperluas kesempatan kerja berbasis potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan teknologi.

    Caranya adalah dengan mewujudkan semua kebijakan pemerintah daerah di setiap sektor diarahkan untuk mewujudkan perluasan kesempatan kerja baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan dunia usaha perlu membantu serta memberikan kemudahan bagi setiap kegiatan masyarakat yang dapat

    PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI20

  • menciptakan atau mengembangkan perluasan kesempatan kerja.

    Pemerintah diharapkan bisa mendorong masuknya investor-investor karena efektif menciptakan lapangan kerja baru. Caranya dengan aktif melakukan promosi investasi dan memberikan kemudahan serta insentif bari investor.

    Perluasan kesempatan kerja juga bisa dilakukan dengan mendirikan usaha-usaha mandiri seperti pengelolaan pariwisata, pemberdayaan potensi wisata, industri pertanian, kuliner. Karena itulah, perlu ada pelatihan untuk memanfaatkan potensi sumber daya di kabupaten ini.

    Pendirian usaha baru ini perlu mendapat fasilitas dari pemerintah, mulai dari insentif perizinan, mengakses pasar baru. Selain itu juga bekerja sama dengan kalangan perbankan memberikan pinjaman lunak untuk penambahan modal sebagai upaya meningkatkan produktivitas usaha tersebut.

    Langkah ini diikuti dengan penempatan tenaga kerja yang memberikan kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja sejak hari pertama direkrut. Dalam menetapkan upah minimum untuk menjamin kesejahteraan pekerja, pemerintah harus berdasarkan kepada kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

    Untuk mengatasi soal pekerja anak yang jamak terjadi pada daerah miskin, Pemerintah Kabupaten Wonosobo direkomendasikan untuk memberi syarat pada pencari kerja di bawah 20 tahun untuk mendapat pengantar dari Dinas Ketenagakerjaan saat melamar pekerjaan. Cara ini bertujuan untuk memberikan akses data kepada pemerintah tentang jumlah tenaga kerja muda yang bekerja untuk perusahaan. Sehingga pemerintah daerah mempunyai ketersediaan data untuk melakukan pendampingan apabila terdapat perusahaan yang mengarah pada eksploitasi anak.

    8. Optimalisasi BLK dan pembangunan data base tenaga kerja di Kabupaten Bojonegoro

    Kabupaten Bojonegoro mendapat rekomendasi untuk mengatasi persoalan ketenagakerjaan dengan menyusun kebijakan daerah tentang pelatihan kerja inklusif dan mengoptimalkan BLK untuk pelatihan kompetensi tenaga kerja.

    Pelatihan ini juga harus digelar secara berkelanjutan. Peningkatan kualitas tenaga kerja juga bisa dilakukan dengan implementasi program Corporate Social Responsibiliy (CSR) yang berkaitan dengan pendidikan dan pelatihan kompetensi.

    Pelatihan ini tidak terbatas pada hard skill, sertifikasi, dan vocational training untuk

    SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

    21

  • menjembatani kehidupan saat sekolah dan saat memasuki dunia kerja. Tapi juga memberikan soft skill, life skill, menciptakan determinasi atau kemauan individual tersebut untuk bekerja.

    Sistem pendidikan ini menggunakan pendekatan holistik dan terintegrasi yang melibatkan pendampingan ketenagakerjaan profesional tidak hanya pada calon pekerja, tetapi juga mencakup keluarga, sekolah, lingkungan sosial.

    Pemerintah Kabupaten Bojonegoro bisa mendukung ini dalam bentuk kebijakan seperti peraturan bupati pelatihan kerja inklusif, sehingga kebijakan yang ambil dapat segera berdampak kepada ketersediaan tenaga kerja yang berkualitas.

    Secara teknis, program ini bisa dilakukan dengan bekerja sama dengan pihak swasta yang merupakan pengguna jasa tenaga kerja. Kedua pihak ini saling pengaruh memengaruhi, tenaga kerja membutuhkan pihak swasta untuk memperoleh upah, sedangkan pihak swasta membutuhkan tenaga kerja agar usahanya terus berjalan.

    Mereka bisa berperan meningkatkan kualitas tenaga kerja di antaranya dengan melakukan kerja sama dengan lembaga pendidikan dalam rangka memberikan kesempatan magang kepada peserta didik. Magang dilakukan agar peserta didik mempunyai pengetahuan tentang dunia usaha dan industri.

    Selain itu, pihak swasta melalui program-program CSR melakukan pelatihan-pelatihan berbasis kompetensi kepada angkatan kerja di Bojonegoro yang masih tergolong tenaga kerja unskill.

    Di Kabupaten Bojonegoro sendiri telah memprioritaskan pemanfaatan dana CSR untuk kegiatan pelatihan dan peningkatan keterampilan kerja melalui Peraturan Daerah Kabupaten Bojonegoro No 23/2011 tentang Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Daerah dalam Pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi serta Pengolahan Minyak dan Gas Bumi di Kabupaten Bojonegoro.

    Pemerintah daerah juga direkomendasikan untuk membangun sarana prasarana yang mendukung tumbuhnya investasi dan membangun sebuah data base tenaga kerja berbasis teknologi informasi.

    Dari rumusan masalah dan fakta-fakta di atas isu strategisnya adalah dibuatnya kebijakan road map/rencana strategis pelatihan tenaga kerja maupun kewirausahaan dengan pendekatan link and match. Road map ataupun rencana strategis berisi tentang target peserta pelatihan, kompetensi yang dibutuhkan, perlakuan pasca pelatihan seperti pemagangan, pendanaan, pendampingan, informasi.

    PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI22

  • Pelatihan kompetensi dengan pendekatan link and match diharapkan keahlian yang dihasilkan benar-benar keahlian yang dibutuhkan dunia kerja, sehingga calon tenaga kerja tersebut dapat langsung mengakses lapangan kerja yang tersedia. Sedangkan pemagangan adalah upaya pemerintah dalam memfasilitasi peserta pelatihan untuk dapat magang di industri-industri sesuai keahliannya agar peserta pelatihan/calon tenaga kerja benar-benar memahami dan memiliki sikap kerja yang profesional.

    Kompetensi yang dihasilkan dalam pelatihan harus juga melihat fenomena global revolusi industri 4.0., di mana akan dapat menjadi ancaman bagi tenaga kerja di Bojonegoro.

    Menilik fakta bahwa Bojonegoro merupakan daerah dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang masih rendah (tingkat kemiskinan tinggi 14,89%) memiliki risiko yang sangat tinggi, karena sumber daya manusia yang dimiliki tidak kompatibel dengan kebutuhan tenaga kerja, bahkan Revolusi Industri 4.0 adalah terjadinya otomatisasi industri.

    Untuk itu pelatihan diharapkan juga dapat menciptakan individu-individu yang memiliki kompetensi wirausaha agar mampu membuka lapangan pekerjaan baru. Pelatihan kewirausahaan harus dibarengi dengan kegiatan pendampingan untuk start up business dan fasilitasi akses permodalan. Dengan demikian kebijakan road map/rencana strategis ketenagakerjaan tersebut dapat menghasilkan tenaga kerja yang kompeten dan terciptanya wirausaha-wirausaha baru.

    Selanjutnya mendasarkan pada isu strategis di atas, alternatif kebijakan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro adalah membuat Peraturan Bupati tentang roadmap/rencana strategis pelatihan ketenagakerjaan dan kewirausahaan yang berkelanjutan.

    Kabupaten Bojonegoro juga perlu mengelola data base tenaga kerja secara lebih serius. Pemerintah hanya berhasil mendata 2 persen pengangguran yang ada di wilayahnya, hal ini memberi gambaran, bahwa terjadi kesenjangan antara jumlah pencari kerja dengan pengangguran terbuka. Kesenjangan data ini berdampak kepada cara penyelesaian masalah yang tidak tepat.

    Pemerintah kabupaten mengklaim ada lowongan kerja sebanyak 164,65 persen dari pencari kerja. Artinya ada jumlah lowongan pekerjaan lebih besar daripada jumlah pencari kerja. Namun kenyataannya lowongan pekerjaan yang tersedia hanya menampung 15,91 persen pengangguran terbuka. Artinya, klaim surplus lowongan kerja itu tidak terbukti.

    Karena itu, pemerintah perlu merumuskan cara agar bisa mendata lebih banyak tenaga kerja dengan berbasis teknologi informasi. Pengelolaan data base ini, mencakup mekanisme, penyimpanan, pemberian layanan informasi, pengawasan yang menggunakan teknologi informasi yang memungkinkan pencari kerja mendaftar secara online.

    SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

    23

  • Data base ini mencakup profil tenaga kerja secara lengkap yang menampilkan data diri, pendidikan, keahlian, pengalaman kerja, dan lain sebagainya. Data ini bisa diperbarui secara langsung sehingga menampilkan kondisi terkini dan valid.

    Data base yang lengkap dan berisi data ketenagakerjaan lengkap ini memberikan kemudahan bagi terciptanya pasar tenaga kerja yang berkeadilan.

    Pemerintah juga perlu menyelesaikan soal pekerjaan yang layak dalam arti upah, fasilitas, jaminan sosial. Di kabupaten ini, menurut penelitian Prakarsa ada 40 persen lebih pekerja tanpa kontrak. Sementara 64 persen pekerja bekerja dengan upah di bawah ketentuan upah minimum yang berlaku.

    Tidak adanya kontrak kerja mengindikasikan pekerja tidak memiliki jaminan atas kepastian bekerja (job security). Sementara, penghasilan di bawah upah minimum mengindikasikan pekerja hidup di bawah nilai kebutuhan yang memenuhi unsur hidup layak (income security).

    Karena itu, pemerintah perlu menyusun sebuah kebijakan yang menjamin kerja layak, mewajibkan perusahaan mematuhi upah minimum, menandatangani kontrak kerja dan membayar jaminan sosial.

    Seperti di kabupaten lain, Bojonegoro mempunyai tugas untuk meluaskan lapangan pekerjaan untuk menanggulangi pengangguran terbuka. Di kabupaten ini, pada 2016 ada 8.000 orang yang mendapat PHK dari industri migas, di sisi lain investasi baru sangat minim.

    Karena itu, pemerintah perlu memberikan insentif pada investor agar memasukkan modalnya ke Bojonegoro. Sebelumnya sebenarnya sudah ada enam investor yang akan menanamkan modalnya, namun karena sarana prasarana tidak memadai, rencana tersebut gagal.

    Karena itu, pemerintah setempat perlu membuat kebijakan yang lebih nyata dengan mengalokasikan anggarannya untuk meningkatkan sarana prasarana yang mendukung tumbuhnya investasi seperti penyediaan akses transportasi untuk industri. Sehingga insentif yang dijanjikan pemerintah bisa berguna bagi para investor.

    9. Literasi digital Di sisi lain Indonesia saat ini memasuki era revolusi industri 4.0, yang mengedepankan digitalisasi dan pemanfaatan teknologi. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang Brodjonegoro pernah mengungkapkan era digital berpotensi menghilangkan puluhan juta lapangan pekerjaan. Dia menyebutkan, berdasarkan temuan McKinsey, perusahaan konsultan manajemen multinasional, 52,6 juta lapangan pekerjaan terancam tergantikan otomatisasi, atau setara 52 persen angkatan kerja Indonesia.

    PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI24

  • Bukan hanya Indonesia, tenaga kerja negara-negara lain juga terancam oleh era ini, di Australia sebanyak 45 persen angkatan kerjanya terancam, Malaysia sebesar 41 persen, Singapura 44 persen dan serta Jepang 51 persen.

    Lapangan pekerjaan yang hilang adalah pekerjaan dengan keterampilan terbatas, bukan pada level advance. Pekerjaan yang bertahan biasanya menggunakan keterampilan manusia, sehingga tak dapat digantikan dengan mesin.

    Otomatisasi berdampak pada pengalihan penggunaan tenaga kerja manusia dengan mesin dengan alasan efisiensi, efektivitas dan ekonomis. Studi yang dilakukan oleh Oxford Martin Program on Technology and Employment memprediksi bahwa 47 persen pekerjaan lama akan terancam selama satu dekade ke depan, dengan hanya 0,5 persen pekerja yang berpotensi bekerja di jenis pekerjaan yang baru.

    Pekerjaan yang terbuka akan semakin sedikit dan terfokus pada bidang teknologi dan informasi yang membutuhkan keahlian tinggi. Dengan kondisi seperti ini, disparitas pada tenaga kerja, khususnya dari segi keahlian, akan semakin tinggi. Pekerja yang memiliki kemampuan tinggi masih memiliki peluang kecil untuk beralih profesi, sedangkan pekerja yang berasal dari keluarga menengah ke bawah akan semakin tertinggal.

    Berdasarkan data pemerintah, jumlah pekerja di industri manufaktur saat ini mencapai 575.000 orang, diikuti agribisnis 195.843 orang, pariwisata 3.333 orang, tenaga kesehatan 6.018 orang, ekonomi digital 5.172 orang, dan pekerja migran sebesar 243.265 orang.

    Pekerja di sektor ekonomi digital terlihat masih kecil, namun angka tersebut akan makin besar seiring perkembangan industri ini. Menurut survei yang dilakukan Michael Page, sebuah perusahaan perekrutan tenaga kerja, pada periode Maret 2016-April 2017, terjadi lonjakan 60 persen kebutuhan tenaga atau lowongan pekerjaan di industri teknologi dan digital.

    Lonjakan kebutuhan ini diperkirakan akan terus terjadi, karena hampir semua pengusaha, dari start-up sampai konglomerat lama mencoba melakukan diversifikasi usaha dan melihat industri teknologi digital sebagai masa depan bisnisnya. Empat sektor usaha di bidang teknologi dan digital yang sedang berkembang, yaitu: e-commerce, logistik, fintech, dan big data.

    Karena itu, kemampuan dan literasi teknologi digital para pekerja Indonesia harus menjadi perhatian pemerintah.

    SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

    25

  • PENUTUP

    BAGIAN

    03

    SINTESA KERTAS KEBIJAKAN KERJA LAYAK UNTUK ANAK MUDA DAN PEREMPUAN NASIONAL DAN LIMA KABUPATEN/KOTA DI INDONESIA

    27

  • Perubahan mendasar sistem pendidikan

    Sebenarnya ada satu agenda dalam meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia yang tidak boleh dilupakan, yaitu melakukan perubahan sistem pendidikan secara mendasar.

    Perlu dipertimbangkan pembagian antara pendidikan formal dan non-formal secara lebih ketat. Sekolah formal akan menyediakan materi terkait dengan dasar berbangsa, bernegara, dan membentuk sikap dan watak individu. Sedangkan sekolah non-formal menyediakan fasilitas ketrampilan untuk kebutuhan kerja.

    Berikutnya adalah tentang lama bersekolah yang perlu ditinjau ulang. Waktu bersekolah seharusnya bisa dibuat lebih pendek namun lebih efektif dan efisien.

    Sekolah tingkat dasar (SD) dan menengah (SMP dan SMA) bisa tidak lebih dari 8 tahun, tidak 12 tahun seperti sekarang ini. Selama 8 tahun tersebut, siswa diajak membangun nasionalisme, menguatkan akhlak (moral/etika), membangun kerja sama dan bersikap toleran, membiasakan dan cinta terhadap dunia membaca, sampai hal-hal yang mengarah kepada kepentingan membangun cara berpikir yang logis dan berbasis argumentasi yang kuat.

    Kemudian jika lulus SMA dan tidak melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi, dia bisa mengakses berbagai kursus (pendidikan non-formal) singkat terkait dengan ketrampilan yang dibutuhkan. Pemerintah akan menyediakan banyak peluang belajar singkat dan seorang siswa dapat meningkatkan kapasitas dan kompetensi yang sangat dinamis.

    Perubahan berikutnya pada bidang pendidikan guru, yaitu LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan). Lembaga ini harus benar-benar mengajarkan metodologi belajar efektif dan dialogis dengan siswa. Selain itu juga bisa mendorong lulusan akrab dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sebagai alat pembelajaran. Intinya, LPTK harus memproduksi guru yang profesional.

    Bidang kurikulum juga sebaiknya disusun lebih fleksibel karena harus menyesuaikan dengan dunia yang berubah sangat cepat. Selain itu, setiap daerah memiliki kekhasan karena kondisi demografi, geografis, dan sosial-budaya yang berbeda.

    Semua itu membutuhkan respons yang akurat dan menjawab kebutuhan. Bila kurikulum dibuat seragam dan sulit merespons keadaan, maka pendidikan hanya akan menjadi wadah pembelajaran yang macet dan stagnan.

    Selain di tingkat nasional, perbaikan situasi ketenagakerjaan juga penting dilakukan di level daerah. Penelitian Koalisi Masyarakat Sipil soal pekerjaan layak juga memberikan rekomendasi untuk masing-masing daerah.

    PENDIDIKAN DAN PELATIHAN VOKASI, DASAR TENAGA KERJA MUMPUNI28

  • infid_IDinfid infid_ID

    Follow Us:

    NGO in Special Consultative Status with the Economic and Social Council of the United Nations, Ref. No: D1035

    Jl. Jatipadang Raya Kav.3 No.105 Pasar Minggu, Jakarta Selatan, 12540021 7819734, 7819735 | [email protected] | www.infid.org