Top Banner

of 86

Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

Jul 06, 2018

Download

Documents

sri wahyuni
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    1/86

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    2/86

    Hak ci pt a dan copy r i ght

    pada pener bi t di bawah l i ndungan

    undang- undang

    Di l ar ang mengcopy at au memper banyak

    sebagi an at au sel ur uh i si buku i ni

    t anpa i zi n t er t ul i s dar i pener bi t

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    3/86

    1AWAL senja di Pantai Giring terjadi perundin-

    gan bersejarah bagi dua hati yang sama-sama membu-ru cinta. Kedua hati itu milik dua perempuan kakak-beradik yang sama-sama mempunyai ilmu cukup ting-gi, sama-sama mempunyai kecantikan tersembunyi,sama-sama berdada montok dan berpinggul elok.

    Yang sebagai kakak berpakaian ketat warna bi-ru terang, rambut terurai panjang yang kadang-kadangdiikat ke belakang, berkesan wibawa. Sedangkan yangsebagai adik berpakaian ketat seperti dari karet warnahitam, rambut acak-acakan berkesan liar dan ganas.Mereka adalah Merpati Liar, murid Nyai Parisupit, danAngin Betina, murid Nini Pancungsari.

    "Setulus hatikah kau mencintai Pendekar Ma-buk, Angin Betina?"

    "Mungkin lebih dari sekadar tulus," jawab An-gin Betina dengan nada tegas. "Cita-citaku hanya inginhidup mengabdi kepadanya, sekalipun aku tahu Pen-dekar Mabuk telah mempunyai calon istri sendiri;Dyah Sariningrum, penguasa negeri Puri Gerbang Sur-gawi di Pulau Serindu."

    >>>

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    4/86

    Tak terbayang sebelumnya bahwa Angin Betina mem-punyai pikiran sejauh itu.

    "Rupanya hatimu ikut-ikutan sinting seperti il-munya Pendekar Mabuk itu, Angin Betina."

    "Terserah apa penilaianmu, tapi memang begi-tulah ketulusan cinta yang ada di hatiku. Cinta iniadalah cinta pengabdian dan kesetiaan yang mungkinsulit tumbuh di hati perempuan lain."

    Merpati Liar menarik napas dalam-dalam, laluberkata, "Baiklah kalau memang itu keputusanmu.

    Aku akan mencoba bersikap sepertimu. Terus terangsaja, aku kagum pada kepolosan cinta mu kepadanya." Tanpa senyum sejak tadi, Angin Betina pun

    berkata, "Kelak aku akan mati untuk dia, dan itulahsaatnya aku membawa cintaku selama-lamanya."

    "Apakah itu tidak berlebihan?"Angin Betina gelengkan kepala, pandangi ka-

    kaknya tak berkedip. "Begitulah caraku mencurahkan

    cinta yang tulus kepada seorang lelaki. Barangkalidengan mati demi dia, maka dia akan bisa menerimacinta kasihku ini! Kuharap kau tidak menyuruhkumengubah cita-cita ini, Merpati! Biarkan aku menjadiperisainya demi kepuasan hatiku mencintainya."

    Merpati Liar geleng-geleng kepala karena heranmengetahui kesetiaan Angin Betina terhadap PendekarMabuk. Sesaat kemudian Merpati Liar pun perdengar-kan suaranya yang berkesan wibawa.

    "Pilihan mu adalah pilihan mu, dan aku akanmemilih jalanku sendiri. Yang jelas, cinta ini akan ter-pendam selamanya dan mungkin tak akan diketahuioleh si murid Gila Tuak itu. Tetapi perlu kau ingat, An-gin Betina... siapa pun yang ingin melukaimu, harusmenyingkirkan nyawaku lebih dulu. Karena hanya

    kaulah satu-satunya saudaraku. Kita sama-sama tidak

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    5/86

    mempunyai saudara lain, tidak mempunyai keluargalagi. Jika kau menjadi perisainya, maka aku akanmenjadi tombak bagimu."

    "Jangan melibatkan hidupmu ke dalam hi-dupku, Merpati! Jalan hidupku sulit diikuti oleh pemi-kiran yang waras. Perlu kau tahu, cintaku kepada SutoSinting sudah telanjur buta."

    "Cintaku kepada seorang adik lebih besar di-bandingkan cintaku kepada Pendekar Mabuk. Catatdalam ingatanmu kata-kataku ini, Angin Betina!"

    Dalam ketinggian suatu tebing yang agak jauhdari tempat kedua perempuan itu bicara ada seorangpemuda yang berdiri tegak dengan rambut panjang lu-rus sepundak meriap disapu angin. Pemuda itu men-genakan baju coklat tanpa lengan dan celana putihkusam dengan ikat pinggang merah. Di punggungnyamenyandang bambu bumbung tempat tuak. Pemudaitu tak lain adalah si murid Gila Tuak dan Bidadari Ja-

    lang yang dikenal dengan nama Suto Sinting alias siPendekar Mabuk. Rupanya dari tadi ia menggunakan

    Jurus 'Sadap Suara' untuk mendengarkan percakapankedua perempuan itu dari jarak jauh.

    "Kasihan sekali mereka," gumam Pendekar Ma-buk dalam hatinya. "Mengapa otak mereka sekecilbuah buni? Seharusnya mereka tak perlu mengabdi-kan hidup untuk seorang lelaki sepertiku. Bukankahdi dunia ini ada lelaki lain yang melebihi dariku?Atau... atau barangkali di dunia ini sudah tidak ada le-laki selain diriku? Oh, aku belum memeriksanya.Aah... tapi sulit juga mencegah hasrat hati mereka.

    Tak semudah memadamkan hutan yang terbakar."Kecamuk di hati Suto Sinting terhenti seketika

    begitu melihat seberkas sinar biru datang menghampi-

    ri Angin Betina dan Merpati Liar. Sinar biru itu seperti

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    6/86

    bintang jatuh dari langit, besarnya seukuran telurayam dengan ekor memanjang berwarna biru kehi-

    jauan.Wweess...!"Sinar apa itu?!" sentak batin Suto Sinting. Ma-

    tanya terbelalak seketika, mulutnya ternganga sedikit.Firasatnya mengatakan sinar itu adalah bahaya

    bagi kedua perempuan tersebut. Maka Suto Sintingpun segera lepaskan jurus 'Surya Dewata' yang me-mancarkan sinar ungu. Kedua tangannya segera me-

    rapat di dada, kemudian menyentak ke depan dan si-nar ungu sebesar lidi melesat dari ujung kedua tanganitu.

    Slaaap...! Weeesss...!Sinar ungu itu dimaksudkan untuk menghan-

    curkan sinar biru aneh sebelum sinar tersebut menge-nai Angin Betina atau Merpati Liar. Tetapi jarak yangcukup jauh membuat sinar ungu itu gagal mencapai

    sasaran.Sinar biru aneh, menyerupai bintang jatuh itu

    menjadi lebar dan menghantam punggung Angin Beti-na. Sedangkan Merpati Liar yang segera bergerakmembalikkan badan karena merasa ada bahaya da-tang, ternyata terlambat bergerak sehingga sinar lebarwarna biru itu menghantam pula bagian dadanya.

    Zuubbbss...!Sinar ungunya Pendekar Mabuk melesat terus

    tidak mengenai sasaran apa-apa dan lenyap di kejau-han sana. Sementara itu, tubuh kedua perempuan ka-kak-beradik telah terkurung sinar biru yang menyilau-kan. Mereka tak bergerak dan tak bisa bersuara sedikitpun. Pendekar Mabuk menjadi sangat tegang, lalu se-gera menggunakan jurus 'Gerak Siluman' untuk mele-

    sat menghampiri kedua perempuan itu dengan kecepa-

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    7/86

    tan melebihi kecepatan anak panah.Zlaaap...!

    Tiba di tempat itu, ternyata sinar biru telah pa-dam. Pendekar Mabuk kian tercengang melihat MerpatiLiar dan Angin Betina dalam keadaan menjadi patungbatu berlumut hijau.

    "Celaka! Apa yang terjadi sebenarnya?! Oh, gila!Benar-benar gila! Mereka telah berubah menjadi pa-tung batu! Sungguh kejam kedahsyatan sinar biru ta-di. Siapa pemilik sinar itu sebenarnya?!"

    Pendekar Mabuk mencoba mencari seseorang disekeliling tempat itu, tapi ia tidak menemukan siapa-siapa di sana. Jantung yang berdetak-detak karena te-gang membuat Suto Sinting sedikit panik dan berusa-ha mengguncangkan kedua patung batu berlumut itu.

    Ternyata kedua patung itu sangat kokoh, kakinya me-nyatu dengan karang yang dipijak mereka. Seolah-olahkedua patung itu sudah ratusan tahun berada di tem-

    pat itu, sehingga tak mungkin bisa digeser sedikit pun."Keparat!" geram Suto Sinting, hatinya menjadi

    panas sekali melihat dua perempuan yang sama-samamencintainya dan sama-sama punya kesetiaan tinggipadanya itu telah mengalami nasib semalang itu.

    Kemarahan Pendekar Mabuk yang tertahan didada membuat nafasnya keluarkan hembusan anginberbahaya. Kemarahan itu membangkitkan kekuatan

    jurus 'Napas Tuak Setan' dengan sendirinya, sehinggasetiap kali napas Suto Sinting terhembus melalui hi-dung, benda-benda di depannya bagai dilanda anginkencang. Bebatuan kecil bergulir bagai diterbangkanoleh hembusan angin kencang.

    Daun kering atau rumput laut yang mengeringbeterbangan terkena hembusan napas Suto Sinting.

    Bahkan sebongkah batu karang sebesar kepala kerbau

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    8/86

    menjadi bergetar karena terkena hembusan napas darihidung Suto Sinting. Jika napas itu dilontarkan lepasdari mulutnya, maka badai raksasa akan datang danmelanda alam di depan Suto Sinting, menimbulkanbencana bagi apa saja yang ada di depannya. Sebabitulah, Suto Sinting sangat hati-hati untuk tidak me-lontarkan suara keras yang akan beriringan denganterhembusnya 'Napas Tuak Setan' dari mulutnya.

    Zlaaap, zlaaap...!Pendekar Mabuk mencari orang yang mele-

    paskan jurus maut bersinar biru berekor kehijau-hijauan itu. Jurus 'Gerak Siluman' membuatnya bera-da di tempat jauh dalam sekejap, berpindah ke sana-sini bagai kilatan cahaya petir yang sukar diikuti olehmata manusia biasa.

    Zlaaap, zlaaap, zlaaap...!"Keparat! Tak ada manusia satu pun di sekitar

    sini!" geram Pendekar Mabuk dengan kedua tangan

    menggenggam keras dan gigi menggeletuk."Di mana orang itu bersembunyi?! Aku yakin

    pasti pemilik sinar biru tadi berada tak jauh dari sini!"gumam hati si murid Gila Tuak.

    Beberapa saat lamanya ia mencoba menjelajahiwilayah Pantai Giring untuk mencari si pemilik sinarbiru. Tetapi hasilnya nihil dan hanya kekecewaan yangdidapatkannya.

    "Setan belang! Kurasa orang itu cepat-cepattinggalkan tempat ini setelah tahu sinar birunya kenaisasaran!" ucap Suto Sinting dalam hatinya. Ia me-nyempatkan diri menenggak tuaknya tiga tegukan se-bagai penenang hati yang merasa terbakar api kema-rahan itu.

    Senja semakin redup, sebentar lagi akan bera-

    lih petang. Pendekar Mabuk masih termenung sedih di

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    9/86

    depan kedua patung kakak-beradik itu. Ia mencobamenggunakan jurus 'Sembur Husada', menyembur ke-dua patung itu menggunakan air tuak yang sudah be-rada di mulutnya.

    Brrruuss...!Sayang sekali jurus 'Sembur Husada' tidak

    mempan untuk mengubah kedua perempuan itu kewujud aslinya. Kedua patung batu itu hanya menjadibasah oleh semburan tuak, tapi tetap saja tak bergem-ing bagai patung yang usianya sudah seratus tahun

    lebih. "Oh, Merpati Liar dan Angin Betina... apa yangharus kulakukan untuk kalian?! Aku tak berhasil me-mulihkan keadaan kalian menjadi manusia seperti se-mula! Tapi aku yakin, pasti ada cara tersendiri untukmenolong kalian agar tak menjadi patung batu sela-manya!" gumam Pendekar Mabuk dengan suara pelan,seakan ia bicara dengan kedua patung batu tersebut.

    Pendekar Mabuk termenung lama di depan ke-dua patung itu. Sampai malam tiba, ia masih ada didepan kedua patung dalam keadaan berlutut karenalelah berdiri. Benaknya mencoba mencari jalan keluaruntuk menolong kedua perempuan tersebut. Cahayarembulan menerangi Pantai Giring, tapi keindahanalam yang bercahaya rembulan itu tidak dapat mem-buat hati Suto Sinting menjadi ceria.

    "Haruskah mereka menjadi patung selamanya?Oh, tidak! Mereka tidak boleh menjadi patung sela-manya, dan aku harus bisa menolong mereka. Entah

    jurus apa yang bersinar biru tadi, entah siapa pemilik-nya, kurasa ada baiknya jika kutanyakan kepadaGuru. Siapa tahu Guru dan Bibi Guru bisa memberiku jalan keluar untuk membebaskan Merpati Liar dan

    Angin Betina dari keadaannya yang malang ini."

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    10/86

    Kata-kata itu terucap lirih, tak begitu jelas dari jarak lima belas langkah. Padahal dalam jarak lima be-las langkah di belakangnya, ada sepasang mata yangmemperhatikan keadaan Pendekar Mabuk. Sepasangmata itu agaknya baru saja tiba di tempat itu dan ter-tarik untuk memperhatikan Suto Sinting. Rupanya sipemilik sepasang mata itu mengenali ciri-ciri PendekarMabuk, sehingga ia tahu persis bahwa orang yang di-anggapnya sedang bicara dengan kedua patung ituadalah si murid Gila Tuak; Suto Sinting.

    "Aku tak akan tinggal diam! Kalian pasti akanbebas!" ucap Suto menggeram.Hati orang yang mengintai itu berkata, "Kasi-

    han. Pendekar Mabuk sekarang sudah menjadi gila.Patung batu diajak bicara. Aku harus segera memberikabar kepada Eyang Resi tentang nasib Pendekar Ma-buk yang sudah menjadi gila itu!"

    Si pengintai yang berambut pendek dengan ikat

    kepala putih dan baju hijau tua itu tak lain adalah siKadal Ginting, pelayan setia Resi Pakar Pantun.

    2 TOKOH tua agak konyol yang jago pantun itu

    berusia sekitar delapan puluh tahun. Mengenakan pa-kaian model biksu, selembar kain abu-abu melilit ditubuhnya. Rambutnya beruban tipis dan berkesan bo-tak, tapi jenggot serta kumisnya agak lebat berwarnaputih uban. Kegemarannya bicara melalui pantun. Itu-lah yang membuatnya dikenal sebagai Resi Pakar Pan-tun.

    Ilmunya lumayan tinggi, terbukti ia mempunyaibeberapa murid yang pada umumnya adalah para da-

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    11/86

    rah keturunan bangsawan. Ia tokoh aliran putih yangcukup dikenal di kalangan tokoh tua. Pendekar Mabukmengenal Resi Pakar Pantun dalam suatu peristiwalangka yang melibatkan kakak kandung Dyah Sarinin-grum yang telah menjadi seorang perempuan pertapabernama Betari Ayu, (Baca serial Pendekar Mabuk da-lam episode: Telur Mata Setan").

    Setelah menyelesaikan masalah pusaka Panji-Panji Mayat, Resi Pakar Pantun bermaksud mengun-

    jungi kediaman mantan kekasihnya yang menjadi Pe-

    nunggu Hutan Rawa Kotek. Perempuan tua itu dikenaldengan nama Nini Kalong. Tetapi karena terbentur ma-lam, sang Resi terpaksa bermalam di sebuah kedai

    yang ada di sebuah desa tak jauh dari pantai.Di kedai itulah sang Resi berkenalan dengan

    seorang pemuda berusia sekitar dua puluh tahun yangmempunyai rambut lurus dikuncir. Pemuda itu berba-dan dan berwajah tampan. Dari kulitnya yang berwar-

    na terang dan bersih dapat disimpulkan bahwa pemu-da itu bukan pemuda desa setempat. Apalagi ia men-genakan celana ungu dan baju tak berlengan warnaputih berbunga-bungs ungu serta membawa pedangbersarung perak. Di gagang pedangnya terdapat ronce-ronce benang ungu sebagai ciri-ciri yang bisa dipakaiuntuk mengenali pemuda yang mengaku bernamaElang Samudera. Tanda lain yang bisa dipakai sebagaiciri-ciri Elang Samudera adalah sebuah tato yang adadi punggung telapak tangan kanannya. Tato itu ber-gambar seekor burung elang biru yang sedang menge-pakkan sayapnya. Tato itu kecil, tapi cukup jelas ben-tuk dan warnanya, pertanda dikerjakan oleh seorangahli tato yang memang lihai melukis di tubuh orang.

    Pada mulanya pemuda itu datang ke kedai da-

    lam keadaan wajah murung, ia duduk sendirian dan

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    12/86

    merenung walau minuman yang dipesan sudah disaji-kan. Kemurungan pemuda itu menarik perhatian ResiPakar Pantun. Maka, sang Resi pun mulai usil dengankekonyolannya.

    Kala itu sang Resi sedang menikmati Jagungbakar yang masih muda. Sebutir biji jagung dipetiknyadan sentilkan ke arah pemuda tersebut. Tees...! Tentusaja biji jagung itu disentilkan dengan dialiri tenagadalam cukup besar, terbukti gerakannya cukup cepatdan tak terlihat. Sasarannya ke arah pelipis si pemuda

    murung itu. Setidaknya akan membuat pelipis itu me-mar atau mungkin justru akan membuat pingsan sipemuda jika biji jagung itu tidak dihindari.

    Tetapi dengan gerakan cepat yang nyaris takterlihat, pemuda itu menyambar sepotong lidi penusukdaun. Tangan yang memegang lidi pendek itu berkele-bat ke samping, dan... creb! Biji jagung itu berhasil di-tusuknya dengan lidi tersebut.

    "Boleh juga ilmunya," pikir sang Resi yang sege-ra nyengir ketika pemuda itu melirik ke arahnya. ResiPakar Pantun segera menghampiri meja pemuda itudengan senyum keramahan.

    "Anak tikus datang bertamu,membawa uban sebagai jamu.Bukan maksud sengaja mengganggumu,tapi sekadar ingin tahu permainanmu."

    Pemuda berhidung mancung itu hanya diammemandangi Resi Pakar Pantun yang tanpa basa-basilagi duduk di depannya. Melihat senyum sang Resi, ha-ti yang semula hampir panas menjadi teduh kembali.Pemuda itu pun segera membalas pantun ciptaannya.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    13/86

    "Keringat sapi disangka kuah bubur,kambing muda bernapas dalam lumpur.Rambut beruban umur mendekati kubur,mengapa tingkahmu masih seperti cacing dije-

    mur?"

    Sang Resi tidak tersinggung, ia justru tertawaterkekeh-kekeh mendengar pantun balasan itu. Kemu-dian dengan pandangan mata tertuju lurus ke wajahmuda itu, sang Resi segera lontarkan pantunnya lagi.

    "Anak tikus tak mau bodoh,masuk ke celana bermain cinta.Jika ingin enteng di jodoh,Sebutkanlah nama dan cita-cita."

    Pemuda itu sunggingkan senyum tipis pertandamulai bersikap ramah. Ia memindahkan pedangnya

    yang ada di meja menjadi ke bangku sebelahnya."Namaku Elang Samudera, Kek. Aku tak punya

    cita-cita lain kecuali ingin hidup menjadi dewa.""He, he, he...!" Resi Pakar Pantun terkekeh

    mendengar jawaban itu."Kau boleh menertawakan cita-citaku, tapi se-

    butkanlah dulu siapa namamu, Kek?""Aku adalah Pakar Pantun. Orang-orang me-

    manggilku: Resi Pakar Pantun. Pernah kau mendengarnamaku itu, Elang Samudera?"

    "Pernah," jawabnya dengan tenang. "Kalau taksalah guruku pernah bercerita tentang seorang tokoh

    jago pantun yang bernama Resi Pakar Pantun. Ru-panya kaulah orangnya, Kek."

    "Benar. Tapi siapakah gurumu itu, Elang Sa-

    mudera?"

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    14/86

    Sebelum Elang Samudera menjawab, tiba-tibaKadal Ginting datang dengan tergopoh-gopoh mengha-dap sang Resi. Wajah lelaki berusia empat puluh tahun

    yang tegang itu membuat Resi Pakar Pantun memper-hatikan dengan dahi berkerut, sementara itu Si KadalGinting sendiri ragu-ragu untuk bicara, karena takutmengganggu percakapan majikannya dengan anakmuda yang belum dikenalnya itu.

    "Ada apa, Kadal Ginting?!" tanya sang Resi, danbarulah Kadal Ginting berani perdengarkan suaranya

    yang bernada gugup itu."Eyang Resi... Pendekar Mabuk menjadi gila.""Hahhh...?! Siapa yang menyuruhnya gila?!"

    sentak sang Resi."Bukan saya, Eyang Resi. Yang jelas, saya lihat

    sendiri Pendekar Mabuk bicara dengan patung batu.""Patungnya siapa?!""Bukan patung saya, Eyang Resi. Saya sendiri

    tak sempat bertanya kepada patung itu, siapa na-manya. Yang pasti, Pendekar Mabuk telah menjadi giladan ia tak mau pergi dari pantai."

    "Pantainya siapa?""Bukan pantai saya, Eyang. Saya tidak punya

    pantai. Sumpah mati! Saya tidak punya pantai!""Maksudku... di pantai mana?!" bentak sang

    Resi."Jangan bentak saya, Eyang. Eyang Resi sendiri

    yang salah tanya. Hmmm... saya tidak tahu nama pan-tai itu, tapi saya tahu tempatnya. Patung itu ada di de-kat pantai, eh... anu... pantai itu ada di dekat patungdan Pendekar Mabuk tak mau pergi dari sana, sepertiterpikat oleh patung tersebut, Eyang."

    "Pendekar Mabuk...?!" gumam Elang Samudera

    lirih sambil termenung. Suara gumam itu membuat

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    15/86

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    16/86

    syatan Tongkat Guntur Bisu. Tetapi menurut saya, jikatongkat pusaka itu tidak mempunyai kekuatan apa-apa, tak mungkin Pendekar Mabuk akan mencurinya.

    Jika hal itu tidak terjadi, tak mungkin pemuda yangmenurut Eyang tadi bernama Elang Samudera, menca-ri Pendekar Mabuk dengan sungguh-sungguh, bahkanmenurut saya ia datang dari tempat yang jauh. Takmungkin Ratu Remaslega menyewa pemuda yang me-nurut gerak-geriknya berilmu tinggi itu. SebaiknyaEyang Resi jangan cepat mengambil keputusan.

    Mungkin saja tongkat pusaka itu dicuri Pendekar Ma-buk karena dia dalam keadaan gila. Atau..."Kadal Ginting hentikan kata-katanya setelah

    matanya melirik ke pembaringan, ternyata Resi PakarPantun sudah tertidur dengan nyenyak, bahkan suaradengkurnya terdengar samar-samar. Hati pun menjadidongkol, mulut pun keluarkan gerutuan sambil wajah-nya bersungut-sungut.

    "Dasar bandot! Diajak bicara malah tidur men-dengkur. Apa dikiranya kata-kataku tadi tembang pen-gantar tidur?! Hmmm...!"

    Hingga matahari menyingsing di ufuk timur,Pendekar Mabuk masih berlutut di depan patung Mer-pati Liar dan Angin Betina. Ia tidak tahu bahwa dirinyasedang dibicarakan oleh Resi Pakar Pantun dan KadalGinting. Ia juga tidak tahu bahwa dirinya sedang dica-ri-cari oleh Elang Samudera dengan satu tuduhanmencuri Tongkat Guntur Bisu.

    Yang ada dalam benak Suto Sinting seat mere-nungi nasib kedua perempuan itu adalah bagaimanacara mengembalikan keadaan mereka berdua. Kejadianitu sempat membuat Pendekar Mabuk menjadi dungu,hampir patah semangat karena gagal menghancurkan

    sinar biru dari langit. Kekecewaan itu juga membuat

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    17/86

    benaknya menjadi kosong, tak mengerti harus berbuatapa. Karenanya sampai matahari terbit ia masih ada disitu dengan mata tak berkedip memandangi kedua pa-tung tersebut.

    Sampai akhirnya semangat Pendekar Mabukterpancing kembali setelah tahu-tahu punggungnyamendapat serangan dari seseorang. Sebuah tendangankeras bertenaga tinggi membuatnya terjungkal bergul-ing-guling hingga membentur kaki patung.

    Dees...!

    "Uuuhg...!" Pendekar Mabuk mengerang kesaki-tan, wajahnya menyeringai dengan mata terpejamkuat. Bumbung tuak yang sudah dilepaskan daripunggungnya itu terpental tiga langkah jauhnya daritempatnya jatuh.

    Belum sampai matanya terbuka, tiba-tiba se-buah tendangan lagi menyampar dagunya sampai ke-palanya tersentak ke belakang. Dees...!

    "Auhg...!"Pandangan mata pun menjadi berkunang-

    kunang karena kerasnya tendangan yang semestinyameretakkan tulang dagunya itu. Beruntung sekali ten-dangan itu hanya membuat bibirnya berdarah dan hi-dung pun mengucurkan darah akibat sentakan cukupkuat mengguncang kepala. Tapi berkat tendangan kuatitu, tubuh Pendekar Mabuk terlempar jatuh menindihbumbung tuaknya.

    "Serahkan pusaka itu, atau kau akan kehilan-gan nyawa!" hardik orang yang menendangnya.

    Sraaang...! Suara pedang dicabut dari sarung-nya. Pendekar Mabuk mulai sadar akan datangnya ba-haya lebih besar lagi. Ia menguatkan diri denganmembuka mata sedikit dan memandangi lawannya.

    Hati terkejut kala melihat lawannya adalah seorang le-

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    18/86

    laki berbadan kurus yang usianya sekitar lima puluhtahun. Lelaki itu mengenakan rompi kuning dengancelana coklat tua. Kumisnya melengkung sampai kedagu, rambutnya panjang berwarna abu-abu diikatkain hitam. Wajahnya tampak bengis dengan bentuktulang rahang maju ke depan.

    Ternyata orang itu tidak sendirian. Ia didam-pingi seorang lelaki yang usianya agak lebih muda lagi.

    Tapi wajahnya sama-sama berkesan bengis. Kumisnyalebih lebat, badannya lebih gemuk, mengenakan pa-

    kaian hitam berlengan panjang longgar. Lelaki yangberambut pendek itu memakai ikat kepala merah danbersenjatakan tombak berujung pedang lebar.

    "Habisi saja, Cakawala! Dengan menyerahkankepalanya kita sudah bisa mengambil hadiahnya. Takperlu repot-repot mencari pusaka tersebut!" ujar si le-laki berpakaian hitam kepada Cakawala; si kurus be-rompi kuning itu.

    "Gagasan mu selalu jitu, Tawur Geni! Akan ku-penggal saja kepalanya tanpa memikirkan pusaka ter-sebut!"

    Cakawala segera melompat dan membabatkanpedangnya. Wuuus...! Pendekar Mabuk segera bergul-ing ke arah lain sambil menyambar bumbung tuaknya.Ia bangkit dengan satu lutut dan menghantamkanbumbung tuaknya pada kaki Cakawala.

    Beed! Prrak...!"Aaaaow...!" Cakawala berteriak kesakitan. Ma-

    ta kakinya pecah seketika begitu terhantam bumbungtuak yang kerasnya melebihi besi itu. Cakawala lang-sung tak mampu berdiri, ia jatuh terduduk sambil me-raung kesakitan.

    "Bangsat! Heaaah...!" Tawur Geni melompat

    dengan tombak bermata pedang lebar ditebaskan ke

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    19/86

    leher Pendekar Mabuk. Tapi pada saat itu Suto Sintingsudah bergegas bangkit dan melompat mundur hinggake tepi tebing karang. Sedikit lagi jatuh tergelincir kelaut berkarang runcing.

    Weeess...! Mata tombak lebar itu melintas didepan dada Pendekar Mabuk. Sejengkal lagi ujungtombak dapat merobek dada si murid sinting Gila Tuakitu.

    Tetapi dengan gerakan sempoyongan sepertiorang mabuk ingin tumbang, Suto Sinting memutar

    tubuhnya dalam gerakan maju ke depan dan tiba-tibabumbung tuaknya menyodok ke pinggang lawan.Wuuut, beehg...!

    "Heeeggh...!" Tawur Geni mendelik mengalamikesukaran bernapas. Tulang rusuknya tersodok bum-bung tuak dengan sangat keras dan bertenaga dalamcukup lumayan, sehingga ia yakin sekurang-kurangnya satu tulang rusuknya patah seketika itu ju-

    ga."Bajingan kau...!" Tawur Geni masih paksakan

    diri untuk memaki dengan suara berat, seperti tersekatdi kerongkongan. Ia segera memaksakan tangan yangmemegangi senjata itu berkelebat ke samping denganharapan ujung tombaknya dapat kenai perut SutoSinting.

    Tapi rupanya hal itu tidak mudah dilakukan.Sekalipun tangan itu mampu bergerak lebih cepat darigerakan pertama, namun Suto Sinting bisa bergeraklebih cepat lagi dengan menghadangkan bumbungtuaknya sebagai penangkis mata tombak lebar itu.

    Wuuut, praaang...!Mata tombak pecah menjadi delapan keping.

    Benturan tersebut bukan saja membuat mata tombak

    pecah, melainkan juga mengeluarkan sinar berkerilap

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    20/86

    bagaikan cacing panjang warna merah yang merayapcepat ke gagang tombak dan melesat menghantam da-da kanan si Tawur Geni. Claaap...!

    "Auuhg...!" Tawur Geni mengejang seketikadengan mata mendelik. Kulit tubuhnya menjadi bera-sap dan berwarna merah matang.

    Pendekar Mabuk tak menyangka benturan sen- jata lawan dengan bumbung tuaknya akan mengelua-rkan cahaya kilat merah seperti itu. Rupanya TawurGeni salurkan tenaga dalamnya melalui tombak terse-

    but dan tenaga dalam itu memantul balik lebih cepatdan lebih besar lagi setelah membentur bumbung tuak yang mempunyai kesaktian tersendiri itu. Akibatnya, Tawur Geni pun jatuh terkulai dengan mata mendelikdan napas susah dihela.

    Sementara itu, Cakawala yang tadi meraungdalam keadaan duduk sambil memegangi mata ka-kinya yang pecah, kini sudah tidak meraung lagi. Bah-

    kan kini sudah tidak duduk lagi. Ia terbaring denganmata mendelik dan mulut ternganga, tapi nafasnyasudah tidak ada.

    Rupanya mata tombak lebar yang pecah men- jadi delapan keping itu membawa petaka sendiri bagiCakawala. Kepingan paling ujung dari tombak tersebuttelah mental kuat ke arah Cakawala dan menancap ditengah tenggorokan Cakawala. Itulah sebabnya Caka-wala tak bisa berteriak dan tak bisa memaki temannya,karena ia segera roboh ke belakang, jatuh telentangdalam keadaan sekarat beberapa saat, setelah itu diamtak berkutik selamanya. Ternyata ujung tombak itumempunyai racun yang sangat berbahaya jika sampaimenggores kulit seseorang.

    Pendekar Mabuk buru-buru meneguk tuaknya

    untuk hilangkan rasa sakit akibat dua tendangan yang

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    21/86

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    22/86

    sekali. "Seharusnya kuberi minum tuak sejak tadi biaria tidak mati, sehingga aku bisa mengetahui siapaorang yang menyewa mereka berdua, dan pusaka apa

    yang mereka cari dariku. Aaah... sayang sekali kedua-nya sudah tak bernyawa sebelum ku tahu apa sebe-narnya yang terjadi di rimba persilatan ini!"

    Pendekar Mabuk menarik napas panjang-panjang. Kemudian ia berkata lagi dengan suara pelansekali,

    "Sebaiknya ku tinggalkan saja mereka, dan ku-

    cari keterangan sebisa mungkin, ada apa dengan diri-ku dan pusaka apa yang dicari mereka itu. Hmmm...!Untuk tidak mendatangkan bau busuk dari mayat me-reka, sebaiknya kedua mayat ku buang ke laut saja.Biarlah jazad mereka menjadi penghuni lautan berge-lombang besar itu!"

    Byuuur...! Byuuuur...!Dua mayat tak diketahui dari mana asalnya te-

    lah dibuang oleh Pendekar Mabuk ke laut biru. Sekali-pun demikian, namun hati dan jiwa Pendekar Mabukmulai semakin tidak bisa tenang lagi, sebab berbagaipertanyaan menghantui benaknya. Pertanyaan yangpaling utama adalah: siapa orang yang membuat Mer-pati Liar dan Angin Betina bisa berubah menjadi pa-tung batu? Dan pertanyaan kedua ialah: pusaka apa

    yang dicari darinya oleh kedua orang tersebut?

    3GAGASAN yang terlintas di benak Pendekar

    Mabuk adalah pergi ke Jurang Lindu untuk temui gu-runya; si Gila Tuak. Setidaknya sang Guru dapat men-

    jelaskan ilmu apa dan ilmu milik siapa yang dapat

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    23/86

    membuat seseorang menjadi patung batu. Hati kecilpun berharap agar si Gila Tuak dapat menunjukkancara mengembalikan wujud asli Merpati Liar dan AnginBetina.

    Namun baru saja Suto Sinting ingin tinggalkanPantai Giring, tiba-tiba ia mendengar suara gerakanmenerabas kerimbunan semak di depannya. Langkahpun terhenti, karena firasatnya mengatakan ada seseo-rang yang akan muncul dari kerimbunan semak terse-but.

    Zrraak...! Jleeg...!Pendekar Mabuk terkejut melihat seorang ne-nek muncul dari kerimbunan semak dalam gerakan la-ri cepat dan tiba-tiba berhenti dalam jarak lima belaslangkah di depannya. Nenek itu pun terperanjat meli-hat Suto Sinting ada di depannya. Agaknya ia tak me-nyangka ada seorang pemuda tampan yang akan ber-papasan dengannya.

    Wajah keriput berambut putih kusam itu sege-ra berkelebat pergi dan menghilang di balik kerimbu-nan semak lain. Pendekar Mabuk masih terkesima ditempatnya, karena ada sesuatu yang aneh dalam pen-glihatannya.

    "Siapa orang itu tadi?!" tanya hati sang pende-kar tampan. Rasa penasarannya membuat Suto Sint-ing berkelebat mengejar sang nenek dengan menggu-nakan jurus 'Gerak Siluman'-nya.

    Zlaaap!!!Ia bagaikan menghilang karena kecepatan ber-

    gerak yang sukar ditandingi itu. Kecepatan tersebutberhasil menyusul gerakan sang nenek aneh, hinggaperempuan tua renta itu terhenti dari langkah pela-riannya.

    Wuuut...! Plaaak...!

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    24/86

    Sang nenek menyerang dengan sebuah tendan-gan melayang. Pendekar Mabuk menangkisnya dengantangan kiri yang berkelebat membuang tendangan ter-sebut.

    Rupanya gerakan tangan Pendekar Mabukmempunyai kekuatan tenaga dalam tersendiri yangmampu membuat kaki lawan terpental kuat. Akibatnyatubuh kurus renta itu terpelanting dan jatuh memben-tur akar pohon besar. Brruk...!

    "Oohk...!" Nenek itu mengerang kesakitan, hi-

    dungnya berdarah karena benturan dengan akar po-hon yang cukup keras. Pendekar Mabuk bergegasmenghampirinya dengan menunjukkan sikap bersaha-bat.

    "Maaf, karena kau menyerangku secara tiba-tiba, maka aku menangkis seranganmu, Nek," katanyadengan tutur kata yang bernada ramah.

    "Bunuh saja aku!" ujar si nenek dengan wajah

    duka, ia menghapus darah dari hidungnya memakaikain jubah yang berwarna hijau muda.

    Perintah membunuh tidak dikerjakan oleh SutoSinting, ia bahkan menyodorkan bumbung tuaknya se-telah membantu nenek itu bangkit berdiri.

    "Minumlah tuakku sedikit, biar luka dan rasasakitmu hilang, Nek."

    "Tak perlu! Aku Ingin mati saja!" katanya sam-bil buang muka tak mau memandang Suto Sinting.

    "Mati itu gampang, tapi badanmu harus sehatdulu. Jadi kau bisa mati dengan sehat, Nek. Orangmati sehat itu lebih enak, ketimbang mati dalam kea-daan tak sehat. Karena itu, minumlah tuakku ini sedi-kit saja," bujuk Suto Sinting yang lama-lama meluluh-kan hati sang nenek.

    Pendekar Mabuk memandanginya dengan mata

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    25/86

    tak berkedip walau berkesan lembut. Rasa heran ber-kecamuk dalam hatinya, karena nenek kurus itu be-rambut panjang, dan di kepalanya terdapat sepasangtanduk seukuran setengah jengkal. Tanduk itu tumpulnamun kelihatan keras.

    Karena sang nenek memakai baju dalam kun-ing tipis dan kain penutup bagian bawahnya berwarnakuning sebatas betis, maka tampaklah keanehan itu dimata Suto Sinting. Sepasang kaki sang nenek berbulucoklat kemerahan, serupa dengan kaki kuda. Tetapi te-

    lapak kakinya masih berwujud telapak kaki manusiabiasa. Sedangkan daun telinga sang nenek pun cukuppanjang, menyerupai daun telinga seekor kambing. Le-hernya juga berbulu, mirip leher seekor kambing. Ben-tuk mulutnya agak maju, menyerupai bentuk mulutseekor kambing. Tapi mata dan hidungnya masih tam-pak sebagai mata dan hidung seorang wanita.

    Sepasang tangan sang nenek berjubah hijau

    tanpa lengan itu juga berbulu, menyerupai bulu seekorkuda, tapi telapak tangannya adalah telapak tanganmanusia biasa. Jari-jarinya berkuku runcing dan ber-warna hitam, mirip kuku binatang buas yang sukar di-tentukan jenisnya.

    Keadaan itulah yang membuat sang nenek ser-ing berpaling, bahkan sekarang sedang memunggungiSuto Sinting. Mungkin ia malu dengan keadaan dirinya

    yang separo binatang separo manusia itu. Ia takut me-nerima hinaan dari pemuda setampan Suto Sinting.Dan perasaan seperti itu bagai mengalir ke hati Pende-kar Mabuk, sehingga si murid sinting Gila Tuak itubersikap hati-hati sekali kepada sang nenek, berusahauntuk tidak menyinggung perasaan perempuan tuarenta itu. Dalam perkiraan Suto Sinting, sang nenek

    berusia sekitar delapan puluh tahun, mungkin lebih

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    26/86

    dari delapan puluh tahun. Toh hal itu tak bermaksudditanyakan oleh Suto Sinting sebab takut menyinggungperasaan sang nenek.

    "Tendangan mu sebenarnya cukup cepat dansukar ditangkis atau dihindari," sanjung Suto Sintingmengambil hati sang nenek. "Hanya saja, sayang gera-kan tanganku yang secara naluriah itu mampu me-nangkis tendangan mu. Padahal jika kau ulangi lagi,belum tentu gerakan naluriah ku bisa menangkis ten-dangan seperti tadi, Nek."

    "Aku tak butuh sanjungan mu," ucap sang ne-nek dengan masih memunggungi Suto Sinting. Pung-gungnya tampak sedikit menonjol seperti punggungseekor sapi.

    "Kalau begitu, apa yang kau kehendaki dariku,sehingga kau menyerangku secara tiba-tiba? Apa sa-lahku, Nek?"

    "Aku tak ingin jumpa denganmu!" jawab sang

    nenek setelah berpikir sejenak. "Aku malu dengankeadaanku!" tambahnya.

    "Aku tidak bermaksud menghinamu, Nek.""Tinggalkan aku sekarang juga! Tinggalkanlah

    sekarang juga!" pintanya dengan tetap memunggungiSuto Sinting. Melalui gerakan kepalanya yang ragu-ragu ingin menoleh ke belakang dapat dilihat sebentukkecemasan yang sedang melanda jiwa nenek itu.

    "Lekas pergi dariku, jangan pandangi aku te-rus!" desak nenek bersenjata pedang di pinggangnya.

    "Baiklah," kata Suto Sinting seraya menariknapas dalam-dalam. "Aku pergi. sekarang juga supayakau tak merasa malu padaku."

    Namun ketika Suto Sinting melangkah dua kali,sang nenek tiba-tiba berbalik arah dan berseru dengan

    nada kentara sangat dipaksakan.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    27/86

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    28/86

    reka. Mereka orang-orang Tanah Legong, yang dihunioleh para rampok picisan yang tak punya perasaansama sekali. Setelah totokan itu berhasil kulepaskandengan napas dalamku, aku mengejarnya karena inginbikin perhitungan dengan mereka, termasuk ingin me-rebut kembali perhiasan ku."

    "Aku tak tahu kalau mereka menyembunyikanperhiasan di balik ikat pinggang mereka. Karenanya,ketika mereka sudah tak bernyawa, mayat mereka kubuang ke laut supaya tidak menyebarkan bau busuk di

    tempat ini."Sang nenek menghempaskan napas lagi. Pan-dangan matanya menerawang bagai menyimpan pe-nyesalan. Suto Sinting buru-buru berkata dengan lem-but,

    "Maafkan aku yang tak sempat menyelamatkanperhiasan mu, Nek."

    "Lupakan saja soal itu, yang penting mereka

    sudah menerima ganjaran setimpal dengan perbuatanmereka. Aku sudah cukup puas dan lega," ujarnyasambil segera tundukkan kepala.

    "Boleh ku tahu namamu, Nek?" tanya SutoSinting dengan nada sopan.

    Setelah diam sesaat, wajah manusia bertandukitu memberanikan diri memandang Suto Sinting. Se-saat kemudian baru terdengar suara sang nenek me-nyebutkan namanya.

    "Dewi Cintani!""Oh...?!" Suto Sinting terkejut tapi segera sung-

    gingkan senyum menawan yang tidak berkesan mele-cehkan nama itu. Ia justru tampak kagum mendengarnama sang nenek yang begitu indah itu.

    "Apakah kau tak percaya dengan namaku itu?!"

    "Aku sangat percaya," kata Suto Sinting, "Bah-

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    29/86

    kan aku sangat kagum dengan keindahan namamuitu, Nek. Hmmm... lalu bagaimana aku harus me-manggilmu? Nyai Dewi Cintani atau Nini Dewi Cinta-ni?"

    "Kalau kau mau panggil Nona pun aku tak ke-beratan," jawabnya sambil tersenyum malu dan sem-bunyikan wajah dengan menunduk.

    Dalam hati kecil Suto Sinting ingin tertawa me-lihat kegenitan sang nenek yang tidak sebanding den-gan usia dan keberadaannya. Tetapi tawa geli itu

    hanya disimpan dalam hati, yang keluar hanya seulassenyum lebar bersama ucapan yang bijaksana."Kurasa tak keberatan bagiku memanggilmu

    Nona kalau toh memang kau belum pernah menikah,Nek. Tetapi, alangkah senangnya jika kau izinkan akumemanggilmu: Cintani saja."

    "Kurasa... itu lebih akrab. Tapi apakah kaumau bersahabat denganku lebih akrab lagi?"

    "Mengapa tidak?" Suto Sinting angkat bahu."Aku tak pernah pandang bulu dalam bersahabat."

    "Jangan bicara soal bulu, aku tersinggung. Se-bab badanku memang penuh bulu."

    "O, maaf! Maaf sekali, Cintani. Aku tidak senga- ja menyinggung mu. Aku hanya ingin katakan bahwaaku tak pernah memandang derajat dalam bersaha-bat," kata Suto Sinting terburu-buru, takut kemurun-gan di wajah Cintani berubah menjadi duka.

    Suto Sinting menambahkan kata, "Sebagai ke-sungguhan ku dalam bersahabat, kurasa tak ada je-leknya jika ku ingin kau memanggilku: Suto."

    Cintani menegakkan kepala, memandang pe-muda di depannya.

    "Suto,..?!" gumamnya lirih sambil berkerut da-

    hi.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    30/86

    "Ya, Suto. Karena memang itulah namaku." La-lu seulas senyum menawan pun mekar di bibir muridsinting si Gila Tuak itu.

    "Apakah...."Nenek Dewi Cintani tak jadi teruskan kata, ka-

    rena tiba-tiba seberkas sinar merah bundar sebesar je-ruk peras melayang dari arah belakang Suto Sinting.Sinar merah itu melesat cepat dengan sasaran pung-gung Pendekar Mabuk.

    "Awas...!" pekik Nenek Cintani dengan mata

    terbelalak.Suto Sinting cepat balikkan badan begitu meli-hat wajah sang nenek terbelalak tegang. Ia yakin adabahaya datang dari arah belakangnya. Wuuut...!

    Bumbung bambu tempat tuak segera berpindahtempat dari pundak ke tangan kanan. Bumbung bam-bu itu berkelebat menghadang sinar merah tersebut.Deebbs...!

    Wooos...!Sinar merah berbalik arah dengan keadaan le-

    bih besar dan lebih cepat lagi. Kesaktian bumbungtuak tersebut telah membuat si pemilik sinar merahterkejut melihat serangannya berbalik ke arahnya da-lam keadaan lebih cepat dan lebih besar dari aslinya.Pemilik sinar itu segera lompat ke arah lain, dan sinarmerah itu menghantam sebatang pohon berukuran be-sar.

    Blegaaarrr...! Tanah berguncang sesaat karena getaran daya

    ledak yang cukup dahsyat itu. Bahkan daun-daun po-hon sempat berguguran baik yang sudah layu maupun

    yang masih hijau segar. Tempat itu bagai dilanda gem-pa sesaat. Dan pohon yang terhantam sinar merah itu

    pecah menjadi serat-serat halus.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    31/86

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    32/86

    Tiba-tiba sebatang anak panah melesat darisamping kiri Suto Sinting. Kecepatan anak panah itucukup tinggi, nyaris tak terlihat oleh mata manusia bi-asa. Tetapi hal itu bisa diatasi oleh Suto Sinting den-gan satu lompatan berjungkir balik di udara. Begitukaki mendarat di bumi, ternyata anak panah itu sudahada dalam genggamannya.

    "Kiriman mu sudah kuterima, Sobat!" seru SutoSinting masih dengan sikap tenang.

    Katanya lagi, "Tapi agaknya kiriman ini kurang

    lengkap, maka terpaksa kukembalikan padamu, So-bat!" Lalu ia lemparkan anak panah itu ke arah da-tangnya.

    Weeesss...!Anak panah itu melesat sangat cepat menem-

    bus semak belukar. Jika bukan disertai tenaga dalam,tak mungkin anak panah itu mampu bergerak secepatdilepaskan dari busurnya. Bahkan anak panah itu

    berhasil kenai sasaran, karena kejap berikutterdengar suara orang memekik dari balik semak belu-kar.

    "Aaahg...!" Suara itu disusul dengan sebuah se-ruan bernada berat, "Aku kena...! Racun 'Cegat Nyawa'mengenai ku! Aaahhg...!"

    Gruzak, gruzak, gruzak...!Suara gaduh terdengar di balik semak bagai se-

    seorang sedang mengalami sekarat."Bangsaaat...!" teriak sebuah suara yang segera

    disusul dengan kemunculan seorang bertubuh tinggibesar, kumisnya tebal, matanya lebar, brewoknya punlebat. Lelaki itu berambut ikal dengan wajah angkerberbibir tebal. Ia mengenakan pakaian serba hitamdengan kalung dari akar berbandul tengkorak dari

    kayu hitam.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    33/86

    Jleeg...! Bumi bagai bergetar ketika orang itu menda-ratkan kedua kakinya ke tanah. Mata besarnya segeramemandang liar ke arah Suto Sinting. Kedua tangan-nya yang berjari besar bergerak menggenggam kuat-kuat, diiringi suara geram yang mengerikan bagaiorang berilmu rendah.

    "Hah...?! Jagal Neraka?!" ucap batin Nenek Cin-tani dengan kaget. "Rupanya Suto punya urusan den-gan Ketua Rampok Lembah Hantu? Oh, celaka...! Apa-kah Suto dapat imbangi kehebatan ilmu si Jagal Nera-

    ka?!" Pendekar Mabuk yang dicemaskan Nenek Cin-tani itu masih tetap tenang. Tak sedikit pun tampakgentar berhadapan dengan orang tinggi besar berwajahmenyeramkan itu. Bahkan senyum Suto Sinting tam-pak mekar ketika Jagal Neraka lontarkan suaranya

    yang besar dan berat itu."Biadab kau! Kau telah lukai adikku dengan ra-

    cun 'Cegat Nyawa' yang ada di ujung anak panahnyaitu, hah?! Kuremukkan batok kepalamu sekarang juga,Pemuda Sinting! Gggrrr...!"

    Jagal Neraka lepaskan pukulan jarak jauhnyaberupa sinar merah patah-patah tertuju ke dada SutoSinting. Clap, clap, clap...! Tapi dengan gerakan lincahdan cekatan, tubuh Pendekar Mabuk me-lenting diudara berjungkir balik satu kali, sehingga sinar merahpatah-patah itu menghantam sebuah pohon besar jauhdi belakang Nenek Cintani yang sudah ketakutan ter-kena sinar tersebut.

    Blegaaar...!Pohon itu tumbang seketika dalam keadaan

    terbelah menjadi empat bagian memanjang. Tumbang-nya pohon itu menimbulkan suara gemuruh yang

    menggema ke mana-mana bersama gelegar ledakan-

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    34/86

    nya. Pendekar Mabuk daratkan kakinya ke tanah, lalumemandang Jagal Neraka dengan senyum yang men-

    jengkelkan lawan."Gggrrr...!" Jagal Neraka bermaksud menyerang

    lagi, tapi tangan Pendekar Mabuk maju ke depan den-gan telapak tangan menghadap lawan.

    "Tunggu sebentar, Sobat! Jangan bernafsu se-kali jika ingin mengadu kesaktian denganku! Sebe-lumnya jelaskan dulu apa salahku sehingga kau me-nyerangku?!"

    "Kau melukai adikku dengan anak panah bera-cun ganas itu, Setan Kurap!" bentak Jagal Neraka den-gan suara lantang memekakkan gendang telinga.

    "Aku hanya sekadar mengembalikan senja-tanya," sangkal Suto Sinting. "Bukankah kau danadikmu itu lebih dulu menyerangku?! Serangan per-tama kalian itulah yang kutanyakan; apa sebabnya?Kurasa baru sekarang kita saling jumpa, Kawan!"

    "Jangan banyak bacot!" sentak Jagal Neraka."Serahkan pusaka itu atau kupenggal kepalamu untukmengambil hadiah dan melengkapi pinangan ku!"

    Pendekar Mabuk berkerut dahi. Hati pun ber-kata, "Tadi kudengar Cakawala dan Tawur Geni jugamenyinggung-nyinggung soal pusaka, sekarang orangini juga begitu. Pusaka apa sebenarnya?!"

    Pendekar Mabuk hanya berkata, "Aku butuhpenjelasan lebih lengkap. Karena, terus terang saja,aku tak tahu menahu soal pusaka yang kau maksuditu."

    "Jangan pura-pura goblok! Aku tahu, pusaka Tongkat Guntur Bisu ada padamu dan entah kau sim-pan di mana! Serahkan pusaka itu padaku! Cepat!"

    Suto Sinting bahkan tertawa seperti orang

    menggumam. Nenek Cintani kelihatan bertambah te-

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    35/86

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    36/86

    rahkan pusaka itu, Bocah Bangkai! Tapi hal itu me-mang lebih baik, sebab cukup dengan serahkan kepa-lamu saja, aku sudah bisa menerima hadiah dan seka-ligus berhak menjadi suami si cantik dari Pulau San-gon! Heeeaah...!"

    Wuuut...! Duaar, taaar, blaaar...!Cambuk bermata tiga memercikkan api sendiri-

    sendiri dan mempunyai letupan yang berbeda-beda.Sasaran telak adalah punggung Suto Sinting. Namunternyata gerakan cambuk masih kalah cepat dengan

    gerakan Pendekar Mabuk yang menggeloyor bagai mau jatuh, namun ternyata melenting tinggi di udara den-gan bersalto satu kali.

    Wuuut..! Jleeg...!"Gggrrr...! Hoaaah...!"Wuuuut...! Cambuk dilecutkan lagi. Tiga ujung

    cambuk mengarah ke dada Suto Sinting secara seren-tak. Tapi bumbung tuak segera bertindak. Bumbung

    itu berkelebat dalam satu gerakan menyentak kesamping. Ketiga ujung cambuk yang berbahaya itumenghantam bumbung tuak secara bersamaan.

    Blegaaarrr...! Tiga ledakan dahsyat menjadi satu, membuat

    bumi berguncang, pepohonan bergetar, dan telinga ba-gai disodok dengan benda tajam. Pendekar Mabuk ter-pental ke belakang, namun tak sampai jatuh karenasegera membentur pohon. Sedangkan Jagal Nerakaterlempar ke belakang dan jatuh berdebam ke tanah.Blukk...! Ketiga mata cambuknya meliuk berbalik arah,tapi hanya satu mata cambuk yang mengenai perut-nya. Jruuub...!

    "Aaaahhh...!" teriaknya keras sekali pada saatperut itu dihunjam mata pisau. Hampir seluruh mata

    pisau terbenam dalam perut buncitnya. Jagal Neraka

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    37/86

    mendelik dan gemetar.

    4 JAGAL Neraka akhirnya melarikan diri dengan

    membawa luka beracun di perutnya. Sebelum melari-kan diri, Jagal Neraka sempat lontarkan ancaman ke-pada Suto Sinting, tetapi oleh Suto ancaman itu takdihiraukan. Suto pun sengaja membiarkan lawannyalari, karena sebenarnya ia hanya ingin memberi pelaja-ran kepada Jagal Neraka sambil bertahan.

    "Aku menemukan Jagal Kubur telah menjadimayat di balik semak sana," kata Nenek Cintani yangmenyempatkan diri memeriksa keadaan sekitarnya.

    "Siapa Jagal kubur itu?""Adik si Jagal Neraka tadi.""Agaknya kau kenal dengan mereka?""Tentu, karena aku pernah berhadapan dengan

    mereka. Jagal Neraka adalah Ketua Perampok LembahHantu. Dulu aku hampir mati di tangannya kalau taksegera ditolong oleh Salju Kelana."

    Pendekar Mabuk terperanjat mendengar namaitu. "Salju Kelana? Oh, kau kenal dengannya?"

    "Dia sahabatku," jawab Nenek Cintani sambilmelangkah lebih mendekat lagi. "Apakah kau jugamengenal Salju Kelana?"

    "Ya, aku pun sahabatnya," jawab Suto Sinting."Sahabatnya atau... atau kekasihnya?"Pendekar Mabuk tersenyum dengan tawa pen-

    dek tanpa suara. Di benaknya sempat terbayang se-raut wajah cantik Salju Kelana yang mirip denganDyah Sariningrum. Di hati kecilnya segera bersemi ra-sa rindu ingin jumpa Salju Kelana, tapi tak tahu dimana perempuan itu sekarang berada, (Baca serial

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    38/86

    Pendekar Mabuk dalam episode: "Rencong Pemburu Tabib").

    Kebisuan yang berlangsung tiga helaan napasitu dipecahkan oleh suara tua Nenek Cintani.

    "Maukah kau menolongku mencarikan SaljuKelana?"

    "Aku tak tahu di mana ia berada saat ini.""Dia mempunyai adik bernama Kelana Cinta,

    prajurit di sebuah negeri yang bernama....""Ringgit Kencana!" sahut Suto Sinting membuat

    Nenek Cintani terkesiap seketika."Agaknya kau pun juga mengenal Kelana Cinta,Suto?"

    "Kami bersahabat dengan akrab sekali. KelanaCinta mempunyai ratu yang bernama Ratu Asmarada-ni. Sedang Ratu Asmaradani adalah adik sepupu daribibi guruku; Bidadari Jalang."

    "Oh, aku pernah mendengar nama Bidadari Ja-

    lang sebagai tokoh perempuan sakti tertinggi di rimbapersilatan," ujar Nenek Cintani dengan nada kagum.

    "Beliau adalah guruku.""Kalau begitu... kalau begitu apa yang dikata-

    kan Jagal Neraka tadi memang benar. Kau adalahPendekar Mabuk; murid Bidadari Jalang dan Gila

    Tuak?!""Apakah hal itu sangat penting bagimu?""Oh, aku sangat bersyukur sekali bertemu den-

    gan murid si Gila Tuak yang juga disebut-sebut seba-gai Tabib Darah Tuak," kata Nenek Cintani sambil ma-tanya tampak menerawang bagai orang melamun pe-nuh rasa bangga.

    Setelah itu ia memandang Suto Sinting danberkata dengan sorot pandangan mata berseri-seri,

    "Kalau begitu, tentunya kau bisa menolongku,

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    39/86

    Suto! Tolonglah aku!"Suto Sinting berkerut dahi. "Apa yang harus

    kulakukan untukmu, Cintani?""Hmmm... eh... hmmm...," Nenek Cintani tam-

    pak gugup karena rasa girangnya."Bicaralah dengan tenang, Cintani," seraya Suto

    Sinting menepuk pundak nenek bertanduk itu."Hmmm... o, ya, sebaiknya kita bicara di tem-

    patku saja. Aku khawatir Jagal Neraka akan datang la-gi bersama beberapa anak buahnya untuk menuntut

    balas padamu. Kita harus segera tinggalkan tempat inidulu, Suto."Rasa penasaran membuat Suto Sinting akhir-

    nya menuruti ajakan Nenek Cintani. Ternyata ia diba-wa ke sebuah gua di lereng Bukit Mayong. Gua terse-but tak begitu kentara jika dilihat dari luar, karenapintu masuk gua sangat kecil, hanya bisa digunakanoleh satu orang. Tetapi bagian dalam gua cukup luas,

    mempunyai kedalaman yang memanjang bagaikan te-rowongan menuju ke suatu tempat.

    "Di sinilah tempat tinggalku sejak peristiwaitu," ujar Nenek Cintani sambil menyalakan api un-ggun pada ruangan bertanah datar, kira-kira dua pu-luh lima langkah dari mulut gua.

    "Peristiwa apa maksudmu, Cintani?" tanya SutoSinting sambil duduk di atas sebuah batu setinggi lu-tut. Nenek Cintani berdiri tak jauh darinya, sesekalitangannya merapikan susunan kayu api unggun me-makai sebatang kayu panjang.

    "Aku mempunyai seorang musuh yang ilmu si-hirnya cukup tinggi. Pada suatu hari, kami bertarunguntuk yang ketiga kalinya. Ia hampir saja mati diujung pedangku. Tapi ternyata ia segera menggunakan

    ilmu sihirnya. Seberkas sinar hijau dari mata kirinya

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    40/86

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    41/86

    tanya kepada Pendekar Mabuk yang habis menenggaktuaknya tiga tegukan.

    "Tapi bagaimana dengan urusanmu?""Urusan yang mana?""Kudengar Jagal Neraka menyebut-nyebut pu-

    saka Tongkat Guntur Bisu. Benarkah kau mencuritongkat itu?"

    "Aku justru heran, mengapa diriku dituduhmencuri Tongkat Guntur Bisu. Padahal aku baru seka-rang mendengar nama pusaka tersebut, Cintani. Aku

    sendiri tidak tahu, siapa pemilik pusaka Tongkat Gun-tur Bisu itu sebenarnya.""Benarkah begitu?" Nenek Cintani bernada

    sangsi."Berani sumpah celaka tujuh turunan, aku be-

    nar-benar tak tahu menahu tentang tongkat itu, Cin-tani!"

    Nenek bertubuh kerempeng itu diam sesaat.

    Ada sesuatu yang dipertimbangkan dalam benaknya.Kejap kemudian ia perdengarkan suaranya kembali

    yang serak dan berat itu."Tongkat Guntur Bisu adalah pusaka milik

    Gusti Ratu Remaslega, penguasa Pulau Sangon. Tong-kat itu terbuat dari logam emas, panjangnya sehasta,kira-kira seukuran panjang lengan kita. Ujung tongkattersebut membentuk kelopak bunga yang ingin mekar.Di dalam kelopak bunga itu terdapat sebutir 'mataguntur'...."

    "Mata guntur'?! Sejak kapan guntur punya ma-ta?"

    "Itu hanya nama sebuah batu permata sejenisintan yang besarnya seukuran telur ayam. Intan itubukan sembarang intan. Menurut cerita, intan itu ada-

    lah permata milik Dewa Penyebar Murka yang jatuh

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    42/86

    dari kayangan. Seorang pertapa agung bernama Bega-wan Mega Suci adalah orang pertama yang menda-patkan batu 'mata guntur' itu. Setelah dibentuk men-

    jadi sebuah tongkat, batu 'mata guntur' itu diwariskankepada cucu tunggal sang Begawan, yaitu Ratu Re-maslega."

    "Apa kehebatan pusaka Tongkat Guntur Bisuitu?!"

    "Tongkat Guntur Bisu tidak pernah timbulkansuara. Jika ia disentakkan ke depan dengan dialiri te-

    naga dalam sedikit saja, akan keluarkan sinar biru se-besar telur ayam. Sinar biru itu berekor panjang dalambentuk biasa sinar hijau. Jika sinar itu mengenai tu-buh manusia, maka manusia itu akan menjadi patungbatu berlumut seperti berusia ratusan tahun lebih...."

    "Celaka!" sentak Pendekar Mabuk dengan wa- jah menegang. Sentakan itu membuat Nenek Cintanihentikan kata-katanya dan menatap penuh keheranan.

    "Rupanya tongkat itu yang membuat kedua sa-habatku menjadi patung batu di tebing karang tepipantai tadi!"

    Nenek Cintani kerutkan dahi, antara percayadan tidak. Pendekar Mabuk segera ceritakan peristiwa

    yang dilihatkan dari awal hingga akhir tanpa mengu-rangi dan menambah apa pun yang terjadi saat itu.Nenek Cintani tampak masih berkerut dahi, namunpandangan matanya menerawang dalam sikap mere-nungi cerita tersebut.

    "Kalau begitu aku harus bertemu dengan RatuRemaslega dan bikin perhitungan dengannya!" ujar Su-to Sinting dengan dada bergemuruh menahan kemara-han. Nafasnya dikeluarkan dengan hati-hati karenadikhawatirkan akan menghadirkan badai dari kekua-

    tan Napas Tuak Setan-nya.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    43/86

    "Kurasa Ratu Remaslega tak akan berbuat se-perti itu," kata Nenek Cintani. "Tongkat itu jarang di-gunakan, kecuali dalam keadaan sangat terpaksa."

    "Mungkin saja ia menyimpan dendam kesumatkepada kakak-beradik itu; Merpati Liar dan Angin Be-tina."

    Nenek Cintani gelengkan kepala. "Seingatku,Ratu Remaslega tak pernah punya dendam kepadasiapa pun. Kedua nama itu pun tak pernah dikenal-nya."

    "Kau berani bertaruh nyawa?""Ku pertaruhkan nyawaku, bahwa Ratu Remas-lega bukan orang yang membuat kedua sahabatmu itumenjadi patung batu. Jika benar Ratu Remaslega yangmelakukannya, hukumlah aku, pancunglah kepalaku!"

    Pendekar Mabuk tertegun mendengar pertaru-han itu. Agaknya nenek berdaun telinga panjang inginmeyakinkan pada Suto Sinting bahwa Ratu Remaslega

    tidak bersalah."Jika begitu, siapa orang yang melakukannya,

    menurutmu?!" tanya Suto Sinting bersifat memancingketerangan. Tapi sang nenek gelengkan kepala denganlesu.

    "Aku tak bisa menjawab pertanyaanmu itu.Yang jelas, aku yakin sekali bahwa perbuatan keji itubukan perbuatan Ratu Remaslega. Dia seorang ratu

    yang bijak dan sabar. Dia akan bertindak jika rakyat-nya terancam bahaya. Tapi segala urusan pribadi takpernah diperpanjang, bahkan kadang diselesaikandengan cara damai. Ratu Remaslega lebih mencintaiperdamaian dan mengutamakan kemesraan ketimbangpermusuhan."

    "Bagaimana kau bisa tahu banyak tentang di-

    rinya?"

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    44/86

    "Aku adalah Perwira Pulau Sangon!" jawab Ne-nek Cintani dengan tegas. Jawaban itu membuat mu-lut Suto Sinting terkatup rapat, mata memandang le-kat-lekat, badan tak bergerak selama dua helaan na-pas.

    "Sejak aku bertarung dengan Selir Dewani yangmembuat wujud ku menjadi manusia setengah hewanini, aku tak mau pulang ke Pulau Sangon. Aku malukepada rakyat Pulau Sangon. Harga diriku akan hi-lang, wibawaku sebagai Perwira Pulau Sangon pun

    akan sirna jika keadaanku seperti ini. Yang akan kute-rima hanyalah hinaan di belakangku, dan rasa malu yang amat menderitakan batin ku. Karenanya aku ber-sumpah tidak akan pulang ke Pulau Sangon sebelumseseorang mengubah wujud ku menjadi manusia takbertanduk."

    "Apakah kau tak ingin mengantarku ke PulauSangon untuk bicara kepada Ratu Remaslega tentang

    pusaka itu?!"Nenek Cintani gelengkan kepala. "Aku tak ber-

    sedia mengantarmu ke Pulau Sangon. Tetapi jika bibigurumu; Bidadari Jalang itu, sanggup melepaskanpengaruh sihirnya si Selir Dewani, dan membuat wu-

    jud ku kembali seperti semula, maka tanpa kau pintaaku akan membawamu ke Pulau Sangon."

    "Kau berjanji?!"Nenek Cintani anggukkan kepala. "Aku bukan

    hanya berjanji, tapi bersumpah akan membawamu kePulau Sangon dan membantu segala kesulitanmu. Se-bab itu, pertemukan dulu aku dengan bibi gurumuitu!"

    "Baik. Akan kubawa kau ke Lembah Badai me-nemui Bibi Guru Bidadari Jalang. Tapi satu hal ingin

    kutanyakan dulu padamu, dapatkah seseorang yang

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    45/86

    telah menjadi patung batu berubah ke wujud aslinyasebagai manusia biasa?"

    Setelah diam berpikir beberapa saat, NenekCintani menjawab, "Seingatku, dulu Ratu Remaslegapernah bercerita di depan para pengawal dan pejabatistana, bahwa seseorang yang pernah menjadi patungbatu akibat pusaka Tongkat Guntur Bisu, bisa beru-bah menjadi manusia kembali. Tapi aku lupa, bagai-mana caranya. Hanya sang Ratulah yang mengetahuihal itu."

    Suto Sinting manggut-manggut. "Satu lagi per-tanyaanku; adakah pusaka lain yang kehebatannya se-rupa dengan Tongkat Guntur Bisu?!"

    "Aku tidak tahu," jawab Nenek Cintani dengantegas. "Yang jelas, aku belum pernah mendengar adapusaka lain yang punya kesaktian serupa TongkatGuntur Bisu.

    Dalam hati Pendekar Mabuk mengalami sedikit

    perasaan lega. Setidaknya rasa puas terhadap hal-hal yang kini sudah diketahui. Satu harapan telah tumbuhmembara di hati kecil Suto Sinting, yaitu harapan ber-temu dengan Ratu Remaslega untuk menanyakan caramemulihkan keadaan Merpati Liar dan Angin Betina.

    Maka dengan penuh semangat Pendekar Mabukmembawa Nenek Cintani pergi ke Lembah Badai. Iapun berharap bibi gurunya bisa memulihkan keadaanNenek Cintani agar menjadi manusia utuh tanpa kakikuda dan tanduk kambing. Suatu keyakinan tumbuhdi hati Pendekar Mabuk bahwa Bidadari Jalang pastibisa lakukan hal itu, karena Bidadari Jalang mengua-sai ilmu sihir, bahkan pernah dijuluki oleh beberapaorang sebagai Ratu Sihir Sejagat.

    Salah satu contoh ilmu sihir yang diturunkan

    kepada Suto Sinting adalah jurus atau ilmu 'Sapta

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    46/86

    Tinggal', yang mampu membuat Pendekar Mabuk tam-pak menjadi kembar tujuh rupa dan lain-lain gerakan.

    Ketika dalam perjalanan menuju Lembah Ba-dai, tiba-tiba Suto Sinting dan Nenek Cintani temukansebuah patung batu dalam bentuk manusia sedangmembungkuk bagai menahan rasa sakit di perutnya.Pendekar Mabuk sengaja hentikan langkah untukmengamati patung tersebut dari jarak dekat. Bahkania meraba patung yang berdiri di tanah bercadas kerasitu. Sementara itu Nenek Cintani terbengong melom-

    pong dengan hati berkata,"Kurasa ini bukan patung biasa."Lalu, ia pun berucap kata kepada Suto Sinting,

    "Patung ini pasti jelmaan dari seseorang yang terkenasinar biru dari Tongkat Guntur Bisu! Tak mungkinorang membangun patung atau prasasti di tempat se-perti ini."

    "Gila!" tiba-tiba Pendekar Mabuk tersentak ka-

    get. Wajah pun menjadi tegang, langkah mundur dila-kukan Suto Sinting sebanyak tiga tindak.

    "Aku mengenali orang ini!" katanya dengan ma-ta tak berkedip.

    "Siapa orang yang menjadi patung ini?!""Kabut Merana, murid dari sahabat guruku; si

    Galak Gantung!"Suto Sinting yakin patung itu adalah Kabut Me-

    rana, gadis yang dulu dikenalnya dalam peristiwa geg-er tergantungnya bayi cucu Sultan Renggana. Hati punmenjadi sedih bercampur berang melihat Kabut Mera-na menjadi patung berlumut. Padahal dulu Kabut Me-rana dan Suto sama-sama nyaris mati di tangan Tu-lang Naga, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam epi-sode: "Bayi Pembawa Petaka").

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    47/86

    5PATUNG Kabut Merana tiba-tiba terancam ba-

    haya. Seberkas sinar merah berbentuk bunga api me-lesat dari suatu arah dan menghantam patung terse-but. Pendekar Mabuk bergegas sentakkan kaki dan tu-buhnya melambung di udara melewati kepala patung.Dengan cekatan sekali bumbung tuaknya dihadangkansebagai penangkis sinar merah itu.

    Duuusss...! Benturan tersebut membuat sinarmerah kembali ke arah semula dalam keadaan lebihbesar dan lebih cepat dari aslinya. Bumbung tuak ituhanya berasap sepintas, keadaannya masih utuh tan-pa hangus dan luka sedikit pun.

    Jegaaarr...!Ledakan dahsyat menggelegar manakala sinar

    merah itu temukan sasaran sebongkah batu besar dibalik pepohonan yang jauhnya sekitar tiga puluh lang-kah dari tempat patung Kabut Merana berada. Leda-kan itu mengguncangkan bumi, nyaris membuat pa-tung itu retak karena getarannya cukup kuat.

    "Apa pun yang terjadi patung ini jangan sampaihancur, karena kelak aku akan membuatnya berwujudmanusia kembali!" kata Suto Sinting dengan kalimat

    yang cepat.Pada saat itu sebatang pohon mulai berderit.

    Pohon itu akhirnya tumbang akibat getaran daya ledaktadi. Sedangkan dari sisi lain muncul lagi sinar merahserupa dengan yang tadi dalam ukuran yang sama.Pendekar Mabuk sempat kebingungan. sebab pohon

    yang tumbang itu hendak menimpa patung Kabut Me-rana, sedangkan sinar merah itu menuju ke arahnya

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    48/86

    dengan cepat."Hiaaah...!" Nenek Cintani sentakkan tangan ki-

    rinya ke atas. Tangan itu memancarkan sinar kuning yang melesat ke arah batang pohon yang sedang berge-rak tumbang. Claaap...!

    Blegaaar...!Pohon tersebut hancur menjadi serpihan-

    serpihan kecil yang menghujani patung dan kepalamereka. Sementara itu, Suto Sinting tak pedulikan lagiserpihan pohon tersebut. Ia lakukan lompatan ke de-

    pan sambil kibaskan bumbung tuaknya ke arah sinarmerah yang menyerangnya. Wuuuuk...!Duuusss...! Sinar merah kembali arah dalam

    keadaan seperti tadi. Lalu menghantam sebuah pohonbesar yang berjarak lima belas tombak dari tempatnyaberdiri.

    Jegaaarrr...!Pohon itu hangus seketika dengan menyebar

    kan asap tebal. Ketika asap sirna, pohon itu telahmenjadi seonggok arang keropos. Tetapi dari kepulanasap yang sempat menyebar di sekeliling pohon, mun-cul sesosok tubuh yang meloncat dengan gerakan ber-salto.

    Wuuut...! Kaki orang itu menjejak pohon lain,lalu melesat lagi dalam gerakan bersalto. Wuuut...! Ki-ni kaki pun menjejak sebongkah batu tak seberapa be-sar, desss...! Lalu tubuh pun melenting ke udara da-lam gerakan bersalto dua kali, Wut, wuuut...!

    Jleeeg...!Orang lincah itu akhirnya mendaratkan ka-

    kinya ke tanah di depan Pendekar Mabuk dalam jarakdelapan langkah. Mata Pendekar Mabuk memandangtak berkedip. Ternyata orang itu adalah lelaki tua be-

    rusia sekitar delapan puluh tahun. Rambutnya pan-

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    49/86

    jang berwarna putih diikat ke belakang. Jenggotnyapendek, kumisnya lebat, keduanya berwarna putih ra-ta, ia bermata cekung dan berbadan kurus. Mengena-kan pakaian dalam hitam dilapisi jubah putih tanpalengan. Tokoh tua itu sangat dikenal oleh PendekarMabuk, namun tidak dikenal oleh Nenek Cintani.

    "Ki Galak Gentung...?!" sapa Suto Sinting den-gan nada terheran-heran. Rupanya tokoh tua itu taklain adalah Galak Gantung, gurunya Kabut Merana,namun juga sahabat dari si Gila Tuak.

    Pandangan matanya yang tampak tajam namunberkesan dingin itu membuat Suto Sinting tak habispikir, mengapa ia diserang oleh Galak Gantung. Agak-nya tokoh tua itu memendam murka kepadanya, se-hingga Suto Sinting pun akhirnya ajukan tanya kepadasahabat gurunya itu.

    "Ki Galak Gantung, mengapa kau menyerangkudan ingin hancurkan patung muridmu ini?!"

    Dengan suara datar dan dingin, Galak Gantungpun menjawab,

    "Aku malu melihat muridku menderita sepertiitu. Lebih baik ia hancur binasa daripada menderitasebagai patung berlumut. Kaulah penyebabnya, dankarena itu kau harus menebus dengan nyawamu, Su-to!"

    "Tunggu dulu, Ki...!" sergah Suto Sinting den-gan sedikit gugup, karena ia tak kehendaki pertarun-gan melawan tokoh yang dihormati itu.

    "Mengapa kau menuduhku sebagai penyebab-nya? Aku baru saja tiba di tempat ini bersama Cinta-ni!"

    "Omong kosong!" sentak Galak Gantung me-nampakkan kemarahannya. Ia melangkah lebih dekat

    lagi. Sambungnya kemudian,

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    50/86

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    51/86

    di kaki bukit, aku mulai percaya dengan berita terse-but."

    "Och... ja... jadi Puspa Jingga pun mengalaminasib serupa?!" Suto Sinting sangat terkejut, sebab iakenal betul dengan Puspa Jingga maupun gurunya;Nini Kalong, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam epi-sode: "Kipas Dewi Murka").

    "Jangan berlagak dungu di depanku, Suto Sint-ing. Kulihat sendiri, Tembang Selayang, anak Empu

    Tapak Rengat, juga kau celakai hingga menjadi patung

    berlumut.""Tembang Selayang?!" ucap Suto Sinting begitukagetnya hingga suaranya nyaris tak terdengar. Ia punterbayang wajah cantik milik putri Empu Tapak Rengat

    yang pernah membantunya dalam perebutan sebuahpusaka juga, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam epi-sode: "Kapak Setan Kubur"),

    "Dan tak berapa jauh dari sini...," sambung Ga-

    lak Gantung. ".... Kutemukan pula patung batu berlu-mut jelmaan dari raga Bulu Sekuntum, anak buah Ra-tu Dewi Giok dari Tanjung Samudera."

    "Oh, celaka! Bulan Sekuntum pun menerimanasib seperti itu?!" gumam Suto Sinting seperti bicarasendiri, sambil benaknya membayangkan wajah BulanSekuntum yang cantik, sekal dan berdada montok,(Baca serial Pendekar Mabuk dalam episode: "KerandaHitam").

    Dalam hati Suto Sinting hanya ada satu kesim-pulan, ada orang yang bermaksud ingin melenyapkandirinya dengan menyebar fitnah sebagai pencuri Tong-kat Guntur Bisu. Tetapi siapa gerangan si pemfitnahitu, Suto Sinting tak bisa menduga-duga sedikit pun.

    Tetapi ia punya firasat akan diburu dan dituntut oleh

    beberapa tokoh berilmu tinggi, terutama para guru me-

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    52/86

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    53/86

    mata semakin tajam. Pendekar Mabuk hanya diamtanpa melayani tantangan itu. Tapi ia tetap dalam kea-daan siap jika sewaktu-waktu menerima serangan darisahabat gurunya itu.

    Ia hanya berbisik kepada Nenek Cintani, "Men- jauhlah dan jangan campuri urusan ini!"

    "Aku saksi kebenaran mu, Suto! Aku harus me-luruskan kekeliruan itu dengan melawannya!" ucapNenek Cintani dengan suara tuanya,

    "Ku mohon jangan campuri dulu urusan ini.

    Aku akan selesaikan sendiri tanpa ada korban satupun!"Nenek Cintani akhirnya sadar apa keinginan

    Suto Sinting, maka ia pun segera menepi ke bawahpohon sambil tetap waspada menjaga keselamatan Su-to Sinting dari jarak jauh. Ia tak ingin kehilangan pe-muda tampan itu, karena hanya pemuda tampan itu-lah satu-satunya seorang sahabat yang tak pernah

    menghina dan menyinggung perasaannya. Nenek Cin-tani menaruh harap agar persahabatan itu dapat ber-langsung kekal, lebih-lebih ia membutuhkan perte-muan dengan Bidadari Jalang. Mau tak mau ia harusmenjaga agar Suto Sinting bisa tetap hidup dan mem-bawanya ke Lembah Badai.

    Slaaap...! Galak Gantung bagaikan menghilanglenyap ditelan bumi. Tapi kejap berikut ia sudah mun-cul di belakang Suto Sinting dalam jarak tiga langkah.Suaranya terdengar menggumam besar bernada ge-ram.

    "Ku awali pertarungan ini agar kau merasa ter-hormat!"

    Wuuut...! Hembusan hawa panas menerjangpunggung Suto Sinting. Tetapi sebelum hembusan itu

    membakar kulit, Suto Sinting sudah lebih dulu berke-

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    54/86

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    55/86

    Hawa sedingin salju semakin terasa mencekamtulang-belulang Pendekar Mabuk. Tubuh itu menggigil,darahnya bagai terasa membeku. Sehingga persen-diannya tak dapat dipakai untuk bergerak.

    "Gila! Jurus apa ini, urat-uratku terasa kakusemua dan, ooh... detak jantungku melemah?! Uuh...aku sukar bernapas!"

    Pendekar Mabuk ingin meneguk tuaknya, tapitangannya tak mampu mengangkat bumbung tuak.

    Sementara itu, Galak Gantung melangkah

    mendekatinya dan berhenti dalam jarak sepuluh tom-bak. Kemudian seberkas sinar hijau lurus melesat darikedua jari tangannya yang disentakkan ke depan.Claaap...!

    Saat itulah, Nenek Cintani melepaskan pukulantenaga dalamnya yang dari tadi tertahan dalam geng-gaman. Pukulan tenaga dalam itu berupa sinar unguberkelok-kelok melesat ke arah pertengahan jarak an-

    tara Suto Sinting dengan Galak Gantung. Slaaap...!Blegaaarrr...!Ledakan dahsyat terjadi akibat benturan sinar

    ungunya Nenek Cintani dengan sinar hijaunya GalakGantung. Ledakan bergelombang besar itu menghem-paskan tubuh Galak Gantung hingga terpelanting kebelakang dan berguling-guling, sementara tubuh Pen-dekar Mabuk sendiri semakin ter-hempas menjauhdan membentur sebongkah batu besar. Brrukkk...!

    "Aaahg...!" pekiknya keras bersamaan bunyigemuruh akibat robohnya dua pohon ke arah berlawa-nan dengan jatuhnya Suto Sinting.

    "Sutooo...!" seru Nenek Cintani yang suaranyatak sampai didengar oleh Pendekar Mabuk. Kekuatanteriak sang nenek sangat lemah, sehingga Suto Sinting

    tak tahu kalau dirinya sedang dihampiri oleh Nenek

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    56/86

    Cintani.Wuuutt...! Tubuh sang nenek bergerak cepat

    dalam lompatan berkali-kali. Sekejap saja ia sudah be-rada di depan Suto Sinting dan bermaksud membantuSuto untuk berdiri.

    Tetapi Galak Gantung sudah lebih dulu bangkitdan menjadi bertambah murka karena ikut campurnyaNenek Cintani. Maka dengan mulut bungkam tanpasepatah kata pun, Galak Gantung lepaskan pukulan

    jarak jauh berupa lima sinar merah yang keluar dari

    kelima jari. Sinar merah itu melesat bagaikan tali pen- jerat sukma.Bertepatan dengan datangnya lima sinar me-

    rah, sekelebat bayangan melintas dengan cepat dariarah kiri Nenek Cintani. Sepasang tangan tua me-nyambar tubuh Pendekar Mabuk dan Nenek Cintani.Bumbung tuak yang masih menggantung di pundakPendekar Mabuk ikut terbawa pula. Weeess...! Laaap...!

    Bleguuurr...!Lima sinar merah menghantam tanah dan bumi

    pun berguncang hebat. Tanah tersebut menjadi amblaske dalam membentuk lubang cukup besar. Beberapapohon tumbang karena akarnya bagai tersedot ke da-lam dan hancur bersama tanah di sekitarnya.

    "Keparat...!" geram Galak Gantung setelahmengetahui serangannya meleset dari sasaran. Ma-tanya yang memancarkan nafsu untuk membunuh itumencari di mana Pendekar Mabuk berada. Ternyatalawan yang dicarinya ada di gugusan tanah cadas yangmembukit tak seberapa tinggi. Pendekar Mabuk terka-par di sana dengan didampingi Nenek Cintani.

    Tetapi yang membuat Galak Gantung semakinmenggeram adalah munculnya seorang tokoh tua ber-

    pakaian model biksu warna abu-abu. Tokoh tua itu

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    57/86

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    58/86

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    59/86

    lamnya.Nenek Cintani sudah berhasil membantu Suto

    Sinting meminum tuak. Keadaan Pendekar Mabuk punmenjadi segar kembali. Ketika ia ingin membantu ResiPakar Pantun, tiba-tiba tangan kurus bagai tulang di-bungkus kulit itu mencekal pundaknya.

    Nenek Cintani menahan gerakan Suto Sintingsambil berkata,

    "Pak Tua itu menyuruh kita lari, dia akan me-redakan kemarahan lawanmu!"

    Pendekar Mabuk diam sejenak mempertim-bangkan anjuran tersebut. Hatinya pun segera mem-batin,

    "Demi menghindari korban salah satu antaraaku atau Galak Gantung, memang sebaiknya aku se-gera pergi dan tidak melayani kemarahannya yang sa-lah paham itu!"

    Maka, bersama Nenek Cintani yang mampu

    bergerak cepat walau tak bisa imbangi jurus 'Gerak Si-luman', mereka berdua melesat tinggalkan gugusancadas yang membukit, sementara Resi Pakar Pantundan Galak Gantung sama-sama sedang menyalurkanhawa murni untuk mengobati luka dalam mereka.

    6UNTUK menyingkat waktu agar segera tiba di

    Lembah Badai, Suto pun memotong jalan melalui per-bukitan. Namun baru satu bukit yang didaki oleh me-reka, ternyata perjalanan mereka sudah menemuihambatan.

    Sekelebat bayangan datang menyambar Pende-kar Mabuk dari arah samping. Kehadiran bayangan

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    60/86

    yang berkelebat itu sama sekali tidak diduga-duga olehSuto Sinting. Akibatnya, ia terpental karena terjangan

    yang cukup keras dan cepat. Bruuusss...!"Aaaahg...!""Auuuh! Sutoo...?!" Nenek Cintani terpekik ka-

    rena dagunya tersodok bambu tuak tanpa disengaja.Akibatnya sang nenek pun ikut terpental dan bergul-ing-guling di tanah.

    Terjangan itu membuat pelipis Suto Sinting ba-gaikan ditendang kuat-kuat. Kepalanya menjadi sakit

    dan pandangan matanya kabur. Sesosok bayangan yang berdiri di depannya pada saat ia merangkak inginbangkit, ternyata tak bisa dipandang dengan jelas. Tu-lang-tulangnya bagaikan patah semua, hingga terasasakit sekali ketika dipakai untuk berdiri.

    Wuuk, crass..."Aaaah...!" Suto Sinting terpekik keras karena

    lengannya menjadi koyak. Yang dirasakan hanyalah

    gerakan cepat berhawa dingin mendekati lehernya. Fi-rasatnya mengatakan ada senjata yang sedang meng-hampiri leher, karenanya Suto Sinting berusahamenghindari dengan cara mundur selangkah dan me-liukkan badan ke samping. Tetapi benda itu ternyatamasih sempat merobek daging lengannya hingga terlu-ka bakar. Perihnya bukan kepalang tanggung, pertan-da senjata tajam yang merobek kulitnya itu mengan-dung racun.

    Dalam keadaan pandangan mata masih buram,Suto Sinting merasakan panas di sekujur tubuhnya.Bahkan urat-uratnya yang kekar menjadi lunak danmengalami kesukaran saat ingin digerakkan.

    "Celaka! Aku terkena racun pada senjata itu!"pikirnya, maka dengan sisa tenaga ia sentakkan kaki

    dan tubuhnya pun melesat naik, lalu dengan sekuat

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    61/86

    tenaga ia berusaha bersalto ke belakang hindari seran-gan berikutnya.

    Wuk, wuk, wuk, wuuusss...!"Sepertinya lawanku kali ini bersenjata pedang

    panjang," kata Suto Sinting dalam hati. Gerakan pe-dang yang menebas ke sana-sini diterima pendengarandengan jelas. Pendekar Mabuk semakin mundur sam-bil menunggu pulihnya pandangan mata.

    Trang, trang, wuuus...! Trang, trang, trang...!Suara pedang beradu. Ini menandakan adanya

    perlawanan dari Nenek Cintani yang juga bersenjatapedang. Kesempatan itu buru-buru digunakan olehPendekar Mabuk untuk meminum tuaknya. Dengansusah payah akhirnya ia berhasil menenggak tuak wa-lau tercecer ke mana-mana. Tetapi keadaan tubuhnyamenjadi segar kembali setelah beberapa saat meneng-gak tuak. Pandangan matanya pun mulai jelas kemba-li.

    "Kurang ajar! Siapa orang itu?!" geramnya da-lam hati saat sudah mampu memandang lawannya.Saat itu sang lawan sedang mengadu jurus pedangnyadengan Nenek Cintani. Suto Sinting sempat terpukaumelihat Nenek Cintani masih lincah dalam bermain ju-rus pedang. Bahkan beberapa kali lawannya tampakterdesak mundur dan terkena tendangan kaki ataupukulan tangan kirinya.

    Beg, beg, beg...!Pukulan beruntun yang amat cepat dari telapak

    tangan kiri Nenek Cintani itu mendarat telak di dadaseorang pemuda yang sibuk memainkan pedangnya.Pendekar Mabuk merasa baru kali itu melihat wajah sipemuda berbaju tanpa lengan warna putih. Rupanyapemuda tampan bertato seekor burung elang di pung-

    gung telapak tangan kanannya itulah yang menerjang-

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    62/86

    nya secara tiba-tiba."Siapa orang itu? Aku merasa tak pernah jum-

    pa dengannya sebelum ini. Tapi mengapa ia menye-rangku dengan ganas?!"

    Pemuda tersebut tak lain adalah Si Elang Sa-mudera yang mengenakan sepasang gelang kulit warnaloreng hitam-putih.

    Pada satu kesempatan, Nenek Cintani tertipuoleh gerakan pedang Elang Samudera. Tubuhnya ikutmiring ke kanan, tidak tahunya kaki kiri Elang Samu-

    dera maju menendangnya dengan tendangan setengahlingkaran. Wuuus...! Ploook...!"Auuh...!" Nenek Cintani terlempar ke samping,

    pipinya terkena tendangan dari arah samping. Ia ter- jungkal dan berguling di tanah. Dalam sekejap sudahmampu bangkit kembali, sedangkan Elang Samuderamendesak dengan serangan berbahaya. Pedangnyamenebas cepat dan sangat cepat. Nyaris tak mampu

    dilihat gerakan pedangnya itu. Wuuut...! Traaang...!Untung Nenek Cintani masih mampu menang-

    kisnya. Jika tidak, maka dada perempuan tua renta ituakan terbelah menjadi dua bagian. Sayangnya, ketikapedang Nenek Cintani berhasil menahan tebasan pe-dang lawan, tahu-tahu dadanya menjadi sakit dan tu-buhnya melayang ke belakang. Sebuah tendangan kakilurus telah dilancarkan oleh Elang Samudera dan te-pat kenal ulu hati perempuan tua itu.

    Duugh...!"Oohhg...!"Elang Samudera membiarkan tubuh nenek ber-

    tanduk itu jatuh delapan langkah ke belakang. Pedangpemuda tampan itu disentakkan ke langit. Ujung pe-dang menjadi menyala merah bara bagai besi terpang-

    gang api. Warna merah yang tidak sampai separuh ba-

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    63/86

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    64/86

    pun"Serahkan pusaka itu atau kita lanjutkan per-

    tarungan kita ini?!" ancam Elang Samudera bernadadingin.

    Pendekar Mabuk justru sunggingkan senyumtipis.

    "Pusaka apa maksudmu? Tongkat Guntur Bi-su?! Hmmm...!" senyum sinis Pendekar Mabuk kianmelebar.

    "Aku tak punya banyak waktu untuk bicara

    denganmu!""Lalu apa maumu, Sobat?! Kalau saja akumempunyai pusaka itu pasti sudah kuserahkan pada-mu, sebab aku bukan orang yang gemar cari penyakit."

    "Mengapa tidak segera kau berikan sekarang juga?!"

    "Karena aku tidak memiliki pusaka itu! Kau sa-lah paham, Kawan. Tapi jika kau memaksaku harus

    memilih, maka aku akan memilih bertarung denganmudemi membuktikan kebenaran pengakuan ku!"

    Elang Samudera menggeram, "Aku tak butuhkebenaran mu lagi. Yang kubutuhkan adalah kepala-mu untuk memperistri Ratu Remaslega. Hiaaah...!"

    Wuuut, wweesss...!Elang Samudera menerjang dengan satu lompa-

    tan cepat sekali. Pedangnya berkelebat menebas darisamping, sasaran utamanya adalah memenggal leherSuto Sinting. Namun dengan tangkas Pendekar Mabuk

    yang pernah belajar jurus-jurus pedang dari tokoh jagopedang kesohor yang bernama Ki Argapura itu, segeraberkelit dengan badan meliuk bagai orang mabuk ingintumbang. Tapi pedangnya cepat disentakkan ke arahsamping hingga membentur tebasan pedang Elang

    Samudera.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    65/86

    Traaang...!Bunga api memercik dari perpaduan pedang

    tersebut. Gerakan itu membuat mereka saling beradupunggung. Elang Samudera segera melipat pedangnyake belakang dan ditusukkan tanpa harus berpaling le-bih dulu. Wuuuut...! Pendekar Mabuk paham betuldengan jurus seperti itu, sehingga ia sudah persiapkandiri untuk lakukan satu sentakan kaki dan tubuhnyapun melesat naik melebihi kepala Elang Samudera.Suuut...!

    Di udara, tiba-tiba tubuh Suto Sinting berjung-kir balik. Dalam keadaan menukik itulah pedang dite-baskan bagai ingin membelah kepala Elang Samudera.Wuuuut...

    Trang...! Elang Samudera rendahkan badandengan pedang menyilang di atas kepala. Serangan pe-dang Pendekar Mabuk pun tertangkis oleh pedangnyahingga memercikkan bunga api kembali.

    Namun di luar dugaan, keadaan Suto Sinting yang berjungkir balik itu bukan saja untuk mene-baskan pedangnya, tapi juga melakukan tendangan kebelakang dengan kerasnya. Wuuut...! Duuuhg...!

    "Aaahg...!" Elang Samudera terpental ke depandan berguling-guling di tanah. Tendangan Suto Sintingtepat mengenal belakang kepalanya. Tendangan berte-naga dalam itu membuat darah mengucur dari hidungdan telinga Elang Samudera.

    "Edan! Jurus pedangnya sukar kuduga arah-nya!" geram Elang Samudera dalam hatinya. "Agaknyaia lebih menguasai jurus pedang ketimbang diriku."

    Sementara itu, Nenek Cintani pun membatin,"Tak kusangka Suto punya jurus pedang yang cukuphebat! Gerakan itu belum pernah kulihat sebelumnya,

    dan aku yakin perpaduan pedang dengan kakinya tak

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    66/86

    mungkin bisa dihindari oleh lawan mana pun."Pendekar Mabuk sengaja tidak mendesak la-

    wannya dengan serangan berikut. Ia justru berdiridengan tegak dan menampakkan kegagahan serta ke-perkasaannya. Tetapi di wajahnya masih terpancar se-nyum ketenangan yang berkesan santai, seakan takpunya minat untuk menumbangkan lawan lebih parahlagi. Elang Samudera dibiarkan bangkit berdiri danmempersiapkan diri kembali.

    "Masih tak mau percaya dengan kejujuran ku?!"

    ujar Suto Sinting setengah menantang. Hati Elang Sa-mudera menjadi semakin panas."Jangan bangga dulu dengan jurus pedangmu.

    Coba hadapi jurus 'Badai Pedang'-ku ini! Hiaaaah...!" Tubuh Elang Samudera tiba-tiba memutar ba-

    gaikan gangsing. Gerakan pedangnya begitu cepathingga menimbulkan suara mendengung. Sementaraitu, Pendekar Mabuk diam di tempat dengan pedang

    dipegang dua tangan. Jurus 'Pedang Batu' segera di-gunakan.

    Weees...! Wung, wung, wung, wung...!Begitu tubuh yang memutar cepat itu berada

    dalam jarak satu jangkauan, tiba-tiba Suto Sintingmemutar tubuh satu kali dengan tebasan pedang yangsama sekali tak bisa dilihat oleh siapa pun. Slaaap...!

    Trraang...! Weeesss...!Nenek Cintani tak sempat berkedip, namun ha-

    tinya membatin, "Apa yang dilakukan Suto? Mengapaia diam saja dan tiba-tiba pedang lawannya terpentalsejauh itu?"

    Elang Samudera hentikan gerakan putarnya.Seet...! Tiba-tiba kaki Suto Sinting menendang dalamgerakan memutar satu kali. Weees...! Ploook...!

    "Uuuhg...!" Elang Samudera terpental dan sebe-

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    67/86

    lum jatuh tubuhnya sudah membentur pohon di bela-kangnya. Beeehg...!

    Zlaaap...! Tiba-tiba Suto Sinting sudah ada didepannya dengan pedang diacungkan menggunakansatu tangan. Ujung pedang menempel di tengah leherElang Samudera, membuat kepala Elang Samudera takbisa bergerak karena takut tergores pedang. TubuhElang Samudera berdiri dengan gemetar merapat den-gan pohon. Nafasnya yang semestinya ngos-ngosanmenjadi tertahan dan dihembuskan pelan-pelan. Ma-

    tanya mendelik dengan mulut ternganga tegang."Ucapkan selamat tinggal kepada matahari se-karang juga. Cepat!" hardik Suto Sinting dengan suarasedikit menggeram.

    Keringat dingin Elang Samudera keluar semua,padahal ancaman itu hanya sebuah gertakan belaka.

    Tapi Elang Samudera menganggapnya suatu kesung-guhan yang mengancam jiwanya.

    "Sedikit nafasmu menyentak, pedang ini terbe-nam di lehermu!"

    Elang Samudera semakin tegang, bibirnya tam-pak gemetar. Nenek Cintani mendekat sambil memba-wakan bumbung tuak.

    "Habisi saja dia sekarang juga! Jangan beri ke-sempatan lebih lama dari dua helaan napas!" kata Ne-nek Cintani menambah ciut nyali Elang Samudera.Padahal Nenek Cintani pun hanya memperkuat gerta-kan Suto Sinting, sebab ia yakin Suto Sinting tak akanmau membunuh lawannya dengan begitu saja tanpamengetahui banyak hal tentang tuduhan terhadapnya.

    "Ak... aku mengaku kalah," ucap Elang Samu-dera dengan gemetar, tapi terpancar jiwa kesatriaan-nya melalui pengakuan itu.

    Ternyata ada pihak lain yang menganggap an-

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    68/86

    caman pedang Suto itu sudah kesungguhan. Pihaklain itu adalah Resi Pakar Pantun yang sengaja menca-ri Suto. Ia datang bukan saja bersama pelayannya;Kadal Ginting, melainkan juga bersama Galak Gan-tung.

    "Tahan murkamu, Suto!" seru Resi Pakar Pan-tun sambil setengah berlari mendekati Pendekar Ma-buk. Kehadiran mereka hanya dipandang sepintas olehSuto Sinting, setelah itu matanya tertuju tajam ke arahmata Elang Samudera.

    Agaknya kemarahan Galak Gantung sudah da-pat dijinakkan oleh Resi Pakar Pantun. Terbukti sua-ranya segera menimpali kata-kata Resi Pakar Pantun.

    "Kurasa memang ada sesuatu yang harus dilu-ruskan, Suto. Tariklah pedangmu sebentar."

    "Dia mempunyai tuduhan terhadap Suto samaseperti tuduhanmu, Ki!" kata Nenek Cintani setelahPendekar Mabuk kelihatan masih enggan bicara.

    "Aak... aku... aku minta maaf jika tuduhan itutak benar," ujar Elang Samudera dengan suara pelan,karena jika ia gunakan suara agak keras, ia khawatirsentakan nafasnya membuat lehernya tertembus ujungpedang yang runcing itu.

    Pendekar Mabuk masih pandangi wajah ElangSamudera yang pucat berkeringat. Kian lama wajahSuto Sinting sendiri sunggingkan senyum tipis, kemu-dian ia segera menarik pedangnya sambil melebarkansenyum. Elang Samudera hembuskan napas kelegaan.Pedang pun dilemparkan ke arah Nenek Cintani.

    Taab...! Sang nenek sangat terampil menangkap pe-dang itu. Bumbung tuak segera diminta, dan SutoSinting pun menenggak tuak itu tiga teguk.

    "Elang Samudera," sapa Resi Pakar Pantun.

    "Sejak kau ingin tinggalkan kedai di desa itu, aku su-

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    69/86

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    70/86

    terangan dari Elang Samudera.Nenek Cintani akhirnya berkata dengan geram

    kemarahan kepada Elang Samudera, "Kau jangan me-nyebar fitnah lebih parah dari yang sudah-sudah! Bi-sa-bisa kurobek habis mulutmu yang lancang itu, Se-tan Licik!"

    "Apa maksudmu mengancam begitu?!" ujarElang Samudera. "Aku tidak memfitnah mu, NenekPeot! Aku memang mendapat perintah memburu Pen-dekar Mabuk bersama tongkat pusaka curiannya itu

    dari Perwira Pulau Sangon....""Akulah Perwira Pulau Sangon!" sahut NenekCintani dengan suara membentak.

    "Tidak! Kau bukan Perwira Pulau Sangon!""Aku datang dari Pulau Sangon! Aku dipercaya

    oleh Ratu Remaslega untuk berada paling depan darisemua prajurit Pulau Sangon! Akulah perwira mereka!"

    Elang Samudera tetap gelengkan kepala, tapi

    suaranya tidak sekeras tadi."Tidak. Perwira Pulau Sangon adalah wanita

    berparas cantik dan pemberani.""Keparat kau!" geram Nenek Cintani sambil

    mengangkat pedangnya. Elang Samudera mundur se-langkah dan memasang kuda-kuda walau tanpa pe-dang.

    Pendekar Mabuk rentangkan tangan di depanNenek Cintani pertanda menahan gerakan sang nenek.Dari wajah dan nafasnya yang memburu, PendekarMabuk tahu bahwa Nenek Cintani menjadi berang ka-rena tidak diakui sebagai Perwira Pulau Sangon. Se-mentara itu, di samping Suto Sinting, dua tokoh tuaitu sama-sama diam dan memandangi Nenek Cintaniserta Elang Samudera secara bergantian.

    "Sarungkan pedangmu, Cintani," perintah Suto

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 60. Dendam Selir Malam.pdf

    71/86

    Sinting dengan suara pelan namun berkesan tegas."Dia menghinaku, Suto!""Tidak. Ini bukan semata-mata penghinaan, ta-

    pi ada sesuatu yang tak beres, perlu dibicarakan den-gan kepala dingin, Cintani."

    "Aku Perwira Pulau Sangon. Aku yang bernamaNenek Cintani. Tapi aku tidak pernah bicara pada sia-pa pun tentang hilangnya pusaka itu, dan aku tidakpernah menyuruh siapa pun untuk memburu Pende-kar Mabuk!" Nenek Cintani tampak ngotot sekali.

    Galak Gantung segera maju selangkah danberkata kepada Elang Samudera."Sebena