Top Banner

of 63

Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

Jul 06, 2018

Download

Documents

sri wahyuni
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    1/63

     

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    2/63

    1

    Siang itu matahari tampak malas-malasan menerangi bumi. Cahayanyaagak redup, karena dibayang-bayangi awan tebal. Sepertinya sang mata-hari sengaja bersembunyi di balik gumpalan awan abur abu itu.

    Bunga-bunga pun tampak malas mekar dengan bebas. Daun-daun takmau menampakkan kesegarannya. Bahkan ada yang terang-terangan menjadilayu dengan mengubah warna kehijauannya menjadi kekuning-kuningan

    Burung enggan berkicau. Beberapa ekor tampak bertengger di ataspepohonan kering, tapi tak ada yang mau bercici-cuit.

    Alam diselimuti duka. Angin gunung menyebarkan burita duka cita.Katanya, Pendekar Mabuk telah meninggal dunia.

    "Betul. Aku mendengar sendiri keterangan itu dari tokoh tua yangmirip Semar itu. Dia bilang, Pendekar Mabuk  telah meninggalkan duniadengan selamat."

    "Hussy... meninggal dunia kok dengan selamat?!"Maksudnya... tewas! Pendekar Mabuk sekarang telah tewas dengan

    sukses. Artinya, tidak ada halangan apa-apa. Eeh... maksudnya... aduh,bagaimana cara menyampaikannya, ya?! Aku sedih sekali, jadi bicarakumorat-marit begini...."

    Orang-orang kedai termenung. Pada dasarnya mereka mendapatkabar bahwa Suto Sinting tewas karena pertarungannya dengan PerwiraTombala. Orang yang mengabarkan kematian Pendekar Mabuk itu adalahtokoh gemuk berperawakan seperti Semar, dengan rambut potih yanghanya tumbuh di ubun ubumiya saja. Tokoh yang berasal dari Gunung Ganduliiu lain adalah si Dewa Kubur alias Ki Murcapana

    Pada saat itu, Pendekar Mabuk bertarung malawan Perwira Tombala.la terluka berbahaya. Dewa Kubur muncul dan segera menahan tindakanPerwira Tombala yang ingin menuntaskan pertarungannya dengan mau

    membunuh Suto Sinting. Dewa Kubur memang berhasil menahan seranganpamungkas dari Perwira Tombala ke arah Suto Sinting. Tapi murid si GilaTuak Itu justru terperosok masuk ke sumur tua yang sukar diukurkedalamannya, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam episode 'Kencan diLorong Maut').

    Merasa gagal menyelamatkan Pendekar Mabuk, Dewa Kubursemakin marah kepada Perwira Tombala Masalahnya ia tahu bahwa

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    3/63

    Pendekar Mabuk itu adalah murid dari si Gila Tuak, dan si Gila Tuakadalah sahabat karibnya semasa muda. Maka dihabisinya Perwira

    Tombala, orang Mangol itu.Perwira Tombala tewas di tangan Dewa Kubur, jenazahnya menempelpada sebatang pohon dalam keadaan tanpa darah, akibat sebuah pukulanmaut DewaKubur.

    Tindakan itu diketahui oleh atasan Perwira Tombala, yaitu seorangperempuan cantik yang dulunya menjadi pimpinan dalam kapal layarbertiang figa. Perempuan itu adalah Laksamana Maharani yang dikenaldengan nama Laksamana Tanduk Naga.

    Melihat satu-satunya sisa bawahannya dibuat kering oleh Dewa Kubur,

    Maharani mengamuk dan menyerang Dewa Kubur. Tetapi pada waktu itu,ada se- orang pemuda yang sedang dalam perjaianan menuju Bukit Esauntuk jumpai kakaknya. Perjaianan tersebut melalui Lembah Seram. Pemudaitu adalah Dimas Genggong, murid dari si Dewa Kubur.Melihat gurunyadiserang oleh Laksamana Tanduk Naga, Dimas Genggong unjuk kesaktian,mengambil alih pertarungan tersebut. Tapi ia hampir saja tewas di tunganMaharani. Dewa Kubur menyingkirkan muridnya dan melarijutkanpertarungannya dengan Maharani. Pertarungan itu memakan waktu tidakhanya satu hari, tapi sampai dua hari lamanya, karena Maharani sebentar-sebentar melarikan diri. Sebentar kemudian muncul dan menyerang iagi.

    Adu kesaktian itu menimbulkan ledakan-ledakan dahsyat yangmenggelegar bagai memenuhi bumi. Gelegar ledakan tersebutmenggetarkan alam sekeliling- i iya, membuat langit-langit lorong di bawahtebing men-

     jadi runtuh, nyaris mengubur hidup-hidup Pendekar Mabuk yang kala itudiselamatkan oleh Gitra Bisu, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam episode:"Kencan di Lorong Maut").

    Akhimya, Maharani benar-benar melarikan diri karena terluka parahdalam pertarungan tersebut. Dewa Kubur sembuhkan muridnya, laluceritakan tentang Suto Sinting yang masuk ke sumur tak terukurkedalamannya. Dewa Kubur menyangka Suto Sinting telah tewas, sehinggaDimas Genggong menyebarkan kabar itu dalam perjalanannya ke Bukit Esa.Dewa Kubur sendiri bermaksud pergi menemui Gila Tuak dan Bidn dariJalang untuk sampaikan kabar tentang kematlnu Pendekar Mabuk.

    Terdengar ratapan tangis di mana-mana. Orang-orang yang mengagumiPendekar Mabuk, yang men jadi pengikut Pendekar Mabuk dan yang

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    4/63

    menaruh sim pati kepada pemuda tampan berilmu tinggi itu, maslng masingmenitikkan air mata mendengar kabar kematian tersebut.

    Pada umumnya, mereka yang menitikkan air mata dukanya adalah paragadis yang menaruh hati kepada Pendekar Mabuk. Sekali pun hasratmereka dalam mencintai Suto Sinting tidak terbalas secara mutlak, tapirasa persahabatan mereka tetap ada. Rasa persahabatan itulah yangmembuat mereka merasa kehilangan seorang teman yang selama ini melekatdi hati merokn

    Ada yang menangis dengan suara keras, ada ang menangis denganterisak-isak saja, ada pula yang menangis secara kebatinan. Salah satugadis yang mena- ngis secara kebatinan adalah murid mendiang Nyai GagarMayang. Gadis yang tinggai di Lereng Buana itu mendengar kabar kematian

    Suto Sinting dari mulut pemuda mantan pelayan Adipati Jayengrana.Pemuda yang kesohor sebagai raja tipu itu tak lain adalah si Mahesa Gibas.

    Aku bertemu sendiri dengan muridnya si Dewa Kubur yang bernamaDimas Genggong itu! Aku mendengar sendiri ia bicara dengan orang-orangkedai tentang kematian Suto Sinting. Bocah itu menyampaikan kabartersebut dengan kedua mata berkaca-kaca seperti mau menangis. Diasangat sedih dan menyesai. Bahkan kndengar dia menggerutu sendiri,menyalahkan gurunya yang kurang tangkas dalam menyelamatkan PendekarMabuk. Dia tahu bahwa Pendekar Mabuk itu murid sahabat gurunya yangpernah didengar kisah-kisah kependekarannya. Dia sebenarnya punya rasa

    kagum kepada kehebatan ilmu Suto Sinting, dan sangat kecewa menghadapikematian Suto Sinting!'' Mahesa Gibas bertutur dengan wajah duka. Bibir-nya melebar ingin menangis. Matanya berkedip-kedip tapi tak sampaimengucurkan air mata. Tapi gadis yang mendapat laporan tersebut diamtertunduk dengan wajah sangat sedih. Matanya merah membendung airmata yang ingin meledak keluar. Gadis yang biasanya tegar dan konyol itutak lain adalah si Perawan Sinting.

    “Di mana si murid Dewa Kubur itu sekarang berada?""Dia menuju ke Bukit Esa!""Lalu, di mana Dewa Kubur berada?!""Katanya, sedang menuju ke Jurang Lindu untuk menghubungi si Gila

    Tuak dan Bidadari Jalang.""Aku harus menemuinya ke Jurang Lindu! Aku harus mendapat

    penjelasan lebih lengkap lagi tentang kematian Suto Sinting! Jika benarkematian itu disebabkan oleh pertarungannya dengan Perwira Tombala,

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    5/63

    akan kurajang sekujur tubuh Perwira Tombala dan si Laksamana TandukNaga itu!'' geram Perawan Sinting.

    la tahu persis bahwa kedua orang Mangol itu memang mencari SutoSinting untuk dijadikan tumbal pembangunan kuil di negeri Mangol sana.Perawan Sinting pernah terlibat dalam peristiwa itu, dengan cara menyusupdan menyamar sebagai calon peserta sayembara memburu pemuda tanpapusar itu, (Baca se rial Pendekar Mabuk dalam episode: "Pemburu Tumbal").Karenanya, ia percaya jika Suto Sinting telah ber tarung melawan PerwiraTombala dan Laksamana Tanduk Naga, seperti yang dituturkan dalam kabartersebut.

    "Perwira Tombala memang jahanam busuk ynmj harus dikubur di jamban!" geram Perawan Sinting.

    "Tombala sudah tewas!""Oh...?! Siapa yang membunuhnya?!"

    "Hmmm, jadi begini...," Mahesa Gibas mulai mau unjuk tipuannya."Waktu itu, aku sedang lewat di sekitar Lembah Seram. Kulihatpertarungan Dewa Kubur dengan seseorang. Aku tak tahu kalau dia adalahPerwira Tombala. Maka kulepaskan pukulan mautku ke punggung PerwiraTombala. Orang itu terpental dan dihantam lagi oleh Dewa Kubur hinggatewas! Jadi... terus terang saja, kematian Perwira Tombaia akibatkerjasamaku dengan Dewa Kubur!"

    "Hmmm...!" Perawan Sinting mendengus tanda tak percaya. "Jadi kau

    pernah bertemu dengan Dewa Kubur?!""O, iya! Dia orang yang sakti. Walaupun tubuhnya kurus, ceking,

    kerempeng, tua renta, tapi ilmunya lumayan tinggi!"Perawan Sinting mencibir, sama sekali tak percaya. Sebab ia pernah

    mendengar cerita dari mendiang guru- nya, bahwa Dewa Kubur itu bertubuhgemuk seperti tokoh dalam pewayangan yang bernama Semar. Apa yangdikatakan Mahesa Gibas sangat berbeda dengan pcnjelasan mendianggurunya, sehingga Perawan Sinting semakin yakin bahwa Mahesa Gibassedang membual di depannya.

    Bagi gadis cantik berwajah berani itu, kabar kematian Suto Sintingmerupakan pukulan jiwa yang terberat selama ini. la sangat sayang kepadaSuto Sinting. In suka kepada pemuda itu. Rasa cintanya tumbuh di hatidengan suka rela. Walaupun ia tahu, Suto Sinting cenderung menaruh hatikepada calon istrinya yang menjadi ratu di negeri Puri Gerbang Surgawi,

     yaitu yang bernama Dyah Sariningrum, tetapi Perawan Sinting tetapmenyimpan rasa cinta yang cukup dalam kepada pemuda konyol itu.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    6/63

    Rasa cinta tersebut rela dipendam dalam hati,  sambil menungguperkembangan lebih lanjut. Jika sampai Dyah Sariningrum tewas, atau

    rencana perkawinan itu gagal, maka Perawan Sinting sudah siap meloncatmasuk menggantikan kedudukan Dyah Sariningrum di hati Pendekar Mabuk.Sebab itulah, kabar kematian Suto merupakan bencana memilukan bagihatinya.

    Kepergian Perawan Sinting menuju ke Jurang Lindu hanya semata-mata ingin temui Dewa Kubur dan mengharap penjelasan lebih lengkap lagitentang ke matian Suto Sinting. Ia pergi bersama Mahesa Gibas, walau takpernah dipedulikan celoteh pemuda itu yang selalu menghamburkan bualan-bualan untuk dapatkan sanjungan. Tapi tak satu pun sanjungan meluncurdari mulut Dariingga Prasti, alias si Perawan Sinting.

    Dalam perjaianan menuju Jurang Lindu itu, Perawan Sinting bertemudengan seorang tokoh tua yang amat dikenal olehnya. Tokoh tua bertubuhkurus do- ngari rambut putih dikonde dan berjubah model biksii warnahijau tua itu tak lain adalah si Raja Mantra dari Muara Angker.

    Pertemuan itu kurang manis menurut Perawan Sinting, sebab iamelihat Raja Mantra sedang beradu ilmu kesaktiannya dengan seorangtokoh yang sekujur tubuhnya terbungkus lumpur. Mereka bertarung tak

     jauh dari sebuah rawa yang ada dalam sebuah hutan liar.Manusia yang sekujur tubuhnya penuh lumpur basah itu tak lain

    adalah Demit Rawa Lumpur, yang juga sering dinamakan Iblis Rawa Lumpur.

    Permusuhan antara Raja Mantra dengan Demit Rawa Lumpur sudahberlangsung lama, tapi salah satu dari mereka tak ada yang berhasilmembunuh lawan. Bahkan ketika Demit Rawa Lumpur bertarung melawanPendekar Mabuk untuk membela Tengkorak Liar, ia terpaksa kabur karenaPendekar Mabuk dibela oleh Raja Mantra, (Baca serial Pendekar Mabukdalam episode: "Dendam Penjilat Ayu".)

    "Sampai kapan pun kau tak akan bisa menghancurkan aliran silatku,Lagowo!" seru Raja Mantra dengan sikap kalem.

    Mahesa Gibas berbisik dari balik persembunyian- nya, "PerawanSinting, bukankah Raja Mantra adalah tokoh aliran putih?! Dia bersahabatdengan Pendekar Mabuk."

    "Ya, aku tahu!""Mengapa tidak kau bantu mengalahkan orang berlumpur itu?!"Kurasa ini urusan orang tua, termasuk juga urusan antar perguruan.

    Aku tak berani campurtangan kecuali Eyang Raja Mantra terdesak dalambahaya!" "Jadi, kita tonton saja pertarungan mereka?"

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    7/63

    "Sementara ini memang hanya begini yang bisa kita lakukan!" tegasPerawan Sinting dengan nada datar.

    "Aku sudah bosan mendengar kejayaanmu, Wirambada! Hari ini juga,kuakhiri kejayaanmu dengan jurus baruku! Bersiaplah untuk mati!" ujarDemit Rawa Lumpur dengan suara menyeramkan.

    "Ngomong-ngomong soal mati, sudah lama aku siap mati. Tapi bukanoleh tanganmu, Lagowo!" jawab Raja Mantra. Masing-masing menyebut namaaslinya.

    "Nyawamu ditakdirkan mencelat dari tanganku, Keparat tua!"Weesss...! Demit Rawa Lumpur melesat cepat menerjang Raja

    Mantra, Kedua tangannya berkelebat seperti memercikkan air. Tapi yangterpercik adalah lumpur-lumpur di tangannya itu. Craaat...!

    Raja Mantra tahu-tahu melambung tinggi. Suuut...! Begitu tingginyasampai kepala Raja Mantra membentur dahan pohon. Duuuk...!

    "Aduuh...!"Tapi ia selamat dari kepretan lumpur. Sebab lumpur-lumpur yang

    memercik dari kedua tangan Lagowo itu ternyata membakar pohon dantanaman semak yang dikenainya. Buuulll...! Api berkobar di tempat-tempat

     yang terkena kepretan lumpur. Raja Mantra segera sentakkan tongkatnyake salah satu batang pohon  terdekat. Duuhk...! Tubuhnya yang sedangmeluncur turun itu melesat ke arah lain bagaikan anah pannh,

    Weess...! Jleeg...! Kini ia berdiri di belakang Demit Rawa Lumpurdalam jarak sekitar sepuluh langkah.

    "Heeh, heee, heee, heee, heee!" Raja Mantra terkekeh-kekehmelihat Demit Rawa Lumpur kebingungan mencari lawannya. Karenamendengar suara tawa Raja Mantra, maka manusia terbungkus Iumpur itusegera berbalik ke belakang menghadap ke arah lawannya.

    "Jurus seperti itu kok dikatakan jurus baru?! Uuuh... kuno!" ejek RajaMantra dengan tengil.

    "Edan! Jurus seperti itu dikatakan kuno?!" gumam Mahesa Gibas."Lumpurnya bisa membakar pohon, tanah yang dipijaknya bisa menjadi

    hangus, itu sudah merupakan gabungan ilmu yang cukup tinggi. Bukankahbegitu, Perawan Sinting?!"

    Gadis yang ada di sebelahnya diam saja. Pandangan matanya tertujulurus ke arah pertarungan. Pedang di punggungnya siap dicabut kapan saja

     jika ia terpaksa harus selamatkan si Raja Mantra.Demit Rawa Lumpur pun berseru, "Itu memang bukan jurus baruku.

    Tapi inilah jurus pamungkas untukmu, Wirambada! Heeaah...!"

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    8/63

    Kaki kanan Demit Rawa Lumpur menghentak ke tanah satu kali.Duuhk...! Glegaaar...! Timbul suara ledakan menggelegar, mengguncangkan

    alam sekitar- nya. Sentakan kaki ketanah itu membuat mata Mahesa Gibasmendelik, karena ia melihat nyala api dari sentakan kaki ke tanah itumelesat cepat ke arah Raja Mantra. Tahu-tahu rumput dan tanah tempatRaja Mantra berdiri itu terbakar seketika.

    Bluuub...! Wuuuurrss...!Raja Mantra terkurung api, bahkan tubuhnya terbungkus kobaran api

     yang membentuk lingkaran bergaris tengah satu tombak."Gawat! Eyang Raja Mantra tak sempat loloskan diri. Sekarang ia

    sulit meloloskan diri karena terjebak api!" gumam Perawan Sinting dengantegang.

    Gadis itu ingin mencabut pedang pusakanya yang bernama PedangGalih Petir. Tetapi niatnya menjadi ragu-ragu, sebab Raja Mantra yangtinggal tampak kepalanya saja dari bungkusan api itu tidak melakukan usahauntuk meloloskan diri. Raja Mantra justru mengangkat tongkatnya dipegangdengan dua tangan dan menyilang di atas kepala.

    "Orang tua itu gendeng!" ujar Mahesa Gibas dalam bisikan. "Sudahtahu tubuhnya terbakar bukannya lari malah mainan tongkat?!"

    Kejap berikutterdengar suara Raja Mantra serukan kalimat-kalimatmantera saktinya dengan ucapan cepat.

    "Acang kuruk, acang kirlk, 

    acang icik icik, gubras...! Adem panas, sari rapet, sari udan, bres, gubras, gabres. Simulu kutuk kublung...!" Mahesa Gibas berbisik kepada Perawan Sinting,"Ngomong apa itu?! Apakah dia menguasai bahasa manusia purba?!""Itu mantera saktinya! Kita lihat saja apa yang terjadi setelah,..."Belum selesai Perawan Sinting kasih penjelasan, tiba-tiba hujan turun

    dengan deras di daerah itu. Breessss...! Hujan yang ajaib itu membuatDemit Rawa Lumpur terperanjat kaget. Tapi karena wajahnya berlumurlumpur, maka yang terlihat hanya kedua bola matanya terbelalak lebar.

    "Keparat! Dia gunakan ilmu hujan dan salju?!" geram Demit RawaLumpur.

    Mahesa Gibas juga memaki dalam nada gerutu dan hergegas mau ketempat teduh. Tapi tangannya dicekal Perawan Sinting hingga ia tak bisa kemana-mana.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    9/63

    "Tetaplah di tempat!" tegas Perawan Sinting dalam nada membisik."Apakah kau tak sadar, hujan turun dengan seenak udelnya saja!

    sepertinya ada dewa di langit sedang buang air dari ember!""Pasti tak akan lama! Kita...."Sekali lagi ucapan si Perawan Sinting belum usai, hujan telah berhenti

    total. Kobaran api padam sama sekali. Tinggal tanah yang hangus bersamarumputnya dan masih kepulkan asap. Tapi tubuh Raja Mantra danpakaiannya tak terbakar sedikit pun.

    Lenyapnya hujan disertai hembusan angin dinginyang makin lamasemakin mencekam. Raja Mantra memutar-mutar tongkatnya dl atas kepalasambil melangkah ke samping untuk hadapi Demit Rawa Lumpur lagi.

    Tapi angin yang berhembus makin menggigilkan siapa saja, kecuali

    Raja Mantra sendiri. Angin itu mengandung busa-busa salju yang menempelpada deda unan dan alam sekitarnya. Daun-daun segera menjadi putih,tanah segera menjadi berbusa-busa.

    "Heeeaaaahhhh...!"Demit Rawa Lumpur kerahkan tenaga apinya. Tubuh yang penuh

    lumpur itu menjadi merah membara, bagaikan dibungkus lahar gunungberapi. Tubuhnya melesat menerjang Raja Mantra. Wuuuss...! Suara yangterdengar adalah suara berdesis seperti bara api terkena air.

    Wwooorrssss...!Raja Mantra lepaskan tongkatnya yang berujung bentuk tangan

    menggenggam. Tongkat itu menghantam tubuh Demit Rawa Lumpur yangsedang melayang di udara. Wuut, jedaaarr...!

    Tongkat itu terpental ke arah Raja Mantra bagaikan bola memantulbalik setelah membentur dinding. Raja Mantra menangkap tongkattersebut, tapi meleset. Akibatnya, ujung tongkat bagian bawah kenaikeningnya dengan telak. Tuuung...!

    "Aooh...!" Raja Mantra sendiri terlempar ke belakang dan jatuhdengan posisi terkapar. Brruuk.. Pakaiannya basah dan kotor akibat tanahbecek terkena hujan tadi. Busa-busa salju menempel pada tubuhnya. Tapiternyata hal itu tidak berbahaya bagi si Raja Mantra. la cepat bangkit danpandangi lawannya.

    Ternyata sang lawan terlempar cukup jauh pada saat terjadi ledakankeras tadi. Lumpur yang mengeras dan menjadi merah bara tadi padam danterkelupas dengan sendirinya. Demit Rawa Lumpur bagaikan ditelanjangi.Lumpur-lumpur yang membungkus tubuhnya terkelupas mirip gips yangcopot dari tubuh penderita patah tulang.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    10/63

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    11/63

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    12/63

    Jurang Lindu berada tak jauh dari Lembah Badai. Daerah yangbernama Lembah Badai itu dikuasai oleh saudara seperguruan si Gila Tuak

     yang cantik rupawan. Perempuan yang awet muda itu dikenal dengan namaBidadari Jalang.Dulu, perempuan ini masuk dalam aliran hitam. Sering terlibat

    bentrokan keras dengan si Gila Tuak. Ilmunya sama-sama hebat. Tapi sejakmereka mengangkat murid dari bocah tanpa pusar, Bidadari Jalang masukdalam aliran putih. Sekarang ia menjadi perempuan berilmu tinggi yang lebihgemar tinggal di Lembah Badai.

    Hubungannya dengan si Gila Tuak sudah seperti kakak beradik.Bidadari Jalang menaruh rasa hormat kopada si Gila Tuak karena ilmunya dibawah si Gila Tuak, juga faktor usianya sedikit lebih muda dari si Gila Tuak.

    Mereka berdua itulah yang bertanggung jawab atas sepak terjang pemudatampan yang suka konyol, yaitu Pendekar Mabuk.

    Oleh sebab itu, kedatangan Dewa Kubur yang mengabarkan kematianPendekar Mabuk membuat dua wajah satu kakek guru itu menjadi tegangdan diliputi rona duka yang samar-samar.

    Si Gila Tuak tak mau percaya bahwa muridnya itu telah tewas masukke dalam sumur tua tak terukur kedalamannya. Bidadari Jalang menjadisangsi dengan sikapnya sendiri, sehingga dukanya menjadi duka yang ragu-ragu. Mengingat yang bicara adalah Dewa Kubur, mereka beranggapanbahwa Dewa Kubur tak mungkin berdusta kepada mereka. Tapi Gila Tuak

    punya alasan sendiri untuk tidak mempercayai kata-kata Dewa Kubur."Dewa Kubur, jika benar muridku tewas di sekitar Lembah Seram,

    pasti aku akan mendapat firasat ganjil sebelumnya. Setidaknya hatikumenjadi resah dan gundah memikirkan Suto Sinting. Tetapi sejak kemarin-kemarin, aku tak mengalami keresahan apa pun. Tidurku nyenyak, makankuenak!"

    "Tapi aku melihatnya sendiri Kakang Sabawana," ujar Dewa Kuburmenyebut nama asli si Gila Tuak. "Aku melihat sendiri saat ia terperosokmasuk ke dalam su... sumur!"

    "Mengapa tak kau selamatkan murid kami itu?!" ujar Bidadari Jalang."Waktu itu aku sedang menerjang lawannya, si Perwira Tom...

    Tombala! Jadi aku tidak sempat me nyambar mu....""Mulutmu!""Muridmu...!" ralat Dewa Kubur yang selalu bicara menggantung

    kalimat akhir. Nada bicaranya memang seperti seorang guru bicara padamuridnya, tak peduli siapa orang yang diajaknya bicara kala itu. Ki Sabawana

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    13/63

    dan Bidadari Jalang sudah tak aneh lagi dengan ciri bicara Dewa Kubur,sehingga mereka tak merasa sedang digurui.

    "Aku tak punya kesempatan untuk melongok sumur itu, Kakang!Perwira Tombaia melancarkan serang- annya dengan gencar, sehingga akuterpaksa mela- yani...? Melayaninya!"

    "Berapa lama kau melawannya?" tanya Gila Tuak dengan nada datardan berwibawa.

    "Cukup lama! Karena semula aku tidak ingin membunuhnya. Hanya inginmengu...?"

    "Mengusungnya.""Mengusirnya!" tegas Dewa Kubur. "Tapi karena dia cukup alot, maka

    terpaksa dia kubu...?"

    "Kubuntingi.""Kubunuh! Terpaksa dia kubunuh!" tandas Dewa Kubur. "Belum sampai

    aku melongok ke sumur, si laksamana Tanduk Naga muncul menyerangku.Akibatnya pertarungan kami pun menjadi pan...?"

    "Panjul."

    Panjang...!" Dewa Kubur membetulkan maksudnyaRupanya kedatangan Dewa Kubur ke Jurang Lindu disusul oleh

    beberapa tokoh lain yang mendengar kabar kematian Pendekar Mabuk darimulut Dimas Genggong, murid si Dewa Kubur. Beberapa orang yang hadir di.Jurang Lindu itu antara lain: Sumbaruni, mantan istri Jin Kazmat yang

    kasmaran pada Suto Sinting. Selain Sumbaruni yang datang dengan wajahsedih, tampak juga si Resi Parangkara, gurunya Puting Selaksa dan ManggarJingga, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam episode: "Wanrta Keramat").Hadir Juga di situ Sawung Kuntet dan Eyang Cakraduya dari Bukit Sutera,Ki Dhar mapala alias si Burung Bengal dari Bukit Semayam. Arya Suaka dangurunya yang berjuluk Geledek Biru, Batuk Maragam dari Karang Amuk,Awan Setangkai dari Selat Bantai dan beberapa orang lainnya.

    Mereka adalah orang-orang yang seeara kebetulan mendengar kabarlebih cepat mendengar kabar kematian Pendekar Mabuk ketimbang yang

    lainnya. Mereka datang selain ingin mendengar kepastian dari si Gila Tuak, juga ingin menyampaikan rasa ikut berduka cita jika benar Pendekar Mabuktelah tewas tak ditemukan jenazahnya.

    Oleh sebab itu, kehadiran Perawan Sinting bersama Raja Mantra yang diikuti oleh Mahesa Gibas, bukan hal yang aneh bagi si Gila Tuak danBidadari Jalang.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    14/63

    Perawan Sinting langsung berlutut dan tundukkan kepala di depan siGila Tuak. Bidadari Jalang berdiri dl sampingnya sambil mengingat-ingat

    wajah Perawan Sinting."Siapa gadis ini?" bisik Gila Tuak kepada Bidadari Jalang.

    Dengan suara agak keras, Bidadari Jalang berkata, "Kalau tak salah,gadis ini adalah Darlingga Prasti, murid mendiang Gagar Mayang."

    "Ooo.../' Gila Tuak yang mengenakan pakaian serba hijau dan jubahkirning itu manggut-manggut sambil menggurnam iirih.

    "Benarkah kau murid mendiang sahabatku; si Gagar Mayang dariLereng Buana itu, Nak?"

    "Benar, Eyang! Aku yang bernama Darlingga Prasti alias PerawanSinting, murid mendiang guru Nyai Gagar Mayang," jawab Perawan Sinting

    dengan sopan sekali.Raja Mantra menyahut, "Aku mendengar kematian muridmu dari gadis

    :ni, Kakang Gila Tuak! Aku turut bersedih dan kusampaikan rasabelasungkawaku sedalam-dalamnya."

    "Jangan dalam-dalam dulu, Wirambada!" potong si Gila Tuak dengankalem. "Aku sendiri tak yakin bahwa muridku bias mati semudah itu.Artinya, tidak mengirimkan firasat apa-apa lebih duiu padaku. Aku tak

     yakin”."Kudengar,..," ujar Raja Mantra lagi. "Dewa Kubur adalah.saksi hidup

     yang melihat kematian Pendekar Mabuk?!"

    Dewa Kubur menyahut, "Memang benar, aku yang melihat anak mudaitu jatuh ke dalam sumur tua itu! Jelas sekali aku melihatnya masuk kedalam su...?" "Suling," lanjut Raja Mantra.

    "Sumur!" raiat Dewa Kubur. "Kulihat jelas sekali dia masuk dalamsumur, tapi... apa daya aku tak sempat menyam...?"

    "Menyambitnya?""Menyambarnya!"Batuk Maragam, tokoh tua yang punya kebiasaan batuk beraneka

    nada itu segera menyahut.

    "Masuk ke dalam sumur bukan berarti masuk ke alam kematian, DewaKubur! Siapa tahu Suto Sinting tersangkut akar pohon yang tersumbul daridinding sumur itu?! Kurasa, kematian Suto Sinting perlu dicari buktinya.Harus ada yang bisa temukan jenazah Suto Sinting walaupun hanyakepalanya saja. Uuhuk, uhuuk, uhuuk, iihik, ihhik, hook, hoook, hooekk...cuih!"

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    15/63

    Batuk Maragam berhenti bicara. Ucapannya yang bernada seenaknyaitu membuat Perawan Sinting tegakkan wajah. Tapi lebih dulu si Geledek

    Biru ajukan tanya kepada Dewa Kubur."Di mana letak sumur itu, Dewa Kubur?""Di Lembah Seram. Tapi sekarang tempat itu sudah hancur.

    Tebingnya rubuh dan alam sekitarnya rusak akibat pertarunganku denganLaksamana Tanduk Naga. Dan kulihat sumur itu sudah tertimbun ta...?"

    "Tape...?!" sahut Raja Mantra."Tanah!"

    "Oo, sudah tertimbun tanah?" Raja Mantra menggumam dan manggut-manggut.

    "Jika begitu, Eyang...," sahut Perawan Sinting,"... aku mohon pamit

    sekarang juga!""Mau ke mana kau?!""Mencari mayat Suto Sinting sampai berhasil kutemukan bukti

    kematiannya!"Sumbaruni yang menyimpan rasa cemburu kepada Perawan Sinting

    segera berseru,"Jangan bodoh kau, Gadis ingusan! Mayatnya pasti sudah tertimbun

    reruntuhan tebing, seperti yang diceritakan si Dewa Kubur tadi!""Aku punya dua tangan. Bisa untuk menyingkirkan tebing itu!" ketus

    Perawan Sinting, lalu melesat pergi tanpa bisa dicegah lags. Biaasss...!

    "Konyol...!" geram Sumbaruni sambi! mendengus kesal.Memang konyoL Bukan hanya Perawan Sinting saja yang konyol.

    Ternyata yang namanya Suto Sinting |uga konyol. Bahkkan lebih konyol darikabar yang di- sampaikan Dewa Kubur stu.

    Orang-orang sibuk membicarakan kematiannya, Tapi Suto Sintingsaat itu justru sedang merebah di atas pangkuan seorang gadis cantikbertubuh tinggi, kekar dan sekal. Gadis itu adalah mantan prajurit KerajaanHastamanyiana yang ditugaskan menjaga harta karun di lorong maut,tempat mereka nyaris mati terkubur hidup-hidup.

    Prajurit cantik berdada montok itu tak lain adalah si Citra Bisu aliasCitra Mandagi. la dijuluki Citra Bisu, karena lebih sering tampak diammenutup mulut rapat- rapat, tapi batinnya bicara dan suara batinnya itumampu dikirimkan ketelinga lawan orang yang dituju. la memiliki ilmu 'TuturSelayang' yang merupakan ilmu langka dan hanya dimiliki oleh orang-orangberkekuatan batin tinggi. Dari sekian banyak prajurit Kerajaan

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    16/63

    Hastamanyiana, hanya dia seorang yang mampu kuasai ilmu Tutur Selayang',sehingga ia kelihatannya selalu membisu dalam kesehariannya.

    Tetapi lamanya di dalam lorong penyimpanan harta karun membuatCitra Bisu tak tahu bahwa waktu telah berjalan jauh ke depan. NegeriHastamanyiana telah hancur dan tidak ada lagi. Salah satu orang Hastama-nyiana yang masih hidup adalah Nini Desah Bengi, yang kini menjadipenguasa Pulau Garong.

    Seperti apa kata Citra Bisu, suasana di dalam lorong itu adalahsuasana mati. Waktu tidak bergerak, zaman tidak berganti, segalanya serbaabadi. Oleh karenanya, walaupun Suto Sinting merasa tinggal di dalamSorong itu tak lebih dari sehari, tapi kenyataannya di luar lorong waktutelah berjalan sampai tiga hari. Tak heran juga jika Citra Bisu keluar dari

    lorong maut itu dalam keadaan masih muda, cantik, seksi danmenggairahkan.

    "Menurut cerita si Kusir Hantu," ujar Pendekar Mabuk sambilmerebah di pangkuan gadis montok iin"Hastamanyiana hancur pada waktuempat puluh tahun yang lalu. Aku belum lahir."

    "Sudah lama sekali?!""Karena itulah, jika saat kau masuk ke dalam lorong itu dengan usia

    dua puluh lirna tahun, berarti sekarang usiamu adalah enam puluh limatahun."

    "Ooh, tua sekali aku ini?!" ujar Citra Bisu, tapi bibirnya tetap

    terkatup rapat. la bicara lewat suara batin, dan ucapan batin PendekarMabuk bisa didengar olehnya.

    Gadis itu termenung. la masih sangsi dengan kenyataan yangdidengarnya dari pemuda tampan berambut panjang tanpa ikat kepala.Tetapi pemuda itu tetap dibiarkan berbaring di pangkuannya, la sendiribersandar pada sebatang pohon rindang. Mereka sedang menikmati masaistirahat, mengendurkan ketegangan dan kopanikan, karena merasa berhasillolos dari reruntuhan lorong maut itu.

    Tangannya yang berlapis perunggu ukir dari pergelangan tangansampai batas siku, terkulai lemah didada Suto Sinting. Tangan yang satunyasengaja mengusap-usap kening Suto sambil bermainkan anak rambut disekitar kening.

    Pendekar Mabuk sengaja membawa gadis itu dalam suasana santai.Karena setelah lolos dari lorong maut, jiwa mereka sedikit terguncang danperlu diredakan. Mereka belum tahu harus berbuat apa pada saat ini

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    17/63

    sehingga mereka harus merenungkanriya setelah jiwa menjadi tenangkembali.

    "Suto, maukah kau mengantarku ke Pulau Senida untuk membuktikankebenaran kabar tentang hancurnya Hastamanyiana?!" ujar Citra Bisudengan bibir terkatup. Tapi Suto Sinting merasa mendapat bisikan jelas ditelinganya, sehingga ia pun segera menjawab dengan suara batinnya.

    "Aku tak keberatan untuk pergi ke Pulau Senida. Tetapi bagaimanadengan harta karun sebanyak itu?!"

    "Sudah terkubur dalam lorong itu. Reruntuhan tebing telahmenguburkan sejarah harta kekayaan negeri Hastamanyiana yang selama inikujaga. Kurasa, me mang sebaiknya harta itu terkubur dalam-daiam di dasarbumi agar tak menjadi bencana bagi para pemburu serakah itu!"

    "Kau rela menghadapi kenyataan ini?""Aku harus rela jika benar Hastamanyiana telah hancur. Tapi jika

    Hastamanyiana masih berdiri, ratu masih hidup, maka dengan segala dayaupaya aku harus bisa mengambil kembali harta itu!"

    "Baiklah jika kerelaan hatimu sudah begitu. Kapan kita berangkat kePulau Senida?"

    "Haruskah menunda waktu?' Citra Bisu ganti ber tanya. Suto Sintingmengerti maksudnya,

    "Baik. Kita berangkat sekarang juga!" Suto pun bangkit berdiri. Gadisitu berdiri juga. Tinggi tubuhnya sedikit melebihi ketinggian tubuh Suto

    Sinting. Batas kepala Suto hanya sampai di bawah daun telinganyayangmengenakan giwang putih kecii dari jenis berlian tulen itu.

    "Ke mana arah yang harus kita tuju pertama kali- nya?" tanya SutoSinting dengan suara batin.

    "Ke Pantai Bejat! Karena dari sana kita bisa me- nyeberang denganperahu atau dengan apa saja menuju ke Pulau Senida!"

    "Pantai Bejat...?!" Suto Sinting bergumam dengan suara lirih. laberkerut dahi karena teringat sesuatu yang berkaitan dengan Pantai Bejat.

    "Kenapa, Suto...?!" tanya Citra Bisu dengan suara batin.Suto menjawab dengan batin pula, "Di sana ada orang-orang Tanah

    Pasung. Kudengar mereka mendarat di Pantai Bejat!""Siapa orang-orang Tanah Pasung itu?!""Mereka adalah para pemburu harta karun yang kau jaga itu.

    Kedatangan mereka kemari dipimpin oleh pe- nguasa Tanah Pasung sendiri, yaitu Ratu Sinden. Dan... dan sebelum aku terperosok jatuh ke lorong maut,dua kenalanku ditawan oleh mereka dan dibawa ke Tanah Pasung, yaitu si

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    18/63

    Kusir Hantu dan Pematang Hati, cucunya. Mereka menangkap Kusir Hantudan cucunya pasti untuk dapatkan keterangan tentang letak Goa Kembar

     yang ikabarkan sebagai tempat penyimpanan harta karun itu. Kusir Hantutinggal di Lembah Seram. Ratu Sinden menyangka si Kusir Hantu pastimengetahui tempat itu."

    "Apakah dia memang mengetahui lorong maut itu?""Kusir Hantu justru tak percaya kalau di Lembah Seram tersimpan

    harta kekayaan negeri Hastamanyiana. la menganggapnya semua itu hanyadongeng belaka. la sama sekali tidak tertarik untuk mencari harta ter-sebut!"

    "Apa salahnya jika kita bebaskan mereka dari kerakusan si RatuSinden?!"

    "Aku sangat setuju!"Kliik,..! Suto Sinting menjentikkan jarinya di depan hidung Citra Bisu.

    Wajahnya tampak berseri-seri, pertanda sangat mendukung gagasan CitraBisu.

    Tetapi sebelum merfcka bergegas pergi, tiba-tiba sebatang tombakmelesat dengan cepat ke arah punggung Pendekar Mabuk. Wuiiss...! Dengancepat Citra Bisu menarik lengan Suto ke arahnya. Suto tersentak danmenabrak dada Citra Bisu. Gadis itu menangkap dalam pelukan sambil gesersatu langkah ke belakang. Seet….!

    Jeeebs...! Tombak itu menancap pada pohon yang tadi dipakai

    bersandar Citra Bisu. Suto Sinting mendelik tegang melihat tombak itumenancap pada pohon dan tembus ke sisi belakangnya. Dapat dibayangkanalangkah keras dan cepatnya lemparan tombak tersebut. Seandainya taditombak itu menancap di punggung Suto, maka tak heran jika akan tembus kepinggang kirl Citra Bisu, sebab kala itu mereka. berada dalam jarak sekitardua jengkal.

    Hampir saja kita berdua menjadi sate tanpa bum- bu, Citra!"Citra Bisu tidak layani ucapan Suto Sinting. ia segera menyambar

    tombak tersebut. Satu sentakan tangan kiri membuat tombak itu lolos dari

    batang pohon. Siuub...! Citra Bisu meiemparkannya ke arah semak-se- maktempat munculnya tombak tersebut. Weess...! Jeebs...!"Aaaaaaa...!" suara jeritan memanjang menandakan tombak itu dapat

     jodoh di perut pemiliknya sendiri. Menancap tembus tanpa permisi lagi.Kejap berikutnya, dari semak-semak lainnya berloncatan manusia-

    manusia berwajah angker bagaikan kutu loncat. Bahkan dari semak di

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    19/63

    belakang Suto dan Citra Bisu juga muncul wajah-wajah angker yang sudahmenyiapkan senjata masing-masing.

    Salah satu wajah angker itu mengenakan jubah ungu dan celana ungukusam. Orang kurus bermata cekung dengan rambut abu-abu itu tak lainadalah si Bandar Santet yang tempo hari merampas peta harta karun daritangan Belatung Gerhana. Suto Sinting masih ingat betul dengan si wajahangker yang menyelipkan keris gagang merah di sabuk depan perutnya itu.

    "Siapa mereka, Suto?" tanya Citra Bisu dengan suara batin. Suto juga menjawab dengan suara batin, sehingga di depan lawannya merekatampak hanya diam saja.

    "Mereka juga para pemburu harta karun itu. Mereka orang-orangSelat Neraka di bawah pimpinan Bandar Santet."

    "Yang mana yang bernama Bandar Santet?""Yang kurus dan berjubah ungu itu.""Jelek sekali wajahnya?""Menurut istrinya wajah seperti itu adalah wajah ganteng.""Kalau begitu biar kutangani sendiri orang itu!""Hati-hati, dia jago santet! Aku pernah dilukai dengan ilmu Pesona

    Teluh'-nya.""Kau urus saja para cecunguknya, aku akan jajal ilmu santet si

    kepompong minder itu!"Pendekar Mabuk tersenyum menahan tawa. Tentu saja mereka yang

    mengepung taktahu apa sebab Pendekar Mabuk ingin tertawa geli. Merekamelihat kedua mangsa yang dikepung tetap tenang, saling diam dan tidaktampak berbisik-bisik.

    "Tapi kenapa si tampan itu sepertinya mau tertawa geli? Apa yangsebenarnya yang dilihatnya di wajah ketua kita itu?" bisik salah seoranganak buah Bandar Santet.

    "Sst...! Jangan ngobrol sendiri, nanti ketua marah padamu!" temannyamengingatkan.

    Bandar Santet maju dua langkah dengan dingin. Matanya memandangke arah Suto Sinting yang bersebelahan dengan Citra Bisu dalam jarak tigalangkah.

    "Kita bertemu lagi, Bocah sinting!" ujar Bandar Santet dengansuaranya yang datar dan dingin.

    "Aku tak punya peta menuju liang kubur, Bandar Santet. Kuharap jangan bikin perkara lagi denganku!"

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    20/63

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    21/63

    "Terlalu berani kau ikut campur urusan ini, Nona cantik! Apakah kautak takut mati dengan raga membusuk dan berbelatung?!"

    Citra Bisu diam saja, hanya menatap Bandar Santet penuhkeberanian. Tapi ia mulai bicara dalam batinnya, dan suara batinnyadikirimkan kepada Suto Sinting

    "Dia mulai menggunakan ilmu teluhnya, Suto.""Celaka! Lekaslah menyingkir biar kuhadapi orang itu!""Aku mendengar batinnya mengucapkan beberapa mantera. Dadaku

    mulai panas! Sebaiknya kuserang dia agar tak sempat melanjutkan bacaanmanteranya!"

    "Tapi...," Suto Sinting tak sempat ianjutkan ucapan batin, karena

    tiba-tiba tangan kiri Citra Bisu menyentak ke depan dengan dua jarimengerang kejang. Suuut...! Claap...! Selarik sinar biru melesat dari ujungkedua jari itu. Sinar tersebut menghantam dada Bandar Santet.

    Sinar biru itu hanya dipandang oleh Bandar Santet. Tahu-tahuberhenti sendiri dalam jarak satu jengkal di depan dada. Tapi ucapanmantera di batin Bandar Santet terhenti mendadak, karena kekuatan danperhatiannya tertuju ke arah sinar biru itu.

    Citra Bisu segera menangkap tangan kirinya sendiri dengan tangankanan. Bagian yang ditangkap adalah bagian siku. Kemudian kedua tangan itulebih menyentak maju lagi hingga tubuh Citra Bisu meliuk ke samping. Plak,

    wuuut...!Sinar biru yang terhenti iiu menyentak maju. Bandar Santet kaget

    dan segera menghadangkan tangan kanannya. Dees...! Blaaarrr...!Ledakan yang terjadi tlmbulkan gelombang sentak yang sangat kuat.

    Bandar Santet terlempar ke atas, rnelayang ke belakang, kepalanyamembentur lekukan cabang pohon. Duuk...! Bruuk...! la jatuhterbanting tanpaampun lagi.

    Melihat ketuanya dilemparkan begitu saja, para anak buah punmelabrak Citra Bisu dan Pendekar Mabuk secara serentak. Mereka mulaimenyerang dari ber- bagai arah dengan teriakan liarnya.

    "Heeeaaaah...!!"Citra Bisu mencabut pedangnya yang terbuat dari kristal bening.

    Pendekar Mabuk segera menyambar bumbung tuaknya yang sejak tadimenggantung di pundak kanan. Seet...! Bumbung tuak itu segera dipakaimenangkis senjata-senjata yang diarahkan kepadanya. Trang, trang,

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    22/63

    duaar...! Bumbung bambu itu se- perti besi baja, ketika berbenturan dengansenjata lawan memancarkan cahaya bunga api ke rnana-mana.

    Citra Bisu bergerak dengan lincah, menangkis pedang dan tombaklawan dengan pedang kristalnya. Sa- betan pedang beling itu ternyatamampu mematahkan tombak lawan serta beberapa senjata lainnya. Bahkanseseorang yang menggunakan rantai bola berduri mencoba menyambarkepala Citra Bisu dari belakang.

    Gadis itu merendahkan badan dengan kepala sedikit dirundukkan.Pedangnya berkelebat menyambar rantai bola berduri itu. Craang...! Bluuk...!Bola berduri itu jatuh ke tanah, putus dari rantainya.

    "Hiaaat...!" Citra Bisu menebaskan pedangnya ke kanan dan ke kiri,menyambar perut lawan yang ingin mendekatinya. Breet, craas, breet,

    wreek...!"Aaaah...! Aaooww...! Aaahk...!"

    Enam orang sekali tebas jatuh terkapar dalam keadaan luka robekpada bagian tubuhnya. Sementara itu, Pendekar Mabuk berhasilmenumbangkan delapan orang dalam sekali sambar bumbung tuaknya yangdiputar ke atas kepala. Wuuurs...! Putaran bumbung tuak itu datangkanangin kencang dan melemparkan mereka yang mengelilinginya.

    Terdengar suara batin Citra Bisu berujar kepada Suto, "Akumelompat ke atas pohon. Mau kejar si Bandar Santet itu. Urus yang iainnya,Suto!"

    "Lakukan saja, Manis!" sahut batin Suto Sinting.Wuuut...! Tubuh gadis yang tinggi sekal itu tahu- tahu sudah ada di

    atas pohon. la melompat dari pohon yang satu ke pohon yang lain. Dalamsekejap sudah berada di depan Bandar Santet.

    Pendekar Mabuk segera pergunakan jurus 'Garuda Mudik'. Bumbungtuak diputar di atas kepala, lalu dilepaskan. Wuuuung...! Bumbung tuak itumelayang sendiri dalam gerakan memutar. Tiap benda yang dilaluinya selaluterhantam dan menjadi berantakan. Beberapa kepala lawannya mengucurkandarah akibat ter- sambar gerakan cepat bumbung terbang itu. Sementara

    tombak dan golok yang coba-coba menghalanginya torpaksa patah menjadiberkeping-keping setelah bertabrakan dengan bumbung tuak itu.Trak, taang, prook, traak, prook, wuung...!Teeb...! Bumbung tuak kembali ke arah pemiliknya. Berhasil ditangkap

    dengan tangkas dan siap diputar kembali. Taps beberapa lawan segeraundurkan diri begitu melihat jurus Garuda Mudik' yang telah membuat

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    23/63

    empat kepala retak berlumur darah. Mereka yang terluka tak punyaharapan untuk hidup lebih seratus hitungan lagi.

    Di sisi lain, Citra Bisu berhadapan dengan Bandar Santet. Kali ini iamenggunakan suara mulut."Jika kau ingin dapatkan harta itu, kau harus berhadapan denganku.

    Akulah si penjaga harta itu dari Kerajaan Hastamanyiana!""Perempuan keparat! Kau menjadi busuk sekarang ju...."Prook...! Belum selesai Bandar Santet mengucapkan kutukannya, kaki

    panjang Citra Bisu fcudah lebih dulu menendang mulut orang tersebut.Tendangan ber- tenaga dalam dilakukan sangat kerasdan cepat. Dalamsekejap saja mulut Bandar Santet menjadi remuk. Gigi depannya rontoksemua. Bandar Santet tak bisa bicara karena gusinya ikut pecah.

    "Grrrrrh...!"Bandar Santet hanya bisa menggerarn dengan seri- ngai kesakitan.

    Kerisnya dicabut dari tempatnya. Seet...! Claap, claap...! Keris itumemancarkan sinar merah berkerilap, menandakan keris itu mempunyaikesaktian tersendiri.' Haaaggrr...!" Bandar Santet menyentakkan keris-nya ke depan. Sinarmerah seperti ekor naga menyarn bar tubuh Citra Bisu. Craiaap...!

    Wiiz, wiiiz, wiiz...!Suuut...! Pedang kristal itu pun segera disentakkan lurus ke depan

    seteiah ditebaskan dengan cepat beberapa kali. Pedang bening itu menyala

    biru, dan sinar birunya bagai bertumpuk di ujung pedang, ialu melesatkeiuar berupa sinar biru berbentuk mata pedang. Ctaaap...!

    Jegaaarrr.:.!Ledakan dahsyat terjadi akibat tabrakan sinar biru pedang dan sinar

    dari keris. Ledakan itu membuat tubuh Citra Bisu teriempar dalam keadaanseparoh wajah menjadi memar membiru, tersambar gelombang angin panasdari ledakan tadi.

    Bandar Santet juga teriempar ke beiakang dan melayang-layangdalam keadaan hilang keseimbangan. ia terbanting di atas sebongkah batusebesar anak sapi. Brook...! Krrak….!

    "Aaahk...!" Bandar Santet mengerang karena tulang punggungnyabagaikan patah. Sementara kepalanya sendiri menjadi bocor akibat.membentur batu tersebut.

    Melihat Bandar Santet terluka cukup parah, para anak buah segerabertindak cepat. Bandar Santet disambar oleh salah seorang anak buahnya

     yang berbadan besar. Wees...!

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    24/63

    "Lari...!" seru orang itu mernberi aba-aba kepada yang lain. Maka yanglain pun berhamburan pergi tinggalkan tempat itu. Citra Bisu ingin mengejar

    dalam ke- adaan luka, tapi Suto Sinting berseru dengan suara batinnya."Tahan! Jangan kejar mereka!""Keparat! Kenapa kau melarangku?!" Citra Bisu berpaling cepat ke

    arah Suto dengan mulut tetap terkatup."Kau terluka, Citra! Aku tak ingin lukamu menjadi makin berbahaya jika

    dipakai untuk mengejar mereka!""Lalu apa maumu?""Minumlah tuakku yang...."

    Suto Sinting diam, tertegun dengan hati kecewa. la baru sadar bahwabumbung tuaknya ternyata telah kosong. Tuaknya habis, tinggal empat-lima

    tetes. Wajah pemuda tampan itu pun menjadi tegang."Tuak habis. Citra terluka separah itu. Oh, bagaimana ini?!" keluhnya

    dalam hati, dan keluhan itu didengar oleh Citra Bisu.Suto Sinting menjadi lebih tegang lagi begitu ia sadari luka memar

    membiru itu makin lama makin menghitam. Separoh wajah Citra Bisu mulaimembusuk, dan gadis itu menggigit bibir pertanda menahan rasa sakit yangbukan kepalang tanggung itu.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    25/63

    3

    Dengan hawa sakti gaburtgan antara milik Pendekar SVIabuk denganmilik Citra Bisu sendiri, akhirnya luka di wajah gadis itu bisa terobati.Memang tak bisa sembuh dengan cepat seperti jika meminum tuak saktinyaSuto, tapi setidaknya luka hangus itu dapat segera mengering dan tidakmenjadi lebih parah lagi. 4;

    "Aku malu dalam keadaan seperti ini, Suto. Wajahku tampak buruksekali," ujar Citra Bisu.

    "Jika begitu, sebaiknya kau kubawa ke pondoknya si Kusir Hantu.

    Tinggallah di sana dulu, sementara aku pergi mencari tuak. Jika kau minumtuak dari bumbung saktiku ini, maka luka-lukanmu tidak akan membekassedikit pun, Citra. Kau dapat kembali cantik seperti sediakala dalam waktusingkat."

    "Sesakti itukah tuak dari bumbungmu?""Aku tak bisa menjawab. Tapi kau bisa buktikan sendiri jika bumbung

    ini sudah kuisi dengan tuak dari mana saja."Baiklah. Aku menurut dengan saranmu, Suto."Mereka bergegas menuju pondoknya si Kusir Hantu. Suto Sinting juga

     jelaskan, bahwa di pondok itu CitraBisu tidak akan sendirian. Sekali pun

    Kusir Hantu dan Pematang Hati ditawan oleh orang-orang Tanah Pasung,tapi di pondok masih ada Mahligai Sukma, yaitu adiknya Pematang Hati.Juga, ada Tenda Biru dan Panji Klobot, sahabat Suto yang tinggal bersamaKusir Hantu sejak si Tenda Biru lolos dari kutukan maut berkat bantuanSuto Sinting, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam episode: "Gadis TanpaRaga").

    Sudah tentu tempat yang paling dekat dari daerah itu adalah pondoksi Kusir Hantu, sebab memang Kusir Hantu tinggal di Lembah Seram. Untukmencapai pondok tersebut tidak membutuhkan waktu lama. Suto Sintingmasih hafal jalan-jalan yang harus diialuinya dalam menuju pondok tersebut.Dengan melingkari bukit rmelalui jalur selatan, mereka akan lebih cepat lagitiba di pondok.

    Tetapi perjalanan mereka terhalang kembali oleh satu kejadian yangmembuat langkah mereka terhenti. Sebuah pertarungan cukup menarikperhatian Suto ter- jadi di kaki bukit. Pertarungan itu dilakukan olehseorang gadis berambut pendek dengan mengenakan jubah tanpa lengan

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    26/63

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    27/63

    "Aaahk...!" Tenda Biru tersentak ke depan dan jatuh terjungkal.Kejap kemudian ia terpuruk di tanah dan tak berdaya lagi. Sekujur

    tulangnya bagaikan menjadi .lunak, tak sedikit pun bisa dipakai untukberdiri. Setiap ia mencoba bangkit berdiri selalu jatuh kembali denganlemas. Brruuk...!

    "Uuuhkk...!" Tenda Biru mengerang dengan berusaha mengangkatkepalanya, namun segera terkulai kembali.

    Hemmh ..! Itulah akibatnya bagi orang yang coba- coba melawanRagadenta!" ujar Ragadenta dengan sinis dan ketus. "Kau akan matikelaparan tanpa bisa memiliki kekuatan lagi, Gadis tolol! Pemuda penipu itupun akan kubuat sama seperti dirimu!"

    "Jahanam! Jangan berani lagi sentuh muridku itu! Aku masih mampu

    melawanmu!" seru Tenda Biru. Rupanya ia masih punya tenaga untukbersuara. Hanya itu yang dimiliki Tenda Biru. Tapi kekuatan untukmelepaskan pukulan jarak jauh pun sudah tak ada.

    "Jika mereka temanmu, mengapa kau diam saja, Suto?" tegur CitraBisu melalui suara batinnya.

    "Ini persoalan guru membela murid. Kalau kucam- puri, aku takut akanmembuat Tenda Biru tersinggung."

    "Kurasa keadaan Tenda Biru sudah sebegitu lemah. la butuh bantuan!Ini bukan lagi soal guru membela muridnya, tapi soal hidup dan mati dariperkara salah dan benar."

    Suto Sinting diam sejenak, kemudian menggumam lirih dengan suaramulut, "Pendapatmu benar juga, Citra. Tunggulah di sini! Aku akan maksaRagadenta untuk pulihkan keadaan Tenda Biru!"

    Zlaaap...! Jurus 'Gerak Siluman' membuat rambut Citra Bisuterhempas karena gerakan cepat Suto Sinting. Dalam sekejap pemudatampan berbaju buntung warna coklat dan celana putih kusam itu sudahberada di depan Ragadenta yang hendak hampiri Panji Klobot. KemunculanSuto Sinting itu jelas-jelas bersikap menghadang langkah Ragadenta,sehingga pemuda bertubuh tegap, gagah dan kekar itu terkejut, laluhentikan langkah dengan penuh waspada.

    "Suutooo...!" seru Panji Klobot dari tempatnya. Seruan itu bagaisebuah ratapan yang menghiba, minta pertolongan. Tapi seruan itu membuatRagadenta berkerut dahi semakin tajam, karena ia mendengar Panji Klobotmenyebut nama 'Suto'. Sementara itu, Laras Wulung menjadi gusar dangelisah karena ia tahu betul siapa pemuda yang menghadang langkahRagadenta itu.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    28/63

    "Apakah kau yang bernama Suto Sinting dengan gelar PendekarMabuk?!" tegur Ragadenta.

    "Benar! Dan kau adalah Ragadenta, murid Nyai Jurik Wetan.""Dari mana kau tahu?""Kurasa itu tak perlu dijawab. Hanya basa-basi saja dan buang-buang

    waktu. Yang perlu kau lakukan adalah pulihkan kembali keadaan Tenda Biru,sahabatku!"

    "Hmmh….!" Ragadenta mencibir, lalu tertawa. "Hah, haa, haa, haa...!Sangkamu siapa dirimu sehingga berani memerintahku dengan cara sepertiitu, ha?!"

    "Aku tak mau bikin masalah denganmu, Ragadenta. Aku tahu kaumurid Nyai Jurik Wetan! Aku pernah selamatkan nyawa gurumu dari

    ancaman maut Siluman Tujuh Nyawa," ujar Suto dengan kalem sambil iamembayangkan peristiwa pertarungan Nyai Jurik Wetan dengan si manusiaterkutuk; Siluman Tujuh Nyawa, (Baca serial Pendekar Mabuk dalamepisode: "Misteri Lembah Seram").

    "Jangan bawa-bawa guruku!" sentak Ragadenta. "Urusan gurukuadalah urusan guruku. Urusanku adalah urusanku! Jelasnya, dengan carahalus ataupun cara kasar, kuharap kau menyingkir dari sini sekarang juga!"

    "Jika kau tak mau pulihkan keadaan Tenda Biru, aku tak akan pergidari sini, Ragadenta!"

    "O, keparat kalau begitu! Rasakan paksaanku ini, heeeaah...!!"

    Wuuut, claap...! Sinar merah seperti tadi melesat ke arah SutoSinting dari telapak tangan Ragadenta. Jarak pukulan hanya sekitar limalangkah. Sinar itu melesat dengan sangat cepat.

    Tapi bumbung tuak yang sudah di tangan Suto Sinting mampumenangkis datangnya sinar tersebut. Begitu sinar merah itu menghantambumbung tuak, ternyata sinar itu memantul balik dalam ukuran lebih besardan lebih cepat dari aslinya. Zlaass...!

    Deeb, bluub...!Blaaaarrr...!Ragadenta kebingungan begitu melihat sinarnya memantul balik dalam

    ukuran lebih besar. Gerak nalu- rinya segera bertindak. Kedua tanganmenyentak ke depan keluarkan sinar hijau lebar. Sinar hijau lebar itulah

     yang menghantam sinar merah hingga timbulkan ledakan cukup dahsyat.Ragadenta terlempar bagaikan boneka isi kapukditendang pemain

    bola. Wees...! Melayang begitu saja dan jatuh terbanting tanpa malu-malulagi. Bruuuk...!

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    29/63

    "Aaahhkk...!" Ragadenta mengerang sambii menggeliat. Tubuhnyamenjadi merah seperti kepiting rebus. Tentu saja rasa sakit dan perih

    bergumul menjadi satu seperti pengantin baru bercengkerama. Ragadentanyaris tak bisa bicara karena menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya."Bocah Sinting...,11 seru Tenda Biru dengan panggilan khas. Hanya dia

     yang sering memanggil Suto dengan sebutan 'Bocah Sinting', dan ia memangselalu memanggil Suto dengan nama tersebut.

    Sambungnya dengan suara berat, "Jangan bunuh dia! Paksa terusagar dia mau pulihkan keadaanku, Bocah Sinting!"

    "Tenang saja, Tenda Biru. Ada pepatah yang mengatakan: Kutahu apa yang kumau!" ujar Suto menirukan Kusir Hantu yang senang menggunakanpepatah atau peribahasa walau tak pernah nyambung.

    Pendekar Mabuk dekati Ragadenta. Pemuda berkumis tipis yangmengenakan pakaian biru garis-garis putih itu mencoba bangkit, tapi barubisa sampai duduk di tempat saja. la masih menyeringai menahan rasasakitnya.

    "Bangunlah, Ragadenta! Paksaanku belum selesai!" ejek Suto Sintingseenaknya saja. Tiba-tiba ia mendengar suara batin Citra Bisu yang beradaagak jauh darinya. Citra Bisu tetap tak tampakkan diri, tapi Suto Sintingmulai hafal dengan nada suara sedikit serak milik Citra Bisu itu.

    Suto, awas ada bayangan berkelebat menuju tempatmu. Dia akanmuncui dari arah belakangmu!"

    Pendekar Mabuk cepat berlari ke belakang. Tepat ia memandang kebelakang, sekelebat bayangan itu sudah hadir di depan hidungnya. Wees,bruuuss...! Pendekar Mabuk diterjangnya dan terpental hingga jatuhberguling-guling.

    "Kampret! Rahangku seperti mau pecah rasanya!" gerutu Suto Sintingsambil bergegas bangkit, mencoba berdiri tegak walau sedikit agakmenggeloyor.

    Orang yang menerjang Suto Sinting sudah berdiri dengan matamemandang sangat tajam. Orang itu ternyata seorang nenek bertubuhkurus, rambutnya putih dilepas tanpa konde. la mengenakan jubah hijaulengan panjang dengan menggenggam tongkat warna hitam. Suto Sintingsegera menyapa si nenek rada bungkuk itu dengan nada jengkel.

    "Hebat juga terjanganmu, Nyai Jurik Wetan!""Sudah selayaknya seorang guru membela muridnya, Pendekar

    Mabuk!" geram Nyai Jurik Wetan yang merasa tak rela melihat muridnyadibuat seperti kepiting rebus oleh lawannya.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    30/63

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    31/63

    "Keparat! Kau memang ingin cepat mati, Pendekar Mabuk! Hiaaahh...!""Tahaaan...!" sentak Suto Sinting. Sentakan itu bagai mempunyai

    getaran aneh yang membuat Nyai Jurik Wetan terpaksa hentikan niatnyamenyerang lagi."Ini persoalan yang tak perlu harus terjadi banjir darah atau korban nyawa,Nyai Jurik Wetan! Boleh saja kau membela muridmu, tapi kau harus tahubahwa tin- dakan muridmu itu salah!" sambil Suto menuding Ragadentategas-tegas.

    Tenda Biru berusaha ikut bicara. "Dia menyiksa Panji Klobot, karenamenganggap Panji Klobot memberi petunjuk palsu tentang Goa Kembar.Padahal anak itu memang tidak tahu-menahu tentang harta karun yangterdapat di Goa Kembar! Dia memberikan petunjuk palsu karena didesak dan

    takut dipukuli oleh muridmu, Nyai!"Mendengar tentang harta karun dan Goa Kembar, Nyai Jurik Wetan

    bangkit perlahan-lahan. Kemarahannya semakin diredakan. la memandangimuridnya yang masih duduk di tanah. Sang murid tampak gusar sambilmenahan rasa sakitnya.

    "Bangun kau!" geram Nyai Jurik Wetan sambil men- cengkeram bajuRagadenta dan menarik tubuh pemuda itu seperti menjinjing tas belanjaan.Wuuut...!

    "Ouuh...! Guru... Guru, aku menghajar pemuda yang di bawah pohon itukarena dia ingin membuat kita terkecoh dalam mendapatkan letak Goa

    Kembar Itu! Pad... padahal... padahal kalau Goa Kembar itu bisa kutemukan,maka aku akan menghubungi Guru dan mencari harta orang Hastamanyianaitu! Tapi dia ku- rangajar, Guru! Dia melecehkan kita!"

    "Kami tidak tahu menahu tentang Goa Kembar, Nyai!" sahut TendaBiru sambil tetap terpuruk me-nyedihkan.

    "Bohong! Mereka tahu, Guru...' Mereka sengaja menganggap kitaremeh dan melakukan penghinaan terhadap dirimu secara tak langsung,Guru! Jelas mereka lakukan penghinaan itu karena mereka adalah orang-orangnya si Kusir Hantu, musuh Guru itu!" sahut Ragadenta membakar emosi

    gurunya. Sang guru tampak memandang Tenda Biru dengan nada penuhkemarahan. Suto Sinting segera angkat bicara."Jangan mudah percaya dengan hasutan muridmu, Nyai.""Diam kau!" bentak Nyai Jurik Wetan. "Agaknya aku harus kembali

    berurusan dengan si keropos Kusir Hantu!"Dengan kalem dan senyum tipis Suto mencoba meredakan kegusaran

    Nyai Jurik Wetan yang dulu bekas kekasihnya si Kusir Hantu.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    32/63

    "Nyai, kumohon jangan sangkut pautkan urusan ini denganpermusuhan pribadimu dengan Kusir Hantu. Muridmu rnemang bermaksud

    mengambil harta karun itu untuk kepentingan dirinya sendiri. iabersekongkol dengan seorang perempuan, janda mantan pengawalnyamendiang Ratu Cendana Sutera. Perempuan itu adalah kekasih gelapnya yangbersedia diperintah apa saja asalkan mendapat kehangatan dari Ragadenta."

    "Bohong, Guru!" potong Ragadenta dengan gusar dan penuhketegangan. "Aku tidak punya kekasih, Gu- n i! Aku tidak punya temanwanita yang...."

    "Apakah kau tak kenal dengan Laras Wulung?!""Tidak! Kurobek rnulutmu Pendekar Mabuk! Jangan menghasut diriku

    di depan Guru!" Ragadenta semakin gusar, seakan lupa dengan sakitnya, lupa

    dengan kulit wajah dan tangannya yang menjadi merah seperti kepitingrebus.

    "Aku hanya bertanya padamu, Ragadenta...," ujar Suto tetap kalem."Apakah kau tak kenal dengan Laras Wulung, perempuan yang gemar

    mengenakan pakaian biru tua dan beriubuh sekal menggairahkan, berwajahcantik mempesona, yang selalu menemuimu di sebuah gubuk di tengahhutan?!"

    "Tutup mulutmu, Pendekar Mabuk! Fitnahmu bisa membuat kepalamukupenggal dengan sabitku ini!"

    Ragadenta mau mencabut sabit yang dibungkus sarung kulit dan sejak

    tadi masih terselip di pinggangnya. Tapi gerakan tangannya ditahan olehtangan Nyai Jurik Wetan yang mencekal kuat-kuat.

    "Mulut pemuda sinting itu beracun, Guru! Jangan dengarkan celotehorang mabuk! Aku tak kenal dengan perempuan yang bernama LarasWulung!"

    "Kau kenal, Ragadenta!" sahut Pendekar Mabuk. "Kalian bersekongkoluntuk merampok harta karun itu dan membawanya kabur berdua tanpamemberitahu gurumu! Kalian berkhayal untuk hidup mewah dengan hartakarun itu!"

    "Bangsat! Aku tidak serendah itu!" teriak Ragadenta semakin gusarkarena takut rahasianya diketahui sang guru.

    "Kau dan Laras Wulung bersepakat untuk tinggalkan gurumu setelahkalian berhasil merampok harta karun itu. Karenanya, kau suruh LarasWulung mencari keterangan dari pihak Kusir Hantu. Laras Wulung berhasiltemukan Panji Klobot, dan tentunya berhasil mendesak Panji Klobot agarkatakan di mana Goa Kembar itu berada. Mungkin karena Panji Klobot yang

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    33/63

    rendah ilmunya itu takut dengan ancaman Laras Wulung, maka ia memberipetunjuk palsu, bahwa Goa Kembar ada di sebelah selatan bukit. Lalu kau

    memeriksanya dan ternyata tak mendapatkan goa tersebut. Kau marah danmenyalahkan Panji Klobot!""Mulut ular busuk!" geram Ragadenta.Nyai Jurik Wetan menggeram datar kepada muridnya."Di mana perempuan yang bernarna Laras Wulung itu sekarang?!""Mana kutahu. Aku tidak kenal dengan Laras Wulung, Guru!"Tiba-tiba terdengar suara berseru dari kejauhan. Suara itu adalah

    suara batin dari Citra Bisu yang sengaja dikirimkan ke setiap orang di situ,sehingga mereka bagaikan mendengar seruan keras dari arah timur.

    "Dia ada di sini...!!"

    Semua mata memandang ke arah timur. Rupanya tanpa setahu SutoSinting, Citra Bisu berhasil menawan Laras Wulung dan memaksaperempuan Itu keluar dari persembunyian. Pedang kristalnya diarahkan keleher Laras Wulung. Ujung pedang sudah menempel di leher si janda mantanistrinya Badra Sanjaya itu, sementara pedang Laras Wulung berhasifdilucuti oleh Citra Bisu. Laras Wulung dipaksa berjalan dekati mereka.

    "Itu yang bernama Laras Wulung, Nyai!" ujar Suto Sinting."Hmmm... berpakaian biru tua, wajah mempesona, tubuh memang

    tampak menggairahkan...,' gumam Nyai Jurik Wetan."Aku tak tahu siapa perempuan itu, Guru! Kumohon jangan percayai

    kata-kata si bocah sinting itu! Sebaiknya kita tinggalkan saja tempat ini,Guru!" bujuk Ragadenta dengan wajah tegang dan salah tingkah.

    Nyai Jurik Wetan, Ragadenta, dan Tenda Biru sendiri merasa asingdengan wajah cantik si Citra Bisu. Tapi rasa ingin tahu mereka tertundauntuk sesaat. Nyai Jurik Wetan pandangi Laras Wulung yang sudahhentikan langkah dalam jarak dua tombak darinya. Pedang kristal Citra Bisutetap mengancam leher Laras Wulung. Kapan saja dapat disentakkanmenghujam leher itu hingga tembus. Karenanya, Laras Wulung tak beranilakukan tindakan bodoh demi keselamatan jiwanya.

    "Benarkah kau bernama Laras Wulung?!" tegur Nyai Jurik Wetandengan nada tak ramah.

    Tapi janda bahenol itu tidak menjawab pertanyaan Nyai Jurik Wetan.la justru bicara kepada Ragadenta yang segera melengos ke arah lain.

    "Ragadenta, maafkan aku... aku tak tahu kalau perempuan laknat iniada di belakangku dan tahu-tahu mengancamku dengan pedangnya."

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    34/63

    "Aku tak kenal siapa dirimu. Jangan panggil namaku!" sentakRagadenta sambil tak mau memandang Laras Wuiung.

    "Kita memang gagal, Ragadenta. Tapi masih banyak kesempatan lain yang dapat kita raih bersama!""Aku tidak kenal dengan dirimu, Keparat!" bentak Ragadenta semakin

    dongkol."Apakah kau lupa, aku adalah Laras Wulung, Ragadenta! Ooh... jangan

    begitu, Ragadenta. Sekali pun kita telah gagal menemukan tempatpenyimpanan harta karun itu, tapi kita bisa...."

    "Diam kau, Bangsat!" Ragadenta berteriak rnurka. la ingin mencabutsabitnya untuk menyerang Laras Wulung. Tapi tangannya kembali dicekaloleh sang guru. Teeb...!

    "Ternyata muridku sudah menjadi seorang pengkhianat!" geram NyaiJurik Wetan.

    "Guru, jangan mudah terhasut oleh wajah-wajah iblis ini! Kita cariharta itu bersama-sama, Guru!"

    "Setelah kupertimbangkan, aku tak mau diperbudak oleh harta!Kulihat banyak perampok yang berke- llaran di sekitar sini untuk dapatmerampok harta karun llu! Aku tak mau jadi korban kerakusan mereka!Makakubatalkan niatku untuk memiliki harta tersebut, karena aku merasa bukanperampok!" tegas Nyai Jurik Wetan.

    "Tapi, Guru... harta itu kalau....""Tutup mulutmu pengkhianat!" sentak sang guru. "Kau sudah punya

    niat berkomplot dengan perempuan haram jadah itu untuk mengkhianatiku!Aku harus me- nerima hukumannya, Ragadenta!"'

    "Aku hanya...."Deess...!"Ahhk...!" Ragadenta mengejang seketika setelah dua jari sang guru

    menotok bagian tengkuknya. Tubuh kejang itu akhirnya terkulai lemas dan jatuh di kaki gurunya. Brruuk...!

    "Nyai, jangan perlakukan dia dengan kasar!" sergah Laras Wulungtampak tak rela melihat 'kuda jantan'nya dilumpuhkann oleh sang guru. TapiNyai Jurik Wetan berucap lebih tajam lagi kepada Laras Wulung.

    "Gara-gara rayuanmu, muridku tega mau mengkhianati gurunya! Kaumasih punya urusan denganku dan akan kita selesaikan setelah akumenghukum anak ini, Perempuan busukl"

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    35/63

    Wuuut...! Kaki Nyai Jurik Wetan menyentak naik. Tubuh Ragadenta yang jatuh di kakinya itu meiayang dan ditangkap dengan tangan kiri,

    kemudiandijatuhkan ke pundak kirinya. Seet...! Nyai Jurik Wetan menatapSuto Sinting dengan tajam pula."Kalau bukan muridku yang salah, sudah kuhan-curkan kepalamu,

    Pendekar Mabuk! Lain kali kita bisa buktikan semua omonganku ini!"Nyai Jurik Wetan bergegas pergi membawa pulang muridnya. Tetapi

    Suto Sinting segera menahannya dengan suara cepat."Tunggu, Nyai...!"Tubuh sang nenek yang sudah mau membalik itu terpaksa berputar ke

    arah semula lagi."Nyai... bagaimana dengan sahabatku ini. Tenda Biru terluka oleh ilmu

    muridmu. Kumohon kau mau pulihkan keadaan dia, juga pulihkan keadaanPanji Klobot di sana! Mereka berdua korban kepicikan muridmu, Nyai!"

    ,"Hhhrrhm...!" Nyai Jurik Wetan menggeram kesal. Tapi ia segerasentakkan ujung kepala tongkatnya ke arah Tenda Biru. Claap...! Sinar putihtipis seperti perak melesat dari kepala tongkat dan menghantam pundakTenda Biru. Tongkat itu disentakkan lagi ke arah Panji Klobot yang ada dikejauhan sana. Claap...! Sinar putih perak melesat dan menghantam dadaPanji Klobot.

    "Jangan menuntut apa-apa lagi dariku!" geram Nyai Jurik Wetan, laludengan cepat ia melesat tinggalkan tempat tersebut. Blaasss...!

    "Nyai, tunggu...! Jangan bawa Ragadenta, Nyai! Aku harusbersamanya...!" seru Laras Wulung dengan gusar.

    Tapi ketika ia ingin mengejar Nyai Jurik Wetan, lohernya terasaditekan oleh benda runcing. la ingat dengan pedang kristal yangmengancamnya. Maka ia pun urungkan langkah dan menarik napas dalam-dalam memendam perasaan dongkolnya. Citra, lepaskan dia!" perintah SutoSinting dengan suara batin. Citra Bisu masih mendengarnya. "Apakah tak

    berbahaya Jika kulepaskan?" "Kurasa ia tak akan berani bertindak macam-ma- cam jika ada aku di sini!""Baiklah!" jawab Citra Bisu dengan suara batinpula. Pedang Kristal ditarik mundur, tapi masih digenggam oleh Citra Bisu.Suto Sinting berujar kepada Laras Wulung.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    36/63

    "Pergilah, Laras...! Carilah lelaki mana saja asal jangan ganggusahabat-sahabatku. Jika hal itu kau lakukan, kau akan berhadapan denganku

    dan aku tak akan beri pengampunan sedikit pun padamu!"Laras Wulung tank napas lagi. Jengkel tapi tak berani melampiaskankejengkelannya. Sebab ia tahu persis seberapa tinggi ilmu Pendekar Mabuk.la merasa tak akan mampu menandinginya.

    "Kuharap lain kali kau juga tidak mengganggu pasanganku, Suto!"ujarnya dengan ketus.

    "Kita tidak akan saling mengganggu tentunya," sambil Suto berikansenyum rarnah pada Laras Wulung.

    Citra Bisu lemparkan pedang milik Laras Wulung. Janda montok itumenangkapnya. la sempat pandangi Citra Bisu dengan tatapan memancarkan

    dendam. Tapiyang dipandang balas menatap lebih berani lagi. Akhirnya janda bahenol itu segera melesat pergi tanpa pamit pada siapa pun. la pergike arah yang sama dengan kepergian Nyai Jurik Wetan. Mungkin saja iaakan mengejar Nyai Jurik Wetan untuk merebut Ragadenta, si 'kuda

     jantan'-nya yang sedang digandrungi itu.Sinar putih dari Nyai Jurik Wetan tadi ternyata hawa sakti untuk

    memulihkan keadaan Tenda Biru. Dalam beberapa hitungan saja, Tenda Birumulai rasakan memperoleh tulang-tulangnya kembali. la bisa berdiri walaumasih sedikit sempoyongan. Sementara itu, Panji Klobot pun sudah bisaberjalan dekati mereka.

    "Kudengar kau telah tewas, Bocah Sinting," ujar Tenda Biru yangmenatap Suto dengan tatapan sangat pribadi.

    "Kata siapa aku sudah mati?""Kudengar ledakan dahsyat sekali dua hari yang lalu. Kulihat tebing di

    sebelah sana runtuh. Ternyata ada tokoh tua yang mengaku bernama DewaKubur sedang bertarung melawan seorang perempuan yang mengakubernama Laksamana Tanduk Naga...."

    "Siapa...?!" Suto terkejut karena ingat nama orang Mangol yangmemburunya untuk dijadikan tumbal, (Bacai di serial Pendekar Mabuk dalamepisode: "Pemburu Tumbal").

    Selanjutnya, Tenda Biru menceritakan tentang kematian PerwiraTombala dalam pertarungannya melawan Dewa Kubur. la mendapatpenjelasan panjang-lebar dari Dewa Kubur, termasuk kabar kematian SutoSinting. Pemuda itu terbengong beberapa saat setelah tahu dirinya telahdikabarkan meninggal.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    37/63

    "Tak perlu sedih, Suto,"' ujar Citra Bisu dengan suara batin. "Akankubantu menjelaskan pada siapa saja bahwa Pendekar Mabuk masih hidup,"

    Suto Sinting menatap luka di wajah Citra Bisu. Rasa iba hinggapsesaat di hatinya. Kemudian ia menyuruh Tenda Biru membawa pulang CitraBisu, sementara ia akan pergi mencari kedai untuk mengisi bumbung tuak-nya yang telah kosong itu.

    "Tapi kudengar Kusir Hantu dan Pematang Hati ditangkap orang-orang Tanah Pasung!" ujar Tenda Biru.

    "Dari mana kau tahu?""Kami kedatangan orang gemuk sekali yang meng- aku bernama

    Belatung Gerhana. Dia sekarang ada di pondok kami dalam keadaan kakinyapatah karena terkena reruntuhan tebing. la ada di pondok bersama Mahligai

    Sukma. Sedangkan aku dan Panji Klobot ingin * membebaskan Kusir Hantudan Pematang Hati, yang menurut penjelasan Belatung Gerhana, merekadibawa ke Pantai Bejat!"

    "Itu akan kuurus secepatnya, Tenda Biru! Sekarang bawa pulang duluCitra Bisu ini!"

    Tenda Biru berbisik, "Siapa dia sebenarnya, Bocah Sinting?""Kau bisa tanyakan sendiri di pondok nanti!"Citra Bisu berbisik lewat suara batinnya, "Kuharap kau tidak pergi ke

    Pantai Bejat sebelum datang menjemputku, Suto! Aku akan marah jika kaupergi ke sana sendiri setelah dapatkan tuak untuk bumbungmu."

    "Mengapa kau ingin ikut ke sana?""Aku harus ikut membereskan sisa-sisa perampok harta yang kujaga

    selama ini! Itu memang tugasku. Jangan kau ambil alih!"Setelah pergi lebih dulu, barulah Pendekar Mabuk berani membatin

    sebuah pertanyaan untuk dirinya sendiri."Haruskah aku patuh kepada aturan Citra Bisu?!"Suto tak tahu jawaban yang pasti. Tapi ia punya pertimbangan

    sendiri, "Mana yang lebih penting, mem- hebaskan Kusir Hantu dan cucunyaatau mengobati luka Citra Bisu lebih dulu?!"

    Ternyata pertimbangan batin itu pun belum diketahui jawaban pastinya.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    38/63

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    39/63

    masih hidup, kurasa beliau akan merasa senang jika bersahabat dengsnmu,Kisanak."

    Hati pun seperti diiris sembilu. Mendengar namanya dianggap telahmati, bukan main risaunya Pendekar Mabuk. Bahkan ia tak beranimenyatakan sikap dirinya di depan pemilik kedai. ia khawatir justru akanmembuat pemilik kedai menertawakan pengakuannya, atau mengecamnyasebagai orang yang mengaku-aku Pendekar Mabuk.

    Untuk itu, Suto Sinting mencoba menahan diri dan memaklumikeadaan yang salah kaprah itu. Napasnya ditarik dalam-dalam sambilmerasakan derasnya darah bercampur tuak yang diminumnya dari cangkirkedai.

    "Kalau saja Pendekar Mabuk itu belum tewas," ujar pemilik kedai lagi

    sambil serahkan bumbung tuak yang sudah terisi tuak hingga penuh itu."...seandainya Pendekar Mabuk masih hidup dan singgah di desa ini, pastiorang-orang Tanah Pasung itu akan dibabat habis oleh- nya."

    "Orang-orang Tanah Pasung...?!" Suto Sinting memandang herankepada si pemilik kedai.

    "Rupanya Kisanak memang bukan orang sekitar sini, ya?""Memang bukan, Pak Tua. Ada apa dengan orang- orang Tanah

    Pasung? Siapa mereka sebenarnya?" Suto berlagak bodoh."Mereka para pemburu harta karun peninggalan negeri

    Hastamanyiana. Sudah dua malam mereka mengganggu kehidupan di desa ini,

    Kisanak.""Mengganggu dalam hal apa?""Ternak kami dicuri, kadang dirampok secara paksa. Baik itu ayam,

    kambing, sapi, atau kerbau. Bahkananjing pun disikatnya juga."

    "Untuk apa mereka merampok ternak?"

    "Untuk dibawa ke Pantai Bejat, dipakai pesta pora. Kabarnya merekatiap maiam berpesta pora di Pantai Bejat, sedangkan siang harinya merekamencari harta karun tersebut. Padahal mereka bukan orang Tanah Jawa!Dengar-dengar mereka berasal dari pulau seberang. Tapi mereka tidak mau

    pulang ke pulau seberang sebelum berhasil merampok harta karunpeninggalan negeri Hastamanyiana."

    Suto Sinting menggumam sambil manggut-mang- gut. Kemudian iaajukan tanya kepada pemilik kedai yang ikut menemaninya duduk di situ.

    "Apakah desa ini tidak jauh dari Pantai Bejat?""Kalau ditempuh jalan kaki biasa, tidak sampai setengah hari, Kisanak.

    Hasil panen kami juga sering kami jual di Pantai Bejat, sebab di sana banyak

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    40/63

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    41/63

    "Cukup, cukup...! Aku sudah dengar cerita itu, Pak Tua!""Naaah... sudah dengar toh? Jadi sekarang Kisanak percaya kalau

    Pendekar Mabuk sudah mati?!""Pak Tua, coba hitung berapa harga makanan dan minuman tuakku.Aku mau buru-buru pergi."

    "Lho, sudah sore begini mau pergi ke mana, Kisanak? Apakah tidaksebaiknya bermalam di sini saja?"

    "Aku harus segera sampai ke Pantai Bejat!""Lho, mau apa ke sana? Cari mati juga?! Lebih baik bermalam saja di

    sini. Kami menyediakan kamar sewaan kok.""Aku mau bertemu dengan Ratu Sinden itu, Pak tua. Dua orang

    kenalanku ditawan oleh mereka. Aku harus segera membebaskan mereka

    dan menghentikan segala tindakan si Ratu Sinden yang merugikan pen-duduk Tanah Jawa ini!"

    Aaah, Kisanak ini selera bercandanya tinggi sekali rupanya. Kokseperti Pendekar Mabuk saja keberanian Kisanak."

    "Aku titisan Pendekar Mabuk!""Oooo... titisan?! Ya, ampuuun... pantas Kisanak punya keberanian dan

    penampilan seperti almarhum Pendekar Mabuk...?!"Suto Sinting menggerutu dalam hati, "Giliran mengaku titisan

    Pendekar Mabuk dia percaya sekali! Uuh, dasar bodoh!"Pendekar Mabuk memilih cepat pergi dari kedai ketimbang harus

    mengalami tekanan batin terus-terusan. Yang penting, bumbung tuak sudahterisi penuh. Ketenangan terkuasai sepenuhnya. Walaupun hati seringberdesir pedih jika ingat namanya sudah dianggap mati, tapi denganmenenggak tuak dari bumbung saktinya, kepedihan itu pun sirna dalamsekejap.

    Seandainya pemilik kedai itu mau percaya bahwa Pendekar Mabukmemang masih hidup, mungkin Suto memilih untuk bermalam di desa itu.Hari memang sudah sore, sebentar lagi akan menjadi senja, lalu petang akandatang. Memang seharusnya beristirahat di suatu tempat sambilmempertimbangkan, pulang ke Lembah Seram untuk obati luka Citra Bisuatau melabrak ke Pantai Bejat, bebaskan Kusir Hantu dan Pematang Hati.Agaknya sikap pemilik kedai membuat Suto tak punya pilihan untuklanjutkan perjalanan. Sampai di tengah jalan ia berhenti danmempertimbangkan langkah berikutnya. Rambutnya yang diikat ke belakangitu ingin dilepas dari pengikatnya, tapi gerakan itu terhenti.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    42/63

    "Ooh, mungkin karena rambutku diikat ke belakang begini makapemilik kedai itu tidak mengenali bahwa diriku adalah Pendekar Mabuk?!"

    pikirnya, lalu tak jadi melepas ikatan rambut."Berarti wajahku sedikit berubah kalau rambut diikat ke belakang.Mungkin keadaan rambutku yang selalu terurai tanpa ikat kepala ini menjadiciri-ciri yang sangat dikenali oleh mereka sebagai Pendekar Mabuk.Hmmm... jadi kalau baju coklatku ini kuganti, celana putihku juga kuganti,mungkin aku semakin tidak dikenali sebagai Pendekar Mabuk?! Tapibagaimana dengan bumbung tuakku?! Pasti akan dikenali sebagai bumbungtuaknya Pendekar Mabuk! Lalu, bagaimana jika bumbung tuak kubalutdengan kain, sehingga tidak semata-rnata tampak seperti bumbung tuak?Ooh... penampilanku pasti akan berbeda lagi."

    Pendekar Mabuk menetapkan langkahnya untuk menuju ke PantaiBejat dan membebaskan Kusir Hantu dan Pematang Hati. Pekerjaan itudirasakan lebih pen- ting daripada menyembuhkan luka Citra Bisu. Toh lukagadis itu tidak akan merenggut nyawa kalau sampai dua tiga hari baruterobati.

    Suto memperhitungkan untuk membebaskan Kusir Hantu danPematang Hati bukan pekerjaan yang mu- iliih. Pasti mereka berdua dijagasangat ketat. Tapi jika In bisa tundukkan si Ratu Sinden, pasti anak buahRatu Sinden akan ketakutan dan membebaskan Kusir Hantu serta PematangHati.

    "Jika mereka menawan Kusir Hantu dan Pematang Hati, aku harusbisa menawan Ratu Sinden!" tegas Suto dalam hati. "Jika Ratu Sindenberhasil menjadi tawananku, maka ia bisa kupaksa agar memberi perintahkepada anak buahnya untuk bebaskan Kusir Haritu dan Pematang Hati.Untuk dapat menawan Ratu Sinden, sebaiknya aku tampil beda. Janganseperti Pendekar Mabuk, nanti belum-belum mereka sudah persiapkan ben-teng pertahanan dan itu akan buang-buang waktu dan tenaga."

    Baru saja Suto Sinting ingin mencari sarana untuk mengubahpenampilannya, tiba-tiba ia melihat sekelebat bayangan melintas di seia-sela pohon seberang arahnya. Bayangan hitam itu berlaritak seberapacepat, masih bisa diikuti dengan pandangan mata. Suto ter- peranjat sebabia merasa kenal dengan orang yang beriari terbirit-birit bagai dikejar setanitu.

    "Kalau tak salah dia si Sawung Kuntet?!" gumam Suto Sinting dalamhati.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    43/63

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    44/63

    "Jus... tru... justru aku diutus Eyang Cakraduya untuk mencari anumu,eeh... mencari mayatrnu yang...."

    "Ssst...! Soal itu dibahas nanti saja!" bisik Suto sambil membungkammulut Sawung Kuntet lagi. "Sekarang aku ingin tahu, siapa orang yangmengejarmu itu?!"

    "Dia... dia Lebak Suram. Musuh lamaku. Aku sudah hampir lupadengannya, tapi dia masih ingat bahwa aku pernah membuntungi kakiadiknya. Sekarang dia man balas buntungi anuku.... Aku tak sudi. Kalau akut.i punya anu, lantas bagaimana kalau aku mau anu?!"

    "Yaah, pakai anu palsu, kan bisa!""Husy...! Sembarangan saja usulmu!""Maksudku, dia mau buntungi kakimu, yaah... untuk sementara kamu

    pakai kaki palsu dulu.""Dia bukan mau buntungi kakiku, tapi benar-benar anuku ini yang mau

    dibuntungi!"Suto menahan tawa geli dengan menutup mulut sendiri begitu melihat

    tangan Sawung Kuntet meme- gangi bagian celananya. Rupanya yangdimaksud Sawung Kuntet memang benar-benar 'anu'-nya yang ingindibuntungi orang Lebak Suram itu.

    "Kalau anuku buntung, mana bisa pakai anu palsu!" gerutu SawungKuntet.

    Mereka tak sadar, bahwa orang Lebak Suram itu sudah tiba di bawah

    pohon tempat mereka bersembunyi. Suara kasak-kusuk Sawung Kuntetmemancing perhatian orang tersebut, sehingga orang tersebut mengetahuiburonannya ada di atas pohon.

    "Tikus sawah...! Turun kau!" sentak orang itu membuat Suto danSawung Kuntet diam serentak.

    "Kalau tak mau turun, kuhancurkan pohon ini bernama badan busukmuitu!" ancam orang tersebut.

    "Kau di sini saja!" ujar Suto, lalu ia melompat turun dari atas pohon.Wuuut...! Jleeg...! Kini ia berhadapan dengan orang berperawakan kekarseperti potongan lubuhnya.

    "Siapa kau?! Aku tak punya urusan denganmu!" nmitak orang itu.Aku sahabatnya Sawung Kuntet!""Oo, jadi kau mau bela si tikus sawah itu?!""Tunggu, sabar dufu. Akan kujelaskan bahwa....""Keparat kau! Hiaaah...!"

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    45/63

    Wees...! Orang itu menerjang Suto Sinting dengan kapak bergagangpanjang dihantamkan ke arah kepala. Suto Sinting sangat sigap. Bumbung

    tuak yang sudah ada di tangan kanannya itu segera diangkat ke atas danmenahan hantaman kapak tersebut. Traang...! Wuuut...! Tangan orang ituterpentak kelar ke belakang, seperti menghantam sebongkah karet membal.la sempat sempoyongan mau tumbang ke belakang.

    ".Jangan menyerangku dulu, Sobat! Aku mau bicara secara damai!"ujar Suto Sinting. Tapi emosi orang itu tampaknya sukar dibendung lagi,sehingga ia tak menghiraukan ucapan Suto sedikit pun.

    Kubabat habis kau bersama tikus botak itu, heeaaah...!"Tees, tees...! Suto Sinting kirimkan jurus Jari Guntur -nya. Dua

    sentilan bertenaga dalam itu dilepaskan ke arah dada orang itu. Gerakan

    melayang orang itu tersentak dan menjadi oleng ke belakang karena dadanya terkena sentilan jurus Jari Guntur'. la merasa seperti ditendang kuda

     jantan dua kali di bagian dada.Brruuk...! Orang itu pun tumbang. Napasnya ter sengal-sengal lima

    kali, kemudian terkulai lemas. Ia pingsan tanpa malu-malu lagi. Dadanyatampak membiru akibat sentilan Jari Guntur' tadi.

    "Bandel! Kubilang bicara saja secara damai, malah ngotot! Yah,beginilah akibatnya. Rasakan sendiri!" gerutu Suto Sinting sambilmemperhatikan orang tersebut. Sementara itu, Sawung Kuntet melompatturun dari atas pohon. Wuuut...! Gedebuk...!

    "Adaaoow...!" Sawung Kuntet dalam posisi pung- gung duluan. SutoSinting hanya memandang dengan senyum geli.

    Tapi ketika ia kembali memperhatikan orang ber- pakaian kuningkunyit itu, tiba-tiba terlintas gagasan untuk mengambil pakaian orangtersebut.

    "Ukuran badannya sama denganku. Tingginya juga sama. Hmmm...kurasa sebaiknya aku menukar pakaianku dengan pakaian orang ini saja?!"pikir Suto saat itu.

    Melihat Suto Sinting melepasi pakaian orang tersebut, SawungKuntet terbelalak kaget. la buru-buru dekati Suto dengan sedikitterpincang-pincang karena jatuh tadi.

    "Gila kau, Suto. Sudah tak waras lagi apa? Kau mau anu-anukan orangitu?!"

    "Gundulmu! Aku bukan banci, Tolol!""Lalu... lalu kau mau apakan dia?! Mengapa kau copot anunya?""Anunya tidak kucopot! Hanya pakaiannya yang kulepasi!"

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    46/63

    "lya, maksudku untuk apa kau copoti pakaiannya?!""Aku ingin bertukar pakaian dengannya."

    "Maksudmu... kau bosan dengan warna pakaianmu itu?!"Pendekar Mabuk akhirnya menjelaskan rencananya secara rinci. la juga menjelaskan nasibnya yang masih mujur dan tidak mati seperti yangdikabarkan dari mulut ke mulut itu.

    "Jadi... kau ingin anukan si Kusir Hantu dan cucunya?! Kau inginmenyamar dengan anu berbeda agar bisa dekati Ratu Sinden?"

    Bukan dengan anu berbeda. Anuku tidak akan berbeda, yang berbedapenampilanku."

    "lya. Maksudku juga begitu!""Kuharap kau bisa membantuku, Sawung Kuntet."

    "Baik. Akan kubantu, asal setelah itu kau harus temui Candu Asmara,cucu Eyang Cakraduya itu."

    "Ada apa dengan Candu Asmara?""Dia sakit begitu mendengar kabar kematianmu. Anunya panas.""Husy...! Apa kau pegang anunya, kok tahu kalau panas?""Maksudku, badannya panas!" sentak Sawung Kuntet jengkel sendiri

     jika yang diajak bicara tak me- ngerti maksudnya.Tapi ia segera tertawa begitu melihat Suto Sinting mengenakan baju

    lengan panjang dan celana longgar warna kuning kunyit. Menurutnya,penampilan Suto lucu dan kaku. Tidak seperti biasanya.

    "Lalu bagaimana dengan orang ini, ya?" gumam Suto Sinting sambilmemperhatikan si pemilik pakaian kunyit. Beruntung orang itu mengenakancelana kolor sebagai rangkapan pakaiannya, sehingga ketika baju dan celanakuning kunyitnya diambil, ia tidak teianjang bulat-bulat. Tapi menurutSawung Kuntet, keadaan orang itu tidak perlu dipikirkan lagi.

    "Orang-orang Lebak Suram itu pencuri semua! Mereka biasa mencuribarang-barang penduduk mana saja. Biar sekarang dia merasakan bagaimanasedihnya jika anunya dicuri orang. Maksudku, pakaiannya...!"

    "Tapi kasihan dia. Pasti akan kebingungan kalau nanti dia pingsan danmendapatkan pakaiannya tak ada. Biarlah kutinggalkan saja baju dancelanaku ini sebagai gantinya!"

    Pendekar Mabuk pun bergegas pergi. Sawung Kuntet mengikutinya.Tapi tanpa setahu Suto, baju coklat dan celana putih kusam itu diambil lagioleh Sawung Kuntet. Digulung sekecil mungkin dan diikat dengan tali dariakar lentur.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    47/63

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    48/63

    "Gambar tato harus berkesan angker. Misalnya kepala macan, ataukapala... kepala... anu... maksudku, kepala..."

    "Kepala nenekmu saja, bagaimana?!" sela Suto dengan konyol. SawungKuntet bersungut-sungut menggerutu. Akhirnya, soal gambar tatodiserahkan kepada Sawung Kuntet. Suto ikut saja dengan gagasan lelaki

     yang berpakaian serba hitam itu.Agaknya Suto Sinting tidak kecewa setelah Sawung Kuntet selesai

    kerjakan gambar tato dari getah pohon Singkalang. Tato itu bergambarseekor kuda jantan mengangkat kedua kaki depannya. Tidak terlalu besar,tapi cukup jelas jika belahan baju Suto tidak dirapatkan.

    Alis Suto pun dipertebal dengan getah pohon Singkalang yangberwarna biru, lama-lama menjadi berwarna kehitaman. Alis itu selain tebal

     juga sedikit naik, sehingga wajah Suto Sinting tampak lebih beda daribiasanya.

    "Kumis bagaimana?""Jangan, nanti kelihatan palsu," tolak Suto."Diberi bintik-bintik saja, jadi seperti kumis dan cambang habis di-

    anu... maksudku, habis dikerok.""Boleh, boleh...!" ujar Suto dengan semangat. la tertawa geli lagi.la sempat bercermin lewat genangan air di sawah-sawah. Semakin geli

    melihat perubahan wajahnya. Tampan tapi berkesan agak liar sedikit. Takmudah orang mengenalinya sebagai Pendekar Mabuk. Apalagi ia mengenakan

    akar bahar sebesar kelingking yang melingkar di lengan kirinya. la tampaklebih perkasa lagi, walau berkesan ganas.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    49/63

    5

    Sawung Kuntet membayang-bayangi dari kejauhan. Mereka tiba diPantai Bejat pada hari berikutnya, sebab malam itu Suto Sinting bertemudengan Ki Partolo, paman dari Mayangsita. Mereka sempat berbincang-bincang di rumah sahabatnya Ki Partolo tentang kekuatan si Ratu Sinden.

    Waktu itu, Mayangsita berada di kediaman gurunya. Jadi gadispenggugup dan latah itu tidak sempat bertemu Suto Sinting. Esoknya Sutoberangkat berdua dengan Sawung Kuntet. Tetapi jarak mereka berjauhan.Sawung Kuntet ditemani oleh Ki Partolo, di mana keduanya akan berlagaktidak kenal dengan pemuda berpakaian kuning kunyit, alias Suto Sinting.

    Pantai Bejat memang tempat berlabuhnya kapal- kapal dagang dariberbagai daerah. Mereka datang ke Pantai Bejat karena hutan wilayahPantai Bejat banyak ditumbuhi rempah-rempah. Desa-desa di sekitar PantaiBejat adalah desa subur-makmur, banyak petani palawija yang menjual hasilpertaniannya kepada para pedagang dari seberang.

    Tetapi Pantai Bejat juga mempunyai sisi lain. Tempat yang sepi danberhutan liar itu terletak agak jauh dari bandar pelabuhan yangsebenarnya. Tempat itu berada di ujung teluk yang membelok ke arahbarat. Di sanalah orang-orang Tanah Pasung melabuhkan kapal mereka. Satukapal besar dan empat perahu berlayar tunggal ditambatkan di pantai

    berdinding karang tak terlaiu tinggi. Mereka bisa melompat dari tepiankarang ke tepian kapal atau perahu.

    Gubuk-gubuk darurat didirikan oleh mereka di tepian hutan pantai.Mereka menggunakan rumbia sebagai dinding dan atap gubuk. Agaknya taksatu pun orang bandar pelabuhan yang berani mendekati ke pe- mukimanorang-orang Tanah Pasung itu. Bahkan jika orang Tanah Pasung datang kebandar pelabuhan yang ramai itu, orang-orang yang tinggal di sekitar situdiliputi rasa was-was dan cemas.

    "Mereka seperti iblis! Sering bikin keonaran, dan tak segan-seganmembunuh orang tak bersalah!" ujar seorang pemilik kedai yang berbadan

    gemuk itu.Sebelum mendekati daerah gubuk-gubuk liar orang Tanah Pasung,

    Suto sengaja sempatkan singgah di sebuah kedai yang tergolong bersih dantempatnya cukup lebar. Selain makan dan minum, Suto juga bermaksudmencari kabar tentang keadaan di pantai ujung sana.

  • 8/16/2019 Pendekar Mabuk - 123. Pengawal Pilihan.pdf

    50/63

    "Jika siang begini, iblis-iblis itu pergi mencari harta karun. Menjelangsore mereka pulang."

    "Berhasilkah mereka mendapatkan harta karun itu?""Setahuku tak pernah berhasil. Tapi mereka agaknya juga tak mudahmenyerah."

    "Kudengar mereka menangkap dua orang yang dapat dijadikanpemandu jalan menuju goa penyim- panan harta karun itu?" pancing Suto.

    "Ya, kudengar memang begitu, Nak. Tapi entah bagaimana hasiinya.Mungkin mereka tangkap orang yang salah. Toh nyatanya sampai sekarangtak ada kabar bahwa mereka telah dapatkan harta karun itu,"' ujar sipemilik kedai yang berusia sekitar empat puluh lima tahun.

    "Beberapa hari yang lalu...," sambung si pemilik kedai. "... ada seorang

    pemuda yang mau coba-coba membebaskan kedua tawanan itu. Dari siniterdengar ledakan beberapa kali dan pekik pertarungan. Tapi... entahbagaimana nasib pemuda itu. Mungkin mati, mungkin juga meiarikan diri,karena si Ratu Sinden itu ilmunya memang hebat!"

    Pendekar Mabuk termenung sesaat. Lalu ia ingat dengan sahabatnya yang tunanetra.

    "Mangku Randa...?! Ya, kurasa yang dimaksud pemilik kedai ini adalahsi Mangku Randa. Sebab waktu berpisah denganku, dia bertekad mengejarorang- orang Tanah Pasung. Selain ingin bebaskan Kusir Hantu danPematang Hati, ia juga ingin balas dendam atas kematian ibunya yang

    dibunuh Ratu Sinden. Tapi... bagaimana nasib anak itu sekarang?"Suto Sinting agak mencemaskan keselamatanMangku Randa. Pemuda

    anak mendiang Nyai Sindang Rumi itu sangat berapi-api mencari pembunuhibunya. Setelah diketahui si pembunuh adalah Ratu Sinden, ia bertekadmembalas kematian ibunya dengan berusaha membunuh Ratu Sinden, (Bacaserial Pendekar Mabuk dalam episode: "Misteri Lembah Seram"). Tapi hatikecil Suto sangsi dengan kemampuan Mangku Randa untuk kalahkan si RatuSinden. Lebih-lebih sampai saat Suto lolos dari lorong maut, ia belumbertemu dengan pemuda itu, atau mendengar kabar yang pasti tentangMangku Randa.

    "Kalau kau mau menyewa kamar di atas, masih ada tiga kamar yangkosong, Nak," bisik si pemilik kedai.

    "Kupertimbangkan dulu, Paman. Jika memang aku butuh bermalam disini, aku akan bilang padamu!"

    "Untuk sementara Jangan bicara dulu tentang orang-orang TanahPasung."

  • 8/16/2019 Pendekar