Top Banner
Pendarahan Post Partum Irwan Santoso 102008103 Kelompok C4 Mahasiswa Semester VI Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510 www.ukrida.ac.id 1
34

Pendarahan Post Partum Irwan 103

Aug 14, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pendarahan Post Partum Irwan 103

Pendarahan Post Partum

Irwan Santoso 102008103

Kelompok C4

Mahasiswa Semester VI

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

www.ukrida.ac.id

1

Page 2: Pendarahan Post Partum Irwan 103

Pendahuluan

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500 – 600 ml selama 24 jam setelah anak

lahir. Perdarahan postpartum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500 – 600 cc dalam 24

jam setelah anak dan plasenta lahir. Haemoragic Post Partum ( HPP ) adalah hilangnya darah leih

dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi. Normalnya, perdarahan dari tempat

plasenta terutama dikontrol oleh kontraksi dan retraksi anyaman serat-serat otot serta agregasi

trombosit dan trombus fibrin di dalam pembuluh darah desidua. Perdarahan postpartum dibagi

atas dua bagian yaitu perdarahan postpartum dini dan lanjut. Perdarahan postpartum dini adalah

perdarahan yang berlebihan selama 24 jam pertama setelah kala tiga persalinan selesai,

sedangkan perdarahan postpartum lanjut adalah perdarahan yang berlebihan selama masa nifas,

termasuk periode 24 jam pertama setelah kala tiga persalinan selesai. Dalam makalah ini akan

dibahas secara lebih luas mengenai perdarahan postpartum. Mengenai penyebabnya, gejala

klinis, faktor resiko, penatalaksanaan dari perdarahan postpartum. 1

Anamnesis

1. Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun 

2. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat

dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang. 

3. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi /

eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida, primimuda, anemia,

perdarahan saat hamil.

4. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi 

Data Objektik

Pemeriksaan Umum: Takikardi dan hipotensi menunjukan hipovolemia karena kehilangan darah

yang banyak.

Pemeriksaan abdomen: Temuan-temuan tergantung pada faktor kausatif. Dicurigai atonia uteri

bila uterus membesar, lunak dan terbenam. Fundus uteri yang terkontraksi kuat memberi kesan

adanya laserasi traktus genitalis.

Pemeriksaan Pelvis: Penting untuk evaluasi uterus, integritas uterus, jaringan plasenta yang

tertahan, laserasi traktus genitalis.1

2

Page 3: Pendarahan Post Partum Irwan 103

Tanda-tanda Vital

Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg) 

Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit) 

Pernafasan : Normal/ meningkat ( 28-34x/menit ) 

Suhu : Normal/ meningkat 

Kesadaran : Normal / turun  

Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi 

Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refil memanjang  

Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea ( jumlah dan jenis )  

Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang  1

Waktu pengisian kapiler dievaluasi dengan memberi tekanan  pada ujung jari, setelah

tampak kemerahan, segera lepaskan tekanan dan lihat apakah pada ujung jari segera

kembali ke kulit normal. Pada beberapa kondisi menurun atau menghilangnya denyut

nadi, pucat, kulit dingin, kulit jari yang tipis dan rambut yang tidak tumbuh, merupakan indikasi

iskemia, dengan capilary refill lebih dari 40 detik.

Normal : 10-15 detik

Iskemia sedang : 15-25

Iskemia berat : 25-40

Iskemia sangat berat : >40

Masa bayi atau usia satu tahun pertama dibagi menjadi periode neonatus (usia 28 hari

yang pertama) dan periode pascaneonatus (usia 29 hari hingga 1 tahun). Sering kali pemeriksaan

pediatrik pertama yang dikerjakan selain di ruang melahirkan juga dilakukan di rumah sakit

dalam waktu 24 jam sesudah bayi dilahirkan.

Jika mungkin, lakukan pemeriksaan fisik bayi dihadapan orang tuanya agar mereka dapat

berinteraksi dengan anda dan mengajukan pertanyaan. Sering kali orang tua mempunyai

3

Page 4: Pendarahan Post Partum Irwan 103

pertanyaan spesifik tentang penampakan bayi mereka sehingga penjelasan anda bahwa hasil

pemeiksaan anda atau bayinya itu normal, dapat cukup mengurangi rasa khawatir mereka. Saat

pemeriksaan juga merupakan waktu yang sangat baik untuk mengamati ikatan orang tua dengan

bayi yang baru dilahirkan dan juga untuk memeriksa apakah saat menyusui bayi mengisap

dengan benar. Untuk menemukan permasalahannya secara dini, coba amati sendiri pemberian

ASI oleh ibu. Menyusui merupakan tindakan yang optimal secara fisiologi maupun psikologi,

namun banayk ibu memerlukan bantuan dan dukungan orang lain. Deteksi dini kesulitan dan

pemberian panduan untuk mengantisipasi permasalahan dapat meningkatkan dan meneruskan

pemberian ASI. 2

Neonatus berada dalam keadaan paling responsif selama 1-2 jam sesudah menyusu,

ketika bayi tersebut masih belum terlalu kenyang (yang akan menjadikan dirinya kurang

responsif) atau tidak terlalu lapar (yang sering membuatnya rewel). Pemeriksaan yang dimulai

pada saat bayi sudah terbedung dan merasa nyaman merupakan hal yang amat membantu.

Kemudian, tanggalkan pakaian bayi ketika pemeriksaan dilakukan dan dengan demikian,

rangsangan serta gerakan yang dapat membangunkan bayi dari tidurnya terjadi secara bertahap.

Jika bayi menjadi rewel, gunakan dot atau botol susu (jika tidak disusui sendiri) atau biarkan

bayi itu mengisap jari tangan anda (yang mengenakan sarung tangan) atau jarinya sendiri. Anda

dapat pula membedung bayi kembali untuk membuatnya diam dalam waktu lama sehingga anda

dapat menyelesaikan pemeriksaan yang memerlukan pemeriksaan yang memerlukan ketenangan

bayi. 2

Pemeriksaan Neonatus

Sejumlah teknik akan membantu anda dalam menilai tingakat perkembangan neonatus.

Teknik-teknik ini sering merupakan bagian dalam pemeriksaan fisik pediatrik yang terbatas

untuk skrining dan dilakukan segera sesudah bayi dilahirkan. 2

Pemeriksaan Segera Saat Lahir: Adaptasi Terhadap Kehidupan Ekstrauteri. Pemeriksaan

neonatus yang dilakukan segera sesudah kelahirannya merupakan tindakan yang penting untuk

menentukan keadaan umum, status tumbuh kembang, kelainan pada perkembangan

gestasionalnya, dan keadaan anomali kongenital. Pemeriksaan ini dapat mengungkapkan

penyakit yang berasal dari jantung, sistem respiratorius, atau neurologi. Lakukan auskultasi

dengan stetoskop pada toraks anterior, kemudian lakukan palpasi abdomen dan inspeksi kepala,

wajah, rongga mulut, ekstremitas, genitalis, serta perineum.

4

Page 5: Pendarahan Post Partum Irwan 103

Skor APGAR. Skor Apgar merupakan pemeriksaan awal yang penting untuk bayi segera setelah kelahirannya. Pemeriksaan ini terdiri atas lima komponen

untuk menggolongkan pemulihan status neurologi neonatus dari proses kelahirannya dan kemampuan adaptasinya yang segera terhadap kehidupan ekstra uteri.

Lakukan pemeriksaan pada setiap neonatus menurut tabel berikut ini yang harus dikerjakan pada menit pertama dan ke-5 sesudah bayi dilahirkan. Skoring didasarkan

pada skala yang terdiri atas tiga nilai (0,1, atau 2) untuk setiap komponen. Skor total dapat berkisar dari 0 hingga 10. Skoring dapat dilanjukan dengan interval 5 menit

sekali sampai angka skornya lebih dari 7. Jika skor Apgar 5 menit adalah 8 atau lebih, lanjutkan penilaian tersebut dengan pemeriksaan yang lebih lengkap. 2

Sistem Skoring

Apgar

Skor yang

ditetapkan

Tanda Klinis 0 1 2

Frekuensi jantung Tidak terdengar <100 >100

Upaya bernapas Tidak ada Lambat dan ireguler Baik, kuat

Tonus otot Flasid Fleksi pada lengan

dan tungkai

Gerakan aktif

Refleks Tidak ada respons Menyeringai Menangis kuat,

bersin, atau batuk

warna Biru, pucat Badan merah muda,

ekstremitas biru

Seluruh tubuh

berwarna merah

muda

Skor Apgar

1 menit 5 menit

0-4 Depresi berat, memerlukan

resusitasi segera

0-7 Beresiko tinggi untuk

terjadinya disfungsi

selanjutnya pada sistem saraf

pusat dan organ lain

5-7 Depresi sistem saraf

8-10 Normal Normal

5

Page 6: Pendarahan Post Partum Irwan 103

Pemeriksaan Penunjang

1. Hitung darah lengkap

Untuk menetukan tinghkat hemoglobin ( Hb ) dan hematokrit ( Hct ), melihat adanya

trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi

2. Menentukan adanya gangguan kongulasi

Dengan hitung protombrin time ( PT ) dan activated Partial Tromboplastin Time

( aPTT ) atau yang sederhanadengan Clotting Time ( CT ) atau Bleeding Time ( BT ).

Ini penting untuk menyingkirkan garis spons desidua.

USG Postpartum

Masa nifas adalah enam minggu pasca persalinan. Pada periode ini terjadi perubahan drastic dari

organ genitalia menuju kondisi sebelum hamil.

Uterus. Ukuran uterus nulipara sama seperti uterus postpubertas. Sedangkan uteris multipara

sedikit lebih besar dari nulipara, rata-rata 12 mm lebih besar. Bila posisi uterus antefleksi, maka

penilaian keadaan uterus lebih mudah disbanding posisi retrofleksi. Untuk kepentingan klinis

praktis, ukuran uterus 80x40x50 mm (longitudinal antero posterior transversa) masih dapat

dianggp normal. 3

Pada masa nifas, involusi uteris paling cepat terjadi dalam minggu pertama, dimana

pengecilannya dapat mencapai 50% dari ukuran uterus aterm, kira-kira setinggi pertengahan

jarak antara umbilicus dan simfisis pubis. Pengecilan uterus lebih cepat pada persalinan preterm,

sedangkan factor paritas, ASI atau susu botol dan cara persalinan tidak terbukti berpengaruh

pada proses involusi uteris.3

Miometrium. Tekstur normal miometrium pada setiap kelompok umur hamper sama,

ekhogenitasnya rendah sampai sedang dan relative homogeny. Kadang-kadang dapat dilihat

pembuluh darah kecil di daerah serosa uterus. Dengan Doppler berwarna akan lebih tampak

perbedaan antar pembuluh darah normal dan struktur patologi, misalnya gambaran dehisen

jaringan atau rupture uteri. 3

Pada massa nifas dapat terlihat adanya pelebaran vena-vena intramiometirum yanjg

tampak sebagai daerah memanjang berkelok dan anekhoik. Gambaran vascular terse but akan

6

Page 7: Pendarahan Post Partum Irwan 103

menghilang bersamaan dengan involusi uterus. Miometrium tampak heterogen, terutama

berkaitan dengan perubahan struktur anatomis pembuluh darah, perubahan aliran darah, dan

derajat resolusi edema jaringan dan kandungan cairan intrasel.

Endometrium. Lapisan endometrium terdiri dari lapisan yang menetap (stratum basalis) dan

lapisan fungsional yang berubah secara siklik. Lapisan fungsional terdiri dari lapisan tipis

(stratum kompaktum) dan lapisan tebal (stratum spongiosum). Daerah perbatasan antara

miometrium dan endometrium memberikan gambaran halo hipoekhoik, yang dibentuk oleh

stratum basalis dan stratum kompaktum.

Ketebalan stratum basalis tidak berubah selama siklus hadi berlangsung. Ketebalan

endometrium dikur pada potongan longitudinal uterus, diambil di daerah korpus uteri yang

memberikan gambaran terbesar, diukur dari tepi stratum basali ke stratum basalis kontralateral

(kedua lapisan endometrium diukur sekaligus).

Pada masa nifas, endometrium tampak tipis(kurang dari 5 mm), sesuai dengan gambaran

stratum basalis. Pada perbatasan endometrium dengan miometrium tampak daerah yang lebih

hipoekhoik (tanda halo). Bila terjadi infeksi misalnya endometrtitis, daerah halo tersebut tidak

tampak atau menjadi irregular. Tindakan kuretase yang dalam dapat merusak stratum basalis

endometrium sehingga terjadi sindroma Asherman. Pada sindrom ini gambaran endometrium

sulit dikenali.

Kavum Uteri. Pada awal masa nifas, diameter kavum uteri pada potongan longitudinal adalah

kurang dari 2 cm, dan dikatakan patologis bila lebih dari 2,5 cm karena berkatian dengan adanya

hipotonia uteri atau sisa konsepsi.

Kadang-kadang di dalam kavum uteri ditemukan masa ekhogenik yang merupakan

bekuan darah atau sisa selaput ketuban yang tidak ikt keluar pada saat persalinan. Pemeriksaan

USG transvaginal lebih baik dalam menentukan adanya sisa plasenta atau selaput ketuban.

Ligamentum Latum. Merupakan peritoneum parietal yang berjalan kea rah medial dari dinding

pelvis di antara ligamentum infundibulopelvikum menuju lateral uterus, kiri, dan kanan serta

meluas ke bawah menuju dasar panggil. Di dalam ligamentum berjalan pembuluh darah yang

memperdarahi uterus dan tuba fallopii.

Dalam keadaan normal, ligamentum latum sulit dikenali karena tipis dan homogeny.

Daerah ini merupakan daerah yang berpotensi sebagai tempat berkumpulnya bekuan darah,

abses, atau flegmon pada masa nifas. Pada hematoma di daerah ligamentum latum akan tampak

7

Page 8: Pendarahan Post Partum Irwan 103

massa dengan batas tidak tegas, berisi ekhointernal kasar dan terasa nyeri pada penekanan. Di

samping massa tersebut tampak gambaran uterus. Bila diduga ada hematom, pemeriksaan USG

harus dilakukan secara berkala untuk mengukur perubahan volume massa dan hasilnya

dibandingkan dengan keadaan klinis pasien.

Serviks uteri. Perbandingan panjang korpus dengan serviks uteri berubah sesuai dengan

semakin bertambahnya umur wanira. Pada masa kanak-kanak ratio korpus:serviks adalah 1:2,

dan pada usia dewasa menjadi 2:1. Pada hipoplasia uteri, proporsi uterus tampak normal. Bentuk

serviks seperti silinder, terdiri dari jaringan ikat fibrosa dan elastic serta serabut otot polis.

Panjang serviks diukur dari Ostium Uteri Internum (OUI) sampai Ostium Uteri

Eksternum(OUE), sekitar 40 mm. kanalis servikalis dilapisi oleh epitel yang bereaksi terhadap

hormone ovarium.

Esterogen memicu produksi mucus serviks yang berperan pointing dalam migrasi

spermatozoa. Pada saat menstruasi, kanalis servikalis tampak sebagai gambaran garis ekogenik

bercampur hipoekhoik. Jaringan ikta serviks member gambaran echo menengah. Dinding

anteriot posterior kanalis servikaslis tampak sebagai garis ekhogenik. Estrogen yang meningkat

menjelang ovulasi menyebabkan hilangnya atau berkurangnya gambaran ekogenitas kanalis

servikalis. Diameter terbesar kanalis servikalis terjadi pada saat ovulasi yaitu 4-5 mm.

Pada minggu pertama masa nifas, kanalis servikalis masih tampak terbuka, dan akan

mengecil kembali secara bertahap.

Ovarium. Volume ovarium wanita dewasa sekitar 7-7,5 ml (normalnya < 10 ml) dan ukurannya

ini dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran folikel yang ada di dalamnya. Saat ini pemeriksaan USG

transvaginal lebih disukai untuk evaluasi ovarium secara sonografis karena memberikan

gambaran dengan resolusi yang lebih baik dari USG transabdominal.

Gambaran ovarium pada fase menstriuasi memiliki ekogenitas sedang, berbatas tegas,

dan terletak pada tepi lateral ligamentum latum. Ovarium dapat terletak di kavum douglassi

hingga rongga abdomen bagian bawah, hal ini disebabkan ovarium memiliki ligamentum yang

meungkinkan berisfat mobile. Seringkali ovarium terdorong ke atas oleh vesika urinaria yang

terisi penuh, sehingga terletak anterior dan lateral vassa iliaka.

Letak ovarium juga dapat berubah bila terdapat patologi di sekitar ovarium tersebut,

misalnya mioma uteri subserosum di daerah kornu uterus akan mendesak ovarium ke lateral,

anterior, atau posterior. Pada nulipara, sumbu panjang ovarium terletak kraniokaudal, menempati

8

Page 9: Pendarahan Post Partum Irwan 103

fossa ovarika di darah dinding lateral pelvic di antara arteri iliaka eksterna (anterior) dan arteri

iliaka interna (posterior). 3

Pada awal masa nifas ovarium terletak di luar rongga pelvic dan hanya dapat

ditampakkan pada sekitar 50% wanita. Bersamaan dengan mengecilnya uterus, maka letak

ovarium juga akan kembali intrapelvik. Bila pada masa kehamilan ditemukan adanya patologi

ovarium, maka sebaiknya dilakukan usg transvaginal untuk melihat apakah patologi tersebut

masih ada atau tidak dan menimbulkan penyulit atau tidak, misalnya kistra terpuntur atau pecah. 3

Postpartum Hemorrhage pada USG

Terdapat dua bentuk PPH yaitu PPH dini (primer) yang terjadi dalam 24 jam, dan PPH lambar

(sekunder) yang terjadi setelah 24 jam. Kejadian PPH sekunder lebih jarang terjadi, diperkirakan

sekitar 1 % dan berkatian dengan sisa plasenta atau subinvolusi tempat implantasi plasenta.

Tindakan dilatasi dan kuretase pada masa nifas meningkatkan kemungkinan pembentukan

jaringan parut (sinekhia), sindroma asherman, dan infertilitas.

Sisa plasenta memberikan gambaran massa kompleks di kavum uteri, berbentuk irregular,

batas bias tidak tegas bila terdapat plasenta akreta, inkreta, atau perkreta, dan dinding kavum

uteri irregular. Kavum uteri terbuka lebih dari 2,5 cm dan berisi cairan (darah). Selaput ketuban

memberikan gambaran hiperkhoik b atas tidak tegas, dan bentuknya irregular. Adanya infeksi

atau sisa plasenta dapat menyebabkan involusi uterus. 3

Pemeriksaan Khusus

Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda – tanda komplikasi dengan

mengevaluasi system dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi:

1. Nyeri / ketidaknyamanan. Nyeri tekan uterus ( fragmen – fragmen plasenta tertahan )

2. Sistem vaskuler

a. Perdarahan diobservasi setiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap jam

berikutnya.

b. Tensi diawasi setiap 8 jam.

9

Page 10: Pendarahan Post Partum Irwan 103

c. Apakah ada tanda – tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah.

d. Haemorroid diobservasi, konjungtiva anemis / sub anemis, defek koagulasi

congenital, idiopatik trombositopeni purpura.

3. Sistem reproduksi

a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari postpartum, kemudian tiap 8

jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya.

b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau.

c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda – tanda infeksi, luka jahitan

dan apakah ada jahitan yang lepas.

d. Vulva dilihat, apakah ada edema atau tidak.

e. Payudara dilihat kondisi aerola, konsistensi dan kolostrum.

f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum

kehamilan ( sub involusi ).

4. Traktus Urinarius

Diobservasi tiap 2 jam hari pertama. Meliputi miksi lancer atau tidak, spontan dan

lain – lain.

5. Traktur gastro intestinal.

Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi.

WORKING DIAGNOSIS

Perdarahan Post Partum (PPH) et causa Atonia Uteri

Perdarahan post partum adalah perdarahan yang melebihi 500 cc dalam 24 jam pertama

disebut juga perdarahan primer, sedang perdarahan sesudah 24 jam setelah anak lahir disebut

perdarahan sekunder.

Perdarahan post partum adalah sebab penting pada kematian ibu, dimana ¼ dari kematian

ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan post partum, placenta praevia, solusio

placenta, kehamilan ektopik, dan ruptur uteri).

Ada juga perdarahan post partum ini tidak menyebabkan kematian, kejadian ini sangat

mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia mengurangkan daya tahan, maka dari itu tugas

kita amat penting untuk mencegah perdarahan yang banyak tersebut.4

10

Page 11: Pendarahan Post Partum Irwan 103

Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta dari rahim dan

sebagian lagi belum, karena perlukaan pada jalan lahir atau karena atonia uteri. Atoni uteri

merupakan sebab terpenting perdarahan postpartum. Atonia uteri dapat terjadi karena proses

persalinan yang lama, pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil

kembar atau janin besar, persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi yang dalam. Atonia

uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan plasenta dengan memijat dan mendorong

rahim ke bawah sementara plasenta belum lepas dari rahim.4, 5

Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui. Tapi bila

perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah

sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar

dan lembek.

Adapun faktor predisposisi terjadinya atonia uteri: umur, paritas, partus lama dan partus

terlantar, obstetri operatif dan narkosa, uterus terlalu regang dan besar misalnya pada gemelli,

hidramnion atau janin besar, kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada

solusio plasenta, faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.4, 5

Differential Diagnosis

Robekan Jalan Lahir

Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma. Pertolongan

persalinan yang semakin manipulative dan traumatic akan memudahkan robekan jalan lahir dan

karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat pembukaan erviks belum lengkap.

Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomy, robekan spontan perineum, trauma forceps atau

vakum ekstraksi, atau karena versi ekstraksi.

Robekan yang terjadi bias ringan (lacet, laserasi), luka episotomi, robekan perineum spontan

derajat ringan sampai rupture perinea totalis (sfingter ani terputus), robekan pada dinding vagina,

forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra dan bahkan yang terberat, rupture uteri.

Oleh karena itu, pada setiap tindakan persalinan hendaklah dilakukan inspeksi yang teliti untuk

mencari kemungkinan adanya robeka ini. Perdarahan yang terjadi saat kontraksi uteru baik,

biasanya karena ada robekan atau sisa plasenta. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan cara

11

Page 12: Pendarahan Post Partum Irwan 103

melakukan inspeksi pada vaina, vulva dan serviks dengan memakai sekulum untuk mencari

sumber perdarahan dengan cirri darah dengan warna merah segar dan pulsatif sesuai denyut nadi.

Perdarahan karena rupture uteri dapat diduga pada persalinan macet atau kasep, atau uterus

dengan lokus minoris resistensia dan adanya atonia uteri dan tanda cairan bebas intraabdominal.

Semua sumber perdarahan harus diklem, diikat dan luka ditutu dengan jahitan cat-gut lapis demi

lapis sampai perdarahan berhenti. 5

Tekhnik pnjahitan memerlukan asisten, anestesi lokal, penerangan lampu yang cukup serta

speculum dan memperhatikan kedalaman luka. Bila penderita kesakitan dan tidak kooperaatif,

perlu mengundang sejawat anestesi untuk ketenangan dan keamanan saat melakukan hemostasis.

5

Retensio Plasenta

Bila plasenta tetap tertinggal dalam uterus setengah jam setelah anak lahir disbut sebagai retensio

plasenta. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif Kala III bis disebabkan oleh

adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta bila implantasi

menembus desidua basalis dan Nitabuch Layer,disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta

sampai menembus miometrium dan disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai menembus

perimetirum. 5

faktor predisposisi terjadinya plasenta akreta adalah plasenta previa, bekas secsio sesarea, pernah

kuret berulang, dan multiparitas. Bila sebagian dari plasenta masih tertinggal dalam uterus

disebut rest-plasenta dan dapat menimbulkan PPP primer atau lebih sering) sekunder. Proses

Kala III didahului dengan ahap pelepasan/separasi plasenta akan ditandai oleh perdarahan

pervaginam (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah sebagian lepas tetapi tidak keluar

pervaginam(cara pelepasan Schultze), sampai akhirnya tahap ekspulsi, plasenta lahir. Pada

retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan.

Sebagian plasenta yang sudah lepas dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak

(perdarahan Kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan plasenta manual,

meskipun kala uri belum lewat setengah jam. 5

Sisa plasenta bisa diduga kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta

manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan

plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah

12

Page 13: Pendarahan Post Partum Irwan 103

baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim

dengan cara manual/digital atau kuret dan pemberia uterotonika. Anemia yang ditimbulkan

setelah perdarahan dapat diberi transfuse darah sesuai dengan keperluannya. 5

Inversi uterus

Kegawat daruratan kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah terjadinya inverse uterus.

Inverse uterus adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan keluar

ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit.

Faktor-faktor yang memungkinkan hal itu terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks yang masih

terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah (misalnya karena plasenta

akreta, inkreta dan perkreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari bawah) atau ada tekanan pada

fundus uteri dari atas (maneuver crede) atau tekanan intra abdominal yang keras dan tiba-tiba

(misalnya batuk keras atau bersin). 5

Inversio uteri ditandai dengan tanda-tanda:

Syok karena kesakitan

Perdarahan banyak bergumpal

Di vulva tampak endometrium terbalik dengan atau tanpa plasenta yang masih melekat

Bila baru terjadi, maka prognosis cukup baik akan tetapi bila kejadiannya cukup lama,

maka jepitan serviks yang mengecil akan membuat uterus mengalami iskemia, nekrosis,

dan infeksi.

Tindakan

Secara garis besar tindakan yang dilakukan sebagai

1. Memanggil bantuan anestesi dan memasang infuse untuk cairan/darah pengganti dan

pemberian obat.

2. Beberapa senter memberikan tokolitik/MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbalik

sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke

dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk kedalam uterus pada

posisi normalnya.

3. Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari

rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infus atau i.m. tangan tetap

13

Page 14: Pendarahan Post Partum Irwan 103

dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru

dilepaskan.

4. Pemberian antibiotika dan transfuse darah sesuai dengan keperluannya.

5. Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan

maneuver diatas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk reposisi dan

kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah mengalami infeksi dan nekrosis

Perdarahan karena Gangguan Pembekuan Darah

Kausal PPP karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat

disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan

sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan

perdarahan akan erembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan

dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain.

Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal.

Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi

hipofibrinogemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan

tes protombin dan PTT (partial tromboplastin time).

Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam

kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah

dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan

heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic acid) 5

Pencegahan

Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggara

pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan

melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit

rujukan. akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai resiko untuk

terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pascapersalinan. Antisipasi

terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:

14

Page 15: Pendarahan Post Partum Irwan 103

1. Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keaadaan umum dan mengantisipasi setiap

penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien

tersebut ada dalam keadaan optimal

2. Mengenal faktor predisposisi PPP seperti multipritas, anak besar, hamil kembar, dan

lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan

3. Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama

4. Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan

5. Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari

persalinan duku

6. Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi PPP dan mengadakan

rujukan sebagaimana mestinya 5

Laserasi Vagina

Laserasi ini biasanya terjadi akibat cedera yang timbul selama tindakan forceps atau vakum,

meskipun dapat juga terjadi pada persalinan spontan. Laserasi ini dapat meluas ke dalam hingga

jaringan di bawahnya dan menimbulkan pendarahan signifikan, yang biasanya dapat diatasi

dengan penjahitan yang benar. Laserasi ini dapat terlewatkan, kecuali dilakukan inspeksi yang

cermat terhadap bagian atas. Perdarahan ketika kontraksi uterus kuat merupakan bukti kuat

adanya laserasi saluran genital, retensi fragmen plasenta, atau keduanya.

Laserasi dinding anterior vagina di dekat uretra relative lebih sering terjadi. Laserasi ini sering

bersifat superficial dengan sedikit atau tanpa perdarahan dan biasanya tidak diindikasikan

perbaikan. Jika laserasinya cukup besar sehingga memerlukan perbaikan yang ekstensif, dapat

diantisipasi adanya kesulitan berkemih sehingga harus dilakukan pemasangan kateter menetap.6

Laserasi Serviks

Pada kasus perdarahan hebat selama dan setelah persalinan Kala III, perlu dicurigai adanya

robekan dalam di serviks, terutama jika uterus berkontraksi kuat. Dilakukan pemeriksaan yang

menyeluruh dan serviks yang lembek sering menyebabkan pemeriksaan dengan jari saja dapat

kurang memuaskkan. Luas cedera dapat diketahui pasti hanya setelah serviks dipajankan dan

menjalain inspeksi visual. Pemajanan paling baik diperoleh dengan menggunakan refraktor

15

Page 16: Pendarahan Post Partum Irwan 103

vagina bersudut tegak yang dipegang oleh asisten, sedangkan operator menjepit serviks patulosa

dengan forsep cincin.

Karena perdarahan biasanya berasal dari atas sudut luka, jahitan pertama dapat dipasang tepat di

atas sudut dan dijahitkan keluar menuju operator. Laserasi vagina dapat ditampon dengan kasa

untuk menahan perdarahan ketika laserasi serviks sedang diperbaiki. Dapat digunakan jahitan

jelujur yang dapat diserap.6

Etiologi

Berdasarkan saat terjadinya PPH dapat dibagi menjadi PPH primer, yang terjadi dalam 24 jam

pertama dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir, dan sisa

sebagian plasenta. Dalam kasus yang jarang, bias karena inversion uteri. PPH sekunder yang

terjadi setelah 24 jam persalinan, biasanya oleh karena sisa plasenta.

Jumlah perdarahan yang diperkirakan terjadi sering hanya 50% dari jumlah darah yang

hilang. Perdarahan yang aktif merembes terus dalam waktu lama saat melakukan prosedur

tindakan juga bias menyebabkan PPH. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan Hb dan

Hematokrit untuk memperkirakan jumlah perdarahan yang terjadi saat persalinan dibandingkan

dengan keadaan prapersalinan. 6

Berdasarkan penyebab Biologi nya dibedakan atas:

1. Perdarahan dari tempat implantasi

Hipotoni sampai atonia uteri

Anastesi umum _halogenated hydrocarbons

Perfusi miometrium menurun-Hipotensi: perdarahan dan analgesia

konduksi

Distensi Uterus berlebihan (gemeli, anak besar, hidramnion)

Partus lama, partus terlalu cepat

Partus karena induksi oksitosin

Multiparitas

Atoni uterus pada persalinan sebelumnya

Korioamnionitis

Sisa Plasenta

16

Page 17: Pendarahan Post Partum Irwan 103

Kotiledon atau selaput ketuban tersisa

Perlekatan abnormal-plasenta akreta, inkreta, perkreta

2. Trauma pada traktus genitalia

Episiotomy yang lebar

Laserasi perineum, vagina, atau serviks

Rupture uterus

3. Defek Koagulasi

Jarang terjadi tetapi bias memperburuk keadaan di atas, misalnya pada kasus

trombofilia, sindroma HELLP, preeklamspsia, solusio plasenta, kematian janin

dalam kandungan, dan emboli air ketuban. 6

EPIDEMIOLOGI

Kejadian kehilangan darah yang berlebihan setelah persalinan pervagina adalah 5-8%.

Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum kehilangan darah yang berlebihan dalam

kehamilan, dan transfusi kebanyakan pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah

yang hilang setelah melahirkan. Perdarahan adalah penyebab utama ketiga kematian ibu di US

dan bertanggung jawab langsung atas sekitar seperenam dari kematian ibu. Di negara-negara

berkembang, perdarahan adalah salah satu penyebab obstetri utama kematian ibu.7

Faktor resiko perdarahan postpartum antara lain

o Koagulopati

o Perdarahan

o Transfusi darah selama kehamilan

o Anemia

o Multiparitas

o Multipel gestasi

o Bayi besar

o Polihidramnion

o Induksi oksitosin

o Preeklamsia berat atau eklampsia

17

Page 18: Pendarahan Post Partum Irwan 103

o Anestesi umum

PENATALAKSANAAN PERDARAHAN POSTPARTUM DINI

Prinsip-prinsip umum :

Segera diberikan cairan intravena (biasanya 20-40 unit oksitosin dalam 1000 ml larutan

garam fisiologis atau Ringer Laktat). Dua unit darah dicocok silang pada kasus dimana transfusi

diperlukan. Keluaran urin tiap jam membantu pemantauan fungsi ginjal.

Atonia Uteri :

Infus oksitosin intravena dapat ditambahkan dengan ergonovin maleat atau

metilergonovin maleat (0,2mg) yang diberikan secara intravena atau intramuskuler. Fundus uteri

dimasase melalui dinding abdomen. Eksplorasi uterus secara manual dianjurkan unuk

memastikan bahwa uterus utuh dan untuk mengangkat setiap fragmen plasenta.

Bila atonia peristen dianjurkan kompresi uterus secara bimanual. Uterus diangkat ke atas

keluar dari pelvis dan dikompresi di antara satu tangan pada abdomen dan tangan lain mengepal

seperti sebuah tinju dalam vagina. Elevasi dan kompresi bimanual dipertahankan selama dua

sampai lima menit.

Prostaglandin intramuskuler mungkin menguntungkan bagi pasien yang tidak responsif

terhadap terapi konvensional.

Laparotomi harus dipertimbangkan bila atonia uteri persisten dan perdarahan tak dapat

dihentikan. Ruptur uteri yang tidak terdiagnosa dapat merupakan suatu kemungkinan, karena

dinding lateral segmen uterus bagian bawah mungkin sukar dipalpasi pada pemeriksaan vagina.

Perbaikan uterus, histerektomi, atau ligasi arteri hipogastrika atau uterina dapat dipilih,

tergantung pada umur pasien, paritas, dan keadaan umum, maupunluasnya trauma.

Tampon uterus dapat dicoba sebagai ukuran temporer sementara persiapan untuk

laparotomi dilakukan. Bila perdarahan berasal dari tempat plasenta di dalam segmen bawah

uterus di mana kontraksi otot tidak adekuat untuk mencapai hemostasis normal, tampon mungkin

mempunyai nilai khusus. Tampon uterus ditempatkan di dalam segmen bawah uterus, dengan

tampon vagina mengkompresi segmen bawah antara uterus dan tampon vagina. (Bahan yang

disukai untuk tampon adalah kassa polos dengan lebar 4 inci dan tebal 6 lapis.)

Bila perdarahan dapat dikontrol dengan tampon, intervensi bedah dapat ditunda. Namun,

pasien harus diawasi secara hati-hati dan fasilitas untuk laparotomi darurat harus segera tersedia,

18

Page 19: Pendarahan Post Partum Irwan 103

karena tampon tidak dapat berubuat banyak selain menutupi perdarahan aktif yang terus-menerus

berkumpul dibelakang tampon. (Bila tampon berhasil, tampon dibiarkan berada ditempat selama

12-24 jam.) 8

Laerasi Traktus Genitalia:

Laserasi yang berdarah diperbaiki dengan benang kromik 00 atau ooo. Visualisasi yang

adekuat penting, dan seorang asisten sering dipewrlukan untuk meretraksi dinding vagina denan

retraktor sudut kanan.

Laserasi serviks diperbaiki dengan merenggut mulut serviks yang berdekatan dengan

laserasi dengan menggunakan forceps cincin. Jahitan berurutan dengan chromic 00 atau 000

dilakukan melalui bagian paling mdah dari robekan serviks. Traksi pada jahitan tersebut dapat

membantu dalam menarik apeks laserasi ke bawah. Pembuluh-pembuuh yang mengeluarkan

darah harus diligasi untuk mencegah hematom retroperitoneum. Jahitan yang paling penting

adalah pada apeks laserasi, dimana diperlukan perhatian yang cermat untuk memastikan bahwa

pembuluh-pembuuh yang mengalami retraksi tidak terus berdarah. Jahitan terputus atau kontinu

dapat dipakai, tergantung pada luasnya perdarahan, tempat perdarahan yang terlihat dan

keinginan operator.

Hemostasis sementara dapat dicapai dengan memasang forsep cincin di tepi laserasi.

Apabila robekan meluas ke dalam segmen bawah uterus atau ligamentum latum, tampon atau

forsep cincin untuk sementara dapat bermanfaat sementara dilakukan pesiapan untuk

pembedahan abdomen.8

Laserasi Vagina : Jahitan pertama harus ditempatkan di atas apeks laserasi. Jahitan yang

paling hemostatik adalah yang berjalan searah jarum jam.

Varikose vagina atau vulva dapat menyebabkan perdarahan hebat yang sering sukar

dikontrol dengan penjahitan. Pada keadaan ini, tampon vagina yang ketat memberikan

hemostasis yang penting.8

Plasenta atau Selaput yang Tertahan di dalam Uterus :

Pengangkatan manual yang diikuti dengan oksitosin dan ergonovin intravena biasanya

sudah cukup untuk terapi.8

KOMPLIKASI

Perdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan:

19

Page 20: Pendarahan Post Partum Irwan 103

1. Syok hemoragie

Akibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran

akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke

seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani

dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal

dan selanjutnya merusak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal

ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan9,10

2. Anemia

Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan

hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut

menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan

berdampak juga pada asupan ASI bayi9,10

3. Sindrom Sheehan

Hal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok.

Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar

hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisis dapat mempengaruhi sistem endokrin. 9,10

PREVENTIF

Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus diobati karena

perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia.

Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di

rumah sakit. Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim

jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding rahim. Pada

perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya penghentian perdarahan secepat

mungkin dan mengangatasi akibat perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri

dilakukan massage rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi

hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada rahim, bila perlu

dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan tampon kasa kedalam rahim sampai

rongga rahim terisi penuh. Pada perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan

pembuluh nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim. 9,10

PROGNOSIS

20

Page 21: Pendarahan Post Partum Irwan 103

Perdarahan post partum masih merupakan ancaman yang tidak terduga walaupun dengan

pengawasan yang sebaik-baiknya, perdarahan postpartum masih merupakan salah satu sebab

kematian ibu yang penting. Sebaliknya menurut pendapat para ahli kebidanan modern

”Perdarahan post partum tidak perlu membawa kematian pada ibu bersalin”. Pendapat ini

memang benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan dalam klinik tersedia

banyak darah dan cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih besar anggapan

bahwa darahnya adalah merupakan hidupnya karena itu mereka menolak menyumbangkan

darahnya, walaupun untuk menolong jiwa istri dan keluarganya sendiri.

Pada perdarahan post partum, Mochtar R. ddk melaporkan angka kematian ibu 7,9 % dan

Wiknjosastro H. 1,8-4,5 %. Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim

dari luar dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis dimana tindakan apapun kadang-

kadang tidak menolong.9,10

Daftar Pustaka

1. Capilary refill time (Brunner, Suddarth. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8.

Volume 3. jakarta: EGC, 2002)

2. Pemeriksaan Pada Neonatus (Bickley LS. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat

kesehatan Bates. Edisi 8. Jakarta: EGC,2009)

21

Page 22: Pendarahan Post Partum Irwan 103

3. Endjun JJ.Pemeriksaan USG postpartum. Dalam: USG Dasar Obstetri Ginekologi.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2007.h. 248-52.

4. Prabowo, Raden P. Perdarahan Post Partum dalam buku Ilmu Bedah Kebidanan. Ed 1

Cetakan ke 6. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005. h.188-9.

5. Karkata, Made K. Perdarahan Pasca Persalinan dalam buku Ilmu Kebidanan. Ed 1

Cetakan ke 6. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2005. h.552-9.

6. Cunningham FG. Postpartum hemorrhage. In: Seils A, Edmonson KG, Davis K, editors.

Williams Obstetric. 22nd ed. New York: McGraw-Hill,,2005.p.823-39.

7. Sarah B.H. Poggi, MD. Postpartum hemorrhage & the abnormal puerperium. Current

diagnosis & treatment obstetrics & gynecologi, Tenth edition. Mc Graw-Hill Companies,

2007. h. 477.

8. Supriyadi Teddy, Gunawan Johanes. Perdarahan postpartum. Kapita selekta kedaruratan

obstetri dan ginekologi. Ed 2. Jakarta : EGC, 1994. h. 358-61.

9. Sunatrio, Gunawarman B. Syok Hemoragik dan Septik dalam buku Ilmu Bedah

Kebidanan. Ed 1 Cetakan ke 6. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;

2005. h.270-1.

10. Prawirohardjo, S. Perdarahan Pasca Persalinan dalam buku Acuan Nasional Pelayanan

Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. 2002.

22