Top Banner
EVALUASI PEMANFAATAN BUNGKIL INTI SAWIT YANG DIFERMENTASI ASPERGILLUS NIGER HIDROLISAT TEPUNG BULU AYAM DAN SUPLEMENTASI MINERAL Zn DALAM RANSUM AYAM PEDAGING ZULFIKAR SIREGAR EDHI MIRWANDHONO Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Sub sektor peternakan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru di bidang sektor pertanian. Namun krisis moneter dan ekonomi yang berlangsung sejak 1997 membawa dampak yang merugikan bagi dunia peternakan khususnya peternakan unggas, sehingga menimbulkan kegagalan pembangunan industri peternakan nasional. Memasuki abad XXI dan milenium III kita dihadapkan kepada perubahan lingkungan strategis yang dinamis di segala bidang. Dengan arus globalisasi yang ditandai dengan adanya hubungan perdagangan bebas, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, hubungan antar negara yang hampir tidak ada batas maupun meningkatnya intensitas kerja sama sekaligus timbulnya persaingan bisnis secara bebas tanpa ada proteksi dan monopoli. Era glohalisasi saat ini mendorong usaha peternakan terhadap orientasi pasar dengan pola agribisnis yang berupaya untuk mendapatkan hasil dan pendapatan bagi peternak. Disamping itu industri ternak unggas harus mampu memanfaatkan dan menggunakan sumber daya yang dimiliki secara optimal dengan menerapkan bioteknologi yang terpusat pada penggunaan mikroorganisme dan penggunaan dari bahan baku lokal dengan sentuhan teknologi tepat guna. Produksi ternak unggas yang dihasilkan harus memiliki daya saing tinggi serta memenuhi standar mutu internasional. Kendala utama yang dihadapi salam pengembangan temak unggas di Indonesia adalah tingginya harga ransum. Pada usaha peternakan unggas khususnya ayam pedaging biaya ransum merupakan biaya produksi terbesar yaitu 60 - 70 %. Selama ini bahan baku ransum masih ada yang harus diimpor yaitu tepung ikan dan bungkil kedelai, sehingga ketersediaannya sering menimbulkan masalah, harganya tinggi dan selalu berfluktuasi. Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam produksi hasil unggas, terutama ayam pedaging, karena didukung oleh sumber daya alam basil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dengan limbah yang dihasilkannya sangat berlimpah. Hal ini akan mendukung berkembangnya agribisnis penunggasan, karena limbah tersebut memiliki nilai tambah yang besar ditunjang dengan hasil-hasil penelitian yang menggunakan bahan baku lokal. Salah satu cara menekan biaya ransum adalah menggunakan bahan baku lokal, harganya murah, tersedia sepanjang tahun dalam jumlah besar dan tidak bersaing dengan manusia. Altematif penggunaan limbah yang dalam konteks ini bungkil inti sawit dan tepung bulu ayam disamping limbah lain merupakan hal yang positif, karena jika tidak dimanfaatkan akan berdampak negatif terhadap lingkungan. Penggunaan limbah sebagai bagan ransum ayam pedaging akan memberikan © 2004 Digitized by USU digital library 1
22

PENDAHVL VAN

Jan 12, 2017

Download

Documents

ngocong
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENDAHVL VAN

EVALUASI PEMANFAATAN BUNGKIL INTI SAWIT YANG DIFERMENTASI ASPERGILLUS NIGER HIDROLISAT TEPUNG

BULU AYAM DAN SUPLEMENTASI MINERAL Zn DALAM RANSUM AYAM PEDAGING

ZULFIKAR SIREGAR

EDHI MIRWANDHONO

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Sub sektor peternakan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru di bidang sektor pertanian. Namun krisis moneter dan ekonomi yang berlangsung sejak 1997 membawa dampak yang merugikan bagi dunia peternakan khususnya peternakan unggas, sehingga menimbulkan kegagalan pembangunan industri peternakan nasional.

Memasuki abad XXI dan milenium III kita dihadapkan kepada perubahan lingkungan strategis yang dinamis di segala bidang. Dengan arus globalisasi yang ditandai dengan adanya hubungan perdagangan bebas, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, hubungan antar negara yang hampir tidak ada batas maupun meningkatnya intensitas kerja sama sekaligus timbulnya persaingan bisnis secara bebas tanpa ada proteksi dan monopoli.

Era glohalisasi saat ini mendorong usaha peternakan terhadap orientasi pasar dengan pola agribisnis yang berupaya untuk mendapatkan hasil dan pendapatan bagi peternak. Disamping itu industri ternak unggas harus mampu memanfaatkan dan menggunakan sumber daya yang dimiliki secara optimal dengan menerapkan bioteknologi yang terpusat pada penggunaan mikroorganisme dan penggunaan dari bahan baku lokal dengan sentuhan teknologi tepat guna. Produksi ternak unggas yang dihasilkan harus memiliki daya saing tinggi serta memenuhi standar mutu internasional.

Kendala utama yang dihadapi salam pengembangan temak unggas di Indonesia adalah tingginya harga ransum. Pada usaha peternakan unggas khususnya ayam pedaging biaya ransum merupakan biaya produksi terbesar yaitu 60 - 70 %. Selama ini bahan baku ransum masih ada yang harus diimpor yaitu tepung ikan dan bungkil kedelai, sehingga ketersediaannya sering menimbulkan masalah, harganya tinggi dan selalu berfluktuasi.

Indonesia mempunyai potensi yang besar dalam produksi hasil unggas, terutama ayam pedaging, karena didukung oleh sumber daya alam basil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dengan limbah yang dihasilkannya sangat berlimpah. Hal ini akan mendukung berkembangnya agribisnis penunggasan, karena limbah tersebut memiliki nilai tambah yang besar ditunjang dengan hasil-hasil penelitian yang menggunakan bahan baku lokal.

Salah satu cara menekan biaya ransum adalah menggunakan bahan baku lokal, harganya murah, tersedia sepanjang tahun dalam jumlah besar dan tidak bersaing dengan manusia. Altematif penggunaan limbah yang dalam konteks ini bungkil inti sawit dan tepung bulu ayam disamping limbah lain merupakan hal yang positif, karena jika tidak dimanfaatkan akan berdampak negatif terhadap lingkungan. Penggunaan limbah sebagai bagan ransum ayam pedaging akan memberikan

© 2004 Digitized by USU digital library 1

Page 2: PENDAHVL VAN

keuntungan ganda yaitu menambah variasi dan persediaan bahan baku ransum serta mengurangi pencemaran lingkungan.

Bertitik tolak dari kenyataan yang dihadapi sekarang ini dimana melonjaknya harga bahan baku ransum, terutama yang diimpor sampai 300 %, maka perlu dilakukan kajian lebih mendalam mengenai evaluasi penggunaan bahan baku lokal yaitu bungkil inti sawit dengan fermentasi Aspergillus niger, tepung bulu ayam dihidrolisa dengan asam chlorida (HCI) dan suplementasi Zn (seng) dalam menunjang kinerja pertumbuhan ayam pedaging serta mendukung pengembangan perunggasan di Indonesia. PERUMUSAN MASALAH

Ransum merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan unggas khususnya ayam pedaging, Karena biaya yang diinvestasikan pada ransum sekitar 70 % dari total biaya produksi. Harga ransum ayam pedaging cukup tinggi. Hal ini dikarenakan sebagian dari bahan baku penyusun ransum harus diimpor seperti tepung ikan dan bungkil kedelai, sehingga harganya tinggi dan ketersediaannya sering menimbulkan permasalahan.

Untuk mengatasi permasalahan ini, ransum ayam pedaging harus diformulasikan dengan menggunakan bahan baku lokal yang dimiliki yaitu limbah pertanian, perkebunan, perikanan, dan peternakan dengan sentuhan teknologi tepat guna, sehingga dihasilkan satu ransum yang sesuai untuk pertumbuhan ayam pedaging.

TINJAUAN PUSTAKA 1.Ayam Broiler AACP- 707

Broiler adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam pedaging hasil rekayasa genetik dengan ciri pertumbuhan sangat cepat, karkas tinggi dan konversi ransum baik. Umur potong sangat singkat dengan hasil daging berkualitas baik (Murtidjo, 1990). Sulaksono (1970) menyatakan broiler adalah ayam yang seluruh fase hidupnya ditentukan oleh manusia, dipelihara dengan tujuan sebagai penghasil daging. Ayam broiler dipasarkan pada umur 35 - 42 hari dengan bobot hidup 1,3 - 1,6 kg/ekor. Daya hidup strain AACP- 707 sebesar 95 - 100 %, bobot hidup umur 6 minggu 1,56 kg dan konversi ransum 1,93 (Rasyaf, 1994). 2. Ransum Ayam Broiler

Tujuan utama pemberian ransum pada ayam adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan. Untuk mendapatkan produksi yang maksimum, pemberian ransum dalam jumlah yang cukup, baik kuantitas maupun kualitas perlu dilakukan. Ransum broiler harus seimbang antara kandungan protein dan energi dalam ransum. Di samping itu kebutuhan vitamin dan mineral juga harus diperhatikan (Kartadisastra, 1994).

Mutu ransum ditentukan oleh protein dan energi. Protein ditentukan oleh susunan kandungan asam ,amino esensialnya. Bila ransum defisiensi salah satu asam amino esensial maka pertumbuhan broiler lambat dan produksi akan terganggu. Ransum ayam broiler pada periode starter dan finisher tertera pada Tabel 1.

© 2004 Digitized by USU digital library 2

Page 3: PENDAHVL VAN

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Broiler Umur 0 - 6 Minggu.

Zat Nutrisi Starter Finisher

Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Calsium (%) Phospor (%) Energi Metabolis (kkal/kg)

23 4

3-5 1

0,45 3200,0

20 3-4 3-6 0,9 0,4

3200,0

Sumber : National Reseach Council (1984) 3. Baban Baku Lokal Penyusun Ransum a. Bungkil Inti Sawit

Devendra (1977) menyatakan bahwa bungkil inti sawit merupakan hasil ikutan dari pengolahan minyak inti sawit. Bahan ini mempunyai beberapa kelemahan sebagai bahan ransum unggas yaitu palatabilitas dan kecernaan rendah dan serat kasar tinggi.

Siregar (1995) melaporkan bahwa bungkil inti sawit yang disuplementasi dengan enzim selulase dapat diberikan sebesar 15 % dalam ransum broiler kandungan nutrisi bungkil inti sawit tertera pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Bungkil Inri Sawit

Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Calsium (%) Phospor (%) Energi Metabolis (kkal/kg)

16,5 7,8 15,5 0,58 0,31 1670

Sumber : Siregar (1995) b. Tepung Bulu Ayam

Sebagai bahan pakan ternak, bulu ayam terlebih dahulu dibuat tepung. Kandungan protein bulu ayam cukup tinggi lebih tinggi dari protein tepung ikan. Kelemahan tepung bulu sebagai bahan pakan ternak antara lain adanya keratin (sejenis protein yang tergolong protein fibrous) yang sulit dicerna, kelemahan lainnya adalah rendahnya kandungan beberapa asam-asam amino esensial yaitu metionin, triptopan dan histidin, namun kandungan leusin, isoleusin dan valiD cukup tinggi berturut-turut 4,88, 3,12, dan 4,54. Komponen zat nutrisi tepung bulu ayam tertera pada Tabel 3.

© 2004 Digitized by USU digital library 3

Page 4: PENDAHVL VAN

Tabel 3 . Kandungan Nutrisi Tepung Bulu Ayam Zat Nutrisi Kandungan Zat Nutrisi

Bahan Kering (%) Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Abu (%) TDN (%) Calsium (%) Phospor (%) Zn (%) Energi Metabolis (kkal/kg) Valin (%) Leusin (%) Isoleusin (%)

91,37a

79,88a

3,77a

0,32a

4,10b

45,00b

0,28b

0,71b

74,31b

2360b

4,54c

4,88c

3,12c

Sumber : a. Laboratorium Nutrisi Jurusan Peternakan FP (USU) b. Hartardi (1980) d. Tepung Jagung Kuning

Penggunaan tepung jagung sangat luas. Tepung jagung dapat digunakan sebagai sumber energi, karena kandungan serat kasarnya rendah, sebagai sumber xanthophyl dan lemak yang baik. Kekurangannya sebagai bahan ransum adalah kandungan protein rendah yaitu 8,9 %, kandungan energi metabolisnya 3370 kkal/kg. Dilihat dari kandungan asam amino, jelas bahwa tepung jagung tidak dapat diandalkan sebagai sumber protein. Pada ransum broiler dapat digunakan sebesar 50 %. e. Ampas Tabu

Ampas tahu merupakan hasil ikutan pada pabrik pembuatan tahu yang berbaban biji kedelai. Pada ransum broiler dapat diberikan sebesar 10 - 15 %. Kandungan nutrisi ampas tabu tertera pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Nutrisi Ampas Tahu Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Calsium (%) Phospor (%) Energi Metabolis (kkal/kg)

22,1 10,6 2,74 0,1 0,92 2400

Sumber: Rasaf(1990)

f. Dedak Halus Dedak halus merupakan limbah ikutan (by-product) penggilingan padi dan merupakan sumber energi bagi ternak ayam. Kandungan nutrisinya cukup baik, namun kandungan serat kasarnya tinggi (Rasyaf, 1994). Kandungan zat nutrisi dedak halus tertera pada,Tabel 5.

© 2004 Digitized by USU digital library 4

Page 5: PENDAHVL VAN

Tabel 5. Kandungan Nutrisi Dedak Halus

Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Calsium (%) Phospor (%) Energi Metabolis (kkal/kg)

13 0.6 13 0.1 1.7

1890 Sumber : Rasyaf (1990) g. Tepung Keong Mas

Melihat zat nutrisi yang dikandung tepung keong mas, maka bahan ini dapat dijadikan sebagai sumber protein hewani dalam ransum ayam broiler. Tepung keong mas yang dijadikan sebagai bahan baku ransum terlebih dahulu diolah dan diproses. Bahan ini dapat digunakan sebesar 10 % dalam ransum broiler. Kandungan zat nutrisinya tertera pada Tabel 6.

Tabel 6. Kandungan Nutrisi Tepung Keong Mas Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Calsium (%) Phospor (%) Energi Metabolis (kkal/kg)

43.2 42 6.4 0.9 1.2

1920 Sumber : Togatorop (1998) h. Onggok

Onggok merupakan limbah pengolahan tepung tapioka, dan dapat digunakan sebagai bahan ransum unggas dan ruminansia. Onggok terutama ditujukan sebagai sumber energi. Penggunaan onggok pada ayam belum banyak dimanfaatkan. Pada ayam broiler dapat digunakan sebesar 5 - 10 % dalam ransum. Kandungan zat nutrisi onggok tertera pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan Zat Nutrisi Onggok Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Calsium (%) Phospor (%) Energi Metabolis (kkal/kg)

1.6 0.4 10.4 0.8 0.6

2670 Sumber : Gunawan (1996) i. Tepung Ikan

Tepung ikan merupakan bahan baku yang mutlak harus ada dalam ransum ayam pedaging (broiler). Tepung ikan dapat dipakai dalam ransum sebesar 10 %. Memiliki kandungan protein yang tinggi dan asam aminonya seimbang, serat kasar rendah. Kandungan nutrisi tepung ikan tertera pada Tabel 8.

© 2004 Digitized by USU digital library 5

Page 6: PENDAHVL VAN

Tabel 8. Kandungan Nutrisi Tepung Ikan Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi

Protein Kasar (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Calsium (%) Phospor (%) Energi Metabolis (kkal/kg)

63.0 9.0 1.0 3.7 2.3

3080 Sumber : Lab. Makanan Ternak Fapet – IPB (1999) 4. Aspergillus niger

Aspergillus niger adalah kapang anggota genus Aspergillus, famili Eurotiaceae, ordo Eurotiales, sub-klas Plectomycetidae, klas Ascomycetes, sub-divisi Ascomycotina dan divisi Amastigmycota (Hardjo et al., 1989).

Aspergillus niger mempunyai kepala pembawa konidia yang besar, dipak secara padat, bulat dan berwarna hitam coklat atau ungu coklat. Kapang ini mempunyai bagian yang khas yaitu hifanya bersepta, spora yang bersifat seksual dan tumbuh memanjang di alas stigma, mempunyai sifat aerobik, sehingga dalam pertumbuhannya memerlukan oksigen yang cukup. Aspergillus niger termasuk mikroba mesofilik dengan pertumbuhan maksimum pada suhu 35 °C - 37 °C. Derajat keasaman untuk pertumbuhannya adalah 2 - 8,5 tetapi pertumbuhan akan lebih baik pada kondisi keasaman atau pH yang rendah (Fardiaz, 1989).

Hardjo et al. (1989) menyatakan bahwa Aspergillus niger di dalam pertumbuhannya berhubungan secara langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam medium. Molekul sederhana seperti gula dan komponen lain yang larut di sekeliling hifa dapat langsung diserap. Molekul lain yang lebih kompleks seperti selulosa, pati dan protein harus dipecah terlebih dahulu sebelum diserap ke dalam sel. Untuk itu Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler seperti amilase, amiloglukosidase, pektinase, selulase, katalase, dan glukosidase. Menurut Lehninger (1991) kapang Aspergillus niger menghasilkan enzim urease untuk memecah urea menjadi asam amino dan CO2 yang selanjutnya digunakan untuk pembentukan asam amino.

Aspergillus niger membutuhkan unsur utama seperti N, S, dan P di dalam pertumbuhnannya serta Fe, Zn, Mn, Co, Li, Na, K, dan Rb (Hardjo et al., 1989). Komposisi kimia gel mikroorganisme menunjukkan bahwa unsur-unsur C, 0, N, H, P, Ca, Mg, Cl, Fe, Mn, Co, Cu, dan Mo diperlukan oleh hampir semua mikroorganisme (Fardiaz, ] 992).

Dari beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa penggunaan Aspergillus niger dalam proses fermentasi adalah yang terbaik. Taram (1995) ,meneliti onggok yang difermentasi dengan Aspergillus niger selama enam hari dan mampu meningkatkan protein murni 25,75 %, kehilangan bahan kering 37,72 % dan serat kasar 16,8 %. Aspergillus niger mempunyai pertumbuhan yang paling tinggi dan kehilangan bahan kering yang tinggi bila dibandingkan dengan Aspergillus niger oryzae dan Rhizopus oryzae. Susanto (1996), Sunanto (1995) dan Yuniah (1996) melaporkan bahwa Aspergillus niger mampu menurunkan kandungan serat kasar. 5. Proses Fermentasi Dengan Medium Padat

Fermentasi adalah proses penguraian unsur organik kompleks terutama karbohidrat untuk menghasilkan energi melalui reaksi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme, yang biasanya terjadi dalam keadaan anaerob dan diiringi dengan pembebasan gas (Sungguh, 1993).

Menurut jenis mediumnya proses fermentasi dibagi menjadi dua yaitu fermentasi medium padat dan fermentasi medium cair. Fermentasi medium padat

© 2004 Digitized by USU digital library 6

Page 7: PENDAHVL VAN

dimana medium yang digunakan tidak larut tetapi cukup mengandung air untuk keperluan mikroorganisme, sedangkan fermentasi medium cair adalah proses fermentasi yang substratnya larut atau tersuspensi di dalam fase cair (Hardjo et al., 1989).

Keuntungan penggunaan medium padat antara lain: 1) tidak memerlukan tambahan lain kecuali air, 2) persiapan inokulum lebih sederhana, 3) dapat menghasilkan produk dengan kepekatan tinggi, 4) kontrol terhadap kontaminan lebih mudah, 5) kondisi medium mendekati keadaan tempat tumbuh alamiah, 6) produktifitas tinggi, 7) aerasi optimum, 8) tidak diperlukan kontrol terhadap pH maupun suhu yang teliti (Hardjo et al., 1989). Selanjutnya Hardjo et al. (1989)menyatakan bahwa dalam menyiapkan proses fermentasi medium padat perlu memperhatikan beerapa faktor yaitu : sifat substrat terutama yang berhubungan dengan derajat kristalisasi dan derajat polimerisasi, sifat organisme karena masingmasing mikroorganisme mempunyai kemampuan yang berbeda dalam memecah komponen substrat untuk keperluan metabolismenya, kinetika metabolisme dan kinetika enzim. 6. Suplementasi Mineral Zn

Siagian (1997) menyatakan bahwa mineral mikro termasuk Zn penting diperhatikan, karena kekurangan Zn mengurangi produksi yang dapat dicapai. Zn merupakan mineral mikro dibutuhkan temak untuk melakukan fungsi metabolik yang normal pada ternak unggas dan ternak lainnya.

Zn merupakan komponen pembentuk enzim karbonik anhidrase (metaloenzim). Enzim ini berperan dalam mengkatalisa perombakan asam karbonat menjadi CO2 dan H2O. Di samping itu dapat menyembuhkan parakeratosis pada babi.

Untuk pertumbuhan, ayam membutuhkan Zn minimal 40 ppm (Scott, 1976); 35 - 40 ppm (Underwood, 1962); 20 ppm (Ewing, 1963) dan maksimum 1000 ppm (Church, 1988). Kebutuhan mineral Zn jauh lebih besar di daerah tropik dibanding daerah sub-tropik.

Defisiensi Zn mengakibatkan penurunan pertumbuhan dan perkembangan tulang pada anak ayam, dimana tulang kaki memendek dan menebal. Anak ayam yang berasal dari induk yang defisiensi Zn akan memperlihatkan cara bernafas berat, pertumbuhan buiu terganggu dan mengeriting. Zn yang terdapat dalam bahan pakan alami tidak dapat memenuhi kebutuhan ayam, sehingga harus dilakukan suplementasi (penambahan) mineral Zn (Wahyu, 1997).

TUJUAN PENELITIAN

1. Mempelajari pengaruh pemberian bungkil inti sawit yang difermentasi Aspergillus niger, hidrolisat tepung bulu ayam clan sulementasi Zn (seng) dalam ransum terhadap pertumbuhan ayam pedaging.

2. Mendapatkan formulasi ransum ayam pedaging yang terbuat dari bahan baku lokal.

3. Menggali potensi dan mendayagunakan sumber daya lokal untuk bahan baku ransum ayam pedaging.

KONTRIBUSI PENELITIAN

1. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dibidang ilmu nutrisi dan makanan ternak.

2. Menghemat devisa negara.

© 2004 Digitized by USU digital library 7

Page 8: PENDAHVL VAN

3. Informasi bagai peternak dan pabrik pakan mengenai penggunaan bahan baku lokal.

4. Menambah variasi dan ketersediaan bahan baku ransum unggas dan ruminansia di Indonesia.

5. Mengurangi pencemaran lingkungan.

METODA PENELITIAN

1. Tempat dan waktu penelitian Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Temak, dan di Laboratorium Biologi (Experimental Farm) Jurusan Petemakan Fakultas Pertanian Universtas Sumatera Utara.

2. Materi Penelitian a. Ayam Pedaging (broiler)

Bibit ayam pedaging strain AA CP- 707 umur 1 hari (day old chicks) sebanyak 120 ekor dengan berat badan : 49 gram yang diperoleh dari PT. Charoen Phokpand. b. Kandang

Kandang yang akan digunakan adalah sistem battery yang terbuat dari kawat bambu dan kayu dengan ukuran 100 x 100 x 50 cm per unit sebanyak 20 unit. Setiap unit kandang dilengkapi dengan pemanas bola pijar 25 watt. c. Bahan Suplementasi

Bahan yang digunakan adalah ZnSO4. 7 H2O produksi E.Merck, D-6100 Damstadt Germany dengan konsentrasi Zn sebesar 22,66 % d. lnokulum Kapang

lnokulum kapang yang digunakan adalah Aspergillus niger produksi PAU-IPB Bogor e. HCl

HCI yang dipakai adalah yang pro analys (p.a) dan diperoleh dari Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan F.P. USU Medan. f. Ransum

Ransum kontrol adalah produksi Pabrik Pakan Ternak P. T. Charoen Phokpand Medan. Ransum penelitian tersusun dari bahan baku : bungkil inti sawit fermentasi (BSF), hidrolisat tepung bulu ayam (HTBA), tepung jagung, ampas tahu, dedak halus, tepung keong mas, tepung ikan , onggok, dan minyak kelapa.

Ransum disusun iso kalori dan iso protein. Unruk periode awal (stater) kandungan energi metabolis dan protein kasar ransum adalah masing-masing 3200 kkal/kg dan 23 %, sedangkan untuk periode pertumbuhan akhir (finisher) energi metabolis 3100 kkal/kg dan 20 % protein. Penyusunan ransum didasarkan atas kebutuhan zat makanan ayam broiler (NRC, 1984).

Susunan ransum ayam pedaging stater umur 0 - 3 minggu, dan finisher umur 3 - 6 minggu tertera pada Lampiran 1 dan 2.

3. Rancangan Percobaan.

Pada percobaan ini dilakukan tiga tahap percobaan.

© 2004 Digitized by USU digital library 8

Page 9: PENDAHVL VAN

Percobaan I Fermentasi Bungkil Inti Sawit dengan Aspergillus niger Tujuan percobaan adalah untuk meningkatkan kandungan protein dan energi bungkil inti sawit.

Rancangan yang digunakan pada percobaan ini adalah Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan diulang 5 (lima) kali. Perlakuan yang diuji sebagai berikut: A = BIS tanpa fermentasi (Kontrol) B = BIS difermentasi dengan Aspergillus niger 1 % (dari Bahan Kering

Bahan) C = HIS difermentasi dengan Aspergillus niger 2 % (dari Bahan Kering

Bahan) D = BIS difermentasi dengan Aspergillus niger 3 % (dari Bahan Kering

Bahan) Model matematik yang digunakan : Yij =µ+αi +Σij dengan 1 = 1,2,3...i adalah perlakuan

J = 1,2,3...j adalah ulangan Yij = nilai pengamatan perlakuan ke-i ulangan ke-j µ = nilai tengah umum αi = pengaruh perlakuan ke-i Σij = galat percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

Parameter yang diukur Kandungan Energi Metabolis dan Protein Kasar Percobaan II. Hidrolisa Tepung Bulu Ayam dengan HCI

Tujuan percobaan adalah untuk mengetahui perubahan nilai nutrisi bulu ayam. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap non Faktorial dengan 4 (empat) perlakuan dan diulang 5 (lima) kali. Perlakuan yang diuji sebagai berikut : A = Tepung Bulu Ayam (TBA) tanpa hidrolisis B = TBA dihidrolisis dengan 3 % HCI. C = TBA dihidrolisis dengan 6 % HCI D = TBA dihidrolisis dengan 9 % HCI Model matematik yang digunakan : Yij =µ+αi +Σij Parameter yang diukur adalah kandungan protein kasar dan energi bruto. Percobaan III. Feeding Trial ( uji ransum ) terhadap ayam pedaging. Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap pola non faktorial yang terdiri dari 4 perlakuan dan diulang 5 (lima) kali. Pcrlakllan yang akan ditcliti terdiri atas :

R0 = Ransum komersial sebagai kontrol RI = Ransum (5 % BSF + 2 % HTBA) + 40 ppm Zn/kg R2 = Ransum ( 10 % BSF + 4 % HTBA) + 80 ppm Zn/kg R3 = Ransum (15 % BSF + 6 % HTBA) + 120 ppm Zn/kg Model matematik penelitian :

Yij =µ+αi +Σij Pada pcrcobaan ini diukur beberapa parameter yaitu :

© 2004 Digitized by USU digital library 9

Page 10: PENDAHVL VAN

a. Konsumsi ransum b. Pertambahan berat badan c. Konversi ransum d. Persentase Bobot karkas e. Lemak abdominal f. Panjang usus g. IOFC 4. Pelaksanaan Penelitian

a) Proses fennentasi bungkil sawit dengan Aspergillus niger. Bungkil sawit yang akan digunakan diperoleh dari pabrik pengolahan

kelapa sawit PTPN IV kebun Adolina. Proses fermentasi dapat dilihat pada gambar I.

b) Hidrolisat tepung bulu ayam Bulu ayam yang akan digunakan adalah bulu ayam pedaging (broiler)

yang diperoleh dari tukang potong ayam. HCI (9%) diperoleh dari Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan FP-USU Medan: Proses pembuatan hidrolisat tepung bulu ayam dapat dilihat pada Gambar 2.

c) Persiapan kandang Kandang battery dan kandang bangsal difumigasi dengan menggunakan

formalin. Semua ruang dalam kandang disemprot dengan formalin. Lantai kandang ditaburi dengan kapur (CaCO3) untuk membunuh bibit penyakit yang ada. Peralatan kandang disucihamakan dengan rodalan. Fumigasi dan pensucihamaan peralaratan dilakukan 7 hari sebelum ayam masuk ke kandang. Dalam kandang dipasang termometer clan hygrometer untuk mengetahui temperatur dan kelembaban udara kandang.

d) Penempatan ayam ke dalam kandang Setelah anak ayam ditimbang dilakukan penomoran pada setiap ayam.

Kandang battery sebanyak 20 unit dirandom untuk menempatkan perlakuan dan sampel ayam. Kemudian anak ayam dirandom saat hendak memasukkan ke kandang battery. Setiap unit kandang battery diisi 5 ekor ayam, sehingga ada 100 ekor anak ayam yang digunakan sebagai sampel penelitian.

e) Pemeliharaan Selama 10 hari pertama pemanas dihidupKan secara terus menerus,

selanjutnya umur 10 hari ke atas lampu hanya digunakan sebagai penerangan dan dihidupkan hanya pada malam hari. Ransum dan air minum diberikan secara tidak terbatas. Vaksin, vitamin dan obat-obatan diberikan seperlunya.

5. Analisis Data.

Data yang diperoleh ditabulasi dan dilakukan analisis statistik dengan uji keragaman (ANOVA). Bila hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh nyata (P ≤ 0.05) pada perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) (Y itnosumarno, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan I Permentasi Bungki Inti Sawit dengan Aspergillus Niger

1. Kandungan protein kasar bungkil sawit setelah tertera pada tabel 9.

© 2004 Digitized by USU digital library 10

Page 11: PENDAHVL VAN

Tabel 9. kandungan protein Kasar Bungkil Inti Sawit Fermentasi (%)

Ulangan Perlakuan

1 2 3 4 5 Total Rerata

A B C

D

15.03

16.11

17.34

18.32

15.12

15.42

18.60

18.27

15.55

17.94

18.82

18.22

14.96

16.13

18.79

19.26

14.49

16.82

18.40

18.42

75.16

82.43

91.95

92.49

15.03

16.49

18.39

18.50

Total 66.80 67.42 70.53 69.15 68.13 342.02 Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap kandungan protein kasar bungkil inti sawit fermentasi, dilkukan analisis ragam seperti tertera pada Tabel 10.

Tabel 10. Analisis Ragam Kandungan Protein Kasar. Sumber Keragaman

db Jk KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan G. percobaan

3 16

41.3868 6.4351

13.7956 0.4022

34.3008** 3.24 5.29

Total 19 47.8219 ** Sangat nyata Untuk melihat perbedaan antar pelakuan analisis dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) seperti tertera pad Tabel 11. Tabel 11. Uji Beda Nyata terkecil (BNT) Terhadap Kandungan protein Kasar

Notasi Perlakuan Rataan

0.05 0.01 A B C

D

15.03

16.49

18.30

18.50

a b c c

A B C C

Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan perbedaan tidak nyata pada ∝0.05 dan 0.01 2. Kandungan energi bruto bungkil inti sawit setelah fermentasi tertera pada Tabel

12

© 2004 Digitized by USU digital library 11

Page 12: PENDAHVL VAN

Tabel 12. Nilai Energi Met Bungkil Inti Sawit Fermentasi (kkal/kg) Ulangan

Perlakuan 1 2 3 4 5

Total Rerata

A B C

D

1670.00

1771.00

1825.00

1633.00

1650.00

1885.00

1843.00

1609.00

1663.00

1789.00

18.00

1669.00

1655.00

1756.00

1833.00

1690.00

1667.00

1764.00

1821.00

1635

8305.00

8965.00

9188.00

8236.00

1661.00

1793.00

1837.60

1647.20 Total 6899.00 6987.00 6987.00 6934.00 6887.00 34694.00

Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap kandungan energi bruto bungkil inti sawit fermentasi, dilakukan ragam seperti tertera pada Tabel.13

Tabel 13. Analisa Sidik Ragam nilai energi Metabolis SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan G.Error

3 16

135376.20 16860.00

45125.40 1053.75

42.8236** 3.24 5.29

Total 19 152236.20 Keterangan : Huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukan perbedaan tidak nyata pada ∝ 0.05 dan 0.01

Kesimpulan Percobaan I dari hasil uji fermentasi bungkil inti sawit dengan niger didapat bahwa perlakuan yang digunakan sebagai bahan formulasi ransum untuk pengujian feeding trial (pada ayam pedaging) adalah perlakuan dosis A. niger pada bungkil inti sawit sebesar 2 % dari ballaD kering (perlakuan C) dengan kandungan protein kasar 18.39% dan energi brute 1837 kkal/kg bungkil inti sawit fermentasi.

Percobaan II Hidrolisis Tepung Bulu Ayam dengan HCI

1. Kandungan protein kasar bungkil sawit telah dihidrolisis tertera pada Tabel 15

Tabel 15. Kandungan Protein kasar Hidrolisat Tepung Bulu Ayam (%). Ulangan

Perlakuan 1 2 3 4 5

Total Rerata

A B C

D

79.88

82.21

80.32

82.11

78.91

80.73

79.92

82.71

79.37

81.66

83.17

81.33

80.1

80.35

80.76

80.05

79.7

80.51

81.35

79.73

397.96

405.46

405.52

405.93

79.592

81.092

81.104

81.186 Total 324.52 322.27 325.53 321.26 321.29 1614.87

Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap kandungan energi bruto bungkil inti sawit fermentasi, dilakukan analisis rgam seperti tertera pada tabel 16.

© 2004 Digitized by USU digital library 12

Page 13: PENDAHVL VAN

Tabel. 16. Analisis Ragam Kandungan Protein Kasar Hidrosat tepung Bulu Ayam

Sumber Keragaman

db Jk KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan G. percobaan

3 16

8.8659 16.5312

2.9553 1.0332

2.8603tn 3.24 5.29

Total 19 25.3971 2. Kandungan Energi Bruto Hidrolisat Tepung Bulu Ayam tertera pada Tabel 17. Tabel 17. Data Nilai Energi Metabolis Masing- masing Perlakuan (kkal/kg)

Ulangan Perlakuan

1 2 3 4 5 Total Rerata

A B C

D

1636

1600

1599

1633

1640

1635

1688

1609

1631

1666

1673

1669

1600

1631

1663

1690

1605

1679

1691

1635

8112

8211

8314

8236

1622.4

1642.2

1662.8

1647.2 Total 6468.00 6572.00 6639.00 6584.00 6610.00 32873.00 Untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap kandungan energi bruto bungkil inti sawit fermentasi, silakukan analisis rgam seperti tertera pada tabel 18. Tabel 18. Analisis Ragam Nilai Energi Metabolis.

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan G.Error

3 16

4164.9500 14973.6000

1388.3167 935.8500

1.4835tn 3.24 5.29

Total 19 Kesimpulan percobaan II Dari hasil uji hidrolisis tepung bulu ayam dengan Hci didapat bahwa perlakuan yang digunakan sebagai bahan formulasi ransum untuk Feeding Trial menggunakan perlakuan hidrolisis 3 % (perlakuan B) dengnakandungan protein kasar 81.10% dan eneri bruto 1642,20 kkal/kg hidrolisat tepung bulu ayam. Percobaan III. Feeding Trial pada Ayam Pedaging Konsumsi Ransum Konsumsi adalah jumlah ransum yang dapat dimakan ternak ayam. Rataan konsumsi ransum ayam selama 42 hari tertera pada tabel 19. Tabel 19. Rataan konsumsi Ransum Ayam (g/ekor/hari)

Ulangan Perlakuan

1 2 3 4 5 Total Rerata

R0 R1 R2 R3

70.04

73.80

71.50

65.00

75.23

74.76

70.50

60.00

74.88

75.23

68.70

62.00

75.00

74.76

65.00

61.00

75.47

74.04

63.40

60.00

374.62

372.59

339.10

308.00

74.92

74.52

67.82

61.60

© 2004 Digitized by USU digital library 13

Page 14: PENDAHVL VAN

Untuk mengetahui pengaruh perlakuanterhadap konsumsi ransum maka dilakukan analisis ragam seperti tertera pada Tabel 20 Tabel 20 Analisis Ragam Terhadap konsumsi Ransum

SK db JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan G.Error

3 16

598.234 68.737

199.41 4.2961

46.42** 3.24 5.29

Total 19 666.970

Dari Tabel 20 dapat dilihat bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap konsumsi ransum. Perlakuan bungkil inti sawit fennentasi, hidrolisat tepung bulu ayam dan suplementasi mineral Zn menurunkan konsumsi ransum. Semakin tinggi level bungkil sawit fermentasi dalam ransum konsumsi ransum semakin turun. Hal ini disebabkan semakin ambanya ( voluminous) ransum. Ransum yang sifat ambanya tinggi akan menyebabkan ayam cepat merasa kenyang, karena tembolok cepat terisi penuh, sehingga menurunkan konsumsi ransum.

Untuk melihat perbedaan antar perlakuan analisis dilanjutkan dengan Uji Beda Terkecil (BNT) seperti tertera pada Tabel 21.

Tabel 21. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Terhdap Konsumsi Ransum Notasi

Perlakuan Rataan 0.05 0.01

R0

R1

R2

R3

74.92

74.52

67.82

61.60

c c b a

C

C B A

Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata atau sangat nyata.

Dari uji beda nyata terkecil terlihat bahwa perlakuan Ro berbeda sangat nyata dengan R2 dan R3 sedangkan dengan RI tidak berbeda nyata. Konsumsi ransum tertinggi adalah pada perlakuan Ro dan terendah pada perlakuan R3. Pertabamhan Bobot Badan.

Pertambahan bobot badan adalah merupakan manifestasi dari konsumsi ransum. Rataan pertambahan bobot badan selama 42 hari tertera pada Tabel 22.

Tabel 22. Rataan Pertambahan Bobot Badan Ayam (g/ekor/hari) Ulangan

Perlakuan 1 2 3 4 5

Total Rerata

R0 R1 R2 R3

40.20

39.50

36.50

34.50

41.00

40.00

37.10

33.70

40.50

41.00

35.50

34.10

40.70

40.10

35.40

33.90

40.60

40.30

34.50

32.90

203.00

200.90

179.00

169.10

40.60

40.18

35.80

33.82 Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap pertambahan bobot badan maka dilakukan analisis ragam seperti feTters pads Tabel23.

© 2004 Digitized by USU digital library 14

Page 15: PENDAHVL VAN

Tabel23. Analisis Ragam Terhadap Pertambahan Bobot Badan db JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan G.Error

3 16

165.924 7.056

55.3080 0.4410

125.41** 3.24 5.29

Total 19 172.980

Dari Tabel 23 dapat dilihat bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan bobot badan. Perlakuan bungkil inti sawit fermentasi, hidrolisat tepung bulu ayam dan suplementasi mineral Zn menurunkan pertambahan bobot badan. Semakin tinggi level bungkil sawit fermentasi dalam ransum pertambahan bobot badan cenderung semakin menurun. Hal ini disebabkan semakin ambanya (voluminous) ransum. Ransum yang sifat ambanya tinggi akan menyebabkan ayam cepat merasa ,kenyang karena tembolok cepat terisi penuh, sehingga menurunkan konsumsi ransom. Karena konsumsi ransom semakin turun mengakibatkan nutrisi yang masuk ke dalam tubuh ayam berkurang sehingga pertambahan bobot badan juga turun.

Untuk melihat perbedaan, antar perlakuan analisis dilanjutkan dengan Uji Beda Terkecil (BNT) seperti tertera pada Tabel 24.

Tabel24. UJi Beda Nyata Terkecil BNT terhada Pertambahan Bobot Badan Notasi

Perlakuan Rataan 0.05 0.01

R0

R1

R2

R3

40.60

40.18

35.80

33.82

c c b a

C C A B

Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata atau sangat nyata.

Dari uji beda nyata terkecil terlihat bahwa perlakuan Ro berbeda sangat nyata dengan R2 daD R3 sedangkan dengan R tidak berbeda nyata. Pertambahan bobot badan tertinggi adalah pada perlakuan Ro clan terendah pada perlakuan' R3 . Feed Conversion Rasio (FCR)

Feed conversion ratio adalah rasio antara ransom yang dikonsumsi dengan bobot badab hidup ayam yang dihasilkan. Rataan feed conversion rasio ayam selama 42 hari penelitian tertera pada Tabel 25.

Tabel 25. Rataan Feed Conversion Ratio

Ulangan Perlakuan

1 2 3 4 5 Total Rerata

R0 R1 R2 R3

1.84

1.87

1.96

1.88

1.82

1.87

1.90

1.78

1.85

1.84

1.94

1.82

1.84

1.86

1.84

1.80

1.86

1.84

1.84

1.80

9.21

9.28

9.48

9.08

1.84

1.85

1.89

1.81

© 2004 Digitized by USU digital library 15

Page 16: PENDAHVL VAN

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap feed convertion ratio dilakukan analisis ragam seperti tertera pada tabel 26.

Tabel 26. Analisis Ragam Terhadap Feed Convertion Ratio SK DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan G.Error

3 16

0.0167 0.0200

0.0056 0.0013

4.453* 3.24 5.29

Total 19 0.0368

Dari Tabel 26 dapat dilihat bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap feed conversion ratio. Perlakuan bungkil inti sawit fermentasi, hidrolisat tepung bulu ayam dan suplementasi mineral Zn pada R3 dapat memperbaiki conversi ransum. Pada R3 dengan suplementasi Zn sebesar 120 ppm dapat meningkatkan penyerapan zat makanan di usus halus, sehingga penggunaan ransum lebih efisien. Untuk melihat perbedaan antar perlakuan analisis dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata TerkeciI (BNT) seperti tertera pada Tabel 27.

Tabel. 27 Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap Feed Convertion

Ratio Notasi

Perlakuan Rataan 0.05 0.01

R0

R1

R2

R3

1.84

1.85

1.89

1.81

a

ab b a

Keterangan : Huruf yang berbeda pacta kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata atau sangat nyata.

Dari uji beda nyata terkecil terlihat bahwa perlakuan Ro berbeda nyata dengan R2 sedangankan dengan R1 dan R3 tidak berbeda nyata. Feed Conversion Ratio terbaik adalah perlakuan R3 dan terendah pada perlakuan R2. Persentase Bobot Karkas

Karkas adalah daging ayam bersama dengan tulang dari basil pemotongan setelah dipisahkan dari kepala pada batas pangkal leher, kaki sampai batas lutut, isi rongga dan bagian dalam, darah dan bulu. Rataan persentase bobot karkas ayam selama penelitian 42 hari tertera pacta Tabel 28.

Tabel 28. Rataan Persentase Bobot Karkas Ayan (%)

Ulangan Perlakuan

1 2 3 4 5 Total Rerata

R0 R1 R2 R3

64.20

60.20

61.10

65.60

64.30

60.10

61.20

65.40

63.80

61.30

62.20

65.23

63.70

59.80

62.40

65.20

64.10

59.90

62.40

65.20

320.10

301.30

309.60

328.13

64.02

60.26

61.92

65.62

© 2004 Digitized by USU digital library 16

Page 17: PENDAHVL VAN

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap persentase bobot karkas maka dilakukan analisis ragam seperti tertera pada Tabel 29.

Tabel 29. Analisis Ragam Terhadap Persentase Bobot Karkas SK DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan G.Error

3 16

83.013 5.371

27.671 0.335

82.42** 3.24 5.29

Total 19 88.385 Dari Tabel 29 dapat dilihat bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap persentase bobot karkas. Persentase bobot karkas tertinggi pada R3, hal ini disebabkan karena efisiensi penggunaan ransum lebih tinggi dari perlakuan yang lain. Ransum lebih banyak dikonversi menjadi karkas, dan terendah pada R1. Pada perlakuan R1 diduga suplementasi Zn sebesar 40 ppm belum cukup untuk meningkatkan persentase bobot karkas.

Untuk melihat perbedaan antar perlakuan analisis dilanjutkan dengan Uji Beda Terkecil (BNT) seperti tertera pada Tabel 30. Tabel 30. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap Persentase Bobot Karkas.

Notasi Perlakuan Rataan

0.05 0.01 R0

R1

R2

R3

64.02

60.26

61.92

65.62

c a b d

C A B

D Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata atau sangat nyata. Dari uji beda nyata terkecil terlihat bahwa terdapat perberbedaan yang sangat nyata antar perlakuan yaitu antara Ro, R1, R2 dan R3. Persentase bobot karkas tertinggi adalah pada R3 dan terendah pada RI. Lemak Abdominal

Lemak abdominal adalah lemak yang terdapat pada bagian rongga perut dan dekat daerah kloaka.Rataan lemak abdominal ayam selama penelitian 42 hari tertera pada Tabel 31.

Tabel 31. Rataan Lemak Abdominal Ayam (g/ekor/hari) Ulangan

Perlakuan 1 2 3 4 5

Total Rerata

R0 R1 R2 R3

22.00

21.90

22.00

21.70

21.00

21.70

21.90

20.90

22.50

20.80

22.10

21.90

20.00

20.70

21.80

22.10

22.00

21.00

22.00

22.20

107.50

106.10

109.80

108.80

21.50

21.22

21.96

21.76

© 2004 Digitized by USU digital library 17

Page 18: PENDAHVL VAN

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap kandungan lemak abdominal maka dilakukan analisis ragam seperti tertera pada Tabel 32.

Tabel 32. Analisis Ragam Terhadap Lemak Abdominal SK DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan G.Error

3 16

1.546 6.312

0.515 0.394

1.30 3.24 5.29

Total 19 7.858 Dari Tabel 32 dapat dilihat bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata

terhadap lemak abdominal. Kandungan lemak abdominal cukup rendah yaitu rata 1,40% jauh lebih rendah dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Wahyu (1985) yaitu sebesar 4%. Ginting (2002) melaporkan bahwa penambahan mineral Zn pada ransum yang mengandung bungkil sawit fermentasi dapat menurunkan kandungan lemak abdominal.Karena perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan lemak abdominal maka uji beda nyata terkecil (BNT) tidak dilakukan. Panjang Usus

Panjang usus diukur mulai dari duodenum, ileum dan sampai ke kloaka dengan satuan cm. Rataan panjang usus ayam selama penelitian 42 hari tertera pada Tabel 33.

Tabel 33. Rataan Panjang Usus Ayam (cm) Ulangan

Perlakuan 1 2 3 4 5

Total Rerata

R0 R1 R2 R3

163.50

159.90

161.20

160.40

165.00

160.00

162.10

161.90

166.00

167.00

163.00

160.10

162.70

163.00

162.80

161.40

167.00

162.50

161.90

160.00

824.20

812.40

811.00

803.80

164.84

162.48

162.20

160.76

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap panjang usus maka dilakukan analisis ragam seperti tertera pada tabel 34.

Tabel. 24 Analisis Ragam Terhadap Panjang Usus

SK DB JK KT Fhit F0.05 F0.01 Perlakuan G.Error

3 16

42.870 50.872

14.290 3.179

4.49* 3.24 5.29

Total 19 93.742 Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan berpengaruh nyata terhadap

panjang usus. Perlakuan bungkil inti sawit fennentasi, hidrolisat tepung bulu ayam clan suplementasi mineral Zn menurunkan panjang usus. Semakin tinggi level suplementasi mineral Zn dalam ransum maka panjang usus semakin menurun. Hal ini disebabkan Zn dapat meningkatkan penyerapan zat makanan, sehingga tidak diperlukan usus yang terlalu panjang.

Untuk melihat perbedaan antar perlakuan analisis dilanjutkan dengan Uji Beda Terkeeil (BNT) seperti tertera pada Tabel 35.

Tabel 35 . Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) Terhadap Panjang Usus Perlakuan Rataan Notasi

© 2004 Digitized by USU digital library 18

Page 19: PENDAHVL VAN

0.05 0.01 R0

R1

R2

R3

64.02

60.26

61.92

65.62

c a b d

C A B

D Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata atau sangat nyata.

Dari uji beda nyata terkecil terlihat bahwa perlakuan Ro berbeda sangat nyata dengan R2 clan R3 sedangkan dengan R1 tidak berbeda nyata. Panjang usus terpanjang adalah pada perlakuan R0 dan terendah pada perlakuan R3. Income Over Feed Cost ( IOFC )

Income Over Feed Cost adalah merupakan satu cara untuk mengetahui apakah ransom rang digunakan ekonomis atau tidak. Hal ini dapat diketahui dari hasil produksi dikurangi dengan biaya ransom yang dikeluarkan selama penelitian. Pada perhitungan ini biaya lain tidak dimasukkan dan dianggap sama untuk setiap perlakuan. Rataan income over feed cost ayam selama penelitian 42 hari tertera pada Tabel 36.

Tabel 36. Rataan Income Over Feed Cost (Rp) Ulangan

Perlakuan 1 2 3 4 5

Total Rerata

R0

R1

R2

R3

6175.90

9903.30

8940.40

8640.25

6336.90

10027.40

9233.30

8672.76

6191.40

10372

8753.24

8690.36

6246.00

10063.40

89.58.90

8677.06

6154.90

10184.10

8735.89

8366.76

31105.10

50551.06

44621.73

43047.19

6221.02

10110.26

8924.34

8609.43

Untuk mengetahui pengaruh dari perlakuan terhadap income over feed cost maka dilakukan analisis ragam seperti tertera pada Tabel 37.

Tabel37. Analisis Ragam Terhadap Income Over Feed Cost SK DB JK KT Fhit F0.05 F0.01

Perlakuan G.Error

3 16

39870117.79 384327.44

13290039.26 24020.46

553.27** 3.24 5.29

Total 19 402554445.24

Dari Tabel 37 dapat dilihat bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata

terhadap income over feed cost. Perlakuan bungkil sawit fermentasi. hidrolisat tepung bulu ayam dan suplementasi Zn dalam ransom dapat meningkatkan nilai income over feed cost dibandingkan dengan ransom kontrol (komersil). Hal ini disebabkan karena bahan yang dipergunakan dalam ransom perlakuan adalah bahan lokal dan limbah yang harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan kontrol (ransum komersil). Karena biaya ransom perlakuan jauh lebih murah maka biaya yang dikeluarkan untuk biaya pakan juga lebih murah. sehingga pendapatan lebih tinggi.

Untuk melihat perbedaan antar perlakuan analisis dilanjutkan dengan Uji Beda Terkecil (BNT) seperti tertera pada Tabel 38.

© 2004 Digitized by USU digital library 19

Page 20: PENDAHVL VAN

Tabel 38. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap Income Over Feed Cost

Notasi Perlakuan Rataan

0.05 0.01 R0

R1

R2

R3

6221.02

10110.21

8924.34

8609.43

a c b b

A

C B B

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Penggunaan bungkil inti sawit fermentasi, hidrolisat tepung bulu ayam, suplementasi mineral Zn dalam ransum dapat menurunkan konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan pada penggunaan level 15% bungkil inti sawit fermentasi, 6% hidrolisat tepung bulu ayam dan suplementasi Zn 120 ppm dapat memperbaiki feed conversion ratio.

2. Penggunaan bungkil inti sawit fermentasi, hidrolisat tepung bulu ayam, dan suplementasi mineral Zn dalam ransum dapat meningkatkan nilai dari Income Over Feed Cost ( nilai ekonomis ransum).

3. Perlakuan ransum R3 ( 15% BlSF+6% HTBA+ 120 ppm Zn) dapat meningkatkan persentase bobot karkas.

4. Penggunaan bungkil: inti sawit fermentasi, hidrolisat tepung bulu ayam, dan suplementasi mineral Zn dalam ransum dapat meningkatkan penyerapan zat-zat makanan dan menurunkan panjang usus

5. Penggunaan bungkil inti sawit fermentasi, hidrolisat tepung bulu ayam, dan suplementasi mineral Zn dalam ransum tidak berpengaruh nyata terhadap nilai lemak abdominal.

Saran

1. Dalam menggunakan bahan baku lokal sebagai penyusun ransum ayam pedaging perlu dilakukan sentuhan teknologi yaitu fermentasi bahan baku lokal dengan Aspergillus niger , tepung bulu ayam dihidrolisa dengan HCl 9% dan ditambah dengan mineral Zn 120 ppm/ kg ransum.

DAFTAR PUSTAKA Church, D.C., and E.G. Pond. 1988. Basic Animal Nutrition and Feetling. John Wiley &

Son. New York Davendra,C, 1977. Utilization Feeding Stuff from The Oil Palm, Malaysian Agricultural Research and Development Institute, Serdang Malaysia.

Ewing, W.R. 1961. Poultry. Nutrition. Fifth Edition. The Ray Ewing Co. Pasadena.

California.

© 2004 Digitized by USU digital library 20

Page 21: PENDAHVL VAN

Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor .

Hardjo, S., N.S. Indrasti, B. Tajuddin. 1989. Biokonveksi : Pemanfaatan Limbah

Industri Pertanian. Pusat Antar Universitas Pangan clan Gizi. IPB. Ginting, S. 2002. Pemanfaatan Bungkil Inti Sawit Fermentasi dan Suplementasi Zn

dalam Ransum Terhadap Karkas dan Nilai Ekonomis Ransum Broiler Umur 6 Minggu. Skripsi Jurusan Petemakan Fakultas Pertanian USU Medan.

Gunawan., Rasyid, A, Sudarmadi, B dan Sriyana. 1995, Pembuatan dan Pemanfaatan

Onggok Sebagai Pakan Temak Bagian Proyek Penelitian Petemakan Grati, Balai Pengkajian Teknologi, Krangploso.

Kartadisastra, H.R. 1994. Pengelolaan Pakan Ayam. Kiat Meningkatkan Keuntungan

Dalam Agribisnis Unggas. Lehninger, W.W. 1991. Dasar-dasar Biokimia. VoI. I. Erlangga. Jakarta. Murtidjo, B. A. 1990, Pedoman Meramu Pakan Unggas, Kanisius, Yogyakarta. Murtidjo, B. A 1992. Mengelola Ayam Buras. Kanisius. Yogyakarta. National Research Council, 1984. Nutrien Requirements of Poultry. 8th Ed. National

Academy of Science. Rasyaf, M. 1990. Bahan Makan Unggas Indonesia. Kanisius. Jakarta. Rasyaf, M. 1992. Produksi daD Pemberian Ransum Unggas. Kanisius. Jakarta. Rasyaf, M. 1994. Makanan Ayam Broiler. Kanisius. Jakarta. Santoso, U. 1989. Limbah Bahan Ransum Unggas rang Rasional. PT. Bharata Karya

Aksara. Jakarta. Scott, M.L., MaIden C. Nesheim and Robert, J. Young. 1976. Nutrion of The Chicken. M.L. Scott & Associates. Ithaca. New York. . Siregar, Z. 1995. Pengaruh Suplementasi Enzim Selulosa Pada Ransum yang

mengandung Bungkil lnti Sawit Terhadap Penampilan Ayam Pedaging Strain' Bromo. Thesis. Program Pascasarjana Unibraw Malang.

Sulaksono, M.E. 1991. Serat Kasar dan Peranannya dalam Ransum Ternak. Warta

Pertanian Deptan. Jakarta. Siagian, P.H., D.T.H. Sihombing, S. Simamora dan D. Creswell. 1979. Pengaruh

Penampilan Mineral Zinc Pada Jagung dan Kombinasi Jagung-Dedak dalam Ransum Anak Babi Lepas Sapih. Proceeding. Seminar Penelitian dan Penunjang Pengembangan Petemakan.

© 2004 Digitized by USU digital library 21

Page 22: PENDAHVL VAN

Sungguh, A. 1993. Kamus Lengkap Biologi. Gaya Media Pratama. Jakarta. Susanto, S. 1995. Pengaruh Lama Fermentasi dan Jenis Kapang Terhadap Perubahan

Komposisi Zat Makanan Limbah Asam Sitrat. Skripsi. Fakultas Petemakan. IPB. Bogor.

Taram. 1995. Pengaruh Lama Fermentasi dan Jenis Kapang Terhadap Perubahan

Kandungan Onggok Zat-zat Makanan Onggok. Skripsi. Fakultas Petemakan. IPB. Bogor.

Togatorop, M.H. 1998. Pengaruh Pemeliharaan di atas Lantai Kawat Versus Lantai

Litter dengan Pemberian Ransum rang Mengandung Berbagai Energi Terhadap Performans Ayam Broiler. Tesis. Fakultas Pascasarjana. IPB. Bogor.

Underwood, E.J. 1977. Trace Elements in Human and Animal Nutrition. Academic

Press. New York. ' Yitnosumamo,S. 1990. Perancangan Percobaan dan lnterpretasinya, Universitas

Sumatera Utara Yuniah, Y. 1996. Pengaruh Fermentasi Biji Sorgum Coklat dengan Aspergillus niGger,

Aspergillus oryzae dan Rhyzopus oryzae Terhadap Perubahan Komposisi Zat-Zat Makanan. Skripsi, Fakultas Petemakan. IPB. Bogor.

Wahyu. J. 1985. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. Gajah Mada University Press.

Yogyakarta. Wahyu. J. 1997. IImu Nutrisi Ternak Unggas. Gajah Mada University Press.

Yogyakarta.

© 2004 Digitized by USU digital library 22