1 KAJIAN SOSIOLINGUISTIK TUTURAN PERMINTAAN MAAF BAHASA JEPANG DALAM NASKAH DRAMA YANKII KUN TO MEGANE CHAN KARYA YOSHIKAWA MIKI Oleh : Jelita Prameswari Aprilia Morica NIM : C12.2008.00189 Universitas Dian Nuswantoro PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bagi masyarakat Jepang, tuturan maaf dianggap menjadi salah satu ungkapan sopan terpenting untuk saling memelihara hubungan, bukan saja sebagai ungkapan ritual, melainkan sebagai bentuk negosiasi konflik di antara peserta percakapan. Sehingga bisa dinyatakan bahwa berbicara mengenai sebuah ungkapan maaf, tidak lepas dari kesantunan berbahasa (Noerbaya, 2011:1). Variasi tuturan permintaan maaf dalam bahasa Jepang, memiliki lima buah variasi di antaranya adalah; gomen/gomenasai, suimasen/sumimasen, moshiwake arimasen, shitsureishimasu (Noerbaya,2011:14), dan warui menurut (http://library.binus.ac.id). Dengan adanya variasi tuturan permintaan maaf yang terdapat pada bahasa Jepang, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai variasi tuturan permintaan maaf dalam bahasa Jepang yang sering terlihat dalam kehidupan sosial masyarakat Jepang. Dalam hal ini fokus diberikan pada variasi tuturan permintaan maaf berdasarakan setting pada drama yang berupa tempat ketika dialog terjadi di antara penutur dan petutur, kemudian berdasarkan situasi sosial formal atau tidak formalnya variasi permintaan maaf tersebut digunakan
18
Embed
PENDAHULUAN - eprints.dinus.ac.ideprints.dinus.ac.id/8166/1/jurnal_11773.pdf · Naskah drama yang ditulis oleh Yoshikawa Miki, yaitu naskah drama yang ... pertautan bahasa dengan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
KAJIAN SOSIOLINGUISTIK TUTURAN PERMINTAAN MAAF
BAHASA JEPANG DALAM NASKAH DRAMA YANKII KUN TO
MEGANE CHAN KARYA YOSHIKAWA MIKI
Oleh : Jelita Prameswari Aprilia Morica
NIM : C12.2008.00189
Universitas Dian Nuswantoro
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bagi masyarakat Jepang, tuturan maaf dianggap menjadi salah satu ungkapan
sopan terpenting untuk saling memelihara hubungan, bukan saja sebagai
ungkapan ritual, melainkan sebagai bentuk negosiasi konflik di antara peserta
percakapan. Sehingga bisa dinyatakan bahwa berbicara mengenai sebuah
ungkapan maaf, tidak lepas dari kesantunan berbahasa (Noerbaya, 2011:1).
Variasi tuturan permintaan maaf dalam bahasa Jepang, memiliki lima buah
variasi di antaranya adalah; gomen/gomenasai, suimasen/sumimasen, moshiwake
arimasen, shitsureishimasu (Noerbaya,2011:14), dan warui menurut
(http://library.binus.ac.id).
Dengan adanya variasi tuturan permintaan maaf yang terdapat pada bahasa
Jepang, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai variasi
tuturan permintaan maaf dalam bahasa Jepang yang sering terlihat dalam
kehidupan sosial masyarakat Jepang. Dalam hal ini fokus diberikan pada variasi
tuturan permintaan maaf berdasarakan setting pada drama yang berupa tempat
ketika dialog terjadi di antara penutur dan petutur, kemudian berdasarkan situasi
sosial formal atau tidak formalnya variasi permintaan maaf tersebut digunakan
2
oleh penutur. Untuk itu penelitian ini mengambil tema variasi tuturan permintaan
maaf yang terdapat pada bahasa Jepang ditinjau dengan kajian sosiolinguistik
dengan sumber data naskah drama berjudul Yankii kun to Megane chan.
Naskah drama yang ditulis oleh Yoshikawa Miki, yaitu naskah drama yang
berjudul Yankii kun to Megane chan dipilih menjadi sumber data penelitian karena
di dalam data tersebut terdapat banyak dialog sesuai tema yang akan dikaji.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Masalah yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bagaimanakah penempatan variasi tuturan permintaan maaf berdasarkan
setting dan situasi sosial masyarakat Jepang yang turut mempengaruhi variasi
tuturan maaf tersebut.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui penempatan variasi kata maaf dengan tepat sesuai setting dan
situasi sosial dalam masyarakat Jepang.
1.4 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Untuk mengoptimalkan hasil penelitian, maka penulis hanya membatasi pada
variasi penggunaan tuturan maaf berdasarkan setting dan situasi sosial yang
melatarbelakangi pernyataan permintaan maaf, melalui analisis variasi pernyataan
tuturan yang dipilih oleh penutur maupun petutur dalam sumber data yang telah
ditentukan melalui kutipan yang telah diambil dari naskah drama tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENELITIAN SEBELUMNYA
3
Penelitan mengenai tindak tutur permintaan maaf bahasa Jepang sebelumnya
telah dilakukan oleh Noerbaya dari Universitas Dian Nuswantoro Semarang,
dengan judul penelitian Analisis Tindak Tutur Permintaan Maaf Bahasa Jepang.
Penelitian tersebut membahas strategi permintaan maaf bahasa Jepang dalam
drama Zettai Kareshi.
Penelitian lainnya menegenai tindak tutur permintaan maaf bahasa Jepang
sebelumnya telah dilakukan oleh Sri Utami dari Universitas Dian Nuswantoro
Semarang, dengan judul penelitian Variasi Tuturan Permintaan Maaf Bahasa
Jepang. Penelitian tersebut membahas pemilihan variasi tuturan permintaan maaf
dalam berbagai setting dan situasi sosial dalam drama Oh! My girl.
2.2 SOSIOLINGUISTIK
Sosiolinguistik merupakan gabungan antara disiplin sosiologi dan linguistik
(Agustina Leonie dan Abdul Chaer, 1995:2), dan ini didukung dengan pendapat
para sosiolog, sosiologi adalah kajian yang objektif dan ilmiah mengenai manusia
di dalam masyarakat, dan mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada
di dalam masyarakat. Sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari
bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya (Safitri,
2008: 7). Berdasarkan perbedaan penjelasan mengenai ke dua disiplin ilmu
tersebut, disimpulkan bahwa sosiolinguistik merupakan ilmu interdisipliner
gabungan dari sosio (-logi) dan linguistik. Selain itu menurut pendapat para ahli
lainnya, sosiolingustik yang merupakan ilmu yang relatif baru ini, sering juga
dikatakan sebagai linguistik intitusional di mana ilmu yang berkaitan dengan
4
pertautan bahasa dengan orang-orang yang memakai bahasa itu sendiri Halliday
(1970 dalam Sumarsono, 2009 : 2).
2.3 KONSEP SOSIOLOGI MASYARAKAT JEPANG
Pembedaan kelompok yang terjadi pada masyarakat Jepang secara langsung
merefleksikan bagaimana bahasa Jepang itu sendiri. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Okamoto Shigeko (1999 dalam Saifudin, 2005 : 18) bahwa
penggunaan keigo bergantung pada pertimbangan-pertimbangan penutur dalam
berbagai konteks dan juga pada keyakinan dan sikap penutur terhadap keigo,
sistem bahasa Jepang yang mengatur penggunaan bahasa hormat. Pada intinya
Okamoto menegaskan bahwa penggunaan keigo adalah untuk mengungkapkan
penghormatan atau formalitas terhadap individu yang berhubungan, dan juga
menegaskan adanya kedekatan/keakraban di antara peserta tutur. Namun semua
itu harus disesuaikan dengan konteks dan pertimbangan penutur mengenai tuturan
yang digunakan. Penggunaan non-honorifics tidak selalu menunjukan tidak
adanya rasa hormat, tetapi dapat berarti menunjukkan keakraban dan kurangnya
formalitas. Mengenai pembagian keigo, di dalam bahasa Jepang sangat banyak
dan jangkauannya sangat luas. Dalam tulisan ini, yang dipakai adalah pembagian
keigo atas tiga kategori menurut Tsujimura (1991, hal. 7 dalam
thesis.binus.ac.id/.../2011-2-00864-JP%20Bab200...) tiga bagian tersebut, yaitu
sonkeigo, kenjōugo dan teineigo. Sonkeigo digunakan untuk meninggikan lawan
bicara dan pihak ketiga, yaitu orang yang dibicarakan, kenjougo digunakan untuk
menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara atau terhadap teman orang yang
dibicarakan dengan cara merendahkan orang yang dibicarakan termasuk benda-
5
benda, keadaan, aktifitas atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya, teinego
mengatakan bahwa teineigo adalah bentuk untuk memperhalus cara penuturan
maupun memperhalus benda. Contoh dari kenjōugo adalah, moushimasu yang
merupakan perubahan bentuk khusus dari kata iu. Sedangkan contoh teneigo
adalah shitsureishimasu dan sumimasen. Shitsureishimasu terbentuk dari shitsurei
sebagai kata sifat + bentuk suru yang dibentuk halus menjadi shimasu.
Penjelasan di atas memperlihatkan secara tidak langsung bahwa masyarakat
Jepang sangat mengagungkan kesopanan dalam kehidupan sosial sehingga terlihat
benar penggunaan ragam bahasa mempengaruhi berbagai dialog yang terjadi pada
masyarakat Jepang. Ada pun sebuah teori kesopanan lainnya menurut Ide Sachiko
(1982 dalam Saifudin, 2005 : 18) mengatakan bahwa kesopanan dimaknai sebagai
jarak (distance) sesuatu yang dirasakan oleh penutur.
Fungsi jarak di sini dipahami sebagai konsep mendasar untuk mengontrol
perilaku manusia dalam kesopanan. Jarak penutur di latarbelakangi oleh jarak
sosial, jarak sosial di sini dapat ditinjau berdasarkan kelas sosial, status, usia, dan
kekuasaan (power), jarak formalitas, yang berdasarkan pada kurangnya
pengetahuan peserta tutur (di mana penutur dan petutur baru pertama kali bertatap
muka atau bertemu) dan formalitas peristiwa atau topik, jarak psikologis yang
bergantung pada rasa hormat, kejahuan atau pun kedekatan, dan solidaritas. Jarak
dipertimbangkan sebagai faktor yang terbesar ketika seseorang merasa sangat
berhati-hati terhadap petuturnya, dan terkecil ketika merasa bebas dari
kekhawatiran. Ini diakui sebagai kesatuan. Jika diperhatikan dari apa yang
dikemukakan Sachiko mengenai konsep jarak, jarak yang pertama berhubungan
6
dengan jarak vertikal antarpeserta tutur, dan jarak yang ke tiga berhubungan
dengan jarak horizontal (solidaritas).
2.4 BENTUK UNGKAPAN MAAF BAHASA JEPANG
Ada berbagai ungkapan yang digunakan seseorang dalam masyarakat suatu
bangsa untuk meminta maaf. Akan tetapi tidak semua ungkapan permintaan maaf
tersebut diartikan sebagai permohonan maaf semata. Makna dari ungkapan maaf
ini tergantung dari situasi. Selain bermakna atas penyesalan yang dibuat,
ungkapan permintaan maaf dapat bermakna terimakasih atau permisi menurut
Aijmer (1996: 80, dalam Rahmania, 2004).
Berdasarkan Kiso Nihongo Katsuyoo Jiten (Nomoto:1988), Shinkokugo Jiten