Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberagaman bahasa merupakan salah satu faktor Indonesia mendapat perhatian dunia. Salah satu bahasa di Indonesia yang mendapat perhatian linguis dari berbagai negara yaitu bahasa Jawa. Bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia yang masih hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Bahasa ini tidak hanya dikenal dan digunakan oleh etnis Jawa, tetapi juga oleh sebagian etnis lain yang ingin mempelajari bahasa Jawa untuk membantu berkomunikasi praktis. Sebagai bahasa yang telah lama hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, tidak heran jika sejarah dan tradisinya juga masih terpelihara oleh masyarakat. Bahasa Jawa menempati urutan ke-11 dari 6.703 bahasa di dunia berdasarkan jumlah penutur terbanyak. Sekarang ini, jumlah penutur bahasa Jawa mencakup 75.500.000 orang yang tersebar di Propinsi Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Lampung, sekitar Medan, daerah- daerah transmigrasi di Indonesia (antara lain Riau, Jambi, Kalimantan Tengah), dan beberapa tempat di luar negeri (Suriname, New Caledonia, dan Pantai Barat Johor) (Laksono dalam Marsono, 2011:12--13). Wilayah pakai yang luas diimbangi dengan jumlah penutur yang relatif banyak tersebut menyebabkan bahasa Jawa mempunyai beragam variasi yang menimbulkan kekhasan bahasa
29

PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

Sep 17, 2018

Download

Documents

ngokiet
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keberagaman bahasa merupakan salah satu faktor Indonesia mendapat

perhatian dunia. Salah satu bahasa di Indonesia yang mendapat perhatian linguis

dari berbagai negara yaitu bahasa Jawa. Bahasa Jawa merupakan salah satu

bahasa daerah di Indonesia yang masih hidup dan berkembang di tengah-tengah

masyarakat. Bahasa ini tidak hanya dikenal dan digunakan oleh etnis Jawa, tetapi

juga oleh sebagian etnis lain yang ingin mempelajari bahasa Jawa untuk

membantu berkomunikasi praktis. Sebagai bahasa yang telah lama hidup dan

berkembang di tengah-tengah masyarakat, tidak heran jika sejarah dan tradisinya

juga masih terpelihara oleh masyarakat.

Bahasa Jawa menempati urutan ke-11 dari 6.703 bahasa di dunia

berdasarkan jumlah penutur terbanyak. Sekarang ini, jumlah penutur bahasa Jawa

mencakup 75.500.000 orang yang tersebar di Propinsi Jawa Tengah, Daerah

Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, Lampung, sekitar Medan, daerah-

daerah transmigrasi di Indonesia (antara lain Riau, Jambi, Kalimantan Tengah),

dan beberapa tempat di luar negeri (Suriname, New Caledonia, dan Pantai Barat

Johor) (Laksono dalam Marsono, 2011:12--13). Wilayah pakai yang luas

diimbangi dengan jumlah penutur yang relatif banyak tersebut menyebabkan

bahasa Jawa mempunyai beragam variasi yang menimbulkan kekhasan bahasa

Page 2: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

2

yang dimiliki oleh suatu masyarakat sehingga membedakannya dengan

masyarakat lainnya.

Wilayah pakai yang luas dan variasi bahasa Jawa yang beragam pun

melahirkan pengelompokan dialek yang berbeda oleh para linguis. Uhlenbeck

(1982) membagi dialek bahasa Jawa wilayah Yogyakarta dan Solo menjadi 4

dialek dan 13 subdialek. Dialek-dialek tersebut adalah dialek Banyumas, dialek

Pesisir, dialek Surakarta, dan dialek Jawa Timur. Adapun sub-subdialeknya yaitu

subdialek Purwokerto, Kebumen, Pemalang, Banten Utara, Tegal, Semarang,

Rembang, Surakarta (Solo), Yogyakarta, Madiun, Surabaya, Banyuwangi, dan

Cirebon (dalam Zulaeha, 2010:74). Sementara itu, Balai Bahasa Propinsi Jawa

Tengah dalam Peta Bahasa di Jawa Tengah (2008) membagi bahasa Jawa di Jawa

Tengah menjadi lima dialek, yaitu dialek Semarsuradupati (eks-Karesidenan

Semarang, eks-Karesidenan Surakarta, eks-Karesidenan Kedu, dan eks-

Karesidenan Pati), dialek Pekalongan (Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang,

dan Kabupaten Pemalang), dialek Wonosobo (Kabupaten Wonosobo), dialek

Banyumas (Kabupaten Banyumas, Kabupaten Cilacap, dan Kabupaten Kebumen),

dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes).

Salah satu wilayah pemakaian bahasa Jawa yaitu di Karimunjawa.

Karimunjawa merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Jepara. Penelitian

ini mengkaji pemakaian bahasa Jawa yang terdapat di Karimunjawa, yang

selanjutnya disingkat BJEK. Karimunjawa merupakan daerah enklave bahasa

Jawa. Enklave adalah 1 negara atau bagian negara yang dikelilingi oleh wilayah

suatu negara lain; 2 daerah (wilayah) budaya yang terdapat di dalam wilayah

Page 3: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

3

budaya lain (KBBI, 2008:375). Enklave seringkali digunakan untuk menyebut

daerah kantong yang menjadi tempat sebaran suatu bahasa di luar daerah sebaran

bahasa asalnya.

Karimunjawa yang tersohor sebagai paradise of Java memiliki wisata

bawah laut, multietnis, dan bahasa yang saling bersinergi ini terletak di barat laut

kota Jepara tepatnya 45 mil atau 83 km dari Jepara dan 60 mil atau 110 km dari

Semarang pada koordinat 5°40‟39″--5°55‟00″ LS dan 110°31‟15″ BT. Seluruh

wilayah kepulauan di Karimunjawa berbatasan langsung dengan Laut Jawa.

Karimunjawa memiliki 27 pulau, meliputi 5 pulau yang sudah berpenghuni dan 22

pulau yang belum berpenghuni. Wilayah ini terbagi menjadi empat desa, yaitu

Desa Karimunjawa, Kemojan, Nyamuk dan Parang. Penduduknya mayoritas

bermatapencaharian sebagai nelayan.

Karimunjawa terdiri atas berbagai macam etnis, antara lain berasal dari

Jawa, Madura, Bugis, Mandar, dan Buton (Tim Mahasiswa Antropologi UGM

Angkatan 2002, 2004:7). Etnis-etnis tersebut merupakan etnis pendatang dan

bukan penduduk asli Karimunjawa. Mereka datang ke daerah tersebut dengan

berbagai tujuan (motif). Ada yang semula datang dengan tujuan berdagang

ataupun mencari daerah baru untuk bermukim. Bahkan, sampai sekarang masih

terjadi kesimpangsiuran asal muasal penduduk di Karimunjawa, yang lebih

dikenal dengan sebutan “orang Karimun”. Ada yang berpendapat bahwa asal

muasal penduduk Karimunjawa bermula dari seseorang yang bernama Dahyang

Jaya sebagai cikal bakalnya. Ada pula yang berpendapat asal muasal penduduknya

adalah orang-orang Tionghoa yang dulunya tinggal di pesisir pantai. Selain itu,

Page 4: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

4

terdapat pendapat lain tentang penduduk Karimunjawa yaitu menurut survei yang

dilakukan Tim Mahasiswa Antropologi UGM 2002, penduduk Karimunjawa yang

berlatarbelakang suku Jawa umumnya berasal dari wilayah Jepara dan sekitarnya

seperti Bugel, Keling, Tahunan, Mlongo, dan wilayah pesisir pantai Jepara

lainnya (2004:7). Selain itu, terdapat pula sebagian penduduk Karimunjawa yang

berasal dari Yogyakarta, Solo, Magelang, dan beberapa kota di Jawa Timur. Dari

beberapa pemaparan asal muasal penduduk Karimunjawa keseluruhan merupakan

etnis-etnis pendatang sehingga dapat ditarik kesimpulan Karimunjawa bukanlah

daerah asal bahasa Jawa, tetapi hanyalah daerah kantong (enklave) pemakaian

bahasa Jawa.

Berdasarkan peta bahasa Salzner, bahasa di Karimunjawa adalah

campuran bahasa Jawa dan Madura (Bantu, 1972:27). Akan tetapi, berdasarkan

Peta Bahasa di Jawa Tengah (Solikhan., dkk., 2008:36--37) bahasa yang terdapat

di Karimunjawa hanya tercantum satu bahasa yaitu bahasa Jawa dialek

Semarsuradupati. Dialek Semaradipura mencakup wilayah eks-Karesidenan

Semarang, eks-Karesidenan Surakarta, eks-Karesidenan Kedu, dan eks-

Karesidenan Pati. Dalam hal ini, Karimunjawa merupakan salah satu wilayah di

eks-Karesidenan Pati.

Penduduk Karimunjawa sekarang ini merupakan generasi ketiga (berkisar

75 tahun lalu) keseluruhan merupakan etnis pendatang. Karimunjawa terdiri dari

dua pulau yang terpisah, yaitu Pulau Karimunjawa yang mayoritas penduduknya

etnis Jawa dan Pulau Kemojan yang penduduknya terdapat sekelompok etnis

Bugis. Sementara itu, orang-orang Karimunjawa didominasi oleh etnis Jawa

Page 5: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

5

sehingga etnis-etnis minoritas lainnya dengan sukarela mengadopsi budaya Jawa

sebagai bentuk toleransi hidup berdampingan antaretnis. Selain budaya yang

mereka adopsi, tidak dapat dipungkiri bahasa yang dominan di daerah tersebut

juga bahasa Jawa sehingga secara otomatis dan tidak disadari etnis-etnis selain

Jawa juga mempelajari dan menggunakan bahasa Jawa untuk berkomunikasi

sehari-hari dengan orang Jawa. Situasi tersebut menimbulkan adanya suatu kontak

bahasa di daerah tersebut. Kontak bahasa adalah saling pengaruh antara pelbagai

bahasa karena para bahasawannya sering bertemu; tercakup di dalamnya

bilingualisme, peminjaman, perubahan bahasa, kreolisasi, dan pijinisasi

(Kridalaksana, 2008:134).

Berdasarkan observasi awal dan dari literatur menyebutkan bahwa bahasa

Jawa di Karimunjawa umumnya berasal dari Jawa Tengah. Dalam penelitian ini

Karimunjawa disebut sebagai daerah enklave sedangkan Jepara dan Yogyakarta

sebagai daerah asal. Untuk itu, akan dipaparkan perbandingan penggunaan bahasa

Jawa di enklave Karimunjawa (BJEK), bahasa Jawa Jepara (BJJ), dan bahasa

Jawa Yogya (BJY).

Tabel 1. Penggunaan bahasa Jawa di Karimunjawa (BJK) dibandingkan dengan

bahasa Jawa di Jepara (BJJ) dan bahasa Jawa Yogyakarta (BJY)

No Gloss BJY BJJ BJK

1 tangan taan taan taan

2 kiri kiw kiw kiw

3 kanan təən təən təən

4 kaki sikIl sikIl sikIl

5 berjalan mlaku mlaku mlaku

6 debu ləbu blədu awu

7 tahu ərti rəti ərti

8 kotor rəgət rush rush

Page 6: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

6

9 banyak kɛh

akɛh

mbərah mbəru

10 pusar wudəl

udəl

udəl udəl

11 bengkak abuh

abUh abh abh

12 bersin waen

wahe

wahe

wae

wahe

13 pendek cənḍə cənḍə cənḍi

14 memberi əwɛi

ənɛi

ɛi wɛi

15 dingin aḍəm

añəp

ates atis

añəp

16 asap kukUs

kəbUl

kəbUl kel

17 awan pəḍUt

meg

meg rintən

18 bagaimana kəpiye

piye

piye piye

19 perahu prau juk guku

20 gubuk gubU akr gubU

21 kucing kuce kuce

kce

kuce

22 itu kuwi ikə kuwi

23 dekat cəra cəra

para

cəḍa

24 sedikit səṭiṭe

ṭiṭe

səṭiṭe

ṭiṭe

siṭi

25 hanya me mɛ m

26 terbang mabUr mabUr

mibər

mabUr

27 minum ombe ombe

inom

ombe

28 melihat ndələ

ndəl

ndələ

iəti

ndəl

əti

29 kikir cəṭel brənṭel məḍit

mricə

30 kencing uyoh əbər uyoh

31 menjahit njaIt njaet dndm

32 paha kempl

pupu

sempl sempl

33 sayap suwiwi

səwiwi

əlar suwiwi

Page 7: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

7

34 gundukan

tanah gumo pugro gomo

35 pantai pəsiser gise babakan

36 lurus ləmpə ləmpə

ləncə

ləmpə

37 anak katak pərcel

ceb

kəcel precel

cebl

38 lutut ḍəkol gunḍu ḍəkol

Dari beberapa pemaparan contoh data pemakaian bahasa Jawa di

Yogyakarta, Jepara, dan Karimunjawa memperlihatkan adanya kemiripan dari

segi fonologi dan leksikal. Beberapa glos memiliki berian yang sama pada ketiga

daerah tersebut yaitu pada glos 1--5. Dari segi fonologi, terlihat beberapa fonem

yang bersubstitusi, misalnya contoh data 11 glos „bengkak‟ terdapat substitusi

bunyi u ~ ~ pada posisi ultima, data 23 glos „dekat‟ terdapat substitusi bunyi r

~ r ~ ḍ pada posisi ultima, dan pada data 32 glos „paha‟ terdapat substitusi bunyi k

~ s ~ s pada posisi penultima. Adapun perbedaan leksikon, misalnya terlihat pada

contoh data 29 dan 35. Selain adanya kemiripan fonologi dan leksikon, dari

pemaparan contoh data tersebut tampaklah adanya variasi berian yang

menunjukkan secara mandiri karakter masing-masing daerah tidak begitu

mencolok, tetapi variasi berian tersebut muncul sebagai adanya pengaruh daerah

asal terhadap daerah enklave. Dengan kata lain, pemakaian bahasa Jawa di ketiga

daerah pemakaian bahasa Jawa tersebut relatif tidak mencolok perbedaannya

sehingga secara umum pemakaian bahasa Jawa di ketiga daerah tersebut memiliki

kemiripan yang relatif tinggi sebagai bentuk adanya hubungan antara daerah asal

dan daerah enklave.

Page 8: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

8

Pemilihan lokasi penelitian di Karimunjawa dengan tinjauan dialektologi

diakronis didasarkan pada beberapa alasan. Pertama, kajian atau pun penelitian

mengenai Karimunjawa masih terbatas pada sosio-kultural dan belum adanya

penelitian bahasa secara memadai. Kedua, adanya kesimpangsiuran status bahasa

di Karimunjawa yang dalam hal ini termasuk dalam wilayah Jepara yang oleh

Pusat Bahasa (2008) dikelompokkan dalam dialek Solo-Yogja, sedangkan

menurut Katrini (2002), wilayah Jepara termasuk dalam wilayah dialek Pesisir.

Ketiga, adanya pengaruh-pengaruh baik dari intern maupun ekstern, diantaranya

Karimunjawa merupakan masyarakat multietnis sehingga terdapat kemungkinan

bahasa yang digunakan saling mempengaruhi sehingga memberikan sumbangan

terhadap pemertahanan maupun pergeseran bahasa tersebut yang layak untuk

dikaji. Keempat, kondisi geografis Karimunjawa yang terpisah dari daerah asal

(dalam hal ini Jepara dan Yogyakarta) memberikan kemungkinan perkembangan

bahasanya sejalan ataukah lebih lambat dari daerah asalnya. Hal ini disebabkan

oleh kondisi geografis kepulauan menyebabkan hubungan dengan daerah-daerah

lain atau pun daerah asal bahasa Jawa enklave Karimunjawa (dalam hal ini Jepara

dan Yogyakarta) menjadi terbatas. Kelima, pemakaian bahasa di daerah enklave

umumnya berkaitan dengan migrasi yang terjadi pada masa lalu sehingga

diasumsikan BJEK memiliki hubungan dengan daerah asalnya, yaitu Jepara dan

Yogyakarta.

Hal-hal yang dipaparkan sebelumnya merupakan faktor-faktor yang

melandasi penelitian yang berpotensi mempengaruhi penggunaan BJEK dapat

mengalami pemertahanan maupun pergeseran. Dengan demikian, kemungkinan-

Page 9: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

9

kemungkinan pengaruh yang ada tersebut dapat berasal dari intralinguistik

maupun ekstralinguistik bahasa yang bersangkutan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diperoleh rumusah masalah

sebagai berikut.

a. Bagaimana pemakaian bahasa Jawa di daerah enklave Karimunjawa?

b. Bagaimana perbedaan bahasa Jawa di daerah enklave Karimunjawa

dan daerah asalnya?

c. Mengapa bahasa Jawa di daerah enklave Karimunjawa mengalami

pemertahanan, di samping pergeseran yang diduga tidak paralel

dengan yang dialami bahasa Jawa di daerah asalnya?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Mendeskripsikan pemakaian bahasa Jawa di daerah enklave

Karimunjawa yang mencakup aspek fonologi, morfologi, sintaksis,

morfofonemik, dan leksikon.

b. Mendeskripsikan perbedaan bahasa Jawa di daerah enklave

Karimunjawa dan daerah asalnya melalui perbedaan-perbedaan

diakronis dalam unit-unit lingualnya.

c. Menjelaskan alasan-alasan bahasa Jawa di enklave Karimunjawa

mengalami pemertahanan, di samping pergeseran yang diduga tidak

paralel dengan yang dialami bahasa Jawa di daerah asalnya.

Page 10: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

10

1.4 Ruang Lingkup

Penelitian ini termasuk dalam kajian dialektologi. Dialektologi adalah

cabang linguistik yang meneliti perbedaan-perbedaan isolek dengan

memperlakukan perbedaan tersebut secara utuh (Mahsun, 1995:11). Dialektologi

memiliki dua buah cabang, yakni geografi dialek dan sosiodialek.

Penelitian ini memfokuskan kajiannya pada dialektologi diakronis.

Mahsun (1995:15) memaparkan dialektologi diakronis berupaya memberikan

gambaran tentang dialek dan subdialek secara utuh dengan melihat keterhubungan

antardialek/subdialek dengan bahasa induk yang menurunkannya serta hubungan

antardialek/ antarsubdialek itu baik antarsesamanya maupun dengan dialek atau

bahasa yang lain yang pernah menjalin kontak dengan dialek atau subdialek

tersebut.

Daerah penelitian yang dipilih adalah Karimunjawa sebagai salah satu

daerah enklave bahasa Jawa. Karimunjawa dipilih karena bahasa Jawa yang

digunakan di daerah ini memiliki karakter khas sebagai wujud bahasa yang

tumbuh di tengah-tengah multikultural dan sebagai cermin dari bahasa Jawa dari

daerah asalnya, yaitu Jepara dan Yogyakarta. Daerah penelitian yang dipilih yaitu

di dua desa (Desa Kemojan dan Desa Karimunjawa) yang terdapat di dua pulau

terbesar di Karimunjawa (Pulau Karimunjawa dan Pulau Kemojan). Kedua pulau

ini merupakan pulau-pulau awal yang dimukimi manusia. Selain itu, digunakan

pula bahasa Jawa di daerah asal sebagai pembanding, yaitu bahasa Jawa di Jepara

(dengan titik pengamatan Tahunan sebagai daerah pesisir pantai) dan Yogyakarta

(dengan titik pengamatan Kulonprogo).

Page 11: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

11

Pembahasan penelitiannya ini meliputi pemaparan diakronis bahasa Jawa

di enklave Karimunjawa yang diperbandingkan dengan bahasa Jawa di daerah

asal (bahasa Jawa Yogyakarta dan Jepara) untuk melihat keterhubungan sejarah

bahasa di daerah-daerah tersebut. Sebelum pemaparan diakronis, pemaparan

secara sinkronis (meliputi fonologi, morfologi, leksikon, sintaksis) juga dilakukan

untuk melihat sistem bahasa yang ada sebagai hal yang dapat diperbandingkan

untuk melihat keterhubungan bahasa di daerah tersebut. Selain itu, pemaparan

sejarah daerah dan bahasa juga dilakukan untuk mengetahui sejarah dan

keterhubungan kebahasaan daerah asal dan enklave.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diadakan dengan harapan dapat memberikan sumbangan,

baik secara teoretis ataupun secara praktis. Secara teoretis, penelitian ini

diharapkan dapat lebih mengembangkan ilmu linguistik, khususnya kajian

dialektologi. Adapun secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai invertarisasi dan pendokumentasian bahasa Jawa yang berada di daerah

enklave bahasa Jawa, yaitu Karimunjawa, membantu pemahaman masyarakat

tentang bahasa Jawa di daerah tersebut sehingga diharapkan dapat membantu

dalam berkomunikasi praktis masyarakat yang mempunyai minat terhadap bahasa

yang bersangkutan. Selain itu, dengan memahami tipe-tipe BJEK diharapkan

masyarakat yang akan berada di salah satu daerah tersebut dapat tepat sasaran

dalam menggunakan bahasa sesuai dengan lokasinya.

Page 12: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

12

1.6 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, penelitian bahasa Jawa sudah

banyak dilakukan, baik yang berkaitan dengan kondisi sosio-kultural maupun

kebahasaan. Penelitian yang bersangkutan dengan aspek kebahasaan bahasa Jawa

antara lain pernah dilakukan oleh Sabariyanto, dkk. (1983) dalam judul Geografi

Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Pati, Sabariyanto, dkk. (1985) dalam judul

Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Jepara, Mubarok (2007) tentang

“Penggunaan Bahasa Jawa di Kabupaten Banyumas Jawa Tengah Kajian Geografi

Dialek”, Ismiharta (2005) yang berjudul “Geografi Dialek Jawa Kulon Progo”,

Katrini (2002) mengenai “Bahasa Jawa di Jawa Tengah bagian Timur (Sebuah

Kajian Geografi Dialek”, Pujiyatno (2007) yang berjudul “Variasi Dialek Bahasa

Jawa di Kabupaten Kebumen” dan Rohmatunnazilah (2007) berjudul “Pemakaian

Bahasa Jawa di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta” dengan menggunakan

tinjauan sosiodialektologi.

Beberapa penelitian bahasa Jawa secara umum dari berbagai kajian

dipaparkan sebagai berikut. Mubarok (2007) deskripsi perbedaan leksikal yang

ada di dalam Bahasa Jawa Dialek Banyumas (BJDB) melalui perhitungan

dialektometri, memetakan perbedaan leksikal dengan peta isoglos dan heteroglos,

dan memaparkan karakteristik BJDB pada tataran fonologi, morfologi, dan

semantik. Hal tersebut serupa dengan yang dilakukan oleh Ismiharta (2005)

mengenai “Geografi Dialek Jawa Kulon Progo menguraikan tentang gejala bahasa

di bidang fonetik dan morfologi, perhitungan isoglos dan heteroglos, gejala unik,

serta perhitungan secara statistik dengan dialektometri. Lebih lanjut, pembahasan

Page 13: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

13

secara sinkronis dengan memperhatikan faktor geografis dan sosiokultural pernah

dilakukan oleh Pujiyatno (2007) mengenai “Variasi Dialek Bahasa Jawa di

Kabupaten Kebumen mengkaji perbedaan variasi dialek bahasa Jawa di

Kabupaten Kebumen pada tataran fonologi, morfologi, dan tingkat tutur,

memetakan variasi dialek, dan memaparkan faktor-faktor yang menyebabkan

perbedaan tersebut secara geografis dan sosiokultural. Selain itu, kajian

sosiodialektologi Rohmatunnazilah (2007) berjudul “Pemakaian Bahasa Jawa di

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memaparkan secara sinkronis, yaitu

deskripsi variasi pemakaian BJB pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis,

maupun leksikal, serta mendeskripsikan tingkat tutur BJB, dan secara diakronis

mendeskripsikan perkembangan historis BJB sehingga dapat ditetapkan daerah

penelitian (DP) yang masih mempertahankan bentuk retensi dari bahasa Jawa

kuna atau yang sudah menggunakan bentuk inovasi.

Penelitian yang berhubungan dengan daerah penelitian (Karimunjawa)

antara lain oleh Sabariyanto, dkk. (1985) dalam judul Geografi Dialek Bahasa

Jawa Kabupaten Jepara mengkaji pemakaian bahasa Jawa di wilayah Kabupaten

Jepara dengan kajian geografi dialek yang mengambil titik pengamatan sejumlah

31 desa di sembilan kecamatan (Kecamatan Clering, Bangsri, Mlonggo, Batealit,

Jepara, Mayong, Pecangakan, Kedung, dan Welahan). Dalam hal ini, Kabupaten

Jepara yang waktu itu berjumlah 10 kecamatan hanya diambil 9 kecamatan

sebagai titik pengamatan dengan pertimbangan satu kecamatan mengalami

kesulitan akses transportasi, yaitu Kecamatan Karimunjawa. Dalam penelitian

tersebut diperoleh hasil unsur bahasa Jawa di Jepara, baik fonologi maupun

Page 14: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

14

morfologinya jika dibandingkan dengan bahasa Jawa Baku tidak memiliki ciri

yang sangat mencolok, tetapi dari unsur leksikon ditemukan beberapa leksikon

yang khas bahasa Jawa Jepara.

Sabariyanto, dkk. (1983) dalam judul Geografi Dialek Bahasa Jawa

Kabupaten Pati. Sama halnya dengan penelitian tentang bahasa Jawa Jepara,

bahasa Jawa Pati juga tidak memiliki perbedaan-perbedaan yang mencolok jika

dibandingkan dengan bahasa Jawa baku, baik fonologi maupun morfologinya,

tetapi dari unsur leksikon ditemukan beberapa leksikon yang khas bahasa Jawa

daerah tersebut. Dari segi morfologinya, bahasa Jawa Pati mempunyai ciri khas

pada bentuk yang menyatakan milik, yaitu munculnya penanda -em pada akhir

nomina seperti halnya -mu pada bahasa Jawa baku.

Katrini (2002) dalam disertasinya mengenai “Bahasa Jawa di Jawa Tengah

Bagian Timur (Sebuah Kajian Geografi Dialek) membahas secara kuantitatif

menggunakan metode dialektometri yang mencakup 60 titik pengamatan yang

tersebar di pantai utara (kota Semarang, Magelang, Yogyakarta), dan pantai

selatan ke arah timur hingga perbatasan daerah Propinsi Jawa Tengah dan Jawa

Timur yang meliputi Demak, Jepara, Kudus, Pati, Rembang, Blora, Semarang,

Grobogan, Magelang, Sleman, Kulon Progo, Bantul, Gunung Kidul, Wonogiri,,

Klaten, Sukoharjo, Boyolali, dan Sragen. Dari perhitungan dialektometri tersebut,

wilayah penelitian terbagi menjadi dua wilayah dialek, yaitu wilayah utara

termasuk wilayah dialek pesisir dan wilayah sebelah selatan termasuk dalam

wilayah dialek Yogya-Sala (Nagari). Di samping itu, secara kualitatif penelitian

ini menjabarkan ciri-ciri umum yang membedakan antara dialek Pesisir dengan

Page 15: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

15

dialek Yogya-Sala (Nagari) yang mencakup perbedaan fonologis, morfologis,

maupun leksikal.

Sementara itu, kajian bahasa Jawa ditinjau dengan dialektologi diakronis

telah banyak dilakukan oleh para linguis maupun peneliti lainnya. Kajian-kajian

tersebut meliputi kajian dialektologi diakronis secara umum maupun kajian

khusus mengenai dialektologi diakronis di suatu enklave. Beberapa dari kajian

tersebut dipaparkan sebagai berikut.

Sukmawati (2012) yang berjudul “Enklave Bahasa Jawa di Provinsi

Bengkulu: Kajian Dialektologi Diakronis” ini bertujuan untuk mendeskripsikan

secara sinkronis dan diakronis bahasa Jawa yang terdapat di enklave Bengkulu.

Penelitian mengambil dua titik pengamatan, yaitu Kelurahan Kemumu dan Desa

Tangsi Duren. Pengumpulan data dilakukan dengan metode pupuan lapangan

dengan teknik catat dan rekam. Data primer yang digunakan untuk keperluan

analisis diperoleh dengan wawancara terstruktur menggunakan daftar Swadesh

yang telah direvisi oleh Blust dan kosakata dasar budaya. Analisis data dilakukan

dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Data yang diperoleh dianalisis secara

sinkronis dari tataran fonologi, leksikon, morfologi, morfofonemik, dan sintaksis.

Hasil analisis tersebut kemudian dibandingkan antara satu dengan lainnya untuk

mendapatkan ciri-ciri yang khas yang terdapat dalam bahasa Jawa di enklave

Bengkulu. Selanjutnya, data dianalisis secara diakronis untuk menentukan tingkat

kekerabatan antara dialek/subdialek yang dibandingkan. Untuk menemukan

tingkat kekerabatan antara dialek/subdialek dalam bahasa Jawa di enklave

Bengkulu digunakan metode komparatif dengan teknik leksikostatistik. Hasil

Page 16: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

16

analisis data disajikan dengan menggunakan kata-kata biasa dan tabel-tabel.

Hasilnya menunjukkan tidak adanya perbedaan yang mencolok antara BJEB

dengan bahasa di daerah asalnya. Perbedaan paling terlihat pada tataran leksikal,

yaitu banyak kata-kata bahasa Jawa yang telah digantikan oleh kata-kata bahasa

Indonesia. Selain itu, penggunaan tingkat tutur sudah mulai ditinggalkan oleh

masyarakat Jawa di enklave Bengkulu dalam percakapan sehari-hari.

Ibrahim (2010) dalam tesisnya yang berjudul “Enklave Bahasa Galela di

Kabupaten Pulau Morotai” mendeskripsikan bahasa Galela yang dituturkan di

Kabupaten Pulau Morotai secara sinkronis dan diakronis. Deskripsi sinkronis

meliputi deskripsi fonologis, proses morfofonemik, leksikal, morfologis, dan

sedikit konstruksi sintaksis. Sementara itu, deskripsi diakronis, berupa

penelusuran hubungan antara bahasa Galela yang dituturkan di Pulau Morotai

dengan bahasa Galela yang dituturkan di tempat asalnya, yaitu Halmahera Utara.

Penelitian ini menggunakan alat 200 kosakata dasar Swadesh dan kosakata dasar

budaya. Dalam penelitian ini terdapat tiga titik pengamatan dan pada tiap titik

pengamatan diambil tiga informan. Penelitian ini menggunakan metode pupuan

lapangan dengan teknik catat dan rekam dalam mengumpulkan datanya.

Sementara itu, dalam menganalisis data, penelitian ini menggunakan metode

kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan menggunakan

perhitungan leksikostatistik dan dialektometri, sedangkan metode kualitatif

dilakukan dengan mencari inovasi bersama dalam tataran fonologis, morfologis,

dan leksikal. Dari penelitian ini, diketahui bahwa bahasa Galela di enklave

Kabupaten Pulau Morotai masih memiliki hubungan erat dengan bahasa Galela di

Page 17: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

17

Halmahera Utara. Hal ini terlihat dari persentase kekerabatan yang tinggi di antara

keduanya yang terlihat dari perhitungan leksikostatistik dan dialektometri.

Zawarnis (2009) dalam tesisnya yang berjudul “Variasi Dialektal Bahasa

Jawa di Lampung” membahas variasi dialektal bahasa Jawa di Lampung meliputi

variasi leksikal dan fonologis. Pengambilan data dilakukan dengan metode

wawancara terhadap lima belas informan. Pengolahan data melalui perhitungan

dialektometri dan penyusunan berkas isoglos. Informan yang dipilih adalah

informan yang berasal dari suku Jawa yang dilahirkan di Lampung. Zawarnis

melakukan penelusuran distribusi variasi bahasa Jawa di Lampung melalui

analisis berdasarkan pengelompokkan jumlah etimon dan medan makna. Dari

penelitian ini dapat diketahui bahwa secara leksikal hubungan antara variasi

bahasa Jawa di lampung dengan bahasa Jawa di daerah asalnya hanya merupakan

perbedaan dialek. Adapun secara fonologis, variasi yang muncul menunjukkan

perbedaan yang tinggi ketika dibandingkan dengan bahasa Jawa di daerah asalnya.

Duwila (2009) dalam tesisnya yang berjudul” Kajian Dialektologi

Diakronis Enklave Melayu Bacan, Ternate, dan Sula di Provinsi Maluku Utara”

mendeskripsikan variasi bahasa Melayu yang digunakan di Maluku Utara.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan sinkronis dan

diakronis. Analisis secara sinkronis dan diakronis dilakukan dengan tujuan

melihat ciri-ciri kebahasaan dari masing-masing enklave bahasa Melayu,

sekaligus dapat menentukan daerah manakah di Maluku Utara yang merupakan

daerah relik atau daerah inovasi. Melayu Bacan digunakan sebagai pembanding

untuk melihat ciri-ciri linguistik Melayu Ternate maupun Melayu Sula. Melayu

Page 18: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

18

Bacan digunakan sebagai bahan pembanding dengan pertimbangan Melayu Bacan

telah digunakan sebelumnya oleh Adelaar (1994) dalam merekonstruksi bahasa

Melayu.

Lembaga Bahasa Nasional (1972) menerbitkan Peta Bahasa-Bahasa di

Indonesia yang di dalamnya membahas bahasa-bahasa beserta dialek dan sub-

subdialeknya dan peta pada sejumlah daerah di Indonesia, mencakup Sumatra,

Jawa dan Madura, Bali dan Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, serta Maluku

dan Irian Barat. Kajian serupa mengenai bahasa dan peta bahasa diterbitkan oleh

Pusat Bahasa (2008) yang berjudul Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia yang

menjabarkan kekerabatan dan pemetaan bahasa di Indonesia yang mencakup

deskripsi 442 bahasa di Indonesia. Buku ini merupakan hasil sementara

pengolahan data dari 2.185 daerah pengamatan. Hasilnya lebih terfokus pada

perhitungan dialektometri yang disajikan dalam bentuk peta bahasa. Menurut

buku ini, bahasa Jawa yang dituturkan di Jawa Tengah terdapat lima dialek, yaitu

dialek Solo-Jogja, dialek Pekalongan, dialek Wonosobo, dialek Banyumas, dan

dialek Tegal. Dalam hal ini, bahasa di Karimunjawa termasuk dalam dialek Solo

Jogja karena masih termasuk karesidenan Pati yang merupakan wilayah pakai

dialek Solo-Jogja.

Kajian mengenai bahasa dan peta bahasa Jawa juga terdapat pada Peta

Bahasa di Jawa Tengah yang dilakukan oleh Solikhan, dkk (2008). Penelitian

tersebut merupakan penelitian lanjutan pada tahun 2006 yang baru sampai tahap

penabulasian data, kemudian dilakukan perhitungan dialektometri dan

leksikostatistik untuk membuktikan varian-varian tersebut dalam satu dialek

Page 19: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

19

ataupun tidak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif

untuk mengkaji secara sinkronis (menentukan status isolek sebagai bahasa, dialek,

atau subdialek dan menentukan jumlah dialek/ bahasa) bahasa Jawa dan membuat

peta unsur-unsur kebahasaan.

Adapun pustaka mengenai sosio-kultural Karimunjawa terdapat pada

laporan penelitian Mahasiswa Antropologi UGM (2004) yang berjudul

“Hubungan Antarsuku Bangsa dan Ekologi di Karimunjawa”. Selain itu juga

terdapat sebuah artikel yang berjudul “Rayuan Pulau Kemujan” (2013) yang

disusun oleh Ekspedisi Traveler‟sNote Edisi September 2013 Volume 3. Kedua

karya tersebut memuat seputar kehidupan sosial dan budaya di Karimunjawa,

khususnya Pulau Kemujan.

Penelitian ini pada dasarnya akan membahas hal yang sama dengan

penelitian-penelitian sebelumnya. Namun, sejauh pengamatan penulis, kajian

secara khusus terhadap bahasa Jawa di daerah Karimunjawa belum pernah

dilakukan oleh peneliti lain. Dari berbagai pustaka yang telah dipaparkan

sebelumnya, tampaklah bahwa kajian mengenai Karimunjawa masih terbatas pada

kondisi sosiokulturalnya dan belum mencakup kajian bahasa. Oleh karena itu,

penulis merasa penelitian ini layak untuk dilakukan.

1.7 Landasan Teori

Dialektologi merupakan ilmu tentang dialek; atau cabang dari linguistik

yang mengkaji perbedaan-perbedaan isolek dengan memperlakukan perbedaan

tersebut secara utuh (Mahsun, 1995:11). Menurut Kridalaksana (2008:49)

Page 20: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

20

dialektologi merupakan cabang linguistik yang mempelajari bahasa-bahasa

dengan memperlakukannya sebagai struktur yang utuh.

Dialektologi memiliki dua cabang, yaitu geografi dialek dan sosiodialek.

Sosiodialek adalah cabang dialektologi yang mempelajari hubungan yang terdapat

di dalam ragam-ragam bahasa, dengan bertumpu kepada satuan sosial ragam-

ragam bahasa tersebut. Adapun geografi dialek adalah cabang dialektologi yang

mempelajari hubungan yang terdapat di dalam ragam-ragam bahasa, dengan

bertumpu kepada satuan ruang atau tempat terwujudnya ragam-ragam tersebut

(Dubois dkk., dalam Ayatrohaedi, 1979:28). Geografi dialek bertujuan untuk

mencari dan menemukan hal-hal yang berhubungan dengan biologi bahasa,

sosiologi bahasa, dan hubungan antara kata dengan hal atau benda yang

dilambangkan (Jaberg dalam Ayatrohaedi, 1979:29). Geografi dialek mempunyai

kedudukan yang penting dalam ilmu bahasa. Dengan penelitian geografi dialek

maka sebenarnya pada satu waktu dan kesempatan telah dapat memperoleh

gambaran umum mengenai sejumlah dialek sehingga hal tersebut sangat

menghemat waktu, tenaga, dan dana (Meillet dalam Ayatrohaedi, 1979:30).

Variasi-variasi bahasa dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor, antara lain,

letak geografis, tata tingkat dalam masyarakat, dan profesi masing-masing

kelompok penutur dalam batas-batas saling mengerti (Parera, 1991:26). Variasi

bahasa yang ditentukan oleh faktor tata tingkat disebut sosiolek, sedangkan

variasi-variasi bahasa yang ditentukan oleh letak geografis disebut dialek.

Menurut Parera (1991:26), tiap-tiap individu dalam satu masyarakat

bahasa mempunyai ciri tersendiri dalam berbahasa baik dalam hal pengucapan,

Page 21: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

21

pemilihan kata, preferensi penggunaan bentuk bahasa, dan langgam bahasa yang

disebut idiolek. Dialek dan idiolek merupakan kajian dari geografi dialek. Adapun

menurut Guiraud (dalam Ayatrohaedi, 1979:3), setiap ragam (variasi) bahasa

dipergunakan di suatu daerah tertentu dan lambat laun terbentuklah anasir

kebahasaan yang berbeda-beda pula, di antaranya dalam lafal, tata bahasa, dan

tata arti, serta setiap ragam mempergunakan salah satu bentuk khusus.

Ciri utama dialek adalah perbedaan dalam kesatuan dan kesatuan dalam

perbedaan (diversity in unity, unity in diversity). Adapun ciri-ciri lainnya adalah

(1) dialek merupakan seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda,

yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya

dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama; dan (2) dialek

tidak harus mengambil semua bentuk ujaran dari sebuah bahasa (Meillet dalam

Ayatrohaedi, 1979:2). Sementara itu, hal-hal yang menjadi pembeda dialek adalah

perbedaan fonologis, perbedaan semantik, perbedaan onomasiologis, perbedaan

semasiologis, dan perbedaan morfologis.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dialek merupakan salah satu

bentuk variasi bahasa di antara satu kelompok penutur dengan kelompok penutur

lain dalam suatu masyarakat yang cenderung memiliki kesamaan ciri-ciri umum

dengan dialek lain di sekitarnya dengan batas-batas geografis tertentu sehingga

tidak membuat masing-masing kelompok mempunyai bahasa yang berbeda,

misalnya kesamaan bentuk ujaran tanpa perbedaan referen yang diacunya.

Kajian sosiodialek merupakan kajian yang mempelajari variasi bahasa

dalam dialek yang berbeda dari suatu bahasa sebagai suatu sistem yang meliputi

Page 22: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

22

berbagai tataran bahasa. Variasi bahasa yang dikaji adalah variasi bahasa

berdasarkan perbedaan kelompok-kelompok masyarakat atau sosial dalam dialek

tertentu. Jika disimpulkan, sosiodialek mengkaji perubahan tuturan dalam suatu

bahasa karena kontak sosial yang terjadi antarwilayah atau ruang geografis yang

berbeda sehingga timbul daerah pembauran (inovasi) dan daerah peninggalan

(relik).

Fernandez (1993:28) kajian sosiolinguistik (dialeksosiolinguistik) juga

perlu diketahui sebagai informasi penting dalam upaya mengkaji aspek deskripstif

(sinkronis). Menurut beliau, perubahan sosial yang terjadi antara wilayah atau

ruang geografis yang berbeda sehingga timbul daerah pembaruan (inovasi) dan

daerah peninggalan (relik). Situasi tersebut tidak terjadi secara serentak dan instan

di daerah pakai bahasa tersebut sehingga kadang-kadang perubahan tersebut

belum mencapai pelosok pengaruh perubahan bahasanya. Daerah tersebut lebih

dikenal daerah konservatif.

Mahsun (1995) berpendapat bahwa kajian dialektologi yang menyeluruh

dan komprehensif harus bersifat sinkronis dan diakronis. Pendapat tersebut

didasarkan pada pandangannya bahwa setiap kajian dialektal yang didasarkan

pada pertimbangan perbedaan sinkronis haruslah mempertimbangkan secara

serius mekanisme perubahan diakronis (vii). Mahsun (1995:15) menambahkan

bahwa dialektologi diakronis berupaya memberikan gambaran tentang dialek dan

subdialek secara utuh dengan melihat keterhubungan antardialek/subdialek

dengan bahasa induk yang menurunkannya serta hubungan antardialek/

Page 23: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

23

antarsubdialek itu baik antarsesamanya maupun dengan dialek atau bahasa yang

lain yang pernah menjalin kontak dengan dialek atau subdialek tersebut.

Perubahan bahasa dapat disebabkan oleh faktor intralinguistik, yaitu faktor

bahasa itu sendiri, dan dapat pula disebabkan oleh faktor ekstralinguistik, seperti

faktor geografis, budaya, aktivitas ekonomi, politik, mobilitas sosial, kelas sosial,

sifat masyarakat pendukungnya, persaingan prestise, migrasi, dan kontak bahasa.

Dengan demikian, masyarakat yang bersifat heterogen berhubungan dengan

bahasa yang digunakan juga selalu menunjukkan berbagai variasi internal sebagai

akibat keberagaman latar belakang budaya penuturnya. Hal tersebut seperti yang

dituturkan oleh Mackey (1973) dalam teorinya geolinguistik yang

mengungkapkan bahwa kekuatan bahasa dapat diukur dengan sejumlah indikator,

di antaranya demografi (berkaitan dengan jumlah penutur), persebaran, ekonomi,

ideologi, dan kultural (Wijana, 2012:37).

Kontak bahasa merupakan salah satu faktor penyebab perubahan leksikal

suatu bahasa, baik pada perubahan bentuk-bentuk semantik, perubahan/

penambahan karena konsep baru, penggantian kata asli dengan kata pinjaman, dan

kadang perubahan vocabulary secara keseluruhan (Ibrahim & Machrus,

1982:177). Senada dengan pendapat tersebut, Wijana & Rohmadi (2012:6)

mengungkapkan kontak bahasa, baik yang bersikap individual (bilingual) maupun

sosial (diglosia) menimbulkan berbagai fenomena kebahasaan, seperti interferensi,

integrasi, pijin, kreol, alih kode, campur kode, pemilihan dan pemilahan bahasa.

Metode komparatif dipakai untuk membandingkan bahasa, dialek, ataupun

subdialek yang diasumsikan memiliki relasi/hubungan. Salah satu teknik dalam

Page 24: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

24

metode komparatif yaitu leksikostatistik. Mahsun (2012:213) membagi langkah-

langkah teknik leksikostatistik terdiri atas (a) mengumpulkan kosakata dasar

bahasa yang berkerabat, (b) menerapkan dan menghitung pasangan-pasangan

mana yang merupakan kata kerabat, dan (c) menghubungkan hasil perhitungan

yang berupa persentase kekerabatan dengan kategori kekerabatan.

Leksikostatistik memberikan manfaat tidak hanya bagi antropolog dan

historikus, tetapi juga bagi linguis. Manfaat tersebut berhubungan dengan data

leksikostatistik, yaitu memberikan isyarat perkembangan bahasa yang dapat

mengambarkan waktu pisahan antara bahasa dan dialek yang dapat memberikan

sumbangan sumber untuk menentukan migrasi bangasa dan perkembangan

kebudayaan dan suku yang diteliti. Selain itu, leksikostatistik juga memberikan

sumbangan bagi penentuan lokasi geografis bahasa dan kontak budaya antara

bahasa dan bangsa pemakai (Parera, 1991:110).

Keraf (1991: 127--135) menjabarkan penghitungan kata yang berkerabat

menggunakan teknik leksikostatistik berpedoman sebagai berikut.

a. Mengeluarkan glos yang tidak akan diperhitungkan dalam penerapan

kata yang berkerabat, yaitu (1) kata-kata kosong/ tidak terealisasi, (2)

kata pinjaman, (3) kata-kata jadian pada sebuah kata benda yang bukan

kata dasar, (4) jika dalam glos ada kata yang sama, yang satu

merupakan kata dasar diperhitungkan dan kata jadiannya tidak

diperhitungkan, serta mengisolasi morfem terikat;

b. Menetapkan kata kerabat yang dapat berupa kata identik, yaitu kata

yang sama formatifnya dan kata yang memiliki korespondensi bunyi;

c. Menghitung presentase kata kerabat dengan rumus jumlah kata kerabat

dibagi jumlah kata dasar yang diperbandingkan dan dikalikan seratus

persen; dan

d. Setelah didapatkan presentase kata kekerabatan kemudian

dihubungkan dengan kategori tingkat kekerabatan bahasa untuk

menentukan hubungan kekerabatannya apakah sebagai satu bahasa,

keluarga bahasa (subfamily), rumpun bahasa (stock), mikrofilum,

mesofilum, atau makrofilum.

Page 25: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

25

Tingkat Bahasa Presentase Kata Kerabat

Bahasa (Language)

Keluarga bahasa (subfamily)

Rumpun bahasa (stock)

Mikrofilum

Mesofilum

Makrofilum.

100-81

81-36

36-12

12-4

4-1

1-<1

Adapun untuk mengetahui hubungan kekerabatan seberapa besar

perbedaaan dan status kebahasaan bahasa Jawa di enklave dan daerah asal

digunakan teknik dialektometri. Menurut Revier (dalam Ayatrohaedi, 1983:32),

dialektometri ialah ukuran secara statistik yang dipergunakan untuk melihat

perbedaan dan persamaan yang terdapat di tempat-tempat yang diteliti dengan

membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat yang diteliti

tersebut. Dialektometri digunakan untuk mengetahui hubungan kekerabatan

antardaerah pengamatan. Rumus perhitungan dialektometri adalah:

S x 100

n = d

Keterangan:

S : jumlah beda dengan daerah pengamatan lain

n : jumlah peta yang diperbandingkan

d : jarak kosakata dalam persentase

Hasil yang diperoleh dari perhitungan ini berupa jarak unsur-unsur

kebahasaan di antara daerah-daerah pengamatan. Hasil ini kemudian digunakan

untuk menentukan hubungan antardaerah pengamatan dengan kriteria sebagai

berikut.

81 % ke atas : dianggap perbedaan bahasa

51 % -- 80 % : dianggap perbedaan dialek

31 % -- 50 % : dianggap perbedaan subdialek

Page 26: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

26

21 % -- 30 % : dianggap perbedaan wicara

20 % ke bawah: dianggap tidak ada perbedaan

1.8 Metode Penelitian

Penelitian ini terfokus pada penggunaan bahasa Jawa oleh masyarakat

keturunan Jawa di Karimunjawa, khususnya di Pulau Kemujan dan Pulau

Karimunjawa. Dalam hal ini, diambil desa-desa yang terdapat di kedua pulau

tersebut sebagai titik pengamatan yang berjumlah dua desa, yaitu Desa Kemujan

dan Desa Karimunjawa. Kedua desa dari kedua pulau tersebut dipilih dengan

pertimbangan berdasarkan literatur dan survei awal masyarakat Jawa pertama kali

datang dan bermukim di kedua daerah tersebut. Dipilih salah satu desa yang

mayoritas etnis Jawa, yaitu Desa Karimunjawa yang diasumsikan bahasa Jawa

yang digunakan masih bersifat homogen dan Desa Kemujan yang didominasi

etnis Bugis sehingga bahasa Jawa di daerah tersebut diasumsikan heterogen

karena terpengaruh bahasa etnis lain. Dari kedua desa yang berlatar belakang

berbeda tersebut diharapkan akan tampak dengan jelas ada tidaknya pengaruh

kontak bahasa terhadap bahasa Jawa yang digunakan sehingga akan tampak

perkembangan membaik atau memburuk dari bahasa Jawa daerah asalnya, yaitu

dialek Yogyakarta khususnya bahasa Jawa di Kabupaten Jepara. Selanjutnya,

dipilih sampel yang mewakili popolasi tersebut yang diperoleh dari berian

beberapa penduduk yang dipilih sebagai informan yang masing-masing mewakili

titik pengamatan.

Metode-metode yang digunakan adalah metode eklektik. Metode ini

bersifat memilih yang terbaik dari berbagai sumber, baik dari bahasa, orang/

informan, dan cara analisis). Sebagai contoh, ketika bahasa tersebut mengenal

Page 27: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

27

tingkat tutur maka juga digunakan daftar tanya dan informan yang mengerti

tingkat tutur dan dianalisis dengan bantuan ilmu lain, yaitu sosiolinguistik.

Dalam mengumpulkan data digunakan metode pupuan lapangan dengan

teknik catat dan rekam. Data primer untuk keperluan analisis diperoleh dengan

wawancara terstruktur menggunakan daftar kosakata budaya. Kosakata dasar

budaya terdiri dari 200 kosakata dasar Swadesh, 915 kata budaya menurut bidang,

60 struktur frasa, dan 43 kalimat sederhana. Selain itu, wawancara juga dilakukan

pada beberapa tokoh untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai sejarah,

budaya, dan hal-hal yang berpengaruh terhadap pemakaian bahasa Jawa di titik

pengamatan.

Ketersediaan tuturan berian tidak terlepas dari adanya informan yang

dipilih berdasarkan kriteria pembahan. Dari setiap titik pengamatan diambil satu

pembahan primer dan satu pembahan sekunder. Adapun pembahan yang dipilih

setidaknya memenuhi 75% dari syarat-syarat pembahan ideal sebagai berikut.

a) Berusia pertengahan (25--60 tahun), diasumsikan pembahan pada

usia ini telah menguasai bahasa atau dialeknya, tetapi belum

sampai pada taraf pikun;

b) Memiliki artikulator yang lengkap, dimaksudkan dengan adanya

artikulator lengkap memungkinkan pembahan memberikan data

yang benar dan valid;

c) Berpendidikan cukup, maksudnya pembahan memiliki latar

pendidikan yang tidak terlalu tinggi, tetapi juga tidak terlalu

rendah. Pembahan yang memiliki latar pendidikan yang terlalu

tinggi dikhawatirkan mendapat pengaruh kebahasaan dari luar,

sedangkan pembahan yang memiliki latar pendidikan yang terlalu

rendah dikhawatirkan kesulitan dalam memahami pertanyaan yang

diajukan sehingga tidak bisa memberikan data seperti yang

diharapkan;

d) Tidak buta huruf, dimaksudkan jika peneliti mengalami kesulitan

dalam menuliskan data kebahasaaan yang diucapkan pembahan

maka peneliti dapat meminta pembahan menuliskan beberapa

berian yang mereka ucapkan. Hal tersebut dilakukan untuk

Page 28: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

28

memastikan berian sesuai dengan pengetahuan dan penguasaan

pembahan terhadapa bahasanya;

e) Merupakan penduduk pribumi, sekurang-kurangnya sampai 2

generasi di atasnya. Hal ini mengingat bahwa pembahan yang

orang tuanya bukan merupakan penduduk pribumi dikhawatirkan

bahasa/dialek yang digunakan mendapat pengaruh dari

bahasa/dialek orang tuanya; dan

f) Mobilitas ke luar daerah kecil, maksudnya pembahan tidak

pernah/jarang melakukan perjalanan ke daerah lain. Semakin tinggi

mobilitas seseorang maka pengaruh terhadap bahasanya juga

semakin tinggi sehingga dikhawatirkan bahasa yang digunakan

tidak lagi murni.

Dalam menganalisis data digunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.

Data yang diperoleh dianalisis secara sinkronis mencakup tataran fonologi,

morfologi, sintaksis, morfofonemik, dan leksikon. Hasil analisis tersebut

kemudian diperbandingkan antara yang satu dengan lainnya untuk mendapatkan

kekhasan bahasa Jawa yang digunakan di enklave bahasa Jawa tersebut.

Selanjutnya, data dianalisis secara diakronis untuk menentukan tingkat

kekerabatan antara dialek-subdialek dalam bahasa Jawa di Karimunjawa dengan

menggunakan metode komparatif dengan teknik leksikostatistik dan

dialektometri. Metode komparatif digunakan pula untuk membandingkan data

satu dengan data lainnya karena dengan adanya perbandingan dapat diketahui ada

tidaknya hubungan kesamaan dan perbedaan (Sudaryanto, 1986:63).

Tahap analisis data selanjutnya adalah membuat perhitungan statistik

dengan metode leksikostatistik dan dialektometri. Metode leksikostatistik

merupakan metode yang membandingkan bahan-bahan yang terkumpul dari

tempat penelitian sehingga dapat dilihat persamaannya dengan tujuan untuk

mengetahui hubungan kekerabatan di antara semua titik pengamatan. Adapun

Page 29: PENDAHULUAN Latar Belakang - …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79469/potongan/S2-2015... · dan dialek Tegal Kabupaten Tegal dan Brebes). Salah satu wilayah pemakaian bahasa

29

metode dialektometri digunakan untuk melihat perbedaan-perbedaan yang ada

pada bahasa berkerabat tersebut.

Adapun hasil analisis data disajikan dengan metode informal dan metode

formal. Metode informal diwujudkan dengan uraian kata-kata, sedangkan metode

formal dirumuskan dengan menggunakan tanda dan lambang (Sudaryanto,

1993:145).

1.9 Sistematika Penyajian

Laporan penelitian ini terdiri atas lima bab. Bab I berupa pendahuluan

yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, hipotesis, metode penelitian,

sistematika penyajian, dan rencana kerja. Bab II membahas deskripsi ekologi

bahasa di Karimunjawa yang mencakup keadaan kebahasaan, sosial budaya, letak

geografis, keadaan alam, pembagian administratif, sosial kemasyarakatan

(penduduk dan transmigrasi), sarana transportasi, pariwisata, perekonomian, dan

lokasi penelitian. Bab III menguraikan deskripsi sinkronis bahasa Jawa enklave

Karimunjawa yang berisi deskripsi fonologi, deskripsi morfologi, dan deskripsi

leksikon. Bab IV menguraikan deskripsi diakronis bahasa Jawa enklave

Karimunjawa. Bab V menjelaskan implikasi ekologi terhadap pemertahanan dan

pergeseran bahasa. Selanjutnya, diakhiri dengan penutup pada bab VI yang

meliputi kesimpulan dan saran.