Top Banner
47 PENCEGAHAN PREEKLAMPSIA WIM T PANGEMANAN Departemen Obstetri dan Ginekologi FK Universitas Sriwijaya / RSMH Palembang Hipertensi terjadi sekitar 6%-10% pada seluruh kehamilan, dan kelainan hipertensi dalam kehamilan dan khususnya preeklampsia merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada maternal dan perinatal di negara- negara berkembang dan negara maju. Sampai saat ini, hal ini selalu dianggap bahwa kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan adalah respon patologis. Pada negara-negara berkembang, hiper- tensi nonproteinuria yang timbul lambat pada kehamilan tidak berhubungan dengan peningkatan morbiditas atau mortalitas perinatal maupun penurunan berat badan lahir. Pada makalah ini kasus-kasus tersebut disebut sebagai hipertensi gestasional. Pada keadaan yang jarang, bentuk penyakit yang berat, biasanya muncul pada akhir trimester kedua atau awal trimester ketiga dan biasanya disertai dengan proteinuria bermakna, hal ini menandakan peningkatan mortalitas dan morbiditas perinatal; kasus ini disebut sebagai preeklampsia. Terminologi kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan digunakan sebagai sebutan untuk semua kelainan hipertensi, dengan atau tanpa proteinuria, yang diinduksi oleh kehamilan. 1-6 Pencegahan preeklampsia berarti langkah kedepan yang bermakna dalam perawatan prenatal. Dalam kedokteran pencegahan, terminologi umum “pencegahan” dapat memiliki tiga konotasi yang berbeda: Primer-mencegah terjadinya penyakit Sekunder-memutuskan proses penyakit sebelum munculnya penyakit yang dikenal secara klinis Tersier-mencegah komplikasi penyakit yang disebabkan oleh proses penyakit, yang hampir sama dengan mengobati penyakit. Perawatan dirumah sakit dan istirahat baring yang ketat adalah metode yang paling sering digunakan untuk pencegahan tersier preeklampsia. Ketentuan ini dikenalkan oleh Hamlin pada tahun 1952 sebagai bagian dari rencana (diet tinggi protein /rendah garam dan tirah baring total) yang bertujuan untuk mengurangi kejadian preeklampsia berat dan meniadakan eklampsia. Protokol Hamlin tidak menunjukkan secara spesifik peningkatan luaran perinatal. Pada penelitian Hamlin yang sebenarnya, adanya ketentuan ini dihubungkan dengan penurunan secara bermakna angka komplikasi yang serius yang dihubungkan dengan preeklampsia dan insiden eklampsia, dan secara konsekuen diadopsi oleh yang lain. 7 Crowther dan Chalmers memberikan tinjauan literatur tentang efek perawatan dan tirah baring. Mereka menyimpulkan bahwa perawatan bagi wanita dengan hipertensi nonproteinuria dapat menurunkan insiden hipertensi berat (tekanan darah diastolik > 110 mmHg). Tirah baring juga nampaknya berhubungan dengan diuresis dan resolusi edema, tapi efek terhadap perkembangan proteinuria tidak tetap; tidak ada bukti yang dicatat tentang efek yang menguntungkan terhadap dampak perinatal. 8 Kesimpulan : alasan utama untuk perawatan wanita dengan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan adalah suatu kebutuhan untuk evaluasi yang cermat dan mengunjungi ibu sesering mungkin dan pengawasan janin untuk mendeteksi adanya perburukan yang terjadi secepat mungkin. Apakah perawatan dihubungkan dengan tirah baring yang ketat, tidak begitu jelas. Pasien dengan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan dapat dirawat dirumah sakit untuk eva- luasi awal terhadap kondisi maternal dan fetal. Penatalaksanaan dengan rawat jalan dapat dipertimbangkan pada kelompok pasien yang diseleksi dengan bentuk penyakit yang jelas ter- lihat ringan dan stabil. Penatalaksanaan rawat jalan dapat menjadi pengganti perawatan hanya jika hal ini mencakup monitor tekanan darah bersama dengan instruksi pasien, pengurangan aktivitas, pengukuran proteinuria dengan dipstick urin, dan memonitor janin. 8 Menyusul paragraf pendek tentang pencegahan primer preeklampsia, makalah ini memfokuskan pada pencegahan sekunder. PENCEGAHAN PRIMER Modus operandi yang paling baik untuk mengatasi penyakit pada manusia, pencegahan primer, diperoleh hanya jika mekanisme etiologi penyakit dipahami dan jika hal ini mungkin untuk menghindari atau memanipulasi determinan yang terlibat dalam etiologi penyakit tersebut.
23

PENCEGAHAN PREEKLAMSI

Jun 27, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

47

PENCEGAHAN PREEKLAMPSIA

WIM T PANGEMANAN Departemen Obstetri dan Ginekologi

FK Universitas Sriwijaya / RSMH Palembang Hipertensi terjadi sekitar 6%-10% pada seluruh kehamilan, dan kelainan hipertensi dalam kehamilan dan khususnya preeklampsia merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada maternal dan perinatal di negara-negara berkembang dan negara maju. Sampai saat ini, hal ini selalu dianggap bahwa kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan adalah respon patologis. Pada negara-negara berkembang, hiper-tensi nonproteinuria yang timbul lambat pada kehamilan tidak berhubungan dengan peningkatan morbiditas atau mortalitas perinatal maupun penurunan berat badan lahir. Pada makalah ini kasus-kasus tersebut disebut sebagai hipertensi gestasional. Pada keadaan yang jarang, bentuk penyakit yang berat, biasanya muncul pada akhir trimester kedua atau awal trimester ketiga dan biasanya disertai dengan proteinuria bermakna, hal ini menandakan peningkatan mortalitas dan morbiditas perinatal; kasus ini disebut sebagai preeklampsia. Terminologi kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan digunakan sebagai sebutan untuk semua kelainan hipertensi, dengan atau tanpa proteinuria, yang diinduksi oleh kehamilan.1-6

Pencegahan preeklampsia berarti langkah kedepan yang bermakna dalam perawatan prenatal. Dalam kedokteran pencegahan, terminologi umum “pencegahan” dapat memiliki tiga konotasi yang berbeda: • Primer-mencegah terjadinya penyakit • Sekunder-memutuskan proses penyakit

sebelum munculnya penyakit yang dikenal secara klinis

• Tersier-mencegah komplikasi penyakit yang disebabkan oleh proses penyakit, yang hampir sama dengan mengobati penyakit. Perawatan dirumah sakit dan istirahat baring

yang ketat adalah metode yang paling sering digunakan untuk pencegahan tersier preeklampsia. Ketentuan ini dikenalkan oleh Hamlin pada tahun 1952 sebagai bagian dari rencana (diet tinggi protein /rendah garam dan tirah baring total) yang bertujuan untuk mengurangi kejadian preeklampsia berat dan meniadakan eklampsia. Protokol Hamlin tidak menunjukkan secara spesifik peningkatan luaran perinatal. Pada penelitian Hamlin yang sebenarnya, adanya

ketentuan ini dihubungkan dengan penurunan secara bermakna angka komplikasi yang serius yang dihubungkan dengan preeklampsia dan insiden eklampsia, dan secara konsekuen diadopsi oleh yang lain.7

Crowther dan Chalmers memberikan tinjauan literatur tentang efek perawatan dan tirah baring. Mereka menyimpulkan bahwa perawatan bagi wanita dengan hipertensi nonproteinuria dapat menurunkan insiden hipertensi berat (tekanan darah diastolik > 110 mmHg). Tirah baring juga nampaknya berhubungan dengan diuresis dan resolusi edema, tapi efek terhadap perkembangan proteinuria tidak tetap; tidak ada bukti yang dicatat tentang efek yang menguntungkan terhadap dampak perinatal.8

Kesimpulan : alasan utama untuk perawatan wanita dengan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan adalah suatu kebutuhan untuk evaluasi yang cermat dan mengunjungi ibu sesering mungkin dan pengawasan janin untuk mendeteksi adanya perburukan yang terjadi secepat mungkin. Apakah perawatan dihubungkan dengan tirah baring yang ketat, tidak begitu jelas. Pasien dengan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan dapat dirawat dirumah sakit untuk eva-luasi awal terhadap kondisi maternal dan fetal. Penatalaksanaan dengan rawat jalan dapat dipertimbangkan pada kelompok pasien yang diseleksi dengan bentuk penyakit yang jelas ter-lihat ringan dan stabil. Penatalaksanaan rawat jalan dapat menjadi pengganti perawatan hanya jika hal ini mencakup monitor tekanan darah bersama dengan instruksi pasien, pengurangan aktivitas, pengukuran proteinuria dengan dipstick urin, dan memonitor janin.8

Menyusul paragraf pendek tentang pencegahan primer preeklampsia, makalah ini memfokuskan pada pencegahan sekunder. PENCEGAHAN PRIMER Modus operandi yang paling baik untuk mengatasi penyakit pada manusia, pencegahan primer, diperoleh hanya jika mekanisme etiologi penyakit dipahami dan jika hal ini mungkin untuk menghindari atau memanipulasi determinan yang terlibat dalam etiologi penyakit tersebut.

Page 2: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

48

Invasi sitotrofoblas endovaskuler dalam arteri-arteri spiralis dan disfungsi sel endotel adalah dua kunci utama dalam patofisiologi preeklampsia. Walau demikian, karena penyebab kedua kunci utama ini masih tidak diketahui, satu-satunya cara untuk mencegah preeklampsia adalah dengan mencegah kehamilan. Dekker dan Van Geijn memberikan tinjauan, dalam beberapa perincian, penjelasan untuk pencegahan primer preeklampsia dalam dekade yang akan datang, dihubungkan dengan tiga hipotesis utama tentang etiologi preeklampsia:9,10,12,13,14

1. Hipotesis iskemia plasenta : berdasarkan hipotesis ini, iskemik plasenta menghasilkan peningkatan pelepasan membran - membran mikrovilli sinsitiotrofoblas, yang dapat menjadi penyebab disfungsi sel endotel.

2. Hipotesis maladaptasi imun : berdasarkan hipotesis ini, mekanisme imun terlibat dalam patogenesis preeklampsia. Maladaptasi imun memberikan penjelasan yang menarik tentang gangguan invasi trofoblas endovaskuler, dan aktivasi abnormal sel-sel limfoid desidua dapat menjelaskan peningkatan kadar spesies radikal bebas, neutrofil elastase dan sitokin, seperti tumor necrosis factor (TNF) dan interleukin-1 (IL-1), yang telah ditemukan berada pada preeklampsia.

3. Preeklampsia sebagai penyakit genetik: preeklampsia berat dan eklampsia memiliki tendesi familial. Perkembangan preeklampsia-eklampsia boleh jadi didasarkan pada gen resesif tunggal atau gen dominan dengan incomplete penetrance. Penetrance mungkin tergantung pada genotip janin. Keterkaitan multifaktorial merupakan kemungkinan lainnya. Untuk sesaat, tidak ada terapi yang mungkin

untuk mencegah iskemi plasenta dan gen preeklampsia, jika hal tersebut ada, belum ditemukan. Potensi terapi imunoterapi dalam pencegahan preeklampsia sebenarnya masih kon-troversial. Bagaimanapun, studi epidemiologi dengan kuat mendukung bahwa paparan terhadap sperma memberikan paling sedikit separuh perlindungan melawan perkembangan preeklampsia. Kesimpulan berasal dari penelitian-penelitian ini, meskipun tidak secara langsung digunakan dalam penerapan praktek sehari-hari, mungkin memiliki konsekuensi praktis untuk dokter-dokter praktek, sekalipun etiologi pasti dari preeklampsia masih belum dapat dipecahkan:15,20

1. Berdasarkan konsep primipaterniti, wanita multipara dengan pasangan baru sebaiknya pendekatan yang diberikan adalah sebagai wanita primigravida.

2. Inseminasi donor artifisial dan donor oosit dihubungkan dengan peningkatan risiko perkembangan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan.

3. Periode yang lebih atau kurang memanjang dari paparan sperma memberikan proteksi parsial melawan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan. Saat ini, semua wanita dengan berubah-ubah pasangan sangat perlu dinasehati untuk menggunakan kondom untuk mencegah penyakit menular seksual. Bagaimanapun, periode yang pasti dari paparan sperma dalam hubungan yang stabil, ketika pasangan bertujuan untuk hamil, dihubungkan dengan proteksi parsial mela-wan preeklampsia. Mengurangi produksi spesies radikal bebas

adalah pendekatan yang menarik, tetapi inhibitor spesifik dan poten dari produksi radikal bebas oksigen belum tersedia, efek yang menguntungkan dari aspirin dosis rendah, jika mungkin, paling sedikit secara parsial, berhubungan dengan efeknya pada produksi lipid peroksida plasenta. Peningkatan kadar pemakan spesies radikal bebas mungkin dapat lebih dicapai daripada menghambat produksi spesies radikal bebas. Bagaimanapun, antioksidan bukanlah tanpa risiko. Banyak fungsi homeostasis tergantung padanya; dan anti-oksidan tertentu dalam bentuk spesifik mungkin berperan sebagai prooksidan.22 Tidak ada bukti langsung tentang antioksidan menjadi yang paling tepat.21

Pemberian N-acetylcysteine, sebagai prekursor glutation, mungkin di masa mendatang menjadi pendekatan yang menarik dalam hal ini. Glutation peroksidase adalah cytosolic antioxidant peroxide-removing enzyme yang sangat penting dalam melindungi proses dalam mitokondria melawan sitokin dan radikal-radikal bebas. Glutation endogen sangat penting dalam perlindungan jaringan dari luka setelah iskemia reperfusi. Glutation peroksidase dan fosfolipid hidroperoksida glutation peroksidase yang berhubungan dekat, keduanya adalah enzim-enzim yang tergantung selenium (selenium dependent en-zyme).10

Hal menarik yang mendukung pentingnya keseimbangan antara oksigen radikal bebas dan pemakai berasal dari wanita yang menderita sebagai akibat kekurangan geokemikal dari selenium di propinsi Heilong Jiang, China. Defisiensi selenium dapat menyebabkan berkurangnya konsentrasi enzim-enzim yang mengandung selenium seperti glutation peroksidase. Pada wilayah ini di China, ada insiden preeklampsia yang tinggi.23

Page 3: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

49

Ketidakseimbangan oksidatif pada preeklampsia kemungkinan berhubungan erat dengan aktivitas sitokin, khususnya TNF. Kadar bioaktif TNF-α meningkat pada preeklampsia. Antioksidan secara selektif menghambat pelepasan TNF karena dapat mengontrol status reduksi oksidasi dari glutation, yang merupakan hal yang sangat penting sebagai modulator endogen dari produksi TNF. Mitokondria adalah target utama dari serangan radikal bebas oksigen. Dalam mitokondria, TNF menumbangkan bagian aliran elektron untuk melepaskan radikal bebas oksigen dan lipid peroksida. Jika hal ini tidak dihilangkan dengan reduksi yang efisien berikutnya dari glutation teroksidasi, efek toksik yang serius terjadi karena bertahannya lipid peroksida toksik, glutation teroksidasi, dan tentunya produksi lebih lanjut dari TNF.13,24

Dalam penelitian morfologi, efek intraseluler yang dapat dideteksi pertama kali dari TNF adalah pembengkakan dan malfungsi dari mitokondria. Shanklin dan Sibai menunjukkan bahwa preeklampsia berhubungan dengan kerusakan mitokondria yang meluas yang sama dengan kerusakan mitokondria yang diinduksi oleh radikal bebas oksigen.25,26

Stark24 menunjukkan fakta-fakta bahwa preeklampsia mungkin disebabkan oleh genetik TNF mediated mitokondrial dysfunction. N-acetylcysteine adalah prekursor glutation yang dikenal baik. Sehingga, penggunaan N-acetylcysteine merupakan pilihan yang menarik karena mungkin melindungi sel-sel endothelial dan mitokondrianya dari toksisitas TNF-α.24

PENCEGAHAN SEKUNDER Pencegahan sekunder, yang menunjukkan pemutusan proses penyakit sebelum munculnya penyakit yang dikenal secara klinis adalah fokus dari bab ini. Pencegahan sekunder terhadap penyakit hanya mungkin jika tiga hal mendasar yang diperlukan dibawah ini dijumpai: • Pengetahuan tentang mekanisme patofisiologi • Tersedianya metode deteksi dini • Bermaksud mengintervensi dan mengoreksi

perubahan patofisiologi Tersedianya Metode Deteksi Dini Tanda dan gejala preeklampsia secara umum tampak jelas pada stadium yang relatif lanjut pada kehanilan, biasanya pada trimester ketiga. Walaupun demikian, kelainan dihasilkan dari interaksi abnormal antara ibu dan adanya trofoblas endovaskuler yang lebih dini pada kehamilan. Untuk alasan tersebut, hal ini masuk akal untuk menemukan indikator yang lebih dini untuk

kelainan ini; tentu saja tes-tes yang banyak telah diusulkan, khususnya selama dua dekade terakhir, dengan maksud sebagai prediksi perkembangan lebih lanjut dari penyakit. Diskusi yang terperinci tentang metode yang digunakan untuk deteksi dini preeklampsia tidak terdapat dalam bab ini; lihat tinjauan secara rinci di tempat lain. Bagian ini secara singkat mendiskusikan metode-metode tersebut untuk deteksi dini preeklampsia saat ini tersedia atau dapat dikerjakan di rumah sakit-rumah sakit di negara-negara maju.27-29

PENILAIAN KLINIK Tekanan darah. Hipertensi adalah tanda yang paling sering dan potensial sebagai manifestasi klinis yang paling berbahaya pada kelainan hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan. Peningkatan tekanan darah pada kelainan ini disebabkan oleh peningkatan resistensi perifer sistemik dan merupakan ciri-ciri penyakit yang cukup dini. Pengukuran tekanan darah atau MAP pada trimester kedua tidak berguna untuk diagnosa dini preeklampsia. Jika terjadi peningkatan tekanan darah diastolik, atau MAP trimester kedua bisa berarti apapun, ini adalah hipertensi transient tapi bukan penyakit preeklampsia-eklampsia yang sebenarnya, dengan hubungannya terhadap morbiditas dan mortalitas perinatal. Evaluasi perubahan peningkatan tekanan darah merupakan metode yang tidak berguna dalam skrining wanita hamil yang rawat jalan terhadap impending eklampsia atau preeklampsia.30-32

Edema dan peningkatan berat badan. Salah satu tanda yang terlihat pada kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan adalah pembengkakkan, tetapi ini bukanlah tanda yang dapat dipercaya. Edema sedang dapat ditemukan pada 60%-80% kehamilan normotensi, dan edema pedis, yang meluas ke tibia bagian bawah, adalah hal yang sering ditemukan pada wanita hamil normal. Edema mengenai 85% wanita dengan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan. Tanda-tanda diagnostik dari kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan biasanya mendahului gejala.Tanda-tanda klasik yang terjadi adalah edema, peningkatan tekanan darah, dan proteinuria. Walaupun demikian, penampakkan yang lain dapat terjadi, dan edema bukanlah hal yang sangat diperlukan untuk mendiagnosis kelainan hipertensi yang disebabkan kehamilan. Peningkatan berat badan tidak dapat digunakan untuk memprediksikan perkembangan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan, dan peningkatan berat badan yang berlebihan saja tidak

Page 4: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

50

memberikan prognosis yang tidak baik terhadap luaran perinatal.28

Petanda Biokimia Penting untuk memperhatikan bahwa kebanyakan wanita dengan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan adalah asimptomatik. Kurangnya gejala ini, pada kenyataannya, adalah bagian yang penting dari rasionalnya kunjungan perawatan antenatal yang sering pada kehamilan lanjut. Tes-tes laboratorium telah digunakan untuk memprediksikan, diagnosis, dan memonitor progresifitas penyakit. Diagnosis “preeklampsia” seringkali didasarkan pada tes laboratorium. Asam urat. Preeklampsia hiperurisemia disebabkan oleh penurunan urat clearance oleh ginjal, dan asam urat clearance turun secara tidak proposional pada preeklampsia dibandingkan dengan kreatinin dan urea clearance. Penjelasan patofisiologi untuk penurunan yang spesifik dari urat clearance didasarkan pada pola bifasik keterlibatan ginjal dalam preeklampsia. Kerusakan fisiologi tubular, suatu ciri dini keterlibatan ginjal dalam preeklampsia, menghasilkan berkurangnya renal clearance terhadap asam urat sehingga terjadi peningkatan kadar asam urat plasma. Kemudian dalam perkembangan penyakit, saat proteinuria nampak, fungsi glomerular bersama dengan urea dan kreatinin clearance menjadi rusak.

Preeklampsia hiperurisemia sedikit banyak berhubungan dengan penurunan volume plasma dan aktifitas plasma renin. Preeklampsia hiperuresemia kemungkinan disebabkan oleh kombinasi vasokonstriksi intrarenal (peritubular) dan hipovolemia. Peningkatan kadar asam urat berhubungan dengan beratnya lesi preeklampsia pada biopsi ginjal, derajat patologi uteroplasenta vaskuler, dan jeleknya keadaan janin.28,29,34

Hiperurisemia telah dilaporkan menjadi prediktor yang lebih baik daripada tekanan darah terhadap luaran perinatal yang tidak baik. Pada kebanyakan pasien, peningkatan kadar urat nampaknya bersamaan dengan terjadinya peningkatan tekanan darah dan terjadi sebelum perkembangan stadium proteinuria dari penyakit. Kadar asam urat telah digunakan untuk diagnosis dini preeklampsia tapi tidak untuk hipertensi itu sendiri. 32

Secara keseluruhan, nilai asam urat dalam memprediksikan preeklampsia nampaknya terbatas. Pengukuran serial kadar asam urat (dimulai pada kadar trimester pertama) pada pasien-pasien dengan risiko tinggi (seperti hipertensi kronik) untuk perkembangan

preeklampsia berguna untuk diagnosis dini preeklampsia dan identifikasi pasien-pasien hipertensi dengan peningkatan risiko untuk luaran perinatal yang tidak baik. Sebagai tambahan, asam urat mungkin digunakan sebagi indikator untuk memperkirakan beratnya penyakit dalam menyebabkan terjadinya preeklampsia.34

Proteinuria. Adanya proteinuria bermakna adalah hal yang diperlukan untuk diagnosis klasik dari preeklampsia. Proteinuria adalah tanda lanjut dari kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan dan adalah refleksi dari penyakit yang lanjut. HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low trombosits) syndrome dan eklampsia (didahului kejang-kejang) dapat terjadi tanpa proteinuria. Terjadinya proteinuria adalah ekspresi dari disfungsi glomelular dan biasanya bersamaan dengan penurunan kreatinin clearance. Hipertensi ditambah proteinuria berhubungan dengan peningkatan risiko kematian perinatal, dibandingkan dengan kehamilan normotensi dan hipertensi tanpa proteinuria.6

Karena perkembangan proteinuria merupakan ciri lanjut dari penyakit, penggunaan rutin dari dipstick urin pada populasi risiko rendah normotensi hanya merupakan pengukuran yang tidak efektif terhadap peningkatan berat badan maternal. Tes mikroalbuminuria telah dicoba dengan tujuan untuk memprediksikan preeklampsia. Secara keseluruhan, tampaknya nilainya kecil dalam penggunaan teknik yang tepat untuk mendeteksi proteinuria dalam diagnosis dini preeklampsia. Tanda lainnya, seperti peningkatan tekanan darah, penurunan jumlah trombosit, dan peningkatan kadar asam urat plasma, tampaknya mendahului terjadinya mikroalbuminuria yang dapat dideteksi.28,32

Ekskresi kalsium urin. Hipokalsiuria terjadi pada kebanyakan pasien dengan stadium lanjut dari penyakit. Preeklampsia hipokalsiuria (seperti penurunan urat clearance) adalah ekspresi dari disfungsi tubular. Sanchez-Ramos dkk mempelajari nilai kalsium urin sebagai petanda dini untuk preeklampsia pada 103 wanita nulipara. Pada 10 - 24 minggu kehamilan, pasien-pasien yang kemudian mengalami preeklampsia mengekresikan kalsium urin lebih sedikit secara bermakna daripada pasien-pasien yang tetap normotensi. Pengurangan ini terus terjadi selama kehamilan. Perbedaan insidensi (87%) preeklampsia antara wanita hamil dengan nilai ekskresi kalsium pada atau dibawah nilai ambang 195 mg/24 jam dan dengan mereka yang nilainya

Page 5: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

51

diatas kadar tersebut (2%) adalah sangat bermakna.35

Karena fungsi tubular dirusak pada stadium lebih dini dari proses penyakit preeklampsia daripada fungsi glomerular, rasio kalsium : kreatinin urin (Uca/Ucr) telah digunakan untuk diagnosis dini preeklampsia. Rodriguez dkk menghitung nilai rasio Uca/Ucr antara kehamilan 24 - 34 minggu. Rasio Uca/Ucr 0.04 atau lebih rendah dilaporkan memiliki sensitifitas 70%, spesifitas 95%, nilai duga positif 64%, dan nilai duga negatif 96% (11.4% insiden preeklampsia). Sebagai perbandingan, Hutchesson dkk serta beberapa peneliti lainnya tidak mampu menunjukkan reduksi dalam ekskresi kalsium urin pada wanita preeklampsia yang terjadi sebelum onset hipertensi dan keterlibatan ginjal. Masse dkk, menemukan tidak ada perbedaan eksresi kalsium urin antara preeklampsia dan pasien normotensi.

Secara keseluruhan, mengukur ekskresi kalsium urin tampaknya terlalu kecil atau tidak bernilai dalam diagnosis dini atau prediksi preeklampsia.26-28,32

Human Chorionic Gonadotropin (hCG). Beberapa penelitian menemukan peningkatan kadar β-hCG pada kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan, dan hal ini didukung bahwa determinasi β-hCG dapat memiliki nilai untuk diagnosis dini preeklampsia.38,39

Hasil dari penelitian besar dipublikasikan oleh Muller dkk. Dalam program skrining prospektif trisomi 21 hCG, data dari 5776 pasien diperiksa untuk menilai hubungan antara hCG dan hipertensi yang diinduksi kehamilan (PIH = pregnancy induced hypertension; n = 234), preeklampsia (n =34), small for gestational age (SGA) neonatus (n = 236); kadar hCG (dengan median yang multipel) lebih tinggi pada tiga populasi dengan kelainan patologik. Perbedaan ini secara statistik bermakna pada pasien dengan SGA neonatus dan preeklampsia tapi tidak pada PIH. Penulis tidak menyediakan data untuk menghitung nilai duga positif, tapi data-data mereka menunjukkan bahwa dengan nilai cut-off hCG 2 median multipel, 10% populasi akan dipertimbangkan berada pada risiko dan 30% kasus preeklampsia akan diidentifikasi. Dengan nilai cut-off hCG 1 median multiple, 50% populasi dipertimbangkan berada pada risiko dan 100% kasus preeklampsia akan diidentifikasi.40

Secara keseluruhan, kebanyakan penelitian menemukan bias yang besar dan cenderung tumpang tindih antara kadar β-hCG pada kehamilan normotensi dan hipertensi. Sehingga, nilai klinik pengukuran β-hCG untuk memprediksikan atau memantau kelainan

hipertensi yang diinduksi kehamilan tampaknya sangat terbatas.28

Petanda Hematologi Faktor VIII-Related Antigen/ Factor VIIIc. Rasio faktor VIII-related Antigen terhadap faktor VIIIc (rasio fVIIIrag/fVIIIc) pada orang sehat adalah 1.0 . Peningkatan numerator pada rasio ini, fVIIIrag, berhubungan dengan pelepasan endotelial terhadap antigen ini. Beberapa penulis telah menunjukkan peningkatan dini dari rasio fVIIIrag/FVIIIc pada penyakit hipertensi yang diinduksi kehamilan dan hubungan positif antara derajat peningkatan rasio dan beratnya penyakit, derajat hiperurisemia, infark plasenta, luaran perinatal yang jelek, dan hubungan negatif yang kuat antara rasio ini dan masa hidup trombosit. Peningkatan fVIIIrag, dan oleh karena itu rasio adalah paling mudah dicatat dalam preeklampsia yang berhubungan dengan hambatan pertumbuhan janin. Pelepasan endotelial terhadap fVIIIrag tidak meningkat pada hipertensi kronik.

Pengukuran fVIIIrag atau rasio fVIIIrag/fVIIIc berguna dan merupakan indikator yang lebih sensitif untuk beratnya dan derajat kerusakan sel endotelial dan meluasnya insufisiensi plasenta pada kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan. Rasio tersebut berhubungan dengan retardasi pertumbuhan janin dan morbiditas dan mortalitas perinatal. Dalam waktu, peningkatan fVIIIrag menjadi pararel dengan peningkatan kadar asam urat serum dan peningkatan tekanan darah.28,41

Fibronektin. Fibronektin adalah glikoprotein permukaan sel yang utama. Bentuk yang larut dalam plasma terutama disintesis oleh sel-sel endotelial dan hepatosit. Kadar fibronektin plasma sama atau hanya sedikit meningkat pada kehamilan normal dibandingkan dengan individu yang tidak hamil. Karena wanita hamil dengan hipertensi kronik memiliki kadar fibronektin normal, peningkatan fibronektin plasma bukan merupakan konsekuensi yang sederhana dari hipertensi. Dalam menyebabkan preeklampsia, kebanyakan studi menunjukkan secara konsisten peningkatan sekitar dua sampai tiga lekukan pada kadar fibronektin plasma. Sumber yang pasti dari peningkatan kadar fibronektin tidaklah pasti; ini dapat berasal dari (1) kerusakan sel endotelial atau aktivasi dalam sirkulasi uteroplasenta atau sistemik, atau keduanya atau (2) peningkatan produksi hepatosit, atau ini dapat menjadi tanda kerusakan plasenta.

Ballegeer dkk membandingkan plasma fibronektin, plasminogen activator inhibitor (PAI-

Page 6: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

52

1), fVIIIrag, dan asam urat dan menyimpulkan bahwa fibronektin adalah prediktor preeklampsia terbaik. Evaluasi adanya peningkatan kadar fibronektin pada minggu 25 - 32 kehamilan pada diagnosis dini preeklampsia, mereka menemukan sensitifitas 96% dan spesifisitas 94%. Berdasarkan penulis ini, peningkatan plasma fibronektin mendahului peningkatan tekanan darah pada rata-rata 4- 6 minggu.42

Sebelumnya, ditemukan bahwa peningkatan fibronektin mendahului peningkatan tekanan darah sekitar 4 minggu pada pasien-pasien dengan hipertensi gestasional dan sekitar 12 minggu pada pasien dengan preeklampsia sebelumnya. Mengukur kadar fibronektin dapat dilakukan dengan tehnik immunokimia yang tersedia pada kebanykan rumah sakit dan mungkin menolong dalam diagnosis dini preeklampsia, khususnya tipe berat dengan onset dini.28,32,43

Hitung Trombosit. Masa hidup trombosit lebih pendek secara bermakna pada kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan, khususnya ketika terjadi komplikasi retardasi pertumbuhan janin, dibandingkan dengan kehamilan tanpa komplikasi. Pada wanita preeklampsia, turunnya hitung trombosit terjadi kurang lebih bersamaan dengan peningkatan kadar asam urat, dan keduanya mendahului perkembangn proteinuria sekitar 3 minggu. Standar deviasi pada jumlah sirkulasi trombosit wanita hamil normotensi dan hipertensi menghalangi penggunaan hitung trombosit sebagai metode yang efektif untuk deteksi dini pada wanta nulipara risiko rendah.28,41

Kadar Hemoglobin, Hematokrit, Mean Corpuscular Volume. Peningkatan kadar hemoglobin dan hematokrit abnormal (Hb/Hct) adalah prediktor yang lebih baik terhadap luaran perinatal yang jelek daripada kadar estriol atau human placental lactogen (hPL) rendah abnormal. Kadar Hb/Hct ibu yang tinggi berhubungan dengan berat badan lahir rendah dan berat plasenta rendah, peningkatan insiden prematuritas dan mortalitas perinatal, dan peningkatan resistensi vaskuler perifer, dan bentuk hipertensi maternal. Pengukuran serial Hb/Hct sangat berguna dalam memantau kehamilan dengan risiko tinggi terjadi insufisiensi uteroplasenta dan dalam memantau bentuk penyakit yang menyebabkan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan atau komplikasi kehamilan oleh retardasi pertumbuhan janin, atau keduanya. Peningkatan kadar petanda hemoglobin pada trimester kedua mendahului perkembangan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan dan berguna sebagai prediktor. Nilai

prediktif kadar hemoglobin yang dinilai adalah rendah.32,44

Penilaian Doppler Ultrasound pada Sirkulasi Uteroplasenta Ada tidaknya perubahan fisiologi pembuluh darah uteroplasenta adalah dasar patofisiologi untuk penggunaan pemeriksaan aliran Doppler dalam diagnosis dini preeklampsia. Peningkatan resistensi gelombang velositas aliran uteroplasenta menunjukkan hubungan dengan hasil pemeriksaan patologi placental bed dan plasenta. Perubahan vaskuler patologis ini terdapat dalam proporsi yang bermakna pada kehamilan normotensi dengan komplikasi retardasi pertumbuhan janin.

Resistensi indeks = RI gelombang velositas aliran darah uteroplasental (FVWs = Flow Velocity Waveforms) menurun pada kehamilan dini sampai minggu 20-26 kehamilan dan kemudian menjadi stabil sampai aterm. Velositas aliran darah end-diastolic yang tinggi dan rasio yang rendah selama separuh akhir kehamilan menunjukkan resistensi perifer yang rendah pada uteroplasental vascular bed. Tidak ada metode standar yang mendukung FVWs uteroplasenta.45

Pearce dan McParland mendukung bahwa kedua sisi uterus sebaiknya diperiksa dan FVWs dilaporkan sebagai berikut: 1. Resistensi rendah seragam: FVWs dari kedua

sisi uterus memiliki RI kurang dari 0.58. 2. Resistensi tinggi seragam: FVWs dari kedua

sisi uterus memliki RI lebih besar dari 0.58. 3. Bentuk resistensi campuran: satu gelombang

(bervariasi dari sisi plasenta) adalah resistensi rendah (RI<0.58); gelombang dari sisi lainnya adalah resistensi tinggi. Ada banyak informasi tentang bentuk

gelombang daripada hanya indeks FVWs. Ada tidaknya noktah adalah sangat penting dalam hal ini. Noktah diastolik dini pada FVWs uteroplasenta telah dilaporkan pada kehamilan normal sampai sekitar minggu 26 kehamilan. Pada sisi plasental uterus, hal ini jarang ditemukan setelah kehamilan 20 minggu.45

Pada tahun 1986, Campbell dkk adalah yang pertama melaporkan penggunaan velosimetri Doppler uteroplasenta sebagai tes skrining pada kehamilan dini untuk hipertensi, retardasi pertumbuhan janin, dan asfiksia janin. Studi pertama ini memberikan hasil yang menjanjikan secara ekstrim. Nilai duga yang sempurna ditemukan pada studi ini disebabkan oleh rate komplikasi 25 % pada kelompok studi.46

Penelitian akhir-akhir ini melaporkan dalam literatur mengenai nilai klinik evaluasi Doppler Ultrasound terhadap sirkulasi uteroplasenta

Page 7: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

53

menghasilkan hasil yang sangat bervariasi. Variasi-vaariasi ini mungkin berhubungan dengan perbedaan teknik yang luas sama seperti definisi yang berbeda tentang kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan., retardasi pertumbuhan janin, gawat janin, dan luaran perinatal yang jelek. Walaupun demikian, alasan utama kesimpulan yang bervariasi mengenai nila FVWs Doppler pembuluh darah uteroplasenta adalah kemungkinan peneliti menggunakan proses seleksi yang berbeda dalam membagi populasi dengan bentuk aliran Doppler uteroplasenta normal atau abnormal. Ketidaknormalan kadangkala didasarkan pada FVWs yang sangat jelek, rata-rata RI empat-sisi, atau kadangkala FVWs terbaik. Bias terjadi pada “lesi-lesi preeklampsia” dalam arteri spiralis mendukung bahwa hal ini lebih masuk akal untuk mencari bentuk aliran Doppler terjelek, dan peneliti-peneliti yang menggunakan FVWs terjelek secara konsisten melaporkan hasil yang paling baik dengan Doppler uteroplasenta dalam deteksi dini preeklampsia.

Hasil pemeriksaan Doppler ultrasound terhadap sirkulasi uteroplasenta sebagai tes skrining untuk berbagai derajat hipertensi mengecewakan, tapi dalam deteksi dini preeklampsia berat yang berhubungan dengan luaran perinatal yang jelek, Doppler uteroplasenta telah memiliki sensitivitas yang tinggi. Keuntungan lainnya adalah relatif mudah digunakan, tidak mahal, dan tidak invasif. Penggunaan aliran Doppler dapat dilakukan pada kehamilan dini dan cocok untuk intervensi terapeutik dengan usaha untuk mengurangi insiden preeklampsia dan komplikasi-komplikasinya.47

Hasil dari beberapa studi dengan velosimetri aliran Doppler berwarna dalam diagnosis dini preeklampsia adalah menjanjikan. Harrington dkk menemukan bahwa noktah bilateral pada kehamilan 19 - 21 minggu memiliki sensitivitas lebih dari 70% dan nilai duga positif 27%, 31.2%, dan 37.5%, secara respektif, untuk preeklampsia, Bayi-bayi SGA, dan beberapa komplikasi. Pada studi lainnya 652 wanita dengan kehamilan tunggal, Harrington dkk menunjukkan bahwa adanya noktah bilateral pada akhir trimester pertama (kehamilan 12-16 minggu) berhubungan dengan rasio odd tipikal 42 (Confidence interval 95% (CI) 5.66-312) untuk berkembang menjadi preeklampsia kemudian dalam kehamilan.47

Oleh sebab itu, untuk sesaat tidak ada tes yang baik yang tersedia untuk memprediksikan preeklampsia. Evaluasi Doppler ultrasound terhadap sirkulasi uteroplasenta sebagai metode skrining secara keseluruhan dan pengukuran (serial) kadar fibronektin pada pasien-pasien risiko

tinggi memungkinkan mendapatkan tes terbaik saat ini. Intervensi dan Koreksi Perubahan Patofisiologi Saat ini, strategi-strategi bertujuan pencegahan sekunder kelainan hipertensif yang diinduksi kehamilan difokuskan pada mekanisme-mekanisme yang terlibat pada proses penyakit. Pembatasan Natrium dan Diuretik Penggunaan profilaksis pembatasan natrium atau pemakaian diuretik, atau keduanya, dalam usaha untuk mencegah kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan didasarkan pada hipotesis bahwa retensi natrium adalah faktor etiologi. Orang yang sangat antusias menunjukkan bahwa garam memainkan peranan yang penting dalam eklampsia adalah De Snoo (1877-1949), seorang ahli kandungan Belanda. Pada akhir tahun 1940-an, hal ini dianjurkan untuk mengajak wanita hamil, terutama dengan “toksemia”, untuk diet yang mengandung garam dalam jumlah normal. Meskipun banyak laporan klinik yang antusias, tidak ada bukti nyata yang pernah dihasilkan bahwa pembatasan garam membantu mencegah hipertensi selama kehamilan.50

Sebagai kontrol, meskipun sangat kurang, studi pada lebih dari 2000 wanita, preeklampsia terjadi dua kali lebih sering pada wanita yang dianjurkan untuk makan garam lebih sedikit dibandingkan dengan wanita yang dianjurkan makan suplemen garam.Van Buul dan sekerjanya, mempelajari efek pembatasan garam jangka panjang pada hasil kehamilan pada wanita hamil nullipara yang sehat, menemukan tidak ada perbedaan dalam insiden hipertensi atau berat badan lahir. Air yang berlebihan dan retensi garam adalah ciri sekunder preeklampsia, disebabkan pergeseran kurva tekanan renal—natriuresis akibat kerusakan sel endotelial dengan diikuti vasokonstriksi dan peningkatan permeabilitas mikrovaskuler. Pembatasan natrium yang ketat menurunkan tekanan darah, kemungkinan dengan penurunan kalsium bebas intraseluler dalam sel-sel otot polos vaskuler, tetapi juga menghasilkan penurunan sirkulasi volume plasma. Secara aktual, tidak ada usaha oleh profesi kedokteran untuk melakukan pembatasan diet terhadap peningkatan berat badan (seperti dengan diet rendah kalori, rendah karbohidrat, dan rendah garam) pernah didemonstrasikan memiliki efek menguntungkan dengan harapan mencegah preeklampsia.34,51-54

Pada tahun 1960-an, rumor dalam pembatasan diet garam sangat melemahkan hasil dari pengenalan obat-obat diuretik. Selama dekade tersebut, pemberian diuretik profilaksis diteliti

Page 8: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

54

secara aktif. Collin dkk, menganalisa 10 studi prospektif, randomized trials terhadap pemberian terapi diuretik secara primer untuk edema atau peningkatan berat badan yang cepat, atau untuk keduanya. Analisa terhadap studi ini, melibatkan 7000 wanita, nampaknya menunjukkan adanya reduksi yang bermakna dalam insiden “preeklampsia”. Seperti yang dicatat oleh penulis-penulis ini, paling sedikit terdapat dua kesulitan utama dalam hal metodologi yang menghambat pengambilan kesimpulan yang tepat. Pertama, kriteria yang digunakan untuk diagnosis ”preeklampsia” tidak jelas atau tidak tetap. Kedua, karena diuretik dapat menyebabkan penurunan tekanan darah dan mengurangi edema, sehingga terapi yang diberikan menutupi dua tanda diagnosis dari kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan tanpa diperantarai adanya bentuk penyakit yang mendasari dan dampak buruknya.55

Secara konsekuen, Collin dkk, menggunakan lebih banyak metode langsung dalam penilaian keuntungan yang potensial dari terapi diuretik dengan menganalisa luaran janin dan insiden preeklampsia. Angka kematian perinatal adalah 1,9 % pada kelompok kontrol dan 1,7 % pada wanita yang diterapi diuretik. Pemberian diuretik tidak memiliki pengaruh pada kejadian preeklampsia. Evaluasi lebih lanjut terhadap efek potensial obat yang negatif tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara subjek yang diterapi dan kontrol. Pada kelompok yang diterapi diuretik, dilaporkan beberapa kasus trombositopenia neonatal dan kuning sebagai akibat ketidakseimbangan elektrolit dan pankreatitis maternal (termasuk empat kasus fatal). Oleh karena itu, perlu pertimbangan kontraindikasi untung rugi penggunaan terapi diuretik profilaksis selama kehamilan.55,56

Suplementasi Magnesium Penggunaan magnesium sulfat dalam pencegahan atau pengobatan kejang pada preeklampsia berat-eklampsia menghasilkan hipotesis bahwa suplementasi magnesium antepartum dapat memiliki efek yang menguntungkan dalam insiden preeklampsia. Walaupun demikian, masukkan magnesium tidak tampak mempengaruhi insiden preeklampsia atau retardasi pertumbuhan janin, dan randomisasi penelitian terkontrol dengan plasebo tidak menunjukkan adanya penurunan insiden preeklampsia.57,58

Suplementasi Zinc Zinc adalah elemen esensial dalam metabolisme oksidatif, sintesis deoxyribonucleic acid (DNA) dan ribonucleic acid (RNA), imunokompeten, dan

stabilisasi membran. Kadar zinc plasenta dan plasma telah dilaporkan menurun pada preeklampsia (tapi tidak pada wanita hamil dengan hipertensi kronik), dan kadar zinc plasma maternal telah dilaporkan berhubungan dengan berat badan lahir. Peneliti-peneliti lain menemukan tidak ada perubahan yang bermakna dalam serum dan konsentrasi zinc eritrosit pada wanita dengan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan.59

Hasil dari dua percobaan suplementasi zinc untuk mencegah kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan tidaklah konsisten. Hunt dkk, melaporkan bahwa suplementasi zinc mengurangi terjadinya “hipertensi yang diinduksi kehamilan” (2.3% berbanding 15.5%) pada wanita Meksiko-Amerika. Hasil-hasil ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati sejauh mana preeklampsia itu terlibat; wanita dengan “hipertensi yang diinduksi kehamilan” tidak seluruhnya memiliki preeklampsia yang sebenarnya. Lebih lagi, terjadinya hipertensi tidak berhubungan dengan konsentrasi zinc serum.60

Mahomed dkk, menemukan tidak ada perbedan yang bermakna dalam insiden kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan antara ibu yang diberikan suplementasi zinc (4.6%) dan yang diberikan plasebo (1.3%). Meski studi-studi berikutnya memberikan bukti yang jelas bahwa preeklampsia berat berhubungan dengan kadar zinc plasma yang lebih rendah, penurunan ini mungkin hanya akibat adanya hipoalbuminemia.61

Suplementasi zinc tampaknya tidak digunakan dalam pencegahan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan, dan karena defisiensi zinc sangat jarang sekali dalam diet wanita di negara-negara maju, suplementasi rutin sebanyak 15 mg/hari (the recommended daily allowance) tidak dianjurkan untuk saat ini. Suplementasi Protein Sampai tahun 1930-an, coraknya adalah diet protein yang ketat pada “toxemia”, dengan alasan untuk menghindari metabolik “toksin”. Sesudah tahun 1930-an, muncul hipotesis baru dimana kurangnya diet protein bertanggungjawab dalam menyebabkan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan. Konsep ini tampaknya muncul dari observasi hipoproteinemia pada wanita preeklampsia. Walaupun demikian, beberapa survei menemukan tidak ada hubungan antara intake protein sehari-hari dan insiden kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan (ditunjukkan oleh Green). Studi terkontrol belum menemukan keuntungan yang pasti dari suplementasi protein dalam pencegahan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan. 54

Page 9: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

55

Suplementasi Kalsium Pada tahun 1930-an, Theobald menyatakan

bahwa toksemia adalah hasil dari “insufisiensi absolut atau relatif dari beberapa substansi atau substansi dalam diet, yang terpenting adalah kalsium” (ditunjukkan oleh Green). Studi epidemiologi mendukung bahwa insiden eklampsia berbanding terbalik dengan intake kalsium nutrisional.54,59

Walaupun demikian, kebanyakan studi-studi pada wanita hamil dengan defisiensi kalsium berasal dari negara-negara sedang berkembang, dimana nutrisi secara keseluruhan inadekuat atau defisiensi dengan presentase yang bermakna pada populasi. Juga, mayoritas pada negara-negara ini, sistem perawatan prenatal tidak optimal, dan ini dapat menjadi faktor perancu dalam analisis epidemiologi dampak intake kalsium nutrisional terhadap insiden preeklampsia.

Data dari beberapa studi memberikan data-data yang berlawanan dengan hipotesis defisiensi nutrisional, termasuk defisiensi intake kalsium, sebagai etiologi spesifik atau faktor patogenik. Tidak ada perbedaan yang konsisten dalam jumlah vitamin atau mineral antara diet wanita preeklampsia dan nonpreeklampsia yang tampak dari survei-survei tetang diet yang lebih jelas.

Thomson menemukan bahwa diet wanita dengan preeklampsia cenderung berisi lebih sedikit vitamin C dibandingkan dengan diet pada wanita normotensi atau hipertensi dan lebih pada vitamin lain dan kalsium. Sebagai tambahan, hal ini diperdebatkan bahwa insiden lebih rendah secara substansial pada kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan dalam kehamilan kedua atau sesudahnya sulit untuk mengalami defisiensi nutrisional. Di Belanda “hunger winter” pada tahun 1944-1945, dimana intake nutrisional secara keseluruhan dan intake kalsium kurang dari minimal, insiden eklampsia menurun.62

Pada tahun 1991, Repke menunjukkan hasil empat studi suplementasi kalsium yang ada pada saat itu. Dia menyimpulkan bahwa suplementasi kalsium menghasilkan penurunan tekanan darah, kelahiran preterm, dan preeklampsia yang bermakna. Walaupun demikian, kebanyakan studi ini terlalu kecil untuk menggambarkan kesimpulan yang pasti, dan kebanyakan studi terfokus pada menurunkan tekanan darah dan insiden hipertensi gestasional, tidak pada pencegahan preeklampsia yang sebenarnya.59

Pada tahun 1991, Belizian dan rekan-rekan melaporkan percobaan suplementasi kalsium terbesar. Mereka mempelajari 1194 wanita nullipara pada kehamilan minggu ke-20 pada permulaan studi. Wanita tersebut diberikan secara

random 2 g/hari kalsium elemental (n = 593, kalsium karbonat) atau plasebo (n = 601). Angka kelainan hipertensi lebih rendah pada grup kalsium dibandingkan dengan grup plasebo (9.8% berbanding 14.8%; odds ratio [OR] 0.63; 95% CI 0.44-0.90). risiko kelainan hipertensi lebih rendah sepanjang masa kehamilan, khususnya setelah kehamilan minggu ke-28. Berdasarkan penulis, insiden hipertensi gestasional dan preeklampsia keduanya menurun. Insiden preeklampsia pada grup kalsium adalah 2.6%, dan pada grup plasebo 3.9%, perbedaan minor dengan 95% CI 0.35 sampai 1.25 untuk OR. Angka kematian perinatal hampir sama pada grup kalsium (n = 6), dibandingkan dengan grup plasebo (n = 7). Berat badan dan panjang badan lahir pada kedua grup adalah identik. Insiden kelahiran preterm hampir sama.63

Dalam studi meta-analisis, Bucher dkk menunjukkan efek suplementasi kalsium selama kehamilan terhadap tekanan darah, preeklampsia, dan hasil kehamilan yang jelek. Penulis mencari MEDLINE dan EMBASE dari tahun 1966 sampai Mei 1994 dan menghubungi penulis dari percobaan-percobaan yang tepat untuk mendapatkan akurasi dan kelengkapan data dan untuk mengidentifikasi percobaan-percobaan yang tidak dipublikasikan. Empat belas percobaan secara random melibatkan 2459 wanita yang memenuhi kualifikasi. Analisis menunjukkan penurunan tekanan darah sistolik 5.40 mmHg (95% CI –7.81 sampai –3.00 mmHg; P< .001). OR untuk preeklampsia pada wanita dengan suplementasi kalsium dibandingkan dengan plasebo adalah 0.38 (95% CI 0.22-0.65). Sehingga, disimpulkan bahwa suplementasi klasium selama kehamilan menyebabkan penurunan yang penting dalam tekanan darah sistolik dan diastolik dan preeklampsia.64

Walaupun demikian, case-control study yang besar pada 172 wanita preeklampsia, 251 wanita dengan hipertensi gestasional, dan 505 kontrol, semuanya primipara yang melahirkan di Quebec atau Montreal,menunjukkan tidak ada korelasi antara intake kalsium dan insiden preeklampsia. Untuk hipertensi gestasional, penyesuaian OR pada quartil suksesif menurun secara gradual dari 1.00 pada quartil terbawah sampai 0.81, 0.66, dan 0.60 pada quartil tertinggi. Oleh sebab itu, penulis menyimpulkan bahwa data mereka memberikan dukungan yang kuat yang menunjukkan bahwa intake kalsium berhubungan terbalik dengan risiko hipertensi gestasional tapi tidak terhadap insiden preeklampsia.65

Jawaban yang pasti tentang efek suplementasi kalsium dipublikasikan oleh Levin dkk pada tahun

Page 10: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

56

1997. Mereka mengumpulkan hasil-hasil percobaan National Institute of Health (NIH) Calcium for Preeclampsia Prevention (CPEP) di lima pusat kedokteran yang besar. Keputusan untuk memulai percobaan yang besar ini adalah berdasarkan fakta bahwa kebanyakan percobaan sejauh ini dikoordinir di negara-negara dimana, tidak seperti di Amerika Serikat, diet biasanya berisi sedikit kalsium. Peneliti merandomisasi 4589 pasien dengan kehamilan 13 sampai 21 minggu untuk menerima terapi harian dengan 2 g kalsium elemental atau plasebo untuk mempertahankan kehamilan mereka. Suplementasi kalsium tidak mengurangi secara bermakna insiden atau beratnya preeklampsia atau memperlambat onsetnya. Preeklampsia terjadi pada 6.9% wanita pada grup kalsium dan 7.3 % pada grup plasebo. Sebagai tambahan, tidak ada perbedaan bermakna antara kedua grup dalam prevalensi hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan tanpa preeklampsia atau pada seluruh kelainan hipertensi. Kalsium tidak mengurangi jumlah kelahiran preterm, bayi SGA, atau kematian fetal dan neonatal. Mereka juga menemukan tidak ada keuntungan bagi wanita dengan kadar ekskresi kalsium 24 jam yang rendah, juga tidak ada keuntungan lain bagi wanita yang intake kalsium dietnya berada pada quartil terendah dan yang median intake hariannya 422 mg sama atau lebih rendah yang dilaporkan untuk wanita di negara-negara berkembang.66

Tabel 5-1 menunjukkan data tentang efek suplementasi kalsium seperti yang dipublikasikan dalam meta-analisis oleh kelompok Bucher dan dalam percobaan NIH.64,66

Yang paling terbaru saat ini dari Cochrane Library tentang efek pencegahan dari suplementasi kalsium meliputi sembilan studi dan lebih dari 6000 wanita. Data tersebut menunjukkan reduksi moderat dari risiko preeklampsia (relative risk[RR] 0.72; 95% CI, 0.60-0.86). Efek tersebut lebih besar pada wanita dengan risiko tinggi untuk hipertensi (RR, 0.22; 95% CI, 0.11-0.43) dan mereka dengan intake kalsium baseline yang rendah (RR 0.32; 95% CI, 0.21-0.49). Hasil yang didapatkan untuk subjek yang memiliki risiko tinggi masih equifokal, karena hanya 225 wanita yang dianalisa sejauh ini. Ide bahwa intake diet kalsium adalah perancu yang paling penting dalam penilaian efek suplementasi kalsium, hal ini didukung oleh efek protektif yang bermakna dari suplementasi kalsium di negara-negara maju dengan intake kalsium rendah, seperti Australia, dibandingkan dengan tidak ada sama sekali efek yang menguntungkan dari suplementasi kalsium di negara-negara maju dengan intake kalsium yang tinggi.35 Dua fakta penting (berhubungan) yang menjadi perhatian:35,66a-c

1. Negara-negara dengan intake kalsium yang tinggi (Amerika Serikat, Belanda) masih memiliki preeklampsia tersendiri, khususnya tipe preeklampsia yang membunuh bayi dan ibu.

2. Pencegahan secara definitif (yaitu hipertensi dan proteinuria) tidak sama dengan memperbaiki luaran perinatal dan proteinuria) tidak sama dengan memperbaiki luaran perinatal.

*meta-analisis percobaan-percobaan kecil+ NIH Calcium for Preeclampsia Prevention (CPEP) trial. CI, Confidence Interval; NIH, National Institues of Health. Tinjauan Cochrane menunjukkan bahwa suplementasi kalsium tidak memperbaiki luaran perinatal. Adakah tempat untuk suplementasi kalsium? Suplementasi kalsium tidak memperbaiki luaran perinatal tapi mungkin, dengan menurunkan prevalensi preeklampsia, berarti menghemat biaya, keuntungan yang relevan di negara-negara dengan dana perawatan kesehatan yang terbatas.66a

Obat-obat Antihipertensi Efek dari obat-obat antihipertensi telah dinilai dengan mempelajari efeknya pada preeklampsia yang berkembang dari ringan keberat pada wanita yang tampak dengan penyakit hipertensi ringan atau sedang. Pendekatan ini didasarkan pada kenyataan bahwa pengobatan dini hipertensi dapat mencegah munculnya manifestasi preeklampsia lainnya. Walaupun demikian, ciri-ciri plasenta, renal, hepatik dan homeostatik preeklampsia

Tabel 5-1. Efek suplementasi kalsium pada preeklampsia PREEKLAMPSIA KALSIUM PLASEBO ODDS RATIO 95% CI

Studi-studi kecil64*

NIH trial66+

Semua studi

35/1099 158/2295 193/3394

88/1176 168/2294 256/3475

0.40 0.94 0.76

0.27-0.60 0.76-1.16 0.62-0.92

Page 11: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

57

tampaknya tidak menjadi konsekuensi langsung dari peningkatan tekanan darah. Meskipun hal ini jelas bahwa penggunaan obat-obat antihipertensi pada wanita dengan hipertensi ringan sampai sedang mengurangi insiden hipertensi berat, obat-obat ini tidak memiliki efek yang menguntungkan terhadap insiden preeklampsia atau kematian perinatal.56

Antikoagulan Karena aksi thrombin yang berlebihan dan deposit fibrin intravaskular merupakan salah satu mekanisme primer yang dipikirkan dalam patogenesis preeklampsia, wanita dengan kelainan hipertensi yang diinduksi kehamilan telah diobati dengan antikoagulan dalam usaha untuk memperbaiki keadaan klinis dan luaran perinatal. Heparin digunakan dalam studi tanpa kontrol melibatkan kasus-kasus tunggal, atau pasien dengan seri yang kecil, menunjukkan tidak ada kegunaan dalam pencegahan sekunder atau tersier. Laporan terdahulu dalam penggunaan koumarin untuk mencegah preeklampsia rekuren pada wanita multipara tidak menunjukkan adanya efek menguntungkan terhadap maternal atau perinatal. Sebagai tambahan, penggunaan antikoagulan mungkin membahayakan pada kasus-kasus hipertensi berat, khususnya jika berhubungan dengan trombositopenia.56,67

Aspirin Dosis Rendah untuk Mengkoreksi Ketidakseimbangan Kadar Prostasiklin / Tromboksan A2Apakah luka sel endotelial pada preeklampsia menyebabkan penurunan secara primer sintesis prostasiklin (PGI2) atau penurunan, sebagai contoh, Nitric Oxide (NO), trombosit memainkan peranan sentral pada proses penyakit. Redman

menyatakan “preeklampsia adalah proses pada trofoblas yang dimediasi oleh disfungsi trombosit dan dicegah paling sedikit sebagian oleh agen antitrombosit.” Pada lapisan nonendotelialisasi yang nampak pada arteri-arteri spiralis dengan tidak adanya produksi antiagregasi PGI2 atau Nitric Oxide yang adekuat oleh vaskularisasi uteroplasenta atau endovaskular trofoblas, aktivasi trombosit yang dimediasi lapisan tersebut dapat terjadi. Trombosit mengalami perlekatan dan melepaskan alpha-granule dan konstituen dense ganule. Tromboksan A2 (TXA2) dan serotinin diproduksi,mengkontribusi agregasi trombosit dan menginduksi pembentukan fibrin untuk stabilisasi trombus trombosit yang dapat menyumbat aliran darah maternal ke kotiledon plasenta, sehingga menyebabkan infark pada plasenta. Tidak adanya stimulasi normal dari sistem renin-angiotensin,

disamping hipovolemia signifikan, dan peningkatan sensitifitas vaskuler terhadap angiotensin II dan norepinephrine dapat dijelaskan dengan mekanisme tunggal, luka pada sel endotelial menyebabkan defisiensi produksi atau aktivitas vasodilator prostaglandin, khususnya PGI2, atau keduanya. Peningkatan rasioTXA2/PGI2 mungkin merupakan penyebab destruksi trombosit selektif, kadang disertai dengan hemolisis mikroangiopati, dan penurunan aliran darah uteroplasenta dengan trombosis arteri spiralis dan infark plasenta. Karena ketidakseimbangan PGI2/TXA2 memberikan penjelasan untuk banyaknya manifestasi klinik preeklampsia, beberapa usaha dibuat untuk mengkoreksi ketidakseimbangan atau untuk memperkecil dampaknya.68-74

Aspirin menyebabkan defek fungsional jangka panjang pada trombosit, secara primer, berhubungan dengan inaktivasi permanen dari aktivitas siklooksigenase trombosit dan menghambat reaksi sekretori trombosit resultan. Aspirin mengasetilasi grup hidroksil residu serine tunggal pada sisi aktif enzim siklooksigenase. Karena grup asetil dari aspirin terikat secara kovalen pada sisi aktif siklooksigenase, hambatan terhadap enzim ini adalah irreversible. Metabolit aspirin salisilat mengikat secara reversible pada atau dekat sisi aktif pada jalur yang mencegah asetilasi enzim oleh aspirin. Walupun demikian, profil efek konsentrasi aspirin dan salisilat in vivo mendukung bahwa proteksi salisilat terhadap siklooksigenase adalah interaksi farmakodinamik yang nampaknya tidak benar diikuti oleh aspirin oral pada manusia. TXA2 disintesis dan dilepaskan oleh trombosit sebagai respon stimulasi yang bervariasi (seperti thrombin, kolagen, adenosin difosfat) dan menyebabkan agregasi trombosit irreversible. Sehingga, hal ini memberikan mekanisme untuk memperkuat respon trombosit untuk agonis yang berbeda.75

Trombosit anucleate (tanpa inti) adalah target seluler yang unik untuk aksi aspirin. Trombosit tidak dapat meresintesis siklooksigenase karena mereka kekurangan inti. Sehingga, karena bentuk yang ireversibel dari inhibisi enzim yang diinduksi aspirin, dosis yang menginhibisi TXA2 secara tidak komplit, jika diberikan secara akut, akumulasi untuk inhibisi yang komplit selama pemberian obat kronik. Sehingga, pemberian harian sebanyak 30 sampai 50 mg aspirin menghasilkan supresi komplit secara nyata pada biosintesis trombosit TXA2 setelah 7 sampai 10 hari pada pasien yang tidak hamil.

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa aspirin 60 sampai 80 mg juga cukup untuk

Page 12: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

58

menghambat agregasi trombosit yang tergantung siklooksigenase, melepaskan reaktivasi, dan produksi TXA2 serum pada kehamilan normal dan pada hipertensi gestasional. Pemulihan kemampuan untuk memproduksi TXA2 tergantung pada sintesis trombosit baru, memerlukan waktu 10 sampai 12 hari untuk turnover komplit. Dosis optimal aspirin untuk antitrombosis masih diperdebatkan. Dosis sebesar 3.5 g/hari dan serendah 20 sampai 40 mg/hari telah dilaporkan efektif dalam pencegahan kejadian trombosis. Pada kasus aspirin, hal ini penting untuk menggunakan dosis efektif terendah karena efek konkomitannya pada siklooksigenase dinding pembuluh darah dan hubungnan antara dosis aspirin dan khususnya efek samping gastrointestinal. Aspirin juga menghambat siklooksigenase endotelial; walaupun demikian, dinding pembuluh darah mungkin kurang sensitif dan memiliki kapasitas untuk mensintesis siklooksigenase baru ketika aspirin menghilang dari sistem.75,76-78

Mekanisme lain yang terlibat dalam menyebabkan selektifitas “paradoksikal” aspirin dosis rendah pada siklooksigenase trombosit didasarkan pada karakteristik farmakokinetik obat ini. Absorbsi dari dosis oral yang rendah menyebabkan konsentrasi yang relatif tinggi pada sirkulasi portal, menyebabkan inhibisi kumulatif terhadap siklooksigenase pada trombosit yang melalui kapiler-kapiler usus, dimana konsentrasi di sirkulasi perifer (setelah deasetilisasi aspirin di hati) tetap terlalu rendah untuk mempengaruhi siklooksigenase endotelial. Secara aktual, inhibisi terhadap siklooksigenase adalah cepat, terjadi sebelum aspirin tampak pada sirkulasi sistemik, dimana menunjukkan pentingnya inaktivasi siklooksigenase trombosit di sirkulasi portal.78,79

Oleh karena itu, efek antitrombosit aspirin tidak berhubungan dengan bioavaibilitas sistemik. Peningkatan dosis aspirin dapat mempengaruhi interaksi komponen lain antara trombosit dan endotelium yang mungkin membantu mencegah atau membatasi pembentukan trombus, tapi dosis yang lebih besar memiliki efek-efek lain yang potensial. Dosis analgesik aspirin dapat memberikan beberapa efek fibrinolitik, tetapi dosis aspirin yang rendah tidak mempunyai efek dalam hal ini. Aspirin tidak menghambat pelepasan adenosin difosfat yang diinduksi trombosit alpha granule.

Aspirin memberikan lebih banyak efek yang mempunyai nilai potensial dalam terapi untuk mencegah preeklampsia. Dalam suatu studi klinik terhadap wanita hamil dengan risiko preeklampsia, Walsh, dkk. membuktikan bahwa dosis aspirin

rendah menghasilkan penurunan yang signifikan dalam konsentrasi plasma maternal (TXA2 dan lipid peroksida). Efek inhibitor yang lebih besar adalah pada kadar TXA2 dibandingkan pada kadar lipid peroksida karena sumber-sumber selain cyclooxygenase memberikan kontribusi terhadap formasi lipid peroksida. Studi ini menunjukkan bahwa formasi lipid peroksida kurang berikatan dengan produksi TXA oleh enzim cycloxygenase. Terapi aspirin dosis rendah untuk pre eklampsia mungkin memberikan efek-efek yang menguntungkan karena aksi inhibitor ini.

Mempertimbangkan keterlibatan dari interaksi abnormal leukosit-endotelial dalam patogenesis preeklampsia, efek lain dari aspirin dalam trombosit-induced endotelial release IL-8 memerlukan perhatian khusus. Kaplansi, dkk. membuktikan bahwa trombosit menginduksi sekresi IL-8 oleh sel-sel endotel melalui aktivitas membran IL-1. Aspirin dapat menghambat pelepasan trombosit-induced endothelial IL-8 sebesar 90%.

Dosis Rendah Aspirin dalam Pencegahan Kehamilan yang Diinduksi Hipertensi. Pada tahun 1979, hasil dari studi retrospektif menyebutkan bahwa preeklampsia kurang sering dialami oleh pemakai aspirin reguler dibandingkan pada wanita hamil non-aspirin. Aspirin dosis rendah telah terbukti mengembalikan vaskular refraktor Angiotensin II, paling tidak secara parsial pada wanita hamil yang sensitif.

Pada tahun 1985, Beaufils dkk. mempublikasikan hasil studi prospektif untuk pertama kalinya tentang efek-efek dari aspirin dosis rendah dalam mencegah preeklampsia. Kesimpulan berdasarkan ulangan terhadap uji 7 dosis aspirin pertama pada pasien-pasien dengan risiko tinggi menunjukkan bahwa aspirin dosis rendah efektif dalam menurunkan insiden hipertensi kehamilan (30%), preeklampsia (85%) dan pertumbuhan Janin Terhambat/PJT (50%). Sebagian besar dari studi ini menggunakan riwayat obstetri untuk mengidentifikasikan pasien-pasien dengan risiko tinggi; studi-studi lain menggunakan velosimetri Doppler untuk sirkulasi uteroplasenta, tes Ag II infusion dan bahkan tes roll-over. Walaupun hasil-hasil dari uji random ini sangat menjanjikan, efek menguntungkan dari aspirin dosis rendah ini belum dapat disimpulkan karena keterbatasan dari studi-studi awal. Maka, uji-uji yang lebih besar dan berseri disarankan untuk mengkonfirmasi atau meluruskan hasil-hasil yang menjanjikan tersebut yang mana ditemukan pada uji berskala kecil pada pasien-pasien risiko tinggi.

Page 13: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

59

Uji Italian-Low Dose Aspirin Pazine, dkk melaporkan hasil dari uji aspirin dosis rendah yang dilakukan oleh Italian Multisenter pada wanita yang punya risiko sedang untuk eklampsia. Wanita-wanita yang dipilih adalah berdasarkan kriteria profilaksis yaitu: umur <18 tahun atau > 40 tahun, hipertensi kronik, nefropati, riwayat kehamilan dengan hipertensi atau dengan PJT dan kehamilan kembar, juga kriteria terapi yaitu adanya peningkatan tekanan darah atau tanda-tanda dini PJT pada kehamilan terakhir; 583 wanita lainnya sebagai plasebo. Penulis menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok aspirin dan kelompok kehamilan 37 mg dan kelompok-kelompok ini tidak berbeda dalam frekuensi kehamilan dengan hipertensi dengan/ tanpa proteinuria (51(15,2%)) vs (81(19,3%)). Karena uji tersebut tidak double-blind atau kontrol plasebo, mungkin terdapat bias. Sebenarnya ini adalah studi pertama yang melaporkan adanya penemuan negatif mengenai aspirin dosis rendah. Jumlah pasien yang tidak ter-follow up pada kelompok plasebo (46/523; 8,8%) lebih banyak dibandingkan pada kelompok yang diterapi aspirin (18/ 583; 3,1%). Peneliti menyatakan bahwa perbedaan ini menunjukkan bahwa para klinisi menfolow-up wanita pada kelompok aktif dengan lebih cermat.

Lounden menyatakan bahwa perbedaan tersebut mungkin merupakan penyebab pada beberapa pasien yang berada pada grup plasebo yang memutuskan untuk keluar dari studi ini karena mereka ingin mendapatkan aspirin atau untuk mencari perawatan antenatal dari dokter yang bersedia untuk memberikan terapi. Faktanya adalah pasien-pasien dengan motivasi kuat untuk perilaku seperti ini berisiko tinggi memberikan bias yang serius.

Penjelasan lain untuk mengenai adanya kesenjangan antara studi-studi awal dan studi ini dan hal ini juga nyata secara mayor pada studi-studi lain yang berskala besar adalah bahwa uji-uji ini menunjukkan penurunan insiden dari pre eklampsia pada wanita yang berisiko lebih tinggi dibandingkan pada wanita di studi Italian; pada uji-uji awal, rerata preeklampsia di antara kelompok kontrol berkisar dari 11%-35%; dibandingkan dengan 2,7% yang dilaporkan oleh Parazzine,dkk.

Masalah tambahan pada studi Italian ini adalah mengenai dosis aspirin yang digunakan, yaitu 50 mg/hari. Menurut Walsh, dosis aspirin mungkin tidak cukup untuk mencapai plasenta guna menghmbat TXA plasenta dan biosintesis lipid peroksida, yang mana hal ini diperhitungkan sebagai suatu kekurangan dalam studi ini. Jika

produksi plasenta dari lipid peroksida tidak cukup dihambat, lipid peroksida mungkin berlaku sebagai stimulus yang kuat dan berkesinambungan untuk sintesis TXA plasenta lebih lanjut. Studi Birmingham Studi Birmingham yang dilaporkan oleh Hauth, dkk. bertujuan untuk mengetahui efek aspirin dosis rendah dalam mencegah preeklampsia pada 600 wanita nullipara dengan masa gestasi antara 20 - 22 minggu. Tingkat kepatuhan diketahui dengan mengukur kadar serum TXBB2. Secara acak, kadar serum TXB2 adalah sama pada kedua grup. Kadar TXB2 pada grup aspirin menurun secara signifikan dari kadar semula pada 29-31mg ; 34-36 mg, dan pada saat kelahiran, sedangkan pada grup plasebo terjadi peningkatan secara menyeluruh.

Insiden hipertensi adalah sama pada ketiga grup dan pada grup yang tidak patuh. Namun, pre eklampsia timbul pada 5 wanita dari 302 orang wanita (1,7%) yang mendapat aspirin vs 17 wanita dari 302 orang (5,6%) yang mendapat plasebo (p = 0,009). Preeklampsia berat terjadi pada satu orang resipien yang mendapat aspirin dan 6 orang yang mendapat plasebo (p= 0,06) Studi National Institute of Child Health and Human Development (NCHD) Studi ini bertujuan untuk mengetahui efek-efek dari aspirin dosis rendah pada wanita hamil nullipara berisiko rendah. Sebanyak 4241 orang wanita yang dianggap layak, diikutsertakan dalam tes single-blind. Masing-masing wanita diberi 10 tablet plasebo dan diinstruksikan untuk mengkonsumsi satu tablet per hari dan kembali lagi 10 hari kemudian. Seorang wanita dianggap patuh bila dia telah mengkonsumsi minimal separuh dari jumlah tablet tsb. Sebanyak 3135 wanita yang patuh pada tes ini kemudian diacak untuk mendapatkan aspirin (60 mg) atau sebagai plasebo.

Insiden preeklampsia lebih rendah pada grup aspirin (4,6%) dibandingkan pada grup plasebo (6,3%) {RR o,7; 95% CI 0,6 – 1,0; P=0,05} sedangkan insiden hipertensi gestasional adalah 6,7% dan 5,9%. Aspirin mempunyai efek profilaksis yang lebih besar pada 519 wanita dengan tekanan darah sistolik 120-134 mmHg dan sedikit efek pada tekanan darah semula < 120 mmHg. Insiden di antara wanita dengan TD sistolik awal lebih tinggi yaitu 5,6% pada grup aspirin vs 11,9% pada grup plasebo (P= 0,01).

Insiden preeklampsia berat lebih rendah (n= 29; 2%) pada grup aspirin dibandingkan grup plasebo (n=45; 3%). Delapan orang wanita dengan eklampsia (3 org pada grup aspirin dan 5 org pada

Page 14: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

60

grup plasebo); dan 6 orang megalami HELLP syndrome (1 org pada grup aspirin dan 5 org pada grup plasebo). Karena preeklampsia berat, HELLP syndrome, dan eklampsia dianggap sebagai kematian maternal yang serius, 33 (2,2%) pasien pada grup aspirin vs 55 (3,7%) pada grup plasebo mempunyai komplikasi atau penyakit berat.

Ini hanyalah suatu studi di mana ditemukan adanya peningkatan insiden solusio plasenta di antara wanita yang mendapat aspirin (11 orang wanita vs 2 orang pada grup plasebo; P=0,01).

Pada studi CLASP, 9364 wanita dipilih untuk mendapatkan 60 mg aspirin setiap harinya atau sebagai plasebo; 74% dimasukkan untuk profilaksis preeklampsia; 12% untuk profilaksis PJT; 12% untuk terapi preeklampsia dan 3% untuk terapi PJT. Pada studi ini, wanita yang dianggap layak adalah mereka yang mempunyai usia gestasi antara 12 - 32 minggu dan tidak ada indikasi yang jelas untuk tidak menggunakan aspirin. Untuk tujuan-tujuan analisis, wanita-wanita ditempatkan pada grup terapi di mana mereka seharusnya ditempatkan.

Secara keseluruhan, penggunaan aspirin berhubungan dengan penurunan sebesar 12% pada insiden preeklampsia, dan ini tidak signifikan. Pada wanita-wanita yang dipilih untuk alasan profilaksis pada masa gestasi 20 mg atau lebih awal, penggunaan aspirin berhubungan dengan penurunan sebesar 22%. Penggunaan aspirin setelah masa gestasi 20 mg pada studi CLASP, berhubungan dengan peningkatan kematian perinatal. Insiden eklampsia sama pada kedua grup; insiden HELLP syndrome tidak disebutkan. Tidak ada efek signifikan pada penggunaan aspirin dalam kasus PJT atau kelahiran dan dengan kematian neonatal. Aspirin, secara signifikan, menurunkan jumlah kasus kelahiran preterm (19,7% grup aspirin vs 22,2% pada grup kontrol); penurunan absolut 2,5 ± 0,9 per 100 wanita yang dith/ (P=0,003) terdapat trend (P=0,0004) yang secara signifikan lebih besar pada preeklampsia dengan kelahiran preterm. Terdapat trend yang sama dalam penurunan penggunaan antihipertensi dan terapi antikejang di antara para wanita yang diterapi aspirin dengan kelahiran lebih dini. Pada suatu analisis, pasien yang akan diprofilaksis untuk preeklampsia, rata-rata kelahiran atau kematian perinatal disebabkan oleh preeklampsia, hipertensi, atau PJT yang terjadi sebelum masa gestasi 32 mg, karena efek pencegahan penyakit pada onset awal seharusnya lebih besar, tedapat 5,3% yang diberikan aspirin dibandingkan dengan 10,6% pada plasebo.

Dalam suatu tulisan ilmiah tidak ditunjukkan, tetapi seperti disebutkan oleh Working group

bahwa terdapat analisis post hoc lain yang menunjukkan tentang efek protektif aspirin terhadap umur gestasi; terapi awal dimulai. Data ini tidak konsisten dengan hasil-hasil Uji Wallenburg, yang mana menunjukkan efek protektif yang besar setelah masa gestasi 28 minggu atau juga pada Mc. Parland dkk., yang mana menunjukkan efek protektif aspirin yang diberikan setelah masa gestasi 24 minggu. Hasil-hasil CLASP menyebutkan bahwa jika dapat diambil sebuah keuntungan, mungkin lebih bersifat profilaksis dibandingkan terapi. Uji ECPPA Studi grup ECPPA merupakan studi multisenter berskala besar (12 staf pengajar RS tentang maternal dan 182 ahli obstetri) di Amerika Latin bertujuan untuk membuktikan efektivitas aspirin terhadap wanita yang berisiko tinggi kelahiran dengan preeklampsia. Sebanyak 109 wanita diperkirakan mempunyai risiko tinggi terhadap preeklampsia, atau komplikasinya, antara masa gestasi 12 - 32 minggu. Para wanita dipilih secara random untuk mendapatkan aspirin (498 orang) atau sebagai plasebo (511 orang) sampai kelahiran dan follow up didapatkan 96%.

Tidak ada perbedaan signifikan antara grup-grup terapi mengenai insiden preeklampsia (6,7% grup apirin dibandingkan 6% grup plasebo), juga insiden PJT (8,5% vs 10,1%), atau kelahiran dan kematian neonatal (7,3% vs 6,0%). Selain itu, tidak ada perbedaan signifikan dalam insiden preeklampsia pada grup studi ini, termasuk dengan TD sistolik 120 mmHg atau lebih (8,5% vs 7,3%) atau dengan hipertensi kronis (10% vs 7,1%). Kesimpulannya adalah hasil dari studi ECPPA tidak mendukung penggunaan profilaksis aspirin dosis rendah untuk kehamilan pada wanita dengan risiko tinggi, juga wanita yang menderita hipertensi kronis atau yang diduga berisiko dengan preeklampsia onset dini.

Pada tulisan ini, grup ECPPA juga melaporkan suatu meta-analisis untuk semua uji coba. Hasil-hasil tersebut memperlihatkan adanya komplikasi maternal dan neonatal, tanpa solusio plasenta, perdarahan antepartum, transfusi atau kematian yang disebabkan perdarahan. Menurut ECCPA, adanya keterlibatan sistemik pada hasil uji terapi antitrombosit menunjukkan pengurangan sebesar 25% pada insiden preeklampsia, sedangkan adanya penurunan sebesar 75% pada uji coba pertama. Jika uji coba “ hipotesis umum” tidak dimasukkan, pengurangan yang nyata pada uji coba yang lebih besar hanya 17%. Secara terminologi, pengurangan yang proporsional menunjukkan bahwa terapi anti trombosit dapat

Page 15: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

61

mencegah preeklampsia pada 1 wanita dari 100 wanita yang diterapi, dengan CI 0-2 per 100. Selain itu, tidak ada bukti efek aspirin pada insiden kelahiran dan kematian neonatal.

Uji NIH kedua baru-baru ini adalah uji coba yang terbesar terhadap efek aspirin dosis rendah pada wanita berisiko tinggi. Multisenter, secara acak, plasebo-kontrol, uji double-blind mengikutsertakan 471 wanita dengan IDDM, 747 dengan hipertensi kronis, 688 dengan multifetal gestasi, dan 606 dengan preeklampsia pada kehamilan terakhir. Pasien-pasien yang dipilih mempunyai masa gestasi 13-26 mg (rata-rata 20 mg) dan dengan preeklampsia. Dari grup aspirin dan plasebo, hasil yang didapat adalah : untuk diabetes (DM), 18,3% vs 21,6%; untuk kehamilan multifetal, 11,5% vs 15,9%; untuk wanita dengan

riwayat preeklampsia, 16,7% vs 19%, dan untuk pasien dengan hipertensi kronis, 26% vs 24,6%. Pada akhirnya, untuk semua subgrup, trend yang tidak signifikan sedikit lebih baik dengan terapi aspirin dosis rendah, kecuali pada pasien dengan hipertensi kronis. Sebagai kesimpulan, aspirin tidak mengurangi insiden preeklampsia (RR 0,91, 95% CI 0,78-1,07) pada grup yang teragregasi atau grup yang berisiko. Selain itu, penemuan BLASP studi dan Jamiaca studi adalah negatif.

Tabel 5.2 merangkum tentang uji aspirin dosis rendah. Dalam kesimpulan 20 percobaan baik skala besar atau kecil tidak dapat menyimpulkan aspirin sebagai obat yang dapat menghilangkan preeklampsia, tetapi masalah ini masih belum terpecahkan

.

Tabel 5-2. Efek aspirin dosis rendah pada preeklampsia PREEKLAMPSIA ASPIRIN PLASEBO ODDS RATIO 95% CI

Penelitian kecil93*

Penelitian besar

Semua studi

10/319 949/13.928 2404/13.729

50/284 1032/13.765 1082/14.049

0.18 0.90 0.87

0.09-0.36 0.83-0.99 0.80-0.96

Masalah-masalah pada Uji-uji Coba Awal Berskala Kecil. CLASP grup meragukan tentang kesimpulan yang dibuat berdasarkan uji-uji coba awal berskala kecil, karena pada periode waktu yang sama selama studi ini dilakukan, sekitar 300 wanita vs 220 wanita dipilih pada uji coba lain tetapi tidak dipublikasikan, dan diduga bahwa beberapa uji coba berskala kecil engan hasil-hasil yang tidak menjajikan tidak dipublikasikan karena hasilnya kurang bermakna.

Berdasarkan MRCOG, perbedaan dalam rata-rata preeklampsia pada uji coba yang lebih kecil terdistribusi secara asimetri pada uji-uji coba yang terbesar, dengan hasil yang positif kuat. Hal ini menimbulkan bias (publikasi bias) pada studi-studi yang lebih kecil. Jika hal ini benar, maka hasil-hasil yang sudah ada dari uji berskala kecil akan memberikan bias pada efek dari terapi trombosit. Namun, beberapa bias negatif, sejauh jurnal internasional masih memperhatikan, mungkin juga telah dilakukan setelah publikasi dari uji-uji coba yang besar.

Beberapa studi pada grup-grup terseleksi atau di negara berkembang meunjukkan hasil yang bagus tentang aspirin dosis rendah. Sebagian besar studi sudah dipublikasikan dalam jurnal medikal juga jurnal-jurnal internsional. Salah satu uji yang menarik dilaporkan oleh Ramaiya dan Mgaya, yang mana menggunakan sampel urin untuk

deteksi aspirin untuk mengecek tingkat kepatuhan pasien. Mereka menggunakan studi double-blind acak prospektif; 201 primigravida pada 20 minggu masa gestasi dan lebih dari 20 minggu disaring menggunakan tes roll-over, 126 wanita yang dipilih diterapi dengan dosis aspirin per hari (80 mg) dan sebagi plasebo. Insiden PIH pada grup aspirin secara signifikan lebih rendah dibandingkan grup plasebo: 3,17% vs 15,9% (P=0,02). Penulis menyimpulkan bahwa dosis rendah harian aspirin yang diberikan sejak 20 minggu masa gestasi secara signifikan mengurangi insiden PIH.

Ini adalah uji yang ketiga yang mana tingkat kepatuhan dites dengan metode biokimia, dan 3 dari uji-uji coba ini menyediakan data yang kuat tentang penggunaan aspirin. Uji coba lainnya yang dilakukan di negara-negara di luar US dan Eropa dilaporkan oleh Wang & Li dan dari Pakistan oleh Gilani & Khan.

Editorial dari British Journal of Obstetrics dan Gynaecology memberikan penjelasan lain mengenai hasil-hasil negatif dari uji coba utama. Uji coba aspirin dosis rendah adalah uji coba pragmatik yang mana hasil tersebut dipengaruhi oleh dilusi dari uji-uji coba pada wanita-wanita dengan risiko rendah terhdap preeklampsia. Menurut Grant, batasan efek terapi pada uji-uji coba berskala kecil adalah nyata, dan alasan untuk adanya perbedaan antara uji-uji coba yang yang

Page 16: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

62

berskala besar dan kecil adalah diikutkan dalam kriteria. Wanita-wanita pada uji coba berskala kecil adalah yang berisiko tinggi preeklampsia, dengan insiden antara 13-40%. Masalah-masalah pada Uji-Uji Berskala Besar Tingkat kepatuhan adalah problem yang paling penting dalam uji-uji bersakala besar. Para wanita hamil diketahui tidak patuh dalam menggunakan obat, walaupun randomisasi lebih daripada 25.000 wanita, namun yang patuh hanya sedikit. Pada studi Australia mengenai pasien-pasien dengan risiko tinggi, ternyata tedapat 15% grup aspirin dan 20% grup plasebo yang tidak patuh. Pada studi CLASP, sebanyak 96% yang pada awalnya mengikuti medikasi, hanya 66% dan 88% yang melanjutkan pengobatan untuk minimal 95% dan 80%, yaitu antara waktu dilakukan random sampai kelahiran. Pada uji CLASP, gambaran ketidakpatuhan terlihat dari kuesioner yang baru dikirim setelah 3 bulan paska kelahiran, terdapat 10% sampel yang terdiri dari para wanita yang bayi-bayinya diyakini untuk hidup dan sehat. Walaupun mungkin hanya sebagai suatu jalan untuk melanjutkan ke studi yang berskala besar, tetapi tidak dapat dihindari bahwa risiko ketidakpatuhan tidak dapat dihilangkan, khususnya pada wanita dengan keluaran perinatal yang kurang baik.

Seperti yang sudah disebutkan di awal, hanya 3 uji coba yang menggunakan tes biokimia untuk mengecek kepatuhan wanita yang menggunakan aspirin. Problem lainnya adalah waktu randomisasi. Sebagai contoh, uji ECCPA waktunya sama dengan uji CLASP, pasien yang dipilih yaitu antara 12-32 minggu masa gestasi. Hanya 8% wanita yang memulai dengan aspirin pada 12 minggu masa gestasi dan hanya sekitar 1/3 dari pasien yang dipilih sebelum 12 minggu masa gestasi.

Problem yang sama juga terjadi pada studi NIH- rata-rata waktu randomisasi adalah sekitar 20 minggu masa gestasi. Namun pada uji lain, yaitu analisis data dari grup wanita yang diambil sebelum 20 minggu masa gestasi menunjukkan bahwa aspirin mempunyai efek menguntungkan.

Kata “hati-hati” seharusnya dibuat bila aspirin tidak diletakkan pada kontainer tertutup, khususnya jika studi-studi tersebut dilakukan pada daerah tropis/ subtropis. Aspirin stabil pada udara kering tetapi dapat terhidrolisis oleh suhu lembab, khususnya pada lingkungan yang panas. Jika aspirin tidak disimpan secara benar pada lingkungan yang panas dan lembab, aspirin dapat kehilangan efikasinya. Selain itu, peringatan tersebut digunakan dalam intepretasi studi yang

menggunakan tes protein-stick untuk memeriksa proteinuria, karena lemahnya atau tidak adanya monitor yang dapat menginduksi Cohcaren kolaborasi.

Cohrane kolaborasi saat ini telah memperbaharui efek sistemik dan keamanan dari agen trombosit dalam mencegah preeklampsia dan penggunaan aspirin adalah sbb: 1. Terdapat penurunan sebesar 15% risiko

preeklampsia (32 uji terhadap 29.331 wanita; rr 0,85; 95% CI 0,78-0,92). Pengurangan ini tampak lebih besar bila plasebo tidak ada.

2. Terdapat penurunan sebesar 7% terhadap risiko kelahiran kurang dari 37 minggu (23 uji thd 28.268 wanita; RR 0,92; 95% CI, 0,88-0,97).

3. Tedapat penurunan sebesar 14% thd kematian fetal dan atau neonatal (30 uji thd 30.093 wanita; RR 0,86; 95% CI, 0,75-0,99). Pengurangan ini paling besar pada wanita yang berisiko tinggi (4134 wanita; RR 0,73; 95% CI, 0,56-0,96). Tidak ada perbedaan signifikan antara grup terapi dan grup kontrol terhadap insiden bayi SGA (25 uji thd 20.235 wanita; RR 0,91; 95% CI 0,83-1,00), solusio plasenta dan SC. Aspirin dosis rendah memperbaiki

keseimbangan PGI2/ TXA2, sehingga tidak mengherankan jika obat ini dapat menjadi harapan bagi kita ? 1. Penjelasan yang paling mungkin untuk

perbedaan ini adalah bahwa keseimbangan PGI2/TXA2 bukanlah satu-satunya dan bukan yang utama, melibatkan jalur biokimia yang patogen. Faktor endotelial-relaksasi (nitric oxide) mungkin dapat menjadi vasodilator utama dan inhibitor trombosit selama kehamilan. Jika PGI2 hanya satu-satunya hormon penyelamat dalam mikrosirkulasi, kita dapat berharap untuk dapat melihat beberapa dampak dari aspirin dosis rendah hanya pada preeklampsia berat atau onset ataupun keduanya dan khususnya pada insiden HELLP syndrome. Selain itu, TXA2 ternyata tidak hanya sebagai faktor trombosit yang penting dalam patofisiologi, sebagai contoh, Middelkoop dkk. membuktikan bahwa adanya peningkatan trombosit yang berasal dari serotonin juga dapat menyebabkan preeklampsia.

2. Aterosis akut tidak berbeda dengan lesi ateromatosus pada aterosklerosis. Trombin adalah agonis trombosit yang utama yang menyebabkan lesi ateromatous. Karena trombin adalah aspirin-independent agonis

Page 17: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

63

maka aspirin tidak akan mempengaruhi trombosis arteri lokal.

3. Menurut Walsh, dosis dari aspirin seharusnya cukup tinggi untuk menghambat sintesis Prostaglandin H plasental dan juga produksi lipid peroksida. Jika produksi lipid peroksida plasenta tidak cukup dihambat, lipid peroksida tersebut dapat berlaku sebagai stimulus yang kuat untuk sintesis TXA2 berikutnya. Bila aspirin bekerja secara bebas dalam mempengaruhi trombosit, seperti pengurangan produksi lipid peroksida, dosis yang lebih tinggi mungkin efektif. Dua buah studi mendukung pendapat tersebut, satu studi tidak randomisasi dan yang lain randomisasi yang mana digunakan dosis aspirin yang lebih besar. Kedua studi ini menunjukkan adanya pengurangan dalam insiden preeklampsia dan risiko janin.

4. Komsumsi trombosit fetal adalah insufisiensi plasenta yang mana mungkin berhubungan dengan aktivasi sel endotel. Berdasarkan konsumsi oral aspirin pada ibu, hanya dosis yang sangat kecil yang dapat mencapai plasenta. Trombosit fetal tidak atau minimal dipengaruhi oleh terapi aspirin dosis rendah. Faktanya adalah trombosit tidak dipengaruhi oleh aspirin dosis rendah, karena konsekuensi farmakokinetik aspirin mungkin memberikan penjelasan lain mengenai efek dari aspirin dosis rendah.

5. Yang perlu dicatat adalah tidak ada penurunan kematian perinatal dalam keseluruhan uji mayor. Hal ini menunjukkan kekuatan yang tidak adekuat, aspirin secara alternatif mempunyai efek nyata pada pembuluh darah uteroplasenta tetapi mencegah manifestasi maternal seperti proteinuria. Aspek yang aman dari aspirin dideskripsikan

dalam rangkuman yang lebih detail. Secara keseluruhan, uji-uji berskala besar membuktikan bahwa aspirin adalah aman untuk fetus dan bayi yang baru lahir, tidak ada bukti adanya peningkatan terjadinya perdarahan neonatal. Aspirin dosis rendah aman untuk ibu, dan anestesi epidural adalah aman pada wanita hamil yang menggunakan aspirin dosis rendah. Usaha Lain untuk Memperbaiki Keseimbangan PGI2- TXA2; Omega 3 FFA Rantai Panjang Walaupun studi awal menyebutkan bahwa diet ikan berperan dalam mencegah penyakit jantung koroner, tidak ditemukan studi-studi epidemiologi dari Dyeberg dan Bang sampai tahun 1975 di mana asosiasi ini menjadi yang perlu dicatat. Daviglus, dkk mendapatkan data epidemiologi dari

grup yang terdiri dari 1822 pria yang menunjukkan adanya hubungan terbalik antara konsumsi ikan dengan kematian akbat PJK. Ketika Omega 3 dimasukkan dalam diet, asam eicosapentaenoic dan docosahexaenoic berkompetisi dengan asam arakidonat dalam beberapa cara : 1. Mereka menghambat sintesis asam Arakidonat

dari asam Linoleat. 2. Mereka berkompetisi dengan asam Arakidonat

untuk 2 posisi dalam membran fosfolipid, sehingga mengurangi kadar asam Arakidonat plasma dan seluler.

3. Asam Eicosapentaenoic berkompetisi dengan asam Arakidonat sebagai substrat untuk cyclooxygenase, menghambat produksi TXA2 oleh trombosit, dan memproduksi hanya sebagian kecil TXA2 inaktif. Pada sel-sel endotel, produksi dari PGI2 tidak

benar-benar dihambat dan aktivitas fisiologis PGI2 yang mana disintesis dari asam Eicosapentaenoic, ditambahkan untuk PGI2. Hasilnya adalah perubahan dalam keseimbangan hemostasis dalam fase vasodilasi, dengan agregasi trombosit minimal. Diet Omega 3 juga mengurangi lesi vaskular proliferatif pada primata, dan efeknya mungkin diperantarai oleh produksi trombin yang tidak sempurna. Adair, dkk. mengevaluasi efek-efek dari suplemen Omega 3 pada sensitivitas vaskular melalui tes sensitivitas terhadap Ag II. Sepuluh subyek dengan kehamilan yang sehat dan dengan masa gestasi 24-34 minggu menjadi partisipan. Masih-masing subyek diberikan kapsul yang mengandung 3,6 gram asam Eicosapentaenoic per hari. Tes sensitivitas AG II dilakukan sebelum dan 28 hari setelah pemberian suplemen. Dosis efektif sebelum terapi (13,6 ± 6,3 ng/kg/min) kurang signifikan dibandingkan setelah pemberian suplemen (35,8 ± 15,9 ng/kg/min), menunjukkan bahwa dosis tinggi Omega 3 meningkatkan kehamilan-tergantung refraktor Ag II.

Studi terbesar terhadap efek pemberian minyak ikan dilakukan terhadap kurang lebih 5000 wanita hamil, seperti yang dilaporkan oleh People’s League of Health pada tahun 1946. Walaupun studi ini memiliki keterbatasan dalam metodologi, insiden preeklampsia tetap mengalami penurunan. Pada studi kuesioner terhadap kurang lebih 6500 wanita hamil di Denmark yang tidak merokok selama kehamilan, Olsen dkk. menunjukkan suatu hubungan positif antara konsumsi ikan dengan berat plasenta, BB lahir, dan lingkar kepala neonatus. Pemberian minyak ikan pada kehamilan tua menghasilkan peningkatan TXBB3 dan PG3 dan penurunan TXB2B .

Page 18: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

64

Karena efek-efek yang menguntungkan tersebut maka dimulailah beberapa uji coba tentang efek minyak ikan. Olesan, dkk. melaporkan tentang hasil studi terbesar juga uji FOTIP. Pada 6 uji coba, wanita dengan kehamilan risiko tinggi secara acak dipilih untuk mendapatkan minyak ikan atau minyak olive selama 20 mg masa gestasi. (Tabel 5.3) Empat dari uji coba tsb merupakan profilaksis, tedapat 232,280, dan 386 wanita yang sudah mengalami kelahiran preterm, IUGR, atau kehamilan dengan hipertensi dan preeklampsia, dan 579 wanita dengan kehamilan kembar. Minyak ikan mengurangi risiko kelahiran preterm dari 33% menjadi 21% (OR, 0,54; 95% CI, 0,30-0,98) tetapi tidak berefek pada keluaran. Pada kehamilan kembar, risiko untuk 3 keluaran tidak berbeda. Minyak ikan tidak nampak sebagai suatu solusi.

Modulasi dari L- Arginin Nitrit Oksida- Siklik Guanosi 3, 5 Monofosfat (cGMP) Salah satu dari penemuan yang paling mengejutkan pada tahun akhir-akhir ini adalah penemuan nitrit-oxide plus L-citrulline sintesis dari L-arginin pada banyak tipe sel, termasuk sel-sel endotel, trombosit, dan makrofag. Secara teori, donor nitrit oxide dapat mencegah preeklampsia. Walaupun nitrat dapat mengobati angina pektoris lebih dari satu abad, hanya mekanisme terbaru yang diklarifikasi. Nitrat dari nitrit oksida, yang mana menyebabkan vasodilatasi langsung dari arteri-arteri koronaria. Istilah nitrovasodilator adalah untuk semua agen yang dapat menimbulkan formasi dari reaktif nitrit-oksida- radikal bebas dalam inkubasi dan meningkatkan sintesis cGMP.

Tabel 5-3. Pengaruh minyak ikan pada hipertensi dalam kehamilan: penelitian multisenter minyak ikan di Eropa.

Hipertensi karena kehamilan

Minyak ikan Minyak kelapa OR 95 % CI

Hipertensi karena kehamilan berulang

55/167 61/183 0.98 0.63-1.53

Kehamilan kembar 38/274 38/279 1.39 0.83-2.32 *Berulangnya hipertensi karena kehamilan pada pasien dengna riwayat preeklampsia sebelumnya dan atau hipertensi karena kehamilan Studi-studi pertama mengenai nitrogliserin pada kehamilan dilakukan pada pasien-pasien dengan preeklampsia berat. Cotton, dkk. membuktikan bahwa nitrogliserin I.V bersifat poten, cepat dalam hemodinamik T1/2 yang diukur dalam menit. Nitrogliserin mengurangi MAP (mean arterial pressure) 27,5% tanpa perubahan yang signifikan dalam HR, CVP, atau SV pada 6 orang pasien dengan kehamilan yang diinduksi hipertensi. Tekanan kapiler pulmonar berkisar dari 9± 3 sampai 4± 2 mmHg, sedangkan cardiac index berkurang dari 3,51± 0,67 sampai 2,87± 0,76 L/min/m2. O2 delivery secara signifikan dari 617 ± 78 sampai 491± 106 ml/min/m2. walaupun volume ekspansi tidak mempengaruhi MAP, kombinasi antara ekspansi volume darah dan nitrogliserin menghasilkan resistensi terhadap efek hipotensi dari nitrogliserin. Cardiac index, PCWP, dan pemakaian O2 berbeda dari nilai semula.

Studi Grunewald dkk terhadap 12 pasien dengan preeklampsia berat (TD diastolik 110 mmHg atau lebih). Semua pasien mendapat nitrogliserin I.V dengan dosis bertahap, meningkat dari 0,25 μg/kg/min sampai TD diastolik menurun di bawah 100 mmHg. Selama diinfus, TD menurun secara signifikan. Pola Doppler pada

arteri uterina tidak berubah secara signifikan, pulsasi arteri umbilikus menurun secara signifikan dari 1,41μ 0,14 sampai 1,23±0,08. Kadar cGMP darah tidak berubah secara asensial. Efek yang sama dilaporkan juga oleh Giles dkk.. Ramsay dkk. membuktikan bahwa gliseril trinitat I.V yang diberikan pada trimester pertama dapat menyerupai perubahan fisiologis dari arteri uterina pola FVW yang dapat dilihat pada gestasi lanjut dan juga menyebabkan resistensi arteri uterina pada pasien dengan risiko tinggi terhadap preeklampsia karena adanya abnormalitas pada index resistensi arteri uterina.

De Belder dkk. melaporkan suatu kasus HELLP syndrome, yang mana sukses mengatur S-nitroglutation, suatu donor nitric oxide dan Lees dkk. melaporkan bahwa infus S-nitroglutation mengurangi TD maternal, aktivasi trombosit, dan resistensi arteri uterina tanpa kompromasi lebih lanjut dengan indeks Dopller pada grup yang terdiri dari 10 wanita dengan preeklampsia berat dengan masa gestasi 21-33 minggu.

Beberapa uji coba saat ini mengalami peningkatan dalam mengakses efikasi dan modulasi nitrit oksida pathway, sebagai akibat diet suplemen L-arginin, dalam mencegah da

Page 19: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

65

mengobati preeklampsia. Selain itu, uji acak dengan jumlah wanita berisiko preeklmapsia yang terbatas menunjukkan adanya pengurangan yang signifikan dalam rata-rata kejadian preeklampsia pada wanita yang mendapat 1000 mg vit C dan 400 I.U vitamin E. Sebagai kesimpulan, rata-rata gangguan hipertensi adalah sama dan tidak ada perbedaan dalam keluaran perinatal. RUJUKAN 1. Department of Health, Welsh Office, Scottish

Home and Health Department, DHSS Northern Ireland. Report on Confidential Equiries into Maternal Death in United Kingdom 1985-1987. London: Her Majesty’s Stasionery Office, 1991.

2. Duley L. Maternal mortality associated with hipertensive disorders of pregnancy in Africa, Asia, Latin America, and the Carribean. Br J Obstet Gynaecol 1992;99:547-553.

3. Naeye RL, Friedman CA: Cause of perinatal death associated with gestational hypertension and proteinuria. Am J Obstet Gynecol 1979;133:8-10.

4. Working Grup on High Blood Pressure in Pregnancy. The National High Blood Pressure Education Program Working Grup Report on High Blood Pressure in Pregnancy: Consensu Report. Am J Obstet Gynecol 2000;83:S1-S22.

5. Hauth JC, Ewll MG, Levine RJ, Sibai B, et al. Pregnancy uotcome in healthy nuliparas who developed hypertension. Obstet Gynecol 2000;95:24-28.

6. Sibai BM. Preeclampsia-eclampsia. Curr Probl Obstet Gynecol Fertil 1990;13:3-45

7. Hamlin RMJ. The prevention of eclampsia and preeclampsia. Lancet 1952;i:64-68.

8. Crowther C, Chalmers I. Bed rest and hospitalization during pregnancy. In Chalmers I, Enkin M, Keirse MJNC (eds). Effective Care in Pregnancy and Childbirth. Oxford: Oxford University Press, 1989, pp 624-632.

9. Robert JM, Redman CWG. Pre-eclampsia: More han pregnancy –induced hypertension. Lancet 1993;341:1447-1451.

10. Dekker GA, van geijn HP. Endothelial dysfunction in preecalmpsia: part I. Primery prevention: therapeutic prospectives. J prinet Med 1996;24:99-117.

11. Smarason AK, SargentIL, Starkey PM, Redman CWG. The effect of placental sincytiotrofhoblast micrivillous membranes from normal and preeclamptic womwn on the grawth of endothelial, cells in vivo. Br J Obstet Gynaecol 1993;100:943-949.

12. Zaeman GG, Dekker GA. Pathogenesis of preeclampsia: A hyphothesis. Clin Obstet Gynecol 1992;35:317-337.

13. Concard KP, Benyo DF. Placental cytokines and the pathogenesis of preeclampsia. Am J reprod Immunol 1997;37:240-249.

14. Cooper DW, Breenecks SP, Wilton AN. Genetics of preecalmpsia. Hypertens Preg 1993;12:1-23.

15. Robillard PY, Hulsey TC, Alexander GR, et al. Paternity pettern and risk of preeclampsia in the last pregnancy in multiparae. J Reprod Immunol 1993;24:1-12.

16. Trupin LS, Simon LP, Eskenazi B. Change in paternity: A risk factor for preeclampsia in multipras. Epidemiology 1996;7:240-244.

17. Klonoff-Cohen HS, Savitz DA, Cefalo RC, McCAnn MF. An epidemiologic study of contracepion and preeclampsia. JAMA 1998;262:3143-3147.

18. Robillard PY, Hulsey TC, Preianin J, et al. Assocition of pregnancy-induced hypertension with duration of sexual cohabitation before conception. Lancet 1994;344:973-975.

19. Clark DA. Does immunological intercourse prevent preeclampsia ? Lancet 1994;344:969-970.

20. Dekker GA. Oral tolerization to peternal antigens and preeclampsia [Abstract SPO]. Am J Obstet Gynecol 1996;174:516.

21. Walsh SW. Lipid peroxidation in pregnancy. Hypertens Pregn 1994;13:1-31.

22. Halliwel B, Guuteridge JMC, Cross CE. Free radicals, antoixidants, and human disease: Where are we now? J Lab Clin Med 1992;119:598-620.

23. Lu B, Zhang SW, Huang B, Liu W, Li CF. Changes in selinium in patiens wityh pregnancy-induced hypertension. Chin J Obstet Gynecol 1990;25:325-327.

24. Stark JM. Pre-eclampsia and cyticines induced oxidatives stress. Br J Obstet Gynaecol 1990;100:105-109.

25. Shankklin DR, Sibai BM. Ultrastructural aspect of preeclampsia: I. Placental bed and uterine boundary vessels. Am J Obstet Gynecol 1989;161:735-741.

26. Shanklin DR, Sibai BM. Ultrastrucruural aspects of peeclampsia: II. Mitochondrial changes. Am J Obstet Gynecol 1990;163:943-953.

27. O’Brien WF. Predicting preeclampsia. Obstet Gynecol 1990;75:445-452.

28. Dekker GA, Sibai BM. Early dtection of preeclampsia. Am J Obstet Gynecol 1991;165:160-172.

29. Magann EF, Martin JN Jr. The laboratory evaluation of hypertensive gravidas. Obstet Gynecol Surv 1995;50:138-145.

30. Villar MA, Sibai BM. Clinical significance of elevated mean arterial blood pressure in second trimesterand treshold increase in sistolic ao diastolic blood pressure during the third trimester. Am J Obstet Gynecol 1989;160:419-423.

31. Conde-Agudelo A, Belizan JM, lede R, Bergel EF. What does an elevated mean erterial pressure in the second half of pregnancy predict-gestational hypertension or preeclampsia? Am J Obstet Gynecol 1993;169:509-514.

32. Masse J, Forest J-C, Moutquin J-M, et al. A propective study of several potential biologic markers for early prediction of preeclampsia. Am J Obstet Gynecol 1993;169:502-508.

33. Dekker GA, Makowitz JW, Wallenburg HCS. Comparison of prediction of pregnancy-induced

Page 20: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

66

hypertensive disease by angiotensin II esnsitivity and supine pressor test. Br J Obstet Gynaecol 1990;97:817-821.

34. Dekker JA, Walker JJ. Maternal assesment in pregnancy-induced hypertensive disorder: Special investigations and their pathophysiological basis. In Walker JJ, Gant NF [eds]. Hypertension in Pregnancy. Londo: Champman & Hall, 1997, pp 107-161.

35. Sanchez- Ramos L, Sandroni S, Andres FJ, Kaunitz AM. Calcium excretion in preeclampsia. Obstet Gynecol 1991;77:519-513.

36. Rodrigues MH, Masaki DI, mestman J, et al. Calcium/creatinine ratio and microalbuminuria in the prediction of preeclampsia. Am Harrington K, Goldfard C, Carpenter RG, Campbell S. Transvaginal uterine and umbilical artery 1988;159:1452-1458.

37. Hutchesson ACJ, Machintosh MC, Duncan SLB, et al. Hypocalciuria and hypertension in pregnancy: A prospective study. Clin Exp Hypertens Pregn 1990;B9:115-134.

38. Sorensen TK, Williams MA, Zingheim RW, et al. Elvated second-trimester human chorionic gonadotropin and subsequent pregnancy-induced hypertension. Am J Obstet Gynecol 1993;169:834-838.

39. Vaillant P, David E, Constant I, et al. Validity in nulliparas of increased beta- human chorionic gonadotropin at mid term for predicting in preganncy induced-hypertension complicated with proteinuria and intra uterine growth retardation. Nephron 1996;72:557-563.

40. Muller F, Sevey L, Le Fiblec B, et al. Maternal serum human chorionic gonadotropin kadar at fifteen weeks is a predictor for preeclampsia. Am J Obstet Gynecol 1989;161:432-436.

41. Walker JJ, Dekker GA. Etiology and pathophysiology of hypertension in pregnancy. In Walker JJ, Gant NF [eds]. Hypertension in Pregnancy. London: Campman & Hall, 1997,pp 39-75.

42. Balleger V, Spitz B, Kiekens L, et al. Predictive value of increased plasma kadars of fibronectin in gestational hypertension. Am J Obstet Gynecol 1989;161:432-436.

43. Halligan A, Bonnar J, Sheppard B, et al. Haemostatic, fibrinolytic and endothelial variables in normal pregnancies and pre-eclampsia. Br J Obstet Gynaecol 1994;101:488-492.

44. Murphy JF, Newcombe RG, O’Riordan JO, te al. Relation of haemoglobin kadars in first and second trimesters to outcome of pregnancy. Lancet 1986;i:992-994.

45. Pearce JM, MacParland P. Uteroplacental circulation. Contemp Rev Obstet Gynaecol 1991;3:6-12.

46. Campbell S, Pearce JMF, Hackett G, et al. Qualitative assessment of uteroplacntal blood flow: Early screening test for high-risk pregnancies. Obstet Gynecol 1986;68:649-653.

47. Steel SA, Pearce JM, MacPArland P, et al. Early doppler ultrasuond screening in prediction of hypertensive disorder of pregnancy. Lancet 1990;335:1548-1551.

48. Harrington K, Cooper D, Lees C, et al. Doppler ultrasound of the uterine arteries: The importance of bilateral notching in prediction of preeclampsia, placental abruption or delivery of a sm: II-for-gestational-age baby. Ultrasound Obstet Gynecol 1996;7:182-188.

49. Harrington K, Goldfard C, Carpenter RG, Campbell S. Transvaginal uterine and umbilical artery Doppler examination of 12-16 weeks and the subsequent development of pre-eclampsia and intrauterine growth factor retardation. Ultrasound Obstet Gynecol 1997;9:94-10.

50. Steegers EAP, Eskes TKAB, Jonsma HW, Hein PR. Dietary sodium restriction during pregnancy: A historical review. Eur J Obstet Gynaecol Reprod Biol 1991;40:83-90.

51. Robinson M. Salt in pregnancy. Lancet 1958;I:178-181.

52. Van Buul BJA, Steegers EAP, Jongsma HW, et al. Dietary sodium restriction in prophylaxis of hypertensiv disorder of pregnancy: Effects on the intake of other nutriens, Am J Clin Nutrition 1995;9:497-507.

53. Baker PN. Posibly dietary measures in the prevention of pre-eclampsia and eclampsia. Baillieres Clin Obstet Gynaecol 1995;9:497-507.

54. Green J. Diet and the prevention of pre-eclampsia. In Chalmers I, Enkin M, Keirse MJNC [eds]. Effective Care in Pregnancy and Childbirth. Oxford: Oxford University Press, 1989, pp 281-300.

55. Collin R, Yusuf S, Peto R. Overview of randomised tria of diuretics in pergnancy. Br Med J 1985;290:13-17.

56. Collins R, Wallenburg HCS. Pharmacological prevention nad teratment of hypertensive disorders in pregnancy. In Chalmers I, Enkin M, Keirse MJNC [eds]. Effective Care in Pregnancy and Childbirth. Oxford: Oxford University Press, 1989, pp 512-533.

57. Skajaa K, Dorup I, Sandstrom B-M. Magnesium intake and status and pregnancy outcome in a Danish populatoin. Br J Obstet Gynaecol 1991;98:919-928.

58. Sibai BM, Villar MA, Bray E, Magnesium supplementation during pregnancy: A duoble-blind randomized controlled clinical trial. Am J Obstet Gynecol 1989;161:115-119.

59. Repke JT. Prevention of preeclampsia. Clin Perinatol 1991;18:779-792.

60. Hunt IF, Murphy NJ, Cleaver AE, et al. Zinc supplementation during pregnancy: Effect on selected b;ood constituents an on progress and outcome of pregnancy in low-income womwn of Mexican descent. Am J Clin Nutr 1984;40:508-521.

61. Mahomed K, James DK, Golding J, McCabe R. Zinc suplementation during pregnancy: A duoble-

Page 21: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

67

blind randomized controlled trial. BMJ 1989;199:826-830.

62. Thompson AM. Diet in pregnancy: 3. Diet in relation to the course and outcome of pregnancy. Br J Nutr 1959;13:509-525.

63. Belizan JM, Villar J, Gonzalez L, et al. Calcium suplementation to prevent hypertensive disorders of pregnancy. N Engl J Med 1991;325:1399-1405.

64. Bucher HC, Guyyat GH, Cook RJ, et al. Effect of calcium suplementation on pregnancy-induced hypertension and preeclampsia: A meta-analysis of randomized controlled trials. JAMA 1996;275:1113-1117.

65. Marcoux S, Brisson J, Fabia J. Calcium intake from dairy product and supplements and the risk of preeclampsia and gestational hypertension. Am J Epidemiol 1991;133:1266-1272.

66. Levine RJ, Hath JC, Curet LB. Trial of calcium to prevent preeclampsia. N engl J Med 1997;337:69-76.

67. 66a.Atallah AN, Hofmeyr GJ, Duley L. Calcium supplementation during pregnancy for preventing hypertensive disorders and related problems [Cochrane Review]. In The Cochrane Library, Issue 1. 2000. Oxford: Update Software.

68. 66b.DerSimonian R, Levine RJ. Resolving idcrepancies between a meta-analysis and subsequent large controlled trial. JAMA 1999;282:664-670.

69. 66c.Crwther CA, Hiller JE, Pridmore B, et al.Calcium supplementation in nuliparous women for the prevention o pregnancy-induced hypertension, preeclampsia and preterm birth: An Australian randomized trial. FRACOG and the ACT Study Grup. Aust N Z J Obstet Gynecol 1999;39:12-18.

70. Wallernburg HCS. Changes in the coagulation system and trombosits in pregnancy-induced hypertension and preeclampsia. In SharpF, Symonds EM [eds]. Hypertension in Pregnancy. Ithaca, NY: Perinatology Press, 1987, pp 227-248.

71. Redman CWG. Trombosits and the beginning of preeclampsia. N Eng J Med 1991;323:478-480.

72. Middelkop CM, Dekker GA, Kraayenbrink AA, Popp-Sjinders C. trombosit-poor plasma serotonin in normal and preeclamptic pregnancy. Clin Chem 1993;39:1675-1678.

73. Gant NF, Daley GI, Chand S, et al. A study of Angiotensin-II pressor response throughout primigravid pregnancy. J Clin Invest 1973;52:2682-2689.

74. Fitzgerald DJ, Entman ss, Mulloy K, 75. Fitzgerald DJ, Rocki W, Murray R, et al.

Thromboxane A2 synthesis in pregnancy-induced hypertension. Lancet 1990;335:751-754.

76. Friedman SA. Preeclampsia: A review of the role of porstaglandins. Obstet Gynecol 1988;71:122-137.

77. Harker LA. Trombosits and vascular thrombosis. N Engl J Med 1994;330:1006-1007.

78. Moran N, Fotzgerald GA. Mechanism of action of antipletelet drugs. In Colman RW, Hirsch J, Marder

VJ, Salzman EW [eds]. Hemostasi and thrombosis: Basic principels and Clinical Practice 3 rd ed. Philadelpia: JB Lippicont, 1994,pp 1623-1637.

79. Sibai BM, Miro R, Chesney CM, Leffer C. Low dose aspirin in pegnancy. Obstet Gynecol 1989;74:551-557.

80. Louden KA, Broughton Pipkin F, Symonds EM, et al. A randomized placebo-controlled study of the effect of low dose aspirin on trombosit reactivity and serum thromboxane B2 production in normal pregnant women, in pregnancy, and in gestationla hypertension. Br J Obstet Gynaecol 1992;99:371-376.

81. Pratono C. Aspirin as an antitrombosit drugs. N Engl Med 1994;330:1287-1294.

82. Paderson AK, FitzGerald GA. Dose-related kinetics of aspirin. N Engl J Med 1984;311:1206-1211.

83. Bjornsson TD, Schneider DE, Berger H Jr. Aspirin acetylates fibrinogen enhance fibrinolysis: Fibrinolytic effect is independent of changes in plasminogen activator kadar. J Pharmacol Experimental Therapy 1989;250:154-161.

84. Rinder CS, Student LA, Bonan JL, et al. Aspirin does not inhibit adenosine diphosphate-induced trombosit alpha-granule release. Blood 1993;82:505-512.

85. Walsh SW, Wang Y, Kay HH, McCoy MC. Low dose aspirin inhibits lipid peroxides and thromboxane but not prostacyclin in pregnant women. Am J Obstet Gynecol 1992;167:926-930.

86. Kaplanski G, Porat R, Aiura K, et al. Activated trombosits induce endothelial secretion of interleukin-8 in vitro via interleukin-1 medoated event. Blood 1993;82:2492-2495.

87. Crandon AJ, Asherwood DM. Effect of aspirin on incidence of pre-eclampsia. Lancet 1979;i:1356.

88. Sanchez-Ramos L, O’Sullivan MJ, Garrido Calderon J. Effect of low-dose aspirin on angiotensin II presoor response inhuman pregnancy. Am J Obstet Gynecol 1987;156;193-194.

89. Wallernburg HCS, Dekker GA, Makowitz JW, Rotmans N. effect of low-dose aspirin on vascular refractorinessin Angiotensin-sensitive primigavid women. Am J Obstet Gynecol 1991;164:1169-1173.

90. Beaufils M, Donsimoni R, Uzans S, Colau JC. Prevention of Pre-eclampsia by early antitrombosit therapy. Lancet 1985;i:850-842.

91. Dekker GA, Sibai BM. Low-dose aspirin in the prevention of preeclampsia and fetal growth retardation: Rationale, mechanism, and clinical trials. Am J Obstet Gynecol 1993;168:2140227

92. Parazzini F, Benedetto C, Frusca T, et al. Low dose spirin in prevention and teratment of intrauterine growth retardation and pregnancy induced hypertension. Lancet 1993;341:396-400.

93. Louden KA. Aspirin in pregnancy [letter]. Lancet 1993;341:753.

94. Hauth JC, Goldenberg RL, Parker R Jr, et al. Low dose aspirin therapy to prevent preeclampsia. Am J Obstet Gynecol 1993;168:1083-1093.

Page 22: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

68

95. Sibai BM, Caritis SN, Thom E, et al. Prevention of preeclampsia with low-dose aspirin in helathy nulliprous pregnant women. N Engl J Med 1993;329:1213-1218.

96. CLASP Collaborative Grup. CLASP: A randomized trial of low-dose aspirin for the prevention and treatment of preeclampsia among 9364 pregnant women. Lancet 1994;343:619-629.

97. Lilford RJ. Report of a workshop. Whwre next for prophylaxis agains pre-aclampsia? Br J Obstet Gynaecol 1996;103:603-6-7.

98. Wallenburg HCS, Dekker GA, Makowitz JW, Rotmans P. Low-dose aspirin in prevents pregnancy induced hypertension and pre-eclampsia in angiotensin-sensitive primigravide. Lancet 1986;1:1-3.

99. McParland P, Pearce JM, Chamberlain GVP. Doppler ultrasuon and aspirin in recognitionand prevention of pregnancy-induced hypertension. Lancet 1990:I:1552-1555.

100. Atallah AN. ECPAA: Randomised triel of low dose aspirin for the prevention of maternal and fetal complication in high risk pegnant women. Br J Obstet Gynaecol 1996;103:39-47.

101. Carritis S, Sibai BM, Hauth J, et al. Low-dose aspirin for the prevention of preeclampsia in high risk women. N Engl J Med 1998;338:701-705.

102. Rotchell Ye, Cruickshank JK, Gay MP, et al. Barba-dose Low dose Aspirin Study in Pregnancy (BLASP): A randomised trial for the prevention of pre-eclampsia and its complications. Br J Obstet Gynaecol 1998;105:286-292.

103. Golding J. A randomised trial of low dose aspirin por primiparae inpregnancy. Br J Obstet Gynaecol 1998;105:293-299.

104. Casi E, Raziel A, Sherman D, et al. prevention of preganncy-induced hypertension in twins by early administration of low-dose aspirin: A preliminary report. Am J Reprod Immunol 1994;31:19-24.

105. Ramaiya C, Mgaya HN. Low dose aspirin in prevention of pregnancy-induced hypertension in primigravidae at the Muhimbili Medical Centre, Dar Es Salaam. East Afr Med J 1995;72:690-693.

106. Wang Z, Li W. A prospective randomized placebo-controlled trial of low dose aspirin for prevention in intra-uterine growth retardation. Chin Med J 1996;109:238-242.

107. Gilani A, Khan Z. Role of aspirin in management of pregnancy induced hypertension: A study in Pakistani population. Specialist 1994;10:323-325.

108. Grant JM. Multicentre trial in obstetrics and gynaecology: Smaller explanatory trials are required. Br J Obstet Gynaecol 1996;103:599-602.

109. Lindheimer MD. Pre-eclampsia-eclampsia 1996: Preventable? Have dispute on its treatment been resolved? Curr Opinion Nephrol Hypertens Pregn 1996;16:229-238.

110. Gallery EDM, Ross MR, Hawkins M, et al. Low dose aspirin in high-risk pregnancy. Hypertens Pregn 1996;16:229-238.

111. Reynolds JEF [ed]. Aspirin. In Martindale: The extra Pharmaopoeia, 31st ed. London: The pharmaceutical Press, 1996, p 17.

112. Meyer NL, Mercer BM, Friedman SA, et al. Urinary dipstick protein : A poor predictor of absent of severe proteinuria. Am J Obstet Gynecol 1994;170:137-141.

113. Knight M, Duley L, Henderson Smart DJ, King JF. Antitrombosit agents and pre-eclampsia (Cochrane Review). In The Cochrane Library, Issue 1, 2000. Oxford: Update Software.

114. Harker LA, Maraganore JM, Hirsch J. Novel antithrobotic agents. In Colman RW, Hirscha J, Marder VJ, salzman EW [eds]. Hemostasis and Thrombosis: Basic principles and Clinical Practice, 3rd ed. Philadelpia: JB Lippicont, 1994, pp 1638-1660.

115. Uzan S, Beaufils M, Breart G, et al. Prevention of fetal growth retardation eith low-dose aspirin: Finding of the EPREDA trial. Lancet 1991;337:1427-1431.

116. Wilxcox GR, Trudinger BJ. Fetal trombosit consumption: A feature of placental insufficiency. Obstet Gynecol 1991;77:616-621.

117. Friedman SA, Schiff E, Emeis JJ, et al. Fetal palsma celluler fibronectin kadars in preeclampsia [Abstract 486 SPO]. Am J Obstet Gynecol 1994;170:409.

118. Swiet de M, Fryers G. review. The use of aspirin in pregnancy. J Obstet Gynaecol 1990;10:467-482.

119. Briggs CG, Freeman RK, Yaffe SJ. Drugs in pregnancy and lactation: A Reference Guide to Fetal and Neonatal Risk. Baltimore: Williams & Wilkins, 1994, pp 65-73.

120. Bremer HA, Wallenburg HCS. Aspirin in pregnancy. Fetal Matern Med Review 1992;4:37-57.

121. Sibai BM, Caritis SN, Thom E, et al. Low-dose aspirin in nulliparous women: Safety of continuous epidural block and correlation between bleeding time and maternal-neonatal bleeding complucations. Am J Obstet Gynecol 1995;172:1553-1557.

122. Dyerberg J, Bang BO, Hjorne N. Fatty acid composition of the plasma lipids in Greenland Eskimos. Am J Clin Nutr 1975;28:958-966.

123. Davigius ML, Stamler J, Orencia AJ, etal. Fish consumption and the 30-year risk of fatal myocardial infarction. N Engl J Med 1997;336:1046-1053.

124. Leaf A, Weber PC. Cardiovascular effect of ϕ-3 fatty acids. N Engl J Med 1988; 318:549-557.

125. Adair CD, Sanchez Ramos L, Briones DL, Ogburn P Jr. The effect og high dietary ϕ-3 fatty acids supplementation on angiotensin II pressor response in human pregnancy. Am J Obstet Gynecol 1996;175:688-691.

126. Olsen SF, Secher NJ. A possible preventive effect of low-dose fih oil on early delivery and preeclampsia: Indications from a 50-year-old controlled trial. Br J Nutr 1990;64:599-609.

Page 23: PENCEGAHAN PREEKLAMSI

69

127. Olsen SF, Olsen J, Friche G. Dose fish consumption during pregnancy increase fetal growth? A study of the size of newborn, placental weight and gestational age in relation to fish consumption during pregnancy. Int J Epidemiol 1990;19:971-977.

128. Sorensen JD, Olsen SF, Pederson AK, et al. Effect of fish oil supplementation in the third trimester of pregnancy on prostacyclin and thromboxane production. Am J Obstet Gynecol 1993;168;915-922.

129. Schiff E, Ben-Barucah G, Barkai G, et al. Reduction of thromboxane A2 synthesis in preganncy by polyunsaturated fatty acids supplement. Am J Obstet Gynecol 1993;168:122-124.

130. Olsen S, Secher W, Tabor A, et al. Randomized clinical trials of fish oil suplementation in high risk pregnancies. Br J Obstet Gynaecol 200;107:382-395.

131. Dekker GA, Geijn van HP. Endothelial dysfunction in preclampsia: Part II. Reducing the adverse consequences of endothelial cell dysfunction in preeclampsia: therapeutic perspectives. J Periant Med 1996;24:119-139.

132. Coton BD, Longmire S, Jones MM, et al. Cardiovascular alteration in severe pregnancy-induced hypertension.: Effects of intravenous nitroglycerin coupled with blood volume expansion. Am J Obstet Gynecol 1986;154:1-53-1059.

133. Longmire S, Leduc L, Jones MM, et al. The hemodynamic effects on intubation during nitroglycerin I infusion in severe preeclampsia. Am J Obstet Gynecol 1991;164:551-556.

134. Silver HM. Acute hypertensive crisis in pregnancy. Med Clin North Am 1989;73:623-638.

135. Grunewald C, Kublickas M, Calstrom K, et al. Effect on nitroglycerin on the uterine and umbilical circulation in severe preeclampsia. Obstet Gynecol 1995;86:600-604.

136. Gilles W, O’Callaghan S, Boura A, Walters W. Reduction in human fetal umbilical-placental vascular resistance by glyceryl trinitate. Lancet 1992;340:856.

137. Ramsay B, de Belder A, Campbell S, et al. A nitric oxide donor improves uterine artery diastolic blood flow in normal early pregnancy and in women at high risk of pre-eclampsia. Eur J Clin Invest 1994;24:76-78.

138. de Belder A, Lees C, Moncada S, Campbell S. Treatment of HELLP syndrome with nitric oxide donor. Lancet 1995;345:124-125.

139. Loes C, Langford E, Brown AS, et al. The effects of S-nitrosoglutatione on pletelet activation, and uterine and fetal Doppler in severe preclampsia. Obstet Gynecol 1996;88:14-19.

140. Chappell LC, Seed PT, Briley AL, et al. Effect of antioxidans on occurene of preclampsia in women increased risk: A randomised trial. Lancet 1999;354:810-816.