Top Banner
PENATALAKSANAAN Pada SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatn steroid, dan edukasi orangtua. Sebelum pengobatan streoid di mulai, dilakukan pemeriksaan uji mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH bersama streoid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat anti tuberkulosis (OAT). Perawatan pada SN relaps hanya dilakukan bila disertai edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktifitas disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat anak boleh sekolah. Dietetik Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap kontra indikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerrulus. Jadi cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgBB/hari denagn kalori yang adekuat. Diet rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak. Lemak dapat diberikan dengan jumlah yang tidak melebihi 30% jumlah total kalori keseluruhan, lebih di anjurkan memberikan karbonhidrat kompleks dari pada gula sederhana. Restriksi garam dan cairan tidak diperlukan pada sebagian besar kasus sindrom nefrotik
27

PENATALAKSANAAN SINDROM NEFROTIK

Oct 02, 2015

Download

Documents

sindrom nefrotik
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

PENATALAKSANAANPada SN pertama kali, sebaiknya dirawat di rumah sakit dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatn steroid, dan edukasi orangtua. Sebelum pengobatan streoid di mulai, dilakukan pemeriksaan uji mantoux. Bila hasilnya positif diberikan profilaksis INH bersama streoid, dan bila ditemukan tuberkulosis diberikan obat anti tuberkulosis (OAT). Perawatan pada SN relaps hanya dilakukan bila disertai edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah infeksi berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktifitas disesuaikan dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat anak boleh sekolah.DietetikPemberian diet tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap kontra indikasi karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerrulus. Jadi cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgBB/hari denagn kalori yang adekuat. Diet rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak. Lemak dapat diberikan dengan jumlah yang tidak melebihi 30% jumlah total kalori keseluruhan, lebih di anjurkan memberikan karbonhidrat kompleks dari pada gula sederhana. Restriksi garam dan cairan tidak diperlukan pada sebagian besar kasus sindrom nefrotik sensitif steroid. Diet rendah garam (1-2 g/hari, atau 2 mmol/kg/hari) plus menghindar camilan asin, dianjurkan selama anak mengalami edema atau hipertensis.

SembabSebagian pasien dengan sembab ringan tidak memerlukan diuretik.Pasien dengan sembab nyata tanpa deplesi volume intravaskular diberikan terapi sebagai berikut. Dimulai dengan furosemid 1-3 mg/kgBB/hari 2 kali sehari. Bila tidak ada respons, dosis dinaikkan sampai 4-6 mg/kgBB/hari bersama dengan spironolakton (antagonis aldosteron) 2-3 mg/kg/hari, sebagai pottasium-sparing agent (diuretik hemat kalium). Kadang-kadang perlu diberikan furosemid bolus intravena atau infus. Pemakaian diuretik lebih dari 1 minggu dengan dosis tinggi harus hati-hati, perlu pemantauan terhadap hipovolumia dan elektrolit serum. Intake air tidak perlu direstriksi, kecuali pada pasien dengan sembab hebat. Pada keadaan tersebut, intake cairan dibatasi sesuai dengan insensible loss plus jumlah urine sehari sebelumnya.Terapi diuretik kadang-kadang tidak efektif bahkan dapat membahayakan pasien yang mengalami hipoalbuminemia (albumin serum < 1,5 g/dL) plus deplesi volume intravaskular. Pemberian infus albumi 20% dengan furosemid dapat memacu diuresis dan mengurangi sembab. Pada keadaan demikian kadang-kadang diperlukan beberapa kali infus albumi. Bila pemberian diuretik tidak berhasil mengurangi edema (edema refrakter), biasanya disebabkan oleh hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (kadar albumin 1 g/dl), dapat diberikan infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgBB selama 4 jam untuk menarik cairan dari jaringan interstitial, dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB. Bila pasien tidak mampu dari segi beaya, dapat diberikan plasma sebanyak 20 ml/kgBB/hari secara pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila di perlukan, albumin atau plasma dapat diberikan selang-sehari untuk memberikan kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Pemberian plasma berpotensi menyebabkan penularan infeksi hepatitis, HIV, dan lain lain. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu pernafasan dapat dilakukan fungsi asites berulang.

ImunisasiSemua vaksin mati secara umum aman untuk anak yang mengalami remisi. Semua vaksin yang hidup sebaiknya dihindari hingga steroid dihentikan selama paling sedikit 6 minggu. Selain itu, harus dihindari jika terapi cyclofosfamid atau cyclosporine A telah diinisiasi.

PENGOBATAN DENGAN KORTIKOSTEROIDSebagian besar anak datang dengan sembab hebat atau dengan infeksi berat yang harus ditangani dengan benar sebelum terapi steriod dimulai. Prednison atau prednisolon merupakan obat pilihan utama untuk terapi.Untuk menggambarkan respons terapi terhadap steroid pada anak dengan sindrom nefrotik digunakan istilah-istilah seperti tercantum pada tabel berikut :

Remisi

Kambuh(Relaps)

Kambuh tidak sering

Kambuh sering

Responsif-steroid

Dependen-steroid

Resisten-steroid

Responder lambat

Nonresponder awal

Nonresponder lambatProteinuria negatif atau seangin, atau proteinuria < 4 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut.

Proteinuria2 + atau proteinuria > 40 mg/m2/jam selama 3 hari berturut-turut, dimana sebelumnya pernah mengalami remisi.

Kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan, atau < 4 kali dalam periode 12 bulan.

Kambuh2 kali dalam 6 bulan pertama setelah respons awal, atau4 kali kambuh pada setiap periode 12 bulan.

Remisi tercapai hanya dengan terapi steroid saja.

Terjadi 2 kali kambuh berturut-turut selama masa tapering terapi steroid, atau dalam waktu 14 hari setelah terapi steroid dihentikan.

Gagal mencapai remisi meskipun telah diberikan terapi prednison 60 mg/m2/hari selama 4 minggu.

Remisi terjadi setelah 4 minggu terapi prednison 60 mg/m2/hari tanpa tambahan terapi lain.

Resisten-steroid sejak terapi awal.

Resisten-steroid terjadi pada pasien yang sebelumnya responsif-steroid.

Pengobatan inisialSesuai dengan anjuran ISKDC (international study on kidney diseases in children), pengobatan inisial prednison dimulai dengan dosis penuh (full dose) 2 mg/kg/hari atau 60 mg/m2LPB/hari (maksimal 80 mg/hari) dibagi 3 dosis, untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan). Prenison dosis penuh inisial diberikan selama 4 minggu. Setelah pemberian steroid 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80% kasus, dan remisi mencapai 94% setelah pengobatan steroidGb1 Pengobatan inisial dengan kortikosteroidKeterangan: Prednison dosis penuh (full dose) 60 mg/m2LPB/hari (2 mg/kgBB/hari) dibagi 3 dosis diberikan setiap hari selama 4 minggu, dilanjutkan dengan prednison 40 mg/m2LPB/hari (2/3 dosis penuh), dapat diberikan secara intermitent (3 hari berturut-turut dalam 1 minggu) atau alternating (selang sehari), selama 4 minggu.Bila remisi terjadi dalam 4 minggu pertama, maka prednison intermitent/alternating 40 mg/m2LPB/hari diberikan selama 4 minggu. Bila remisi tidak terjadi pada 4 minggu pertama, maka pasien tersebut didiagnosis sebagai sindrom netritik resisten steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi pada 4 minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 40 mg/m2LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resistan steroid.Berbagai kelompok pakar menganjurkan bahwa dengan pemberian prednison dosis penuh selama 6 minggu dilajutkan dengan dosis alternating selama 6 minggu, akan memperpanjangan remisi dibandingkan dengan dosis standar 8 minggu. Pada pengamatan 12 bulan pasca terapi, kejadian relaps menurun menjadi 36,2% vs 81% (dosis standar) (APNkons).Pada penelitian di jakarta didapatkan kesan adanya penurunan jumlah relaps pada kelompok yang mendapat steroid lebih lama, tetapi karena jumlah kasus yang diteladi sedikit, perbedaan ini tidak dapat dinilai secara statistik,(15) sedangkan penelitian di Surabaya menemukan perbedaan kejadian relaps yang tidak bermakna.Sebuah meta-analisis dari penelitian randomized controlled trials menunjukkan bahwa anak-anak dengan sindrom nefroik sebaiknya diterapi paling tidak selama 3 bulan.

Pengobatan relapsRelaps sering didahului oleh infeksi saluran papas atas, yang harus dideteksi dan diobati secara benar. Pengobatan relaps terdiri dari prednison dosis penuh sampai remisi (maksimal 4 minggu kemudian dilanjutkan dengan prednisone intermitten/alternating 40 mg/m2LPB/ hari selama 4 minggu. Bila sampai pengobatan dosis penuh selama 4 minggu tidak juga terjadi remisi maka pasien didiagnosis sebagai sindrom nefrotiok resisten steroid dap harus diberikan terapi imunosupresif lain.Prednison yang diberikan setup hari dapat diberikan secara dosis tunggal atau terbagi; sedangkan dosis alternating diberikan secara dosis tunggal pada pagi hari. Pernanjangan terapi relaps lebih dari 5-6 minggu tidak diperlukan pada pasien dengan kambuh tidak sering.

Gb2 Pengobatan sindrom nefrotik relapsKeterangan:Prednison dosis penuh setup hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison intermittent/alternating 40 mg/m2LPB/hari selama 4 minggu.Bila sampai pengobatan dosis penuh selama 4 minggu tidak juga terjadi remisi, maka pasien di diagnosis sebagai SN resisten steroid dap harus di berikan terapi imunosupresif lain.

Pengobatan sindrom nefrotik relaps Bering atau dependen steroidSaat ini ada 4 opsi pengobatan sindrom nefrotik relaps Bering dan dependen steroid, yaitu:1. Pemberian steroid jangka panjang 2. Pemberian levamisol3. Pengobatan dengan sitostatik4. Pengobatan dengan siklosporin

Disamping pengobatan tersebut diatas tidak boleh dilupakan untuk mencari fokus infeksi seperti misalnya tuberkulosis, infeksi gigi, atau kecacingan.Faktor risiko terjadinya relaps sering adalah:a. Onset penyakit pada umur kurang dari 3 tahun b. Relaps terjadi pada 6 bulan pertama c. Remisi lambat pada episode awal

1. Steroid jangka panjangBerbagai penelitian menunjukkan bahwa pemberian steroid jangka panjang dapat dicoba lebih dahulu sebelum pemberian siklofosfamid (CPA), mengingat efek samping steroid yang lebih kecil. Jadi bila telah dinyatakan sebagai sindrom nefrotik relaps sering/dependen steroid, setelah mencapai remisi dengan prednison dosis penuh, diteruskan dengan steroid alternating dengan dosis yang diturunkan perlahan/bertahap 0,2 mg/kgBB sampai dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps yaitu antara 0,1-0,5 mg/kgBB alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan dapat diteruskan selama 6-12 bulan, kemudian dicoba dihentikan (Gambar 3). Umumnya anak usia sekolah dapat mentolerir prednison 0,5 mg/ kgBB dan anak usia pra sekolah sampai 1 mg/kgBB secara alternating.Bila terjadi rel~pspada dosis prednison rumatan > 0,5 mg/kgBB alternating, tetapi 11 < 1,0 mg/kgBB alternating tanpa efek samping yang berat, dapat dicoba dikombinasikan dengan levailusol dosis 2,5 mg/kgBB, selang sehari, selama 4-12 bulan, atau langsung diberikan CPA. Dibecikaii CPA dengan dosis 2-3 mg/kgBB/hari, dosis tunggal, selama 8-12 minggu.

2. LevamisofLevamisol adalah obat dengan efek imunomodulasi sel T. Pemakaian levamisol pada sindrom nefrotik masih terbatas karena efeknya masih diragukan. Di Jakarta, penelitian pemberian levamisol pernah dilakukan, tetapi hasilnya kurang memuaskan. Efek samping levamisol antara lain mual, muntah, dan neutropenia reversibel.Oleh karena itu pada saat ini pemberian levamisol belum dapat direkomendasikan secara umum, keputusan diserahkan kepada dokter spesialis anak atau dokter spesialis anak konsultan yang mengobati pasien. Levamisol diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgBB dosis tunggal selang sehari, selama 4-12 bulan.

Gb3 Diagram pengobatan sindrom nefrotik relaps frekuen atau dependen steroidKeterangan:1) Langsung diberi CPA (+ prednisonAD.)2) Sesudah prednison jangka panjang , dilanjutkan dengan CPA3) Sesudah prednison jangka panjang dan levamisol, dilanjutkan dengan CPA3. SitostatikaObat sitostatika yang Bering dipakai pada pengobatan sindrom nefrotik anak adalah siklofosfamid (CPA) dosis 2-3 mg/kgBB selama 8 minggu. Sitostatika dapat mengurangi relaps sampai lebih dari 500, yaitu 67-93% pada tahun pertama, dan 36-66% selama 5 tahun. APN melaporkan pemberian CPA selama 12 minggu dapat mempertahankan remisi lebih lama daripada pemberian CPA selama 8 minggu, yaitu 67% dibandingkan 30%(16kons), tetapi hal ini tidak dapat dikonfirmasi oleh peneliti lain.

Gb 4 Pengobatan sindrom nefrotik relaps frekuenKeterangan : Prednison dosis penuh setup hari sampai remisi (maksimal 4 minggu) kemudian dilanjutkan dengan prednison intermittent/alternating 40 mg/m2LPB/hari dan imunosupresan/sitostatik oral (siklofosfamid 2-3 mg/kgBB/hari) dosis tunggal selama 8 minggu. Pemberian CPA dalam mempertahankan remisi lebih baik pada sindrom nefrotik relaps sering (70%) daripada SN dependen steroid (30%). Efek samping sitostatika antara lain depresi sumsum tulang, alopesia, sistitis hemoragik, azospermia, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan keganasan. Oleh karena itu perlu pemantauan pemeriksaan darah tepi seperti kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, 1-2 kali seminggu. Bila jumlah leukosit kurang dari 3.000/uL, kadar hemoglobin kurang dari 8 g/dL, atau jumlah trombosit kurang dari 100.000/uL, sitostatika dihentikan sernentara, dan diteruskan kembali bila jumlah leukosit lebih dari 5.000/uL, hemoglobin lebih dari 8 g/dL, dan trombosit lebih dari 100.000/uL. Efek toksisitas pada gonad terjadi bila dosis total kumulatif mencapai > 200-300 mg/kgBB. Pemberian CPA oral selama 3 bulan mempunyai dosis total 180 mg/kgBB, dan dosis ini aman bagi anak. CPA dapat diberikan secara oral atau puls, baik pada SN relaps sering atau dependen steroid, dengan skerna pengobatan seperti tampak pada Gambar 4 dan Gambar 5.

4. Siklosporin (CyA)Pada SN idiopatik yang tidak responsif dengan pengobatan steroid atau sitostatik dianjurkan untuk pemberian siklosporin (suatu inhibitor calcineurin) dengan dosis 5-6 mg/kgBB/hari untuk mempertahankan kadar dalam darah (whole blood trough level) sebesar 50-150 ng/ml(Gambar 3). Pada SN relaps sering/dependen steroid, CyA dapat menimbulkan dan mempertahankan remisi, sehingga pemberian steroid dapat dikurangi atau dihentikan, tetapi bila CyA dihentikan, biasanya akan relaps kembali (dependen siklosporin). Efek samping dan pemantauan pemberian CyA dapat dilihat pad SN resister steroid.

Gb5 Pengobatan sindrom nefrotik dependen steroid

Keterangan : Prednison dosis penuh setup hari sampai temisi (maksimal 4 minggu), kemudian dilanjutkan dengan siklofosfamid puts dengan dosis 500-750 mg/m2LPB diberikan melalui infus satu kali sebulan selama 6 bulan berturut-turut dan prednison intermttent/ alternating 40 mg/m2LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan).atau Prednison dosis penuh setup hari sampai remisi (maksimal 4 minggu), kemudian dilanjulkan dengan siklofosfamid oral 2-3 mg/kgBB/hari dosis tunggal selama 12 minggu dan prednison alternating 40 mg/m2LPB/hari selama 12 minggu. Kemudian prednison difapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan, dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan).

Pengobatan sindrom nefrotik resisten steroidPengobatan SN resisten steroid (SNRS) sampai sekarang belum memuaskan. Kebanyakan publikasi dalatn literatur tidak dengan subyek kontrol. Sebelum pengobatan dimulai, pada pasien SNRS sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi ginjal, karena gambaran patologi anatorni tersebut mempengaruhi prognosis. Pengobatan dengan CPA memberikan hash lebih baik pada SNKM dibanding GSFS. Demikian pula hasil pengobatan pada SNRS nonresponder kasep lebih baik daripada SNRS sejak awal (initial non reponder).

Gb6 Pengobatan sindrom nefrotik resisten steroid. Keterangan : Sitostatik oral: siklofosfamid 2-3 mg/kgBB/hari dosis tunggal selama 3-6 bulan Prednison dosis 40 mg/met-PB/hari alternating selama pemberian siklofosfamid oral. Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan, diianjutkan dengan 0,5 mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan). atau Siklofosfamid puls dengan dosis 500-750 mg/m2LPB diberikan melalui infus satu kali sebulan selama 6 bulan, dapat diianjutkan tergantung keadaan pasien. Prednison alternating dosis 40 mg/m2LPB/hari selama pemberian siklofosfamid puss (6 bulan). Kemudian prednison ditapering-off dengan dosis 1 mg/kgBB/hari selama 1 bulan, dilanjuft. dengan 0,5 mg/kgBB/hari selama 1 bulan (lama tapering off 2 bulan).1. Siklofosfamid (CPA)Pemberian CPA oral pada SNRS dilaporkan dapat menimbulkan remisi pada 20% pasien. Bila terjadi relaps kembali setelah pemberian CPA, meskipun sebelumnya merupakan SN resisten steroid, dapat dicoba lagi pengobatan relaps dengan prednison, karma SN yang resisten steroid dapat menjadi sensitif lagi. Tetapi bila terjadi resisten atau dependen steroid kembali, dapat diberikan siklosporin, bila pasien mampu. Skema pemberian CPA oral dan puls dapat dilihat pada Gambar 6.CPA puls dilaporkan memberikan hasil yang lebih baik daripada CPA oral tetapi jumlah kasus yang dilaporkan hanya sedikit. Yang jelas dosis kumulatif pada pemberian CPA puts lebih kecil daripada CPA oral, dan efek sampingnya lebih sedikit, tetapi karma harga CPA puls lebih mahal maka pemakaiannya di Indonesia masih selektif.

2. Siklosporin (CyA)Pada SN resisten steroid, CyA dilaporkan dapat menimbulkan remisi total sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%. Efek samping CyA antara lain hipertensi, hiperkalemia, hipertrikosis, hipertrofi ginggiva, dan juga bersifat nefrotoksik yaitu menimbulkan lesi tubulointerstisial. Oleh karena itu pada pemakaian CyA perlu pemantauan terhadap: a. Kadar CyA dalam serum dipertahankan antara 100-200 ug/mL b. Kadar kreatinin darah berkalac. Biopsi ginjal berkala setiap 2 tahunPenggunaan CyA pada SN resisten steroid telah banyak dilaporkan dalam literatur, tetapi karena harga obat ini mahal maka pemakaian CyA jarang atau sangat selektif.

3. Metil-prednisolon pulsMendoza dkk (1990) melaporkan pengobatan SNRS dengan metil-prednisolon puls selama 82 minggu bersamaan dengan prednison oral dan siklofosfamid atau klorambusil 8-12 minggu. Pada pengamatan selama 6 tahun, 21 dari 32 pasien (66%) tetap menunjukkan remisi total dan gagal ginjal terminal hanya ditemukan pada 5% dibandingkan 40% pada kontrol, tetapi hash ini tidak dapat dikonfirmasi oleh laporan penelitian lainnya. Di samping itu efek samping metil-prednisolon puls juga banyak, sehingga pengobatan dengan cara ini agak sukar untuk direkomendasikan di Indonesia.

4. Obat imunosupresif lainObat imunosupresif lain yang dipakai pada SNRS adalah vinkristin, takrolimus, dan mikofenolat mofetil. Karena laporan dalam literatur masih sporadik dan tidak dilakukan dengan studi kontrol, maka obat ini belum direkomendasi secara luas di Indonesia.

Pemberian non imunosupresif untuk mengurangi proteinuriaPada pasien SN yang telah resisten terhadap obat kortikosteroid, sitostatik, dan siklosporin (atau tidak marnpu membeli obat ini), dapat diberikan diuretik (bila ada edema) dikombinasikan dengan inhibitor ACE (angiotensin converting enzyme) untuk mengurangi proteinuria. Jenis obat ini yang biasa dipakai adalah kaptopril 0.3 mg/kgBB, 3 kali sehari, atau enalapril 0.5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Tujuan pemberian inhibitor ACE juga untuk menghambat terjadinya gagal ginjal terminal (renoprotektif), dapat dikombinasi dengan golongan anti reseptor bloker (ARB) misalnya losaktan 0.75 mg/kgBB dosis tunggal.

Pengobatan komplikasiKomplikasi dapat terjadi pada semua pasien SN, baik SN responsif steroid maupun SN resisten steroid. Deteksi dini sangat diperlukan sehingga dapat dilakukan penanggulangan yang cepat.a. InfeksiPada SN mudah terjadi infeksi dan yang paling sering adalah selulitis dan peritonitis. Hal ini disebabkan karena terjadi kebocoran IgG dan komplemen faktor B dan D dalam urin. Pemakaian obat imunosupresif menambah.risiko terjadinya infeksi. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan oleh kuman Gram negatif dan Streptokokus pneumoniae) perlu diberikan pengobatan penisilin parenteral, dikombinasikan dengan sefalosporin generasi ketiga yaitu sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari.

Tabel : Infeksi yang sering terjadi pada pasien SN dan penatalaksanaannyaInfectionClinical featuresOrganismeTreatment

Peritonitis Abdominal pain / tenderness, diarrhea, vomiting Pneumococci, E.coli, H.influenzaeivi Ceftriaxone (or Cefotaxime) or Ampicilin with aminoglycoside for 10-14 days

Pneumonia Fever, tachypnea, cough Pneumococci, H.influenzae Oral Amoxicilin / Cephalexin/Coamoxiclay for mild disease ivi Ceftriaxone or Ampicilin with Aminoglycoside for 7-10 days for severe illness

Cellulitis Redness, trendemess or induration Beta-hemolytic streptococci, H.influenzae, pneumoccocci, staphylococi Candida, Aspergillus Ivi Cloxacillin with Ceftriaxone till resolution of induration, followed by oral Cholaxillin and Cefixime for 10 days

Fungal infection Pulmonary infiltrate, persistent fever unresponsive to antibacterial therapy, sputum/urine showing septate hyphae Candida, Aspergillus spp. Skin, mucosa. Fluconazole for 10-14 daysSystemic. Amphotericin B for 14-21 days

Dikutip dari: Bagga A, Menon S. Idiopathic Nephrotic Syndrome: Initial Management. In: Chiu MC, Yap HK, editors. Practical Paediatric Nephrology - An Update of Current Practices. Hong Kong: Ivledcom Limited; 2005. p. 109-15.

TuberkulosisPrevalensi tuberkulosis dilaporkan cukup tinggi pada anak-anak dengan sindrom nefrotik terutama di negara-negara berkembang.Pasien sindrom nefrotik yang menunjukkan uji tuberkulin positif tanpa gejala lain, sebaiknya diberikan isoniazid profilaksis 5 mg/kg/hari peroral atau rifampicin 10 mg/kg/hari selama 6 bulan, Anak yang menderita tuberkulosis aktif harus diobati dengan tempi antituberkulosis standar yang diberikan 2 minggu sebelum tempi kortikosteroid dimulai.

ProfilaksisRelaps harus diterapi sedini mungkin sebelum sembab menjadi nyata.Dianjurkan untuk melengkapi imunisasi primer dan vaksinasi terhadap pneumokokus dan varisela.Tidak ada evidence-based data yang menganjurkan pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah risiko infeksi bakteri pada anak dengan sindrom nefrotik. Beberapa pakar menganjurkan pada anak dengan sembab masif dan asites untuk diberikan profilaksis dengan penisilin V oral 125-250 mg 2 kali sehari sampai sembab menghilang. Di Indonesia tidak dianjurkan pemberian antibiotk profilaksis, tetapi perlu dipantau berkala, dan bila ditemukan tanda-tanda infeksi segera diberikan antibiotik. Biasanya diberikan antibiotik jenis amoksisilin, eritromisin, atau sefaleksin.

ImunisasiOleh karena kerentanan terhadap infeksi, sangat diperlukan perhatian untuk melengkapi imunisasi primer.Pasien yang sedang dalam tempi kortikosteroid 2 mg/kg/hari, atau total 20 mg atau lebih (berat badan lebih dari 10 kg) selama 2 minggu atau lebih harus diperlakukan sebagai immunocompromised. Pasien tersebut tidak diperbolehkan mendapatkan vaksin hidup. Vaksin mati aman diberikan.Vaksin hidup hanya boleh diberikan apabila anak telah lepas steroid selama 6 minggu. Apabila diperlukan, dapat diberikan pada anak yang mendapat prednison dengan dosis kurang dari 0,5 mg/kg selang sehari. Varisela dapat mengakibatkan dampak buruk yang signifikan pada anak-anak dengan sindrom nefrotik. Apabila seorang anak mengalami kontak dengan pasien varisela, maka hendaknya diberikan imunoglobulin varicella-zoster 125 iu/10 kg dalam waktu kurang dari 96 jam. Bila tidak memungkinkan dapat diberikan suntikan dosis tunggal imunoglobulin intravena dengan dosis 400 mg/kg dalam 96 jam setelah eksposur. Bila sudah terjadi infeksi perlu diberikan obat asiklovir oral 40-60, mg/kg/hari 4 kali sehari selama 5-7 hari dan pengobatan steroid sebaiknya dihentikan sementara. Vaksinasi varisela dengan dosis 2 kali selang 4 minggu, dianjurkan untuk diberikan pada pasien non-imun yang telah mengalami remisi dan lepas kortikosteroid. Anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi campak, perlu diberikan profilaksis dengan imunoglobulin apabila mereka terekspos dengan pasien campak.Imunisasi terhadap pneumokokus dianjurkan untuk semua anak dengan sindrom nefrotik yang berusia lebih dari 2 tahun, selama masa remisi dan lebih baik lagi pada masamasa mereka tidak mendapatkan steroid setup hari. Booster dapat diberikan setup 5 tahun bagi anak-anak yang mendapatkan imunisasi inisial sebelum berusia 5 tahun dan masih mengalami relaps berlanjut.

Imunisasi hepatitis B diberikan saat remisi.Saudara kandung pasien sindrom nefrotik yang mendapat terapi imunosupresan jangka panjang sebaiknya diberikan imunisasi polio inaktif daripada polio oral. Sebaiknya juga diberikan imunisasi MMR dan varisela.

TromboemboliPada SN dapat terjadi trombosis karena adanya hiperkoagulasi, peningkatan kadar fibrinogen, faktor VIII, dan penurunan kadar antitrombin III. Trombosis dapat terjadi di dalam versa maupun arteri. Adanya dehidrasi menin(ykatkan kemungkinan terjadinya trombosis. Pencegahan tromboemboli dapat dilakukan dengan pemberian aspirin dosis rendah (80 mg) dan dipiridamol, tetapi sampai saat ini belum ada studi terkontrol terhadap efektivitas penggunaan obat ini. Heparin diberikan bila sudah terjadi trombosis.

HiperlipidemiaPada SN relaps atau resisten steroid terjadi peningkatan kadar kolesterol LDL dan VLDL, trigliserida, dan lipoprotein (a) (Lpa), sedangkan kolesterol HDL menurun atau normal. Zat-zat tersebut bersifat aterogenik dan trombogenik.Pada SN sensitif steroid, karena peningkatan zat-zat tersebut bersifat sementara, cukup dengan pengurangan diit lemak. Pada SN resisten steroid dapat dipertimbangkan pemberian obat penurun lipid seperti questran, derivat fibrat dan inhibitor HmgCoA reduktasia (statin), karena biasanya peningkatan kadar lemak tersebut berlangsung lama, tetapi manfaat pemberian obat tersebut masih diperdebatkan.

HipokalsemiaPada SN dapat terjadi hipokalsernia karena:1. Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis dan osteopenia 2. Kebocoran metabolit vitamin DOleh karena itu pada SN relaps sering dan SN resisten steroid dianjurkan pemberian suplementasi kalsium 500 mg/hari dan vitamin D. Bila telah terjadi tetani, diobati dengan kalsium glukonas 50 mg/kgBB intravena.

HipovolemiaPemberian diuretik yang berlebihan, pasca episode sepsis, muntah atau diare atau dalam keadaan SN relaps dapat mengakibatkan hipovolernia dengan gejala hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin, dan Bering disertai sakit perut. Pada pemeriksaan akan didapatkan peningkatan hematokrit, BUN dan asam urat. Pengukuran kadar natrium urin dan ekskresi fraksionalnya (FENa) berguna untuk asesmen status cairan. Kadar natrium urin kurang dari 10 mmol/1, atau FENa kurang dari 1% (diukur pada saat anak belum mendapat diuretik selama 6-8 jam terakhir) merupakan tanda karakterisitik hipovolemia. Rasio kadar kalium urin terhadap jumlah kalium dan natrium urin [Uk+ / (Uk+ + UNa+)] lebih dari 60% juga merupakan tanda hipovolemia.Pasien harus segera diberikan infus NaCl fisiologik 20 ml/kg dalam waktu 1-2 jam dan disusul dengan albumin 1 g/kgBB atau plasma 20 ml/kgBB (tetesan lambat 10 tetes per menit). Bila hipovolemia telah teratasi dan pasien tetap oliguria, diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB intravena. Pemberian albumin harus hati-hati karena risiko terjadinya sembab paru.