Top Banner
KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “Pemungut PPN dan Pengisian Faktur Pajak”. Dalam pembuatan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Richard Eddy Tampubolon, S.E., Ak., M.B.A., M.M. yang telah memberikan kesempatan dan memberi fasilitas sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Serta kedua orang tua kami yang telah memberikan bantuan materiil maupun do’anya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami khususnya. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kami mengharap saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan ke arah kesempurnaan. Akhir kata kami menyampaikan terimakasih. Tangerang Selatan, 7 Juli 2014 Tim Penyusun
49

Pemungut PPN

Dec 27, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pemungut PPN

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami dapat

menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “Pemungut PPN dan Pengisian

Faktur Pajak”. Dalam pembuatan makalah ini, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada Bapak Dr. Richard Eddy Tampubolon, S.E., Ak., M.B.A., M.M. yang telah

memberikan kesempatan dan memberi fasilitas sehingga makalah ini dapat selesai tepat pada

waktunya. Serta kedua orang tua kami yang telah memberikan bantuan materiil maupun

do’anya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan

kami khususnya. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu kami mengharap saran dan kritik yang bersifat membangun demi

perbaikan ke arah kesempurnaan. Akhir kata kami menyampaikan terimakasih.

Tangerang Selatan, 7 Juli 2014

Tim Penyusun

Page 2: Pemungut PPN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................2

PENDAHULUAN......................................................................................................................2

BAB II........................................................................................................................................4

PEMBAHASAN........................................................................................................................4

A. Prinsip Dasar Pengreditan Pajak Masukan.....................................................................4

B. Pengreditan Pajak Masukan dalam Masa Pajak yang Tidak Sama................................7

C. Kriteria Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan...........................................................8

D. Kriteria Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan................................................8

E. Ketentuan Mengenai Gagal Berproduksi.....................................................................12

1. PKP Dan Mekanisme PK dan PM...........................................................................12

2. Belum Berproduksi Dan Barang Modal...................................................................13

3. Pengertian Gagal Berproduksi.................................................................................14

4. Tata Cara Pengembalian..........................................................................................15

5. Pengkreditan Setelah Batas Waktu Gagal Produksi................................................15

6. Tata Cara Pengembalian Setelah Batas Waktu Gagal Produksi..............................16

7. Gagal Produksi Akibat Bencana Alam....................................................................16

8. Sanksi Bunga............................................................................................................17

9. Tindakan Pemeriksaan dan Pencabutan PKP...........................................................17

BAB III..................................................................................................................................................19

PENUTUP.............................................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................20

A.

Page 3: Pemungut PPN

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam peraturan sebelumnya yaitu KMK Nomor 563/KMK.03/2003

tanggal 24 Desember 2003 pada Pasal 2 ayat (1) disebutkan bahwa

Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara

ditetapkan sebagai Pemungut PPN. Pada Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa

Pemungut PPN sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang

melakukan pembayaran atas penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena

pajak oleh pengusaha kena pajak rekanan pemerintah atas nama pengusaha kena

pajak rekanan pemerintah wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.

Keputusan Menteri Keuangan ini menggantikan Keputusan Menteri Keuangan

Nomor 549/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2012 tanggal 06 Juni

2012 tentang Penunjukan Badan Usaha Milik Negara sebagai Pemungut PPN

untuk memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ini mulai

berlaku efektif tanggal 01 Juli 2012. Peraturan Menteri Keuangan ini

dikeluarkan dengan tujuan untuk memudahkan pemungutan PPN atau Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas

penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada

BUMN. Pasal 2 menyebutkan bahwa Badan Usaha Milik Negara ditunjuk

sebagai pemungut PPN atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah. Dalam Pasal 3 ayat (1) disebutkan bahwa Pajak Pertambahan

Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

oleh rekanan kepada BUMN dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh BUMN.

Page 4: Pemungut PPN

Pasal 3 ayat (2) menyebutkan bahwa rekanan sebagaimana yang dimaksud pada

ayat (1) merupakan pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan Barang

Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada BUMN. Selanjutnya mengenai

jumlah pungutan pajak yang wajib dipungut, disetorkan dan dilaporkan oleh

BUMN sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 4 ayat (1) adalah sebesar 10%

(sepuluh persen) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak (DPP). Dalam Pasal 4

ayat (2) disebutkan bahwa dalam hal atas penyerahan Barang Kena Pajak selain

terutang Pajak Pertambahan Nilai juga terutang Pajak Penjualan atas Barang

Mewah maka jumlah yang harus dipungut oleh BUMN adalah sebesar tarif

Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang berlaku dikalikan dengan Dasar

Pengenaan Pajak (DPP).

Page 5: Pemungut PPN

1.2 Rumusan Masalah

A. Pengertian Pemungut PPN

B. Macam-macam pemungut Pajak dan kaitannya dengan pengisian Faktur Pajak

Page 6: Pemungut PPN

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pemungut Pajak

Pemungut PPN adalah Bendaharawan Pemerintah, Badan, atau Instansi

Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor

dan melaporkan pajak yang terutang oleh PKP atas penyerahan BKP dan atau

penyerahan JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau instansi

pemerintah tersebut. (Pasal 1 angka 27 UU PPN).

Mekanisme pemungutan PPN pada dasarnya dilakukan oleh si penjual

atau penerima uang, namun dalam hal untuk mengamankan dan mempercepat

pemasukan ke kas negara maka dilakukan sistem pemungutan dan penyetoran

PPN oleh PUT PPN. Oleh karena itu, Pemerintah menentukan Badan-Badan

atau Instansi yang harus melakukan pemungutan dan penyetoran

PPN. Contoh : PKP XYZ melakukan penjualan berupa komputer kepada

Pemerintah Kota Tangerang Selatan melalui Bendahara Pemerintahnya. Karena

PKP XYZ melakukan penyerahan BKP kepada bendahara pemerintah Pemda

Kota Tangsel, maka Bendahara Pemda Kota Tangsel wajib memungut,

menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas transaksi tersebut.

Mengingat PPN Pajak Keluaran telah disetor dan dilaporkan oleh PUT

PPN, maka penjual yang bukan PUT PPN tidak perlu lagi melakukan

pemungutan dan penyetoran PPN, akan tetapi tetap melakukan pelaporan dalam

SPt Masa PPN Formulir 1107-A.

Pemungut PPN dan atau PPnBM berdasarkan Keppres 56 tahun 1988 telah

dicabut dengan  Keppres 180 tahun 2000. Kemudian ditunjuk kembali dengan

KMK No.547/KMK.04/2000.

B. Macam-macam Pemungut Pajak dan Kaitannya dengan Pengisian

Faktur Pajak

Page 7: Pemungut PPN

Pemungut PPN adalah sebagai berikut :

1. KPKN (Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara), sekarang menjadi KPPN

(Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara);

2. Bendaharawan Pemerintah Pusat dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten

atau Kota;

3. Pertamina;

4. Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya dibidang Minyak, Gas

Bumi, Panas Bumi dan pertambangan umum lainnya;

5. Badan Usaha Milik Negara (BUMN); / Badan Usaha Milik Daerah

(BUMD);

6. Bank Milik Negara; / Bank Milik Daerah;

7. Bank Indonesia;

Namun, seiring dengan penyederhanaan sistem pemungutan PPN, sejak 1

Januari 2004 sesuai KMK No.563/KMK.03/2003, pemungut PPN hanyalah

Bendaharawan Pemerintah dan KPKN (sekarang menjadi KPPN – Kantor

Pelayanan Perbendaharaan Negara). Kemudian diatur lebih lanjut tentang

penunjukan Pemungut PPN untuk KPS Migas sejak 1 Januari 2005 sesuai

PMK No.11/PMK.03/2005dan berdasarkan PMK No.73 Tahun 2010  menjadi

Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan

kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya

Panas Bumi. Dan sekarang berdasarkan PMK No. 85/PMK.03/2012 jo. PMK

No.136/PMK.03/2012 BUMN kembali ditunjuk sebagai pemungut PPN.

PKP Rekanan

Dalam ranah pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dikenal pula istilah

PKP Rekanan. Yang dimaksud dengan PKP Rekanan adalah Pengusaha Kena

Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

kepada Pemungut PPN. PKP Rekanan yang melakukan transaksi penyerahan

BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah /

Bendaharawan KPPN dinamakan PKP Rekanan Pemerintah.

Page 8: Pemungut PPN

Contoh 3 : PKP ABC melakukan penyerahan BKP kepada Bendahara

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat. Dalam transaksi ini, PKP ABC

bertindak selaku PKP Rekanan Pemerintah.

1. Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut PPN dan atau PPnBM

Diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 548/KMK.04/2000

Jo. KMK No.563/KMK.03/2003 jis Lampiran I Kep-DJP No.382/PJ./2002.

Praktiknya, bendaharawan pemerintah di Satuan Kerja (Satker) tertentu

akan langsung meminta membuat SSP dari rekanan atau penyedia barang dan

jasa. SSP dibuat oleh penyedia barang dan jasa saat (bersamaan) dengan

pembuatan faktur tagihan ke bendaharawan. Nanti atas PPN tersebut disetorkan

oleh bendaharawan melalui Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPPN).

Tata cara Pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN dan atau PPnBM

oleh Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemungut PPN.

a. Bendaharawan Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat yang

melakukan pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

b. PPN dan PPNBM yang terutang atas penyerahan BKP dan atau JKP oleh

PKP Rekanan Pemerintah yang pembayarannya melalui Bendaharawan

Pemerintah, dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Bendaharawan

Pemerintah atas nama PKP Rekanan Pemerintah.

c. Penyerahan JKP oleh instansi pemerintah yang pembayarannya melalui

KPKN  /KPPN atau Bendaharawan Pemerintah tidak dipungut PPN

sepanjang pembayaran tersebut berasal dari APBN / APBD dan Instansi

Pemerintah yang menyerahkan JKP memasukkan pembayaran yang diterima

ke dalam mata anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari

Instansi Pemerintah tersebut.

PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dalam

hal :

1.  Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000 dan tidak

merupakan pembayaran yang terpecah-pecah (termasuk PPN dan PPnBM).

Page 9: Pemungut PPN

2.  Pembayaran untuk pembebasan tanah, kecuali pembayaran atas penyerahan

tanah oleh real estate atau industrial estat.

3.   Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang menurut ketentuan

perundang-undangan yang berlaku mendapat fasilitas PPN tidak dipungut

dan atau dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain:

Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari

PPN berdasarkan PP No. 146 tahun 2000 tentang Impor dan atau

Penyerahan BKP / JKP Tertentu.

Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari

PPN berdasarkan PP No. 12 tahun 2001 jo. PP No.43 tahun 2002 tentang

Impor dan atau Penyerahan BKP Tertentu yang bersifat strategis.

Pembayaran atas penyerahan BKP dan atau JKP yang PPN-nya tidak

dipungut berdasarkan PP No. 42 tahun 1995 jo. PP No.25 tahun 2001

tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, PPN dan PPnBM dan PPh

dalam rangka pelaksanaan Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan Hibah

atau Dana Pinjaman Luar Negeri.

4.  Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan bukan Bahan Bakar

Minyak  oleh PTPertamina.

5.  Pembayaran atas rekening telepon kepada telkom atau kepada perusahaan

telekomunikasi lainnya.

6.  Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan

penerbangan.

7.  Pembayaran lainnya untuk Pembayaran atas penyerahan Barang atau Jasa

yang menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku tidak dikenakan

PPN berdasarkan PP No. 144 tahun 2000.

PPN dan PPnBM yang terutang sehubungan dengan pembayaran yang

jumlahnya paling banyak sebesar Rp.1.000.000, dipungut dan disetor sendiri

oleh PKP Rekanan Pemerintah sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum.

Page 10: Pemungut PPN

Pemungut PPN tidak perlu memungut PPN dan atau PPnBM atas

penyerahan BKP  dan atau JKP yang dilakukan oleh bukan PKP (Lampiran I

Huruf D angka 6 Kep-DJP No.382/PJ/2002).

Pemungut PPN wajib memberitahukan kepada kepala KPP dalam bentuk

daftar nama yang berisi nama, alamat, NPWP, nilai transaksi, nomor dan tanggal

faktur penjualan atau dokumen yang sejenis, apabila terjadi transaksi dengan

rekanan yang bukan PKP dan daftar tersebut dilampirkan pada SPT Masa bagi

Pemungut PPN.

Sejak 1 Januari 2004, sesuai KMK No.571/KMK.03/2003 ketentuan

tentang Pengusaha Kecil adalah Pegusaha yang menyerahkan BKP (Barang)

dan atau JKP (Jasa) dalam 1 tahun buku jumlah peredaran / penerimaan bruto

tidak melebihi Rp.600.000.000 setahun.

Jika jumlah peredaran / penerimaan bruto Rp.600.000.000 setahun ke

atas, maka Pemungut PPN tidak boleh melakukan transaksi pembelian, kalau

rekanan tersebut belum dikukuhkan sebagai PKP.

Mekanisme pemungutan     dan penyetoran

Pemungutan PPN dan PPnBM dilakukan pada saat pembayaran dengan

cara pemotongan secara langsung dari tagihan PKP rekanan Pemerintah.

Bendaharawan Pemerintah yang melakukan pembayaran melalui Kantor

Perbendaharaan dan Kas Negara, wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai

dan pajak Penjualan Atas Barang Mewah Yang terutang oleh Pengusaha Kena

Pajak yang terutang dipungut oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara

dimaksud. (KMK No.563/KMK.03/2003)

Penyetoran PPN dan PPnBM yang terutang, dilakukan paling lambat 7

hari setelah bulan terjadinya pembayaran tagihan, jika jatuh pada hari libur,

maka saat penyetoran pada hari kerja berikutnya.Contoh  : PKP A melakukan

penyerahan BKP kepada Bendaharawan Pemerintah pada tanggal 23 November

2010. Pembayaran dilakukan pada tanggal 25 November 2010, sehingga

pemungutan dilakukan pada tanggal 25 November 2010. Bendaharawan

Page 11: Pemungut PPN

Pemerintah wajib menyetor PPN yang sudah dipungut itu selambat – lambatnya

tanggal 7 Desember 2010.

Bendaharawan pemerintah wajib melaporkan PPN dan PPnBM yang

telah dipungut dan disetor ke KPP dan KPKN setempat, paling lambat 20 hari

setelah bulan dilakukan pembayaran atas tagihan.Contoh : Menggunakan situasi

seperti contoh sebelumnya, maka Bendaharawan Pemerintah itu wajib

melaporkan PPN yang sudah dipungutnya dari PKP A selambat – lambatnya

tanggal 20 Desember 2010.

Pelaporannya dengan menggunakan SPT Masa PUT 1101 (Kep-DJP

No.511/PJ./2001), berlaku mulai Masa Juli 2001 (SE-26/PJ.5/2001), sejak 1

Januari 2007 menggunakan SPT Masa PUT 1107 (PER-DJP No. 147/PJ./2006)

Tata Cara Penghitungan

Dasar Pemungutan PPN dan PPnBM adalah jumlah pembayaran yang

dilakukan oleh bendaharawan Pemerintah. Dalam hal penyerahan BKP hanya

terutang PPN, maka jumlah PPN yang dipungut adalah 10/110 bagian dari

jumlah pembayaran.

·    Jumlah pembayaran                                         Rp.11.000.000

·    Jumlah PPN 10/110 x Rp.11.000.000             Rp.     1.000.000

·    Sisa yang dibayarkan kepada PKP Rekanan  Rp.10.000.000

Dalam hal penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang

menghasilkan BKP yang tergolong Mewah tersebut, disamping terutang PPN

juga terutang PPnBM, maka jumlah PPN dan PPNBM yang dipungut adalah sbb

:

Misal :

PPnBM sebesar 20%, maka Jumlah PPN yang dipungut 10/130 bagian dari

jumlah pembayaran, sedangkan PPnBM yang dipungut adalah 20/130  bagian

dari jumlah pembayaran. Contoh :

Page 12: Pemungut PPN

Jumlah pembayaran (include PPN dan PPnBM 20%)                   Rp.13.000.000

PPN yang dipungut 10/130 x Rp.13.000.000                                Rp.  1.000.000

PPnBM yang dipungut 20/130 x Rp.13.000.000                           Rp.     2.000.000

Sisa yang dibayarkan kepada PKP rekanan                                   Rp.10.000.000

Dalam hal jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Pemungut PPN

tersebut sudah termasuk PPN dan atau PPNBM didalamnya tanpa

memperhatikan apakah dalam kontrak menyebutkan ketentuan pemungutan PPN

atau PPnBm maupun tidak.

Tata Cara Pembuatan Faktur Pajak dan Penyetoran

a. PKP Rekanan pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat

menyampaikan tagihan kepada bendaharawan Pemerintah baik untuk

sebagian maupun seluruh pembayaran, jika pembayaran diterima terlebih

dahulu sebelum penagihan, Faktur Pajak wajib diterbitkan saat pembayaran

diterima.

b. Jika terutang PPnBM maka cantumkan PPnBM yang terutang pada Faktur

Pajak.

c. Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 :

*     Lembar ke-1    = Untuk Bendaharawan Pemerintah

*     Lembar ke-2    = Arsip PKP Rekanan Pemerintah

*     Lembar ke-3    = Untuk KPP melalui Bendaharawan Pemerintah

*     Sejak tahun pajak 2007, mengingat peruntukannya jelas, maka rekanan

dapat membuat FP Rangkap 3.

d. Setiap lembar Faktur Pajak Standar wajib dibubuhkan cap “ Disetor tanggal

…………” dan menandatanganinya.

e. Jika penyerahan BKP dan atau JKP dalam rangka Proyek Pemerintah yang

dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri, PKP rekanan sebagai

kontraktor, konsultan, dan Pemasok Utama wajib membuat Faktur Pajak

yang dibubuhi cap” PPN dan PPnBM Tidak Dipungut”

Page 13: Pemungut PPN

f. Atas pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp.1.000.000, sepanjang

terutang PPN walaupun tidak dipungut oleh Pemungut PPN, tetap harus

dibuatkan Faktur Pajak oleh PKP Rekanan yang menyerahkan BKP atau

JKP tersebut.

g. Pembuatan Faktur Pajak harus mengacu Kep-DJP No.549/PJ./2000 jis Kep-

DJP No.323/PJ./2001, Jis Kep-DJP No. 433/PJ./2002, Jo. Per-159/PJ./2006

h. Tata cara pembuatan dan pembetulan Faktur Pajak

Standar sehubungan dengan penagihan dan pembayaran dalam mata uang

asing oleh pemungut PPN :

1.    PKP Rekanan wajib menerbitkan Faktur Pajak Standar pada saat

melakukan penagihan kepada Pemungut PPN dengan mempergunakan

kurs yang berlaku menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan pada saat

Faktur Pajak diterbitkan.

2.    Pada prinsipnya, PPN yang terutang harus dikonversi ke dalam mata

uang rupiah dengan mempergunakan kurs yang berlaku menurut Surat

Keputusan Menteri Keuangan pada saat dilakukan pembayaran oleh

Pemungut PPN. Sejak tahun 2007, tidak diatur atau aturan ini dihapus.

3.    Dalam hal kurs pada saat penagihan berbeda dengan saat pembayaran,

Pemungut PPN membetulkan Faktur Pajak Standar dengan

menyesuaikan jumlah rupiah, baik DPP maupun PPN dan atau PPnBM

yang terutang dengan cara mencoret angka yang diperbaiki dan

mencamtumkan angka yang seharusnya serta membubuhkan paraf

disamping angka yang diperbaiki tersebut (tidak boleh dihapus atau di

tip-ex).Sejak tahun 2007, tidak diatur dalam Per-159/PJ./2006,

namun karena dalam PP 143 tahun 2000. ketentuan ini belum

dihapus. Dengan demikian ketentuan ini tetap berlaku.

PP 143 tahun 2000

Pasal 10

Pajak yang terutang atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena

Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai dipungut pada saat pembayaran

Page 14: Pemungut PPN

oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

Pasal 11

1)      Apabila pembayaran atau Harga Jual atau Penggantian dilakukan dengan

mempergunakan mata uang asing, maka penghitungan besarnya Pajak yang

terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan mempergunakan

kurs yang berlaku menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat pembuatan

Faktur Pajak.

2)      Dalam hal pembayaran atau Harga Jual atau Penggantian yang dilakukan

sehubungan dengan pelaksanaan Pasal 16A Undang-undang PPN

mempergunakan mata uang asing, maka besarnya Pajak yang terutang harus

dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan mempergunakan kurs yang berlaku

menurut Keputusan Menteri Keuangan pada saat dilakukan pembayaran oleh

Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

i. Bendaharawan Pemerintah sebagai PKP, apabila telah menyetor PPN atas

Faktur Pajak PKP Rekanan, maka merupakan bukti Pajak Masukan.

Sepanjang memenuhi Pasal 9 ayat 8 UU PPN, Pajak Masukan tersebut

dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada masa pajak terjadinya

pembayaran.

j. SSP dibuat atas nama, alamat, dan NPWP PKP Rekanan, sedangkan yang

menandatangani adalah Pemungut PPN sebagai penyetor atas nama PKP

Rekanan rangkap lima, lembar-lembar SSP tersebut diperuntukkan sbb :

*     Lembar ke-1 = Arsip PKP Rekanan Pemerintah.

*     Lembar ke-2 = Untuk KPP melalui KPKN.

*     Lembar ke-3 = Untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan dalam

SPT

Masa PPN.

*     Lembar ke-4 = Untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.

Page 15: Pemungut PPN

*     Lembar ke-5  =Untuk pertinggal Pemungut PPN (Bendaharawan

Pemerintah).

k. Pada setiap lembar Faktur Pajak setelah PPN disetor oleh Bendaharawan

Pemerintah wajib dibubuhi cap "Disetor tanggal .............................." dan

ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah.

l. Faktur pajak dan SSP yang PPN dan atau PPnBM-nya telah disetorkan

kepada Kas Negara/Bank Persepsi/Kantor Pos dan Giro merupakan bukti

pemungutan dan penyetoran PPN dan PPnBM. (Lampiran I huruf G angka 1

Kep-DJP No.382/PJ./2002.

Tata Cara Pelaporan

a. PPN yang telah dipungut dan disetor, wajib dilaporkan Bendaharawan

Pemerintah ke KPP tempat Bendaharawan Pemerintah terdaftar dengan

menggunakan "SPT Masa Bagi Pemungut PPN" (Formulir PUT-1107) yang

dibuat dalam rangkap 3, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah

berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan, yang masing-masing

diperuntukkan sbb :

*     Lembar ke-1, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3 untuk KPP.

*     Lembar ke-2, untuk KPKN.

*     Lembar ke-3, untuk Arsip bendaharawan pemerintah.

b. Selain menyampaikan laporan Formulir PUT-1107, Bendaharawan

Pemerintah wajib membuat daftar rekanan sebagaimana dimaksud dalam

surat Menteri Keuangan Nomor S-331/KMK.04/1999 tentang Pengawasan

Pemenuhan Kewajiban Perpajakan oleh Bendaharawan Pemerintah dan

BUMN / BUMD.

c. Pemungut PPN termasuk dalam pengertian WP dan Penanggung Pajak,

maka kepadanya dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat

Ketetapan Pajak (SKP) apabila Pemungut PPN tidak melakukan

kewajibannya sesuai ketentuan berlaku. (SE-43/PJ.51/2002)

d. Sejak 1 Januari 2007 menjadi sbb :

Page 16: Pemungut PPN

SPT terdiri dari :

Induk SPT - Formulir 1107 PUT (F.1.2.32.02);

Lampiran 1 Daftar PPN dan PPnBM Yang Dipungut Oleh

Bendaharawan Pemerintah - Formulir 1107 PUT 1 (D.1.2.32.03);

Lampiran 2 Daftar PPN dan PPnBM Yang Dipungut Oleh Selain

Bendaharawan Pemerintah - Formulir 1107 PUT 2 (D.1.2.32.04).

SPT  1107 PUT wajib diisi oleh setiap Pemungut PPN kecuali Penerbit

SPM.

Penerbit SPM yaitu Pejabat yg diberi kewenangan utk melakukan tindakan yg

mengakibatkan  pengeluaran anggaran, menguji tagihan kpd negara &

menandatangani SPM yg ditunjuk oleh Pengguna Anggaran (PA) atau Kuasa

Pengguna Anggaran.

2. KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) sebagai Pemungut PPN dan

atau PPnBM.

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 550/KMK.04/2000 Jo.

KMK No.563/KMK.03/2003 jis Lampiran I Kep-DJP No.382/PJ./2002.

1) PPN dan PPNBM yang terutang atas penyerahan BKP dan atau JKP oleh

PKP Rekanan Pemerintah yang pembayarannya melalui KPKN, dipungut

oleh KPKN.

2) Pemungutan tersebut dilakukan saat pembayaran, dengan cara

pemotongan secara langsung dari tagihan rekanan pemerintah pada saat

Surat Perintah Membayar (SPM) yang bersangkutan.

3) Ketentuan penghitungan, pemungutan, penyetoran dan pelaporan sama

seperti transaksi ke Bendaharawan Pemerintah.

Sesuai Pasal 7 KMK No.563/KMK.03/2003, Kantor Perbendaharaan dan

Kas Negara / KPPN (saat ini) wajib menolak permintaan Pembayaran

Page 17: Pemungut PPN

berikutnya yang diajukan Bendaharawan Pemerintah dalam hal ketentuan

dibawah ini tidak dipenuhi :

a. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang melakukan pembayaran atas

penyerahan Barangg Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha

Kena Pajak Rekanan Pemerintah atas nama Pengusaha Kena Pajak Rekanan

Pemerintah, wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang.

b.    Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang

Mewah dilakukan pada saat pembayaran dengan cara pemotongan secara

langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah.

c.    Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang

Mewah yang dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dilakukan paling

lambat 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya bulan terjadinya pembayaran

tagihan.

d.    Dalam hal hari ketujuh jatuh pada hari libur, maka penyetoran dilakukan

pada hari kerja berikutnya.

e.    Bendaharawan Pemerintah wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan

pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut dan disetor ke Kantor

Pelayanan Pajak dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara setempat,

paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah berakhirnya bulan dilakukan

pembayaran tagihan.

f.     Pelaporan pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah dilakukan dengan menggunakan Surat

Pemberitahuan Masa bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.

Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara wajib rnenyampaikan daftar

Bendaharawan Pemerintah yang berada dalam wilayah kerjanya beserta daftar

perubahannya setiap 3 (tiga) bulan kepada Kantor Pelayanan Pajak yang

ditunjuk Direktur Jenderal Pajak.

Mekanisme pemungutan     dan penyetoran

Page 18: Pemungut PPN

a. Penyetoran PPN dan PPnBM yang terutang, dilakukan pada saat pembayaran

KPPN oleh KPPN kepada PKP Rekanan.

b. KPPN tidak wajib menggunakan Pelaporan SPT Masa PUT 1101

Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran

a. PKP Rekanan pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat

menyampaikan tagihan kepada KPPN baik untuk sebagian maupun seluruh

pembayaran. Jika terutang PPnBM maka cantumkan PPnBM yang terutang

pada Faktur Pajak.

b. SSP diisi atas nama NPWP Rekanan Pemerintah, tetapi

penandatanganan  SSP dilakukan oleh KPPN sebagai penyetor atas nama

PKP rekanan.

c. Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 :

* Lembar ke-1         = Untuk KPPN

* Lembar ke-2         = Arsip PKP Rekanan Pemerintah

* Lembar ke-3         = Untuk KPP melalui KPPN

d. SSP dibuat dalam rangkap Empat, setelah PPN dan atau PPnBM disetor ke

Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar SSP tersebut diperuntukkan

sebagai berikut :

* Lembar ke-1= Arsip PKP Rekanan Pemerintah.

* Lembar ke-2= Untuk KPP melalui KPPN.

* Lembar ke-3= Untuk PKP Rekanan Pemerintah dilampirkan dalam SPT

Masa PPN.

* Lembar ke-4= Untuk Pertinggal Pemungut PPN.

e. Pada setiap lembar Faktur Pajak setelah PPN disetor oleh KPPN

dicantumkan nomor dan tanggal advis SPM.

f. SSP Lembar ke-1 dan lembar ke-2 dibubuhi cap "TELAH DIBUKUKAN"

oleh KPPN.

Tata Cara Pelaporan

Page 19: Pemungut PPN

a. KPPN setiap hari kerja menyampaikan lembar ke-3 Faktur Pajak yang telah

dibubuhi catatan nomor dan tanggal advis SPM kepada KPP dengan Surat

Pengantar.

b. Dalam hal tidak ada Faktur Pajak yang disampaikan pada hari itu maka

surat pengantar tetap dibuat dengan catatan "Faktur Pajak Nihil".

c. KPPN wajib melakukan pengawasan dan menyampaikan daftar

Bendaharawan Pemerintah dan perubahannya yang berada dalam wilayah

kerjanya kepada KPP setempat triwulan.

d. KPPN wajib menolak  permintaan pembayaran berikutnya yang diajukan

Bendaharawan Pemerintah apabila berdasarkan hasil pengawasan tersebut

diatas Bendaharawan Pemerintah tidak melakukan pemungutan, penyetoran

dan pelaporan PPN dan PPnBM yang merupakan kewajibannya.

Bagi PKP Rekanan, apabila Pemungut PPN adalah KPPN, maka

penyerahan tersebut dilaporkan dalam masa pajak sesuai bulan yang tercantum

dalam “Cash Register” KPKN.

Pemungut PPN termasuk dalam pengertian WP dan Penanggung Pajak,

maka kepadanya dapat diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) dan Surat

Ketetapan Pajak (SKP). apabila Pemungut PPN tidak melakukan kewajibannya

sesuai ketentuan berlaku. (SE-43/PJ.51/2002)

3. Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan

kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya

Panas Bumi sebagai Pemungut PPN

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16A ayat (2) Undang-Undang Nomor

8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai, ditetapkan Peraturan Menteri

Keuangan Nomor 73/PMK.03/2010 tentang Penunjukan Kontraktor Kontrak

Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi dan Kontraktor atau Pemegang

Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi untuk

Memungut, Menyetor, dan Melaporkan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Tata Cara

Pemungutan, Penyetoran, Dan Pelaporannya. Peraturan Menteri Keuangan ini

Page 20: Pemungut PPN

mencabut dan menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

11/PMK.03/2005.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini Kontraktor atau Pemegang

Kuasa/Pemegang Izin adalah:

a. kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan

b.    kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya

panas bumi, yang meliputi kantor pusat, cabang, maupun unitnya.

ditunjuk selaku Pemungut PPN.

Pajak yang terutang tidak perlu dipungut  oleh Pemungut PPN dalam hal :

a.    pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh

juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang

terutang dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;

b.    pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena

Pajak yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang

perpajakan mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut

atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

c.    pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan

minyak oleh PT Pertamina (Persero);

d.    pembayaran atas rekening telepon;

e.    pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan

penerbangan; dan/ atau

f.     pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang

menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak

Page 21: Pemungut PPN

dikenai Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak

Penjualan atas Barang Mewah.

Adapun Kewajiban pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak dapat

diklarifikasi sebagai berikut ini :

Pemungutan dan penyetoran

 PKP Rekanan ialah Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan

Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada Kontraktor atau

Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.

Pemungutan pajak dilakukan oleh oleh Pemungut PPN paling lama pada

saat :

a.    penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;

b.    penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi

sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan

Jasa Kena Pajak; atau

c.    penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap

pekerjaan.

Pajak yang dipungut :

a.    atas penyerahan BKP atau penyerahan JKP sebesar 10% dari Dasar

Pengenaan Pajak berupa Harga Jual atau Penggantian;

b.    atas penyerahan BKP yang tergolong Mewah sebesar tarif PPnBM yang

berlaku dengan Dasar Pengenaan Pajak

Pajak yang dipungut oleh pemungut PPN wajib disetor menggunakan SSP

dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak yang terkait.

Tata Cara pemungutan dan penyetoran secara garis besar :

1)   Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP

dan/atau JKP kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.

Page 22: Pemungut PPN

2)   Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada angka 1 dibuat sesuai dengan

ketentuan di bidang perpajakan.

3)   SSP sebagaimana dimaksud pada angka 1 diisi dengan membubuhkan

NPWP serta identitas Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh

Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin sebagai penyetor atas

nama Rekanan.

4)   Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM,

maka Rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang

pada Faktur Pajak.

5)   Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat dalam rangkap 3

(tiga):

- lembar kesatu untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin;

- lembar kedua untuk Rekanan; dan

- lembar ketiga untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin

yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.

6)   SSP sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dibuat dalam rangkap 5 (lima)

dengan peruntukkan sebagai berikut:

- lembar kesatu untuk Rekanan;

- lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;

- lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa PPN;

- lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan

- lembar kelima untuk Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin

yang dilampirkan pada SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN.

7) Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin yang melakukan

pemungutan wajib membubuhkan cap "Disetor Tanggal ......" dan

menandatanganinya pada Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka

5.

8) Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN

atau PPN dan PPnBM.

Page 23: Pemungut PPN

Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin wajib menyetorkan

Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsi paling lama

tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Tata cara pelaporan

Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin wajib melaporkan Pajak

Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah yang telah dipungut ke Kantor Pelayanan Pajak tempat

Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin terdaftar paling lama pada

akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Pelaporan dilakukan setiap bulan ke KPP tempat Kontraktor atau

Pemegang Kuasa/Pemegang Izin terdaftar dengan menggunakan formulir "Surat

Pemberitahuan Masa PPN bagi Pemungut PPN" paling lama akhir bulan

berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak, dilampiri Faktur Pajak lembar ke-3

dan SSP lembar ke-5.

Perbedaan mendasar antara ketentuan lama (PMK Nomor

11/PMK.03/2005) dengan ketentuan baru (PMK Nomor 73/PMK.03/2010)

Perbedaan KETENTUAN LAMA KETENTUAN BARU

Policy Statement untuk melaksanakan ketentuan

Pasal

1 angka 27 dan 16A ayat (2) UU

PPN

untuk melaksanakan ketentuan

Pasal 16A ayat (2) UU PPN

Page 24: Pemungut PPN

Definisi Kontraktor

atau Pemegang

Kuasa/Pemegang Izin

Kontraktor adalah Kontraktor

yang terikat dalam

kontrak perjanjian kerja sama

dengan Pemerintah

Republik Indonesia di bidang

pengusahaan

pertambangan minyak dan gas

bumi.

Kontraktor atau Pemegang

Kuasa/Pemegang Izin

adalah:

• Kontraktor Kontrak Kerja Sama

pengusahaan

pertambangan minyak dan gas

bumi;dan

• Kontraktor atau Pemegang

Kuasa/Pemegang Izin

pengusahaan sumber daya panas

bumi,

yang meliputi kantor pusat,

cabang, maupun

unitnya.

Definisi Rekanan Rekanan adalah Pengusaha Kena

Pajak yang

melakukan penyerahan Barang

Kena Pajak

dan/atau Jasa Kena Pajak kepada

Kontraktor.

Rekanan adalah Pengusaha Kena

Pajak yang

melaukan penyerahan Barang

Kena Pajak dan/atau

Jasa Kena Pajak kepada

Kontraktor atau

Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.

Penunjukan

Kontraktor atau

Pemegang

Kuasa/Pemegang izin

- Kontraktor atau Pemegang

Kuasa/Pemegang

izin ditunjuk sebagai pemungut

Pajak

Pertambahan nilai.

Page 25: Pemungut PPN

Saat Pembuatan

Faktur Pajak

Faktur Pajak Standar wajib

dibuat paling lambat:

a. pada akhir bulan berikutnya

setelah bulan terjadinya

penyerahan Barang

Kena Pajak dan/atau Jasa Kena

Pajak dalam hal pembayaran

diterima

setelah akhir bulan berikutnya

Setelah bulan penyerahan

Barang Kena

Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;

atau

b. pada saat penerimaan

pembayaran dalam hal:

3) penerimaan pembayaran

terjadi sebelum akhir bulan

berikutnya setelah

bulan penyerahan Barang Kena

Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;

4) penerimaan pembayaran

terjadi sebelum penyerahan

Barang Kena Pajak

dan atau Jasa Kena Pajak; atau

5) penerimaan pembayaran

terjadi pada saat yang sama

dengan saat

Faktur Pajak harus dibuat pada

saat:

a. penyerahan Barang Kena Pajak

dan/atau penyerahan Jasa Kena

Pajak;

b. penerimaan pembayaran dalam

hal penerimaan pembayaran

terjadi

sebelum penyerahan Barang

Kena Pajak dan/atau sebelum

penyerahan

Jasa Kena Pajak; atau

c. penerimaan pembayaran

termin dalam hal penyerahan

sebagian tahap

pekerjaan.

Page 26: Pemungut PPN

penyerahan Barang Kena Pajak

dan/atau Jasa Kena Pajak.

Saat Pemungutan a. pada akhir bulan berikutnya

setelah bulan terjadinya

penyerahan Barang

Kena Pajak dan/atau Jasa Kena

Pajak dalam hal pembayaran

diterima

setelah akhir bulan berikutnya

Setelah bulan penyerahan

Barang Kena

Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;

atau

b. pada saat penerimaan

pembayaran dalam hal:

3) penerimaan pembayaran

terjadi sebelum akhir bulan

berikutnya setelah

bulan penyerahan Barang Kena

Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;

4) penerimaan pembayaran

terjadi sebelum penyerahan

Barang Kena Pajak

dan atau Jasa Kena Pajak; atau

5) penerimaan pembayaran

terjadi pada saat yang sama

dengan saat

a. penyerahan Barang Kena Pajak

dan/atau penyerahan Jasa Kena

Pajak;

b. penerimaan pembayaran dalam

hal penerimaan pembayaran

terjadi

sebelum penyerahan Barang

Kena Pajak dan/atau sebelum

penyerahan

Jasa Kena Pajak; atau

c. penerimaan pembayaran

termin dalam hal penyerahan

sebagian tahap

pekerjaan.

Page 27: Pemungut PPN

penyerahan Barang Kena Pajak

dan/atau Jasa Kena Pajak.

Saat Penyetoran dan

Pelaporan

Saat Penyetoran:

paling lambat pada hari ke-15

(lima belas) bulan

berikutnya setelah bulan

dilakukannya pemungutan

Saat Pelaporan:

paling lambat pada hari ke-20

(dua puluh) bulan

berikutnya setelah bulan

dilakukan pemungutan

Saat Penyetoran:

paling lama tanggal 15 (lima

belas) bulan berikutnya

setelah setelah berakhirnya Masa

Pajak.

Saat Pelaporan:

Paling lama akhir bulan

berikutnya setelah

berakhirnya Masa Pajak.

4. BUMN (Badan Usaha Milik Negara)

Penunjukkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai Pemungut PPN

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 85/PMK.03/2012 yang telah

diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan - 136/PMK. 03/2012.

PPN tidak dipungut oleh BUMN dalam hal:

a. pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh

juta rupiah) termasuk jumlah Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang

dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;

b. pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak

yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan

mendapat fasilitas Pajak Pertambahan Nilai tidak dipungut atau

dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai;

Page 28: Pemungut PPN

c. pembayaran atas penyerahan bahan bakar minyak dan bahan bakar bukan

minyak oleh PT Pertamina (Persero);

d. pembayaran atas rekening telepon;

e. pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan

penerbangan; dan/atau

f. pembayaran lainnya untuk penyerahan barang dan/atau jasa yang menurut

ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan tidak dikenai Pajak

Pertambahan Nilai.

Faktur Pajak wajib dibuat oleh rekanan BUMN pada saat:

penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;

penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi

sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan

Jasa Kena Pajak; atau

penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap

pekerjaan.

Tata Cara Pemungutan Dan Penyetoran:

Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan pada saat:

a.   penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak;

b.  penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum

penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;

atau

c.   penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.

Badan Usaha Milik Negara wajib menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai

atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang

telah dipungut ke Kantor Pos/Bank Persepsipaling lama tanggal 15 (lima belas)

bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Page 29: Pemungut PPN

Badan Usaha Milik Negara wajib melaporkan Pajak Pertambahan Nilai

atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang

telah dipungut dan disetor ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Badan Usaha

Milik Negara terdaftar paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah

berakhirnya Masa Pajak.

Pelaporan atas pemungutan dan penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atau

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dilakukan

setiap bulan dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak

Pertambahan Nilai bagi pemungut Pajak Pertambahan Nilai yang wajib

dilampiri dengan daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak.

Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan

BKP dan/atau JKP kepada BUMN.

Faktur Pajak dibuat sesuai dengan ketentuan di bidang perpajakan.

SSP diisi dengan membubuhkan NPWP serta identitas Rekanan, tetapi

penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai penyetor atas

nama Rekanan.

Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM,

maka Rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang

terutang pada Faktur Pajak.

Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dengan peruntukkan

sebagai berikut:

- lembar kesatu untuk BUMN;

- lembar kedua untuk Rekanan; dan

- lembar ketiga untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa

PPN bagi Pemungut PPN.

SSP dibuat dalam rangkap 5 (lima) dengan peruntukkan sebagai

berikut:

- lembar kesatu untuk Rekanan;

- lembar kedua untuk KPPN melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos;

- lembar ketiga untuk Rekanan yang dilampirkan pada SPT Masa

PPN;

- lembar keempat untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan

Page 30: Pemungut PPN

- lembar kelima untuk BUMN yang dilampirkan pada SPT Masa

PPN bagi Pemungut PPN.

BUMN yang melakukan pemungutan harus membubuhkan

cap "Disetor Tanggal...." dan menandatanganinya pada Faktur Pajak.

Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran

PPN atau PPN dan PPnBM.

5. Ketentuan Khusus

a.    Dalam hal terjadi penyerahan BKP dan atau JKP antar Pemungut PPN maka

yang berkewajiban untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan

atau PPn BM yang terutang adalah Pemungut PPN yang melakukan

penyerahan BKP dan atau JKP.

Contoh: Bendaharawan Pemerintah Kota Praya melakukan penyerahan

BKP kepada Bendaharawan Pemerintah Kota Selong. Dalam kasus ini,

yang wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN terutang adalah

Bendaharawan Pemerintah Kota Praya.

b.    Dalam hal terjadi penyerahan BKP dan atau JKP oleh Badan-badan tertentu

kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN, Bendaharawan Pemerintah

atau KPKN diperlakukan sebagai pemungut.

Contoh: KPS Migas menyerahkan BKP kepada Bendaharawan KPKN

Jakarta Barat. Dalam kasus ini, walaupun kedua badan tersebut sama –

sama pemungut PPN, yang melakukan pemungutan, penyetoran, dan

pelaporan tetap Bendaharawan KPKN Jakarta Barat.

c.    Penyerahan JKP oleh Instansi Pemerintah kepada Instansi Pemerintah

lainnya yang pembayarannya melalui KPKN atau Bendaharawan

Pemerintah tidak dipungut PPN sepanjang;

Pembayaran tersebut berasal dari APBN atau APBD; dan

Instansi Pemerintah yang menyerahkan JKP memasukkan pembayaran

yang diterima ke dalam mata anggaran Penerimaan Negara Bukan Pajak

dari Instansi Pemerintah tersebut.

Page 31: Pemungut PPN

d.    Atas penyerahan BKP dan atau JKP oleh Instansi Pemerintah yang

berkedudukan sebagai PKP kepada Badan-badan tertentu, maka PPN yang

terutang dipungut, disetor dan dilaporkan oleh Bendaharawan Instansi

Pemerintah tersebut.

Contoh: Kebalikan dari Contoh 17, dalam hal ini yang melakukan

penyerahan BKP adalah Bendaharawan KPKN Jakarta Barat (selaku PKP),

yang bertindak selaku Pemungut PPN tetap Bendaharawan KPKN Jakarta

Barat.

e.    Pemungut PPN Bendaharawan Pemerintah / KPKN tidak perlu memungut

PPN dan atau PPn BM antara lain atas:

Penyerahan BKP dan atau JKP yang dilakukan oleh bukan PKP; atau

Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta

rupiah) atau atas Proyek Pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau

dana pinjaman luar negeri.

f.    Pemungut PPN wajib memberitahukan kepada Kepala KPP tempat

Pemungut terdaftar sebagai Wajib Pajak apabila terjadi transaksi dengan

rekanan yang bukan PKP. Selanjutnya Kepala KPP yang bersangkutan

memproses data tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

g.    Atas pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000.00 (satu juta

rupiah), sepanjang terutang PPN walaupun tidak dipungut oleh Pemungut

PPN, tetap harus dibuatkan Faktur Pajak oleh PKP Rekanan yang

menyerahkan BKP atau JKP tersebut.

h.    Apabila Pemungut PPN tidak melaksanakan kewajibannya sesuai ketentuan

yang berlaku, maka Kepala KPP dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak

dan atau Surat Ketetapan Pajak dan ditagih sesuai ketentuan yang berlaku.

Page 32: Pemungut PPN

BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Pemungut PPN adalah bendaharawan pemerintah, badan, atau intansi

pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor,

dan melaporkan pajak yang terutang oleh pengusaha kena pajak atas penyerahan

BKP dan atau penyerahan JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan, atau

intansi pemerintah tersebut.

Sedangkan saat pelaporan PPN/PPnBM antara lain, PPN dan PPn BM yang

dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan

kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah

Masa Pajak berakhir. Lalu, PPN dan PPn BM yang tercantum dalam SKPKB,

SKPKBT, dan STP yang telah dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang

menerbitkan.

namun, PPN dan PPn BM yang pemungutannya dilakukan oleh : a.

Bendaharawan Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 14 hari setelah

Masa Pajak berakhir, b. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan

Pemerintah harus dilaporkan selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa Pajak

berakhir. 

c. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan secara

mingguan selambat-lambatnya 7 hari setelah batas waktu penyetoran pajak

berakhir. 

4. Untuk penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan

PPn BM dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan

disampaikan kepada KPP setempat selambat-lambatnya 20 hari setelah Masa

Pajak berakhir. 

3.2 Saran

Page 33: Pemungut PPN

Setelah apa yang telah kami paparkan mengenai siapa saja pemungut PPN

dan kaitannya dengan pengisian Faktur Pajak, diharapkan seluruh mahasiswa

dapat mempelajari dan mendalaminya serta dapat mengaplikasikannya di dalam

dunia perpajakan.

DAFTAR PUSTAKA

http://pajaktaxes.blogspot.com/2012/07/pemungut-ppn.html

http://aisnany-jasmine.blogspot.com/2012/11/pemungut-pajak-pertambahan-nilai.html

http://pajakkoe.blogspot.com/2013/01/pemungut-ppn.html

http://www.pajakonline.com/engine/learning/view.php?id=778

http://www.pajak.go.id/content/article/penerbitan-faktur-pajak-sesuai-24pj2012

Sukardji, Untung. 2007. Pokok-Pokok Pajak Pertambahan Nilai Indonesia. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.