Top Banner
PEMILIKAN HARTA DALAM ISLAM Adalah fitrah manusia untuk memenuhi keperluan hidupnya baik secara lahiriah maupun batiniah. Hal ini mendorong manusia untuk senantiasa berupaya memperoleh segala sesuatu yang menjadi keperluannya. Pemenuhan keperluan lahiriah ialah apabila terpenuhinya keperluan dasar (basic needs) Tapi manusia tidak berhenti sampai disitu, bahkan cenderung terus berkembang keperluan-keperluan lain yang ingin dipenuhi. Segala keperluan itu seolah-olah boleh diselesaikan dengan dikumpulkannya Harta sebanyak-banyaknya. Maka apa sebenarnya hakikat harta dan bagaimana pandangannya dalam Islam? A. PENGERTIAN HARTA Istilah HARTA, atau al-mal dalam al-Qur’an maupun Sunnah tidak dibatasi dalam ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertian al-Mal sangat luas dan selalu berkembang. Kriteria harta menurut para ahli fiqh terdiri atas : pertama,memiliki unsur nilai ekonomis.Kedua, unsur manfaat atau jasa yang diperoleh dari suatu barang. Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan urf (kebiasaan/ adat) yang berlaku di tengah masyarakat.As-Suyuti berpendapat bahwa istilah Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat diperjualbelikan, dan dikenakan ganti rugi bagi yang merusak atau melenyapkannya.
31

PEMILIKAN HARTA

Jun 29, 2015

Download

Documents

Merysia Keterim
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PEMILIKAN HARTA

PEMILIKAN HARTA DALAM ISLAM

Adalah fitrah manusia untuk memenuhi keperluan hidupnya baik secara

lahiriah maupun batiniah. Hal ini mendorong manusia untuk senantiasa berupaya

memperoleh segala sesuatu yang menjadi keperluannya. Pemenuhan keperluan

lahiriah ialah apabila terpenuhinya keperluan dasar (basic needs) Tapi manusia tidak

berhenti sampai disitu, bahkan cenderung terus berkembang keperluan-keperluan

lain yang ingin dipenuhi. Segala keperluan itu seolah-olah boleh diselesaikan

dengan dikumpulkannya Harta sebanyak-banyaknya. Maka apa sebenarnya hakikat

harta dan bagaimana pandangannya dalam Islam?

A. PENGERTIAN HARTA

Istilah HARTA, atau al-mal dalam al-Qur’an maupun Sunnah tidak dibatasi dalam

ruang lingkup makna tertentu, sehingga pengertian al-Mal sangat luas dan selalu

berkembang.

Kriteria harta menurut para ahli fiqh terdiri atas : pertama,memiliki unsur nilai

ekonomis.Kedua, unsur manfaat atau jasa yang diperoleh dari suatu barang.

Nilai ekonomis dan manfaat yang menjadi kriteria harta ditentukan berdasarkan urf

(kebiasaan/ adat) yang berlaku di tengah masyarakat.As-Suyuti berpendapat bahwa

istilah Mal hanya untuk barang yang memiliki nilai ekonomis, dapat diperjualbelikan,

dan dikenakan ganti rugi bagi yang merusak atau melenyapkannya.

Dengan demikian tempat bergantungna status al-mal terletak pada nilai ekonomis

(al-qimah) suatu barang berdasarkan urf. Besar kecilnya al-qimah dalam harta

tergantung pada besar ekcilnya anfaat suatu barng. Faktor manfaat menjadi patokan

dalam menetapkan nilai ekonomis suatu barang. Maka manfaat suatu barang

menjadi tujuan dari semua jenis harta.

Pengertian Harta Milik:

Page 2: PEMILIKAN HARTA

Menurut para ulama pengertian harta milik ialah suatu yang dapat dikuasai atau

dimiliki dan dapat dimanfaatkan sesuai syari’ah dalam kondisi normal

Dalam hal konsep harta dalam pandangan syari’at harus memiliki tiga unsur;

1. Dapat dimiliki atau di kuasai. Batasan yang diberikan Islam sangat jelas

tentang kepemilikan dan penguasaan terhadap harta. Islam telah

mengajarkan agar manusia dalam berusaha dan bekerja mencari harta harus

sesuai dengan syari’at atau dengan cara yang halal, karena harta yang

diperoleh dari cara yang haram sesungguhnya harta tersebut adalah bukan

miliknya dan tidak bisa dimilikinya. Islam juga telah mengajarkan agar

manusia itu berusaha atau .

2. Dapat dimanfaatkan. Bahwa harta yang dimiliki itu dapat dimanfaatkan,

terkadang manusia cenderung membeli suatu benda yang itu sedikit pun tidak

bermanfaat dan menjadi mubadzir. Sifat mubadzir ini sangat dibenci oleh

ajaran Islam, artinya harta itu akan terdefinisi (hak kepemilikan) dalam

pandangan Islam apabila harta atau kekayaan tersebut tidak berubah fungsi

menjadi mubadzir.

3. Dalam memanfaatkannya harus sesuai dengan syari’at. Syari’at Islam tidak

saja menetapkan di saat mencari harta harus menghindarkan dari hal yang

melanggar syari’at tetapi dalam hal memanfaatkannya pun harus sesuai

dengan ketentuan syari’at. Berarti syarat harta itu menjadi milik seseorang

adalah apabila digunakan untuk hal-hal yang dibenarkan oleh syari’at, dan

apabila dimanfaatkan untuk kepentingan yang bertentangan syari’at maka

harta tersebut menyebabkan siksa di akhirat.

Disimpulkan kepemilikan terhadap harta dalam pandangan Islam adalah mulai

dari cara mencari harta, jenis harta yang dimiliki (harus dapat dimanfaatkan) dan

pemanfaatannya harus sesuai dengan koridor syari’at Islam dan apabila

bertentangan dengan syarat tersebut sesungguhnya harta itu tidak dapat

didefinisikan sebagai miliknya.

Harta Milik dan Hak Asasi

Page 3: PEMILIKAN HARTA

Usahakan sendiri atau yang diwarisi atau diterima dari orang lain, tidak

menghilangkan kenyataan bahwa bumi ini pada awalnya diberikan kepada seluruh

umat manusia. Bahwa harta benda ditentukan untuk semua manusia, tetap tinggal

prioritas pertama, juga apabila kesejahteraan umum menuntut untuk menghormati

hak atas milik pribadi dan penggunaannya.

Pemilik-pemilik barang-barang pakai dan konsumsi harus mempergunakannya,

dengan tahu batas, dan menyisihkan bagian terbaik untuk para tamu, penderita

sakit, dan kaum miskin.

Pemerintah mempunyai hak dan kewajiban mengatur penggunaan hak milik secara

halal demi kesejahteraan umum.

Harta Milik Orang lain

Pencurian yang bererti mengambil harta milik orang lain dengan melawan kehendak

pemiliknya. Bukanlah pencurian, kalau orang dapat mengandaikan persetujuan

pemilik, atau kalau penolakannya bertentangan dengan akal budi atau dengan

peruntukan barang-barang untuk semua orang. Jadi seorang haruslah bersikap baik

dan sopan dimana pun dia berada, karena seorang muslim harus menjadi contoh

dan suri teladan bagi semua umat.

B. PANDANGAN ISLAM MENGENAI HARTA

Pandangan Islam mengenai harta dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, Pemiliki Mutlak terhadap segala sesuatu yang ada di muka bumi ini adalah

ALLAH SWT. Kepemilikan oleh manusia bersifat relatif, sebatas untuk

melaksanakan amanah mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya

(QS al_Hadiid: 7). Dalam sebuah Hadits riwayat Abu Daud, Rasulullah bersabda:

‘Seseorang pada Hari Akhir nanti pasti akan ditanya tentang empat hal: usianya

untuk apa dihabiskan, jasmaninya untuk apa dipergunakan, hartanya darimana

didapatkan dan untuk apa dipergunakan, serta ilmunya untuk apa dipergunakan’’.

Page 4: PEMILIKAN HARTA

Kedua, status harta yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut :

1. Harta sebagai amanah (titipan) dari Allah SWT. Manusia hanyalah pemegang

amanah karena memang tidak mampu mengadakan benda dari tiada.

2. Harta sebagai perhiasan hidup yang memungkinkan manusia bisa menikmatinya

dengan baik dan tidak berlebih-lebihan ( Ali Imran: 14). Sebagai perhiasan hidup

harta sering menyebabkan keangkuhan, kesombongan serta kebanggaan diri.(Al-

Alaq: 6-7).

3. Harta sebgai ujian keimanan. Hal ini menyangkut soal cara mendapatkan dan

memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran Islam atau tidak (al-Anfal: 28)

4. harta sebagai bekal ibadah, yakni untuk melaksankan perintahNyadan

melaksanakan muamalah si antara sesama manusia, melalui zakat, infak, dan

sedekah.(at-Taubah :41,60; Ali Imran:133-134).

Ketiga, Pemilikan harta dapat dilakukan melalui usaha (‘amal) atau mata

pencaharian (Ma’isyah) yang halal dan sesuai dengan aturanNya. (al-Baqarah:267)

‘’Sesungguhnya Allah mencintai hambaNya yang bekerja. Barangsiapa yang bekerja

keras mencari nafkah yang halal untk keluarganya maka sama dengan mujahid di

jalan Allah’’ (HR Ahmad).

‘’Mencari rezeki yang halal adalah wajib setelah kewajiban yang lain’’(HR Thabrani)

‘’jika telah melakukan sholat subuh janganlah kalian tidur, maka kalian tidak akan

sempat mencari rezki’’ (HR Thabrani).

Keempat, dilarang mencari harta , berusaha atau bekerja yang melupakan mati (at-

Takatsur:1-2), melupakan Zikrullah/mengingat ALLAH (al-Munafiqun:9), melupakan

sholat dan zakat (an-Nuur: 37), dan memusatkan kekayaan hanya pada sekelompok

orang kaya saja (al-Hasyr: 7)

Kelima: dilarang menempuh usaha yang haram, seperti melalui kegiatan riba (al-

Baqarah: 273-281), perjudian, jual beli barang yang haram (al-maidah :90-91),

mencuri merampok (al-Maidah :38), curang dalam takaran dan timbangan (al-

Page 5: PEMILIKAN HARTA

Muthaffifin: 1-6), melalui cara-cara yang batil dan merugikan (al-Baqarah:188), dan

melalui suap menyuap (HR Imam Ahmad).

C. KEPEMILIKAN HARTA

Di atas telah disinggung bahwa Pemilik Mutlak adalah Allah SWT. Penisbatan

kepemilikan kepada Allah mengandung tujuan sebagai jaminan emosional agar

harta diarahkan untuk kepentingan manusia yang selaras dengan tujuan penciptaan

harta itu sendiri.

Namun demikian, Islam mengakui kepemilikan individu, dengan satu konsep khusus,

yakni konsep khilafah. Bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi yang diberi

kekuasaan dalam mengelola dan memanfaatkan segala isi bumi dengan syarat

sesuai dengan segala aturan dari Pencipta harta itu sendiri.

Harta dinyatakan sebagai milik manusia, sebagai hasil usahanya. Al-Qur’an

menggunakan istilah al-milku dan al-kasbu (QS 111:2) untuk menunjukkan

kepemilikan individu ini. Dengan pengakuan hak milik perseorangan ini, Islam juga

menjamin keselamatan harta dan perlindungan harta secara hukum.

Islam juga mengakui kepemilikan bersama (syrkah) dan kepemilikan negara.

Kepemilikan bersama diakui pada bentuk-bentuk kerjasama antar manusia yang

bermanfaat bagi kedua belah pihak dan atas kerelaan bersama. Kepemilikan Negara

diakui pada asset-asset penting (terutama Sumber Daya Alam) yang

pengelolaannya atau pemanfaatannya dapat mempengaruhi kehidupan bangsa

secara keseluruhan.

D. KEPEMILIKAN DALAM ISLAM

1. Pengertian Kepemilikan dalam Islam

"Kepemilikan" sebenarnya berasal dari bahasa Arab dari akar kata "malaka"

yang artinya memiliki. Dalam bahasa Arab "milk" berarti kepenguasaan orang

terhadap sesuatu (barang atau harta) dan barang tersebut dalam genggamannya

baik secara riil maupun secara hukum. Dimensi kepenguasaan ini direfleksikan

dalam bentuk bahwa orang yang memiliki sesuatu barang berarti mempunyai

Page 6: PEMILIKAN HARTA

kekuasaan terhadap barang tersebut sehingga ia dapat mempergunakannya

menurut kehendaknya dan tidak ada orang lain, baik itu secara individual maupun

kelembagaan, yang dapat menghalang-halanginya dari memanfaatkan barang yang

dimilikinya itu. Contohnya Ahmad memiliki sepeda motor. Ini berarti bahwa sepeda

motor itu dalam kekuasaan dan genggaman Ahmad. Dia bebas untuk

memanfaatkannya dan orang lain tidak boleh menghalanginya dan merintanginya

dalam menikmati sepeda motornya.

Para fukoha memberikan batasan-batasan syar'i "kepemilikan" dengan berbagai

ungkapan yang memiliki inti pengertian yang sama. Di antara yang paling terkenal

adalah definisi kepemilikan yang mengatakan bahwa "milik" adalah hubungan

khusus seseorang dengan sesuatu (barang) di mana orang lain terhalang untuk

memasuki hubungan ini dan si empunya berkuasa untuk memanfaatkannya selama

tidak ada hambatan legal yang menghalanginya.

Batasan teknis ini dapat digambarkan sebagai berikut. Ketika ada orang yang

mendapatkan suatu barang atau harta melalui caara-cara yang dibenarkan oleh

syara', maka terjadilah suatu hubungan khusus antara barang tersebut dengan

orang yang memperolehnya. Hubungan khusus yang dimiliki oleh orang yang

memperoleh barang (harta) ini memungkinkannya untuk menikmati manfaatnya dan

mempergunakannya sesuai dengan keinginannya selama ia tidak terhalang

hambatan-hambatan syar'i seperti gila, sakit ingatan, hilang akal, atau masih terlalu

kecil sehingga belum paham memanfaatkan barang.

Dimensi lain dari hubungan khusus ini adalah bahwa orang lain, selain si

empunya, tidak berhak untuk memanfaatkan atau mempergunakannya untuk tujuan

apapun kecuali si empunya telah memberikan ijin, surat kuasa atau apa saja yang

serupa dengan itu kepadanya. Dalam hukum Islam, si empunya atau si pemilik boleh

saja seorang yang masih kecil, belum balig atau orang yang kurang waras atau gila

tetapi dalam hal memanfaatkan dan menggunakan barang-barang "miliknya" mereka

terhalang oleh hambatan syara' yang timbul karena sifat-sifat kedewasaan tidak

dimiliki. Meskipun demikian hal ini dapat diwakilkan kepada orang lain seperti wali,

washi (yang diberi wasiat) dan wakil (yang diberi kuasa untuk mewakili).

Page 7: PEMILIKAN HARTA

2. Jenis-jenis Kepemilikan

Sebelumnya perlu diterangkan di sini bahwa konsep Islam tentang kepemilikan

memiliki karakteristik unik yang tidak ada pada sistem ekonomi yang lain.

Kepemilikan dalam Islam bersifat nisbi atau terikat dan bukan mutlak atau absolut.

Pengertian nisbi di sini mengacu kepada kenyataan bahwa apa yang dimiliki

manusia pada hakekatnya bukanlah kepemilikan yang sebenarnya (genuine, real)

sebab, dalam konsep Islam, yang memiliki segala sesuatu di dunia ini hanyalah

Allah SWT, Dialah Pemilik Tunggal jagat raya dengan segala isinya yang

sebenarnya. Apa yang kini dimiliki oleh manusia pada hakekatnya adalah milik Allah

yang untuk sementara waktu "diberikan" atau "dititipkan" kepada mereka,

sedangkan pemilik riil tetap Allah SWT. Karena itu dalam konsep Islam, harta dan

kekayaan yang dimiliki oleh setiap Muslim mengandung konotasi amanah. Dalam

konteks ini hubungan khusus yang terjalin antara barang dan pemiliknya tetap

melahirkan dimensi kepenguasaan, kontrol dan kebebasan untuk memanfaatkan

dan mempergunakannya sesuai dengan kehendaknya namun pemanfaatan dan

penggunaan itu tunduk kepada aturan main yang ditentukan oleh Pemilik riil. Kesan

ini dapat kita tangkap umpamanya dalam kewajiban mengeluarkan zakat (yang

bersifat wajib) dan imbauan untuk berinfak, sedekah dan menyantuni orang-orang

yang membutuhkan.

Para fukoha membagi jenis-jenis kepemilikan menjadi dua yaitu kepemilikan

sempurna (tamm) dan kepemilikan kurang (naaqis). Dua jenis kepemilikan ini

mengacu kepada kenyataan bahwa manusia dalam kapasitasnya sebagai pemilik

suatu barang dapat mempergunakan dan memanfaatkan susbstansinya saja, atau

nilai gunanya saja atau kedua-duanya. Kepemilikan sempurna adalah kepemilikan

seseorang terhadap barang dan juga manfaatnya sekaligus. Sedangkan kepemilikan

kurang adalah yang hanya memiliki substansinya saja atau manfaatnya saja. Kedua-

dua jenis kepemilikan ini akan memiliki konsekuensi syara' yang berbeda-beda

ketika memasuki kontrak muamalah seperti jual beli, sewa, pinjam-meminjam dan

lain-lain.

3. Sebab-sebab Timbulnya Kepemilikan Sempurna.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kepemilikan dalam syariah ada

empat macam yaitu:

(1) kepenguasaan terhadap barang-barang yang diperbolehkan,

Page 8: PEMILIKAN HARTA

(2) akad,

(3) penggantian dan

(4) turunan dari sesuatu yang dimiliki.

Penjelasan (1) Kepenguasaan terhadap barang-barang yang diperbolehkan.

Yang dimaksud dengan barang-barang yang diperbolehkan di sini adalah barang

(dapat juga berupa harta atau kekayaan) yang belum dimiliki oleh seseorang dan

tidak ada larangan syara' untuk dimiliki seperti air di sumbernya, rumput di

padangnya, kayu dan pohon-pohon di belantara atau ikan di sungai dan di laut.

Kepemilikan jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut :

a) Kepenguasaan ini merupakan sebab yang menimbulkan kepemilikan terhadap

suatu barang yang sebelumnya tidak ada yang memilikinya.

b) Proses kepemilikan ini adalah karena aksi praktis dan bukan karena ucapan

seperti dalam akad.

Karena kepemilikan ini terjadi oleh sebab aksi praktis, maka dua persyaratan di

bawah ini mesti dipenuhi terlebih dahulu agar kepemilikan tersebut sah secara syar'i

yaitu

(i) belum ada orang lain yang mendahului ke tempat barang tersebut untuk

memperolehnya. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, " Siapa yang lebih

dahulu mendapatkan (suatu barang mubah) sebelum saudara Muslim lainnya, maka

barang itu miliknya."

(ii) Orang yang lebih dahulu mendapatkan barang tersebut harus berniat untuk

memilikinya, kalau tidak, maka barang itu tidak menjadi miliknya. Hal ini mengacu

kepada sabda Rasulullah SAW bahwa segala perkara itu tergantung pada niat yang

dikandungnya.

Bentuk-bentuk kepenguasaan terhadap barang yang diperbolehkan ini ada

empat macam yaitu : a) kepemilikan karena menghidupkan tanah mati.

b) kepemilikan karena berburu atau memancing

c) rumput atau kayu yang diambil dari padang penggembalaan atau hutan belantara

yang tidak ada pemiliknya.

d) kepenguasaan atas barang tambang.

Khusus bentuk yang keempat ini banyak perbedaan di kalangan para fukoha

terutama antara madzhab Hanafi dan madzhab Maliki. Bagi Hanafiyah, hak

kepemilikan barang tambang ada pada pemilik tanah sedangkan bagi Malikiyah

kepemilikan barang tambang ada pada negara karena semua tambang, menurut

Page 9: PEMILIKAN HARTA

madzhab ini, tidak dapat dimiliki oleh seseorang dengan cara kepenguasaannya

atas tanah atau tidak dapat dimiliki secara derivatif dari kepemilikan atas tanah.

Sumber: Tazkiaonline. Oleh : Ikhwan Abidin Basri, MA

http://www.ekonomisyariah.org/

Fungsi Harta Milik

Tiap-tiap masyarakat mempunyai sistem ekonominya sendiri, yang tergambar di

dalamnya falsafah, aqidah, sistem nilai dan pandangannya terhadap individu dan

masyarakat, terhadap harta dan fungsinya, persepsinya tentang agama dan dunia,

kekayaan dan kemiskinan. Sehingga semua itu mempengaruhi produktivitas,

kekayaan dan berkaitan dengan cara untuk memperoleh, pendistribusian dan

penyimpanannya.

Untuk mengambil suatu pemikiran tentang kaidah-kaidah utama. Di antara sebagai

berikut:

1. Harta dinilai sebagai suatu kebaikan dan kenikmatan jika berada ditangan

orang-orang shalih.

2. Harta adalah milik Allah, sedangkan manusia hanyalah dipinjami dengan

harta itu.

3. Dakwah untuk menumbuhkan etos kerja yang baik adalah merupakan ibadah

dan jihad.

4. Haramnya cara kerja yang kotor.

5. Diakuinya hak milik pribadi dan perlindungan terhadapnya.

6. Dilarang bagi seseorang untuk menguasai benda-benda yang sangat

diperlukan oleh masyarakat.

7. Dilarangnya pemilikan harta yang membahayakan orang lain.

8. Pengembangan harta tidak boleh membahayakan akhlaq dan mengorbankan

kepentingan umum.

9. Mewujudkan kemandirian (eksistensi) ummat.

Page 10: PEMILIKAN HARTA

10.10.  Adil dalam berinfaq.

11.11.  Wajibnya takaful (saling menanggung) di antara anggota masyarakat.

12.12.  Memperdekat jarak perbedaan antar strata (tingkat) sosial di tengah

masyarakat.

Sikap terhadap Harta Milik

Kita sering lupa bahwa apa yang kita miliki hanyalah titipan dari Tuhan. Di balik itu

sebenarnya ada tanggung jawab, ada amanah, bahkan ada sebagian darinya milik

orang lain yang harus kita salurkan kembali. Oleh karenanya, ada beberapa hal

yang mesti diperhatikan dalam menyikapi harta benda. Harta adalah anugerah dari

Tuhan yang harus disyukuri. Tidak semua orang mendapatkan kepercayaan dari

Tuhan untuk memikul tanggung jawab amanah harta benda. Karenanya, ia harus

disyukuri sebab jika mampu memikulnya, pahala yang amat besar menanti. Harta

adalah amanah dari Tuhan yang harus dipertanggungjawabkan.

Kehendak Tuhan terhadap Harta Milik

Harta benda yang dititipkan kepada kita juga demikian. Harta adalah ujian. Yang jadi

ujian bukan hanya kemiskinan, tetapi kekayaan juga merupakan ujian. Bagi yang

berharta, ada kewajiban-kewajiban yang mesti dilakukan terhadap harta itu.

Keluarga, anak, dan harta benda adalah hiasan hidup. Dengannya, hidup menjadi

indah. Namun, patut disadari bahwa pesona keindahan hidup itu sering menyilaukan

hingga membutakan mata hati dan membuat manusia lupa kepada-Nya, serta lupa

kepada tujuan awal penciptaan hiasan itu. Semua itu sebenarnya merupakan titipan

dan ujian.

Konsep Kepemilikan

        Islam memiliki pandangan yang khas mengenai masalah harta dimana semua

bentuk kekayaan pada hakekatnya adalah milik Allah SWT. Demikian juga harta

atau kekayaan di alam semesta ini yang telah dianugerahkan untuk semua manusia

sesungguhnya merupakan pemberian dari Allah kepada manusia untuk dapat

dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kesejahteraan seluruh umat manusia sesuai

dengan kehendak Allah SWT.

        Pandangan ini bertolak belakang secara diametral dengan pandangan

Page 11: PEMILIKAN HARTA

kapitalisme maupun sosialisme yang keduanya berakar pada pandangan yang sama

yaitu materialisme. Menurut pandangan kapitalisme bahwa kekayaan yang dimiliki

seseorang adalah merupakan hak milik mutlak baginya yang kemudian melahirkan

pandangan kebebasan kepemilikan sebagai bagian dari pandangan hak asasi

manusia (HAM). Dimana manusia bebas menentukan cara memperoleh dan

memanfaatkannya. Dari pandangan inilah yang mendorong manusia berusaha

menciptakan suatu metode atau teknologi produksi yang modern untuk dapat

memperoleh keuntungan dan pendapatan yang sebesar-besarnya.

        Pada sisi lain Islam juga tidak selaras dengan pandangan sosialisme yang tidak

menempatkan harkat dan martabat manusia pada proporsinya yang tidak mengakui

adanya hak milik individu. Semua kekayaan adalah milik negara dan negara akan

memenuhi semua kebutuhan rakyatnya. Individu akan diberikan sebatas yang

diperlukan dan dia akan bekerja sebatas kemampuannya. Alat-alat produksi dikuasai

negara dan elit politik menguasai fasilitas-fasilitas publik sehingga dari sini kemudian

mendorong munculnya praktek korupsi dan penyalahgunaan wewenang yang

menimbulkan kerugian bagi negara dan rakyat.

        Islam memiliki suatu pandangan yang khas mengenai masalah kepemilikan

yang berbeda dengan pandangan kapitalisme dan sosialisme. Islam tidak mengenal

adanya kebebasan kepemilikan karena pada dasarnya setiap perilaku manusia

harus dalam kerangka syariah termasuk masalah ekonomi. Islam mengatur cara

perolehan dan pemanfaatan kepemilikan. Menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani

ada tiga macam kepemilikan yaitu :

    1. Kepemilikan Individu (Milkiyah Fardhiah)

    2. Kepemilikan Umum (Milkiyah ‘Ammah)

    3. Kepemilikan Negara (Milkiyah Daulah)

    Penjelasan masing-masing jenis kepemilikan adalah sebagai berikut :

a.    Kepemilikan Individu (Milkiyah Fardhiah)

    adalah idzin syariat pada individu untuk memanfaatkan suatu barang melalui lima

sebab kepemilikan (asbab al-tamalluk) individu yaitu 1) Bekerja (al-’amal), 2)

Warisan (al-irts), 3) Keperluan harta untuk mempertahankan hidup, 4) Pemberian

negara (i’thau al-daulah) dari hartanya untuk kesejahteraan rakyat berupa tanah

pertanian, barang dan uang modal, 5) Harta yang diperoleh individu tanpa berusaha

seperti hibah, hadiah, wasiat, diat, mahar, barang temuan, santunan untuk khalifah

atau pemegang kekuasaan pemerintah. Kekayaan yang diperoleh melalui bekerja

Page 12: PEMILIKAN HARTA

(al-’amal) meliputi upaya menghidupkan tanah yang mati (ihya’u al-mawat), mencari

bahan tambang, berburu, pialang (makelar), kerjasama mudharabah, musyaqoh,

pegawai negeri atau swasta.

b.    Kepemilikan Umum (Milkiyah ‘Ammah)

    adalah idzin syariat kepada masyarakat secara bersama-sama memanfaatkan

suatu kekayaan yang berupa barang-barang yang mutlak diperlukan manusia dalam

kehidupa sehari-hari seperti air, sumber energi (listrik, gas, batu bara, nuklir dsb),

hasil hutan, barang tidak mungkin dimiliki individu seperti sungai, pelabuhan, danau,

lautan, jalan raya, jembatan, bandara, masjid dsb, dan barang yang menguasai hajat

hidup orang banyak seperti emas, perak, minyak dsb.

c.    Kepemilikan Negara (Milkiyah Daulah)

    adalah idzin syariat atas setiap harta yang hak pemanfaatannya berada di tangan

khalifah sebagai kepala negara. Termasuk dalam kategori ini adalah harta ghanimah

(pampasan perang), fa’i, kharaj, jizyah, 1/5 harta rikaz (harta temuan), ‘ushr, harta

orang murtad, harta yang tidak memiliki ahlli waris dan tanah hak milik negara.

Islam dan Hak Pemilikan Harta

December 11th, 2008 • Noor Amin Ahmad • Kolum, Lita'arafu • 962 views

• § 7 Comments

Saya masih ingat nasihat saya kepada rakan-rakan di kampus yang giat

menjalankan perniagaan Multi-Level-Marketing (MLM). Mereka sering menggunakan

mafhum hadis “sembilan per sepuluh rezeki itu ada dalam perniagaan”. Mereka

menguatkan lagi hujah kepentingan menjadi kaya dengan mafhum hadis “kefakiran

menghampiri kekufuran”. Jujurnya, saya tidak tahu status hadis tersebut sama ada

Page 13: PEMILIKAN HARTA

sahih atau sebaliknya. Nasihat saya pada mereka mudah iaitu “Saya harap jika

kalian bersandar dengan mafhum hadis berkenaan, kita juga sedar bahawa Nabi

s.a.w. tidak berpesan tentang itu sahaja”.

Saya tidak ada masalah dengan perniagaan kerana sedar bahawa Rasulullah s.a.w

dan isterinya Siti Khadijah juga berniaga. Ini termasuk para sahabat Baginda s.a.w.

yang lain terutama Abdul Rahman bin ‘Auf. Sudah tentu sebagai umat Islam kita

akan berpandukan persoalan halal dan haram serta berniaga mengikut

pertimbangan hukum. Prinsipnya, Islam tidak menolak perniagaan dan pemilikan

harta.

Ulama’ terkemuka As-Syeikh Yusof al-Qardhawi pernah menulis dalam Ciri-Ciri

Unggul Masyarakat Islam Yang Kita Idamkan sebagaimana yang diterjemah oleh

Ustaz Mohammad Zaini Yahya dalam Ciri Kesembilan iaitu Bab Ekonomi dan Harta

bahawa Islam sebagai agama fitrah mengiktiraf hak pemilikan harta. Menurut

kupasan beliau hak pemilikan harta menjamin kebebasan dan kemanusiaan.

Ujarnya hamba tidak boleh memiliki apa-apa tetapi orang merdeka boleh dan haiwan

tidak memiliki sebaliknya manusia boleh memiliki dan ini sesuai dengan fitrah dan

Islam tidak menentang fitrah.

Saya tersentuh apabila beliau menguatkan lagi pandangan ini dengan kenyataan

“Keadilan bukanlah dengan menghalang manusia memiliki hasil, kerja dan usahanya

untuk diberikan kepada orang lain yang malas dan tidak melakukan sebarang kerja.

Sebaliknya keadilan ialah dengan memberi peluang kepada semua orang untuk

bekerja dan memiliki. Apabila seseorang itu mempunyai keistimewaan lantaran

kepintaran, kesungguhan, ketekunan dan kesabarannya, ia berhak mendapat

balasan yang setimpal dengan usahanya”.

Oleh kerana Abdul Rahman bin ‘Auf r.a. adalah sahabat paling kaya, saya fikir sikap

beliau wajar dicontohi. Beliau berhijrah ke Mekah bersama Muhajirin yang lain tanpa

harta dan kediaman dan antara perkara terawal dilakukannya ialah dengan

bertanyakan pasar kepada Sa’ad Ibnu al-Rabi’ saudaranya dari kaum Ansar yang

dipilih Rasulullah s.a.w.. Dengan modal yang diperolehi dari sedekah Sa’ad, Abdul

Rahman menjadi hartawan terkaya di kalangan umat Islam pada waktu itu.

Page 14: PEMILIKAN HARTA

Kekayaan Abdul Rahman bin ‘Auf r.a. dikongsi kepada fakir miskin dan mereka yang

memerlukan. Ini adalah contoh terpuji yang patut diamalkan peniaga. Dengan dasar

pemilikan harta yang tidak dihalang dengan cukai yang besar oleh pemerintahan

Baginda s.a.w., mereka berpeluang menjadi kaya dan mengambil alih

tanggungjawab membantu mereka yang memerlukan terutama dari kalangan fakir

miskin untuk meneruskan kehidupan selaras dengan perintah agama Islam.

Islam mendorong individu memiliki harta dan melindunginya serta mewariskannya.

Dr. Yusof Qardhawi dalam perenggan lain menjelaskan bahawa pemilikan individu

mendatangkan kebaikan yang banyak kepada manusia dan ekonomi dengan

bertambahnya produktiviti. Beliau menunjukkan perbezaan dengan sistem pemilikan

bersama seperti yayasan dan sebagainya yang dinamakan sektor awam yang

menunjukkan produktiviti rendah lantaran tidak wujudnya dorongan dan kekuatan

pengawasan yang timbul dari pemilikan khusus.

Sebagai muslim, Dr. Yusof Qardhawi menasihatkan umat Islam berpegang kepada

dua syarat penting pemilikan individu iaitu: (1), Ia mesti diperolehi melalui jalan yang

halal dan diakui syarak, dan (2) Mestilah tidak bertentang dengan kepentingan

umum. Jika tidak ia mesti dirampas secara rela atau tanpa rela dan digantikan

dengan sesuatu yang adil.

Dalam tajuk yang lain beliau menjelaskan tentang penolakan Islam terhadap ihtikar

iaitu monopoli harta yang diperlukan oleh umum. Ini bersandar daripada hadis sahih

yang diriwayatkan Muslim dan lain-lain iaitu “Tidak ada yang berihtikar melainkan

orang yang berdosa”. Dalam erti kata yang lain kita tidak boleh membina kekayaan

sambil meruntuhkan orang lain.

Saya sering menekankan kepada sahabat-sahabat muslim yang lain bahawa prinsip

asas Libertarian adalah lebih cocok dengan Islam berbanding idea ekonomi

Sosialisme. Hanya saja dalam kupasan yang lebih dalam, kita sebagai muslim harus

jelas aspek hukum dan perkara ini sangat terbuka untuk didebatkan dalam kelompok

libertarian. Di Malaysia, merujuk kepada hujah dokongan terhadap Pasaran Bebas

oleh Dato’ Seri Anwar Ibrahim dalam satu ucapannya semasa dialog dengan aktivis

Muslim di Minaret Institute idea Sosialisme lebih mendapat tempat bersandarkan

Page 15: PEMILIKAN HARTA

rujukan sejarah bahawa ia wacana popular yang dekat dengan detik sebelum dan

selepas Kemerdekaan.

Saya suka untuk mengajak umat Islam di Malaysia meninjau jauh ke zaman

Kesultanan Melayu Melaka di mana Pasaran Bebas telah menjadikan rantau ini

tersohor dan 0

Beberapa Hak yang Sama antara Wanita dan Lelaki

1.     Hak Kepemilikan Harta

Islam menetapkan bahwa wanita mempunyai hak pemilikan harta sebagaimana

lelaki.  Allah Ta'ala berfirman dalam QS An Nisaa' ayat 32 yang artinya:

"Bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi wanita (pun)

ada bagian dari apa yang mereka usahakan".

"Bagi laki-laki ada bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi

perempuan ada bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapanya dan kerabatnya,

baik sedkit atau banyak menurut bagian yang telah ditetapkan" (An Nisaa':7).

Dari dua ayat di atas dapat difahami bahwa wanita mempunyai hak pemilikan

terhadap harta, baik yang didapatkan dari hasil usahanya sendiri mahupun

diperolehnya dalam waris.  Dalam perolehan waris ini tidak ada perbedaan apakah

dia masih anak-anak atau sudah dewasa.  Mereka berhak mendapatkan harta

peninggalan kedua ibu-bapa serta kerabatnya.  Hanya saja bagi anak-anak,

diserahkan kepada walinya (paman/saudara lainnya) untuk dikelola dan kemudian

diserahkan kepadanya ketika ia sudah dewasa.  Firman Allah SWT dalam An Nisaa'

ayat 2:

"Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka,

janganlah kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan janganlah kamu makan

harta mereka bersama hartamu.  Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan

memakan) itu adalah dosa besar".

Page 16: PEMILIKAN HARTA

"Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim kecuali dengan cara yang lebih

bermanfaat, hingga ia dewasa…" (Al An'aam:152).

Disamping itu Islam juga mewajibkan zakat bagi lelaki dan wanita yang mempunyai

harta.  Dan ini berlaku bagi seluruh jenis zakat, tidak ada pengecualian, bahkan

perhiasan wanita pun harus dikeluarkan zakatnya.

Firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah ayat 110:

"Dan dirikanlah shalat, dan tunaikanlah zakat".

"Ambillah zakat dari sebagaian harta mereka, dengan zakat itu kamu menghasilkan

dan mensucikan mereka…" (QS. At Taubah:103).

Sabda Nabi SAW:

"Aku telah diperintahkan memerangi manusia, sampai mereka mempersaksikan

bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan Muhammad itu adalah utusan-Nya. 

Mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat.  Maka apabila mereka telah

melakukannya, terpeliaharalah dariku darah dan hartanya kecuali dengan hak Islam,

dan hisabannya diserahkan pada Allah SWT". (HR. Imam Bukhori dan Muslim).

"Seseorang wanita datang kepada Rasulullah saw bersama putrinya.  Pada tangan

putrinya terdapat gelang emas yang tebal.  Rasulullah saw bertanya

kepadanya:'Apakah telah engkau keluarkan zakatnya? Wanita itu menjawab:'Belum'.

Rasulullah saw bersabda:'Apakah engkau akan berbahagia bila Allah SWT kelak

pada hari kiamat memberimu dua buah gelang yang terbuat dari api neraka?

Kemudian wanita itu membuka gelangnya dan memberikannya kepada Rasulullah

saw sambil berkata:'Keduanya untuk Allah dan Rasul-Nya'(HR Abu Daud).

"Bersedekahlah wahai wanita-wanita, walaupun dari perhiasan kalian".

Ketika mendengar nasihat Rasulullah saw diatas, Zainab, istri Abdullah bin Mas'ud

berkeinginan untuk mengeluarkan zakat perhiasannya kepada suaminya karena

suaminya miskin.  Kemudian Zainab menanyakan kepada Rasulullah saw apakah

sah kalau isteri mengeluarkan zakat kepada suaminya.  Rasulullah saw menjawab

Page 17: PEMILIKAN HARTA

bahwa zakat wanita kepada suaminya sah.  Bahkan wanita tersebut mendapatkan

dua pahala.  Pertama pahala karena kekeluargaan, kedua pahala karena

bersedekah(diringkas dari Riwayat Bukhori Muslim).

Kesimpulan yang dapat kita ambil dari ayat-ayat dan beberapa hadis diatas adalah

bahwa wanita dalam Islam diberi kebebasan mempunyai hak milik terhadap

kekayaan, baik harta itu diperoleh dari warisan kedua orang tuanya, pemberian

suaminya, hadiah dari saudara-saudaranya ataupun dari usahanya sendiri.  Karena

itulah para wanita juga wajib zakat apabila harta bendanya telah sampai nishab

(ukuran) dan haulnya (masa), sebagaimana laki-laki, sekalipun kekayaan wanita

tersebut hanya perhiasan.

Hanya saja dalam Islam hak pemilikan harta ini diatur oleh syara', mana harta yang

boleh dimiliki individu dan mana yang tidak boleh, serta bagaimana cara pemilikan

harta yang dibolehkan sebagai pemilikan yang sah menjadi milik seseorang dan

mana yang tidak.  Di dalam Islam, pada hakekatnya semua harta kekayaan di bumi

ini adalah milik Allah SWT.  Oleh karena itu apabila seseorang ingin memiliki harta

tertentu harus mendapat izin dari Allah SWT.  Karena hanya Dia-lah yang berhak

memberi wewenang pemilikan.

Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam Kitab Nizhomul Iqtishody fil Islam menjelaskan

bahwa syariat Islam telah menetapkan tiga jenis pemilikan: yaitu pemilikan individu,

umum dan daulah (negara).

1.1.         Pemilikan Individu

Setiap individu baik pria maupun wanita boleh memiliki harta melalui sebab-

sebab pemilikan yang telah dibolehkan oleh syara'. Sebab yang sudah merupakan

fitrah manusia membutuhkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. 

Oleh karena itu syara' membolehkan manusia untuk memiliki harta demi pemenuhan

kebutuhannya.  Hanya saja syara' mengatur cara-cara pemilikan harta oleh individu,

agar setiap individu dapat memanfaatkan rizki yang telah disiapkan Allah SWT di

bumi ini secara adil, tidak menimbulkan kerusakan dan kedzoliman pada pihak-pihak

tertentu seperti orang-orang lemah. Kalau manusia dibiarkan, maka akan berlaku

hukum rimba "siapa yang kuat ia yang akan mendapatkan'.

Page 18: PEMILIKAN HARTA

Oleh karena itu kepemilikan individu ditetapkan oleh syara' kepada individu

untuk memiliki (mempunyai hak kuasa untuk memiliki zat, manfaat dan

mengembangkannya) harta melalui jalur tertentu yang telah ditetapkan oleh syara'.

Berdasarkan kajian terhadap hukum-hukum syara' yang menetapkan

kepemilikan individu terhadap harta, ada lima sebab kepemilikan individu yaitu :

1.     Bekerja

2.     Waris

3.     Hak hidup (hak individu yang tidak mampu mendapatkan harta untuk

memenuhi kebutuhan pokoknya)

4.     Pemberian daulah kepada rakyat

5.     Harta yang didapat secara cuma-cuma

seperti :hibah,hadiah,wasiat,diyat.mahar(bagi wanita) dan harta temuan

1.2.         Pemilikan Umum

Jenis pemilikan umum yang kedua adalah pemilikan umum,yang telah

ditetapkan oleh Allah SWT menjadi milik bersama kaum muslimin. Setiap

individu boleh memanfaatkannya,tetapi dilarang memilikinya. Ada tiga macam

sumberdaya alam yang termasuk katagori ini, yaitu :

a.      fasilitas umum yang merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat

sehari-hari, dan akan menimbulkan kesulitan jika tidak ada, misalnya air.

Sabda rasulullah SAW tentang pemilikan bersama :

" Masyarakat bersyarikat dalam tiga macam sumber daya alam yaitu

air,padang penggembalaan dan api (bahan bakar seperti kayu,minyak dan

lain-lain."(HR. Abu Ubaid)

Bentuk kepemilikan ini tidak terbatas pada tiga macam sumberdaya tersebut,

melainkan mencakup segala sesuatu yang diperlukan masyarakat. Juga

Page 19: PEMILIKAN HARTA

setiap alat yang menhasilkan ketiga macam sumberdaya tadi, misalnya

pompa air, PLTA,tiang-tiang beserta kabelnya dan lain-lain.

b.     Sumberdaya alam yang tabiatnya menghalang pemilikan individusecara

perorangan seperti laut, sungai, jalan raya, lapangan masjid,kereta api

dan lain-lain.

c.      Bahan tambang yang tak terbatas baik diperut bumi atau permukaanya,

seperti emas,besi,perak,garam,platina dan lain-lain.

Tidak ada hak istimewa bagi individu atau  suatu perusahaan untuk

mengekploitasi, mengolah serta memonopoli pendistribusian hasil-hasilnya.

Barang tambang ini harus tetap menjadi milikbersama kaum muslimin.

Aktivitas eksplorasi dan eksploitasi dikelola sendiri oleh negara atau

dikontrakkan kepada kontraktor. Produknya dijual atas nama kaum muslimin

dan pendapatannya disimpan di baitul mal.

1.3.         Pemilikan Negara

Pemilikan negara adalah setiap tanah atau bangunan yang disana terdapat hak

yang menjadi milik bersama seluruh kaum muslimin akan tetapi tidak termasuk

dalam katagori pemilikan umum. Oleh karena itu pemilikan negara adalah

benda/area yang biasanya dapat dimiliki oleh individu , namun karena dalam

benda/area tersebut terdapat hak bersama seluruh kaum muslimin, maka

pengelolaan,pemeliharaan serta pengaturannya diserahkan kepada daulah atau

khalifah. Khalifahlah yang berhak mengatur dan mengelola setiap sesuatu yang

berkaitan dengan hak kaum muslimin secara keseluruhan, seperti padang

pasir,gunung,pantai,tanah mati yang belum digarap dantidak dimiliki

seseorang,departemen,kantor,sekolah dan lain-lain.

          Negara berhak memberikan sebagian dari apa yang dimilikinya , yang pada

umumnya boleh dimiliki oleh individu, baik berupa tanah atau bangunan. Khalifah

boleh memberikan hak penggarapan saja tanpa hak milik atau sekaligus

memilikinya. Dalam hal ini khalifah sebagai kepala negara bebas memutuskan apa

saja yang dianggap penting untuk kaum muslimin.

Page 20: PEMILIKAN HARTA

          Dari penjelasan diatas jelaslah nahwa islam memberikan hak kepada wanita

untuk memiliki harta . dan waris hanyalah salah satu dari sekian sebab pemilikan

harta yang bisa diakses pria maupun wanita. Oleh karena itu sekalipun ada

perbedaan pembagian waris antara wanita dan pria pada posisi tertentu, tidaklah

akan menyebabkan wanita menderita dan kekurangan harta untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya sebab pemenuhan kebutuhan hidupnya selalu dijamin melalui

sumber nafkah dari suami,ayah atau saudara laki-laki dan ahli waris lainnya (baca:

kemiskinan masalah siapa). Bahkan harta wanita yang ia peroleh dari mahar, waris

atau yang  lain, tetap menjadi miliknya sendiri dan ia boleh membelanjakan menurut

kehendaknya (sebatas yang dibolehkan syara'). Sebab wanita tidak wajib menafkahi

siapapun termasuk dirinya.

Dengan demikian darimana alasan orang-orang yang membenci islam ,untuk

mengatakan bahwa perbedaan pembagian waris dalam islam menjadi penunjang

berat beban kemiskinan wanita muslimah. Sehingga  mereka merasa perlu membuat

penafsiran ulang hukum waris dan menyetarakan pembagiannya antar pria dan

wanita. Hukum syara'lkah yang harus disesuaikan dengan keinginan manusia atau

manusia yang harus menyesuaikan keinginannya dengan hukum syara? Kalau

begitu, apa fungsi risalah (Alquran dan sunnah) diturunkan untuk manusia?

Bukankah risalah itu menjadi petunjuk bagi manusia?

Firman Allah SWT dalam QS Al Baqarah ayat 2:

"Kitab (Al Qur'an) ini, tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang

bertaqwa."

2.           Hak Mendapatkan Pendidikan

Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi seluruh rakyat. Sebagaimana hadits

yang diriwayatkan oleh Bukhori dari Abi Musa ra, beliau berkata bahwa Nabi saw

bersabda:

"Perumpamaan petunjuk dan ilmu, yang Allah mengutusku untuk

menyampaikannya, seperti hujan lebat jatuh ke bumi.  Bumi itu ada yang subur,

menghisap air, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rumput-rumputan yang

Page 21: PEMILIKAN HARTA

banyak.  Ada pula yang keras, tidak menghisap air sehingga tergenang.  Maka Allah

memberi manfaat dengan dia kepada manusia.  Mereka dapat minum dan memberi

minum (binatang ternak), dan untuk bercocok tanam (bertani).  Dan ada pula hujan

yang jatuh ke bagian lain, yaitu di atas tanah yang menggenangkan air dan tidak

pula menumbuhkan rumput.  Begitulah perumpamaan orang yang belajar agama

(Diin).  Yang mau memanfaatkan apa yang aku disuruh Allah untuk

menyampaikannya, dipelajarinya dan diajarkannya.  Dan begitu pula perumpamaan

orang-orang yang tidak mau memikirkan dan mengambil peduli dengan petunjuk

Allah, yang aku diutus untuk menyampaikannya."

Dalam hadits tersebtu Rasulullah menyerupakan penerimaan dan penolakan

manusia terhadap petunjuk dan ilmu.  Seperti penerimaan tanah terhadap air hujan,

ada yang memberi manfaat pada tanah dengan menumbuhkan tanaman dan ada

yang tidak.  Air (hujan) merupakan kebutuhan pokok bagi manusia, demikian pula

petunjuk dan ilmu. Kesimpulan ini juga dikuatkan oleh sabda Nabi saw yang lain:

"Di anatara tanda-tanda kiamat ialah: Berkurangnya ilmu dan meratanya

kebodohan". (HR Bukhari)

Rasulullah saw mengisyaratkan bahwa hilangnya ilmu merupakan tanda berakhirnya

kehidupan dunia.  Ini menunjukkan bahwa ilmu merupakan hal yang sangat penting. 

Ilmu agama (tsaqofah Islam) penting untuk mengetahui dan memahami dinul  Islam. 

Sedangkan ilmu-ilmu yang lain disesuaikan dengan urgensinya bagi manusia,

seperti ilmu kedokteran, berhitung dan lain-lain.

Semua ilmu yang berperan penting bagi kehidupan manusia wajib dimiliki oleh

manusia, baik laki-laki maupun wanita.  Sebab wanita dan pria diciptakan untuk

terjun ke dalam kancah kehidupan ini secara bersama-sama menjalani kehidupan

berdasarkan pola hidup ideal yang telah ditetapkan Allah SWT.  Tidak ada

perbedaan bagi keduanya untuk terikat dengan pola hidup ideal yang sudah

digariskan oleh Allah SWT.  Oleh karena itu tidak ada pula perbedaan bagi

keduanya dalam hal pentingnya menguasai ilmu yang dibutuhkan untuk mencapai

pola hidup ideal demi meraih ridlo-Nya.  Keduanya kelak akan bertanggung jawab di

hadapan Allah SWT atas apa yang dilakukannya di masa hidupnya.  Firman Allah

SWT:

Page 22: PEMILIKAN HARTA

"…Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya".(QS. Ath Thur:21)

"…Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah mereka

kerjakan dahulu". (QS. Al Hijr:92-93).

Karena keberadaan ilmu bagi setiap individu muslim merupakan kebutuhan pokok,

maka daulah (negara) wajib mencukupi segala sarana untuk pemenuhan kebutuhan

ini secara langsung agar seluruh rakyat mendapatkan sarana pendidikan yang

layak.  Sabda Nabi saw:

"Imam itu adalah pemimpin dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang

dipimpinnya".

Tanggung jawab pemimpin termasuk mencukupi keperluan pokok rakyat. Dan juga

merupakan Ijma' Shahabat untuk upah guru dengan jumlah tertentu yang diambil

dari baitul maal, sedangkan harta yang ada di Baitul Maal adalah milik daulah.  Lebih

dari itu Rasulullah saw telah menjadikan  tebusan bagi tawanan perang Badar

berupa pengajaran bagi anak-anak kaum muslimin.  Hal ini menunjukkan bahwa

yang bertanggung jawab menyediakan tenaga guru adalah negara.

Demikian pula dengan sarana lain seperti gedung sekolah, perpustakaan,

laboratorium, alat-alat praktik dan lain-lain yang diperlukan umat dalam proses

pendidikan agar terlaksana dengan baik.  Ini berdasarkan kaedah syara':

"Segala sesuatu yang menyebabkan tidak sempurnanya suatu kewajiban kecuali

dengannya maka sesuatu itu menjadi wajib".