Top Banner
Bidang Ilmu Ekonomi Tipe Penelitian Inovatif EXECUTIVE SUMMARY PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI STRATEGI PENGEMBANGAN FUNDAMENTAL EKONOMI DALAM PENANGGULANGAN DISPARITAS EKONOMI DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BANYUWANGI Tim Peneliti: Peneliti Utama: Nur Anim Jauhariyah, S.Pd., M.Si. NRD. 112144509217 Anggota: 1. H. Ahmad Munib Syafa’at, Lc., M.E.I (NRD. 112144509214) 2. Abd. Rahman, S.Ag., MH. (NRD. 122144509994) 3. Zainal Abidin, S.Sos.I., MH. (NRD. 112144509219) LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT (LPPM) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUSSALAM (STAIDA) BANYUWANGI 2013STRATEGI PENGEMBANGAN FUNDAMENTAL EKONOMI DALAM PENANGGULANGAN DISPARITAS EKONOMI DAN KEMISKINAN DI KABUPATEN BANYUWANGI
16

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang

Jul 08, 2019

Download

Documents

dinhkhanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang

Bidang Ilmu Ekonomi

Tipe Penelitian Inovatif

EXECUTIVE SUMMARY

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN

PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KABUPATEN BANYUWANGI

STRATEGI PENGEMBANGAN FUNDAMENTAL EKONOMI

DALAM PENANGGULANGAN DISPARITAS EKONOMI DAN

KEMISKINAN DI KABUPATEN BANYUWANGI

Tim Peneliti:

Peneliti Utama:

Nur Anim Jauhariyah, S.Pd., M.Si.

NRD. 112144509217

Anggota:

1. H. Ahmad Munib Syafa’at, Lc., M.E.I (NRD. 112144509214)

2. Abd. Rahman, S.Ag., MH. (NRD. 122144509994)

3. Zainal Abidin, S.Sos.I., MH. (NRD. 112144509219)

LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT

(LPPM)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUSSALAM (STAIDA)

BANYUWANGI

2013STRATEGI PENGEMBANGAN FUNDAMENTAL EKONOMI DALAM

PENANGGULANGAN DISPARITAS EKONOMI DAN KEMISKINAN DI

KABUPATEN BANYUWANGI

Page 2: PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang

Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 2

Oleh:

Nur Anim Jauhariyah, S.Pd., M.Si.

H. Ahmad Munib Syafa’at, Lc., M.E.I

Abd. Rahman, S.Ag., MH.

Zainal Abidin, S.Sos.I., MH.

Sekolah Tinggi Agama Islam Darussalam (STAIDA) Banyuwangi

Sebuah strategi kebijakan penanggulangan kemiskinan perlu menjadi obat yang

paling ampuh dalam penanganan kemiskinan. Strategi kebijakan yang didalamnya

memuat program-progam dan kegiatan yang sinergi dengan prioritas pembangunan

yang ada di Kabupaten Banyuwangi. Selain itu, strategi ini juga mampu

menggambarkan keterhubungan antara visi dan misi dari Kabupaten Banyuwangi

dengan Fokus Prioritas Penanggulangan Kemiskinan. Sehingga dengan kebijakan

penanggulangan kemiskinan yang terimplementasi dengan baik, Kabupaten

Banyuwangi memiliki payung yang kuat dalam perumusan program dan kegiatan

pembangunan di dalam mewujudkan visi dan misi tersebut.

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Gambaran kemiskinan di Kabupaten Banyuwangi, walaupun telah terjadi penurunan

jumlah penduduk miskin secara konsisten, namun jumlah penduduk yang hidup di bawah

garis kemiskinan dapat dikatakan masih cukup besar. Menurut data PPLS 2011 (diolah

2012), terdapat 163.994 jiwa penduduk miskin kategori 1 (individu dengan kondisi

kesejahteraan sampai dengan 10% terendah) dari 1,5 juta penduduk pada Tahun 2011 ini.

Di samping itu banyak masyarakat hidup mengelompok sedikit di atas garis kemiskinan.

Mereka ini sering disebut dengan kelompok hampir miskin (near poor) dan merupakan

kelompok masyarakat yang sangat rentan. Pada kelompok ini, sedikit saja terjadi

guncangan ekonomi, maka kelompok hampir miskin tersebut dapat dengan mudah jatuh

kembali hidup di bawah garis kemiskinan. Inilah persoalan utama yang terjadi pada tataran

nasional. 1

Ketimpangan ekonomi juga dirasakan di Kabupaten Banyuwangi. Hasil observasi

analisis data PDRB Kecamatan Tahun 2009 – 2011 ada tiga kecamatan yang memiliki

tingkat ketimpangan tertinggi yaitu Kecamatan Wongsorejo (0,1837), Licin (0,1635), dan

Kalipuro (0,1209). Tingkat kemiskinan juga masih dirasakan di Kecamatan Wongsorejo

sejumlah 8.736 RTM, Licin sejumlah 2.475 RTM, dan Kalipuro sejumlah 3.629 RTM. 2

Dalam upaya memajukan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten

Banyuwangi sesuai dengan visi dan misi Kabupaten Banyuwangi, penting halnya untuk

meningkatkan sistem perencanaan pembangunan daerah dengan menganalisis integrasi

antar aspek pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi khususnya di Kecamatan

Wongsorejo, Kalipuro, dan Licin dengan kebijakan penurunan angka kemiskinan melalui

program-program pengentasan kemiskinan yang selama ini telah digelontorkan

dikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia

yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang kemiskinan melalui beberapa

strategi kebijakan pembangunan yang diarahkan pada kebijakan yang memberikan

1 Data PPLS Tahun 2011. Kabupaten Banyuwangi 2 BPS Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012 (diolah)

Page 3: PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang

Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 3

dampak yang optimal bagi pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan

masyarakat, dan peningkatan indeks pembangunan manusia dari segi pendidikan dan

kesehatan, sehingga dengan pendekatan yang tepat diharapkan indeks kemiskinan dan

ketimpangan di Kabupaten Banyuwangi semakin menurun secara pasti.

Hasil analisis data ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa beberapa

program yang dapat sesegera mungkin diaplikasikan oleh Pemerintah Daerah dan SKPD

terkait serta masyarakat setempat khususnya di Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, dan

Licin untuk bersama-sama satu visi dan misi dalam memberantas kemiskinan dan

menurunkan angka disparitas ekonomi di kecamatan tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana kondisi fundamental perekonomian secara makro di Kabupaten Banyuwangi

dengan referensi Provinsi Jawa Timur sebagai tolok ukurnya?

b. Bagaimana kondisi fundamental perekonomian secara makro di Kecamatan Licin,

Kalipuro, dan Wongsorejo dengan referensi Kabupaten Banyuwangi sebagai tolok

ukurnya?

c. Apakah penyebab kemiskinan dan ketimpangan ekonomi di Kecamatan Wongsorejo,

Kalipuro, dan Licin?

d. Seberapa besarkah ketimpangan distribusi pendapatan di Kecamatan Wongsorejo,

Kalipuro, dan Licin, dan bagaimana kaitannya dengan kemiskinan absolut?

e. Kebijakan seperti apakah yang diperlukan untuk mengurangi besaran dan cakupan

kemiskinan absolut di Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, dan Licin?

2. METODE PENELITIAN

2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di 3 Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi yaitu Kecamatan Licin,

Kalipuro, dan Wongsorejo yang memiliki indeks ketimpangan tiga besar tertinggi selama

Tahun 2009-2011.

2.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini tergolong dalam penelitian diskriptif dengan jenis data kuantitatif dan

kualitatif. Untuk analisis sektor potensi unggulan, analisis disparitas antar kecamatan, dan

karakteristik kemiskinan di Kabupaten Banyuwangi spesifikasi 3 Kecamatan Licin,

Kalipuro, dan Wongsorejo.

2.3 Metode Pengumpulan Data

a. Kuisioner, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh

informasi dari responden penelitian. Kuisioner didapatkan dari adobsi 18 indikator-

indikator kemiskinan di Kabupaten Banyuwangi dan dikaitkan dengan potensi wilayah

sekitar responden penelitian;

b. Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah proses memperoleh keterangan

untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai.

c. Observasi dengan pengamatan langsung di lapangan untuk memperkuat data penelitian

sehingga fenomena yang terjadi selama penelitian berlangsung bisa terpantau oleh

peneliti.

d. Dokumentasi dilakukan untuk mengabadikan fenomena di lapangan saat berkunjung ke

objek atau sobyek penelitian yang tidak tercover pada data primer sehingga hasil

penelitian lebih hidup dan mudah dimengerti oleh pembaca.

Page 4: PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang

Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 4

2.4 Jenis Data

a. Data Primer

Data primer didapatkan dari hasil analisis langsung pada sumber utama penelitian

melalui penyebaran kuisioner kepada responden penelitian di Kecamatan Licin,

Kalipuro, dan Wongsorejo.

b. Data Sekunder

1) PDRB Kabupaten Banyuwangi menurut sektor ekonomi 2000-2012**) atas dasar

harga konstan (ADHK) Tahun 2000.

2) PDRB Propinsi Jawa Timur menurut sektor ekonomi 2000-2012**) atas dasar harga

konstan (ADHK) Tahun 2000.

3) PDRB Kecamatan Wongsorejo, Klaipuro, dan Licin menurut sektor ekonomi 2009 -

2012**).

2.5 Analisis Data

a. Location Quotient (LQ) Formula untuk Location Quotient (LQ) 3 adalah:

𝐋𝐐𝐢𝐤 =𝐕𝐢𝐤/𝐕𝐤𝐕𝐢𝐩/𝐕𝐩

Keterangan:

Vik = Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi k (kabupaten/kotamadya misalnya) dalam pembentukan Produk Domestik

Riil (PDRB) daerah studi k.

Vk = Produk Domestik Regional Bruto total semua sektor di daerah studi k.

Vip = Nilai output (PDRB) sektor i daerah studi p (propinsi misalnya) dalam pembentukan Produk Domestik Riil (PDRR)

daerah studi p.

Vp = Produk Domestik Regional Bruto total semua sektor di daerah referensi p.

b. Tipologi Klassen

Analisis tipologi klasen digunakan mengidentifikasikan posisi perekonomian daerah

dengan memperhatikan perekonomian daerah yang diacunya. Mengidentifikasikan

sektor, subsektor, usaha, atau komoditi unggulan suatu daerah. Cara mencari Rata-rata

Pangsa dan Rata-rata Pertumbuhan di Kabupaten Banyuwangi, Kecamatan Wongsorejo,

Kalipuro, dan Licin. Data PDRB Kabupaten Banyuwangi yang digunakan Tahun 2000 –

2012 maka untuk PDRB Provinsi Jawa Timur juga diambil data Tahun 2000 – 2012

untuk kesinkronan analisis data.4 Sedangkan data kecamatan yang digunakan sesuai

ketersediaan data sekunder yaitu Tahun 2009 – 2012.

c. Analisis Shift-Share

1) Analisis shift-share dilakukan pada data Tahun 2000 sampai dengan 2012.

2) Cara menganalisis Perubahan suatu variabel PDRB Kabupaten Banyuwangi

dan Jawa Timur menurut Analisis Shift-share Klasik. Formulasi Shift-Share

sebagai berikut: 5

Keterangan:

Dij = perubahan suatu variabel regional sektor i di wilayah j dalam kurung waktu tertentu;

Nij = komponen pertumbuhan nasional sektor i di wilayah j

Mij = bauran sektor i di wilayah j

Cij = keunggulan sektor i di wilayah j

d. Analisis Disparitas Antar Kecamatan

1) Indeks ketimpangan regional (regional inequality) yang dinamakan Indeks

Ketimpangan Williamson.6

3 Widodo. (2006). Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer, Jogjakarta, UPP STIM YKPN 4 Widodo. (2006). Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer, Jogjakarta, UPP STIM YKPN 5 Widodo. (2006). Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer, Jogjakarta, UPP STIM YKPN 6 Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Erlangga.

Dij = Nij + Mij + Cij

=

Page 5: PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang

Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 5

𝐼𝑊 =√∑(𝑌𝑖 − 𝑌)2𝑓𝑖/𝑛

𝑌

Keterangan:

Yi = PDRB perkapita di kecamatan i

Y = PDRB perkapita rata-rata Kabupaten Banyuwangi

fi = jumlah penduduk di kecamatan i

n = jumlah penduduk di Kabupaten Banyuwangi

2) Analisis Indeks Theil akan diketahui ada tidaknya ketimpangan yang terjadi di

Kabupaten Banyuwangi. Rumus Indeks Theil adalah sebagai berikut. 7

𝐼(𝑦) =∑(𝑦𝑖

𝑌)𝑥 log [(

𝑦𝑗

𝑌)/𝑥𝑗

𝑋]

Dimana:

I(y) = Indeks Entropi Theil

yj = PDRB Perkapitan kecamatan j

Y = PDRB Perkapita Kabupaten Banyuwangi

xj = jumlah penduduk kecamatan j

X = jumlah penduduk Kabupaten Banyuwangi

e. PRA (Participatory Rural Appraisal)

PRA digunakan untuk menganalisis situasi, masalah, kebutuhan dan hasil dicapai.

Seperti halnya FGD, PRA akan diikuti oleh anggota rumah tangga miskin. Alat analisis

PRA yang digunakan dalam penelitian ini antara lain matriks permasalahan dan alat

analisis lainnya yang berkembang sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

3. PEMBAHASAN

3.1 Fundamental Perekonomian Secara Makro di Kabupaten Banyuwangi dengan

Referensi Provinsi Jawa Timur

a. Analisis Tipologi Klassen

Hasil analisis Tipologi Klassen Tahun 2009-2012 sektor-sektor PDRB ADHK di

Kabupaten Banyuwangi dapat dikategorikan sebagai berikut:

1) Sektor maju dan tumbuh pesat (sektor prima) yaitu sektor pertanian dan

Pertambangan dan penggalian.

2) Sektor maju tapi tertekan (Sektor Potensial) adalah sektor Keuangan, Persewaan,

dan Jasa perusahaan;

3) Sektor yang berpotensi untuk Berkembang: Kontruksi; Industri Pengolahan;

Perdagangan, Hotel, dan Restoran; dan Jasa-jasa.

4) Sektor tertinggal di Kabupaten Banyuwangi: Listrik, gas, dan air bersih; dan

Pengangkutan dan Komunikasi;

Tabel 3.1 Matrik Tipologi Klassen Kabupaten Banyuwangi Tahun 2009-2012

7 Kuncoro, Mudrajat. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah; Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluang. Jakarta: Erlangga.

1. Pertanian

2. Pertambangan dan

penggalian

Prima

Keuangan, Persewaan,

dan Jasa perusahaan

Potensial

1. Kontruksi

2. Industri Pengolahan,

1. Listrik, Gas, dan Air

Bersih

Tumbuh Cepat

(RIJ>=RIN)

Tumbuh Lambat

(Rij<Rin)

Kontribusi

Besar

(Kij >=Kin)

Kontribusi

Kontribusi

Besar

(Kij >=Kin)

Page 6: PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang

Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 6

b. Hasil Analisis Location Quotient (LQ)

1) Sektor Primer

a) Sektor Pertanian: (1) Tanaman Bahan Makanan dengan nilai LQ = 2,89; (2)

Tanaman Perkebunan dengan nilai LQ = 4,00; (3) Peternakan dengan nilai LQ =

2,24; (4) Kehutanan dengan nilai LQ = 7,54; dan (5) Perikanan dengan nilai LQ

= 4,25

b) Sektor Pertambangan: (1) Pertambangan Non Migas dengan nilai LQ = 10,86,

dan (2) Penggalian dengan nilai LQ = 1,47

2) Sektor Sekunder

Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa pada sektor perdagangan, hotel, dan

restoran tidak memiliki nilai LQ>1, namun ada subsektor pada sektor sekunder ini

yang patut menjadi perhatian yaitu Subsektor Hotel yang memiliki nilai LQ =

1,25. Hal ini menunjukkan bahwa subsector hotel memberikan kontribusi yang

tinggi dibandingkan dengan subsektor perhotelan di provinsi Jawa Timur.

3) Subsektor Tersier

a) Subsektor Angkutan: (1) Angkutan Rel dengan nilai LQ = 2,08, (2) Angkutan Laut

dengan nilai LQ = 7,67, dan (3) Angkutan Sungai, Danau dengan nilai LQ = 36,10

b) Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

Hasil analisis LQ menunjukkan bahwa pada sektor Keuangan, Persewaan,

dan Jasa Perusahaan memiliki nilai LQ= 1,08 dan subsubsektor yang

memiliki nilai LQ>1 adalah subsektor sewa bangunan dengan nilai LQ = 1,58.

c. Hasil Analisis Shift – Share

Nilai PDRB tersebut tumbuh sebesar Rp. 6.245.752,610.000,-,- atau 6,245 Triliun

rupiah atau sekitar 97,7 persen, sedangkan perekonomian Provinsi Jawa Timur tumbuh sebesar Rp. 190.836.377,580.000.000,- atau 190,836 Triliun rupiah atau

sekitar 94,1 persen. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh komponen

pertumbuhan nasional (Nij), bauran industri (Mij), dan keunggulan kompetitif (Cij).

1) Komponen Pertumbuhan Nasional (Nij)

Page 7: PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang

Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 7

Menurut perhitungan komponen pertumbuhan di Provinsi Jawa Timur telah

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Banyuwangi sebesar Rp.

6.014.763.224.000,- atau sekitar 6,014 Triliun rupiah atau sekitar 96,30%.

2) Bauran Industri (Mij)

Bauran industri memberikan pengaruh negatif bagi perkembangan perekonomian

di Kabupaten Banyuwangi, yaitu sebesar Rp. -454.905.289.000,- atau minus 454,9

Milyar atau -7,28%. Nilai negative mengindikasikan bahwa komposisi sektor

pada PDRB Kabupaten Banyuwangi cenderung mengarah pada perekonomian

yang akan tumbuh relative lambat.

3) Keunggulan Kompetitif (Cij)

Nilai keunggulan kompetitif sebesar Rp. 685.894.676.000- atau 685,9 Milyar

rupiah atau sebesar 10,98 persen.

3.2 Fundamental Perekonomian Secara Makro di Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro,

dan Licin dengan Referensi Kabupaten Banyuwangi

a. Kecamatan Wongsorejo

1) Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan Wongsorejo

Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi di kecamatan Wongsorejo menunjukkan

angka 5,75%, angka ini merupakan pertumbuhan tertinggi selama tahun analisis

2009 sampai dengan 2012, karena pada dua tahun selanjutnya pertumbuhan

ekonomi di kecamatan Wongsorejo mengalami penurunan yaitu 5,05% pada

tahun 2011 perekonomian hanya mampu naik 0,44% kenilai pertumbuhan

ekonomi sebesar 5,59%.

2) Kondisi Pendapatan Perkapita Kecamatan Wongsorejo

Pendapatan perkapita di kecamatan Wongsorejo menunjukkan kenaikan setiap

tahun dari hasil analisis tahun 2009 sampai dengan 2012. Jumlah pendapatan

perkapita tahun 2012 adalah Rp. 14.755.828,- hal ini menunjukkan bahwa rata-

rata pendapatan pertahun penduduk di Kecamatan Wongsorejo sebesar nominal

tersebut.

3) Analisis Tipologi Klassen

a) Sektor Prima: (1) Subsektor Tanamanan Perkebunan, (2) Subsektor Sektor

Perikanan, (3) Subsektor Penggalian

b) Sektor Potensial: (1) Pertanian, (2) Subsektor Peternakan, dan (3) Subsektor

Barang lainnya

5,76

5,05

5,59

2010 2011 2012

Grafik 3.1 Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan Wongsorejo (%)

Page 8: PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang

Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 8

c) Sektor Berkembang: (1) Subsektor Tanaman Bahan Makanan, (2) Subsektor

Pertambangan Migas (3) Industri Pengolahan, (4) Subsektor Makanan,

Minuman, dan Tembakau, (5) Pengangkutan dan Komunikasi, (6) Subsektor

Angkutan, (7) Subsetor Komunikasi, (8) Barang Kayu dan Hasil Hutan

lainnya, (9) Subsektor Sewa Bangunan, (10) Subsektor Jasa Perusahaan, dan

(11) Jasa Perorangan dan Rumahtangga

d) Sektor Terbelakang

Sektor dan subsektor yang tidak disebutkan di 3 kategori di atas masuk pada

sektor terbelakang karena nilai pangsa dan pertumbuhan ekonominya secara

keseluruhan nilainya berada di bawah Kabupaten Banyuwangi.

4) Analisis Location Quotient (LQ)

Sektor basis perekonomian di Kecamatan Wongsorejo menghasilkan hasil

analisis ada 5 sektor* dan 18 subsektor yang memiliki nilai LQ lebih dari 1

yaitu Perikanan, Pertambangan dan Penggalian*, Perdagangan, Hotel dan

Restoran*, Restoran, Perdagangan Besar dan Eceran, Pertanian, Peternakan,

Tanaman Perkebunan, dan lain-lain.

b. Kecamatan Kalipuro

1) Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan Kalipuro

Pada Tahun 2010 pertumbuhan ekonomi di kecamatan Kalipuro menunjukkan

angka 3.47%, angka ini merupakan pertumbuhan terendah selama tahun analisis

2009 sampai dengan 2012, karena pada dua tahun selanjutnya pertumbuhan

ekonomi di kecamatan Kalipuro mengalami peningkatan yaitu 6,32% pada tahun

2011 dan 6,42 pada Tahun 2012.

2) Kondisi Pendapatan Perkapita Kecamatan Kalipuro

Pendapatan perkapita di kecamatan Kalipuro menunjukkan penurunan pada

tahun 2010 dan 2011 namun terjadi kenaikan dan merupakan pendapatan

perkapita tertinggi dalam empat tahun analisis yaitu pada tahun 2012 jumlah

pendapatan perkapita Rp. 12.506.929,- hal ini menunjukkan bahwa rata-rata

pendapatan pertahun penduduk di Kecamatan Kalipuro sebesar nominal tersebut.

3) Analisis Tipologi Klassen

3,47

6,32 6,42

2010 2011 2012

Grafik 3.2 Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan Kalipuro (%)

Page 9: PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang

Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 9

a) Sektor Prima: (1) Subsektor Makanan, Minuman, dan Tembakau, (2)

Subsektor Barang Kayu dan Hasil Hutan lainnya, (3) Subsektor Air Bersih

b) Sektor Potensial: (1) Subsektor Peternakan, (2) Subsektor Perkebunan, (3)

Konstruksi, (4) Pengangkutan dan Komunikasi, (5) Subsektor Angkutan, (6)

Subsetor Angkutan laut, dan (7) Angkutan sungai, danau

c) Sektor Berkembang: (1) Subsektor Kehutanan, (2) Industri Pengolahan, (3)

Subsektor Barang lainnya, (4) Listrik, Gas, dan Air Bersih, (5) Subsektor

Listrik, (6) Perdagangan, hotel, dan restoran, (7) Perdagangan Besar dan

Eceran, (8) Jasa Penunjang angkutan (9) Komunikasi, (10) Keuangan,

Persewaan, dan Jasa Perusahaan, (11) Lembaga Keuangan Bukan Bank, (12)

Subsektor Sewa Bangunan, (13) Subsektor Jasa Perusahaan, (14) Jasa-jasa,

(15) Pemerintahan Umum, (16) Swasta, dan (17) Jasa Perorangan dan

Rumahtangga

d) Sektor Terbelakang

Sektor dan subsektor yang tidak disebutkan di 3 kategori di atas masuk pada

sektor terbelakang karena nilai pangsa dan pertumbuhan ekonominya secara

keseluruhan nilainya berada di bawah Kabupaten Banyuwangi.

4) Analisis Location Quotient (LQ)

Sektor basis di Kecamatan Kalipuro ada 5 sektor dan 23 subsektor yang memiliki

nilai LQ lebih dari 1 diantaranya Tanaman Perkebunan, angkutan sungai, danau,

angkutan laut dan lain sebagainya.

c. Kecamatan Licin

1) Kondisi Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan Licin

Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi di kecamatan Licin menunjukkan angka

6,92%, kemudian naik menjadi 7.17% pada tahun 2011 namun pada tahun 2012

pertumbuhan ekonomi di kecamatan licin mengalami penurunan yaitu 6,33%.

2) Kondisi Pendapatan Perkapita Kecamatan Licin

Pendapatan perkapita di kecamatan licin dari Tahun 2009 sampai dengan 2012

menunjukkan peningkatan terus menerus dan pada Tahun 2012 pendapatan

perkapitanya adalah Rp. 17.933.595,-.

3) Analisis Tipologi Klassen

6,92 7,17

6,33

2010 2011 2012

Grafik 3.3 Pertumbuhan Ekonomi Kecamatan Licin (%)

Page 10: PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang

Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 10

Analisis Tipologi klassen suatu sektor di Kecamatan Kalipuro adalah sebagai

berikut:

a) Sektor Prima: Pertambangan dan Penggalian dan subsektor Peternakan

b) Sektor Potensial adalah subsektor non migas

c) Sektor Berkembang: (1) Subsektor Perkebunan, (2) Perikanan, (3) Penggalian,

(4) Listrik, (5) Perdagangan, hotel, dan restoran, (6) Perdagangan Besar dan

Eceran, (7) Restoran, (8) Pengangkutan dan Komunikasi, (9) Angkutan, (10)

Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, (11) Bank, (12) Lembaga

Keuangan Bukan Bank, (13) Subsektor Sewa Bangunan, (14) Subsektor Jasa

Perusahaan, (15) Pemerintahan Umum, (16) Swasta, (17) Jasa Sosial dan

Kemasyarakatan, (18) Jasa Hiburan dan kebudayaan.

d) Sektor Terbelakang

Sektor dan subsektor yang tidak disebutkan di 3 kategori di atas masuk pada

sektor terbelakang.

4) Analisis Location Quotient (LQ)

Sektor basis di Kecamatan Licin yaitu sektor atau subsektor yang memiliki nilai LQ

> 1 adalah Peternakan, Pertambangan, dan Penggalian, dam Pertambangan non

Migas.

3.3 Penyebab kemiskinan dan ketimpangan ekonomi di Kecamatan Wongsorejo,

Kalipuro, dan Licin

Hasil penelitian dari 33 responden dengan kategori rumah sangat sederhana (beralas

tanah, berdinding bamboo/anyaman bambu/gedhek) adalah sebagai berikut:

A. Faktor Internal

1) Umur

60.61% adalah penduduk yang berusia produktif dan 39,39% berusia tidak

produktif.

2) Status Penguasaan Bangunan

100% adalah milik responden sendiri.

3) Luas Bangunan Lantai

Luas bangunan lantai 52,52% kurang dari 8m2 /kapita dan hanya 3,03% yang

seluas lebih dari 12 m2/kapita.

4) Jenis Lantai Tempat Tinggal Responden

90,91% memiliki jenis lantai dari tanah dan 9,09% dari pasangan bata/semen.

5) Jenis Dinding Tempat Tinggal Responden

100% memiliki jenis dinding tempat tinggal dari bambu.

6) Fasilitas Tempat Buang Air Besar (MCK) Responden

87,88% tidak memiliki fasilitas MCK sendiri/MCK di sungai/tempat-tempat

yang lain.

7) Sumber Air Minum

57,58% sumber air minum tidak terlindungi dan 39,39% sumber air minum

dari sumur/sumber terlindungi/Hippam.

8) Sumber Penerangan Rumah Tangga

96,97% menggunakan sumber penerangan non listrik/listrik bukan milik

sendiri dan 3,03% 450 watt listrik milik sendiri.

9) Jenis Bahan Bakar Untuk Memasak

96,97% menggunakan jenis bahan bakar kayu dan sejenisnya untuk memasak

dan 3,03% menggunakan Gas 3 Kg.

10) Frekuensi Makan

Page 11: PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang

Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 11

3,03% frekuensi makan satu kali, 69,70% frekuensi makan dua kali, dan

27,27% frekuensi makan tiga kali.

11) Konsumsi Protein

57,58% tidak pernah konsumsi protein, 36,36% konsumsi protein satu kali, dan

6,06% konsumsi dua kali/lebih.

12) Kepemilikan Sandang

21,21% tidak pernah membeli, 27,27% satu stel, dan 21,21% dua stel atau lebih

kali/lebih.

13) Kemampuan Akan Fasilitas Kesehatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 33 responden, 90,91% berobat ke

Puskesmas dan 9,09% tidak diobati/ke dukun.

14) Anak Usia Sekolah:

a. Setingkat SD

55% tidak sekolah semua, 35% ada yang sekolah dan ada yang tidak

sekolah (putus sekolah), dan 10% sekolah setingkat SD semua.

b. Setingkat SMP

50% tidak sekolah semua, 41% ada yang sekolah dan ada yang tidak

sekolah (putus sekolah), dan 9% sekolah setingkat SMP semua.

c. Setingkat SMA

70% tidak sekolah semua dan 30% ada yang sekolah dan ada yang tidak

sekolah (putus sekolah).

15) Pendapatan Per Kapita Per Bulan

27,27% pendapatan perkapita perbulan sebesar Rp. 250 ribu s.d. Rp. 375

ribu/kapita/bulan, 72,73% kurang dari Rp. 250 ribu/kapita/bulan.

16) Pekerjaan

72,73% bekerja tidak tetap (informal) dan 27,27% tidak bekerja/penerima

pendapatan.

17) Kepemilikan Asset

a. Tabungan : 100% responden tidak memiliki asset tabungan.

b. Emas: 87,50% responden tidak memiliki asset emas dan 12,50% memiliki

dengan nilai kurang dari Rp. 500 ribu.

c. TV berwarna: 82,35% responden tidak memiliki asset TV Berwarna,

11,76% memiliki dengan nilai kurang dari Rp. 500 ribu, dan 5,88%

memiliki dengan nilai Rp. 500 ribu

d. Ternak

93,75% responden tidak memiliki asset ternak dan 6,25% memiliki

asser dengan nilai kurang dari Rp. 500 ribu.

e. Kendaraan bermotor

72,73% responden tidak memiliki asset kendaraan bermotor, 21,21%

memiliki asset dengan nilai kurang dari Rp. 500 ribu, dan 6,06% memiliki

asset dengan nilai Rp. 500 ribu.

f. Sawah/tegal

93,94% responden tidak memiliki asset sawah/tegal dan 6,06% memiliki

asset dengan nilai kurang dari Rp. 500 ribu.

18) Keaktifan dalam Merokok

33,33% responden merokok dan 66,67% responden tidak merokok.

19) Kepemilikan HP

21,21% responden punya hp dan 78,79% responden tidak tidak punya hp.

B. Faktor Eksternal

Page 12: PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang

Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 12

1) Kebijakan Pemerintah

54,55% responden yang sudah menerima BLSM dan ada 30,30% yang sama

sekali belum menerima bantuan padahal keadaannya sudah sangat

memperihatinkan.

2) Keterbatasan Modal

Responden memanfaatkan potensi alam setempat untuk mengais pendapatan

dengan tanpa akses modal dari tangan pemerintah, yaitu diantaranya:

a) Potensi Pertanian

34,29% yaitu pada hasil potensi pertanian umbi-umbian.

b) Potensi Peternakan

63,33% pada pemeliharaan ayam kampung.

3) Frekuensi Tingkat Penyuluhan/Pelatihan

97% mengaku tidak pernah mendapatkan penyuluhan/pelatihan sedangkan 3%

pernah mendapatkan sosialisasi pertanian.

3.4 Distribusi pendapatan di Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, dan Licin

a. Analisis Indeks Ketimpangan Williamson Hasil analisis IW menunjukkan bahwa pada Tahun 2012, ketimpangan tertinggi

berada di Kecamatan Muncar dengan nilai ketimpangan 0,4645 diikuti Kecamatan

Wongsorejo 0,3279 dan Kalipuro 0,2616.

b. Analisis Indeks Entropi Theil

Hasil analisis indeks entropi theil menunjukkan bahwa pada Tahun 2012,

ketimpangan tertinggi berada di Kecamatan Kecamatan Wongsorejo 0,0264 diikuti

Kecamatan Licin 0,0188 dan Kalipuro 0,0153.

3.5 Kebijakan untuk mengurangi besaran dan cakupan kemiskinan absolut di

Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, dan Licin

Hasil penelitian tentang harapan-harapan masyarakat miskin terkait dengan kondisi

yang sedang dialami adalah sebagai berikut:

a. Harapan Kepada Pemerintah

Responden menaruh harapan pada pemerintah tentang bantuan modal sebesar

86,21% dan kebutuhan perhatian sebesar 13,79%. Responden yang kondisi tempat

tinggalnya sangat parah mengeluhkan tentang:

1) Atap rumah yang mulai reot;

2) Material bangunan karena tidak mampu membeli;

3) Bedah rumah;

4) Biaya Pendidikan.

b. Harapan Peningkatan Hasil Produksi

Responden menaruh harapan pada pemerintah tentang bantuan modal sebesar

43,48%, pelatihan/penyuluhan sebesar 43,48%, dan dan kebutuhan perhatian

sebesar 13,04%. Adapun pelatihan/penyuluhan yang diinginkan oleh beberapa

responden adalah sebagai berikut:

1) Pelatihan dari Dinas Pertanian;

2) Pelatihan dari Dinas Peternakan.

Menurut hasil analisis BPS sekitar 63,20 persen penduduk miskin tinggal di

pedesaan. Dan mudah diduga, sebagian besar mereka menggantungkan hidupnya pada

sektor pertanian, baik sebagai petani maupun buruh tani. Itu artinya, kunci utama

keberhasilan pengentasan kemiskinan adalah perbaikan kesejahteraan di sektor

pertanian-pedesaan.

Page 13: PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang

Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 13

Berikut ini adalah salah satu kondisi rumah warga yang menjadi responden di

Desa Pesucen Kecamatan Kalipuro:

Gambar 3.1 Kondisi Rumah Tempat Tinggal Responden

Gambar 3.1 adalah rumah mbah Muawanah yang berusia 70 tahun tinggal sebatang

kara. Hasil pengungkapan peneliti menyebutkan bahwa “Orangnya sangat tua,

rumahnya dindingnya bambu itupun samping dan belakang tidak berdinding

akarena numpang atap tetangga, kondisinya sangat memperihatikan”.

Gambar 3.2 Kondisi Rumah Tempat Tinggal Responden

Gambar 3.2 adalah rumah mbah Mahmudah yang berusia 80 tahun. Hasil

pengungkapan mbah Mahmudah “sangat menginginkan bantuan atap rumah karena

sudah reot”. Hasil analisa menunjukkan bahwa kemiskinan di Kecamatan Wongsorejo,

Kalipuro, dan Licin dari beberapa responden yang telah dianalisis membuktikan

bahwa kemiskinan di wilayah ini adalah Kemiskinan natural dimana keadaan

miskin karena dari awalnya memang miskin. Kelompok masyarakat tersebut

menjadi miskin karena tidak memiliki sumberdaya yang memadai baik

sumberdaya alam, sumberdaya manusia maupun sumberdaya pembangunan, atau

kalaupun mereka ikut serta dalam pembangunan, mereka hanya mendapat

imbalan pendapatan yang rendah. Hal ini disebabkan oleh:

1) Pendidikan rendah;

Page 14: PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang

Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 14

2) Pendapatan rendah karena didominasi oleh Buruh Tani;

3) Tidak memiliki asset ekonomi.

Hal pertama yang dapat dilakukan adalah pembangunan asset kapital sosial dan

kapital sumber daya manusia, karena asset ini jika semakin lama digunakan maka akan

semakin tinggi nilainya dan dapat mempercepat sinergi dan harmoni dari asset lain.

Gambar 3.3 Strategi Agribisnis Berbasis Komunitas Petani

Dengan strategi agribisnis berbasis komunitas petani tersebut maka diharapkan

akan ada manajemen yang handal dalam pemanfaatan sumberdaya alam sekitar untuk

penurunan angka kemiskinan di wilayah tersebut.

Peran serta instansi pemerintah dalam melancarkan upaya pembangunan di

wilayah tidak lepas pada:

1) Pembangunan infrastruktur pedesaan;

2) Pengembangan sistem inovasi pertanian;

3) Pengembangan Kelembagaan Pertanian; 4) Optimasi Sumber Daya Berkelanjutan;

5) Pemacuan Investasi;

6) Kebijakan Insentif;

4. KESIMPULAN

a. Fundamental Ekonomi secara makro di Kabupaten Banyuwangi

Satu Kawasan satu sistem

manajemen transportasi dan

komunikasi

a. Satu Kawasan Satu

produk unggulan

b. Satu manajemen

pengelolaan daerah aliran

sungai

a. Satu Kawasan Satu

Komunitas Unggulan

b. Satu Penyuluh

c. Satu koperasi agrisbisnis

a. Satu Kawasan Satu

Kebijakan Pembiayaan

lintas sektor

b. Kredit Produktif

4. Modal Finansial 1. Modal Sosial

dan Sumber

Daya Manusia

3. Modal Fisik 2. Modal Sumber

Daya Alam

Page 15: PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang

Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 15

1) Hasil analisis Klassen di Kabupaten Banyuwangi adalah Sektor maju dan tumbuh

pesat (sektor prima): Pertanian dan Pertambangan dan penggalian. Sektor inilah

yang sebaiknya mendapatkan perhatian yang lebih dari Pemerintah Daerah untuk

dioptimalkan; Sektor maju tapi tertekan (Sektor Potensial) adalah sektor

Keuangan, Persewaan, dan Jasa perusahaan; Sektor yang berpotensi untuk

Berkembang adalah Kontruksi; Industri Pengolahan; Perdagangan, Hotel, dan

Restoran; dan Jasa-jasa. Dan Sektor tertinggal di Kabupaten Banyuwangi adalah

Listrik, gas, dan air bersih; dan Pengangkutan dan Komunikasi;

2) Sektor Basis di Kabupaten Banyuwangi adalah Sektor Pertanian, Tanaman Bahan

Makanan, Tanaman Perkebunan, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan, Sektor

Pertambangan: Pertambangan Non Migas dan Penggalian (Primer), Subsektor

Hotel (Sekunder), Subsektor Angkutan, Angkutan Rel, Angkutan Laut, dan

Angkutan Sungai, Danau, Subsektor sewa bangunan (Tersier).

3) Perhitungan komponen keunggulan kompetitif dengan menggunakan analisis

Shift-share Klasik menghasilkan nilai keunggulan kompetitif sebesar Rp.

685.894.676.000- atau 685,9 Milyar rupiah atau sebesar 10,98 persen. Ini

mengindikasikan bahwa hasil analisis data Tahun 2000-2012 menunjukkan

keunggulan kompetitif yang dihasilkan dari beberapa sektor yang bernilai positif

yaitu Pertanian; Konstruksi, dan Listrik, Gas, dan Air Bersih.

b. Fundamental Perekonomian Secara Makro di Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, dan

Licin dengan Referensi Kabupaten Banyuwangi

1) Kecamatan Wongsorejo: Pangsa tertinggi adalah sektor pertanian dan sub sektor

tertinggi adalah tanaman perkebunan, sedangkan pertumbuhan ekonomi tertinggi

adalah subsektor perdagangan besar dan eceran dan terdapat 5 sektor dan 18

subsektor yang memiliki nilai LQ lebih dari 1. Secara riil potensi SDA di

Kecamatan Wongsorejo kaya akan potensi tanaman pangan (padi dan jagung) dan

tanaman buah/perkebunan kualitas eksport (Melon, Anggur, dan Tembakau).

Problematika yang dihadapi rendahnya SDM, potensi didominasi sektor pertanian

tanpa diimbangi sektor industri, dan aksesibilitas pasar yang rendah.

2) Kecamatan Kalipuro: Pangsa tertinggi adalah sektor pengangkutan dan

Komunikasi dan sub sektor tertinggi adalah angkutan, sedangkan pertumbuhan

ekonomi tertinggi adalah subsektor jasa hiburan dan kebudayaan, dan terdapat 5

sektor dan 23 subsektor yang memiliki nilai LQ lebih dari 1. Secara riil potensi

SDA di Kecamatan Kalipuro kaya akan potensi tanaman pangan (padi) dan

tanaman buah/perkebunan kualitas eksport (Durian Merah, Pisang Sampurna, dan

Kopi). Problematika yang dihadapi rendahnya SDM, perlunya pembangunan

infrastruktur karena dibeberapa desa seperti Desa Telemung dan Bulusari rusak

berat, upah tenaga kerja murah, dan aksesibilitas pasar yang rendah.

3) Kecamatan Licin: Pangsa tertinggi adalah sektor Pertambangan dan Penggalian

sebesar dan sub sektor tertinggi adalah pertambangan non migas, kemudian

pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah subsektor jasa hiburan dan kebudayaan,

dan terdapat 1 sektor dan 2 subsektor yang memiliki nilai LQ lebih dari 1. Secara

riil potensi SDA di Kecamatan Licin kaya akan potensi tanaman pangan (padi)

dan tanaman buah/perkebunan (Manggis, Kelapa, dan Cengkeh). Problematika

yang dihadapi yaitu tentang aksesibilitas pasar yang rendah.

c. Penyebab kemiskinan dan ketimpangan ekonomi di Kecamatan Wongsorejo,

Kalipuro, dan Licin antara lain Umur, tingkat pendidikan, kondisi rumah tempat

Page 16: PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI BADAN … filedikombinasikan dengan potensi sumberdaya alam dan peningkatan sumberdaya manusia yang sadar akan makna kemajuan untuk keluar dari jurang

Executive Summary LPPM-STAIDA Banyuwangi Tahun 2013 16

tinggal, sebagai beberapa faktor internal penyebab kemiskinan dan kebijakan

pemerintah, keterbatasan modal, frekuensi kegiatan penyuluhan sebagai faktor

eksternal yang mempengaruhi tingkat pendapatan rumah tangga dan merupakan

indikator penyebab terjadinya kemiskinan di Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro,

dan Licin.

d. Hasil analisis IW menunjukkan bahwa pada Tahun 2012, ketimpangan tertinggi

berada di Kecamatan Muncar dengan nilai ketimpangan 0,4645 diikuti Kecamatan

Wongsorejo 0,3279 dan Kalipuro 0,2616. Hasil analisis indeks entropi theil

menunjukkan bahwa pada Tahun 2012, ketimpangan tertinggi berada di Kecamatan

Kecamatan Wongsorejo 0,0264 diikuti Kecamatan Licin 0,0188 dan Kalipuro

0,0153.

e. Kebijakan yang dapat digulirkan sesuai dengan data sekunder dan primer untuk

menurunkan angka kemiskinan dan disparitas ekonomi di Kecamatan Wongsorejo,

Kalipuro, dan Licin yaitu dengan pembentukan strategi pengembangan

agribisnis berbasis komunitas petani. Karena mengingat kaum miskin mayoritas

adalah bekerja pada sektor pertanian.