Top Banner

of 43

Pembuatan Ban Vulkanisir

Oct 08, 2015

Download

Documents

Vandri Nanda

by cipitzzz
teknik kimia d3 2012 universitas riau
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

Laporan Praktikum Dosen PembimbingTeknologi Tepat Guna Dr. Bahruddin, MT

PEMBUATAN BAN VULKANISIR

Kelompok : VI (Enam)Nama Kelompok: 1. Heru Handoko (1207021209)2. Taufik(1207021286)3. Vandri nanda(1207036468)

LABORATORIUM PENGENDALIAN DAN PENCEGAHAN PENCEMARAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIAUNIVERSITAS RIAU2014ABSTRAK

Vulkanisasi adalah proses pembentukan polimer karet untuk saling bertautan satu sama lain (cross-linking). Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh kadar carbon black dan sulfur pada proses pembuatan kompon, serta mengetahui proses vulkanisir ban. Percobaan pembuatan ban vulkanisasi dilakukan dengan dua tahapan yaitu pembuatan kompon ban vulkanisasi dan proses vulkanisir ban. Pembuatan kompon ban dilakukan dengan mencampurkan bahan-bahan seperti karet alam 100 phr (400 gr), minyak kelapa 2,5 phr (7,5 gr), carbon black 30 phr (90 gr), ZnO 5 phr (15 gram), asam stearat 3 phr (9 gr), TMQ 1 phr (3 gr), MBTS 0,6 phr (1,8 gr), sulfur 4 phr (12 gr) yang dibuat dengan mengggunakan roll mill pada suhu ruang. Dari hasil percobaan didapat kompon karet yang dihasilkan mempunyai sifat yang elastis, bewarna hitam, permukaan licin, lembut dan kuat.

Kata kunci: carbon black; kompon karet; minyak kelapa; roll mill ; vulkanisasi.

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan1. Mempelajari proses pembuatan kompon ban vulkanisir2. Mempelajari pengaruh kadar carbon black dan sulfur pada proses kompon

1.2. Dasar Teori1.2.1.Karet alam (Natural Rubber)Karet alam adalah poli-isoprene dengan ikatan rangkap cis, struktur dasar karet alam adalah rantai linear unit isoprene yang berat molekul rata-ratanya tersebar antara 10.000 400.000. Struktur dari poli-isoprene dapat dilihat pada Gambar 1.1

Gambar 1.1 struktur dari Poli-isoprene Sedangkan transpolimernya disebut getah parca yang merupakan polimer keras yang digunakan sebagai lapisan luar bola golf. Karet alam diperoleh dari hasil olahan terhadap getah atau latex yang keluar dari pohon haeva brasiliensis. Melihat kepada rumus bangun dari struktur molekulnya karet ala mini memiliki sifat antara lain mdah teroksidasi pada suhu tinggi, karena memiliki ikatan rangkap, mampu berkristalisasi dan mempunyai suhu rendah, fleksibel, tidak tahan terhadap ozon dan minyak non polar. Karet alam mempunyai daya lentur tinggi, kekuatan tarik dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah.Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam Standar Indonesia Rubber (SIR). SIR adalah karet bongkah (karet remah) yang telah dikeringkandan dikilang menjadi bendela-bendela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet alam SIR-20 berasala dari koagulum (lateks yang sudah digumpalkan) atau hasilolahan seperti lum, sit angin, getah keeping sisa, yang diperoleh dari perkebunan rakyat dengan hasil bahan baku yang sama dengan koagulum.Perbedan SIR 5, SIR 10, SIR 20 adalah pada standar spesifikasi mutu kadar kotoran, kadar abu dan kadar yang menguap sesuai dengan standar. Karet alam SIR-20 mempunyai spesifikasi seperti yang terlihat pada Tabel 1.1. karet alam banyak digunakan dalam industri barang-barang. Umumnya alat-alat yang terbuat dari karet alam sangat berguna bagi kehidupan sehari-hari maupun dalam industri seperti mesin-mesin penggerak barang yang dapat dibuat dari karet alam anatara lain ban mobil, tetapi juga ditemukan dalam kelompok-kelompok produk-produk komersial termasuk sol sepatu, segel karet, insulasi listrik, sabuk penggerak mesin besar dan mesin kecil, pipa karet, kabel, isolator, bahan-bahan pembungkus logam, aksesoris olah raga dan lain-lain.Tabel 1.1 Spesifikasi Karet Alam SIR-20NoSpesifikasiKaret Alam SIR-20

1Kadar kotoran maksimum0,20%

2Kadar abu maksimum1,0%

3Kadar zat atsiri maksimum1,0%

4Plasticity Retention Index minimum40

5Plastisitas-Po minimum30

6Kode warnaMerah

Sumber : Astlett Rubber (2007)

1.2.2. Carbon BlackCarbon black merupakan salah satu filler aktif yang mempengaruhi sifat mekanik dari kompon. Kompon yang dihasilkan berwarna hitam jika menggunakan carbon black. Carbon black terdiri dari berbagai macam tipe dengan diameter partikel yang berbeda-beda.sebagian besar tipe carbon black terdiri dari 97-99% carbon dan sisanya merupakan atom hydrogen dan oksigen yang berasal dari pembakaran hidrokarbon. Atom-atom ini membentuk gugus hidroksil dan karboksil pada permukaan carbon black. Menurut Morton (1987) carbon black adalah partikel-partikel karbon dalam bentuk unsur Carbon black dihasilkan dengan cara mengkonversi hidrokrabon cair atau gas menjadi unsure karbon dan hydrogen dengan pembakaran parsial atau dekomposisi termalCarbon black mempunyai luas permukaan yang tinggi dan struktur yang besar dan bila digabung akan menguatkan karet. Ukuran partikel dari carbon black memberi pengaruh terhadap ketahanan kikis, tegangan tarik, ketahan sobek dari komponen karet. Struktur carbon black lebih memberi pengaruh terhadap sifat modulus dan kekerasan. Sekitar 90% dari carbon black digunakan dalam aplikasi karet, 9% sebagai pigmen, dan sisanya 1% sebagai bahan penting dalam ratusan aplikasi beragam (ICBA, 2006). Carbon black diklasifikasikan menjadi tiga berdasarkan proses pembentukannya yaitu, furnance black, cahnnel black, dan thermal black. Furnance black dibentuk dari pembekaran tidak sempurna gas alam atau residu yang berasal dari industry petroleum dalam furnance. Diameter rata-rata partikel carbon black yang dihasilkan 20-80 nm.Furnace black hanya sedikit mengandung atom oksigen. Thermal black biasanya diproduksi dari gas alam yang diproses dalam sebuah preheated chamber tanpa udara. Proses ini menghasilkan carbon black dengan diameter rata-rata partikel 120-500 nm. Carbon black jenis ini hanya sedikit memberikan pengaruh terhadap kenaikan tensile strength karet vulkanisat. Carbon black diperoleh dari gas hidrokarbon yang sebagian besarnya merupakan gas alam yang mengalami pembakaran parisal. Diameter rata-rata partikel carbon black 9-30 nm. Ukuran partikel carbon black yang kecil dapat meningkatkan modulus dari karet vulkanisat (Saowapark, 2005)

1.2.3. PlasticizerPlasticizer diartikan sebagai pelarut organic dengan titik didih tinggi atau padatan dengan titik leleh rendah. Apabila ditambahkan kedalam resin keras dan kaku seperti karet dan lastik PVC, maka akumulasi intermolecular pada rantai panjang akan menurun, sehingga kelenturan, kelunakan, pemanjangan, kemampuan kerja, ketahanan terhadap panas, ketahanan terhadap temperatur rendah, ketahanan terhadap cuaca, dan ketahan terhadap minyak akan meningkat. Plasticizer dapat mengurangi kekentalan pada campuran, mengurangi stiffness pada saat vulkanisasi dan juga meningkatakan laju tekan sehingga campuran menjadi sedikit elastic. Plasticizer yang digunakan adalah minyak kelapa. Minyak kelapa merupakan salah satu minyak yang berfungsi sebagai processing aid yang sangat penting peranannya dalam pembuatan kompon karet dan industry barang karet. Keuntungan plasticizer dari minyak nabati sebagai pengganti plasticizer sintetis adalah selain dapat diperbaharui, juga tidak bersifat racun dan lebih bersahabat dengan lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin bertambahnya konsentrasi plasticizer, semakin lentur bioplastik yang dihasilkan. Bioplastik zein memiliki suhu transisi gelas, Tg, antara 110 165oC, pada pemanasan di atas suhu tersebut terjadi perubahan dari keadaan glassy ke rubbery.

1.2.4. Proses Pembuatan Kompon dan VulkanisasiKompon terdiri dari campuran karet alam, filler hybrid (carbon black dan silica), plasticizer, accelerator, activator, co-activator, dan antidegradant yang belum mengalami vulkanisasi. Mastikasi adalah proses awal dalam pembuatan kompon karet. Mastikasi merupakan proses penurunan berat molekul karet yang ditunjukan dengan penurunan viskositas karet sehingga pencampuran bahan kompon yang sebagian besarnya berupa serbuk padat, dapat bercampur dengan mudah dan merata dengan karet. Karet menagalami penurunan berat molekul akibat rantai-rantai utama atau backbone dari karet diputus-putus yang berakibat visikositasnya menurun. Proses mastikasi terbagi menjadi dua jenis berdasarkan temperature yang digunkaan, yaitu mastikasi dingin dan panas. Mastikasi dingin merupakan proses pelunakan yang dilakukan pada suhu di bawah 100 oC pada mastikasi panas. Mastikasi ini lebih dominan berasal dari proses oksidasi yang dialami oleh rantai molekul karet. Istilah vulkanisasi ialah proses pemanasan keret ban setelah dicampur dengan belerang. Namun secara kimiawi, vulkanisasi adalah proses pembentukan polimer karet untuk saling bertautan satu sama lain (cross-linking). Sejak ditemukan oleh Charles Goodyear tahun 1839, untuk proses vulkanisasi ini sering dipakai senyawa belerang (sulfur) sebagai pengikat polimer karet tersebut. Tujuan proses vulkanisasi karet adalah agar barangjadi yang akan dihasilkan menjadi kuat.Karet alam tidak akan memberikan sifat elastic dan tidak stabil terhadap suhu tanpa dilakukan proses vulkanisasi/cross-linking. Karet tersebut lebih lengket, lembek jika suhu panas dan bersifat getas jika suhu dingin. Hal ini dikarenakan unsur karet yang terdiri dari polimer isoprene yang panjang. Rantai polimer yang belum divulkanisasi akan lebih mudah bergeser saat terjadi perubahan bentuk. Crosslinking yang terjadi antar rantai polimer itu akan membuat polimer panjang ini saling terkait sehingga tidak mudah bergeser dari tempatnya. Bahan accelerator harus ditambahkan pada karet alam untuk mempercepat proses. Senyawa kimia yang biasa digunakan sebagai bahan accelerator diantaranya adalah morpholino(di)thiobenzothiazole, dithiomorpholine, tetramethylthiuram disulfide, zinc dimethyldithiocarbamate dan sebagainya (Rahardjo, 2009).Bahan kimia lain yang dibutuhkan adalah activator, untuk menoptimalkan kerja dari accelerator. System pemvulkanisasian diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu pemvulkanisisasian konvensional, pemvulkanisasian semi efisien dan pemvulkanisasian efisien. Ketiga sistem ini dibedakan berdasarkan jumlah bahan curative. System convensional mengandung sulfur lebih banyak dibandingkan bahan pencepat. System efisien mengandung bahan pencepat yang lebih banyak daripada sulfur. Jumlah sulfur dan bahan pencepatyang digunakan pada system semi efisien sama banyaknya.Vulkanisasi dapat dilakukan dengan menggunakan peroksida. Namun peroksida dapat membentuk radikal bebas bila terkena panas (Zurina, 2007). Reaksi vulkanisasi karet alam (NR) dengan kuratif sulfur terjadi dalam tiga tahapan (Ghosh dkk, 2003) yaitu:1. Reaksi kimia accelerator yang merupakan reaksi pembentukan active-sulfurating agent. Activator dan co-activator yang digunakan membantu pengaktifan accelerator untuk membentuk active-sulfurating agent.2. Reaksi kimia ikat silang yang meliputi reaksi pembentukan ikat silang. Polimer akan saling bertautan satu sama lain yang menjadikan rantai polimer ini tidak mudah bergeser dari tempatnya.3. Reaksi kimia setelah ikat silang yang meliputi reaksi crosslink shorthening dan crosslink degradationTahap pertama pada vulkanisasi sulfur yang diakselerasi adalah pembentukan suatu komplek accelerator aktif melalui reaksi kimia akselelrator dengan activator, yang diikuti reaksi dengan molekul sulfur membentuk suatu sulfurating species. Sulfulrating species yang sudah diaktifkan tersebut kemudian bereaksi dengan mengikat rantai karbon dari karet membentuk crosslink precursor. Crosslink precursor tersebut selanjutnya bereaksi dan mengikat rantai karbon tak jenuh dari molekul karet lainnya, sehingga terbentuk ikat silang polisulfidik. Selanjutnya ikat silang poisulfidik :i. Melepaskan sulfur membentuk crosslink yang lebih pendek, atauii. Degradasi akan terjadi jika proses vulakanisasi terlalu lama. Degradasi yang terjadi dapat membentuk cincin sulfide atau bentuk modifikasi rantai lainnya, yang dapat menurunkan sifat vulkanisatPerbeadan ikat-silang mono-, di- dan polisulfidik menjadi penting, karena distribusi panajang ikat-silang polisulfidik mempengaruhi stabilitas terhadap panas dari sifat final dari hasil vulkanisasi.

1.2.5. Bahan Aditif Lainnya1. Bahan pencepat reaksi (Accelerator)Reaksi vulkanisasi biasanya berlangsung sangat lambat. Reaksi vulkanisasi yang lambat kurang efisien karena manambah waktu produksi yang secara tak langsung juga menambah biaya. Akselerator merupakan senyawa-senyawa kimia yang apabila ditambahakan pada kompon karet sebelum proses vulkanisasi akan mempercpat proses vulkanisasi. Jadi, penggunaan akselerator akan mengurangi jumlah bahan pemvulkanisasian yang digunakan. Berdasarkan jenisnya ada beberapa macam bahan/pencepat reaksi.Keuntungan lainnya yang dapat dicapai dengan penggunaan bahan pencepat yaitu, kenaikan produksi oleh karena waktu vulkanisasi lebioh pendek dan perbaikan kualitas, oleh karena daya tahan lebih baik dan kekuatan tarik lebih tinggi. Sebagian besar dari bahan pencepat memerlukan bantuan dari bahan pengaktif pencepat seperti seng oksida dan asam stearat untuk dapat bekerja maksimal. Zink oksida digunakan pada system karet sulfur selanjutnya diaktifkan dengan penambahan asam stearat yang dapat melarutkan zink oksida, efek keduanya untuk peningkatan jumlah zink sulfide yang di produksi. Garam sengdari asam lemak merupakan perubahan tipe surfaktan dan melarutkan accelerator untuk membentuk katalis actual.

2. Bahan AntioksidanAntioksidan berfungsi untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh oksigen maupun ozon yang terdapat di udara, karena unsure-unsur yang terkandung dalam udara tersebut dapat menurunkan sifat fisik atau bahkan menimbulkan keretakan pada barang jadi karet. Bahan antioksidan ini juga dapat melindungi barang jadi karet terhadap ion-ion peroksida yaitu tembaga, mangan dan besi. Pemakaian antioksidan harus memenuhi beberapa syarat antara lain:1. Mudah terdispersi pada seluruh bagian karet2. Inert terhadap hasil-hasil vulkanisasi pada setiap jenis tegangan3. Tidak mempunyai pengaruh terhadap warna hasil vulkanisasiContoh bahan antioksidan adalah:1. Waxes, dipakai terutama untuk mencegah proses aging yang disebabkan oleh sinar matahari dan ozon2. Pheno, baik digunakan untuk mencegah proses aging yang disebabkan oleh flexing

1.2.6. Mekanisme Reaksi Vulkanisasi Reaksi vulkanisasi karet alam dengan menggunakan kuratif sulfur terjadi dalam tiga tahapan, yaitu:(i) reaksi kimia akselerator (accelerator chemistry) yang merupakan reaksi pembentukan active-sulfurating agent,(ii) reaksi kimia ikat silang (crosslinking chemistry) yang meliputi reaksi pembentukan ikat-silang (crosslink), dan(iii) reaksi kimia setelah ikat silang (post-crosslinking chemistry) yang meliputi reaksi crosslink shortening dan crosslink degradation. (Ghosh dkk, 2003).Tahap pertama pada vulkanisasi sulfur yang diakselerasi adalah pembentukan suatu komplek akselerator aktif melalui reaksi kimia akselerator dengan activator, yang diikuti reaksi dengan molekul sulfur membentuk suatu sulfurating species. Sulfurating species yang sudah diaktifkan tersebut kemudian bereaksi dan mengikat rantai karbon dari karet membentuk crosslink precursor. Crosslink precursor tesebut selanjutnya bereaksi dan mengikat rantai karbon tak jenuh dari molekul karet lainnya, sehingga terbentuk ikat-silang polisulfidik. Selanjutnya ikat-silang polisulfidik :(i) melepaskan sulfur membentuk crosslink yang lebih pendek, atau(ii) jika proses vulkanisasi yang terlalu lama, maka akan terjadi degradasi sehingga membentuk cincin sulfida (cyclic sulfide) atau bentuk mudifikasi rantai lainnya, yang dapat menyebabkan penurunan sifat vulkanisat.Istilah crosslink untuk sistem jaringan yang terbentuk akibat vulkanisasi sulfur (sulfur vulcanized network) meliputi berbagai struktur kimia sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.2.

Gambar 1.2.Berbagai Strustur Kimia yang Ditemukan dalam Vulkanisasi Sulfur yang Diakselerasi: (A) Sulfur Crosslink (Y: 1 Mono, Y: 2 Di dan Y>2 Polysulfide Crosslink); (B) Carbon-Carbon Crosslink; (C) Pendant Accelerator Sulfide, dimana X adalah Gugus Fungsi Akselerator; (D) Cyclic Sulfide; (E) Vicinal Crosslink (Mewakili Dua Gugus Fungsi yang Terikat pada Atom yang Berdekatan) yang Mempunyai Titik Sambung pada Rantai Olefin (Sumber: Ghosh Dkk, 2003)

Perbedaan ikat-silang mono-, di- dan polisulfidik menjadi penting, karena distribusi panjang ikat-silang polisulfidik mempengaruhi stabilitas terhadap panas dan sifat final dari hasil vulkanisasi. Disamping ikat-silang kimia, Gambar 1.2 juga menunjukkan struktur kimia tambahan yang terjadi selama vulkanisasi, seperti siklus sulfida, residu akseleratorpendant, ikat-silang visinal (vicinal crosslink) dan modifikasi rantai utama. Eksperimen paling sederhana untuk mengkarakterisasi kinetika vulkanisasi adalah evolusi ikat-silang, yang biasanya disebut cure-curve, dan dapat diukur menggunakan suatu oscilating disk rheometer (ODR) (Ghosh, 2003). ODR mengukur torque atau shear modulus sebagai fungsi waktu pada waktu proses vulkanisasi, dimana secara implisit dianggap bahwa kenaikan modulus sebanding dengan kenaikan konsentrasi ikat-silang. Tipikal skema cure-curve yang diperoleh dari suatu ODR ditunjukkan pada Gambar 1.3. Cure curve tersebut menampilkan tiga zona utama: zona pertama adalah scorch delay atau zona induksi (awal), yaitu fase vulkanisasi dimana reaksi kimia akselerator berlangsung. Zona kedua merupakan daerah reaksi curing, dimana terjadi proses crosslinking (ikat-silang) sulfur dan pembentukan jaringan (network) yang terikat-silang. Zona yang ketiga atau yang terakhir adalah daerah terjadinya postcure dimana modulus dapat naik, turun atau tetap konstan yang tergantung pada sistem vulkanisasi tertentu. Kenaikan modulus atau marching modulus cure, biasanya terjadi pada sistem karet neoprene; penurunan modulus atau reversion, biasanya terjadi pada sistem karet alam; dan kontan atau equilibrium modulus, biasanya terjadi pada sistem styrene-butadiene rubber.

Gambar 1.3. Tipikal Cure-Curve yang Diperoleh dari Suatu ODR untuk Vulkanisasi Sulfur (Sumber: Ghosh, 2003)

A. Reaksi Kimia AkseleratorTahap pertama pada proses vulkanisasi sulfur adalah pembentukan suatu spesies active sulfurating, sebagai syarat untuk dapat terbentuknya crosslink precursor. Spesies tersebut merupakan suatu molekul yang mampu memasukkan sulfur dalam elastomer sehingga terbentuknya ikat-silang antar elastomer, dimana sudah dipahami bahwa kompleks akselerator polysulfide merupakan spesies sulfurating yang lebih baik dibandingkan dengan sulfur molekular. Akselerator sulfide dibentuk oleh interaksi molekul akselerator dengan molekul sulfur. Jika tanpa aktivator seperti ZnO, polysulfide tersebut adalah seperti tipe I berikut: (I)Gugus pendant organik pada sulfurating species I adalah benzothiazole. Sistem akselerator lainnya ditunjukkan pada Tabel 1.2, dimana gugus pendant organiknya berbeda, namun sifat dasar polysulfide-nya sama. Jika ada ZnO, kompleks zinc dengan akselerator polysulfide ditunjukkan seperti tipe II berikut:

(II)Jika juga ada ligand L seperti ion amina dan karboksilat, strukturnya ditunjukkan seperti tipe III berikut:(III)Struktur tipe II dan III seakan-akan menunjukkan Zn terikat kovalen pada rantai polisulfidik dalam jenis akselerator, padahal lebih mungkin ikatannya sebagaimana ditunjukkan pada struktur tipe IV berikut, dimana garis putus-putus menunjukkan pembentukan kompleks Zn dengan sulfur.(IV)

Tabel 1.2. Akselerator yang Umum Digunakan pada Vulkanisasi Sulfur

Sumber: Ghosh dkk, 2003

Struktur tipe I, II dan III atau IV semuanya mempunyai kemampuan untuk membuat ikatan sulfur pada rantai karet, sehingga dianggap sebagai spesies active sulfurating.Untuk akselerator benzothiazolesulfenamide, jenis 2-bisbenzothiazole-2,2-disulfide atau mercatodibenzothiazoledisulfide (MBTS atau sering ditulis Bt-SS-Bt) paling banyak digunakan, karena MBTS dapat langsung bereaksi dengan sulfur membentuk 2-bisbenzothiazole-2,2-polysulfides (MBTPs), dan MBTPs atau kompleks zinc/amine MBTPs merupakan suatu kunci proses sulfurisasi selanjutnya.

Reaksi sulfur dengan MBTSPada reaksi MBTS dengan sulfur, terlebih dahulu MBTS menjadi radikal BtS* akibat pemanasan, yaitu sebagai berikut:(R.1)Bahkan dapat juga pecah menjadi tak simetris sperti berikut ini, untuk merusak ikatan C-S yang lebih stabil:(R.2)Radikal Bt-S* bisa juga bereaksi dengan sulfur elemental membentuk radikal yang lebih panjang, seperti berikut ini:(R.3a)(R.3b)Radikal Bt-Sx+8* kemudian dapat bergabung satu sama lain via (R.4) atau bereaksi dengan MBTS via (R.5) membentuk akselerator polysulfide kembali:(R.4)(R.5)Skenareo lain reaksi MBTS dengan sulfur adalah sebagai berikut:(R.6)Bt-S-S-Bt yang pecah menjadi radikal Bt-S* tidak mempunyai cukup waktu untuk berdifusi secara terpisah karena viskositas karet yang tinggi. Karena dekatnya pasangan radikal Bt-S* dan tersedianya konsentrasi sulfur yang tinggi pada tahap awal vulkanisasi, lebih memungkinkan pasangan radikal Bt-S* mengikat sulfur terlebih dahulu membentuk spesies BtS-Sx-SBt. Namun pada tahap selanjutnya ketika sulfur sudah banyak dikonsumsi, radikal BtS* akan banyak mempunyai kesempatan berdifusi saling pisah satu sama lain dan mempunyai kemungkinan bereaksi dengan allylic hydrogen pada rantai isoprene. Skenario lainnya lagi mengenai reaksi MBTS dengan sulfur dengan memperhatikan lifetime radikal BtS* pada konsentrasi allylic hydrogen tinggi adalah dengan sisipan sulfur secara sequensial:(R.7a)(R.7b)Pada reaksi (R.3), (R.6) dan (R.7) ditunjukkan bahwa semua molekul S8 bergabung menjadi kompleks akselerator dalam satu tahap. Adanya ZnO hanya mempercepat laju reaksi, namun tidak mempengaruhi distribusi hasil reaksi. Diyakini bahwa mekanisme reaksi (R.7) yang paling mungkin terjadi, dimana sisipan sulfur terjadi secara sequensial. Reaksi (R.3), (R.6) dan (R.7) dapat terjadi pada suhu diatas 160 oC. Pada suhu dibawah 160 oC, molekul Sx, seperti S8, mempunyai struktur cincin yang stabil (Ghosh, 2003).

Pengaruh ZnO terhadap formasi kompleks zinc-acceleratorJika dalam sistem vulkanisasi terdapat zinc atau zinc oxide sebagai aktivator, maka akan mempercepat reaksi pembentukan kompleks makromolekul tipe II, III atau IV. Makromolekul tersebut dapat berupa kompleksasi dalam dimethyl dithyocarbamate (V) atau dalam bentuk komplek benzothiazole-zinc (VI) berikut:(V)(VI)Tidak ada dari struktur tersebut yang mempunyai kelarutan tinggi dalam karet atau reaktivitas yang baik terhadap sulfur. Namun, kelarutan dan reaktivitas dapat meningkat jika zinc berkoordinasi dengan amine yang dilepaskan dari ligand sulfenamide atau karboksilat, yang ada dalam sistem bersama stearic acid. Tipikal struktur sistem ligand zinc/accelerator ditunjukkan berikut ini:(VII)Campbell dan Wise mempelajari vulkanisasi NR yang diakselerasi dengan MBT, MBTS dan MBS, dengan dan tanpa ZnO dan stearic acid. Jumlah zinc yang terekstrak berkurang sebagai fungsi waktu, yang menandakan adanya pembentukan kompleks BtS-Zn-Sx-SBt. Namun tidak dapat ditentukan apakah hanya BtS-Zn-Sx-SBt yang terbentuk, karena mungkin saja BtS-Sx-SBt dapat terbentuk secara bersamaan. Dari investigasi Gradwell dan McGill mengenai interaksi akselerator sulfenamide dengan sulfur, ZnO dan stearic acid tanpa adanya karet, menunjukkan bahwa ZnO tidak bereaksi dengan akselerator tersebut.BtS-Zn-Sx-SBt juga merupakan spesies active sulfurating, namun tidak seperti BtS-Sx-SBt yang bereaksi dengan sulfur via mekanisme radikal, reaksi sulfur dengan BtS-Zn-Sx-SBt terjadi secara ionik atau polar. Bateman dkk merumuskan pemecahan ionik, dimana satu atom sulfur dalam kompleks zinc-accelerator menyebabkan suatu pengrusakan nukleofilik pada cincin S8, sebagai berikut:(R.8)Meskipun (R.8) menunjukkan aktivasi sulfur terjadi via penggabungan cincin S8, namun reaksi yang lebih mungkin terjadi adalah secara sequensial seperti (R.7), yaitu sebagai berikut:(R.9)Pembentukan kompleks akseletor tanpa dan dengan zinc merupakan tahap paling menentukan pada vulkanisasi elastomer dengan sulfur. BtS-Sx-SBt adalah active sulfurating agent tanpa ZnO dan baik BtS-Sx-SBt maupun BtS-Zn-Sx-SBt adalah active sulfurating agent dengan adanya ZnO. Manik dan Banerjee mempelajari vulkanisasi NR dengan CBS baik tanpa maupun dengan adanya ZnO. Mareka menyimpulkan bahwa sistem CBS/ZnO/stearic acid mula-mula bereaksi dengan mekanisme radikal bebas, namun secara bertahap berubah menjadi polar. Sebaliknya reaksi berlangsung sepenuhnya dengan mekanisme radikal bebas untuk sistem tanpa ZnO dan stearic acid.

B. Reaksi Kimia Ikat-Silang Reaksi pembentukan ikat-silang (crosslink) dimulai dengan tahapan reaksi pembentukan BtS-Sx-SBt dan BtS-Zn-Sx-SBt dengan mekanisme sebagaimana sudah dijelaskan di atas. Crosslink tersebut dibentuk via crosslink precursor.

Reaksi pembentukan crosslink precursorCrosslink precursor terbentuk ketika accelerator polysulfide bereaksi dengan rantai karet, menghasilkan struktur RSx-SBt, yang mempunyai satu gugus pendant polysulfidic yang terikat ke molekul karet (R). Precursor tersebut pertama sekali diperkenalkan oleh Scheele dan Frank pada investigasi mareka terhadap sistem NR/ZnO/TMTD/sulfur. Coleman dkk [52] membuat suatu skema reaksi vulkanisasi dengan mekanisme radikal bebas sebagai berikut:(R.10)dimana R adalah karet dan R* adalah radikal bebas pada rantai karet. Jika Zinc terikat dan menjadi kompleks dengan akselerator polysulfidic, mekanisme pembentukan crosslink precursor adalah polar seperti ditunjukkan pada (R.11).(R.11)Laju sulfurasi tersebut ditentukan oleh energi pembentukan ikatan baru berikut:(VIII)versus pemecahan ikatan lama berikut:(IX)Adanya zinc dalam kompleks sulfurating menghasilkan suatu karakter nukleofilik terhadap sulfur yang menempel pada zinc dalam polysulfide, sebagaimana berikut:(X)Disamping itu, dengan adanya amine dapat meningkatkan nukleofilisitas sulfur dalam kompleks polysulfidic, sehingga meningkatkan laju pembentukan precursor. Spesies persulfenyl BtS-Sx- memecah allylic site pada karet via mekanisme SN sedangkan BtS-Sx+ diterminasi oleh atom hidrogen membentuk Bt-SyH, dan zinc terlepas sebagai ZnS. Pada (R.11), lokasi split dalam kompleks zinc-accelerator tergantung pada posisi rantai sulfur dimana zinc membentuk kompleks, yang mempengaruhi pembentukan spesies seperti Bt-SyH. Namun untuk y>1, spesies Bt-SyH diperkirakan tidak stabil dan hanya MBT (yaitu BtSH) yang stabil. Ini mempengaruhi baik terhadap (i) pemutusan ikatan selalu terjadi pada ikatan S-S setelah benzothiazole moiety yang dihasilkan dalam MBT, atau (ii) pembentukan Bt-SyH, yang dengan cepat berubah menjadi beberapa spesies lain. Situasi pertama lebih mungkin jika zinc terutama membentuk kompleks dengan atom nitrogen pada benzothiazole moeity, seperti ditunjukkan berikut ini:(XI)Namun jika kompleks zinc dibentuk dengan dua atom sulfur pada rantai polysulfidic, Bt-SyH merupakan hasil reaksi, yang dapat berubah dengan cepat seperti sulfur pick-up, menempel ke allylic site pada rantai karet dan bergabung kembali dengan Bt-SxH lain menghasilkan akselerator polysulfide.

Konversi crosslink precursor menjadi crosslinkCrosslink precursor sangat reaktif, sehingga pengamatan mekanisme reaksinya secara langsung sulit dilakukan. Berbagai mekanisme konversi crosslink precursor menjadi crosslink sudah diperkenalkan. Bateman dkk dan Dogadkin menyatakan bahwa crosslink dibentuk karena ketidak-seimbangan dua precursor moiety yang meliputi saling tukar-menukar ikatan S-S yang dikatalisasi oleh BtS- atau anion persulfenyl, sebagai berikut:(R.12)(R.13)Skenareo lain menyatakan bahwa crosslink dibentuk melalui reaksi yang meliputi pertukaran gugus rubber-bound pendant dengan kompleks zinc-accelerator diikuti dengan molekul karet:(R.14)(R.15)Perbedaan antara (R.12) dan (R.13) dengan (R.14) dan (R.15) adalah pada (R.12) dan (R.13) merupakan reaksi antara dua molekul precursor, sedangkan (R.14) dan (R.15) merupakan reaksi antara molekul precursor dan karet. Kedua reaksi tersebut dikatalisasi oleh adanya kompleks zinc-accelerator; namun, reaksi tersebut dapat juga terjadi tanpa kehadiran zinc, tetapi laju reaksinya jauh lebih lambat.Menurut Coran, pembentukan crosslink secara langsung dari crosslink precursor adalah sebagai berikut:(R.16)(R.17)Reaksi tersebut dianggap terjadi dengan mekanisme radikal dimana crosslink precursor terbagi menjadi dua radikal aktif: (i) radikal persulfenyl RSy* yang dapat bereaksi dengan karbon allylic pada rantai isoprene dan kemudian membentuk crosslink, dan (ii) radikal polysulfidic yang diterminasi bentothiazole BtSz* yang dapat membentuk berbagai raksi, seperti bereaksi dengan radikal lainnya membentuk BtSSxSBt (yaitu R.4), aktivasi sulfur membentuk radikal yang lebih tinggi (yaitu R.3), dan terikat ke rantai karet membentuk crosslink precursor kembali. Reaksi (R.17) merupakan reaksi pemecahan ikatan S-S dalam crosslink precursor, namun menurut Coran dkk bahwa ikatan yang paling lemah dalam molekul precursor adalah ikatan S-S yang berdekatan dengan gugus benzothiazole. Sehingga reaksi yang paling dominan adalah sebagai berikut:(R.18)Jika terdapat Zn2+, maka kompleks Zn dengan benzothiazole moiety melekat pada molekul karet seperti berikut ini:(XII)Sehingga dengan adanya zinc dapat merusak banyak ikatan S-S, seperti berikut ini:(R.19)Dari reaksi (R.16) hingga (R.19) ditunjukkan bahwa konversi precursor menjadi crosslink terjadi melalui timbulnya dua radikal berbeda, radikal persulfenyl RSy* dan radikal polysulfidic yang diterminasi bentothiazole BtSz*, meskipun konversi radikal persulfenyl menjadi crosslink merupakan reaksi utamanya. RSy* membentuk crosslink sebagaimana ditunjukkan pada R43, sedangkan BtSx* bereaksi sebagai berikut:(R.20)Jika x = 1, maka akan terbentuk suatu crosslink tak aktif karena ikatan C-S lebih stabil sehingga selanjutnya dapat membentuk radikal persulfenyl aktif. Demikian juga karena BtSy* mampu bereaksi dengan sulfur membentuk polysulfide via (R.3), radikal persulfenyl RSx* diperkirakan dapat menhasilkan reaksi yang mirip sebagaimana ditunjukkan berikut ini:(R.21)(R.22)Pada reaksi (R.17), radikal persulfenyl RSy* bereaksi dengan karbon allylic pada rantai karet membentuk crosslink. Namun juga dimungkinkan radikal tersebut bereaksi dengan karbon allylic pada rantai backbone membentuk suatu loop seperti berikut ini:(R.23)Cyclic sulfide yang dihasilkan tersebut menyebabkan berkurangnya sifat elastisitas material vulkanisat.

Scorch delayVulkanisasi dini selama berlangsungnya pemrosesan dikenal sebagai scorch dan biasanya tidak diinginkan. Salah satu kelebihan akselerator benzothiazole sulfenamide adalah penundaan terjadinya proses vulkanisasi tiba-tiba, yang dikenal sebagai scorch delay. Dikenal ada dua macam scorch delay: (i) stabilitas thermal akselerator dan (ii) reaksi pertukaran ion antara akselerator-produk antaranya. Jenis yang pertama diuraikan oleh Bateman dkk, yang menyatakan bahwa scorch delay pada hasil benzothiazole sulfenamide terjadi karena akselerator-akselerator tersebut hanya aktif jika suhu vulkanisasi tercapai. Reaksi crosslinking tidak dapat terjadi kecuali sudah terbentuknya spesies sulfidic sulfurating. Jenis yang kedua diuraikan oleh Coran, yang menyatakan bahwa delay yang terobservasi dalam akselerator sulfenamide disebabkan oleh penghentian radikal persulfenyl oleh akselerator polysulfide BtS-Sx-SBt dan atau BtS-Zn-Sx-SBt. Khususnya radikal polymeric persulfenyl R-Sy* bereaksi dengan karet membentuk crosslink via (R.17), dan jika radikal persulfenyl tersebut dihentikan dengan cepat sebelum terjadi crosslink, pembentukan crosslink akan terhalangi seperti ditunjukkan berikut ini:(R.24)Reaksi (R.24) lebih mendominasi dibandingkan (R.17) hingga seluruh akselerator polysulfide habis bereaksi. Peningkatan konsentrasi akselerator akan meningkatkan efisiensi (R.24), sehingga meningkatkan scorch delay.

C. Reaksi Setelah Proses Ikat-Silang Setelah terjadi reaksi crosslink, selanjutnya reaksi tersebut terbagi menjadi dua reaksi yang saling berkompetisi, yaitu (i) crosslink desulfuration, yang merupakan penyusunan ulang ikat-silang polisulfidik menjadi mono- dan ikat-silang disulfidik yang lebih stabil, dan (ii) dekomposisi/degradasi ikat-silang, dimana ikat-silang polisulfidik menjadi cincin sulfida (cyclic), gugus pendant tak aktif atau modifikasi rantai utama lainnya, yang dapat menurunkan elastisitas vulkanisat.Desulfurisasi ikat-silang merupakan pemutusan ikatan sulfur dari ikat-silang polisulfidik, sehingga membentuk ikat-silang di- dan monosulfidik yang lebih stabil, dimana sulfur yang sudah lepas tersebut digunakan kembali pada proses vulkanisasi untuk membentuk crosslink lainnya. Pemendekan crosslink tersebut bisanya juga diikuti oleh perubahan posisi sulfur pada crosslink. Secara umum, reaksi desulfurisasi dapat ditulis sebagai berikut:(R.25)(R.26)Reaksi tersebut dapat terus berlangsung hingga hanya ikat-silang monosulfidik yang tertinggal. Dekomposisi crosslink biasanya disebabkan oleh suhu proses yang tinggi, sedangkan mekanismenya dapat berupa radikal, polar ataupun kombinasi keduanya. Dekomposisi merupakan reaksi pemutusan ikatan, dimana laju reaksinya tergantung pada kekuatan ikatan tersebut. Semakin panjang ikatan sulfur dalam crosslink, maka energi ikatannya makin kecil. Berbagai produk dapat terbentuk dari proses degradasi crosslink tersebut, sebagaimana ditunjukkan pada reaksi (R.27) dan (R.28).Degradasi ikat-silang polisulfidik RSyR lebih mungkin terjadi via radikal RSx* dan RSz* dari pada via RSy* dan R* karena ikatan S-S lebih mudah lepas dibandingkan ikatan C-S. Degradasi yang terjadi via reaksi (R.28) lebih mudah terjadi dari pada via reaksi (R.27), karena ikatan monosulfidik S-S lebih kuat dibandingkan ikatan polysulfidic S-S.(R.27)(R.28)

BAB IIMETODOLOGI PERCOBAAN

2.1. Alat dan Bahan2.1.1. Alat-alatAlat-alat yang digunakan :1. Roll mill2. Cutter 3. Timbangan 4. Alumunium foil

2.1.2. Bahan-bahanBahan-bahan yang digunakan1. Crumb Rubber SIR-20 100 phr2. Minyak kelapa sebagai plasticizer 2,5 phr3. Carbon black sebagai filler 30 phr4. ZnO sebagai aktivator 5 phr5. Asam stearat sebagai co-aktivator 3 phr6. Trimethylquinone sebagai anti degradant 1 phr7. Mercaptodibenzothiazyldisulfide sebagai akselerator 0,6 phr8. Sulfur sebagai curative agent 4 phr

2.2. Pembuatan Kompon Ban Vulkanisir1. Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan kompon ban vulkanisir ditimbang. Dalam perhitungan bahan-bahan digunakan satuan phr (per hundred rubber). Berikut merupakan contoh perhitungan bahan:Crumb rubber yang digunakan = 100 phr = 300 gr = 90 gr2. Roll mill dihidupkan dengan menekan tombol on, jarak antara rotor dapat diatur dengan mendekatkan atau meregangkan rotor.3. Crumb rubber dimastikasi terlebih dahulu dengan menggunakan roll mill agar crumb rubber menjadi lebih lunak4. Karet ditambahkan dengan plasticizer minyak kelapa sebanyak yang telah di variasikan. Crumb rubber dan plasticizer digiling hingga merata. Selanjutnya berturut-turut ditambahkan bahan-bahan berikut seperti yang terlihat pada Tabel 2.1 berikut:Tabel 2.1 Bahan-bahan yang digunakanBahan-bahan yang DitambahkanKuantitas (phr)

Carbon Black30

ZnO5

Asam Stearat3

Trimethylquinone1

MBTS0,6

Sulfur4

5. Setelah penambahan bahan terakhir (sulfur) merata, proses penggilingan dihentikan. Kompon ban keluaran roll mill dibentuk menjadi lembaran dengan panajang dan lebar sesuai spesifikasi ban.

Diagram alir pembuatan kompon ban dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Diagram alir pembuatan kompon ban

BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Pembuatan Kompon KaretPembuatan ban vulkanisasi dilakukan dalam dua tahapan yaitu pembuatan kompon dan vulkanisasi. Kompon karet yang dimaksud disini adalah campuran yang terdiri dari karet alam, minyak kelapa, carbon black, ZnO, asam stearat, TMQ, MBTS dan sulfur yang dibuat dengan menggunakan roll mill. Proses pembuatan kompon dilakukan pada suhu kamar dengan urutan proses pencampuran disajikan pada Tabel 3.1.Tabel 3.1. Tahapan Pembuatan Kompon Karet dalam Roll MillNoAktivitasKuantitas(phr)Kuantitas(gram)Menit ke-

1Penggilingan Crumb Rubber (Karet alam)1003000

2Penambahan minyak kelapa2,57,525

3Penambahan Carbon Black309035

4Penambahan ZnO51565

5Penambahan Asam stearat3970

6Penambahan TMQ1380

7Penambahan MBTS0,61,885

8Penambahan Sulfur41290

Gambar 3.1. Proses Mastikasi Karet Alam (Natural Rubber)Pembuatan kompon karet vulkanisasi dilakukan dengan cara proses mastikasi karet alam terlebih dahulu dengan menggunakan alat roll mill pada suhu ruang. Berdasarkan Gambar 3.1, karet alam (crumb rubber) yang digiling dalam roll mill mengalami perubahan berat molekul, yaitu ditunjukkan dengan penurunan viskositas karet. Hal ini disebabkan karena proses mastikasi. Proses mastikasi merupakan pemutusan rantai C pada karet ayng ditandai dengan menurunnya berat molekul karet sehingga pencampuran bahan kompon yang sebagian besarnya berupa serbuk padat, dapat bercampur dengan mudah dan merarata dengan karet. Proses ini berlangsung sampai karet alam merenggang.

Gambar 3.2. Penambahan minyak kelapa pada karet alam (Natural Rubber)Penambahan minyak kelapa dilakukan setelah karet mulai merenggang. Karet alam yang ditambahkan minyak kelapa menjadi (elastis) dan licin. Hal ini disebabkan karena minyak kelapa merupakan salah satu minyak aromatic yang berfungsi sebagai processing aid yang sangat penting peranannya dalam pembuatan kompon karet, minyak kelapa berfungsi juga untuk mengurangi kekentalan pada campuran, mengurangi stiffness (pengerasan) pada saat vulkanisasi dan juga meningkatkan laju tekan sehingga pencampuran menjadi sedikit elastis (Ciesielski,1999).Selanjutnya dilakukan penambahan carbon black yang digunakan sebagai penguat, pengisi utama yang meningkatkan kegunaan karet, meningkatkan sifat mekanik dan dinamik vulkanisasi ban. Dimana karet alam terjadi perubahan warna dan tekstur yaitu warna hitam, tekstur lembut, kuat dan elastis. Hal ini disebabkan Carbon black memiliki luas permukaan yang tinggi, partikel carbon black memiliki ukuran nano, sehingga akan memberikan gaya antar fasa (interfacial force) yang besar antara filler dengan polimer sehingga menjaga kestabilan elastisitas campuran dan akibat dari tingginya aktivitas permukaan juga akan berdampak buruk karena memberikan panas yang tinggi (Wang, 2001). Proses penambahan carbon black dilakukan selama 30 menit.Setelah pencampuran sempurna, ditambahkan ZnO yang digunakan sebagai activator pada sistem karet sulfur. Kemudian ZnO diaktifkan dengan penambahan asam stearat yang dapat melarutkan zink oksida, efek keduanya untuk peningkatan jumlah zink sulfida yang diproduksi. Sistem ZnO dan asam stearat mula-mula bereaksi dengan mekanisme radikal bebas, namun secara bertahap berubah menjadi polar, BtS-Zn-Sx-SBt adalah active sulfurating agent dengan adanya ZnO. Lalu penambahan TMQ yang bertujuan untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh okigen dan mencegah terjadinya degredasi. Jika proses vulkanisasi yang terlalu lama, maka akan terjadi degradasi sehingga membentuk cincin sulfida (cyclic sulfide) atau bentuk mudifikasi rantai lainnya, yang dapat menyebabkan penurunan sifat vulkanisasi (Wang, 2011). Setelah itu penambahan MBTS bertujuan untuk membantu kompon karet dalam proses vulkanisasi, karena MBTS dapat langsung bereaksi dengan sulfur membentuk 2-bisbenzothiazole-2,2-polysulfides (MBTPs), dan MBTPs atau kompleks zinc/amine MBTPs merupakan suatu kunci proses sulfurisasi selanjutnya.Setelah itu ditambahkan sulfur yang berfungsi untuk proses vulkaniasi dan bahan kimia yang dapat bereaksi dengan gugus aktif pada molekul karet membentuk ikatan silang tiga dimensi. Pada vulkanisasi sulfur yang diakselerasi adalah pembentukan suatu komplek accelerator aktif melalui reaksi kimia accelerator dengan activator yang diikuti reaksi dengan molekul sulfur membentuk suatu sulfurating species. Sulfurating species yang sudah diaktifkan tersebut kemudian bereaksi dan mengikat rantai karbon dari karet membentuk crosslink precursor. Crosslink precursor tesebut selanjutnya bereaksi dan mengikat rantai karbon tak jenuh dari molekul karet lainnya, sehingga terbentuk ikat-silang polisulfidik. Selanjutnya ikat-silang polisulfidik melepaskan sulfur membentuk crosslink yang lebih pendek.

Gambar 3.3. Kompon Karet yang terbentukKompon karet yang dihasilkan memiliki lebar 4 jari dan 2 jari dengan panjang 180 cm dan memiliki ketebelan 0,2 cm. Berdasarkan Gambar 3.3, kompon karet yang terbentuk semakin sempurna dan mempunyai sifat yang bisa dilihat secara visual yaitu permukaan mulus ditandai tidak adanya butiran-butiran bahan kimia lainnya dan gelembung-gelembung udara di kompon tersebut, elastis, bewarna hitam, dan ketika kompon tersebut dikoyakkan teksturnya tidak terpisah tetapi menyatu.

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan1. Pembuatan ban vulkanisasi dilakukan dalam dua tahapan yaitu pembuatan kompon dan vulkanisasi. Kompon karet hasil percobaan merupakan campuran yang terdiri dari karet alam, minyak kelapa, carbon black, ZnO, asam stearat, TMQ, MBTS dan Sulfur yang dibuat dengan mengggunakan roll mill. Kompon karet yang terbentuk semakin sempurna dan mempunyai sifat yang elastis, bewarna hitam, permukaan licin, lembut dan kuat2. Pengaruh carbon black pada pembuatan kompon adalah sebagai penguat, pengisi utama yang meningkatkan kegunaan karet, meningkatkan sifat mekanik dan dinamik vulkanisasi ban. Dimana karet alam terjadi perubahan warna dan tekstur yaitu warna hitam, tekstur lembut, kuat dan elastic.3. Pengaruh sulfur pada pembuatan kompon adalah sebagai currative agent agar terjadi reaksi ikat silang yang memperkuat sifat mekanik kompon.

4.2 SaranPraktikan harus hati-hati dalam melakukan percobaan ini agar terhindar dari kecelakaan kerja yang tidak diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Bahruddin, Sumarno, G. Wibawa dan N. Soewarno. 2007. Morfologi Dan Properti Campuran Karet Alam/Polypropylene yang Divulkanisasi Dinamik Dalam Internal Mixer. Pdf.file [Online] Tersedia: http://eprints.undip.ac.id [Diakses pada 29 oktober 2014]Ciesielski, A.,1999, An Instroduction to Rubber Technology, Rapra Technology Limited,United KingdomGhosh, dkk, 2003, Sulfur Vulcanization of Natural Rubber For Benzoathiazole Accelerated Formulations: From Reaction Mechanisms to A Rational Kinetic Model, Rubber Chemistry and Technology, 76 (3), 592Gusnita, I, 2010, Pengaruh Rasio Massa Abu Sawit-Karet Alam Terhadap Morfologi dan Sifat Material Thermoplastic Vulcanizate. Universitas Riau.Hoffman, W., 1989. Rubber Technology Handbook. Oxford Univercity Press, Canada, 296-303ICBA, 2006, What is carbon black?,http:carbonblack.org/what_is.html [diakses pada 29 oktober 2014]Ompusunggu, M., 1987, Pengolahan Lateks Pekat, Balai Penelitian Perkebunan Sungai Putih, MedanRahardjo, P., 2009, karet, Material Andalan ekspor dibawah Harapan dan Ancaman, http://www.infometrick.com/wpcontent/uploads/2009/06/artikel-karet-harapan-ancaman.pdf, [Diakses pada 29 oktober 2014]Rattanasom, N., Saowapark, T., dan Deeprasertkul, C. 2006. Reinforcementof Natural Rubber witj Silica/Carbon black Hybrid Filler, Polymer Testing: 369 -377.Saowapark, T, 2005, Reinforcement of Natural Rubber with Silica/Carbon Black Hibrid Filler, Thesis, Mahidol UniversitySurya, C.S.D, 2010. Pengaruh Ukuran Partikel Fly Ash (Abu Sawit) TerhadapMorfologi dan Sifat Thermoplastic Vulcanizate (TPV) Berbasis Karet Alam. Universitas Riau.Surya, I., Halimatuddahliana, dan Maulida, 2008. Modifikasi Bahan Elastomer Termoplastik Polipropilena/Karet Alam (PP/NR) Dengan Proses Pemvulkanisasian Dinamik. Jurnal Penelitian Rekayasa. 2(1), 37-42.Tim Laboratorium Teknologi Tepat Guna Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau. 2014. Penuntun Praktikum Teknologi Tepat Guna. Pekanbaru : Laboratorium Dasar Proses dan Operasi Pabrik Program Studi D3 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.Wang, M.J., P. Zhang, dan K. Mahmud. 2001. Carbon-Silica Dual Phase Filler, A New Generation Reinforcing Agent For Rubber, Rubber Chemistry and Technology, 74 (1),124.Zurina, M., 2007, Characterization and Properties of Epoxidised Natural Rubber (ENR-50)/ethylene vinyl acetate (EVA) Blends, PhD Thesis, Universitas Teknologi Malaysia

LAMPIRAN ADOKUMENTASI

Gambar A.1. Karet alam (natural rubber)

Gambar A.2. Proses Mastikasi Karet Alam (Natural Rubber)

Gambar A.3. Penambahan carbon black awal

Gambar A.4. Penambahan carbon black akhir

Gambar A.5. Penambahan asam stearat

Gambar A.6. Penambahan Trimethylquinone (TMQ)

Gambar A.7. Penambahan Mercoptodibenzothiazyldisulfide (MBTS)

Gambar A.8. Penambahan Sulfur

Gambar A.9. Penggilingan Sulfur

Gambar A.10. Kompon ban hasil percobaan

LAMPIRAN BLAPORAN SEMENTARA

Judul Praktikum: Pembuatan Ban VulkanisirHari/Tanggal Praktikum: Senin/27 Oktober 2014Pembimbing: Dr. Bahruddin, MTAsisten Laboratorium: Lili SaktianiNama Kelompok IV : 1. Heru Handoko (1207021209)2. Taufik(1207021286)3. Vandri nanda(1207036468)Hasil Percobaan:Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan kompon ban antara lain : Crumb Rubber SIR 20 100 phr

Minyak kelapa sebagai plasticizer 2,5 phr

Carbon black sebagai filler 30 phr

ZnO sebagai activator 5 phr

Asam stearat sebagai co-activator 3 phr (dihaluskan)

Trimethylquinone (TMQ) sebagai anti degradant 1 phr (dihaluskan)

Mercoptodibenzothiazyldisulfide (MBTS) sebagai accelerator 0,6 phr

Sulfur sebagai currative agent 3 phr

Pekanbaru, 27 Oktober 2014 Asisten Laboratorium,

Lili Saktiani