Top Banner
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474 16 PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb.) PREGELATIN DAN MATERIAL KOMPOSIT SEBAGAI FILLER-BINDER SEDIAAN TABLET Angi Nadya Bestari 1* , Rizqi Hidayatullah 2 , dan Teuku Nanda Saifullah Sulaiman 1 1 Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281, Indonesia 2 Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281, Indonesia *Corresponding author email: [email protected] Abstrak Latar Belakang : Amilum dapat digunakan sebagai bahan pengisi dalam formulasi tablet. Salah satu amilum yang digunakan adalah amilum sagu dari pohon sagu ( Metroxylon sagu, Rottb.). Amilum sagu masih memiliki sifat fisik yang kurang baik sebagai filler-binder sehingga perlu dilakukan modifikasi. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan material baru berbahan amilum sagu dengan sifat fisik yang lebih baik. Metode : Modifikasi amilum sagu dilakukan dengan proses pregelatinasi dan pembuatan material komposit. Material komposit dibuat dengan mengkombinasikan amilum sagu dengan povidon dan dengan MCC. Pembuatan amilum pregelatin dilakukan dengan memanaskan dispersi amilum sagu hingga suhu 60 o C selama 15 menit. Material komposit amilum sagu-povidon dibuat dengan mendispersikan amilum sagu dan povidon K-10 dengan perbandingan 9:1 sedangkan komposit amilum sagu-MCC dibuat dengan cara yang sama dengan perbandingan 7:3. Pengeringan dilakukan dengan proses spray drying. Material yang dihasilkan kemudian diuji sifat fisiknya meliputi sifat alir, kompaktibilitas-kompresibilitas, daya serap dan kerapuhan. Hasil penelitian : Material komposit amilum sagu-PVP mengalami penurunan daya serap air yang signifikan terhadap amilum sagu asli dibandingkan dengan material amilum sagu pregelatin atau material komposit amilum sagu-MCC. Proses pregelatinasi dan proses pembuatan material komposit mampu meningkatkan diameter partikel amilum sagu dan juga meningkatkan kerapuhannya. Material modifikasi amilum sagu yang dihasilkan lebih baik sifat alirnya dibandingkan dengan material amilum sagu saja. Material komposit amilum sagu-PVP dan amilum sagu-MCC mempunyai sifat lebih kompresibel dibanding amilum sagu dan material amilum sagu pregelatinasi yang ditunjukkan dengan ketebalan tablet yang kecil. Proses modifikasi mampu meningkatkan kompaktibilitas amilum sagu. Kesimpulan: Amilum sagu pregelatin, material komposit amilum sagu-PVP, dan material komposit amilum sagu- MCC memiliki sifat fisik yang lebih baik dibandingkan material amilum sagu sehingga dapat digunakan sebagai filler- binder dalam pembuatan tablet secara kempa langsung. Kata kunci: amilum sagu, pregelatinasi, material komposit, povidon, MCC 1. PENDAHULUAN Pohon sagu banyak tumbuh di Asia Tenggara, terutama di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Papua New Guinea. Daerah di Indonesia yang memproduksi sagu adalah Irian Jaya, Maluku, Kalimantan, dan Sumatra (Singhal et al, 2008). Amilum sagu terdapat dalam jumlah yang cukup besar dan melimpah di Indonesia. Potensi pati kering dari tanaman sagu di areal seluas 1,4 juta hektar di Indonesia mencapai enam juta ton per tahun, tetapi yang dimanfaatkan baru sekitar sepuluh persen. Sisanya, dibiarkan mati akibat tak termanfaatkan. Amilum merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai eksipien dalam formulasi tablet. Banyak tanaman yang menghasilkan amilum, salah satunya adalah dari tanaman sagu Metroxylon sagu. Adapun kekurangannya adalah sifat alirnya dan kompresibilitasnya yang kurang baik. Amilum yang tidak di modifikasi memberikan kompresibilitas yang buruk dan cenderung meningkatkan kerapuhan tablet dan capping jika digunakan dalam konsentrasi tinggi. Tablet yang kadar amilumnya besar akan mengakibatkan kekerasannya menurun, sehingga penggunaannya sebagai bahan pengisi terbatas (Kibbe, 2009). Pembuatan eksipien coprocessed amilum sagu sebagai filler-binders dapat dilakukan dengan berbagai cara, beberapa di antaranya adalah dengan pembuatan amilum pregelatinasi dan
16

PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb ...

Jan 13, 2017

Download

Documents

trankhanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb ...

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

16

PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb.) PREGELATIN

DAN MATERIAL KOMPOSIT SEBAGAI FILLER-BINDER SEDIAAN

TABLET

Angi Nadya Bestari1*, Rizqi Hidayatullah2, dan Teuku Nanda Saifullah Sulaiman1

1Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281, Indonesia 2Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281, Indonesia

*Corresponding author email: [email protected]

Abstrak

Latar Belakang : Amilum dapat digunakan sebagai bahan pengisi dalam formulasi tablet. Salah satu amilum yang

digunakan adalah amilum sagu dari pohon sagu (Metroxylon sagu, Rottb.). Amilum sagu masih memiliki sifat fisik yang

kurang baik sebagai filler-binder sehingga perlu dilakukan modifikasi.

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan material baru berbahan amilum sagu dengan sifat fisik yang lebih

baik.

Metode : Modifikasi amilum sagu dilakukan dengan proses pregelatinasi dan pembuatan material komposit. Material

komposit dibuat dengan mengkombinasikan amilum sagu dengan povidon dan dengan MCC. Pembuatan amilum

pregelatin dilakukan dengan memanaskan dispersi amilum sagu hingga suhu 60oC selama 15 menit. Material komposit

amilum sagu-povidon dibuat dengan mendispersikan amilum sagu dan povidon K-10 dengan perbandingan 9:1

sedangkan komposit amilum sagu-MCC dibuat dengan cara yang sama dengan perbandingan 7:3. Pengeringan

dilakukan dengan proses spray drying. Material yang dihasilkan kemudian diuji sifat fisiknya meliputi sifat alir,

kompaktibilitas-kompresibilitas, daya serap dan kerapuhan.

Hasil penelitian : Material komposit amilum sagu-PVP mengalami penurunan daya serap air yang signifikan terhadap

amilum sagu asli dibandingkan dengan material amilum sagu pregelatin atau material komposit amilum sagu-MCC.

Proses pregelatinasi dan proses pembuatan material komposit mampu meningkatkan diameter partikel amilum sagu

dan juga meningkatkan kerapuhannya. Material modifikasi amilum sagu yang dihasilkan lebih baik sifat alirnya

dibandingkan dengan material amilum sagu saja. Material komposit amilum sagu-PVP dan amilum sagu-MCC

mempunyai sifat lebih kompresibel dibanding amilum sagu dan material amilum sagu pregelatinasi yang ditunjukkan

dengan ketebalan tablet yang kecil. Proses modifikasi mampu meningkatkan kompaktibilitas amilum sagu.

Kesimpulan: Amilum sagu pregelatin, material komposit amilum sagu-PVP, dan material komposit amilum sagu-

MCC memiliki sifat fisik yang lebih baik dibandingkan material amilum sagu sehingga dapat digunakan sebagai filler-

binder dalam pembuatan tablet secara kempa langsung.

Kata kunci: amilum sagu, pregelatinasi, material komposit, povidon, MCC

1. PENDAHULUAN

Pohon sagu banyak tumbuh di Asia

Tenggara, terutama di Indonesia, Malaysia,

Brunei, dan Papua New Guinea. Daerah di

Indonesia yang memproduksi sagu adalah Irian

Jaya, Maluku, Kalimantan, dan Sumatra (Singhal

et al, 2008). Amilum sagu terdapat dalam jumlah

yang cukup besar dan melimpah di Indonesia.

Potensi pati kering dari tanaman sagu di areal

seluas 1,4 juta hektar di Indonesia mencapai enam

juta ton per tahun, tetapi yang dimanfaatkan baru

sekitar sepuluh persen. Sisanya, dibiarkan mati

akibat tak termanfaatkan. Amilum merupakan bahan yang dapat digunakan

sebagai eksipien dalam formulasi tablet. Banyak

tanaman yang menghasilkan amilum, salah

satunya adalah dari tanaman sagu Metroxylon

sagu. Adapun kekurangannya adalah sifat alirnya

dan kompresibilitasnya yang kurang baik.

Amilum yang tidak di modifikasi memberikan

kompresibilitas yang buruk dan cenderung

meningkatkan kerapuhan tablet dan capping jika

digunakan dalam konsentrasi tinggi. Tablet yang

kadar amilumnya besar akan mengakibatkan

kekerasannya menurun, sehingga penggunaannya

sebagai bahan pengisi terbatas (Kibbe, 2009).

Pembuatan eksipien coprocessed amilum sagu

sebagai filler-binders dapat dilakukan dengan berbagai cara, beberapa di antaranya adalah

dengan pembuatan amilum pregelatinasi dan

Page 2: PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb ...

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

17

pembuatan material komposit. Amilum

pregelatin adalah amilum yang telah di proses

secara kimiawi atau mekanis untuk merusak

sebagian atau seluruh partikel amilum sehingga

akan menghasilkan partikel dengan ukuran yang

lebih besar. Material komposit adalah kombinasi

dua atau lebih eksipien yang menghasilkan

eksipien baru dengan sifat yang lebih baik

dibandingkan sebelumnya.Proses pregelatinasi

dan komposit akan menghasilkan material baru

dengan sifat alir dan kompresibilitas yang lebih

baik dan langsung dapat digunakan dalam

pembuatan tablet metode kempa langsung (Ajay

et al., 2012).

Material komposit dibuat dengan

mengkombinasikan dua atau lebih material dasar.

Material yang sering dipakai sebagai bahan

pembuatan material komposit diantaranya

povidon, laktosa, selulosa, dan amilum. Pemilihan

MCC dan povidon sebagai bahan untuk membuat

amilum sagu komposit dikarenakan bahan

tersebut memiliki fungsi sebagai binders yang

baik pada sediaan tablet. Salah satu metode

pengeringan pada proses modifikasi amilum

adalah metode spray drying. Spray drying adalah

teknik yang sangat umum digunakan untuk

mempersiapkan bahan berbasis amilum dengan

biaya yang rendah dan juga peralatan yang telah

tersedia (Gharsallaoui et al., 2007).

Penelitian ini dilakukan untuk

memperbaiki sifat amilum sagu dengan proses

pregelatinasi dan mengkombinasikan dengan

binders yaitu MCC dan povidon dengan metode

pengeringan spray dry sehingga akan didapat

eksipien baru dari amilum sagu yang memiliki

sifat alir dan kompresibilitas yang baik serta

memenuhi persyaratan sebagai filler-binder

tablet.

2. Bahan, Alat, dan Metode

2.1. Bahan

Bahan yang digunakan yaitu Amilum

sagu, Povidon K-30 (Kimia Farma), Avicel PH

101 (FMC Biopolymer), asetosal (Kimia Farma),

Mg stearat (Peter Greven GmbH & Co.KG),

etanol 70% (teknis), asam sulfat (teknis), NaOH

0,1N (teknis), HCl encer (teknis), larutan iodin

(teknis), dan aquadest (farmasetik)

2.2. Alat

Alat yang digunakan yaitu : mesin spray dry (LabPlant), alat-alat gelas, alat untuk

mengukur waktu alir granul (Erweka GT),

stopwatch, sieving machine (Retac Mitamura),

thickness gage (Mitutoyo dial), motorized taping

device (Erweka GT), mesin tablet single punch

(Korsch), hardness tester (model Stokes),

disintegrator (Erweka GT), abrasive Tester

(Erweka G.m.b.h Type TAP), Mikroskop model

EL-S3 (Shimadzu), mesin penghisap debu, neraca

analitik, termometer, scanning electron

microscope (Jeol JSM-T300), Infra Red Moisture Balance (Kett).

2.3. Metode

Amilum Sagu Evaluasi material:

-mikroskopi

- kelarutan

-identifikasi kandungan amilum

-keasaman

-susut pengeringan

-sisa pemijaran

Pembuatan Amilum Sagu Pregelatin

-dibuat dispersi dengan perbandingan 20% b/v

-dipanaskan perlahan hingga suhu 65oC

Page 3: PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb ...

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

18

Gambar 1. Bagan penelitian

Penelitian pembuatan material

coprocessed amilum sagu dilakukan dalam

beberapa tahap yaitu sebagai berikut :

1. Pemeriksaan kualitas amilum

Pemeriksaan kualitas amilum sagu meliputi:

a. Mikroskopi.

Sampel direkatkan pada specimen dengan

double tape, kemudian sampel disalut dengan

emas dengan menggunakan ion sputter. Sampel

yang sudah tersalut dimasukkan dalam specimen stage pada scanning electron microscopy.

b. Kelarutan.

Sebanyak 0,01 mg amilum ditambah 1 liter

air dingin, kemudian diaduk. Amilum yang telah

ditambahkan ke air, diamati kelarutannya.

Langkah tersebut dilakukan lagi dengan

mengganti air dengan alkohol 95%.

c. Identifikasi kandungan amilum.

Satu gram amilum didihkan dengan 50

ml air hingga terbentuk larutan kanji yang

transparan kemudian ditambahkan larutan

pereaksi iodium 0,005 M sebanyak 0,05 ml yang

kemudian terbentuk warna biru yang jika dipanaskan hilang dan jika didinginkan tampak

lagi.

d. Keasaman.

Sepuluh gram amilum dicampurkan

dengan 100 ml etanol (70% pa) yang telah

dinetralkan terhadap phenoltalein LP, kemudian

digojog baik-baik selama 1 jam, saring dan

netralkan 50 ml filtrat dengan NaOH 0,1 N LV

dengan indikator phenoltalein LP.

e. Susut pengeringan.

Sejumlah amilum sagu dimasukkan ke

dalam alat moisture balance. Alat moisture balance diatur pada suhu 105oC dan waktu

otomatis, kemudian ditunggu hingga bobot

konstan lalu ditimbang.

f. Sisa pemijaran.

Lebih kurang 1 gram amilum yang telah

digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan ke

dalam krus platina atau krus silikat yang telah

dipijarkan dan ditara. Amilum dibasahkan dengan

sejumlah kecil asam sulfat LP, kemudian

dipanaskan perlahan-lahan sampai mengarang

sempurna. Residu dibasahkan dengan 1 ml asam

sulfat LP, kemudian dipanaskan dengan hati-hati

sampai tidak terbentuk asam putih dan dipijarkan sampai residu habis terbakar, kemudian

Amilum sagu pregelatin

Di-spray drying dengan kondisi

suhu inlet 95oC, suhu outlet 50oC,

pump feed 4 bar, tekanan pompa 3

bar

Evaluasi/karakterisasi dan

standarisasi:

-kompresibilitas

-daya serap air

-kadar air

-kerapuhan granul

Evaluasi/karakterisasi dan

standarisasi:

-bentuk dan topografi partikel

-distribusi ukuran granul

-diameter rata-rata ukuran granul

-sifat alir

-kompaktibilitas

Page 4: PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb ...

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

19

didinginkan dalam desikator dan ditimbang

seksama lalu dihitung persentasenya.

2. Pembuatan dispersi amilum pregelatinasi

Sejumlah 200 gram amilum sagu

didispersikan ke dalam 1 liter aquadest, dipanaskan perlahan-lahan diatas penangas air

sambil diaduk perlahan. Dispersi amilum tersebut

didinginkan dengan merendam pada air dingin.

3. Pembuatan komposit amilum sagu-povidon

Sebanyak 200 gram campuran amilum

sagu dan povidon didispersikan dalam 1 liter

aquadest. Povidon dilarutkan dalam aquadest

kemudian larutan dimasukkan ke dalam amilum

sagu. Dilakukan pengadukan dengan magnetic

stirer sampai homogen.

4. Pembuatan komposit amilum sagu-MCC

Sebanyak 200 gram campuran amilum

sagu dan MCC didispersikan dalam 1 liter

aquadest dengan perbandingan amilum sagu dan

MCC yang digunakan adalah 7:3. Dispersi

amilum sagu-MCC diaduk dengan magnetic stirer sampai homogen.

5. Produksi material coprocessed

Dispersi cair dalam beker glass

dihubungkan dengan selang. Melalui selang,

dispersi disedot oleh pompa agar masuk ke dalam

chamber drying. Produk dikumpulkan lalu

dikeringkan dalam oven suhu 80oC selama sehari

kemudian diayak.

6. Pemeriksaan sifat fisik material coprocessed

a. Bentuk dan topografi partikel.

Sampel direkatkan pada specimen dengan

double tape, kemudian sampel disalut dengan

emas dengan menggunakan ion sputter. Sampel

yang sudah tersalut dimasukkan dalam specimen

stage pada scanning electron microscopy.

b. Distribusi ukuran granul dan diameter rata-rata

ukuran granul.

Ditimbang 25 g granul, dimasukkan ke

dalam ayakan bertingkat. Granul yang tertinggal

pada masing-masing ayakan ditimbang dan

dihitung persentase bobot yang tertinggal.

c. Sifat alir.

Sebanyak 10 gram amilum dituang

pelan-pelan ke dalam corong pengukur dengan

bagian bawah corong dalam keadaan tertutup.

Setelah granul dituang semua, bagian bawah

corong dibuka dengan menarik besi penutup

dengan cepat. Stopwatch dinyalakan untuk

mengukur waktu alir granul. Tinggi dan sudut

yang dibentuk gundukan dengan alas dihitung

untuk menilai sudut diam amilum.

d. Bulk density dan tapped density. Gelas ukur 100 ml ditimbang. Material

coprocessed dituang pelan pelan ke dalam gelas

ukur sampai volume 50 ml dan dicatat sebagai

Vo. Gelas ukur yang sudah diisi granul tersebut

kemudian ditimbang. Berat granul merupakan

selisih berat gelas ukur diisi granul dengan gelas

ukur kosong. Gelas ukur dipasang pada alat dan

motor dihidupkan. Pengetukan dilanjutkan sampai

volume granul konstan dan dicatat sebagai Vinf.

e. Kompaktibilitas.

Pada uji kompaktibilitas, volume granul

yang diuji diatur sama. Kekerasan tablet yang

dihasilkan menggambarkan kompaktibilitas

granul.

f. Kompresibilitas

Pada uji kompresibilitas, volume granul

yang diuji diatur sama. Ketebalan tablet

menggambarkan kompresibilitas granul.

g. Daya serap air.

Alat uji daya serap dihubungkan dengan

timbangan elektrik yang diatasnya diberi ampul,

posisi diatur sedemikian rupa sehingga posisi

ampul dalam timbangan tidak bersentuhan dengan

kapiler yang dihubungkan dengan tempat lain

yang diuji. Granul yang digunakan sebanyak 0,5

gram. Berkurangnya air yang terdapat pada ampul

setelah 8 menit dicatat.

h. Kadar air.

Sebanyak 50 gram serbuk dimasukkan

dalam wadah pada Moisture Balance. Air yang

hilang karena penguapan dibaca langsung pada

skala persen MC (moisture content).

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Pengujian terhadap Amilum Sagu

Penelitian pendahuluan dilakukan dengan

pengujian amilum sagu. Amilum sagu terlebih

dahulu diuji untuk mengetahui karakteristiknya

dan untuk menilai apakah amilum sagu yang

digunakan dalam penelitian telah sesuai dengan

yang dipersyaratkan dalam literatur mengenai

amilum yang digunakan dalam produksi sediaan

tablet. Dalam Farmakope Indonesia edisi V,

belum tercantum data tentang amilum sagu,

sehingga untuk amilum yang lain semua

persyaratan yang dipersyaratkan mengacu pada

amilum singkong. Hasil pengujian terhadap

amilum sagu dapat dilihat pada tabel 1.

Page 5: PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb ...

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

20

Tabel 1. Hasil pengujian amilum sagu

Jenis Pengujian Hasil Batas persyaratan

Identifikasi amilum Timbul warna biru dengan

pereaksi Iodium

Timbul warna biru dengan

pereaksi Iodium

Mikroskopis oval, butir tunggal, hilus sirkuler oval, butir tunggal, hilus

sirkuler

Penetapan kadar abu (%) 0,187 < 0,6

Keasaman amilum (ml) 0,51 < 2,0

Susut pengeringan (%) 12,64 < 15

Uji kelarutan dalam air Tidak larut Tidak larut

Uji kelarutan dalam etanol Tidak larut Tidak larut

3.1.1. Identifikasi amilum

Identifikasi amilum dengan

menggunakan pereaksi iod merupakan reaksi

yang umum digunakan untuk identifikasi

amilum. Dispersi amilum dipanaskan maka akan

menghasilkan larutan kental berwarna opague

dan terjadi gelatinisasi. Apabila larutan tersebut

selanjutnya didinginkan dan ditambah pereaksi

iodium, larutan akan berwarna biru tua. Bila

dipanaskan kembali, warna biru akan hilang. Hal

ini menunjukkan bahwa sampel benar

mengandung amilum. Warna biru tua timbul

karena reaksi antara amilosa (senyawa yang

berantai lurus) dengan iodium. Reaksi ini bersifat

reversibel, artinya warna biru tua yang timbul

akan hilang lagi apabila iodium direduksi oleh

reduktor lain karena pemanasan (pemanasan

dapat menyebabkan iodium segera

menguap/hilang).

3.1.2. Hasil pengamatan mikroskopis

Bentuk, ukuran dan letak hilus amilum

bermacam macam dan spesifik, sehingga untuk

mengidentifikasi amilum sering digunakan

mikroskop (merupakan salah satu cara

identifikasi amilum). Pengamatan amilum sagu

sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh Ahmad

et al. (1999) dengan hasil mikroskopi amilum

sagu ditunjukkan pada Gambar 2.

Page 6: PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb ...

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

21

Gambar 2. Mikroskopi amilum sagu (Ahmad et al., 1999)

Keterangan gambar:

A : Skala

B : Partikel berbentuk oval truncated

C : Partikel berbentuk butir tunggal dengan permukaan tidak rata

Terlihat pada Gambar 2, amilum sagu memiliki

butir tunggal dengan beberapa permukaan tidak

rata,berbentuk oval dan truncated. Rujukan

tersebut digunakan sebagai dasar untuk

mengetahui amilum sagu yang digunakan pada

penelitian ini adalah benar-benar amilum sagu.

Hasil SEM amilum sagu yang digunakan pada

penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3 dengan

perbesaran 2000x.

Gambar 3. Hasil SEM partikel amilum sagu perbesaran 2000x

Keterangan gambar:

A : Skala

B : Partikel berbentuk oval truncated

C : Partikel berbentuk butir tunggal dengan permukaan tidak rata

Hasilnya pada kedua gambar terlihat beberapa

kesamaan terhadap bentuk amilum sagu yang

teramati. Amilum sagu berbentuk oval,

truncated, butir tunggal dengan beberapa

permukaan tidak rata. Pada Gambar 2 dan 3

terdapat perbedaan ukuran partikel amilum sagu

ditinjau dari skala pada gambar yang ditunjukkan

oleh panah A. Amilum sagu pada Gambar 2

terlihat relatif lebih besar dibandingkan pada

amilum sagu pada Gambar 3. Dalam literatur

disebutkan bahwa rentang ukuran partikel

amilum sagu adalah 5-50 μm, sehingga ukuran

partikel amilum sagu pada kedua gambar

diperkirakan masih masuk dalam rentang. Hal ini

Page 7: PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb ...

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

22

menunjukkan bahwa amilum yang digunakan

pada penelitian ini benar-benar merupakan

amilum sagu.

3.1.3. Penetapan kadar abu

Hasil penetapan kadar abu diperoleh

sebesar 0,187% Apabila hasil ini dibandingkan

dengan persyaratan yang tercantum pada amilum

singkong (tidak lebih dari 0,6%), maka kadar abu

yang terdapat dalam amilum sagu sudah

memenuhi standar Farmakope Indonesia.

Semua amilum mengandung sejumlah

kecil zat anorganik. Jumlah material anorganik

ini dapat dideterminasi dari residu yang

tertinggal setelah dilakukan pengabuan. Abu dari

amilum terutama mengandung natrium, kalium,

magnesium dan kalsium dalam bentuk logam.

3.1.4. Pengujian keasaman amilum

Tingkat keasaman yang dipersyaratkan

untuk semua amilum yang tercantum dalam

Farmakope Indonesia adalah jumlah titran NaOH

0,1 N yang dibutuhkan untuk titrasi 50,0 ml

filtrat, tidak lebih dari 2,0 ml. Berdasarkan hasil

penelitian jumlah titran yang dibutuhkan hanya

0,51 ml. Jumlah titran yang dibutuhkan sangat

kecil, hal ini disebabkan amilum sagu telah

mengalami pencucian terlebih dahulu dengan

NaOCl yang berfungsi sebagai bleaching agent.

3.1.5. Pengukuran susut pengeringan

Susut pengeringan digunakan untuk

penetapan semua jenis bahan yang mudah

menguap dan hilang pada kondisi tertentu

(temperatur 105oC). Sebenarnya untuk zat yang

diperkirakan mengandung air sebagai satu-

satunya bahan mudah menguap, penetapan kadar

air saja sudah mencukupi. Di dalam Farmakope

Indonesia, dipersyaratkan susut pengeringan

tidak lebih dari 15%. Dari hasil penelitian

diperoleh susut pengeringan sebesar 12,64%.

Harga ini telah memenuhi dari yang

dipersyaratkan.

3.1.6. Data hasil uji kelarutan

a. Dalam air.

Hasil uji kelarutan amilum sagu (satu

bagian amilum sagu ditambah 10.000 bagian air)

setelah diaduk, diperoleh hasil yaitu amilum sagu

tidak larut. Amilum terdapat dalam bentuk

partikel-partikel yang kompak dan jaringan

molekulernya terikat melalui ikatan hidrogen.

Dalam air dingin partikel tersebut tidak akan

larut dan pecah. Namun dengan adanya

pemanasan, partikel amilum akan

menggelembung dan pecah. Walaupun amilum

terdiri rangkaian karbohidrat yang bersifat

hidrofilik, namun karena amilum terdapat dalam

bentuk partikel yang kompak dan padat, maka air

akan sulit menembus. Dengan adanya kenaikan

temperatur dan pengadukan akan menghasilkan

tenaga yang melemahkan ikatan hidrogen,

sehingga air dapat diabsorbsi oleh butiran

amilum dan menjadi seperti gel.

b. Dalam etanol.

Pengamatan kelarutan amilum sagu

dalam etanol (satu bagian amilum ditambah

10.000 bagian etanol) diperoleh hasil yaitu

amilum tidak larut. Seperti pada uji kelarutan

dalam air, maka etanol juga sulit dapat diabsorsi

oleh partikel amilum yang kompak, namun bila

dispersi amilum ini dipanaskan dan diaduk maka

akan menjadi seperti gel

3.2. Kondisi Proses Modifikasi Amilum Sagu

Kondisi proses modifikasi amilum sagu

ditunjukkan melalui tabel 2.

Tabel 2. Kondisi proses modifikasi amilum sagu

Parameter Kondisi proses

Konsentrasi 20% b/v

Suhu gelatinisasi 60oC

Lama pemanasan 15 menit

Suhu inlet 95oC

Suhu outlet 50oC

Pump feed 4 bar

Tekanan pompa 3 bar

Ukuran nozzle 1 mm

Suhu oven 80oC

Page 8: PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb ...

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

23

Partikel amilum sagu tidak larut dalam

air, karena jaringan molekulernya terikat melalui

ikatan hidrogen yang kompak. Campuran

partikel amilum dengan air dingin hanya

mengakibatkan hidrasi amilum, yaitu amilum

menyerap kira-kira sebesar 30% air. Air tersebut

masuk melalui daerah-daerah yang amorf, tetapi

tidak demikian pada kristalin yang kompak

sehingga daerah tersebut terhindar dari

penggelembungan. Peristiwa ini bersifat

reversible. Pada dispersi campuran amilum sagu-

MCC dan amilum sagu-PVP tidak dilakukan

pemanasan terlebih dahulu, sehingga tidak

terjadi perubahan fisis pada dispersi dan partikel

amilum sagu sebelum dilakukan spray drying.

Proses pembuatan material amilum sagu

pregelatinasi, pada dispersi amilum sagu

dilakukan pemanasan secara perlahan-lahan

terlebih dahulu sebelum dilakukan spray drying.

Temperatur dibiarkan naik mencapai 60oC dan

ditunggu hingga 15 menit. Pemanasan yang

terlalu lama akan membuat dispersi amilum sagu

menjadi gel. Bila temperatur air dinaikkan dan

ditambah dengan pengadukan, maka akan

melemahkan ikatan hidrogen, sehingga air dapat

diabsorbsi oleh partikel amilum dalam jumlah

yang lebih besar lagi. Pada temperatur air 50 oC,

partikel amilum sagu belum mengalami

perubahan, baru pada temperatur 60 oC, partikel

amilum sudah menggelembung. Cairan dispersi

tersebut langsung didinginkan dengan cara

merendam dengan air dingin.

Amilum sagu yang telah mengembang

dan segera didinginkan, akan mengakibatkan

partikel amilum menjadi buram dan sifatnya

tegar, karena terbentuk ikatan-ikatan hidrogen

yang baru antar molekul-molekul amilosa dan

amilopektin. Pembentukan ikatan-ikatan

hidrogen yang berbeda dengan sebelumnya, akan

mengakibatkan terbentuknya kisi-kisi Kristal

yang berbeda dengan kisi-kisi kristal

sebelumnya, perubahan ini disebut polimorfi.

Ikatan-ikatan hidrogen yang terjadi

setelahdispersi amilum sagu didinginkan, tidak

sama dengan ikatan hidrogen yang terdapat pada

butiran amilum sebelum dipregelatinasi. Hal ini

dikarenakan pada saat pengembangan, adanya

pemanasan mengakibatkan energi kinetik naik.

Akibat kenaikan energi kinetik akan

menyebabkan gerakan rotasi dari ikatan sigma

dan ikatan hidrogen dapat lepas serta berikatan

dengan air. Setelah didinginkan, molekul air

lepas dan terbentuk ikatan hidrogen

intramolekuler dan ekstramolekuler yang baru,

dimana posisi ikatan hidrogen yang terjadi tidak

akan sama seperti posisi awal sebelum

pregelatinasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa

amilum sagu pregelatin merupakan bentuk

polimorfi dari amilum sagu, dimana akibat

pregelatinasi hanya terjadi perubahan struktur

internal kristalnya. Amilopektin yang

mempunyai rantai bercabang, dalam larutan

lebih mantap. Akibat dari pembentukan ikatan

hidrogen intramolekuler baru dan kemantapan

amilopektin, mengakibatkan amilum yang telah

mengembang dan segera didinginkan tidak dapat

sepenuhnya kembali pada ukuran semula.

Kisaran suhu terjadinya proses

gelatinisasi untuk untuk berbagai amilum

berbeda-beda, tergantung perbandingan jumlah

amilosa dan amilopektinnya, jenis dan asal

amilumnya. Dari kepustakaan diperoleh harga

kisaran temperatur gelatinisasi Kofler untuk

amilum sagu adalah 60-72oC. Kisaran suhu

terjadinya proses gelatinisasi biasa disebut

kisaran suhu gelatinisasi. Kisaran suhu ini biasa

digunakan untuk penjatidirian jenis amilum.

Amilum sagu yang telah mengembang dan

segera didinginkan, akan mengakibatkan partikel

amilum menjadi buram dan sifatnya tegar,

karena terbentuk ikatan ikatan hidrogen yang

baru antar molekul-molekul amilosa dan

amilopektin. Pembentukan ikatan-ikatan

hidrogen yang berbeda dengan sebelumnya, akan

mengakibatkan terbentuknya kisi-kisi kristal

yang berbeda dengan kisi-kisi kristal

sebelumnya, perubahan ini disebut polimorfi.

Sehingga dapat dikatakan bahwa amilum sagu

pregelatin merupakan bentuk polimorfi dari

amilum sagu (Sulaiman, 2000).

Pada penelitian ini material coprocessed

dibuat dari dispersi komposit amilum sagu-PVP,

dispersi komposit amilum sagu-MCC dan

dispersi amilum sagu pregelatinasi dengan

menggunakan teknik pengeringan spray drying.

Dispersi yang dibuat memiliki konsentrasi 20%

b/v. Konsentrasi 20% dipilih berdasarkan

orientasi sebelum penelitian. Pada konsentrasi lebih tinggi dari 20% b/v, dispersi sukar dipompa

dan tidak dapat teratomisasi dengan baik karena

Page 9: PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb ...

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

24

menjendal di dalam nozzle. Konsentrasi lebih

rendah dari 20% menyebabkan volume dispersi

menjadi lebih besar, waktu operasi menjadi lama

sehingga biaya operasi menjadi lebih mahal dan

material coprocessed yang dihasilkan terlalu

halus.

Spray dryer diatur pada suhu inlet 95oC;

outlet 50oC; pump feed 4 bar; tekanan pompa 3

bar, serta menggunakan nozzle dengan ukuran 1

mm. Pemilihan kondisi operasi menentukan sifat

fisik material yang dihasilkan. Pada penelitian ini

suhu inlet dan suhu outlet ditentukan

berdasarkan orientasi. Pada suhu inlet diatas

95oC dihasilkan material coprocessed yang

terlalu halus. Suhu dibawah 95oC material yang

dihasilkan kurang kering.

Dispersi dalam beker glass dihubungkan selang.

Melalui selang tersebut, dispersi disedot oleh

pompa agar masuk ke dalam drying chamber.

Dispersi ini dipecah oleh nozzle dengan teknik

atomisasi hydraulic pressure nozzle atomization. Material coprocessed di dalam chamber drying

dan chamber bottom dikumpulkan lalu

dikeringkan dalam oven dengan suhu 80oC selama 1 hari agar dihasilkan material

coprocessed yang lebih kering. Pengeringan

dilakukan karena material coprocessed yang

dihasilkan kurang kering. Hal ini kemungkinan

disebabkan karena penggunaan suhu inlet dibawah suhu penguapan air. Setelah kering,

material coprocessed diayak dengan ayakan no.

14 tanpa ada yang tertinggal

Gambar 4. Hasil SEM partikel amilum sagu perbesaran 1000x

3.3. Pemeriksaan Sifat Fisik Material

Coprocessed

Sifat fisik material coprocessed perlu

diketahui untuk mengetahui pengaruh proses

coprocessing yang dilakukan terhadap sifat fisik

material tersebut. Sifat fisik material ini akan

mempengaruhi kualitas tablet yang dihasilkan.

Uji sifat fisik meliputi sifat alir, bulk density, uji

kompaktibilitas, uji kompresibilitas, uji daya

serap air, kadar air, distribusi ukuran granul dan

diameter rata rata ukuran granul, kerapuhan

granul serta bentuk dan topografi material

coprocessed.

Page 10: PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb ...

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

25

3.3.1. Topografi dan bentuk material coprocessed

Gambar 5. Hasil SEM partikel amilum sagu-PVP perbesaran 1000x

Keterangan gambar:

A : Skala

B : Partikel povidon

C : Partikel amilum sagu

Pada Gambar 5 terlihat antar partikel

amilum sagu terselubung dan terikat oleh

povidon. Terlihat pada gambar tersebut amilum

sagu cenderung menggerombol dan membentuk

aglomerat dengan diselubungi oleh lapisan film

transparan yang berasal dari povidon. Bentuk

material amilum sagu-PVP yang dihasilkan

dipengaruhi oleh perbedaan kelarutan bahan

penyusunnya pada air. Bahan yang tidak larut

dalam air seperti amilum, ketika di spray drying

akan menghasilkan partikel dengan bentuk yang

tidak terlalu berbeda dengan bahan awalnya,

sedangkan povidon merupakan bahan yang larut

dalam air ketika dilakukan spray drying akan

menghasilkan partikel dengan ukuran yang kecil

dan bentuk bulat dengan rongga udara di

dalamnya sehingga ketika amilum sagu dan PVP

dikombinasikan dan di spray drying¸ partikel-

partikel amilum sagu akan melekat satu sama

lain dengan bantuan PVP seperti yang

ditunjukkan oleh huruf C pada gambar 3 (Sarrate

et al., 2015).

Povidon merupakan suatu bahan

pengikat tablet yang memiliki sifat adhesive. Povidon merupakan bahan pengikat yang efektif,

biasanya digunakan dengan konsentrasi 3-15%.

Penggunaan pada kadar yang kecil sudah mampu

mengikat bahan-bahan yang akan digranul.

Penggunaan povidon dalam pembuatan dispersi

material amilum sagu-PVP membuat semakin

kental dan lengket, sehingga partikel-partikel

amilum sagu yang terikat oleh povidon menjadi

lebih banyak dan ikatan antar partikelnya

menjadi lebih kuat. Sifat inilah yang akan

membuat partikel amilum sagu saling melekat

satu sama lain dan menjadi aglomerat yang lebih

besar. Ketika dilakukan proses spray drying,

droplet berinteraksi dengan udara panas di dalam

drying chamber, sifat lengket yang dimiliki oleh

povidon akan menyebabkan menempelnya

droplet yang satu dengan droplet yang lain dan

menghasilkan aglomerat dengan ukuran yang

semakin besar. Selain membuat partikel amilum

sagu saling melekat, PVP akan membuat lapisan

seperti film tipis yang melingkupi aglomerat

amilum sagu sehingga dengan kata lain PVP

menyalut butiran-butiran amilum sagu. PVP juga

memiliki fungsi sebagai agen penyalut

dikarenakan sifatnya yang larut dalam air dengan

baik. Lapisan ini transparan sehingga sulit untuk diamati dan juga tidak semua aglomerat amilum

sagu tersalut semuanya.

B

A

C

Page 11: PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb ...

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

26

Pada hasil foto SEM partikel amilum

sagu-MCC (Gambar 6), terlihat partikel amilum

sagu berlekatan dengan partikel MCC dan

bergabung menjadi satu bentuk partikel baru

yang lebih irregular. Pada gambar masih terlihat

butir-butir amilum sagu yang berbentuk sferis

dengan permukaan yang halus seperti yang

ditunjukkan pada huruf C pada gambar 6.

Gambar 6. Hasil SEM partikel amilum sagu-MCC perbesaran 1000x

Keterangan gambar:

A : Skala

B : Partikel MCC

C : Partikel amilum sagu

Penggunaan MCC pada jumlah tertentu mampu

mempengaruhi bentuk partikel yang dihasilkan.

Pada komposisi MCC 30%, sudah dihasilkan

partikel dengan ukuran yang lebih besar dan

memiliki bentuk yang irregular (Limwong et al.,

2004).

MCC biasa digunakan sebagai bahan

pengisi pada formulasi sediaan tablet. Pada kadar

tertentu MCC dapat digunakan sebagai bahan

pengikat. Bentuknya yang irregular

menyebabkan sifat alir dan kompresibilitas yang

baik. MCC merupakan bahan yang tidak larut

air, sama halnya dengan amilum. Ketika

dilakukan proses spray drying, bahan-bahan

yang bersifat tidak larut air bentuk partikelnya

tidak terlalu berbeda signifikan dengan awalnya.

Terbukti pada hasil proses spray dryng dispersi

amilum sagu-MCC, material yang dihasilkan

masih terlihat mirip dengan material aslinya.

Proses spray drying menyebabkan partikel

amilum sagu dengan MCC saling melekat satu

sama lain dan membentuk aglomerat yang lebih

besar.

C

B

A

Page 12: PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb ...

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

27

Gambar 7. Hasil SEM partikel amilum sagu pregelatinasi perbesaran 1000x

Keterangan gambar:

A : Skala

B : Partikel amilum sagu yang mengalami pengembangan

Pada hasil foto SEM partikel amilum sagu

pregelatinasi (Gambar 7), terlihat antar partikel

amilum sagu saling melekat dan mebentuk

aglomerat. Partikel amilum sagu baru memasuki

tahap pengembangan partikel, hanya beberapa

partikel yang telah mengalami gelatinisasi.

Secara umum terlihat material amilum sagu

pregelatinasi yang dihasilkan mengalami

perbesaran partikel dibandingkan dengan

sebelumnya yaitu amilum sagu asli (gambar 4),

namun beberapa masih memiliki permukaan

yang halus dan bentuk yang sferis akibat kurang

lamanya waktu pemanasan. Lama waktu

pemanasan mempengaruhi bentuk partikel yang

dihasilkan karena semakin lama waktu

pemanasan maka semakin banyak jumlah air

yang berdifusi ke dalam partikel amilum. Pada

waktu pemanasan dibawah 30 menit pada suhu

gelatinisasi, partikel amilum memasuki tahap

swelling, kemudian pada waktu 45 menit hingga

60 menit, partikel amilum telah mengalami

gelatinisasi (Widodo and Hassan, 2015).

3.3.2. Diameter rata-rata dan kerapuhan

material

Berdasarkan tabel 3 pada pengukuran

diameter partikel, material amilum sagu

pregelatin, material komposit amilum sagu-PVP

dan material komposit amilum sagu-MCC

memiliki diameter partikel yang lebih besar

dibandingkan diameter partikel amilum sagu asli.

Pada pengukuran kerapuhan partikel juga terjadi

kenaikan nilai kerapuhan pada ketiga material

hasil modifikasi amilum sagu. Hal ini

menunjukkan proses pregelatinasi dan proses

pembuatan material komposit mampu

meningkatkan diameter partikel amilum sagu dan

juga meningkatkan kerapuhannya.

Kenaikan diameter yang terjadi pada

amilum pregelatin dibandingkan dengan amilum

sagu asli disebabkan karena proses pregelatinasi

mengubah bentuk amilum sagu yang kecil dan

sferis menjadi mengembang lebih besar dan

irregular akibat adanya air yang terabsorpsi ke

dalam partikel amilum ketika proses pemanasan.

Beberapa butir amilum dapat mengalami pengembangan hingga ukuran maksimal dan

kemudian pecah akibat proses pemanasan yang

A

B

Page 13: PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb ...

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

28

terlalu lama dan diatas suhu gelatinisasinya.

Ketika dilakukan pengayakan dengan kecepatan

60 rpm, terjadi kenaikan jumlah fines pada

material amilum sagu pregelatinasi. Fines ini

kemungkinan merupakan serpihan dari partikel-

partikel amilum sagu yang pecah akibat proses

pregelatinasi (Sulaiman, 2000).

Kenaikan diameter partikel dan nilai

kerapuhan yang terjadi pada material komposit

amilum sagu-PVP dan amilum sagu-MCC

dibandingkan amilum sagu asli disebabkan oleh

interaksi yang terjadi pada level partikel antara

partikel amilum sagu dengan PVP dan antara

partikel amilum sagu dengan MCC. PVP

merupakan bahan pengikat yang memiliki sifat

adhesive yang kuat dan larut dalam air,

sedangkan MCC juga merupakan bahan pengikat

yang tidak larut dalam air. Perbedaan

karakteristik antara PVP dengan MCC akan

mempengaruhi interaksi yang terjadi dengan

amilum sagu dan berpengaruh pada material

yang dihasilkan. Pada gambar 3 terlihat bentuk

dari partikel material komposit amilum sagu-

PVP yang merupakan gabungan dari beberapa

partikel-partikel amilum sagu yang melekat

dengan bantuan PVP. PVP mampu mengikat

partikel-partikel amilum sagu lebih banyak

dikarenakan memiliki sifat adhesive yang kuat

sehingga membentuk aglomerat yang lebih besar

dengan ikatan yang kuat (Setyaningrum, 2008).

Apabila dibandingkan dengan gambar 4 terlihat

bentuk dari partikel material komposit amilum

sagu-MCC yang merupakan gabungan dari

beberapa partikel-partikel amilum sagu dan

MCC. MCC tidak memiliki sifat adhesive yang

kuat seperti halnya PVP sehingga aglomerat

yang dibentuk antara amilum sagu dengan MCC

tidak terlalu besar dan ikatannya tidak terlalu

kuat (Limwong et al., 2004).

Ketika dilakukan pengayakan dengan

kecepatan 60 rpm, terjadi kenaikan jumlah fines

pada material amilum sagu-PVP dan pada

material amilum sagu-MCC dibandingkan

dengan amilum sagu asli. MCC tidak memiliki

sifat adhesive yang kuat seperti PVP

menyebabkan ikatan yang timbul antar amilum

sagu dengan MCC tidak terlalu kuat sehingga

terjadi kenaikan jumlah fines yang lebih besar

pada material amilum sagu-MCC dibandingkan

jumlah fines yang dihasilkan pada material

amilum sagu-PVP. Fines ini merupakan partikel-

partikel amilum sagu dan MCC yang saling

terlepas akibat adanya getaran.

3.3.3. Daya serap air

Tabel 3. Sifat fisik material modifikasi amilum sagu

Material

Diameter (μm)* Kerapuhan (%)* Daya serap

(g/menit)*

Kadar air (%)*

Amilum sagu 60,4±0,60 0,13±0,00 0,16±0,00 8,55±0,58

Amilum sagu-PVP 706,4±8,38 2,23±0,91 0,04±0,00 8,96±0,01

Amilum sagu-MCC 144,1±3,32 6,92±3,67 0,15±0,00 6,46±0,01

Amilum sagu

pregelatinasi

91,1±4,05 1,52±0,28 0,14±0,01 8,48±0,01

Keterangan : tanda (*) menunjukkan hasil pengukuran ± SD dengan n=4

Pada tabel 3 terlihat bahwa material komposit

amilum sagu-PVP mengalami penurunan daya

serap air yang signifikan terhadap amilum sagu

asli dibandingkan dengan material amilum sagu

pregelatin atau material komposit amilum sagu-

MCC. Penurunan kecepatan penyerapan air ini

disebabkan oleh besarnya diameter material

amilum sagu-PVP dibanding amilum sagu asli.

Material dengan ukuran yang besar secara langsung memiliki luas permukaan kontak

dengan air yang kecil, menyebabkan air lebih

lama terserap. Apabila dibandingkan dengan

amilum sagu asli, luas permukaan kontak

material amilum sagu-PVP lebih kecil sehingga

kecepatan penyerapan airnya lebih kecil

dibandingkan amilum sagu asli.

Kenaikan diameter material komposit

amilum sagu-MCC tidak mengakibatkan

perubahan kemampuan daya serap air yang

signifikan dibandingkan amilum sagu asli, tidak seperti pada amilum sagu-PVP. Hal ini

dikarenakan partikel amilum sagu dan MCC

Page 14: PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb ...

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

29

tidak terikat dengan kuat seperti halnya pada

material amilum sagu-PVP. Didukung pula oleh

diameter material amilum sagu-MCC yang tidak

terlalu besar apabila dibandingkan dengan

material amilum sagu-PVP sehingga luas

permukaan kontak dengan air lebih besar,

menyebabkan air lebih mudah dan lebih banyak

yang berpenetrasi kedalam material.

3.3.4. Kadar air

Pada pengukuran kadar air material,

terjadi perubahan kadar air yang signifikan pada

material komposit amilum sagu-MCC terhadap

amilum sagu asli. Pada material amilum sagu

pregelatin dan material komposit amilum sagu-

PVP tidak mengalami perubahan kadar air yang

signifikan dibandingkan amilum sagu asli.

Pembuatan material komposit amilum

sagu-MCC menggunakan komposisi amilum

sagu lebih sedikit dibandingkan dengan pada

pembuatan material amilum sagu pregelatin atau

material komposit amilum sagu-PVP. Material

dengan kadar amilum yang lebih tinggi memiliki

kemungkinan kadar air yang lebih tinggi pula.

Kandungan lembab dari suatu amilum sangat

tergantung dari relative humidity (RH) dari udara

dimana amilum diletakkan. Jika kelembaban

turun, maka amilum akan melepaskan

kandungan lembabnya. Sebaliknya jika

kandungan lembab naik, maka amilum akan

mengabsorpsi lembab. Dalam kondisi atmosfir

normal (RH 70-80%), semua amilum biasanya

menyerap 10-20% (b/b) kelembaban. Pada RH

nol, maka kandungan lembab amilum mendekati

nol. Pada RH 20%, kelembaban dari semua

amilum berkisar sekitar 5-6% (b/b). Dalam

penelitian ini RH ruang kurang dari <70%.

Pada material komposit amilum sagu-

PVP, besarnya ukuran material amilum sagu-

PVP mempengaruhi kadar air yang dimilikinya.

Panas yang berasal dari oven akan kontak

dengan permukaan material. Luas permukaan

material amilum sagu-PVP yang kecil

menyebabkan proses pengeringan berjalan lama,

sehingga menyebabkan kandungan air dalam

material amilum sagu-PVP menjadi lebih besar

apabila dibandingkan dengan material amilum

sagu pregelatinasi, amilum sagu-MCC dan

amilum sagu asli dalam kondisi suhu

pengeringan dan waktu pengeringan yang sama.

3.3.5. Sifat alir material coprocessed

Sifat alir material dapat digambarkan

dengan parameter kecepatan alir dan sudut diam. Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa amilum

sagu tidak dapat dihitung nilai kecepatan alir dan

sudut diamnya karena tidak dapat mengalir

melewati corong sedangkan material

coprocessed yang dihasilkan dapat mengalir

melewati corong dengan kecepatan alir kurang

dari 10 gram/detik. Pada parameter kecepatan

alir, material komposit amilum sagu-PVP

memiliki kecepatan alir paling cepat yaitu 5,37

g/detik, kemudian material amilum sagu

pregelatinasi dan yang paling lambat material

komposit amilum sagu-MCC (P<0,05),

sedangkan untuk parameter sudut diam, material

amilum sagu-PVP memiliki sudut diam paling

kecil dan material amilum sagu pregelatinasi

memiliki sudut diam paling besar (P<0,05). Hal

ini menunjukkan material modifikasi amilum

sagu yang dihasilkan lebih baik sifat alirnya

dibandingkan dengan material amilum sagu saja.

Berdasarkan teori, material coprocessed yang

dihasilkan sifat alirnya masih kurang baik karena

seluruhnya memiliki kecepatan alir diatas 10

gram/detik dan sudut diam diatas 40o.

Material amilum sagu tidak dapat

mengalir dalam corong dikarenakan ukuran

partikel yang kecil dan banyaknya fines yang

terdapat di amilum sagu sehingga menyebabkan

adanya gaya elektrostasis yang saling tarik

menarik antar partikel sehingga gerakan partikel-

partikel menjadi terhambat. Menurut Šantl et al. (2011), fines mempunyai luas kontak antar

partikel yang lebih besar, sehingga gaya tarik

menarik antar partikel meningkat. Hal ini

berakibat pada kecepatan alirnya, semakin

banyak fines maka kecepatan alirnya semakin

menurun.

Secara umum kecepatan alir dan sudut

diam yang dihasilkan oleh ketiga material

coprocessed memiliki keselarasan dengan

perbedaan diameter rata-rata materialnya.

Material dengan ukuran yang besar memiliki

kecepatan alir yang besar dan sudut diam yang

kecil, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini

dikarenakan material dengan ukuran diameter

yang besar memiliki luas permukaan yang kecil

mengakibatkan kohesivitas yang rendah dan

mencegah material untuk mungumpul sehingga

sifat alirnya lebih baik.

Material komposit amilum sagu-PVP

mempunyai diameter ukuran partikel yang paling

besar dibandingkan material komposit amilum

sagu-MCC atau material amilum sagu

pregelatinasi.

Page 15: PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb ...

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

30

Tabel 4. Data sifat alir material

Material Sifat alir

Kecepatan alir

(g/detik)*

Sudut diam (o)* Tapped density

(g/ml)*

Bulk density

(g/ml)*

Amilum sagu - - 0,56±0,02 0,46±0,00

Amilum sagu-PVP 5,37±0,47 41,00±1,41 0,49±0,01 0,45±0,01

Amilum sagu-MCC 4,90±0,49 44,25±4,35 0,59±0,00 0,47±0,00

Amilum sagu

pregelatinasi

4,33±0,28 44,50±0,58 0,,49±0,01 0,41±0,00

Keterangan : tanda (-) menunjukkan material tidak dapat mengalir

tanda (*) menunjukkan hasil pengukuran ± SD dengan n=4

Perbedaan ukuran granul (tabel VI) menjadi

faktor yang utama material komposit amilum

sagu-PVP memiliki kecepatan alir dan sudut

diam lebih baik. Material yang mempunyai

ukuran lebih besar akan mempunyai kecepatan

alir yang cepat. Hal ini dikarenakan material

dengan ukuran diameter rata-rata yang besar

memiliki luas permukaan yang kecil

mengakibatkan kohesivitas yang rendah dan

mencegah material untuk mengumpul sehingga

sifat alirnya lebih baik.

Kecepatan alir material amilum

komposit sagu-PVP tidak berbeda signifikan

dibandingkan dengan kecepatan alir material

komposit amilum sagu-MCC (P>0,05),

walaupun ukuran partikel material komposit

amilum sagu-PVP lebih besar dibandingkan

dengan material komposit amilum sagu-MCC.

Alasan yang tepat untuk menjelaskan hal ini

adalah material komposit amilum sagu-MCC

memiliki bobot material yang lebih besar

dibanding dengan dengan material komposit

amilum sagu-PVP. Hal ini dapat dilihat pada

nilai bulk density dari material komposit amilum

sagu-MCC yang lebih besar dibanding material

komposit amilum sagu-PVP. Pengaruh gravitasi

menyebabkan material dengan bobot yang besar

akan mengalir lebih cepat dibandingkan dengan

material dengan bobot yang lebih kecil.

3.3.6. Kompresibilitas dan kompaktibilitas

Parameter kompresibilitas dapat

digambarkan dengan ketebalan tablet yang

dihasilkan pada skala punch tertentu. Material

komposit amilum sagu-PVP dan amilum sagu-

MCC mempunyai sifat lebih kompresibel

dibanding amilum sagu dan material amilum

sagu pregelatinasi yang ditunjukkan dengan

ketebalan tablet yang kecil (Tabel 5).

Tabel 5. Data kompresibilitas dan kompaktibilitas material

Material Ketebalan (mm)* Kekerasan (kg)*

Amilum sagu 4,00±0,50 0,275±0,0096

Amilum sagu-PVP 3,00±0,50 2,45±0,0127

Amilum sagu-MCC 3,00±0,50 1,55±0,0071

Amilum sagu pregelatinasi 4,00±0,50 0,525±0,0086

Keterangan : tanda (*) menunjukkan hasil pengukuran ± SD dengan n=4

Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh sifat

bahan penyusunnya. Amilum sagu bersifat

kurang kompresibel. Adanya amilum sagu dalam jumlah yang besar menyebabkan material

amilum sagu pregelatinasi menjadi kurang

kompresibel.

Parameter kompaktibilitas dapat digambarkan dengan kekerasan tablet pada skala

punch tertentu. Berdasarkan tabel 5 pada skala

Page 16: PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb ...

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

31

punch atas 7 dan punch bawah 10 diketahui

bahwa amilum sagu yang sudah di modifikasi

memiliki kompaktibilitas yang lebih baik

(P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa proses

modifikasi mampu meningkatkan

kompaktibilitas amilum sagu. Material komposit

amilum sagu-PVP lebih kompaktibel, kemudian

material komposit amilum sagu-MCC dan yang

paling jelek adalah amilum sagu pregelatinasi.

Amilum sagu memiliki sifat

kompaktibilitas yang buruk karena ukuran

partikel yang kecil dan sifatnya yang rapuh.

Ketika dilakukan pengempaan dengan tekanan

rendah, deformasi plastis yang terjadi oleh

amilum, terlalu lambat untuk membentuk ikatan

antar partikel, sehingga dihasilkan nilai

kekerasan yang rendah (Widodo and Hassan,

2015). Material komposit amilum sagu-PVP

lebih kompaktibel karena mempunyai ukuran

rata-rata partikel yang lebih besar (Tabel VI).

Penggunaan povidon yang bersifat adhesive pada

material komposit amilum sagu-PVP

menyebabkan ikatan antar partikel menjadi lebih

kuat dan tablet yang dikempa menjadi kompak

dan padat. Material komposit amilum sagu-MCC

memiliki sifat kompaktibilitas yang lebih baik

dibandingkan dengan amilum sagu pregelatinasi

dan amilum sagu yang tidak dilakukan

modifikasi, namun tidak lebih baik apabila

dibandingkan dengan material komposit amilum

sagu-PVP. Hal ini dikarenakan MCC merupakan

bahan pengikat namun tidak memiliki sifat

adhesive seperti povidon. Material amilum sagu

pregelatinasi kurang kompatibel dibanding

material komposit amilum sagu-PVP dan amilum

sagu-MCC, ditunjukkan dengan nilai kekerasan

0,53 kg. Hal ini dikarenakan ukuran partikel

yang kecil dan tidak adanya bahan pengikat lain

yang ditambahkan sehingga menyebabkan ikatan

antar partikel yang ditimbulkan oleh amilum

sagu pregelatinasi kurang kuat untuk membuat

tablet menjadi kompak dan padat.

4. KESIMPULAN Hasil modifikasi amilum sagu dengan

proses spray drying mampu memperbaiki

sifat fisiknya sehingga dapat digunakan sebagai

filler-binder dalam pembuatan tablet kempa

langsung. Material amilum sagu-PVP memiliki

diameter partikel lebih besar yang menyebabkan

perubahan sifat alir dan kompresibilitas yang

cukup signifikan, kemudian material amilum

sagu-MCC memiliki bentuk partikel yang lebih

irregular dan kerapuhan yang tinggi, sedangkan

material amilum sagu pregelatin memiliki

struktur dan karakteristik yang sedikit mirip

dengan aslinya akibat kurangnya lamanya proses

pemanasan.

DAFTAR PUSTAKA 1. Abdorreza, M.N., Robal, M., Cheng, L.H.,

Tajul, A.Y., Karim, A.A., 2012,

Physicochemical, thermal, and rheological

properties of acid-hydrolyzed sago

(Metroxylon sagu) starch, Food Sci.

Technol, 46, 135–141.

2. Kibbe, A.H., 2009, Starch Pregelatinized,

dalam Rowe, R.C., Sheskey, P.J., & Owen

S.C., (Ed.), Handbook of Pharmaceutical

Excipients, 6th Ed., 691-694, American

Pharmacists Association., Washington

D.C.

3. Gharsallaoui, A., Roudaut, G., Chambin,

O., Voilley, A., & Saurel, R., 2007,

Applications of spray-drying in

microencapsulation of food ingredients: An

overview, Food Research International.,

40(9), 1107–1121.

4. Singhal, R.S., Kennedy, J.F.,

Gopalakrishnan, S.M., Kaczmarek, A.,

Knill, C.J., Akmar, P.F., 2008, Industrial

production, processing, and utilization of

sago palm-derived products, Carbohydr. Polym., 72, 1–20.

5. Widodo, R.T., Hassan, A., 2015,

Compression and Mechanical Properties of

Directly Compressible Pregelatinized Sago

Starches, Powder Technol., 269, 15–21.