1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui bahwa pergaulan zaman sekarang sangatlah bebas, seluruh kalangan masyarakat dengan mudahnya dapat memiliki gadget dan mengakses internet kapanpun dan dimanapun. Internet merupakan sarana untuk memudahkan kita mendapatkan informasi apapun dari manapun dan kapanpun. Namun, selain manfaat yang baik itu pula internet dapat memberikan kemudahan untuk melakukan berbagai kejahatan ataupun perilaku tidak baik lainnya sehingga mendatangkan kemudharatan. Dengan internet kejahatan dapat dilakukan dengan mudah melalui berbagai modus, misalnya penipuan dengan motif belanja online. Dalam kasus ini pembeli yang percaya kepada penjual mentransfer sejumlah uang yang ditetapkan kepada penjual namun, barang yang dibeli tak kunjung tiba. Selain itu, akhir-akhir ini juga kita digegerkan dengan berita anak Sekolah Dasar yang sudah pandai berpacaran dan mengupload foto pacarnya di jejaring social “Facebook” dan memposting kata-kata yang seharusnya anak seusia itu belum memahaminya.
43
Embed
Pembiasaan Pembacaan Hadits dan Penerapannya untuk Mewujudkan Akhlak Rasulullah SAW di SDIT Khalifah Serang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bahwa pergaulan zaman sekarang
sangatlah bebas, seluruh kalangan masyarakat dengan mudahnya
dapat memiliki gadget dan mengakses internet kapanpun dan
dimanapun. Internet merupakan sarana untuk memudahkan kita
mendapatkan informasi apapun dari manapun dan kapanpun.
Namun, selain manfaat yang baik itu pula internet dapat
memberikan kemudahan untuk melakukan berbagai kejahatan
ataupun perilaku tidak baik lainnya sehingga mendatangkan
kemudharatan. Dengan internet kejahatan dapat dilakukan dengan
mudah melalui berbagai modus, misalnya penipuan dengan motif
belanja online. Dalam kasus ini pembeli yang percaya kepada
penjual mentransfer sejumlah uang yang ditetapkan kepada penjual
namun, barang yang dibeli tak kunjung tiba.
Selain itu, akhir-akhir ini juga kita digegerkan dengan berita
anak Sekolah Dasar yang sudah pandai berpacaran dan
mengupload foto pacarnya di jejaring social “Facebook” dan
memposting kata-kata yang seharusnya anak seusia itu belum
memahaminya.
Antara puncak tercetusnya permasalahan ini ialah disebabkan
kurangnya pengetahuan agama dalam diri muslim menyebabkan
mereka tidak mengetahui sebab sesuatu perkara itu dibenarkan
atau dibataskan syariat. Mereka merasakan agama hanyalah
perkara biasa dan tidak mencoba mendalami hikmah yang
terkandung di dalamnya. Jika pengetahuan agama dipandang
2
enteng sudah pasti akan memberi dampak yang negatif dalam
kehidupan. Sebagaimana firman Allah dalam surah at-Taubah ayat
122 yang artinya: “Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya”. Di sini dapat dipahami bahawa betapa
pentingnya pengetahuan agama bagi kebahagiaan hidup manusia.
Hal ini juga diduga terjadi, karena pengaruh tayangan-tayangan
tidak mendidik disertai luputnya pengawasan orang tua. Beranjak
dari kasus kedua tersebut kami mengambil judul makalah
“Pembacaan Pembiasaan Pembacaan Hadits dan Penerapannya
untuk Mewujudkan Akhlak Rasulullah SAW di SDIT Khalifah Serang.
B. Rumusan Masalah
a. Apa itu pengertian Hadits?
b. Bagaimana proses pelaksanaan program kegiatan
pembacaan Hadits di SDIT Khalifah Serang?
c. Bagaimana menerapkan akhlak Rasulullah dalam
pembiasaan pembacaan Hadits di kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian Hadits.
b. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan
program kegiatan pembacaan Hadits di SDIT Khalifah
Serang.
3
c. Untuk mengetahui bagaimana menerapkan akhlak
Rasulullah dalam pembiasaan pembacaan Hadits
dikehidupan sehari-hari.
D. Manfaat
Makalah ini bermanfaat bagi siapa saja yang ingin
mengetahui lebih jauh mengenai pembelajaran hadits yang
diterapkan di Sekolah Dasar Islam Terpadu Khalifah. Serta
dapat memberikan inspirasi bagi calon pendidik supaya bisa
menerapkan hadits seperti yang ada di Sekolah Dasar Islam
Terpadu Kolifah.
E. Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian dan
penyusunan makalah ini adalah metode deskriptif pada studi
kasus yang terdapat pada kegiatan di Sekolah Dasar Islam
Terpadu Khalifah Serang dengan pendekatan kualitatif.
Dengan subjek penelitian siswa kelas 3 (tiga), guru kelas 3
(tiga) dan orangtua murid. Instrumen penelitian yang
digunakan pada penelitian ini menggunakan pedoman
wawancara, pengumpulan data administrative sekolah, teori
pembacaan hadits, dan laporan desktiptif hasil observasi.
F. Sistematika Penulisan Makalah
4
Makalah ini terdiri atas Pendahuluan, Pembiasaan
Pembacaan Hadits dan Penerapannya untuk Mewujudkan
Akhlak Rasulullah SAW di SDIT Khalifah Serang, Penutup,
Daftar Pustaka serta lampiran berupa surat observasi dan
foto-foto selama kegiatan pembelajaran. Semua bagian
makalah tersebut kami susun dengan pemaparan dari kutipan
dan pendapat kami yang merupakan hasil diskusi, studi
pustaka dan obervasi. Pada bab Pendahuluan terdiri dari latar
belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat, metode, dan
sistematika penulisan makalah. Pada bab Pembiasaan
Pembacaan Hadits dan Penerapannya untuk Mewujudkan
Akhlak Rasulullah SAW yang terdiri dari pengertian dan
kedudukan hadits, profil sekolah Seokolah Dasar Islam
Terpadu Khalifah, sejarahnya, proses pelaksanaan kegiatan
pembelajaran, proses kegiatan lain-lainnya, proses pelaksaan
program kegiatan pembacaan hadits, tujuan hambatan dan
solusinya, serta implikasi terhadap penerapan pembacaan
hadits SDIT Khalifah Serang. Dan terakhir pada bab Penutup
terdiri atas Kesimpulan dan Saran.
5
BAB II
Pembiasaan Pembacaan Hadits dan Penerapannya untuk
Mewujudkan Akhlak Rasulullah SAW di SDIT Khalifah Serang
A. Pengertian Dan Kedudukan Hadits
1. Pengertian Hadits
(Ilyas, 61) Hadits adalah apa saja yang disandarkan
kepada Nabi Saw, baik perkataan, perbuatan, maupun
diamnya Nabi. Menutur Quraisy Shihab para ulama
mendefinisikan hadits sama dengan sunnah, yaitu segala
sesuatu yang dinisbahkan kepada Nabi Muhammad, baik
ucapan, perbuatan, taqrir (persetujuan) maupun sifat fisik
dan psikis, baik sebelum beliau menjadi Nabi maupun
sesudahnya.
Ulama ushul fiqh membatasi pengertian hadits hanya
pada ucapan-ucapan Nabi Muhammad yang berkaitan
dengan hukum; sedangkan perbuatan dan taqrir beliau
yang berkaitan dengan hukum dinamai sunnah. Dalam
6
hukum islam, hadits menjadi sumber hukum kedua setelah
Al-Qur’an. Penetapan hadits sebagai sumber kedua
ditunjukkan oleh tiga hal, yaitu Al-Qur’an sendiri,
kesepakatan (Ijma’) sebgai orang yang harus menjelaskan
kepada manusia apa yang diturunkan Allah karena itu apa
yang disampaikan Nabi harus diikuti, bahkan perilaku nabi
sebagai Rasul harus diteladani. Keberlakuan hadits sebagai
sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa
Al-Qur’an hanya memberikan garis-garis besar dan
petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian
lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan
manusia. Karena itu, keabsahan hadits sebagai sumber
kedua secara logika dapat diterima.
Al-Qur’an sebagai sumber pokok dan hadits sebagai
sumber kedua mengisyaratkan pelaksanaan dari
keyakinan terhadap Allah dan Rasulnya yang tertuang
dalam dua kalimat syahadat. Karena itu, menggunakan
hadits sebagai sumber ajaran merupakan suatu keharusan
bagi umat islam. Setiap muslim tidak bisa hanya
menggunakan Al-Qur’an, tetapi ia juga harus percaya
kepada hadits sebagai sumber kedua ajaran islam. Taat
kepada Allah adalah mengikuti perintah yang tercantum
dalam Al-Qur’an sedang taat kepada Rasul adalah
mengikuti sunnahnya. Oleh karena itu, orang yang
beriman harus merujukan pandangan hidupnya pada Al-
Qur’an dan sunnah Rasul. Al-Qur’an dan hadits merupakan
rujukan yang pasti dan tetap bagi segala macam
perselisihan yang timbul dikalangan umat islam sehingga
7
tidak melahirkan pertentangan dan permusuhan. Apabila
perselisihan telah dikembalikan kepada ayat dan hadits,
maka walaupun masih terdapat perbedaan dalam
penafsirannya, umat islam seyogyanya menghargai
perbedaan tersebut. Al-Qur’an dan hadits merupakan dua
sumber yang tidak bisa dipisahkan. Keterkaitan keduanya
tampak antara lain :
a. Hadits menguatkan hukum yang ditetapkan Al-
Qur’an. Disini hadits berfungsi memperkuat dan
memperkokoh hukum yang dinyatakan oleh Al-
Qur’an. Misalnya, Al-Qur’an menetapkan hukum
puasa dalam firmannya :
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas
kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-
orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Q.s Al-
Baqarah/2:183)
Dan hadits menguatkan kewajibkan puasa tersebut:
Islam didirikan atas 5 perkara : persaksian bahwa
tidak ada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah
Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat,
puasa pada bulan ramadhan dan naik haji ke
baitullah. (HR. Bukhari dan Muslim)
b. Hadits memberikan rincian terhadap pernyataan Al-
Qur’an yang masih bersifat global. Misalnya Al-
Qur’an menyatakan perintah shalat:
Dan dirikanlah oleh kamu shalat dan bayarkanlah
zakat. (Q.S Al-Baqarah/2:110)
8
Shalat dalam ayat diatas masih bersifat umum, lalu
hadits merincinya, misalnya shalat yang wajib dan
yang sunah sabda Rasulullah SAW:
Dari Thalhah bin Ubaidillah: bahwasanya telah
datang seorang arab badui kepada Rasulullah SAW.
Dan berkata: wahai Rasulullah beritahukan kepadaku
shalat apa yang difardukan untuku? Rasul berkata:
shalat 5 waktu, yang lainnya adalah sunah (HR.
Bukhari dan Muslim).
Al-Qur’an tidak menjelaskan operasional shalat
secara terperinci, baik bacaan maupun gerakannya.
Hal ini dijelaskan secara terperinci oleh hadits,
misalnya sabda Rasulullah SAW:
Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kalian melihat
aku shalat. (HR. Bukhari)
c. Hadits membatasi kemutlakkan ayat Al-Qur’an.
Misalnya Al-Qur’an mensyari’atkan wasiat:
Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara
kamu kedatangan tanda-tanda kamu dan dia
meninggalakan harta yang banyak, berwasiatlah
untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara
makruf. Ini adalah kewajiban atas orang-orangyang
bertakwa. (QS. Al-Baqarah/2:180)
Hadits memberikan batas maksimal pemberian harta
melalui wasiat yaitu tidak melampaui sepertiga dari
harta yang ditinggalkan (Harta warisan). Hal ini
disampaikan Rasul dalam hadits yang diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim dari Sa’ad Bin Abi Waqash
9
yang bertanya kepada Rasulullah tentang jumlah
pemberian harta melalui wasiat. Rasulullah melarang
memberikan seluruhnya, atau setengah, beliau
menyetujui memberikan sepertiga dari jumlah harta
yang ditinggalkan.
d. Hadits memberikan pengecualian terhadap
pernyataan Al-Qur’an yang bersifat umum. Misalnya
Al-Qur’an mengharamkan memakan bangkai dan
darah:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,
daging babi, daging yang disembelih atas nama
selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh,
yang ditanduk, yang dimakan binatang buas kecuali
yang sempat kamu menyembelihnya, dan yang
disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula
bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena
itu sebagai kefasikan. (QS, Al-Maidah/5 : 3).
Hadits memberikan pengecualian dengan
membolehkan makan jenis bangkai tertentu
(Bangkai ikan dan belalang) dan tertentu (Hati dan
limpa) sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Dari ibnu umar ra. Rasulullah SAW bersabda:
“dihalalkan kepada kita dua bangkai dan dua darah.
Adapun dua bangkai adalah ikan dan belalang dan
dua darah adalah hati dan limpa.” (HR. Ahmad, As-
Syafii, Ibn Majah, Baihaqi dan Daruqutni).
e. Hadits menetapakan hukum baru yang tidak
ditetapkan oleh Al-Qur’an. Al-Qur’an bersifat global,
10
banyak hal yang hukumnya tidak di tetapkan secara
pasti. Dalam hal ini, hadits berperan menetapkan
hukum yang belum ditetapkan oleh Al-Qur’an,
misalnya hadits dibawah ini:
Rasulullah melarang semua binatang yang bertaring
dan semua burung yang bercakar untuk dimakan.
(HR. Muslim dari Ibn Abbas).
2. Ilmu Hadits
Ilmu hadits adalah ilmu yang mempelajari seluk beluk yang
berkaitan dengan cara pemindahan hadis dari Nabi SAW dari
para sahabat, atau dari para tabiin dengan cara mengetahui
para prawinya dari sudut kecermatan dan ke’adalahannya
dan bagaimana keadaan sanadnya, yaitu rangkaian dari satu
rawi ke rawi lainnya, apakah bersambung atau terputus.
a. Istilah-istilah Dalam Ilmu Hadits
Ada beberapa istilah pokok yang perlu diketehui dalam
memahami ilmu tentang hadits, yaitu lafadz-lafadz khusus
yang disepakati oleh para ahli hadits. Diantaranya sanad,
matan, rawi, rijalul hadits. Untuk memahami istilah-istilah
ini perlu mengambil contoh sebuah hadits seutuhnya
sebagai berikut:
1) Sanad
Sanad adalah rangkaian para periwayat yang
menukilkan isi hadits secara berkesinambungan dari
yang satu kepada yang lain sehingga sampai kepada
periwayat (Rawi) terakhir. Dalam contoh diatas yang
disebut sanad adalah rangkaian nama-nama dari Al-
11
hamidi sampai Umar Bin Khathab (sebanyak 6
orang).
2) Matan
Matan adalah isi yang terdapat dalam hadits itu
sendiri, baik berupa perkataan, perbuatan, sifat nabi,
atau tindakan dan perbuatan para sahabat yang
dibiarkan oleh Nabi SAW. Dalam contoh diatas yang
disebut matan adalah isi hadits yang berbunyi:
“sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada
niatnya, dst…”.
3) Rawi
Rawi adalah orang yang menerima suatu hadits dan
menyampaikannya kepada yang lain. Dalam satu
hadits biasanya terdapat beberapa orang rawi
(disebut ruwat jamak dari rawi). Dalam contoh diatas
rawi-rawinya ada 6 orang yaitu Al-Hamidi Abdullah
bin Zubair, Sufyan, Yahya bin Said, Muhammad bin
Ibrahim, Al-qamah bin Waqash, dan Umar bin
Khatab.
4) Rijalul Hadits
Rijalul hadits adalah orang-orang yang terlibat dalam
periwayatan suatu hadits, yaitu para perawi hadits
itu sendiri. Sahih tidaknya suatu hadits banyak
ditentukan oleh rijalul haditsnya dari segi
kecermatan dan ketelitiannya (dhabit) dan
kepercayaannya (‘adalah). Untuk menentukan
apakah para perawi itu berkualitas atau tidak, ada
ilmu khusus untuk ini, disebut ilmu rijalul hadits,
12
yaitu ilmu yang mengkaji biografis setiap orang yang
terlibat dalam periwayatan hadits, disebut juga ilmu
tarikhur ruwat (Ilmu sejarah hidup para perawi).
3. Sejarah Penulisan dan Kodifikasi Hadits
Semasa hidup Rasulullah SAW., hadits masih berupa
ucapan nabi SAW. Yang didengar langsung oleh para sahabat
atau perbuatan Nabi SAW. Yang disaksikan oleh para sahabat.
Hadits-hadits ini disampaikan secara lisan oleh mereka
kepada para sahabat lain yang tidak mendengar atau melihat
langsung dari Nabi. Hal ini dalam rangka melaksanakan
perintah Rasulullah SAW : “falyubaligil hadhirun alal ghaibin”
artinya “hendaklah yang hadir menyampaikan kepada
mereka yang tidak hadir”. Penulisan perkataan dan perbuatan
Rasulullah SAW belum lumrah dikalanagan para sahabat.
Pada waktu itu hanya Al-Qur’an, selain berupa hapalan.
Diantara para sahabat yang banyak menghafalkan hadits
Nabi SAW. Secara langsung adalah Imam Ali ra., Abu Hurairoh
ra., Aisyah ra., Abdullah bin Umar ra., dan Abdullah bin Abas
ra. Meski demikian, ada juga sahabat yang sedikit
menuliskannya selain menghapalkannya yaitu Abdullah bin
Amr, tetapi itupun sebagai catatan pribadi.
Setelah Rasulullah wafat, perhatian terhadap pencarian
hadits-hadits dan penyebarannya kesegenap daerah islam
mulai tumbuh dan hidup. Orang-orang yang dekat
hubungannya dengan Rasulullah SAW sering menjadi sumber
untuk mendapatkan hadits-hadits Nabi SAW tersebut, seperti
Ali bin Abi Thalib, Aisyah, Abu Hurairah, Anas bin Malik,
13
Abdullah bin Abas, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Amr, dan
sebagainya. Tetapi pada masa itu pun penyampaian hadis
dari seseorang kepada yang lainnya masih berupa riwayat
lisan. Ide penulisan hadits belum muncul.
Ide pengumpulan dan hadits baru muncul ketika Umar
bin Abdul Aziz yang gelari Umar ke II menjabat sebagai
Khalifah pada awal abad ke 2 H. Pada waktu itu Umar
memerintahkan Abu Bakar Ibn Hazn untuk mengumpulkan
hadits-hadits yang diterima dari Nabi SAW. Pertengahan abad
ke 2 munculah kumpulan-kumpulan hadits. Yang paling
menonjol adalah kumpulan hadits karya Imam Malik yang
lebih dikenal dengan kitab Al-muwatha.
Pada abad ke III H. penulisan dan pembukuan hadits
mencapai puncaknya, yaitu dengan terbitnya kumpulan haits
yang ditulis oleh Imam Ahmad bin Hambal (Th. 164-241 H)
yang lebih dikenal dengan kitab Musnad Ahmad bin Hambal.
Setelah itu terbit kumpulan hadits-hadits yang disusun oleh