III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN 84 Pembentukan Galur Unggul Padi Tahan Penyakit Blas (Pyricularia grisea) Berbasis Seleksi Diferensial Standar dan Marka Molekuler untuk Lokus Gen Pib, Piz, Pita, dan Pik Sebanyak 100 isolat blas terkoleksi di Bank Gen Mikroba BB Biogen telah diuji patogenesitasnya pada varietas diferensial/monogenic lines, dilanjutkan dengan analisis keragaman genetiknya berdasarkan marka Simple Sequence Repeat (SSR) dan marka Expressed Sequence Tag (ESTs) (Gambar III.45). Sebanyak 50 individu tanaman populasi haploid ganda turunan hasil per- silangan ganda: Parekaligolara/IR54//Bio110/Markuti, diuji respon ketahanan- nya terhadap isolat-isolat blas terkarakterisasi lain selain isolat/ras yang telah digunakan sebagai isolat uji kegiatan tahun sebelumnya. Analisis keragaman genetik isolat blas dilakukan berdasarkan profil pola pita DNA yang diperoleh dari hasil analisis PCR. Skoring secara biner dilakukan berdasarkan pola pita DNA yang diperoleh tersebut sebagai data genotipe. Analisis keragaman genetik dan analisis asosiasi antara data fenotipe (patotipe) dan data genotipe yang telah diperoleh dilakukan menggunakan program Power Marker 3.25 dan program Tassel 3.1. Informasi patogenesitas ras/isolat terkoleksi disajikan berdasarkan sistem standar diferensial dan keragaman genetik 96 isolat koleksi baru, telah dilakukan menggunakan 16 marka molekuler ESTs, SSR, Mating type dan avr-ACE1. Evaluasi patogenesitas isolat blas pada koleksi isolat yang telah ada di- lakukan pada isolat yang telah diketahui memiliki kelompok ras yang berbeda, yaitu Ras033, Ras101, Ras123, Ras133, dan Ras173. Kelima ras ini adalah ras yang dominan pada beberapa lokasi endemik penyakit blas di Indonesia. Hal Gambar III.45. Salah satu keragaan genotipe isolat koleksi baru menggunakan marka ESTs, SSR, dan avr-ACE1. Keterangan urutan primer : 1–12 = ESTMo1-ESTMo12; 13–22 = SSR blas; 23–24 = Mat 1–2; 25–26 = Guy dan CM28.
37
Embed
Pembentukan Galur Unggul Padi Tahan Penyakit Blas ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN
84
Pembentukan Galur Unggul Padi Tahan Penyakit Blas (Pyricularia grisea) Berbasis Seleksi Diferensial Standar dan Marka Molekuler untuk
Lokus Gen Pib, Piz, Pita, dan Pik
Sebanyak 100 isolat blas terkoleksi di Bank Gen Mikroba BB Biogen telah diuji patogenesitasnya pada varietas diferensial/monogenic lines, dilanjutkan dengan analisis keragaman genetiknya berdasarkan marka Simple Sequence Repeat (SSR) dan marka Expressed Sequence Tag (ESTs) (Gambar III.45). Sebanyak 50 individu tanaman populasi haploid ganda turunan hasil per-silangan ganda: Parekaligolara/IR54//Bio110/Markuti, diuji respon ketahanan-nya terhadap isolat-isolat blas terkarakterisasi lain selain isolat/ras yang telah digunakan sebagai isolat uji kegiatan tahun sebelumnya.
Analisis keragaman genetik isolat blas dilakukan berdasarkan profil pola pita DNA yang diperoleh dari hasil analisis PCR. Skoring secara biner dilakukan berdasarkan pola pita DNA yang diperoleh tersebut sebagai data genotipe. Analisis keragaman genetik dan analisis asosiasi antara data fenotipe (patotipe) dan data genotipe yang telah diperoleh dilakukan menggunakan program Power Marker 3.25 dan program Tassel 3.1. Informasi patogenesitas ras/isolat terkoleksi disajikan berdasarkan sistem standar diferensial dan keragaman genetik 96 isolat koleksi baru, telah dilakukan menggunakan 16 marka molekuler ESTs, SSR, Mating type dan avr-ACE1.
Evaluasi patogenesitas isolat blas pada koleksi isolat yang telah ada di-lakukan pada isolat yang telah diketahui memiliki kelompok ras yang berbeda, yaitu Ras033, Ras101, Ras123, Ras133, dan Ras173. Kelima ras ini adalah ras yang dominan pada beberapa lokasi endemik penyakit blas di Indonesia. Hal
Gambar III.45. Salah satu keragaan genotipe isolat koleksi baru menggunakan marka ESTs, SSR,
dan avr-ACE1. Keterangan urutan primer : 1–12 = ESTMo1-ESTMo12; 13–22 = SSR blas; 23–24 = Mat 1–2; 25–26 = Guy dan CM28.
LAPORAN TAHUN 2014
85
tersebut menunjukkan bahwa di antara 5 ras uji yang digunakan Ras173 memiliki spektrum serangan paling luas terhadap varietas diferensial yang me-miliki gen ketahanan yang berbeda-beda. Sementara itu Ras033 memiliki spektrum serangan paling sempit, yaitu hanya menyerang gen Piks pada varietas diferensial IRBLks-F5. Keragaan respon patogenesitas kelima ras blas tersebut pada beberapa varietas diferensial monogenic lines ditunjukkan pada Gambar III.46. Gen ketahanan blas bersifat tahan/resistan terhadap Ras173 adalah gen Pish dan Pita2. Namun demikian, perlu diuji kembali ketahanan kedua gen ini di lapang endemis penyakit blas. Data potogenesis yang diper-oleh selanjutnya dianalisis keragamannya sehingga diperoleh dendrogram keragaman seperti pada Gambar III.47. Keragaman respon patogenesis isolat blas pada dendrogram tersebut menunjukkan bahwa pada tingkat kesamaan 89% terdapat 13 kelompok isolat dengan tingkat patogenesitas yang berbeda-beda (Gambar III.48).
Hasil analisis asosiasi menunjukkan bahwa terdapat 8 pasang marka dan alel gen yang terdapat dalam varietas diferensial, monogenic lines yang bersifat signifikan (P val <0,05) terhadap karakter ketahanan. Marka PYR409/410 penanda alel gen Pia yang terdapat pada monogenic lines IRBLa-A dan ber-asosiasi dengan respon peka dari varietas diferensial yang diuji terhadap isolat yang diinokulasikannya. Di samping itu, terdapat indikasi bahwa marka ESTMO4 dan PYR409/410 dapat digunakan sebagai penanda isolat yang bersifat virulen terhadap gen Pia dan Piks. Marka lain yang berasosiasi dengan sifat tahan adalah marka ESTMO5 dan ESTMO8. Marka ESTMO5, penanda dari alel gen Pikm dan Pita berasosiasi dengan respon tahan. Sementara itu marka
Gambar III.46. Keragaan kelima ras uji pada beberapa varietas diferensial.
Ras173 IRBLa
Ras173 IRBL1
Ras133 IRBLa
Ras123 IRBL1
Ras101 IRBLa
Ras033 IRBLks
Ras033 IRBLa
III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN
86
ESTMO8, penanda dari alel gen Pita dan Piz yang juga berasosiasi dengan respon tahan.
Di antara tanaman yang tahan ini terdapat 4 tanaman monogenic lines yang memiliki gen Pi tertentu, yaitu IRBLz5-CA (Piz5), IRBL1-CL (Pi1), IRBL5-M (Pi5) dan IRBLkm-Ts (Pikm) dan 1 tanaman tetua dari populasi haploid ganda, yang merupakan tanaman donor sifat ketahanan terhadap penyakit blas, yaitu Bio110 (Pir). Lima galur terpilih sebagai kandidat galur harapan hasil pengujian di lapang (Subang dan Sukabumi) (Gambar III.48) selanjutnya diikutsertakan dalam pengujian UDHP, UDHL dan uji multilokasi. Kelima galur tersebut adalah IPBM2-3-2 (BMIP2), IPBM32-1-2-1-1 (BMIP3), BMIP24-1-4-2 (BMIP29), BMIP40-2-1-1 (BMIP30), dan BMIP40-2-1-2 (BMIP31).
Analisis Integrasi Genom Tungro dalam Genom Padi sebagai Penanda Sifat Ketahanan Padi terhadap Tungro
Hasil pengujian terhadap beberapa galur yang diuji ketahannya terhadap tungro menunjukkan terdapat tiga galur yang sifat ketahanan yang stabil ter-
Gambar III.47. Keragaan pengujian patogenisitas beberapa isolat terkoleksi. A = isolat 165, B =
isolat 171, dan C = isolat 130.
Monogenic lines Indonesian differentian varieties
IRBLta IRBLks-F5 IRBLS-M IRBLkm-Ts IRBL1-FS LTH
IRBLks-F5 IRBLa-A Cisadane Cisanggarung Kencana Bali
IRBLta-ct2 IRBLi-F5 LTH Krueng Aceh Cisanggarung
A
B
C
LAPORAN TAHUN 2014
87
hadap semua strain tungro yang menginfeksi, yaitu Bio5-AC-Blas/BLB, Bio62-AC-Blas/BLB-03, dan Bio111-BC-Pir7. Tingkat ketahanan ketiga galur tersebut setara dengan Utri Merah dan Utri Rajapan sebagai kontrol tahan. Hasil peneliti-an sebelumnya menyatakan bahwa Bio5-AC-Blas/BLB, dan Bio111-BC-Pir7 telah dilepas sebagai varietas tahan terhadap BLB dan blas dengan nama Inpari HDB dan Inpari Blas.
Deteksi sekuen RTBV yang terintegrasi dalam genom padi dilakukan pada sejumlah galur dan varietas lokal yang ada dikoleksi padi bank gen BB Biogen. Hasil deteksi menunjukkan bahwa probe RTBV dapat mendeteksi lebih dari 15 copy fragmen RTBV dalam genom padi lokal. Fragmen berukuran sangat variatif, mulai dari di bawah 0,6 kb hingga lebih 10 kb. Hasil yang sama juga diperoleh untuk deteksi fragmen RTBV pada varietas-varietas yang berbeda tingkat ketahanannya. Profil galur Bio5 (Inpari HDB), Bio111 (Inpari Blas), dan Utri Merah tidak berbeda dengan varietas lainnya yang rentan terhadap tungro (Gambar III.49).
Sementara itu hasil deteksi pada padi liar menunjukkan adanya perbedaan sifat ketahanan terhadap tungro. Terdapat beberapa pita DNA spesifik di O. latifolia yang berbeda dibanding dengan O. nivara, O. glumaepatula, dan O. oficinalis (Tabel III.34). Jumlah kopi RTBV dalam genom O. latifolia yang ber-sifat tahan terhadap tungro terlihat lebih banyak dibanding dengan spesies padi
Gambar III.48. Dendrogram keragaman 96 isolat blas berdasarkan respon patogenesitasnya pada
varietas diferensial lokal dan monogenic lines.
III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN
88
liar lainnya. Namun demikian, pita DNA yang berukuran sekitar 2 kb dan 0,7 kb tidak berhasil diklon dan sekuensing sehingga belum diketahui gen atau fragmen RTBV apa yang telah terintegrasi dalam genom padi liar (Gambar III.50).
Hasil identifikasi marka gen ketahanan terhadap tungro pada tanaman padi menggunakan pasangan primer SF dan SR mendapatkan pita tunggal yang berukuran 300 bp disajikan pada Gambar III.51. Primer SF dan SR didesain dari sekuen gen ketahanan tungro pada Utri Merah yang mengkodekan eukaryotic translation initiation factor 4 g (eIF4G). Primer tersebut ternyata mampu mengamplifikasi gen eIF4G dari Inpari HDB, Inpari Blas, O. rufipogon, dan Utri Merah, tetapi tidak pada varietas TN1. Dengan demikian, primer ini bisa digunakan sebagai marka untuk mendeteksi gen ketahanan tungro eIF4G.
Gambar III.49. Pengujian blas di Sukabumi. A = keragaan tanaman tahan dan
peka pada kondisi lapang di Sukabumi. B = distribusi respon ketahanan galur haploid ganda dan beberapa tanaman kontrol yang diuji di Sukabumi.
Tabel III.34. Reaksi ketahanan padi liar terhadap tungro strain Bogor.
Spesies padi liar Skor Reaksi
O. nivara 105623 (02) 5,6 S O. australiansis 105273 6,9 S O. latifolia 100165 (53) 1,1 R O. Barthii 104384 7,6 S O. rufipogon Nepal 2,0 R O. rhizomatis 103417 7,6 S O. rufipogon 105349 1,8 R O. latifolia 102164 (54) 1,1 R O. nivara 01 1,8 R O. glumaepatula 101960 K 7,8 S TN1 8,9 S Utri Merah 1,3 R
30
25
20
15
10
5
00-2,99 (T) 3,00-4,99 (MT) 5,00-9,00 (P)
A B
LAPORAN TAHUN 2014
89
Dari hasil sekuensing diperoleh fragmen sekuen DNA sepanjang 315 bp
yang setelah dianalisis BlasN memastikan sekuen tersebut adalah parsial sekuen dari eukaryotic translation initiation factor 4 g (eIF4G). Protein eIF4G memiliki tiga domain utama, yaitu domain middle portion of eIF4G (MIF4G), domain methyl adenine (MA-3) dan domain acidic aromatic (AA) box. Domain
Gambar III.50. Deteksi sekuen RTBV dalam genom aksesi padi lokal Indonesia. A = gel
elektroforesis hasil pemotongan genom aksesi padi lokal dengan enzim restriksi EcoR1, B = hasil deteksi sekuen RTBV dengan Southern blot menggunakan probe RTBV, 1 = Pelita, 2 = Bio62, 3 = Ciherang, 4 = Utri Merah, 5 = Bio123, 6 = Bio111, 7 = Bio5, 8 = Bio129.
Gambar III.51. Hasil elektroforesis produk PCR gen ketahanan tungro yang
diamplifikasi dengan pasangan primer SF dan SR. 1 = Inpari HDB, 2 = Inpari Blas, 3 = Utri Merah, 4 = O. rufipogon, 5 = TN1, 6 = 100 bp DNA Ladder.
500 bp
1 2 3 4 5 6
2,1 kb
23,1 kb 23,1 kb
4,4 kb
2,1 kb
0,6 kb
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 A B
III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN
90
MIF4G berfungsi untuk mengikatkan RNA dengan protein eIF4A, sedangkan domain MA-3 akan melekat pada situs pengikatan kedua dari protein eIF4A. Kemudian domain AA berikatan pada mitogen-activated protein kinase-interacting kinases (MNKs) untuk memulai proses fosforilasi dan mengatur aktivitasnya (Gambar III.52).
Tingkat similaritas gen eIF4G pada Inpari HDB, Inpari Blas dan O. rufipogon dengan gen yang sama pada O. sativa dari group Indica dan Japonica hanya 93%. Hasil analisis Clustal W menunjukkan bahwa beberapa sekuen nukleotida dan asam aminonya telah mengalami mutasi jika dibanding dengan varietas TN1 dan O. japonica. Titik mutasi bukan hanya terjadi oleh adanya perubahan nukleotida atau asama amino tetapi juga kehilangan kedua senyawa tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa produk ekspresi eIF4G yang dikodekan oleh sejumlah gen-gen resesif dimanfaatkan terlebih dahulu oleh virus sebelum digunakan oleh inang untuk proses translasi di dalam selnya sendiri. Oleh karena itu, dengan mutasi yang terjadi pada gen eIF4G menyebabkan virus tidak mampu memanfaatkan protein eIF4G. Hasil ini sama dengan yang terjadi pada O. glaberrima yang tahan terhadap Rice yellow mottle virus (RMYV).
ANALISIS GENOM DAN SIDIK JARI DNA KOMODITAS PERTANIAN STRATEGIS : PADI, KELAPA SAWIT, JARAK PAGAR, KEDELAI, JAGUNG,
CABAI MERAH, KAKAO, PISANG, KENTANG, DAN SAPI
Next Generation Sequencing (NGS) technology is leading to a new molecular breeding revolution that has landmark significance for scientific research and enables to launch multi-level and multi-extent studies in the fields of crop genetics, genomics, and crop breeding. Genomics could be one of the breakthrough to accelerate breeding programs of strategic commodities in Indonesia such as rice, soybean, maize, physic nut, oil palm, cocoa, chili, potato, banana and cattle. In 2014, a genomic research was conducted and consisted of six experimental activities. Here we presented achievements of their respective research activities: (1) Genome-wide association study (GWAS) to develop a SNP markers set and rice lines associated with the yield component and early maturity. Based on GWAS, a number of markers i.e. 12, 4, 9, 5, and 8 SNP markers were significantly associated with flowering and days
Gambar III.52. Peta gen eIF4G berdasarkan sekuen database sekuen Oryza sativa grup Japonica
(No. akasesi BAD30897).
LAPORAN TAHUN 2014
91
to maturity, number of productive tillers per plant, panicle length, number of grains per panicle, and weight of 1.000 grains, respectively. In addition to the profiles of morpho-agronomical characters observed in the greenhouse and field, DNA fingerprinting of 467 and 288 rice accessions was obtained using 1536-SNPs and 384-SNPs. (2) Development of a genetic map of SNP markers and drought tolerant-QTL on rice (Zea mays L.). In this study, a collection of SNP/Indel was arranged in a genomic database (Genome Browser). F3:4 population derived from a cross of CML440 and MR13 for further drought test and genomic DNA were obtained. (3) Development of a genetic map of SNP markers and mapping population resistant to wilt disease caused by Fusarium in banana (Musa sp.). Genome-wide SNPs/Indels were arranged in a Genome Browser. F1 populations from crosses of Fusarium resistant-and susceptible-banana varieties were developed and confirmed their heterozygosity using molecular markers. (4) Development of a genomic map of physic nut and genetic maps of SNP markers of oil palm, cocoa and cattle, and F1 mapping population of cocoa. Genomic variations of physic nut, oil palm, cocoa and cattle were obtained and arranged in Genomic Browsers We acquired packages of SNP markers of oil palm and cocoa which were veried using gel-based method. F1 population from a cross of DR1 X Sca12 was developed and will be continued to get adequate number. (5) Genomic analysis for the improvement of soybean varieties with high productivity. F7 (recombinant inbred line RIL) population from a cross of B3293 X B3462 has been obtained. Data of yield components of 400 soybean accessions observed in the field were collected. A collection of almost 10.000 SNPs based on genome sequences of Indonesian soybean varieties acquired and was arranged in genomic database (IAARDGC) and could be used as SNP chip candidates. (6) Development of genetic maps of SNP markers and mapping populations of chili for antraknose resistance and potato for virus disease resistance. We acquired genomic maps with the genomic variation of chili and potato. F1 populations from crosses of chili varieties resistant and susceptible to anthracnose, and F1 population of potatoe for virus resistance have been obtained. The heterozigocity of the chili and potato populations was confirmed using molecular markers.
Analisis Asosiasi Genom (GWAS) untuk Mendapatkan Set Marka SNP dan Galur Padi Terkait dengan Sifat Komponen Hasil Unggul dan Umur Genjah
Analisis GWAS
Analisis asosiasi genom (GWAS) dilakukan berdasarkan data genotyping dengan marka 1.536 SNP dan sifat komponen hasil dan umur padi. Plot Manhattan dan sebaran marka-marka SNP yang menggambarkan asosiasi antara marka 1.536 SNP dengan karakter umur (berbunga dan panen), tinggi tanaman, dan komponen hasil (jumlah anakan produktif, panjang malai, karakter butir per malai, dan bobot 1.000 butir) tercantum pada Gambar III.53
III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN
92
(A, B, C, dan D). Beberapa lokus SNP diketahui berasosiasi nyata dengan sifat komponen hasil dan umur padi dan sebaran Manhattan plot menunjukkan posisi SNP signifikan tersebut di atas diagonal.
Beberapa lokus SNP berasosiasi dengan gen yang mengontrol pem-bungaan dan maturity (heading date) seperti WD domain dan Hd13. Marka SNP yang berasosiasi dengan karakter umur panen dan berbunga padi terletak di kromosom 1 (5 SNP), kromosom 2 (2 SNP), kromosom 3, 4, dan 5 masing-
Gambar III.53. Sebaran Manhattan plot dan sebaran marka-marka SNP pada tiap kromosom
sebagai hasil asosiasi antara 1536 marka SNP dari 467 aksesi plasma nutfah padi. A = karakter umur berbunga dan panen, B = tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif, C = panjang malai, dan D = karakter butir per malai (A1 & A2) dan bobot 1.000 butir (B1 & B2).
B
A
C
D
LAPORAN TAHUN 2014
93
masing 1 SNP, dan kromosom 12 (2 SNP). Marka SNP (TBGI068738) memiliki posisi genetik sama dengan WD domain di kromosom 1, pada 41,84–41,88Kb. Pada kromosom 12, SNP signifikan (id2007629 dan id12008894) yang ter-petakan pada kisaran 22,73–24,95 kb sama dengan posisi gen Hd13. Marka SNP tersebut bersifat polimorfis untuk aksesi dengan umur yang berbeda, misalnya antara IR72 (umur bunga 84 hari; umur panen 116 hari) dan Dodokan (umur bunga 64 hari; umur panen 103 hari).
Ada 18 marka SNP (di kromosom 1, 3, 4, 5, 8, 11, dan 12) yang berasosiasi dengan tinggi tanaman, dan 4 marka dengan jumlah anakan produktif. Posisi SNP tersebut terkait dengan posisi genetik QTL qph3-1 (id3017469) yang ber-kontribusi pada karakter tinggi tanaman dan qnt1-1 (id101097) terkait pada karakter jumlah anakan produktif. Sembilan marka SNP yang tersebar di kromosom 1, 5, 6, 10, 11, dan 12 berasosiasi nyata dengan panjang malai dan beberapa SNP tersebut terdapat pada posisi QTL untuk karakter panjang malai (Tabel III.35). Terutama TBGI048522 diidentifikasi berada pada posisi QTLqpl11-1 dan id12003066 pada QTL qpl12-1 yang mengontrol panjang malai padi. Selain itu, lima marka SNP (kromosom 3, 7, 8, an 9) berasosiasi dengan jumlah butir per malai dan 8 SNP (kromosom 1, 3, 6, 9, 10, dan 12) berasosiasi dengan bobot 1.000 butir gabah. Diantara marka-marka SNP signifikan, 3 marka SNP terdeteksi pada posisi QTL yang berkontribusi membentuk karakter jumlah butir per malai, yaitu masing-masing id8003808 terpetakan pada posisi QTL qgn8-1 di kromosom 8; TBGI272511 terpetakan pada posisi QTL qtgw6-1 di kromosom 6 dan id10004689 pada QTL qtgw10-1, di kromosom 10. Beberapa marka SNP signifikan selanjutnya divalidasi dengan teknik SNAPSHOT/ Fragment Analysis SNP untuk mengetahui peran SNP tersebut sebagai marka fungsional dalam menyeleksi keragaan genotipe aksesi plasma nutfah yang memiliki variasi karakter target.
Tabel III.35. Analisis pembandingan posisi genetik marka SNP yang signifikan dengan gen-gen target.
Trait Marker Chrom Map (Kb) MAF P val Gen/QTL
Date to flower (DF) TBGI066976 1 39,91 0,19 0,003 WD dom Date to harvesting (DH) id12007629
III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN
94
Analisis Sidik Jari DNA
Untuk identifikasi profil genotipe (sidik jari DNA) 288 aksesi plasma nutfah padi sebagai penciri varietas, telah didesain chip yang berisi 384 total marka SNP yang mencakup 12 kromosom padi. Desain 384-SNP untuk chip dilakukan dengan pertimbangan marka SNP menyebar di seluruh 12 kromosom genom padi tanpa ada gen-gen target tertentu. 384-SNP chip ini diharapkan dapat menjadi high throughput tool yang akurat dan diskriminasi tinggi untuk meng-identifikasi profil sidik jari DNA plasma nutfah padi sesuai latar belakang genetik dan subspesiesnya (Gambar III.54).
Total marka telah SNP dievaluasi untuk total aksesi padi berdasarkan major alel, genetic diversity index, PIC dan heterozygocity. Total 69 marka SNP terseleksi dengan major allele frequency (MAF) minimal 0,4, genetic diversity index dari 0,599–0,696, heterozygocity sampai 0,0431 dan PIC dari 0,5005 sampai 0,585. Profil sidik jari DNA dilakukan lintas subspesies sebanyak 60 aksesi dari kelompok Indica–Tropical Japonica, dan beberapa pembanding dari kelompok japonica, penentuan frekuensi alel dengan polimorfisme tinggi dilakukan pada tiap kelompok subspesies. Ada 29 aksesi terpilih yang terdiri dari kelompok indica yang memiliki latar belakang genetik mayoritas indica, dan kelompok Tropical Japonica untuk analisis penentuan set marka SNP spesifik sesuai subspesies. Sebanyak 32 marka SNP yang diketahui mempunyai diferensiasi tinggi untuk profiling sidik jari DNA pada subspesies indica dan 19 marka SNP pada kelompok tropical japonica atau japonica.
Genome-wide genotyping dengan 384-SNP chip yang terseleksi dari total 1536-SNP tersebut pada berbagai kelompok aksesi plasma nutfah padi berhasil membedakan dengan tegas antara varian alel dalam bentuk homozigot dan heterozigot. Genotyping ini juga menggambarkan bahwa teknologi SNP ter-gantung pada pilihan apakah hanya beberapa SNP yang disurvei untuk banyak aksesi plsma nutfah atau banyak SNP dari lokus yang berbeda yang digunakan
Gambar III.54. Sebaran marka-marka SNP yang didesain sebagai 384 SNP chip untuk identifikasi
sidik jari DNA plasma nutfah padi. A = sebaran masing-masing kromosom, B = sebaran lintas subspesies.
untuk observasi hanya beberapa individu/aksesi. Berdasarkan data karakter morfologi dan agronomi di rumah kaca dan data genotipe aksesi-aksesi plasma nutfah terpilih untuk analisis sidik jari DNA yang diperoleh selanjutnya diguna-kan dalam analisis asosiasi (Tabel III.36).
Sampai dengan akhir bulan September 2014, update data masih terus dilakukan seiring dengan koleksi data morfoagronomi maupun ketahanan ter-hadap cekaman biotik ataupun abiotik. Mengingat akses ke server sampai sekarang masih terkendala maka update database variasi genetik yang telah terbentuk sebelumnya belum dapat dilakukan. Oleh karena itu, disusun data-base baru yang berisi variasi genetik plasma nutfah baik padi dan juga patogen. Rencana pengembangan database di atas akan di linked kan dengan database yang tersimpan di server untuk kelengkapan data. Keragaan database tersebut seperti pada Gambar III.55.
Tabel III.36. Hasil analisis asosiasi antara data morfologi-agronomi dengan data genotype meng-gunakan 384-SNP untuk tujuan deteksi sidik jari DNA.
Karakter morfologi Marka Krom Posisi F P Keterangan
Panjang malai id8000575 8 11.337.691 6,2E+15 0,0010 Indica/Japonica Permukaan daun id2001831 2 3.230.773 1,2E+16 0,0011 Indica/Japonica Sudut daun bendera TBGI424381 11 25.558.936 7,6E+15 0,0012
Indica/Japonica Sudut daun bendera TBGI427505 11 22.726.755 1,1E+16 0,0014 Sudut daun bendera TBGI129273 3 3.489.234 1,1E+16 0,0014 Bentuk lidah daun
id2010357 2 25.352.506 9,81228E+15 0,000499 Indica/Indica Diameter ruas batang bawah Poros malai Warna leher daun
Gambar III.55. Database variasi genetik plasma nutfah padi dan patogen (Blas dan HDB), dan
IAARD GC database genom yang memuat data-data genom hasil penelitian di BB Biogen, termasuk data padi, yang saat ini sudah terbentuk (launching bulan Oktober 2014).
III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN
96
Pembentukan Peta Genetik Marka SNP dan Pemetaan QTL Toleran Kekeringan Pada Jagung (Zea mays L.)
Beberapa tetua jagung telah berhasil diresekuensing dengan kualitas basa cukup tinggi berdasarkan Q30. Sebaran panjang bacaan (read) hasil se-kuensing genom lima genotipe jagung menunjukkan kemiripan dengan ke-banyakan bacaan yang panjangnya sekitar 95 bp. Analisis variasi dalam genom sedang berlangsung dan penting sebagai data genom untuk Genome Browser jagung. Selain itu, variasi genom seperti SNP, Indel, dan SSR dapat menjadi informasi penting sebagai sumber marka molekuler untuk diaplikasikan dalam evaluasi dan seleksi dalam populasi persilangan jagung yang pada tahun ini merupakan generasi F2:3 (Gambar III.56). Sejumlah perangkat lunak digunakan untuk mendapatkan presisi tinggi variasi dalam genom jagung. Contoh sebaran panjang bacaan hasil sekuensing genom jagung dan kerapatan SNP jagung SP070 dipresentasikan pada Gambar III.57. Sejumlah variasi berdasarkan dam-pak pada gen cukup tinggi, sekitar 0,53% dan sebagian besar mutasi adalah silent (53,3%) dan missense (46%).
Gambar III.56. Keragaan tanaman jagung untuk pembentukan generasi F2:3 populasi MR13 X
CML440 di lapangan.
Gambar III.57. Sebaran panjang bacaan hasil sekuensing genom 5 genotipe jagung (LBP54, LK245,
PSG, SPO70, dan Pulu24) hasil next generation sequencing (NGS) dan contoh kerapatan SNP jagung SP070.
LAPORAN TAHUN 2014
97
Pembentukan Peta Genetik Marka SNP dan Populasi Pemetaan Gen Ketahanan Penyakit Layu Fusarium pada Pisang (Musa sp.)
Dalam usaha mengembangkan populasi pisang yang tahan penyakit layu Fusarium, persilangan dengan menggunakan kedua pasang tetua (Calcuta X Ameh Pasaman dan Calcuta X Microcarpa) telah berhasil mendapatkan buah F1 masing-masing sebanyak satu tandan per pasangan persilangan (Gambar III.58). Satu tandan masing-masing terdiri dari 5 sisir dan setiap sisir mengan-dung 15–17 buah pisang. Setiap buah yang dipanen mengandung 10–15 biji yang mengandung, sehingga diharapkan akan diperoleh setidaknya 750 biji berembrio atau maksimum sekitar 1.235 benih F1 dengan embrio.
Saat ini telah diperoleh masing-masing 500 benih F1 berembrio dari masing-masing persilangan. Benih F1 pisang bersifat rekalsitran sudah dikultur-kan secara in vitro pada media MS. Hasilnya hanya benih putatif F1 populasi Calcuta X Microcarpa yang tumbuh dan berkembang dengan mengalami pembengkakan benih dalam kultur. Benih F1 putatif populasi Calcuta X Ameh Pasaman tidak berkembang di kultur MS atau benih tersebut steril (tanpa embrio). Dari 500 benih yang diperoleh dari populasi Calcuta X Microcarpa, 50 benih sudah dikulturkan pada media MS dan hasil perkembangan dari ke-cambah ini diaklimatisasi di rumah kaca. Populasi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah F1 Calcuta X Microcarpa. DNA genomika setiap tanaman F1 putatif diuji heterosigositasnya dengan menggunakan marka kodominan (SSR atau SNAP untuk kedua alel) polimorfik antara kedua tetua persilangan. Tanaman riil F1 harus menunjukkan heterozigot dan digunakan pada penelitian pelabelan gen ketahanan terhadap penyakit layu Fusarium.
Secara keseluruhan berdasarkan hasil penelitian tahun 2013–2014, telah diresekuen 12 genotipe tetua-tetua pemuliaan pisang Balai Penelitin Tanaman Buah Tropika (Balitbu). Saat ini dilaporkan hasil penjajaran data resekuen pisang Kole dengan sekuen genom rujukan pisang. Hasil sementara me-nunjukkan telah diperoleh 1.243.332 variasi SNP. Hasil penjajaran memperoleh satu variasi SNP pada setiap 267 basa genom pisang (Tabel III.37). Sebagian
Gambar III.58. Proses persilangan tanaman tahan dan peka Fusarium. A = Tepung sari (polen) dari
tetua jantan (Microcarpa), B = Bunga betina (sel telur) tetua betina (Calcuta), C = Benih F1 putatif hasil persilangan Calcuta X Microcarpa.
A B C
III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN
98
besar variasi yang diperoleh lokasinya pada intergenic region (26,04%), di hulu (upstream) gen (29,23%), di hilir (downstream) gen (28,76%) dan intron (13,18%). Hanya sebagian kecil variasi (1,62%) variasi ada di protein coding region (ekson) (Tabel III.38). Dari 48.382 variasi (SNP dan Indel) yang diperoleh berada di eksón, 56,997% adalah mutasi missense, 1,29% mutasi nonsense, dan 41,72% mutasi silent.
Pembentukan Peta Genom Jarak Pagar Dan Peta Genetik Marka SNP Kelapa Sawit, Kakao, dan Sapi, serta Populasi Pemetaan F1 Kakao
Jarak pagar
Penelitian peta genom jarak pagar saat ini telah menghasilkan genome browser data genom jarak pagar. Penelitian ini bekerjasama dengan Seoul National University (SNU), Korea, untuk menyelesaikan pemetaan genetik
Tabel III.37. Sebaran variasi genetis pada 11 kromosom pisang, kuantitas perubahan dan frekuensi perubahan basa pada genom pisang.
genom jarak pagar. Genom browser ini mengandung banyak tampilan terkait data genom jarak pagar yang dapat diakses oleh publik (Gambar III.59).
Kelapa sawit
Analisis lebih detil penjajaran data resekuen kelapa sawit genotipe Dura Indonesia dengan sekuen genom rujukan kelapa sawit menghasilkan data sebanyak 3,33 juta variasi genom yang terdiri dari 3,03 juta SNP, lebih dari 204 ribu insersi, dan lebih dari 98 ribu delesi yang sebagian besar homozigot (Tabel III.39). Kebanyakan (56%) dari SNP dan Indel yang ditemukan pada penelitian ini berupa missense mutation, diikuti oleh silent mutation (41,51%), dan sebagian kecil merupakan mutasi nonsense, 1,54%. Variasi genom kelapa sawit
Gambar III.59. Genome browser jarak pagar (Jatropha genome browser) dengan alamat web di
http://plantgenomics.snu.ac.kr.
Tabel III.39. Jumlah dari pengaruh variasi genom kelapa sawit berdasarkan tipe dan lokasinya.
III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN
100
umumnya berada pada intergenik, intragenik, intron, dan pada hulu (upstream) dan hilir (downstream) dari gen. Distribusi lokasi variasi genom berbeda antara satu kromosom dengan kromosom lainnya.
Data SNP dan Indel yang diidentifikasi dari sekuen genom total tiga genotipe kelapa sawit Indonesia telah ditata dan ditampilkan dalam genome browser database (Gambar III.60). Dengan genome browser ini peneliti dapat menampilkan setiap SNP dan Indel serta menggunakan data SNP dan Indel
Gambar III.60. Genome Browser data genom peta genetik SNP dan Indel hasil analisis sekuen
genom total tiga genotipe kelapa sawit Indonesia (Dura, Psifera, dan Oleifera).
Gambar III.61. Contoh pola pita hasil amplifikasi dari primer SNP/Indel yang didesain berdasarkan
yang menjadi target penelitiannya. Sampai tahun ini minimal 25 primer Indel/ SNP telah didesain pada daerah koding yang diaplikasikan dengan gel-based method untuk diverikasi pada tetua genotipe yang disikuen (Dura, Pisifera, dan Oleifera). Sebagai langkah awal, berikut contoh amplikon beberapa primer yang telah diverifikasi dan digunakan genotyping pada beberapa genotip kelapa sawit (Gambar III.61).
Kakao
Peta genetik kakao dalam upaya mendukung pemuliaan kakao tahan penyakit Phytophthora dilakukan dengan membentukan populasi hasil per-silangan antara tetua tahan penyakit Phytophthora (Sca12) dan tetua peka (DR1). Persilangan dilakukan di Kebun milik PTPN XII Banyuwangi, Jawa Timur. Untuk memandu dalam proses seleksi molekuler hasil persilangan, di-lakukan pengujian SNP hasil identifikasi genom kakao yang diresekuen dengan genom rujukan. SNP dideteksi dengan metode Tetra Arm PCR menggunakan dua pasang primer (terdiri dari dua inner primer dan dua outer primer) yang didesain sedemikian rupa untuk amplifikasi kedua alel SNP putatif. Aplikasi primer Tetra Arm PCR ini masih memerlukan optimasi lebih lanjut. Selain marka SNP, marka SSR dikonfirmasi pada tetua persilangan (DR1 dan Sca12) maupun generasi F1 (Gambar III.62). Hasil verifikasi primer berbasis genom ter-sebut akan digunakan untuk evaluasi genotipe kakao lainnya.
Dalam pemetaan genetik SNP tetua-tetua pemuliaan kakao diperoleh lebih dari 2,5 juta SNP dan Indel telah diidentifikasi dari data resekuen 5 genotipe
Gambar III.62. Hasil PCR DNA tetua kakao untuk persilangan dan F1 menggunakan primer SSR,
dan beberapa genotipe kakao dengan primer Indel/SSR berbasis genom hasil desain baru. A = konfirmasi marka SSR pada DR1 (A) dan Sca12 (B), B = pola pita marka SSR hasil desain pada tetua dan contoh progeni kakao.
100 bp
1.000 bp
1.000 bp
500 bp
100 bp
III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN
102
kakao. Data dari setiap SNP dan Indel yang telah diidentifikasi disajikan dalam bentuk genome browser data genom kakao Indonesia (Gambar III.63).
Sapi
Secara keseluruhan pada tahun 2013 telah diresekuen 8 rumpun sapi lokal Indonesia (sapi Aceh, Pesisir Selatan, Katingan, Ongol Sumba, Bali, Madura, Jawa Brebes, dan sapi PO) setiap rumpun diwakili dua genotipe (satu jantan dan satu betina). Berdasarkan penjajaran data resekuen sapi Aceh dengan sekuen genom rujukan, 20.899.326 variasi genom yang terdiri dari 18.606.950 SNP, 1.192.654 insertion, dan 1.100.722 deletion berhasil diidentifikasi dan di-ketahui satu variasi pada setiap 127 basa genom sapi (Tabel III.40). Sebagian besar variasi terdapat di intergenic region (65,998%), intron (25,675%), dan hanya sebagian kecil variasi (0,514) ada di protein coding region (exon) (Tabel III.41). Selain perubahan kodon asam amino, juga ditemukan kodon insersi, kodón delesi, frame ship, synonymous, nonsynonymous, splice site acceptor dan donor, start codón gain atau lost, stop codón gain atau lost, dsb. (Tabel III.42). Dari 120.234 variasi (SNP dan Indel) yang diperoleh verada di exón, 41,22% adalah mutasi missense, 58,21% mutasi nonsense, dan 0,57% mutasi silent.
Data SNP dan Indel yang diidentifikasi dari sekuen genom total rumpun-rumpun sapi lokal Indonesia telah ditata dan ditampilkan dalam genome browser database (Gambar III.64). Genome browser ini menampilkan setiap SNP dan Indel pada tiap kromosom yang diidentifikasi berdasarkan sekuen genom total rumpun-rumpun sapi lokal Indonesia.
Gambar III.63. Genome Browser data genom peta genetik SNP dan Indel hasil analisis sekuen
genom total lima genotipe kakao Indonesia.
LAPORAN TAHUN 2014
103
Tabel III.40. Sebaran variasi genetis pada 30 kromosom sapi, kuantitas perubahan dan frekuensi perubahan basa pada genom sapi (termasuk kromosom seks, X dan Y).
Gambar III.64. Genome Browser data genom peta genetik SNP dan Indel hasil analisis sekuen
genom total rumpun-rumpun sapi lokal Indonesia.
LAPORAN TAHUN 2014
105
Analisis Genom untuk Perbaikan Varietas Kedelai Produktivitas Tinggi
Pada penelitian ini, data 400 genotipe kedelai yang ditanam di lapang KP Cikemeuh Bogor, Jawa Barat diamati, terutama keragaman karakter kom-ponen hasil, waktu berbunga dan waktu panen. Ringkasan hasil pengamatan karakter-karakter tersebut disajikan pada Tabel III.43.
Berdasarkan hasil penjajaran data resekuen kedelai varietas Indonesia dengan peta genom rujukan kedelai varietas Williams 82, lebih dari 10.000 genome-wide SNP kedelai pada ekson (protein coding region) telah diidentifi-kasi berdasarkan sekuen gen pengode protein (protein coding regions). Seba-nyak lebih dari 9.500 SNP pada gen (gene-based SNP) yang telah diidentifikasi tersebut telah dipetakan pada 20 kromosom kedelai (kromosom 1–20). Sebagai contoh, peta SNP pada kromosom 1–3 kedelai disajikan pada Gambar III.65. Sebagian SNP terpilih digunakan sebagai kandidat SNP chip yang di-harapkan dapat membentuk minimal 3K SNP chip kedelai yang mengandung 3.000 SNP. Data total SNP dengan deskripsi gen di kedelai tersebut juga telah
Tabel III.43. Ringkasan rataan data agronomi 400 genotipe kedelai yang diobservasi di KP Cikemeuh, Bogor, Jabar.
Parameter Nilai minimal Nilai maksimal Rataan+SD Skewness
Umur berbunga (hari) 28 58 44,27+0,08 0,20 Umur masak (hari) 73 101 85,22+0,51 1,28 Tinggi tanaman (cm) 31 128 69,14+2,72 0,29 Jumlah cabang/tanaman 1 8 3,29+0,07 0,35 Jumlah polong/tanaman 15 99 50,16+2,93 0,77 Bobot 100 biji (g) 4 32 8,2+0,1 3,8 Yield/plot (g) 10 390 179,42+15,6 0,09
Gambar III.65. Keragaan peta genetik SNP pada tiga kromosom kedelai (kromosom 1 sampai
dengan kromosom 3). Peta SNP kedelai telah dikonstruksi pada 20 kromosom kedelai, namun hanya 3 kromosom disajikan pada Gambar ini.
59802-55880847bp (471 SNP)
I II III SNP1 SNP2SNP3 SNP4SNP5 SNP6SNP7 SNP8SNP9 SNP10
III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN
106
dientry di database genom Balitbangtan, IAARD Genome Center yang di launcing pada Oktober 2014 (iaardgc.or.id-).
Untuk verifikasi SNP/indel hasil analisis bioinformatik, telah dipilih 64 SNP dan 22 Indel secara acak yang berdistribusi merata pada semua kromosom kedelai. Satu pasang primer SNAP telah didesain dari setiap SNP. Primer indel dan SSR juga didesain untuk diverifikasi pada genotipe kedelai yang di-resekuen total genomnya pada kegiatan selanjutnya. Selain IAARDGC, data SNP dan Indel yang diidentifikasi dari sekuen genom total delapan genotipe kedelai Indonesia telah ditata dan ditampilkan dalam bentuk grafis antara muka dalam genome browser database (Gambar III.66). Dengan genome browser ini peneliti dapat menampilkan setiap SNP dan Indel serta menggunakan data SNP dan Indel yang menjadi target penelitiannya.
Pembentukan Peta Genetik Marka SNP Cabai dan Kentang dan Populasi Pemetaan Gen Ketahanan Antraknose pada Cabai dan
Penyakit Virus pada Kentang
Cabai
Dua populasi generasi F1 hasil persilangan tetua-tetua (Tanjung-2 x 0207 dan Kencana x 0207) untuk pemetaan telah diidentifikasi berdasarkan karakter kualitatif (morfologi) dan kuantitatif (agronomi) seperti ditampilkan pada Tabel III.44 dan Tabel III.45. Generasi F1 hasil persilangan Tanjung-2 x 0207 dan Kencana x 0207 memperlihatkan keseragaman karena tetua telah homozigot, dan menunjukkan keberhasilan persilangan (Gambar III.67).
Uji molekuler mendukung karakterisasi fenotipe populasi F1. Berdasarkan karakterisasi dengan 9 marka SSR khusus cabai, ada satu primer (CAK58) yang menunjukkan polimorfisme antara tetua rentan (Tanjung-2) dan tahan (0207). Tanaman F1 juga menunjukkan heterozigot (mengandung pita yang berasal dari kedua tetua).
Berdasarkan hasil aligment sikuen genom beberapa tetua cabai dengan sikuen genom rujukan, telah teridentifikasi jutaan SNP termasuk SNP umum dan SNP spesifik genotipe (Gambar III.68A). Peta genom cabai (circos) ber-
Gambar III.66. Genome Browser data genom peta genetik SNP dan Indel hasil analisis sekuen
genom total delapan varietas kedelai lokal Indonesia.
LAPORAN TAHUN 2014
107
dasarkan variasi SNP dari 3 genotipe telah diperoleh (Gambar III.68B). Variasi SNP dan motif lain seperti indel dan SSR merupakan sumber marka potensial untuk mengoptimalkan pemanfaatan plasma nutfah cabai.
Kentang
Karakterisasi morfologi dan ketahanan terhadap penyakit virus telah di-lakukan pada tetua persilangan, Granola (tahan penyakit virus) dan Atlantik (peka penyakit virus) untuk mendukung pembentukan populasi pemetaaan. Beberapa genotipe kentang termasuk tetua persilangan dianalisis SSR/STS untuk gen-gen terkait katahanan penyakit virus yang didesain dari database atau berasosiasi dengan penyakit tersebut (Gambar III.69). Untuk proses pemetaan genomik, sebanyak 200 individu populasi F1 telah dipilih secara
Tabel III.44. Hasil identifikasi karakter kualitatif yang mengacu pada protokol PPI pada generasi F1 (Tanjung-2 X 0207).
Karakteristik Tanjung-2 X 0207 Kencana X 0207
Notasi Ekspresi Notasi Ekspresi
Pewarnaan anthocianin pada hipokotil 9 Ada 9 Ada Tipe tumbuh 5 Agak tegak 3 Agak tegak Pemendekan buku 1 Tidak ada 1 Tidak ada Pewarnaan antosianin pada buku 5 Sedang 5 Sedang Warna daun 5 Hijau 5 Hijau Bintil daun 3 Kurang Menonjol 3 Kurang Menonjol Posisi tangkai bunga 7 Tidak tegak 7 Tidak tegak Posisi tangkai karangan bunga 7 Tidak tegak 7 Tidak tegak Jumlah bunga per nodus 1 Satu bunga 1 Satu bunga Warna buah sebelum matang 3 Hijau 3 Hijau Intensitas warna buah sebelum matang 5 Sedang 5 Sedang Posisi buah 7 Menggantung 7 Menggantung Rasio panjang buah/diameter buah 9 Sangat besar 9 Sangat besar Predominat penampang membujur buah 9 Bentuk Tanduk 9 Bentuk Tanduk Bentuk penampang melintang buah 1 Elip * * Kedalam lekukan pada permukaan buah 7 Agak dalam 7 Agak dalam Permukaan buah 2 Agak Mengkerut 2 Agak Mengkerut Warna buah matang 3 Merah * * Intensitas warna buah matang 5 Sedang * * Kemengkilapan permukaan buah 5 Sedang * * Rongga pada tangkai buah 1 Tidak Ada 1 Tidak Ada Bentuk ujung buah 1 Runcing 1 Runcing Kedalaman lokul 3 Dangkal 3 Dangkal Jumlah lokul 2 2 dan 3 * * Ketebalan tangkai buah 5 Sedang 5 Sedang Kelopak buah 2 Menutup 2 Menutup Bentuk pangkal buah 3 Tumpul 3 Tumpul Bentuk tepi kelopak 5 Agak bergerigi 5 Agak bergerigi Kandungan capsaicin pada placenta - - - - Tingkat kepedasan - - - - Ketahanan terhadap virus - - - - Ketahanan terhadap antraknose * * * *
(-) tidak diamati; (*) belum diamati.
III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN
108
acak, dan dianalisis menggunakan marka SSR/STS terpilih untuk menentukan heterosigositasnya. Amplikon yang dihasilkan dari SSR/STS pada tanaman F1 menunjukkan pola kedua tetua, Granola dan Atlantik.
Sampai saat ini sejumlah genotipe kentang telah berhasil diresikuen dengan Hiseq2000. Berdasarkan analisis bioinformatika pensejajaran data resekuen tetua-tetua pemuliaan kentang Indonesia dengan data genom rujuk-an kentang, variasi struktural dalam genome berhasil diidentifikasi. Peta hapus-an pada genome 6 genotipe kentang telah diperoleh seperti dapat dilihat pada peta circos sebagai visualisasi variasi hapusan dalam genom kentang (Gambar III.70). Marka yang dikembangkan dari variasi genom tersebut akan bermanfaat dalam pemuliaan kentang.
Tabel III.45. Hasil identifikasi keseragaman karakter kuantitatif generasi F1 (Tanjung-2 x 0207) berdasarkan marka morfologi.
Karakteristik Tanjung-2 X 0207 Kencana X0 207
Kisarantn Kk (%) Kisarantn Kk (%)
Tinggi Tanaman (cm) 88,95–102,28 6,07 124,63–135,81 5,57 Tinggi Batang (cm) 17,15–18,45 3,77 18,83–20,69 5,25 Diameter batang (cm) 1,30–1,48 11,15 1,40–1,54 4,33 Panjang daun (cm) 5,73–6,93 11,13 5,23–5,80 4,83 Lebar daun (cm) 1,40–1,58 14,54 2,58–3,28 12,65 Panjang tangkai daun (cm) 2,85–3,08 30,61 2,10–2,60 13,72 Panjang Mahkota Bunga (cm) 1,10–1,33 15,79 1,17–1,30 13,62 Tinggi Filamen (cm) 0,53–0,57 9,19 0,58–0,70 15,58 Panjang buah (cm) 14,08–16,60 8,06 – – Lebar Buah (cm) 1,65–1,78 7,08 – – Panjang tangkai buah (cm) 2,85–3,08 10,82 – – Bobot buah (g) 10,45–15,95 17,90 – – Tebal daging buah (cm) 0,10–0,20 33,70 – – Lebar Kanopi (cm) – – 95,03–100,98 6,40 Panjang tangkai daun (cm) – –
*) nyata berbeda pada P < 0.05, **) nyata berbeda pada P < 0.01, tn) tidak berbeda nyata.
Gambar III.67. Pengamatan identifikasi morfologi dimulai pada saat buah di cabang pertama mulai
memerah. A = pertanaman F1 hasil persilangan Tanjung-2 x 0207 menunjukkan keseragaman, B = buah hijau F1 (Tanjung-2 x 0207) yang diambil dari 24 plot yang berbeda menunjukkan keseragaman.
A B
LAPORAN TAHUN 2014
109
Gambar III.68. Analisis genom kentang. A = discovery SNP pada cabai berdasarkan analisis
alignment 5 genotipe dengan sekuen genom rujukan dan menunjukkan sejumlah private SNP dan shared-SNp frequency, B = peta genom cabai berdasarkan variasi SNP dari 3 genotipe. Perbedaan SNP digambarkan sebagai kotak-kotak berbeda warna pada lingkaran terdalam. Lingkar oranye dan biru menunjukkan posisi tiap gen dan daerah duplikasi pada genom cabai. Lingkar hijau menunjukkan kerapatan jumlah bacaan hasil sekuensing genom yang terpetakan pada sekuen genom cabai.
Gambar III.69. Pola pita yang dihasilkan dari amplifikasi primer SSR/STS pada beberapa genotipe
kentang. A = Hasil elektroforesis gel agarose 4% dengan menggunakan primer RGH-SSR 21, B = Hasil elektroforesis gel agarose 4% dengan menggunakan primer RGH-SSR 8. M = 100 bp DNA ladder, 1 = Atlantik, 2 = Granola Kembang, 3 = Repita, 4 = Merbabu 17, 5 = Medians, 6 = GM 05, 7 = CIP 397078.7, 8 = Maglia, 9 = CIP 394613.139, 10 = CIP 392781.1, 11 = Margahayu, 12 = Granola, 13 = Amabile, 14 = Tenggo.
III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN
110
BIOPROSPEKSI SENYAWA BIOAKTIF UNTUK PENGENDALIAN SERANGGA HAMA HELICOVERPA ARMIGERA DAN PATOGEN TANAMAN
Bioprospection of bioactive compounds for controlling insects pest Helicoverpa armigera and plant pathogens in 2014 activity has been done using all compounds that potential to control plant pests-pathogens from available genetic resources. Insects have a chemical communication system during copulation (mating). Chemical compounds used in this communication called as sex pheromone, which was produced and distributed by adult female insects. The sex pheromones that have been identified, were Z-11-16: Ald and Z-9-16: Ald. Two of these components could elicited male insects hormones both in the field and laboratory. Similarly, bioprospetion using potential entomopathogenic fungi and bacterial isolates groups had been done using microbial genetic resources available for biological agents against plant pathogens. The results showed that pheromone glands of all female insect populations contained active components i.e; Z-11 and Z-hexadecenal-9- hexadecenal. The Z-9-hexadecenal showed a relatively high quantity. In contrast with that was reported abroad, the Z-11-hexadecenal component was the dominant component (major components). The results of the field test, showed good attractive ratio between the Z-11-16 Ald. : Z-9-16 Ald to H. armigera were the ratio of 50:50 to 10:90, respectively with the best quantity between 1000-1500 ug/rubber septa. Insect control of fruit caterpillars using pheromon traps can be mounted using 6 traps/ha if population was lower and 9-12 traps/ha if the population of H. armigera was higher. In bioprospection
Gambar III.70. Peta hapusan pada genome enam genotipe kentang. Dari
luar ke dalam: Amudera-CIP392081-Margahayu-Merbabu-PP29-Repita). Tinggi histogram dalam tiap lingkar kromosom menunjukkan kerapatan jumlah hapusan dalam setiap 1 Mb urutan basa DNA.
LAPORAN TAHUN 2014
111
activity of potential microbes, it was indicated that bacterial isolates E.31 showed good inhibition to Rhizoctonia solani fungus, while the lowest inhibition sown by E.95 and E.73 isolates. The largest total phenolic content was indicated by E.73 bacterial isolates, whereas largest peroxidase activity shown by bacterial isolates E.95. Serratia marcescens MK5 isolate capable of producing prodigiosin pigment, but the efficacy against R. solani was still lower. Isolation of soil-rhizosphere microbes from Cianjur was obtained 31 isolates that produce growth hormone (IAA). The highest bacterial isolates producing IAA from Sukabumi showed by cucumber isolates originated from Bojong Gentong with a concentration of 82 833 mg/mL, while bacterial isolates originated from Pacet that produced high concentration of IAA was isolate Taro(1). The characterization results of chitinase isolates originated from of South Kalimantan, Sulawesi and Pacet, also showed bacterial isolates producing the highest chitinolytic activity namely isolates LP2. About 24 bacterial isolates obtained from Cianjur showed a high index value of chitinolytic activity i.e; C3A, C3D, and C5D isolates. The highest chitinase of bacterial isolates from Pacet showed by Mustard(1) isolate. The highest glucanolytic activity was obtained by PP2 isolate, while the highest specific activity was obtained by PR14 isolate. Bacterial isolates corn(1) also showed the highest glucanolytic index. The ITS primers has successfully amplified four entomopathogenic fungus of B. bassiana i.e; STGD 7(14)2, STGD 2(14)1, STGD 0113, and STGD 5(14)2 isolates
Aspek bioprospeksi dalam pengelolaan sumber daya genetik (SDG) belum dilakukan secara maksimal. Bioprospeksi merupakan isu yang relatif baru dan hangat dalam pengelolaan SDG. Bioprospeksi dilakukan melalui rangkaian kegiatan termasuk koleksi, riset dan penggunaan sumber daya genetik secara sistematis untuk mendapatkan komposisi kimia baru, gen, organisme dan produk alamiah. Di bidang pertanian, bioprospeksi dapat digunakan sebagai alternatif strategis pemanfaatan sumber daya tanaman yang mempunyai sifat-sifat unggul, sehingga dapat meningkatkan produksi baik kuantitas maupun kualitasnya. Untuk program pengendalian serangga hama yang bersifat ramah lingkungan, kajian bioprospeksi juga dapat memanfaatkan senyawa bioaktif yang bersifat repelan atau antraktan. Feromon seks adalah salah satu kajian bioprospeksi yang sangat penting dalam pengelolaan serangga hama yang ramah lingkungan. Potensi dan peluang ini harus dikelola dengan baik dan terencana serta terarah untuk menghindari peluang pencurian oleh negara lain, yang selanjutnya dapat menjadi pesaing produk yang sama meskipun sumber plasma nutfahnya dari Indonesia. Oleh karena itu, penelitian bioprospeksi senyawa bioaktif untuk pengendalian serangga hama H. armigera dan patogen tanaman dilakukan dengan memanfaatkan potensi SDG yang sudah tersedia. Teknologi ini sangat mendukung program pembangunan pertanian industrial berkelanjutan yang berbasis sumber daya lokal.
III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN
112
Bioprospeksi Senyawa Bioaktif untuk Pengendalian H. armigera
Hasil analisis kimia terhadap ekstrak kelenjar feromon senyawa yang paling banyak dan sering terdeteksi pada kelenjar feromon adalah Z-9-16:Ald dan komponen kedua adalah Z-11-16:Ald, keadaan ini agak berbeda dengan yang telah dilaporkan di luar negeri, di mana komponen utamanya adalah Z-11-16:Ald sedangkan komponen minornya, adalah Z-9-16:Ald; akan tetapi pada beberapa sampel, kadang-kadang terdeteksi Z-11-16:Ald saja atau hanya Z-9-16:Ald.
Pada tanaman cabai, jumlah imago jantan yang paling banyak tertangkap pada perlakuan D (rasio 50 : 50) dengan rerata 122 ekor per perangkap dan total jumlah imago tertangkap mencapai 365 ekor. Jumlah tangkapan yang tinggi juga terjadi pada perlakuan formulasi E dan F dengan rerata tangkapan 93 dan 89 ekor per perangkap secara berurutan dan Jumlah tangkapan pada formulasi E mencapai 279 ekor dan 266 ekor, sedangkan pada perlakuan A, B, C, G, dan H rerata jumlah serangga dewasa H. armigera yang tertangkap rendah. Jumlah serangga H. armigera yang tertangkap secara keseluruhan pada tanaman cabai selama lima kali pengamatan adalah 1189 ekor.
Dari hasil uji yang dilakukan pada tanaman kedelai dan cabai, respon H. armigera terhadap dua komponen aktif memiliki kisaran terbaik antara rasio 50 : 50 sampai 10 : 90 antara Z-11-16:Ald : Z-9-16:Ald. Jumlah tangkapan ter-tinggi di peroleh pada formulasi dengan rasio 10 : 90 untuk senyawa aktif yang sama, oleh karena itu untuk populasi Brebes (Indonesia) rasio terbaik yang di-rekomendasikan adalah 10 : 90.
Uji kuantitas senyawa aktif pada karet septa dilakukan juga di lokasi Desa Wanacala, Kecamatan Songgom, Brebes. Pengujian dilakukan pada rasio yang terbaik hasil pengamatan sebelumnya. Hasil dari jumlah imago H. armigera yang tertangkap selama dari tujuh kali pengamatan, dapat dilihat pada Gambar III.71. Pada tanaman kedelai, rerata tangkapan imago H. armigera tertinggi tercatat pada perlakuan D dengan kuantitas senyawa aktif 1.000 ug/karet septa dengan nilai 76 ekor per perangkap, total imago tertangkap adalah 229 ekor. Sedangkan nilai tertinggi kedua rerata jumlah tangkapan didapatkan pada perlakuan E dengan kuantitas 1.500 ug/karet septa dengan nilai 69 ekor/perang-kap dan total jumlah tangkapan 206 ekor. Jumlah tangkapan lebih rendah di-dapatkan pada perlakuan dengan kuantitas 100–500 µg/karet septa. Jumlah imago H. armigera yang tertangkap pada tanaman kedelai mencapai 694 ekor (Gambar III.72). Pada tanaman cabai, rerata tangkapan imago H. armigera tertinggi pada perlakuan E dengan kuantitas 1.500 µg/karet septa dengan nilai 137 ekor/perangkap, dan jumlah tangkapan mencapai 410 ekor. Rerata tangkapan imago H. armigera tertinggi kedua didapatkan pada perlakuan D dengan kuantitas 1.000 ug/karet septa, yaitu 65 ekor/perangkap, dengan jumlah total tangkapan mencapai 196 ekor. Pada kuantitas bahan aktif yang lebih
LAPORAN TAHUN 2014
113
rendah, rerata jumlah tangkapan juga makin rendah. Secara keseluruhan, jumlah imago H. armigera yang tertangkap pada tanaman cabai tahap uji kuantitas mencapai 776 ekor. Kuantitas feromon sintetik antara 1.000–1.500 µg/ karet septa sangat menarik imago jantan H. armigera (Gambar III.73). Pada perlakuan jumlah perangkap/hektar terlihat pada perlakuan jumlah tangkapan 12/hektar pada pertanaman kedelai dan cabai dapat dilihat dalam Gambar III.74.
Bioprospeksi Senyawa Bioaktif untuk Pengendalian Patogen Tanaman
Hasil uji efektifitas beberapa perlakuan isolat endofit yang dilakukan ter-hadap patogen Rhizoctonia solani, memberikan pengaruh penghambatan yang cukup besar (Tabel III.46). Penghambatan yang paling besar ditunjukkan oleh isolat E.31 dengan persen penghambatan sebesar 57,27%. Hal ini menunjukkan bahwa isolat E.31 cukup efektif untuk digunakan sebagai antagonis atau agen
Gambar III.71. Jumlah imago jantan H. armigera yang tertangkap pada berbagai tingkat rasio Z-11-
16:Ald dengan Z-9-16:Ald pada tanaman cabai.
Gambar III.72. Jumlah imago jantan H. armigera yang tertangkap pada berbagai tingkat kuantitas
komponen aktif (Z-11-16:Ald dengan Z-9-16:Ald) pada tanaman kedelai.
0
50
100
150
200
250
A B C D E F G Kuantitas Feromon
Jum
lah
imag
o te
rtang
kap
(eko
r) Im
0
50
100
150
200
250
300
350
400
A B C D E F G HRatio Feromon
Jum
lah
imag
o te
rtang
kap
(eko
r) Im ...
III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN
114
biokontrol tunggal. Beberapa isolat yang lain dapat memberikan persen peng-hambatan yang cukup signifikan meskipun tidak mencapai 50% dalam meng-hambat infeksi cendawan, sehingga perlu dilakukan pengendalian secara gabungan menggunakan beberapa agen antagonis. Kandungan fenol total dari sampel yang diuji ditentukan secara spektrofotometri menggunakan reagen Folin-Cicocalteu. Standar yang digunakan dalam percobaan adalah asam galat. Kandungan total fenol tertinggi diperoleh dari perlakuan isolat bakteri E.73 dan E.76 yang menunjukkan kadar fenol lebih besar dibanding dengan kontrol (Gambar III.75). Aktivitas peroksidase yang melebihi kontrol terlihat pada tanaman padi yang diberi perlakuan isolat bakteri E.31, E.66, dan E.95, sedangkan untuk sampel yang diberi perlakuan isolat E.64, E.65, E.73, dan E.76 menunjukkan aktivitas peroksidase yang cukup jauh berada dibawah kontrol (Gambar III.76).
Pengujian Indole Acetic Acid (IAA) dilakukan terhadap isolat yang berasal dari Pangkep, Sulawesi Selatan (6), Cianjur (31), Sukabumi (26). Isolat PS7, PG24, dan PG13 menunjukkan kadar IAA yang lebih tinggi dibanding isolat lain. PS7 menghasilkan IAA tertinggi dari semua isolat dengan konsentrasi 221,45
Gambar III.73. Jumlah imago jantan H. armigera yang tertangkap pada berbagai tingkat kuantitas
komponen aktif (Z-11-16:Ald dengan Z-9-16:Ald) pada tanaman cabai.
Gambar III.74. Jumlah serangga tangkap dari hasil efikasi feromon H. armigera di pertanaman di
ppm, sedangkan isolat PP1 menghasilkan IAA terkecil (11,45 ppm). Perbedaan konsentrasi IAA yang dihasilkan ini diduga karena kondisi dari lokasi peng-ambilan sampel isolat, jenis bakteri, serta kemampuan dalam memproduksi IAA (Tabel III.46). Sebanyak 31 isolat bakteri tanah asal Cianjur, memiliki potensi menghasilkan hormon IAA. Kadar IAA yang tertinggi terdapat pada isolat C3A, S1A, S2D, C3D, C3B, S2A, dan S3A dengan kosentrasi berturut-turut sebesar 100,45; 98,07; 95,69; 85,6904; 78,31; 73,55; dan 64,74 ppm. Kadar IAA yang rendah, yaitu pada isolat C5B dan C1B dengan konsentrasi berturut-turut sebesar 7,53 dan 9,60 ppm. Isolat C3A memiliki konsentrasi besar dan me-nunjukkan bahwa isolat tersebut mempunyai kemampuan yang tinggi dalam memproduksi hormon IAA. Konsentrasi IAA tertinggi sebesar 82,83 mg/ml diperoleh dari isolat bakteri asal rhizosfir asal tanaman timun daerah Bojong Gentong, Sukabumi, dan terkecil sebesar 7,83 mg/ml dari isolat bakteri asal tanah karet, Pakuwon.
Hasil karakterisasi isolat penghasil enzim kitinase menunjukkan bahwa se-mua isolat mampu mengeksresi kitinase (Gambar III.77). Hampir semua isolat berada pada kekuatan reaksi enzimatik moderat, namun ada 3 isolat yang
Tabel III.46. Penghambatan infeksi hawar pelepah daun (HPD) yang disebabkan Rhizoctonia solani oleh isolat endofit.
perlakuan Infeksi HPD Penghambatan-%
Kontrol (tanpa endofit + RS) 18,98 ab - E.31 + Rs 08,11 c 57,27 E.64 + Rs 14,38 bc 24,24 E.65 + Rs 10,25 bc 45,99 E.66 + Rs 11,41 bc 39,88 E.73 + Rs 19,37 ab - E.76 + Rs 11,43 bc 39,78 E.95 + Rs 26,00 a -
Angka selajur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT P = 0,05.
Gambar III.75. Kandungan fenol tanaman padi yang diaplikasi isolat bakteri endofitik.
0
50
100
150
200
Kontrol Perlakuan
Kon
sent
rasi
E.31 E.64 E.65 E.66 E.73 E.76 E.95
III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN
116
reaksi enzimatiknya kuat. Isolat PG13, PP5, dan PS4 memiliki indeks kitinolitik tertinggi dibanding dengan 12 isolat lainnya, yaitu sebesar 2,25; 1,75; dan 1,63 (Tabel III.48). Hasil pengujian secara kualitatif menunjukkan bahwa dari 31 isolat asal Cianjur yang memiliki zona bening, yaitu sebanyak 24 isolat seperti yang ditunjukkan oleh isolat C6B, sedangkan 7 isolat lainnya tidak memiliki zona bening seperti yang ditunjukkan oleh isolat C4C. Hasil pengujian indeks kitinolitik menunjukkan isolat yang mempunyai indeks kitinolitik yang paling tinggi adalah C6B dan C3D dengan indeks kitinolitik sebesar 1,44 dan 1,43.
Hasil pengukuran kuantitatif aktivitas kitinase menunjukkan isolat LP2, LP1, dan PS7 memiliki aktivitas yang lebih tinggi diantara 15 isolat yang di-analisis. Aktivitas kitinolitik isolat LP2 sebesar 0,0088 U/ml merupakan aktivitas tertinggi dari keseluruhan isolat (Gambar III.78 dan III.79).
Gambar III.76. Aktivitas peroksidase tanaman padi yang diaplikasi isolat bakteri endofitik.
Gambar III.77. Uji kualitatif aktivitas kitinase isolat SG4.
Zona bening
Koloni bakteri
0
300
400
500
600
Kontrol Perlakuan
Akt
ivita
s P
erok
sida
se
E.31 E.64 E.65 E.66 E.73 E.76 E.95
200
100
LAPORAN TAHUN 2014
117
Hasil pengujian aktivitas Glukanase yang diperoleh menunjukkan bahwa sebelas isolat mampu menghasilkan glukanase (Gambar III.80), sedangkan 4 isolat sisanya, yaitu LP2, PG13, PR22, dan PP5 tidak memiliki aktivitas glukanase. Isolat PR14, PR34, dan PP2 memiliki indeks glukanolitik di atas rerata isolat, sedangkan indeks glukanolitik terbesar ditunjukan isolat PR14. Isolat yang menghasilkan indeks glukanolitik dianalisis aktivitasnya secara kuantitatif berdasarkan gula pereduksi dengan metode DNS. Aktivitas enzim glukanase tertinggi terdapat pada isolat PP2 sebesar 37,6 U/ml, kemudian di-ikuti oleh PP1 dan PR14. Aktivitas spesifik tertinggi ekstrak kasar enzim ter-dapat pada isolat PR14 memiliki glukanase sebesar 0,51 U/mg (Tabel III.49).
Tabel III.47. Hasil pengukuran IAA pada isolat asal Pangkep-Sulsel dan isolat asal Sukabumi.
KR = tanah dari pohon karet, Citarik, Sukabumi, SG = tanah dari pohon singkong, Sukabumi, PS = tanah dari pohon pisang, Citepus, Sukabumi; LP = tanah dari lapukan pohon pinus, Kalsel, PP = tanah dari pohon pinus, Kalsel, PG = tanah dari wilayah Pangkep, Sulsel, PR = tanah dari wilayah Panrenreng, Sulsel.
III. PENELITIAN BIOTEKNOLOGI DAN SUMBER DAYA GENETIKA PERTANIAN
120
Gambar III.80. Contoh hasil uji kualitatif aktivitas glukanase isolat PR14.
Tabel III.49. Indeks glukanolitik isolat asal Kalsel, Sulsel, dan Jabar.
Kode isolat Rataan indeks glukanolitik Aktivitas glukanase (ppm)
KR = tanah dari pohon karet, Citarik, Sukabumi, SG = tanah dari pohon singkong, Sukabumi, PS = tanah dari pohon pisang, Citepus, Sukabumi; LP = tanah dari lapukan pohon pinus, Kalsel; PP = tanah dari pohon pinus, Kalsel; PG = tanah dari wilayah Pangkep, Sulsel; PR = tanah dari wilayah Panrenreng, Sulsel.