1 PEMBELAJARAN FISIKADENGAN METODE INKUIRI TERBIMBING MENGGUNAKAN VIRTUAL LAB DAN REAL LAB DITINJAU DARI GAYA BELAJAR DAN GAYA BERFIKIR SISWA (Study Kasus Siswa Kelas X SMA N 1 Kebumen Pada Materi Listrik Dinamik pada Tahun Pelajaran 2008/2009) Oleh : Basir S.830908112 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
140
Embed
PEMBELAJARAN FISIKADENGAN METODE INKUIRI … · mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam adalah fisika. ... Secara sederhana animasi komputer .
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PEMBELAJARAN FISIKADENGAN METODE INKUIRI TERBIMBING
MENGGUNAKAN VIRTUAL LAB DAN REAL LAB DITINJAU DARI
GAYA BELAJAR DAN GAYA BERFIKIR SISWA
(Study Kasus Siswa Kelas X SMA N 1 Kebumen Pada Materi Listrik Dinamik
pada Tahun Pelajaran 2008/2009)
Oleh :
Basir
S.830908112
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada prinsipnya merupakan suatu proses untuk membantu
manusia dalam mengembangkan diri sehingga mampu menghadapi segala perubahan
dan permasalahan hidup dengan sikap terbuka, kreatif dan penuh tanggungjawab
untuk mencapai keberhasilan hidup yang sesungguhnya. Undang-undang Republik
Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3,
menyebutkan bahwa :
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Pasal tersebut di atas memberikan arah bahwa pendidikan nasional kita
menekankan fungsinya untuk mengembangkan potensi yang dimiliki subyek didik
(siswa) sehingga menjadi manusia yang memiliki seperangkat kemampuan dan
kecakapan hidup serta beriman dan berakhlak mulia. Untuk itu setiap proses dalam
kegiatan belajar yang dirancang dan diselenggarakan oleh lembaga pendidikan
(sekolah) sudah semestinya berorientasi pada pencapaian tujuan pendidikan
sebagaimana tercantum dalam undang-undang tersebut di atas.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal harus dapat berperan
memberikan pelayanan pendidikan dan pengajaran kepada masyarakat secara
optimal untuk dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Untuk mengemban
3
misi tersebut maka pendidikan di sekolah harus direncanakan dan dilaksanakan
secara sistemik dengan managemen berbasis kompetensi yang tertuang dalam
program pengajaran atau silabus. Penyusunan silabus hendaknya mengacu pada
standard isi sebagaimana tertuang dalam Permendiknas (Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional) yang dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Kurikulum ini disusun oleh satuan pendidikan (sekolah) masing-masing untuk
memungkinkan terjadinya penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan
potensi yang dimiliki oleh suatu daerah. Penjabaran program pendidikan tersebut
bertujuan untuk mewujudkan kurikulum yang sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan
masyarakat, guna mengantisipasi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta untuk memberikan garis acuan bagi penyelenggaraan kegiatan pembelajaran di
tingkat satuan pendidikan (sekolah).
Ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai hubungan yang tidak
terpisahkan. Ilmu pengetahuan merupakan dasar dalam mencari pemahaman dan
pengetahuan. Sedangkan teknologi merupakan penerapan ilmu pengetahuan dan
dikembangkan untuk menghasilkan suatu piranti, teknik, mesin, dan peralatan.
Teknologi ditemukan ketika masyarakat menemukan alat dan memproses suatu
pekerjaan menjadi lebih mudah dan lebih baik.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin lama akan semakin
maju untuk dapat mendorong upaya-upaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-
hasil teknologi dalam proses belajar. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan atau inovasi proses
pembelajaran dalam memasuki dunia teknologi. Untuk memasuki dunia teknologi
4
yang semakin berkembang, maka dalam pembelajaran di sekolah siswa perlu
dibekali dengan kompetensi yang cukup agar nantinya mampu berperan aktif dalam
masyarakat.
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu
tentang fenomena alam secara sistematis. IPA bukan sekedar penguasaan kumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip semata,
melainkan juga merupakan suatu proses penemuan (discovery, inquiry). Proses
pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi siswa agar peserta didik dapat menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA diarahkan untuk mencari
tahu dan berbuat sesuatu sehingga dapat membantu subyek didik untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Salah satu cabang IPA yang
mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam
adalah fisika.
Pelajaran fisika di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa
untuk mempelajari alam sekitar. Fisika diharapkan dapat menjadi prospek
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu dalam proses transfer ilmu dan
pengetahuan fisika di sekolah perlu ditingkatkan efektifitasnya agar kualitas
pembelajaran selalu terjaga dan hasil yang diharapkan dapat memenuhi tujuan
pembelajaran yang ditetapkan. Agar proses belajar mengajar dapat berhasil dengan
baik, semestinya siswa diajak untuk memanfaatkan semua alat indera yang
dimilikinya secara optimal. Untuk kepentingan tersebut maka para guru fisika
5
hendaknya berupaya semaksimal mungkin untuk menampilkan rangsangan
(stimulus) yang dapat diproses dengan berbagai indera. Semakin banyak alat indera
yang digunakan untuk menerima dan mengolah informasi semakin besar
kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan dapat dipertahankan dalam ingatan.
Dengan demikian, siswa diharapkan akan dapat menerima dan menyerap dengan
mudah pesan-pesan dalam materi pelajaran yang disajikan.
Kemampuan orang (siswa) untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah
bisa dipastikan berbeda-beda tingkatannya. Ada yang cepat, sedang dan ada pula
yang lambat. Oleh karena itu mereka seringkali harus menempuh cara yang berbeda
untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama. Sebagian siswa
lebih suka guru mereka mengajar dengan cara menuliskan di papan tulis. Dengan
begitu mereka bisa membaca untuk kemudian mencoba memahaminya. Akan tetapi,
sebagian siswa lain lebih suka guru mereka mengajar dengan cara menyampaikannya
secara lisan dan mereka mendengarkan untuk bisa memahaminya. Sementara itu ada
pula siswa lain yang lebih suka membentuk kelompok kecil untuk mendiskusikan
pertanyaan yang menyangkut pelajaran tersebut. Pendek kata setiap orang (siswa)
akan memiliki kebiasaan atau gaya belajar (learning style) tertentu dalam menerima
dan menyerap informasi pelajaran, hingga menghasilkan suatu bentuk pengetahuan
yang efektif untuk diproses menjadi suatu perilaku seimbang untuk mengembangkan
dan menghadapi permasalahan berikutnya.
Cara-cara yang dipilih oleh siswa dalam belajar akan menyesuaikan dengan
kebiasaan mereka dalam gaya belajar dan gaya berpikirnya masing-masing.
“Perbedaan itu menunjukkan cara tercepat, terbaik dan paling seimbang bagi setiap
6
individu untuk bisa menyerap informasi dari luar dirinya” (Hamzah B. Uno, 2005:
108). Jika kita (guru) bisa memahami bagaimana perbedaan gaya belajar setiap orang
(siswa), kemungkinan akan lebih mudah bagi kita untuk memandu dan memilih cara
yang tepat untuk memberikan informasi pengajaran hingga diharapkan dapat
mencapai hasil belajar yang lebih optimal.
Tahapan berikutnya setelah semua informasi pelajaran disampaikan sebagai
suatu bentuk rangsangan untuk ditangkap melalui alat indera masing-masing siswa,
maka informasi tersebut masih memerlukan proses panjang berikutnya. Proses
panjang yang dimaksud adalah pengolahan, penerjemahan dan penganalisaan yang
dilakukan oleh sel-sel syaraf otak secara seimbang sebelum menghasilkan suatu
bentuk solusi efektif yang berupa tindakan untuk menanggapi stimulus tersebut.
Menurut Bobby DePorter, 2008:124 berpendapat bahwa:
perilaku yang berkaitan dengan kecenderungan dominansi kerja otak dalam memproses informasi secara seimbang sehingga menghasilkan suatu solusi yang paling efektif dalam berbagai kondisi yang berbeda dinamakan gaya berpikir (mind style).
Pendapat di atas berarti bahwa gaya berpikir memrupakan aktivitas sel-sel
syaraf otak manusia dalam mengolah dan memproses informasi secara seimbang
hingga menghasilkan suatu bentuk langkah-langkah pemecahan masalah. Untuk
mendukung pemrosesan informasi tersebut perlu dukungan alat dan teknologi agar
menghasilkan solusi yang paling efektif.
Salah satu jenis teknologi yang dapat digunakan dalam pengajaran dan dapat
menimbulkan rangsangan kepada siswa yang memiliki gaya belajar dan gaya
berpikir yang berbeda-beda, diantaranya bisa berupa media audiovisual (film,
filmstrip, televisi, dan kaset video) maupun media komputer. Meskipun banyak
7
teknologi lain yang dapat digunakan dalam pengajaran, namun kedua jenis teknologi
tersebut paling banyak digunakan sebagai penunjang fasilitas pengajaran dalam kelas
dan memiliki dampak terhadap pembuatan keputusan instruksional. Hamalik dalam
Azhar Arsyad, (2006: 15) mengemukakan bahwa “pemakaian media pembelajaran
dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat, motivasi
dan rangsangan kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh psikologis terhadap
siswa”.
Komputer menjadi suatu teknologi informasi yang penting dalam masyarakat
karena banyak digunakan dalam kegiatan sekolah, hiburan, bisnis maupun untuk
penggunaaan pribadi di rumah. Beberapa tahun terakhir komputer mendapat
perhatian besar karena kemampuannya yang dapat digunakan dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah. Tidak sedikit materi-materi pelajaran yang dapat
disampaikan mengggunakan komputer. Pemanfaatan media pembelajaran berbasis
komputer dijelaskan Arsyad (2002: 32) “dapat meningkatkan pembelajaran karena
berorientasi pada siswa dan melibatkan interaktivitas siswa yang tinggi”. Selain itu,
media komputer dapat dirancang sesuai dengan kebutuhan siswa atau guru.
Penggunaan komputer dalam proses pembelajaran bermacam-macam bentuknya
tergantung pada kecakapan dari pendesain dan pengembang pembelajarannya.
Desain yang dimaksud bisa berbentuk permainan (games) yang mengajarkan konsep-
konsep abstrak hingga kemudian dikonkritkan dalam bentuk visual dan audio yang
disimulasikan dengan gerakan (dianimasikan).
Animasi merupakan suatu teknik pergerakan gambar atau paparan yang
dihasilkan oleh gabungan dari media komputer. Secara sederhana animasi komputer
8
bisa dijadikan sebagai model pembelajaran menggunakan program komputer
(softwear) untuk mensimulasikan beberapa percobaan fisika tanpa melalui percobaan
di laboratorium, cukup melalui monitor komputer sehingga siswa dapat
mempelajarinya dari simulasi itu. Beberapa keuntungan dengan menggunakan
simulasi komputer adalah:
(1) Dapat dilakukan oleh siswa kapanpun termasuk dirumah sehingga mereka dapat belajar lebih lama dan mengulangi bahan lebih lama tanpa terikat guru, jam, atau waktu. (2) Dapat meyajikan simulasi dari percobaan yang sulit dan alatnya mahal, dengan cara yang murah dan mudah bahkan dapat dilihat lebih jelas. Misalnya percobaan nuklir, dapat dilihat dalam simulasi tanpa harus mencoba nuklir sendiri. (3) Reaksi dan kejadian mikro dapat disimulasikan dengan jelas dalam model sehingga siswa makin jelas menangkap konsepnya. Misalnya, model gerak atom atau molekul yang sulit dilihat mata dapat dilakukan dengan simulasi komputer. (4) Para ahli miskonsepsi menemukan bahwa simulasi komputer dapat membantu menghilangkan miskonsepsi siswa karena siswa dapat membandingkan pemikirannya yang tidak benar dengan simulasi yang mereka lakukan dan lihat. (Paul Suparno, 2007: 110)
Pendapat tersebut di atas memberikan keterangan bahwa simulasi komputer
dapat mengatasi pembelajaran fisika khususnya untuk konsep-konsep fisika yang
abstrak serta membutuhkan alat percobaan yang mahal. Salah satu contoh animasi
tersebut adalah media simulasi komputer (Virtual Lab) tentang listrik dinamik
(electricity). Media ini mempunyai tampilan yang menarik, dalam bentuk gambar,
warna dan sedikit efek suara. Dengan media ini siswa menjadi termotivasi untuk
lebih menekuni materi yang disajikan serta dengan adanya warna komponen yang
dianimasikan dapat menambah kemampuan siswa dalam menemukan rangkaian
percobaan listrik sebagaimana konsep yang harus dikuasai. Pendek kata animasi
menggunakan komputer, merupakan suatu alternatif yang dapat digunakan sebagai
media pembelajaran di kelas. Dengan animasi dapat menggantikan pembelajaran
9
yang memerlukan peralatan laboratorium banyak dan waktu persiapan yang relatif
lama.
Kondisi nyata yang ada di SMA Negeri 1 Kebumen tempat peneliti bekerja,
sebenarnya sudah memiliki fasilitas laboratorium fisika beserta alat-alat dan bahan
yang bisa digunakan untuk pembelajaran (praktikum). Namun alat-alat dan bahan
yang mestinya harus ada dan bisa digunakan untuk media pembelajaran masih sangat
kurang memadai khususnya untuk pokok-pokok bahasan esensial baik kelas sepuluh,
sebelas maupun dua belas. Hal ini disebabkan karena, rusak, pecah, hilang atau
sudah tidak dapat digunakan karena usia alat yang sudah terlalu lama serta perawatan
yang kurang sempurna. Sebagian besar alat-alat yang ada secara fisik masih
kelihatan bagus tetapi tidak dapat digunakan karena komponen-komponen penting
dari alat tersebut sudah banyak yang hilang atau rusak. Osciloskop misalnya, dua-
duanya tidak bisa digunakan karena probe-nya hilang dan di toko tidak tersedia
gantinya (tiruannya). Masih banyak peralatan listrik seperti BMU (Basic Meter
Unit), shunt, pemegang baterai (lamp holder) dan lainnya mengalami kerusakan pada
bagian ujung (jack) karena berkarat dan putus.
Untuk mengatasi hal ini sekolah sudah berusaha mengadakan dengan cara
membeli kit listrik, namun baru mampu mengadakan 8 kotak. Sehingga untuk
praktikum listrik biasanya sekolah harus meminjam ke sekolah lain di Kebumen.
Biaya perbaikan, perawatan maupun pengadaan alat-alat dan bahan di laboratorium
fisika SMA Negeri 1 Kebumen sudah mendapatkan alokasi dana tiap tahun namun
jumlahnya sangat minim karena terbentur adanya skala prioritas untuk pengadaan
dan perbaikan fasilitas dan sarana lain yang lebih mendesak. Sementara itu
10
kemampuan ekonomi masyarakat orang tua/wali murid di kabupaten Kebumen untuk
mendukung kemajuan sekolah masih belum bisa diharapkan karena mereka masih
berharap adanya sekolah dengan biaya semurah-murahnya (gratis bila perlu) tetapi
dapat menghasilkan lulusan yang sebagus-bagunya sesuai harapan mereka.
Tidak adanya tenaga khusus seperti laboran, juga dapat menimbulkan kurang
baiknya perawatan, penataan dan keselamatan alat-alat dan bahan di laboratourium.
Terbatasnya waktu yang dimiliki guru karena harus mengajar dengan jam mengajar
yang banyak mengakibatkan sempitnya kesempatan untuk mempersiapkan dan
memperbaiki alat-alat laboratorium yang sudah rusak, habis atau dimakan usia. Oleh
karena itu perlu ada suatu alternatif penanganan secara nyata untuk tetap
berlangsungnya pembelajaran yang optimal, maksimal dan tepat tujuan tanpa harus
menggantungkan pada keadaan yang ada. Dengan demikian mutu pembelajaran dan
prestasi belajar siswa di SMA Negeri 1 Kebumen tetap dapat dipertahankan dan
ditingkatkan.
Saat ini SMA Negeri 1 Kebumen sudah memiliki peralatan komputer yang
cukup bahkan terdapat dua ruang laboratorium komputer (labkom) dengan jumlah
komputer 30 unit untuk tiap ruang lengkap dengan server dan jaringan lokal area
network (LAN), serta internet. Pengadaan fasilitas labkom tersebut berasal dari dana
bantuan block grand pemerintah pusat sehubungan dengan program RSBI (Rencana
Sekolah Bertaraf Internasional). Namun demikian penggunaan dua ruang labkom
tersebut dalam pembelajaran ternyata belum bisa maksimal karena hanya digunakan
untuk mata pelajaran TIK dan ekstrakurikuler internet sore hari. Hal ini antara lain
disebabkan karena masih terbatasnya jumlah guru yang sudah menguasai dan mampu
11
menggunakan media pembelajaran berbasis komputer. Oleh karena itu, perlu adanya
peningkatan kemampuan guru dalam penguasaan ilmu komputer guna memanfaatkan
fasilitas komputer yang telah dimiliki sekolah dengan mengoptimalkan
penggunaannya dalam rangka pembelajaran untuk bidang studi yang lain, salah
satunya adalah mata pelajaran fisika misalnya.
Fakta telah membuktikan bahwa SMA Negeri 1 Kebumen dapat mengukir
prestasi sampai ke tingkat nasional bahkan internasional melalui olimpiade sains.
Lulusan siswa SMA Negeri 1 Kebumen tiap tahunnya juga banyak yang diterima di
beberapa perguruan tinggi negeri maupun swasta ternama di berbagai kota di
Indonesia. Ini terjadi karena dukungan modal siswa yang berasal dari sekolah-
sekolah unggulan di sekitar Kebumen bahkan ada beberapa yang berasal dari
kabupaten lain seperti Banyumas, Cilacap maupun Purworejo.
Para siswa yang berlatar belakang dan motivasi belajar tinggi tersebut
merupakan potensi yang bisa dikembangkan dan ditingkatkan apabila mendapat
pelayanan belajar secara maksimal dengan fasilitasi yang relevan. Fasilitas
pembelajaran yang mencukupi akan dapat menggali dan memberdayakan
kemampuan intrinsik yang dimiliki siswa seperti gaya belajar dan gaya berpikir yang
mereka miliki.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis memperoleh pemikiran bahwa
dalam pembelajaran fisika, prestasi belajar siswa di SMA Negeri 1 Kebumen dapat
ditingkatkan melalui penggunaan pendekatan, metode dan media pembelajaran yang
tepat. Hal ini tentu saja tetap memperhatikan pengaruh faktor intrinsik dan ekstrinsik
siswa sebagai subyek didik. Faktor intrinsik dan ekstrinsik siswa dalam hal ini
12
berkaitan dengan ragam gaya belajar dan gaya berpikir yang dimiliki oleh masing-
masing siswa. Oleh karena itu penulis berkeinginan untuk mengadakan penelitian
tentang pembelajaran mengggunakan media laboratorium real dan virtual yang
berupa animasi komputer interaktif pengaruhnya terhadap peningkatkan prestasi
belajar fisika baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik bagi siswa yang
mempunyai gaya belajar (learning style) dan gaya berpikir (mind style) yang
berbeda-beda. Gaya belajar yang dimaksud berupa gaya belajar visual (visual
leaners), gaya belajar auditorial (auditorial learners) mapun gaya belajar taktual atau
kinestetik (kinesthetic learners). Sedangkan gaya berpikir yang dimaksud adalah
sekuensial (dominansi otak kiri) dan acak (dominansi otak kanan). Penggunaan
media komputer dalam hal ini untuk mendukung penggunaan media virtual
laboratory (Virtual Lab) sebagai alternatif dari pembelajaran yang menggunakan
alat-alat real laboratory (Real Lab). Pembelajaran yang dimaksud adalah pada materi
listrik dinamik siswa kelas sepuluh (X) semester genap SMA Negeri 1 Kebumen
tahun pelajaran 2008/2009. Konsep fisika pada materi listrik dipilih dalam penelitian
ini karena bersifat abstrak sehingga untuk lebih mudah memahaminya diperlukan
media atau alat laboratorium dalam pembelajaran.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka teridentifikasi beberapa permasalahan yang
muncul sebagai berikut:
1. Tuntutan prestasi tinggi baik aspek kognitif, afektif maupun psikomotor
sebagaimana diamanatkan oleh kurikulum KTSP harus dibangun dari potensi yang
13
dimiliki sekolah itu sendiri, sementara tidak semua sekolah (SMA N 1 Kebumen)
memiliki sarana dan fasilitas belajar yang relevan dengan kemampuan guru.
2. Siswa dituntut dapat menguasai kompetensi tinggi melalui proses belajar baik
secara individu maupun melalui interaksi dengan temannya, yaitu dapat mencapai
kreteria ketuntaasan minimal rata-rata untuk tiap kompetensi dasar diharapkan
(KKM = 70). Kenyataan menunjukkan masih banyak siswa yang belum dapat
mencapai kreteria minimal tersebut.
3. Peran guru dalam menumbuhkan motivasi siswa untuk menggunakan fasilitas
belajar di sekolah masih belum maksimal sehingga potensi yang dimiliki siswa
belum dapat digali sepenuhnya.
4. Kurang lengkapnya alat-alat laboratorium dan tidak adanya tenaga khusus laboran
menjadi kendala bagi guru untuk bisa mengembangkan model-model pembelajaran
penemuan (inquiry), karena tidak terlayani penyediaan dan persiapan peralatan
laboratotium yang mendukung.
5. Pembelajaran yang dilakukan masih belum inovatif karena penguasaan,
penggunaan metode dan media pembelajaran yang belum memadahi.
6. Pembelajaran fisika yang dilaksanakan belum dapat membantu mempermudah
belajar siswa, karena belum dapat menggali kemampuan yang dimiliki siswa
sepenuhnya.
7. Perhatian dan pendekatan kepada siswa yang memiliki karakteristik belajar
berbeda-beda masih terabaikan sepenuhnya dilakukan oleh guru.
8. Proses pembelajaran masih kurang optimal karena skenario pembelajaran belum
memperhatikan gaya belajar (learning style) dan gaya berpikir (mind style) siswa.
14
C. Pembatasan Masalah
Pada penelitian ini permasalahan dibatasi pada :
1. Pendekatan dan metode yang diterapkan dalam proses pembelajaran Fisika adalah
pendekatan kostruktivisme (constructivism) dan metode inquiri terbimbing (guide
inquiry).
2. Pembelajaran dibatasi pada penggunaan media audio visual Virtual Lab, yakni
sebuah software internasional yang dibuat oleh ‘Educational Courseware’ di
Malaysia dan dipublikasikan melalui jaringan internet pada situs
www.pintarmedia.com. Dan penggunaan Real Lab (kit listrik) yang disertai student
worksheet (lembar kerja siswa) pada pokok bahasan Listrik Dinamik.
3. Gaya belajar siswa dalam menerima informasi pelajaran atau mengikuti
pembelajaran fisika dibatasi pada gaya belajar visual dan taktual (kinestetik). Gaya
belajar auditorial tidak dilibatkan dalam penelitian ini karena pada metode inkuiri
terbimbing menggunakan media Virtual Lab dan Real Lab tidak banyak memberikan
informasi melalui pendengaran.
4. Gaya berpikir siswa dalam memproses pengetahuan dalam otak dibatasi hanya dua
kategori yaitu sekuensial (dominansi otak kiri) dan Acak (dominansi otak kanan)
tanpa membedakan kategori kongkrit maupun abstrak.
5. Prestasi belajar pada penelitian ini adalah kemampuan kognitif siswa SMA Negeri
1 Kebumen kelas X semester 2 tahun pelajaran 2008/2009 pada mata pelajaran fisika
pokok bahasan Listrik Dinamik. Prestasi belajar aspek afektif dan psikomotor
diperlukan untuk mendukung aktifitas siswa dalam mengikuti pelajaran dan tidak
dianalisa secara statistik.
15
D. Perumusan Masalah
Pokok permasalahan yang dapat dirumuskan pada penelitian ini seperti
berikut :
1. Adakah perbedaan prestasi belajar siswa antara pembelajaran dengan metode
inkuiri terbimbing menggunakan media Virtual Lab dan Real Lab ?
2. Adakah perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai gaya belajar
visual dan kinestetik ?
3. Adakah perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki gaya berpikir
sekuensial (otak kiri) dan gaya berpikir acak (dominansi otak kanan) ?
4. Adakah perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki gaya berpikir
sekuensial (otak kiri) dan gaya berpikir acak (dominansi otak kanan) ?
5. Adakah interaksi antara pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing
menggunakan media Virtual Lab, Real Lab dengan gaya berpikir siswa terhadap
prestasi belajar siswa ?
6. Adakah interaksi antara gaya belajar dan gaya berpikir terhadap prestasi belajar
siswa ?
7. Adakah interaksi antara pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing
menggunakan media Virtual Lab dan Real Lab, gaya belajar dan gaya berpikir
terhadap prestasi belajar siswa ?
16
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini sebagaimana tercantum
berikut adalah untuk mengetahui :
1. perbedaan prestasi belajar siswa melalui pembelajaran metode inkuiri terbimbing
antara yang menggunakan media Virtual Lab dan Real Lab pada materi listrik
dinamik.
2. perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai gaya belajar visual dan
siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik pada materi listrik dinamik.
3. perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai gaya berpikir sekuensial
dan siswa yang mempunyai gaya berpikir acak pada materi listrik dinamik.
4. interaksi antara pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan
media Virtual Lab, Real Lab dan gaya belajar siswa terhadap prestasi belajar siswa.
5. interaksi antara pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan
media Virtual Lab, Real Lab dengan gaya berpikir terhadap prestasi belajar siswa.
6. interaksi antara gaya belajar dan gaya berpikir terhadap prestasi belajar siswa.
7. interaksi antara pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan
Virtual Lab, Real Lab, gaya belajar dan gaya berpikir terhadap prestasi belajar siswa.
F. Manfaat Penelitian
Hasill penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu :
1. Manfaat teoritis :
17
a. Mengetahui alternatif pendekatan, metode dan media yang tepat dalam upaya
menggali kemampuan yang telah dimiliki siswa serta meningkatkan aktivitas belajar
siswa khususnya pada pembelajaran Fisika.
b. Mengetahui pengaruh gaya belajar (learning style) dalam pembelajaran fisika
terhadap prestasi belajar siswa.
c. Mengetahui pengaruh gaya berpikir (mind style) dalam pembelajaran fisika
terhadap prestasi belajar siswa.
d. Memberikan gambaran yang lebih jelas tentang relevansi penggunaan metode
dengan media pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi para guru dan kepala
sekolah dalam mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran sesuai amanat dalam
KTSP.
b. Memberikan alternatif pembelajaran yang melibatkan peran aktif dan interaksi
siswa untuk mengkonstruksi konsep sesuai gaya belajar dan gaya berpikirnya hingga
dapat mencapai tingkatan kompetensi yang diharapkan.
c. Mengajak dan mendorong kepada para guru untuk melakukan inovasi
pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (komputer)
dalam pembelajaran fisika.
18
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori
1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
“Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan
atau sekolah”. (Depdiknas, 2007 : 98). Tujuan pendidikan dalam KTSP meliputi
tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan ciri khas, kondisi dan potensi
daerah, satuan pendidikan dan siswa. Oleh karena itu kurikulum disusun oleh satuan
pendidikan untuk memungkinkan adanya penyesuaian program pendidikan yang
akan dikembangkan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah masing-
masing. Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan pendidikan dasar dan
menengah ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu pengembangan KTSP yang
beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian
tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi,
proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional
pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
Undang – undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dan Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
merupakan landasan hukum KTSP. Sedangkan Badan Standar Nasional Pendidikan
19
(BSNP) dalam menentukan standar nasional pendidikan berpijak pada Peraturan
Mendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Peraturan Mendiknas
nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Berdasarkan SI,
SKL dan panduan yang disusun oleh BSNP, penyusunan KTSP oleh setiap satuan
pendidikan diharapkan dapat mengakomodir penerapan manajemen berbasis sekolah
(MBS). Sehingga paling lambat tahun 2009/2010, tiap sekolah sudah melaksanakan
KTSP yang pengembangannya benar-benar sudah disesuaikan dengan karakteristik
daerah, kondisi sosial budaya masyarakat dan siswa setempat.
Mengacu kepada panduan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan
menengah yang disusun oleh BSNP, sekolah diberi keleluasaan untuk merancang,
mengembangkan dan mengimplementasikan kurikulum sekolah sesuai dengan situasi
dan kondisi serta potensi keunggulan lokal yang dapat dimunculkan oleh sekolah.
Sekolah dapat mengembangkan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar
kompetensi lulusan. Dalam perancangannya harus mengacu kepada tujuan
pendidikan tingkat satuan pendidikan dengan meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta ketrampilan dan kecakapan hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Guru yang semula berperan sebagai
instruktur kini bergeser menjadi fasilitator pembelajaran. Sedangkan siswa dituntut
belajar aktif dan berlatih untuk belajar secara mandiri sehingga diharapkan mampu
menjadi lulusan yang memiliki kompetensi pengetahuan dan seperangkat kecakapan
hidup (live skill).
20
2. Pembelajaran
a. Hakekat Belajar
Belajar pada umumnya masih terbatas pada membaca dan menghafal cerita
fakta yang tersaji dalam bentuk susunan materi pada beberapa mata pejalaran. Pada
hal banyak sekali perbuatan atau tingkah laku yang termasuk dalam kegiatan belajar,
sehingga berbagai pendapat tentang belajar mengemuka dalam bentuk teori-teori
belajar. Higard dan Bower dalam Ngalim Purwanto, (1992) mengatakan bahwa:
Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu dapat dijelaskan bukan atas kecenderungan respon pembawaan, kematangan dan keadaan-keadaan sesaat seseorang, misal kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya.
Pandangan tentang belajar sebagaimana dikatakan dalam kutipan di atas
merupakan perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan
respon dalam pengalaman. Dengan kata lain, belajar merupakan perubahan yang
dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang
baru sebagai hasil interaksi antara rangsangan berupa pengalaman yang berulang-
ulang dan respon yang berlangsung dalam kurun waktu atau situasi tertentu.
Belajar juga diartikan tidak sekadar melibatkan hubungan antara stimulus dan
respon saja namun melibatkan proses berpikir yang sangat komplek. Ausubel dalam
Hamzah B. Uno, (2007 : 12) mengatakan bahwa “Siswa akan belajar dengan baik
jika pengatur kemajuan belajar (advance organizer) didefinisikan dan
dipresentasikan dengan baik dan tepat kepadanya”. Pengatur kemajuan belajar yang
dimaksud adalah konsep atau informasi umum yang mencakup isi semua pelajaran
yang akan diajarkan kepada siswa.
21
Jean Piaget dalam Hamzah B. Uno, (2007 : 11) mengemukakan bahwa
“proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu (1) asimilasi, (2)
akomodasi, dan (3) equilibrasi (penyeimbangan)”. Sehingga proses belajar harus
disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Piaget dalam
Paul Suparno (2007:33) membagi tahapan perkembangan kognitif menjadi empat
tahap yaitu “sensori-motor (0-2 tahun), pra-operasi (2-7 tahun), operasi-kongkrit (7-
11 tahun), dan opersi-formal (11 tahun ke atas)”.
Berdasarkan teori Piaget di atas maka siswa SMA termasuk dalam tahap
operasi-formal (formal operations). Dalam tahap ini seorang anak sudah berpikir
logis, berpikir teoritis formal berdasarkan proporsi dan hipotesis sehingga dapat
mengambil kesimpulan dari apa yang dia amati (misalnya melalui percobaan di
laboratorium baik virtual maupun Real. Pada tahap ini pula anak sudah
menggunakan logika dan berpikir abstrak serta mampu membuat prediksi tentang
kejadian yang akan datang melalui hipotesis. Dengan demikian pada penelitian ini
menekankan pendekatan konstruktivisme melalui metode pembelajaran inkuiri
(penyelidikan) menggunakan media laboratorium dengan harapan agar siswa dapat
mengonstruksi pengetahuannya sendiri secara aktif sehingga dapat berkembang
sesuai dengan tahap perkembangan kognitif sesuai usianya.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar pada
hakekatnya adalah proses berpikir yang melibatkan interaksi antara stimulus dan
respon, yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif siswa sehingga
dapat menguasai informasi berupa konsep, teori dan sebagainya sedemikian hingga
22
menghasilkan sebuah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari proses interaksi
secara berulang-ulang selama berlangsungnya kegiatan belajar tersebut.
Siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan melalui bahasa. Perkembangan pengetahuan pada siswa tergantung pada faktor biologi (memori, atensi, persepsi, stimulus-respon) dan faktor sosial (fungsi mental yang lebih tinggi) untuk pengembangan konsep, penalaran logis dan pengambilan keputusan. Proses pembelajaran akan terjadi jika siswa bekerja menangani tugas-tugas yang masih berada dalam daerah tingkat perkembangan sedikit lebih tinggi (zone of proximal development). Fungsi mental yang lebih tinggi bisa muncul dalam percakapan dan kerjasama antar individu dalam suatu kelompok (diskusi kelompok) sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Pada awal perkembangannya siswa diberikan bantuan secukupnya dan selanjutnya mengurangi bantuan tersebut untuk memberikan kesepatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggungjawab sehingga pada akhirnya dapat menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan ketika belajar.
Berdasarkan pendapat di atas maka pada penelitian ini menggunakan belajar
kelompok selama melakukan percobaan untuk mengembangkan faktor sosial dalam
rangka membentuk penalaran logis dan pengambilan keputusan. Meskipun demikian
tetap berpedoman bahwa tiap-tiap siswa diarahkan secara aktif untuk membangun
sikap kemandirian dalam kebersamaan khususnya pada saat diskusi kelompok
selama percobaan di laboratorium berlangsung hingga menemukan kesimpulan
sebagai jawaban dari hipotesis yang telah ditetapkan sebelumnya sebagaimana
konsep atau prinsip yang sedang dipelajari.
c. Pendekatan Konstruktivisme
Von Glasersfeld dalam Paul Suparno (1997 : 18). Mengatakan bahwa:
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan manusia adalah konstruksi (bentukan) manusia sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan dan juga bukan gambaran
23
dari kenyataan yang ada, melainkan pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan yang dilakukan seseorang.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa pengetahuan
merupakan suatu proses menjadi tahu yang dibentuk oleh struktur konsepsi
seseorang sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungan. Lingkungan bisa berarti
menunjuk kepada keseluruhan obyek dan semua relasinya yang kita abstraksikan dari
pengalaman. Satu-satunya alat atau sarana yang tersedia bagi seseorang untuk
mengetahui sesuatu adalah alat indranya. Seseorang berinteraksi dengan obyek dan
lingkungan dengan melihat, mendengar, menjamah, mencium dan merasakannya.
Oleh karena itu pada penelitian ini menggunakan pendekatan knstruktivisme
dengan metode inkuiri terbimbing melalui media Virtual Lab dan Real Lab dengan
mempertimbangkan gaya belajar dan gaya berpikir siswa. Pendekatan dan metode
ini diharapkan siswa selama belajar mengalami proses internalisasi, membentuk
kembali atau membentuk pengetahuan baru dengan menggunakan pengetahuan yang
telah dimiliki sebelumnya.
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa proses belajar dengan
pendekatan konstruktivisme merupakan proses pembentukan pengetahuan baru yang
melibatkan internalisasi dan keaktifan siswa untuk menggunakan pengetahuan yang
telah dimiliki secara terus-menerus sehingga terjadi konstruksi pengetahuan baru
yang didahului oleh rasa keingintahuan yang dapat dirangsang dengan penyajian
masalah-masalah oleh guru untuk dibahas dan diselesaikan siswa.
24
3. Metode Pembelajaran Inkuiri
a. Pengertian Metode Inkuiri
Inkuiri berasal dari bahasa Inggris “inquiry” yang berarti pertanyaan atau
penyelidikan. Barlow dalam Muhibbin Syah (2005:191) menyatakan bahwa:
Inkuiri merupakan proses penggunaan intelektual siswa dalam memperoleh pengetahuan dengan cara menemukan dan mengorganisasikan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ke dalam sebuah tatanan penting menurut siswa. Tujuan utama inkuiri adalah mengembangkan ketrampilan intelektual, berpikir kritis dan mampu memecahkan masalah secara alamiah.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa inkuiri merupakan salah
satu metode atau kegiatan penyajian materi pelajaran untuk memperoleh
pengetahuan yang dilakukan dengan cara menemukan dan mengorganisasikan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui penyelidikikan. Melalui metode ini siswa
mempunyai kesempatan yang luas untuk mencari dan menemukan sendiri apa yang
dia butuhkan untuk memecahkan masalah dengan mengembangkan ketrampilan
intelektual dan daya pikir kritis.
Kindsvatter, Wilen & Ishler dalam Paul Suparno (2007:65) menjelaskan
bahwa “inkuiri sebagai model pengajaran dimana guru melibatkan kemampuan
berpikir kritis siswa untuk menganalisis dan memecahkan persoalan secara
matematik”. Dengan demikian hal utama dari metode inkuiri adalah menggunakan
pendekatan induktif dalam menemukan pengetahuan dan berpusat kepada keaktifan
siswa. Itulah sebabnya pendekatan ini sangat relevan dengan prinsip kostrukitvisme
yang dalam hal ini pengetahuan tersebut dikonstruksi oleh siswa itu sendiri.
Trowbridge dan Bybee dalam Paul Suparno (2007:69) mengatakan bahwa
“the essence of inquiry teaching is arranging the learning environment to facilitate
25
student centered instruction and giving sufficient guidance to ensure direction and
success in discovering scientific concepts and principles”. Artinya bahwa intisari
pengajaran inkuiri adalah mengatur lingkungan belajar untuk memudahkan
pembelajaran yang berpusat pada siswa dan memberikan petunjuk yang cukup untuk
memastikan kelancaran dan keterarahan dalam menemukan prinsip dan konsep
ilmiah. Salah satu cara yang dapat digunakan oleh guru untuk membantu siswa agar
terarah kepada tujuan pembelajaran dan dapat menggunakan ingatannya adalah
dengan pertanyaan atau diskusi sehingga dapat mengembangkan perilaku inkuiri.
Robert B. Sund (1973: 65-67) mengatakan bahwa:
Inquiry Learning Build the Self-Concept of the Student. Each of us has a self Concept. If our self-concept is good we feel psychologically secure, are open to new experiences, willing to take chances and explore, tolerate minor failures relatively well, are more creative, generally have good mental health, and eventually become fully functioning individual. Inquiry teaching provides opportunities for greater involvement, thereby giving students more chances to gain insights and better develop their self-concepts. Inquiry learning develops talents and permits time for student to mentally assimilate and accommodate information”.
Pendapat di atas dapat dijelaskan bahwa pembelajaran inkuiri membentuk
konsep diri yang dimiliki oleh tiap individu siswa. Jika konsep diri itu baik maka kita
merasa terjamin secara kejiwaan, mampu membuka pengalaman-pengalaman baru,
berani mengambil resiko dan mengembangkannya, membiarkan kekeliruan-
kekeliruan yang relatif kecil, menjadi lebih kreatif, pada umumnya memiliki
kesehatan mental yang baik, dan akhirnya menjadi individu yang bermanfaat.
Pengajaran inkuiri menghasilkan kesempatan untuk keterlibatan lebih tinggi, dengan
cara tersebut memberikan tantangan kepada siswa untuk medapatkan keuntungan dan
membangun konsep diri yang lebih baik. Pembelajaran inkuiri memngembangkan
26
talenta dan kesempatan bagi siswa untuk mengasimilasikan dan mengakomodasikan
informasi.
Meskipun para ahli menjelaskan secara berbeda-beda tentang metode
pembelajaran inkuiri sebagaimana tertera di atas, namun secara keseluruhan dapat
dijelaskan bahwa pembelajaran tersebut menggunakan proses sebagaimana
diungkapkan oleh Kindsvatter, Wilen & Ishler dalam Paul Suparno (2007:65) seperti
berikut : “(1) identifikasi persoalan, (2) membuat hipotesis, (3) merancang
percobaan, (4) melakukan percobaan untuk mengumpulkan data, (5) menganalisis
data, (6) mengambil kesimpulan”.
b. Metode Inkuiri Terbimbing
Sund dalam Momi Sahromi (1986:55) mengatakan bahwa “ada tiga macam
metode inkuiri yaitu inkuiri terbimbing (Guided Inquiry), inkuiri terbuka, bebas
(Open Inquiry) dan inkuiri bebas termodifikasi (Modified Free Inquiry)”.
Pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwa inkuiri terbimbing adalah inkuiri
yang banyak dicampuri guru. Guru banyak mengarahkan dan memberikan petunjuk
baik melalui prosedur yang lengkap maupun pertanyaan-pertanyaan pengarahan
selama proses inkuiri. Bahkan guru sudah punya jawaban sebelumnya, sehingga
siswa tidak begitu bebas mengembangkan gagasan dan idenya. Guru memberikan
persoalan dan siswa diminta memecahkan persoalan tersebut dengan prosedur yang
tertentu yang diarahkan oleh guru. Guru banyak memberikan pertanyaan di sela-sela
proses, sehingga kesimpulan lebih cepat dan mudah diambil.
Model inkuiri terbimbing (terarah) ini lebih cocok untuk siswa yang belum
terbiasa melakukan inkuiri. Dengan metode inkuiri terbimbing siswa tidak mudah
27
bingung dan tidak mengalami kegagalan dalam belajar karena guru terlibat penuh.
Contoh: Guru sudah menyediakan alat-alat untuk mempelajari listrik dan siswa
diminta untuk menyelidiki hubungan antara beda potensial dengan kuat arus dalam
rangkaian.
c. Tahapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing
Tahapan pembelajaran inkuiri yang penulis gunakan pada penelitian ini
mengadaptasi dari tahapan pembelajaran inkuiri yang digunakan oleh Eggen &
Kauchak dalam Trianto (2007 : 141) sebagai berikut:
Fase 1. Menyajikan pertanyaan atau masalah; Fase 2. Membuat opini (hipotesis); Fase 3. Merancang percobaan; Fase 4. Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi atau data; Fase 5. Menganalisis data; Fase 6. Membuat kesimpulan (penguatan).
Fase-fase tersebut dapat diuraikan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1). Guru membimbing siswa mengidentifikasi masalah dan masalah ditampilkan (di
papan, layar LCD atau dituliskan dalam LKS) kemudian membagi siswa dalam
kelompok. 2). Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk curah pendapat
dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing siswa dalam menentukan hipotesis
yang relevan dengan permaslahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang akan
diselidiki dalam percobaan. 3). Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan sesuai dengan hipotesis. Guru
membimbing langkah-langkah percobaan. 4). Guru membimbing siswa untuk
mendapatkan informasi melalui percobaan. 5). Guru memberikan kesempatan kepada
tiap-tiap kelompok untuk menyampaikan hasil pengolahan data yang terkumpul. 6).
Guru membimbing siswa dalam membuat kesimpulan dan penguatan.
28
4. Media Pembelajaran
a. Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medius dan merupakan bentuk jamak
dari kata medium, yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar.
Dalam bahasa Arab, media berarti perantara atau pengantar pesan dari pengirim
kepada penerima. Sadiman (2002: 6) memerikan batasan pengertian media adalah
“segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke
penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, dan minat serta perhatian
siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi”. AECT (Association of
Education and Communication Technology) (1971) memberikan batasan tentang
media sebagai “segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan
pesan atau informasi”.
Dua pengertian tentang media sebagaimana tertera pada paragraf di atas pada
menjelaskan bahwa pada prinsipnya media merupakan pembawa pesan atau
informasi dari pengirim (guru) kepada penerima (siswa). Media yang membawa
pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-
maksud pembelajaran dinamakan media pembelajaran.
Menurut Gagne’ dan Briggs dalam Azhar Arsyad, (2006: 4) secara implisit
mengatakan bahwa “media pembelajaran meliputi alat yang secara fisik digunakan
untuk menyampaikan isi materi pengajaran, yang antara lain terdiri atas buku, tape
recorder, kaset, video camera, video recorder, film, slide (gambar bingkai), foto,
gambar, grafik, televisi, dan komputer”. Menurut NEA (National Education
Association) mendefinisikan tentang media sebagai “bentuk komunikasi baik cetak
29
maupun audio-visual sehingga dapat dimanipulasi, dilihat, didengar dan dibaca”.
Dari beberapa definisi tentang media di atas, dapat disimpulkan bahwa media
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi
dari pengirim kepada penerima. Sedangkan media pembelajaran adalah seperangkat
benda atau alat yang berfungsi dan digunakan sebagai “pembantu” fasilitator atau
pengajar (guru) dalam komunikasi dan interaksi suatu proses pembelajaran dengan
tujuan untuk mempermudah dan mempercepat peoses penyampaian materi
pembelajaran kepada siswa. Media dalam pembelajaran dapat berupa segala alat fisik
maupun non fisik (software/Virtual Lab) yang dapat menyajikan materi pembelajaran
serta dapat merangsang siswa untuk belajar.
Pada penelitian ini menggunakan media pembelajaran Virtual Lab
(electricity) dan Real Lab (kit-listrik) dalam rangka membangun komunikasi dan
interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa lain dalam
kelompoknya selama proses pembelajaran berlangsung melalui metode pembelajaran
inkuiri terbimbing.
Salah satu teori yang digunakan sebagai landasan penggunaan media dalam
proses belajar adalah Dale’ Cone of Experience (Kerucut Pengalaman Dale).
Menurut Azhar Arsyad (2003: 9) mengatakan bahwa:
Kerucut pengalaman Dale merupakan pengembangan yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner. Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang kemudian melalui benda tiruan, sampai kepada hal yang abstrak (lambang verbal).
30
Hal ini digambarkan dalam sebuah diagram kerucut Edgar Dale seperti
gambar 2.1 di bawah ini. Dasar pengembangan kerucut pada gambar berikut
bukanlah tingkat kesulitan, melainkan tingkat keabstrakan (jumlah jenis indra yang
turut serta selama penerima isi pengajaran atau pesan).
Menurut kerucut Edgar Dale di atas dapat dijelaskan bahwa pengalaman
langsung akan memberikan kesan paling utuh dan paling bermakna mengenai
informasi dan gagasan yang terkandung dalam pengalaman itu oleh karena ia
melibatkan indera penglihatan, pendengaran, perasaan, penciuman, dan peraba. Ini
dikenal dengan istilah belajar dengan bekerja (learning by doing). Tingkat
keabstrakan pesan akan semakin tinggi ketika pesan itu dituangkan ke dalam
Abstrak
Konkrit
Gambar diam, Rekaman radio
Gambar hidup/ film
Televisi
Wisata
Lambang visual
Demonstrasi
Partisipasi
Pengalaman Langsung
Abstrak
Iconik
Enactive
Gambar 2.1. Kerucut Pengalaman Edgarae Dale
Verbal
31
lambang-lambang seperti bagan (chart), grafik, atau kata. Jika pesan terkandung
dalam lambang-lambang seperti yang telah disebutkan, indera yang dilibatkan untuk
menafsirkanya semakin terbatas, yakni indera penglihatan atau indera pendengaran.
Menurut Azhar arsyad (2003: 11) mengatakan bahwa:
Pengalaman konkret dan pengalaman abstrak dialami silih berganti; hasil belajar dari pengalaman langsung mengubah dan memperluas jangkauan abstraksi seseorang, dan sebaliknya, kemampuan interprestasi lambang kata membantu seseorang untuk memahami pemgalaman yang ia terlibat langsung di dalamnya.
Artinya bahwa pengalaman langsung yang konkrit sebagai hasil belajar akan
menambah tingkat abstraksi seseorang. Sebaliknya kemampuan abstraksi,
interpretasi seseorang dapat memahami pengalaman yang dialaminya.
Dalam perkembangannya, media pembelajaran mengikuti perkembangan
teknologi. Teknologi yang paling tua yang dimanfaatkan dalam proses belajar adalah
percetakan konvensional. Kemudian lahir teknologi audio-visual yang
menggabungkan penemuan mekanik dan elektronik untuk tujuan pengajaran.
Teknologi yang muncul terahir adalah teknologi mikro-prosesor yang melahirkan
pemakaian komputer dan kegiatan interaktif.
Perkembangan teknologi komputer yang pesat saat ini menyebabkan semakin
meningkatnya jumlah perangkat keras komputer yang beredar di pasaran dengan
harga yang relatif terjangkau. Akibatnya jumlah kepemilikan perangkat komputer,
baik oleh lembaga pendidikan ataupun oleh perorangan baik pendidik maupun siswa
semakin meningkat. Hal ini mendukung pemanfaatan teknologi untuk maksud
pengajaran antara lain visualisasi, pemodelan, simulasi, pemetaan dan sebagainya,
termasuk didalamnya sebagai media pembelajaran fisika.
32
Komputer dengan perangkat lunak yang dirancang secara khusus, merupakan
media yang baik dalam proses pembelajaran fisika. Alat yang digunakan adalah
seperangkat unit komputer lengkap dengan software yang dibuat khusus untuk
pembelajaran materi fisika.
Dalam proses pembelajaran, perangkat lunak komputer dapat digunakan
untuk memotivasi siswa dan memberi penguatan dalam mempelajari konsep-konsep
fisika, misalnya pembuatan grafik, analisis, simulasi gejala dan eksperimen. Hal
yang sama juga diungkapkan oleh Zuhdan Kun Prasetyo (2001: 1.27) bahwa
“komputer dapat digunakan untuk melakukan simulasi percobaan fisika yang sukar
atau bahkan tidak dapat dilakukan secara langsung”.
Pada penelitian ini dengan inkuiri terbimbing siswa dilibatkan untuk
mendapatkan pesan informasi pelajaran melalui pengalaman langsung menggunakan
media laboratorium baik virtual maupun real. Setelah diskusi hasil percobaan dan
mendapatkan kesimpulan sebagai konsep yang sedang dipelajari akan membangun
abstraksi siswa untuk memprediksi sesuatu yang akan terjadi berkaitan dengan
konsep yang dipelajari tersebut.
b. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Media Pembelajaran, menurut Kemp dan Dayton (1985) dalam Azhar Arsyad
(2005: 39) dapat memenuhi tiga fungsi utama bila media itu digunakan oleh
perorangan atau kelompok, yaitu: “(1) memotivasi minat atau tindakan, (2)
menyajikan informasi dan (3) memberi instruksi”. Hal ini berarti bahwa untuk tujuan
motivasi, media pembelajaran direalisasikan dengan teknik yang dapat merangsang
siswa untuk melakukan aktivitas tertentu. Pencapian tujuan ini akan mempengaruhi
33
sikap, nilai dan emosi. Untuk tujuan informasi, media pembelajaran digunakan dalam
rangka menyajikan informasi di hadapan sekelompok siswa. Isi dan bentuk penyajian
berfungsi sebagai pengantar, ringkasan laporan atau pengetahuan latar belakang.
Untuk tujuan instruksi, formasi yang terdapat dalam media itu harus melibatkan
siswa baik secara mental maupun dalam bentuk aktivitas nyata sehingga
pembelajaran dapat berlangsung.
Kemp dan Dayton dalam Azhar Arsyad (2005:21) juga mengemukakan
beberapa manfaat dari media pembelajaran, yaitu:
(1) Penyampaian pelajaran menjadi lebih baku, (2) pelajaran menjadi lebih menarik yang memancing motivasi siswa untuk belajar, (3) pembelajaran menjadi lebih interaktif (ada partisipasi siswa, umpan balik dan penguatan), (4) kualitas hasil belajar dapat ditingkatkan bila integrasi kata dan gambar dapat mengkomunikasikan elemen-elemen pengetahuan dengan cara terorganisir dengan baik, spesifik dan jelas.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa beberapa manfaat praktis
penggunaan media pembelajaran selama proses belajar berlangsung antara lain: (1)
pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan
motivasi belajar siswa, (2) penggunaan media pembelajaran secara tepat dan
bervariasi dapat mengatasi sifat siswa yang pasif sehingga lebih banyak melakukan
kegiatan belajar menurut kemampuan dan minatnya, (4) mengatasi keterbatasan
ruang, waktu dan daya indera, (5) memberikan perangsang belajar yang sama dengan
memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa sehingga menimbulkan persepsi
yang sama.
c. Jenis dan Karakteristik Media Pembelajaran
Pemilihan suatu metode pembelajaran tertentu akan mempengaruhi jenis
media pembelajaran yang sesuai. Pengelompokan berbagai jenis media pembelajaran
34
telah dikemukakan oleh beberapa ahli. Leshin dalam Azhar Arsyad (2005:36)
mengklasifikasikan media ke dalam “lima kelompok, yaitu: 1) Media berbasis
manusia. 2) Media berbasis cetak. 3) Media berbasis visual. 4) Media berbasis audio
visual. 5) Media berbasis komputer”.
Klasifikasi di atas dapat dijelaskan bahwa media berbasis manusia meliputi
dosen, guru, instruktur, tutor dan sejenisnya. Media ini bermanfaat bila tujuannya
untuk mengubah sikap atau ingin secara langsung terlibat dengan pemantauan
pembelajaran siswa. Media berbasis cetak merupakan bahan-bahan yang disiapkan di
atas kertas untuk pengajaran dan informasi. Media ini meliputi buku teks, modul,
jurnal, majalah, artikel, brosur dan sejenisnya. Media berbasis visual meliputi buku,
gambar atau pictorial, foto, sketsa, diagram, bagan (chart), grafik, peta, poster,
kartun, transparansi, slide dan sejenisnya. Media berbasis audio visual meliputi
vidoe, film, program slide-tape, televisi dan sejenisnya. Media ini menyampaikan
materi menggunakan mesin-mesin mekanik dan elektronik untuk menyajikan pesan
audio (melalui indera pendengaran) dan visual (melalui indera penglihatan). Aplikasi
komputer dalam pembelajaran dikenal dengan nama Computer-Assisted Instruction
(CAI) pembelajaran dengan bantuan komputer. Format penyajian pesan atau
informasi dalam CAI meliputi tutorial terprogam, tutorial inteligen, drill dan
practice, simulasi dan sejenisnya.
d. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran
Pembelajaran yang efektif memerlukan teknik perencanaan yang baik. Media
sebagai salah satu unsur penting yang akan digunakan dalam proses pembelajaran
juga memerlukan perencanaan yang baik. Model perancangan penggunaan media
35
yang efektif dalam pembelajaran yang diajukan oleh Heinich (1982) dalam Azhar
Arshad (2005: 67-69) dikenal dengan istilah ASSURE (Analyze learnes
characteristic, State objective, Select, or modify media, Utilize, Require learner
response, and Evaluate). Model ini menyarankan enam kegiatan utama dalam
Enam kegiatan sebagaimana dikemukakan dengan istilah ASSURE di atas
dapat dijelaskan langkah demi langkah sebagai berikut. 1). Menganalisis
karakteristik umum kelompok sasaran, apakah mereka siswa sekolah lanjutan atau
perguruan tinggi, anggota organisasi pemuda, perusahaan, jenis kelamin, usia, latar
belakang budaya dan sosial ekonomi. 2). Menyatakan atau merumuskan tujuan
pembelajaran yaitu perilaku atau kemampuan baru (pengetahuan, ketrampilan, sikap)
yang diharapkan dimiliki dan dikuasai siswa setelah proses pembelajaran
berlangsung. Tujuan ini akan mempengaruhi media dan urutan penyajian serta
kegiatan belajar. 3). Memilih, memodifikasi atau merancang / mengembangkan
materi / media yang tepat. 4). Menggunakan materi dan media. Setelah memilih
materi dan media yang tepat, diperlukan persiapan bagaimana dan berapa banyak
waktu yang diperlukan untuk menggunakannya serta mempersiapkan ruangan yang
sesuai dengan media tersebut. 5). Meminta tanggapan dari siswa. Guru sebaiknya
memberi dorongan siswa untuk memberikan respon dan umpan balik mengenai
keefektifan proses belajar mengajar. Dengan demikian siswa menampakkan
partisipasi yang lebih besar. 6). Mengevaluasi proses belajar. Tujuan utama evaluasi
36
adalah untuk mengetahui tingkat pencapaian siswa mengenai tujuan pembelajaran,
kefektifan media, motode dan kemampuan guru.
Berdasarkan uraian di atas, kriteria pemilihan media bersumber dari
pemikiran bahwa media merupakan bagian dari sistem pembelajaran secara
keseluruhan. Suatu media dapat dikategorikan baik, bila bersifat efisien, efektif dan
komunikatif. Efisien artinya mempunyai daya guna ditinjau dari penggunaan waktu
dan tempat. Suatu media dikatakan efisien jika penggunaannya mudah, dalam waktu
yang relatif singkat dapat mencakup materi yang luas dan tempat yang cukup.
Sedangkan efektif artinya memberikan hasil guna yang tinggi ditinjau dari segi pesan
yang disampaikan dan kepentingan siswa yang sedang belajar. Komunikatif artinya
media tersebut mudah untuk dimengerti maksudnya, mudah dipahami
penggunaannya oleh siswa.
5. Kerja Laboratorium
Fisika sebagai ilmu yang memiliki ciri khas tersendiri yang memerlukan
pendekatan tertentu dalam mempelajari dan mengajarkanya. Menurut Druxes dalam
Zuhdan Kun Prasetyo (2001: 24) mengatakan bahwa ”eksperimen merupakan suatu
pendekatan yang cocok digunakan untuk mengajarkan sains (pusat pengajaran
fisika)”. Bahkan Trowbridge dan Bybee dalam Zuhdan Kun Prasetyo (2001: 24)
mengatakan juga bahwa ”sains bukanlah sains yang sesungguhnya kalau tidak
disertai oleh percobaan dan kerja laboratorium”.
Pendapat di atas jelas bahwa proses pembelajaran fisika yang disampaikan
secara konvensional (ceramah saja), siswa hanya cenderung menguasai konsep-
konsep fisika yang sangat sedikit bahkan tanpa memperoleh keterampilan sama
37
sekali. Hal ini berbeda jika proses belajar mengajar dilakukan melalui kegiatan
praktikum (kerja laboratorium), siswa tidak hanya melakukan olah pikir (minds-on)
tetapi juga olah tangan (hands-on). Eksperimen atau praktikum fisika di laboratorium
merupakan bagian integral dari pengajaran ilmu alam (fisika) sehingga percobaan-
percobaan yang dilakukan di laboratorium dapat memberi kesempatan secara nyata
untuk berhadapan dengan gejala fisika yang dibahas.
Dalam pembelajaran fisika dan sains secara umum, kegiatan praktikum
memiliki peranan yang sangat penting. Head dalam Zuhdan Kun Prasetyo (2001:
128) menyatakan bahwa tiga hal yang mendukung pentingnya kegiatan praktikum
dalam pembelajaran sains, yaitu: ”1) dapat memotivasi siswa dalam belajar, 2)
memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkan sejumlah keterampilan,
3) meningkatkan kualitas belajar siswa”.
Dalam kerja laboratorium (eksperimen) siswa dapat merencanakan dan
melibatkan diri dalam investigasi sehingga mereka dapat mengidentifikasi masalah,
mendesain cara kerja, dan membuat keputusan sendiri sehingga akan membantu
siswa dalam memahami konsep dan prinsip secara lebih baik.
Disamping memiliki kelebihan, kerja laboratorium juga memiliki beberapa
kekurangan. Menurut Zuhdan Kun Prasetyo (2001: 2.5) kekurangan dari kerja
laboratorium adalah ”tersitanya waktu atau dengan kata lain, waktu yang disediakan
terlalu sempit, dan siswa tidak menyelesaikan kerja laboratorium mereka”. Alat juga
menjadi masalah bagi beberapa sekolah yang sumber daya laboratoriumnya terbatas.
Meskipun demikian, pembelajaran fisika melalui kerja laboratorium seharusnya tetap
38
dilaksanakan. Melalui kerja laboratorium, eksperimen yang menjadi pusat pelajaran
fisika akan tetap dapat dilaksanakan.
a. Laboratorium Real
Lunetta (1998, p. 249) dalam Susan R. Singer, 2005 p. 31). mendefinisikan
bahwa: “laboratories as experiences in school settings in which students interact
with materials to observe and understand the natural world”. Artinya bahwa
laboratorium sebagai tempat pengalaman di sekolah yang di dalamnya para siswa
berinteraksi dengan benda-benda untuk mengamati dan memahami alam semesta).
Sedangkan Hegarty-Hazel (1990, p. 4) mendefinisikan bahwa:
laboratory work as: a form of practical work taking place in a purposely assigned environment where students engage in planned learning experiences…. and interact with materials to observe and understand phenomena (Some forms of practical work such as field trips are thus excluded).
Artinya bahwa laboratorium sebagai suatu tempat kerja praktis yang menarik
di dalam sebuah lingkungan belajar dimana para siswa terlibat dalam pengalaman
belajar berencana … dan berinteraksi dengan benda-benda untuk mengamati dan
mengerti kejadian alam, salah satunya adalah studi lapangan).
Rudolph (2002, p. 131 in Susan, 2005, p. 33) mendefinisikan bahwa: laboratory experiences provide opportunities for students to interact directly with the material world (or with data drawn from the material world), using the tools, data collection techniques, models, and theories of science. A “laboratory” was a way of thinking about scientific investigations an intellectual process rather than a building with specialized equipment.
Artinya bahwa pengalaman laboratorium memberikan kesempatan banyak
kepada siswa untuk berinteraksi langsung dengan benda-benda dalam kehidupan atau
dengan menarik data dari benda dalam kehidupan). Laboratorium adalah suatu jalan
pemikiran tentang penyelidikan ilmiah pada proses intelektual yang tepat dari pada
suatu bangunan dengan perlengkapan spesial).
39
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa laboratorium adalah
suatu tempat dimana para pelajar melakukan observasi ilmiah atau sains dan juga
merupakan tempat dimana ilmu pengetahuan dapat digunakan. Laboratorium sains
memungkinkan para pelajar untuk menggunakan informasi, untuk membangun
konsep umum, untuk menentukan masalah baru, untuk menjelaskan sebuah observasi
atau ketidaksesuaian pada alam atau untuk membuat keputusan (kesimpulan).
Istilah laboratorium real (Real Lab) digunakan untuk laboratorium yang
sebenarnya atau laboratorium nyata, yaitu suatu laboratorium yang semua alat bahan
yang digunakan untuk keperluan kegiatan praktikum adalah benar-benar nyata (bisa
dipegang dan dilihat). Dalam hal ini laboratorium yang dimaksudkan adalah
sebagaimana laboratorium fisika yang dimiliki dan digunakan di sekolah-sekolah
untuk melaksanakan kegiatan eksperimen atau praktikum pada umumnya.
b. Laboratorium Virtual
Laboratorium virtual disingkat Virtual Lab berasal dari bahasa Jepang dari
kata “Virtual Lab (バーチャルLAB) is a Japanese-exclusive puzzle game for the
Virtual Boy.” (http://en.wikipedia.org/wiki/Virtual_Lab). Artinya Virtual Lab adalah
sebuah permainan khusus teka-teki untuk anak laki-laki Jepang. “The Virtual
Laboratory is an interactive environment for creating and conducting simulated
experiments: a playground for experimentation.” (http://pages.cpsc.ucalgary.ca/
Virtual adalah sebuah lingkungan interaktif untuk menciptakan dan melakukan
simulasi percobaan: sebuah tempat bermain untuk pelaksanaan percobaan. UNESCO
memberikan definisi: “Visual laboratory is an electronic workspace for distance
40
collaboration and experimentation in research or other creative activity, to generate
and deliver results using distributet information and communication technologies.”
Artinya Laboratorium visual adalah tempat kerja elektronik utuk kerjasama dan
percobaan jarak jauh dalam penelitian atau kegiatan kreatif lainnya untuk
menghasilkan dan menyampaikan hasil menggunakan penyebaran informasi dan
teknonolgi komunikasi.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa laboratorium virtual
(Virtual Lab) merupakan laboratorium dengan alat dan bahan yang digunakan untuk
kegiatan praktikum berupa seperangkat komputer lengkap dengan program aplikasi
(software) yang dirancang khusus untuk kegiatan eksperimen. Software ini berisi
animasi-animasi alat bahan dan desain interaktif untuk kegiatan eksperimen. Jadi
siswa tinggal menjalankan eksperimen sesuai dengan lembar kerja yang telah
disediakan. Dalam laboratorim virtual (Virtual Lab) siswa dapat mengumpulkan data
dengan cepat dalam situasi apapun, dan juga memungkinkan untuk melakukan
eksperimen yang tidak dapat dilakukan di laboraturium real pada umumnya. Dengan
kerja laboratorium virtual siswa bisa melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada
suatu gejala alam yang mungkin sulit dilihat jika dengan pengamatan biasa. Selain
itu siswa juga bisa melakukan eksperimen dengan aman apabila eksperimen yang
sebenarnya berbahaya. Namun eksperimen yang dilakukan di laboratorium virtual
(simulasi), siswa tidak banyak memperoleh olah tangan untuk mendapatkan
keterampilan teknis seperti di laboratorium nyata, melainkan hanya mendapatkan
olah tangan untuk mengoperasikan komputer.
41
Berkenaan dengan masalah biaya, bagi lembaga pendidikan (sekolah),
penggunaan laboratorium virtual tergolong murah. Untuk dapat mengaplikasikanya
hanya dibutuhkan seperangkat komputer dan software-nya. Komputer tidak hanya
digunakan untuk praktikum saja, melainkan dapat juga digunakan untuk kepentingan
lain seperti pelatihan keterampilan komputer, pelatihan IT, dan kegiatan
pembelajaran. Lembaga pendidikan seperti sekolah yang sudah memiliki
laboratorium komputer, penggunaan laboratorium virtual akan terasa sangat murah
jika dibandingkan dengan eksperimen yang memerlukan laboratorium real (real
experiment) dengan alat dan bahan yang harganya relatif mahal.
c. Fungsi dan Peranan Laboratorium Fisika
Fungsi dan peranan laboratorium fisika sebagaimana diungkapkan dalam
petunjuk pengelolaaan laboratorium yang diterbitkan oleh Depdikbud (1999: 6)
adalah “sebagai sumber belajar, metode pembelajaran dan prasarana pendidikan.”
Laboratorium sebagai sumber belajar artinya laboratorium sebagai sumber untuk
memecahkan masalah atau melakukan percobaan sehingga berbagai masalah yang
berkaitan dengan tujuan pembelajaran fisika yang variasinya meliputi cognitive
domain, affective domain dan phsychomotor domain, dapat digali, ditetapkan dan
diungkapkan serta dikembangkan. Laboratorium sebagai metode pembelajaran
artinya dua metode penting dalam kegiatan di laboratorium akan dapat menghasilkan
produk fisika. Dua metode penting yang dimaksud adalah metode pengamatan
(observation method) dan metode percobaan (experimental method). Sedangkan
laboratorium sebagai sarana pendidikan artinya sebagai wadah proses belajar
mengajar. Ruang laboratorium yang dilengkapi dengan berbagai perlengkapan
42
dengan bermacam-macam kondisi yang dapat dikendalikan, khususnya peralatan
untuk melakukan percobaan.
Untuk fungsi laboratorium virtual, dapat dibedakan menjadi berbagai jenis
sesuai dengan fungsi yang dikandungnya, sebagai berikut:
1). Katagori Pertama: memberikan petunjuk untuk melakukan percobaan ilmiah, yang dapat dilakukan di sekolah atau bahkan di rumah, baik dalam rangka homeschooling maupun untuk membantu menyelesaikan tugas rumah. Termasuk dalam kategori ini adalah Their Yidium Project yang dikembangkan oleh Carnegir melom department of Chemistry dan dibiayai oleh National Science Foundation CCLI program. 2). Kategori Kedua : Presentasi atau demonstrasi berbagai kegiatan eksperimen yang terkontrol, yang dikemas dalam bentuk compact disk (CD) interaktif 3). Kategori Ketiga: penyediaan kegiatan eksperimen interaktif yang dapat diunduh dari internet oleh anggota klub yang telah mendaftarkan diri dan memenuhi syarat keanggotaan. 4). Kategori Keempat: Penemuan prinsip-prinsip ilmiah dengan melaksanakan eksperimen simulasi laboratorium secara interaktif, atau disebut juga online simulated laboratory experiments. Latihan dalam program ini dibedakan menjadi dua, yaitu eksperimen dan model. Eksperimen menyajikan kegiatan seperti yang terjadi pada laboratory real, yang dapat dimanipulasikan melalui keyboard dan mouse. Model merupakan program untuk memecahkan masalah guna menciptakan simulasi sendiri. 5). Kategori Kelima: program penelitian dalam laboratorium yang dikerjakan bersama melalui jaringan virtual. Program ini oleh UNESCO disebut sebagai collaboratories, dengan menggunakan arsitektur dan sumber yang terbuka. Contoh program ini adalah Max Planck institute for the History of Science. Dalam program max Planck, laboratorium virtual merupakan platform dimana para sejarawan menerbitkan dan mendiskusikan penelitian dan eksperimen mereka dalam bidang sains, seni dan teknologi. Sedangkan NASA melalui kerjasama dengan 10 lembaga penelitian dan perguruan tinggi mengembangkan dan menyebarluaskan eksperimen dan penelitian baik untuk sekolah, perguruan tinggi profesional, maupun untuk umum.
(Disunting dari Materi Workshop Pangkajian Laboratorium Virtual tanggal 19-20
Agustus 2009, yang diselenggarakan oleh Staf Ahli mendiknas Bidang Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Departemen Pendidikan Nasional). (http://smuha-
yog.sch.id).
43
6. Gaya Belajar
”Gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap dan
kemudian mengatur serta mengolah informasi”. (Bobbi DePorter, 2008 : 112-113).
Ada dua faktor utama tentang bagaimana seseorang belajar. Pertama, bagaimana ia
menyerap informasi dengan mudah (modalitas) dan kedua, bagaimana cara ia
mengatur dan mengolah informasi tersebut (dominasi otak). Jika seseorang sudah
akrab dengan gaya belajarnya maka ia dapat mengambil langkah-langkah penting
untuk membantu dirinya belajar lebih cepat dan mudah.
Pada awal pengalaman belajar, salah satu langkah pertama adalah mengenali
modalitas seseorang sebagai modalitas visual, auditorial atau kinestetik (V–A–K).
Orang visual belajar melalui apa yang mereka lihat, pelajar auditorial melakukannya
melalui apa yang mereka dengar, dan pelajar kinestetik belajar melalui gerak dan
sentuhan. Meskipun kebanyakan diantara sekian banyak orang (siswa) belajar
dengan menggunakan ketiga modalitas ini pada tahapan tertentu, namun kebanyakan
orang lebih cenderung pada salah satu diantara ketiganya.
Michael Grinder dalam Bobby DePorter (2008 : 112) telah mengajarkan
gaya-gaya belajar kepada banyak instruktur. Ia mencatat bahwa:
Dalam setiap kelompok yang terdiri dari tiga puluh orang, sekitar dua puluh dua orang mampu belajar cukup efektif dengan cara visual, auditorial dan kinestetik sehingga mereka tidak membutuhkan perhatian khusus. Delapan orang sisanya, sekitar enam orang memilih satu modalitas belajar dengan sangat menonjol melebihi modalitas lainnya. Sehingga setiap saat mereka harus selalu berusaha keras untuk memahami perintah, kecuali jika perhatian khusus diberikan kepada mereka dengan menghadirkan cara yang mereka pilih. Bagi orang-orang seperti ini, mengetahui cara belajar terbaik mereka bisa berarti perbedaan antara keberhasilan dan kegagalan. Dua orang siswa lainnya mengalami kesulitan belajar karena sebab-sebab eksternal.
44
Kutipan dari Michael Grinder di atas dapat disimpulkan bahwa gaya belajar
merupakan kombinasi cara bagaimana seseorang menyerap dan mengatur informasi
dengan memanfaatkan secara optimal alat indera yang dimilikinya. Jika seseorang
lebih menonjol untuk salah satu melebihi gaya belajar yang lain harus mendapatkan
perlakuan khusus sesuai dengan gaya yang ditonjolkan tersebut. Jika tidak
mendapatkan pelayanan fasilitas atau media yang sesuai maka orang tersebut akan
kesulitan selama belajar dan bisa jadi yang didapatkan adalah kegagalan dan bukan
keberhasilan.
a. Karakteristik masing-masing gaya belajar
1). Gaya Belajar Visual (Visual Learners)
Gaya belajar visual ditandai dengan melihat dulu buktinya untuk kemudian
bisa mempercayainya. Ada beberapa karakteristik yang khas bagi orang-orang yang
menyukai gaya belajar visual. Pertama, kebutuhan melihat sesuatu (infiormasi /
pelajaran) secara visual untuk mengetahuinya atau memahaminya; kedua, memiliki
kepekaan yang kuat terhadap warna; ketiga, memiliki pemahaman yang cukup
terhadap artistik; keempat, memiliki kesulitan berdialog secara langsung; kelima,
terlalu reaktif terhadap suara; keenam, sulit mengikuti anjuran secara lisan; ketujuh,
sering salah menginterpretasikan kata atau ucapan.
Untuk mengatasi ragam masalah di atas, ada beberapa pendekatan yang bisa
digunakan sehingga belajar tetap bisa dilakukan dengan memberikan hasil yang
menggembirakan. Salah satunya adalah ”menggunakan beragam bentuk grafis untuk
menyampaikan informasi atau materi pelajaran” (Hamzah B.Uno, 2007:181).
Perangkat grafis itu bisa berupa film, slide, gambar ilustrasi, coretan-coretan, kartu
45
bergambar atau sejenisnya yang semuanya dapat digunakan untuk menjelaskan suatu
informasi secara berurutan.
2). Gaya Belajar Auditorial (Auditory Learners)
Gaya belajar Auditorial adalah gaya belajar yang mengandalkan pada
pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Orang yang menyukai gaya
belajar seperti ini harus mendengar dulu baru kemudian bisa mengingat dan
memahami informasi itu. Karakteristik pertama gaya belajar ini adalah semua
informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran; kedua, memiliki kesulitan untuk
menyerap informasi dalam bentuk tulisan secara langsung; ketiga, memiliki kesulitan
menulis ataupun membaca.
Ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan orang untuk belajar apabila ia
termasuk yang memiliki kesulitan-kesulitan belajar seperti di atas. Pertama,
menggunakan tape perekam sebagai alat bantu. Alat ini digunakan untuk merekam
bacaan atau catatan yang dibacakan atau ceramah pengajar di depan kelas untuk
kemudian didengarkan kembali. Kedua, wawancara atau terlibat dalam kelompok
diskusi, Ketiga, mencoba membaca informasi kemudian diringkas dalam bentuk lisan
dan direkam untuk kemudian didengarkan dan dipahami. Keempat, melakukan
pengulangan (review) secara verbal dengan teman atau guru.
3). Gaya Belajar Taktual (Kinestetic Learners)
Dalam gaya belajar taktual, siswa harus menyentuh sesuatu yang memberikan
informasi tertentu agar ia bisa mengingatnya. Ada beberapa karakteristik model
belajar seperti ini diantaranya: pertama, menempatkan tangan sebagai alat penerima
informasi utama untuk kemudian bisa terus mengingatnya. Kedua, hanya dengan
46
memegang sudah bisa menyerap informasi tanpa membanca penjelasannya. Ketiga,
tidak tahan duduk terlalu lama mendengarkan pelajaran. Keempat, bisa belajar lebih
baik apabila disertai dengan kegiatan fisik. Kelima, memiliki kemampuan
mengkoordinasikan sebuah tim dan mampu mengendalikan gerak tubuh (athletic
ability).
Untuk orang-orang yang memiliki karakteristik seperti di atas, pendekatan
yang mungkin bisa dilakukan adalah belajar berdasarkan atau memlalui pengalaman
dengan menggunakan berbagai model atau peraga, bekerja di laboratorium atau
bermain sambil belajar. Cara lain yang juga bisa digunakan secara tetap membuat
jeda di tengah waktu belajar. Tak jarang, orang yang cenderung memiliki karakter
kinestetic learners juga akan lebih mudah menyerap dan memahami informasi
dengan cara menjiplak gambar atau kata untuk belajar mengucapkannya atau
memahami fakta. Penggunaan komputer bagi orang kinestetik akan sangat
membantu. Karena, dengan komputer ia bisa terlibat aktif dalam melakukan touch
(sentuhan), sekaligus menyerap informasi dalam bentuk gambar dan tulisan. Selain
itu, agar belajar menjadi lebih efektif dan berarti, orang dengan karakter kinestetik
disarankan untuk menguji memori ingatan dengan cara melihat langsung fakta di
lapangan. (Hamzah B. Uno, 2007 : 182).
Berdasarkan modalitas sebagaimana diuraikan pada gaya belajar di atas maka
pada penelitian ini menggunakan variabel moderator yaitu gaya belajar visual dan
kinestetik dengan mendasarkan pada kebiasaan dan kesukaan seseorang dalam
menggunakan alat inderanya. Pemilihan dua gaya belajar ini atas pertimbangan
47
menyesuaikan dengan jenis media laboratorium yang digunakan tidak disertai
dengan bunyi-bunyian. Oleh karena itu gaya belajar auditorial tidak diteliti.
7. Gaya Berpikir
Anthony Gregorc dalam Bobby DePorter (2008:122) mengemukakan bahwa:
Gaya berpikir adalah suatu bentuk perilaku yang diakibatkan oleh dominansi otak (kiri atau kanan) dalam memproses informasi hingga menciptakan solusi yang lebih seimbang untuk menyelesaikan permasalahan dalam situasi dan kondisi rangsangan yang berbeda-beda.
Dapat dijelaskan bahwa seseorang yang memiliki gaya berpikir sekuensial
cenderung memiliki dominansi otak kiri, sedangkan seseorang yang memiliki gaya
berpikir acak cenderung memiliki dominansi otak kanan dalam memproses informasi
untuk menghasilkan solusi terhadap permasalahan atau informasi yang diterima
melalui alat inderanya. Aktivitas yang berbeda akan memerlukan cara berpikir yang
berbeda pula. Keuntungan seseorang mengetahui gaya berpikirnya adalah dirinya
dapat mengetahui cara mana yang lebih dominan. Disamping itu orang tersebut
mengetahui apa yang dapat ia lakukan untuk mengembangkan cara berpikir yang
lain.
Jika seseorang mampu mengendalikan bagaimana cara beraksi terhadap suatu
situasi dan memecahkan masalah dengan memilih solusi yang lebih efektif bagi
keadaan semacam itu, maka akan lebih banyak lagi hal lain yang dapat dicapai jika
mampu melakukan hal yang tepat dalam beberapa situasi yang berbeda.
Gaya berpikir sekuensial dibedakan menjadi dua macam yaitu sekuensial
konkret (SK) dan sekuensial abstrak (SA). Pemikir sekuensial konkret berpegang
pada kenyataan dan proses informasi dengan cara yang teratur, linear dan sekuensial.
Realitas bagi pemikir SK terdiri dari apa yang dapat mereka ketahui melalui indera
48
fisik seperti penglihatan, pendengaran, peraba, perasa dan penciuman. Sedangkan
pemikir sekuensial abstrak (SA) menganggap bahwa realitas adalah dunia teori
metafisis dan pemikiran abstrak. Proses berpikir SA adalah logis, rasional dan
intelektual.
Gaya berpikir acak juga dibedakan menjadi dua macam yaitu acak konkret
(AK) dan acak abstrak (AA). Pemikir AK memiliki sikap eksperimental yang diiringi
dengan perilaku yang kurang terstruktur. Mereka mendasarkan pada kenyataan tetapi
punya keinginan untuk melakukan pendekatan coba-salah (trial and error), sehingga
tidak jarang sering pula melakukan lompatan intuitif yang diperlukan untuk
pemikiran kreatif yang sebenarnya. Sedangkan pemikir AA menganggap realitas
adalah dunia perasaan dan emosi. Mereka menyerap ide-ide, informasi dan kesan
kemudian mengaturnya dengan refleksi sehingga tidak jarang perasaan dapat juga
mempengaruhi belajar mereka.
Dari uraian gaya berpikir di atas, maka pada penelitian ini menitikberatkan
gaya berpikir kategori sekuensial dan acak saja tanpa membedakan yang konkrit
maupun abstrak. Hal ini dimaksudkan untuk dua kepentingan yaitu 1). Usia
perkembangan kognitif siswa SMA sudah memenuhi (konkrit maupun abstrak), 2).
Untuk membatasi permasalahan agar tidak terlalu banyak dalam analisa hasil
penelitian. Dengan pembatasan ini penulis tetap mempunyai keyakinan bahwa gaya
berpikir yang merupakan dominansi otak dalam memproses informasi selama siswa
belajar terutama pada pembelajaran fisika dengan metode inkuiri terbimbing
menggunakan media Virtual Lab dan Real Lab, tetap memiliki peranan yang cukup
signifikan terhadap prestasi belajar siswa.
49
8. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi belajar
Prestasi belajar menurut kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
”adalah keberhasilan siswa (peserta didik) dalam mencapai standar kompetensi yang
ditentukan”. Standar kompetensi yang dimaksud, ditentukan berdasarkan kreteria
ketuntasan minimal (KKM) kumulatif dari masing-masing kompetensi dasar (KD)
maupun standar kompetensi (SK) yang terdapat pada silabus.
Prestasi atau hasil belajar yang diraih oleh siswa dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Menurut Sri Rumini (1995: 60-61) mengatakan bahwa proses dan hasil
belajar mengajar dipengaruhi oleh dua kelompok faktor yaitu “faktor yang berasal
dari diri individu yang sedang belajar dan faktor yang berasal dari luar individu
tersebut”. Faktor dari dalam diri individu berhubungan dengan kondisi fisik,
kecerdasan yang dimiliki, kebiasaan yang sering dilakukan dalam menerima dan
mengolah informasi (gaya belajar) dan lain-lain. Sedangkan faktor yang berasal dari
luar individu dapat berkaitan dengan guru, model pembelajaran, media yang
digunakan, lingkungan belajar, dan lain-lain. Dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran, guru perlu mempertimbangkan berbagai faktor-faktor yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar tersebut, sehingga diharapkan hasil belajar
yang dicapai oleh siswa lebih optimal.
Perbedaan indidvidu dalam belajar sangat berpengaruh terhadap kinerja siswa
dalam proses belajar. Orang yang berbeda memiliki gaya belajar yang berbeda. Oleh
sebab itu, hasil belajar siswa yang akan diukur secara menyeluruh dengan
memperhatikan tiga aspek, meliputi ranah kognitif (Cognitive Domain), ranah afektif
50
(Afective Domain), dan psikomotorik (Psichomotoric Domain). Demikian halnya
dengan hasil belajar fisika yang dimaksudkan dalam penelitian ini mengacu pada
definisi hasil belajar menurut Benyamin Bloom, yang uraiannya adalah sebagai
berikut :
a. Ranah Kognitif (Cognitive Domain)
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kemampuan intelektual.
Penguasaan kognitif dapat diukur melalui tes, baik tes tulis maupun tes lisan,
portofolio (kumpulan tugas). Dalam ranah kognitif terdapat enam jejang proses
berpikir dari jenjang terendah sampai jenjang tertinggi, yaitu: (1) tingkat
pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan mengingat informasi atau materi
pelajaran yang telah diterima sebelumnya. Kemampuan ini biasanya dapat diukur
dengan menggunakan kata-kata operasional seperti: mendefinisikan, menyebutkan,
mengidentifikasi, mengenali; (2) tingkat pemahaman (comprehensive), yaitu
menggunakan menafsirkan atau memberikan informasi berdasarkan pengetahuan
yang sudah dimiliki sebelumnya. Kemampuan ini pada umumnya dapat diukur
menggunakan kata-kata operasional seperti: membedakan, menduga, menemukan,
membuat contoh, menggeneralisasi; (3) tingkat aplikasi (aplication) yaitu
kemampuan menentukan menafsirkan atau menggunakan informasi atau materi
pelajaran sebelumnya ke dalam situasi baru yang konkret dalam rangka menetukan
jawaban tunggal yang benar dari suatu masalah. Biasanya berkaitan dengan
kemampuan menghitung, memanipulasi, meramalkan, mengapresiasikan dan
menghubungkan; (4) tingkat analisis (analysis) yaitu kemampuan yang berkaitan
dengan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke dalam komponen-komponen atau
51
bagian-bagian yang lebih rinci sehingga susnannya dapat dimengerti. Kemampuan
ini dapat berupa mengidentifikasi motif / sebab / alasan, menarik kesimpulan atau
menggeneralisasi berdasarkan suatu patokan tertentu; (5) tingkat sintesis (Synthesis)
yaitu kemampuan berpikir kebalikan dari analisis. Sintesis merupakan proses yang
memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis. Pada umumnya berkaitan
dengan mengkategorikan, mengkombinasikan, membuat desain, merevisi,
mengorganisasikan; (6) tingkat evaluasi (evaluation) atau tingkat mencipta (creating)
yaitu kemampuan menggunakan pengetahuannya untuk membuat penilaian terhadap
sesuatu berdasarkan kreteria tertentu. Menciptakan adalah proses yang menghasilkan
gagasan-gagasan baru termasuk didalam tingkat kreasi ini adalah sintesis yang
merupakan memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis. Pada umumnya
menggunakan kata-kata operasional menganalisis, mendesain, merencanakan,
mengorganisasikan.
b. Ranah afektif (Afective Domain)
Ranah afektif berkenaan dengan sikap, minat, nilai, dan konsep diri. Hasil
belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatian
terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghormati guru dan teman,
kebiasaan belajar, dan hubungan sosial dalam masyarakat. Ada beberapa tingkatan
dalam ranah afektif. Menurut Trowbridge dan Bybee ( 1990: 149-153) tingkatan
ranah afektif meliputi: (1) Peringkat Penerimaan (Receiving Phenomena) yaitu
peserta didik memiliki keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau
stimulus, misalnya kegiatan kelas, musik, buku, dan sebagainya. Tugas guru adalah
menimbulkan, mempertahankan, dan mengarahkan, perhatian peserta didik pada
52
fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Pada level menerima ini
misalnya guru mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang
bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini
yang diharapkan adalah kebiasaan yang positif. Hasil dari pembelajaran ini adalah
berjenjang mulai dari kesadaran bahwa sesuatu itu ada sampai pada minat khusus
dari pihak siswa. (2) Peringkat partisipasi (Responding to Phenomena) yaitu
merupakan partisipasi aktif peserta didik, sebagai bagian dari perilakunya. Pada
peringkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga
bereaksi terhadap fenomena tersebut. Hasil pembelajaran pada daerah ini
menekankan pada pemerolehan respon, atau kepuasan dalam memberi respon.
Peringkat tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada
pencarian hasil dan kesenangan melakukan aktivitas-aktivitas khusus. Pencapaian
dari tingkatan ini misalnya ditunjukkan dengan senang membaca buku, senang
bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan
sebagainya; (3) penentuan nilai (Valuing), yaitu keyakinan atau sikap yang
menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari
menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai
pada tingkat komitmen. Hasil belajar pada peringkat ini berhubungan dengan
perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan
pembelajaran, penilaian ini diklasifikasi sebagai sikap dan apresiasi. (4) Peringkat
mengorganisasi (Organization). Pada peringkat organisasi, nilai satu dengan nilai
lainnya dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan serta mulai membangun sistem
nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada peringkat ini berupa
53
konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai, misalnya pada pengembangan
filsafat hidup. (5) Peringkat karakteristik dengan suatu nilai atau pola hidup
(Internalizing Value), yaitu peringkat tertinggi ranah afektif yang mana peserta didik
memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada suatu waktu tertentu
hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada peringkat ini berkaitan dengan
pribadi, emosi, dan sosial. Jadi peserta didik akan memiliki tingkah laku yang
menetap, konsisten, dan dapat diramalkan. Hasil belajar pada ranah ini meliputi
sangat banyak kegiatan, tetapi penekanan lebih besar diletakkan pada kenyataan
bahwa tingkah laku itu menjadi ciri khas atau karakteristik siswa.
Berikut ini adalah istilah atau kata-kata kerja operasional untuk mengukur
pencapaian jenjang kemampuan ranah afektif pada sub ranah tertentu. (1) Menerima
(receiving) : menanyakan, menghadiri/mengikuti, memilih, mengikuti / menuruti,
Hasil belajar pada ranah psikomotor tampak dalam bentuk keterampilan
(skill) dan kemampuan bertindak individu. Menurut Taksonomi Bloom pada
www.Encyclopedia of educational Technology.htm, domain psikomotor memiliki
tujuh tingkatan dari yang sederhana ke yang kompleks yaitu : (1) persepsi
(perception), berkaitan dengan penggunaan indera dalam melakukan kegiatan; (2)
kesiapan (set), yaitu berkaitan dengan kesiapan melakukan suatu kegiatan baik secara
mental, fisik maupun emosional; (3) respon terbimbing (guide respons), yaitu
mengikuti atau mengulangi perbuatan yang diperintahkan oleh orang lain; (4)
mekanisme (mechanism) yaitu berkaitan dengan penampilan respon yang sudah
dipelajari; (5) kemahiran (complex overt respons) yaitu berkaitan dengan gerakan
motorik yang terampil; (6) adaptasi (adaptation) yaitu berkaitan dengan ketrampilan
yang sudah berkembang di dalam diri individu sehingga yang bersangkutan mampu
memodifikasi pola gerakannya; (7) keaslian (origination), yaitu berkaitan dengan
kemampuan menciptakan pola gerakan baru sesuai dengan situasi yang dihadapi.
Menurut Taksonomi Bloom pada www.Encyclopedia of educational
Technology.htm, domain psikomotor dari tingkatan terendah sampai yang komplek
digambarkan seperti diagram berikut ini.
55
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
merupakan hasil yang diperoleh siswa dari usaha belajarnya, berupa perubahan-
perubahan dalam pengertian, pengalaman, ketrampilan dan sikap atau
penyempurnaan kompetensi yang telah dipelajari sebelumnya yang meliputi aspek
kognitif, afektif dan psikomotor. Suatu proses belajar dikatakan berhasil baik apabila
dapat menghasilkan prestasi belajar yang baik pula.
9. Listrik Dinamik
Kajian tentang listrik yang berhubungan dengan muatan-muatan listrik diam
disebut listrik statik, sedangkan kajian tentang listrik yang berhubungan dengan
muatan-muatan listrik yang bergerak disebut lisrik dinamik. Listrik dinamik
mempelajari dan menganalisa tentang rangkaian sederhana (simple electric circuits)
OOrriiggiinnaattiioonn A laerner’s ability to create new movement patterns A laerner’s ability tomodify motor skills ti fit a new situation The intermediate stage of learning a complex skill The ability to perform a complex motor skill The early stage of learning a complex skill which includes imitation A learner’s readiness to act The ability to use sensory cues to guide physical activity
AAddaappttaattiioonn
CCoommpplleexx oovveerrtt RReessppoonnssee
MMeecchhaanniissmm
GGuuiiddeedd RReessppoonnssee
SSeett
PPeerrsseeppttiioonn
Gambar 2.2 Domain Psikomotor
56
yang terdiri dari baterai, resistor, and kombinasinya. Suatu rangkaian listrik yang
terdiri dari beberapa resistor dapat dikombinasi menggunakan aturan sederhana
(simple rules). Analisis untuk rangkaian yang komplek bisa disederhanakan
menggunakan dua aturan / hukum seperti Kirchhoff’s rules, yang mengikuti hukum
konservasi energi (conservation of energy) dan konservasi muatan listrik untuk
sistem terbatas (isolated systems). Kebanyakan analisa rangkaian dianggap tetap
(steady state), maksudnya bahwa arus listrik pada rangkaian adalah tetap baik besar
maupun arahnya. Arus listrik yang tetap dinamakan listrik searah atau DC (direct
current). Pada bahasan ini akan diuraikan kajian tentang listrik dinamik, yang
mencakup materi-materi sebagai berikut : Arus listrik, Hukum Ohm dan Hambatan
Listrik, Rangkaian Listrik Arus Searah, Pengukuran Besaran-besaran Listrik, Energi
Listrik dan Daya Listrik.
a. Arus Listrik
Arus listrik adalah aliran muatan-muatan listrik. Arus listrik mengalir dengan
mudah dalam beberapa bahan tetapi tidak pada semua bahan lainnya. Zat padat, zat
cair dan gas yang mudah mengalirkan arus listrik disebut konduktor. Bahan-bahan
yang sulit mengalirkan arus listrik dinamakan isolator. Sedangkan bahan-bahan yang
diantara konduktor dan isolator disebut semi konduktor, artinya dalam keadaan
tertentu berlaku sebagai isolator tetapi dalam keadaan lain berlaku sebagai
konduktor.
Arus listrik mengalir dari tempat yang mempunyai potensial listrik tinggi ke
tempat yang mempunyai potensial listrik rendah. Dalam hal ini perbedaan potensial
diantara dua titik (tempat) yang dapat menghasilkan arus listrik dinamakan gaya
57
gerak listrik (Electromotive force). ”The electromotive force (emf) ε of a battery is
the maximum possible voltage that the battery can provide between its terminals”
(Physics Sarway; p.859). Gaya gerak listrik ini dapat diperoleh dari beberapa bahan
yang disebut sumber tegangan seperti sel Volta, sel Daniel, sel Leclanche, baterai,
akumulator dan lain sebagainya.
Besaran yang menyatakan ukuran arus listrik disebut kuat arus listrik. Kuat
arus listrik didefinisikan sebagai jumlah muatan listrik yang mengalir melalui
penampang sebuah konduktor tiap satuan waktu. ”The current is the rate at wich
charge flows through this surface” (Physics Sarway, p.832). Kuat arus yang mengalir
dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut: ΔtΔQ
I = , dengan ∆Q merupakan
jumlah muatan yang listrik mengalir dalam selang waktu ∆t. Jika muatan listrik yang
mengalir tiap detik berubah-ubah maka kuat arus listrik didefinisikan sebagai kuat
arus sesaat yaitu deferensial limit kuat arus rata-rata; dtdQ
I= dan diberi satuan
coulomb per sekon atau ampere.
b. Hukum Ohm
Pada tahun 1827 seorang ahli fisika Jerman, George Simon Ohm menemukan
hubungan antara arus listrik (I) yang mengalir melalui suatu rangkaian dengan
tegangan (beda potensial) yang dipasang dalam rangkaian (V). Hubungan V dan I
tersebut diperoleh Ohm melalui percobaan, dan secara empiris Ohm menyatakannya
bahwa beda potensial listrik sebanding dengan kuat arusnya. “We can define the
resistance as the ratio of the potential difference across a conductor to the current in
the conductor” (Physics Sarway, p.836). IV¥ ; RttanconsIV
== ; dalam hal ini R
58
adalah besaran yang diberikan untuk menyatakan hambatan listrik dan diberi satuan
ohm (Ω). Persamaan tersebut menyatakan hubugan V dan I, dimana untuk hambatan
listrik tetap maka tegangan listrik (V) berbanding lurus dengan kuat arus (I) pada
rangkaian. Karena hubungan tersebut ditemukan oleh Gearge Simon Ohm, maka
pernyataan tersebut dikenal sebagai Hukum Ohm. (Ohm’s Law).
Dalam rangkaian listrik maupun rangkaian elektronika, nilai arus listrik yang
mengalir melalui suatu rangkaian dapat diatur dengan menggunakan suatu komponen
yang disebut resistor. Resistor merupakan sebuah komponen yang dibuat dari bahan
konduktor dan mempunyai nilai hambatan tertentu.
Pada dasarnya nilai hambatan suatu bahan konduktor bergantung pada
panjang, luas penampang dan hambatan jenis bahan tersebut. Secara matematis
hambatan suatu bahan konduktor dapat ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut. Al
R r= , disini R : hambatan bahan (ohm, dusingkat Ω); ρ : hambatan
jenis bahan (Ω m); l : panjang bahan (m); A : luas penampang bahan (m2).
Hambatan jenis suatu bahan merupakan sifat khas bahan yang tidak
dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk bahan, tetapi dipengaruhi oleh perubahan suhu.
Pada batas perubahan suhu tertentu maka hambatan jenis suatu bahan memenuhi
persamaan sebagai berikut.
ρt = ρ0 (1 + α.ΔT) ; disini ρt = hambatan jenis pada suhu T; ρ0 : hambatan jenis pada
suhu T0 (suhu awal); α : koefisien suhu hambatan jenis; ΔT : perubahan suhu.
c. Rangkaian Listrik Arus Searah
Rangkaian listrik terdiri dari banyak hubungan, sehingga mempunyai cabang-
cabang dan simpul-simpul yang menghubungkan antara satu komponen dengan
59
komponen lain. Untuk menangani sebuah rangkaian listrik diperlukan pemahaman
yang baik tentang rangkaian tersebut. Hal ini berguna untuk menghindari terjadinya
kesalahan yang dapat merusak rangkaian listrik itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut,
maka berikut ini akan disajikan prinsip-prinsip penting untuk menangani suatu
rangkaian listrik pada arus searah.
d. Hukum I Kirchhoff
Hukum I Kirchhoff yang berkaitan dengan arus listrik pada rangkaian listrik
bercabang, yaitu ”The sum of the currents entering any junction in a circuit must
equal the sum of the currents leaving that junction” (Physics Sarway; p.869) Artinya
umlah arus listrik yang memasuki suatu titik simpul (percabangan) sama dengan
jumlah arus listrik yang keluar dari titik simpul tersebut. Hukum I Kirchhoff dapat
digambarkan dan dinyatakan secara matematis dengan persamaan sebagai berikut:
å å= keluarmasuk II
e. Rangkaian Seri Resistor
V1 V2 R1 R2 I I V
Gambar : 2.4. Resistor Seri
I1 I I2 I’ I = I1 + I2 = I’
Gambar : 2.3. Hukum I Kirchhoff
60
Berdasarkan gambar di atas, maka pada rangkaian seri resistor, tegangan sumber (V)
terbagi menjadi V1 dan V2 sedangkan arus listrik yang mengalir melalui R1 dan R2
adalah sama, sehingga V = V1 + V2 , atau IR = IR1 + IR2; Jadi R= R1 + R2
Dari uraian gambar 2.4 di atas maka rangkaian seri merupakan rangkaian
pembagi tegangan dan dapat digunakan untuk memperbesar hambatan rangkaian.
Untuk n buah resistor identik yang dihubungkan secara seri, maka hambatan totalnya
dapat ditentukan dengan persamaan : Rs = R1 + R2 + R3 + ... + Rn
f. Rangkaian Paralel Resistor
V1
R2
I2 R1
I1
I V
Berdasarkan gambar di atas, maka pada rangkaian paralel resistor, tegangan
sumber (V) sama dengan V1 dan V2 sedangkan arus listrik I terbagi menjadi I1 dan I2,
sehingga I = I1 + I2 atau 21 R
VRV
RV
+= ; jadi 22 R
1R1
R1
+=
Berdasarkan uraian gambar 2.5 di atas, maka rangkaian paralel merupakan
rangkaian pembagi arus dan digunakan untuk memperkecil hambatn rangkaian.
Gambar : 2.5. Resistor Paralel
61
Untuk n buah resistor dihubungkan secara paralel, maka hambatan totalnya dapat
ditentuan dengan persamaan sebagai berikut.
n21p R1
...R1
R1
R1
+++=
g. Gaya Gerak Listrik dan Tegangan Jepit
Gaya gerak listrik didefinisikan sebagai energi yang digunakan untuk
memindahkan muatan positif dari titik yang mempunyai potensial rendah ke titik
yang mempunyai potensial lebih tinggi tiap satuan muatan yang diperlukan.
dQdW
ε = ; di sini ε : gaya gerak listrik (volt)
Pada dasarnya setiap sumber listrik, seperti baterai mempunyai hambatan dalam (r),
yang secara sederhana dapat ditunjukkan dengan gambar berikut.
B A
I
Jika sakelar (S) tidak dihubungkan, maka tidak ada arus listrik yang mengalir
melalui rangkaian (I = 0), sehingga beda potensial antara A dan B (VAB) sama
dengan gaya gerak listrik (ε). Akan tetapi jika sakelar (S) dihubungkan, maka
terdapat arus listrik yang mengalir melalui rangkaian, sehingga beda potensial antara
A da B (VAB) tidak sama dengan gaya gerak listrik (ε). Pada saat sakelar
dihubungkan (I ≠ 0) tersebut, beda potensial antara A dan B disebut dengan tegangan
r
R
S
Gambar : 2.6. GGL dan Tegangan Jepit
62
jepit, yang dapat ditentukan dengan persamaan sebagai VAB = ε – I.r = I.R, yang
mana besar tegangan jepit tersebut tidak tetap, melainkan bergantung pada nilai
hambatan rangkaian.
h. Hukum II Kirchhoff
Jika hukum kesatu Kirchhoff berkaitan dengan arus listrik pada rangkaian
listrik bercabang, maka hukum kedua Kirchhoff berkaitan dengan tegangan dan gaya
gerak listrik pada rangkaian listrik tertutup. Hukum kedua Kirchhoff menyatakan
bahwa ”Loop rule,The sum of the potential differences across all elements around
any closed circuit loop must be zero” (Physics Sarway; p.870). Artinya pada
rangkaian listrik tertutup, jumlah aljabar gaya gerak listrik (ε) dengan penurunan
tegangan (I.R) adalah sama dengan nol”. Secara matematik dapat dinyatakan dengan
persamaan : ∑ε + ∑IR = 0.
Ungkapan matematis dari hukum kedua Kirchhoff di atas dapat digunakan
sebagai kaidah untuk memecahkan masalah pada rangkaian listrik tertutup dan
dikenal sebagai teorema simpal (loop). Dalam menggunakan teorema simpal untuk
memecahkan masalah-masalah pada rangkaian listrik tertutup, harus memperhatikan
beberapa hal berikut ini. (1) memilih sebuah loop untuk masing-masing rangkaian
tertutup dalam arah tertentu (arah loop bebas). (2) jika arah loop sama dengan arah
arus listrik, maka penurunan tegangan (IR) adalah positif dan sebaliknya. (3) Jika
arah lintasan loop bertemu dengan kutup positif sumber tegangan, maka ggl (ε)
adalah positif dan sebaliknya.
63
Pada loop 1, berlaku : − ε1 + I1 R1 + I3 R3 = 0,
sedangkan pada loop 2 berlaku: − ε2 + I2 R2 + I3 R3 = 0.
Dengan menyelesaikan masing-masing loop kemudian mengeliminasikan keduanya
akan dapat ditentukan harga-harga kuat arus (I1, I2, dan I3), jika harga lainnya
diketahui.
i. Rangkaian Jembatan Wheatstone
Seorang matimatikawan Inggris, Samuel Christie mengembangkan sebuah
metode pengukuran hambatan listrik yang kemudian dipopulerkan oleh Sir Charles
Wheatstone pada tahun 1843. Metode pengukuran hambatan listrik tersebut dikenal
sebagai rangkaian Jembatan Wheatstone. Wheatstone mengukur hambatan dengan
membandingkan arus yang mengalir melalui salah satu bagian jembatan dengan
sebuah arus yang diketahui mengalir melalui bagian lainnya. Rangkaian jembatan
Wheatstone mempunyai empat buah lengan, seperti ditunjukkan pada gambar
berikut.
I1 I3 I2 ε1 , r1 R3 ε2 r2
Gambar : 2.7. Rangkaian dobel loop
R1 R2
Loop 1 Loop 2
64
Dari gambar di atas, hambatan R1 dan R2 dibuat tetap, Rx adalah hambatan
yang diukur sedangkan Rs merupakan variabel resistor (biasanya digunakan
potensiometer). Kemudian di hubungkan dengan sumber tegangan ε dan di tengah-
tengah R1 dan R2 dihubungkan dengan galvanometer G ke tengah-tengah antara Rx
dan Rs. Untuk mengetahui hambatan Rx, maka hambatan Rs diatur sampai
galvenometer menunjukkan angka nol. Dalam keadaan ini rangkaian dikatakan
”seimbang”, sehingga berlaku persamaan: I1 R1 = I2 Rs dan I1 R2 = I2 Rx, sehingga R1
Rx = R2 Rs atau sR1R2R
xR =
j. Pengukuran Kuat Arus Listrik
Untuk mengukur kuat arus listrik pada suatu rangkaian digunakan alat yang
disebut amperemeter. Pada dasarnya amperemeter terdiri dari sebuah galvanometer
dan satu atau lebih resistor yang disebut resistor shunt. Galvanometer adalah alat
yang digunakan untuk mengukur nilai arus yang kecil. Galvanometer memanfaatkan
prinsip, bahwa suatu arus listrik yang mengalir pada kumparan kawat menghasilkan
G
ε
R1
R2
R
I1
I1
Rs
I2 I2
Gambar : 2.8. Jembatan Wheatstone
65
medan magnet yang dapat menyimpangkan jarum magnetis yang terdapat dekat
kumparan tersebut.
Untuk menentukan pengukuran arus yang akurat, maka hambatan suatu
amperemeter dibuat jauh lebih kecil dari hambatan rangkaian. Sedangkan untuk
meningkatkan kemampuan pengukuran suatu amperemeter, maka suatu resistor shunt
harus dipasang paralel dengan galvanometer sehingga kelebihan arus akan mengalir
melalui reisitor shunt.
Dari gambar 2.9 di atas, jika arus skala penuh pada amperemeter dinyatakan
dengan I yang mempunyai nilai n kali lebih besar dari arus skala penuh pada
galvanometer (Ig), maka kelipatan batas ukur maksimum amperemeter dapat
ditentukan dengan persamaan sebabagai : gII
n = atau I = n Ig ; n = kelipatan batas
ukur maksimum.
Rangkaian amperemeter pada gambar di atas, menunjukkan bahwa Rg dan Rsh
dihubungkan secara paralel, sehingga shg
shg R1
:R1
II == . Sementara itu I = Ig + Ish ;
sehingga n.Ig = Ig + Ish atau Ish = (n – 1) Ig . Karena rangkaian paralel merupakan
rangkaian pembagi arus, maka :
Gambar : 2.9. Amperemeter
G
A B I Ish
I Rsh
Rg Ig
66
gshg
shg
shg
shg
n.IRR
RI
IRR
RI
+=
+=
k. Pengukuran Beda Potensial Listrik
Alat yang digunakan untuk mengukur beda potensial atau tegangan adalah
voltmeter. Voltmeter disusun dari sebuah galvanometer dan satu atau lebih resistor
yang dihubungkan seri (Multiplier). Untuk mendapatkan pengukuran tegangan yang
akurat, maka hambatan suatu voltmeter dibuat jauh lebih besar dari hambatan
rangkaian. Sehingga untuk meningkatkan kemampuan pengukuran suatu voltmeter,
maka harus dipasang resistor seri yang dihubungkan secara seri dengan
galvanometer. Hal ini akan menyebabkan kelebihan tegangan akan diberikan pada
resistor seri tersebut.
Jika tegangan skala penuh pada voltmeter dinyatakan dengan V yang
mempunyai nilai n kali lebih besar dari tegangan skala penuh galvanometer (Vg),
maka kelipatan batas ukur maksimum voltmeter dapat ditentukan dengan persamaan
sebagai berikut : gV
Vn = atau V = n.Vg .
Rg + Rsh = n.Rsh
Rg = (n – 1)Rsh
Rsh = 1n
R g
-
G
Rs Rg Ig
Ig
Gambar : 2.10. Voltmeter
67
Rancangan voltmeter pada gambar di atas menunjukkan bahwa Rs dan Rg
dihubungkan secara seri, sehingga : Vs : Vg = Rs : Rg . Karena rangkaian seri
merupakan rangkaian pembagi tegangan, maka :
gsg
gg
sg
gg
n.VRR
RV
VRR
RV
+=
+=
Dalam penggunaannya untuk mengukur tegangan pada sebuah rangkaian, voltmeter
harus dihubungkan paralel terhadap rangkaian. Sehingga dalam hal ini hambatan
pengganti dari Rs dan Rg merupakan hambatan dalam voltmeter, yang besarnya
adalah Rv = Rs + Rg .
l. Energi Listrik
Arus listrik yang disebabkan oleh aliran muatan-muatan listrik dapat
menghasilkan energi yang bermanfaat bagi manusia. Dalam hal ini energi yang
dihasilkan dari aliran muatan listrik dalam suatu rangkaian listrik tertutup disebut
dengan energi listrik. Energi listrik dapat ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut. W = Q V. Karena Q = I.t dan V = I.R, maka W = V I t atau W = I2 R t atau
tR
VW
2
= .
m. Daya Listrik
Besar energi listrik yang digunakan oleh suatu peralatan listrik tiap satuan
waktu disebut daya listrik, yang dapat ditentukan dengan persamaan sebagai t
WP = .
Rg + Rs = n.Rg
Rs = (n – 1)Rg
Rg = 1n
R s
-
68
Berdasarkan persamaan energi listrik, maka daya listrik juga dapat ditentukan dengan
persamaan : R
VRIVIP
22 === .
B. Penelitian Yang Relevan
Penelitian sejenis yang pernah dilakukan adalah :
1. Judul: Pengaruh Penerapan Laboratorium Riil dan Virtual pada Pembelajaran
terhadap Prestasi Belajar Fisika ditinjau dari Kreativitas Siswa. Peneliti : Mujiyono
(Prodi Pendidikan Sains – Pascasarjana UNS Surakarta: 2005). Pada penelitian ini
didapatkan kesimpulan bahwa : 1). Tidak ada perbedaan antara penerapan
laboratorium riil dan virtuil terhadap prestasi belajar fisika. 2). Ada pengaruh antara
kreativitas terhadap prestasi belajar fisika. 3). Tidak ada interaksi antara penerapan
laboratorium riil dan virtuil dengan kreativitas terhadap prestasi belajar fisika.
Kesamaan penelitian yang dilakukan oleh Mujiyono dengan penelitian ini
terletak pada penggunaan media laboratorium riil dan virtual. Sedangkan
perbedaannya terletak pada variabel moderator yang digunakan. Mujiyono meninjau
dari kreativitas siswa sedangkan pada penelitian ini ditinjau dari gaya belajar
(learning style) dan gaya berpikir (mind style) siswa.
Tidak adanya perbedaan prestasi belajar siswa sebagaimana hasil temuan
pada penelitian Mujiyono tersebut dikarenakan belum menggunakan metode
penemuan (inkuiri) sehingga pemanfaatan media laboratorium tidak memberikan
pengaruh yang signifikan selama proses pembelajaran dan berakibat menghasilkan
variansi prestasi yang tidak berbeda meskipun sudah dilibatkan kreativitas tinggi
maupun rendah. Alasan inilah yang mendorong peneliti untuk melanjutkan penelitian
69
tersebut menggunakan metode inkuiri terbimbing dengan harapan mendapatkan
pengaruh yang berbeda terhadap prestasi siswa yang diberi pembelajaran
menggunakan laboratorium virtual (Virtual Lab) dan real (Real Lab).
2. Judul: Pengaruh Pembelajaran Fisika Mengunakan Laboratorium virtual dalam
bentuk Demonstrasi dan Eksperimen Terhadap Prestasi Belajar Ditinjau Dari
Kemampuan Awal Siswa. Peneliti : Nur Rohmadi (Prodi Pendidikan Sains,
Pascasarjana UNS Surakarta: 2008). Pada penelitian ini didapat kesimpulan bahwa :
1). Terdapat perbedaan yang signifikan pada prestasi belajar fisika yang diperoleh
dari proses pembelajaran menggunakan laboratorium virtual (media komputer)
dalam bentuk eksperimen dan demonstrasi. 2). Terdapat perbedaan yang signifikan
pada prestasi belajar fisika antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dan
rendah. 3). Tidak terdapat interaksi antara metode mengajar yang menggunakan
laboratorium virtual dalam bentuk demonstrasi dan eksperimen dengan kemampuan
awal terhadap prestasi belajar fisika.
Kesamaan penelitian yang dilakukan Nur Rohmadi dengan penelitian ini
terdapat pada penggunaan media virtual. Sedangkan perbedaannya terdapat pada
metode pembelajaran yang digunakan serta variabel moderator yang digunakan. Nur
Rohmadi menggunakan metode demonstrasi dan eksperimen sedangkan peneltian ini
menggunakan metode inkuiri terbimbing. Demikian juga pada penelitian Nur
Rohmadi menggunakan variabel moderator kemampuan awal siswa sedangkan pada
penelitian ini menggunakan gaya belajar dan gaya berpikir siswa.
Hasil penelitian Nur Rohmadi sudah tentu terdapat perbedaan prestasi belajar
siswa karena metode yang digunakan memang berbeda yaitu demonstrasi dan
70
eksperimen. Perbedaan hasil penelitian ini seperti sudah tercipta sebelumnya karena
penggunaan metode yang menuntut kemampuan siswa yang tidak sepadan. Siswa
hanya melihat dan mengamati (pasif) ketika diberi pembelajaran demonstrasi
sedangkan pada metode eksperimen siswa harus lebih aktif melakukan sendiri.
Alasan inilah yag mendorong peneliti untuk melanjutkan penelitian dengan
menggunakan metode yang sama yaitu inkuiri terbimbing menggunakan media
laboratorium yang berbeda dengan harapan dapat lebih memperjelas perbedaan
pengaruhnya terhadap prestasi belajar siswa.
3. Judul: Pengaruh Pembelajaran Konstruktivisme Menggunakan Media Audio
Visual Dan Modul bergambar Disertai LKS Terhadap Prestasi Belajar Fisika Ditinjau
Dari kemampuan Awal Dan Aktivitas Siswa. Peneliti : Sri Lestari (Prodi Pendidikan
Sains – Pascasarjana UNS Surakarta: 2007). Pada penelitian ini didapatkan
kesimpulan bahwa : 1). Ada perbedaan prestasi belajar fisika antara pembelajaran
yang menggunakan media audio visual dengan modul bergambar. 2). Ada perbedaan
prestasi belajar fisika antara siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dengan
siswa yang memiliki kemampuan awal rendah. 3). Ada perbedaan prestasi belajar
fisika antara siswa yang memiliki aktivitas tinggi dengan siswa yang memiliki
aktivitas rendah. 4). Ada interaksi antara penggunaan media audio visual dan modul
bergambar, kemampuan awal dan aktivitas terhadap prestasi belajar fisika.
Kesamaan penelitian yang dilakukan oleh Sri Lestari dengan penelitian ini
adalah pada pendekatan pembelajaran konstruktivisme. Sedangkan perbedaannya
terdapat pada penggunaan media dan variabel moderator. Sri Lestari menggunakan
media audiovisual dan modul bergambar sedangkan penelitian ini menggunakan
71
Virtual Lab dan Real Lab. Sri Lestari menggunakan variabel moderator kemampuan
awal dan aktivitas siswa sedangkan penelitian ini menggunakan gaya belajar dan
gaya berpikir siswa.
Hasil penelitian Sri Lestari ini memberikan inspirasi dan motivasi kepada
peneliti untuk melakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan pendekatan yang
sama yaitu kontruktivisme dan media pembelajaran audio visual yang hampir mirip
dengan media Virtual Lab, dengan harapan dapat membuktikan kebenaran dan
menemukan penguatan terhadap hasil yang yang telah ditemukan. Dengan demikian
dapat memberikan gambaran nyata bahwa keberhasilan pembelajaran fisika sangat
bergantung pada kesesuaian antara pendekatan, metode dan media yang digunakan
meskipun ditinjau dari sudut pandang yang berbeda.
C. Kerangka Berfikir
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan dapat dikemukakan suatu
kerangka berpikir pada penelitian ini, yaitu:
1. Perbedaan prestasi belajar siswa antara pembelajaran dengan metode inkuiri
terbimbing menggunakan media Virtual Lab dan Real Lab dengan pertimbangan
pemikiran sebagai berikut. Kegiatan pembelajaran yang menggunakan bantuan
media laboratorium berarti memberi kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk
melakukan eksplorasi dan meningkatkan kemampuannya sehingga mampu
meningkatkan prestasi belajarnya. Karena dengan kegiatan laboratorium siswa dapat
melakukan peragaan, simulasi, pengukuran dan pengamatan secara langsung,
berasimilasi dengan siswa lain untuk menggali potensi sesuai dengan tuntutan dari
72
standar kompetensi maupun kompetensi dasar yang telah ditentukan dalam
kurikulum. Guru dapat memfokuskan peranannya untuk memfasilitasi, membimbing,
mengarahkan dan memotivasi siswanya untuk menemukan jawaban dari
permasalahan eksperimen yang telah dipersiapkan dan dituangkan dalam lembar
kerja siswa. Penulis menduga bahwa pembelajaran yang dilakukan melalui metode
inkuiri terbimbing menggunakan media laboratorium fisika yang sesungguhnya
(Real Lab) dan media laboratorium komputer yang disimulasikan (Virtual Lab) akan
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar siswa. Penggunaan
Virtual Lab lebih efektif dari pada Real Lab.
2. Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang mempunyai gaya belajar visual dan
kinestetik didasarkan atas pemikiran seperti berikut. Siswa memiliki kecenderungan
dalam menerima dan mengolah informasi selama proses pembelajaran berlangsung
sesuai dengan gaya belajar mereka masing-masing, akan dapat terlayani secara
menyeluruh dengan menggunakan metode pembelajaran inkuiri terbimbing yang
dibantu dengan media laboratorium baik laboratorium real maupun virtual. Kerja
laboratorium real dapat memberikan rangsangan kepada para siswa yang memiliki
gaya belajar visual maupun kinestetik. Mereka dapat merespon informasi dengan
cara melihat, mengamati, menyentuh alat, membaca penjelasan, melakukan
percobaan, mengisi tabel, membuat grafik dan sebagainya. Demikian juga dengan
kerja laboratorium virtual dapat memberikan rangsangan kepada para siswa yang
memiliki gaya belajar visual maupun kinestetik dan gaya berpikir sekuensial maupun
acak untuk merespon dan mengolah informasi dengan cara melihat simulasi gambar,
menyentuh dan memainkan mouse dan sebagainya. Penulis menduga bahwa siswa
73
yang memiliki gaya belajar visual akan memperoleh prestasi yang berbeda (lebih
baik) dibandingkan siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik.
3. Perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial
(otak kiri) dan gaya berpikir acak (dominansi otak kanan) dengan pemikiran sebagai
berikut. Pembelajaran fisika menggunakan metode inkuiri terbimbing dengan
bantuan kerja laboratorium baik real maupun virtual mampu merangsang dan
memotivasi siswa serta mampu menawarkan suatu kebebasan bagi pemikir
sekuensial maupun acak untuk menentukan dominansi otak mereka masing-masing
dalam memproses informasi pengetahuan menjadi suatu bentuk solusi yang efektif.
Demikian juga dengan pembelajaran fisika dengan metode inkuiri terbimbing
mampu membangkitkan kreativitas siswa yang memiliki gaya berpikir dengan
dominansi otak kiri (sekuensial) maupun siswa yang memiliki dominansi otak kanan
(acak). Oleh karena itu hasil dari proses pembelajaran yang optimal, penulis
meyakini dapat meningkatkan prestasi belajar sesuai dengan KKM yang telah
ditetapkan. Dan penulis menduga siswa dengan gaya berpikir sekuensial akan
memperoleh prestasi yang berbeda (lebih baik) dari pada siswa yang memiliki gaya
berpikir acak.
4. Interaksi antara pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan
media Virtual Lab, Real Lab dengan gaya berpikir terhadap prestasi belajar siswa
didasarkan atas pemikiran sebagai berikut. Pembelajaran dengan metode inkuiri
terbimbing dengan kerja kelompok di laboratorium baik real maupun virtual yang
memperhatikan kebiasaan belajar yang menonjol (gaya belajar) masing-masing siswa
diyakini dapat meningkatkan prestasi belajar. Penulis menduga bahwa penggunaan
74
media laboratorium dan gaya belajar siswa akan memberikan pengaruh bersamaan
terhadap prestasi belajar siswa.
5. Interaksi antara pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan
media Virtual Lab dan Real Lab dengan gaya berpikir terhadap prestasi belajar siswa
didasarkan atas pemikiran bahwa pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing
dengan kerja kelompok di laboratorium baik real maupun virtual yang
memperhatikan kebiasaan berpikir yang menonjol (gaya berpikir) masing-masing
siswa diyakini dapat meningkatkan prestasi belajar. Penulis menduga bahwa
penggunaan media laboratorium dengan gaya berpikir siswa memberikan pengaruh
secara bersamaan terhadap prestasi belajar.
6. Interaksi antara gaya belajar dan gaya berpikir terhadap prestasi belajar siswa
didasarkan atas pertimbangan bahwa gaya belajar dan gaya berpikir merupakan
kombinasi cara seseorang dalam menerima dan mengolah informasi. Dua hal ini
merupakan seperangkat karakteristik seseorang yang berasal dari faktor biologi dan
selalu berkembang. Jika siswa dengan gaya belajar dan gaya berpikir mereka
masing-masing mendapat pelayanan yang optimal selama belajar diyakini mampu
meningkatkan prestasi pelajar. Penulis menduga bahwa antara gaya belajar dan gaya
berpikir siswa memberikan pengaruh secara bersamaan terhadap prestasi belajar.
7. Interaksi antara pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan
media Virtual Lab dan Real Lab, gaya belajar dan gaya berpikir terhadap prestasi
belajar siswa didasarkan pada pemikiran bahwa pembelajaran dengan metode inkuiri
terbimbing yang diberikan kepada siswa menggunakan media laboratorium dengan
75
mempertimbangkan gaya belajar dan gaya berpikir siswa diyakini akan
mempengaruhi prestasi belajar secara bersamaan.
D. Hipotesis
Dari kajian teori dan kerangka berfikir yang telah diuraikan di atas, maka
hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Ada perbedaan prestasi belajar antara pembelajaran inkuiri terbimbing
menggunakan media Virtual Lab dan Real Lab pada materi listrik dinamik.
2. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki gaya belajar visual
dan siswa yang mempunyai gaya belajar kinestetik pada materi listrik dinamik.
3. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki gaya berpikir
sekuensial dan siswa yang memiliki gaya berpikir acak pada materi listrik dinamik.
4. Ada interaksi antara pembelajaran inkuiri terbimbing menggunakan media Real
Lab, Virtul Lab dan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa pada materi listrik
dinamik.
5. Ada interaksi antara pembelajaran inkuiri terbimbing menggunakan media Real
Lab, Virtul Lab dan gaya berpikir terhadap prestasi belajar siswa pada materi listrik
dinamik.
6. Ada interaksi antara gaya belajar dengan gaya berpikir terhadap prestasi belajar
siswa pada materi listrik dinamik.
7. Ada interaksi antara pembelajaran inkuiri terbimbing menggunakan media Real
Lab, Virtul Lab, gaya belajar dan gaya berpikir terhadap prestasi belajar siswa pada
materi listrik dinamik.
76
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester 2 (genap) tahun pelajaran
2008/2009, bulan Januari 2009 sampai bulan Agustus 2009 dengan jadwal (schedule)
sebagai berikut :
Tabel : 3.1. Jadwal Kegiatan Penelitian
Bulan Kegiatan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Agt
Pengajuan proposal penelitian √ √
Permohonan ijin √ √
Penyusunan dan uji instrumen √ √
Pengambilan data √ √
Analisis data √ √ √
Penyusunan laporan √ √ √ √
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas X (sepuluh) SMA Negeri 1 Kebumen
Kabupaten Kebumen, dengan pertimbangan bahwa sekolah tersebut sekaligus tempat
bekerja peneliti sehingga diharapkan pelaksanaan penelitian menjadi lebih efisien
dan lebih mudah dalam perijinan.
77
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Suharsimi Arikunto,
1993:102). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X (sepuluh)
SMA Negeri 1 Kebumen Kabupaten Kebumen, yang terdiri dari sepuluh kelas
dengan jumlah 320 siswa.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Suharsimi
Arikunto, 1993:104). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster
random sampling, yaitu sampel yang diambil berdasarkan kelompok (kelas). Dengan
teknik tersebut, diambil empat kelas secara acak dengan menggunakan undian dari
kelas X-2 sampai dengan X-9 di SMA Negeri 1 Kebumen. Untuk kelas X-1 dan X-
10 tidak diikutsertakan karena kelas unggulan. Empat kelas tersebut dengan jumlah
160 siswa kemudian dibagi menjadi dua kelas pembelajaran dengan metode inkuiri
terbimbing menggunakan Virtual Lab dan dua kelas pembelajaran dengan metode
inkuiri terbimbing menggunakan Real Lab. Pemilihan sampel dengan cara seperti di
atas didasarkan pada asumsi bahwa kedua kelompok sampel tersebut sepadan yang
ditunjukkan dengan kesetaraan rata-rata nilai ulangan harian pada materi
sebelumnya. Setelah diundi terpilih kelas X-2 (32 orag) dan X-3 (32 orang) sebagai
kelas eksperimen I (Virtual Lab) dan kelas X-7 (32 orang) dan X-8 (32 orang)
sebagai kelas eksperimen II (Real Lab).
78
C. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah strategi yang diambil dalam pengambilan /
pengumpulan dan analisis data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan-
permasalahan yang dihadapi. Pada penelitian ini menggunakan metode eksperimen
yang memlibatkan satu atau lebih kelompok eksperimen tanpa kelompok kontrol.
Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok eksperimen yaitu kelompok
eksperimen I dan kelompok eksperimen II. Kedua kelompok diasumsikan sama
dalam segala segi yang relevan dan hanya berbeda dalam pemberian perlakuan.
Kelompok eksperimen I diberi perlakuan pembelajaran dengan metode inkuiri
terbimbing menggunakan media Virtual Lab, sedang kelompok eksperimen II diberi
perlakuan pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan media Real
Lab. Hasil dari kedua kelompok tersebut dikaji, dianalisa kemudian dibandingkan
hingga didapatkan kelas yang lebih memberikan pengaruh dari penggunaan kedua
media pembelajaran tersebut terhadap prestasi belajar fisika.
D. Rancangan dan Variabel Penelitian
1. Rancangan Penelitian
Untuk mencapai tujuan sebagaimana tertera pada bab sebelumnya, maka
peneliti menggunakan rancangan dengan desain faktorial 2x2x2 seperti tertera pada
tabel berikut ini.
79
Tabel 3.2. Desain Faktorial Penelitian
Pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing dengan media (A)
Virtual Lab (A1) Real Lab (A2) Visual (B1)
Gaya Belajar (B) Kinestetik (B2) Sekuensial (C1) Gaya Berfikir (C) Acak (C2)
Keterangan :
A : Pembelajaran fisika dengan metode inkuiri terbimbing
A1 : Pembelajaran fisika dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan
media Virtual Lab.
A2 : Pembelajaran fisika dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan
media Real Lab.
B : Gaya belajar siswa
B1 : Gaya belajar siswa kategori visual (visual learners)
B2 : Gaya belajar siswa kategori kinestetik (kinestetik learners)
C : Gaya berpikir siswa
C1 : Gaya berpikir siswa kategori sekuensial (linear)
C2 : Gaya berpikir siswa kategori acak (nonlinear)
2. Variabel Penelitian
Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu :
a. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah pembelajaran fisika dengan metode inkuiri
terbimbing menggunakan media Virtual Lab dan Real Lab. Pembelajaran fisika
dengan metode inkuiri terbimbing merupakan model pembelajaran yang melibatkan
80
peran aktif siswa untuk memperoleh pengetahuan berupa konsep, teori, hukum dan
sebagainya dengan cara menemukan sendiri. Dalam pembelajaran ini dibantu
menggunakan media Virtual Lab dan Real Lab yang disertai dengan lembar kerja
siswa (student worksheet).
b. Variabel kontrol
1). Definisi operasional
Variabel kontrol pada penelitian ini adalah gaya belajar siswa yang dibatasi pada
gaya belajar visual (visual learners) dan gaya belajar kinestetik (kinestetik learners),
serta gaya berpikir siswa yang dibatasi pada gaya berpikir sekuensial (dominansi
otak kiri) dan gaya berpikir acak (dominansi otak kanan). Pembatasan tersebut
dimaksudkan untuk mendapatkan desain faktorial dengan jumlah sampel penelitian
yang relevan dengan variabel yang terlibat terhadap karakteristik media
pembelajaran yang digunakan.
Gaya belajar adalah kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap dan kemudian
mengatur serta mengolah informasi dengan mudah. Sedangkan Gaya berfikir adalah
cara yang dilakukan otak manusia (kiri atau kanan) dalam memproses informasi
hingga menciptakan solusi yang lebih seimbang untuk menyelesaikan permasalahan
dalam situasi dan kondisi rangsangan yang berbeda-beda.
2). Indikator
Nilai atau skore hasil angket gaya belajar dan gaya berpikir siswa.
3). Skala Pengukuran : interval
4). Simbol : B untuk gaya belajar, C untuk gaya berpikir
81
c. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi (hasil) belajar fisika untuk materi
Listrik Dinamik.
1). Definisi Operasional.
Prestasi belajar fisika adalah nilai hasil tes setelah proses pembelajaran fisika pada
kompetensi dasar 5.1, 5.2 dan 5.3 selesai dilaksanakan
2). Indikator pencapaian:
Nilai belajar fisika pada ranah kognitif, afektif dan prikomotorik pada kompetensi
dasar 5.1, 5.2 dan 5.3.
3). Skala Pengukuran
Skala pengukuran untuk prestasi belajar fisika berupa skala nominal.
4). Simbol : AiBjCk dengan i = j = k = 1, 2
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan dua cara yaitu
dengan tes dan nontes. Tes adalah himpunan pertanyaan yang harus dijawab, atau
pertanyaan-pertanyaan yang harus dipilih / ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus
dilakukan oleh testi (orang yang dites) dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek
(perilaku) tertentu. Pada penelitian ini menggunakan beberapa bentuk tes, yaitu tes
tertulis atau tes prestasi belajar fisika ranah kognitif, tes unjuk kerja (performance
test) dalam bentuk praktik / perbuatan di laboratorium atau tes psikomotor pada
kompetensi dasar 5.1, 5.2. dan 5.3.
82
Teknik nontes dengan menggunakan angket yang dilakukan sebelum dan
sesudah proses belajar fisika kompetensi dasar 5.1; 5.2, dan 5.3 dilakukan. Angket
yang dilakukan sebelum proses belajar berlangsung bertujuan untuk mengukur gaya
belajar dan gaya berfikir siswa. Sedangkat angket yang dilakukan sesudah proses
belajar berlangsung dengan tujuan untuk mengukur prestasi belajar fisika ranah
afektif, untuk mendukung data dalam mendeskripsikan dan melengkapi hasil
penelitian ini.
F. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian
Instrumen untuk mendukung pelaksanaan penelitian ini meliputi Silabus, RPP
(Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dan LKS (Lembar kerja Siswa). Silabus
disusun berdasarkan Standar Isi, yang didalamnya berisikan Mata Pelajaran, Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD), Materi Pembelajaran, Kegiatan
Pembelajaran, Indikator, Penilaian, Alokasi Waktu dan Sumber Belajar. RPP
memuat segala sesuatu yang berkaitan langsung dengan aktivitas pembelajaran
dalam upaya mencapai penguasaan kompetensi dasar.
2. Instrumen Pengambilan Data
a. Angket Gaya Belajar dan Gaya Berpikir Siswa.
Angket gaya belajar siswa berfungsi untuk mengetahui jenis gaya belajar
siswa dalam mengikuti pelajaran fisika. Angket gaya belajar siswa berbentuk tertulis
yang dilaksanakan sebelum pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing
menggunakan laboratorium virtual dan laboratorium real dilaksanakan. Lembar
83
angket gaya belajar disusun dalam bentuk tes pilihan (objective tes), yang terdiri atas
daftar pernyataan yang meliputi kebiasaan atau gaya belajar siswa dengan empat
pilihan A, B, C dan D. Format pilihan lembar jawab yang disediakan terdiri atas
empat pilihan yang memuat alternatif pilihan jawab A. Selalu (SL), B. Sering (SR),
C. Jarang (JR), dan D. Tidak pernah (TP). Pada pernyataan gaya belajar yang positif
diberi skor berturut-turut 4, 3, 2 dan 1. Sedangkan untuk pernyataan gaya belajar
yang negatif diberi skor berturut-turut 1, 2, 3 dan 4. Selanjutnya skor seluruh
pernyataan dijumlahkan dan dikonversikan menjadi kelompok siswa yang memiliki
gaya belajar visual dan kinestetik.
SA
10 20 30 40 50 60
AK
60
50
40 30 20
10
60
50
40
30
20
10 60 50 40 30 20 10 10 20 30 40 50 60
60 50 40 30 20 10 10
20
30
40
50
60
10
20
30
40
50
60
SK
AA
Gambar : 3.1.Grafik Pemetaan Gaya Berpikir
84
Lembar angket gaya berpikir siswa, tiap nomor terdiri atas empat pilihan
jawaban A, B, C dan D dan tiap pilihan jawaban terdiri atas satu kata. Siswa memilih
dua diantara empat pilihan kata tersebut. Dua kata pilihan siswa diharapkan yang
paling menggambarkan diri siswa. Setelah menyelesaikan tes semua jawaban
dijumlahkan sesuai dengan kata-kata pilihan pada jawaban A, B, C atau D. Masing-
masing jumlah pilihan jawaban kemudian dikalikan empat. Hasilnya dipetakkan
sesuai dengan grafik 3.1. yang diciptakan oleh Anthony Gregore dalam Bobbi
DePoter (2008 : 127). Hasil pemetaan didapatkan garis hubung keempat titik, sudut
paling lancip menggambarkan keadaan paling seimbang.
b. Instrumen Tes Prestasi Belajar ranah Psikomotor
Instrumen ini merupakan alat pengumpulan data untuk mengetahui nilai
prestasi belajar ranah psikomotor siswa. Data prestasi belajar ranah psikomotorik
dikumpulkan melalui observasi atau pengamatan. Lembar observasi disusun dalam
bentuk checklist yang terdiri atas daftar pertanyaan yang meliputi kemampuan
motorik siswa dalam melakukan eksperimen. Format isian yang disediakan terdiri
dari empat kolom yang memuat alternatif kegiatan yang dilakukan siswa. Alternatif
skor 4 menunjukkan bahwa siswa yang sedang diamati memiliki kemampuan dengan
sempurna, sedangkan skor 3 menunjukkan kemampuan yang kurang sempurna, skor
2 tidak sempurna dan skor 1 menunjukkan bahwa siswa yang sedang diamati tidak
memiliki kemampuan sebagaimana butir pertanyaan yang diteskan.
c. Instrumen Tes Prestasi Belajar ranah Kognitif
Tes prestasi belajar ranah kognitif dilakukan dalam bentuk tes tertulis pilihan
ganda yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran untuk kompetensi dasar 5.1
85
dan 5.2 dilaksanakan. Item pilihan jawaban berjumlah 5 buah dengan simbol pilihan
a, b, c, d dan e. Setiap item hanya memiliki satu pilihan jawaban yang benar. Jika
siswa menjawab benar mendapatkan skor 1 (satu) dan jika salah skor 0 (nol).
d. Instrumen Tes Prestasi Belajar ranah Afektif
Nilai prestasi belajar ranah afektif siswa diperoleh melalui angket. Angket
diberikan kepada siswa setelah proses pembelajaran dilaksanakan. Lembar angket
tersebut disusun dalam bentuk checklist, yang terdiri atas daftar pernyataan yang
meliputi sikap ilmiah siswa dalam melakukan eksperimen. Format isian yang
disediakan terdiri atas empat kolom yang memuat alternatif ”SS: sangat setuju”, ”S:
setuju”, ”TS: tidak setuju”, dan ”STS: sangat tidak setuju”. Pada pernyataan sikap
yang positif diberi skor berturut-turut 4, 3, 2 dan 1. Sedangkan untuk pernyataan
sikap yang negatif diberi skor berturut-turut 1, 2, 3 adn 4. Selanjutnya skor seluruh
pernyataan dijumlahkan dan dikonversikan menjadi nilai sikap (ranah afektif).
G. Uji Coba Instrumen
Untuk mengetahui kelayakan seperangkat instrumen yang telah disusun untuk
digunakan maka perlu diadakan pengujian.
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu
instrumen. Suatu instrumen memiliki validitas tinggi jika benar-benar mengukur
suatu aspek yang semestinya harus diukur. Untuk mengetahui validitas tes pada
penelitian ini dilakukan dengan teknik pengukuran validitas ini (content validity) dan
validitas konstruksi (construct validity).
86
a). Validitas Isi
Validitas isi adalah sebuah validitas intsrumen yang menunjukkan bahwa isi
dari instrumen yang disusun bebar-benar dibuat berdasarkan literatur yang ada dan
ewakili setiap aspek yang akan diukur. Untuk mendapatkan validitas isi, maka
sebelum menyusun instrumen tes terlebih dahulu dibuat kisi-kisinya dan
dikonsultasikan kepada orang yang ahli. Orang yang ahli dalam hal ini adalah dosen
pembimbing yang terdiri dari pembimbing I dan pembimbing II.
b). Validitas Konstruksi
Validitas konstruksi adalah validitas sebuah instrumen yang menunjukkan
bahwa bentuk instrumen yang dipilih telah sesuai dengan apa yang akan diukur.
Untuk mendapatkan validitas konstruksi, dapat dilakukan dengan
mengkonsultasikannya kepada dosen pembimbing setiap langkah penyusunan
instrumen serta mengujicobakan instrumen tersebut sebelum digunakan sebagai alat
ukur.
Uji validitas instrumen tes prestaasi belajar ranah kognitif adalah uji butir
soal (item) menggunakan persamaan 3.1 korelasi product moment (rxy) dari Karl
Pearson, dengan persamaan sebagai berikut:
( )( )2(ΣΣy2nΣΣ2(ΣΣx2nΣΣ
(ΣΣxΣynΣΣxxyr
--
-= (3.1)
di sini, rxy : Korelasi product moment Pearson; n = jumlah sampel; x = skore tiap
item soal; y = skor total; Σxy = jumlah (x)(y)
Butir soal dikatakan valid jika rxy ≥ rtabel pada taraf signifikansi 5%.
87
Setelah dilakukan uji validitas item tes prestasi belajar ranah kognitif dengan
jumlah soal 44 butir diperoleh 40 butir soal valid dan 4 butir soal tidak valid. Soal
yang tidak valid (nomor 41, 42, 43 dan 44) tidak digunakan sebagai instrumen tes
prestasi belajar. Keterangan lebih jelas terdapat pada lampiran 14a hal. 223 – 227.
Untuk angket gaya belajar setelah diujicobakan dan dianalisa dari 50 butir
soal didapatkan semua item valid. Keterangan lebih jelas tersaji pada lampiran 13
halaman 218.
Hasil uji angket prestasi afektif dari 20 butir soal didapatkan seluruhnya
valid. Keterangan lebih jelas tersaji pada lampiran 14b halaman 227.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas (r11) suatu instrumen adalah bahwa instrumen yang disusun dapat
dipercaya sebagai alat pengambilan data. Instrumen dikatakan reliabel jika memiliki
tingkat keajegan dalam mengukur aspek yang diukur. Nilai keajegan ini
dimaksudkan bahwa apabila instrumen tersebut diberikan pada subyek yang berbeda
akan memberikan hasil yang relatif sama. Untuk uji reliabilitas tes prestasi kognitif
menggunakan format Kuder – Richardson (K – R 20), seperti pada persamaan 3.2
berikut: ÷÷
ø
ö
çç
è
æ å-÷øö
çèæ
-=
2S
pq2S1n
n11r (3.2)
di sini, p : proporsi siswa yang menjawab item dengan benar; q : proporsi siswa yang
menjawab item dengan salah; ∑pq = jumlah hasil kali antar p dan q; n = banyak
item; S = standar deviasi tes. Kriteria reliabilitas dengan batasan: 0 ≤ r11 ≤ 0,20 :
Berdasarkan tabel 4.3 di atas terbaca bahwa prestasi hasil belajar aspek
kognitif pada kelas Virtual Lab, nilai terendah 42,50, nilai tertinggi 87,50, nilai rata-
rata 67,73 dengan standar deviasi 10,32. Prestasi belajar aspek kognitif pada kelas
Real Lab, nilai terendah 42,50, nilai tertinggi 82,50, nilai rata-rata 64,06 dengan
standar deviasi 10,08.
104
Prestasi belajar siswa yang diberi pembelajaran dengan metode inkuiri
terbimbing menggunakan media Virtual Lab terdistribusi seperti pada gambar 4.1.
Histogram Kelas Virtualab
2
23
16
13
10
0
5
10
15
20
25
Nilai Prestasi Kognitif
Fre
ku
ensi
40 - 49 50 - 59 60 - 69 70 - 79 80 - 89
Gambar 4.1. Histogram Distribusi Prestasi Belajar Kelas Virtual Lab
Prestasi belajar siswa yang diberi pembelajaran dengan metode inkuiri
terbimbing menggunakan media Real Lab terdistribusi seperti pada gambar 4.2.
Histogram Kelas Realab
5
13
19
25
2
0
5
10
15
20
25
30
Nilai Prestasi Kognitif
Frek
uens
i
40 - 49 50 - 59 60 - 69 70 - 79 80 - 89
Gambar 4.2. Histogram Distribusi Prestasi Belajar Real Lab
105
Histogram distribusi prestasi belajar kelas Virtual Lab (Gb. 4.1) dan kelas
Real Lab (Gb. 4.2) jika dibandingkan terdapat beberapa perbedaan dan persamaan.
Perbedaannya terdapat pada freukuensi nilai terbesar kelas Virtual Lab terdapat pada
rentang nilai 60 – 69 sebanyak 23 siswa sedangkan kelas Real Lab terdapat pada
rentang nilai 80 – 89 sebanyak 25 siswa. Persamaannya terdapat pada frekuensi nilai
terendah yaitu sebanyak 2 siswa masing-masnig terjadi pada rentang nilai 40 – 49
pada kelas Virtual Lab dan pada rentang nilai 80 – 89 pada kelas Real Lab. Untuk
nilai rata-rata prestasi konitif kelas Virtual Lab 67,73 dan kelas Real Lab 64,06.
Perbandingan keduanya tersaji secara jelas seperti pada gambar 4.3 boxplot of
kognitif.
B. Pengujian Prasyarat Analisis
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis, pada penelitian ini terlebih dahulu
dilakukan uji prasayarat analisis untuk mengetahui apakah sampel penelitian berasal
dari populasi yang berdistribusi normal dan variansinya homogen atau tidak. Untuk
uji prasyarat analisis meliputi uji normalitas dan uji homogenitas.
90
80
70
60
50
40
Nila
i Rat
a-ra
ta
Boxplot of Kognitif Virtualab
2
80
70
60
50
40
Nila
i Rat
a-ra
ta
Boxplot of Kognitif Realab
Kelas Virtual Lab Kelas Real Lab
Gambar 4.3. Diagram Box Plot perbandingan nilai rata-rata prestasi belajar kelas Virtual Lab dan Real Lab
67,73 64,06
106
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran penelitian berasal dari
populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini pengujian
normalitas menggunakan minitab 15 dengan metode probability plot dari Rian –
Joiner (RJ) pada taraf signifikansi α = 0,05 atau taraf kepercayaan 95 %. Pada
metode ini jika harga P – value data yang diperoleh lebih besar atau sama dengan α =
0,05 maka Ho diterima. Dengan kata lain bahwa data tersebut berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Data hasil uji normalitas kelas Virtual Lab dan Real Lab
seperti dipaparkan pada gambar berikut ini.
10090807060504030
99,9
99
959080706050403020105
1
0,1
Nilai Kognitif
Pers
enta
se
Mean 67,73StDev 10,32N 64RJ 0,994P-Value >0,100
Probability Plot of Kognitif Virtual Lab
10090807060504030
99,9
99
959080706050403020105
1
0,1
Nilai Kognitif
Pere
ntas
e
Mean 64,06
StDev 10,08N 64
RJ 0,988P-Value >0,100
Probability Plot of Kognitif Real Lab
Gambar 4.4.
Grafik Normalitas Prestasi
Belajar Virtual Lab
Gambar 4.5.
Grafik Normalitas
Prestasi Belajar Real
107
908070605040
99
9590
80706050403020
105
1
Nilai Kognitif Kelas Virtualab
Pers
enta
se
Mean 68,60StDev 9,532N 43RJ 0,994P-Value >0,100
Probability Plot of Gaya Belajar Visual
100908070605040
99
9590
80706050403020
105
1
Nilai Prestasi Belajar
Pers
enta
se
Mean 68,10StDev 11,05N 42RJ 0,990P-Value >0,100
Probability Plot of Gaya Belajar Kinestetik
10090807060504030
99,9
99
959080706050403020105
1
0,1
Nilai Prestasi Belajar
Pers
enta
se
Mean 64,04StDev 10,72N 65
RJ 0,994P-Value >0,100
Probability Plot of Gaya Berpikir Sekuensial
Gambar 4.7.
Grafik Normalitas Gaya Belajar Kinestetik
Gambar 4.8.
Grafik Normalitas
Gaya Berpikir
Sekuensial
Gambar 4.6.
Grafik Normalitas
Gaya Belajar Visual
108
10090807060504030
99,9
99
959080706050403020105
1
0,1
Nilai Prestasi Belajar
Pers
enta
se
Mean 67,82StDev 9,614N 63RJ 0,992P-Value >0,100
Probability Plot of Gaya Berpikir Acak
Rangkuman hasil uji normalitas untuk semua kelompok seperti pada tabel 4.4.
berikut ini.
Tabel 4.4. Rangkuman Hasil Uji Normalitas
Variabel Kelas RJ StDev P – Value Keputusan Uji Virtual Lab 0,994 10,32 > 0,100 Normal Prestasi
Belajar Real Lab 0,988 10,08 > 0,100 Normal Visual 0,994 9,532 > 0,100 Normal Virtual
Lab Kinestetik 0,981 11,82 > 0,100 Normal Visual 0,987 8,986 > 0,100 Normal
Gaya Belajar
Real Lab Kinestetik 0,985 10,73 > 0,100 Normal Sekuensial 0,987 9,294 > 0,100 Normal Virtual
Lab Acak 0,991 10,80 > 0,100 Normal Sekuensial 0,979 10,51 > 0,100 Normal
Gaya Berpikir
Real Lab Acak 0,986 9,345 > 0,100 Normal
Dari gambar 4.4 dan 4.5 menunjukkan hasil uji normalitas prestasi belajar
fisika kelas Virtual Lab dan kelas Real Lab diperoleh harga P – value > 0,100. Hasil
perhitungan tersebut menunjukkan bahwa semua harga P – value ≥ α = 0,05,
sehingga dapat dikatakan bahwa data prestasi belajar fisika aspek kognitif pada
kedua kelas eksperimen (Virtual Lab dan Real Lab) berasal dari populasi yang
berdistribusi normal.
Gambar 4.9.
Grafik Normalitas
Gaya Berpikir Acak
109
Gambar 4.6; 4.7; 4.8 dan 4.9 menunjukkan hasil uji normalitas gaya belajar
(visual dan kinestetik) maupun gaya berpikir (sekuensial dan acak) didapatkan p –
value ≥ α = 0,05. Ini berarti bahwa semua kelompok gaya belajar baik visual maupun
kinestetik, serta kelompok gaya berpikir baik sekuensial maupun acak berasal dari
populasi yang berdistribusi normal.
Setelah uji normalitas untuk kedua kelas eksperimen memenuhi kriteria
kenormalan maka dapat dilakukan uji selanjutnya yaitu uji homogenitas.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel penelitian
berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Uji homogenitas pada penelitian ini
menggunakan uji F dengan bantuan software minitab 15 dengan taraf signifikansi α =
0,05 atau taraf kepercayaan 95 %. Jika harga P – value data yang diperoleh dari
perhitungan lebih besar atau sama α = 0,05 maka Ho diterima. Artinya dapat
dikatakan bahwa data tersebut berasal dari populasi yang berdistribusi dengan
variansi yang homogen. Rangkuman hasil uji homogenitas tersaji seperti pada tabel
4.5 berikut ini.
Tabel 4.5. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas
Variabel Kelas Nilai Uji P – Value Keputusan Uji Virtual Lab 0,64 0,212 Homogen Prestasi
Belajar Real Lab 0,84 0,633 Homogen Visual Virtual
Lab Kinestetik 0,65 0,238 Homogen
Visual Gaya
Belajar Real Lab
Kinestetik 0,70 0,328 Homogen
Sekuensial Virtual Lab Acak
0,86 0,669 Homogen
Sekuensial Gaya
Berpikir Real Lab
Acak 1,24 0,547 Homogen
110
Kelas Gay a Belajar Gay a Berp ikir
Realab
Virtualab
Kinestetik
Visual
Kinestetik
Visual
Acak
Sekuensial
Acak
Sekuensial
Acak
Sekuensial
Acak
Sekuensial
353025201510595% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
Test Statistic 4,14P-Value 0,763
Test Statistic 0,53P-Value 0,809
Bartlett's Test
Levene's Test
Test for Equal Variances for Prestasi Belajar
Gambar 4.10. Grafik Test for Equal Variances : Kelas, Gaya Belajar dan Gaya
Berpikir
Realab
Virtualab
1312111098
Kel
as
95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
Realab
Virtualab
908070605040
Kel
as
Prestasi belajar
Test Statistic 1,05P-Value 0,855
Test Statistic 0,01P-Value 0,940
F-Test
Levene's Test
Test for Equal Variances for Prestasi Belajar
Gambar 4.11. Grafik Test for Equal Variances : Kelas versus Prestasi Belajar
Hasil pengujian homogenitas prestasi belajar fisika sebagaimana tercantum
pada tabel 4.5 di atas untuk kelas Virtual Lab diperoleh harga P – value = 0,212 dan
111
kelas Real Lab diperoleh harga P – value = 0,633. Hasil perhitungan tersebut
menunjukkan bahwa semua P – value ≥ α = 0,005, dengan demikian dapat dikatakan
bahwa prestasi belajar pada kelas Virtual Lab dan kelas Real Lab berasal dari
populasi yang berdistribusi dengan variansi yang homogen.
Hasil pengujian homogenitas gaya belajar untuk kelas Virtual Lab diperoleh
harga P – value = 0,238 dan kelas Real Lab diperoleh harga P – value = 0,328. Hasil
perhitungan tersebut menunjukkan bahwa semua P – value ≥ α = 0,005,
keputusannya dapat dikatakan bahwa kelompok gaya belajar pada kelas Virtual Lab
dan kelas Real Lab berasal dari populasi yang berdistribusi dengan variansi yang
homogen pula.
Hasil pengujian homogenitas gaya berpikir untuk kelas Virtual Lab diperoleh
harga P – value = 0,669 dan kelas Real Lab diperoleh harga P – value = 0,547. Hasil
perhitungan tersebut menunjukkan bahwa semua P – value ≥ α = 0,005, oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa kelompok gaya berpikir pada kelas Virtual Lab dan kelas
Real Lab keduanya berasal dari populasi yang berdistribusi dengan variansi yang
homogen.
Setelah pengujian data prestasi belajar untuk masing-masing kelas
aksperimen yaitu Virtual Lab dan Real Lab, gaya belajar dan gaya berpikir siswa
baik pada kelas Virtual Lab maupun kelas Real Lab dilakukan dengan hasil uji yang
menunjukkan bahwa semuanya telah memenuhi kriteria kehomogenan. Oleh karena
itu maka tahapan uji selanjutnya yaitu uji hipotesis dapat dilakukan.
112
C. Pengujian Hipotesis Penelitian
1. Uji Anava Tiga Jalan Sel Tak Sama
Pengujian hipotesis bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
pengaruh penggunaan metode pembelajaran inkuiri terbimbing menggunakan media
Virtual Lab dan Real Lab, gaya belajar visual dan kinestetik maupun gaya berpikir
sekuensial dan acak terhadap prestasi belajar fisika.
Alat uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis varians (anava)
tiga jalan (2x2x2) dengan frekuensi sel tak sama. Uji anava ini menggunakan uji F
dengan taraf signifikansi α = 0,05. Apabila harga Fhitung atau Fobservasi data yang
diperoleh ≥ Ftabel, atau P-Value ≤ α = 0,05 maka Ho ditolak artinya ada perbedaan
atau ada imteraksi.
Hasil uji anava menggunakan minitab 15 metode GLM seperti berikut.
General Linear Model: Prestasi versus Kelas; Gaya Belajar; Gaya Berpikir
Factor Type Levels Values Kelas fixed 2 1; 2 Gaya Belajar fixed 2 1; 2 Gaya Berpikir fixed 2 1; 2
Analysis of Variance for prestasi, using Adjusted SS for Tests
Source DF Seq SS Adj SS Adj MS F P Kelas 1 431,45 386,87 386,87 3,96 0,049 Gaya Belajar 1 301,68 185,00 185,00 1,89 0,171 Gaya Berpikir 1 452,41 788,29 788,29 8,07 0,005 Kelas*Gaya Belajar 1 23,49 5,86 5,86 0,06 0,807 Kelas*Gaya Berpikir 1 27,39 13,22 13,22 0,14 0,714 G.Belajar*G.Berpikir 1 563,87 560,39 560,39 5,74 0,018 Kelas*G.Belajar*G.Berpikir 1 23,23 23,23 23,23 0,24 0,627 Error 120 11723,17 11723,17 97,69 Total 127 13546,68
S = 9,88398 R-Sq = 13,46% R-Sq(adj) = 8,41%
Unusual Observations for Kognitif
Obs Kognitif Fit SE Fit Residual St Resid 20 42,5000 67,3000 1,9768 -24,8000 -2,56 R 53 45,0000 64,0000 3,1256 -19,0000 -2,03 R 72 82,5000 61,4773 2,1073 21,0227 2,18 R
R denotes an observation with a large standardized residual
113
Rangkuman hasil uji anava secara variansi seperti pada tabel 4.6 berikut ini.
Tabel 4.6. Rangkuman Hasil Uji Anava Tiga Jalan Sel Tak Sama
Sumber Variansi JK dk RK Fobs Fα p Keputusan Uji
Efek Utama
A 386,8746 1 386,8746 3,9601 3,910 < 0.05 Ho Ditolak
B 185,0035 1 185,0035 1,8937 3,910 > 0.05 Ho Diterima
C 788,2945 1 788,2945 8,0691 3,910 < 0.05 Ho Ditolak
Efek Interaksi
AB 5,8571 1 5,8571 0,0600 3,910 > 0.05 Ho Diterima
AC 13,2153 1 13,2153 0,1353 3,910 > 0.05 Ho Diterima
BC 560,3947 1 560,3947 5,7363 3,910 < 0.05 Ho Ditolak
ABC 23,2271 1 23,2271 0,2378 3,910 > 0.05 Ho Diterima
Galat 11723,1685 120 97,6931
Total 13686,0353 127
Berdasarkan perhitungan dengan metode general linear model (GLM)
menggunakan Minitab 15 sebagaimana tercantum di atas maupun dengan metode
manual menggunakan Excel 2003 seperti rangkuman hasil uji anava pada tabel 4.6 di
atas, dapat diputuskan sebagai berikut :
a. Efek utama dengan sumber variansi media pembelajaran (A), gaya berpikir (C),
dan efek interaksi dengan sumber variansi gaya belajar–gaya berpikir (BC),
menghasilkan Fhitung > Ftabel sehingga Ho ditolak. Artinya ada perbedaan yang
signifikan antara efek utama (media pembelajaran, gaya berpikir), dan efek interaksi
(gaya belajar – gaya berpikir).
114
b. Efek utama dengan sumber variansi gaya belajar (B), efek interaksi dengan
sumber variansi media pembelajaran–gaya belajar (AB), media pembelajaran–gaya
berpikir (AC), dan efek interaksi media pembelajaran–gaya belajar–gaya berpikir
(ABC) menghasilkan Fhitung < Ftabel sehingga Ho diterima. Artinya tidak terdapat
perbedaan yang signifikan dari interaksi media pembelajaran–gaya belajar, media
pembelajaran–gaya berpikir, dan media pembelajaran – gaya belajar – gaya berpikir
terhadap prestasi belajar fisika.
2. Uji lanjut Anava
Setelah dilakukan uji analisis varians maka tahapan selanjutnya adalah uji
lanjut anava yang menggunakan iju komparasi ganda dengan metode Scheffe. Uji
komparasi ganda bertujuan untuk mengetahui prbedaan rerata setiap pasangan baris,
setiap pasangan kolom dan setiap pasangan sel yang memiliki Ho ditolak.
Berdasarkan rangkuman uji anava pada tabel 4.6 di atas didapatkan bahwa yang
memiliki Ho ditolak adalah variabel media pembelajaran (A), gaya berpikir (C) dan
gaya belajar – gaya berpikir (BC). Rangkuman hasil uji komparasi ganda seperti
pada tabel 4.7.
Berdasarkan rangkuman hasil perhitungan analisis varians pada tabel 4.7,
dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Terdapat beda rerata yang signifikan pada A1 – A2, C1 – C2, B1 C1 – B2C2, B2C1 –
B2C2.
b. Tidak terdapat beda rerata yang signifikan pada B1C1 – B1C2, B1C1 – B2C1, B1C2
– B2C1, dan B1C2 – B2C1.
115
Tabel 4.7 Rangkuman Hasil Uji Lanjut Anava
Sumber Variansi ΣX N Rerata
X RKG Fhitung Fα Kepu- tusan
Keputu- san Uji
BARIS A FA1-A2
A1 4.335,0 64 67,73 97,69
A2 4.100,0 64 64,06 97,69 4,4163 3,91
Ho Ditolak
Signi- fikan
KOLOM C FC1-C2 C1 4.162,5 65 64,04
C2 4.272,5 63 67,82
97,69 4,6766 3,91
Ho Ditolak
Signi- fikan
INTER- AKSI BC FB1C1-B1C2 0,067 3,91
Ho Diterima
Tidak Signifikan
B1C1 3.035,0 47 64,57 FB1C1-B2C1 0,499 3,91 Ho Diterima
Tidak Signifikan
B1C2 2.540,0 39 65,13 FB1C1-B2C2 9,426 3,91 Ho Ditolak
Signifikan
B2C1 1.127,5 18 62,64 FB1C2-B2C1 0,781 3,91 Ho Diterima
Tidak Signifikan
B2C2 1.732,5 24 72,19 FB1C2-B2C2 0,021 3,91 Ho Diterima
Tidak Signifikan
97,69
FB2C1-B2C2 9,599 3,91 Ho Ditolak
Signifikan
D. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Hiptesis Pertama
H0,A : Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi pembelajaran
fisika dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan Virtual Lab dan Real
Lab.
H1,A : Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi pembelajaran fisika
dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan Virtual Lab dan Real Lab.
Hasil perhitungan uji analisis varians tiga jalan sel tak sama seperti pada tabel
4.6 di atas untuk efek utama A diperoleh Fhitung = 3,9601 ≥ Ftabel = 3,91 atau P-Value
116
= 0,049 ≤ α = 0,05 sehingga H0A ditolak, artinya ada perbedaan antara pembelajaran
metode inkuiri terbimbing menggunakan media Virtual Lab dan Real Lab terhadap
prestasi belajar fisika pada materi listrik dinamik. Hasil ini juga dikuatkan dengan
grafik analisys of mean seperti tersaji pada gambar 4.12.
R e a lL a bV i r t u a l L ab
6 8
6 7
6 6
6 5
6 4
6 3
Mea
n 6 5 ,8 9 8
6 4 ,1 1 4
6 7 ,6 8 3
A lp h a = 0 , 0 5A n a lis y s O f M e a n P re s ta s i B e la ja r
Gambar 4.12 Grafik Analisys of Mean Kelas terhadap Prestasi
Hasil perhitungan komparansi ganda dengan metode Scheffe seperti pada
tabel 4.7 di atas untuk variansi baris (A) diperoleh Fhitung = 4,4163 ≥ Ftabel = 3,91. Ini
artinya ada beda rerata yang signifikan antara siswa yang belajar dengan metode
inkuiri terbimbing menggunakan media Virtual Lab (A1) dengan siswa yang belajar
dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan media Real Lab (A2)
Siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing
menggunakan media Virtual Lab memperoleh prestasi belajar fisika lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan metode inkuiri
terbimbing menggunakan media Real Lab. Fakta ini menguatkan pendapat bahwa
siswa yang belajar menggunakan media Virtual Lab lebih mudah dalam mempelajari
117
dan memahami konsep-konsep pada materi pelajaran listrik dinamik dibandingkan
menggunakan media Real Lab.
Peran penggunaan media Virtual Lab electricity yang dipandu menggunakan
student worksheet dapat memudahkan siswa dalam menangkap dan mengolah
informasi berupa konsep dan prinsip fisika yang diajarkan. Selama belajar
menggunakan media animasi Virtual Lab, siswa menjadi termotivasi untuk lebih
menekuni materi yang disajikan serta dengan adanya variasi warna dari beberapa
instrumen listrik, kemudahan merangkai peralatan secara bebas yang disediakan pada
software ini cukup dengan melakukan drag & dropt, dapat menambah kemampuan
siswa dalam menyusun rangkaian listrik sesuai dengan konsep yang dipelajari.
Kemudahan ini didukung dengan jaminan tidak adanya resiko yang
membahayakan seperti hubungan singkat (koursleting) berupa terbakar, putus atau
pecah akibat salah hubung atau salah rangkai. Jaminan kemudahan tersebut
merangsang siswa untuk memunculkan sikap berani mencoba dengan tanpa ada rasa
khawatir takut berbuat kesalahan. Dan apabila suatu saat terjadi kekeliruan atau
kesalahan dalam menemukan susunan rangkaian listrik yang dikehendaki dalam
pembelajaran (kurang sesuai dengan sub konsep yang dipelajari), siswa dengan
mudah menemukan sendiri kesulitan tersebut. Sehingga dengan sedikit bantuan
petunjuk guru atau teman kelompoknya, siswa dapat menemukan pengertian yang
sebenarnya dari konsep atau prinsip fisika yang sedang dipelajari.
Perangkat kit listrik animasi yang dikemas secara interaktif seperti pada
software electricity ini lebih mempercepat kerja laboratorium siswa sehingga tiap-
tiap pertemuan dalam pembelajaran dengan durasi antara 1 jam (45 menit) sampai 2
118
jam (2x45 menit), hampir semua kelompok kerja dapat menyelesaikan diskusinya
sesuai alokasi waktu yang disediakan pada skenario pembelajaran. Sehingga tiap-tiap
pertemuan dapat melakukan diskusi kelas untuk menarik kesimpulan yang berupa isi
dari konsep yang sedang dipalajari. Dan apabila terdapat salah satu atau beberapa
siswa anggota kelompok tertentu yang masih belum dapat menuntaskan
pekerjaannya di kelas, mereka dapat melanjutkan sendiri di rumah khususnya bagi
siswa yang memiliki fasilitas personal komputer (PC), karena software Virtual Lab
electricity ini bebas dikopi (free softcopy) oleh siswa. Dengan demikian mereka
dapat mengulang-ulang hingga mendapatkan rangkaian secara benar dan teliti dari
konsep ilmu yang sedang dipelajari. Pendek kata bahwa media Virtual Lab
merupakan suatu alternatif yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran efektif
di kelas.
Sedangkan pada pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing yang
berlangsung menggunakan media Real Lab (kit listrik) yang sama-sama dipandu
menggunakan student worksheet, sebenarnya juga dapat memudahkan siswa dalam
memahami dan menemukan konsep fisika yang sedang dipelajari dibandingkan
dengan tanpa bantuan media alat laboratorium. Namun pada pelaksanaan
pembelajaran banyak ditemukan hambatan atau kendala-kendala, diantaranya (1)
siswa masih banyak mengalami kesulitan dalam merangkai instrumen listrik secara
manual meskipun sudah dimudahkan dengan bantuan papan rangkai (circuit board)
sebagai pengganti kabel penghubung (konektor); (2) siswa dihantui perasaan takut
berbuat salah terlebih ketika mengetahui kejadian yang dialami oleh salah satu
kelompok kerja lain sehingga terjadi hubungan singkat (koursleting) yang dapat
119
mengakibatkan hambatan lampu yang digunakan putus; (3) kefaalan yang terdapat
pada alat-alat listrik yang diperlukan seperti basik meter, shunt, multiplier, lamp
holder, saklar dan lainnya sering terjadi pada saat rangkaian sudah benar namun
jarum ammeter atau voltmeter belum bergerak; (4) ketersediaan peralatan
laboratorium yang terbatas jumlahnya, memaksa siswa hanya dapat menggunakan
alat-alat tersebut di laboratorium sekolah dan tidak bisa diulang sendiri di rumah; (5)
ketidakpahaman siswa terhadap sistem koneksi yang tersembunyi di dalam papan
rangkai (circuit board) memerlukan waktu yang relatif lama bagi siswa untuk dapat
menemukan rangkaian yang sesuai secara benar, sehingga kelompok diskusi mereka
harus berjibaku melakukan coba-coba benar salah sementara waktu sudah harus
berakhir.
Beberapa kendala tersebut di atas mengakibatkan pada pembelajaran dengan
metode inkuiri terbimbing menggunakan media Real Lab pada materi listrik dinamik
melahirkan beberapa kelemahan diataranya memerlukan waktu yang relatif lama
sehingga kurang efektif, sering terjadi tiap pertemuan dalam pembelajaran tidak
dapat menyisakan waktu untuk diskusi kelas dalam menarik kesimpulan, dan bahkan
beberapa kelompok kerja tertentu belum berhasil menjawab beberapa pertanyaan
dalam student worksheet yang disediakan dikarenakan kelompok kerja mereka belum
berhasil menemukan rangkaian yang benar.
Beberapa kelemahan di atas itulah yang barangkali menghambat proses
penemuan konsep atau prinsip fisika yang sedang dipelajari sehingga melahirkan
prestasi hasil belajar yang lebih rendah dibandingkan dengan kelas Virtual Lab.
120
2. Hiptesis Kedua
H0,B : Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki gaya
belajar visual dan kinestetik.
H1,B : Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa yang memiliki gaya belajar
visual dan kinestetik.
Hasil perhitungan uji analisis varians tiga jalan sel tak sama seperti pada tabel
4.6 di atas untuk efek utama kolom (B) diperoleh Fhitung = 1,8937 ≤ Ftabel = 3,91 atau
P-Value = 0,171 ≥ α = 0,05 sehingga H0B tidak ditolak, artinya tidak ada perbedaan
prestasi belajar fisika antara siswa yang memiliki gaya belajar visual dan siswa yang
memiliki gaya belajar kinestetik pada materi listrik dinamik. Hasil ini juga dikuatkan
dengan grafik analisys of mean seperti dipaparkan pada gambar 4.13 berikut ini.
K in e s te tikV is u a l
7 0
6 9
6 8
6 7
6 6
6 5
6 4
6 3
6 2
G a y a B e la ja r
Mea
n
6 5 , 8 9 8
6 3 , 0 0 5
6 8 , 7 9 2
O n e - W a y N o r m a l A N O M f o r K o g n itifA lp h a = 0 ,0 5
Gambar 4.13 Grafik Analisys of Mean Gaya Belaja terhadap Prestasi
Berdasarkan grafik di atas menunjukkan bahwa baik gaya belajar visual
maupun kinestetik tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi
belajar. Pada kelas Virtual Lab baik visualisasi maupun gerakan anggota tubuh
121
sangat dibutuhkan, sedangkan pada kelas Real Lab lebih mementingkan gerakan dan
tindakan (kinestetik) dari pada visualisasi.
Institute for Learning Styles Journal Volume 1, Fall 2008 Page 37 dalam
Riyanti (2008) diungkapkan “findings indicated that the learning styles of students
may fluctuate within the context of a course from concept to concept, or lesson to
lesson”. Dalam jurnal tersebut diungkapkan bahwa gaya belajar siswa berfluktuasi
tergantung kepada konteks pembelajaran dari konsep ke konsep dan dari satu
pelajaran ke pelajaran lainnya. Dalam jurnal ini juga diungkapkan bahwa setiap
orang memiliki kecenderungan gaya belajar yang berbeda-beda bergantung pada
materi yang diajarkan, tidak semua materi pelajaran akan memberikan hasil yang
sama jika diajarkan dengan cara yang sama. Berdasarkan pernyataan tersebut dalam
penelitian ini siswa dapat menyesuaikan gaya belajarnya dengan model pembelajaran
yang sedang diberlakukan sehingga tidak ada pengaruh gaya belajar dengan prestasi
belajar siswa.
3. Hipotesis Ketiga
H0,C : Tidak ada perbedaan prestasi belajar antara siswa dengan gaya berpikir
sekuensial dan acak.
H1,C : Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa dengan gaya berpikir
terhadap sekuensial dan acak
Hasil perhitungan uji analisis varians tiga jalan sel tak sama diperoleh Fhitung
= 8,0691 ≥ Ftabel = 3,91 atau P-Value = 0,005 ≥ α = 0,05 sehingga H0C ditolak,
artinya ada perbedaan prestasi belajar fisika antara siswa yang memiliki gaya
berpikir sekuensial dan siswa yang memiliki gaya berpikir acak pada materi listrik
122
dinamik. Hasil ini juga dikuatkan dengan grafik analisys of mean seperti pada
gambar 4.14 berikut ini.
A cakSekuensia l
6 9
6 8
6 7
6 6
6 5
6 4
6 3
Gaya B e rpikir
Mea
n
6 5 ,89 8
6 3 ,82 7
6 7 ,97 0
A lpha = 0,05A nalisys of M ean for P re sta si B ela ja r
Gambar 4.14 Grafik Analisys of Mean Gaya Berpikir terhadap Prestasi
Berdasarkan grafik di atas menunjukkan bahwa siswa yang memiliki gaya
berpikir acak (dominansi otak kanan) mendapatkan prestasi lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial (dominansi otak
kiri). Hasil uji komparasi ganda dengan uji Scheffe menghasilkan Fhitung = 4,6766 ≥
Ftabel = 3,91. Ini artinya bahwa gaya berpikir memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi belajar fisika pada materi listrik dinamik.
4. Hipotesis Keempat
H0,AB : Tidak ada interaksi antara metode inkuiri terbimbing menggunakan
Virtual Lab dan Real Lab dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar
siswa.
H1,AB : Ada interaksi antara metode inkuiri terbimbing menggunakan Virtual Lab
dan Real Lab dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa.
123
Hasil perhitungan uji analisis varians tiga jalan sel tak sama diperoleh Fhitung
= 0,0600 ≤ Ftabel = 3,91 atau P-Value = 0,807 ≥ α = 0,05 sehingga H0,AB tidak ditolak,
artinya tidak ada interaksi antara metode inkuiri terbimbing menggunakan Virtual
Lab dan Real Lab dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar fisika pada materi
listrik dinamik. Hasil ini juga dikuatkan dengan grafik Interaction plot for Kelas &
Gaya Belajar seperti pada gambar 4.15 berikut ini.
21
70
69
68
67
66
65
64
63
62
Ga ya B e la ja r
Mea
n
Vir tu alabR ealab
Kelas
Inte ra c tion P lot for K e la s & Ga ya B e la ja r
Gambar 4.15 Grafik Interaction Plot for Kelas & Gaya Belajar terhadap Prestasi
Berdasarkan grafik di atas menunjukkan bahwa antara kelas dan gaya belajar
tidak memberikan pengaruh secara bersamaan terhadap prestasi belajar. Tidak
ditolaknya hipotesis nol ini karena gaya belajar yang dimiliki siswa cenderung
berubah menyesuaikan media yang digunakan dalam pembelajaran. Siswa yang
memiliki gaya belajar visual tetap akan memperoleh prestasi yang sama meskipun
diberikan pembelajaran dengan media Virtual Lab maupun Real Lab. Demikian juga
siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik juga akan tetap memperoleh prestasi
124
yang sama meskipun diberikan pembelajaran menggunakan media Virtual Lab
maupun Real Lab.
5. Hipotesis Kelima
H0,AC : Tidak ada interaksi antara metode inkuiri terbimbing menggunakan
Virtual Lab dan Real Lab dengan gaya berpikir terhadap prestasi belajar
siswa.
H1,AC : Ada interaksi antara metode inkuiri terbimbing menggunakan Virtual Lab
dan Real Lab dengan gaya berpikir terhadap prestasi belajar siswa.
Hasil perhitungan uji analisis varians tiga jalan sel tak sama diperoleh Fhitung
= 0,1353 ≤ Ftabel = 3,91 atau P-Value = 0,714 sehingga H0,AC tidak ditolak, artinya
tidak ada interaksi antara metode inkuiri terbimbing menggunakan Virtual Lab dan
Real Lab dengan gaya berpikir terhadap prestasi belajar fisika pada materi listrik
dinamik. Hasil ini juga dikuatkan dengan grafik Interaction Plot for Kelas & Gaya
Berpikir seperti pada gambar 4.16 berikut ini.
21
70
69
68
67
66
65
64
63
62
61
Ga ya B e rpikir
Mea
n
Vir tu alabR ealab
Kelas
Inte ra c tion P lot for K e la s & Ga ya B e rpikir
Gambar 4.15 Grafik Interaction Plot for Kelas & Gaya Berpikir terhadap Prestasi
125
Tidak ditolaknya hipotesis nol (H0,AC) ini terjadi karena gaya berpikir yang
dimiliki siswa merupakan kecenderungan dominansi kerja otak (kiri atau kanan)
dalam memproses informasi secara seimbang sehingga menghasilkan suatu solusi
yang paling efektif dalam berbagai kondisi yang berbeda (Bobby DePorter,
2008:124). Kecenderungan dominansi kerja otak ini merupakan faktor genotip
alamiah dengan bakat ogan yang dibawa semenjak anak itu lahir ke dunia, kemudian
tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi lingkungan tempat anak berada.
Sehingga siswa yang mempunyai kecenderungan berpikir dengan dominansi otak kiri
akan memperoleh prestasi yang sama meskipun diberi pembelajaran dengan media
yang berbeda.
Demikian juga tidak ada perbedaan prestasi untuk siswa yang mempunyai
kecenderungan berpikir dengan dominansi otak kanan bila diberi pembelajaran
dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan media Virtual Lab maupun
menggunakan media Real Lab.
6. Hipotesis Keenam
H0,BC : Tidak ada interaksi antara gaya belajar dengan gaya berpikir terhadap
prestasi belajar siswa.
H1,BC : Ada interaksi antara gaya belajar dengan gaya berpikir terhadap prestasi
belajar siswa.
Hasil perhitungan uji analisis varians tiga jalan sel tak sama diperoleh Fhitung
= 5,7363 ≥ Ftabel = 3,91 atau P-Value = 0,018 ≤ α = 0,05, sehingga H0,BC ditolak,
artinya ada interaksi antara gaya belajar dengan gaya berpikir terhadap prestasi
belajar fisika pada materi listrik dinamik. Hasil ini juga dikuatkan dengan grafik
126
Interaction Plot for Gaya Belajar dan Gaya Berpikir seperti pada gambar 4.17
berikut ini.
21
72
70
68
66
64
62
Gaya Berpikir
Mea
n
VisualKinestetik
Gaya Belajar
Interaction Plot for Gaya Belajar & Gaya Berpikir
Gambar 4.17 Grafik Interaction Plot for G. Belajar dan G. Berpikir terhadap Prestasi
Berdasarkan grafik di atas menunjukkan bahwa antara gaya belajar dan gaya
berpikir yang dimiliki siswa memberikan pengaruh secara bersamaan terhadap
prestasi belajar fisika pada materi listrik dinamik.
Ditolaknya H0,BC ini karena gaya belajar memiliki hubungan yang sinergis
pada individu siswa sehingga keduanya saling menguatkan. “Gaya belajar
merupakan kombinasi bagaimana cara yang dilakukan seseorang dalam menyerap
informasi dengan mudah” (Bobbi DePorter, 2008). Dalam hal ini mencakup faktor-
faktor fisik, emosional, sosiologis dan kondisi lingkungan. Sedangkan gaya berpikir
merupakan kondisi biologis dominansi sel-sel otak yang bekerja dalam mengatur dan
mengolah informasi yang telah diterima ketika seseorang sedang belajar. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa gaya belajar dan gaya berpikir bekerja secara
127
berurutan dalam mengambil langkah-langkah penting dalam membantu diri
seseorang untuk bisa belajar lebih cepat dan lebih mudah Siswa yang memiliki
visual-sekuensial-learners akan memiliki prestasi yang berbeda dengan siswa yang
memiliki visual-acak-learners ketika diberikan pembelajaran menggunakan media
yang sama. Demikian juga antara siswa kinestetik -sekuensial-learners dengan siswa
kinestetik-acak-learners akan mendapatkan prestasi yang berbeda meskipun
diberikan pembelajaran menggunakan media yang sama.
Perhitungan komparasi ganda dengan metode Scheffe diperoleh hasil sebagai
berikut :
a. Terdapat perbedaan rerata prestasi belajar fisika yang signifikan dari :
1). Interaksi antara siswa yang memiliki gaya belajar visual dan gaya berpikir
sekuensial (visual-sekuensial-learners) dengan siswa yang memiliki gaya belajar
kinestetik dan gaya berpikir acak (kinestetik-acak-learners) dengan Fhitung = 9,4255 ≥
Ftabel = 3,91 sehingga Ho ditolak.
2) Interaksi antara siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik dan gaya berpikir
sekuensial (kinestetik-sekuensial-learners) dengan siswa yang memiliki gaya belajar
kinestetik dan gaya berpikir acak (kinestetik-acak-learners) dengan Fhitung = 9,5996 ≥
Ftabel = 3,91 sehingga Ho ditolak.
b. Tidak terdapat perbedaan rerata prestasi belajar fisika yang signifikan dari :
1). Interaksi antara siswa yang memiliki gaya belajar visual dan gaya berpikir
sekuensial (visual-sekuensial-learners) dengan siswa yang memiliki gaya belajar
visual dan gaya berpikir acak (visual-acak-learners) dengan Fhitung = 0,0669 ≤ Ftabel =
3,91 sehingga Ho tidak ditolak.
128
2). Interaksi antara siswa yang memiliki gaya belajar visual dan gaya berpikir
sekuensial (visual-sekuensial-learners) dengan siswa yang memiliki gaya belajar
kinestetik dan gaya berpikir sekuensial (kinestetik-sekuensial-learners) dengan Fhitung
= 0,4991 ≤ Ftabel = 3,91 sehingga Ho tidak ditolak.
3). Interaksi antara siswa yang memiliki gaya belajar visual dan gaya berpikir acak
(visual-acak-learners) dengan siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik dan gaya
berpikir sekeunsial (kinestetik-sekuensial-learners) dengan Fhitung = 0,7812 ≤ Ftabel =
3,91 sehingga Ho tidak ditolak.
4). Interaksi antara siswa yang memiliki gaya belajar visual dan gaya berpikir acak
(visual-acak-learners) dengan siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik dan gaya
berpikir acak (kinestetik-acak-learners) dengan Fhitung = 0,0212 ≤ Ftabel = 3,91
sehingga Ho tidak ditolak.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari hipotesis keenam ini adalah siswa yang
memiliki kinestetik-acak-learners cenderung memiliki rata-rata prestasi lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang meimiliki visual-sekuensial-learners. Demikian
juga siswa yang memiliki kinestetik-acak-learners cenderung memiliki rata-rata
prestasi lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang memiliki kinestetik-sekuensial-
learners.
7. Hipotesis Ketujuh
H0,ABC : Tidak ada interaksi antara pembelajaran dengan metode inkuiri
terbimbing menggunakan Virtual Lab dan Real Lab, gaya belajar dan
gaya berpikir terhadap prestasi belajar siswa.
129
H1,ABC : Ada interaksi antara pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing
menggunakan Virtual Lab dan Real Lab, gaya belajar dan gaya berpikir
terhadap prestasi belajar siswa.
Hasil perhitungan uji analisis varians tiga jalan sel tak sama diperoleh Fhitung
= 0,2378 ≤ Ftabel = 3,91 atau P-Value = 0,627 ≥ α = 0,05, sehingga H0,ABC tidak
ditolak, artinya tidak ada interaksi antara metode inkuiri terbimbing menggunakan
media Virtual Lab dan Real Lab, gaya belajar dan gaya berpikir terhadap prestasi
belajar fisika pada materi listrik dinamik. Hasil ini juga dikuatkan dengan grafik
Interaction Plot for Kelas, Gaya Belajar dan Gaya Berpikir seperti pada gambar
4.18 berikut.
21 21
70
65
60
70
65
60
Kelas
Gay a Bela ja r
Gay a Berp ikir
(1) Virtualab(2) Realab
Kelas
(1) Sekuens ial(2) Ac ak
Gaya Berpikir
(1) Visual(2) Kines tetik
Gaya Belajar
Interaction Plot of K elas, Gaya Belajar, Gaya Berpikir
Gambar 4.18 Grafik Interaction Plot for Kelas, Gaya Belajar dan Gaya Berpikir
terhadap Prestasi
Berdasarkan grafik tersebut diatas menunjukkan bahwa baik siswa yang
memiliki gaya belajar visual maupun kinestetik cenderung memperoleh prestasi lebih
tinggi jika diberi pembelajaran dengan media Virtual Lab dari pada Real Lab.
Demikian juga siswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial maupun acak
cenderung memperoleh prestasi lebih tinggi jika diberikan pembelajaran
130
menggunakan media Virtual Lab dari pada Real Lab. Ini dapat disimpulkan bahwa
siswa lebih cocok belajar dengan media Virtual Lab dari pada Real Lab.
E. Hasil Penelitian Aspek Afektif dan Psikomotor
Sistem penilaian yang diamanatkan pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) ditetapkan terdiri tiga aspek yanitu kognitif, afektif dan
psikomotor. Oleh karena itu berikut ini akan diuraikan hasil penelitian untuk data
prestasi belajar fisika aspek afektif dan psikomotor.
1. Data Prestasi Belajar aspek afektif
Tabel 4.8. Nilai Rerata Prestasi Belajar Afektif
Visual Kinestetik Kelas
Sekuensial Acak Sekuensial Acak Rerata Total
StDev
Virtual Lab
81,20 74,51 77,13 80,00 78,21 6,32
Real Lab 77,61 75,48 78,28 75,48 76,71 7,79
Tabel 4.9. Nilai Minimum dan Maksimum Prestasi Belajar Afektif
Berdasarkan tabel 4.10 dan 4.11 di atas menunjukkan bahwa prestasi aspek
psikomotor pada kelas Virtual Lab nilai terendah 70,00, nilai tertinggi 98,13, nilai
rata-rata 86,24 dan standar deviasi 6,32. Untuk prestasi aspek psikomotor pada kelas
Real Lab nilai terendah 70,00, nilai tertinggi 95,00, nilai rata-rata 83,80 dan standar
deviasi 6,23.
Dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar aspek psikomotor siswa pada kelas
Virtual Lab lebih tinggi dari pada siswa kelas Real Lab. Fakta ini terjadi karena
132
siswa yang belajar menggunakan media Virtual Lab memiliki skill (keahlian) yang
tinggi dari pada menggunakan alat-alat di laboratorium real. Perlu ditegaskan bahwa
keahlian tinggi yang dimiliki siswa pada kelas Virtual Lab berupa softskill berupa
ketrampilan merangkai alat-alat listrik tiruan menggunakan operasi komputer.
Sedangkan untuk kelas Real Lab tetap memiliki keahlian Hardskill berupa
ketrampilan merangkai alat-alat listrik secara nyata meskipun secara data tidak
memperoleh nilai psikomotor yang tinggi.
F. Keterbatasan Penelitian
Pada pelaksanaan penelitian ini sudah diupayakan semaksimal mungkin
untuk mendapatkan hasil penelitian yang optimal sebagaimana yang dituangkan pada
pembahasan di atas dengan meminimalisir kekurangan dan atau kesalahan yang
mungkin terjadi. Namun demikian penulis menyadari akan beberapa keterbatasan
yang menyebabkan hasil penelitian ini menjadi kurang sempurna. Keterbatasan yang
dimaksud antara lain meliputi:
1. Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengambilan data berupa angket gaya
belajar fisika, tes prestasi belajar (kognitif), angket penilaian afektif, lembar
observasi performance test semuanya belum merupakan instrumen standar. Karena
instrumen tersebut di atas disusun dan dikembangkan oleh penulis sendiri dan baru
diujicobakan satu kali sehingga masih memerlukan uji coba dan analisa yang lebih
banyak agar benar-benar standar.
2. Waktu pelaksanaan penelitian yang terbatas menyesuaikan dengan jam pelajaran
sesuai aturan akademik pada standar isi KTSP, yaitu untuk mapel fisika kelas X
133
hanya 1 x 2 jam pertemuan (90 menit) tiap minggu. Sehingga pengaruh perlakuan
yang diberikan belum membawa dampak yang signifikan.
3. Penggunaan metode pembelajaran inkuiri menggunakan media Virtual Lab
maupun Real Lab masih dianggap baru (belum terbiasa) baik bagi guru maupun
siswa sehingga belum dapat mengungkap kemampuan siswa secara maksimal.
4. Variabel gaya belajar dalam penelitian ini diambil hanya dua kategori yaitu
visual dan kinestetik, sedangkan auditorial tidak dilibatkan sehingga penulis belum
mendapatkan kesimpulan pengaruhnya terhadap prestasi belajar fisika. Demikian
juga variabel gaya berpikir sekuensial dan acak masing-masing masih bisa
dikategorikan lagi menjadi dua macam yaitu abstrak dan kongkrit sehingga penulis
belum dapat menemukan dan menyimpulkan pengaruh masing-masing kategori
tersebut terhadap prestasi belajar fisika.
5. Sampel penelitian ini adalah siswa kelas X SMA Negeri 1 Kebumen tahun
pelajaran 2008/2009. Penulis berpendapat apabila eksperimen dilakukan pada subyek
lain dapat menghasilkan keputusan yang berbeda. Hal ini wajar terjadi karena
karakteristik yang dimiliki masing-masing sampel berbeda sehingga hasil penelitian
ini belum dapat digeneralisasikan secara universal untuk semua sampel.
6. Lembar Kerja Siswa (Student Worksheet) yang digunakan dalam pembelajaran
menggunakan pengantar bahasa inggris untuk menyesuaikan dengan program RSBI
berbasis mata. Sehingga dikhawatirkan masih banyak siswa yang kesulitan dengan
pengantar bahasa inggris dalam pelajaran fisika. Dan ini bisa mempengaruhi kurang
optimalnya proses pembelajaran yang dilakukan.
134
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan pada
bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Siswa yang belajar menggunakan media Virtual Lab memperoleh rata-rata
prestasi belajar fisika lebih tinggi (67,73) dibandingkan dengan siswa yang belajar
menggunakan media Real Lab (64,06). Hal ini karena media Virtual Lab lebih
memberikan kemudahan kepada siswa dalam memahami konsep listrik dinamik.
Sehingga ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara pembelajaran inkuiri
terbimbing menggunakan media Virtual Lab dan Real Lab pada materi listrik
dinamik.
2. Siswa visual learners memperoleh rata-rata prestasi yang sama dengan siswa
kinestetik learners meskipun diberikan pembelajaran dengan media yang berbeda.
Dapat dismpulkan tidak ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan antara siswa
visual learners dan kinestetik learners pada materi listrik dinamik.
3. Pemikir acak memperoleh rata-rata prestasi lebih tinggi dari pada pemikir
sekuensial baik pada kelas Virtual Lab maupun Real Lab. Ada perbedaan prestasi
belajar antara siswa yang memiliki gaya berpikir sekuensial (otak kiri) dengan siswa
yang memiliki gaya berpikir acak (otak kanan) pada materi listrik dinamik.
4. Siswa visual learners pada kelas Virtual Lab memperoleh prestasi yang sama
dengan siswa visual learners pada kelas Real Lab. Demikian juga siswa kinestetik
135
learners pada kelas Virtual Lab memperoleh prestasi yang sama dengan siswa
kinestetik learners pada kelas Real Lab. Tidak ada interaksi antara media Virtual Lab
dan Real Lab dengan gaya belajar terhadap prestasi belajar pada materi listrik
dinamik.
5. Siswa pemikir sekuensial pada kelas Virtual Lab memperoleh prestasi yang sama
dengan siswa pemikir sekuensial pada kelas Real Lab. Demikian juga siswa pemikir
kanan pada kelas Virtual Lab memperoleh prestasi yang sama dengan siswa pemikir
kanan pada kelas Real Lab. Tidak ada interaksi antara penggunaan media Virtual Lab
dan Real Lab dengan gaya berpikir terhadap prestasi belajar pada materi listrik
dinamik.
6. Siswa kinestetik-acak-learners cenderung memiliki rata-rata prestasi lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa visual-sekuensial-learners. Demikian juga siswa yang
memiliki kinestetik-acak-learners cenderung memiliki rata-rata prestasi lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa yang meimiliki kinestetik-sekuensial-learners. Jadi ada
interaksi antara gaya belajar dan gaya berpikir terhadap prestasi belajar pada materi
listrik dinamik.
7. Penggunaan media Virtual Lab dan Real Lab, gaya belajar dan gaya berpikir
siswa tidak memberikan pengaruh secara bersamaan terhadap prestasi belajar fisika.
Tidak ada interaksi antara penggunaan media Virtual Lab dan Real Lab, gaya belajar
dan gaya berpikir terhadap prestasi belajar pada materi listrik dinamik.
136
B. Implikasi
1. Implikasi teoritis dari penelitian ini antara lain:
a. Efektifitas pembelajaran dapat diciptakan dengan merancang metode dan media
yang disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran yang akan diberikan. Secara
empirik telah terbukti bahwa pembelajaran fisika pada materi listrik dinamik jika
disampaikan dengan metode inkuiri terbimbing dan dilakukan di laboratorium
menghasilkan prestasi yang berbeda antara yang dilakukan di laboratorium real
dengan virtual. Temuan ini bisa dijadikan sebagai pertimbangan untuk replikasi
pembelajaran fisika pada materi lainnya yang sejenis dengan listrik.
b. Pembelajaran yang diberikan dengan mempertimbangkan karakteristik siswa
khususnya gaya berpikir (mind style) dapat mempengaruhi prestasi belajar fisika.
Siswa pemikir acak (otak kanan) terbukti meraih rata-rata dan nilai tertinggi dari
pada siswa pemikir kiri. Temuan ini sangat berarti untuk menyusun kiat-kiat dalam
mempertahankan dan meningkatkan prestasi belajar siswa hingga mencapai kreteria
ketuntasan minimal yang lebih tinggi.
c. Pembelajaran fisika untuk konsep-konsep yang abstrak membutuhkan media
pembelajaran yang sederhana, interaktif, kompatebel, praktis dan menyenangkan
seperti virtual lab untuk membangkitkan ketertarikan siswa dalam mempelajarinya.
d. Penerapan pembelajaran dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan media
Virtual Lab maupun Real Lab dapat meningkatkan interaksi aktif antar siswa baik
secara fisik, emosional maupun intelektual.
137
2. Implikasi praktis dari penelitian ini antara lain:
a. Penggunaan komputer sebagai media pembelajaran fisika dengan animasi
interaktif yang dikemas menarik menyerupai peralatan yang sesungguhnya dapat
mempertajam pemahaman siswa, mengurangi beban mental siswa, secara ekonomi
lebih murah dan bisa digunakan kapan saja.
b. Penerapan metode inkuiri terbimbing mendorong siswa lebih berani dan terlibat
secara aktif dalam merencanakan dan melakukan percobaan, mengambil data dan
menarik kesimpulan. Situasi belajar semacam ini sangat dianjurkan karena lebih
memberikan makna dan dapat memunculkan kecakapan hidup (life skill) yang
dimiliki siswa.
c. Pelayanan kepada siswa yang sesuai dengan gaya belajar mereka masing-masing
akan membantu menemukan cara dan mempercepat pemrosesan informasi pelajaran
sesuai dengan gaya berpikirnya. Jika kondisi ini dibiasakan dan lebih diperhatikan
oleh guru sebelum melakukan pembelajaran diharapkan akan mendapatkan hasil
belajar yang lebih baik bahkan kemungkinan lebih mengagumkan (spectaculer).
C. Saran
1. Untuk Pejabat Pengambil Keputusan
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam
penyusunan dan pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang
menempatkan siswa sebagai pusat dalam proses pembelajaran.
138
2. Untuk para guru
a. Sebelum melakukan pembelajaran fisika pada materi yang abstrak seperti listrik
dinamik sebaiknya guru perlu mempersiapkan dan menggunakan media
pembelajaran yang sesuai dengan sifat dan karakteristik materi yang akan dipelajari.
b. Untuk efisiensi dan efektifitas pembelajaran listrik dinamik sebaiknya
disampaikan dengan metode inkuiri terbimbing menggunakan media Virtual Lab.
c. Prestasi belajar fisika dapat ditingkatkan melalui pembelajaran yang dilakukan
dengan memperhatikan karakteristik yang dimiliki siswa seperti gaya berpikir (mind
style). Oleh karena itu sebelum melakukan pembelajaran guru perlu memberikan
angket untuk mengetahui gaya berpikir siswa.
3. Untuk peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk penelitian yang
menekankan pada konsep fisika yang abstrak seperti Atom dan Inti Atom Listrik AC,
Gelombang elektromagnetik dan lain-lain, dengan meninjaunya dari berbagai
variabel lain seperti kemampuan awal, kreativitas, tingkat kesulitan belajar, motivasi
berprestasi agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dan menghasilkan prestasi yang
lebih tinggi.
139
DAFTAR PUSTAKA
Azhar Arsyad. 2005. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Bobbi De Porter & Sarah Singer – Nourie. 2005. Qunatum Teaching. (Edisi
Terjemahan). Bandung. Mizan Pustaka Bobbi De Porter & Mike Hernacki. 2008. Quantum Learning. (Edisi Terjemahan)
Bandung : Mizan Pustaka Budiman Jatmiko dkk. 2004. Media Pembelajaran (Materi Pelatihan Terintegrasi
Sains). Jakarta : Depdiknas Budiyono. 2004. Statistika untuk Penelitian. Surakarta : UNS Press Depdiknas. 2003. Pedoman Pendayagunaan Peralatan Laboratorium Fisika.
Jakarta : Depdiknas Hamzah B. Uno. 2005. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta :
Bumi Aksara Moh. Amien. 1981. Apakah Metode Discovery – Inkuiry. Yogyakarta : FKIE IKIP Momi Sahromi. 1986. Pengelolaan Pengajaran Biologi. Jakarta : Karunika
Universitas Terbuka Muhibbin Syah. 2005. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Edisi
Revisi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya McDermott Lillian C. 1996. Physics By Inquiry. United of America : John Wiley &
Sons, Inc. Ngalim Purwanto. 1992. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya Paul Suparno. 2006. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta :
Kanisius ___________. 2007. Metodologi Pembelajaran Fisika. Yogyakarta : Universitas
Sanata Dharma. Singer Susan R. 2005. American’s Lab Report Investigation in High School
Science. Washington : The National Academies Press
140
Sund Robert B 1973. Becoming a Better Elementary Science Teacher. Ohio : Charles E. Merrill Publishing Company
________________. Teaching Science by Inquiry in the Secondary School. Ohio :
Charles E. Merrill Publishing Company
Sri Rumini, dkk. (1995). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : UPP UNY Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT Rineka Cipta Tedy Setiawan. 2007. Fisika Untuk SMA kelas X. Bandung : Yrama Widya.
Trianto. 2007. Model – model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta. Prestasi Pustaka.
Trowbridge & Bybee. 1986. Becoming A Secondary School Science Teacher. Ohio : Merrill Publishing Company
Winataputra. 2001. Strategi Belajar Mengajar IPA. Jakarta : Depdikbud RI Winkel. 1999. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Gramedia Zuhdan Kun Prasetyo. (2001). Kapita Selekta Pembelajaran Físika. Jakarta :