ATH 1 PEMBANGUNAN IDEOLOGI, PENDIDIKAN PANCASILA DAN MASYARAKAT GOTONG ROYONG Oleh Ajar Triharso 1 Abstrak Sejak diundangkannya UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) terjadi gejolak baik di dunia pendidikan maupun di masyarakat. Karena UU tersebut tidak lagi memasukkan Pendidikan Pancasila sebagai kelompok mata pelajaran pengembangan kepribadian (MPK) disegala jalur, jenjang dan jenis pendidikan sehingga timbul kekhawatiran kondisi moral dan kepribadian bangsa Indonesia yang selama reformasi telah terjadi degradasi menjadi semakin tanpa arah. Banyak kalangan melakukan upaya agar Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia mendapatkan “perlindungan” yang serius termasuk mengembalikan Pendidikan Pancasila masuk ke dalam kurikulum pendidikan dan disosialisasi di masyarakat dengan baik dan benar. Namun karena sudah merupakan keputusan lembaga yang berwenang yaitu DPR dan Eksekutif tentunya memerlukan waktu dan tenaga bahkan perjuangan karena keberadaan UU Sisdiknas merupakan produk situasi dan kondisi kejiwaan bangsa yang sedang mengalami hingar-bingar reformasi sekaligus globalisasi. Tulisan ini membahas masalah perlunya usaha revitalisasi dan implementasi ideologi Pancasila, konsep, dan metode serta strategi apa yang diusulkan untuk diterapkan agar Pancasila menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara yang paripurna sebagai modal bangsa Indonesia menghadapi globalisasi. Disamping itu juga akan dibahas mengapa pendidikan tinggi (PT) layak untuk menjadi pusat usaha revitalisasi dan implementasi Pancasila. Kata kunci: ideologi nasional, implementasi, sosialisasi, Pendidikan Pancasila 1. Pancasila dan semangat Reformasi Berbagai ketetapan MPR hasil reformasi berkaitan dengan Pancasila sebagai dasar dan ideologi bangsa dan negara antara lain Tap/MPR/XVIII/1998, Tap/MPR/V/2000, Tap/MPR/VI/2001, Tap/MPR/VII/2001 dengan tegas mengamanatkan agar dalam usaha pembangunan bangsa dan negara secara konsisten menanamkan nilai-nilai Pancasila dan menjadi jiwa pada setiap gerak bangsa dalam memantapkan kesatuan dan persatuan, etika kehidupan berbangsa dan visi Indonesia ke depan. Searah dengan amanat tersebut pada peringatan 61 tahun lahirnya Pancasila tanggal 1 Juni 2006, Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) meminta pada masyarakat untuk kembali kepada Pancasila serta menyudahi perdebatan ideologis, menempatkan Pancasila sebagai Dasar Negara, menjadikan rujukan dan sumber inspirasi dalam mencari solusi berbagai persoalan bangsa dewasa ini. 1 Penulis adalah Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Hubungan Internasional – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) dan Koordinator Dosen Pendidikan Pancasila pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Universitas Airlamgga.
26
Embed
PEMBANGUNAN IDEOLOGI, PENDIDIKAN PANCASILA DAN MASYARAKAT GOTONG ROYONG
Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : Ajar Triharso, http://ejournal.unesa.ac.id/
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ATH
1
PEMBANGUNAN IDEOLOGI, PENDIDIKAN PANCASILA DAN
MASYARAKAT GOTONG ROYONG
Oleh Ajar Triharso1
Abstrak
Sejak diundangkannya UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) terjadi gejolak baik di dunia pendidikan maupun di masyarakat. Karena UU
tersebut tidak lagi memasukkan Pendidikan Pancasila sebagai kelompok mata pelajaran
pengembangan kepribadian (MPK) disegala jalur, jenjang dan jenis pendidikan sehingga
timbul kekhawatiran kondisi moral dan kepribadian bangsa Indonesia yang selama reformasi
telah terjadi degradasi menjadi semakin tanpa arah.
Banyak kalangan melakukan upaya agar Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia
mendapatkan “perlindungan” yang serius termasuk mengembalikan Pendidikan Pancasila
masuk ke dalam kurikulum pendidikan dan disosialisasi di masyarakat dengan baik dan
benar. Namun karena sudah merupakan keputusan lembaga yang berwenang yaitu DPR dan
Eksekutif tentunya memerlukan waktu dan tenaga bahkan perjuangan karena keberadaan UU
Sisdiknas merupakan produk situasi dan kondisi kejiwaan bangsa yang sedang mengalami
hingar-bingar reformasi sekaligus globalisasi.
Tulisan ini membahas masalah perlunya usaha revitalisasi dan implementasi ideologi
Pancasila, konsep, dan metode serta strategi apa yang diusulkan untuk diterapkan agar
Pancasila menjadi dasar kehidupan berbangsa dan bernegara yang paripurna sebagai modal
bangsa Indonesia menghadapi globalisasi. Disamping itu juga akan dibahas mengapa
pendidikan tinggi (PT) layak untuk menjadi pusat usaha revitalisasi dan implementasi
Pancasila.
Kata kunci: ideologi nasional, implementasi, sosialisasi, Pendidikan Pancasila
1. Pancasila dan semangat Reformasi
Berbagai ketetapan MPR hasil reformasi berkaitan dengan Pancasila sebagai dasar dan
ideologi bangsa dan negara antara lain Tap/MPR/XVIII/1998, Tap/MPR/V/2000,
Tap/MPR/VI/2001, Tap/MPR/VII/2001 dengan tegas mengamanatkan agar dalam usaha
pembangunan bangsa dan negara secara konsisten menanamkan nilai-nilai Pancasila dan
menjadi jiwa pada setiap gerak bangsa dalam memantapkan kesatuan dan persatuan, etika
kehidupan berbangsa dan visi Indonesia ke depan. Searah dengan amanat tersebut pada
peringatan 61 tahun lahirnya Pancasila tanggal 1 Juni 2006, Presiden Susilo Bambang
Yudoyono (SBY) meminta pada masyarakat untuk kembali kepada Pancasila serta menyudahi
perdebatan ideologis, menempatkan Pancasila sebagai Dasar Negara, menjadikan rujukan dan
sumber inspirasi dalam mencari solusi berbagai persoalan bangsa dewasa ini.
1Penulis adalah Staf Pengajar pada Departemen Ilmu Hubungan Internasional – Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik (FISIP) dan Koordinator Dosen Pendidikan Pancasila pada Tingkat Persiapan Bersama (TPB)
Universitas Airlamgga.
ATH
2
Pada seminar Indonesia Menuju tahun 2030 yang ditayangkan oleh SCTV dalam
rangka memperingati Hari Kebengkitan Nasional (19-20 Mei 2006) Prof. Dr. Syafii Maarif
menegaskan bahwa sebagai Ideologi nasional Pancasila harus segera dioperasionalkan untuk
menjadi landasan kehidupan bangsa dan negara Indonesia menuju tahun 2030. Sedangkan
Ketua PB NU KH. Hasyim Muzadi pada seminar di Pondok Pesantren Al-Hikam yang
membahas tentang kehidupan multi kultural, mengatakan: ” Saat ini ada upaya dari kelompok
tertentu untuk mengganti Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia .… termasuk di
kalangan legeslatif”. Padahal, keberadaan Pancasila sangat dibutuhkan untuk mempersatukan
kurang lebih 500 (lima ratus) suku bangsa dan 6 (enam) agama yang ada di bumi pertiwi.
Lebih lanjut dikatakan bahwa ”Upaya mengganti ideologi itu terlihat nyata, misalnya: banyak
(munculnya) kelompok ekstrem, baik ekstrem kiri maupun ekstrem kanan” (Jawa Pos, Minggu
25 Juni 2006, hal : 2)
Dalam Simposium memperingati hari lahirnya Pancasila yang diselenggarakan
Universitas Gajah Mada – Lemhanas – LIPI tanggal 14-15 Agustus 2006 disebutkan:
”Keberadaan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas sudah tidak mewajibkan lagi
Pendidikan Pancasila merupakan bagian tak terpisahkan dari proses “colonization of the mind”
bangsa Indonesia oleh kebudayaan asing yang mengambil manfaat dari euforia reformasi dan
membawa pendidikan bangsa Indonesia semakin ”salah asuhan”. Pendidikan di Indonesia
semakin lebih menghayati paradigma ilmu milik budaya bangsa lain. Setelah dilakukan
diskusi selama dua hari Simposium kemudian menyimpulkan bahwa hal itu terjadi karena
keberhasilan penetrasi global neoliberal yang semakin gencar khususnya setelah berakhirnya
”perang dingin”. Oleh sebab itu perserta sepakat untuk dilakukan revitalisasi dan reaktualisasi
Pancasila”. (Effendy, Nasikun, 2006)
Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) juga
sudah membuat kebijakan dalam rangka menghadapi Ancaman, Gangguan, Tantangan, dan
Hambatan (AGTH) yang semakin besar terhadap persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia,
sebagai akibat semakin tipisnya nilai-nilai Pancasila sebagai faktor pemersatu dalam
kehidupan masyarakat Indonesia. Serangkaian kegiatan telah dilaksanakan untuk mencari
jalan mengembalikan Pancasila pada fungsinya dan telah diawali pada 27 September 2005
dengan Saresehan Nasional tentang Pancasila. Kemudian pada tanggal 14, 15 dan 28
Desember 2006 dengan melibatkan beberapa PT (dari Jawa Timur diundang Unibraw dan
ATH
3
Unair) melakukan upaya untuk merumuskan pola pendidikan Pancasila yang tidak doktriner
dan bagaimana caranya untuk segera diimplementasikan di masyarakat Indonesia.
Sementara itu Pemerintah dan jajaran DPRD Propinsi Jawa Timur, dengan perilaku
masyarakat yang serba kebablasan selama reformasi antara lain peristiwa Tuban, Banyuwangi,
Sumenep, perilaku “bonek” dan berbagai perilaku masyarakat Jawa Timur yang
memprihatinkan lainnya, merasakan perlunya segera menjabarkan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan masyarakat. Untuk itu dengan memberi tugas lepada dosen-dosen pengampu
Pendidikan Pancasila dari Public Univeristy Link System of East Java (PULSE) yaitu
paguyuban PTN se Jawa Timur dan PTS se Jawa Timur, melalui Semiloka di DPRD Jawa
Timur tanggal 20 September 2006 dan dilanjutkan dengan Lokakarya tanggal 28 Nopember
2006 di Unesa dalam rangka revitalisasi dan implementasi Pancasila diamanatkan untuk
segera disusun materi dan metode pendidikan Pancasila yang sesuai dengan semangat
reformasi.
Prof. Bambang Rahino Setokoesoemo seorang akademisi senior Jawa Timur dalam
kata pengantar Buku Pendidikan Pancasila untuk Mahasiswa mengatakan Demokrasi kita
masih merupakan demokrasi euforia. Pada era reformasi demokrasi sebagai perwujudan
kebebasan dari rezim masa lalu yang dirasakan sangat mengekang pada implementasinya
dalam banyak hal ternyata menjadi serba kebablasan. Di kalangan mahasiswa dan masyarakat
banyak yang mengartikan demokrasi sama dengan demonstrasi tanpa etika yang jelas.
Reformasi menjadikan nilai-nilai Pancasila memudar dan masyarakat kehilangan kesadaran
tentang budaya pancasila. yaitu kebudayaan yang menggunakan asas kekeluargaan, gotong-
royong dan saling membantu, bersatu, guyup-rukun, saling menghargai seperti tercermin
dalam ideologi bangsa Indonesia yaitu Pancasila, suatu pandangan hidup yang dicari, digali,
dan ditemukan dari bumi sendiri, bumi Pertiwi (Suprijadi, 2004:iii-iv).
Pendapat-pendapat di atas dapat dikatakan merupakan representasi dari semangat agar
Pancasila segera dioperasionalkan sebagai dasar falsafah, ideologi, alat pemersatu serta
menjadi paradigma Ipteks Indonesia. Oleh sebab itu dengan berpedoman pada empat pilar
pendidikan UNESCO yaitu learn to know, learn to do, learn to be dan learn to live
together dalam rangka mengoperasionalkan Pancasila perlu segera disusun materi dan
metode pendidikan Pancasila yang sesuai dengan nilai-nilai demokrasi baik untuk dunia
ATH
4
pendidikan maupun masyarakat. Untuk itu perlu dijabarkan beberapa masalah yang
mendorong perlunya pendidikan Pancasila di dunia pendidikan maupun masyarakat.
2. Masalah- masalah dalam Pembangunan Ideologi
a. Masalah AGTH terhadap Kesatuan dan Persatuan Bangsa
Tuntutan perlunya segera disusun materi dan pola pendidikan Pancasila yang tepat
Menkopolhukam memberi argumen bahwa kondisi ATHG terhadap kehidupan berbangsa
dan bernegara akibat tidak adanya proses pembudayaan ideologi nasional yang terencana di
masyarakat dikhawatirkan semakin membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia. AGTH terhadap pemecahan masalah bangsa yang disebabkan antara lain oleh
kondisi kemajemukan, korupsi, terorisme, kemiskinan, dan narkoba adalah akibat dari bangsa
Indonesia mengalami krisis kepercayaan terhadap tidak tersosialisaikannya dengan baik
nilai-nilai ideologi nasional yaitu Pancasila.
Diperlukan upaya menyusun kembali pola implementasi Pancasila sebagai ideologi
terbuka yang lebih sesuai dengan semangat reformasi agar dapat mengantar negara dan
bangsa kita dengan sukses menjalani berbagai perubahan. Karena pada waktu yang lalu
usaha implementasi Pancasila menjadikan nilai-nilai Pancasila hanya sebagai hafalan dan
tidak mewujud secara substansial pada perikehidupan sehari-hari masyarakat dan hanya
menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan. (Sudharmadi, 2006).
Era pasca perang dingin nilai-nilai liberalisme sekaligis sektarianisme menjadi faktor
utama dalam perubahan-perubahan dan pergolakan-pergolakan di dunia (Rofiqi, 2004 ). Pada
proses reformasi di Indonesia faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh pada konflik-
konflik di masyarakat sehingga sedikit banyak mewarnai AGTH bagi pelaksanan reformasi
khusunya dalam membangun kesatuan dan persatuan bangsa. Penjabaran ideologi Pancasila
ke dalam paradigma baru tentang nilai-nilai demokrasi menjadi serba kebablasan. Produk-
produk kebijakan negara erareformasi seperti UU Sisdiknas dinilai banyak dipengaruhi
paham neoliberalisme (Simposium UGM) juga banyak muncul UU atau perda yang menjurus
pada pelaksanan nilai-nilai primordial dan sektarian serta pengaruh paham neo-komunisme
atau paham kiri-baru. (Noor Syam, 2006; Siswono, 2006).
ATH
5
b. Masalah Kebersamaan (togetherness) dalam Masyarakat
Apa yang dikatakan oleh Prof. Bambang Rahino di muka kiranya sejajar dengan apa
yang dikatakan oleh Siswono Yudho Husodo bahwa nilai utama ideologi Pancasila adalah
kebersamaan dengan bentuk ideal, kebersamaan hidup bermasyarakat sebagai “masyarakat
kekeluargaan” yang lebih dinamis, “kebersamaan hidup antarsejumlah manusia yang
terselenggara melalui interaksi saling memberi”. Suatu kebersamaan yang mampu menjadi
fondasi dan modal sosial dari negara kesejahteraan Indonesia yang mandiri.
Dengan kemandirian akan menumbuhkan kebanggaan pada warga negaranya dan
mendorong mereka berprestasi maksimal bagi kemajuan dirinya sendiri, masyarakat, bangsa
dan negaranya. Salah satu hal wajib dilestarikan adalah pendidikan sejarah yang mampu
membentuk karakter suatu bangsa. Rakyat Indonesia tidak perlu menjadi ahli sejarah, tetapi
harus memahami dan bangga akan sejarah bangsanya. Karena dunia pendidikan di bawah
pengaruh neo-liberalisme sekarang memang semakin a-historis dan perlu strategi
pembangunan masyarakat untuk menjadi subjek Pancasilais yang unggul dan terpercaya
(Siswono, 2006).
Jadi yang harus dilakukan adalah berusaha agar Pancasila dapat bangkit kembali
sebagai ideologi rakyat, bukan sebagai ideologi penguasa atau elite saja. Untuk itu Pancasila
harus menjadi ideologi yang mampu mendasari demokrasi yang lebih bermakna dan
bermanfaat bagi rakyat. Alternatif cara mengembalikan Pancasila sebagai ideologi rakyat,
dengan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :
(1) Apakah Pancaila sudah merupakan kesadaran rakyat untuk bersama-sama mewujudkan
suatu tatanan masyarakat yang diimpikan oleh mereka?
(2) Apakah Pancasila telah menjadi tolok ukur rakyat dalam upaya pengawasan sosial
sebagai wujud kedaulatan mereka?
(3) Apakah Pancasila telah merupakan suatu kesadaran dan kebutuhan rakyat untuk
bersama-sama menjaga keutuhan kehidupan kenegaraan?
(4) Apakah Pancasila telah menjadi suatu pandangan hidup rakyat sehingga menjadi tolok
ukur (akuntabilitas) bersama tentang kepercayaan rakyat pada masa depan negara?
(Sulistomo, 2006).
ATH
6
c. Masalah Pendidikan Pancasila
Pancasila harus menjadi ideologi terbuka, di situ semua orang berhak untuk mengisi,
memahami, dan memberi makna sesuai dengan pemikiran terbaiknya. Hanya dengan
melibatkan dalam proses perumusan dan pemberian makna itulah rakyat akan benar-benar
menghayati Pancasila. Bangsa Indonesia juga membutuhkan proses sosialisasi dan
pembudayaan demokrasi yang berkelanjutan berdasarkan Pancasila.
UU Sisdiknas memang sudah diundangkan dan implementasi dalam muatan dan/atau
kegiatan kurikulum pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan. Pada jalur formal
kurikulum pendidikan dasar dan menengah (Dikdasmen) materi pengetahuan tentang muatan
dan/atau kegiatan Pancasila termasuk dalam mata ajar PKn (Pendidikan Kewarganegaraan).
Sedangkan di PT juga sudah dibuat rambu-rambu yang berkaitan dengan pengetahuan
Pancasila dalam Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi yaitu SK Dirjen Dikti No.
43/2006 yang merujuk pada UU No. 20/2003/Sisdiknas pasal 37 ayat 2, PP No. 19 tahun 2005
tentang Standard Nasional Pendidikan (SNP) pasal 9 ayat 2 pada Mata ajar Pendidikan
Kepribadian (MPK) Pendidikan Kewarganegaraan dalam Bab Filsafat Pancasila. Walaupun
demikian dari penjelasan Dr. Hermana dari Depdiknas apabila pada perkembangannya ada
alasan yang kuat tentunya tidak menutup kemungkinan Pendidikan Pancasila menjadi mata
ajar tersendiri (Hermana, 2006).
Oleh sebab itu apabila Pendidikan Pancasila menuntut hasil perilaku konkret sebagai
kepribadian bangsa Indonesia maka perlu digali lebih lanjut peraturan-peraturan yang sudah
berlaku untuk diimplementasikan. Dalam UU No. 20/2003/Sisdiknas tentang dasar, fungsi, dan
tujuan pendidikan nasional disebutkan Pasal 2 Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 3 Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan UU Sisdiknas Pasal 4 menyebutkan : (1)
Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan
ATH
7
kemajemukan bangsa. ; 2) Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik
dengan sistem terbuka dan multimakna.; (3) Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Tentang kurikulum diatur dalam UU Sisdiknas BAB X Pasal 36 : (1) Pengembangan
kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional. ; (2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan
dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah,
dan peserta didik.; (3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) peningkatan iman dan