Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor Industri merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam
pembangunan nasional. Selain sektor pertanian, kontribusi sektor Industri terhadap
pembangunan nasional dari tahun ketahun menunjukkan kontribusi yang signifikan. Peranan
Sektor Industri dalam Pembangunan Ekonomi Nasional dapat ditelusuri dari kontribusi
masing-masing subsektor terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Nasional atau terhadap
Pendapatan Nasional. Selain itu untuk wilayah tertentu, baik kabupaten, atau provinsi dapat
juga dilakukan dengan melihat besaran investasi yang dikeluarkan ke sektor tersebut dan
melihat pengaruhnya terhadap Pendapatan Asli Daerah. Pada beberapa negara yang tergolong
maju, peranan sektor Industri lebih dominan dibandingkan dengan sektor pertanian. Sektor
Industri memegang peran kunci sebagai mesin pembangunan karena sektor Industri memiliki
beberapa keunggulan dibandingkan sektor lain karena nilai kapitalisasi modal yang tertanam
sangat besar, kemampuan menyerap tenaga kerja yang besar, juga kemampuan menciptakan
nilai tambah (value added creation) dari setiap input atau bahan dasar yang diolah.
Pada negara-negara berkembang, peranan sektor Industri juga menunjukkan
kontribusi yang semakin tinggi. Kontribusi yang semakin tinggi dari sektor Industri
menyebabkan perubahan struktur perekonomian negara yang bersangkutan secara perlahan
ataupun cepat dari sektor pertanian ke sektor Industri. Beberapa negara yang pada dekade 80-
an dan 90-an dikenal sebagai Newly Industrialized Countries (negara indusrti baru) di Asia
diantaranya Hongkong, Singapura dan Taiwan, merupakan negara-negara yang kontribusi
sektor Industrinya meningkat secara cepat jauh melebihi sektor pertanian. Indonesia pun
sejak Pembangunan Lima Tahun dicanangkan pada era Orde Baru, Kontribusi sektor
Industrinya selalu meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan sektor Industri di Indonesia
ditandai dengan perubahan struktur perekonomian pada kota-kota besar di Tanah Air pada
saat itu. Pergerakan sektor Industri yang demikian cepat di kota-kota besar di Indonesia telah
membawa Indonesia pada pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan
sebesar rata-rata 7% pertahun selama dekade 1970 hingga 1990-an. Untuk melihat peranan
sektor industri terhadap pendapatan asli daerah pada suatu daerah, dapat dilihat dari jumlah
investasi yang ditanamkan pada sektor tersebut dan melihat pengaruhnya terhadap
pendapatan asli daerah.Pada era otonomi daerah dewasa ini, setiap kabupaten berlomba
Page 2
dalam meningkatkan akselerasi berbagai sektornya dalam pembangunan nasional. Dengan
otonomi ini, peran daerah diberikan ruang yang lebih luas dalam mengatur rumahtangganya
sendiri teutama mengidentifikasi sumber daya yang dimiliki pada seluruh sektor yang
tersedia kemudian memetakan dan menganggarkan sektor-sektor mana saja yang potensial
memberikan kontribusi pada pendapatan asli daerahnya.
Indonesia merupakan negara Agraris dimana hampir 60% penduduknya mempunyai
mata pencaharian di sektor pertanian. Potensi pertanian di daerah, seperti padi, singkong,
jagung dan kedelai serta umbi-umbi lainnya sangat besar. Begitu juga potensi hasil
perkebunan dan hortikultura seperti coklat, karet dan teh, mangga, durian, nenas juga besar.
Potensi hasil ternak juga tidak kalah besarnya. Potensi tersebut selama ini masih belum
digarap dengan baik, sehingga nilai tambah yang yang diperoleh masih kecil dan umumnya
menguntungkan orang kota. Nilai tambah komoditi tersebut dapat ditingkatkan melalui
industrialisasi di pedesaan dengan memanfaatkan teknologi dan kekuatan sumberdaya alam
serta sumberdaya manusia desa. Peningkatan nilai tambah ini dapat dilaksanakan melalui
industrialisasi pedesaan berbasiskan pertanian, dan sektor pertanian dapat dikatakan sebagai
sektor penyanggah ekonomi dalam menggerakan roda perekonomian.
Melihat berbagai fenomena yang mungkin terjadi tersebut, maka diperlukan upaya
yang terencana dan terarah untuk mengatasinya. Untuk itu, industrialisasi pertanian perdesaan
merupakan suatu upaya yang perlu dilakukan sesegera mungkin.
Industri pedesaan merupakan usaha ekonomi pedesaan dalam merubah nilai tambah
hasil pertanian dan merupakan usaha dalam penerapan teknologi. Untuk itu keberhasilan
industri tergantung sejauh mana teknologi dapat diterapkan di lapangan terutama teknologi
penanganan pascapanen dan teknologi pengolahan. Selain itu diperlukan adanya suatu
strategi dalam pembangunan agroindustri di pedesaan.
Page 3
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Agroindustri?
2. Bagaimana kendala-kendala pembangunan agroindustri di daerah pedesaan?
3. Bagaimana strategi pembangunan agroindustri di daerah pedesaan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep-konsep Agroindustri
2. Untuk mengetahui kendala-kendala pembangunan agroindustri di daerah pedesaan
3. Untuk mengetahui strategi pembangunan agroindustri di daerah pedesaan
Page 4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Agroindustri
A. Agroindustri
Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai
bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut.
Secara eksplisit pengertian Agroindustri pertama kali diungkapkan oleh Austin (1981)
yaitu perusahaan yang memproses bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau
hewani (yang dihasilkan oleh hewan). Proses yang digunakan mencakup pengubahan
dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan
distribusi. Produk Agroindustri ini dapat merupakan produk akhir yang siap
dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku industri lainnya. Agroindustri
merupakan bagian dari kompleks industri pertanian sejak produksi bahan pertanian
primer, industri pengolahan atau transformasi sampai penggunaannya oleh konsumen.
Agroindustri merupakan kegiatan yang saling berhubungan (interlasi) produksi,
pengolahan, pengangkutan, penyimpanan, pendanaan, pemasaran dan distribusi
produk pertanian. Dari pandangan para pakar sosial ekonomi, agroindustri
(pengolahan hasil pertanian) merupakan bagian dari lima subsistem agribisnis yang
disepakati, yaitu subsistem penyediaan sarana produksi dan peralatan. usaha tani,
pengolahan hasil, pemasaran, sarana dan pembinaan. Agroindustri dengan demikian
mencakup Industri Pengolahan Hasil Pertanian (IPHP), Industri Peralatan Dan Mesin
Pertanian (IPMP) dan Industri Jasa Sektor Pertanian (IJSP).
B. Agroindustri Pedesaan
Agroindustri pedesaan adalah agroindustri yang berorientasi dipedesaan dan
hasil bumi atau berbasis pada kegiatan pertanian dan perikan menjadi komoditasnya
sering dimasukan dalam lingkup agroindustri pedesaan. penekanan pada
pembangunan pertanian agroindustri pedesaan mengandung stategi. Di Indonesia
industri beroperasi dan bekerja biasanya dikota-kota besar dengan pertimbangan
ketersedian inflastruktur ( prasarana ) yang memadai, padahal agroindustri yang
sendiri merupakan industri yang memerlukan pasokan hasil pertanian karena sebagai
bahan dasar atau bahan baku agroindustri umumnya dihasilkan di pedesaan.
Page 5
C. Prinsip-prinsip Agro industri
Wibowo (1997) mengemukakan perlunya pengembangan agroindustri di
pedesaan dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar diantaranya:
1. Memacu keunggulan kompetitif produk/komoditi serta komparatif setiap wilayah,
2. Memacu peningkatan kemampuan suberdaya manusia dan menumbuhkan
agroindustri yang sesuai dan mampu dilakukan di wilayah yang dikembangkan,
3. Memperluas wilayah sentra-sentra agribisnis komoditas unggulan yang nantinya
akan berfungsi sebagai penyandang bahan baku yang berkelanjutan,
4. Memacu pertumbuhan agribisnis wilayah dengan menghadirkan subsistem-
subsitem agribisnis,
5. Menghadirkan berbagai sarana pendukung berkembangnya industri pedesaan.
Pengembangan agroindustri sebagai pilihan model modernisasi pedesaan
haruslah dapat meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan petani. Untuk itu
perumusan perencanaan pembangunan pertanian, perlu disesuaikan dengan
karakteristik wilayah dan ketersediaan teknologi tepat guna. Sehingga alokasi
sumberdaya dan dana yang terbatas, dapat menghasilkan output yang optimal, yang
pada gilirannya akan berdampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Agar
model pembangunan pedesaan yang berkelanjutan dapat terwujud diperlukan
pedoman pengelolaan sumberdaya melalui pemahaman wawasan agroekosistem
secara bijak, yaitu pemanfaatan asset-aset untuk kegiatan ekonomi tanpa
mengesampingkan aspek-aspek pelestarian lingkungan.
D. Beberapa Kecenderungan Perkembangan Argoindustri di Pedesaan
Ada empat kelompok industri di pedesaan yang paling banyak bahkan
mendominasi penyerapan tenaga kerja non pertanian, pedesaan dan kota yaitu
1) industri bahan bangunan (construction industry),
2) industri pengolahan hasil pertanian (agro processor), yang mengelolah hasil
pertanian sebagai bahan baku untuk industri lain,
3) industri bahan makanan (food processor) yang mengelolah hasil pertanian
sebagai bahan konsumsi sebagai beragam jenis kerupuk dan kacang garing
serta,
4) penyalur pembuat input dan alat pertanian. Industri ini bersakala rumah tangga
kecil dan beberapa berukuran besar.
Page 6
E. Tujuan dan Sasaran Pengembangan Agro Industri
Tujuan yang ingin dicapai dalam industiralisasi pedesaan secara umum adalah:
“Meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui upaya peningkatan nilai
tambah dan daya saing hasil pertanian di pedesaan”. Sehingga secara khusus Tujuan
pembangunan agroindustri pedesaan dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. untuk meningkatkan nilai tambah hasil panen,
2. meningkatkan mutu dan harga hingga mencapaikan hasil dan efisiensi kegiatan
agroindustri.
3. mengembangkan diversifikasi produk dan mengurangi produksi atau
kelangkaan permintaan pada periode tertentu.
4. sebagai wahana pengenalan, pemanfaatan, pengolahan teknologi dan sebagai
peran masyarakat membudayakan industri, melalui menciptakan
wirausahawan baru dan swadaya pertanian.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, maka pengembangan industrialisasi pedesaan
diarahkan untuk:
1) Mengembangkan kluster industri, yakni industri pengolahan yang terintegrasi
2) dengan sentra-sentra produksi bahan baku serta sarana penunjangnya.
3) Mengembangkan industri pengolahan skala rumah tangga dan kecil yang
didukung
4) oleh industri pengolahan skala menengah dan besar.
5) Mengembangkan industri pengolahan yang punya daya saing tinggi untuk
meningkatkan ekspor dan memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Agar pengembangan agroindustri menjadi lebih akseleratif, terpadu dan berkelanjutan
maka diperlukan sebuah kerja besar yang dikemas dalam Gerakan Industrialisasi
Pertanian di Pedesaan (GERINDA 2020) yang merupakan perwujudan terbentuknya
agribisnis modern yang berkerakyatan dengan bertumpu pada high technology, SDM
bermutu tinggi, usaha padat modal, unit bisnis yang tangguh dan derajat
kompatibilitas antar sub sistem agribisnis yang tinggi.
Secara umum Gerinda 2020 akan dicirikan dengan tumbuhnya budaya industri
dikalangan masyarakat desa khususnya pelaku yang berusaha di sektor pertanian.
Budaya industri tersebut tetap dinafasi oleh semangat sosial yang tinggi serta
Page 7
memiliki berperspektif gender. Gerinda 2020 pada intinya memiliki tujuan dan
sasaran :
a. Meningkatkan nilai tambah hasil pertanian dan dinikmati oleh keluarga dalam
masyarakat pedesaan.
b. Meningkatkan kesempatan kerja baik bagi laki-laki maupun perempuan di
pedesaan yang sekaligus mencegah arus urbanisasi.
c. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga petani melalui penciptaan
sumber pendapatan tambahan dalam rumah tangga petani.
d. Merupakan proses pembelajaran bagi perkembangan industrialisasi pedesaaan
yang diawali dengan industrialisasi pertanian.
e. Membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang dimotori oleh industri
pengolahan hasil pertanian sebagai trigger dan prasyarat pembangunan ekonomi
wilayah.
f. Mendorong pengembangan sektor pertanian on farm melalui penyediaan alternatif
pasar yaitu industri pengolahan di pedesaan sekaligus memanfaatkan secara
optimal produk utama dan by product hasil pertanian.
g. Mendorong terwujudnya ekonomi kerakyatan sebagai prasyarat ketahanan
ekonomi nasional melalui peningkatan daya beli, usaha-usaha produktif dan
kesempatan kerja.
h. Menyediakan kesempatan kerja yang sebanyak-banyaknya bagi angkatan kerja di
pedesaan baik laki-laki maupun perempuan dalam bidang industri kecil dan
rumahtangga pengolahan dan pemasaran.
i. Mendorong berkembangnya “Workshop” industri penunjang di pedesaan yang
menghasilkan alat-alat panen, pasca panen dan alat-alat pengolahan serta
komponen pendukung lainnya.
2.2 Kendala-kendala Pembangunan Agroindustri Di Daerah Pedesaan
A. Kebijaksanaan Diversifikasi Pertanian Dan Agroindustri.
Hubungan usaha diversifikasi pertanian dengan agroindustri dapat diuraiakan sebagai
berikut. Pengembangan industri di pedesaan pada awalnya membutukan bahan baku dalam
jumlah yang relatif besar dan dalam kualitas tertentu. Kebijaksanaan pemerintah yang
menekankan swasembada beras dapat memperkecil peluang mengembangkan agro industri.
Kecuali industri pengolahan padi (rice-mills), karena produksi beras umumnya dapat
Page 8
langsung dikonsumsi. Usaha diversifikasi pertanian akan memperluas peluang menumbuhkan
agro industri memiliki potensi yang besar untuk menambah peluang bekerja di pedesaan.
Pertumbuhan agro industri akan mendorong terciptanya pasar yang terintegrasi secara
vertical (vertical market intergeration) dalam kegiatan produksi, pengelolahan dan
pemasaran pada pasar input dan output pertanain. Disamping itu, agro industri akan
memperlancar dan memperbaiki penyimpangan dan pemasaran hasil. Pertumbuhan vertical
market intergeration secara langsung dipengaruhi oleh kekuatan permintaan dari dalam dan
luar negeri. Dalam berbagai kegiatan ini, agro industri berperan sebagai kekuatan
intermediate demand dalam pengembangan pertanian. Karena itu, kegiatan argo industri
merupakan kekuatan untuk meningkatkan produktifitas pertanian, ditinjau dari sudut penyalur
input pertanian, dan dari sudut pengolahan hasil pertanian.
Salah satu contoh pengembangan vertical market intergeration yang berpusat (core)
pada pengembangan argo industri adalah sistem PIR. Kegiatan PIR ini dapat disebut sebagai
kegiatan diversifikasi pertanian secara regional, pembangunan argo industri akan
meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja. Dengan sistem PIR diharapkan dapat
ditranformasikan pertanian berskala kecil menjadi pertanian yang produktif, dan peserta
(plasma) memperoleh keuntungan.
Ada beberapa catatan dalam setiap melakukan konsep PIR untuk pengembangan agro
industri: a) bagaimanapun juga konsep PIR merupakan perkembanagn konsep perkebunan
milik negara (PTP), b)kegiatan perkebunan biasanya memiliki linkage yang kecil dengan
desa sekitarnya, c) perkebunan biasanya memilki organisasi yang terintegrasi, sehingga profit
linkage dengan ekonomi desa sangat kecil. Karena itu, pola perkembangaan perkebunan tetap
sedikit mempengaruhi pengembangan pertanian di sekitarnya.
Belakangan ini banyak dikemukakan berbagai kekhawatiran terhadap pelaksanaan
sistem PIR, terutama jika diterapkan pada pertanain berskala kecil (small holder) yang masih
tradisional, masalahnya, perluasan argo industri pada pertanian semacam itu akn
memperlemah posisi petani, sehingga munkin daya absobsi tenaga kerja subsektor pertanian
ini akan menurun. Banyak menduga bahwa argo industri dengan sistem PIR berperan sebagai
kekuatan pasar monopsoni. Sementara petani memperroduksi hasil pertanian pada pasar
kompetitif. Jika hal ini terjadi, sektor pertanian tradisional, menyerap tenaga kerja terbesar
akan melemah. Kendatipun demikian apapun modal pasar yang dihadapi dengan pola berpikit
second desk kehadiran argo industri di pedesaan dan perkotaan dapat menjamin penyaluran
hasil pertanian, sehingga merangsang petani untuk lebih berspesialisasi dalam konteks
regional, atau berdiversifikasi secara horizontal sesuai dengan keadaan fisiklahan pertanian
Page 9
yang dimilikinya. Pola pengembangan “bapak angkat” di dalam industri mungkin memiliki
kemiripan dengan pola PIR. Salah satu implikasi pembahasan di sini adalah perlu dicari suatu
alternatif baru selain pola PIR untuk pengembanagan agro industri di pedesaan.
B. Masalah Kebijaksanaan Harga Padi
Pendekatan utama dalam pembangunan pertanian adalah pendekatan komoditas.
Pendekatan komoditas sebaiknya berorientasi pada peningkatan pendapatan. Ada beberapa
masalah dalam pendekatan komoditas di sektor pertanian rakyat. Salah satu adalah
kecenderungan stabilitas harga, bukan stabilisasi pendapatan petani. Suatu penelitian
menunjukkan bahwa swasembada beras berpengaruh negatif terhadap produksi tanaman
paliwija lainnya. Kecuali untuk tanaman padi, produktivitas tanaman pangan dan tanaman
perkebunan, baik yang dikelolah oleh BUMN maupun rakyat seperti karet, coklat, kelapa
sawit, teh, dan kelapa, secara umum belum menggembirakan. Rendahnya produktivitas
tanaman ini mempunyai dampak terhadap penyerapan tenaga kerja dan pendapatan petani.
Untuk meningkatkan produksi padi, pemerintah memberi subsidi pupuk yang jumlahnya
milyaran rupiah pertahun dan menetapkan harga tertinggi (pada masa paceklik) dan harga
terendah (pada masa panen). Kebijaksanaan harga tertinggi dan harga terendah ini bertujuan
untuk menetapkan harga yang dapat dijangkau (alias rendah) oleh konsumen. Banyak dugaan
bahwa jarak harga tertinggi dan terendah terlalu kecil sehingga usaha swasta kurang memiliki
insentif memasuki operasi pasar. Hal ini disebabkan “profit margin” sangat kecil.
Para analisis mengemukakan dampak kebijaksanaan harga ini kurang memberi
peluang untuk meningkatkan pendapat petani, karena harga nyata (real price) beras/padi
diperetahankan konstan, harga nyata dari petani secara tidak langsung ditransfer dari
produsen ke konsumen melalui operasi pasar Bulog. Program swasembada beras sendiri
bertujuan untuk memperbesar jumlah produksi di pasar. Jumlah beras akan selalu
menurunkan harga. Sehingga potensi produsen berada pada posisi yang tidak
mengguntungkan. Karena petani padi merupakan jumlah terbesar petani, maka
kebijaksanaaharga padi secara langsung mempengaruhi pendapatan sebagian besat petani, di
samping itu, program swasembada beras telah memperkecil kemungkinan diversifikasi
pertanian, yang seyogyanya merupakan sumber bahan baku untuk industri kecil. Dengan
demikian, kebijaksanaan harga secara tidak langsung mengurangi potensi tabungan
masyarakat pedesaan, yang berarti juga mengurangi tabungan untuk proses industrialisasi.
Page 10
C. Masalah Pengembangan Industri Perdesaan
Proses industrialisasi pedesaaan di Indonesia sangat lambat kalau tidak
dikatakan
gagal sama sekali. Hal ini terlihat antara lain dari semakin senjangnya
ekonomi desakota.
Dualisme ekonomi desa-kota telah mengakibatkan kota menjadi pusat
segalagalanya
dan ekonomi pedesaan hanyalah pendukung ekonomi perkotaan. Dalam
jangka panjang apabila dualisme ekonomi desa-kota tidak dapat diatasi maka
dapat dipastikan akan muncul masalah lain yang lebih rumit, seperti;
urbanisasi besar-besaran, rusaknya kultur asli bangsa seperti gotong royong
dan kekeluargaan, kriminalitas yang meningkat serta yang tidak kalah
pentingnya semakin senjangnya pendapatan dalam masyarakat. Masyarakat
kaya pemilik modal akan semakin kaya sementara penduduk miskin semakin
bertambah besar.
Indonesia merupakan negara Agraris dimana hampir 60%
penduduknya mempunyai mata pencaharian disektor pertanian. Potensi
pertanian di daerah, seperti padi, singkong, jagung dan kedelai serta umbi-
umbi lainnya sangat besar. Begitu juga potensi hasil perkebunan dan
hortikultura seperti coklat, karet dan teh, mangga, durian, nenas juga besar.
Potensi hasil ternak juga tidak kalah besarnya. Potensi tersebut selama ini
masih belum digarap dengan baik, sehingga nilai tambah yang yang
diperoleh masih kecil dan umumnya menguntungkan orang kota. Nilai
tambah komoditi tersebut dapat ditingkatkan melalui industrialisasi di
pedesaan dengan memanfaatkan teknologi dan kekuatan sumberdaya alam
serta sumberdaya manusia desa. Peningkatan nilai tambah ini dapat
dilaksanakan melalui industrialisasi pedesaan berbasiskan pertanian, dan
sektor pertanian dapat dikatakan sebagai sektor penyanggah ekonomi dalam
menggerakan roda perekonomian.
Melihat berbagai fenomena yang mungkin terjadi tersebut, maka
diperlukan
upaya yang terencana dan terarah untuk mengatasinya. Untuk itu,
industrialisasi pertanian
perdesaan merupakan suatu upaya yang perlu dilakukan sesegera mungkin.
Industri pedesaan merupakan usaha ekonomi pedesaan dalam merubah nilai
Page 11
tambah hasil pertanian dan merupakan usaha dalam penerapan teknologi.
Untuk itu keberhasilan industri tergantung sejauh mana teknologi dapat
diterapkan di lapangan terutama teknologi penanganan pascapanen dan
teknologi pengolahan. Penerapan teknologi dalam penambahan nilai baik
secara kualitatif (mutu) maupun kuantitatif sudah dimulai sejak awal tahun
1980 sampai sekarang. Upaya penerapan teknologi tersebut selama ini
ditempuh melalui kegiatan antara lain : 1) Introduksi teknologi pengolahan di
tingkat petani; 2) Gerakan penanganan pascapanen dan pengolahan ; 3)
Demonstrasi dan
kampanye teknologi pengolahan; 4) Latihan teknologi pengolahan bagi
pelaku 5) Pembentukan kelembagaan di tingkat pusat maupun daerah, 6)
pembentukan unit pelaksana lapangan, 7) bantuan peralatan pengolahan
sebagai percontohan dan 8) melakukan kemitraan untuk membangun
pemasaran.
Penerapan teknologi pengolahan hasil pertanian saat ini hanya
dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat, hal ini disebabkan antara lain
karena keterbatasan informasi tentang teknologi tersebut dan perhatian
pemerintah terhadap peningkatan nilai tambah selama ini masih relatif kecil
jika dibandingkan dengan upaya produksi hasil pertanian. Sehingga
perkembangan penanganan pasca panen dan pengolahan hasil hingga
dewasa ini masih berjalan lambat dan masih belum sesuai dengan harapan.
Hal ini terlihat dari lambatnya perkembangan penggunaan teknologi dan
penerapannya. Dampak yang terlihat antara lain masih tingginya tingkat
kehilangan hasil pascapanen, mutu hasil olahan yang masih rendah, tingkat
efisiensi dan efektifitas hasil yang masih rendah, nilai jual yang kurang
kompetitif dan penampakan hasil (keragaan hasil) yang belum memuaskan
(terutama masalah pengkemasan, pewarnaan, pengawetan dan pelabelan).
Lambatnya penyerapan penerapan teknologi pengolahan hasil tersebut
berimplikasi pada Industri pedesaan yang kurang berkembang antara lain
disebabkan oleh faktor teknis, sosial maupun ekonomi.
Teknis
Dari segi teknis beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain :
1) Tingkat pengetahuan dan kesadaran petani akan pentingnya
penerapan teknologi
2) pengolahan hasil masih sangat terbatas
Page 12
3) Kurangnya tenaga yang terampil (Techknical Skill) dalam
mengoperasikan alat mesin pengolahan
4) Dukungan perbengkelan dalam perbaikan, perawatan dan
penyediaan suku cadang alat mesin masih rendah karena
kemampuan permodalan bengkel alsintan masih lemah dan
kesulitan dalam memperoleh permodalan.
5) Introduksi beberapa teknologi belum sesuai dengan kebutuhan
petani dan belum bersifat lokal spesifik.
6) Belum memadainya infrastruktur seperti jalan yang memadai
sehingga menyulitkan petani/kelompok dalam memasarkan produk
olahannya.
7) Penyebaran alsin pengolahan masih terbatas.
8) Kurangnya tenaga pembina yang terampil dalam bidang
pengolahan dibanding tenaga pembina pada kegiatan-kegiatan pra
panen.
Sosial
Dari segi sosial beberapa hal yang menjadi penyebab antara lain
1) Introduksi teknologi pengolahan pada daerah-daerah yang padat
penduduknya ada
2) kecenderungan menimbulkan gesekan/friksi sosial
3) Kebiasaan petani dalam melakukan kegiatan pengolahan secara
tradisional menyulitkan dalam penerapan teknologi yang baik dan
benar
4) Daerah-daerah tertentu yang mempunyai budaya pengolahan hasil
yang teknologinya diterima secara turun temurun, sehingga
mereka sering mempunyai sifat tertutup terhadap introduksi
teknologi.
5) Terbatasnya kemampuan akses informasi masyarakat tentang
teknologi pengolahan,
6) Karena rendahnya pendidikan.
Ekonomi
Dari segi ekonomi beberapa hal yang menjadi penyebab antara
lain
1) Daya beli petani terhadap teknologi pengolahan rendah, sehingga
permintaan alsin juga relatif rendah.
Page 13
2) Harga alsin pengolahan relatif tinggi sehingga kurang efisien.
3) Belum tersedianya skim kredit khusus untuk pengadaan alsin untuk
usaha pengolahan hasil.
D. Kendala-kendala Pembangunan Agroindustri Di Daerah Pedesaan
Agroindustri berpotensi untuk dikembangkan melihat aspek ketersediaan bahan baku.
namun banyak kendala yang menjadi tersendatnya laju agroindustri tersebut, yaitu
1) keterbatasan modal
2) kualitas sumber daya manusia
3) keterbatasan penerapan teknologi
4) sarana dan prasarana yang kurang atau tidak memadai, dan kelembagaan.
Seperti diketahui rata-rata pemilikan lahan relatif sangat kecil (kurang dari 1 hektar)
sehingga dalam kaitannya untuk pengembangan pertanian secara bisnis tidak dapat
diandalkan. Hal ini menyebabkan taraf ekonomi petani, petemak mapun nelayan juga relatif
sang at rendah. Sebagian besar agroindustri pedesaan mempekerjakan 5 - 7 orang dan
selebihnya memperkerjakan 8-19 orang dengan tingkat pendidikan sebagian besar tamatan
SO kebawah.
Terbatasnya penguasaan teknologi, kesenjangan antara teknologi yang ada dengan
yang dibutuhkan, dan rendahnya diseminasi (penyebaran) teknologi merupakan pennasalahan
teknis yang sangat mempengaruhi pengembangan agroindustri pedesaan. Teknologi tepat
guna baik teknologi prod uk maupun teknologi proses, termasuk teknologi pengernasan serta
pengangkutan untuk rnengernbangkan agroindustri pedesaan perlu di kenalkan dan di
rnasyarakatkan ke pedesaan.
Kurang baiknya kondisi infrastruktur seperti transportasi dan komunikasi
menyebabkan terhambatnya pengembangan agroindustri pedesaan. Salah satu masalah yang
dihadapi petani adalah nilai tukar komoditas pertanian yang dihasilkan semakin rendah. Hal
ini disebabkan antara lain oleh simpul dan jaringan kelembagaan dalam pembangunan
pertanian belum dikembangkan secara optimal untuk mendukung pengembangan
agroindustri, yang terdiri dari kelompok-kelompok tani, usaha kecil dan mcnengah dalam
wadah koperasi, serta berbagai bentuk kemitraan usaha.
Selain masalah yang dikemukakan diatas, para produsen (petani,petemak,nelayan)
dan pengolah di pedesaan pada umumnya juga tidak dapat memasarkan langsung ke
konsumen. Produk yang dihasilkan pada umumnya melewati jalur pemasaran : pengumpul,
Page 14
tengkulak baik ditingkat pedesaan, kecamatan sampai ke kabupaten. Lemahnya
perekonomian petani dan pengolah, acapkali dimanfaatkan oleh tengkulak atau pedagang
pengurnpul menerapkan praktik ijon (membeli produk pertanian sebelum dipanen ) tentunya
dengan harga yang lebih rendah. Praktik ini juga diterapkan karena kekurang tahuan mereka
pada hubungan ke pasar (dalam negeri/lokal, regional maupun intemasional )
2.3 Strategi Pembangunan Agroindustri Di Daerah Pedesaan
A. STRATEGI DAN KEBIJAKAN
Revitalisasi pertanian melalui pengembangan agroindustri di
perdesaan merupakan pilihan yang strategis untuk menggerakkan roda
perekonomian dan pemberdayaan ekonomi masyarakat perdesaan. Hal ini,
memungkinkan karena adanya kemampuan yang tinggi dari agroindustri
dalam penyerapan tenaga kerja, mengingat sifat industri pertanian yang
padat karya dan bersifat massal. Industri pertanian yang berbasis pada
masyarakat tingkat menengah dan bawah ini merupakan sektor yang sesuai
untuk menampung banyak tenaga kerja dan menjamin perluasan berusaha
sehingga akan efektif dalam upaya meningkatkan perekonomian di
perdesaan.
Mengingat aktivitas pertanian sebagai pilar utama pembangunan di
pedesaan, maka sangat rasional jika menempatkan industrialisasi pedesaan
sebagai upaya dalam merevitalisasi pertanian.
Faktor-faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam mendukung
pengembangan
Industrialisasi Perdesaan di masa yang akan datang antara lain adalah
sebagai berikut.
1) Lingkungan Strategis
Industrialisasi merupakan salah satu pendekatan baru dalam
pembangunan
pertanian dan perdesaan untuk menjamin peran pertanian sebagai
sumber pertumbuhan ekonomi perdesaan yang bisa diandalkan. Maka,
upaya revitalisasi pertanian melalui industrialisasi perdesaan diarahkan
pada perubahan struktur ekonomi perdesaan dalam menghadapi
berbagai perubahan tantangan strategis yang dihadapi baik di pasar
Page 15
domestik maupun internasional. Bebarapa kunci tantangan strategis
yang diprioritaskan adalah :
a. Kebutuhan untuk memperkuat dan memperluas basis pertumbuhan
produktivitaspertanian dengan mempercepat inovasi teknologi
yang tidak hanya dibatasi pada sejumlah komoditi tertentu.
b. Kebutuhan terhadap kebijaksanaan dan kelembagaan yang tepat
untuk mengakses manfaat globalisasi dan liberalisasi ekonomi,
sekaligus mengurangi resiko kemungkinan munculnya dampak
negatif.
c. Kebutuhan memperbaiki akses mansyarakat perdesaan terhadap
aset produktif dan kesempatan kerja demi percepatan
pertumbuhan pendapatan dan pengurangan tingkat kemiskinan.
d. Perubahan yang cepat dari pola konsumsi dan urbanisasi ; serta
e. Perubahan polotik, termasuk kebijaksanaan pembangunan yang
berkaitan dengan demokratisasi dan desentralisasi.
2) Penataan Kembali Industri Perdesaan
Strategi pembangunan pertanian dan pedesaan adalah
kombinasi peningkatan
produktivitas pertanian dan investasi pelayanan sosial di satu sisi,
dengan perbaikan hubungan dan keterkaitan antara wilayah pedesaan
dengan inmdustri pengolahan hasil pertanian, dan pusat pertumbuhan
di sisi yang lain. Strategi ini, mengidentifikasikan enam skala prioritas
yang perlu diimplementasikan secara konsisten dengan dukungan
otoritas pemerintah pusat maupun daerah, sektor swasta, dan
organisasi masyarakat dalam hal :
a. Percepatan pembangunan sumberdaya manusia dan
kewirausahaan
b. Memperkuat modal sosial melalui desentralisasi, gerakan kolektif
dan pemberdayaan masyarakat.
c. Revitalisasi peroduktivitas pertanian berspektrum luas melalui
peningkatan penerapan teknologi dan diversifikasi
d. Mendukung agribisnis dan sistem usahatani dan industri pertanian
yang berkemampuan daya saing
e. Meningkatkan manajemen sumberdaya alam
Page 16
Prasyarat berkembangnya industrialisasi pedesaan, adalah
diperlukan adanya suatu proses konsolidasi usahatani dan disertai
dengan koordinasi vertikal agribisnis dalam suatu alur produk melalui
mekanisme non pasar, sehingga karakteristik produk akhir yang
dipasarkan dapat dijamin dan disesuaikan dengan preferensi
konsumen akhir. Dengan demikian, setiap usaha agribisnis tidak lagi
berdiri sendiri atau bergabung dalam assosiasi horizontal, tetapi
memadukan diri dengan perusahaan-perusahaan lain yang bergerak
dalam seluruh bidang usaha yang ada pada satu alur produk vertikal
(hulu-hilir) dalam suatu kelompok usaha. Untuk mewujudkan hal
tersebut, maka hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam
mendukung pengembangan industrialisasi pedesaan berbasis
pertanian, antara lain:
1. Aspek Kebijakan
Disadari bahwa selama ini keberpihakan pada kegiatan
yang terkait dalam
industrialisasi pedesaan berbasis pertanian masih tertinggal,
dibandingkan dengan
kegiatan di sektor hulu. Oleh karena itu, diperlukan suatu kebijakan
yang menyeluruh
dalam pembangunan agribisnis (hulu-hilir), sehingga nilai tambah
sektor pertanian dapat dinikmati oleh masyarakat di pedesaan.
2. Koordinasi Lintas Sektoral
Pengembangan penanganan industriualisasi pedesaan
berbasis pertanian kedepan tidak dapat dilakukan secara partial,
oleh karena itu pendekatan koordinasi antar kelembagaan terkait
yang telah dirintis perlu ditingkatkan baik di tingkat pusat, daerah
dan di lembaga penyuluhan. Koordinasi tersebut dimaksudkan
antara lain untuk mensinkronkan program dan pelaksanaan
perbaikan penanganan pascapanen, pengolahan dan pemasaran
hasil pertanian agar dapat memberikan hasil/dampak yang
maksimal.
3. Aspek Teknologi
Pengembangan agroindustri di masa yang akan datang
diarahkan untuk
Page 17
meningkatkan peran teknologi melalui penambahan jumlah alsin
yang masih sangat
terbatas. Dalam penambahan alsin tersebut perlu memperhatikan
jenis alat dan mesin
yang secara teknis dan ekonomi layak untuk dikembangkan serta
kondisi sosial
memungkinkan. Dalam pengembangan alsin tersebut pemerintah
diharapkan dapat
menyediakan fasilitas kredit alsin dengan tingkat suku bunga
rendah dan persyaratan
lunak.
4. Aspek Kelembagaan
Dalam penanganan pascapanen/pengolahan, pelaku
pascapanen (petani/
kelompok tani), usaha yang bergerak dalam pascapanen, dan
industri pengolahan hasil primer, perlu ditata dan diperkuat sebagai
komponen dari sistem perekonomian di pedesaan terutama di
bidang teknologi alsin dan manajemen usaha agar mereka mampu
meraih nilai tambah
5. Aspek Sumber Daya Manusia
Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) diarahkan
untuk peningkatan sikap, pengetahuan, ketrampilan dan
pengembangan kewirausahaan, manajemen serta kemampuan
perencanaan usaha. Dengan adanya peningkatan mutu SDM
diharapkan penggunaan alsin akan meningkat dan areal yang
dapat ditangani akan bertambah. Peningkatan mutu SDM dilakukan
melalui pelatihan/kursus, kerjasama dengan lembaga pelatihan
seperti perguruan tinggi, magang diperusahaan yang telah maju.
Sedangkan pelatihan dilakukan baik kepada petugas maupun para
pengelola alsintan dan petani.
6. Aspek Permodalan
Kelembagaan yang menangani pascapanen/pengolahan
pada umumnya lemah dalam permodalan. Untuk itu perlu
Page 18
diupayakan adanya skim khusus untuk alsin
pascapanen/pengolahan dengan persyaratan yang mudah, suku
bunga rendah dan dapat dijangkau oleh masyarakat.
B. POLA PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI PEDESAAN
Dalam upaya mengembangkan agroindustri pedesaan agar dapat lebih berperan
dalam pemberdayaan ekonomi rakyat, diperlukan strategi yang mampu mengurangi
atau meniadakan hambatan-hambatan di atas dan sekaligus meningkatkan potensi
yang ada serta membuka peluang lebih luas. Keterpaduan kualitas aspek surnberdaya
manusia, pemodalan, manajemen, dan teknologi serta kekhasan produk pertanian
harus tereermin dalam lembaga sebagai salah satu pola pengembangan agroindustri
pedesaan. Seperti halnya komoditas seeara umurn hasil pertanian tertentu merniliki
keunggulan komparatif untuk dikembangkan di wilayah tertentu., karena secara kultur
teknis sesuai dan hanya dapat dikembangkan secara berhasil didaerah tersebut.
Contoh salak pondoh didaerah Siernad (yogya), mangga Indramayu, bawang Brebes,
apel Malang, tembakau Temanggung, nenas Lampung, kakao Sula'.vesi Tenggara.,
kayu eboni Sulawesi Tengah, getah dan tengkawang Kalimantan (Tengah khus:lsnya)
,kayueendana - Sumbawa . Selain itu seeara historis teniapat agroindustri kecil atau rumah
tangga yang berkembang seeara berhasil dan menjadi ciri daerah tersebut Contoh produk itu
antara lain dodol - Garut, jenang - Kudus, gethuk- Magelang, kerupuk udang
Sidoarjo, brem - Bali, minuman juice markisah - Brastagi, kopi- Dairi Mandailing,
vanili- Temanggung (dulu sampai tahun 1980-an, kini posisinya digantikan oleh Bali ),
eengkeh - Minahasa, pala- Maluku, lada - Bangka-Belitung, tembakau eerutu- Deli,
teh - Jawa Barat, daging itik - Banjarmasin, susu - Pengalengan, lenun -Majalaya,
rokok- Kudus atau Kediri dan masih banyak lagi contoh serupa . Pengembangan agroindsutri
memerlukan skala yang sifatnya spesifik baik untuk subsistem masukan (prasarana produksi)
subsistem budidaya pengolahan maupun pemasarannya Agroindustri yang berkembang di
pedesaan masih cenderung tradisional, berskala rumah tangga dan tersebar dalam unit-unit
usaha yang kecil.
Sementara itu, agroindustri yang menerapkan teknologi maju, padat modal, dan skala
besar kurang berperan dalam menopang perekonomian pedesaan. Agar tercapai tingkat
efisiensi yang tinggi, kegiatan produksi dan agroindustri menuntut prasyarat skala ekonomi
tertentu. Bahan baku yang diperlukan bagi agroindustri harus tersedia dalam jumlah tertentu,
berkeJanjutan (kontinue) dengan mutu yang baik dan harus dipenuhi seeara konsisten dari
Page 19
waktu ke waktu. Kegiatan produksi memerlukan suatu rangkaian pengendalian mutu yang
kental agar dicapai persyaratan proses pada kegiatan pengolahan, selanjutnya dalam
kaitannya dengan hal tersebut perlu pusat pengembangan komoditas unggulan yang terpadu
dengan pengolahan dan pemasaran merupakan uapaya untuk mengatasi kesenjangan tersebut.
Pengembangan agroindustri berskala kecil membutuhkan lingkungan usaha yang mendukung
serta dapat diwujudkan secara bersama oleh pemerintah dan dunia usaha. Petani yang
berusaha dibidang agroindustri kecil membutuhkan organisasi sebagai wadah yang dapat
memperjuangkan nasibnya. Demikian pula layanan bisnis merupakan bagian yang tidak
terisahkan dari pengembangan agromdustri. Lembaga penunjang tersebut harus ditingkatkan
efisiensi dan daya saingnya baik dalam negeri maupun dalam pasar intemasional
Beberapa ciri agroindustri pedesaan adalah unit usaha kecil, dengan penyebaran yang
luas, dan tingkat teknologi yang diterapkan rendah serta dukungan modal yang terbatas.
Kondisi ini yang menyebabkan agroindustri pedesaan sulit berkembang. Keberadaan lembaga
kemitraan diperlukan untuk menopang kegiatan agroindustri tersebut. Beragam pola
kemitraan telah diterapkan untuk pengembangan industri, antara lain : anak angkat bapak
angkat, pola inti plasma ( antara lain PIR), penyertaan modal ventura, pengembangan industri
kecil menengah berbasis teknologi, model usaha ekonomi bersama, model inkubator .Dalam
penerapan di lapang poIa-poia pengembangan tersebut menghasilkan kinerja yang beragam.
Ada yang berhasil dengan baik, sebaliknya tak sedikit yang mengenai sasaran. Salah satu
kesamaan faktor kegagalan lembaga kemitraan adalah kedudukan petanil petemakan ayam,
usaha kecil yang dianggap lebih rendah dan lebih membutuhkan oleh pihak yang berrnitIa
(usaha besar I swasta). Untuk mengatasi hal tersebut Eriyatno (19;5) mengusulkan konsep
kemitraan yang didasarkan atas sejajar, saling menguntungkan dan saling menghidupi.
Keterpaduan aspek bisnis, finansial, teknologi dan peningkatan sumber daya manusia
Inti strategi pengembangan agro industri harus mampu mempersatukan tujuan berikut:
a) pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, b) pilihan lokasi industri yang efisien
tetapi memakai tenaga kerja dalam jumlah besar, dan c) memiliki keadaan ukuran industri
menurut ukuran a) dan b) dan prioritas industri di lokasi yang dipilih harus mampu
memperbesar pemasaran hasil pertanian dan menyerap tenaga kerja untuk pertumbuhan
ekonomi desa.
Page 20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Konsep Agroindustri
Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai
bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan serta jasa untuk kegiatan tersebut.
Secara eksplisit pengertian Agroindustri pertama kali diungkapkan oleh Austin (1981)
Page 21
yaitu perusahaan yang memproses bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau
hewani (yang dihasilkan oleh hewan).
Agroindustri pedesaan adalah agroindustri yang berorientasi dipedesaan dan
hasil bumi atau berbasis pada kegiatan pertanian dan perikan menjadi komoditasnya
sering dimasukan dalam lingkup agroindustri pedesaan. penekanan pada
pembangunan pertanian agroindustri pedesaan mengandung stategi.
Wibowo (1997) mengemukakan perlunya pengembangan agroindustri di
pedesaan dengan memperhatikan prinsip-prinsip dasar diantaranya:
1. Memacu keunggulan kompetitif produk/komoditi serta komparatif setiap wilayah,
2. Memacu peningkatan kemampuan suberdaya manusia dan menumbuhkan
agroindustri yang sesuai dan mampu dilakukan di wilayah yang dikembangkan,
3. Memperluas wilayah sentra-sentra agribisnis komoditas unggulan yang nantinya
akan berfungsi sebagai penyandang bahan baku yang berkelanjutan,
4. Memacu pertumbuhan agribisnis wilayah dengan menghadirkan subsistem-
subsitem agribisnis
5. Menghadirkan berbagai sarana pendukung berkembangnya industri pedesaan.
Tujuan pembangunan agroindustri pedesaan dapat dijabarkan sebagai berikut.
1. untuk meningkatkan nilai tambah hasil panen,
2. meningkatkan mutu dan harga hingga mencapaikan hasil dan efisiensi
kegiatan agroindustri.
3. mengembangkan diversifikasi produk dan mengurangi produksi atau
kelangkaan permintaan pada periode tertentu.
4. sebagai wahana pengenalan, pemanfaatan, pengolahan teknologi dan sebagai
peran masyarakat membudayakan industri, melalui menciptakan
wirausahawan baru dan swadaya pertanian.
b. Kendala-kendala pembangunan agroindustri di daerah pedesaan
Agroindustri berpotensi untuk dikembangkan melihat aspek ketersediaan bahan baku.
namun banyak kendala yang menjadi tersendatnya laju agroindustri tersebut, yaitu
1) keterbatasan modal
2) kualitas sumber daya manusia
3) keterbatasan penerapan teknologi
Page 22
4) sarana dan prasarana yang kurang atau tidak memadai, dan kelembagaan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka hal-hal yang perlu
mendapat perhatian dalam mendukung pengembangan industrialisasi
pedesaan berbasis pertanian, antara lain:
1. Aspek Kebijakan
Disadari bahwa selama ini keberpihakan pada kegiatan
yang terkait dalam
industrialisasi pedesaan berbasis pertanian masih tertinggal,
dibandingkan dengan
kegiatan di sektor hulu. Oleh karena itu, diperlukan suatu kebijakan
yang menyeluruh
dalam pembangunan agribisnis (hulu-hilir), sehingga nilai tambah
sektor pertanian dapat dinikmati oleh masyarakat di pedesaan.
2. Koordinasi Lintas Sektoral
Pengembangan penanganan industriualisasi pedesaan
berbasis pertanian kedepan tidak dapat dilakukan secara partial,
oleh karena itu pendekatan koordinasi antar kelembagaan terkait
yang telah dirintis perlu ditingkatkan baik di tingkat pusat, daerah
dan di lembaga penyuluhan. Koordinasi tersebut dimaksudkan
antara lain untuk mensinkronkan program dan pelaksanaan
perbaikan penanganan pascapanen, pengolahan dan pemasaran
hasil pertanian agar dapat memberikan hasil/dampak yang
maksimal.
3. Aspek Teknologi
Pengembangan agroindustri di masa yang akan datang
diarahkan untuk
meningkatkan peran teknologi melalui penambahan jumlah alsin
yang masih sangat
terbatas. Dalam penambahan alsin tersebut perlu memperhatikan
jenis alat dan mesin
yang secara teknis dan ekonomi layak untuk dikembangkan serta
kondisi sosial
Page 23
memungkinkan. Dalam pengembangan alsin tersebut pemerintah
diharapkan dapat
menyediakan fasilitas kredit alsin dengan tingkat suku bunga
rendah dan persyaratan
lunak.
4. Aspek Kelembagaan
Dalam penanganan pascapanen/pengolahan, pelaku
pascapanen (petani/
kelompok tani), usaha yang bergerak dalam pascapanen, dan
industri pengolahan hasil primer, perlu ditata dan diperkuat sebagai
komponen dari sistem perekonomian di pedesaan terutama di
bidang teknologi alsin dan manajemen usaha agar mereka mampu
meraih nilai tambah
5. Aspek Sumber Daya Manusia
Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) diarahkan
untuk peningkatan sikap, pengetahuan, ketrampilan dan
pengembangan kewirausahaan, manajemen serta kemampuan
perencanaan usaha. Dengan adanya peningkatan mutu SDM
diharapkan penggunaan alsin akan meningkat dan areal yang
dapat ditangani akan bertambah. Peningkatan mutu SDM dilakukan
melalui pelatihan/kursus, kerjasama dengan lembaga pelatihan
seperti perguruan tinggi, magang diperusahaan yang telah maju.
Sedangkan pelatihan dilakukan baik kepada petugas maupun para
pengelola alsintan dan petani.
6. Aspek Permodalan
Kelembagaan yang menangani pascapanen/pengolahan
pada umumnya lemah dalam permodalan. Untuk itu perlu
diupayakan adanya skim khusus untuk alsin
pascapanen/pengolahan dengan persyaratan yang mudah, suku
bunga rendah dan dapat dijangkau oleh masyarakat.
c. strategi pembangunan agroindustri di daerah pedesaan
Page 24
Faktor-faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam mendukung
pengembangan
Industrialisasi Perdesaan di masa yang akan datang antara lain adalah
sebagai berikut.
1) Lingkungan Strategis
2) Penataan Kembali Industri Perdesaan
Strategi ini, mengidentifikasikan enam skala prioritas yang perlu
diimplementasikan secara konsisten dengan dukungan otoritas
pemerintah pusat maupun daerah, sektor swasta, dan organisasi
masyarakat dalam hal :
a. Percepatan pembangunan sumberdaya manusia dan
kewirausahaan
b. Memperkuat modal sosial melalui desentralisasi, gerakan
kolektif dan pemberdayaan masyarakat.
c. Revitalisasi peroduktivitas pertanian berspektrum luas
melalui peningkatan penerapan teknologi dan diversifikasi
d. Mendukung agribisnis dan sistem usahatani dan industri
pertanian yang berkemampuan daya saing
e. Meningkatkan manajemen sumberdaya alam
3.2 Saran
Berdasarkan pemaparan diatas maka saran yang dapat diberikan adalah:
a. Pemerintah
Agar agroindustri di daerah pedesaan berjalan dengan maksimal, maka pemerintah
harus lebih mengutamakan agroindustri di daerah pedesaan untuk industri
kecil/industri pedesaan guna meningkatkan ekonomi masyarakat pedesaan.
b. Masyarakat
Ada baiknya Masyarakat mendukung program agroindustri yang dilaksanakan
oleh pemerintah, sehingga jika masyarakat dan pemerintah bisa bekerja sama
dengan baik maka program tersebut bisa berjalan dengan lancar.
Page 25
DAFTAR RUJUKAN
.2005. Revitalisasi Pertanian Melalui Agroindustri Perdesaan. Departemen Pertanian
(Online), (www.litbang.deptan.go.id , diakses pada 22 oktober 2011)
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=215&Itemid=76
(Online), diakses pada 23 Oktober 2011
http://jehovaimmeka.wordpress.com/2011/03/30/pengembangan-agro-industri-dan-tenaga-
kerja-pedesaan-di-indonesia/ (Online), diakses pada 23 Oktober 2011
http://www.batan.go.id/sjk/eII2006/Page04/P04e.pdf (Online), diakses pada 23 Oktober 2011
__________. Agroindustri, (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Agroindustri, diakses pada
22 Oktober 2011)
Kodri, Ahmad. 2011. Agroindustri Pedesaan dan Perekonomian Rakyat, (Online),
(http://nerifimylover.blogspot.com/2011/04/agroindustri-pedesaan-dan-
perekonomian.html, diakses pada 22 Oktober 2011)
Dewa, I. Putu. Revitalisasi Pertanian Melalui Agroindustri Pedesaan, (Online),
(http://suaraanakrakyat.blogspot.com/2011/07/revitalisasi-pertanian-
melalui.html, diakses pada 22 Oktober 2011)
.