Top Banner
PEMANFAATAN BATUBARA PADA INDUSTRI SEMEN Disusun oleh : Richki Agus Satryan 0609 3040 0377 Septiana Anggraini 0609 3040 0380 Kelas : 5KC Kelompok : V11 Instruktur : Ir. Sahrul Effendy, M.T
25

Pemanfaatan Batubara Pada Industri Semen

Nov 15, 2015

Download

Documents

hello
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

PEMANFAATAN BATUBARA PADA INDUSTRI SEMEN

Disusun oleh :

Richki Agus Satryan0609 3040 0377

Septiana Anggraini0609 3040 0380

Kelas

: 5KC

Kelompok

: V11

Instruktur

: Ir. Sahrul Effendy, M.TTeknik Kimia

Politeknik Negeri Sriwijaya

2011BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangPeranan batubara setelah Krisis Minyak Dunia Pertama pada tahun 1973 danKrisis Minyak Dunia Kedua pada tahun 1979 membuat batubara menjadipenting teutama pada Industri Pembangkit Listrik Tenaga Uap dan IndustriSemen Portland , tidak saja di In- donesia tetapi juga di dunia padaumumnya. Sejak saat itu Pemerintah Indonesia mengharuskan kedua Industridiatas agar mengganti pemakaian bahan bakarnya yang semula menggunakanminyak kemudian mengharuskan pemakaian batubara untuk Industrinya .Pemakaian minyak sebagai bahan bakar dalam Industri Semen Portland akan berbeda ca- ra penanganannya apabila menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya , sebab kedua macam bahan bakar tersebut mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda satu sama lain, oleh karenanya diperlukan pengenalan dan pengetahuan mengenai sifat-sifat para- meter batubara baik oleh setiap pengguna batubara dalam hal ini Industri Semen mau- pun oleh pemasok batubaranya agar setiap Industri Semen dapat selalu menjamin baik kualitas produksinya maupun kuantitasnya dari semen Portland tersebut.Batubara merupakan salah satu jenis bahan bakar untuk membangkit energi. Berdasarkan cara penggunaannya sebagai penghasil energi, batubara dibedakan:1. Penghasil energi panas primer, yaitu langsung dipergunakan untuk industri, misalnya sebagai bahan burner (pembakar) dalam industri semen, pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), bahan bakar pembuat kapur tohor, bahan bakar pembuat genting, bahan bakar lokomotif, pereduksi proses metalurgi, kokas konvensional bahan bakar tidak berasap (smokeless fuel).2.Penghasil energi sekunder, yaitu tidak langsung dipergunakan untuk idustri, misalnya sebagai bahan bakar padat (briket), bahan bakar cair (konversi menjadi bahan bakar cair), bahan bakar gas (konversi menjadi bahan bakar gas).Batubara dapat pula dipergunakan tidak sebagai bahan bakar, tetapi digunakan sebagai reduktor pada proses peleburan timah industri ferro-nikel, industri besi dan baja, sebagai bahan pemurnian pada industri kimia (dalam bentuk karbon aktif), sebagai bahan pebuat kalsium karbida (dalam bentuk kokas atau semi kokas).Sebagai catatan, pemanfaatan batubara sebagai energi panas kontak langsung sering pula dilakukan. Artinya batubara tersebut dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit energi panas, dimana pada proses pembakaran, batubara bersinggungan secara langsung dengan materi lain tanpa ada pembatas, misalnya dalam proses pembakaran genting, kapur tohor, keramik,industri semen. Pada operasi pembakaran batubara sebagaienergi kontak langsung sifat fisik dan kimia batubara akan sangat menentukan terhadap proses pembakaran. Sifat-sifat batubara yang perlu dicermati antara lain kadar abu (ash content), kadar lengas (moisture content), vollatile matter, fixed carbon.1.2. Rumusan Masalah1.2.1 Menjelaskan pengertian semen 1.2.2 Menjelaskan jenis jenis semen

1.2.3 Menjelaskan tipe tipe semen portland

1.2.4 Menjelaskan proses pembuatan semen

1.2.5 Menjelaskan tahap tahap pembuatan semen

1.2.6 Menjelaskan bahan bakar yang digunakan untuk industri semen 1.2.7 Apa karakteristik batubara yang digunakan untuk pembakaran pada idustri semen?

1.2.8 Menjekaskan proses pembakaran semen

1.2.3 Tujuan1.3.1 Dapat menjelaskan pengertian semen

1.3.2 Dapat menjelaskan jenis - jenis semen portland

1.3.3 Dapat menjelaskan tipe tipe semen portland

1.3.4 Dapat menjelaskan proses pembuatan semen portland

1.3.5 Dapat menjelaskan tahap tahap pembuatan semen

1.3.6 Dapat menjelaskan bahan bakar yang digunakan untuk industri semen

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Pengertian Semen

Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air. Bila semen dicampurkan dengan air, maka terbentuklah beton. Beton nama asingnya,concrete-diambil dari gabungan prefiks bahasa Latin com, yang artinya bersama-sama, dan crescere (tumbuh), yang maksudnya kekuatan yang tumbuh karena adanya campuran zat tertentu.

Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa kalsium oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa: silika oksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO). Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentukclinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau 50 kg. Dalam pengertian umum, semen adalah suatu binder, suatu zat yang dapat menetapkan dan mengeraskan dengan bebas, dan dapat mengikat material lain. Abu vulkanis dan batu bata yang dihancurkan yang ditambahkan pada batu kapur yang dibakar sebagai agen pengikat untuk memperoleh suatu pengikat hidrolik yang selanjutnya disebut sebagai cementum. Semen yang digunakan dalam konstruksi digolongkan kedalam semen hidrolik dan semen non-hidrolik. 2.2.2 Jenis jenis Semen1. Semen Abu Atau semenPortl and adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru- biruan, dibentuk dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang bersuhu dan bertekanan tinggiSemen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester. Semen ini berdasarkan prosentase kandungan penyusunannya terdiri dari 5 tipe, yaitu tipe I sampai tipe V.

2. Semen Putih (gray cement) Adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan untuk pekerjaan penyelesaian(finishi ng), seperti sebagaifi ller atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari bahan utama kalsit (calcite) limestone murni. 3. Oil Well Cement Atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai. 4. Mixed & Fly Ash Cement Adalah campuran semen abu denganPo zzol an buatan (fly ash).Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang mengandungamorphous silica, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi lebih keras.2.3 Tipe tipe Semen Portland

Berdasarkan prosentase kandungan penyusunnya, semen Portland terdiri dari 5 tipe yaitu : 2.3.1 Semen Portland tipe I

Adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dengan cara menggiling klinker yang kandungan utamanya kalsium silikat dan digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah:

55% (C3S); 19% (C2S); 10% (C3A); 7% (C4AF); 2,8% MgO; 2,9% (SO3);

1,0% hilang dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO.

2.3.2 Semen Portland tipe II

Dipakai untuk keperluan konstruksi umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan tekan awal, dan dapat digunakan untuk bangunan rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat dan lain-lain. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah:

51% (C3S); 24% (C2S); 6% (C3A); 11% (C4AF); 2,9% MgO; 2,5% (SO3);

0,8% hilang dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO.

2.3.3 Semen Portland tipe III

Dipakai untuk konstruksi bangunan dari beton massa (tebal) yang memerlukan ketahanan sulfat dan panas hidrasi sedang, misal bangunan dipinggir laut, bangunan bekas tanah rawa, saluran irigasi , dam-dam.

Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah:

57% (C3S); 19% (C2S); 10% (C3A); 7% (C4AF); 3,0% MgO; 3,1% (SO3);

0,9% hilang dalam pembakaran, dan 1,3% bebas CaO

2.3.4 Semen Portland tipe IV

Dipakai untuk konstruksi bangunan yang memerlukan kekuatan tekan tinggi pada fase permulaan setelah pengikatan terjadi, misal untuk pembuatan jalan beton, bangunan-bangunan bertingkat, bangunan-bangunan dalam air. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah:

28% (C3S); 49% (C2S); 4% (C3A); 12% (C4AF); 1,8% MgO; 1,9% (SO3);

0,9% hilang dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO.

2.3.5 Semen Portland tipe V

Dipakai untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga nuklir. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah:

38% (C3S); 43% (C2S); 4% (C3A); 9% (C4AF); 1,9% MgO; 1,8% (SO3); 0,9%

hilang dalam pembakaran, dan 0,8% bebas CaO.

Semakin baik mutu semen, maka semakin lama mengeras atau membatunya jika dicampur dengan air, dengan angka-angka hidrolitas yang dapat dihitung dengan rumus:

(% SiO2 + % Al2O3 + Fe2O3) : (% CaO + % MgO)

Angka hodrolitas ini berkisar antara 1/2 (keras sekali). Namun demikian dalam industri semen angka hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara 1/1,9 dan 1/2,15.2.4 Proses Pembuatan semen

Proses pembuatan semen dapat dibedakan menurut : 2.4.1 Proses basah Pada proses basah semua bahan baku yang ada dicampur dengan air, dihancurkan dan diuapkan kemudian dibakar dengan menggunakan bahan bakar minyak, bakar (bunker crude oil). Proses ini jarang digunakan karena masalah keterbatasan energi BBM. 2.4.2 Proses Semi BasahPada proses ini penyediaan umpan tanur hampir sama dengan proses basah, namun umpan tanur yang akan diberikan, disaring terlebih dahulu dengan press filter. Filter cake dengan kadar 15 25% digunakan sebagai umpan tanur. Konsumsi panas yang digunakan pada proses ini cukup besar sekitar 1000 1200 Kcal/Kg klinker. Proses ini jarang digunakan karena biaya produksinya yang terlalu besar dan kurang menguntungkan.2.4.3 Proses kering Pada proses kering digunakan teknik penggilingan danble nding kemudian dibakar dengan bahan bakar batubara. Proses ini meliputi lima tahap pengelolaan yaitu :

1.Proses pengeringan dan penggilingan bahan baku di rotary dryer dan roller meal.

2. Proses pencampuran (homogenizing raw meal) untuk mendapatkan campuran yang homogen.

3.Proses pembakaran raw meal untuk menghasilkan terak (clinker : bahan setengah jadi yang dibutuhkan untuk pembuatan semen).

4.Proses pendinginan terak.

5.Proses penggilingan akhir di manaclinker dangypsum digiling dengan cement mill.

Dari proses pembuatan semen di atas akan terjadi penguapan karena pembakaran dengan suhu mencapai 900 derajat Celcius sehingga menghasilkan : residu (sisa) yang tak larut, sulfur trioksida, silika yang larut, besi dan alumunium oksida, oksida besi, kalsium, magnesium, alkali, fosfor, dan kapur bebas.

2.4.4 Proses Semi KeringProses ini dikenal dengan nama grate process yang merupakan transisi antara proses basah dan kering. Pada proses ini umpan tanur disemprot air dengan alat yang bernama granulator (pelletizer) untuk mengubah umpan tanur menjadi granular atau nodule dengan kandungan air 10 12% dan ukurannya 10 -12 mm seragam. Proses ini menggunakan tungku tegak (shaft kiln) atau long rotary kiln. Konsumsi panas untuk proses ini sebesar 1000 Kcal/Kg klinker.2.5 Tahap tahap Proses Pembuatan Semen

Secara garis besar proses produksi semen melalui 6 tahap, yaitu :

2.5.1 Penambangan dan penyimpanan bahan mentah

Semen yang paling umum yaitu semen portland memerlukan empat komponen bahan kimia yang utama untuk mendapatkan komposisi kimia yang sesuai. Bahan tersebut adalah kapur (batu kapur), silika (pasir silika), alumina (tanah liat), dan besi oksida (bijih besi). Gipsum dalam jumlah yang sedikit ditambahkan selama penghalusan untuk memperlambat pengerasan. 2.5.2 Penggilingan dan pencampuran bahan mentah Semua bahan baku dihancurkan sampai menjadi bubuk halus dan dicampur sebelum memasuki proses pembakaran. 2.5.3 Homogenisasi dan pencampuran bahan mentah 2.5.4 Pembakaran

Tahap paling rumit dalam produksi semen portland adalah proses pembakaran, dimana terjadi proses konversi kimiawi sesuai rancangan dan proses fisika untuk mempersiapkan campuran bahan baku membentuk klinker. Proses ini dilakukan di dalam rotary kiln dengan menggunakan bahan bakar fosil berupa padat (batubara), cair (solar), atau bahan bakar alternatif. Batubara adalah bahan bakar yang paling umum dipergunakan karena pertimbangan biaya.

2.5.5 Penggilingan hasil pembakaran Proses selanjutnya adalah penghalusan klinker dengan tambahan sedikit gipsum, kurang dari 4%,untuk dihasilkan semen portland tipe 1. Jenis semen lain dihasilkan dengan penambahan bahan aditif posolon atau batu kapur di dalam penghalusan semen. 2.5.6. Pendinginan dan pengepakan

Reaksi-reaksi yang terjadi Reaksi alite dengan air :

2Ca3OSiO4 + 6H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + 3Ca(OH)2 Reaksi ini relatif cepat, menyebabkan penetapan dan perkembangan penguatan pada beberapa minggu pertama.

Reaksi dari belite : 2Ca2SiO4 + 4H2O 3CaO.2SiO2.3H2O + Ca(OH)2

Reaksi ini relatif lambat, dan berperan untuk meningkatkan penguatan setelah satu minggu. Hidrasi trikalsium aluminat dikontrol oleh penambahan kalsium sulfat, yangdengan seketika menjadi cairan pada saat penambahan air. Pertama-tama, etringit dibentuk dengan cepat, menyebabkan hidrasi yang lambat.

Ca3(AlO3)2 + 3CaSO4 + 32H2O Ca6(AlO3)2(SO4)3.32H2O

Sesudah itu etringit bereaksi secara lambat dengan trikalsium aluminat lebih lanjut untuk membentuk monosulfat. Ca6(AlO3)2(SO4)3.32H2O + Ca3(AlO3)2 + 4H2O 3Ca4(AlO3)2(SO4).12H2O . Reaksi ini akan sempurna setelah 1-2 hari. Kalsium aluminoferit bereaksi secara lambat karena adanya hidrasi besi oksida.

2Ca2AlFeO5 + CaSO4 + 16H2O Ca4(AlO3)2(SO4).12H2O + Ca(OH)2 + 2Fe(OH)3

2.6 Bahan bakar yang digunakan untuk industri semenTahap paling rumit dalam produksi semen portland adalah proses pembakaran, dimana terjadi proses konversi kimiawi sesuai rancangan dan proses fisika untuk mempersiapkan campuran bahan baku membentuk klinker. Proses ini dilakukan di dalam rotary kiln dengan menggunakan bahan bakar fosil berupa padat (batubara), cair (solar), atau bahan bakar alternatif. Batubara adalah bahan bakar yang paling umum dipergunakan karena pertimbangan biaya.Operasi pembakaran pada tanur putar merupakan langkah yang paling kritis dalam setiap industry semen, baik ditinjau secara teknis maupun secara ekonomis. Operasi pembakaran di tanur putar menentukan operasi pada unit-unit yang lain, serta memerlukan pemakaian energy panas yang nilainya dapat mencapai 30% dari biaya operasi keseluruhan. Produktifitas dari industry semen umumnya ditentukan oleh produkstifitas unit tanur putarnya. Sedangkan produktifitas tanur putar umumnya ditentukan oleh run factornya, yang umumnya ditentukan oleh ketahanan lapisan batu tahan apinya.Aspek utama yang paling berpengaruh terhadap ketahanan lapisan batu tahan api dan efesiensi operasi pembakaran dalam tanur putar, adalah dalam jenis bahan bakar yang dipakai. Untuk kedua tujuan tersebut diperlukan operasi pembakaran yang dapat menghasilkan nyala yang stabil dan suhu yang setinggi mungkin.

Pemakaian bahan bakar dengan jenis batubara tertentu dalam operasi pembakaran dalam tanur putar dapat menghasilkan produktifitas yang berbeda apabila dibandingkan dengan pemakaian bahan bakar jenis lain. Misalnya operasi pembakaran dengan bahan bakar batubara akan memerlukan konsumsi panas persatuan produk yang lebih besar, dibandingkan pemakaian bahan bakar minyak atau bahan bakar gas. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pola operasi pembakaran dari ketiga jenis bahan bakar tersebut yaitu bahan bakar gas, cair dan padat. Operasi pembakaran batubara akan memerlukan pemakaian udara dingin yang jauh lebih besar sedangkan sebaliknya operasi pembakaran memakai bahan bakar minyak (BBM) atau gas alam akan memakai udara pada suhu tinggi yang lebih besar.

Disamping itu, operasi pembakaran batubara juga akan menghasilkan suhu nyala yang lebih rendah serta stabilitas yang kurang baik dibandingkan dengan minyak atau gas alam, kedua hal ini akan memperpendek umur dari lapisan batu tahan api. Keadaan inilah yang menyebabkan operasi pembakaran dengan memakai batubara akan kurang produktif dibandingkan dengan operasi pembakaran dengan minyak atau gas alam. Tidak produktif dari segi teknis antara lain karena :

a. Konsumsi panas persatuan produk

b. Umur lapisan batu tahan api atau dengan kata lain produktifitas tanur putar yang berarti produktifitas pabrik semen secara keseluruhan

Secara ekonomis dapat dinyatakan bahwa operasi dengan memakai batubara akan kurang ekonomis dibandingkan dengan memakai minyak atau gas alam, antara lain :

a. Naiknya biaya operasi pembakaran

b. Naiknya biaya operasi batu tahan api

c. Naiknya biaya produksi semen akibat penurunan produksi semen

Mengingat jenis dan kualitas batubara di Indonesia sangat seragam, maka secara umum dapat dikatakan bahwa produktifitas pemakaian batubara dalam operasi pembakaran pada tanur putar akan menurun sebanyak 10-20% dibandingkan dengan pemakaian minyak atau gas alam.2.7 Karakteristik Batubara yang Digunakan Untuk Pembakaran Semen pada Industri Semen

Seperti diketahui bahwa batubara merupakan suatu campuran padatan yang sangat heterogen dan terdapat dialam dengan tingkat atau grade yang berbeda, mulai dari lignit, sub bitumine, bitumine sampai antrasit. Sebagai padatan, batubara terdiri atas kumpulan maceral (vitrinite, eksinite dan enertinite) dan mineral (clay, kalsit dan lain-lain).

Dilihat dari unsure-unsur pembentuk batubara terdiri dari carbon, oksigen, nitrogen sedikit sulfur, fosfor dan lain-lain. Sedangkan dari segi struktur molekul, dapat dibedakan atas aromatic dan aliphatic. Oleh karena itu dalam industry semen, batubara digunakan sebagai bahan bakar, maka panas pembakaran, hasil-hasil pembakaran dan sisa-sisa pembakaran perlu diketahui terutama apabila hal-hal tersebut dapat mengganggu kualitas semen yang akan dihasilkan.

Apabila kita membakar batubara dengan free grate, maka panjang nyala yang dihasilkan, tergantung besarnya kandungan volatile matter nya. Batubara dengan kadar volatile matter yang tinggi, akan menghasilkan nyala yang panjang diatas grate fire dan batubara dengan kadar volatile matter yang rendah, akan menghasilkan nyala yang pendek. Oleh karenanya antrasit biasa disebut dengan short flaming coal dan bitumine sebagai long flaming coal.

Akan tetapi batubara akan menghasilkan hasil yang berbeda bila dibakar dalam bentuk batubara halus didalam tanur putar. Long flaming coal bila dibakar dalam tanur putar sebagai batubara halus akan terurai dengan segera dan volatile matter yang menguap akan terbakar dengan cepat. Sedangkan partikel coke yang sudah tersegregasi akan mempunyai luas permukaan yang sangat besar sehingga serbuk batubara dapat terbakar secara cepat. Hal ini yang menyebabkan long flaming coal didalam tanur putar akan terbakar hanya dalam daerah yang pendek dari tanur atau dengan kata lain akan menghasilkan nyala pendek. Short flaming coal mengandung sedikit volatile matter, bila dibakar dalam tanur putar sebagai batubara halus akan terurai secara lambat, sehingga akan terbakar dalam jarak yang lebih panjang.

Dengan demikian, batubara yang disebut short flaming coal bila dibakar sebagai batubara halus didalam tanur putar, akan menghasilkan nyala yang panjang. Operasi pembakaran dalam tanur putar membutuhkan pembakaran dengan suhu nyala yang sangat tinggi, karena proses klinkerisasi memerlukan suhu material sekitar 1450 0C. disamping itu suhu nyala yang lebih tinggi akan menghasilkan heat transfer yang lebih besar. Kedua hal ini sangat berpengaruh dalam hal efektifitas dan efesiensi operasi pembakaran dalam tanur putar. Walaupun antrasit memiliki nilai kalor yang tinggi, penggunaannya sebagai bahan bakar dalam tanur putar kurang disukai, karena antrasit menghasilkan nyala yang lebih panjang dengan suhu yang relative lebih rendah.Demikian juga lignit, yang disamping mempunyai kandungan volatile matter yang tinggi dan heating value rendah, tidak disukai karena akan menghasilkan suhu nyala yang lebih rendah. Bitumine adalah jenis batubara yang lebih disukai pemakaiannya sebagai bahan bakar dalam tanur putar, karena mempunyai kandungan volatile matter yang cukup, tetapi nilai kalornya relative tinggi.

Oleh karena itu bitumine dapat menghasilkan suhu nyala yang lebih tinggi. Akan tetapi bitumine yang berkandungan abu lebih besar (akibat adanya impurities yang biasanya dari clay dan sebagainya) atau berkandungan air yang tinggi juga tidak disukai, karena hal-hal tersebut akan menurunkan suhu nyala disamping membutuhkan juga excess air yang lebih besar. Hal ini akan mengakibatkan rendahnya efektifitas dan efisiensi operasi pembakaran dalam tanur putar.

Sebenarnya secara teoritis diharapkan bituminous coal yang bersih dari non combustible material akan menghasilkan suhu nyala yang pendek dan lebih tinggi dibandingkan dengan fuel oil dan natural gas. Tetapi pada prakteknya kandungan non combustible material baik berupa ash atau moisture tidak dapat dihindarkan, sehingga membutuhkan operasi dengan excess air yang lebih tinggi dan membutuhkan primary air (yang suhunya rendah) yang lebih besar.

Hal ini akan menurunkan suhu nyala disamping memperbesar flow rate gas bakar yang mengakibatkan lebih pendeknya retention time gas dalam tanur putar dari preheater system dan akan menurunkan heat transfer rate, yang berarti akan memperbesar terbuangnya panas melalui preheater gas.Sebagai catatan, pemanfaatan batubara sebagai energi panas kontak langsung sering pula dilakukan. Artinya batubara tersebut dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit energi panas, dimana pada proses pembakaran, batubara bersinggungan secara langsung dengan materi lain tanpa ada pembatas, misalnya dalam proses pembakaran genting, kapur tohor, keramik,industri semen. Pada operasi pembakaran batubara sebagaienergi kontak langsung sifat fisik dan kimia batubara akan sangat menentukan terhadap proses pembakaran. Sifat-sifat batubara yang perlu dicermati antara lain kadar abu (ash content), kadar lengas (moisture content), vollatile matter, fixed carbon.

Pemanfaatan batubara dalam indusru semen, batubara yang dibakar akan menyisakan abu. Abu batubara tersebut akan bercampur dengan klinker dan akan berpengaruh pada kulaitas semen. Pada proses pembakaran bata, kandungan abu batubara yang terlalu banyak akan menyumbat celah-celah susunan antar bata, berakibat akan mengganggu penyebaran panas hasil pembakaran.2.8 Proses Pembakaran Menggunakan BatubaraHingga sekarang, karena biaya bahan bakar fosil cair minyak dan gas untuk industri semen sangat mahal, terutama sebagai akibat dari terjadinya krisis energi yang menimbulkan kenaikan harga minyak bumi, maka industri semen beralih menggunakan bahan bakar padat fosil batubara yang digiling menjadi bubuk (pulverized or powdered coal) dimana minyak dan batubara adalah sama-sama sebagai sumber energi tidak terbarukan (nonrenewable energy sources). Tetapi, mengingat harga batubara juga dipengaruhi oleh kenaikan harga minyak bumi di pasar global, maka supaya lebih efisien dalam penggunaan bahan bakar, perlu dicarikan bahan bakar alternatif/pengganti (substitute fuel) yang mudah diperoleh dengan harga yang lebih murah, seperti biomas yang berasal dari limbah pertanian dan industri sebagai sumber energi terbarukan (renewable energy sources). Salah satu tipe biomas yang telah dikembangkan untuk industri semen adalah ban bekas (used tyres or tires) sebagai limbah industri, yang dipreparasi dulu menjadi sobekan/parutan ban (shredded tires) dengan pemarut ban (tire shredder) supaya dapat dicampur dengan batubara baik sebelum diumpan melalui pengumpan (feeder) dan pembakar (burner) ke dalam tungku maupun di dalam sistem pengumpanan yang berbeda melalui masing-masing pembakar menuju tungku (furnace or kiln). Sistem pembakaran campuran bahan bakar seperti ini disebut co-firing or co-combustion system, dimana co-firing dari batubara dan ban bekas dengan komposisi campuran menurut nisbah persentase antara batubara dan ban bekas yang divariasikan. Dengan demikian, komposisi campuran bahan bakar yang optimal tanpa menurunkan kinerja pembakaran batubara yang ada dapat ditentukan. Perhitungan komposisi campuran bahan bakar yang akan diaplikasikan didasarkan pada nilai kalori batubara Indonesia yang berperingkat rendah (dari lignit sampai sub-bituminus) sekitar 5.667 kcal/kg, sedangkan ban bekas sekitar 9.345 kcal/kg. Kalau nilai kalori pada harga pasar batubara diasumsikan sekitar 6.300 kcal/kg, maka bagian batubara yang dapat digantikan dengan ban bekas adalah sekitar 15 20 % yang berarti bahwa komposisi campuran bahan bakar (fuel blend) terdiri dari 85 80 % batubara dan 15 20 % ban bekas dimana campuran ini dapat menghemat penggunaan batubara sekitar 15 20 % dengan kadar IM sekitar 14,81 13,99 % dan FC sekitar 38,06 37,42 %.

BAB III

PENUTUP3.1 Kesimpulan

Dari makalah yang kami buat tentang pemanfaatan batubara untuk industri semen, maka dapat dianalisa hal hal sebagai berikut ;

1. Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan baku: batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada pencampuran dengan air.

2. Proses Pembuatan semen ada 4 yaitu proses basah, semi basah, kering, semi kering

3. Tahap paling rumit dalam produksi semen portland adalah proses pembakaran, dimana terjadi proses konversi kimiawi sesuai rancangan dan proses fisika untuk mempersiapkan campuran bahan baku membentuk klinker. Proses ini dilakukan di dalam rotary kiln dengan menggunakan bahan bakar fosil berupa padat (batubara), cair (solar), atau bahan bakar alternatif. Batubara adalah bahan bakar yang paling umum dipergunakan karena pertimbangan biaya.

4. Pemanfaatan batubara dalam indusru semen, batubara yang dibakar akan menyisakan abu. Abu batubara tersebut akan bercampur dengan klinker dan akan berpengaruh pada kulaitas semen. Pada proses pembakaran bata, kandungan abu batubara yang terlalu banyak akan menyumbat celah-celah susunan antar bata, berakibat akan mengganggu penyebaran panas hasil pembakaran.3.2 Saran

Menurut pemakalah, makalah ini tidak terlalu membahas tentang pemanfaatan batubara dalam industri semen khususnya pemanfaatan batubara sebagai bahan sampingan dalam industri semen, selain itu juga kami tidak terlalu membahas karakteristik batubara yang paling tepat digunakan untuk tahap pembakaran.Daftar Pustaka1.Anonim. 2007. Semen. [online]:"http://id.wikipedia.org/wiki/Semen"

2. Anonim. 2007.Cement.[online]:ht tp:/ /en.wiki pedi a.or g/wiki/ Cement

3.Anonim. 2007. Portland Cement.

[online]:http://en.wikipedia.org/wiki/Portland_cement"

4.Anonim. 2007. Production Line.

[online]:www.cimnat.com.lb/Productiona.Anonim. 2000. Kajian Terhadap Semen Sebagai Calon Barang

Kena Cukai Dalam Rangka Ekstensifikasi Obyek BKC.

[online]:http://www.beacukai.go.id/library/data/Semen

5.Dedy Eka. P. 2007. Semen Dari Sampah. [online]:http://www.pmij.orghttp://bosstambang.com/Batubara/batubara-dalam-industri-semen.htmlhttp://jimmyneutron1990.wordpress.com/2011/05/18/pembuatan-semen/