Top Banner
Draft Akhir Desember : PEDOMAN PELAKSANAAN PEMENUHAN HAK SIPIL DAN KEBEBASAN ANAK 0
70

Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

Jul 03, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

Draft Akhir Desember :

PEDOMAN PELAKSANAANPEMENUHAN HAK SIPIL DAN KEBEBASAN

ANAK

KEMENTRIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUANREPUBLIK INDONESIA

0

Page 2: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

2007DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

BAB I. PENDAHULUAN 2I. 1. Latar Belakang 2I. 2. Arti Penting Hak Sipil dan Kebebasan bagi Anak 3I. 3. Landasan Hukum 7I. 4. Pengertian 8

BAB II. ARAH KEBIJAKAN 10II. 1. Visi dan Misi 10II. 2. Tujuan 10 II. 3. Sasaran 11II. 4. Prinsip 11II. 5. Strategi 12 II. 6. Indikator 12

BAB III. SITUASI PEMENUHAN HAK SIPIL DAN KEBEBASAN BAGI ANAK 13

III. 1. Nama dan Kewarganegaraan III. 2. Mempertahankan Identitas 12III. 3. Kebebasan Menyatakan Pendapat 16III. 4. Kebebasan Berpikir, Berkesadaran dan Beragama 19III. 5. Kebebasan Berserikat dan Berkumpul Secara Damai 20III. 6. Perlindungan Kehidupan Pribadi (Privasi) 20III. 7. Akses Informasi Yang Layak 21III. 8. Perlindungan Dari Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Yang Kerjam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat 23

BAB IV. PROGRAM PEMENUHAN HAK SIPIL DAN KEBEBASAN BAGI ANAK 26

IV. 1. Studi dan Penelitian 27IV. 2. Advokasi Kebijakan 27IV. 3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintah 29IV. 4. Pengembangan Akses Pemenuhan Hak Sipil dan Kebebasan bagi Anak 29IV. 5. Peningkatan Pengetahuan dan Kesadaran Masyarakat 30IV. 6. Pengembangan Partisipasi Anak 31IV. 7. Pengembangan Mekanisme Organisasi 32

BAB V. PENGORGANISASIAN 33V. 1. Tingkat Pusat 33V. 2. Tingkat Provinsi 33V. 3. Tingkat Kabupaten/Kota 34V. 4. Lembaga Non Pemerintah 34

BAB VI. MONITORING DAN EVALUASI 35

1

Page 3: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

BAB VII PENUTUP 37

2

Page 4: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

KATA PENGANTAR

Penghormatan, perlindungan, pemenuhan, dan penjaminan hak-hak anak menjadi tanggungjawab bersama orangtua, keluarga, masyarakat dan negara. Oleh karenanya semua pemangku kepentingan di bidang anak perlu memahami hak-hak anak, termasuk hak sipil dan kebebasan anak. Mengingat luasnya cakupan permasalahan yang terdapat dalam hak sipil dan kebebasan anak serta masih rendahnya pemahaman semua pemangku kepentingan terhadap hak tersebut maka dibutuhkan sebuah panduan agar hak anak tersebut dapat lebih mudah terpenuhi.

Dalam upaya memenuhi kebutuhan tersebut, maka Deputi Bidang Perlindungan Anak, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan menerbitkan Buku Panduan Pemenuhan Hak Sipil dan Kebebasan Anak.

Buku Pedoman Pemenuhan Hak Sipil dan Kebebasan Anak merupakan dokumen yang disusun secara bersama-sama oleh pemerintah, perguruan tinggi, dan organisasi masyarakat sipil/Lembaga Swadaya Masyarakat, yang diharapkan dapat menjadi rujukan semua pemangku kepentingan di bidang anak agar dapat lebih tanggap dalam upaya pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak.

Buku panduan ini dapat tersusun atas dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu disampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan buku ini hingga dapat diselesaikan sesuai dengan yang diharapkan.

Jakarta, September 2008

Deputi Bidang Perlindungan Anak

Dr. Surjadi Soeparman, MPH

3

Page 5: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

SAMBUTANMENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita sekalian sehingga kita dapat menghasilkan buku Pedoman Pemenuhan Hak Sipil dan Kebebasan Anak sebagai bagian upaya berkelanjutan untuk mewujudkan Kesejahteraan dan Perlindungan Anak.

Buku Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan arah kebijakan yang sistemik, holistik dan komprehensif, yang isinya mencakup visi dan misi, tujuan dan sasaran kebijakan, prinsip umum yang dianut, strategi untuk mencapainya serta indikator untuk mengukur pencapaiannya yang dapat lebih menjamin terpenuhinya hak sipil dan kebebasan anak di Indonesia.

Hak sipil dan kebebasan anak merupakan salah satu dari lima kategori hak substantif anak yang terdapat dalam Konvensi Hak Anak (KHA), selain lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif; kesehatan dan kesejahteraan dasar; pendidikan, waktu luang dan kegiatan budaya; serta langkah-langkah perlindungan khusus (berkaitan dengan hak anak untuk mendapatkan perlindungan khusus).

Mengacu pada KHA, hak sipil dan kebebasan bagi anak terbagi ke dalam beberapa hak yang diatur dalam pasal-pasal terpisah, yakni :

1. Nama dan Kewarganegaraan (Pasal 7)2. Mempertahankan Identitas (Pasal 8) 3. Kebebasan Berkespresi atau Menyampaikan Pendapat (Pasal 13) 4. Kebebasan Berpikir, Berhati Nurani dan Beragama (Deklarasi) (Pasal

14)5. Kebebasan Berorganisasi (Pasal 15) 6. Perlindungan Terhadap Kehidupan Pribadi (Deklarasi) (Pasal 16)7. Akses untuk Memperoleh Informasi (Deklarasi) (Pasal 17)8. Perlindungan Dari Siksaan/Perlakuan Kejam (Pasal 37)

Upaya mewujudkan hak sipil dan kebebasan anak merupakan serangkaian upaya berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat

Page 6: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

yang dilakukan secara integratif dan komprehensif. Pada pelaksanaannya dibutuhkan keterlibatan berbagai pihak antara pusat dan daerah secara lintas sektoral serta masyarakat sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing.

Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu adanya kesamaan pemahaman di bidang perlindungan anak bagi semua jajaran pelaksana program/kegiatan baik di tingkat pusat maupun daerah, serta masyarakat. Dengan adanya kesamaan pemahaman tersebut diharapkan akan lebih mempermudah dalam melakukan koordinasi dan kerjasama lintas sektoral.

Selanjutnya ucapan terima kasih dan penghargaan saya sampaikan kepada semua pihak yang telah bekerja keras untuk menyelesaikan buku ini. Saya berharap buku ini akan menjadi acuan dalam melakukan upaya perlindungan anak di sektor kerja masing-masing. Semoga pelaksanaan kewajiban dan tanggungjawab dalam pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak akan cepat terlaksana dan memberikan manfaat bagi kesejahteraan dan perlindungan anak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan

Prof. Dr. Meutia Hatta Swasono

Page 7: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

BAB IPENDAHULUAN

I. 1. Latar Belakang Anak adalah amanah dan sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi oleh semua pihak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga negara berkewajiban memenuhi hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi, perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi. Dari sisi perkembangan fisik dan psikis manusia, anak merupakan pribadi yang lemah, belum dewasa dan masih membutuhkan perlindungan. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orantua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

Dalam prakteknya di masyarakat kita melihat sejak dulu hingga kini terdapat banyak pelanggaran terhadap hak-hak anak dalam berbagai bentuknya, dari yang sifatnya terbuka seperti penganiayaan dan pemerkosaan terhadap anak, yang sifatnya tersembunyi seperti perdagangan anak, eksploitasi pekerja anak di jermal, hingga yang tidak disadari dan sering diabaikan, seperti tidak diberikannya akte kelahiran pada anak dan diabaikannya suara atau pandangan anak oleh orang dewasa ketika membuat suatu keputusan yang berdampak pada anak. Pelanggaran hak anak tersebut juga merupakan pelanggaran HAM, karena hak anak merupakan bagian dari HAM.

Untuk mencoba mengatasi berbagai permasalahan di bidang anak tersebut, sebetulnya telah disusun berbagai kebijakan atau peraturan peraturan perundangan. Misalnya masalah tentang HAM sudah disinggung dalam konstitusi negara kita, yakni UUD 1945 dan dituangkan dalam Bab X A Pasal 28, serta dalam UU No. 39 / 1999 tentang HAM. Substansi tersebut secara operasional dan lebih rinci tertuang dalam UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak.

Penyusunan kebijakan atau peraturan perundangan di bidang HAM dan hak anak tersebut tidak lepas dari perkembangan yang terjadi di tingkat internasional. Pada tahun 1989 PBB melalui resolusi 44/25 tertanggal 20 Nopember. telah menyepakati sebuah instrumen hukum internasional yakni Konvensi Hak Anak (KHA). Dalam KHA ini, anak adalah pemegang hak-hak dasar dan kebebasan sekaligus sebagai pihak yang menerima perlindungan khusus. Selain itu, dan ini pertama kali dalam sejarah PBB, KHA mencakup sekaligus hak-hak sipil, politik, ekonomi, social dan budaya. Karena itulah, konvensi ini paling komprehensif dibandingkan konvensi-konvensi lainnya. Pemerintah Indonesia telah meratifikasi KHA tersebut melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tanggal 25 Agustus 1990, dan sesuai ketentuan

Page 8: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

pasal 49 (2) KHA, maka Konvensi tersebut dinyatakan berlaku di Indonesia sejak 5 Oktober 1990.

KHA pada dasarnya mengacu pada Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik tahun 1966, terutama pasal 23 dan 24, dan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya tahun 1966, terutama pasal 10. Kedua kovenan tersebut merupakan penjabaran dari Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, disingkat DUHAM), yang ditetapkan Majelis Umum (MU) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 10 Desember 1948. DUHAM memuat pokok-pokok hak asasi manusia dan kebebasan dasar, dan yang dimaksudkan sebagai acuan umum hasil pencapaian untuk semua rakyat dan bangsa bagi terjaminnya pengakuan dan penghormatan hak-hak dan kebebasan dasar secara universal dan efektif, baik di kalangan rakyat negara-negara anggota PBB sendiri maupun di kalangan rakyat di wilayah-wilayah yang berada di bawah yurisdiksi mereka.

Indonesia telah meratifikasi dua konvensi atau kovenan tersebut sekaligus, yaitu Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Kovenan Ekosob) melalui UU No. 11 Tahun 2005 dan Kovenan Hak Sipil dan Politik (Kovenan Sipol) melalui UU No. 12 Tahun 2005. Dalam mukadimah dari kedua kovenan tersebut, nampak sangat bersamaan yaitu menitikberatkan bahwa hak bersumber dari martabat yang melekat pada manusia, dan oleh karenanya kewajiban negara berdasarkan Piagam PBB untuk memajukan penghormatan secara universal dan pentaatan terhadap hak asasi dan kebebasan manusia.

Substansi hak anak yang terdapat dalam KHA yang dimantapkan melalui UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, juga memuat ketentuan-ketentuan sanksi pidana pelanggaran hak anak. Selain itu UU tersebut juga dengan jelas menyatakan bahwa negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Kewajiban dan tanggungjawab masyarakat terhadap perlindungan anak dilaksanakan melalui kegiatan peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

Keberadaan berbagai instrumen hukum tingkat internasional yang telah diratifikasi pemerintah tersebut, jika dilihat secara utuh bukanlah merupakan instrumen yang terpisah-pisah tetapi terintegrasi, karena pasal-pasal yang memuat berbagai hak yang ada dalam masing-masing instrumen tersebut saling berkaitan. Hal itu tidak lepas dari permasalahan hak yang ada di lapangan pun juga tidak bisa dipisah-pisahkan. Misalnya, pendidikan dan informasi yang memiliki hubungan filosofis yang sangat erat, masing-masing terdapat dalam kovenan yang berbeda. Pendidikan berada dalam ranah hak ekonomi, sosial dan budaya, sedangkan informasi berada dalam ranah hak sipil dan politik.

Demikian pula pasal-pasal atau hak-hak yang ada dalam KHA, meskipun menggunakan istilah atau pengelompokan/kluster hak yang berbeda-beda, namun secara substansif ada keterkaitan yang sangat erat antar kluster. Hal ini perlu dikemukakan, mengingat dalam KHA terdapat beberapa kluster hak substansif anak yang penamaan dan pengelompokannya berbeda dengan Kovenan Hak Sipol dan dan Kovenan Hak Ekosob.

Page 9: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

Pengelompokan tentang isi KHA ke dalam 8 kluster oleh Komisi Hak Anak PBB dilakukan dengan pertimbangan mempermudah pemahaman publik serta dalam penyusunan laporan implementasinya kepada PBB. Delapan (8) kluster isi KHA tersebut adalah sebagai berikut :

1. Langkah-langkah Implementasi Umum 2. Definisi tentang Anak 3. Prinsip-prinsip Umum 4. Hak Sipil dan Kebebasan 5. Lingkungan keluarga dan Pengasuhan Alternatif; 6. Kesehatan dan Kesejahteraan Dasar; 7. Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang dan Kegiatan Budaya; dan 8. Upaya-upaya Perlindungan Khusus.

Salah satu kluster dalam KHA tersebut yang menjadi materi buku Pedoman ini adalah Kluster Hak Sipil dan Kebebasan bagi Anak. Kluster ini sangat penting karena berbagai permasalahan anak di Indonesia terjadi karena masih rendahnya penghormatan, pemenuhan,dan perlindungan hak sipil dan kebebasan anak ini. Selain itu kluster hak sipil dan kebebasan ini memiliki berbagai arti penting seperti yang dijelaskan berikut.

I. 2. Arti Penting Hak Sipil dan Kebebasan bagi Anak Hak sipil dan kebebasan anak terdiri dari beberapa hak yang diatur dalam

pasal-pasal terpisah, yakni : 9. Nama dan Kewarganegaraan 10.Mempertahankan Identitas 11.Kebebasan Berpendapat 12.Kebebasan Berpikir, Berkesadaran (Berhati Nurani) dan Beragama 13.Kebebasan Berserikat dan berkumpul secara damai 14.Perlindungan Terhadap Kehidupan Pribadi (Privasi)15.Akses kepada Informasi yang Layak 16.Perlindungan dari Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman yang

Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat

Pengelompokan hak-hak dan kebebasan anak, tidaklah bersifat kaku dan eksklusif karena ada keterkaitan substantif yang sangat erat, baik antar pasal dalam satu kluster, antar pasal dalam kluster yang berbeda. Begitu juga dengan keterkaitan substantif antar kovenan / konvensi / instrumen hukum internasional yang berbeda. Misalnya pasal 7 dan pasal 8 dalam kluster hak sipil dan kebebasan anak memiliki isu substansial yang bersinggungan, yakni menyangkut isu identitas anak. Dalam dua kluster yang berbeda dari KHA, juga ditemukan singgungan isu substansial, yakni isu yang disinggung dalam kluster 4 tentang Hak Sipil dan Kebebasan Anak dengan kluster 5 tentang Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif. Begitu juga dalam Kovenan yang berbeda juga terdapat contoh singgungan isu substansial yang sama. Misalnya dalam KHA serta dalam Kovenan Ekosob, terdapat kewajiban untuk menyediakan

Page 10: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

pendidikan dasar secara gratis dan hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari eksploitasi.

Berikut adalah uraian tentang penjabaran hak-hak beserta arti pentingnya yang terdapat dalam kluster hak sipil dan kebebasan bagi anak, baik terhadap negara/pemerintah, masyarakat maupun arti pentingnya bagi anak itu sendiri.

Hak Pertama adalah hak atas nama dan kewarganegaraan. Makna penting dari hak atas nama dan kewarganegaraan merupakan hak mendasar dan pertama yang dimiliki oleh seorang anak. Nama dan kewarganegaraan menunjukkan identitas yang dimiliki setiap orang dan statusnya sebagai warga dari suatu negara yang akan menjamin pemenuhan hak-haknya. Dari sisi negara, hak tersebut merupakan kewajiban bagi negara untuk memenuhinya dan menjadi bukti pengakuan hukum dari negara terhadap warganya.

Hak Kedua adalah hak mempertahankan identitas. Seorang anak berhak untuk mempertahankan identitasnya dan negara menghormati hak warganya dalam mempertahankan identitasnya tersebut, termasuk kaitannya dengan hubungan keluarga. Apabila ada pihak-pihak yang hendak melakukan perampasan atau pemalsuan identitas seorang anak, maka negara akan memberi bantuan dan perlindungan yang layak dengan tujuan menetapkan kembali dengan cepat jati dirinya. Hal ini sebagai langkah awal bagi anak dalam mengembangkan jati dirinya untuk tumbuh kembang secara wajar.

Implementasi dari kedua hak tersebut diwujudkan dalam bentuk pemberian akte kelahiran dan pencatatan yang harus dilakukan untuk diregistrasi oleh negara dalam catatan sipil kependudukan seorang anak sebagai salah satu warga negaranya. Pencatatan kelahiran sendiri memiliki empat azas, yakni (1) universal, (2) permanen, (3) wajib, dan (4) kontinyu. Azas universal berarti pencatatan kelahiran harus diselenggarakan atau menjangkau seluruh wilayah kedaulatan negara dan semua penduduk bagi semua peristiwa penting. Azas permanen berarti pelaksanaan pencatatan kelahiran harus diselenggarakan dengan sebuah sistem yang permanen. Institusi yang menyelenggarakan harus bersifat permanen untuk menjamin kontinyuitas pelayanan. Azas wajib berarti pemerintah wajib menyelenggarakan pencatatan kelahiran, dan penduduk atas perintah hukum wajib melaporkan setiap peristiwa kelahiran pada jangka waktu tertentu. Atas keterlambatan pelaporan tersebut dikenakan sanksi. Azas kontinyu atau berkelanjutan berarti pencatatan kelahiran harus dilakukan tanpa jeda waktu sejak sistem diberlakukan. Dari operasional sistem yang berkelanjutan ini akan dihasilkan data peristiwa penting yang lengkap, akurat dan mutakhir.

Bagi negara atau pemerintah, arti penting dari kedua hak pertama tersebut yang terdapat dalam akte kelahiran adalah sebagai berikut :

- Menjadi bukti bahwa negara mengakui atas identitas seseorang yang menjadi warganya

- Sebagai alat dan data dasar bagi pemerintah untuk menyusun anggaran nasional dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial dan perlindungan anak.Arti penting bagi anak yang terdapat dalam kepemilikan akte kelahiran,

adalah sebagai berikut :

Page 11: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

- merupakan bukti awal kewarganegaraan dan identitas diri pertama yang dimiliki anak

- menjadi bukti yang sangat kuat bagi anak untuk mendapatkan hak waris dari orangtuanya

- mencegah pemalsuan umur, perkawinan di bawah umur, tindak kekerasan terhadap anak, perdagangan anak, adopsi ilegal dan eksploitasi seksual

- anak secara yuridis berhak untuk mendapatkan perlindungan, kesehatan, pendidikan, pemukiman, dan hak-hak lainnya sebagai warga negara

Sedangkan bagi masyarakat, arti penting hak anak yang terdapat dalam kepemilikan akte kelahiran adalah sebagai berikut :

- alat pembuktian status perdata seseorang dan menunjukkan hubungan hukum antara anak dengan orangtuanya

- mempermudah dalam mengurus hal-hal yang sifatnya administratif, seperti syarat pendaftaran sekolah, mencari pekerjaan setelah dewasa, menikah dan lain-lain

- terwujudnya tertib sosial yang menyangkut kejelasan identitas setiap warga masyarakat

Hak ketiga adalah hak anak untuk menyatakan pendapat. Arti penting dari hak tersebut bagi negara dan pemerintah adalah sebagai elemen penting bagi terwujudnya negara dan pemerintahan yang demokratis, di mana setiap warga negara termasuk anak memiliki hak yang sama untuk menyatakan pendapatnya. Pemerintah juga bisa memperoleh gambaran permasalahan, kebutuhan dan aspirasi yang murni dari kelompok anak itu sendiri, yang sebelumnya lebih sering disuarakan oleh orang dewasa. Bagi anak sendiri, arti penting dari hak untuk menyatakan pendapat tersebut adalah sebagai berikut :

- merupakan perwujudan dari hak anak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang menyangkut diri mereka

- meningkatkan harga diri dan percaya diri anak - mengembangkan bakat dan ketrampilan - memperbesar akses pada berbagai peluang

Bagi masyarakat arti penting dari hak anak untuk menyatakan pendapatnya adalah pandangan dari orang dewasa tentang berbagai macam hal termasuk masalah anak tidak selamanya benar. Pandangan anak dapat menjadi pandangan alternatif untuk dipertimbangkan.

Hak keempat adalah kebebasan berpikir, berkesadaran (berhati nurani, dan beragama. Arti penting dari hak tersebut bagi negara atau pemerintah adalah memudahkan terwujudnya sebuah negara atau pemerintahan yang maju yang menghargai pluralitas warganya dan tidak diskriminatif. Bagi anak arti penting dari hak tersebut adalah agar anak dapat mengembangkan kecerdasan jamak (logika matematika, linguistik verbal, body kinestetik, visual spasial, naturalis, interpersonal, intrapersonal, kecerdasan musikal dan kecerdasan spiritual). Bagi masyarakat, arti penting dari hak tersebut bisa menciptakan masyarakat yang kreatif, toleran dan saling menghargai terhadap berbagai

Page 12: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

perbedaan yang dimiliki warganya, serta tidak ada dominasi satu kelompok terhadap kelompok lainnya.

Hak kelima adalah kebebasan berorganisasi atau berserikat dan berkumpul secara damai. Arti penting dari hak tersebut bagi negara atau pemerintah serta masyarakat adalah terbukanya proses sosial yang demokratis sejak dini bagi reproduksi kepemimpinan bangsa dan masyarakat, karena kebebasan berorganisasi tersebut bisa melahirkan calon-calon pemimpin bangsa yang mempunyai basis pengalaman berorganisasi yang baik dan bukan berdasarkan pada basis keturunan. Bagi anak arti penting dari hak kelima ini adalah untuk mengenal, memahami dan melatih bagaimana cara berorganisasi sejak dini, melatih kepemimpinan anak dan melatih anak dalam bermasyarakat.

Hak keenam adalah perlindungan terhadap kehidupan pribadi (privasi). Arti penting dari hak tersebut bagi negara atau pemerintah adalah negara atau pemerintah akan dipandang mampu melindungi warganya, khususnya kelompok anak dari campur tangan pihak-pihak lain yang bisa merugikan kepentingan anak. Arti penting bagi anak adalah terjaganya kehidupan pribadi atau privasinya sehingga bisa terhindar dari segala bentuk pemaksaan dan diskriminasi yang dalam jangka panjang bisa menumbuhkan kepercayaan diri anak. Sedangkan bagi masyarakat, arti pentingnya adalah adanya instrumen sosial dan hukum yang membuat warganya merasa lebih tenteram dan bebas dari ancaman terhadap kehidupan pribadinya.

Hak ketujuh adalah akses kepada informasi yang layak. Bagi negara atau pemerintah, selain menjadi dasar bagi perlunya disusun instrumen peraturan atau kelembagaan yang bisa menjamin akses informasi kepada warga negara juga memberikan perlindungan khususnya kepada kelompok anak dari informasi-informasi yang berdampak negatif pada anak. Arti penting bagi anak adalah menambah pengetahuan umum, memperluas wawasan dan juga terhindar dari dampak negatif yang bisa ditimbulkan dari keterbukaan informasi. Sedangkan bagi masyarakat, keterbukaan akses tersebut selain di satu sisi akan mempercepat kemajuan suatu masyarakat tapi di sisi lain juga menumbuhkan kekawatiran akan dampak negatif, sehingga mendorong ditumbuhkan dan diperkuatnya kembali norma-norma dan nilai-nilai sosial yang dapat membendung dampak negatif keterbukaan informasi.

Hak kedelapan atau terakhir dari rumpun hak sipil dan kebebasan anak adalah perlindungan dari penyiksaan dan penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia. Arti penting dari hak tersebut bagi negara atau pemerintah adalah bisa mendorong peningkatan perhatian dan kepekaan pemerintah terhadap hak anak-anak yang berhadapan dengan hukum sejak awal proses penangkapan anak sebagai tersangka pelaku tindak pidana hingga selama anak menjalani proses hukuman. Hal tersebut perlu ditegaskan karena selama ini terdapat pemahaman yang terbatas dari para aparat penegak hukum tentang hak anak serta keterbatasan penyediaan fasilitas rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan membuka peluang terjadinya pelanggaran terhadap hak anak pelaku tindak kriminal. Bagi anak arti pentingnya adalah supaya anak tidak terhambat proses tumbuh kembangnya serta supaya hak-hak

Page 13: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

dasar lainnya tetap terjamin meskipun anak dalam proses hukum. Bagi masyarakat sendiri, pola-pola penghukuman terhadap anak yang melakukan kesalahan yang terjadi di masyarakat, seperti yang terdapat dalam keluarga atau sekolah bisa diarahkan pada hukuman-hukuman yang sifatnya mendidik dan bukan menyiksa anak.

Melihat begitu luasnya lingkup permasalahan yang terkandung dalam hak sipil dan kebebasan anak (HSDKA) serta arti pentingnya pemahaman akan isu tersebut, maka dibutuhkan suatu pedoman pemenuhan umum hak sipil dan kebebasan anak yang diperuntukkan bagi semua pemangku kepentingan di bidang anak di Indonesia, terutama bagi instansi pemerintah di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota, yang menjadi perwakilan dari negara yang memiliki kewajiban utama dalam pemenuhan HSDKA. Pengertian pemenuhan dalam hal ini bersifat integratif dan komprehensif, yang meliputi upaya penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan terhadap hak-hak anak, khususnya hak sipil dan kebebasan. Meskipun didasari oleh landasaran universal melalui instrumen-instrumen hukum internasional, HSDKA sangat memperhatikan akar budayanya, yakni budaya bangsa Indonesia.

Pedoman ini bertujuan agar semua pemangku kepentingan dapat memahami permasalahan HSDKA yang mencakup prinsip-prinsip dan ketentuan normatif, kebijakan nasional, situasi pemenuhan HSDKA, program dan peran dari masing-masing pemangku kepentingan, sehingga mereka dapat memenuhi kewajibannya dan terlibat dalam upaya pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak di Indonesia.

I. 3. Landasan Hukum 1. Undang-Undang Dasar 1945, pasal 28 dan 29 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak,

pasal 23. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi

Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita 4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 Tentang Kependudukan, pasal 6

dan 8 5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, pasal

14 dan 18 6. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, pasal 5,

24, 51, 60 dan 63 7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 Tentang Pengesahan Konvensi

Anti Penyiksaan 8. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia

(HAM), pasal 1-5, 14, 17, 18, 23-25, 29, 34, 36, 52, 56, 58, 60, 66 dan 709. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian, pasal 14 dan

16 10.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak,

pasal 1-6, 10, 13, 16-18, 20-24, 27, 28, 42, 43, 54-56, 59, 77-80 dan 86

Page 14: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

11.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 4, 5 dan 12

12.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pasal 5-11, 13, 23-25

13.Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

14.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik

15.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan, pasal 4 dan 21

16.Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan, pasal 27

17.Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 Tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak

I. 4. Pengertian Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan

Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara

Hak sipil dan kebebasan bagi anak adalah bagian dari hak anak yang meliputi hak untuk memperoleh identitas nama dan kewarganegaraan, mempertahankan identitas, kebebasan berekspresi, kebebasan berpikir, beragama dan berhati nurani, kebebasan berorganisasi, perlindungan atas kehidupan pribadi, memperoleh informasi yang memadai dan perlindungan dari penyiksaan atau penghukuman yang tidak manusiawi

Pemangku kepentingan di bidang anak adalah semua pihak yang mempunyai tanggungjawab dan atau kepentingan terhadap masalah anak, yang meliputi pemerintah dan pemerintah daerah, lembaga legislatif, yudikatif dan lembaga negara serta komisi negara lainnya, dunia usaha, organisasi profesi, lembaga pendidikan, LSM, organisasi sosial, organisasi keagamaan, media massa, perguruan tinggi, orangtua dan anak

Lembaga Non Pemerintah adalah lembaga-lembaga di luar pemerintah yang memiliki tanggungjawab dan atau kepentingan terhadap masalah anak, yang meliputi dunia usaha, organisasi profesi, lembaga pendidikan, LSM, organisasi sosial, organisasi keagamaan, media massa, perguruan tinggi, orangtua dan anak

Pengarusutamaan Hak Anak adalah strategi yang dibangun untuk mengintgrasikan hak anak menjadi dimensi integral dari perencanaan,

Page 15: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan

Page 16: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

BAB IIARAH KEBIJAKAN

Pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak merupakan bagian dari upaya perlindungan anak Indonesia. Melihat arti penting dari hak sipil dan kebebasan anak Indonesia serta berbagai produk hukum dan peraturan perundang-undangan yang menjadi landasannya, pemerintah mengembangkan kebijakan yang bersifat sistemik, holistik dan komprehensif, yang isinya mencakup visi dan misi, tujuan dan sasaran kebijakan, prinsip umum yang dianut, strategi untuk mencapainya serta indikator untuk mengukur pencapaiannya.

Arah kebijakan ini juga tidak bisa dilepaskan dari kebijakan yang terdapat dalam Buku Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015 yang memiliki jangka waktu pencapaian hingga tahun 2015. Diharapkan dengan adanya kejelasan arah kebijakan ini, bisa disusun program-program yang tepat dan sesuai kebutuhan di bidang pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak Indonesia.

II. 1. Visi dan Misi

1. VisiAnak Indonesia sehat, tumbuh dan berkembang, cerdas-ceria, berakhlak mulia, terlindungi dan aktif berpartisipasi

2. Misi

1. Membangun sistem pelayanan sosial dasar dan hukum yang responsif terhadap kebutuhan pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak

2. Membangun lingkungan yang kondusif untuk menghargai pendapat anak dan memberikan kesempatan untuk berpartisipasi sesuai dengan usia dan tahap perkembangan anak

II. 2. Tujuan

1. Tujuan UmumSeluruh anak Indonesia memperoleh jaminan pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak melalui komitmen dan kesadaran politik pada setiap pemangku kepentingan untuk mewujudkan pemenuhan hak-hak anak di Indonesia

2.Tujuan Khusus Terpenuhinya hak anak atas nama dan kewarganegaraan Terpenuhinya hak anak untuk mempertahankan identitas

Page 17: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

Terpenuhinya kebebasan anak untuk berpendapat Terpenuhinya kebebasan anak untuk berpikir, berkesadaran (berhati

nurani), dan beragama Terpenuhinya kebebasan anak untuk berserikat dan berkumpul secara

damai Terpenuhinya hak anak atas perlindungan kehidupan pribadi (privasi) Terpenuhinya hak anak atas akses kepada informasi yang layak Terpenuhinya hak anak untuk tidak mengalami penyiksaan dan perlakuan

atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi, atau merendahkan martabat manusia

II. 3. Sasaran1. Lembaga pemerintah (eksekutif) yang mencakup semua sektor, baik

departemen maupun lembaga non departemen dalam program Kesejahteraan dan Perlindungan Anak di Indonesia dalam kaitan implementasi Konvensi Hak Anak dan penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

2. Lembaga legislatif 3. Lembaga-lembaga negara terkait 4. Lembaga yudikatif dan aparat penegak hukum 5. Komisi-komisi negara terkait (KPAI, KPI, Komnas HAM, dsb.) 6. Masyarakat yang terdiri dari lembaga swadaya masyarakat (LSM),

organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, organisasi politik, organisasi internasional, sektor swasta, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, organisasi profesi, partai politik, orangtua dan lain-lain dalam kaitan implementasi Konvensi Hak Anak dan penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

7. Anak Indonesia

II. 4. Prinsip umum Tanpa pembedaan (non discrimination), artinya semua hak yang diakui

dan terkandung dalam KHA harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. Prinsip ini merupakan pencerminan dari prinsip universalitas HAM. Pesan yang ingin disampaikan adalah tentang persamaan hak. Anak wanita diberikan kesempatan yang sama seperti anak laki-laki. Anak-anak pengungsi, anak pribumi atau kelompok minoritas harus mempunyai hak yang sama dengan yang lainnya. anak cacat harus diberikan kesempatan yang sama untuk menempuh hidup yang layak seperti yang lainnya

Yang terbaik bagi anak (the best interest of the child), artinya bahwa dalam semua tindakan yang menyangkut anak, maka apa yang terbaik bagi anak haruslah menjadi pertimbangan utama. Kapanpun keputusan resmi yang mempengaruhi anak diambil, kepentingan mereka harus

Page 18: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

merupakan suatu hal yang penting. Kepentingan orang tua atau pemerintah bukan pertimbangan segalanya.

Kelangsungan hidup dan perkembangan anak (life survival and development), artinya bahwa hak hidup yang melekat pada diri setiap anak harus diakui dan bahwa hak anak atas kelangsungan hidup dan perkembangannya harus dijamin. Prinsip ini mencerminkan prinsip indivisibility HAM. Prinsip ini tidak hanya berisi hak agar anak terhindar dari kematian, tetapi juga hak kelangsungan hidup dan tumbuh kembang. Kata “Tumbuh Kembang” berhubungan dengan anak dan harus diartikan secara luas tidak hanya menyangkut kesehatan fisik, tetapi juga perkembangan mental, emosional, kognitif, sosial dan budaya

Penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the views of the child), maksudnya bahwa pendapat anak, terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap peng-ambilan keputusan. Prinsip ini menjelaskan bahwa anak berhak untuk menyatakan pendapat, dan memperoleh pertimbangan atas pendapatnya itu, dalam segala hal atau prosedur yang menyangkut diri anak.

II. 5. Strategi Membangun pengarusutamaan anak dengan memasukkan isu hak sipil dan

kebebasan anak ke dalam kebijakan dan program seluruh pemangku kepentingan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi;

Memberdayakan seluruh pemangku kepentingan termasuk kelompok anak dan keluarganya dalam meningkatkan pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak;

Merumuskan kerangka kerja kebijakan pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak dalam tiap tahapan pembangunan dan tingkatan administrasi pemerintahan;

Membangun sistem informasi dan pendataan di bidang pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak sebagai dasar analisis kebijakan;

II. 6. Indikator Adanya pengarusutamaan anak khususnya isu hak sipil dan kebebasan anak

ke dalam kebijakan, anggaran dan program pada setiap sektor Adanya pemberdayaan terhadap seluruh pemangku kepentingan, termasuk

kelompok anak dan keluarganya dalam meningkatkan pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak;

Adanya kerangka kerja kebijakan pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak dalam tiap tahapan pembangunan dan tingkatan administrasi pemerintahan

Adanya data dan informasi di bidang pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak

Page 19: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

BAB IIISITUASI PEMENUHAN HAK SIPIL DAN KEBEBASAN

ANAK DI INDONESIA

Dasar pemikiran dan signifikansi perlunya pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak di Indonesia sudah memiliki kejelasan. Landasan hukum yang dipergunakan juga sudah cukup lengkap, demikian pula arah kebijakan yang dikembangkan sudah cukup komprehensif. Kesemuanya itu diharapkan akan lebih memudahkan dalam penyusunan program-program di bidang pemenuhan hak dan kebebasan sipil. Namun demikian, agar program-program yang disusun bisa lebih tepat dan berbasiskan pada permasalahan dan kebutuhan di lapangan maka dipandang perlu untuk melihat situasi pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak yang ada di masyarakat.

Analisis situasi terhadap pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak Indonesia secara komprehensif untuk saat ini sebetulnya masih relatif sulit untuk dilakukan, karena terbatasnya data dan informasi yang tersedia, baik yang berupa laporan maupun hasil-hasil kajian. Yang dilakukan dalam hal ini lebih pada penyebutan kembali pasal-pasal terkait dalam UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, maupun peraturan atau produk hukum lain yang terkait, yang diikuti dengan penggambaran secara umum tentang situasi pemenuhan hak sipil dan kebebasan bagi anak Indonesia, dengan menggunakan data-data yang bisa diperoleh maupun hasil pengamatan secara umum. Kutipan selengkapnya bunyi pasal-pasal terkait terdapat dalam Lampiran.

III. 1. Nama dan Kewarganegaraan Hak atas nama dan kewarganegaraan merupakan hak dasar yang

melekat pada setiap anak yang wajib diberikan negara. Identitas anak diberikan segera setelah anak itu lahir secara gratis. Negara wajib memberikan identitas anak karena negara memberikan bukti hukum bahwa seseorang itu ada dan untuk mengenalinya diperlukan nama. Sementara kewarganegaraan merupakan alat bukti hukum bahwa seseorang adalah warga negara yang akan terkait dengan status, perlindungan dan hak serta kewajiban anak yang bersangkutan. Hak ini dijelaskan dalam UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 5, 27 dan 28; UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan pada pasal 27 serta UU No. 12 / 2006 tentang Kewarganegaraan pasal 5.

Permasalahan yang masih muncul adalah masih adanya sejumlah pemerintah daerah yang memasukkan biaya pengurusan akte kelahiran sebagai pendapatan asli daerah (PAD). Kebijakan ini memiliki dasar hukum yang kuat karena masih disebutkan dalam UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Masalah di tingkat pemda ini memerlukan solusi yang komprehensif. Seperti diketahui hingga akhir tahun 2006 dari sejumlah 480

Page 20: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

kabupaten dan kota di Indonesia baru tercatat 68 kabupaten dan kota yang membebaskan akta kelahiran (Sumber : KPAI, 2007). Dari sejumlah 68 daerah tersebut ternyata juga ditemui masalah koordinasi antar instansi terkait dalam proses penerapan kebijakan tersebut, di mana meskipun akte kelahiran sudah ditetapkan gratis namun tidak bisa segera dicatatkan dalam buku registrasi penduduk karena tidak ada alokasi anggaran untuk pencatatan tersebut. Dampaknya adalah data kependudukan yang berasal dari akte kelahiran tersebut belum bisa dimasukkan sebagai data dasar bagi perencanaan pembangunan daerah.

Atas berbagai masalah tersebut sudah dilaksanakan dan mulai direalisasikan upaya untuk memberikan stimulan kepada pemerintah kabupaten/kota selaku penyelenggara pencatatan kelahiran, dan disetujui secara bertahap sejak 2006 hingga 2011. Melalui upaya ini diharapkan pemerintah kabupaten/kota menghapuskan ketentuan retribusi bagi pembuatan akte kelahiran di daerahnya.

Pembebasan biaya bagi pembuatan akte kelahiran sebetulnya sudah diatur dalam Permendagri No. 28 Tahun 2005, yang berbunyi :

”Pembebasan biaya bagi pembuatan akte kelahiran diberikan bagi kelahiran yang pelaporannya tidak melebihi 60 hari sejak kelahiran”.

Pembebasan biaya pembuatan akte kelahiran ini sangat penting dan bukan merupakan beban bagi pemerintah tetapi menjadi suatu kebutuhan. Hal ini mengingat pembebasan biaya tersebut selain menjadi bukti pemenuhan hak anak oleh negara juga akan mempercepat proses pencatatan kelahiran penduduk, sehingga juga akan mempercepat tersedianya data jumlah penduduk yang akurat yang diperlukan bagi perencanaan pembangunan nasional dan daerah. Sedangkan pembatasan waktu 60 hari harus dipahami sebagai sebuah sistem yang merupakan upaya untuk mengoptimalkan fungsi pencatatan kelahiran. Pembatasan tersebut bukan untuk memberatkan warga negara, namun untuk mendorong mereka agar segera mengurus kepemilikan akte kelahiran anaknya, baik anak yang baru lahir maupun anak belum sempat diurus kepemilikan akte kelahirannya. Dengan disegerakannya pengurusan akte kelahiran tersebut, penduduk akan makin cepat terlindungi hak-haknya dan pemerintah makin cepat memperoleh data statistik vital. Tertib sosial yang menyangkut kejelasan identitas setiap warga masyarakat pun bisa lebih mudah terwujud.

Permasalahan lain yang tidak bisa segera diatasi adalah keterbatasan anggaran pemerintah dalam mempermudah akses pelayanan akte kelahiran, di mana di banyak daerah pelayanan kantor catatan sipil hanya dibuka di kota kabupaten, dan belum sampai pada tingkat kecamatan atau kelurahan. Kondisi semacam ini lebih terasa terutama di daerah-daerah pelosok yang belum memiliki pelayanan transportasi yang memadai, sehingga lokasi kantor catatan sipil yang jauh dari tempat tinggal dan biaya transportasi yang mahal menghambat penduduk untuk mengurus akte kelahiran anaknya. Terlebih ketika pengurusan akte tersebut tidak bisa diselesaikan dalam waktu satu hari, sehingga penduduk harus mendatangi kantor catatan sipil beberapa kali. Hal ini membawa konsekuensi pada biaya transportasi dan hari kerja yang tersita.

Page 21: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

Dari paparan di muka sebenarnya terlihat bahwa landasan yuridis bagi pemenuhan hak atas nama, kewarganegaraan dan hak untuk mempertahankan identitas sudah sangat kuat dan petunjuknya juga sangat jelas. Namun hal tersebut tetap membutuhkan peraturan-peraturan yang lain yang bisa mendukung maupun yang lebih bersifat operasional serta peningkatan sarana dan prasarana kelembagaan yang bisa memperluas jangkauan pelayanan pengurusan hingga tingkat kecamatan dan kelurahan.

Dalam aspek identitas anak dalam bentuk nama, kewarganegaraan yang tertuang dalam akta kelahiran di Indonesia, telah terdapat beberapa perkembangan positif. Sebagai contoh, pada tahun 2006 telah dikeluarkan undang-undang baru, yakni UU No. 12/ 2006 tentang Kewarganegaraan yang menghapus UU No. 62/1958 tentang Kewarganegaraan. UU No. 12/2006 tersebut membawa angin segar bagi anak yang lahir dari rahim ibu warga negara Indonesia (WNI) tetapi bersuamikan warga negara asing (WNA), karena bisa memiliki kewarganegaraan ganda, baik menjadi WNI maupun WNA. Dalam UU yang lama, untuk kasus yang sama kewarganegaraan anak akan mengikuti kewarganeraan dari pihak ayahnya atau WNA.

Perkembangan positif lainnya adalah dalam kaitan penyelerasan pencatatan kelahiran. Agar sesuai dengan prinsip hak anak terutama non diskriminasi dan kepentingan terbaik bagi anak, telah ada upaya dari DPR berupa review dan amandemen terhadap perundangan lain seperti UU No.9/1992 tentang Keimigrasian.

Perkembangan positif lainnya adalah dalam rangka implementasi dari UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, pemerintah juga telah membuat kebijakan di tingkat nasional untuk menggratiskan biaya pengurusan akte kelahiran. Kampanye mengenai hal tersebut juga sangat gencar dilakukan di media televisi, yang melibatkan presiden dan ibu negara serta menteri dalam negeri. Ibu Negara sendiri dalam kampanye ini ditetapkan sebagai Duta Pencatatan Kelahiran oleh Unicef. Berbagai upaya yang dilakukan tersebut diharapkan akan semakin memperjelas posisi anak dalam kaitan pencatatan kelahiran dan akan meningkatkan secara signifikan angka cakupan kepemilikan akta kelahiran, yang menurut survei terakhir baru mencapai angka sekitar 40%.

Prinsip universal, permanen, dan kontinyu sudah diaplikasikan di Indonesia secara utuh. Namun prinsip wajib dikenakan kepada 2 (dua) pihak, yakni pemerintah yang wajib menyediakan sistem pencatatan kelahiran, dan penduduk yang wajib melaporkan peristiwa penting kelahiran. Jadi kewajiban dikenakan pada kedua belah pihak.

III. 2. Hak Mempertahankan IdentitasHak ini terdapat dalam pasal 40 UU No. 23/2002 tentang Perlindungan

Anak; UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan serta UU No. 21/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UUPTPPO). Situasi tentang permasalahan pemenuhan hak anak untuk mempertahankan identitas belum bisa dideskripsikan secara komprehensif mengingat keterbatasan data yang tersedia. Namun perhatian terhadap

Page 22: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

permasalahan ini menjadi semakin urgen jika mengingat beberapa perkembangan terakhir sebagai berikut :

1. Adanya perubahan sosial yang begitu cepat yang menyebabkan meningkatnya urbanisasi dan migrasi, yang sering memunculkan tindak pidana pemalsuan identitas seseorang untuk berbagai tujuan, termasuk tindak pidana perdagangan orang. Pemalsuan identitas dilakukan baik dengan menaikkan usia anak dari usia yang sebenarnya maupun dengan merubah nama anak untuk tujuan mempermudah dalam memperoleh paspor untuk keperluan mendapatkan pekerjaan

2. Meningkatnya frekuensi kejadian bencana alam dan sosial, termasuk kerusuhan yang membawa resiko hilangnya tanda bukti identitas seseorang sehingga rawan untuk terjadinya pemalsuan identitas

3. Masih ditemukannya praktek kebijakan negara yang diskriminatif seperti yang terdapat dalam kasus perkawinan campuran atau perkawinan adat yang tidak diakui negara, sehingga identitas anak hasil perkawinan tersebut juga belum bisa diakui secara tuntas.

Perkembangan positif yang terjadi adalah telah disahkannya RUU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) ke dalam UU No. 21/2007 tentang PTPPO, yang salah satu pasalnya memberikan sanksi pidana yang cukup berat bagi pelaku pemberi keterangan palsu dalam dokumen negara untuk tujuan perdagangan orang, di mana anak sering menjadi korbannya. Selain itu perkembangan positif yang terdapat dalam UU Administrasi Kependudukan adalah telah disinggungnya persyaratan dan tata cara pencatatan pengangkatan anak, pengakuan anak, dan pengesahan anak.

III. 3. Kebebasan Menyatakan Pendapat Hak ini tercantum dalam UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak,

pasal 10 dan 56, serta dalam UUD 1945 pasal 28E dan Perpres No. 7/2005 (Lihat Lampiran 1). Dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat 3 disebutkan bahwa :

“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”.

Pasal tersebut berlaku secara umum, termasuk di dalamnya adalah kelompok anak. Namun demikian, sesuai dengan UU No. 10 Tahun 1992 tentang Kependudukan, prinsip dasar berekspresi dan berorganisasi pada anak juga perlu didekati dari 4 matra, yakni anak sebagai pribadi/personal, anak sebagai penduduk, anak sebagai warga negara dan anak sebagai bagian dari komunitas masyarakat. Dengan empat matra tersebut, kebebasan berekspresi dan berorganisasi pada anak dapat diposisikan secara tepat dan tidak tanpa batas.

Dalam implementasinya di lapangan, melihat upaya-upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak, seperti pemerintah pusat, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan media massa sejak era reformasi bergulir, terdapat perkembangan positif dalam pemajuan hak-hak anak secara umum dan khususnya hak partisipasi anak yang memberi peluang bagi anak untuk berekspresi dan

Page 23: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

berorganisasi. Namun skalanya masih sangat terbatas dan implementasi lebih lanjut masih menemui banyak kendala.

Dalam konteks menyatakan pendapat sebagai bentuk partisipasi anak dalam pembangunan, pemerintah Indonesia, badan-badan PBB, LSM lokal dan internasional telah bekerja secara sendiri-sendiri maupun bersama dalam upaya pemajuan hak partisipasi bagi anak. Mereka telah berupaya menghadirkan sarana bagi anak-anak untuk menyampaikan pendapat mereka kepada pemerintah sebagai pengemban tugas (duty bearer). Beberapa contoh di antaranya adalah Kongres Anak, Pemimpin Muda Indonesia, serta kelompok-kelompok anak lain yang menjadi dampingan beberapa LSM. Semua forum tersebut memfasilitasi anak untuk berdiskusi tentang masalah anak dan menyampaikan hasilnya kepada pengemban tugas – Pemerintah dan DPR. Tidak seperti pada tingkat nasional, sarana di mana anak dapat menyalurkan suaranya belum terbentuk di kebanyakan daerah.

Dalam ruang lingkup lebih kecil, seperti di lingkungan tempat tinggal, sekolah dan keluarga, kebebasan berekspresi atau menyampaikan pendapat dan kebebasan berorganisasi masih sangat beragam. Namun demikian, budaya paternalistik masih cukup dominan di dalam masyarakat, di mana paradigma yang bersifat adult oriented membatasi hak anak untuk menyampaikan pandangannya, sehingga budaya yang tumbuh adalah anak harus mendengarkan dan menuruti apa kata orang dewasa dan pendapat anak dianggap tidak begitu penting. Contoh yang mudah ditemui adalah ketika orangtua menentukan pilihan sekolah anak atau jenis kursus yang harus diikuti anak yang lebih didasarkan pada keinginan orangtua.

Kebanyakan sekolah hanya memfasilitasi keberadaan OSIS. Di sekolah, OSIS sebagai organisasi siswa masih banyak yang belum aktif. Keberadaan OSIS juga banyak yang masih cenderung berfungsi sebagai wadah aktivitas siswa dan belum berperan efektif sebagai penyalur aspirasi siswa atau belum secara optimal dalam memberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapat. Banyak kegiatan anak tersebut yangh sifatnya merupakan kewajiban dalam sekolah, dan programnya ditentukan dari pihak sekolah atau para guru yang notabenenya orang dewasa. Kenyataan lapangan lain anak belum mengetahui dan memahami hak partisipasi mereka. Meskipun demikian, upaya-upaya baru yang didasarkan pada penghargaan terhadap hak anak sudah mulai banyak dilakukan, seperti perintisan atau uji coba program Sekolah Ramah Anak, Lomba Penulisan Esai tentang Hak Anak, Pemilihan Pemimpin Muda Indonesia, di mana para pemenangnya mempunyai tanggungjawab dalam mensosialisasikan hak anak.

Kebijakan lain yang lebih implementatif juga sudah dibuat oleh pemerintah, yakni dalam bentuk Peraturan Presiden No. 7/2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Dalam kebijakan tersebut, khususnya pada lampiran Perpres Bab 12 tentang Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Peran Perempuan serta Kesejahteraan dan Perlindungan Anak. Pada Program Peningkatan Kesejahteraan dan Perlindungan, salah satu kegiatan pokoknya adalah :

Page 24: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

“Pembentukan wadah-wadah guna mendengarkan dan menyuarakan pendapat dan harapan anak sebagai bentuk partisipasi anak dalam proses pembangunan.”

Kendala yang muncul adalah implementasi lebih lanjut di tingkat daerah, karena adanya otonomi daerah menyebabkan banyak kebijakan yang sudah ditetapkan di tingkat pusat tidak bisa segera diterapkan di daerah, bahkan bisa memperoleh penolakan di daerah. Begitu juga perhatian pemerintah daerah terhadap masalah anak di berbagai daerah tidak sebesar pemerintah pusat, dan perhatian tersebut sangat tergantung pada desakan dari para pemangku kepentingan lain di daerah.

III. 4. Kebebasan Berpikir, Berkesadaran dan Beragama Dalam UU Perlindungan Anak, pasal yang terkait dengan kebebasan

berpikirm berkesadaran dan beragama adalah pasal 6, 42, 43, 56 dan 86. Sedangkan dalam UU Adminduk terlihat dalam pasal 105. Gambaran tentang situasi implementasi di lapangan dalam hal kebebasan berpikir, berkesadaran/berhati nurani dan beragama masih jauh dari harapan. Permasalahan tentang hak-hak tersebut belum menjadi isu publik dan masih terbatas pada wacana dan walaupun secara normatif hak-hak tersebut benar-benar dijamin oleh negara.

Permasalahan lain yang terjadi adalah ketika negara atau masyarakat tidak memfasilitasi pemenuhan hak beragama warganya, padahal pasal 28E UUD 1945 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya dan dalam UU Sisdiknas juga telah disebutkan hak siswa untuk mendapatkan pendidikan agama sesuai agama yang dianut. Sebagai akibatnya dalam bidang pendidikan di mana anak tidak bisa mendapatkan pendidikan sesuai dengan agama/kepercayaannya itu. Hal ini terjadi ketika negara atau pemerintah serta lembaga pendidikan atau sekolah belum mampu menyediakan guru agama yang sesuai dengan agama siswa yang menjadi minoritas di suatu sekolah atau ketika sekolah yang berlatarbelakang agama tertentu tidak menyediakan guru agama bagi siswa yang memiliki agama berbeda dengan latar belakang keagamaan dari sekolah tersebut.

III. 5. Kebebasan Berserikat dan Berkumpul Secara Damai Pasal-pasal yang terkait dengan masalah kebebasan berserikat dan

berkumpul secara damai terlihat pada UUD 1945 pasal 28 E (3), UU Perlindungan pasal 56, serta Perpres No. 7/2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009. Meskipun disebutkan dalam UU Perlindungan Anak, namun dalam kenyataannya belum ada kebijakan yang tertuang dalam peraturan-peraturan yang memfasilitasi pelaksanaannya. Implementasi hak ini dalam kenyataannya tak bisa dilepaskan dari hak anak untuk menyatakan pendapatnya, yang situasinya sudah banyak disinggung sebelumnya.

Untuk hak ini, situasi di lapangan sendiri menunjukkan bahwa sejak lama sudah terdapat berbagai organisasi yang beranggotakan anak-anak, meskipun

Page 25: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

tidak menggunakan batasan usia anak seperti yang terdapat dalam UU Perlindungan Anak. Beberapa contoh di antaranya adalah Ikatan Remaja Muhammadiyah, Ikatan Pelajar NU, meskipun keduanya berada dalam payung organisasi induknya yang lebih besar sudah mulai dirintis berdirinya forum-forum anak. Sedangkan organisasi anak yang baru berdiri, seperti Forum Anak, Dewan Anak atau nama yang lainnya sudah mulai banyak dirintis di beberapa daerah, baik di tingkat propinsi maupun kabupaten/kota. Mereka beranggotakan anak dengan batasan usia di bawah 18 tahun dan berfungsi sebagai wadah perwakilan anak dan penyalur aspirasi anak. Beberapa mereka sudah diakui keberadaannya oleh pemerintah daerah setempat dan memiliki akses untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada gubernur. Yang masih perlu menjadi perhatian adalah masih banyaknya OSIS yang tidak aktif, padahal potensi manfaatnya sangat besar bagi pembentukan kepribadian dan kepemimpinan anak di masa depan.

III. 6. Perlindungan Kehidupan Pribadi (Privasi) Dalam UU Perlindungan Anak, pasal yang mendekati adalah pasal 64

ayat 3 (b). Dalam kenyataan di lapangan, kehidupan pribadi (privasi) anak tidak pernah menjadi isu publik, sehingga sulit digali data atau informasi mengenai hal itu. Kecuali jika gangguan atau serangan terhadap kehidupan pribadi anak disamakan dengan kekerasan terhadap anak, maka masalah ini sudah menjadi isu publik dan banyak data dan informasi mengenai hal itu.

Secara kultural, kehidupan pribadi anak bukan menjadi suatu norma atau nilai di masyarakat. Oleh karenanya yang sering terjadi adalah campur tangan orang dewasa dalam urusan anak dan sudah merupakan hal yang umum. Dengan alasan untuk mencegah anak dari mengkonsumsi barang-barang terlarang, seperti buku dan gambar atau narkoba, orangtua tanpa memberitahu anak menggeledah tas atau telpon genggam anaknya, membaca surat anaknya. Hal tersebut juga dilakukan oleh pihak sekolah yang bekerjasama dengan kepolisian. Di berbagai daerah budaya untuk campur tangan dan mengekang anak masih terus dijadikan alasan untuk mendisiplinkan anak dan mendidik anak-anak tidak menjadi malas. Menurut pandangan mereka, anak-anak tidak perlu dikasihani dan diberi kelonggaran.

Yang sering menjadi masalah adalah kasus-kasus yang melanda para figur publik atau kaum selebritis yang sedang tersangkut suatu masalah, namun anaknya ikut diekspose oleh media, sehingga anak dari para selebritis tersebut menjadi terganggu privasinya. Begitu juga dengan kalangan artis anak yang karena tuntutan profesinya, harus sering tampil di depan publik sehingga kehidupan pribadinya pun ikut terganggu, karena apa pun yang dilakukan menjadi sorotan kalangan media massa. Contoh lainnya adalah anak-anak dari lapisan masyarakat bawah, yang dieksploitasi orangtuanya menjadi anak jalanan atau pekerja anak, kehidupan pribadinya pun dikorbankan karena menuruti paksaan orangtua.

Page 26: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

III. 7. Akses Kepada Informasi Yang LayakDalam UU Perlindungan Anak, pasal yang terkait dengan masalah akses

informasi yang layak bagi anak adalah pasal 10. Terdapat dua pengertian dalam perolehan informasi pada anak, yakni hak anak untuk memperoleh informasi yang memadai dan hak anak untuk bebas dari dampak negatif yang ditimbulkan dari perolehan informasi tersebut. Dalam pengertian yang pertama, seiring dengan era globalisasi yang juga melanda Indonesia, anak-anak juga semakin mudah mengakses informasi baik melalui media cetak maupun elektronik. Perkembangan dunia pers Indonesia yang makin terbuka juga diikuti oleh semakin banyaknya anak-anak yang aktif dalam kegiatan jurnalistik, baik di lingkungan sekolah melalui majalah dinding, di lingkungan komunitas melalui radio komunitas, atau terlibat dalam rubrik/lembar atau program khusus untuk anak di media cetak dan elektronik.

Dalam pengertian yang kedua, perkembangan teknologi informasi melalui internet yang menyediakan segala informasi serta hiburan secara terbuka, selain sangat bermanfaat bagi anak dalam menambah ilmu pengetahuan, sebaliknya juga bisa menjadi ancaman bagi anak. Situs-situs hiburan di internet yang diperuntukkan bagi orang dewasa secara mudah juga bisa diakses oleh anak-anak, sehingga bisa mengganggu aspek moralitas anak. Hal ini juga didukung oleh tumbuhnya usaha warung internet (warnet) yang menjamur, terutama di daerah perkotaan. Dalam konteks inilah maka hak anak untuk terbebas dari dampak negatif keterbukaan informasi perlu dipertanyakan.

Upaya-upaya yang dilakukan oleh kalangan pengusaha warnet untuk membatasi akses tontonan orang dewasa pada kelompok anak-anak masih sangat terbatas jumlahnya dan belum diatur secara ketat dalam bentuk kode etik yang disepakati dan ditatai secara bersama. Upaya lain yang dilakukan oleh sebagian kalangan LSM di bidang anak untuk menghindarkan anak dari bahaya media adalah dengan memberikan pendidikan melek media (media literacy), di mana anak-anak diajak berpikir kritis terhadap media, dan mandiri dalam memilih media yang akan dikonsumsinya secara bertanggung jawab, sehingga orangtua dan guru tidak menjadi khawatir. Namun upaya tersebut jangkauannya masih sangat terbatas. Upaya di tingkat masyarakat lain yang banyak dilakukan adalah mendirikan perpustakaan yang berbasis komunitas dan perpustakaan keliling seperti yang dilakukan oleh YKAI, Yayasan Murti Bunanta, Solidaritas Isteri Kabinet Republik Indonesia Bersatu bersama Universitas Negeri Jakarta, dan banyak lembaga lainnya.

Upaya yang dilakukan pemerintah sendiri dalam masalah ini masih bersifat umum, yakni ditujukan kepada masyarakat secara umum. Di tingkat kebijakan, beberapa kebijakan yang ditempuh pemerintah adalah, secara kelembagaan telah membentuk beberapa lembaga seperti Badan Sensor Film (BSF), Dewan Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Sedangkan dalam kebijakan pemerintah bersama DPR juga tengah menggodok RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi. Selain itu upaya-upaya yang dilakukan di tingkat lapangan sendiri adalah berupa razia terhadap barang-barang cetakan dan VCD yang mengandung unsur pornografi. Upaya lainnya yang bersifat membuka akses informasi kepada masyarakat yang juga bisa dimanfaatkan oleh anak-

Page 27: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

anak adalah yang dilakukan oleh Depdiknas dengan memfasililtasi masyarakat dalam pendirian Taman Bacaan Masyarakat (TBM) mulai 2007 ini. Sementara itu mengoperasikan perpustakaan apung yang beroperasi di daerah-daerah terpencil yang tidak bisa dijangkau oleh transportasi darat.

III. 8. Perlindungan dari penyiksaan dan penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia.

Dalam UU Perlindungan Anak pasal-pasal yang terkait dengan hak tersebut adalah pasal 4, 13, 16-18, 56 dan pasal 80. Di Indonesia permasalahan hukuman yang tidak manusiawi terhadap anak-anak masih banyak terjadi. Dalam permasalahan anak-anak yang berhadapan dengan hukum, perlakuan yang diberikan terhadap anak-anak tersebut masih banyak yang melanggar peraturan yang telah dibuat serta Konvensi Hak Anak. Dalam memperkarakan anak baik sebagai pelaku ataupun korban, walaupun sudah diakui dalam UU 2/2002 tentang Kepolisian, terkadang anak-anak masih diperlakukan oleh para penegak hukum sebagai orang dewasa dan dikenai hukuman layaknya orang dewasa. Sehingga penerapan diskresi dan diversi pada anak-anak masih amat kurang dalam kasus-kasus yang melibatkan mereka.

Dalam proses selanjutnya, ketika anak sudah masuk dalam tahap menjalani hukuman penjara, fasilitas dan perlakuan yang diberikan masih jauh dari memadai. Jumlah lembaga pemasyarakatan (Lapas) anak yang hanya 26 buah di 17 propinsi tidak dapat mengimbangi jumlah kasus anak yang berhadapan dengan hukum yang mencapai 160.000 anak setiap tahunnya. Lapas hanya mampu menampung 4.000 anak setiap tahunnya. Hal ini tentunya akan semakin memperbesar resiko terjadinya penghukuman yang tidak manusiawi pada anak-anak Indonesia. Kondisi Lapas Anak sendiri juga terkesan tidak “ramah anak”.

Dalam masyarakat juga masih banyak terjadi suatu bentuk hukuman lain yang seharusnya tidak diterima anak tetapi akhirnya anak merasa menjalani hukumannya juga secara sosial. Hal ini banyak dialami oleh anak dari para pelaku tindak kriminal. Mereka harus menerima cemoohan atau pengucilan dari lingkungan sosialnya akibat perbuatan yang dilakukan oleh orangtuanya. Di lingkungan sekolah juga terdapat penghukuman yang dinamakan corporal punishment atau sanksi sepihak oleh lembaga sekolah atau guru-guru kepada para siswanya dalam rangka pendisiplinan anak, yang masih sering terjadi. Budaya ini masih terjadi hampir di semua wilayah, dan hal itu terbukti dari penelitian Unicef (2007) di beberapa daerah. Di Jawa Tengah, 80% dari guru yang diteliti mengaku pernah menghukum murid-muridnya dengan berteriak di depan kelas. Sebanyak 55% guru mengaku pernah menyuruh murid mereka berdiri di depan kelas. Sedangkan di Sulawesi Selatan, 90% guru mengaku pernah menyuruh murid berdiri di depan kelas, 73% pernah berteriak kepada murid, dan 54% pernah menyuruh murid untuk membersihkan toilet. Sementara di Sumatera Utara, datanya menunjukkan 90% guru pernah menyuruh murid berdiri di depan kelas, sedangkan80% guru pernah berteriak pada muridnya.

Page 28: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

Selain itu juga akhir-akhir ini mulai diangkat masalah bullying atau tindak kekerasan secara fisik maupun psikis yang dilakukan berdasarkan relasi kuasa yang juga banyak terjadi di lingkungan sekolah. Di keluarga sendiri model hukuman yang tidak manusiawi kadangkala masih sering terjadi dan dianggap sebagai salah satu ritual dalam tumbuh kembang anak dalam kaitan proses ritualnya.

Page 29: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

BAB IV PROGRAM PEMENUHAN HAK SIPIL

DAN KEBEBASAN ANAK

Program-program yang disusun dalam rangka pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak di Indonesia ini didasarkan pada dasar pemikiran akan arti penting hak sipil dan kebebasan anak beserta landasan-landasan hukumnya yang menjadi acuan dalam menyusun arah kebijakan. Namun untuk lebih menyesuaikan dengan permasalahan dan kebutuhan di lapangan, maka program yang disusun berikut ini juga akan menjadikan hasil analisis situasi pemenuhan hak dan kebebasan sipil seperti yang diuraikan dalam bab III sebagai masukan dan pertimbangan utama.

Program-program berikut diharapkan bisa menjadi rujukan bagi instansi terkait, baik di tingkat pusat maupun di daerah, organisasi sosial, organisasi massa, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, media massa dan dunia usaha serta lembaga internasional. Program terbagi ke dalam 7 kelompok program utama, yakni sebagai berikut :

1. Studi dan Penelitian 2. Advokasi Kebijakan 3. Peningkatan Sumberdaya Kelembagaan Pemerintah4. Pengembangan Akses Pemenuhan Hak Sipil dan Kebebasan Anak 5. Peningkatan Pengetahuan dan Kesadaran Masyarakat6. Pengembangan Partisipasi Anak7. Pengembangan Mekanisme Koordinasi Antar Pihak

Penyusunan program disajikan dalam bentuk tabel yang memuat masalah (situasi saat ini), kegiatan, indikator output dan outcomes, pelaku, dan tingkat implementasi program (pusat atau daerah) berikut. Pedoman ini berlaku untuk periode 2007 – 2015.

Studi dan Penelitian

Masalah(situasi saat

ini)

Kegiatan Indikator Pelaku Tingkat Output Outcomes

Informasi tentang masalah pelaksanaan hak sipil masih kurang

Database hak sipil setiap departemen

Pemetaan penelitian HSDKA yang sudah ada

Melakukan penelitian HSDKA yang baru

Melakukan diseminasi hasil penelitian melalui

Laporan Pemetaan

Laporan Penelitian

Diseminasi informasi

Tersusunnya

Dijadikannya laporan pemetaan dan peneli-tian sebagai data dasar penyusunan kebijakan dan program

KPP (leading sektor)DepdagriDephukhamDepbudparDepkominfoPerg. TinggiLSMKPAI

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Page 30: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

belum berhubungan satu sama lain

seminar dan Workshop

Memasukkan data kedalam website

Pengembangan database ”interdep”

Capacity building penyusunan database dengan menggunakan indicator yang standar untuk sektor dan stakeholders

indikator-indikator HSDKA

Dicatatnya laporan dalam KDT (Katalog Dalam Terbitan)

Dimuatnya laporan dalam Web-site Anak

Dijadikannya indikator HSDKA sebagai indikator pemba-ngunan

BPSPusat Studi Wanita di PropinsiPempropPemkab/PemkotKPAID

Advokasi Kebijakan

Masalah(situasi saat

ini)

Kegiatan Indikator Pelaku Tingkat Output Outcomes

Harmonisasi antara UU dengan PERDA yang berkaitan dengan HSDKA

Masih belum standarnya definisi anak

Mereview seluruh kebijakan yang berkaitan dengan HSDKA

Memasukkan prinsip KHA dalam semua kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan anak

Melakukan advo-kasi harmonisasi perundang-undangan

Menjadikan definisi anak dalam KHA/UU Perlindungan Anak sebagai definisi standar

Teridentifikasi-nya kebijakan-kebijakan yang berten-tangan dengan HSDKA

Dijadikannya prinsip KHA sebagai bagian prinsip kebijakan

Terinformasikannya hasil review ke para pembuat kebijakan

Tersusunnya peraturan pelaksana yang responsif terhadap KHA

KPP (leading sektor)DepdagriDephukhamDepbudparDepkominfoPerg. TinggiLSMKPAIPSW PempropPemkab/PemkotKPAID

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Minimnya program parpol yang memper-hatikan anak

Melakukan advokasi HSDKA kepada papol dan parlemen

Memasukkan Program HSDKA ke dalam program parpol dan parlemen

Dipahaminya isu HSDKA oleh parpol dan parlemen

Dijadikannya HSDKA dalam agenda program parpol dan parlemen

Diimplemen-tasikannya program HSDKA oleh parpol dan parlemen

KPPDepkominfoDepdiknasDepbudpar DepsosKPAILSMKPUMUI

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Page 31: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

Peningkatan Sumberdaya Kelembagaan Pemerintah

Masalah(situasi saat

ini)

Kegiatan Indikator Pelaku Tingkat Output Outcomes

Masih kurangnya pemahaman pengambil kebijakan mengenai HSDKA

Minimnya pengalokasi-an anggaran pelaksanaan perlindungan anak

Mengadakan sosialisasi dan advokasi bagi para pengambil kebijakan tentang HSDKA

Mengalokasikan anggaran khusus bagi perlindungan anak, baik di APBN maupun APBD, mis: alokasi penanganan kasus anak

Laporan hasil sosialisasi dan advokasi

Dialokasikan-nya anggaran khusus bagi perlindungan anak

Meningkat-nya pema-haman HSDKA di kalangan pengambil kebijakan

Direalisasi-kannya anggaran khusus per-lindungan anak

KPP (leading sektor)DepdagriDephukhamDepbudparDepkominfoPerg. TinggiLSMKPAIPSWPempropPemkab/PemkotKPAID

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Masih terbatas- pemahaman tentang HSDKA di kalangan aparat penegak hukum maupun aparat pencatatan sipil

Mengadakan pelatihan bagi penegak hukum tentang HSDKA

Laporan hasil pelatihan

Meningkat-nya pema-haman ttg. HSDKA di kalangan

penegak hukum

KPPMAKepolisianKejaksaanPempropPemkab/PemkotKPAID

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Mengadakan pelatihan tentang HSDKA bagi petugas pencatatan sipil di daerah

Adanya laporan hasil pelatihan

Meningkat-nya kapasi-tas kelem-bagaan Catatan Sipil di daerah

PempropPemkab/PemkotKPAID

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Belum adanya mekanisme yang sederhana dalam proses pencatatan kelahiran

Sosialisasi manfaat penyederhanaan mekanisme penca-tatan kelahiran bagi perencaan pemba-ngunan daerah dan nasional

Dipahaminya manfaat penyederha-naan meka-nisme penca-tatan kelahiran anak oleh pemda

Diterapkan-nya meka-nisme yang sederhana dalam pencatatan kelahiran di daerah

KPPDepdagriPempropPemkab/PemkotKPAID Konsorsium Catatan Sipil

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Belum terpenuhinya hak-hak anak di LAPAS Anak

Mengembangkan dan mensosiali-sasikan konsep Lapas Ramah Anak (LRA)

Tersusunnya konsep Lapas Ramah Anak

Tersosialisasi-kannya konsep Lapas Ramah Anak kepada pejabat dan petugas Lapas Anak

Terpenuhi-nya hak -hak anak yang berada dalam Lapas serta terim-plementasi-kannya konsep LRA

KPPDepsos Dephukham Lapas AnakLSM

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Page 32: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

Pengembangan Akses Pemenuhan HSDKA

Masalah(situasi saat

ini)

Kegiatan Indikator Pelaku Tingkat Output Outcomes

Sarana publik untuk mengakses informasi masih terbatas

Pengembangan akses informasi (mis: visual/ elek-tronik) dengan departemen / lembaga terkait.

Memasukkan materi HSDKA ke dalam kurikulum pendidikan

Tersedianya informasi HSDKA di sarana publik

Masuknya materi HSDKA dalam kuriku-lum pendidikan

Akses infomasi HSDKA tersebar luas

Diintegrasi-kannya materi HSDKA ke dalam mata pelajaran terkait

KPPPGRIDepartemen DpBudParDepsosDepkominfoDepdiknasKPAIDepdagri KPAID

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Peningkatan Pengetahuan dan Kesadaran Masyarakat

Masalah(situasi saat

ini)

Kegiatan Indikator Pelaku Tingkat Output Outcomes

Minimnya pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang HSDKA

Mengembangkan Materi Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) tentang HSDKA

Melakukan Sosialisasi HSDKA

Tersusunnya materi dan strategi KIE

Laporan Hasil Sosialisasi

Dimanfaat-kannya materi KIE dan diterapkan-nya strategi KIE

Dipahami-nya materi tentang HSDKA oleh publik

KPPDepdagriDephukhamDepbudparDepkominfoMUILSMMedia Massa Biro IklanOrmas PempropPemkab/PemkotKPAID

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Melakukan Seminar dan Diskusi Publik tentang HSDKA

Laporan hasil seminar dan diskusi

Dipahaminya isu HSDKA oleh publik

KPPDepdagri DephukhamDepbudparDepkominfoLSM Perguruan Tinggi Media MassaPempropPemkab/PemkotKPAID

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Sulitnya akses informasi Online tentang HSDKA

Mengembangkan sistem informasi online tentang HSDKA

Terlaksananya pengembangan sistem informasi online tentang HSDKA

Berfungsinya sistem informasi online

KPPDep. Hukham Dep. SosialDepbudparDepkominfo

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Page 33: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

tentang HSDKA

KepolisianKejaksaanPemda LSM

Melakukan Seminar dan Diskusi Publik tentang HSDKA

Laporan Hasil Seminar dan Diskusi Publik

Dipahami-nya isu HSDKA oleh publik

Mengembangkan sistem informasi online tentang HSDKA

Adanya sistem informasi online tentang HSDKA

Dimanfaat-kannya akses Infor-masi Online tentang HSDKA oleh masyarakat

KPPDep. Hukham Dep. SosialDepbudparDepkominfoKepolisianKejaksaanPemda LSM

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Workshop dan Sosialisasi Panduan Pencatatan Kelahiran dan Manfaatnya bagi masyarakat

Laporan hasil workshop dan sosialisasi

Meningkatnya kesadaran masyarakat dalam pencatatan kelahiran anaknya

KPPDepdagriDephukhamKonsorsium Catatan SipilMedia Massa

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Mengembangkan Child Helpline (Telpon Sahabat Anak)

Adanya Fasilitas Telpon Sahabat Anak (TESA)

Dimanfaat-kannya TESA oleh masyarakat

KPPDep. Hukham Dep. SosialDepbudparDepkominfoKepolisianKejaksaanPemda LSM

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Pengembangan Partisipasi Anak

Masalah(situasi saat

ini)

Kegiatan Indikator Pelaku Tingkat Output Outcomes

Belum maksimalnya pengembang-an potensi anak

Membentuk dan mengembangkan wadah pengem-bangan potensi anak

Memfasilitasi pem-bentukan Organi-sasi Anak (Dewan Anak, Forum Anak, Parlemen Remaja dll. ) di setiap kabupaten/kota

Terbentuknya organisasi anak di tingkat kabupaten/ kota

Berfungsi-nya Organisasi Anak Sebagai Wadah Partisipasi Anak dengan baik

KPPDepdiknas DepbudparDepkominfoPemda LSMOrsosOrmasSwastaKelompok Anak

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Belum maksimalnya pemahaman tentang HSDKA dalam organisasi pelajar,

Sosialisasi HSDKA bagi pengurus organisasi pelajar, kemahasiswaan maupun kepemu-daan

Laporan hasil sosialisasi HSDKA

Meningkat-nya pema-haman tentang HSDKA dalam organisasi pelajar,

Organisasi pelajar (mis: OSIS, Pramuka dll)Organisasi kemahasiswaan (mis: BEM, dll)Organisasi

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Page 34: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

kemahasis-waan dan kepemudaan

kemahasis-waan dan kepemudaan

Kepemudaan Lainnya (mis: Karang Taruna)

Memfasilitasi Pembentukan Jaringan Organisasi Anak di tingkat kabupaten/kota, propinsi dan nasional

Terbentuknya Jaringan Organisasi Anak

Berfungsinya jaringan organisasi anak

KPPPemda Perguruan tinggiLSMOrsosOrmasSwastaKelompok Anak

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Mengadakan Pemilihan Pemimpin Muda Indonesia (PMI) yang memahami HSDKA

Terdaftarnya calon pemimpin muda dari berbagai daerah

Terpilihnya kader generasi muda sebagai pemimpin yang berperspektif HSDKA

Adanya kader PMI yang mampu mempromosikan HSDKA

KPPPemda Perguruan tinggiLSMOrsosOrmasSwastaKelompok Anak

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Mengadakan pelatihan bagi organisasi anak di tingkat kabupaten/ kota

Laporan hasil pelatihan

Peningkatan Kapasitas Organisasi Anak

KPPPemda LSMSwastaKelompok Anak

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Peningkatan pertemuan yang melibatkan partisipasi anak (mis: Kongres Anak dll)

Semakin sering-nya diadakan pertemuan yang melibatkan partisipasi anak

Disebarluas-kannya hasil pertemuan ke kelompok-kelompok anak lainnya

Depsos Kelompok AnakLSMKPPKPAI

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Mengadakan pelatihan KHA bagi pengurus OSIS di SMP dan SMA di Indonesia

Adanya laporan hasil pelatihan

Terbentuknya OSIS yang berbasis hak anak

KPPDepdiknasSekolah Kelompok Anak/ Siswa Sekolah

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Pengembangan Mekanisme Koordinasi Antar Pihak

Masalah(situasi saat

ini)

Kegiatan Indikator Pelaku Tingkat Output Outcomes

Page 35: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

Belum maksimal-nya mekanisme koordinasi antar para pemangku kepentingan

Mengadakan rapat koordinasi perenca-naan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan

Laporan pertemuan koordinasi

Teridentifikasi-nya para pemangku kepentingan baik lembaga maupun individu

Agenda kegiatan

Adanya pembagian peran antar para pemang-ku kepen-tingan

Tidak adanya tumpang tindih kegiatan

Terjalinnya kebersamaan antar para pemangku kepentingan

KPPPemda Perguruan tinggiLSMOrsosOrmasSwastaKelompok Anak

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Membuat kesepakatan kerjasama antar sektor dan lembaga dalam bentuk MoU

Adanya MoU antar pihak-pihak yang terkait

Adanya komitmen untuk melaksana- kan agenda bersama

Departemen dan lembaga terkait

Nasional Propinsi Kabupa-

ten/ kota

Page 36: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

BAB VPENGORGANISASIAN

Pengorganisasian pelaksanaan kebijakan dan program pemenuhan kebijakan hak sipil dan kebebasan anak di Indonesia dilaksanakan di setiap jenjang administrasi pemerintahan dengan memanfaatkan koordinasi yang telah ada dalam program Perlindungan Anak di Indonesia dari semua sektor terkait.

V. 1. Nasional Dalam upaya koordinasi dan pengorganisasian kebijakan dan program

pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak di Indonesia, Deputy IV Kementerian Pemberdayaan Perempuan melakukan koordinasi di tingkat pusat baik dengan sektor terkait maupun lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi

Pelaksanaan program HSDKA di Indonesia akan dilaksanakan oleh masing-masing sektor dan lembaga sesuai dengan bidang programnya

Deputy IV Kementerian Pemberdayaan Perempuan akan melakukan upaya-upaya pengumpulan laporan dan kegiatan sektor terkait, lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dalam kaitan program pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak di Indonesia

V. 2. Propinsi Dalam upaya koordinasi dan pengorganisasian program pemenuhan hak

sipil dan kebebasan anak di tingkat propinsi, Biro Pemberdayaan Perempuan atau lembaga yang ditunjuk oleh pemda dalam koordinasi program perlindungan anak dengan sektor terkait melakukan koordinasi dengan sektor terkait maupun lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi

Pelaksanaan program pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak di tingkat propinsi akan dilaksanakan oleh masing-masing sektor dan lembaga sesuai dengan bidang programnya

Biro Pemberdayaan Perempuan atau lembaga sejenis di tingkat propinsi akan melakukan upaya-upaya pengumpulan laporan dan kegiatan sektor terkait, lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dalam kaitan program pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak di masing-masing propinsi

Page 37: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

V. 3. Kabupaten/Kota Dalam upaya koordinasi dan pengorganisasian program pemenuhan hak

sipil dan kebebasan anak di tingkat kabupaten dan kota, Bagian Pemberdayaan Perempuan atau instansi lain yang ditunjuk oleh pemerintah daerah untuk melakukan koordinasi dalam program perlindungan anak di tingkat kabupaten dan kota akan melakukan koordinasi dengan sektor terkait maupun lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi

Pelaksanaan program pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak di tingkat kabupaten dan kota dilaksanakan oleh masing-masing kecamatan dan mengakses ke kelurahan-kelurahan dan lembaga lain sesuai dengan bidang programnya

Bagian Pemberdayaan Perempuan atau lembaga sejenis akan melakukan upaya-upaya pengumpulan laporan dan kegiatan terkait, lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dalam kaitan program pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak di Indonesia

V. 4. Lembaga Non Pemerintah : Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Internasional, Organisasi Sosial, Organisasi Kemasyarakatan, Dunia Usaha, Media Massa dan Perguruan Tinggi

Instansi non pemerintah baik lembaga swadaya masyarakat, lembaga internasional, organsiasi sosial, organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, media massa dan perguruan tinggi mendukung dan mengawasi pelaksanaan program hak sipil dan kebebasan anak;

Menginformasikan dan memberikan masukan bermakna untuk peningkatan pelaksanaan program hak sipil dan kebebasan anak yang dilaksanakan masing-masing lembaga kepada Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan

Mekanisme pelaksanaan pengorganisasian dilakukan dalam pertemuan-pertemuan periodik.

Page 38: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

BAB VIMONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN

Kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pelaksanaan Kebijakan Pemenuhan Hak Sipil dan Kebebasan bagi Anak Indonesia. Monitoring merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengawasi atau memantau proses dan perkembangan pelaksanaan program atau kegiatan sebagai penjabaran dari kebijakan. Fokus monitoring adalah untuk mendapatkan informasi mengenai proses pelaksanaan program dan kegiatan, bukan pada hasilnya. Monitoring dilakukan untuk tujuan supervisi,  yaitu untuk mengetahui apakah program atau kegiatan berjalan sebagaimana yang direncanakan, apa hambatan yang terjadi dan bagaimana cara  mengatasi masalah tersebut.  Hasil monitoring digunakan sebagai umpan balik untuk penyempurnaan pelaksanaan program dan kegiatan.

Evaluasi merupakan suatu proses sistematis dalam mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan informasi untuk mengetahui tingkat keberhasilan pelaksanaan program  dengan kriteria tertentu untuk keperluan pembuatan keputusan.  Informasi hasil evaluasi dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan pada program. Apabila hasilnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan, berarti program tersebut   efektif.  Jika sebaliknya, maka program  tersebut dianggap tidak efektif (gagal). Evaluasi bertujuan untuk mengetahui apakah program  mencapai sasaran yang diharapkan. Evaluasi menekankan pada aspek hasil (output).  Konsekuensinya, evaluasi baru dapat dilakukan jika program sudah berjalan dalam satu periode, sesuai dengan tahapan yang dirancang.  Misalnya untuk enam bulan atau satu tahun program. 

Hasil monitoring dan evaluasi tertuang dalam laporan sebagai bahan masukan untuk pengambilan keputusan, sehingga informasi/datanya harus dapat dipertanggungjawabkan (valid dan reliable), karena akan digunakan untuk mengambil keputusan tentang apa yang perlu dilakukan untuk membantu agar program berhasil seperti yang diharapkan.  Informasi dan simpulan hasil evaluasi diharapkan untuk mengambil keputusan tentang program secara utuh, mulai dari kesesuaian dengan kebutuhan dan hak anak dan tuntutan masa depan (konteks), input, proses, output yang ditargetkan maupun outcome yang diharapkan, dan juga untuk program-program periode berikutnya.

Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak perlu memperhatikan ukuran-ukuran keberhasilan sebagai berikut:

Adanya pengarusutamaan anak dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya melalui pemahaman dan pemenuhan serta perlindungan hak sipil dan kebebasan anak

Adanya partisipasi seluruh komponen pelaku dalam rangka pemahaman dan pemenuhan serta perlindungan hak sipil dan kebebasan anak

Page 39: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

Adanya kerangka kerja kebijakan dalam pemahaman dan pemenuhan serta perlindungan hak sipil dan kebebasan anak

Adanya pendayagunaan sumber daya dalam pemahaman dan pemenuhan serta perlindungan hak sipil dan kebebasan anak

Adanya data dan informasi di bidang Adanya sosialisasi

Pelaksana kegiatan monitoring dan evaluasi adalah pejabat struktural maupun fungsional yang ditunjuk (ditugaskan); dan atasan langsung pelaksana kegiatan. Langkah-langkah pelaksanaan monitoring dan evaluasi adalah:1. Menyusun kerangka acuan kegiatan2. Menyiapkan dan menggandakan instrumen-instrumen;3. Menyebarkan/ mendistribusikan instrumen-instrumen untuk diisi;4. Pengumpulan instrumen yang telah diisi;5. Pengolahan dan analisa hasil monitoring dan evaluasi;6. Membuat kesimpulan dan rekomendasi; dan7. Membuat laporan dan menyampaikan kepada pihak terkait

Kegiatan monitoring dan evaluasi juga dapat dilakukan oleh pihak lain yang memiliki kompetensi dan kepentingan dalam rangka perlindungan anak. Model monitoring dan evaluasi yang lain juga bisa diterapkan, terutama model-model yang partisipatif yang melibatkan anak dalam pelaksanaannya, karena hasilnya bisa memberi gambaran yang lebih lengkap.

Pada dasarnya monev dan pelaporan ini berbasis pada pedoman pelaporan pelaksanaan KHA (CRC Guidelines), yang merupakan kewajiban pemerintah Indonesia secara berkala kepada Komite Hak Anak PBB. Referensi yang berupa pasal-pasal tentang Hak Sipil dan Kebebasan Anak beserta pertanyaan sebagai instrumen pelaporan, terlampir.

Page 40: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

BAB VIIPENUTUP

Upaya mewujudkan hak sipil dan kebebasan anak (HSDKA) merupakan serangkaian upaya berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat yang dilakukan secara integratif dan komprehensif. Pada pelaksanannya dibutuhkan keterlibatan berbagai pihak baik di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten/kota secara lintas sektoral serta masyarakat sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing. Perlu ditegaskan bahwa pemenuhan HSDKA bukanlah beban bagi pemerintah namun merupakan suatu kewajiban dan juga merupakan bentuk investasi bagi pembangunan suatu negara untuk mendapatkan generasi yang lebih maju dan administrasi negara yang lebih tertib. Di sisi lain, pemenuhan HSDKA bagi masyarakat dan keluarga merupakan legitimasi atau pengakuan sebagai warga negara dan kejelasan silsilah, hak waris, dan hak untuk mendapatkan pelayanan sosial dasar serta perlindungan anak dari pelanggaran HSDKA

Pada kerangka tersebut maka perlu adanya kesamaan pemahaman di bidang perlindungan anak bagi semua jajaran pelaksana program/kegiatan baik baik nasional, provinsi maupun kabupaten/kota, serta masyarakat. Dengan adanya kesamaan pemahaman tersebut diharapkan akan lebih mempermudah dalam melakukan koordinasi dan kerjasama lintas sektoral dalam rangka mengefektifkan pelaksanaan kebijakan hak sipil dan kebebasan anak. Upaya untuk mewujudkan kesamaan pemahaman tersebut, salah satunya dilakukan dengan menyusun Buku Pedoman Pemenuhan Hak Sipil dan Kebebasan Anak Indonesia ini.

Buku Pedoman ini merupakan dokumen yang disusun secara bersama-sama oleh pemerintah, perguruan tinggi, dan organisasi masyarakat sipil/LSM. Semua pihak yang menerima ini diharapkan dapat menggunakannya sebagai acuan dalam melakukan upaya perlindungan anak di sektor kerja masing-masing. Pedoman pelaksanaan ini diharapkan juga bisa melahirkan petunjuk pelaksanaan program di daerah yang mendapat pengesahan dari pemerintah daerah

Keberhasilan pelaksanaan pedoman pemenuhan hak sipil dan kebebasan anak ini sangat tergantung pada komitmen dan peranserta semua pihak dalam rangka pemenuhan hak-hak anak Indonesia. Untuk menjamin keberhasilan harus dilakukan monitoring dan evaluasi secara bersama-sama agar apa yang menjadi tujuan program perlindungan anak Indonesia bisa tercapai dengan baik.

Page 41: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Bappenas, Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015, Buku I : Ringkasan Eksekutif, 2004

2. Bappenas, Program Nasional Bagi Anak Indonesia (PNBAI) 2015, Buku III : Uraian Progrm Per Bidang, 2004

3. Budi Rahardjo dkk. (ed.) Partisipasi Anak : Bukan Sekedar Ikut Bekerja, Jakarta 2006

4. Kementrian Pemberdayaan Perempuan RI dan Departemen Sosial RI, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

5. Komisi Perlindungan Anak Indonesia dan World Vision Indonesia, Negara Wajib Memberikan Akte Kelahiran Anak, Bagaimana Kenyataannya? 2006

6. Unicef, Child Protection. Final Report to the Australian National Commite for Unicef, Jakarta 2007

7. Unicef, Dunia yang Layak bagi Anak-anak, tanpa tahun

Page 42: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

Lampiran I : Pasal dalam KHA menurut Jenis Hak-hak Anak dalam Kluster Hak Sipil dan Kebebasan

1. Nama dan Kewarganegaraan

Pasal dalam KHA

Pada pasal 7 KHA disebutkan bahwa: (1) Anak akan didaftar segera setelah lahir dan akan mempunyai hak sejak lahir atas nama,

hak untuk memperoleh suatu ke-bangsaan dan sejauh mungkin, hak untuk mengetahui dan diasuh oleh orangtuanya

(2) Negara-negara peserta akan menjamin pelak-sanaan dari hak-hak ini sesuai dengan hukum nasional mereka dan kewajiban-kewajiban me-reka berdasarkan in-strumen-instrumen inter-nasional yang relevan dalam bidang ini, khu-susnya di mana anak akan tidak bernegara bila tidak demikian adanya.

2. Hak Memperoleh Identitas

Pasal dalam KHA

Pasal 8 disebutkan bahwa :(1) Negara-negara peserta berusaha untuk menghor-mati hak anak untuk memiliki jati dirinya, ter-

masuk kewarganegaraan, nama dan hubungan kelu-arganya sebagaimana diakui oleh undang-undang tanpa campur tangan yang tidak sah.

(2) Di mana anak secara tidak sah dirampas sebagian atau seluruh unsur dari jati dirinya, negara-negara pe-serta akan memberi bantuan dan perlindungan yang layak dengan tujuan menetapkan kembali dengan cepat jati dirinya.

3. Kebebasan Berpendapat

Pasal dalam KHA

Pasal 13 yang berbunyi :(1) Anak mempunyai hak untuk secara bebas menyatakan pendapat; hak ini akan mencakup

kebebasan yang terlepas dari pembatasan untuk meminta, menerima dan memberi informasi dan gagasan dalam segala jenis, baik secara lisan, tertulis atau cetakan, dalam bentuk seni, atau melalui media lain menurut pilihan anak yang bersangkutan

(2) Penggunaan hak ini dapat disertai pembatasan-pem-batasan tertentu, tetapi pemba-tasan ini hanya dapat yang ditetapkan oleh undang-undang dan yang diperlukan :(a) untuk mengormati hak-hak atau reputasi orang lain; atau(b) untuk melindungi kea-manan nasional atau ketertiban umum, kesehatan umum dan moral

Page 43: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

4. Kekebasan Berfikir, Berkesadaran, dan Beragama

Pasal dalam KHA

Pasal 14 yang berbunyi: (1) Negara-negara peserta akan menghormati hak anak atas kemerdekaan berpikir,

berkesadaran dan beragama(2) Negara-negara peserta akan menghormati hak dan kewajiban kedua orangtua dan, apabila

sesuai, hak dan kewajiban wali yang sah, untuk memberi pengarahan kepada anak dalam mene-rapkan haknya dengan cara yang sesuai dengan per-kembangan kemampuan anak

(3) Kebebasan untuk meman-ifestasikan agama atau kepercayaan seseorang hanya tunduk pada pemba-tasan yang ditetapkan oleh undang-undang dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kese-hatan umum dan moral, atau hak-hak asasi dan kebebasan orang lain

5. Kekebasan Berserikat dan Berkumpul Secara Damai

Pasal dalam KHA

Pasal 15 KHA, yang menye-butkan bahwa :(1) Negara-negara peserta mengaku hak anak atas kebebasan berserikat dan kebebasan

berkumpul secara damai(2) Tak ada pembatasan yang dikenakan atas pelaksanaan hak-hak ini selain pemba-tasan-

pembatasan yang ditetapkan undang-undang dan yang diperlukan dalam suatu masyarakat yang demokratis demi kepen-tingan keamanan nasional dan keselamatan umum, ketertiban umum, perlin-dungan kesehatan atau moral masyarakat atau perlindungan hak dan kebebasan orang lain

6. Perlindungan Privasi

Pasal dalam KHA

Pasal 16 yang berbunyi : (1) Tidak seorang anak pun akan mengalami gangguan tanpa alasan dan secara tidak sah

terhadap kehidupan pribadinya, keluarga, rumah atau surat menyurat, ataupun serangan tidak sah terhadap harga diri dan reputasinya

(2) Anak mempunyai hak akan perlindungan hukum terhadap gangguan atau serangan semacam itu

7. Akses Terhadap Informasi

Pasal dalam KHA

Pasal 17 yang berbunyi : Negara-negara peserta mengakui pentingnya fungsi yang dilakukan oleh media massa dan akan menjamin bahwa anak akan bisa memperoleh informasi dan bahan-bahan dari beraneka

Page 44: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

ragam sumber nasional dan internasional yang berbeda-beda, terutama sumber-sumber yang dimaksudkan untuk me-ningkatkan kesejahteraan sosial, jiwa dan moralnya serta kesehatan fisik dan mentalnya. Untuk ini negara-negara peserta akan :(a) Mendorong media massa untuk menyebarluaskan informasi dan bahan-bahan yang

bermanfaat dari segi sosial dan budaya bagi anak dan sesuai dengan semangat pasal 29 (b) Mendorong kerjasama inter-nasional dalam pembuatan, pertukaran dan penyebar-luasan

informasi dan bahan-bahan seperti itu dari beraneka ragam sumber kebudayaan, nasional dan internasional;

(c) Mendorong pembuatan dan penyeba-rluasan buku-buku untuk anak;(d) Mendorong media massa untuk secara khusus memperhatikan kebutuhan-kebutuhan

linguistik anak yang termasuk di dalam kelompok minoritas dan yang pribumi;(e) Mendorong pengembangan garis-garis pedoman yang tepat untuk melindungi anak dari

informasi dan bahan-bahan yang merugikan bagi kesejahteraan anak dengan mengingat ketentuan-ketentuan dari pasal 13 dan 18

8. Hak Untuk Tidak Mengalami Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan Martabat Manusia

Pasal dalam KHA

Pasal 37 yang berbunyi : Negara-negara peserta akan menjamin bahwa : (f) Tak seorang anak pun akan menjalani siksaan atau kekejaman-kekejaman lain-nya,

perlakuan atau hukum-an yang tidak manusiawi atau menurunkan martabat. Baik hukuman mati maupun hukuman seumur hidup tanpa kemungkinan dibe-baskan tidak akan dikenakan untuk kejahatan yang dila-kukan oleh orang yang berusia di bawah delapan belas tahun

(g) Tidak seorang anak pun akan kehilangan kebebas-annya secara tidak sah dan sewenang-wenang. Penang-kapan, penahanan atau penghukuman anak akan disesuaikan dengan undang-undang dan akan digunakan hanya sebagai langkah terakhir dan untuk masa yang paling singkat dan layak;

(h) Setiap anak yang dirampas kebebasannya akan diper-lakukan secara manusiawi dan dengan menghormati martabat seorang manusia, dan dengan cara yang memberi perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan orang seusianya. Secara khusus, setiap anak yang dirampas kebebasannya akan dipi-sahkan dari orang dewasa kecuali bila tidak melaku-kannya dianggap sebagai kepentingan yang terbaik dari anak yang bersangkutan dan anak akan mempunyai hak untuk terus mengadakan hubungan dengan keluar-ganya melalui surat menyurat atau kunjungan, kecuali dalam keadaan luar biasa

(i) Setiap anak yang dirampas kebebasannya akan mempu-nyai hak untuk segera mendapatkan bantuan hukum dan bantuan-bantuan lain yang layak dan mempunyai hak untuk menantang keabsahan perampasan kebebasan itu di depan pengadilan atau penguasa lain yang berwenang, bebas dan tidak memihak, dan berhak atas keputusan yang cepat mengenai tindakan tersebut

Pasal 39 : Pihak negara akan mengambili langkah-langkah tepat untuk meningkatkan penyembuhan psikologis dan fisik serta reintegrasi sosial seorang anak yang merupakan korban dari, segala bentuk kesewenang-wenangan, penyiksaan, eks-ploitasi atau penyiksaan; penganiayaan atau bentuk kekejaman lainnya; perlakuan tidak manusiawi atau peng-hinaan atau penghukuman; atau konflik senjata. Penyembuhan dan reintegrasi tersebut harus berlangsung dalam suatu lingkungan yang mendukung kesehatan, penghargaan diri dan martabat anak

Page 45: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

Lampiran II : Pasal-pasal terkait yang terdapat Peraturan Perundang-undangan Nasional menurut Kluster dalam KHA

1. Nama dan Kewarganegaraan

Pasal dalam UU Perlindungan Anak Pasal dalam Produk Hukum Lain

Pasal 5 berbunyi : Setiap anak berhak atas nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan

Pasal 27 berbunyi :(2) Identitas diri setiap anak harus diberikan

sejak kelahirannya(3) Identitas sebagaimana yang dimaksud

pada ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran

(4) Pembuatan akta kelahiran didasarkan pada surat keterangan dari orang yang menyaksikan dan/ atau membantu proses kelahiran

(5) Dalam hal anak yang proses kelahirannya tidak diketahui, dan orangtua-nya tidak diketahui keberadaannya, pembu-atan akta kelahiran untuk anak tersebut didasarkan pada keterangan orang yang menemukannya

Pasal 28 berbunyi :(1) Pembuatan akta kelahiran menjadi

tanggungjawab pemerintah yang dalam pelaksanaannya diseleng-garakan serendah-rendah-nya pada tingkat kelurahan /desa

(2) Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diajukannya permohonan

(3) Pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak -dikenakan biaya

(4) Ketentuan mengenai tata cara dan syarat-syarat pembuatan akta kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan peraturan perundang-undangan

Pasal 29 berbunyi :(1) Jika terjadi perkawinan campuran

antara warga negara Republik Indonesia dan warga negara asing, anak yang dilahirkan dari perkawinan

UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 27 yang berbunyi :(1) Setiap kelahiran yang wajib dilaporkan oleh

penduduk kepada instansi pelaksana di tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60 hari sejak kelahiran

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pejabat pencatatan sipil mencatat pada register akta kelahir-an dan menerbitkan kutipan akta kelahiran

UU N0o. 12/2006 tentang Kewarganegaraan

Pasal 5 berbunyi : (1) Anak Warga Negara Indonesia yang lahir di

luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 (dela-pan belas) tahun dan belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganega-raan asing tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia

(2) Anak Warga Negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah sebagai warga negara asing berdasarkan pene-tapan pengadilan tetap diakui sebagai Warga Negara Indonesia

Page 46: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

tersebut ber-hak memperoleh kewarga-negaraan dari ayah atau ibunya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

(2) ...(3) Dalam hal terjadi per-ceraian

sebagaimana di-maksud pada ayat (2), sedangkan anak belum mampu menentukan pilih-an dan ibunya berke-warganegaraan Republik Indonesia, demi kepen-tingan terbaik anak atau atas permohonan ibunya, pemerintah berkewajiban mengurus status kewarga-negaraan Republik Indo-nesia bagi anak tersebut

2. Hak untuk Mempertahankan Identitas

Pasal dalam UU Perlindungan Anak Pasal dalam Produk Hukum Lain

Pasal 40 : (1) Orangtua angkat wajib memberi-

tahukan kepada anak angkatnya mengenai asal-usul dan orangtua kandungnya

(2) Pemberitahuan asal-usul dan orangtua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan

UU No. 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan

Pasal 28 :(1) pencatatan kelahiran da-lam register akte

kelahiran dan penerbitan kutipan akte kelahiran terhadap peristiwa kelahiran seseorang yang tidak diketahui asal-usulnya atau keberadaan orangtuanya, didasarkan pada laporan orang yang menemukan dilengkapi berita acara pemeriksaan dari kepolisian.

(2) Kutipan akte kelahiran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diterbitkan oleh pejabat pencatatan sipil dan disimpan oleh instansi pelaksana.

UU No. 21/ 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Pasal 19 : Setiap orang yang memberikan atau memasukkan keterangan palsu pada dokumen negara atau dokumen lain atau memalsukan dokumen negara atau dokumen lain, untuk mempermudah terja-dinya tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 280.000.000,00 (dua ratus delapan puluh juta rupiah).

Page 47: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

3. Hak Untuk Menyampaikan Pendapat

Pasal dalam UU Perlindungan Anak Pasal dalam Produk Hukum Lain

Pasal 10 berbunyi : Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan

Pasal 56 berbunyi : (3) Pemerintah dalam menyelenggarakan

pemeliharaan dan perawatan mengupa-yakan dan membantu anak, agar anak dapat : (a) .... (b) bebas menyatakan pendapat dan

berpikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya

(c) ..... dst. (4) Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dikembangkan dan disesuaikan dengan usia, tingkat kemampuan anak, dan lingkungannya agar tidak mengham-bat dan mengganggu perkembangan anak

UUD 1945 Pasal 28E ayat 3 yang berbunyi :

“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, ber-kumpul, dan mengeluarkan pendapat

Peraturan Presiden No. 7/2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Dalam kebijakan tersebut, khususnya pada lampiran Perpres Bab 12 tentang Pening-katan Kualitas Kehidupan dan Peran Perem-puan serta Kesejahteraan dan Perlindungan Anak, pada Program Peningkatan Kese-jahteraan dan Perlindungan, salah satu kegiatan pokoknya adalah

“Pembentukan wadah-wadah guna mende-ngarkan dan menyuarakan pendapat dan harapan anak sebagai bentuk partisipasi anak dalam proses pembangunan.”

4. Kekebasan Berfikir, Berkesadaran, dan Beragama

Pasal dalam UU Perlindungan Anak Pasal dalam Produk Hukum Lain

Pasal 6 berbunyi : Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orangtua

Pasal 42 berbunyi :(1) Setiap anak mendapatkan perlindungan

untuk ber-ibadah menurut agamanya(2) Sebelum anak dapat menentukan

pilihannya, agama yang dipeluk anak mengikuti agama orang-tuanya

Pasal 43 berbunyi :(1) Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga,

orangtua, wali dan lembaga sosial menjamin perlindungan anak dalam memeluk agamanya

(2) Perlindungan anak dalam memeluk

UU Adminduk pasal 105 berbunyi :

Dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak diundangkannya Undang-Undang ini, Pemerintah wajib rnenerbitkan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang penetapan persyaratan dan tata cara perkawinan bagi para penghayat kepercayaan sebagai dasar diperolehnya kutipan akta perkawinan dan pelayanan pen-catatan peristiwa penting.

Page 48: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

agamanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pembinaan, pembimbingan, dan pengamalan ajaran agama bagi anak

Pasal 56 berbunyi :(1) Pemerintah dalam menyelenggarakan

pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan dan membantu anak, agar anak dapat : (a) ...(b) bebas menyatakan pendapat dan

berpikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya

(c) ...dst. (2) Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dikembangkan dan disesuaikan dengan usia, tingkat kemampuan anak, dan lingkungannya agar tidak menghambat dan mengganggu perkembangan anak

Pasal 86 berbunyi :Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan tipu muslihat, rangkaian kebo-hongan, atau membujuk anak untuk memilih agama lain bukan atas kemauannya sendiri, padahal diketahui atau patut diduga bahwa anak tersebut belum berakal dan belum bertanggungjawab sesuai dengan agama yang dianutnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

5. Kekebasan Berserikat dan Berkumpul Secara Damai

Pasal dalam UU Perlindungan Anak Pasal dalam Produk Hukum Lain

Pasal 56 yang berbunyi :(1) Pemerintah dalam menyelenggarakan

pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan dan membantu anak, agar anak dapat : (a) .....(d) bebas berserikat dan berkumpul(e) ....dst.

(2) Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan dan dise-suaikan dengan usia, tingkat kemampuan anak, dan lingkungannya agar tidak menghambat dan meng-ganggu perkembangan anak

UUD 1945 Pasal 28E ayat 3 yang berbunyi :

“Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat

Peraturan Presiden No. 7/2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Dalam kebijakan tersebut, khususnya pada lampiran Perpres Bab 12 tentang Peningkatan Kualitas Kehi-dupan dan Peran Perempuan serta Kesejahteraan dan Perlindungan Anak, pada Program Peningkatan Kesejahteraan dan Perlin-dungan, salah satu kegiatan pokoknya adalah

“Pembentukan wadah-wadah guna mende-

Page 49: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

ngarkan dan menyuarakan pendapat dan harapan anak sebagai bentuk partisipasi anak dalam proses pembangunan.”

6. Akses Terhadap Informasi

Pasal dalam UU Perlindungan Anak

Pasal 10 yang berbunyi : Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan

7. Hak Untuk Tidak Mengalami Penyiksaan Dan Perlakuan Atau Penghukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, Atau Merendahkan Martabat Manusia

Pasal dalam UU Perlindungan Anak Pasal dalam Produk Hukum Lain

Pasal 4 berbunyi sebagai berikut : Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh dan berkem-bang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 13 berbunyi :(1) Setiap anak selama dalam pengasuhan orang-

tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertang-gungjawab atas peng-asuhan berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:a. diskriminasi;b. eksploitasi, baik eko-nomi maupun seksual;c. penelantaran;d. kekerjaman, kekeras-an dan penganiayaane. ketidakadilan; dan f. perlakuan salah lain-nya.

(2) Dalam hal orangtua, wali, atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman

Pasal 16 berbunyi :(2) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan

dari sasaran penganiaya-an, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi

UU No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Anti Penyiksaan .

Page 50: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

(3) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum

(4) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir

Pasal 17 berbunyi :(1) Setiap anak yang diram-pas kebebasannya

berhak untuk: a. mendapatkan perla-kuan secara ma-nusiawi

dan penem-patannya dipisahkan dari orang dewasa;

b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan

c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang obyektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum

(2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku keke-rasan seksual atau yang berhadapan dengan hu-kum berhak dirahasiakan

Pasal 18 berbunyi Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

Pasal 80 berbunyi : (1) Setiap orang yang mela-kukan kekejaman,

keke-rasan atau ancaman kekerasan, atau pengani-ayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72.000.000,00 (Tujuh puluh dua juta rupiah)

(2) Dalam hal anak seba-gaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

(3) Dalam hal anak seba-gaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (Dua ratus juta rupiah)

(4) Pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagai-mana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut orangtuanya

Pasal 64 ayat 3 (b) yang berbunyi :

Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui :

Page 51: Pedoman Pelaksanaan Pemenuhan Hak Sipil Dan Kebebasan Anak (4) (1)

(a) ....(b) upaya perlindungan dari pemberitaan identitas

melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi

(c) ... dst