Top Banner
BAB I SKENARIO Tn. Mansyur (25 tahun), datang UGD RS karena batuk darah ± 15cc tiap keluar (3-4 kali sehari batuk darah) sejak 2 hati yang lalu, warna merah segar, berbuih. Setiap batuk darah selalu keluar, bahkan saat berada di UGD darah yang keluar bertambah banyak. 1
67

PBL SKENARIO 2

Apr 10, 2016

Download

Documents

arumtrividiati

hhhhh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PBL SKENARIO 2

BAB I

SKENARIO

Tn. Mansyur (25 tahun), datang UGD RS karena batuk darah ± 15cc tiap keluar

(3-4 kali sehari batuk darah) sejak 2 hati yang lalu, warna merah segar, berbuih.

Setiap batuk darah selalu keluar, bahkan saat berada di UGD darah yang keluar

bertambah banyak.

1

Page 2: PBL SKENARIO 2

BAB II

KATA KUNCI

2.1 Batuk Darah

Batuk darah adalah ekspetorasi darah akibat perdarahan pada saluran

nafas di bawah laring atau perdarahan yang keluar ke saluran napas di bawah

laring. Batuk darah merupakan tanda atau gejala dari penyakit dasar. Maka

penyebabnya harus segera ditemukan dengan pemeriksaan yang seksama.

Berbeda dengan muntah darah, batuk darah akan keluar bersama riak.

Darah yang berasal dari saluran pernafasan biasanya cenderung lebih segar,

tampak bercampur dengan lendir dan tampak berbusa karena adanya

gelembung-gelembung udara, sedangkan muntah darah karena darah dari

saluran pencernaan biasanya akan terkontaminasi dengan asam lambung

sehingga menjadi lebih gelap.

Penyebab batuk darah atau (hemoptisis) adalah antara lain  karena

Infeksi. Ini biasanya batuk ini karena TBC, bronkiektasis, pneumonia, abses

paru, aspergillosis, bisa juga batuk darah akibat dari tumor yang berarti terjadi

karsinoma paru.

2.2 Merah Segar

Warna merah segar pada darah pada saat batuk biasanya disebabkan

pembuluh darah yang pecah pada saluran pernafasan termasuk paru-paru.

2.4 Berbuih

Berbuih merupakan tanda atau gejala dari penyakit batuk berdarah.

2

Page 3: PBL SKENARIO 2

BAB III

PERMASALAHAN

1. Penyakit apa saja yang menyebabkan batuk darah yang berwarna merah

segar dan berbuih?

2. Bagaimana diagnosa pasti dari kasus ini?

3. Bagaimana prinsip penatalaksanaan pada kasus tersebut?

4. Dapatkah penyakit ini di cegah?

3

Page 4: PBL SKENARIO 2

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 ANATOMI/HISTOLOGI/FISIOLOGI/PATOFISIOLOGI/

PATOMEKANISME

4.1.1 Anatomi Paru

Paru-paru adalah salah satu organ sistem pernapasan yang berada di

dalam kantong yang dibentuk oleh pleura pariestaslis dan pleura

viseralis.Kedua paru-paru sangat lunak, elastis, sifatnya ringan terapung di

dalam air, dan berada dalam rongga torak.Jika dibentangkan luas

permukaannya ± 90 m2.Banyaknya gelembung paru-paru.Paru-paru

merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung

(gelembung hawa, alveoli).Gelembung alveoli terdiri dari sel-sel epitel dan

endotel kurang lebih 700 juta buah. 

Setiap saat kita bernapas tanpa kita sadari. Bayangkan saja setiap menit

kita akan bernapas sekitar 15 ampai 25 kali permenit dengan

memompakan udara setiap hari sekitar 8.000 – 9.000 liter udara per hari.

Paru-paru berwarna biru keabu-abuan dan berbintik-bintik karena

adanya partikel debu yang masuk dimakan oleh fagosit.Hal ini terlihat

nyata pada pekerja tambang. Paru-paru terletak di samping mediastinum

dan melekat pada perantaraan radiks pulmonalis yang satu sama lainnya

dipisahkan oleh jantung, pembuluh darah besar, dan struktur lain dalam

mediastinum.

4

Page 5: PBL SKENARIO 2

Bagian-bagian utama paru-paru adalah alveoli, trachea, diapragm,

bronchi, dan bronchioles.

Trachea atau batang tenggorokan berupa pipa tempat lalunya udara.

Udara yang dihirup dari hidung dan mulut akan ditarik ke trachea menuju

paru-paru.

Bronchi merupakan batang yang menghubungkan paru-paru kanan dan

kiri dengan trachea. Udara dari trachea akan di bawa keparu-paru lewat

batang ini.

Bronchioles merupakan cabang-cabang dari bronchi berupa tabung-

tabung kecil yang jumlahnya sekitar 30.000 buah untuk satu paru-paru.

Bronchioles ini akan membawa oksigen lebih jauh ke dalam paru-paru.

Alveoli merupakan ujung dari bronchioles yang jumlahnya sekitar 600

juta pada paru-paru manusia dewasa. Pada aveoli ini oksigen akan didifusi

menjadi karbondioksida yang diambil dari dalam darah.

5

Page 6: PBL SKENARIO 2

Jika dibentangkan luas permukaannya ± 90 m2.Banyaknya gelembung

paru-paru ini Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar

terdiri dari gelembung (gelembung hawa, alveoli).

4.1.2 Fisiologi Paru

Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon

dioksida.Pada pernapasan melalui paru-paru, oksigen dipungut melalui

hidung dan mulut.Pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakea

dan pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat erat dengan darah di dalam

kapiler pulmonaris. Hanya satu lapisan membran , yaitu membran alveoli-

kapiler, memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini

dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke

jantung.Dari sini, dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh.Darah

meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada

tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen. Di dalam paru-paru,

karbon dioksida adalah salah satu hasil buangan metabolisme

menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan

setelah melalui pipa bronkhial dan trakhea, dinafaskan keluar melalui

hidung dan mulut.

Pengambilan udara pernapasan dikenal dengan inspirasi dan

pengeluaran udarapernapasan disebut dengan ekspirasi. Mekanisme

pertukaran udara pernapasan berlangsung di alveolus disebut pernapasan

eksternal. Udara pernapasan selanjutnya diangkut oleh hemoglobin dalam

eritrosit untuk dipertukarkan ke dalam sel. Peristiwa pertukaran udara

pernapasan dari darah menuju sel disebut pernapasan internal. Aktivias

inspirasi dan ekspirasi pada saat bernapas selain melibatkan alat-alat

pernapasan juga melibatkan beberapa otot yang ada pada tulang rusuk dan

otot diafragma (selaput pembatas rongga dada dengan rongga

perut). Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh

perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar

tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan

6

Page 7: PBL SKENARIO 2

masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka

udara akan keluar. Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam

pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka

mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada

dan pernapasan perut.Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.

1. Pernapasan Dada

Pada pernapasan dada, otot yang berperan penting adalah otot antar

tulang rusuk.Otot tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot

tulang rusuk luar yang berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk

dan tulang rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau mengembalikan

tulang rusuk ke posisi semula.

a. Inspirasi

Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga

rongga dada mengembang.Pengembangan rongga dada menyebabkan

volume paru-paru juga mengembang akibatnya tekanan dalam rongga

dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang

kaya oksigen masuk.

b. Ekspirasi

Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antartulang

rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga

rongga dada menjadi kecil. Rongga dada yang mengecil menyebabkan

volume paru-paru juga mengecil sehingga tekanan di dalam rongga dada

menjadi lebih besar daripada tekanan luar. Hal tersebut menyebabkan

udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.

2. Pernapasan Perut

Pernapasan perut merupakan pernapasan yang

mekanismenya melibatkan aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi

rongga perut dan rongga dada

a. Inspirasi

Pada saat pengambilan udara (inspirasi) tahap-tahap yang terjadi dan

dapat dirasakan adalah diafragma berkontraksi sehingga diafragma

7

Page 8: PBL SKENARIO 2

menjadi datar dan otot antartulang rusuk sebelah luar juga berkontraksi

yang diikuti dengan terangkatnya tulang rusuk yang menyebabkan rongga

dada membesar. Membesarnya rongga dada ini menyebabkan tekanan di

dalam rongga dada mengecil sehingga memungkinkan paru-paru

dapat mengembang. Mengembangnya paru-paru memungkinkan tekanan

di dalam ruang paru-paru mengecil bahkan lebih kecil dari udara luar

sehingga udara dapat masuk secara berurutan ke lubang hidung-rongga

hidung-faring    trakea (melaui glottis)-bronkus (kanan-kiri)-bercabang

22× (bronkiolus-bronkiolus) alveolus (kantong-kantong kecil).

b. Ekspirasi

Pada saat pengeluaran udara (ekspirasi) tahap-tahap yang dapat

dirasakan adalah diafragma relaksasi sehingga kembali ke posisis semula

dan otot antarrusuk dalam kontraksi menyebabkan tulang rusuk kembali

ke posisi semula sehingga rongga dada mengecil. Rongga dada mengecil

sehingga menyebabkan tekanan di dalam rongga dada meningkat yang

mengakibatkan ruang paru-paru mengecil.Mengecilnya ruang paru-paru

menyebabkan membesaranya tekanan di dalam paru-paru sehingga udara

akan mengalir keluar dari alveolus melalui bronkiolus-bronkus-trakea

glotis-faring- rongga hidung dan lubang hidung.

4.1.2.1 Kapasitas Volume Paru-Paru

Kapasitas paru-paru adalah kemampuan paru-paru menampung udara

pernapasan yang dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Udara tidal, yaitu udara yang keluar masuk paru-paru pada saat

pernapasan biasa. Jumlah volume udaranya sebesar 500 mL.

2. Udara komplementer, yaitu udara yang masih dapat dihirup setelah

inspirasi biasa. Besar volume udaranya sekitar 1,5 liter.

3.  Udara suplementer, yaitu udara yang masih dapat dikeluarkan setelah

melakukan ekspirasi biasa. Besar volume udaranya sekitar 1,5 liter.

4. Kapasitas vital paru-paru, yaitu kemampuan paru-paru untuk

melakukan respirasi sekuat-kuatnya atau merupakan jumlah udara

8

Page 9: PBL SKENARIO 2

tidal, udara komplementer, dan udara suplementer. Jadi besarnya

volume kapasitas vital paru-paru kurang lebih 4 liter. Kapasitas vital =

V tidal + V cadangan inspirasi + V  cadangan ekspirasi.

5. Udara residu, yaitu udara yang masih terdapat di dalam paru-paru

setelah melakukan respirasi sekuat-kuatnya. Jumlahnya kurang lebih

500 mL.

6. Volume total paru-paru (total lung volume), yaitu seluruh udara yang

dapat ditampung oleh paru-paru. V total paru-paru = V sisa +

Kapasitas Vital 

Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai

4.500 cc. Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan

manusia.

Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam

proses bernapas mencapai 3.500 cc, yang 1.000 cc merupakan sisa

udara yang tidak dapat digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian

paru-paru sebagai residu atau udara sisa. Kapasitas vital setiap orang

berbeda-beda.Kapasitas vital dapat kalian rasakan saat kalian

menghirup napas sedalam mungkin dan kemudian menghembuskanya

sekuat mungkin.Cara mengukurnya dapat dilakukan dengan alat

spirometer.Spirometer merupakan alat pengukur kapasitas paru-paru

seseorang.Spirometer yang konvensional terbuat seperti tangki yang

memiliki selang.Seseorang yang ingin mengetahui kapasitas paru-

parunya dapat menghembuskan napas pada selang.Pada alat yang lebih

modern, spirometer telah dihubungkan dengan komputer.

Dalam keadaan normal, kegiatan inspirasi dan ekspirasi dalam

bernapas hanya menggunakan sekitar 500 cc volume udara pernapasan

(kapasitas tidal ± 500 cc).Kapasitas tidal adalah jumlah udara yang keluar

masuk paru-paru pada pernapasan normal. Dalam keadaan luar biasa,

inspirasi maupun ekspirasi menggunakan sekitar 1.500 cc udara

pernapasan (expiratory reserve volume = inspiratory reserve volume =

9

Page 10: PBL SKENARIO 2

1.500 cc). Dengan demikian, udara yang digunakan dalam proses

pernapasan memiliki volume antara 500 cc hingga sekitar 3.500 cc.

Besarnya volume udara pernapasan tersebut dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor, antara lain ukuran alat pernapasan, kemampuan dan

kebiasaan bernapas, serta kondisi kesehatan.

4.1.3 Histologi

4.1.3.1 Rongga Hidung

Rongga hidung terdiri atas 2 struktur yang berbeda : di luar

adalah vestibulum dan di dalam fossa nasalis.

Vestibulum adalah bagian rongga hidung paling anterior yang

melebar, kira-kira 1,5 cm dari lubang hidung. Bagian ini dilapisi oleh

epitel berlapis pipih yang mengalami keratinisasi, terdapat rambut-

rambut pendek dan tebal atau vibrissae dan terdapat banyak kelenjar

minyak (sebasea) dan kelenjar keringat.

Fossa nasalis dibagi menjadi 2 ruang oleh tulang septum

nasalis. Dari masing-masing dinding lateral terdapat 3 penonjolan

tulang yang dikenal sebagai concha, yaitu concha superior, concha

tengah dan concha inferior.

Dinding fossa nasalis terdiri dari sel epitel silindris berlapis

semu bersilia, sel-sel goblet yang menghasilkan mucus. Pada lamina

propria terdapat jaringan ikat dan kelenjar serous dan mukus yang

mendukung sekresi sel goblet, dan juga terdapat vena yang

membentuk dinding tipis yang disebut cavernous bodies.

Pada concha superior dan septum nasal membentuk daerah

olfaktori dengan sel-sel khusus yang meliputi sel-sel olfaktori, sel

pendukung dan sel sel basal. Sel olfaktori merupakan neuron bipolar/

10

Page 11: PBL SKENARIO 2

sel neuroepitel, yang mempunyai akson pada lamina propria dan silia

pada permukaan epitel. Silianya mengandung reseptor olfaktori yang

merespon bahan yang menghasilkan bau. Pada laminar proprianya

terdapat kelenjar Bowman, alveoli dan salurannya dilapisi oleh sel

epitel kubus. Kelenjar ini menghasilkan sekresi serous yang berwarna

kekuningan.

4.1.3.2 Histologi Pharynx

Pharynx dibatasi oleh epitel respirasi. Pharynx terdiri dari

nasopharynx dan oropharynx. Nasopharynx dilapisi oleh epitel

respirasi sedang oropharynx dilapisi oleh epitel berlapis pipih.

Limfosit banyak dijumpai di bawah epitel dari pharynx. Jaringan ikat

adalah fibroelastik yang dikelilingi oleh otot lurik.

4.1.3.3 Histologi Larynx

Larynx menghubungkan pharynx dengan trakea. Larynx

mempunyai 4 komponen yaitu lapisan mukosa dengan epitel respirasi,

otot ektrinsik dan intrinsic, tulang rawan. Tulang rawannya meliputi

tulang rawan tiroid, krikoid dan arytenoids (merupakan tulang rawan

hialin). Otot intrinsik menentukan posisi, bentuk dan ketegangan dari

pita suara, otot ekstrinsik menghubungan tulang rawan dengan

struktur lain dari leher.

Pita suara terdiri dari epitel berlapis pipih yang tidak

kornifikasi, lamina propria dengan jaringan ikat padat yang tipis,

jaringan limfatik dan pembuluh darah.

11

Page 12: PBL SKENARIO 2

4.1.3.4 Histologi Trakea

Trakea adalah saluran pendek (10-12 cm panjangnya) dengan

diameter sekir 2 cm. Trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Sejumlah sel-

sel goblet terdapat di antara sel-sel epitelnya, dan jumlah tergantung

ada tidaknya iritasi kimia atau fisika dari epitelium ( yang dapat

meningkatkan jumlah sel goblet). Iritasi yang berlangsung dalam

waktu yang lama dapat mengubah tipe sel dari tipe sel epitel berlapis

pipih menjadi metaplasia. Pada lapisan epitel terdapat sel brush, sel

endokrin (sel granul kecil ), sel klara (sel penghasil surfaktan) dan sel

serous.

Lapisan-lapisan pada trakea meliputi lapisan mukosa, lapisan

submukosa dan lapisan tulang rawan trakeal dan lapisan adventitia.

Lapisan mukosa meliputi lapisan sel-sel epitel respirasi dan lamina

propria. Lamina proprianya banyak mengandung jaringan ikat longgar

dengan banyak serabut elastik, yang selanjutnya membentuk

membran elastik yang menghubungkan lapisan mukosa dan

submukosa. Pada submukosa terdapat kelenjar muko-serous yang

mensekresikan sekretnya menuju sel-sel epitel.

Tulang rawan pada trakea berbentuk huruf C yang terdiri dari

tulang rawan hialin. Ujung-ujung dorsal dari huruf C dihubungkan

oleh otot polos dan ligamentum fibroelastin. Ligamentum mencegah

peregangan lumen berlebihan, dan kontraksi otot polos menyebabkan

tulang rawan saling berdekatan. Hal ini digunakan untuk respon batuk.

Tulang rawan trakea dapat mengalami osifikasi dengan bertambahnya

umur.

Lapisan adventitia terdiri dari jaringan ikat fibrous. Trakea

bercabang dua yaitu dua bronkus utama

12

Page 13: PBL SKENARIO 2

4.1.3.5 Histologi Bronkus dan Bronkiolus

Bronkus primer kiri dan kanan bercabang membentuk 3

bronkus pada paru-paru kanan dan 2 bronkus pada paru-paru kiri.

Bronkus-bronkus ini bercabang berulang-ulang membentuk

bronkus-bronkus yang lebih kecil, dan cabang-cabang terminalnya

dinamakan bronkiolus. Masing-masing bronkiolus bercabang-

cabang lagi membentuk 5 – 7 bronkiolus terminalis. Tiap-tiap

bronkiolus terminalis bercabang menjadi 2 bronkiolus respiratorius

atau lebih.

Histologi bronkus terdiri dari lapisan mukosa, submukosa,

dan lapisan adventitia. Lapisan mukosa terdiri dari lapisan sel-sel

epitel silindris berlapis semu bersilia dengan lamina propria yang

tipis (dengan banyak serabut elastin), limfosit yang tersebar dan

berkas otot polos yang silang menyilang tersusun seperti spiral.

Limfosit dapat berupa nodulus limfatikus terutama pada

percabangan bronkus. Lapisan submukosa terdiri dari alveoli dari

kelenjar mukosa dan seromukosa. Pada lapisan adventitia terdapat

tulang rawan berupa lempeng-lempeng tulang rawan dan jaringan

ikat longgar dengan serabut elastin.

Histologi bronkiolus meliputi lapisan mukosa, submukosa

dan adventitia. Lapisan mukosa seperti pada bronkus, dengan

sedikit sel goblet. Pada bronkiolus terminalis, epitelnya kubus

bersila dan mempunyai sel-sel Clara (dengan permukaan apical

berbentuk kubah yang menonjol ke dalam lumen). Pada lamina

propria terdapat jaringan ikat (terutama serabut elastin) dan otot

polos. Pada bronkiolus tidak ada tulang rawan dan kelenjar.

Lapisan adventitia juga terdiri dari jaringan ikat elastin. Lapisan

otot pada bronkiolus lebih berkembang dibandingkan pada

13

Page 14: PBL SKENARIO 2

bronkus. Pada orang asma diduga resistensi jalan udara karena

kontraksi otot bronkiolus.

Bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kubus bersilia,

dan pada tepinya terdapat lubang-lubang yang berhubungan

dengan alveoli. Pada bagian distal dari brionkiolus respiratorius,

pada lapisan epitel kubus tidak ada silianya. Terdapat otot polos

dan jaringan ikat elastin.

4.1.3.6 Histologi Saluran Alveolaris san Alveolus

Saluran alveolaris dibatasi oleh lapisan epitel gepeng yang

sangat tipis. Dalam lamina propria terdapat jala-jala sel-sel otot

polos yang saling menjalin. Jaringan ikatnya berupa serabut

elastin dan kolagen. Serabut elastin memungkinkan alveoli

mengembang waktu inspirasi dan sebut kolagen berperan sebagai

penyokong yang mencegah peregangan berlebihan dan kerusakan

kapiler-kapiler halus dan septa alveoli yang tipis. Saluran

alveolaris bermuara pada atria (suatu ruang yang terdiri dari dua

atau lebih sakus alveolaris).

Alveolus merupakan suatu kantung kecil yang terbuka pada

salah satu sisinya pada sakus alveolaris. Pada kantung kecil ini

O2 dan CO2 mengadakan pertukaran antara udara dan darah.

Alveolus dibatasi oleh sel epitel gepeng yang tipis dengan lamina

propria yang berisi kapiler dan jaringan ikat elastin.

4.1.4 Patofisiologi

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB.Karena

ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei)

yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan

segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus

akan menfagosit kuman TB dan biasanyasanggup menghancurkan sebagian

14

Page 15: PBL SKENARIO 2

besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak

mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akanbereplikasi dalam

makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak,

akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni

kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari focus

primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe

regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus

primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe

(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus

primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan

terlibat adalah kelenjar limfe parahilus,sedangkan jika focus primer terletak

di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks

primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional

yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang

(limfangitis).Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga

terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi

TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi

lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya

gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8

minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu.Dalam masa inkubasi

tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah

yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan

logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum

tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas.

Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer

dinyatakan telah terjadi.Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya

hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif

terhadap uji tuberculin.Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih

negatif.Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap

TB telah terbentuk.Pada sebagian besar individu dengan system imun yang

15

Page 16: PBL SKENARIO 2

berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman

TB terhenti.Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam

granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang

masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler

terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara

sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis

perkijuan dan enkapsulasi.Kelenjar limfe regional juga akanmengalami

fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna

focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan

menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Kompleks primer

dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat

disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di

paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal.

Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair

dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru

(kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran

normal saat awal infeksi, akanmembesar karena reaksi inflamasi yang

berlanjut. Bronkus dapat terganggu.Obstruksi parsial pada bronkus akibat

tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis.Kelenjar yang mengalami

inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi

dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk

fistula.Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus

sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering

disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.Selama masa inkubasi,

sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen

dan hematogen.Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar

limfe regional membentuk kompleks primer.Sedangkan pada penyebaran

hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke

seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB

disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hamatogen yang paling

sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult

16

Page 17: PBL SKENARIO 2

hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic

dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman

TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang

biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya

otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas

paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan

membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan

membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan

kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup

dalam bentuk dormant.Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi

penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi.Fokus potensial di

apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahuntahun kemudian, bila

daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami reaktivasi

dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang,

dan lain-lain.

Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran

hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread).

Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah

menuju ke seluruh tubuh.Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi

klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata.TB diseminata

ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi.Timbulnya penyakit

bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta

frekuensi berulangnya penyebaran.Tuberkulosis diseminata terjadi karena

tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB,

misalnya pada balita.Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute

generalized hematogenic spreaddengan jumlah kuman yang besar. Semua

tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang

lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran

lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet

seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3

mm, yang secara histologi merupakan granuloma.Bentuk penyebaran

17

Page 18: PBL SKENARIO 2

hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenicspread.

Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar ke

saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan

beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini

tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal

ini dapat terjadi secara berulang.

4.2 JENIS – JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN

4.3 ANAMNESA, GEJALA KLINIS ,PEMERIKSAAN FISIK DAN

PEMERIKSAAN PENUNJANG.

I. Anamnesa

1. Identitas Pasien

- Nama : Tn. Mansyur

- Umur : 25 th

- Pekerjaan : Pedagang beras

- Status pernikahan : Belum menikah

- Pendidikan : SMA

2. Keluhan Utama : Batuk darah

3. Riwayat penyakit sekarang:

- Sejak 2 hari yang lalu mengalami batuk darah ± 15 cc setiap keluar

18

Page 19: PBL SKENARIO 2

- Intensitas batuk darah 3 – 4 kali sehari, mulai pagi hingga sampai

di UGD mengalami batuk darah ±30cc setiap keluar dan sebanyak

3x

- Batuk batuk sudah diderita sejak 1 bulan yang lalu

- Badan terasa meriang / sumer – sumer

- Nafsu makan menurun

- Berat badan menurun

4. Riwayat penyakit dahulu :

- Tidak pernah melakukan pengobatan

- Tidak pernah melakukan terapi Diabetes Mellitus, Hipertensidan

Tuberculosis

- Tidak punya penyakit kronis

5. Riwayat penyakit keluarga:

- Ibu menderita Diabetes Mellitus

- Ayah sedang menderita Tuberculosis dan saat ini dalam masa

pengobatan

6. Riwayat sosial :

- Punya kebiasaan merokok 6 batang/hari

- Tidak pernah minum alkohol

19

Page 20: PBL SKENARIO 2

- Kebiasaan terlambat makan

- Kurang istirahat

II. Pemeriksaan Fisik

1. General survei

- Keadaan umum : Penderita nampak lemah

- Kesadaran/GCS : Compos mentis/456

- Tinggi badan : 160 cm

- Berat badan : 35 kg

2. Vital sign

- Tekanan darah : 100/70 mmHg

- Nadi : 100/mnt (reguler, amplitudo: kuat)

- Resporation rate : 24/mnt

- Temperatur : 36,5 ºC

3. Kepala leher

- A/I/C/D : + / - / - / + ( sedikit dispneu )

- JVP : Dalam batas normal

- PCH : + / purse lips breathing

20

Page 21: PBL SKENARIO 2

4. Thorax

- Jantung : Dalam batas normal (tidak membesar, tidak

terdapat bunyi bising/mur-mur)

- Paru

Inspeksi : Kedua lapangan paru simetri

Palpasi :

- Kedua lapangan paru simetri

- Fremitus raba dada kiri dan kanan sama

Perkusi : Kedua lapangan paru terdengar sonor

Auskultasi :

- Kedua lapangan paru vesikuler

- Dijumpai ronkhi basah pada lapangan pandang

paru kanan 1/3 atas namun tidak ada whezzing

5. Abdomen

Hepar : Tidak teraba

Lien : Tidak teraba

6. Ekstremitas : (-) Edem tungkai

III. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Lab

- Hb : 8,5

21

Page 22: PBL SKENARIO 2

- Lekosit : 8000

- Trombosit : 200.000

- LED : meningkat

2. Sputum BTA : + 3 dan sputum gram staphilococcus aureus

3. Thoraks foto :

- Posisi foto PA

- Penyinaran cukup

- Inspirasi cukup

- Jaringan lunak dan tulang dalam batas normal

- Trakhea ditengah

- Cavitas besar di apek paru kanan

- Fibroinfiltrat parahiler paru kiri dan kanan

- Sinus / d. Costo phrococostatis kiri dan kanan tajam

- Cardio Thoracic rasio ( CTR ) ≤ 50% ( TB paru )

22

Page 23: PBL SKENARIO 2

BAB V

HIPOTESIS AWAL

(DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)

5.1 Bronkiektaksis dengan Komplikasi Hemoptisis

Bronkiektasis adalah pelebaran bronkus yang disebabkan oleh

kelemahan dinding bronkus yang sifatnya permanen. Bronkiektaksis sering

pula dimasukkan ke dalam golongan penyakit infeksi saluran pernapasan

dengan diagnosis bronkiektasis terinfeksi. Bronkiektasis biasanya mengenai

bronkus segmental dan bronkus subsegmental, dapat terjadi pada suatu lobus

atau juga pada beberapa lobus.

Bronkiektasis congenital sering asimtomatik dan baru terdeteksi saat

dewasa ketika terjadi infeksi sekunder. Pada infeksi sekunder kuman

anaerobik, dahak tersebut berbau busuk. Dapat dikatakan bahwa gejala

bronkiektasis adalah pengeluaran dahak yang banyak yang berasal dari lobus

paru yang letaknya bergantung. Dahak sering disertai darah atau bahkan sering

terdapat hemoptisis massif sehingga dapat digolongkan sebagai keadaan gawat

darurat.

Hemoptisis adalah darah atau dahak bercampur darah ,dikeluarkan saat

batuk yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah. Salah satu penyebab

23

Page 24: PBL SKENARIO 2

hemoptisis adalah bronkiektasis. Pada hemoptisis darah yang di batukkan

berwarna merah dan sering berbuih.

5.1.1 Gejala Klinis

- Batuk produktif dengan jumlah dahak yang banyak dan bersifat

menahun

- Dahak sering disertai darah

- Sering terdapat hemoptisis massif

- Pada infeksi sekunder kuman anaerobik, dahak tersebut berbau

menyengat

- Sesak nafas

- Nyeri dada

- Mual, muntah

- Demam

- Kelemahan

- Penurunan berat badan

5.2 Pneumonia dengan Komplikasi Hemoptisis

Pneumonia adalah kondisi inflamasi pada paru-paru, utamanya

memengaruhi kantung-kantung udara mikroskopik yang dikenal

sebagai alveolus. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh infeksi

virus atau bakteri dan lebih jarang mikroorganisme lainnya, obat-

obatan tertentu, dan kondisi lain seperti penyakit autoimun.

24

Page 25: PBL SKENARIO 2

5.2.1 Gejala Klinis

Gejala khasnya meliputi batuk, nyeri dada, demam, dan kesulitan

bernapas. Alat diagnostik mencakup rontgen dan pengambilan kultur

dari sputum. Vaksin untuk mencegah jenis pneumonia tertentu kini

sudah tersedia. Pengobatan yang dilakukan bergantung pada penyebab

dasarnya. Dugaan pneumonia bakterial diobati dengan antibiotik. Jika

pneumonianya parah, penderita biasanya dirujuk ke rumah sakit.

5.3 Tuberculosis Paru dengan Komplikasi Hemoptisis

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang umum, dan

dalam banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan

oleh berbagai strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium

tuberculosis. Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru, namun

juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis

menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi TB aktif

batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka melalui

udara.

5.3.1 Gejala Klinis

Gejala klinis pasien Tuberkulosis Paru menurut Depkes RI (2008)

:

Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.

Dahak bercampur darah.

Batuk berdarah.

Sesak nafas.

Badan lemas.

Nafsu makan menurun.

25

Page 26: PBL SKENARIO 2

Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik.

Demam meriang lebih dari satu bulan.

Malaise.

Berat badan menurun.

Sesak nafas.

Badan lema

BAB VI

ANALISIS DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

6.1 Tuberculosis Paru dengan Komplikasi Hemoptisis

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam

banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai

strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis

biasanya menyerang paru-paru, namun juga bisa berdampak pada bagian

tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang

dengan infeksi TB aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah

mereka melalui udara.

Banyak faktor yang menyebabkan perdarahan intrapulmonal pada

penderita TB paru. Perdarahan pada TB bisa disebabkan oleh nekrosis

arteri pulmonal kecil atau akibat ruptur pembuluih darah yang berjalan

sekitar kavitas akibat infeksi TB kronik.

Gangguan TB terhadap dinding pembuluh darah berupa inflamasi

lokal menyebabkan dilatasi aneurismal. Pertama kali terjadi kerusakan

pembuluh darah lebih luar, disusul destruksi jaringan dan jaringan

granulasi berpindah masuk ke lumen, sehingga dinding pembuluih darah

menjadi lemah.

26

Page 27: PBL SKENARIO 2

Ruptur Aneurisma Rasmussen telah banyak dikenal sebagai

penyebab hemoptisis masif, meskipun hemoptisis dengan derajat yang

lebih rendah bisa juga terjadi. Pada otopsi, pasien TB dengan hemoptisis

didapatkan ruptur pada arteri pulmonalis yang mengalami dilatasi dan

melintasi dinding tebal kavitas. Pembuluh darah tersebut diperkirakan

terperangkap pada tepi inflamasi dan organisasi yang terjadi pada kavitas

TB. Peningkatan sementara tekanan arteri pulmonalis bisa menyebabkan

ruptur vaskuler dalam kavitas. Struktur yang terbentuk pada bronkiektasis

atau mycetoma bisa menyebabkan hemoptisis pada TB.

6.1.1 Gejala Klinis

Gejala klinis pasien Tuberkulosis Paru menurut Depkes RI (2008)

:

Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.

Dahak bercampur darah.

Batuk berdarah.

Sesak nafas.

Badan lemas.

Nafsu makan menurun.

Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik.

Demam meriang lebih dari satu bulan.

Malaise.

Berat badan menurun.

Sesak nafas.

27

Page 28: PBL SKENARIO 2

Badan lemas.

6.1.2 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik

Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas

kelainan struktur paru.  Pada permulaan (awal) perkembangan

penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. 

Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior

terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta

daerah apeks lobus inferior (S6).  Pada pemeriksaan jasmani dapat

ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas

melemah, ronkhi basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan

mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis

tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi

ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai

tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.

Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar

getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan

metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan dahak mikroskopis

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan palung mudah

dilakukan baik di puskesmas maupun rumah sakit dalam rangka

menegakkan diagnosis. Dalam menegakkan diagnosis

pemeriksaan dahak dilakukan dengan mengumpulkan 3

spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan

28

Page 29: PBL SKENARIO 2

yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). (Depkes

2008) .

S (sewaktu) : Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB

datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek

membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada

hari ke dua.

P (pagi) : Dahak dikumpulkn di rumah pada pagi hari

kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan

sendiri kepada petugas di sarana pelayanan kesehatan.

S (sewaktu) : Dahak dikumpulkan di sarana kesehatan

pada hari ke dua saat menyerahkan dahak pagi.

2. Pemeriksaan Radiologi

Pada saat ini pemeriksaan radiology dada (Foto Toraks)

merupakan cara yang praktis untuk mendiagnosis tuberculosis

pada penderita suspek dengan hasil pemerikasaan sputum negatif.

Untuk mendiagnosis pasti tuberculosis berdasarkan pada

pemeriksaan radiologis, hasilnya harus dibaca oleh dokter yang

telah berpengalaman (Depkes RI, 2002).

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai Tuberculosis adalah

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior 

lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.

Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan

opak berawan atau nodular.

Bayangan bercak milier.

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

29

Page 30: PBL SKENARIO 2

3. Pemeriksaan Biakan

Peran biakan identifikasi Mycobacterium tuberculosis

pada penanggulangan TB khususnya umtuk mengetahui apakah

pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT (Obat Anti

Tuberkulosis) yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan,

biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi

dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi:

1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronik.

2. Pasien ekstra paru dan TB anak.

3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan

kekebalan ganda.

4. Pemeriksaan Resistensi

Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakuakan du

laboratorium yang mampu melaksanakan biakan, identifikasi

kuman serta tes resistensi sesuai standart internasional, dan telah

mendapat pemantauan mutu oleh laboratorium supranasional TB.

Hsl ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberi

simpulan yang benar sehingga kemungkinan kesalahan dalam

pengobatan dapat dicegah.

5. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak

mikroskopis, yaitu pada TB Paru:

a. TB paru BTA positif

30

Page 31: PBL SKENARIO 2

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS

hasilnya BTA positif.

1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto

toraks dada menunjukkan gambaran TB.

1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan

kuman TB positif.

1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3

spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya

hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah

pemberian antibiotika non OAT.

b. TB paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA

positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus

meliputi:

Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

negative

Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB.

Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika

non OAT.

Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk

diberi pengobatan.

6.2 Bronkiektaksis dengan Komplikasi Hemoptisis

Bronkiektasis adalah pelebaran bronkus yang disebabkan oleh

kelemahan dinding bronkus yang sifatnya permanen. Bronkiektaksis sering

pula dimasukkan ke dalam golongan penyakit infeksi saluran pernapasan

dengan diagnosis bronkiektasis terinfeksi. Bronkiektasis biasanya

mengenai bronkus segmental dan bronkus subsegmental, dapat terjadi pada

suatu lobus atau juga pada beberapa lobus.

31

Page 32: PBL SKENARIO 2

Bronkiektasis congenital sering asimtomatik dan baru terdeteksi saat

dewasa ketika terjadi infeksi sekunder. Pada infeksi sekunder kuman

anaerobik, dahak tersebut berbau busuk. Dapat dikatakan bahwa gejala

bronkiektasis adalah pengeluaran dahak yang banyak yang berasal dari

lobus paru yang letaknya bergantung. Dahak sering disertai darah atau

bahkan sering terdapat hemoptisis massif sehingga dapat digolongkan

sebagai keadaan gawat darurat.

Hemoptisis adalah darah atau dahak bercampur darah ,dikeluarkan

saat batuk yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah. Salah satu

penyebab hemoptisis adalah bronkiektasis. Pada hemoptisis darah yang di

batukkan berwarna merah dan sering berbuih.

6.2.1 Gejala Klinis

- Batuk produktif dengan jumlah dahak yang banyak dan

bersifat menahun

- Dahak sering disertai darah

- Sering terdapat hemoptisis massif

- Pada infeksi sekunder kuman anaerobik, dahak tersebut

berbau menyengat

- Sesak nafas

- Nyeri dada

- Mual, muntah

- Demam

- Kelemahan

- Penurunan berat badan

32

Page 33: PBL SKENARIO 2

6.1.2 Pemeriksaan

Hasil pemeriksaan fisik tergantung pada derajat kerusakan

patologik. Pada bentuk ringan tanpa komplikasi, pemeriksaan fisik tidak

akan menunjukkan gejala kelainan. Pada tingkat yang lebih berat dan

lanjut dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonal kronik maupun payah

jantung kanan.

Bronkiektasis biasanya ditemukan ronki basah yang jelas pada

lobus bawah paru yang terkena. Apabila bagian paru yang diserang luas

dan kelainannya berat dapat menimbulkan kelainan terjadinya retraksi

dinding dada dan berkurangnya pergerakan dada daerah paru yang

terkena serta dapat terjadi pergeseran mediastinum ke daerah paru yang

terkena.

Adapun pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada

haemoptisis adalah sebagai berikut :

Kulit dan membran mukosa : sianosis, anemis, ekimosis,

gingivitis, atau bukti perdarahan dari

mukosa mulut atau hidung

Status gizi : cachexia

Pembesaran kelenjar getah bening: supraklavikula dan aksila

Pemeriksaan kardiovaskuler : evaluasi untuk distensi vena

jugularis, bunyi jantung abnormal

dan edema

Pemeriksaan paru-paru : konsolidasi , mengi , rales dan

trauma .

Pemeriksaan abdomen : pembesaran hati atau massa

33

Page 34: PBL SKENARIO 2

Pemeriksaan ekstremitas : tanda-tanda edema, sianosis, atau

clubbing

Pemeriksaan fisik lainnya pada bronkiektasis yang dapat ditemukan

adalah :

Inspeksi : gerakan paru yang sakit tertinggal

Palpasi : fremitus raba meningkat

Perkusi : sisi paru yang sakit redup

Auskultasi : suara nafas kadang di sertai suara ronkhi basah

Pemeriksaan penunjang

Foto thoraks biasanya memperlihatkan bayangan cicin tebal atau “tram

lines”, yang merupakan gambaran penebalan dinding bronkus walaupun

10% tampak normal.

CT scan dada dengan resolusi tinggi (high resulation computed

tomography [HRCT]) dapat membantu menegakkan diagnosis pasti. Hasil

temuan khas berupa tanda “signet ring”, yaitu bronkus berdinding tebal

yang tampak lebih besar dari pembuluh darah sekitarnya.

Pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab : perkiraan

immunoglobulin, presipitin aspergilus dan IgE serta tes yang relevan untuk

fibrosisi kistik, CT dan/atau bronkoskopi bisa menunjukkan obstruksi

bronkus local.

Tes askarin : jika ada dugaan kelainan silier, hitung waktu yang

dibutuhkan sakarin yang diletakkan di hidung untuk mencapai kuncup

pengecap. Bila memanjang, diagnosis pasti bisa ditegakkan dengan

melakukan pemeriksaan silia dengan mikroskop electron.

34

Page 35: PBL SKENARIO 2

Tes fungsi paru : bisa menunjukkan obstruksi saluran pernapasan, yang

biasanya reversibel.

Analisis gas darah : pada kasus yang berat apabila ada dugaan gagal nafas.

Mikroskopik dan kultur sputum : bakteri pathogen tersering seperti

Haemophilus spp., pneumokokus, dan Pseudomonas spp. Infeksi bisa juga

disebabkan oleh organism apitik, diantaranya mikobakteria dan jamur,

sehingga harus dicari secara spesifik.

6.3 Pneumonia dengan Komplikasi Hemoptisis

Pneumonia adalah kondisi inflamasi pada paru-paru,utamanya

mempengaruhi alveolus. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh

infeksi virus atau bakteri dan lebih jarang mikroorganisme lainnya, obat-

obatan tertentu, dan kondisi lain seperti penyakit autoimun.

Kasus pneumonia bakterial dan viral biasanya muncul dengan gejala

yang serupa. Beberapa penyebabnya dikaitkan dengan karakteristik klinis

yang klasik tetapi tidak spesifik. Pneumonia yang disebabkan oleh

Legionella dapat muncul disertai nyeri perut, diare, atau

kebingungan, sedangkan pneumonia yang disebabkan oleh Streptococcus

pneumoniae dikaitkan dengan sputum berwarna karat, dan pneumonia yang

disebabkan oleh Klebsiella dapat disertai sputum berdarah yang sering

digambarkan sebagai "currant jelly" (lendir merah). Sputum berdarah

(dikenal sebagai hemoptisis) juga dapat muncul pada tuberkulosis,

pneumonia gram-negatif, dan abses paru serta umum dijumpai pada

bronkitis akut. 

6.3.1 Gejala Klinis

35

Page 36: PBL SKENARIO 2

Setelah Klebsiella pneumoniae masuk paru-paru, bakteri ini

menyebabkan banyak kerusakan pada paru-paru. Bakteri Klebsiella

pneumoniae ini menyebabkan nekrosis, peradangan, maupun perdarahan

pada jaringan paru-paru. Kondisi ini menyebabkan produksi lendir yang

sangat kental, yang disebut ‘sputum jelly kismis’ (currant jelly sputum).

Kerusakan jaringan paru-paru yang cepat merupakan faktor pembeda

(ciri spesifik) terjadinya infeksi Klebsiella pneumoniae.

Gejala awal dari infeksi Klebsiella pneumoniae adalah demam

tinggi yang mendadak. Demam ini bisa mencapai suhu lebih dari 39,5º C

yang disertai dengan gejala lain seperti menggigil dan pusing. Pasien

juga akan mengalami batuk berdahak dimana dahaknya berupa lendir

kental dan kadang disertai dengan darah. Bila kondisi semakin parah

akan mengarah pada pembentukan abses. Abses adalah kantong-kantong

jaringan mati yang berisi jutaan bakteri Klebsiella pneumoniae.

Pembentukan abses menyebabkan paru-paru tidak bisa mengembang

karena tertahan oleh adanya jaringan ikat di sekitar.

Kondisi ini bisa menyebabkan paru-paru menjadi kolaps dan

infeksi akan menyebar ke saluran pernapasan bagian atas. Bila infeksi

menyebar maka jalan nafas menjadi semakin terhambat dan

menyebabkan keluarnya cairan hidung yang berbau busuk.

Berikut adalah beberapa gejala infeksi Klebsiella pneumoniae:

1. Batuk

2. Dahak yang berwarna coklat atau dahak darah

3. Masalah pernapasan

4. Demam tinggi

5. Lemah

6. Menggigil

7. Nyeri dada

36

Page 37: PBL SKENARIO 2

8. Mual

9. Keluar cairan hidung yang berbau busuk

10. Sakit kepala

11. Dada sesak

12. Mengi

13. Napas menjadi cepat

14. Sianosis (bibir dan kuku membiru)

15. Kebingungan

6.3.2 Pemeriksaan Penunjang

1. Sputum

Sediaan apusan langsung

Kultur sputum

Cara pengambilan dahak yang benar dahak pagihari. Pasien mula-

mula kumur-kumur dengan akuades biasa, setelah itu pasien di minta

inspirasi dalam kemudian membatukkan dahaknya. Dahak di tampung

dalam botol steril dan di tutup rapat,dahak segera dikirim kelaboratorium

(tidak boleh lebih dari 4 jam). Kriteria dahak yang memenuhi syarat

untuk Pemeriksaan apusan langsung dan biakanya itu bila ditemukan sel

PMN > 25 / lpk dan sel epitel< 1O/lpk

2. Laboratorium

a. Darah

Leukosit10.000 –15.000 / mm3

tidak> 30.000 / mm3

+20% kasus leukosit bisa normal

Kalau leukosit< 3000 / mm3 prognosa jelek

Hitung jenis(diff. Count) leukosit, neutrofil batang banyak

LED / ESR / BBS sangat tinggi

Bilirubin serum

37

Page 38: PBL SKENARIO 2

Kultur darah(+) pada20 –30%

3. Radiologi

Setiap lobus bias terkena sebagian atau seluruhnya Yang sering

lobus bawah Perselubungan yang relative homogeny pada daerah yang

terkena.

BAB VII

HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)

38

Page 39: PBL SKENARIO 2

BAB VIII

MEKANISME DIAGNOSIS

39

IDENTITAS PASIEN

- Nama : Tn. Mansyur

- Umur : 25 th

- Pekerjaan : Pedagang beras

DIAGNOSA BANDING

1. Tuberculosis dg komplikasi haemoptisis

2. Bronkhoectasis dg komplikasi haemoptisis

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Lab

- Hb : 8,5

- Lekosit : 8000

- Trombosit : 200.000

- LED : meningkat

2. Sputum BTA :

+ 3 dan sputum gram staphilococcus aureus

3. Thoraks foto :

- Posisi foto PA

- Penyinaran cukup

- Inspirasi cukup

ANAMNESA

1. Keluhan Utama : Batuk darah

2. Riwayat penyakit sekarang

- Sejak 2 hari yang lalu mengalami batuk darah ± 20 cc setiap keluar

- Intensitas batuk darah 3 – 4 kali sehari, mulai pagi hingga sampai di UGD mengalami batuk darah ±30cc setiap keluar dan sebanyak 3x

- Batuk batuk sudah diderita sejak 1 bulan yang lalu

- Badan terasa meriang / sumer – sumer

- Nafsu makan menurun

- Berat badan menurun

3. Riwayat penyakit dahulu

- Tidak pernah melakukan pengobatan

- Tidak pernah melakukan terapi Diabetes Mellitus, Hipertensidan Tuberculosis

- Tidak punya penyakit kronis

PEMERIKSAAN FISIK

1. General survei

- Keadaan umum : Penderita nampak lemah

- Kesadaran/GCS : Compos mentis/456

- Tinggi badan : 160 cm

- Berat badan : 35 kg

2. Vital sign

- Tekanan darah : 100/70 mmHg

- Nadi : 100/mnt

- Resporation rate : 24/mnt

- Temperatur : 36,5 ºC

3. Kepala leher

- A/I/C/D : + / - / - / + (sedikit dispneu)

- JVP : Dalam batas normal

- PCH : - / purse lips breathing

4. Thorax

- Jantung : dbn

- Paru

Page 40: PBL SKENARIO 2

BAB IX

STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH

9.1 PENATALAKSANAAN

Karena hemoptisis merupakan gejala peringatan, terdapat

kecenderungan untuk mengobati pasien berlebihan .biasanya hemoptisis

terjadi dengan jumlah darah yang sedikit dan akan berhenti spontan tanpa

terapi yang khusus .setelah mengenali lokasi pendarahan dan menegakkan

diagnosis etiologinya,kelainan yang mendasari gejala tersebut harus diatasi.

Jika hemoptisis tersebut cukup berat, tindakan utama dalam terapi tersebut

mencangkup :

1. tindakan untuk menenangkan pasien

2. memerintahkan tirah baring total

3. menyingkirkan prosedur diagnostik yang tidak diperlukan sampai

gejala hemoptisis mulai mereda

4. menekan gejala batuk bila gejala ini terdapt serta memperberat

hemoptisis

Tindakan emergensi menuntut tersedianya peralatan inkubasi dan

suction di samping pasien. Kontrol saluran napas harus dilakukan dengan

40

DIAGNOSA AKHIR :

TUBERCULOSIS dg komplikasi HAEMOPTISIS

Page 41: PBL SKENARIO 2

memasang endotracheal tube (tuba endo trakeal)pada pasien hemoptisis

masif (jumlah darah yang keluar >500 ml/ 24 jam) untuk menghindari

kemungkinan asfiksiasi. Pada pasien terancam bahaya asfiksiasi yang

timbul karena pengaliran darah yang membanjiri paru pada sisi

kontralateral tempat perdarahan, tindakan inkubasi dengan teknik yang

mengisolasi paru yang mengalami perdarahan dan mencegah aspirasi darah

ke sisi paru yang kontralateral harus segera dilaksanakan. Tindakan ini

dapat dilakukan dengan pemasangan kateter balon pada lokasi yang

trategis dan pemasangan kateter balon ini dalam bronkus yang

bersangkutan dapat di bantu visualisasinya dengan bronkoskopi direk.

Penatalaksanaan hemoptisis yang masif dan dapat membawa

kematian tetap menjadi masalah yang kontroversial. Pilihan antara

intervensi bedah dan nonbedah tergantung pada kata dapat menimbulkan

kematian. Hemoptisis masif merupakan keadaan klinis yang

mengkhawatirkan karena afiksiasi yang terjadi akibat aspirasi darah

merupakan anacaman utama bagi keselamatan jiwa pasien. Pada banyak

penderita hemoptisis masif, tindakan reseksi paru merupakn tindakan

terend yang dikerjakan tetapi kita harus berupaya keras untuk

melaksanakan pembedahan ini atas indikasi elektif ketimbang emergensi.

9.2 PRINSIP TINDAKAN MEDIS

Pengobatan tuberkulosis menurut Depkes (2007) dilakukan dengan

prinsip - prinsip sebagai berikut:

a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,

dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori

pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian

OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan

sangat dianjurkan.

41

Page 42: PBL SKENARIO 2

b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan

pengawasan langsung (DOT =Directly Observed Treatment) oleh

seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan

lanjutan.

a) Tahap awal (intensif)

1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi

secara

langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien

menular

menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2

bulan.

4) Jika setelah pengobatan 2 bulan pasien TB BTA positif belum menjadi BTA

negatif (tidak

konversi), maka diberikan OAT sisipan (HRZE) sama seperti paduan paket

untuk tahap

intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).

b) Tahap Lanjutan

(1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam

jangka waktu

yang lebih lama.

(2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah

terjadinya

kekambuhan.

42

Page 43: PBL SKENARIO 2

9.2.1 PENGOBATAN

BAB X

PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI

10.1 CARA PENYAMPAIAN PROGNOSIS KEPADA PASIEN

1. Berikan penjelasan tentang penyakit, penyebab dan penanganan

tentang penyakit Tuberkulosis paru dengan komplikasi hemoptisis.

2. Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa

penyakitTuberkulosis paru dengan komplikasi hemoptisis dapat

disembuhkan karena prognosisnya baik.

10.2 TANDA UNTUK MERUJUK PASIEN.

Kondisi pasien masih baik untuk dilakukan pengobatan. Pasien juga

masih dalam keadaan sadar penuh namun terlihat adanya komplikasi yang

terjadi dari penyakit Tuberkulosis paru dengan komplikasi hemoptisisini

sehingga dokter belum perlu untuk melakukan tanda merujuk untuk

pasien.

43

Page 44: PBL SKENARIO 2

10.3 PERAN PASIEN/KELUARGA UNTUK PENYEMBUHAN

10.3.1. Peran Pasien :

1. Minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter

2. Selalu kontrol secara rutin ke dokter

10.3.2. Peran Keluarga Pasien :

1. Beri semangat pada pasien dalam menghadapi penyakit ini

2. Ingatkan pasien untuk selalu melaksanakan perintah dokter

3. Selalu beri perhatian pada pasien

4. Temani pasien selama melakukan pengobatan

5. Lakukan pendekatan dan komunikasi

10.3.3. Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.

1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk

dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.

2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan

terhadap bayi harus diberikan vaksinasi BCG.

3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang

penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang

ditimbulkannya.

4. Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan

khusus TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi

penderita yang kategori berat yang memerlukan pengembangan

program pengobatannya yang karena alasan-alasan sosial ekonomi

dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.

44

Page 45: PBL SKENARIO 2

5. Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang

ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring,

hundry, tempat tidur, pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari

yang cukup.

6. Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang-orang

sangat dekat (keluarga, perawat , dokter, petugas kesehatan lain) dan

lainnya yang terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi

yang positif tertular.

7. Penyelidikan orang- orang kontak. Tuberculin- test bagi seluruh

anggota keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila

cara- cara ini negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3

bulan, perlu penyelidikan intensif.

8. Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan

yang tepat. Obat-Obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter

diminum dengan tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12

bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan

pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.

10.4 PENCEGAHAN PENYAKIT

Upaya pencegahan adalah upaya kesehatan yang dimaksudkan agar

setiap orang terhindar dari terjangkitnya suatu penyakit dan dapat

mencegah terjadinya penyebaran penyakit. Tujuannya adalah untuk

mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit

yaitu penyebab penyakit (agent), manusia atau tuan rumah (host)dan faktor

lingkungan (environment). Pencegahan Tuberkulosis yang utama

bertujuan memutuskan rantai penularan yaitu menemukan pasien

Tuberkulosis paru dan kemudian mengobatinya sampai benar-benar

sembuh.

45

Page 46: PBL SKENARIO 2

Cara pencegahan dan pemberantasan Tuberkulosis secara efektif

diuraikan sebagai berikut :

1. Melenyapkan sumber infeksi, dengan :

a. Penemuan penderita sedini mungkin.

b. Isolasi penderita sedemikian rupa selama masih dapat menularkan.

c. Segara diobati

2. Memutuskan mata rantai penularan.

3. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit Tuberkulosis

paru. Untuk memberantas penyakit Tuberkulosis paru kita harus

mampu mempengaruhi unsur-unsur seperti manusia, perilaku dan

lingkungan sertamemperhitungkan interaksi dari ketiga unsur tersebut.

Menurut Rajagukguk (2008), yang mengutip penelitian Entjang

keberhasilan usaha pemberantasan Tuberkulosis paru juga tergantung

pada:

a. Keadaan sosial ekonomi rakyat. Makin buruk keadaan sosial

ekonomi masyarakat, sehingga nilai gizi dan sanitasi lingkungan

jelek, yang mengakibatkan rendahnya daya tahan tubuh mereka

sehingga mudah menjadi sakit bila tertular Tuberkulosis.

b. Kesadaran berobat si penderita Kadang-kadang walaupun

penyakitnya agak berat si penderita tidak merasa sakit, sehingga

tidak mau mencari pengobatan.

c. Pengetahuan penderita, keluarga dan masyarakat pada umumnya

tentang penyakit Tuberkulosis.Makin rendah pengetahuan

penderita tentang bahaya penyakit Tuberkulosis untuk dirinya,

keluarga dan masyarakat sekitarnya makin besar pula bahaya si

penderita sebagai sumber penularan penyakit, baik dirumah

46

Page 47: PBL SKENARIO 2

maupun tempat pekerjaannya untuk keluarga dan orang

disekitarnya.

10.5 KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

47