Page 1
BAB I
SKENARIO
Tn. Mansyur (25 tahun), datang UGD RS karena batuk darah ± 15cc tiap keluar
(3-4 kali sehari batuk darah) sejak 2 hati yang lalu, warna merah segar, berbuih.
Setiap batuk darah selalu keluar, bahkan saat berada di UGD darah yang keluar
bertambah banyak.
1
Page 2
BAB II
KATA KUNCI
2.1 Batuk Darah
Batuk darah adalah ekspetorasi darah akibat perdarahan pada saluran
nafas di bawah laring atau perdarahan yang keluar ke saluran napas di bawah
laring. Batuk darah merupakan tanda atau gejala dari penyakit dasar. Maka
penyebabnya harus segera ditemukan dengan pemeriksaan yang seksama.
Berbeda dengan muntah darah, batuk darah akan keluar bersama riak.
Darah yang berasal dari saluran pernafasan biasanya cenderung lebih segar,
tampak bercampur dengan lendir dan tampak berbusa karena adanya
gelembung-gelembung udara, sedangkan muntah darah karena darah dari
saluran pencernaan biasanya akan terkontaminasi dengan asam lambung
sehingga menjadi lebih gelap.
Penyebab batuk darah atau (hemoptisis) adalah antara lain karena
Infeksi. Ini biasanya batuk ini karena TBC, bronkiektasis, pneumonia, abses
paru, aspergillosis, bisa juga batuk darah akibat dari tumor yang berarti terjadi
karsinoma paru.
2.2 Merah Segar
Warna merah segar pada darah pada saat batuk biasanya disebabkan
pembuluh darah yang pecah pada saluran pernafasan termasuk paru-paru.
2.4 Berbuih
Berbuih merupakan tanda atau gejala dari penyakit batuk berdarah.
2
Page 3
BAB III
PERMASALAHAN
1. Penyakit apa saja yang menyebabkan batuk darah yang berwarna merah
segar dan berbuih?
2. Bagaimana diagnosa pasti dari kasus ini?
3. Bagaimana prinsip penatalaksanaan pada kasus tersebut?
4. Dapatkah penyakit ini di cegah?
3
Page 4
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 ANATOMI/HISTOLOGI/FISIOLOGI/PATOFISIOLOGI/
PATOMEKANISME
4.1.1 Anatomi Paru
Paru-paru adalah salah satu organ sistem pernapasan yang berada di
dalam kantong yang dibentuk oleh pleura pariestaslis dan pleura
viseralis.Kedua paru-paru sangat lunak, elastis, sifatnya ringan terapung di
dalam air, dan berada dalam rongga torak.Jika dibentangkan luas
permukaannya ± 90 m2.Banyaknya gelembung paru-paru.Paru-paru
merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa, alveoli).Gelembung alveoli terdiri dari sel-sel epitel dan
endotel kurang lebih 700 juta buah.
Setiap saat kita bernapas tanpa kita sadari. Bayangkan saja setiap menit
kita akan bernapas sekitar 15 ampai 25 kali permenit dengan
memompakan udara setiap hari sekitar 8.000 – 9.000 liter udara per hari.
Paru-paru berwarna biru keabu-abuan dan berbintik-bintik karena
adanya partikel debu yang masuk dimakan oleh fagosit.Hal ini terlihat
nyata pada pekerja tambang. Paru-paru terletak di samping mediastinum
dan melekat pada perantaraan radiks pulmonalis yang satu sama lainnya
dipisahkan oleh jantung, pembuluh darah besar, dan struktur lain dalam
mediastinum.
4
Page 5
Bagian-bagian utama paru-paru adalah alveoli, trachea, diapragm,
bronchi, dan bronchioles.
Trachea atau batang tenggorokan berupa pipa tempat lalunya udara.
Udara yang dihirup dari hidung dan mulut akan ditarik ke trachea menuju
paru-paru.
Bronchi merupakan batang yang menghubungkan paru-paru kanan dan
kiri dengan trachea. Udara dari trachea akan di bawa keparu-paru lewat
batang ini.
Bronchioles merupakan cabang-cabang dari bronchi berupa tabung-
tabung kecil yang jumlahnya sekitar 30.000 buah untuk satu paru-paru.
Bronchioles ini akan membawa oksigen lebih jauh ke dalam paru-paru.
Alveoli merupakan ujung dari bronchioles yang jumlahnya sekitar 600
juta pada paru-paru manusia dewasa. Pada aveoli ini oksigen akan didifusi
menjadi karbondioksida yang diambil dari dalam darah.
5
Page 6
Jika dibentangkan luas permukaannya ± 90 m2.Banyaknya gelembung
paru-paru ini Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar
terdiri dari gelembung (gelembung hawa, alveoli).
4.1.2 Fisiologi Paru
Fungsi paru-paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbon
dioksida.Pada pernapasan melalui paru-paru, oksigen dipungut melalui
hidung dan mulut.Pada waktu bernapas, oksigen masuk melalui trakea
dan pipa bronkhial ke alveoli, dan dapat erat dengan darah di dalam
kapiler pulmonaris. Hanya satu lapisan membran , yaitu membran alveoli-
kapiler, memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini
dan dipungut oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke
jantung.Dari sini, dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh.Darah
meninggalkan paru-paru pada tekanan oksigen 100 mmHg dan pada
tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen. Di dalam paru-paru,
karbon dioksida adalah salah satu hasil buangan metabolisme
menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan
setelah melalui pipa bronkhial dan trakhea, dinafaskan keluar melalui
hidung dan mulut.
Pengambilan udara pernapasan dikenal dengan inspirasi dan
pengeluaran udarapernapasan disebut dengan ekspirasi. Mekanisme
pertukaran udara pernapasan berlangsung di alveolus disebut pernapasan
eksternal. Udara pernapasan selanjutnya diangkut oleh hemoglobin dalam
eritrosit untuk dipertukarkan ke dalam sel. Peristiwa pertukaran udara
pernapasan dari darah menuju sel disebut pernapasan internal. Aktivias
inspirasi dan ekspirasi pada saat bernapas selain melibatkan alat-alat
pernapasan juga melibatkan beberapa otot yang ada pada tulang rusuk dan
otot diafragma (selaput pembatas rongga dada dengan rongga
perut). Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi oleh
perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar
tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar maka udara akan
6
Page 7
masuk. Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka
udara akan keluar. Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam
pemasukkan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka
mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan dada
dan pernapasan perut.Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.
1. Pernapasan Dada
Pada pernapasan dada, otot yang berperan penting adalah otot antar
tulang rusuk.Otot tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot
tulang rusuk luar yang berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk
dan tulang rusuk dalam yang berfungsi menurunkan atau mengembalikan
tulang rusuk ke posisi semula.
a. Inspirasi
Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga
rongga dada mengembang.Pengembangan rongga dada menyebabkan
volume paru-paru juga mengembang akibatnya tekanan dalam rongga
dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang
kaya oksigen masuk.
b. Ekspirasi
Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antartulang
rusuk ke posisi semula yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga
rongga dada menjadi kecil. Rongga dada yang mengecil menyebabkan
volume paru-paru juga mengecil sehingga tekanan di dalam rongga dada
menjadi lebih besar daripada tekanan luar. Hal tersebut menyebabkan
udara dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.
2. Pernapasan Perut
Pernapasan perut merupakan pernapasan yang
mekanismenya melibatkan aktifitas otot-otot diafragma yang membatasi
rongga perut dan rongga dada
a. Inspirasi
Pada saat pengambilan udara (inspirasi) tahap-tahap yang terjadi dan
dapat dirasakan adalah diafragma berkontraksi sehingga diafragma
7
Page 8
menjadi datar dan otot antartulang rusuk sebelah luar juga berkontraksi
yang diikuti dengan terangkatnya tulang rusuk yang menyebabkan rongga
dada membesar. Membesarnya rongga dada ini menyebabkan tekanan di
dalam rongga dada mengecil sehingga memungkinkan paru-paru
dapat mengembang. Mengembangnya paru-paru memungkinkan tekanan
di dalam ruang paru-paru mengecil bahkan lebih kecil dari udara luar
sehingga udara dapat masuk secara berurutan ke lubang hidung-rongga
hidung-faring trakea (melaui glottis)-bronkus (kanan-kiri)-bercabang
22× (bronkiolus-bronkiolus) alveolus (kantong-kantong kecil).
b. Ekspirasi
Pada saat pengeluaran udara (ekspirasi) tahap-tahap yang dapat
dirasakan adalah diafragma relaksasi sehingga kembali ke posisis semula
dan otot antarrusuk dalam kontraksi menyebabkan tulang rusuk kembali
ke posisi semula sehingga rongga dada mengecil. Rongga dada mengecil
sehingga menyebabkan tekanan di dalam rongga dada meningkat yang
mengakibatkan ruang paru-paru mengecil.Mengecilnya ruang paru-paru
menyebabkan membesaranya tekanan di dalam paru-paru sehingga udara
akan mengalir keluar dari alveolus melalui bronkiolus-bronkus-trakea
glotis-faring- rongga hidung dan lubang hidung.
4.1.2.1 Kapasitas Volume Paru-Paru
Kapasitas paru-paru adalah kemampuan paru-paru menampung udara
pernapasan yang dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Udara tidal, yaitu udara yang keluar masuk paru-paru pada saat
pernapasan biasa. Jumlah volume udaranya sebesar 500 mL.
2. Udara komplementer, yaitu udara yang masih dapat dihirup setelah
inspirasi biasa. Besar volume udaranya sekitar 1,5 liter.
3. Udara suplementer, yaitu udara yang masih dapat dikeluarkan setelah
melakukan ekspirasi biasa. Besar volume udaranya sekitar 1,5 liter.
4. Kapasitas vital paru-paru, yaitu kemampuan paru-paru untuk
melakukan respirasi sekuat-kuatnya atau merupakan jumlah udara
8
Page 9
tidal, udara komplementer, dan udara suplementer. Jadi besarnya
volume kapasitas vital paru-paru kurang lebih 4 liter. Kapasitas vital =
V tidal + V cadangan inspirasi + V cadangan ekspirasi.
5. Udara residu, yaitu udara yang masih terdapat di dalam paru-paru
setelah melakukan respirasi sekuat-kuatnya. Jumlahnya kurang lebih
500 mL.
6. Volume total paru-paru (total lung volume), yaitu seluruh udara yang
dapat ditampung oleh paru-paru. V total paru-paru = V sisa +
Kapasitas Vital
Dalam keadaan normal, volume udara paru-paru manusia mencapai
4.500 cc. Udara ini dikenal sebagai kapasitas total udara pernapasan
manusia.
Walaupun demikian, kapasitas vital udara yang digunakan dalam
proses bernapas mencapai 3.500 cc, yang 1.000 cc merupakan sisa
udara yang tidak dapat digunakan tetapi senantiasa mengisi bagian
paru-paru sebagai residu atau udara sisa. Kapasitas vital setiap orang
berbeda-beda.Kapasitas vital dapat kalian rasakan saat kalian
menghirup napas sedalam mungkin dan kemudian menghembuskanya
sekuat mungkin.Cara mengukurnya dapat dilakukan dengan alat
spirometer.Spirometer merupakan alat pengukur kapasitas paru-paru
seseorang.Spirometer yang konvensional terbuat seperti tangki yang
memiliki selang.Seseorang yang ingin mengetahui kapasitas paru-
parunya dapat menghembuskan napas pada selang.Pada alat yang lebih
modern, spirometer telah dihubungkan dengan komputer.
Dalam keadaan normal, kegiatan inspirasi dan ekspirasi dalam
bernapas hanya menggunakan sekitar 500 cc volume udara pernapasan
(kapasitas tidal ± 500 cc).Kapasitas tidal adalah jumlah udara yang keluar
masuk paru-paru pada pernapasan normal. Dalam keadaan luar biasa,
inspirasi maupun ekspirasi menggunakan sekitar 1.500 cc udara
pernapasan (expiratory reserve volume = inspiratory reserve volume =
9
Page 10
1.500 cc). Dengan demikian, udara yang digunakan dalam proses
pernapasan memiliki volume antara 500 cc hingga sekitar 3.500 cc.
Besarnya volume udara pernapasan tersebut dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain ukuran alat pernapasan, kemampuan dan
kebiasaan bernapas, serta kondisi kesehatan.
4.1.3 Histologi
4.1.3.1 Rongga Hidung
Rongga hidung terdiri atas 2 struktur yang berbeda : di luar
adalah vestibulum dan di dalam fossa nasalis.
Vestibulum adalah bagian rongga hidung paling anterior yang
melebar, kira-kira 1,5 cm dari lubang hidung. Bagian ini dilapisi oleh
epitel berlapis pipih yang mengalami keratinisasi, terdapat rambut-
rambut pendek dan tebal atau vibrissae dan terdapat banyak kelenjar
minyak (sebasea) dan kelenjar keringat.
Fossa nasalis dibagi menjadi 2 ruang oleh tulang septum
nasalis. Dari masing-masing dinding lateral terdapat 3 penonjolan
tulang yang dikenal sebagai concha, yaitu concha superior, concha
tengah dan concha inferior.
Dinding fossa nasalis terdiri dari sel epitel silindris berlapis
semu bersilia, sel-sel goblet yang menghasilkan mucus. Pada lamina
propria terdapat jaringan ikat dan kelenjar serous dan mukus yang
mendukung sekresi sel goblet, dan juga terdapat vena yang
membentuk dinding tipis yang disebut cavernous bodies.
Pada concha superior dan septum nasal membentuk daerah
olfaktori dengan sel-sel khusus yang meliputi sel-sel olfaktori, sel
pendukung dan sel sel basal. Sel olfaktori merupakan neuron bipolar/
10
Page 11
sel neuroepitel, yang mempunyai akson pada lamina propria dan silia
pada permukaan epitel. Silianya mengandung reseptor olfaktori yang
merespon bahan yang menghasilkan bau. Pada laminar proprianya
terdapat kelenjar Bowman, alveoli dan salurannya dilapisi oleh sel
epitel kubus. Kelenjar ini menghasilkan sekresi serous yang berwarna
kekuningan.
4.1.3.2 Histologi Pharynx
Pharynx dibatasi oleh epitel respirasi. Pharynx terdiri dari
nasopharynx dan oropharynx. Nasopharynx dilapisi oleh epitel
respirasi sedang oropharynx dilapisi oleh epitel berlapis pipih.
Limfosit banyak dijumpai di bawah epitel dari pharynx. Jaringan ikat
adalah fibroelastik yang dikelilingi oleh otot lurik.
4.1.3.3 Histologi Larynx
Larynx menghubungkan pharynx dengan trakea. Larynx
mempunyai 4 komponen yaitu lapisan mukosa dengan epitel respirasi,
otot ektrinsik dan intrinsic, tulang rawan. Tulang rawannya meliputi
tulang rawan tiroid, krikoid dan arytenoids (merupakan tulang rawan
hialin). Otot intrinsik menentukan posisi, bentuk dan ketegangan dari
pita suara, otot ekstrinsik menghubungan tulang rawan dengan
struktur lain dari leher.
Pita suara terdiri dari epitel berlapis pipih yang tidak
kornifikasi, lamina propria dengan jaringan ikat padat yang tipis,
jaringan limfatik dan pembuluh darah.
11
Page 12
4.1.3.4 Histologi Trakea
Trakea adalah saluran pendek (10-12 cm panjangnya) dengan
diameter sekir 2 cm. Trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Sejumlah sel-
sel goblet terdapat di antara sel-sel epitelnya, dan jumlah tergantung
ada tidaknya iritasi kimia atau fisika dari epitelium ( yang dapat
meningkatkan jumlah sel goblet). Iritasi yang berlangsung dalam
waktu yang lama dapat mengubah tipe sel dari tipe sel epitel berlapis
pipih menjadi metaplasia. Pada lapisan epitel terdapat sel brush, sel
endokrin (sel granul kecil ), sel klara (sel penghasil surfaktan) dan sel
serous.
Lapisan-lapisan pada trakea meliputi lapisan mukosa, lapisan
submukosa dan lapisan tulang rawan trakeal dan lapisan adventitia.
Lapisan mukosa meliputi lapisan sel-sel epitel respirasi dan lamina
propria. Lamina proprianya banyak mengandung jaringan ikat longgar
dengan banyak serabut elastik, yang selanjutnya membentuk
membran elastik yang menghubungkan lapisan mukosa dan
submukosa. Pada submukosa terdapat kelenjar muko-serous yang
mensekresikan sekretnya menuju sel-sel epitel.
Tulang rawan pada trakea berbentuk huruf C yang terdiri dari
tulang rawan hialin. Ujung-ujung dorsal dari huruf C dihubungkan
oleh otot polos dan ligamentum fibroelastin. Ligamentum mencegah
peregangan lumen berlebihan, dan kontraksi otot polos menyebabkan
tulang rawan saling berdekatan. Hal ini digunakan untuk respon batuk.
Tulang rawan trakea dapat mengalami osifikasi dengan bertambahnya
umur.
Lapisan adventitia terdiri dari jaringan ikat fibrous. Trakea
bercabang dua yaitu dua bronkus utama
12
Page 13
4.1.3.5 Histologi Bronkus dan Bronkiolus
Bronkus primer kiri dan kanan bercabang membentuk 3
bronkus pada paru-paru kanan dan 2 bronkus pada paru-paru kiri.
Bronkus-bronkus ini bercabang berulang-ulang membentuk
bronkus-bronkus yang lebih kecil, dan cabang-cabang terminalnya
dinamakan bronkiolus. Masing-masing bronkiolus bercabang-
cabang lagi membentuk 5 – 7 bronkiolus terminalis. Tiap-tiap
bronkiolus terminalis bercabang menjadi 2 bronkiolus respiratorius
atau lebih.
Histologi bronkus terdiri dari lapisan mukosa, submukosa,
dan lapisan adventitia. Lapisan mukosa terdiri dari lapisan sel-sel
epitel silindris berlapis semu bersilia dengan lamina propria yang
tipis (dengan banyak serabut elastin), limfosit yang tersebar dan
berkas otot polos yang silang menyilang tersusun seperti spiral.
Limfosit dapat berupa nodulus limfatikus terutama pada
percabangan bronkus. Lapisan submukosa terdiri dari alveoli dari
kelenjar mukosa dan seromukosa. Pada lapisan adventitia terdapat
tulang rawan berupa lempeng-lempeng tulang rawan dan jaringan
ikat longgar dengan serabut elastin.
Histologi bronkiolus meliputi lapisan mukosa, submukosa
dan adventitia. Lapisan mukosa seperti pada bronkus, dengan
sedikit sel goblet. Pada bronkiolus terminalis, epitelnya kubus
bersila dan mempunyai sel-sel Clara (dengan permukaan apical
berbentuk kubah yang menonjol ke dalam lumen). Pada lamina
propria terdapat jaringan ikat (terutama serabut elastin) dan otot
polos. Pada bronkiolus tidak ada tulang rawan dan kelenjar.
Lapisan adventitia juga terdiri dari jaringan ikat elastin. Lapisan
otot pada bronkiolus lebih berkembang dibandingkan pada
13
Page 14
bronkus. Pada orang asma diduga resistensi jalan udara karena
kontraksi otot bronkiolus.
Bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kubus bersilia,
dan pada tepinya terdapat lubang-lubang yang berhubungan
dengan alveoli. Pada bagian distal dari brionkiolus respiratorius,
pada lapisan epitel kubus tidak ada silianya. Terdapat otot polos
dan jaringan ikat elastin.
4.1.3.6 Histologi Saluran Alveolaris san Alveolus
Saluran alveolaris dibatasi oleh lapisan epitel gepeng yang
sangat tipis. Dalam lamina propria terdapat jala-jala sel-sel otot
polos yang saling menjalin. Jaringan ikatnya berupa serabut
elastin dan kolagen. Serabut elastin memungkinkan alveoli
mengembang waktu inspirasi dan sebut kolagen berperan sebagai
penyokong yang mencegah peregangan berlebihan dan kerusakan
kapiler-kapiler halus dan septa alveoli yang tipis. Saluran
alveolaris bermuara pada atria (suatu ruang yang terdiri dari dua
atau lebih sakus alveolaris).
Alveolus merupakan suatu kantung kecil yang terbuka pada
salah satu sisinya pada sakus alveolaris. Pada kantung kecil ini
O2 dan CO2 mengadakan pertukaran antara udara dan darah.
Alveolus dibatasi oleh sel epitel gepeng yang tipis dengan lamina
propria yang berisi kapiler dan jaringan ikat elastin.
4.1.4 Patofisiologi
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB.Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei)
yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan
segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus
akan menfagosit kuman TB dan biasanyasanggup menghancurkan sebagian
14
Page 15
besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak
mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akanbereplikasi dalam
makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak,
akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN. Dari focus
primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus
primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan
terlibat adalah kelenjar limfe parahilus,sedangkan jika focus primer terletak
di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks
primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional
yang membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang
(limfangitis).Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga
terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi
TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi
lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya
gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8
minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu.Dalam masa inkubasi
tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah
yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum
tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas.
Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer
dinyatakan telah terjadi.Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif
terhadap uji tuberculin.Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih
negatif.Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap
TB telah terbentuk.Pada sebagian besar individu dengan system imun yang
15
Page 16
berfungsi baik, begitu system imun seluler berkembang, proliferasi kuman
TB terhenti.Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam
granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler
terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara
sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis
perkijuan dan enkapsulasi.Kelenjar limfe regional juga akanmengalami
fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna
focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Kompleks primer
dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di
paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal.
Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair
dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru
(kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran
normal saat awal infeksi, akanmembesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut. Bronkus dapat terganggu.Obstruksi parsial pada bronkus akibat
tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis.Kelenjar yang mengalami
inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi
dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk
fistula.Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus
sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering
disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.Selama masa inkubasi,
sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen
dan hematogen.Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar
limfe regional membentuk kompleks primer.Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke
seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB
disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran hamatogen yang paling
sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult
16
Page 17
hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara sporadic
dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang
biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya
otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas
paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan
membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya. Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan
kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup
dalam bentuk dormant.Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi
penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi.Fokus potensial di
apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahuntahun kemudian, bila
daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami reaktivasi
dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang,
dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran
hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread).
Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah
menuju ke seluruh tubuh.Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi
klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata.TB diseminata
ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi.Timbulnya penyakit
bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta
frekuensi berulangnya penyebaran.Tuberkulosis diseminata terjadi karena
tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB,
misalnya pada balita.Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute
generalized hematogenic spreaddengan jumlah kuman yang besar. Semua
tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang
lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran
lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet
seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3
mm, yang secara histologi merupakan granuloma.Bentuk penyebaran
17
Page 18
hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenicspread.
Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar ke
saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan
beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini
tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal
ini dapat terjadi secara berulang.
4.2 JENIS – JENIS PENYAKIT YANG BERHUBUNGAN
4.3 ANAMNESA, GEJALA KLINIS ,PEMERIKSAAN FISIK DAN
PEMERIKSAAN PENUNJANG.
I. Anamnesa
1. Identitas Pasien
- Nama : Tn. Mansyur
- Umur : 25 th
- Pekerjaan : Pedagang beras
- Status pernikahan : Belum menikah
- Pendidikan : SMA
2. Keluhan Utama : Batuk darah
3. Riwayat penyakit sekarang:
- Sejak 2 hari yang lalu mengalami batuk darah ± 15 cc setiap keluar
18
Page 19
- Intensitas batuk darah 3 – 4 kali sehari, mulai pagi hingga sampai
di UGD mengalami batuk darah ±30cc setiap keluar dan sebanyak
3x
- Batuk batuk sudah diderita sejak 1 bulan yang lalu
- Badan terasa meriang / sumer – sumer
- Nafsu makan menurun
- Berat badan menurun
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Tidak pernah melakukan pengobatan
- Tidak pernah melakukan terapi Diabetes Mellitus, Hipertensidan
Tuberculosis
- Tidak punya penyakit kronis
5. Riwayat penyakit keluarga:
- Ibu menderita Diabetes Mellitus
- Ayah sedang menderita Tuberculosis dan saat ini dalam masa
pengobatan
6. Riwayat sosial :
- Punya kebiasaan merokok 6 batang/hari
- Tidak pernah minum alkohol
19
Page 20
- Kebiasaan terlambat makan
- Kurang istirahat
II. Pemeriksaan Fisik
1. General survei
- Keadaan umum : Penderita nampak lemah
- Kesadaran/GCS : Compos mentis/456
- Tinggi badan : 160 cm
- Berat badan : 35 kg
2. Vital sign
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 100/mnt (reguler, amplitudo: kuat)
- Resporation rate : 24/mnt
- Temperatur : 36,5 ºC
3. Kepala leher
- A/I/C/D : + / - / - / + ( sedikit dispneu )
- JVP : Dalam batas normal
- PCH : + / purse lips breathing
20
Page 21
4. Thorax
- Jantung : Dalam batas normal (tidak membesar, tidak
terdapat bunyi bising/mur-mur)
- Paru
Inspeksi : Kedua lapangan paru simetri
Palpasi :
- Kedua lapangan paru simetri
- Fremitus raba dada kiri dan kanan sama
Perkusi : Kedua lapangan paru terdengar sonor
Auskultasi :
- Kedua lapangan paru vesikuler
- Dijumpai ronkhi basah pada lapangan pandang
paru kanan 1/3 atas namun tidak ada whezzing
5. Abdomen
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
6. Ekstremitas : (-) Edem tungkai
III. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Lab
- Hb : 8,5
21
Page 22
- Lekosit : 8000
- Trombosit : 200.000
- LED : meningkat
2. Sputum BTA : + 3 dan sputum gram staphilococcus aureus
3. Thoraks foto :
- Posisi foto PA
- Penyinaran cukup
- Inspirasi cukup
- Jaringan lunak dan tulang dalam batas normal
- Trakhea ditengah
- Cavitas besar di apek paru kanan
- Fibroinfiltrat parahiler paru kiri dan kanan
- Sinus / d. Costo phrococostatis kiri dan kanan tajam
- Cardio Thoracic rasio ( CTR ) ≤ 50% ( TB paru )
22
Page 23
BAB V
HIPOTESIS AWAL
(DIFFERENTIAL DIAGNOSIS)
5.1 Bronkiektaksis dengan Komplikasi Hemoptisis
Bronkiektasis adalah pelebaran bronkus yang disebabkan oleh
kelemahan dinding bronkus yang sifatnya permanen. Bronkiektaksis sering
pula dimasukkan ke dalam golongan penyakit infeksi saluran pernapasan
dengan diagnosis bronkiektasis terinfeksi. Bronkiektasis biasanya mengenai
bronkus segmental dan bronkus subsegmental, dapat terjadi pada suatu lobus
atau juga pada beberapa lobus.
Bronkiektasis congenital sering asimtomatik dan baru terdeteksi saat
dewasa ketika terjadi infeksi sekunder. Pada infeksi sekunder kuman
anaerobik, dahak tersebut berbau busuk. Dapat dikatakan bahwa gejala
bronkiektasis adalah pengeluaran dahak yang banyak yang berasal dari lobus
paru yang letaknya bergantung. Dahak sering disertai darah atau bahkan sering
terdapat hemoptisis massif sehingga dapat digolongkan sebagai keadaan gawat
darurat.
Hemoptisis adalah darah atau dahak bercampur darah ,dikeluarkan saat
batuk yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah. Salah satu penyebab
23
Page 24
hemoptisis adalah bronkiektasis. Pada hemoptisis darah yang di batukkan
berwarna merah dan sering berbuih.
5.1.1 Gejala Klinis
- Batuk produktif dengan jumlah dahak yang banyak dan bersifat
menahun
- Dahak sering disertai darah
- Sering terdapat hemoptisis massif
- Pada infeksi sekunder kuman anaerobik, dahak tersebut berbau
menyengat
- Sesak nafas
- Nyeri dada
- Mual, muntah
- Demam
- Kelemahan
- Penurunan berat badan
5.2 Pneumonia dengan Komplikasi Hemoptisis
Pneumonia adalah kondisi inflamasi pada paru-paru, utamanya
memengaruhi kantung-kantung udara mikroskopik yang dikenal
sebagai alveolus. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh infeksi
virus atau bakteri dan lebih jarang mikroorganisme lainnya, obat-
obatan tertentu, dan kondisi lain seperti penyakit autoimun.
24
Page 25
5.2.1 Gejala Klinis
Gejala khasnya meliputi batuk, nyeri dada, demam, dan kesulitan
bernapas. Alat diagnostik mencakup rontgen dan pengambilan kultur
dari sputum. Vaksin untuk mencegah jenis pneumonia tertentu kini
sudah tersedia. Pengobatan yang dilakukan bergantung pada penyebab
dasarnya. Dugaan pneumonia bakterial diobati dengan antibiotik. Jika
pneumonianya parah, penderita biasanya dirujuk ke rumah sakit.
5.3 Tuberculosis Paru dengan Komplikasi Hemoptisis
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang umum, dan
dalam banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan
oleh berbagai strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium
tuberculosis. Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru, namun
juga bisa berdampak pada bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis
menyebar melalui udara ketika seseorang dengan infeksi TB aktif
batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka melalui
udara.
5.3.1 Gejala Klinis
Gejala klinis pasien Tuberkulosis Paru menurut Depkes RI (2008)
:
Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Dahak bercampur darah.
Batuk berdarah.
Sesak nafas.
Badan lemas.
Nafsu makan menurun.
25
Page 26
Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik.
Demam meriang lebih dari satu bulan.
Malaise.
Berat badan menurun.
Sesak nafas.
Badan lema
BAB VI
ANALISIS DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
6.1 Tuberculosis Paru dengan Komplikasi Hemoptisis
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam
banyak kasus bersifat mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai
strain mikobakteria, umumnya Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis
biasanya menyerang paru-paru, namun juga bisa berdampak pada bagian
tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang
dengan infeksi TB aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah
mereka melalui udara.
Banyak faktor yang menyebabkan perdarahan intrapulmonal pada
penderita TB paru. Perdarahan pada TB bisa disebabkan oleh nekrosis
arteri pulmonal kecil atau akibat ruptur pembuluih darah yang berjalan
sekitar kavitas akibat infeksi TB kronik.
Gangguan TB terhadap dinding pembuluh darah berupa inflamasi
lokal menyebabkan dilatasi aneurismal. Pertama kali terjadi kerusakan
pembuluh darah lebih luar, disusul destruksi jaringan dan jaringan
granulasi berpindah masuk ke lumen, sehingga dinding pembuluih darah
menjadi lemah.
26
Page 27
Ruptur Aneurisma Rasmussen telah banyak dikenal sebagai
penyebab hemoptisis masif, meskipun hemoptisis dengan derajat yang
lebih rendah bisa juga terjadi. Pada otopsi, pasien TB dengan hemoptisis
didapatkan ruptur pada arteri pulmonalis yang mengalami dilatasi dan
melintasi dinding tebal kavitas. Pembuluh darah tersebut diperkirakan
terperangkap pada tepi inflamasi dan organisasi yang terjadi pada kavitas
TB. Peningkatan sementara tekanan arteri pulmonalis bisa menyebabkan
ruptur vaskuler dalam kavitas. Struktur yang terbentuk pada bronkiektasis
atau mycetoma bisa menyebabkan hemoptisis pada TB.
6.1.1 Gejala Klinis
Gejala klinis pasien Tuberkulosis Paru menurut Depkes RI (2008)
:
Batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih.
Dahak bercampur darah.
Batuk berdarah.
Sesak nafas.
Badan lemas.
Nafsu makan menurun.
Berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik.
Demam meriang lebih dari satu bulan.
Malaise.
Berat badan menurun.
Sesak nafas.
27
Page 28
Badan lemas.
6.1.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan
penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan.
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta
daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas
melemah, ronkhi basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis
tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi
ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai
tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar
getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan
metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan palung mudah
dilakukan baik di puskesmas maupun rumah sakit dalam rangka
menegakkan diagnosis. Dalam menegakkan diagnosis
pemeriksaan dahak dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan
28
Page 29
yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS). (Depkes
2008) .
S (sewaktu) : Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB
datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek
membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada
hari ke dua.
P (pagi) : Dahak dikumpulkn di rumah pada pagi hari
kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan
sendiri kepada petugas di sarana pelayanan kesehatan.
S (sewaktu) : Dahak dikumpulkan di sarana kesehatan
pada hari ke dua saat menyerahkan dahak pagi.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pada saat ini pemeriksaan radiology dada (Foto Toraks)
merupakan cara yang praktis untuk mendiagnosis tuberculosis
pada penderita suspek dengan hasil pemerikasaan sputum negatif.
Untuk mendiagnosis pasti tuberculosis berdasarkan pada
pemeriksaan radiologis, hasilnya harus dibaca oleh dokter yang
telah berpengalaman (Depkes RI, 2002).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai Tuberculosis adalah
Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior
lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan
opak berawan atau nodular.
Bayangan bercak milier.
Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).
29
Page 30
3. Pemeriksaan Biakan
Peran biakan identifikasi Mycobacterium tuberculosis
pada penanggulangan TB khususnya umtuk mengetahui apakah
pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT (Obat Anti
Tuberkulosis) yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan,
biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi
dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi:
1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronik.
2. Pasien ekstra paru dan TB anak.
3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan
kekebalan ganda.
4. Pemeriksaan Resistensi
Tes resistensi tersebut hanya bisa dilakuakan du
laboratorium yang mampu melaksanakan biakan, identifikasi
kuman serta tes resistensi sesuai standart internasional, dan telah
mendapat pemantauan mutu oleh laboratorium supranasional TB.
Hsl ini bertujuan agar hasil pemeriksaan tersebut memberi
simpulan yang benar sehingga kemungkinan kesalahan dalam
pengobatan dapat dicegah.
5. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak
mikroskopis, yaitu pada TB Paru:
a. TB paru BTA positif
30
Page 31
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS
hasilnya BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto
toraks dada menunjukkan gambaran TB.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan
kuman TB positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3
spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
b. TB paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA
positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus
meliputi:
Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
negative
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB.
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika
non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk
diberi pengobatan.
6.2 Bronkiektaksis dengan Komplikasi Hemoptisis
Bronkiektasis adalah pelebaran bronkus yang disebabkan oleh
kelemahan dinding bronkus yang sifatnya permanen. Bronkiektaksis sering
pula dimasukkan ke dalam golongan penyakit infeksi saluran pernapasan
dengan diagnosis bronkiektasis terinfeksi. Bronkiektasis biasanya
mengenai bronkus segmental dan bronkus subsegmental, dapat terjadi pada
suatu lobus atau juga pada beberapa lobus.
31
Page 32
Bronkiektasis congenital sering asimtomatik dan baru terdeteksi saat
dewasa ketika terjadi infeksi sekunder. Pada infeksi sekunder kuman
anaerobik, dahak tersebut berbau busuk. Dapat dikatakan bahwa gejala
bronkiektasis adalah pengeluaran dahak yang banyak yang berasal dari
lobus paru yang letaknya bergantung. Dahak sering disertai darah atau
bahkan sering terdapat hemoptisis massif sehingga dapat digolongkan
sebagai keadaan gawat darurat.
Hemoptisis adalah darah atau dahak bercampur darah ,dikeluarkan
saat batuk yang berasal dari saluran pernafasan bagian bawah. Salah satu
penyebab hemoptisis adalah bronkiektasis. Pada hemoptisis darah yang di
batukkan berwarna merah dan sering berbuih.
6.2.1 Gejala Klinis
- Batuk produktif dengan jumlah dahak yang banyak dan
bersifat menahun
- Dahak sering disertai darah
- Sering terdapat hemoptisis massif
- Pada infeksi sekunder kuman anaerobik, dahak tersebut
berbau menyengat
- Sesak nafas
- Nyeri dada
- Mual, muntah
- Demam
- Kelemahan
- Penurunan berat badan
32
Page 33
6.1.2 Pemeriksaan
Hasil pemeriksaan fisik tergantung pada derajat kerusakan
patologik. Pada bentuk ringan tanpa komplikasi, pemeriksaan fisik tidak
akan menunjukkan gejala kelainan. Pada tingkat yang lebih berat dan
lanjut dapat ditemukan tanda-tanda kor pulmonal kronik maupun payah
jantung kanan.
Bronkiektasis biasanya ditemukan ronki basah yang jelas pada
lobus bawah paru yang terkena. Apabila bagian paru yang diserang luas
dan kelainannya berat dapat menimbulkan kelainan terjadinya retraksi
dinding dada dan berkurangnya pergerakan dada daerah paru yang
terkena serta dapat terjadi pergeseran mediastinum ke daerah paru yang
terkena.
Adapun pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada
haemoptisis adalah sebagai berikut :
Kulit dan membran mukosa : sianosis, anemis, ekimosis,
gingivitis, atau bukti perdarahan dari
mukosa mulut atau hidung
Status gizi : cachexia
Pembesaran kelenjar getah bening: supraklavikula dan aksila
Pemeriksaan kardiovaskuler : evaluasi untuk distensi vena
jugularis, bunyi jantung abnormal
dan edema
Pemeriksaan paru-paru : konsolidasi , mengi , rales dan
trauma .
Pemeriksaan abdomen : pembesaran hati atau massa
33
Page 34
Pemeriksaan ekstremitas : tanda-tanda edema, sianosis, atau
clubbing
Pemeriksaan fisik lainnya pada bronkiektasis yang dapat ditemukan
adalah :
Inspeksi : gerakan paru yang sakit tertinggal
Palpasi : fremitus raba meningkat
Perkusi : sisi paru yang sakit redup
Auskultasi : suara nafas kadang di sertai suara ronkhi basah
Pemeriksaan penunjang
Foto thoraks biasanya memperlihatkan bayangan cicin tebal atau “tram
lines”, yang merupakan gambaran penebalan dinding bronkus walaupun
10% tampak normal.
CT scan dada dengan resolusi tinggi (high resulation computed
tomography [HRCT]) dapat membantu menegakkan diagnosis pasti. Hasil
temuan khas berupa tanda “signet ring”, yaitu bronkus berdinding tebal
yang tampak lebih besar dari pembuluh darah sekitarnya.
Pemeriksaan penunjang untuk mencari penyebab : perkiraan
immunoglobulin, presipitin aspergilus dan IgE serta tes yang relevan untuk
fibrosisi kistik, CT dan/atau bronkoskopi bisa menunjukkan obstruksi
bronkus local.
Tes askarin : jika ada dugaan kelainan silier, hitung waktu yang
dibutuhkan sakarin yang diletakkan di hidung untuk mencapai kuncup
pengecap. Bila memanjang, diagnosis pasti bisa ditegakkan dengan
melakukan pemeriksaan silia dengan mikroskop electron.
34
Page 35
Tes fungsi paru : bisa menunjukkan obstruksi saluran pernapasan, yang
biasanya reversibel.
Analisis gas darah : pada kasus yang berat apabila ada dugaan gagal nafas.
Mikroskopik dan kultur sputum : bakteri pathogen tersering seperti
Haemophilus spp., pneumokokus, dan Pseudomonas spp. Infeksi bisa juga
disebabkan oleh organism apitik, diantaranya mikobakteria dan jamur,
sehingga harus dicari secara spesifik.
6.3 Pneumonia dengan Komplikasi Hemoptisis
Pneumonia adalah kondisi inflamasi pada paru-paru,utamanya
mempengaruhi alveolus. Kondisi ini biasanya disebabkan oleh
infeksi virus atau bakteri dan lebih jarang mikroorganisme lainnya, obat-
obatan tertentu, dan kondisi lain seperti penyakit autoimun.
Kasus pneumonia bakterial dan viral biasanya muncul dengan gejala
yang serupa. Beberapa penyebabnya dikaitkan dengan karakteristik klinis
yang klasik tetapi tidak spesifik. Pneumonia yang disebabkan oleh
Legionella dapat muncul disertai nyeri perut, diare, atau
kebingungan, sedangkan pneumonia yang disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae dikaitkan dengan sputum berwarna karat, dan pneumonia yang
disebabkan oleh Klebsiella dapat disertai sputum berdarah yang sering
digambarkan sebagai "currant jelly" (lendir merah). Sputum berdarah
(dikenal sebagai hemoptisis) juga dapat muncul pada tuberkulosis,
pneumonia gram-negatif, dan abses paru serta umum dijumpai pada
bronkitis akut.
6.3.1 Gejala Klinis
35
Page 36
Setelah Klebsiella pneumoniae masuk paru-paru, bakteri ini
menyebabkan banyak kerusakan pada paru-paru. Bakteri Klebsiella
pneumoniae ini menyebabkan nekrosis, peradangan, maupun perdarahan
pada jaringan paru-paru. Kondisi ini menyebabkan produksi lendir yang
sangat kental, yang disebut ‘sputum jelly kismis’ (currant jelly sputum).
Kerusakan jaringan paru-paru yang cepat merupakan faktor pembeda
(ciri spesifik) terjadinya infeksi Klebsiella pneumoniae.
Gejala awal dari infeksi Klebsiella pneumoniae adalah demam
tinggi yang mendadak. Demam ini bisa mencapai suhu lebih dari 39,5º C
yang disertai dengan gejala lain seperti menggigil dan pusing. Pasien
juga akan mengalami batuk berdahak dimana dahaknya berupa lendir
kental dan kadang disertai dengan darah. Bila kondisi semakin parah
akan mengarah pada pembentukan abses. Abses adalah kantong-kantong
jaringan mati yang berisi jutaan bakteri Klebsiella pneumoniae.
Pembentukan abses menyebabkan paru-paru tidak bisa mengembang
karena tertahan oleh adanya jaringan ikat di sekitar.
Kondisi ini bisa menyebabkan paru-paru menjadi kolaps dan
infeksi akan menyebar ke saluran pernapasan bagian atas. Bila infeksi
menyebar maka jalan nafas menjadi semakin terhambat dan
menyebabkan keluarnya cairan hidung yang berbau busuk.
Berikut adalah beberapa gejala infeksi Klebsiella pneumoniae:
1. Batuk
2. Dahak yang berwarna coklat atau dahak darah
3. Masalah pernapasan
4. Demam tinggi
5. Lemah
6. Menggigil
7. Nyeri dada
36
Page 37
8. Mual
9. Keluar cairan hidung yang berbau busuk
10. Sakit kepala
11. Dada sesak
12. Mengi
13. Napas menjadi cepat
14. Sianosis (bibir dan kuku membiru)
15. Kebingungan
6.3.2 Pemeriksaan Penunjang
1. Sputum
Sediaan apusan langsung
Kultur sputum
Cara pengambilan dahak yang benar dahak pagihari. Pasien mula-
mula kumur-kumur dengan akuades biasa, setelah itu pasien di minta
inspirasi dalam kemudian membatukkan dahaknya. Dahak di tampung
dalam botol steril dan di tutup rapat,dahak segera dikirim kelaboratorium
(tidak boleh lebih dari 4 jam). Kriteria dahak yang memenuhi syarat
untuk Pemeriksaan apusan langsung dan biakanya itu bila ditemukan sel
PMN > 25 / lpk dan sel epitel< 1O/lpk
2. Laboratorium
a. Darah
Leukosit10.000 –15.000 / mm3
tidak> 30.000 / mm3
+20% kasus leukosit bisa normal
Kalau leukosit< 3000 / mm3 prognosa jelek
Hitung jenis(diff. Count) leukosit, neutrofil batang banyak
LED / ESR / BBS sangat tinggi
Bilirubin serum
37
Page 38
Kultur darah(+) pada20 –30%
3. Radiologi
Setiap lobus bias terkena sebagian atau seluruhnya Yang sering
lobus bawah Perselubungan yang relative homogeny pada daerah yang
terkena.
BAB VII
HIPOTESIS AKHIR (DIAGNOSIS)
38
Page 39
BAB VIII
MEKANISME DIAGNOSIS
39
IDENTITAS PASIEN
- Nama : Tn. Mansyur
- Umur : 25 th
- Pekerjaan : Pedagang beras
DIAGNOSA BANDING
1. Tuberculosis dg komplikasi haemoptisis
2. Bronkhoectasis dg komplikasi haemoptisis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Lab
- Hb : 8,5
- Lekosit : 8000
- Trombosit : 200.000
- LED : meningkat
2. Sputum BTA :
+ 3 dan sputum gram staphilococcus aureus
3. Thoraks foto :
- Posisi foto PA
- Penyinaran cukup
- Inspirasi cukup
ANAMNESA
1. Keluhan Utama : Batuk darah
2. Riwayat penyakit sekarang
- Sejak 2 hari yang lalu mengalami batuk darah ± 20 cc setiap keluar
- Intensitas batuk darah 3 – 4 kali sehari, mulai pagi hingga sampai di UGD mengalami batuk darah ±30cc setiap keluar dan sebanyak 3x
- Batuk batuk sudah diderita sejak 1 bulan yang lalu
- Badan terasa meriang / sumer – sumer
- Nafsu makan menurun
- Berat badan menurun
3. Riwayat penyakit dahulu
- Tidak pernah melakukan pengobatan
- Tidak pernah melakukan terapi Diabetes Mellitus, Hipertensidan Tuberculosis
- Tidak punya penyakit kronis
PEMERIKSAAN FISIK
1. General survei
- Keadaan umum : Penderita nampak lemah
- Kesadaran/GCS : Compos mentis/456
- Tinggi badan : 160 cm
- Berat badan : 35 kg
2. Vital sign
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 100/mnt
- Resporation rate : 24/mnt
- Temperatur : 36,5 ºC
3. Kepala leher
- A/I/C/D : + / - / - / + (sedikit dispneu)
- JVP : Dalam batas normal
- PCH : - / purse lips breathing
4. Thorax
- Jantung : dbn
- Paru
Page 40
BAB IX
STRATEGI MENYELESAIKAN MASALAH
9.1 PENATALAKSANAAN
Karena hemoptisis merupakan gejala peringatan, terdapat
kecenderungan untuk mengobati pasien berlebihan .biasanya hemoptisis
terjadi dengan jumlah darah yang sedikit dan akan berhenti spontan tanpa
terapi yang khusus .setelah mengenali lokasi pendarahan dan menegakkan
diagnosis etiologinya,kelainan yang mendasari gejala tersebut harus diatasi.
Jika hemoptisis tersebut cukup berat, tindakan utama dalam terapi tersebut
mencangkup :
1. tindakan untuk menenangkan pasien
2. memerintahkan tirah baring total
3. menyingkirkan prosedur diagnostik yang tidak diperlukan sampai
gejala hemoptisis mulai mereda
4. menekan gejala batuk bila gejala ini terdapt serta memperberat
hemoptisis
Tindakan emergensi menuntut tersedianya peralatan inkubasi dan
suction di samping pasien. Kontrol saluran napas harus dilakukan dengan
40
DIAGNOSA AKHIR :
TUBERCULOSIS dg komplikasi HAEMOPTISIS
Page 41
memasang endotracheal tube (tuba endo trakeal)pada pasien hemoptisis
masif (jumlah darah yang keluar >500 ml/ 24 jam) untuk menghindari
kemungkinan asfiksiasi. Pada pasien terancam bahaya asfiksiasi yang
timbul karena pengaliran darah yang membanjiri paru pada sisi
kontralateral tempat perdarahan, tindakan inkubasi dengan teknik yang
mengisolasi paru yang mengalami perdarahan dan mencegah aspirasi darah
ke sisi paru yang kontralateral harus segera dilaksanakan. Tindakan ini
dapat dilakukan dengan pemasangan kateter balon pada lokasi yang
trategis dan pemasangan kateter balon ini dalam bronkus yang
bersangkutan dapat di bantu visualisasinya dengan bronkoskopi direk.
Penatalaksanaan hemoptisis yang masif dan dapat membawa
kematian tetap menjadi masalah yang kontroversial. Pilihan antara
intervensi bedah dan nonbedah tergantung pada kata dapat menimbulkan
kematian. Hemoptisis masif merupakan keadaan klinis yang
mengkhawatirkan karena afiksiasi yang terjadi akibat aspirasi darah
merupakan anacaman utama bagi keselamatan jiwa pasien. Pada banyak
penderita hemoptisis masif, tindakan reseksi paru merupakn tindakan
terend yang dikerjakan tetapi kita harus berupaya keras untuk
melaksanakan pembedahan ini atas indikasi elektif ketimbang emergensi.
9.2 PRINSIP TINDAKAN MEDIS
Pengobatan tuberkulosis menurut Depkes (2007) dilakukan dengan
prinsip - prinsip sebagai berikut:
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
41
Page 42
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT =Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
a) Tahap awal (intensif)
1) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi
secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
2) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
4) Jika setelah pengobatan 2 bulan pasien TB BTA positif belum menjadi BTA
negatif (tidak
konversi), maka diberikan OAT sisipan (HRZE) sama seperti paduan paket
untuk tahap
intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
b) Tahap Lanjutan
(1) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu
yang lebih lama.
(2) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya
kekambuhan.
42
Page 43
9.2.1 PENGOBATAN
BAB X
PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI
10.1 CARA PENYAMPAIAN PROGNOSIS KEPADA PASIEN
1. Berikan penjelasan tentang penyakit, penyebab dan penanganan
tentang penyakit Tuberkulosis paru dengan komplikasi hemoptisis.
2. Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa
penyakitTuberkulosis paru dengan komplikasi hemoptisis dapat
disembuhkan karena prognosisnya baik.
10.2 TANDA UNTUK MERUJUK PASIEN.
Kondisi pasien masih baik untuk dilakukan pengobatan. Pasien juga
masih dalam keadaan sadar penuh namun terlihat adanya komplikasi yang
terjadi dari penyakit Tuberkulosis paru dengan komplikasi hemoptisisini
sehingga dokter belum perlu untuk melakukan tanda merujuk untuk
pasien.
43
Page 44
10.3 PERAN PASIEN/KELUARGA UNTUK PENYEMBUHAN
10.3.1. Peran Pasien :
1. Minum obat secara teratur sesuai anjuran dokter
2. Selalu kontrol secara rutin ke dokter
10.3.2. Peran Keluarga Pasien :
1. Beri semangat pada pasien dalam menghadapi penyakit ini
2. Ingatkan pasien untuk selalu melaksanakan perintah dokter
3. Selalu beri perhatian pada pasien
4. Temani pasien selama melakukan pengobatan
5. Lakukan pendekatan dan komunikasi
10.3.3. Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan.
1. Oleh penderita, dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk
dan membuang dahak tidak disembarangan tempat.
2. Oleh masyarakat dapat dilakukan dengan meningkatkan dengan
terhadap bayi harus diberikan vaksinasi BCG.
3. Oleh petugas kesehatan dengan memberikan penyuluhan tentang
penyakit TB yang antara lain meliputi gejala bahaya dan akibat yang
ditimbulkannya.
4. Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatan
khusus TBC. Pengobatan mondok dirumah sakit hanya bagi
penderita yang kategori berat yang memerlukan pengembangan
program pengobatannya yang karena alasan-alasan sosial ekonomi
dan medis untuk tidak dikehendaki pengobatan jalan.
44
Page 45
5. Des-Infeksi, Cuci tangan dan tata rumah tangga kebersihan yang
ketat, perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah (piring,
hundry, tempat tidur, pakaian), ventilasi rumah dan sinar matahari
yang cukup.
6. Imunisasi orang-orang kontak. Tindakan pencegahan bagi orang-orang
sangat dekat (keluarga, perawat , dokter, petugas kesehatan lain) dan
lainnya yang terindikasi dengan vaksin BCG dan tindak lanjut bagi
yang positif tertular.
7. Penyelidikan orang- orang kontak. Tuberculin- test bagi seluruh
anggota keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi positif, apabila
cara- cara ini negatif, perlu diulang pemeriksaan tiap bulan selama 3
bulan, perlu penyelidikan intensif.
8. Pengobatan khusus. Penderita dengan TBC aktif perlu pengobatan
yang tepat. Obat-Obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter
diminum dengan tekun dan teratur, waktu yang lama ( 6 atau 12
bulan). Diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, dengan
pemeriksaan penyelidikan oleh dokter.
10.4 PENCEGAHAN PENYAKIT
Upaya pencegahan adalah upaya kesehatan yang dimaksudkan agar
setiap orang terhindar dari terjangkitnya suatu penyakit dan dapat
mencegah terjadinya penyebaran penyakit. Tujuannya adalah untuk
mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit
yaitu penyebab penyakit (agent), manusia atau tuan rumah (host)dan faktor
lingkungan (environment). Pencegahan Tuberkulosis yang utama
bertujuan memutuskan rantai penularan yaitu menemukan pasien
Tuberkulosis paru dan kemudian mengobatinya sampai benar-benar
sembuh.
45
Page 46
Cara pencegahan dan pemberantasan Tuberkulosis secara efektif
diuraikan sebagai berikut :
1. Melenyapkan sumber infeksi, dengan :
a. Penemuan penderita sedini mungkin.
b. Isolasi penderita sedemikian rupa selama masih dapat menularkan.
c. Segara diobati
2. Memutuskan mata rantai penularan.
3. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit Tuberkulosis
paru. Untuk memberantas penyakit Tuberkulosis paru kita harus
mampu mempengaruhi unsur-unsur seperti manusia, perilaku dan
lingkungan sertamemperhitungkan interaksi dari ketiga unsur tersebut.
Menurut Rajagukguk (2008), yang mengutip penelitian Entjang
keberhasilan usaha pemberantasan Tuberkulosis paru juga tergantung
pada:
a. Keadaan sosial ekonomi rakyat. Makin buruk keadaan sosial
ekonomi masyarakat, sehingga nilai gizi dan sanitasi lingkungan
jelek, yang mengakibatkan rendahnya daya tahan tubuh mereka
sehingga mudah menjadi sakit bila tertular Tuberkulosis.
b. Kesadaran berobat si penderita Kadang-kadang walaupun
penyakitnya agak berat si penderita tidak merasa sakit, sehingga
tidak mau mencari pengobatan.
c. Pengetahuan penderita, keluarga dan masyarakat pada umumnya
tentang penyakit Tuberkulosis.Makin rendah pengetahuan
penderita tentang bahaya penyakit Tuberkulosis untuk dirinya,
keluarga dan masyarakat sekitarnya makin besar pula bahaya si
penderita sebagai sumber penularan penyakit, baik dirumah
46
Page 47
maupun tempat pekerjaannya untuk keluarga dan orang
disekitarnya.
10.5 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
47