Top Banner
Faringitis Tubagus Siswadi W Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Kampus II : Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510 [email protected] PENDAHULUAN Penyakit infeksi merupakan penyakit yang sering terjadi di Indonesia, terutama Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) baik infeksi saluran pernafasan atas maupun saluran pernapasan bawah. infeksi saluran pernafasan akut adalah infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis, radang tenggorokan, dan laryngitis. Faringitis yang lebih sering dikenal dengan radang tenggorokan memang terdengar sangat sepele karena gejalanya mirip dengan penyakit flu biasa, seperti :demam, sakit kepala, dan gangguan susah menelan. Padahal aktivitas kita sudah pastiakan terganggu karena faringitis ini. Selain itu, selera makan pun bisa hilang karena rasa sakit pada saat menelan dan penyakit ini sangat mudah kembali menyerang kita. Lebih lanjut lagi jika faringitis ini dibiarkan, maka dapat menyebabkan komplikasi perikontiniutatum dan sistem blood borne yang dapat menyebabkan kematian. 1
41

PBL Skenario 1

Nov 29, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: PBL Skenario 1

Faringitis

Tubagus Siswadi W

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Kampus II : Jl. Terusan Arjuna No. 6, Jakarta 11510

[email protected]

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi merupakan  penyakit yang sering terjadi di Indonesia, terutama Infeksi Saluran

Pernapasan Akut (ISPA) baik infeksi saluran pernafasan atas maupun saluran pernapasan bawah.

infeksi saluran pernafasan akut adalah infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme termasuk

common cold, faringitis, radang tenggorokan, dan laryngitis. Faringitis yang lebih sering dikenal

dengan radang tenggorokan memang terdengar sangat sepele karena gejalanya mirip dengan

penyakit flu biasa, seperti :demam, sakit kepala, dan gangguan susah menelan. Padahal aktivitas

kita sudah pastiakan terganggu karena faringitis ini. Selain itu, selera makan pun bisa hilang

karena rasa sakit pada saat menelan dan penyakit ini sangat mudah kembali menyerang kita.

Lebih lanjut lagi jika faringitis ini dibiarkan, maka dapat menyebabkan komplikasi

perikontiniutatum dan sistem blood borne yang dapat menyebabkan kematian.1

Berdasarkan letaknya maka faring dapat dibagi menjadi Nasofaring, Orofaring dan Laringofaring

(Hipofaring).

Page 2: PBL Skenario 1

ANAMNESIS

Anamnesis pada gejala kelainan di tenggorokan

Rasa nyeri di tenggorokan, suara serak dan disfagia merupakan gejala kelainan di tenggorokan.

Gejala ini dapat terjadi pada anak-anak atau dewasa muda, biasanya berlangsung beberapa hari

dan disertai gejala sistemik seperti panas, dan hal ini disebabkan oleh infeksi. Beberapa gejala

yang mungkin bisa ditanyakan kepada pasien sebagai berikut:

1. Rasa nyeri tenggorokan.4

Keluhan rasa nyeri di tenggorokan dapat berlangsung beberapa hari atau dapat menetap

beberapa minggu sampai beberapa bulan. Jadi penting untuk menanyai penderita nyeri

tenggorokan, apakah berlangsung beberapa hari saja dan disertai dengan gejala lain. Rasa

nyeri tenggorokan yang berlangsung hanya beberapa hari, umumnya disebabkan oleh

infeksi, baik oleh virus maupun bakteri, dan biasanya terdapat pada anak-anak dan

dewasa muda.

Rasa nyeri tenggorokan yang menetap pada orang dewasa muda setengah umur biasanya

disebabkan faringitis kronik dan atau laringitis; sering tanpa gejala lain, tanpa gangguan

sistemik, dan tanpa disfagia. Rasa nyeri seperti ini sering lebih dekat pada pagi hari sebab

penderita bernafas melalui mulut sewaktu tidur.

Laring dan faring terletak di daerah batas antara saluran nafas bagian atas dan bagian

bawah, sehingga mudah terangsang oleh kelainan pada daerah tersebut. Oleh sebab itu

penderita dengan penyumpatan rongga hidung karena deviasi septum, polip hidung, rintis

vasomotorik, atau sinusitis akan bernafas melalui mulut sehingga merangsang faring dan

laringnya dengan udara dingin dan kering. Sering penyakit ini disertai ”post nasal

discharge” yang juga dapat merangsang faring dan laring.

Selain faring dan laring dapat terangsang oleh penyakit saluran napas bagian bawah,

terutama pada bronkitis kronik dengan sekret yang purulen. Juga dapat disebabkan iritasi

setempat oleh rokok, minuman keras, dan penggunaan suara yang berlebihan serta infeksi

karena karies gigi.

Page 3: PBL Skenario 1

Sangatlah penting untuk menanyakan pada penderita dengan nyeri tenggorokan yang

menetap, mengenai sekret hidung dan sumbatan; serta ditanyakan tentang kesehatan

umum terutama paru-parunya, dan daerah ini harus diperiksa; juga gigi geligi.

Akhirnya keluhan rasa nyeri di tenggorokan yang berlangsung lama dan menetap pada

penderita dengan usia kanker, kemungkinan besar disebabkan oleh tumor faring atau

laring.

2. Suara serak.4

Suara serak dapat terjadi sebagai serangan singkat atau menetap. Pada laringitis akut

gejala suara serak berlangsung dalam waktu pendek, disertai gangguan sistemik, dan

biasanya menyertai infeksi saluran nafas bagian atas. Suara serak yang berlangsung lama

dapat disebabkan oleh laringitis kronis, kelumpuhan pita suara, atau tumor laring.

Laringitis kronis dapat disebabkan oleh rangsangan seperti halnya pada faringitis kronis.

Keluhan suara serak karena kelumpuhan pita suara dapat disebabkan oleh karsinoma

bronkus dan karena itu pada kelumpuhan pita suara sebaiknya dicari kemungkinan

kelainan di rongga dada.

Akhirnya suara serak merupakan gejala utama pada tumor laring, kadang-kadang tanpa

disertai oleh gejala lain sampai stadium lanjut. Dan pada penderita dengan keluhan suara

serak yang menetap tanpa gejala lain kemungkinan adanya karsinoma laring patut

dicurigai.

Setiap penderita berumur lebih dari 45 tahun dengan suara serak lebih dari dua minggu,

patut dicurigai menderita karsinoma laring, sampai dapat dibuktikan ketidakbenarannya.

Oleh karena itu penting untuk memeriksa laring dengan kaca laring. Dokter yang tidak

berpengalaman dengan pemeriksaan ini sabaiknya mengirimkan penderita kepada

seorang ahli THT.

3. Disfagia

Keluhan disfagia dapat disebabkan oleh kelainan di dalam lumen esofagus pada dinding

atau karena tekanan daru luar lumen. Penderita dengan kelainan organis di esofagus

Page 4: PBL Skenario 1

mula-mula akan mengalami kesukaran menelan makanan padat, kemudian benda cair,

dan pada tingkat lanjut akan mengalami kesulitan menelan air ludahnya sendiri.

Sedangkan pada akhalasia esofagus penderita akan mengalami kesukaran menelan benda

cair lebih dahulu.

Pada penyumbatan organis esofagus penderita sering dapat menunjukkan tempat

tertahannya makanan. Rasa sakit waktu menelan biasanya merupakan petunjuk adanya

kelainan pada faring dan rasa sakit di sini sering terasa menjalar ke telinga.

Disfagia juga terdapat pada peradangan akut seperti tonsilitis, tetapi hanya berlangsung

untuk beberapa hari.

Praktisnya setiap penderita dengan kesukaran untuk menelan makanan padat lebih dari

dua minggu dapat diduga menderita karsinoma faring atau esofagus sampai dapat

dibuktikan lebih lanjut.

Obstruksi esofagus yang lama akan menurunkan kondisi tubuh, seperti penurunan berat

badan dan kehilangan energi. Selain itu, akan menyebabkan aspirasi air ludah atau

makanan yang dapat menyebabkan serangan berulang bronkopneumonia

4. Globus histerikus (benjolan di tenggorokan).4

Banyak penderita mengeluh terasa adanya benjolan di tenggorokan, biasanya di garis

tengah di daerah suprasternal dan gejala ini biasanya berkurang waktu menelan makanan.

Gejala ini sering terjadi pada wanita setengah umur tanpa disertai gangguan menelan

makanan padat dan penurunan berat badan.

Pada pemeriksaan tidak terdapat kelainan, dan diduga disebabkan oleh spasma otot

konstriktor faringeus, tetapi pada beberapa penderita dalam penyelidikan didapatkan

esofagus refluks.

Page 5: PBL Skenario 1

Untuk menegakkan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat

dan dilakukan pemeriksaan temperature  tubuh dan evaluasi tenggorokan,

sinus, telinga, hidung dan leher. Pada faringitis dapat dijumpai faring yang hiperemis,

eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran kelenjar getah bening di leher.

HIPOTESA

Faringitis ec virus

PEMERIKSAAN FISIK

Untuk pemeriksaan di daerah rongga mulut diperlukan sinar dari lampu kepala dan dua spatula

lidah. Sumber cahaya tidak boleh dipegang satu tangan pemeriksa tetapi dipancarkan dari atas

kepala atau sebaiknya di dahi. Pemeriksaan sebaiknya sistematis dan yang perlu diperhatikan

ialah gigi-geligi, prosesus alveolaris, dan karies gigi yang dapat menyebabkan faringitis kronis

sehingga menimbulkan rasa nyeri tenggorokan yang menetap. Pada mukosa pipi apakah terdapat

hiperkeratosis yang berupa bercak keputihan serta muara duktus parotis di depan molar kedua

atas. Lidah sepertiga depan diperiksa motilitasnya dengan cara menyuruh penderita

menggerakkannya. Kemudian daerah di bawah lidah yang perlu diperhatikan ialah muara duktus

submandibularis dan sulkus antara lidah dan pinggir alveolar bawah dengan menggunakan dua

spatula untuk membuka sulkus. Tumor mungkin tumbuh di daerah ini dan jika pemeriksa kurang

cermat maka kemungkinan ini akan luput dari pengamatan. Daerah palatum diperiksa dan

gerakkannya dapat dilihat dengan menyuruh mengucapkan ”ah”.4

Tonsil harus diperiksa dan tentu daerah daerah dinding belakang faring harus dilihat. Mulut

harus dipalpasi, gunanya untuk meraba kemungkianan batu dalam kelenjar submandibula atau

duktusnya. Jika terdapat tumor dalam rongga mulut, palpasi diperlukan untuk melihat

perluasannya.

Selanjutnya diperiksa daerah faring dan laring dengan menggunakan keca tenggorokan.

Penderita diminta mengeluarkan lidahnya kemudian dipegang dengan kain kasa. Kaca

Page 6: PBL Skenario 1

tenggorokan yang sudah dihangatkan dimasukkan dengan hati-hati dengan palatum mole

didorong ke arah belakang atas. Yang dapat dilihat di sini adalah epiglotis, pangkal lidah, dan

dinding faring posterior, tetapi laring belum dapat terlihat karena tertutup oleh epiglotis dan

pangkal lidah. Laring baru dapat terlihat dengan menyuruh penderita untuk mengucapkan ”eee”.

Gerakan ini akan mengangkat laring dan mendorong epiglotis ke depan. Kemudian baru faring

dan laring dapat diperiksa secara sistematis : kedua sisi epiglotis, plika ariepiglotika, pita suara

palsu dan aritemoid, fosa piriformis dan dinding faring posterior. Pergerakkan pita suara dapat

dinilai dengan menyuruh penderita mengucapkan lagi ”eee” dan dengan menarik nafas dalam.

Harus diperhatikan apakah terdapat proses peradangan, ulserasi, perubahan mukosa, dan fiksasi

dari laring.

Palpasi leher

Kelenjar limfe leher sering membesar pada proses kelainan di daerah laring, faring, dan rongga

mulut, sehingga pemeriksaan tenggorokan belumlah sempurna tanpa melakukan palpasi leher.

Palpasi leher dilakukan dari belakang dan serentak dimulai dari trigonum posterior leher,

menyusuri sepanjang rangkaian jugularis ke atas menuju ke trigonum anterior leher. Untuk

memudahkan palpasi, otot sternokleidomastoid perlu dikendorkan dengan menyuruh penderita

menoleh ke arah sisi yang akan diperiksa. Pada pembesaran kelenjar limfe leher yang perlu

diperhatikan adalah ukuran, letak, bentuk, konsistensi dan perlekatan dengan jaringan sekitarnya;

juga apakah bergerak pada waktu menelan.4

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Umum

Penyakit-penyakit pada faring dan laring sering disebabkan oleh penyakit di bagian lain

saluran nafas. Suatu kelainan laring dan faring yang menahun sering pula mempunyai

pengaruh yang besar terhadap kesehatan umum penderita. Hal ini perlu dipertimbangkan

sebelum pemeriksaan khusus dilakukan.

a. Foto Rontgen toraks

Page 7: PBL Skenario 1

Ada dua alasan untuk melakukan pemeriksaan foto rontgen toraks yaitu penyakit di

laring mungkin akibat penyakit raongga dada dan sebaliknya penyakit pada laring

dapat menyebabkan kelainan pada paru. Contoh penyakit di laring yang disebabkan

kelainan di rongga dada misalnya kepumpuhan pita suara yang disebabkan karsinoma

bronkus dan laringitis kronis yang disebabkan bronkitis dengan dahak yang purulen.

Dan tidak jarang tuberkulosis laring berasal dari tuberkulosis paru. Penyakit paru

yang disebabkan kelainan di laring misalnya suatu karsinoma laring atau faring, tidak

selalu menyebabkan metastasis, tapi bila hal ini terjadi maka penyebaran ke paru

paling sering terjadi. Di samping itu penyakit yang sudah berlangsung lama pada

laring atau faring misalnya suatu kantong pada faring (pharyngeal pouch), sering

menyebabkan infeksi paru.4

b. Foto Rontgen sinus

Pemeriksaan sinus paranasal harus dikerjakan. Dengan pemeriksaan ini mungkin

terlihat suati infeksi pada sinus yang dapat menyebabkan timbulnya laringitis kronis.

c. Bakteriologi

Bila ditemukan suatu infeksi saluran nafas bagian atas maka usapan hidung,

tenggorokan dan dahak perlu dibuat biakan.

d. Hematologi

Pemeriksaan hemoglobin dan leukosit serta hidung jenis biasanya diperlukan pada

suatu infeksi laring atau faring. Uji Paul-Bunnel mungkin diperlukan biasanya pada

penderita dengan ulkus faring.

Pada penderita dewasa, terutama bila dicurigai adanya suatu keganasan, pemeriksaan

yang lebih teliti tentang kesehatan umum penderita diperlukan. Ureum darah, gula

darah, elektrolit dan protein serum perlu diperiksa. Walaupun sifilis laring jarang

ditemukan, namun pemeriksaan Wasserman perlu dilakukan bila didapatkan tumor

Page 8: PBL Skenario 1

laring karena laringitis gumatosa dan karsinoma laring dapat terjadi bersamaan dan

secara klinis sukar dibedakan satu dengan yang lain.

Berat badan penderita diukur dan dibanding dengan berat badan semula sebagai

pegangan dalam masa pengobatan.

2. Pemeriksaan Lokal

Kebanyakan bila penderita hanya menderita infeksi akut atau kronis pada laring atau

faring, diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan secara sederhana

pada laring dan faring.

Bila dari riwayat penyakit dicurigai akan adanya suatau keganasan atau terlihat adanya

kelainan pada mukosa laring atau faring, pemeriksaan harus dilengkapi secara :

a. Radiologi

Dengan menelan bubur barium diharapkan dapat diketahui adanya lesi organik pada

faring dan esofagus. Namun demikian, biasanya lesi ini sukar terlihat. Tetapi bila

didapatkan gambaran radiologis yang normal, namun penderita mengalami kesukaran

menelan makanan, dilakukan pemeriksaan esofagoskopi. Struktur laring dapat dilihat

secara radiologik dengan tomografi atau laringografi. Yang terakhir ini dilakukan

dengan teknik kontras ganda; pada teknik ini laring dilapisi dengan zat yang tahan

sinar. Untuk mendapatkan hasil yang baik dengan teknik ini sebelumnya larin gharus

dianestesi.

b. Pemeriksaan dalam anestesi

Akhirnya laring, faring dan esofagus diperiksa dalam anestesi umum. Cara ini

memungkinkan untuk melihat bagian-bagian laring dan faring dan melakukan biopsi

pada mukosa yang tidak rata. Esofagoskopi dilakukan pada penderita dengan

gangguan menelan, walaupun pada pemeriksaan denfan foto barium gambarannya

normal.

Laring mula-mula diperiksa dengan laringoskopi. Dengan ini pemeriksaan dapat

melihat valekula, kedua permukaan epiglotis, pita suara palsu, pita suara dan daerah

Page 9: PBL Skenario 1

subglotik. Esofagoskop dimasukkan untuk melihat fosa piriformis dan seluruh

esofagus diperiksa. Ulserasi, tumor, striktur dan adanya cairan bebas dicari, dilakukan

biopsi pada daerah yang dicurigai, dan bila didapatkan cairan bebas, diperiksa dengan

lakmus biru untuk memastikan apakah cairan itu bersifat asam, yang menandakan

adanya refluks esofagitis.

GAMBARAN KLINIS

Faringitis  viral yaitu dinding tenggorokan menebal atau bengkak, berwarna

lebih merah, dan terasa sakit bila menelan makanan.

Gambar 2. peradangan akibat viral

DIAGNOSIS KERJA

Rhinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan

faringitis. Dengan disertai rinorea, mual, nyeri tenggorokan dan sulit menelan. Pada pemeriksaan

tampak faring dan tonsil hiperemis. Virus influenza, Coxsachievirus dan cytomegalovirus tidak

menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan lesi vesicular di orofaring dan lesi

kulit berupa maculopapular rash.2

Page 10: PBL Skenario 1

Adenovirus

Dapat menimbulkan infeksi pada tractus respiratorius, gastrointestinal, tractus urinarius dan

mata.

Sifat penting :

1. Genom DNA, double stranded, linear 26-45kbp terdapat protein pada ujung-ujung rantai

DNA.

2. Kapsid icosaheral, terdiri 252 capsomer dengan serabut menonjol pada tiap vertex.

3. Envelop (-).

4. Replikasi dalam nukleus.

5. Antigen penting hexon, penton base, serabut (merupakan struktur kapsid)

Struktur penting :

Gambar. Struktur Adenovirus

1. Terdiri dari 252 kapsomer, 12 vertex dengan serabut yang menonjol.

Penton = kapsomer yang ada serabut (12).

Hexon = kapsomer yang lain (240).

Page 11: PBL Skenario 1

Semua adenovirus menusia bersifat antigen hexon sama.

Sifat antigen penton → group specific.

Sifat antigen serabut → type specific.

Serabut menyebabkan hemaglutinasi.

2. Rantai DNA double stranded, 26-45 kbp.

Pada ujung rantai 5’ terdapat protein (terminal protein), bila ini dihilangkan →

infektivitasnya berkurang 100 kali.

Klasifikasi :

Adenavirus banyak terdapat pada berbagai spesies hewan, dibagi 2 genera :

1. Aviadenovirus → infeksi pada burung.

2. Mastadenovirus → infeksi pada mammalia termasuk manusia.

Pada mamusia → 51 serotype.

Adenovirus manusia → 6 group (A-F), berdasarkan sifat fisik, kimia dan biologi. Mampu

menimbulkan aglutinasi pasa erythrocyte monyet dan tikus.

Replikasi :

Replikasi hanya dalam sel yang berasal dari epitel.

1. Attachment

Virus melekat melalui serabut (fiber) pada reseptor sel hospes, pada beberapa serotype

pada CAR (Coxsackie-Adenovirus Receptor).

2. Viropexis

Page 12: PBL Skenario 1

Interaksi penton dengan integrin sel hospes → memulai viropexis.

3. Uncoating

Terjadi dalam sitoplasma → lengkap dalam nukleus sel.

4. Nukleus sel

Transkripsi awal menggunakan DNA dependent RNA polymerase → mRNA → translasi

menjadi nonsuctural protein di sitoplasma.

Setelah replikasi DNA di nukleus → transkripsi akhir → mRNA → stuctural protein.

Pematangan dan perangkaian virus dalam nukleus → keluar sel dengan cara lisis sel

(bukan budding).

Efek virus terhadap sistem imun

Virus membuat berbagai protein yang menghambat mekanisme antivirus sel hospes.

1. Menghambat aktivitas interferon inducible kinase → aktivasi interferon terhambat.

2. Menghambat pergerakan MHC class 1 ke permukaan sel → menghambat aktivitas

limfosit T Cytotoxic.

3. Menghambat induksi cytolysis oleh TNF-α.

Efek virus pada sel

Menimbulkan CPE pada biakan sel khususnya biakan sel ginjal primer atau biakan sel epitel.

CPE tampak sebagai sel membulat, membesar, menggerombol seperti anggur dan lepas dari

dasar kaca/plastik biakan.

Pada beberapa type menimbulkan badan inklus bulat, intranuclear → sering keliru dengan

cytomegalovirus. Adenovirus tidak membentuk syncitia atau multinucleated giant cell.

Gene therapy

Page 13: PBL Skenario 1

Adenovirus digunakan sebagai vektor → membawa materi genetik → diintegrasikan dengan

chromosom sel hospes.

Untuk pengobatan :

1. Cacat genetik.

2. Pengobatan keganasan → virus hanya replikasi dalam sel kanker sebagai target →

oncolysis.

Yang sering digunakan group C, type 2 dan 5.

Infeksi pada manusia

1. Adenovirus menginfeksi dan replikasi dalam berbagai sel epitel : traccus respiration,

mata traccus gastrointes-tinal, kadung kemih dan hati.

2. Satu serotype mungkin menimbulkan lebih dari satu jenis penyakit, sebaliknya satu

penyakit mungkin ditimbulkan lebih dari 1 serotype.

3. Adenovirus 1-7 paling sering menimbulkan penyakit.

A. Tractus respiration

Gejalanya batuk-batuk, hidung mampet, demam dan nyeri tenggorokan.

Sulit dibedakan dengan infeksi virus yang lain, sering menyerang bayi dengan anak-anak,

penyebab paling sering group C.

Serotype 3, 7 dan 21 menimbulkan 10-20% pneumonia pada anak-anak (mortality rate 8-

10%).

Serotype 4 dan 7, kadang-kadang type 3 → menimbulkan infeksi saluran nafas akut pada

calon-calon anggota militer.

B. Infeksi mata

Type 3 dan 7 menyebabkan conjunctivitis ringan (swimming pool conjunctivitis), lamanya

sakit 1-2 minggu, sembu sempurna tanpa sequelae.

Page 14: PBL Skenario 1

Yang lebih berat epidemic keratoconjunctivitis, disebabkan type 8, 19 dan 37, sangat

menular, dapat menyebabkan cacat cornea. Virus mampu bertahan hidup di handuk dan

wastafel beberapa minggu → sumber penularan.

Penelitian di Jepang (1990-2001) penyebab utama epidemic keratoconjunctivitis type 37.

C. Gastrointestinal

Banyak type adenovirus mampu replikasi dalam sel intestinum → tidak selalu menyebabkan

sakit.

Type 40 dan 41 menyebabkan infantile gastroenteritis, 5-15% viral gastroenteritis pada anak-

anak disebabkan type ini.

D. Lain-lain

Type 11 dan 21 menyebabkan acute hemorrhagic cystitis pada anak-anak, khususnya anak

laki-laki.

Pada penderita transplantasi sering menimbulkan pneumonia berat sampai fatal, penyebab

type 1-7.

Pada penderita AIDS sering menimbulkan infeksi gastrointesinal.

Kekebalan

Kekebalan setelah infeksi sangat baik dan serotype specific, berlangsung lama (seumur hidup).

Group specific antibody → tidak protektif.

Diagnosis lab

A. Deteksi, isolasi dan identifikasi virus

Spesimen tergantung gejala klinis, bisa dari urine, tinja, usap tenggorokanm conjunctiva atau

rectal swab.

Page 15: PBL Skenario 1

Isolasi perlu biakan sel manusia, paling baik primary human embryonic kidney cells tetapi

sulit didapat. Biakan galur sel epitel manusia misal Hep-2, HeLa dan KB bisa digunakan,

tetapi sulit menjaga supaya tidak degenerasi.

Identifikasi dari adanya CPE (sel membulat dan bergerombol), immunofluorescence, HI.

Cara yang lebih cepat dengan cara shell vial → spesimen langusng dicentrifuge ke biakan sel

→ idnetifikasi menggunakan antibodi monoklonal.

Cara lain identifikasi : hybridization atau melihat pola potongan DNA hasil dari

endonoclease.

PCR dapat untuk diagnosis dari jairngan atau cairan tubuh.

Enteric adenovirus yang sulit dibiakkan dapat dideteksi dengan pemeriksaan ekstrak tinja

menggunakan elektron mikroskop, ELISA atau latex aglutination test.

B. Serologi

Deteksi antibodi dapat dilakukan dengan CFT, HI. Kenaikan titer ≥ 4 kali serum akut sembuh

sakit → infeksi baru.

1. Epidemiologi

Adenovirus tersebar di seluruh dunia. Penularan melalui fecal-oral, respiratory droplets

atau barang-barang yang terkontaminasi.

Infeksi mata ditularkan melalui hand to eye, waterborne (swimming pool), alat-alat

pemeriksaan mata yang terkontaminasi.

2. Pengobatan

Belum ada terapi spesifik untuk infeksi adenovirus.

3. Pencegahan

a. Cuci tangan yang baik

b. Disinfektan alat-alat dan meja dengan sodium hypochloride.

Page 16: PBL Skenario 1

c. Menggunakan handuk disposable, mengurangi risiko penularan.

d. Khlorinasi kolam renang dan air buangan.

e. Sterilisasi yang baik peralatan pemeriksaan mata.

f. Vaksin mata type 4 dan 7 dalam kapsul, po →efektif, sekarng dihentikan.

Epstein-Barr virus (EBV) menyebabkan faringitis yang disertai produksi eksudat pada faring

yang banyak. Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama retroservikal dan

hepatosplenomegali. Faringitis yang disebabkan HIV menimbulkan keluhan nyeri tenggorokan,

nyeri menelan, mual dan demam. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, terdapat eksudat,

limfadenopati akut di leher dan pasien tampak lemah.

Faringitis oleh virus biasanya merupakan penyakit dengan awitan relatif lambat, umumnya

terdapat demam, malese, penurunan nafsu makan disertai rasa nyeri sedang pada tenggorokan

dapat muncul pada awal penyakit tetapi biasanya baru mulai terasa satu atau dua hari setelah

awitan gejala-gejala dan mencapai puncaknya pada hari ke dua dan tiga. Suara serak, batuk dan

rinitis juga sering ditemukan. Walaupun pada puncaknya sekalipun, peradangan faring mungkin

berlangsung ringan tetapi kadang-kadang dapat terjadi begitu hebat serta ulkus-ulkus kecil

mungkin terbentuk pada langit-langit lunak dan dinding belakang faring. Eksudat-eksudat dapat

terlihat pada folikel-folikel kelenjar limfoid langit-langit dan tonsil serta sukar dibedakan dari

eksudat-eksudat yang ditemukan pada penyakit pada penyakit yang disebabkan oleh

streptokokus. Biasanya nodus-nodus kelenjar limfe servikal akan membesar, berbentuk keras dan

dapat mengalami nyeri tekan atau tidak. Keterlibatan laring sering ditemukan pada penyakit ini

tetapi trakea, bronkus-bronkus dan paru-paru jarang terkena. Jumlah leukosit berkisar dari 6.000

hingga lebih dari 30.000, suatu jumlah yang meningkat (16.000-18.000) dengan sel-sel

polimorfonuklir menonjol merupakan hal yang sering ditemukan pada fase dini penyakit

tersebut. Karena itu jumlah leukosit hanya kecil artinya dalam melakukan pembedaan antara

penyakit yang disebabkan oleh virus dengan bakteri seluruh masa sakit dpaat berlangsung kurang

Page 17: PBL Skenario 1

dari 24jam dan biasanya tidak akan bertahan lebih lama dari 5 hari. Penyulit-penyulit lainnya

jarang ditemukan.3

DIAGNOSIS BANDING

1. Tonsilitis

a. Definisi

Tonsilitis akut adalah peradangan pada tonsil yang masih bersifat ringan. Radang tonsil

pada anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya sehingga infeksi pada faring

biasanya juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai tonsilofaringitis.5

b. Etiologi

Penyebab tonsilitis bermacam-macam, diantaranya adalah yang tersebut dibawah ini,

yaitu :

1. Streptokokus Beta Hemolitikus

2. Streptokokus Viridans

3. Streptokokus Piogenes

4. Virus Influenza

Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah.

c. Proses patologi

Bakteri dan virus masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan

menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limfa

ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses

inflamasidan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya

udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta

ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan

timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi, bau mulut serta otalgia

Page 18: PBL Skenario 1

d. Manifestasi klinis

Gambar 3. Tonsilitis

Tanda dan gejala tonsilitis akut adalah :

1. Nyeri tenggorokan

2. Nyeri telan

3. Sulit menelan

4. Demam

5. Mual

6. Anoreksia

7. Kelenjar limfa leher membengkak

8. Faring hiperemis

9. Edema faring

10. Pembesaran tonsil

Page 19: PBL Skenario 1

11. Tonsil hiperemia

12. Mulut berbau

13. Otalgia (sakit di telinga)

14. malaise

e. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosis tonsilitis akut

adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :

1. Leukosit : terjadi peningkatan.

2. Hemoglobin : terjadi penurunan.

3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat.

f. Komplikasi

Komplikasi yang dapat muncul bila tonsilitis akut tidak tertangani dengan baik adalah :

1. Tonsilitis kronis

2. Otitis media

g. Penatalaksanaan

Penanganan pada klien dengan tonsilitis akut adalah :

1. Penatalaksaan medis

a. Antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin, amoksilin,

eritromisin dan lain-lain.

b. Antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.

c. Analgesik

2. Penatalaksaan

Page 20: PBL Skenario 1

a. Kompres dengan air hangat.

b. Istirahat yang cukup.

c. Pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat.

d. Kumur dengan air hangat.

e. Pemberian diit cairan atau lunak sesuai kondisi pasien.

2. Laringitis

a. Pengertian

Laringitis adalah radang akut atau kronis dari laring. Laringitis akut dapat merupakan

infeksi lokal atau bagian dari infeksi sistem pernafasan atas.5

Laringitis akut adalah radang akut laring, pada umumnya merupakan kelanjutan dari

rinofaringitis akut atau manifestasi dari radang saluran nafas atas. Pada anak dapat

menimbulkan sumbatan, jalan nafas cepat karena rimaglotisnya relatif sempit, sedangkan

pada dewasa tidak secepat pada anak-anak.

b. Etiologi

Sebagai penyebab radang ini adalah bakteri yang menyebabkan radang lokal atau virus

yang menyebabkan peradangan sistemik. Biasanya merupakan perluasan radang saluran

nafas atas oleh bakteri Heamophilus Influenza, Stafilokok, Streptokok dan Pneumonia.

c. Faktor predisposisi

1. Perubahan cuaca/suhu.

2. Gizi kurang/malnutrisi.

3. Imunisasi tidak lengkap.

4. Pencapaian suara berlebihan (ex : guru, pembawa acara, penyanyi dan lain-lain).

d. Manifestasi klinik

Page 21: PBL Skenario 1

Pada laringitis akut terhadap gejala radang umum seperti :

1. Demam.

2. Dedar (malaise).

3. Suara parau sampai tidak dapat bersuara sama sekali (afoni).

4. Nyeri ketika menelan atau berbicara.

5. Rasa keirng di tenggorokan.

6. Batuk kering yang kelamaan disertai dahak kental.

7. Gejala sumbatan laring sampai sianosis.

Gambar 4. laringitis

Pada pemeriksaan, tampak mukosa laring hiperemis membengkak terutama di atas dan

bawah pita suara. Biasanya tidak terbatas di laring, juga ada tanda radang akut di hidung,

sinus para nasal atau paru.

e. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan apusan dari laring untuk kultur dan uji resistensi pada kasus yang lama atau

sering residitif.

Bagaimana diagnosisnya untuk memastikan laringitis, dokter akan memeriksa bagian

dalam laring penderitanya dengan mempelajari refleksinya melalui kaca khusus.

Pemeriksaan dengan cara ini dapat menunjukkan pita suara berwarna merah, radang dan

Page 22: PBL Skenario 1

kadang-kadang pendarahan dengan bagian tepi yang membesar dan runcing, dokter juga

memeriksa cairan yang keluar dan pada kasus berat akan dilakukan tes pembiakan dari

cairan tersebut.

f. Penatalaksanaan medis

1. Istirahat bicara dan bersuara selama 2-3 hari.

2. Menghirup udara lembab.

3. Menghindari iritasi pada laring dan faring (misalnya merokok, makanan pedas atau

minuman es).

Untuk terapi medikamentosa diberikan anti biotik penisilin anak 3x50mg/kgBB. Bila

alergi dapat diganti eritromisin atau basitrosin dapat diberikan kortisol untuk mengatasi

edema. Dipasang pipa endotrakea atau trakeostomi bila terdapat sumbatan laring.

g. Diagnosa dan intervensi keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman; nyeri akut b d proses peradangan.

Intervensi :

a. Kaji karakteristik nyeri.

b. Catat perubahan karakteristik nyeri.

c. Observasi TTV.

d. Lakukan tindakan untuk meningkatkan rasa nyaman (berikan perubahan posisi,

tehnik relaksasi/distraksi dan meminimalkan stimulus terganggu).

e. Kolaborasi; pemberian analgetik sesuai indikasi.

2. Hipertemi b.d infeksi bakteri Haemophilus Influenzae.

Intervensi :

a. Observasi TTV terutama suhu tubuh.

Page 23: PBL Skenario 1

b. Jelaskan upaya untuk mengatasi hipertermi pada keluarga dengan memberikan

kompres dingin menggunakan pakaian tipis dan perbanyak minum selama

hipertemi.

c. Kolaborasi; beri terapi anti piretik sesuai indikasi.

3. Resiko pola nafas tidak efektif b.d peradangan pada laring.

Intervensi :

a. Kaji kecepatan dan kedalaman pernafasan serta pergerakan dada, auskultasi paru,

catat adanya penurunan suara dan suara nafas tambahan.

b. Gunakan bantal untuk mempertahankan terbukanya jalan nafas.

c. Berikan posisi yang tepat dengan meninggikan bagian kepala atau menempatkan

pada posisi duduk.

d. Jelaskan pada pasien/keluarga mengenai tindakan yang memudahkan usaha nafas

seperti posisi fowler/semi fowler.

e. Kolaborasi; peningkatan kelembaban dan pemberian tambahan O2 dan lain-lain.

4. Resiko terhadap ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

penurunan masukan oral dan kenyamanan mulut.

Intervensi :

a. Kaji status nutrisi klien.

b. Beri makanan lunak yang tidak merangsang stimulus nyeri pada mulut/laring.

c. Monitor pasien dan makanan dengan dihabiskan setiap kali makan.

d. Kolaborasi; teruskan pemberian terapi cairan parenteral.

5. Gangguan proses keluarga b.d keadaan sakit dan hospitalisasi.

Intervensi :

Page 24: PBL Skenario 1

a. Gali perasaan keluarga dan masalah yang terjadi selama hospitalisasi.

b. Berikan perhatian dan kebutuhan orang tua akan informasi dan dukungan.

c. Libatkan keluarga selama perawatan.

d. Jelaskan tentang terapi yang dilakukan pasa anak sesuai dengan pengetahuan

keluarga.

3. Faringitis Bakterial

Nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang-kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi

dan jarang disertai dengan batuk. Pada pemeriksaan tampak tosil membesar, faring dan tonsil

hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak

petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri

pada penekanan.5

Gambar 5. Faringitis bakterial

Faringitis akibat infeksi bakteri streptococcus group A dapat diperkirakan dengan

menggunakan Centor criteria, yaitu :

a. Demam.

b. Anterior Cervical lymphadenopathy.

c. Tonsillar exudates.

Page 25: PBL Skenario 1

d. Absence og cough.

Tiap kriteria ini bila dijumpai diberi skor 1, bila skor 0-1 maka pasien tidak mengalami

faringitis akibat infeksi streptococcus group A, bila skor 1-3 maka pasien memiliki

kemungkinan 40% terinfeksi streptococcus group A dan bila skor 4, pasien memiliki

kemungkianan 50% terinfeksi streptococcus group A.

ETIOLOGI

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan akibat infeksi maupun

non infeksi. Banyak microorganism yang dapat menyebabkan faringitis, virus (40-60%), bakteri

(5-40%). Respiratory viruses merupakan penyebab faringitis yang paling banyak teridentifikasi

dengan Rhinovirus (+/-20%), dan Coronaviruses (+/-5%). Selain itu juga ada Influenza virus,

Parainfluenza, adenovirus, Herpes simplex virus type 1 & 2, Coxsackie virus A, cytomegalovirus

dan Epstein-Barr virus (EBV). Selain itu infeksi HIV juga dapat menyebabkan terjadinya

faringitis.6

Faringitis yang disebabkan oleh bakteri biasanya oleh group S.pyogenes dengan 5-15%

penyebab faringitis pada orang dewasa. Group A streptococcus merupakan penyebab faringitis

yang utama pada anak-anak berusia 5-15 tahun, ini jarang ditemukan pada anak berusia < 3

tahun. Bakteri penyebab faringitis yang lainnya (<1%) antara lain Neisseria gonorrhoeae,

Corynebacterium diptheriae, Corynebacterium ulcerans, Yersinia eneterolitica dan Treponema

pallidum, Mycobacterium tuberculosis.

Faringitis dapat menular melalui droplet infection dari orang yang menderita faringitis. Faktor

resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh, konsumsi

makanan yang kurang gizi, konsumsi alhokol yang berlebihan.

PATOGENESIS

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus dapat secara langsung menginvasi

mukosa faring menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel,

kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superfisial bereaksi, terjadi pembendungan

Page 26: PBL Skenario 1

radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi,

kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal

dan kemudian cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan

hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna

kuning, putih atau abu-abu terdapat dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel

limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral, menjadi

meradang dan membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat

menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal.2

Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi lokal dan pelepasan extracellular

toxins dan protease yang menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M protein

dari Group A streptococus memiliki struktur yang sama dengan sarkolema pada Myocard dan

dihubungkan dengan demam rheumatic dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat

menyebabkan akut glomerulonefritis karena fungsi glomerulus terganggu akibat terbentuknya

kompleks antigen-antibodi.

EPIDEMIOLOGI

Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan tubuh yang

disebabkan influenza, konsumsi makan yang kurang gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan,

gejala predormal dari penyakit scarlet fever dan seseorang yang tinggal dilingkungan kita yang

menderita sakit tenggorakan atau demam.

Setiap tahunnya +/- 40juta orang mengunjungi pusat pelayanan kesehatan karena faringitis.

Banyak anak-anak dan orang dewasa mengalami 3-5 kali infeksi virus pada saluran pernafasan

atas termasuk faringitis. Secara global di dunia ini viral faingitis merupakan penyebab utama

sesorang absen bekerja atau sekolah. National Ambulatory Medical Care Survey menunjukkan

+/- 200 kunjungan ke dokter tiap 1000 populasi antara tahun 1980-1996 adalah karena

viralfaringitis. Viral faringitis menyerang semua ras, etnis dan jenis kelamin. Viral faringitis

menyerang anak-anak dan orang dewasa dan lebih sering pada anak-anak. Puncak

insidensibacterial dan viral faringitis adalah pada anak-anak usia 4-7 tahun. Faringitis yang

disebabkan infeksi group A streptococcus jarang dijumpai pada anak berusai < 3 tahun.

Page 27: PBL Skenario 1

PENATALAKSANAAN

Pada viral faringitis pasien dianjurkan untuk istirahat, minum yang cukup dan berkumur dengan

air hangat. Pada penderita yang disebabkan oleh virus makan diberikan asperia, acetominophen

(tylenol) untuk membantu mengurangi rasa sakit dan nyeri pada tenggorokan. Dianjurkan untuk

beristirahat dirumah, karena faringitis yang disebabkan oleh viru dapat sembuh sendiri.6

Pada faringitis akibat bakteri terutama bila diduga penyebabnya streptococuss group A diberikan

antibiotik yaitu Penicillin G Benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau Amoksillin

50mg/kgBB dosis dibagi 3kali/hari selama 10 hari dan pada dewasa 3x500mg selama 6-10 hari

atau eritromisin 4x500mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid

telah menunjukkan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi inflamasi. Steroid yang dapat

diberikan berupa deksametason8-16mg/IM sekali dan pada anak-anak 0,08-0,3mg/kgBB/IM

sekali, dan pada pasien dengan faringitis akibat bakteri dapat diberikan analgetik, antipiretik dan

dianjurkan pasien untuk berkumur-kumur dengan menggunakan air hangat atau antiseptik.

Pada faringitis kronik hiperplastik dilakukan terapi lokal dengan menggunakan kaustik faring

dengan memakai zat kimia larutan nitras argenti atau dengan listrik. Pengobatan simptomatis

diberikan obat kumur, jika diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspetoran.

Penyakit pada hidung dan sinus ditujukan pada rhinitis atrofi dan untuk faringitis kronik atrofi

hanya ditambahkan dengan obat kumur dan pasien disuruh menjaga kebersihan mulut.

PENCEGAHAN

Beberapa pencegahan dan perawatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi radang tenggorokan

antara lain :

cukup beristirahat

berkumur dengan air garam hangat beberapa kali sehari

Page 28: PBL Skenario 1

bagi perokok harus berhenti merokok 

banyak minum dan hindari makanan yang dapat menyebabkan iritasi

minum antibiotik, dan jika diperlukan dapat minum analgesik.

tindakan pencegahan dilakukan dengan menghindari pemakaian pelembab udara yang

berlebihan.

KOMPLIKASI

Adapun komplikasi dari faringitis yaitu sinusitis, otitis media, epiglotitis, mastoiditis,

pneumonia, abses peritonsilar, abses retrofaringeal. Selain itu, juga dapat terjadi komplikasi lain

berupa septicemia, meningitis, glomerulonefritis, demam rematik akut. Hal ini terjadi secara

perkontuinatum, limfogenik maupun hematogenik.

PROGNOSIS

Umumnya prognosis pasien dengan faringitis adalah baik. Pasien dengan faringitis biasanya

sembuh dalam waktu 1-2 minggu.

PENUTUP

Faringitis dapat disebabkan oleh bakteri atau virus yang ditularkan secara droplet infection atau

melalui bahan makanan/ minuman/ alat makan.

Page 29: PBL Skenario 1

Gej a l a   dan   t anda  yang  d i t imbu lk an   f a r i ng i t i s   t e r gan tung  pada  mik roo rgan i

sme  yan g menginfeksi.Secara garis besar faringitis menunjukkan tanda dan gejala-

gejala seperti lemas, anorexia, suhu tubuh naik, suara serak, kaku dan sakit pada

otot leher, faring yang hiperemis, tonsil membesar, pinggir palatum molle yang

hiperemis, kelenjar limfe pada rahang bawahteraba  dan  nyeri  bila  ditekan  dan  bila

dilakukan  pemeriksaan  darah  mungkin  dijumpai peningkatan laju endap darah dan leukosit.

Untuk menegakan diagnosis faringitis dapat dimulai dari anamnesa yang cermat dan dilakukan

pemeriksaan temperature tubuh dan evaluasi tenggorokan, sinus, telinga, hidung dan leher

f a r i ng  yan g hiperemis, eksudat, tonsil yang membesar dan hiperemis, pembesaran

kelenjar getah bening dileher. Terapi yang di berikan tergantung dari penyebabnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Efiaty Arsyad S. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorokan.

Jakarta:FKUI:2000

2. Soepardi.. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,

Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi ke-5.Jakarta:FKUI:2006

3. Hartono A. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorokan, Hidung, dan Telinga. Edisi-12.

Jakarta:EGC:2010

4. Harjanto, Hadiyanto, Hartanto H., dan Chandranata L. Diagnosis Fisik : Evaluasi

Diagnosis dan Fungsi di Bangsal. Jakarta:EGC;2005

5. Herawati S. dan Rukmini S. Ilmu Penyakit Anak Telinga, Hidung, Tenggorok.

Jkarta:EGC:2000

6. Clinical Practice Guideline, Part I. Principles of Appropriate Antibiotic Use for

Treatment of Nonspecitic Upper Respiratory Tract Infections in Adults. America,

American Sociaety of Internal Medicine, 2001;134:487-489