Top Banner
SKENARIO Perdarahan Persalinan Seorang pasien 17 tahun datang ke IGD RSUD dengan hamil pertama dan keluhan nyeri perut dan perdarahan pervaginam. Pasien mengaku hamil 32 minggu dihitung dari haid pertama haid terakhirnya (HPHT). Pasien tidak pernah melakukan antenatal care (ANC) sebelumnya. Pasien mengalami kenaikan berat badan sampai 25 kg seama kehamilan ini diikuti edema tungkai dalam 4 minggu terakhir. Pasien tidak pernah mengkonsumsi suplemen besi atau vitamin lainnya. Dari riwayat penyakit keluarga diketahui tidak ada riwayat penyakit ginjal, DM dan hipertensi dikeluarganya. Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil: keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah 13585 mmHg; frekuensi nadi 98x/menit; frekuensi nafas: 26x/menit; suhu afebris. Dari status obstetric didapatkan tinggi fundus uteri 42 cm; denyut jantung janin I: 166x/menit dan II: 176x/menit simultan. Dilakukan pemeriksaan inspekulo tampak darah berwarna kehitaman mengalir dari OUI, pembukaan tidak ada. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang USG dengan hasil: kehamilan ganda letak sungsang dan hasil pemeriksaan laboratorium urin didapatkan protein +2. Dilakukan pemeriksaan CTG didapatkan tanda-tanda gawat janin. 1
53

Pbl Sk1 Emergency b13

Jan 04, 2016

Download

Documents

gtcxtrem

pojk
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Pbl Sk1 Emergency b13

SKENARIO

Perdarahan Persalinan

Seorang pasien 17 tahun datang ke IGD RSUD dengan hamil pertama dan keluhan nyeri perut dan perdarahan pervaginam. Pasien mengaku hamil 32 minggu dihitung dari haid pertama haid terakhirnya (HPHT). Pasien tidak pernah melakukan antenatal care (ANC) sebelumnya.

Pasien mengalami kenaikan berat badan sampai 25 kg seama kehamilan ini diikuti edema tungkai dalam 4 minggu terakhir. Pasien tidak pernah mengkonsumsi suplemen besi atau vitamin lainnya.

Dari riwayat penyakit keluarga diketahui tidak ada riwayat penyakit ginjal, DM dan hipertensi dikeluarganya.

Dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil: keadaan umum tampak sakit sedang, tekanan darah 13585 mmHg; frekuensi nadi 98x/menit; frekuensi nafas: 26x/menit; suhu afebris. Dari status obstetric didapatkan tinggi fundus uteri 42 cm; denyut jantung janin I: 166x/menit dan II: 176x/menit simultan. Dilakukan pemeriksaan inspekulo tampak darah berwarna kehitaman mengalir dari OUI, pembukaan tidak ada.

Selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang USG dengan hasil: kehamilan ganda letak sungsang dan hasil pemeriksaan laboratorium urin didapatkan protein +2. Dilakukan pemeriksaan CTG didapatkan tanda-tanda gawat janin.

1

Page 2: Pbl Sk1 Emergency b13

KATA SULIT

1. Antenatal Care (ANC) : ANC adalah pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan ibu dan janin secara berkala, yang diikuti dengan untuk koreksi terhadap penyimpangan yang ditemukan. (Dep.Kes RI, 1996).

2. Edema Tungkai : Pembengkakan pada tungkai yang disebabkan oleh penumpukan cairan pada tungkai tersebut.

3. Afebris : tidak demam4. Cardiotocography (CTG) : Suatu alat untuk mengetahui kesejahteraan janin di dalam

rahim, dengan merekam pola denyut jantung janin dan hubungannya dengan gerakan janin atau kontraksi rahim.

PERTANYAAN

1. Kenapa terjadi perdarahan pervaginam?2. Kenapa darah berwarna hitam?3. Kenapa pada pemeriksaan laboratorium urin di dapatkan protein +2 ?4. Bagaimana diagnosa gawat janin?5. Bagaimana terjadinya edema tungkai?6. Apakah ada hubungan antara status pasien dengan perdarahan pervaginam?7. Apa penanganan pertama pada pasien tersebut?8. Apa saja klasifikasi dan komplikasi hipertensi dalam kehamilan?

JAWABAN

1. Gangguan perdarahan pada kehamilan yang disebabkan karena solusio plasenta, plasenta previa, kehamilan ganda, trauma, polip serviks, dll.

2. - Karena Oksigen berkurang sehingga darah menghitam- Ibu hamil rentan terjadi anemia, apabila anemia terjadi berkurangnya nutrisi

menyebabkan sistem pembuluh darah tidak optimal- Karena terjadi solusio plasenta

3. Terjadi hipovolemi sehingga peredaran darah ke ginjal berkurangmenyebabkan permeabilitas kapiler terganggu sehingga penyerapan protein ikut terganggu, protein keluar bersama urin (proteinuria)

4. Detak jantung janin (DJJ) meningkat, air ketuban pecah bercampur dengan mikonium5. Karena proteinuria, sehingga cairan keluar sel6. Ada, kehamilan ganda solusio plasenta dan plasenta previa7. Bedrest, tokolitik, pematangan paru (dexametason), Sectio caecaria (seksio sesaria)8. Klasifikasi: Hipertensi kronik, pre-eklampsi, eklampsi, Gestational Hipertensi,

Hipertensi kronis dengan Superimposed preeklampsiKomplikasi: Proteinuria, Kejang, HELLP Syndrome

2

Page 3: Pbl Sk1 Emergency b13

SASARAN BELAJAR

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Hipertensi dalam Kehamilan

LO.1.1. Definisi Hipertensi dalam Kehamilan

LO.1.2. Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan

LO.1.3. Etiologi Hipertensi dalam Kehamilan

LO.1.4. Manifestasi Klinis Hipertensi dalam Kehamilan

LO.1.5. Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan

LO.1.6. Diagnosis Hipertensi dalam Kehamilan

LO.1.7. Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan

LO.1.8. Pencegahan Hipertensi dalam Kehamilan

LO.1.9. Komplikasi Hipertensi dalam Kehamilan

LO.1.10. Prognosis Hipertensi dalam Kehamilan

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Solusio Plasenta

LO.2.1. Definisi Solusio Plasenta

LO.2.2. Klasifikasi Solusio Plasenta

LO.2.3. Etiologi Solusio Plasenta

LO.2.4. Manifestasi Klinis Solusio Plasenta

LO.2.5. Patofisiologi Solusio Plasenta

LO.2.6. Diagnosa dan Diagnosa Banding Solusio Plasenta

LO.2.7. Penatalaksanaan Solusio Plasenta

LO.2.8. Komplikasi Solusio Plasenta

LO.2.9. Prognosis Solusio Plasenta

3

Page 4: Pbl Sk1 Emergency b13

LI.1. Memahami dan Menjelaskan Hipertensi dalam Kehamilan

LO.1.1. Definisi Hipertensi dalam Kehamilan

Hipertensi dalam kehamilan merupakan kelainan vaskuler yang terjadi sebelum kahamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa nifas. Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medic dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengeolaan hipertensi daam kehamilan harus benar-benar dipahami oeh semua tenaga medic maupun di daerah.

LO.1.2. Klasifikasi Hipertensi dalam kehamilan

Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001, ialah:

1. Hipertensi Kronik2. Preekampsia-eklampsia3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia4. Hipertensi gestasional

Penjelasan pembagian klasifikasi

1. Hipertensi kronis adalah Hipertensi (Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg) yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali di diagnose setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.

2. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria

3. Eklampsia adalah preeclampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeclampsia adalah hipertensi kronik

disertai tanda-tanda preekampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria5. Hipertensi gestasional (transient hypertension) adalah hipertensi yang timbul pada

kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeclampsia tetapi tanpa proteinuria.

4

Page 5: Pbl Sk1 Emergency b13

LO.1.3. Etiologi Hipertensi dalam Kehamilan

Terdapat banyak factor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang dapat dikelompokkan dalam factor resiko sebagai berikut.

1. Primigravida, primipaternitas2. Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multiple, diabetes mellitus,

hidrops fetalis, bayi besar3. Umur yang ekstrim4. Riwayat keluarga pernah preeclampsia/eclampsia5. Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil6. Obesitas

Hipertensi dalam kehamilan seringkali terjadi pada :

1. Mereka yang terpapar pada villi chorialis untuk pertama kalinya ( pada nulipara )

2. Mereka yang terpapar dengan villi chorialis yang berlimpah ( pada kehamilan kembar

atau mola )

3. Mereka yang sudah menderita penyakit vaskular sebelum kehamilan.

4. Penderita dengan predisposisi genetik Hipertensi .

Menurut Sibai (2003), faktor-faktor yang berpotensi sebagai etiologi :

1. Invasi trofoblastik abnormal kedalam vasa uterina.

2. Intoleransi imonologi antara maternal dengan jaringan feto-maternal .

3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamasi selama

kehamilan.

4. Defisiensi bahan makanan tertentu ( nutrisi ).

5. Pengaruh genetik.

LO.1.4. Manifestasi Klinis Hipertensi dalam Kehamilan

• Hipertensi, gejala paling dulu timbul adalah hipertensi yang terjadi tiba-tiba. > 140 mg/dl

sistol dan >90 diastol, tetapi juga kenaikan sistolik > 30 mmHg atau diastolik> 15 mmHg

diatas tekanan biasanya.

• Edema, penambahan berat badan ½ gram seminggu pada orang hamil dianggap normal.

Jika > 1 kg atau 3 kg dalam sebulan dapat dicurigai adanya preeklampsi

• Proteinuri, terjadi karena vasospasme pembuluh darah ginjal.

5

Page 6: Pbl Sk1 Emergency b13

• Gejala subjektif lainnya, seperti sakit kepala hebat, nyeri ulu hati, dan adanya gangguan

penglihatan.

LO.1.5. Patofisiologi Hipertensi dalam Kehamilan

Penyebab hipertensi kehamilan masih belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah

dikemukakan tentang terjadinya hipertensi tersebut. Teori yang sekarang dianut, yaitu :

- Teori kelainan vaskularisasi plasenta

- Teori iskemik plasenta, radikal bebas, dan difungsi endotel

- Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

- Teori adaptasi kardiovaskularori genetic

- Teori defisiensi gizi

- Teori inflamasi

a. Teori Kelainan Vaskularisasi Plasenta

Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan

otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi

tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami

distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relative mengalami vasokonstriksi,

dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta

menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta

akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis

Hipertensi dalam Kehamilan selanjutnya.

b. Teori Iskemia Plasenta, Radikal Bebas, dan Disfungsi Endotel

Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam

kehamilan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat plasenta

mengalami iskemia.

Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan

(radikal bebas). Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia

adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membrane sel

6

Page 7: Pbl Sk1 Emergency b13

endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang

mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida

lemak selain akan merusak membrane sel, juga akan merusak nucleus, dan protein

sel tersebut.

Disfungsi Sel Endotel

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel

endotel, yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endotel. Kerusakan

membrane sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan

rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi endotel”.

c. Teori Intoleransi Imunologik antara Ibu dan Janin

Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi human

leukocyte antigen protein G (HLA-G). berkurangnya HLA-G di desidua daerah

plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofobas sangat

penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga memudahkan

terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga

memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune-

Maladaptation pada preeclampsia.

d. Teori Adaptasi Kardiovaskular

Pada Hipertensi dalam Kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan

vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan

vasopressor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopressor

hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopressor.

e. Teori Genetik

Ada factor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih

menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan

dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeclampsia,

26% anak perempuannya akan mengalami preeclampsia pula, sedangkan hanya 8%

anak menantu mengalami preeclampsia.

7

Page 8: Pbl Sk1 Emergency b13

f. Teori Defisiensi Gizi (Teori diet)

Beberapa hasil penelitian enunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan

dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati

halibut, dapat mengurangi risiko preeclampsia. Minyak ikan mengandung banyak

asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat

aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

g. Teori Stimulus Inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepaskan debris trofoblas di dalam sirkulasi darah

merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi.

Pada preeclampsia terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris

apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta,

misalnya pada plasenta besar, pada kehamilan ganda, maka reaksi stress oksidatif

akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat.

Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih

besar. Respon inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag yang

lebih besar pula sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejjala-

gejala preeclampsia pada ibu.

8

Page 9: Pbl Sk1 Emergency b13

Bagan 1. Patofisiologi Preekampsia-eklampsia

LO.1.6. Diagnosis Hipertensi dalam Kehamilan

Hipertensi Kronik       Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg didapatkan sebelum

kehamilan atau sebelum 20 minggu usia kehamilan dan tidak termasuk pada penyakit trophoblastic gestasional, atau

       Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg didapatkan pada

9

Preeklamsia-eklampsia

Hipertensi Proteinuria

Permeabilitas glomerulus meingkat

Kerusakan Endotel glomerulus

Peningkatan respon terhadap vasopressor

Hambatan implantasi tropoblas

Faktor Immunologis

1. 1. Penurunan HLA-G 2. 2. Aktivasi Sel Th-1

Sitokin3. 3. Aktivasi Sel Th-2

Aktivasi sel B Sistem imun humoral

Kerusakan endotel

Stadium II: Sindroma klinis

Intrauterin Growth Retardation (IUGR)

Keadaan hipoperfusi sirkulasi uteroplasenter Mempersempit lumen vaskular

Aterosis:

Timbunan lipid dan sel foam di jaringan sub endotel

Faktor Genetik:

MTHFR (C677T)F5 (Gen Leiden)AGT (M235T)NOS3 (Glu 298 Asp)F2 (G20210A)ACE (I/DatIntron 16)

Arteri spiralis berdiameter kecil dan

resistensi vaskular yang besar

Kegagalan remodeling arteri spiralis

Stadium I : Implantasi tropoblas inkomplet

Page 10: Pbl Sk1 Emergency b13

usia kehamilan > 20 minggu menetap 12 minggu postpartum

       Diagnosis sulit ditegakkan pada trisemester pertama kehamilan dan umumnya didapatkan pada beberapa bulan setelah melahirkan.

Hipertensi Gestasional       Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg didapatkan pertama

kali pada usia kehamilan > 20 minggu

       Tidak ada proteinuria maupun tanda dan gejala preeklampsia

       Tekanan darah kembali normal pada 42 hari setelah post partum

       Definisi ini meliputi wanita dengan sindroma preeklampsia tanpa disertai manifestasi proteinuria

       Mempunyai resiko hipertensi pada kehamilan selanjutnya

       Dapat berkembang menjadi preeklampsia maupun hipertensi berat.

Preeklampsia        Kriteria minimal

       Tekanan darah sistolik darah sistolik ≥ 140mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu

       Disertai proteinuria ≥ 300 mg / 24 jam atau ≥ +1 pada pemeriksaan urin sesaat dengan urin dipstik atau rasio protein : kreatinin urine ≥ 0.3Kriteria tambahan yang memperkuat diagnosis

       Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg       Proteinuria 2.0 g/24 jam atau ≥ +2 pada pemeriksaan urin sesaat dengan urin dipstik.       Serum kreatinin > 1.2 mg/dl kecuali sudah didapatkan peningkatan serum kreatinin sebelumnya       Trombosit < 100.000/μl       Hemolisis mikroangiopati – peningkatan LDH       Peningkatan kadar serum transaminase – ALT atau AST       Nyeri kepala yang menetap atau gangguan cerebral maupun visual lainnya       Nyeri epigastrium yang menetap

Eklampsia       Kejang yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya pada wanita dengan preeklamsia

Hipertensi kronis superimpose preeklampsia       Wanita hipertensi dengan proteinuria ≥ 300 mg / 24 jam yang baru muncul dan tidak didapatkan sebelum usia

kehamilan 20 minggu, atau       Peningkatan mendadak pada proteinuria dan tekanan darah atau jumlah trombosit < 100.000 /μl pada wanita

dengan hipertensi dan proteinuria sebelum usia kehamilan 20 minggu.

Tabel.1. Kriteria Hipertensi dalam Kehamilan

CARA MENEGAKKAN DIAGNOSIS

1. Riwayat penyakitDilakukan anamesis pada pasien/ keluarganya

a. Adanya gejala-gejala : nyeri kepala, gangguan visus, rasa panas dimuka, dyspneu, nyeri dada, mual muntah, kejang.

b. Penyakit terdahulu : adanya hipertensi dalam kehamilan, penyulit pada pemakaian kontrasepsi hormonal, penyakit ginjal, dan infeksi saluran kencing.

c. Riwayat penyakit keluarga : ditanyakan riwayat kehamilan dan penyulitnya pada ibu dan saudara perempuannya.

d. Riwayat gaya hidup : keadaan lingkungan sosial, apakah merokok dan minum alkohol.

10

Page 11: Pbl Sk1 Emergency b13

2. Pemeriksaan fisika. Kardiovaskuler : evaluasi desakan darah, suara jantung, pulsasi periferb. Paru : auskultasi paru untuk mendiagnosis edema paruc. Abdomen : palpasi untuk menentukan adanya nyeri pada hepard. Refleks : adanya klonuse. Fundoskopi : untuk menentukan adanya retinopati grade I-III

3. Pada pelayanan kesehatan primerDokter umum dan bidan dapat melakukan pemeriksaan diagnostik dasar;a) Pengukuran desakan darah dengan cara yang standarb) Mengukur proteinuriac) Menentukan edema anasarkad) Menentukan tinggi fundus uteri untuk mendeteksi dini IUGRe) Pemeriksaan funduskopi.

11

Test diagnostik Penjelasan

1

2

3

4

5

6

7

Hemoglobin dan hematokrit

Morfologi sel darah merah pada apusan darah tepi

Trombosit

Kreatinin serumAsam urat serumNitrogen urea darah (BUN)

Transaminase serum

Lactit acid dehydrogenase

Albumin serum, dan faktor koagulasi

Peningkatan hemoglobin dan hematokrit bererti :1. Adanya homokonsntrasi, yang mendukung

diagnosis preeklamsi2. Menggambarkan beratnya hipovolemia3. Nilai ini akan menurun bila terjadi hemolisis

Untuk menentukan :a. Adanya mikroangiopatik hemolitik anemiab. Morfologi abnormal eritrosit :

schizocytosis dan spherocytosis

Trombositopeni menggambarkan preeklamsi berat

Peningkatannya menggambarkan :a. Beratnya hipovolemiab. Tanda menurunnya aliran

darah ke ginjalc. Oliguriad. Tanda preeklamsi berat

Peningkatan transaminase serum menggambarkan preeklamsi berat dengan gangguan fungsi hepar

Menggambarkan adanya hemolisis

Menggambarkan kebocoran endothel, dan kemungkinan koagulopati

Page 12: Pbl Sk1 Emergency b13

LO.1.7. Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan

PEMERIKSAAN KESEJAHTERAAN JANIN

1.      Hipertensi gestasionalPada waktu pertama kali diagnosis :a. Pemeriksaan perkiraan pertumbuhan janin dan volume air ketubannya. Bila hasil

normal, dilakukan pemeriksaan ulang, bila terjadi perubahan pada ibu.b. NST harus dilakukan pada waktu diagnosis awal. Bila NST non reaktif dan

desakan darah tidak meningkat, maka NST ulang hanya dilakukan bila ada perubahan pada ibu.

1. Hipertensi ringana. Pemeriksaan perkiraan pertumbuhan janin dan volume air ketubannya.

Bila hasil normal, pengulangan pemeriksaan dilakukan tiap 3 minggub. NST harus dilakukan pada waktu diagnosis. Bila NST non reaktif dan desakan

darah meningkat, ulangi NST tiap minggu.NST segera diulangi bila terjadi perubahan memburuk pada ibu.

c. Bila dengan USG didapatkan perkiraan berat janin < 10 th percentile dari umur kehamilan atau didapatkan oligohidramion : AFI ≤ 5, pemeriksaan dilakukan sekurang2nya 2 minggu sekali.

3.      Preeklamsi beratPemeriksaan NST dilakukan tiap hari

A. PREEKLAMPSIA RINGANa. Pengelolaan

Pengelolaan preeklamsi ringan dapat secara :1. Rawat jalan ( ambulatoir )2. Rawat inap ( hospitalisasi )

Ad. a. Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir)1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di

Indonesia tirah baring masih diperlukan.2. Diet reguler : tidak perlu diet khusus3. Vitamin prenatal4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam5. Tidak pelu pemberian diuretic, antihipertensi dan sedativum.6. Kunjungan ke rumah sakit tiap minggu

Ad. b. Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi)1. Indikasi preeklamsi ringan dirawat inap (hospitalisasi)

a. Hipertensi yang menetap selama > 2 minggub. Proteinuria menetap selama > 2 mingguc. Hasil test laboratorium yang abnormal

12

Page 13: Pbl Sk1 Emergency b13

d. Adanya gejala atau tanda 1 (satu) atau lebih preeklamsi berat2. Pemeriksaan dan monitoring pada ibu

a. Pengukuran desakan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidurb. Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomenc. Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit dan

penimbangan dilakukan setiap harid. Pengamatan dengan cermat gejala preeklamsi dengan impending eklamsi:

- Nyeri kepala frontal atau oksipital- Gangguan visus- Nyeri kuadran kanan atas perut- Nyeri epigastrium

3.      Pemeriksaan laboratoriuma. Proteinuria pada dipstick pada waktu masuk dan sekurang2nya diikuti 2

hari setelahnya.b. Hematokrit dan trombosit : 2 x semingguc. Test fungsi hepar: 2 x seminggud. Test fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat, dan BUNe. Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter tetap)

4.      Pemeriksaan kesejahteraan janina. Pengamatan gerakan janin setiap harib. NST 2 x semingguc. Profil biofisik janin, bila NST non reaktifd. Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap 3-4 minggue. Ultrasound Doppler arteri umbilikalis, arteri uterina

b. Terapi medikamentosa- Pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar- Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda2 preeklamsi dan umur kehamilan ≥ 37

minggu, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan.

c. Pengelolaan obstetrikPengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan1. Bila penderita tidak inpartu :

a.1. Umur kehamilan < 37 mingguBila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm.

a.2. Umur kehamilan ≥ 37 minggu1. Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus2. Bila serviks matang pada tanggal taksiran persalinan dapat

dipertimbangkan untuk dilakukan induksi persalinan

2. Bila penderita sudah inpartu :Perjalanan persalinan dapat diikuti dengan Grafik Friedman atau Partograf WHO.

3. Konsultasi

13

Page 14: Pbl Sk1 Emergency b13

Selama dirawat di Rumah Sakit lakukan konsultasi kepada :1. Bagian penyakit mata2. Bagian penyakit jantung, dan3. Bagian lain atas indikasi

B. PREEKLAMPSIA BERAT

1. Dasar pengelolaan preeklamsi beratPada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan dasar sebagai berikut :a. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya : yaitu terapi

medikamentosa dengan pemberian obat2an untuk penyulitnyab. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya :

yang tergantung pada umur kehamilan.Sikap terhadap kehamilannya dibagi 2, yaitu :b. 1. Ekspektatif ; konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya :

kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa

b. 2. Aktif, agresif ; bila umur kehamilan ≥ 37 minggu, artinya kehamilan dikahiri setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

2. a. Pemberian terapi medikamentosaa. Segera masuk rumah sakitb. Tirah baring miring ke kiri secara intermitenc. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%d. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.e. Pemberian MgSO4 dibagi :

1 Loading dose (initial dose) : dosis awal2 Maintenance dose : dosis lanjutan

Sumber Regimen Loading dose Maintenance dose

Dihentikan

1. Prichard, 1955 1957

Preeklamsi

Eklamsi

Intermitentintramuscularinjection

10 g IM

1) 4g 20% IV; 1g/menit

2) 10g 50% IM:Kuadran atas sisi luar kedua bokong- 5g IM bokong kanan- 5g IM bokong kiri

3) Ditambah 1.0

5g 50% tiap 4-6 jamBergantian salah satu bokong

5g 50% tiap 4-6 jamBergantian salah satu bokong(10 g MgSO4

IM dalam2-3 jam

24 jam pasca persalinan

14

Page 15: Pbl Sk1 Emergency b13

mllidocaine

4) Jika konvulsi tetap terjadi Setelah 15 menit, beri : 2g

20% IV : 1 g/menit Obese : 4g iv

Pakailah jarum 3-inci, 20

gauge

dicapai kadar plasma3, 5-6 mEq/l

2. Zuspan, 1966

Preeklamsi berat

Eklamsi

ContinousIntravenousInjection

Tidak ada

4-6 g IV / 5-10 minute

1 g/jam IV

1 g/jam IV

3. Sibai, 1984

Preeklamsi - eklamsi

ContinousIntravenousInjection

4-6 g 20% IV dilarutkan dalam100 ml/D5 / 15-20 menit

1) Dimulai 2g/jam IV dalam10g 1000 cc D5 ; 100 cc/jam2) Ukur kadar Mg setiap 4-6 jam3) Tetesan infus disesuaikan untuk mencapai maintain dose 4-6 mEq/l(4,8-9,6 mg/dL)

24 jam pascasalin

4. MagpieTrial

ColaborativeGroup, 2002

Sama dengan Pritchardregimen

1) 4g 50% dilarutkan dalam normalSaline IV / 10-15 menit2) 10 g 50% IM:

- 5g IM bokong kanan- 5g IM bokong kiri

1) 1g/jam/IV dalam 24 jamatau2) 5g IM/4 jam dalam 24 jam

15

Page 16: Pbl Sk1 Emergency b13

Syarat pemberian MgSO4. 7H2O1. Refleks patella normal2. Respirasi > 16 menit3. Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam4. Siapkan ampul Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc

AntidotumBila timbul gejala dan tanda intoksikasi MgSO4. 7H2O , maka diberikan injeksi Kalsium Glukonat 10% dalam 10 cc dalam 3 menit

Refrakter terhadap MgSO4. 7H2O, dapat diberikan salah satu regimen dibawah ini :1. 100 mg IV sodium thiopental2. 10 mg IV diazepam3. 250 mg IV sodium amobarbital4. phenytoin : a. dosis awal 1000 mg IV

b. 16,7 mg/menit/1 jamc. 500 g oral setelah 10 jam dosis awal dalam 14 jam

Table.2.a. Terapi Medikamentosa

f. Anti hipertensiDiberikan : bila tensi ≥ 180/110 atau MAP ≥ 126Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24 jam.

Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah (sub lingual) karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan makanan.

Desakan darah diturunkan secara bertahap :1. Penurunan awal 25% dari desakan sistolik2. Desakan darah diturunkan mencapai : 3. - < 160/105 - MAP < 125

Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL diberikan secara IV selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam dapat diulang dengan dosis 12,5 mg selama 5 menit. Bila masih gagal dalam 1 jam, bisa diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg selama 5 menit

g. DiuretikumDiuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :

1. Memperberat penurunan perfusi plasenta2. Memperberat hipovolemia3. Meningkatkan hemokonsentrasi

Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :1. Edema paru2. Payah jantung kongestif3. Edema anasarka

h. DietDiet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori yang berlebih

16

Page 17: Pbl Sk1 Emergency b13

2.b. Sikap terhadap kehamilannya

Perawatan Konservatif ; ekspektatif

a. Tujuan :2) Mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamilan yang

memenuhi syarat janin dapat dilahirkan3) Meningkatkan kesejahteraan bayi baru lahir tanpa mempengaruhi

keselamatan ibu

b. Indikasi : Kehamilan 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda dan gejala-gejala impending eklamsi.

c. Terapi Medikamentosa :1 Lihat terapi medikamentosa seperti di atas. : no. 2.a2 Bila penderita sudah kembali menjadi preeklamsi ringan, maka masih

dirawat 2-3 hari lagi, baru diizinkan pulang.3 Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 seperti tersebut di atas

nomor VI. 5.a Tabel 3, hanya tidak diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskuler

4 Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu selama 48 jam.

d. Perawatan di Rumah Sakit 1) Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik sebagai

berikut :- Nyeri kepala- Penglihatan kabur- Nyeri perut kuadran kanan atas- Nyeri epigastrium- Kenaikan berat badan dengan cepat

2) Menimbang berat badan pada waktu masuk Rumah Sakit dan diikuti tiap hari.

3) Mengukur proteinuria ketika masuk Rumah Sakit dan diulangi tiap 2 hari.4) Pengukuran desakan darah sesuai standar yang telah ditentukan.5) Pemeriksaan laboratorium sesuai ketentuan di atas nomor V. C Tabel 26) Pemeriksaan USG sesuai standar di atas, khususnya pemeriksaan :

a. Ukuran biometrik janin b. Volume air ketuban

e. Penderita boleh dipulangkan :Bila penderita telah bebas dari gejala-gejala preeklamsi berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.

17

Page 18: Pbl Sk1 Emergency b13

f. Cara persalinan :1 Bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai kehamilan

aterm2 Bila penderita inpartu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya

(misalnya dengan grafik Friedman)3 Bila penderita inpartu, maka persalinan diutamakan pervaginam, kecuali

bila ada indikasi untuk seksio sesaria.

3. Perawatan aktif ; agresif a. Tujuan : Terminasi kehamilan b. Indikasi :

1) Indikasi Ibu :a. Kegagalan terapi medikamentosa :

1. Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi kenaikan darah yang persisten.

2. Setelah 24 jam sejak dimulainya pengobatan medikamentosa terjadi kenaikan darah desakan darah yang persisten.

b. Tanda dan gejala impending eklamsic. Gangguan fungsi hepard. Gangguan fungsi ginjale. Dicurigai terjadi solution placentaf. Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, pendarahan.

i. Indikasi Janin :1. Umur kehamilan ≥ 37 minggu2. IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG3. NST nonreaktiv dan profil biofisik abnormal4. Timbulnya oligohidramnion

ii. Indikasi Laboratorium :Thrombositopenia progesif, yang menjurus ke sindroma HELLP

a. Terapi Medikamentosa : Lihat terapi medikamentosa di atas : nomor 2.a.b. Cara Persalinan : Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginamc. Penderita belum inpartu

a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop ≥ 8Bila perlu dilakukan pematngan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan dianggap gagal, dan harus disusul dengan seksio sesarea

b. Indikasi seksio sesarea:1. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam2. Induksi persalinan gagal3. Terjadi gawat janin4. Bila umur kehamilan < 33 minggu

d. Bila penderita sudah inpartu

18

Page 19: Pbl Sk1 Emergency b13

1. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman2. Memperpendek kala II

3. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan gawat janin

4. Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar5. Anestesia : regional anestesia, epidural anestesia. Tidak diajurkan

anesthesia umum .7. Penyulit ibu

a. Sistem syaraf pusatPerdarahan intrakranialTrombosis vena sentralHipertensi ensefalopatiEdema serebriEdema retinaMacular atau retina detachmentKebutaan korteks retina

b. Gastrointestinal-hepatikSubkapsular hematoma heparRuptur kapsul hepar

c. GinjalGagal ginjal akutNekrosis tubular akut

d. HematologikDICTrombositopeni

e. KardiopulmonerEdema paru : kardiogenik atau non kardiogenikDepresi atau gagal pernafasanGagal jantungIskemi miokardium

f. Lain-lainAsites

. Penyakit janinIUGRSolutio plasenta

IUFDKematian neonatalPenyulit akibat prematuritasCerebral palsy

9. Konsultasi

19

Page 20: Pbl Sk1 Emergency b13

a. Obgin : fetomaternal, Anestiologi, Nenotalogib. Tergantung situasi klinis, dilakukan konsultasi ke bagian: Critical Care, Neurologi,

Nefrologi, Patologi Klinik.

C. EKLAMPSIA

1. Pengelolaan Eklamsi Dasar-dasar pengelolaan eklampsi

a. Terapi supportiv untuk stabilisasi pada ibub. Selalu diingat ABC (Airway, Breathing, Circulation).c. Pastikan jalan nafas atas tetap terbukad. Mengatasi dan mencegah kejange. Koreksi hipoksemia dan asidemia f. Mengatasi dan mencegah penyulit, khususnya hipertensi krisisg. Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara persalinan yang tepat

2. Terapi MedikamentosaLihat terapi medikamentosa pada preeklamsi berat : nomor 2.a

3. Perawatan kejanga) Tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang

(tidak diperkenalkan ditempatkan di ruangan gelap, sebab bila terjadi sianosis tidak dapat diketahui)

b) Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi trendelenburg, dan posisi kepala lebih tinggi

c) Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna mencegah aspirasi pneumonia

d) Sisipkan spatel-lidah antara lidah dan gigi rahang atase) Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi frakturf) Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat

4. Perawatan komai. Derajat kedalaman koma diukur dengan “Glasgow-Coma Scale”

ii. Usahakan jalan nafas atas tetap terbukaiii. Hindari dekubitusiv. Perhatikan nutrisi

5. Perawatan khusus yang harus berkonsultasi dengan bagian lain Konsultasi ke bagian lain perlu dilakukan bila terjadi penyulit sebagai berikut :

1. Edema paru2. Oliguria renal3. Diperlukannya kateterisasi arteri pulmonalis

6. Pengelolaan eklamsi

20

Page 21: Pbl Sk1 Emergency b13

i. Sikap dasar pengelolaan eklamsi : semua kehamilan dengan eklamsi harus diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Berarti sikap terhadap kehamilannya adalah aktif.

ii. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan) hemodinamika dan metabolisme ibu.

iii. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam, setelah salah satu atau lebih keadaan seperti dibawah ini, yaitu setelah :

1). Pemberian obat anti kejang terakhir2). Kejang terakhir3). Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir4). Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yang

meningkat)

7. Cara persalinanBila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya, maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut.

8. Perawatan pasca persalinan i. Tetap di monitor tanda vital

ii. Pemeriksaan laboratorium lengkap 24 jam pasca persalinan

D. HIPERTENSI KRONIK DALAM KEHAMILAN

1. Pengelolaan hipertensi kronik dalam kehamilanTujuan pengobatan hipertensi kronik dalam kehamilan ialaha. Menekan risiko pada ibu terhadap kenaikan desakan darahb. Menghindari pemberian obat-obat yang membahayakan janin

2. Pemeriksaan Laboratoriuma. Pemeriksaan (test) klinik spesialistik :

- ECG- Echocardiografi- Ophtalmologi- USG ginjal

b. Pemeriksaan (test) laboratorium Fungsi ginjal : - kreatinin serum, BUN serum, asam urat, proteinuria 24

jam Fungsi hepar Hematologik : - Hb, hematokrit, trombosit

3. Pemeriksaan Kesejahteraan Janina. Ultrasonografi :b. Hipertensi kronik dalam kehamilan dengan penyulit kardiovaskuler atau penyakit

ginjal perlu mendapat perhatian khusus.

21

Page 22: Pbl Sk1 Emergency b13

4. Pengobatan MedikamentosaIndikasi pemberian antihipertensi adalah :a. Risiko rendah hipertensi :ii. Ibu sehat dengan desakan diastolik menetap ≥ 100 mmHg

iii. Dengan disfungsi organ dan desakan diastolik ≥ 90 mmHgb. Obat antihipertensi :

1) Pilihan pertama : Methyldopa : 0,5 – 3,0 g/hari, dibagi dalam 2-3 dosis.2) Pilihan kedua : Nifedipine : 30 – 120 g/hari, dalam slow-release tablet

(Nifedipine harus diberikan per oral)

5. Pengelolaan terhadap Kehamilannyaa. Sikap terhadap kehamilannya pada hipertensi kronik ringan : konservatif yaitu

dilahirkan sedapat mungkin pervaginam pada kehamilan atermb. Sikap terhadap kehamilan pada hipertensi kronik berat : Aktif, yaitu segera

kehamilan diakhiri (diterminasi)c. Anestesi : regional anestesi.

E. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi

Pengelolaan hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsi sama dengan pengelolaan preeklamsi berat.

LO.1.8. Pencegahan Hipertensi dalam Kehamilan

PENCEGAHAN PREEKLAMSI

Yang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya preeklamsi pada wanita hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklamsi.Pencegahan dapat dilakukan dengan :A. Non medikalB. Medikal

A. Pencegahan dengan non medikal1. Restriksi garam : tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeklamsi.2. Suplementasi diet yang mengandung :

a. Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PŲFAAntioksidan : vitamin C, vitamin E, ßeta-carotene, CoQ10, N-Acetylcysteine, asam lipoik.

b. Elemen logam berat : zinc, magnesium, calcium.3. Tirah baring tidak terbukti :

a. Mencegah terjadinya preeklamsib. Mencegah persalinan preterm

Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai risiko tinggi terjadinya preeklamsi.

22

Page 23: Pbl Sk1 Emergency b13

B. Pencegahan dengan medikal1. Diuretik : tidak terbukti mencegah terjadinya preeklamsi bahkan memperberat

hipovolemia2. Anti hipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preeklamsi3. Kalsium : 1500 – 2000 mg/ hari, dapat dipakai sebagai suplemen pada risiko tinggi

terjadinya preeklamsi, meskipun belum terbukti bermanfaat untuk mencegah preeklamsi.

1. Zinc : 200 mg/hari2. Magnesium : 365 mg/hari3. Obat anti thrombotik :

a. Aspirin dosis rendah : rata2 dibawah 100 mg/hari, tidak terbukti mencegah preeklamsi.

b. Dipyridamole4. Obat2 : vitamin C, vitamin E, ßeta-carotene, CoQ10, N- Acetylcysteine, 5. Asam lipoik.

**pencegahan medical diatas merupakan evidence medicine practice(yang sering dikerjakan) akan tetapi belum terbukti memberikan manfaat secara EBM.

LO.1.9. Komplikasi Hipertensi dalam Kehamilan

Komplikasi di bawah ini biasanya terjadi pada preeklamsia dan eklampsia:1. Solusio plasenta2. Payah: ginjal,jantung,paru disebabkan edema,lever oleh karena nekrosis3. Pendarahan otak4. Sindrom HELLP: hemolisis,eleved lever enzyms,low platelet5. Kematian ibu dan janin.6. Hypofibrinogenemia7. Kelainan mata8. Nekrosif hati.9. Kelainan ginjal.10. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterine

Sindrom HELLP

A. Definisi klinikSindroma HELLP ialah preeklamsi-eklamsi dengan adanya hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopeniaH : HemolysisEL : Elevated Liver EnzymLP : Low Platelets Count

B. Diagnosis 1. Tanda dan gejala yang tidak khas :

- Mual- Muntah

23

Page 24: Pbl Sk1 Emergency b13

- Nyeri kepala- Malaise- Kelemahan(semuanya ini mirip tanda dan gejala infeksi virus)

2. Tanda dan gejala preeklamsi- Hipertensi- Proteinuria- Nyeri epigastrium- Edema- Kenaikan asam urat

Tanda-tanda hemolisis intravascular1. Kenaikan LDH, AST dan bilirubin indirect2. Penurunan haptoglobine3. Apusan tepi : fragmentasi eritrosit4. Kenaikan urobilinogen dalam urine

Tanda kerusakan / disfungsi sel hematocyte hepar1. Kenaikan ALT, AST, LDH2. Trombositopeni3. Trombosit ≥ 150.000/ml4. Semua wanita hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen, tanpa

memandang ada tidaknya tanda dan gejala preeklamsi harus dipertimbangkan sindroma HELLP.

C. KlasifikasiKlasifikasi Missisippi

Klas I : Thrombosit ≤ 50.000/ml Serum LDH ≥ 600.000 IU/l AST dan / atau ALT ≥ 40 IU /l

Klas II : Thrombosit > 50.000/ml sampai ≤ 100.000/ml Serum LDH ≥ 600.000 IU/l AST dan / atau ALT ≥ 40 IU/l

Klas III : Thrombosit > 100.000/ml sampai ≤ 15.000/ml Serum LDH ≥ 600.000 IU/l AST dan / atau ALT ≥ 40 IU/l

Klasifikasi TennesseKlas Lengkap

Thrombosit < 100.000/ml Serum LDH ≥ 600.000 IU/l AST ≥ 70 IU/l

Klas tidak lengkapBila ditemukan hanya satu atau dua tanda-tanda di atas.

D. Diagnosis banding preeklamsi – sindroma HELLP

24

Page 25: Pbl Sk1 Emergency b13

1. Trombotik angiopati2. Kelainan konsmtiv fibrinogen

Misalnya : - acute fatty liver of pregnancy- hipovolemia berat/perdarahan berat- sepsis

3. kelainan jaringan ikat : SLE4. Penyakit ginjal primer

E. Terapi Medikamentosa1. Mengikuti terapi medikamentosa : preeklamsi – eklamsi2. Pemeriksaan laboratorium untuk trombosit dan LDH tiap 12 jam3. Bila trombosit < 50.000/ml atau adanya tanda koagulopati konsumtif, maka harus

diperiksa :- Waktu protrombine- Waktu tromboplastine partial- Fibrinogen

4. Pemberian “Dexamethasone rescue”a. Antepartum : diberikan “double strength dexamethasone” (double dose)

Jika didapatkan :1) Trombosit < 100.000/cc atau2) Trombosit 100.000 – 150.000/cc dan dengan Eklamsi Hipertensi berat

Nyeri epigastrium “Gejala Fulminant”, maka diberikan dexametasone 10 mg IV tiap 12 jam

5. Dapat dipertimbangkan pemberian :1) Tranfusi trombosit :

Bila trombosit < 50.000/cc2) Antioksidan

F. Sikap : pengelolaan obstetrikSikap terhadap kehamilan pada sindroma HELLP ialah aktif, yaitu kehamilan diakhiri ( terminasi ) tanpa memandang umur kehamilan. Persalinan dapat dilakukan pervaginam atau perabdominam.

LO.1.10. Prognosis Hipertensi dalam Kehamilan

Bila penderita tidak terlambat dalam pemberian pengobatan, maka gejala perbaikan akan tampak jelas setelah kehamilannya diakhiri. Segera setelah persalinan berakhir perubahan patofisiologik akan segera pula mengalami perbaikan. Diuresis terjadi 12 jam kemudian setelah persalinan. Keadaan ini merupakan tanda prognosis yang baik, karena hal ini merupakan gejala pertama penyembuhan. Tekanan darah kembali normal dalam beberapa jam kemudian.

Eclampsia tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya, kecuali pada janin dari ibu yang sudah mempunyai hipertensi kronik. Prognosis janin pada penderita eclampsia juga

25

Page 26: Pbl Sk1 Emergency b13

tergolong buruk. Seringkali janin mati intrauterine atau mati pada fase neonatal karena memang kondisi bayi sudah sangat inferior.

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Solusio Plasenta

LO.2.1. Definisi Solusio Plasenta

Solusio Plasenta atau pelepasan prematur plasenta, ablasio plasenta, atau perdarahan aksidental didefinisikan sebagai pelepasan plasenta dari tempat implantasi normal sebelum kelahiran janin. Terjadi pada 1:86 sampai 1:206 kehamilan lanjut, tergantung kriteria diagnosis yang digunakan dan menyebabkan kira-kira 30% dari semua perdarahan antepartum lanjut. Sekitar 50% solusio terjadi sebelum persalinan tetapi 10%-15% tidak terdiagnosis sebelum kala dua persalinan.

LO.2.2. Klasifikasi Solusio Plasenta

Secara klinis solusio plasenta dibagi dalam :1. solusio placenta ringan2. solusio placenta sedang3. solusio placenta berat

Klasifikasi ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat terlepasnya placenta. Pada solusio placenta, darah dari tempat pelepasan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks dan terjadilah solusio placenta dengan perdarahan keluar / tampak. Kadang-kadang darah tidak keluar tapi berkumpul di belakang placenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan ini disebut perdarahan ke dalam/ tersembunyi. Kadang- kadang darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap tersembunyi.

LO.2.3. Etiologi Solusio Plasenta

Penyebab utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun demikian ada beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara lain :1. penyakit hipertensi menahun 2. pre-eklampsia3. tali pusat yang pendek4. trauma5. tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava inferior6. uterus yang sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah, kehamilan

ganda pada waktu anak pertama lahir )

26

Page 27: Pbl Sk1 Emergency b13

Di samping hal-hal di atas, ada juga pengaruh dari :1. umur lanjut2. multiparitas3. ketuban pecah sebelum waktunya4. defisiensi asam folat5. merokok, alcohol, kokain6. mioma uteri

LO.2.4. Manifestasi Klinis Solusio Plasenta

11. Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.12. Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak sesuai dengan banyaknya

darah yang keluar.13. Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi uterus bertambah dengan

darah yang berkumpul di belakang placenta sehingga uterus teregang (uterus en bois).14. Palpasi sukar karena rahim keras.15. Fundus uteri makin lama makin naik16. Bunyi jantung biasanya tidak ada17. Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus (karena isi uterus bertambah)18. Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia

Solusio plasenta ringan

Ruptura sinus marginalis sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu ataupun janinnya. Apabila terjadi perdarahan pervaginam, warnanya akan kehitaman dan jumlahnya sedikit sekali. Perut mungkin terasa agak sakit atau terus menerus agak tegang. Uterus yang agak tegang ini harus diawasi terus menerus apakah akan menjadi lebih tegang karena perdarahan terus menerus. Bagian bagian janin masih mudah teraba.

Solusio plasenta sedang

Plasenta telah lepas lebih dari seperempatnya tapi belum sampai duapertiga luas permukaannya. Tanda dan gejalanya dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan, atau mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam tampak sedikit, mungkin perdarahan telah mencapai 1000ml. Dinding uterus teraba tegang terus menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar diraba. Bila janin masih hidup, bunyi jantungnya sukar didengar dengan stetoskop biasa, harus dengan stetoskop ultrasonic. Tanda-tanda persalinan biasanya telah ada dan akan selesai dalam waktu 2 jam. Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun biasanya terjadi pada solusio plasenta berat.

27

Page 28: Pbl Sk1 Emergency b13

Solusio plasenta berat.

Plasenta telah lepas lebih dari duapertiga permukaannya. Terjadi sangat tiba-tiba. Biasanya ibu telah jatuh dalam syok dan janin telah meninggal. Uterus sangat tegang seperti papan, sangat nyeri, perdarahan pervaginam tidak sesuai dengan keadaan syok ibu, malahan mungkin , perdarahan pervaginam belum sempat terjadi. Besar kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal.

LO.2.5. Patofisiologi Solusio Plasenta

1) Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk hematoma pada desidua,sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit,hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta,pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu,dan tanda serta gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir,yang pada pemeriksaan di dapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah yang berwarna kehitam-hitaman.

Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar,sehingga sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyeludup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut otot uterus.

Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini di sebut uterus Couvelaire (Perut terasa sangat tegang dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter,maka banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah ibu,sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana,yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi juga pada alat-alat tubuh yang lainnya.

Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,akan terjadi anoksia sehingga mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,mungkin tidak berpengaruh sama sekali,atau juga akan mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan beratnyaa gangguan pembekuan darah,kelainan ginjal,dan keadaan janin. Makin lama penanganan solusio plasenta sampai persalinan selesai,umumnya makin hebat komplikasinya.

28

Page 29: Pbl Sk1 Emergency b13

2) Pada solusio plasenta,darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks hingga terjadilah perdarahan keluar atau perdarahan terbuka.

Terkadang darah tidak keluar,tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan tersembunyi.

Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume uterus. Umumnya lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya syok. Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu,namun dapat juga berasal dari anak.

Perdarahan keluar Perdarahan tersembunyi

1. Keadaan umum penderita relative lebih baik.

2. Plasenta terlepas sebagian atau inkomplit.

3. Jarang berhubungan dengan hipertensi.

1. Keadaan penderita jauh lebih jelek.

2. Plasenta terlepas luas,uterus keras/tegang.

3. Sering berkaitan dengan hipertensi.

Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan dinding uterus yang menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu dan janin.

Penyulit terhadap ibu Penyulit terhadap janin

1. Berkurangnya darah dalam sirkulasi darah umum

2. Terjadi penurunan tekanan darah,peningkatan nadi dan pernapasan

3. Ibu tampak anemis

4. Dapat timbul gangguan pembekuan darah,karena terjadi pembekuan intravaskuler diikuti hemolisis darah sehingga fibrinogen makin berkurang

1. Tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dapat menimbulkan asfiksia ringan sampai kematian dalam uterus.

29

Page 30: Pbl Sk1 Emergency b13

dan memudahkan terjadinya perdarahan (hipofibrinogenemia)

5. Dapat timbul perdarahan packapartum setelah persalinan karena atonia uteri atau gangguan pembekuan darah

6. Dapat timbul gangguan fungsi ginjal dan terjadi emboli yang menimbulkan komplikasi sekunder

7. Timbunan darah yang meningkat dibelakang plasenta dapat menyebabkan uterus menjadi keras,padat dan kaku.

LO.2.6. Diagnosa dan Diagnosa Banding Solusio Plasenta

DIAGNOSISTanda dan gejala bervariasi dan dapat diperkirakan berdasarkan besarnya masalah. Namun, gejala solusio plasenta yang umum adalah perdarahan per vaginam berwarna merah gelap (80%), iritabilitas uteri (dua pertiga) dan nyeri punggung atau perut bagian bawab (dua pertiga). Kesalahan diagnosis persalinan prematur kira-kira 20%. Gawat janin terdapat pada >50% kasus.

Karena adanya faktor-faktor pelindung pada ibu hamil yang sehat, mungkin sudah terjadi kehilangan darah akut yang cukup banyak sebelum terjadi anemia. Karena itu, pada solusio plasenta, jumlah perdarahan seringkali jauh melebihi derajat anemia. Apusan darah perifer mungkin menunjukkan skistosit (mendukung ke koagulasi intravaskular diseminata, DIC). Penurunan jumlah trombosit dan depresi fibrinogen umum terjadi pada kasus-kasus yang lebih berat. Pada DIC, akan ada peningkatan kadar produk pemecahan fibrin.

DIAGNOSIS BANDING

A. Penyebab perdarahan nonplasenta. Biasanya tidak nyeri. Ruptur uterus dapat menyebabkan perdarahan per vaginam tetapi, jika banyak, disertai dengan rasa nyeri, syok dan kematian janin.

B. Penyebab perdarahan plasenta. Plasenta previa disertai perdarahan tanpa rasa nyeri dan biasanya terdiagnosis dengan ultrasonografi.

30

Page 31: Pbl Sk1 Emergency b13

C. Penyebab perdarahan yang tidak dapat ditentukan. Pada paling sedikit 20% kasus, penyehab perdarahan antepartum tidak dapat ditentukan. Namun, jika masalah-masalah serius dapat disingkirkan, perdarahan tidak terdiagnosis ini jarang berbahaya.

1. Plasenta previa

Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun ada

beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta previa,

diantaranya:

Ovum yang dibuahi tertanam sangat rendah di dalam rahim, menyebabkan plasenta

terbentuk dekat dengan atau di atas pembukaan serviks. 

Lapisan uterus (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid atau jaringan parut

(dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah caesar atau aborsi).

Hipoplasia endometrium

Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima hasil

konsepsi.

Neoplasma, seperti mioma uteri, polip endometrium. 

Plasenta terbentuk secara tidak normal. 

Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi yang berkurang dan

perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan masa lampau. Aliran darah ke

plasenta tidak cukup dan memperluas permukaannnya sehingga menutupi

pembukaan jalan.

Ibu merokok, alkoholisme, narkoba. 

Adanya gangguan anatomis pada rahim, sehingga mempersempit permukaan bagi

penempatan plasenta.

Adanya jaringan rahim pada tempat yang bukan seharusnya. Misalnya dari indung

telur setelah kehamilan sebelumnya atau endometriosis.

Adanya trauma selama kehamilan.

Sosial ekonomi rendah/gizi buruk, patofisiologi dimulai dari usia kehamilan 30

minggu segmen bawah uterus akan terbentuk dan mulai melebar serta menipis.

Mendapat tindakan kuretase.

31

Page 32: Pbl Sk1 Emergency b13

Selain itu, kemungkinan terjadinya plasenta previa dapat meningkat pada seseorang

dengan riwayat plasenta previa sebelumnya, riwayat seksio caesarea, riwayat aborsi,

kehamilan ganda, multiparitas, serta usia ibu yang telah lanjut, yakni lebih dari 35 tahun.

Plasenta previa dapat diklasifikasikan menjadi:

Plasenta previa totalis; seluruh pembukaan jalan lahir tertutup plasenta

Plasenta previa lateralis/ parialis; sebagian pembukaan jalan lahir tertutup plasenta

Plasenta previa marginalis; pinggir plasenta berada tepat di pinggir pembukaan

Plasenta letak rendah; plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus,

tapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir plasenta berada kira-kira 3

atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan

lahir.

Walaupun solusio plasenta dan plasenta previa sama-sama merupakan perdarahan

antepartum dan kelainan plasenta, namun ada beberapa tanda yang membedakan antara

kedua kelainan ini, yang dijabarkan pada tabel dibawah. (Tabel 1)

Solusio Plasenta Plasenta Previa

Perdarahan Merah tua sampai coklat hitam

(darah tertampung di uterus lebih

lama)

Terus menerus

Disertai nyeri

Merah segar (darah tidak tertampung

lama, lokasi perdarahan dekat

dengan bagian luar)

Berulang

Tidak nyeri

Uterus Tegang, bagian janin tak teraba

Nyeri tekan

Tak tegang

Tak nyeri tekan

Syok/anemia Lebih sering

Tidak sesuai dengan jumlah darah

yang keluar

Jarang

Sesuai dengan jumlah darah yang

keluar

Fetus 40% fetus sudah mati

Tidak disertai kelainan letak

Biasanya fetus hidup

Disertai kelainan letak

Pemeriksaan dalam Ketuban menonjol walaupun tidak

khas

Teraba plasenta atau perabaan fornik

ada bantalan antara bagian janin

32

Page 33: Pbl Sk1 Emergency b13

dengan jari pemeriksaan

Tabel 3. Perbedaan solusio plasenta dan plasenta previa

Baik pada solusio plasenta maupun plasenta previa, kelainan ini terlibat dalam

patogenesis terjadinya preeklampsia yang dicurigai terjadi pada pasien dalam skenario.

Kelainan plasenta ini menurunkan perfusi uteroplasenta yang akhirnya dapat

menyebabkan gejala-gejala pre-eklampsia. Penurunan perfusi plasenta selanjutnya

mencetuskan hipoksia plasenta karena asupan oksigen dan nutrisi yang tidak dapat

tersalurkan dengan baik akibat kelainan plasenta yang ada (ketidakcocokan kebutuhan

janin dan kemampuan ibu sehingga janin mengirimkan sinyal yang terlalu banyak).

Disfungsi endotel dan trofoblas kemudian terjadi sebagai akibat hipoksia yang ada.

Disfungsi endotel mengakibatkan peningkatan endotelium. Tromboksan dan sesisitivitas

pressor, sebaliknya menurunkan nitride oxide dan prostasiklin, oleh karena itu akan

terjadi vasokonstriksi pembuluh darah. Vasokonstriksi yang terjadi menyebabkan

timbulnya manifestasi klinis pada preeklampsia yakni edema, proteinuria, dan hipertensi

sistemik. (Gambar 1)

33

Page 34: Pbl Sk1 Emergency b13

Gambar 1. Patogenesis preeklampsia berkaitan dengan kelainan plasenta

Sejatinya, preeklampsia terjadi karena adanya penurunan perfusi plasenta yang

menyebabkan disfungsi endotel dan trofoblas. Patogenesis yang berperan belum

diketahui secara pasti; namun teori kebanyakan dapat terjadi karena penonaktifan VEGF

(Vascular Endotelhelial Growth Factor) oleh sFlt-1 (Soluable Fms-like Tyrosinekinase -

1) yang bekerja antagonis sehingga menyebabkan disfungsi endotel, kemudian

mempengaruhi kadar prostasiklin yang berperan sebagai vasodilatator pada ibu hamil

(kehamilan normal kadar dalam tubuh tinggi) serta kadar tromboksan sebagai

vasokonstriktor (kadar normal rendah pada kehamilan normal).

Dari penjelasan di atas, pasien dalam skenario mengalami perdarahan antepartum pada

usia kehamilan 35 minggu dengan darah berwarna hitam dengan perut yang tegang sejak

2 jam disertai nyeri hebat, dapat diindikasikan kemungkinan terjadinya solusio plasenta

yang bisa menyebabkan preeklampsia. Walaupun 40% fetus pada solusio plasenta dapat

34

Page 35: Pbl Sk1 Emergency b13

meninggal, namun pada skenario bayi lahir dengan sehat (APGAR Score 8),

kemungkinan solusio plasenta yang terjadi bukan merupakan tipe totalis, disamping bayi

selamat karena kinerja dan obsevasi dokter yang baik.

LO.2.7. Penatalaksanaan Solusio Plasenta

PENGOBATANA. Tindakan darurat. Jika terjadi defisiensi, mekanisme pembekuan harus dipulihkan sebelum melakukan upaya apapun untuk melahirkan bayi. Berikan kriopresipitat, FFP atau darah segar. Berikan terapi anti syok. Pantau keadaan janin terus menerus. Pecahkan selaput ketuban, jika mungkin, terlepas dari kemungkinan cara pelahiran yang akan dipakai.

B. Tindakan spesifik.

Derajat 1. Jika pasien tidak dalam persalinan, tindakan menunggu dengan pengawasan ketat merupakan indikasi, karna pada banyak kasus perdarahan akan berhenti secara spontan. Jika persalinan mulai terjadi, siapkan persalinan per vaginam jika tidak ada komplikasi lebih lanjut.

Derajat 2. Siapkan pelahiran per vaginam jika persalinan diperkirakan akan terjadi dalam waktu sekitar 6 jam, terutama jika janin mati. Seksio sesarea sebaiknya dilakukan jika terdapat bukti kuat adanya gawat janin dan bayi mungkin hidup.

Derajat 3. Pasien selalu dalam keadaan syok, janin sudah mati, uterus tetanik dan mungkin terdapat defek koagulasi. Setelah memperbaiki koagulopati, lahirkan per vaginam jika dapat dikerjakan dalam waktu sekitar 6 jam. Persalinan per vaginam tampaknya paling baik untuk pasien multipara. Jika tidak, kerjakan seksio sesarea.

Tindakan-Tindakan Bedah

Seksio sesarea merupakan indikasi jika persalinan diperkirakan akan berlangsung lama (lebih dari 6 jam), jika perdarahan tidak memberi respons terhadap amniotomi dan pemberian oksitosin encer secara hati-hati, dan jika terjadi gawat janin dini (tidak berkepanjangan) dan janin mungkin hidup. Histerektomi jarang diperlukan. Uterus Couvelaire sekalipun akan berkontraksi, dan perdarahan hampir akan selalu berhenti jika defek koagulasi sudah diperbaiki.

LO.2.8. Komplikasi Solusio Plasenta

35

Page 36: Pbl Sk1 Emergency b13

Komplikasi pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dan lamanya solusio plasenta berlangsung. Komplikasinya antara lain :

a. Perdarahan

Perdarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Persalinan dapat dipercepat dengan pemecahan ketuban dan pemberian infus dengan oksitosin. Bila persalinan telah selesai, penderita belum bebas dari bahaya perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala 3, dan kelainan pembekuan darah. Kontraksi uterus yang tidak kuat itu disebabkan oleh ekstravasasi darah diantara otot-otot miometrium, seperti yang terjadi pada uterus couvelaire. Apabila perdarahan postpartum itu tidak dapat diatasi dengan kompresi bimanual uterus, pemberian uterotonika, maupun pengobatan kelainan pembekuan darah, maka tindakan terakhir adalah histerektomia atau pengikatan arteri hipogastrika.

b. Kelainan pembekuan darah.

Kelainan pembekuan darah biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemi. Page (1951) dan Schneider (1955) menerangkan dengan masuknya tromboplastin ke dalam peredaran darah ibu akibat terjadinya pembekuan darah retroplasenta, sehingga terjadi pembekuan darah intravascular dimana-mana, yang akan menghabiskan faktor-faktor pembekuan darah lainnya, terutama fibrinogen. Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450mg% , berkisar antara 300-700mg% dalam 100cc. Di bawah 150mg per 100cc disebut hipofibrinogenemi. Apabila kadar fibrinogen lebih rendah dari 100mg% per 100cc, akan terjadi gangguan pembekuan darah.

Penentuan fibrinogen secara laboratoris memakan waktu yang lama. Oleh karena itu untuk keadaan akut baik dilakukan clot observation test.

c. Oliguria

Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita biasanya masih baik. Oleh karena itu, oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran teliti pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta sedang, dan solusio plasenta berat, apalagi yang disertai perdarahan tersembunyi, pre eklampsia, atau hipertensi menahun.

Terjadinya oliguria belum dapat diterangkan dengan jelas. Mungkin berhubungan dengan hipovolemi dan penyempitan pembuluh darah ginjal akibat perdarahan yang banyak. Adapula yang menerangkan bahwa tekanan intrauterin yang tinggi menimbulkan reflex

36

Page 37: Pbl Sk1 Emergency b13

penyempitan pembuluh darah ginjal. Kelainan pembekuan darah berperan pula dalam terjadinya kelainan fungsi ginjal ini.

d. Gawat janine. Jarang kasus solusio plasenta datang dengan janin yang masih hidup. Kalaupun masih

hidup,biasanya keadaannya sudah sedemikian gawat, kecuali pada kasus solusio plasenta ringan.

LO.2.9. Prognosis Solusio Plasenta

Angka kematian ibu di seluruh dunia akhir-akhir ini antara 0,5% dan 5%. Sebagian besar

wanita meninggal karena perdarahan (segera atau tertunda), gagal jantung atau gagal

ginjal. Diagnosis dini dan terapi yang tepat akan menurunkan angka kematian ibu sampai

0.3%-1%. Angka kematian janin berkisar 50% sampai 80%. Sekitar 30% janin dengan

pelepasan prematur plasenta dilahirkan cukup bulan. Pada hampir 20% pasien dengan

solusio plasenta tidak didapati adanya denyut jantung janin ketika dibawa ke rumah sakit,

dan pada 20% lainnya akan segera terlihat adanya gawat janin. Jika diperlukan transfusi

ibu segera, angka kematian janin mungkin paling sedikit 50%. Kelahiran kurang bulan

terjadi pada 40%-50% kasus pelepasan prematur plasenta. Bayi meninggal karena

hipoksia, prematuritas atau trauma persalinan.

DAFTAR PUSTAKA

Baker PN., Kingdom J., “Preecclampsia” Current Perpectives on Management. The Parthenon Publishing Group, New York, USA, 2004 page 133-143.

Barton JR., Sibai BM, Acute Life-Threatening Emergencies in Preeclampsia-Eclampsia in Pitkin RM., Scott JR., “Clinical Obstetrics and Gynaecologyy”, JB Lippincott Company, June 1992; 35 : 2. page 402-412.

Birkenharger WH, Reid JL, Rubin P.C. Handbook of Hypertension “Hypertension in Pregnancy” vol 10. Elsevier, Amsterdam-New York, 1988.

Bolte A. “Monitoring and Medical Treatment of Severe Preeklamsi”, Pharmacia and Upjohn, Organon Nederland, 2000.

Brown MA. Diagnosis and Classification of Preeklamsi and Other Hypertensive Disoders of Pregnancy in Belfort MA, Thornton S, Saade GR. “Hypertension in Pregnancy” Marcel Dekker, Inc. New York, 2003, page 1-14.

37

Page 38: Pbl Sk1 Emergency b13

Chapter 14: Complications of Preeclampsia in Clark SL, Cotton D, et al. “Critical Care Obstetrics” third edition, Blackwell Science, USA, 1977. page 251-278.

Chkheidze.A.R. “Standards in prevention, classification and sonography” in Standards in Gestosis : Consensus conference. Ed. Zichella, A. Vizzone, Organisation Gestosis-press 1992.

Chronic Hyperetension in Pregnancy; ACOG Practise Bulletin; number 29, July 2001.

Churcill D. Beevers DG. Definitions and Classification Systems of the Hypertensive Disoders in Pregnancy in Churchill D, Beevers DG. “Hyperetension in Pregnancy”. BMJ Books, London, 1999.

Cunningham FG., Leveno KJ. Management of Preeclampsia in Marshall D, Lindheimer, Robert MJ, Cunningham G. Chesley’s “Hypertensive Disoders in Pregnancy” 2nd edition. Appleton & Lange, Stamford, Connecticut, USA, 1999. page : 543-580.

Cunningham FG., Gant N, et al. “William Obstetrics” 21st ed. McGraw-Hill, Medical Publishing Division, 2001; page 567-618.

Llewellyn-Jones D. 2001. Dasar-Dasar Obstetri & Ginekologi Edisi 6. Jakarta: Hipokrates.

Mochtar, R. 1998. Sinopsis Obstetri Edisi 2 Jilid 1. Jakarta: EGC.

Heffner LJ, Schust DJ. 2006. At A Glance: Sistem Reproduksi Edisi 2. Jakarta: Erlangga.

38