BAB 1
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue telah muncul di Indonesia sejak abad ke 18,
dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter kebangsaan Belanda. Saat
itu infeksi virus dengue dikenal sebagai penyakit demam lima hari
(Vijf Daagse Koorts) kadang disebut juga demam sendi (Knokkel
Koorts). Disebut demikian oleh karena demam menghilang dalam lima
hari, disertai nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala
hebat. Pada saat itu Infeksi virus dengue merupakan penyakit yang
ringan dan tidak pernah menyebabkan kematian, tapi sejak tahun 1968
mulai dilaporkan adanya pasien demam berdarah yang meninggal di
Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat
tinggi1.Faktor faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran
kasus DBD ini sangat kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk,
urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkontrol, tidak adanya
kontrol terhadap nyamuk yang efektif di daerah endemik, dan
peningkatan sarana transportasi. Morbiditas dan mortalitas infeksi
dengue dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain status
imunologis pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue,
faktor keganasan virus, dan kondisi geografis setempat2.
Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh keadaan
iklim dan kelembapan udara. Pada suhu yang panas (28 32C) dengan
kelembapan yang tinggi, nyamuk aedes akan tetap bertahan hidup
dalam jangka waktu lama. Di Indonesia oleh karena suhu udara dan
kelembapan tidak selalu sama di setiap tempat, maka pola waktu
terjadinya penyakit agak berbeda. Di Jawa pada umumnya infeksi
dengue terjadi pada awal Januari, meningkat terus sehingga kasus
terbanyak pada bulan April Mei setiap tahun3.
Prevalensi global DHF mengalami peningkatan yang dramatis dalam
dua dekade terakhir. Sekitar 40 % dari penduduk dunia (2,5 trilyun
orang) di daerah tropis dan sub tropis beresiko terkena DHF.
Penyakit ini kini menjadi penyakit yang endemik di Indonesia sejak
tiga dekade terakhir. Insidennya berfluktuasi setiap tahun bahkan
sampai terjadi wabah DHF di beberapa daerah di Indonesia4. Sampai
saat ini 200 kota telah melaporkan kejadian luar biasa. Insiden
rate meningkat dari 0,005 per 100 000 penduduk pada tahun 1968
menjadi berkisar 6 27 per 100.000 penduduk pada tahun terakhir
ini3. Jumlah kasus Dengue Hemorragic Fever ( DHF ) di Indonesia
sejak Januari s/d Mei 2004 mencapai 64.000 (IR 29,7 per 100.000
penduduk) dengan kematian sebanyak 724 orang (CFR 1,1 %)5.DHF dapat
menyerang semua golongan umur. Proporsi kasus DHF berdasarkan umur
di Indonesia menunjukkan bahwa DHF paling banyak terjadi pada anak
usia sekolah yaitu pada usia 5-14 tahun4. DHF masih sulit
diberantas karena belum ada vaksin untuk pencegahan dan
penatalaksanaannya hanya bersifat suportif. Keberhasilan
penatalaksanaan DHF terletak pada kemampuan mendeteksi secara dini
fase kritis dan penanganan yang cepat dan tepat5.BAB II
TINJAUAN PUSTAKA2.1 Definisi
DBD (Demam Berdarah Dengue) adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis
demam mendadak 2-7 hari disertai gejala perdarahan dengan atau
tanpa syok, disertai pemeriksaan laboratorium menunjukkan
trombositopenia (trombosit kurang dari 100.000) dan peningkatan
hematokrit 20% atau lebih dari nilai normal1.
2.2 Epidemiologi
Sejak 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan frekuensi infeksi
virus dengue secara global. Sebanyak 2,5 3,0 triliyun penduduk di
seluruh dunia memiliki risiko menderita penyakit ini. Di seluruh
dunia 50 100 milyar kasus telah dilaporkan. Setiap tahunnya sekitar
500.000 kasus DBD perlu perawatan di rumah sakit, 90% diantaranya
adalah anak anak usia kurang dari 15 tahun. Angka kematian DBD
diperkirakan sekitar 5% dan sekitar 25.000 kasus kematian
dilaporkan setiap harinya6.
Gb 2.1 Distribusi DBD di Dunia Tahun 20056.
2.3 Etiologi Demam Berdarah Dengue diketahui disebabkan oleh
virus dengue. Virus dengue merupakan RNA virus dengan nukleokapsid
ikosahedral dan dibungkus oleh lapisan kapsul lipid. Virus ini
termasuk kedalam kelompok arbovirus B, famili Flaviviridae, genus
Flavivirus. Flavivirus merupakan virus yang berbentuk sferis,
berdiameter 45-60 nm, mempunyai RNA positif sense yang terselubung,
bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil eter
dan natrium dioksikolat, stabil pada suhu 70oC4,7. Virus dengue
mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 43.
Penularan infeksi virus dengue selain dipengaruhi oleh virus
dengue itu sendiri, terdapat 2 faktor lain yang berperan yaitu
faktor host dan vektor perantara. Virus dengue dikatakan menyerang
manusia dan primata yang lebih rendah. Penelitian di Afrika
menyebutkan bahwa monyet dapat terinfeksi virus ini. Transmisi
vertikal dari ibu ke anak telah dilaporkan kejadiannya di
Bangladesh dan Thailand6. Vektor utama dengue di Indonesia adalah
Aedes aegypti betina, disamping pula Aedes albopictus betina7.
Ciri-ciri nyamuk penyebab penyakit demam berdarah (nyamuk Aedes
aegypti)8: Badan kecil, warna hitam dengan bintik-bintik putih
Hidup di dalam dan di sekitar rumah
Menggigit/menghisap darah pada siang hari
Senang hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar
Bersarang dan bertelur di genangan air jernih di dalam dan di
sekitar rumah bukan di got/comberan
Di dalam rumah: bak mandi, tampayan, vas bunga, tempat minum
burung, perangkap semut dan lain-lain.
Jika seseorang terinfeksi virus dengue digigit oleh nyamuk Aedes
aegypti, maka virus dengue akan masuk bersama darah yang diisap
olehnya. Didalam tubuh nyamuk itu virus dengue akan berkembang biak
dengan cara membelah diri dan menyebar ke seluruh bagian tubuh
nyamuk. Sebagian besar virus akan berada dalam kelenjar air liur
nyamuk. Dalam satu minggu jumlahnya dapat mencapai puluhan bahkan
sampai ratusan ribu sehingga siap untuk ditularkan kepada orang
lain. Jika nyamuk tersebut menggigit seseorang maka alat tusuk
nyamuk (proboscis) menemukan kapiler darah, sebelum darah orang itu
diisap maka terlebih dahulu dikeluarkan air liurnya agar darah yang
diisapnya tidak membeku2.Bersama dengan air liur inilah virus
dengue tersebut ditularkan kepada orang lain. Tidak semua orang
yang digigit nyamuk Aedes aegypti tersebut akan terkena demam
berdarah dengue. Orang yang mempunyai kekebalan yang cukup terhadap
virus dengue tidak akan terserang penyakit ini, meskipun dalam
darahnya terdapat virus dengue. Sebaliknya pada orang yang tidak
mempunyai kekebalan yang cukup terhadap virus dengue, dia akan
sakit demam ringan atau bahkan sakit berat, yaitu demam tinggi
disertai perdarahan bahkan syok, tergantung dari tingkat kekebalan
tubuh yang dimilikinya3.
2.4 Patofisiologi Walaupun demam dengue (DD) dan demam berdarah
dengue(DBD) disebabkan oleh virus yang sama, tapi mekanisme
patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan perbedaan klinis.
Perbedaan yang utama adalah pada peristiwa renjatan yang khas pada
DBD. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang diduga
karena proses imunologi. Pada demam dengue hal ini tidak terjadi.
Manifestasi klinis demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap
masuknya virus. Virus akan berkembang di dalam peredaran darah dan
akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2 hari
sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas
mulai. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting
Cell). Antigen yang menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel
T-Helper dan menarik makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak
virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan
melisis makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel
B yang akan melepas antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah
dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi hemagglutinasi,
antibodi fiksasi komplemen.6Proses diatas menyebabkan terlepasnya
mediator-mediator yang merangsang terjadinya gejala sistemik
seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat
terjadi manifetasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit
yang menyebabkan trombositopenia, tetapi trombositopenia ini
bersifat ringan.6Imunopatogenesis DBD dan DSS masih merupakan
masalah yang kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk
menjelaskan perubahan patogenesis pada DBD dan DSS yaitu teori
virulensi dan hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous
infection theory).
Teori virulensi dapat dihipotesiskan sebagai berikut : Virus
dengue seperti juga virus binatang yang lain, dapat mengalami
perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi
baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi
fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat
menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan
virulensi, dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah. Renjatan
yang dapat menyebabkan kematian terjadi sebagai akibat serotipe
virus yang paling virulen.2,4Secara umum hipotesis secondary
heterologous infection menjelaskan bahwa jika terdapat antibodi
yang spesifik terhadap jenis virus tertentu maka antibodi tersebut
dapat mencegah penyakit, tetapi sebaliknya apabila antibodi
terdapat dalam tubuh merupakan antibodi yang tidak dapat
menetralisasi virus, justru dapat menimbulkan penyakit yang berat.6
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus
lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks
antigen-antibodi yang akan berikatan dengan Fc reseptor dari
membran sel leukosit terutama makrofag. Dihipotesiskan juga juga
mengenai antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang
akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai respon terhadap infeksi tersebut, terjadi
sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan
hipovolemia dan syok.6
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi
sekunder (teori secondary heterologous infection) dapat dilihat
pada gambar 2.3 Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus
dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi
anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu,
replikasi virus dengue terjadi juga di dalam limfosit yang
bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah
banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks
antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan
mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a
akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok
berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan
berlangsung selama 24 48 jam. Perembesan plasma yang erat
hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah
ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan
kadar natrium dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi
pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara adekuat
akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal,
oleh karena itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah
kematian.4
Gambar 2.3 Patogenesis Terjadinya Syok Pada DBD.4
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen
antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan
agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi
sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada
membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin
diphosphat ), sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo
endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi
trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III
mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif ( KID; koagulasi
intravaskular deseminata ), ditandai dengan peningkatan FDP (
fibrinogen degradation product ) sehingga terjadi penurunan faktor
pembekuan. Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan
fungsi trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup
banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di sisi lain, aktivasi
koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi
aktivasi sistem kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan
permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi,
perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia,
penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit,
dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan
memperberat syok yang terjadi.4
Gambar 2.4 Patogenesis Terjadinya Perdarahan pada DBD.42.5
Spektrum Klinis dan Derajat Penyakit
Perjalanan infeksi virus di dalam tubuh manusia sangat
tergantung dari interaksi antara kondisi imunologik dan umur
seseorang. Oleh karena itu infeksi virus dengue dapat tidak
menunjukan gejala (Asimtomatik) ataupun bermanifestasi klinis
ringan yaitu demam tanpa penyebab yang jelas, demam dengue (DD) dan
bermanifestasi berat demam berdarah dengue (DBD) tanpa syok atau
sindrom syok dengue ( SSD ).1
2.5.1 Demam Dengue ( DD )
Demam dengue adalah penyakit demam akut selama 2 7 hari dengan
dua atau lebih manifestasi sebagai berikut : nyeri kepala, nyeri
retro-orbital, mialgia, manifestasi perdarahan dan leukopenia1.
2.5.2 Demam Berdarah Dengue ( DBD )
Pada awal perjalanan penyakit, DBD dapat menyerupai kasus DD
dengan kecenderungan perdarahan dengan satu manifestasi klinis atau
lebih yaitu :
a. Uji torniquet positif
b. Petekie, ekimosis atau purpura
c. Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi )
d. Hematemesis dan Melena
e. Trombositopenia (< 100000/mm3)
f. Hemokonsentrasi sebagai akibat dari peningkatan permeabilitas
kapiler dengan manifestasi satu atau lebih yaitu : (a). Peningkatan
hematokrit lebih dari 20% dibandingkan standar umur dan jenis
kelamin, (b). Penurunan hematokrit lebih atau sama dengan 20%
setelah mendapat pengobatan cairan, (c). Tanda perembesan plasma,
yaitu efusi pleura, asites atau proteinemia 12.5.3 Sindrom Syok
DengueKriteria yang telah disebutkan diatas, ditambah dengan
manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi lemah dan cepat, tekanan
nadi menurun (< 20mmHg), hipotensi (sesuai umur), kulit dingin
dan lembab dan pasien tampak gelisah1.
Gambar 2.5 Spektrum Klinis Infeksi Virus Dengue6.
2.5.4 Derajat Penyakit DD / DBD
Ada 4 derajat penyakit DD/DBD sesuai kriteria WHO (1997) :
Derajat I:Deman tinggi disertai gejala tidak khas dan
satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji tourniquet (uji
rumple leed positif).
Derajat II:Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di
kulit atau perdarahan nyata lain (petekie, perdarahan gusi,
perdarahan hidung, hematemesis, melena).
Derajat III:Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi,
sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak
gelisah.
Derajat IV:Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba
dan tekanan darah tidak terukur1.
2.6 Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakanh berdasarkan kriteria diagnosis menurut
WHO tahun 1986 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.
Penggunaan kriteria ini dimaksudkan untuk mengurangi diagnosis yang
berlebihan ( Overdiagnosis )1.
Kriteria Klinis :
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas berlangsung terus
menerus selama 2 7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji torniquet
positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis / melena.
c. Pembesaran hati
d. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan
nadi, hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan pasien
tampak gelisah.
Kriteria laboratoris :
a. Trombositopenia ( 100.000 / mm3 atau kurang )
b. Hemokonsentrasi, dapat dilihat dari peningkatan hematokrit 20
% atau lebih, menurut standar umur dan jenis kelamin.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan
hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit cukup untuk menegakan
diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia dapat
memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemi dan atau terjadi
perdarahan. Pada kasus syok, adanya peningkatan hematokrit dan
trombositopenia mendukung diagnosis DBD1.2.7 Pemeriksaan
Penunjang
2.7.1 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang
diagnosis DBD adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, sumsum
tulang, serologi dan isolasi virus. Yang signifikan dilakukan
adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk mendiagnosis DBD
secara definitif dengan isolasi virus,identifikasi virus dan
serologis.
Darah Lengkap :
Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk memeriksa kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai
hematokrit yang selalu dijumpai pada DBD merupakan indikator
terjadinya perembesan plasma, Selain hemokonsentrasi juga
didapatkan trombositopenia, dan leukopenia3.
Isolasi Virus :Ada beberapa cara isolasi dikembangkan, yaitu
:3a. Inokulasi intraserebral pada bayi tikus albino umur 1 3
hari.
b. Inokulasi pada biakan jaringan mamalia (LLCKMK2) dan nyamuk
A. albopictus.
c. Inokulasi pada nyamuk dewasa secara intratorasik /
intraserebri pada larva.Identifikasi Virus :
Adanya pertumbuhan virus dengue dapat diketahui dengan melakukan
fluorescence antibody technique test secara langsung atau tidak
langsung dengan menggunakan cunjugate. Untuk identifikasi virus
dipakai flourensecence antibody technique test secara indirek
dengan menggunakan antibodi monoklonal. 4Uji Serologi :
1. Uji hemaglutinasi inhibasi ( Haemagglutination Inhibition
Test = HI test)
Diantara uji serologis, uji HI adalah uji serologis yang paling
sering dipakai dan digunakan sebagai baku emas pada pemeriksaan
serologis. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam uji
HI ini :
a. Uji ini sensitif tetapi tidak spesifik, artinya dengan uji
serologis ini tidak dapat menunjukan tipe virus yang
menginfeksi
b. Antibodi HI bertahan didalam tubuh sampai lama sekali (48
tahun), maka uji ini baik digunakan pada studi
seroepidemiologi.
c. Untuk diagnosis pasien, kenaikan titer konvalesen empat kali
lipat dari titer serum akut atau konvalesen dianggap sebagai
presumtive positif, atau diduga keras positif infeksi dengue yang
baru terjadi (Recent dengue infection )
2. Uji Komplement Fiksasi ( Complement Fixation test = CF test
)
Uji serologi yang jarang digunakan sebagai uji diagnostik secara
rutin oleh karena selain cara pemeriksaan agak ruwet, prosedurnya
juga memerluikan tenaga periksa yang sudah berpengalaman. Berbeda
dengan antibodi HI, antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan
sampai beberapa tahun saja ( 2 3 tahun )
3. Uji neutralisasi ( Neutralisasi Tes = NT test )
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk
virus dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut
Plaque Reduction Neutralization Test ( PRNT ) yaitu berdasarkan
adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi neutralisasi
dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi komplemen
tetapi lebih cepat dari antibodi fiksasi dan bertahan lama (48
tahun). Uji neutralisasi juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup
lama sehingga tidak dipakai secara rutin.
4. IgM Elisa ( IgM Captured Elisa = Mac Elisa )
Pada tahun terakhir ini, mac elisa merupakan uji serologi yang
banyak sekali dipakai. Sesuai namanya test ini akan mengetahui
kandungan IgM dalam serum pasien. Hal hal yang perlu diperhatikan
dalam uji mac elisa adalah :
a. Pada perjalanan penyakit hari 4 5 virus dengue, akan timbul
IgM yang diikuti oleh IgG.
b. Dengan mendeteksi IgM pada serum pasien, secara cepat dapat
ditentukan diagnosis yang tepat.
c. Ada kalanya hasil uji terhadap masih negatif, dalam hal ini
perlu diulang.
d. Apabila hari ke 6 IgM masih negatif, maka dilaporkan sebagai
negatif.
e. IgM dapat bertahan dalam darah sampai 2 3 bulan setselah
adanya infeksi. Untuk memeperjelas hasil uji IgM dapat juga
dilakukan uji terhadap IgG. Untuk itu uji IgM tidak boleh dipakai
sebagai satu satunya uji diagnostik untuk pengelolaan kasus.
f. Uji mac elisa mempunyai sensitifitas sedikit dibawah uji HI,
dengan kelebihan uji mac elisa hanya memerlukan satu serum akut
saja dengan spesifitas yang sama dengan uji HI.
5. IgG Elisa
Pada saat ini juga telah beredar uji IgG elisa yang sebanding
dengan uji HI , hanya sedikit lebih spesifik. Beberapa merek dagang
kita uji untuk infeksi dengue IgM / IgG dengue blot, dengue rapid
IgM, IgM elisa, IgG elisa, yang telah beredar di pasaran.
Pada dasarnya, hasil uji serologi dibaca dengan melihat kenaikan
titer antibodi fase konvalesen terhadap titer antibodi fase akut (
naik empat kali kelipatan atau lebih )3.
Metode Diagnosis Baru (RTPCR) :
Akhir-akhir ini dengan berkembangnya ilmu biologi molekular,
diagnosis infeksi virus dengue dapat dilakukan dengan suatu uji
yang disebut Reverse Transcriptase Polymerase Chai Reaction
(RTPCR). Cara ini merupakan cara diagnosis yang sangat sensitif dan
spesifik terhadap serotipe tertentu, hasil cepat didapat dan dapat
diulang dengan mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari
spesimen yang berasal dari darah, jaringan tubuh manusia , dan
nyamuk. Meskipun sensitivitas PCR sama dengan isolasi virus, PCR
tidak begitu dipengaruhi oleh penanganan spesimen yang kurang baik
(misalnya dalam penyimpanan dan handling), bahkan adanya antibodi
dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR3.2.7.2
Pemeriksaan Radiologi
Kelainan yang bisa didapatkan antara lain 3:
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Kardiomegali atau efusi perikard
4. Hepatomegali
5. Cairan dalam rongga peritoneum
6. Penebalan dinding vesika felea
2.8 Diagnosis Banding
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup
infeksi bakteri, virus, atau penyakit protozoa seperti demam
tifoid, campak, influenza, hepatitis chikungunya, malaria. Adanya
trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi dapat
membedakan antara DBD dengan penyakit lain.
b. DBD harus dibedakan pada deman chikungunya (DC). Pada DC
biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya
mirip dengan influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC
memperlihatkan serangan demam mendadak, masa demam lebih pendek,
suhu tubuh tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular,
injeksi kojungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi
uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan
DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan
syok.
c. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada
beberapa penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningkokus.
Pada sepsis, anak sejak semula kelihatan sakit berat, demam naik
turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Disamping itu jelas
terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear
(pergeseran ke kiri pada hitung jenis). Pemeriksaan laju endap
darah (LED) dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri
dengan virus. Pada meningitis meningkokokus jelas terdapat
rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan
serebrospinalis.
d. Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan
dengan DBD derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai
perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari pertama, diagnosis ITP
sulit dibedakan dendgan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat
menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase
penyembuhan DBD jumlah trombosit lebih cepat kembali normal
daripada ITP.
e. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia atau anemia
aplastik. Pada leukemia demam tidak teratur, kelenjar limfe dapat
teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan darah tepi dan sumsum
tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik
anak sangat anemik, demam timbul karena infeksi sekunder3.
2.9 Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas
kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat
jalan sedangkan pasien DBD dapat dirawat di ruang perawatan biasa,
tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan
intensif. 1Pada kasus DBD derajat I dan II
1. Tirah baring3.2. Asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi
Asupan makanan berupa diet makanan lunak. Pasien dianjurkan
untuk banyak minum, 2-2,5 liter dalam 24 jam. Pemberian cairan oral
bertujuan untuk mencegah dehidrasi. Jenis minuman yang dianjurkan
adalah jus buah, teh manis, sirup, susu, serta larutan oralit.
Apabila cairan oralit tidak dapat diberikan karena pasien muntah ,
tidak mau minum, atau nyeri perut yang berlebihan sebaiknya
diberikan secara intravena3.
3. Medikamentosa yang bersifat simtomatis
Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin dan
dipiron. Paracetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu
dibawah 39o C dengan dosis 10-15 mg / kgbb / kali. Hindari
pemberian salisilat (aspirin, asetosal) karena dapat menimbulkan
pendarahan saluran cerna dan asidosis. Selain pemberian obat-obatan
juga dilakukan pemberian kompres dingin.3
4. Monitor tanda- tanda vital (suhu, nadi. Tekanan darah,
pernafasan). Jika kondisi pasien memburuk observasi ketat tiap jam.
Periksa hemoglobin, hematokrit dan trombosit setiap hari, terutama
saat dimana periode febris berubah menjadi afebris. Monitor
tanda-tanda renjatan dini meliputi keadaan umum, perubahan
tanda-tanda vital, hasil-hasil pemeriksaan laboratorium yang
memburuk. Bila pasien terus muntah atau keadaan semakin memburuk
perlu diberkan cairan per intravena dengan Ringer laktat atau
Dekstrosa 40 % dalam NaCL 0,9 %.3Pada kasus DHF derajat III dan IV
9,101. Prinsipnya mengatasi syok yang terjadi dengan memberikan
cairan pengganti yang adekuat dalam waktu yang cepat. Pada syok
yang berat, sering tetesan yang terjadi dengan klem dibuka masih
kurang cepat karena kolapnya pembuluh darah perifer. Untuk itu
perlu diberikan cairan secara intravena dengan tekanan yaitu
menyuntikkan sejumlah 200 cc cairan dari semprit dan setelah agak
lancar baru dilanjutkan dengan tetesan infus. Tetesan dapat
diberikan dengan dosis 20 ml/kgbb/jam, sampai 30-40 ml/kgbb/jam.
Secara praktis diberikan 1-2 liter secepat mungkin dalam waktu 1-2
jam.
2. Bila dengan cairan ringer laktat tak memberikan respon yang
baik ,maka cairan diganti dengan plasma dengan dosis 15-20
ml/kgbb/jam. Dosis dapat dinaikkan sampai 30-40 ml/kgbb/jam. Pada
beberapa kasus mungkin perlu dilakukan pemeriksaan tekanan vena
sentral.
3. Monitor tekanan darah , nadi, dan respirasi tiap 1-2 jam, Hb
dan HCT tiap 4 jam. Observasi hepatomegali, pendarahan , efusi
pleura, gejala edema paru, produksi urin dan suhu badan.
4. Koreksi keseimbangan asam dan basa
5. Transfusi darah, sebaiknya darah segar. Indikasinya
pendarahan nyata seperti hematemesis, melena, epistaksis terus
menerus
6. Pemberian antibiotik bila diperkirakan adanya infeksi
sekunder.
7. Oksigen pada setiap pasien syok
8. Trombosit konsentrat. Pemberian ini masih kontroversial
Kriteria memulangkan pasien
Pasien dapat dipulangkan apabila :
Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Nafsu makan membaik
Secara klinis tampak perbaikan
Hematokrit stabil
Tiga hari setelah syok teratasi
Jumlah trombosit > 50.000/l
Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura
atau asidosis)1.
2.10 Penyulit
Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada
DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti
hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab
ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara,
kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah
otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskuler yang
menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar
darah otak. Dikatakan juga bahwa keadaan ensefalopati berhubungan
dengan kegagalan hati akut3.
Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi
apatis atau somnolen, dapat disertai atau tidak kejang dan dapat
terjadi pada DBD / SSD. Apabila pada pasien syok dijumpai penurunan
kesadaran, maka untuk memastikan adanya ensefalopati, syok harus
diatasi terlebih dahulu. Apabila syok telah teratasi maka perlu
dinilai kembali kesadarannya. Pungsi lumbal dikerjakan bila
kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (Hati hati
bila jumlah trombosit < 50.000 / l). Pada ensefalopati dengue
dijumpai peningkatan kadar transaminase (SGOT / SGPT), PT dan PTT
memanjang, kadar gula darah menurun, alkalosis pada analisa gas
darah, dan hiponatremia (Bila mungkin periksa kadar amoniak
darah)3. Kelainan Ginjal
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai
akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai
sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah gagal
ginjal, maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume
intravaskuler, penting diperhatikan apakah benar syok telah
teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan
mudah dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi.
Diuresis diusahakan > 1 ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila
syok belum teratasi dengan baik sedangkan volume cairan telah
dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat
sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan
jumlah urine dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin3.Oedema
Paru
Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga
sampai kelima sakit sesuai dengan panduan yang diberikan, biasanya
tidak akan menyebabkan oedema paru karena perembesan plasma masih
terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskuler, apabila cairan yang diberikan berlebih (Kesalahan
terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit
tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distres
pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata dan ditunjang dengan
gambaran oedema paru pada foto rontgen3.
2.11Pencegahan
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik
nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN
(Pembersihan Sarang Nyamuk) Upaya ini merupakan cara yang terbaik,
ampuh, murah, mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan
cara sebagai berikut8:
1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi
/ WC, drum, dan lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali.
Gantilah air di vas kembang, tempat minum burung, perangkap semut
dan lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti
tampayan, drum, dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan
berkembang biak di tempat itu
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas,
seperti kaleng bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain
yang dapat menampung air hujan, agar tidak menjadi tempat
berkembang biak nyamuk. Potongan bamboo, tempurung kelapa, dan
lain-lain agar dibakar bersama sampah lainnya
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah
atau adukan semen
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar
nyamuk tidak hinggap disitu
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit
dikuras, taburkan bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk
membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan
sekali
Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10
liter air cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE
digunakan sendok makan. Satu sendok makan peres berisi 10 gram
ABATE. Setelah dibubuhkan ABATE maka8:
1. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh
jentik Aedes aegypti
2. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan
dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam
dinding tempat penampungan air tersebut
3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar,
tidak membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum
2.12 Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD
derajat I dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat
dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong. Angka kematian
pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan
terapi penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %. Pada kasus-
kasus DHF yang disertai komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati
prognosisnya buruk3. BAB III
LAPORAN KUNJUNGAN3.1 IdentitasNama
:NLJenis kelamin
:Perempuan
Tanggal lahir
:06 September 2007Umur
:7 tahun 8 bulanNama ayah
:KDPendidikan ayah
:SMANama ibu
:SBPendidikan ibu
:SMAAlamat
:Jl Raya Sesetan no 308, Denpasar.Tanggal pemeriksaan: Sabtu, 16
Mei 2015Anggota keluarga
NamaUmurjenis kelaminStatus
KD35 tahunLaki-lakiayah kandung
SB32 tahunPerempuanibu kandung
NL7 tahunPerempuanPasien
SN5 tahunPerempuanAdik
LK2 tahunPerempuanAdik
3.2 Anamnesis
Heteroanamnesis (Ibu kandung pasien)Keluhan utama
: Demam
Riwayat penyakit sekarang: Pasien dikeluhkan demam sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit (hari jumat, 8/05/2015 kira-kira pukul
19.00) demam dikatakan tinggi yaitu 39oC dan turun sementara dengan
pemberian obat penurun panas, namun naik kembali. Pasien juga
mengeluhkan nyeri ulu hati sejak pagi sebelum dirawat di rumah
sakit. mual dan muntah disangkal oleh pasien. Makan dan minum
dikatakan berkurang sejak sakit. Tidak ada perdarahan spontan,
batuk, pilek dan tidak ada nyeri menelan.
Buang air besar pasien dikatakan cair sejak satu hari sebelum
masuk rumah sakit, dengan frekuensi satu kali dalam sehari dengan
volume gelas aqua, tanpa disertai lender dan darah. Buang air kecil
seperti biasa, warna kuning, bersih. Terakhir buang air kecil
kira-kira setengah jam sebelum pemeriksaan dengan volume air
kencing kira-kira 3/4 gelas aqua.
Saat kunjungan pada hari jumat tanggal 16/05/2015, kondisi
pasien dikatakan baik, keluhan demam dikatakan tidak ada, mual
tidak ada, nyeri perut juga dikatakan tidak ada. Aktivitas
sehari-hari seperti bermain dirumah maupun makan dan minum dapat
dilakukan dengan baik. Nafsu makan dikatakan baik. Pasien tidak
pernah dikeluhkan sulit tidur. Buang air besar dikatakan baik, BAB
1 kali sehari warna kuning konsistensi normal. Buang air kecil juga
dikatakan baik, warna kuning jernih dengan frekuensi hingga 4-5
kali dengan volume tiap kencing gelas aqua.Riwayat penyakit di
keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang lain yang pernah
mengalami keluhan yang sama pasien.Riwayat personal sosial:
Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Adik
perempuan yang pertama berumur 5 tahun dan adik perempuan yang
kedua berumur 2 tahun. Pasien juga memiliki teman baik tetangga
disekitar rumahnya dan teman sekolah. Tetangga pasien dikatakan ada
yang menderita DBD seminggu yang lalu. Teman sekolah pasien tidak
ada yang menderita DBD maupun dirawat di rumah sakit dengan keluhan
yang sama. Belum pernah dilakukan fogging di lingkungan rumah
pasien sejak 1 tahun yang lalu. Terdapat genangan air di sekitar
rumah pasien.Riwayat pengobatan
:
Untuk keluhan panas badan yang dirasakan, pasien berobat ke
Puskesmas dan mendapatkan obat penurun panas, antibiotik dan
vitamin. Telah minum obat selama 3 hari sebelum masuk rumah sakit
sebanyak 3 kali sehari.Riwayat prenatal
:
Pasien merupakan kehamilan yang pertama dari ibunya. Selama
hamil, ibu pasien rutin melakukan antenatal care di bidan setiap
bulan. Dalam masa kehamilan juga pernah di USG dan dikatakan jenis
kelaminnya perempuan. Ibu pasien mengaku mendapatkan imunisasi
lengkap selama kehamilannya. Ibu pasien mengkonsumsi makanan
bergizi selama kehamilan dan tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan.
Ibu pasien tidak pernah mengalami sakit maupun kecelakaan (trauma)
selama masa kehamilannya.Riwayat Intranatal
:
Ibu pasien merasakan sakit perut pada tanggal 06 September 2007
pagi hari. Keluar air ketuban saat menjelang melahirkan. Pasien
lalu pergi ke bidan diantar suaminya.Riwayat persalinan:
Pasien dilahirkan secara normal dibantu oleh bidan dengan berat
badan lahir 3200 gram. Saat lahir bayi segera menangis.Riwayat
imunisasi:
Riwayat imunisasi lengkap sesuai umur. BCG 1 kali, Polio 4 kali,
Hepatitis B 4 kali, DPT 4 kali, dan imunisasi Campak 2 kali.
Riwayat nutrisi:
Pasien saat lahir diberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif selama
6 bulan kemudian diteruskan hingga usia 24 bulan. Pemberian ASI
dikatakan sesuai dengan kebutuhan bayi (on demand). Tidak pernah
diberikan susu formula. Makanan tambahan berupa bubur susu
diberikan diberikan sejak usia 6 bulan. Nasi tim diberikan sejak
usia 10 bulan dengan frekuensi 2-3 kali sehari. Makanan dewasa
mulai diberikan saat berusia 12 bulan. Saat ini pasien makan 3 kali
sehari, dengan makanan utama nasi porsi sedang dan lauk telur dan
mie instan.
Pasien menyukai hampir semua jenis makanan, namun dikatakan
tidak menyukai sayuran dan jarang makan buah karena orang tua
jarang menyediakan buah di rumah. Menu makanan yang paling disukai
adalah mie instan dan telur goreng. Pasien sering makan makanan
kecil saat jajan di sekolah maupun di rumah.Konsumsi anak
sehari-hari di rumah biasanya
Nasi 3 piring porsi sedang, 1 piring nasi masing-masing 450 kal,
total kalori adalah 1.350 kal Mie instan 2 bungkus 660 kal Telur
ayam ras 3 butir 315,9 kal Daging ayam 3 potong 249,9 kal Roti
tawar 4 lembar 700 kal
Jumlah kalori yang dikonsumsi dalam sehari adalah 3.275,8
kalRiwayat Tumbuh Kembang
1. Menegakkan kepala : 3 bulan
2. Membalik badan : 4 bulan
3. Duduk : 6 bulan
4. Merangkak : 10 bulan
5. Berdiri : 11 bulan
6. Berjalan : 14 bulan
7. Bicara : 15 bulan
Riwayat Alergi
: tidak ada
Riwayat sosial ekonomi:
Keluarga pasien termasuk dalam kategori keluarga yang mampu.
Ayah pasien merupakan seorang pegawai swasta dan ibu pasien
merupakan seorang pedagang. Penghasilan perbulan keluarga pasien
berkisar antara 2.000.000 hingga 3.000.000 rupiah per bulan.
Penghasilan yang diperoleh dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Status present
Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Nadi
: 96 kali/menit, reguler, isi cukup.
Respirasi : 24 kali/menit, reguler, tipe torakoabdominal
Toax
: 36,6( C.
Skala nyeri : 0Status gizi
Berat Badan
: 23 kg
Berat Badan Ideal
: 24 kgTinggi Badan
: 118 cm
Lingkar Lengan Atas: 22 cm
Lingkar kepala
: 48 cm
Status gizi menurut :
1. Water Low
: (BB/BBI) x 100% = 95% ~ gizi baik
2. BB/U
: > persentil 953. TB/U
: > persentil 95Status General
Kepala
: Normocephali
Mata
: konjungtiva pucat (-/-), ikterus (-/-), Refleks Pupil (+/+)
isokor,
THT
Telinga
: Bentuk normal, sekret (-)
Hidung
: Napas cuping hidung (-), sekret (-).
Tenggorokan
: Lidah tampak kotor (-), Faring hiperemis (-),Tonsil T2/T2
hiperemis (-)
Leher
Inspeksi
: Benjolan (-), bendungan vena jugularis (-)
Palpasi
: Pembesaran kelenjar (-),
Kaku Kuduk
: (-)
Toraks
: Simetris (+), retraksi (-)
Jantung
Palpasi
: Kuat angkat (-)
Auskultasi
: S1 S2 normal regular, murmur (-)
Paru
Inspeksi
: Gerakan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi
: Gerakan dada simetris
Perkusi
: Perkusi paru sonor
Auskultasi
: Vesikuler (+/+), ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi
: Distensi (-)
Auskultasi
: Bising Usus (+) Normal
Palpasi
: Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba, nyeri tekan (-), turgor
kembali cepat
Extremitas
: Akral hangat (+), tonus normal, trofik normal, tenaga
normal,
refleks fisiologis positif, edema tidak ada, CRT 38oC dapat
diulang @4jam + kompres hangat
- KIE Keluarga3.6 Analisis Kasus
Kebutuhan Dasar Anak
Kebutuhan fisik-biomedis (ASUH)
Kebutuhan pangan/gizi Pasien mendapatkan kebutuhan pangan/gizi
yang lebih di dalam keluarga namun pola makan tidak seimbang
mencakup nasi, mie instan, tahu/tempe, daging ayam, anak kurang
mengkonsumsi susu dan sayur serta jarang mengkonsumsi buah. Pasien
harus lebih memperhatikan pola makan dengan makan secara seimbang
dengan kuantiti yang dibutuhkan dan dianjurkan pada pasien.
Perawatan kesehatan dasar Perawatan kesehatan dasar cukup
diperhatikan. ASI diberikan sampai anak umur 21 bulan. Anak
mendapatkan imunisasi secara teratur. Apabila anak sakit, orang tua
biasanya mengobati sendiri di rumah dan apabila sakit anak tidak
membaik baru berobat ke dokter.
Keluarga Pasien tinggal bersama dengan ayah dan ibu, di sebuah
rumah dengan lingkungan yang sempit dan padat, kurang bersih dan
kurang rapi.
Lingkungan rumah Lingkungan rumah kurang bersih, orang tua
maupun pasien kurang memahami masalah higiene dan sanitasi
lingkungan. Waktu bersama keluarga Ayah dan ibu pasien bekerja
sebagai pegawai swasta dan sehingga memiliki cukup waktu untuk
anaknya. Mereka sekeluarga kadang-kadang menyempatkan waktu untuk
berjalan-jalan bersama. Kebutuhan emosi/kasih sayang (ASIH)
Hubungan emosi dengan kedua orang tuaOrang tua tidak pernah
memaksakan kehendak kepada anaknya, jarang memarahi anaknya karena
anak cepat mengerti dan mau menurut bila dinasehati.
Hubungan kasih sayang dengan kedua orang tuaPasien memiliki
hubungan yang sangat erat dengan kedua orang tuanya maupun anggota
keluarga yang lain. Walaupun orang tuanya sedang bekerja, namun
selalu menyempatkan diri untuk memberikan perhatian kepada
anaknya.
Kebutuhan akan stimulasi mental (ASAH)
Ayah dan ibu membantu anak dalam proses perkembangan anak. Sejak
kecil orang tua memberikan pelatihan keterampilan kepada anak di
rumah. Anak biasanya dibiarkan bermain dengan adik dan teman-teman
disekitar tempat tinggal.
Ayah dan ibu mengajari anaknya untuk hidup mandiri.
Anak diberikan kebebasan untuk berkreatifitas dan melakukan
hal-hal positif yang disukai.
Orang tua mengajarkan anaknya dalam beretika, seperti
mengucapkan salam selamat pagi dan berpamitan bila keluar
rumah.
Analisis Bio-Psiko-Sosial
Biologis
Secara fisik pasien tampak sehat, status gizi lebih. Status gizi
menurut Water Low, pada saat kunjungan didapatkan hasil dalam
kriteria cukup gizi. Saat ini pasien sudah tidak minum obat untuk
panas badan. Pengetahuan orang tua pasien untuk merawat anaknya
cukup.
Psikologis
Pasien mendapat cukup perhatian dari kedua orang tuanya terutama
masalah kesehatannya. Orang tua terutama ibunya tetap menjaga dan
memperhatikan kesehatan pasien dengan terus memperhatikan kesehatan
pasien. SosialAktivitas anak sejak keluar dari rumah sakit terbatas
di lingkungan tempat tinggalnya. Pasien dikatakan anak yang aktif
dan banyak teman anak-anak yang tinggal di satu lingkungan rumah
dan tetangga sekitar tempat tinggalnya.
Lingkungan Rumah Keluarga pasien tinggal di sebuah rumah dengan
ukuran 12 meter x 18 meter. Terdapat 4 kamar tidur. 1 kamar mandi
dan 1 dapur yang terletak terpisah dengan bangunan utama rumah.
Lantai dari semen dan tembok permanen. Tempat tidur pasien dari
kasur spon, penyinaran kamar cukup baik dengan jendela dan
ventilasi di satu sisi kamar pada setiap kamar. Kamar cukup terang
pada siang hari apabila pintu dan jendela dibuka. Sirkulasi udara
sudah cukup baik. Untuk kebutuhan air sehari-hari, keluarga pasien
menggunakan air dari sumur pompa. Pekarangan rumah terlihat kurang
bersih dan kurang rapi diamana didalam pekarangan rumah tampak
beberapa ayam dalam sangkar yang terpisah dan tamapak tumpukan kayu
kayu bekas.Faktor risiko
Faktor resiko untuk demam dengue pada pasien ini disebabkan
karena pekarangan rumah dan lingkungan rumah pasien terlihat kurang
bersih dan kurang rapi. Di pekarangan rumah pasien terdapat banyak
barang bekas dan genangan air. Kemungkinan besar pasien mendapat
penyakit ini dari kondisi lingkungan rumah pasien yang berisiko
terdapat sarang nyamuk.3.7 Saran
ASUH
Tetap berusaha untuk selalu meluangkan waktu menemani anak
disela-sela kesibukan bekerja.
ASIH
Meningkatkan kekompakan dalam memberikan kasih sayang kepada
anak dan meningkatkan kepekaan terhadap segala permasalahan
anak.
ASAH
Menemani anak dalam bermain, memberikan mainan dan alat belajar
yang mendukung perkembangan anak sesuai dengan umurnya.3.8 Silsilah
Keluarga Pasien
= Laki-Laki
= Perempuan
= Pasien
Gambar 3.1 silsilah Keluarga Pasien3.9 Denah Rumah
Gambar 3.2 Denah Rumah Pasien
Keterangan :1. Sumur5. Kamar tidur
2. Kamar mandi6. Kamar tidur
3. Kamar tidur7. Pura Keluarga
4. Kamar tidur8. Dapur
3.10 Foto kunjungan rumah Gambar 3.3 Pemeriksa dan Keluarga
pasien
Gambar 3.4 Rumah Pasein
Gambar 3.5 Halaman Rumah Pasien
Gambar 3.6 Kamar Mandi Rumah Pasien
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. Dengue Hemorrhagic Fever. In:Diagnosis Treatment,
Prevention and Control. 2nd ed. Geneva , WHO;1997.
2. Sutaryo, Pudjo H, Mulatsih S. Tatalaksana Syok dan Perdarahan
Pada DBD. medika fakultas kedokteran UGM. Yogyakarta;2004.
3. Hadinegoro SRH, Safari HI, editor. Demam Berdarah dengue :
Naskah lengkap pelatih dokter spesialis anak dan dokter penyakit
dalam, dalam tatalaksana DBD.Jakarta :Balai Penerbit FK
UI;1999.
4. Simon S, Saputra EJ, Nirmalasari O. Dengue Hemorragic Fever :
An Indonesia Perspective. Majalah Kedokteran Atma jaya 2004 Jan : 3
(1) : 37-49.
5. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Suryadi S. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue. Departemen Kesehatan RI Direktorat
Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman; 2004.
6. Dublish V, Shah I. Dengue and Dengue Hemorrhagic Fever/Dengue
Shock Syndrome. Last updated on 01-08-2005, Available on
http://www.pediatriconcall.com. Accessed: Mei 13,2015.
7. Hendrawanto. Dengue. Dalam : Noer HMS, Waspadji S, Rachman
AM, Lesmana LA, Widodo D, Isbagio H, dkk, Ilmu Penyakit Dalam. Ed
ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;1996.
8. Anonim. Demam Berdarah Dinas Kesehatan DKI Jakarta.Last
update 10-06-2003.Available on www.dinkes-dki.go.id/db.html
.Accessed: Mei 13,20159. Anonim. Waspadailah Demam Derdarah Depsos
RI web sites. Available at http://www. depsos. Go. Id/modules.
Accesed: Mei 13,201510. Silalahi L. Demam Berdarah 2004. Available
at URL: http://www. tempointeraktif. Com/hg/narasi/2004. html.
Accesed : Mei 13,2015Gbr 2.2 Aedes aegypti betina.8
EMBED PowerPoint.Slide.8
EMBED PowerPoint.Slide.8
6
5
4
1
2
3
7
8
33
_1457361587.ppt
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus
Anamnestic antibody response
Kompleks Virus-Antibody
Aktivasi Komplemen
Anafilatoksin (C3a, C5a)
Komplemen
Histamin dalam urin meningkat
Permeabilitas kapiler meningkat
Perembesan Plasma
Hipovolemia
SYOK
Anoksia
Asidosis
MENINGGAL
Ht Meningkat
Natrium Menurun
Cairan dalam rongga serosa
>30% pd kasus syok 24-48 jam
_1457361588.ppt
Secondary heterologous dengue infection
Replikasi virus
Anamnestic antibody respose
Kompleks Virus-Antibody
Aktivasi Komplemen
Agregasi Trombosit
Aktivasi Koagulasi
Penghancuran Trombosit oleh RES
Pengeluaran Platelet faktor III
Aktivasi Faktor Hageman
Trombositopenia
Koagulopati konsumtif
Sistem Kinin
Anafilaktosin
Gangguan fungsi trombosit
Penurunan faktor Pembekuan
Kinin
Peningkatan Permeabilitas kapiler
PERDARAHAN MASIF
FDP Meningkat
SYOK