Top Banner
LI 1. Mampu memahami reaksi Hipersensitivitas 1.1. Definisi Hipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. (Buku imunologi) Atau respon imun ayng berlebihan dan yang tidak diinginkan karena dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. (Buku IPD) 1.2. Klasifikasi a. Menurut waktu timbulnya reaksi - Reaksi cepat Reaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis berat. - Reaksi intermediet Reaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24 jam. Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang disebabkan oleh sel neutrofil atau sel NK. Manifestasi reaksi intermediet berupa : Reaksi transfusi darah (eritroblastosis, fetalis, dan anemia hemolitik autoimun). Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik (serum sickness, vaskulitis nekrotis, glomerulonefritis, artritis reumatoid dan LES). - Reaksi lambat Reaksi lambat terlihat sekitar 48 jam setalah terjadi pajanan dengan antigen yang terjadi oleh aktivasi oleh sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M. Tuberkulosis dan reaksi penolakan tandur. b. Menurut Gell dan Coombs
27

pbl mpt sk 2

Dec 08, 2015

Download

Documents

mpt
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: pbl mpt sk 2

LI 1. Mampu memahami reaksi Hipersensitivitas

1.1. DefinisiHipersensitivitas adalah peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen

yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya. (Buku imunologi)Atau respon imun ayng berlebihan dan yang tidak diinginkan karena dapat

menimbulkan kerusakan jaringan tubuh. (Buku IPD)

1.2. Klasifikasia. Menurut waktu timbulnya reaksi

- Reaksi cepatReaksi cepat terjadi dalam hitungan detik, menghilang dalam 2 jam. Ikatan

silang antara alergen dan IgE pada permukaan sel mast menginduksi penglepasan mediator vasoaktif. Manifestasi reaksi cepat berupa anafilaksis sistemik atau anafilaksis berat.

- Reaksi intermedietReaksi intermediet terjadi setelah beberapa jam dan menghilang dalam 24

jam. Reaksi intermediet diawali oleh IgG dan kerusakan jaringan pejamu yang disebabkan oleh sel neutrofil atau sel NK. Manifestasi reaksi intermediet berupa :

Reaksi transfusi darah (eritroblastosis, fetalis, dan anemia hemolitik autoimun).

Reaksi Arthus lokal dan reaksi sistemik (serum sickness, vaskulitis nekrotis, glomerulonefritis, artritis reumatoid dan LES).

- Reaksi lambatReaksi lambat terlihat sekitar 48 jam setalah terjadi pajanan dengan

antigen yang terjadi oleh aktivasi oleh sel Th. Pada DTH, sitokin yang dilepas sel T mengaktifkan sel efektor makrofag yang menimbulkan kerusakan jaringan. Contoh reaksi lambat adalah dermatitis kontak, reaksi M. Tuberkulosis dan reaksi penolakan tandur.

b. Menurut Gell dan Coombs- Reaksi hipersensitivitas tipe I atau reaksi cepat atau reaksi alergi.- Reaksi hipersensitivitas tipe II atau reaksi sitotoksik.- Reaksi hipersensitivitas tipe III atau reaksi kompleks imun.- Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau reaksi lambat.

LI. 2 Mampu memahami reaksi Hipersensitivitas tipe 1

2.1. DefinisiReaksi hipersensitifitas tipe 1 adalah suatu reaksi yang terjadi secara cepat atau

reaksi anafilaksis atau reaksi alergi mengikuti kombinasi suatu antigen dengan antibodi yang terlebih dahulu diikat pada permukaan sel basofilia (sel mast) dan basofil.

Page 2: pbl mpt sk 2

2.2. Mekanisme

Pada tipe 1 terdapat beberapa fase, yaitu :

a. Fase sensitasi yaitu waktu yang dibutuhkan untuk membentuk IgE sampai diikat silang oleh reseptor spesifik pada permukaan sek mast/basofil.

b. Fase aktivasi yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi. Hal ini terjadi oleh ikatan silang antara antigen dan IgE.

c. Fase efektor yaitu waktu yang terjadi respon yang kompleks (anafilaksisi) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil dengan aktivasi farmakologik.

Antigen menginduksi sel B untuk membentuk antibodi IgE dengan bantuan sel Th yang mengikat erat dengan bagian Fc-nya pada sel mast dan basofil. Beberapa minggu kemudian, apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen akan diikat oleh IgE yang sudah ada pada permukaan sel mast dan basofil. Akibat ikatan antigen-IgE, sel mast dan basofil mengalami degranulasi dan melepas mediator dalam waktu beberapa menit yang preformed antara lain histamin yang menimbulkan gejala reaksi hipersensitivitas tipe I.

Mediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe 1

Mediator Efek

HistaminPeningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot polos, sekresi mukosa gaster

ECF-A Kemotaksis eosinofil

NCF-A Kemotaksis neutrofil

Page 3: pbl mpt sk 2

ProteaseSekresi mukus bronkial, degradasi membran basal pembuluh darah, pembentukan produk pemecah komplemen

PAF Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paru

Hidrolase asam Degradasi matriks ekstraseluler

Mediator sekunder utama pada Hipersensitivitas Tipe 1

Mediator Efek

Sitokin Aktivasi berbagai sel radang

BradikininPeningkatan permebilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot polos, stimulasi ujung saraf nyeri

Prostaglandin D2Kontrakso otot polos paru, vasodilatasi, agregasi trombosit

LeukotrienKontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas, kemotaksis

LI 2.3 Manifestasi reaksi tipe I

a. Reaksi lokal

Reaksi hipersensitivitas tipe I lokal terbatas pada jaringan atau organ spesifik

yang biasanya melibatkan permukaan epitel tempat alergen masuk. Kecenderungan

untuk menunjukkan reaksi tipe I adalah diturunkan dan disebut atopi. Sedikitnya 20%

populasi menunjukkan pnyakit yang terjadi melalui IgE seperti rinitis alergi, asma,

dan dermatitis atopi.

Sekitar 50%-70% dari populasi membentuk IgE terhadap antigen yang masuk

tubuh melalui mukosa seperti selaput lendir hidung, paru dan konjungtiva, tetapi

hanya 10-20% masyarakat yang menderita rinitis alergi dan sekitar 3%-10% yang

menderita asma bronkial. IgE yang sudah ada pada permukaan sek mast akan

menetap untuk beberapa minggu. Sensitasi dapat pula terjadi secara pasif bila serum

(darah) orang yang alergi dimasukkan ke dalam kulit/sirkulasi orang normal. Reaksi

alergi yang mengenai kulit, mata, hidung, dan saluran napas.

Page 4: pbl mpt sk 2

b. Reaksi sistemik-anafilaksis

Anafilaksis adalah reaksi tipe I yang dapat fatal dan terjadi dalam beberapa menit

saja. Anafilaksis adalah reaksi hipersemsitivitas Gell dan Coombs tipe I atau reaksi

alergi yang cepat, ditimbulkan IgE yang dapat mengancam nyawa. Sel mast dan

basofil merupakan sek efektor yang melepas berbagai mediator. Reaksi dapat dipacu

berbagai alergen seperti makanan (asal laut, kacang-kacangan), obat atau sengatan

serangga dan juga lateks, latihan jasmani dan bahab diagnostik kainnya. Pada 2/3

pasien dengan anafilaksis, pemicu spesifiknya tidak dapat diidentifikasi.

c. Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid

Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid adalah reaksi sistemik umum yang melibatkan

penglepasan mediator oleh sel mast yang tejadi tidak melalui IgE. Mekanisme

pseudoalergi merupakan mekanisme jalur efektor non imun. Secara klinis reaksi ini

menyerupai reaksi tipe I seperti syok, urtikaria, bronkospasme, anafilaksis, pruritus,

tetapi tidakberdasarkan atas reaksi imun. Menifestasi klinis sering serupa, sehingga

sulit dibedakan satu dengan yang lainnya. Reaksi ini tidak memerlukan pajanan

terdahulu untuk menimbulkan sensitasi. Reaksi anafilaktoid dapat ditiimbulkan

antimikroba, protein, kontras dengan yodium, AINS, etilenoksid, taksol, penisilin,

dan pelemas otot.

LI 3. Mampu memahami reaksi Hipersensitifitas tipe 2

3.1. Definisi

Disebut juga reaksi sitolitik/ sitotoksik, karena dibentuk ab jenis IgG/ IgM terhadap antigen yang merupakan bagian sel pejamu Istilah sitolitik lebih tepat, karena reaksi yang terjadi disebabkan lisis bukan efek toksik

Terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe 2 sangat berkaitan dengan adanya suatu proses penanggulangan munculnya sel klon baru.

3.2. Mekanisme

Page 5: pbl mpt sk 2

Terjadinya Reaksi Hipersensitivitas Tipe-II ini sangat erat kaitannya dengan adanya suatu

proses penanggulangan munculnya sel klon baru. Adanya sel klon baru tersebut dapat ditemukan

pada:

1. sel tumor

2. sel terinfeksi virus

3. sel yang terinduksi mutagen

Selanjutnya sel-sel tersebut dikenal dengan sel target, yakni suatu sel karena adanya

faktor lingkungan sel tersebut mengalami perubahan DNA (kecacatan-DNA). Oleh karena itu sel

tersebut harus diperbaiki (DNA repair) atau dimusnahkan melalui sistem imunologik. Jika sel

tersebut tidak dimusnahkan oleh sistem imun tubuh maka sel tersebut dapat berkembang menjadi

klon baru yang selanjutnya dapat menimbulkan gangguan penyakit.

Contohnya; Reaksi transfusi, AHA, Reaksi obat, Sindrom Good posture, miastenia gravis,

pemvigus. Mekanisme reaksinya ada 3 macam yaitu` :

1. Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune adherence

2. Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk Fc.

Adanya Antigen yang merupakan bagian sel pejamu,menyebabkan dibentuknya Antbodi

IgG/IgM sehingga mengaktifkan sel K yang memiliki reseptor Fc sebagai efektor ADCC.

3. Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen. Ikatan Ag-Ab mengaktifkan

komplemen  sehingga menyebabkan lisis.

Reaksi hipersensitivitas tipe 2 dapat melalui 2 jalur ;

1. Melalui jalur ADCC (Antibody Dependent Cell Cytotoxicity)

Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang mempunyai reseptor untuk Fc.

Adanya Antigen yang merupakan bagian sel pejamu,menyebabkan dibentuknya Antbodi

IgG/IgM sehingga mengaktifkan sel K yang memiliki reseptor Fc sebagai efektor ADCC.

2. Melalui aktivitas sistem komplemen

Page 6: pbl mpt sk 2

A. Reaksi transfusia. Sejumlah besar protein dan glikoprotein pada membran SDM disandi oleh

berbagai gen.b. Individu golongan darah A mendapat transfusi golongan B terjadi reaksi transfusi,

karena anti B isohemaglutinin berikatan dengan sel darah B yagn menimbulka kerusakan darah direk oleh hemolisis masif intravaskular- Reaksi dapat cepat/ lambat- Reaksi cepat:

Disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO yang dipacu oleh IgM.

Dalam beberapa jam hemoglobin bebas dapat ditemukan dalam plasma dan disaring melalui ginjal dan menimbulkan hemaglobinuria.

Beberapa hemaglobin diubah menjadi bilirubin yang pada kadar tinggi bersifat toksik.

Gejala khas:Demam, menggigil, nausea, bekuan dalam pembuluh darah, nyeri pinggang bawah, dan hemoglobinuria.

- Reaksi lambat: Terjadi pada orang yang mendapat transfusi berulang dengan darah yang

kompatibel ABO namun inkompatibel dengan golongan darah yang lain. Terjadi 2-6 hari setelah transfusi. Darah yagn ditransfusikan memacu pembentukan IgG terhadap berbagai

antigen membran golongan darah, tersering adalah golongan resus, Kidd, Kell, dan Duffy

B. Penyakit hemolitik pda bayi baru lahir

Ditimbulkan oleh inkompatibilitas Rh dalam kehamilan, yaitu pada ibu dengan golongan darah rhesus – dn janin dengan rhesus (+).

C. Anemia hemolitik

a. Antibiotika tertentu seperti penisilin, sefalosporin, dan streptomisin dapat diabsorbsi non spesifik pada protein membran SDM yang membentuk kompleks serupa kompleks molekul hapten pembawa

b. Pada beberapa penderita, kompleks membentuk ab yang selanjutnya mengikat obat pada SDM dan dengan bantuan komplemen menimbulkan lisis dengan dan anemia progresif.

3.3 Manifestasi klinis

Page 7: pbl mpt sk 2

LI 4. Mampu memahami reaksi Hipersensitivitas 3

4.1. DefinisiReaksi hipersensitivitas tipe III atau yang disebut juga reaksi kompleks imun adalah reaksi imun tubuh yang melibatkan kompleks imun yang kemudian mengaktifkan komplemen sehingga terbentuklah respons inflamasi melalui infiltrasi masif neutrofil.

4.2 Mekanisme

Dalam keadaan normal komplex imun dalam sirkulasi diikat dan diangkut eritrosit ke

hati, limpa dan disana dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear, terutama di hati, limpa dan

paru tanpa bantuan komplemen. Pada umumnya kompleks yang besar dapat dengan mudah

dan cepat dimusnahkan oleh makrofag dalam hati. Kompleks kecil dan larut sulit untuk

dimusnahkan, karena itu dapat lebih lama berada dalam sirkulasi. Diduga bahwa gangguan

fumhsi fagosit merupakan salah satu penyebab mengapa kompleks tersebut sulit

dimusnahkan. Meskipun kompleks imun berada di dalam sirkulasi dalam jangka waktu lama,

biasanya tidak berbahaya. Permasalahan akan timbul bila kompleks imun tersebut mengendap

di jaringan.

1. Kompleks imun mengendap di dinding pembuluh darah.

Infeksi dapat disertai antigen dalam jumlah yang berlebih, tapi tanpa adanya

respon antibodi yang efektif.

Makrofag yang diaktifkan kadang belum dapat menyingkirkan kompleks imun

sehingga makrofag dirangsang terus menerus untuk melepaskan berbagai bahan

yang dapat merusak jaringan.

Kompleks imun yang terdiri atas antigen dalam sirkulasi dan IgM atau IgG3

( dapat juga IgA) diendapkan di membran basal vaskular dan membran basal

ginjal yang menimbulkan inflamasi lokal dan luas.

Kompleks yang terjadi dapat menimbulkan agregrasi trombosit, aktivasi

makrofag, perubahan permeabilitas vaskular, aktivasi sel mast.

2. Kompleks imun mengendap dijaringan

Hal yang mungkin terjadi pada pengendapan kompleks imun dijaringan adalah

- Ukuran kompleks imun

Page 8: pbl mpt sk 2

Kompleks imun yang sangat besar yang dibentuk pada kelebihan antibodi ,

dengan cepat akan dibuang dari sirkulasi oleh sistem fagosit ik mononuklir dan

kerena itu relatif tidak berbahaya. Kompleks imun yang sangat patogen yang

pada umumnya berukuran kecil ataunsedang, beredar lebih lama dan mengikat

kurang kuat pada sel-sel fagosit.

- Permeabilitas vaskular yang meningkat

Karena histamin yang dilepaskan oleh sel mast.

3. Bentuk reaksi

Reaksi tipe III mempunyai 2 bentuk reaksi, lokal dan sistemik.

a. Reaksi lokal atau Fenomen Arthus

Arthus merupakan bentuk reaksi dari kompleks imun. Antibodi yang ditemukan

adalah jenis presipitin. Pada pemeriksaan mikroskopis, terlihat neutrofil menempel

pada endotel vaskular dan bermigrasi ke jaringan tempat kompleks imun diendapkan.

Reaksi yang timbul berupa kerusakan jaringan lokal dan vaskular akibat akumyulasi

cairan (edem) dan SDM (eritema) sampai nekrosis. Pertama suntikan obat dapat

memicu pembentukan kompleks imun yang mengaktifkan komplemen yaitu C3a dan

C5a ( anafilatoksin ) yang terbentuk pada aktivasi komplemen, meningkatkan

permeabilitas pembuluh darah yang dapat menimbulkan edem. C3a dan C5a

berfungsi juga sebagai faktor kemotaktik, lalu komplemen diikat oleh sel mast.

Dan neutrofil dan trombosit mulai dikerahkan ditempat reaksi dan menimbulkan

stasis dan obstruksi total aliran darah, sasaran dari anafilatoksin adalah pembuluh

darah kecil, sel mast, otot polos, dan leukosit perifer yang menimbulkan kontraksi

otot polos, degranulasi sel mast, peningkatan permeabilitas vaskular dan respons

triple terhadap kulit, neutrofil yang diaktifkan memakan kompleks imun dan bersama

dengan trombosit yang digumpalkan melepas berbagai enzim litik ( protease,

kolagenase), akhirnya terjadi perdarahan yang disertai nekrosis jaringan setempat.

b. Reaksi tipe III sistemik – serum sickness

Antibodi yang berperan biasanya jenis IgM atau IgG. Komplemen yang

diaktifkan melepas anafilatoksin (C3a, C5a) yang memacu sel mast dan basofil

melepas histamin. Mediator lainnya dan MCF (C3a, C5a, C5, C6, C7)

mengerahkan polimorf yang melepas enzim proteolitik dan protein polikationik.

Page 9: pbl mpt sk 2

Kompleks imun lebih mudah untuk diendapkan di tempat-tempat dengan tekanan

darah yang meninggi dan disertai putaran arus, misalnya dalam kapiler

glomerolus, bifurkasi pembuluh darah, pleksus koroid dan korpus silier mata.

Pada artritis reumatoid, sel plasma dalam sinovium membentuk anti-IgG (FR

berupa IgM) dan membentuk kompleks imun di sendi. Komplemen juga

menimbulkan agregasi trombosit yang membentuk mikrotrombi dan melepas

amin vasoaktif. Bahan vasoaktif yang dilepas sel mast dan trombosit

menimbulkan vasodilatasi, peningkatan vaskular dan inflamasi. Neutrofil

dikerahkan dan menyingkirkan kompleks imun. Neutrofil yang terkepung di

jaringan akan sulit untuk menangkap dan makan kompleks, tetapi akan melepas

granulnya(angry cell). Kejadian ini menimbulkan lebih banyak kerusakan

jaringan. Reaksi Herxheimer adalah serum sickness (tipe III) yang terjadi

sesudah pemberian pengobatan terhadap penyakit infeksi kronis.

LI 4.3 Manifestasi

LI 5. Mampu memahami reaksi Hipersensitivitas 4

5.1 DefinisiMerupakan hipersensitivitas tipe lambat yang dikontrol sebagian besar oleh

reaktivitas sel T terhadap antigen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV telah dibagi menjadi :

- Delayed Type Hypersensitivity Tipe IVMerupakan hipersensitivitas granulomatosis, terjadi pada bahan yang tidak

dapat disingkirkan dari rongga tubuh seperti talkum dalam rongga peritoneum dan kolagen sapi dari bawah kulit.

- T Cell Mediated CytolysisKerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8

+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran.

Page 10: pbl mpt sk 2

5.1. MekanismeDelayed Type Hypersensitivity Tipe IV :a. Fase sensitasi

Membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans/SD pada kulit dan makrofag) menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan ke sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1 (umumnya).

b. Fase efektorPajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan sel Th1 dan

melepas sitokin yang menyebabkan :- Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan sel

inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak kedua.- Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular, bermigrasi ke

jaringan sekitar.- Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel efektor, dan

menginduksi sel Th1 untuk reaksi inflamasi dan menekan sel Th2.

Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang teraktivasi. Pada Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan pada T Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8

+ yang teraktivasi.

5.3 Manifestasi

a. Dermatitis kontak

Dermatitis kontak adalah penyakit CD4 yang dapat terjadi akibat kontak dengan bahan

tidak berbahaya ,merupakan contoh reaksi DTH.

b. Hipersensitivitas tuberkulin

Bentuk alergi bakterial spesifik terhadap produk fitrat biakan M.tuberkulosis yang bila

disuntikkan kekulit,akan menimbulkan reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV.yang

berperan sel limfosit CD4+ T.

c. Reaksi jones mote

Reaksi hipersensitivitas tipe IV terhadap antigen protein yang berhubungan dengan

infiltrat basofil mencolok dikulit dibawah dermis.

d. T cell mediated cytolysis

Kerusakan terjadi melalui sel CD8+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran dan

penyakit yang ditimbulkannya cenderung terbatas kepada beberapa organ saja dan

biasanya tidak sistemik.

Page 11: pbl mpt sk 2

LI 6. Mampu memahami Antihistamin dan Kortikosteroid

6.1. Antihistamin

a. DefinisiAda banyak golongan obat yang termaksud dalam antihistamin, yaitu antergan,

neontergan, difenhidramin, dan tripelenamin yang efektif untuk mengobati edema, eritem, dan pruritus, dan yang baru ini ditemukan adalah burinamid, metiamid, dan simetidin untuk menghambat sekresi asam lambung akibat histamin. Ada 2 jenis antihistain, yaitu :- Antagonis reseptor H1 (AH1)

FarmakodinamikAH1 menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot polos, selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin endogen berlebihan.

FarmakokinetikEfek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.

IndikasiAH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit aergi dan mencegah atau mengobati mabuk perjalanan.

Efek sampingEfek samping yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan AH1 adalah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare,mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan lemah pada tangan.

- Antagonis reseptor H2 (AH2)a. Simetidin dan Ranitidin Farmakodinamik

Simetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Kerjanya menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan ranitidin juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung.

FarmakokinetikAbsorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga simetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperanjang efek pada periode pascamakan. Ranitidn mengalami

Page 12: pbl mpt sk 2

metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja.

IndikasiEfektif untuk mengtasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya. Selain itu, juga efektif untuk mengatasi gejala dan mempercepat penyembuhan tukak lambung. Dapat pula untuk gangguan refluks lambung-esofagus.

Efek sampingEfek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor H2, seperti nyeri kepala, pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit, pruritus, kehilangan libido dan impoten.

b. Famotidin Farmakodinamik

Famotidin merupakan AH2sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan basal, malam, dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin 3 kali lebih poten daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.

FarmakokinetikFamotidin mencapai kadarpuncak di plasma kira kira dalam 2 jam setelah penggunaan secara oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melibihi20 jam.

IndikasiEfektifitas pbat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung, refluks esofagitis, dan untuk pasiendengan sindrom Zollinger-Ellison.

Efek sampingEfek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare, dan tidak menimbulkan efek antiandrogenik.

c. Nizatidin Farmakodinamik

Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam lambung. Farmakokinetik

Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam, disekresi melalui ginjal.

IndikasiEfektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari selama 8 minggu, tukak lambung, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellion.

Efek sampingEfek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek antiandrogenik.

Page 13: pbl mpt sk 2

6.2. Kortikosteroid

a. Mekanisme kerjaKortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul

hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif.b. Farmakodinamik

- Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain.

- Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.

Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil.

Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.

- Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan massa kerjanya.

Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang dari 12 jam.

Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis antara 12-36 jam. Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari 36 jam.

c. FarmakokinetikPerubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai kerja

dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein.

Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.

d. IndikasiDari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum obat

ini digunakan :- Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial

dan error dan harus di evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit.

- Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya.- Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi

spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar.- Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari hingga dosis

melebihi dosis substisusi, insidens efek samping dan efek letal potensial akan bertambah.

- Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya.

Page 14: pbl mpt sk 2

- Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar, mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.

e. KontraindikasiSebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolut kortikosteroid.

Pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan, keadaan yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi relatif dapat dilupakan, terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien.

Bila obat akan diberikan untuk beberapa hari atu beberapa minggu, kontraindikasi relatif yaitu diabetes melitustukak peptik/duodenum, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lainnya.

f. Efek samping- Efek samping dapat timbul karena peenghentian pemberian secara tiba-tiba atau

pemberian terus-menerus terutama dengan dosis besar.- Pemberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat

menimbulkan insifisiensi adrenalm akut dengan gejala demam, malgia, artralgia dan malaise.

- Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan dan elektrolit , hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuberkulosis, pasien tukak peptik mungkin dapat mengalami pendarahan atau perforasi, osteoporosis dll.

- Alkalosis hipokalemik jarang terjadi pada pasien dengan pengobatan derivat kortikosteroid sintetik.

- Tukak peptik ialah komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada pengobatan dengan kortikosteroid. Sebab itu bila bila ada kecurigaan dianjurkan untuk melaakukan pemeriksaan radiologik terhadap saluran cerna bagian atas sebelum obat diberikan.

LI 7. Mampu menjelaskan batasan hukum Islam untuk menentukan alternatif terbaik dari dua pilihan sulit

Keberadaan berbagai penyakit termasuk sunnah kauniyyah yang diciptakan oleh Allah

Subhanahu wa Ta'ala. Penyakit-penyakit itu merupakan musibah dan ujian yang ditetapkan Allah

Subhanahu wa Ta'ala atas hamba-hamba- Nya. Dan sesungguhnya pada musibah itu terdapat

kemanfaatan bagi kaum mukminin. Shuhaib Ar-Rumi radhiallahu 'anhu berkata:  Rasulullah

Shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin.

Sungguh seluruh perkaranya adalah kebaikan. Yang demikian itu tidaklah dimiliki oleh

seorangpun kecuali seorang mukmin. Jika ia mendapatkan kelapangan, ia bersyukur. Maka yang

demikian itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kesusahan, ia bersabar. Maka yang demikian itu

baik baginya." (HR. Muslim no. 2999)

Page 15: pbl mpt sk 2

Termasuk keutamaan Allah Subhanahu wa Ta'ala yang diberikan kepada kaum mukminin, Dia

menjadikan sakit yang menimpa seorang mukmin sebagai penghapus dosa dan kesalahan

mereka. Sebagaimana tersebut dalam hadits Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhu, bahwasanya

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah seorang muslim ditimpa gangguan

berupa sakit atau lainnya, melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahan nya sebagaimana

pohon menggugurkan daun-daunnya." (HR. Al-Bukhari no. 5661 dan Muslim no. 6511) Di sisi

lain, sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan penyakit, Dia pun menurunkan obat

bersama penyakit itu. Obat itupun menjadi rahmat dan keutamaan dari-Nya untuk hamba-hamba-

Nya, baik yang mukmin maupun yang kafir. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda

dalam hadits Abu Hurairah radhiallahu 'anhu: "Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia

turunkan untuk penyakit itu obatnya." (HR. Al-Bukhari no. 5678)

Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhu mengabarkan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam:

"Sesungguhnya Allah tidaklah menurunkan penyakit kecuali Dia turunkan pula obatnya

bersamanya. (Hanya saja) tidak mengetahui orang yang tidak mengetahuinya dan mengetahui

orang yang mengetahuinya." (HR. Ahmad 1/377, 413 dan 453. Dan hadits ini dishahihkan dalam

Ash-Shahihah no. 451) Jabir radhiallahu 'anhu membawakan hadits dari Rasulullah Shallallahu

'alaihi wa sallam: "Setiap penyakit ada obatnya. Maka bila obat itu mengenai penyakit akan

sembuh dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala." (HR. Muslim no. 5705)

Al-Qur`anul Karim dan As-Sunnah yang shahih sarat dengan beragam penyembuhan dan obat

yang bermanfaat dengan izin Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sehingga mestinya kita tidak terlebih

dahulu berpaling dan meninggalkannya untuk beralih kepada pengobatan kimiawi yang ada di

masa sekarang ini. (Shahih Ath-Thibbun Nabawi, hal. 5-6, Abu Anas Majid Al-Bankani Al-

Iraqi)Karena itulah Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullahu berkata: 'Sungguh para

tabib telah sepakat bahwa ketika memungkinkan pengobatan dengan bahan makanan maka

jangan beralih kepada obat-obatan (kimiawi, -pent.). Ketika memungkinkan mengkonsumsi obat

yang sederhana, maka jangan beralih memakai obat yang kompleks.

Ibnul Qayyim juga berkata: "Berpalingnya manusia dari cara pengobatan nubuwwah seperti

halnya berpalingnya mereka dari pengobatan dengan Al-Qur`an, yang merupakan obat

bermanfaat." (Ath-Thibbun Nabawi, hal. 6, 29)

Mereka mengatakan: "Setiap penyakit yang bisa ditolak dengan makanan-makanan tertentu dan

pencegahan, janganlah mencoba menolaknya dengan obat-obatan." Ibnul Qayyim juga berkata:

Page 16: pbl mpt sk 2

"Berpalingnya manusia dari cara pengobatan nubuwwah seperti halnya berpalingnya mereka dari

pengobatan dengan Al-Qur`an, yang merupakan obat bermanfaat." (Ath-Thibbun Nabawi, hal. 6,

29)

Dengan demikian, tidak sepantasnya seorang muslim menjadikan pengobatan nabawiyyah

sekedar sebagai pengobatan alternatif. Justru sepantasnya dia menjadikannya sebagai cara

pengobatan yang utama, karena kepastiannya datang dari Allah Subhanahu wa Ta'ala lewat lisan

Rasul-Nya Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Sementara pengobatan dengan obat-obatan kimiawi kepastiannya tidak seperti kepastian yang

didapatkan dengan thibbun nabawi. Pengobatan yang diajarkan Nabi Shallallahu 'alaihi wa

sallam diyakini kesembuhannya karena bersumber dari wahyu. Sementara pengobatan dari selain

Nabi kebanyakannya dugaan atau dengan pengalaman/ uji coba. (Fathul Bari, 10/210)

Namun tentunya, berkaitan dengan kesembuhan suatu penyakit, seorang hamba tidak boleh

bersandar semata dengan pengobatan tertentu. Dan tidak boleh meyakini bahwa obatlah yang

menyembuhkan sakitnya. Namun seharusnya ia bersandar dan bergantung kepada Dzat yang

memberikan penyakit dan menurunkan obatnya sekaligus, yakni Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Seorang hamba hendaknya selalu bersandar kepada-Nya dalam segala keadaannya. Hendaknya

ia selalu berdoa memohon kepada-Nya agar menghilangkan segala kemudharatan yang tengah

menimpanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Siapakah yang mengijabahi (menjawab/

mengabulkan) permintaan orang yang dalam kesempitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan

(siapakah) Dia yang menghilangkan kejelekan?" (An-Naml: 62) Sungguh tidak ada yang dapat

memberikan kesembuhan kecuali Allah Subhanahu wa Ta'ala semata. Karena itulah, Nabi

Ibrahim 'alaihissalam berkata memuji Rabbnya: "Dan apabila aku sakit, Dialah yang

menyembuhkanku.' (Asy Syu'ara`: 80)

SOLUSI : Pengobatan Nabawi Untuk Asam Urat

Asam urat sudah dikenal sejak 2.000 tahun yang lalu dan menjadi salah satu penyakit tertua yang

dikenal manusia. Dulu, penyakit ini juga disebut "penyakit para raja" karena penyakit ini

diasosiasikan dengan kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman yang enak-enak. Kini,

asam urat bisa menimpa siapa saja, Tidak hanya penggemar makanan enak.

Asam urat adalah hasil metabolisme tubuh oleh salah satu unsur protein (zat purin) dan ginjal

adalah organ yang mengatur kestabilan kadarnya dalam tubuh dan akan membawa sisa asam urat

Page 17: pbl mpt sk 2

ke pembuangan air seni. Namun jika kadar asam urat itu berlebihan, ginjal tidak akan sanggup

mengaturnya sehingga kelebihan itu akan menumpuk pada jaringan dan sendi. Otomatis, ginjal

juga akan mengalami gangguan. Kandungan asam urat yang tinggi menyebakan nyeri dan sakit

dipersedian yang amat sangat.

Gangguan asam urat ditandai dengan suatu serangan tiba-tiba di daerah persendian. Saat bangun

tidur, misalnya, ibu jari kaki dan pergelangan kaki Anda terasa terbakar, sakit dan membengkak.

Bahkan selimut yang Anda gunakan terasa seperti batu yang membebani kaki Anda. Seperti

itulah gejala asam urat atau arthritis gout.

Gangguan asam urat disebabkan oleh tingginya kadar asam urat di dalam darah, yang

menyebabkan terjadinya penumpukan kristal di daerah persendian sehingga menimbulkan rasa

sakit. Selain rasa sakit di persendian, asam urat juga menyerang ibu jari kaki, dapat membentuk

tofi atau endapan natrium urat dalam jaringan di bawah kulit, atau bahkan menyebabkan

terbentuknya batu ginjal.

System Pengobatan Nabawi untuk mengatasi asam urat menggunakan metode Hijamah dan

Herbal Islami. Penyebab Utama asam urat adalah kelebihan zat purin dalam darah, sehingga bila

kandungan purinnya sedikit atau normal, tubuh bisa membuangnya lewat ginjal. Kelebihan purin

ini harus dikeluarkan dengan cara dibekam/hijamah bersama unsur-unsur kotor lainnya dalam

darah.

Selanjutnya disarankan untuk mengkonsumsi herbal-herbal Islami terutama Habbatussauda dan

minyak zaitun. Habbatussauda berfungsi untuk menggelontor toksin dalam darah dan melakukan

detoksifikasi intra sel (pengeluaran racun yang ada dalam sel), yang kemudian bersama unsur

darah kotor lainnya dikeluarkan dari tubuh lewat bekam/hijamah. Habbatussauda juga berfungsi

menghilangkan rasa nyeri di persendian karena mengandung zat yang memiliki efek anti

inflamatori atau anti peradangan.

Sementara minyak zaitun sangat efektif untuk menghilangkan rasa sakit dipersendian yang amat

mengganggu. Bergabung bersama efek anti peradangan dari habbatussauda maka rasa sakit ini

akan sangat terkurangi.

Page 18: pbl mpt sk 2

http://metallicaniack.multiply.com/journal/item/26/Hakekat_Sakit_dan_Obat_dalam_Pandangan

_Islam