Top Banner
MODUL 1 BERAT BADAN MENURUN SKENARIO 2 Seorang wanita berumur 34 tahun berkunjung ke Puskesmas dengan keluhan berat badan menurun 12 kg dalam 7 bulan terakhir. Selain itu ia juga mengeluh jantung berdebar, gelisah dan mata sering terasa perih. 1. KATA SULIT Tidak ditemukan kata sulit dalam skenario tersebut. 2. KALIMAT KUNCI Wanita berumur 34 tahun Berat badan menurun 12 kg dalam 7 bulan terakhir Jantung berdebar Gelisah Mata sering terasa perih 3. PERTANYAAN 1) Apakah yang menyebabkan penurunan berat badan ? 2) Jelaskan anatomi dan fisiologi organ-organ yang berkaitan dengan gejala pada skenario ! 1
100

Pbl Modul 1 Bb Menurun Skenario 2

Nov 16, 2015

Download

Documents

MahdiahAndini

Modul Endokrin
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

MODUL 1BERAT BADAN MENURUN

SKENARIO 2Seorang wanita berumur 34 tahun berkunjung ke Puskesmas dengan keluhan berat badan menurun 12 kg dalam 7 bulan terakhir. Selain itu ia juga mengeluh jantung berdebar, gelisah dan mata sering terasa perih.

1. KATA SULITTidak ditemukan kata sulit dalam skenario tersebut.

2. KALIMAT KUNCI Wanita berumur 34 tahun Berat badan menurun 12 kg dalam 7 bulan terakhir Jantung berdebar Gelisah Mata sering terasa perih

3. PERTANYAAN1) Apakah yang menyebabkan penurunan berat badan ?2) Jelaskan anatomi dan fisiologi organ-organ yang berkaitan dengan gejala pada skenario !3) Jelaskan bagaimana mekanisme penurunan berat badan berkaitan dengan sistem endokrin dan metabolisme tubuh !4) Jelaskan mengenai hubungan setiap gejala dengan keluhan utama !5) Jelaskan langkah-langkah menegakkan diagnosis sesuai dengan skenario !6) Sebutkan differential diagnoses dari kasus tersebut dan jelaskan !7) Jelaskan proses pencegahan dan edukasi pasien sesuai skenario !4. JAWABAN

1. Penurunan berat badan adalah salah satu tanda yang harus diwaspadai, untuk dicari tahu penyebabnya. Penurunan berat badan yang konsisten lebih dari 1kg/minggu dengan disertai penurunan massa otot adalah sesuatu hal yang patologis (penyakit). Banyak sekali hal yang mendasari hal ini diantaranya penyakit metabolik seperti hipertiroid, diabetes melitus (kencing manis), keganasan (lymphoma maligna), infeksi kronik (TBC), gangguan saluran cerna bawah (diare kronik), HIV/AIDS, malnutrisi (kurang gizi).Pendekatan yang dilakukan pada kasus ini adalah analisa asupan gizi paling tidak selama 10 hari terakhir, pemeriksaan fungsi organ paru, jantung, ginjal, hati, darah rutin (hemoglobin, lekosit dan trombosit), kadar albumin dan elektrolit, fungsi tiroid.Pengobatan yang diambil berdasarkan proses yang mendasarinya dan lintas sektor. Sebagai contoh pada kasus malnutrisi pada seorang yang keterbelakangan mental harus kerja sama dengan lingkungannya (pengasuh).

2. Anatomi, fisiologi, histologi dan biokimia organ-organ yang berkaitan dengan gejala pada skenario adalah sebagai berikut:

a. Kelenjar Tiroid

Anatomi Kelenjar tiroid ialah organ endokrin yang terletak di leher manusia.Fungsinya ialah mengeluarkan hormon tiroid.Antara hormon yang terpenting ialah Thyroxine (T4) dan Triiodothyronine (T3).Hormon-hormon ini mengawali metabolisme (pengeluaran tenaga) manusia.Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus, satu di sebelah kanan dan satu lagi disebelah kiri.Keduanya dihubungkan oleh suatu struktur yang dinamakan isthmus atau ismus.Setiap lobus berbentuk seperti buah pir.Isthmus (jembatan) yang terletak di depantrachea tepat di bawah cartilago cricoidea. Kadang juga terdapat lobus tambahan yang membentang ke atas (ventral tubuh), yaitu lobus piramida.

FisiologiSel tiroid adalah satu-satunya sel dalam tubuh manusia yang dapat menyerap iodin atau yodium yang diambil melalui pencernaan makanan. Iodin ini akan bergabung dengan asam amino tirosin yang kemudian akan diubah menjadi T3 (triiodotironin) dan T4 (triiodotiroksin). Dalam keadaan normal pengeluaran T4 sekitar 80% dan T3 15%. Sedangkan yang 5% adalah hormon-hormon lain. Tiroid sendiri diatur oleh kelenjar lain yang berlokasi di otak, disebut pituitari. Pada gilirannya, pituitari diatur sebagian oleh hormon tiroid yang beredar dalam darah (suatu efek umpan balik dari hormon tiroid pada kelenjar pituitari) dan sebagian oleh kelenjar lain yang disebut hypothalamus.Mula-mula, hipotalamus sebagai pengatur mensekresikan TRH (Thyrotropin-Releasing Hormone), yang disekresikan oleh ujung-ujung saraf di dalam eminansia mediana hipotalamus.Dari mediana tersebut, TRH kemudian diangkut ke hipofisis anterior lewat darah porta hipotalamus-hipofisis.TRH langsung mempengaruhi hifofisis anterior untuk meningkatkan pengeluaran TSH.TSH merupakan salah satu kelenjar hipofisis anterior yang mempunyai efek spesifik terhadap kelenjar tiroid :1. Meningkatkan proteolisis tiroglobulin yang disimpan dalam folikel, dengan hasil akhirnya adalah terlepasnya hormon-hormon tiroid ke dalam sirkulasi darah dan berkurangnya subtansi folikel tersebut.2. Meningkatkan aktifitas pompa yodium, yang meningkatkan kecepatan proses iodide trapping di dalam sel-sel kelenjar, kadangakala meningkatkan rasio konsentrasi iodida intrasel terhadap konsentrasi iodida ekstrasel sebanyak delapan kali normal.3. Meningkatkan iodinasi tirosin untuk membentuk hormon tiroid.4. Meningkatkan ukuran dan aktifitas sensorik sel-sel tiroid.5. Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai dengan dengan perubahan sel kuboid menjadi sel kolumner dan menimbulkan banyak lipatan epitel tiroid ke dalam folikel

Histologi

1. Folikel-folikel dengan epithetlium simplex kuboideum yang mengelilingi suatu massa koloid. Sel epitel tersebut akan berkembang menjadi bentuk kolumner katika folikel lebih aktif (seperti perkembangan otot yang terus dilatih). 2. Cellula perifolliculares (sel C) yang terletak di antara beberapa folikel yang berjauhan

Biokimia

Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikat (bebas).Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65% T3 yang ada di dalam darah.2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35% dari T3.3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.

Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian dirubah menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu yodium di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel.

b. Kelenjar Pankreas

Anatomi

Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dantebal sekitar 12,5 cm dan tebal + 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dariatas sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh duasaluran ke duodenum (usus 12 jari), terletak pada dinding posterior abdomen dibelakang peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial kecuali bagian kecilcaudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis.Strukturnya lunak danberlobulus.

Pankreas dapat dibagi ke dalam:a. Caput Pancreatis; berbentuk seperti cakram dan terletak di dalambagian cekungduodenum. Sebagian caput meluas di kiri dibelakang arteri dan vena mesenterica superior serta dinamakanProcessus Uncinatus.b. Collum Pancreatismerupakan bagian pancreas yang mengecil danmenghubungkan caput dan corpus pancreatis. Collum pancreatisterletak di depan pangkal vena portae hepatis dan tempatdipercabangkannya arteria mesenterica superior dari aorta.c. Corpus Pancreatis; berjalan ke atas dan kiri, menyilang garistengah. Pada potongan melintang sedikit berbentuk segitiga.d. Cauda Pancreatis; berjalan ke depan menuju ligamentumlienorenalis dan mengadakan hubungan dengan hilum lienale

Fisiologi

1. EksokrinGetah pancreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan ketiga jenis makanan utama: protein, karbohidrat, dan lemak. Getah pancreas juga mengandung ion bikarbonat dalm jumlah besar, yang memegang peranan dalam menetralkan kimus asam yang dikeluarkan oleh lambung kedalam duodenum.2. EndokrinTersebar di antara alveoli pankreas, terdapat kelompok-kelompok kecil selepitelium yang jelas terpisah dan nyata. Kelompok ini adalah pulau-pulau kecil/kepulauan Langerhans yang bersama-sama membentuk organ endokrin.Hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin adalah :a. InsulinInsulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam aminoyang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Terdapat perbedaan kecil dalam komposisi asam amino molekul dari satu spesies ke spesies lain. Perbedaan inibiasanya tidak cukup besar untuk dapat mempengaruhi aktivitas biologi suatuinsulin pada spesies heterolog tetapi cukup besar untuk menyebabkan insulinbersifat antigenik.

Efek Insulin1) HatiAnabolik:a. Meningkatkan penyimpanan glikogenb. Meningkatkan sintesis kolesterol, VLDL, lipogenesisc. Meningkatkan glikolisisd. Meningkatkan sintesis protein Katabolik: a. Menurunkan glikogenolisisb. Menurunkan ketogenesisc. Menurunkan glukoneogenesis Menurunkan pengeluaran glukosa: a. Menurunkan pembentukan urea, campb. Menurunkan katabolisme proteinc. Menurunkan uptake K+ + PO43

2) Jaringan Adiposa a. Meningkatkan masuknya glukosab. Meningkatkan sintesis asam lemakc. Meningkatkan sintesis gliserol fosfatd. Menungkatkan pengendapan trigliseridae. Mengaktifkan lipoprotein lipasef. Menghambat lipase peka hormoneg. Meningkatkan ambilan K+3) Otot Meningkatkan sintesis protein :a. Meningkatkan transport AAb. Sintesis protein ribosom Meningkatkan sintesis glikogen :a. Meningkatkan transport glukosa dan heksosab. Meningkatkan aktivitas glikogen syntasec. Menurunkan aktivitas glikogen fosforilasi Transport ion:Meningkatkan glikolisis, HMP shunt, TCA cycle.

b. GlukagonSekresi dari glukagon secara langsung dikontrol oleh kadar gula darah melalui sistem feed-back negative. Ketika kadar gula darah menurun sampai dibawah normal, sensor-sensor kimia dalam sel-sel alfa dari pulau Langerhansmerangsang sel-sel untuk mensekresikan glukagon. Ketika gula darah meningkat,tidak lama lagi sel-sel akan dirangsang dan produksinya diperlambat.Jika untuk beberapa alasan perlengkapan regulasi diri gagal dan sel-selalfa mensekresikan glukagon secara berkelanjutan, hiperglikemia (kadar guladarah yang tinggi) bisa terjadi. Olahraga dan konsumsi makanan yangmengandung protein bisa meningkatkan kadar asam amino darah jugamenyebabkan peningkatan sekresi glukagon. Sekresi glukagon dihambat olehGHIH (somatostatin).c. Somatostatin Somatostatin dijumpai di sel D pulau langerhans pankreas.Somatostatin menghambat sekresi insulin, glukagon, dan polipeptida pancreas dan mungkin bekerja local didalam pulau-pulau langerhans. Sekresi somatostatin pancreas meningkat oleh beberapa rangsangan yang juga merangsang sekresi insulin, yakni glukosa dan asam amino terutama arginin dan leusin. Sekresi juga ditingkatkan oleh CCK. Somatostatin dikeluarkan oleh pankreas dan saluran cerna kedalam darah perifer.

Histologi

Pankreas berperan sebagai kelenjar eksokrin dan endokr in.Kedua fungsI tersebut dilakukan oleh sel-sel yang berbeda.1. Bagian EksokrinPankreas dapat digolongkan sebagai kelenjar besar, berlobulus, dan merupakan tubuloasi nosa kompleks asinus berbentuktubular, dikelilingi laminabasal dan terdiri atas 5-8 sel berbentuk piramid yang tersusun mengelilingi lumen sempit. Tidakterdapat sel mioepitel. Diantara asini, terdapat jaringan ikat halus mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, saraf dan saluran keluar.

2. Bagian EndokrinBagian endokrin pankreas, yaitu Pulau Langerhans, tersebar di seluruhpankreas dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel pucatdengan banyak pembuluh darah yang berukuran 76175 mm dan berdiameter 20sampai 300 mikron tersebar di seluruh pankreas, walaupun lebih banyakditemukan di ekor daripada kepala dan badan pankreas.(Derek Punsalam, 2009).Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular tipis dari jaringan eksokrin disekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di dalam pulau. Sel-sel ini membentuk sekitar 1% dari total jaringan pankreas.Pada manusia, pulau Langerhans terdapat sekitar 1-2 juta pulau.Masing-masing memiliki pasokan darah yang besar. Darah dari pulau Langerhansmengalir ke vena hepatika.Sel-sel dalam pulau dapat dibagi menjadi beberapajenis bergantung pada sifat pewarnaan dan morfologinya.Dengan pewarnaan khusus, sel-sel pulau Langerhans terdiri dari empat macam:a. Sel Alfa, sebagai penghasil hormon glukagon. Terletak di tepi pulau,mengandung gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm, dan batas intikadang tidak teratur.b. Sel Beta, sebagai penghasil hormon insulin. Sel ini merupakan selterbanyak dan membentuk 60-70% sel dalam pulau. Sel beta terletak dibagian lebih dalam atau lebih di pusat pulau, mengandung kristaloidromboid atau poligonal di tengah, dan mitokondria kecil bundar danbanyak.c. Sel Delta, mensekresikan hormon somatostatin. Terletak di bagian manasaja dari pulau, umumnya berdekatan dengan sel A, dan mengandunggelembung sekretoris ukuran 300-350 nm dengan granula homogen.d. Sel F, mensekresikan polipeptida pankreas. Pulau yang kaya akan sel Fberasal dari tonjolan pankreas ventral

BiokimiaJika aupan bahan bakar metabolik selalu lebih besar daripada pengeluaran energy, kelebihan bahan bakar ini disimpan, umumnya sebagai trigliserol dijaringan adiposa sehingga timbul obesitas dan berbagai masalah kesehatan yang menyertai. Sebaliknya, jika asupan bahan bakar metabolic terus menerus lebih sedikit daripada pengeluaran energy, cadangan lemak dan karbohidrat sedikit, asam amino berasal dari pergantian protein digunakan untuk metabolisme yang menghasilkan energi, bukan untuk sintesis protein sehingga terjadi emaciation (kurus kering), pengecilan otot (wasting), dan akhirnya kematian.Ambilan glukosa oleh otot dan jaringan adipose dikontrol oleh insulin yang disekresikan oleh sel pancreas sebagai respon terhadap peningkatan kadar glukosa di darah porta. Dalam keadaaan puasa, transporter glukosa di otot dan jaringan adipose (GLUT-4) berada di vesikel intrasel. Jaringan yang peka insulin ini hanya menyerap glukosa dari aliran darah dalam jumlah signifikan jika terhadap hormone ini. Sewaktu sekresi insulin berkurang dalam keadaan puasa, reseptor kembali diinternalisasi sehingga ambilan glukosa berkurang.Di hati dan otot rangka, insulin bekerja untuk merangsang glikogen sintase dan menghambat glikogen fosforilase.Sebagian glukosa yang masuk ke hati juga dapat digunakan untuk lipogenesis dan karenanya untuk sintesis triasilgliserol.Di jaringan adiposa, insulin merangsang penyerapan glukosa, konversinya menjadi lemak, dan esterifikasinya menjadi triasilgliserol.Insulin menghambat lipolisis intrasel dan pelepasan asam lemak bebas.Di jaringan adiposa dan otot rangka, lipoprotein ekstrasel disintesis dan diaktifkan sebagai respon terhadap insulin; asam lemak tidak teresterifikasi yang terbentuk sebagian besar diserap oleh jaringan dan digunakan untuk sintesis triasilgliserol, sementara gliserol tetap berada didalam darah dan diserap oleh hati serta digunakan glukoneogenesis dan sintesis glikogen atau lipogenesis.Asam lemak yang menetap didalam darah diserap oleh hati dan direestertifikasi.Sisanya kilomikron yang lipidnya sudah berkurang dibersihkan oleh hati, dan triasilgliserol yang tersisa diekspor, bersama triasilgliserol yang disintesis di hati, dalam bentuk lipoprotein berdensitas sangat rendah (VLDL).Triasilgliserol ini mengalami nasip serupa dengan nasip yang dialami kilomikron.Oksidasi parsial asam lemak di hati menyebabkan terbentuknya badan keton (ketogenesis).Badan keton diangkut ke jaringan ekstrahepatik, tempat badan-badan keton ini bekerja sebagai bahan bakar dalam keadaan puasa lama dan kelaparan.

3. Mekanisme berat badan menurun adalah sebagai berikut:Terdapat beberapa lokasi kerja T3 di dalam sel. Pada membran, hormone ini akan menstimulasi pompa Na+/K+-ATPase. Pada saat terjadi tiroksiskosis akan menyebabkan terjadi peningkatan rangsangan hormone tersebut dan menyebabkan kalorigenik dan konsumsi oksigen yang meningkat dan basal metabolism rate yang mengalami peningkatan. Selain itu terjadi katabolisme protein yang meningkatan dalam tubuh yang menyebabkan massa otot mengalami penurunan yang menyebabkan penurunan berat badan.

4. Patomekanisme semua gejala pada skenario adalah sebagai berikut:

a. Penurunan Berat BadanDalam bidang endokrin dan metabolisme, terdapat dua penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan berat badan yaitu :

1. Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM), yaitu suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh meningkatnya kadar glukosa dalam darah sebagai akibat adanya defek sekresi insulin dan atau adanya resistensi insulin. Apabila penyakit ini dibiarkan tidak terkendali, maka akan menimbulkan komplikasi yang dapat berakibat fatal, termasuk penyakit jantung, ginjal, kebutaan dan amputasi.

Mekanisme penurunan berat badan pada penderita DM adalah sebagai berikut:

Oleh karena terjadi defek sekresi insulin (insulin kurang) maupun adanya gangguan kerja insulin (resistensi insulin) mengakibatkan glukosa darah tidak dapat masuk kedalam sel otot dan jaringan lemak. Akibatnya untuk memperoleh sumber energi untuk kelangsungan hidup dan menjalankan fungsinya, maka otot dan jaringan lemak akan memecahkan cadangan energi yang terdapat dalam dirinya sendiri melalui proses glikogenolisis dan lipolisis. Proses glikogenolisis dan lipolisis yang berlangsung terus menerus pada akhirnya menyebabkan massa otot dan jaringan lemak akan berkurang dan terjadilah penurunan berat badan.

2. Tirotoksikosis

Tirotoksikosis adalah suatu sindroma klinik yang terjadi akibat meningkatnya kadar hormon tiroid (T3) yang beredar dalam tubuh. Triyodotironin (T3) akan meningkatkan komsumsi oksigen dan produksi panas melalui rangsangan tarhadap Na+,K+,ATPase pada hampir semua jaringan tubuh (kecuali otak, limpa dan testis) yang pada akhirnya akan meningkatkan basal metabolisme rate. Hormon tiroid juga akan merangsang peningkatan sintesis struktur protein dan akhirnya menyebabkan berkurangnnya massa otot.

3. Jantung Berdebar

Kelainan jantung merupakan gambaran hipertiroidisme paling konsisten.Kadar hormone tiroid yang berlebihan menyebabkan peningkatan basal metabolism rate.Hal ini menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen jaringan perifer sehingga meningkatkan kontraktilitas jantung sehingga terjadi Takikardi, Palpitasi dan Kardiomegali.Hal lain yang menyebabkan terjadinya jantung berdebar ( takikardi ) yaitu dikenal dengan istilah Thyroid Storm yang digunakan untuk menamai hipertiroidisme yag muncul mendadak. Keadaan ini paing sering terjadi pada pasien pada pasien graves disease dan mungkin disebabkan oleh peningkatan akut kadar katekolamin, yang dimana katekolamin mengandung ( dopamine, epinefrin, nor epinefrin) yang menyebabkan takikardi. Selain itu dapat dijumpai jua pada infeksi, pembedahan, penghentian obat antitiroid, atau semua bentuk stress.Pasien sering demam dan mengalami takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhunya. Thyroid strom adalah kedaruratan medis: sejumlah pasien yang tidak diterapi meninggal akibat aritmia jantung.

4. Gelisah

Serat saraf ganglia simpatis servikalis secara tidak langsung memengaruhi sekresi tiroid dengan bekerja pada pembuluh darah. Pada keadaan hipermetabolik akibat kelebihan hormone tiroid serta yang disebabkan oleh overaktivitas system saraf simpatis yang berebihan yaitu peningkatan Tonus Beta Adrenergic yang menyebabkan tremor, hiperaltivitas, gelisah, cemas, emosi, ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian dan insomnia.

5. Mata Terasa Perih

Suatu fenomena autoimun yang diperantarai oleh sel T juga berperan dalam timbulnya oftalmiopati infiltrate yang khas pada Graves disease. Pada otamiopati graves, volume jaringan ikat retro-orbit dan to ekstraokular meningkat akibat beberapa hal, temasuk :

a. Infiltrasi mencolok rung retro-orbita oleh sel mononukleus, terutama sel Tb. Edema dan pembengkakan inflamatorik otot ektraokulerc. Akumulasi komponen matriks ekstrasel, khususya glikosaminoglikan (GAGs) hidrofilik, mialnya asam hialuronat dan kondrotin sulfat,dand. Peningkatan jumah adiposity ( infiltrasi lemak )Perubahan perubahan ini mendorong bola mata ke dean dan dapat mengganggu fungi otot otot ektraokuler.Bukti terakhir mengisyaratkan bahwa fibrobls pra- adiposity orbita mengekspresikan reseptor TSH sehingga menjadi sasaran seranga autoimun.Sel T yang aktif terhadap fibrolas ini megeluarkan sitokin, yang merngsang proliferasi dan sintesis protein matriks ektraseluer (GAGs) dan meningkatkan ekspresi reseptor TSH permukaan sehingga respon autoimun tterus berkembang.Hasilya adalah infiltrasi progresif ruang retro-orbita dan oftalmiopati.

6. Gejala LainSelain itu aktifitas simpatis yang berlebihan menyebabkan pandangan tamoak membelalak dan lebar serta kelopak mata terlambat menutup.Oftalmiopati menyebabkan penonjolan bol mata( exopthalmus). Otot otot ektraokkuler sering melemah.Eksopthalmus mugkin meneta atau berkembang mskipun tiroksikosisnya berhasil diterapi, terkadang menyebabkan cedera kornea.

5. Langkah-langkah diagnosis:a. Anamnesis Identitas:Wanita, umur 34 tahun Keluhan utama: Berat badan menurun 12 kg dalam 7 bulan Keluhan lain:Jantung berdebar, gelisah, mata sering terasa perihb. Pemeriksaan fisik Inspeksi:Gelisah, tremor, rasa lemah, keringat berlebih, sesak napas, kelemahan otot, mudah tersinggung Palpasi:Pembesaran kelenjar tyroid Perkusi: - Auskultasi: Jantung berdebarc. Pemeriksaan penunjang Antropometri: Berat badan menurun Indeks Massa Tubuh menurun Pemeriksaan laboratorium: Pengukuran hormon tiroidHanya sekitar 1% hormon tiroid berada dalam keadaan bebas dan aktif secara metabolik karena baik T3maupun T4 terikat kuat dengan protein transpor dalam plasma. Assay T3maupun T4total terutama mengukur hormon yang terikat protein. Hal ini dapat dipengaruhi oleh berbagai keadaan yang memengaruhi konsentarasi protein.Pada hipertiroidisme, kadar T3 maupunkadar T4tinggi..

Pengukuran hormon penstimulasi tiroid (TSH)Pengukuran TSH merupakan tes fungsi tiroid yang paling banyak digunakan. Pengukuran ini relatif tidak terganggu oleh interfensi assay dan dapat dipercaya dalam memprediksi fungsi tiroid sesuai prinsip umpan balik negatif. Oleh karena itu, pada hipertiroidisme konsentrasi TSH rendah bahkan tidak dapat terdeteksi.

Pemeriksaan biokimiawi lain untuk fungsi tiroid seperti pemeriksaan TRH jarangdigunakan karena assay TSH yang sangat sensitif.6. Differential Diagnoses dari kasus tersebut diatas adalah:

1. GRAVES DISEASE (TIROTOKSIKOSIS)

Definisi : Tirotoksikosis : Manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar dalam sirkulasi. Penyakit Graves :Merupakan penyakit autoimun, yang dapat menyebabkan respon kelenjar tiroid yang berlebihan. Insiden : L : P = 5 : 1 30 40 tahun Predisposisi Familial Penyebab tirotoksikosis 70 % kasus Patofisiologi

Gejala Klinik : Gejala utama dari tirotoksikosis adalah berat badan menurun walaupun nafsu makan baik, berdebar-debar, kecemasan dan gelisah, cepat lelah, banyak berkeringat, tidak tahan panas, sesak bila bergiat, tremor dan kelemahan otot. Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid.

Penegakan Diagnosis :Diagnosis tirotoksikosis umumnya dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan untuk menilai derajat tirotoksikosis maupun untuk pemantauan, maka pemeriksaan laoboratorium yang terbaik adalah kombinasi antara FT4 (kadar tiroksin bebas) dengan TSH (thyroid stimulating hormone). Kadar FT4 yang tinggi (normal 2,2 5,3 ng/dl) dan kadar TSH yang rendah (normal 0,5 5,0) menunjukkan adanya tirotoksikosis (hipertiroid).Oleh karena penyakit Graves merupakan penyakit autoimmum, maka pemeriksaan autoantibody seperti Tg Ab dan TPO Ab, namun sayang pemeriksaan tersebut juga memberikan nilai yang positif untuk penyakit autoimmune tiroid yang lain (Hashimoto). Pemeriksaan antibodi yang khas untuk Graves adalah TSH-R Ab.Pemeriksaan hormonal dan antibodi pada penderita penyakit tidak memerlukan persiapan khusus bagi penderita (tidak perlu berpuasa). Penatalaksanaan :Walaupun dasar terjadinya penyakit Graves adalah proses autoimmune, namun tujuan utama terapi penyakit ini adalah mengontrol hypertiroidisme. Terdapat 3 modalitas terapi saat ini yaitu : Obat anti tiroid, operasi dan radioterapi. Obat anti tiroid (OAT) .Golongan obat ini terdiri dari propylthyourasil (PTU), Metimazol dan Carbimazole (dirubah dengan cepat menjadi metimazole setelah diminum) biasanya diberikan pada dengan dosis awal 100 150 mg per enam jam ( PTU ) atau 30 40 mg (Metimazole/carbimazole) per 12 jam. Biasanya remisi spontan akan terjadi dalam waktu 1 2 bulan. Pada saat itu dosis obat dapat diturunkan menjadi 50-200mg (dalam dosis terbagi/ 2kali sehari) untuk PTU atau 5 20 mg (dosis 1-2 kali sehari) untuk Metimazole. Dosis maintenance ini dapat diberikan hingga 2 tahun untuk mencegah relaps.Mekanisme kerja obat ini adalah menghambat konversi T4 (tidak aktif) menjadi bentuk aktif (T3) dan juga memblok aktifitas hormon tiroid.Efek samping obat ini adalah agranulositosis, reaksi allergi dan hepatotoksik.Pada penderita hipertiroid yang sedang hamil maka pilihan obat adalah PTU, oleh karena obat ini kurang dapat melewati barrier palasenta (hidrofilik), kecuali bila juga terjadapat tanda-tanda toksik pada janin maka dapat dipilih obat Metimazole (lipofilik). Operasi. Biasanya dilakukan subtotal tiroidektomi dan merupakan pilihan untuk penderita dengan pembesaran kelenjar gondok yang sangat besar atau multinoduler.Operasi hanya dilakukan setelah penderita euthyroid (biasanya setelah 6 minggu setelah pemberian OAT) dan dua minggu sebelumnya harus dipersiapkan dengan pemberian larutan kalium yodida (lugol) 5 tetes 2 kali sehari (dianggap dapat mengurangi vaskularisasi sehingga mempermudah operasi) Terapi Yodium Radioaktif ( I131). Pemberian radiasi secara oral (minum) dilakukan apabila ada kontra indikasi pemberian obat OAT, tidak berespon dan sering relaps dengan OAT. Radioaktif harus diberikan bila fungsi jantung normal dan dikontraindikasikan pada penderita hamil.Terapi radiasi dianggap dapat menghentikan proses autoimmune pada penyakit Graves namun mempunyai efek samping hipotiroidisme yang permanent. Pilihan obat lainnya.a. Beta blocker. Propranolol 10 40 mg/hari (tid) berfungsi untuk mengontrol gejala tahikardia, hipertensi dan fibrilasi atrium. Dapat pula sebagai obat pembantu OAT oleh karena juga menghambat konversi T4 ke T3.b. Barbiturate . Phenobarbital digunakan sebagai obat penenang ( sedataif) dan juga dapat mempercepat metabolisme T4 sehingga dapat menurunkan kadar T4 dalam darah. Komplikasi : Penyakit jantung tiroid (PJT) . Diagnosis ditegakkan bila terdapat tanda-tanda dekompensasi jantung (sesak, edem dll), hipertiroid dan pada pemeriksaan EKG maupun fisik didapatkan adanya atrium fibrilasi. Krisis Tiroid (Thyroid Storm). Merupakan suatu keadaan akut berat yang dialami oleh penderita tiritoksikosis (life-threatening severity). Biasanya dipicu oleh faktor stress (infeksi berat, operasi dll). Gejala klinik yang khas adalah hiperpireksia, mengamuk dan tanda tanda-tanda hipertiroid berat yang terjadi secara tiba-tiba.

Periodic paralysis thyrotocsicosis ( PPT).Terjadinya kelumpuhan secara tiba-tiba pada penderita hipertiroid dan biasanya hanya bersifat sementara.Dasar terjadinya komplikasi ini adalah adanya hipokalemi akibat kalium terlalu banyak masuk kedalam sel otot. Itulah sebabnya keluhan PPT umumnya terjadi setelah penderita makan (karbohidrat), oleh karena glukosa akan dimasukkan kedalam selh oleh insulin bersama-sama dengan kalium (K channel ATP-ase). Komplikasi akibat pengobatan. Komplikasi ini biasanya akibat overtreatment (hipotiroidisme) dan akibat efek samping obat (agranulositosis, hepatotoksik).

2. DIABETES MELLITUS TIPE 1

DefinisiDiabetes melitus adalah suatu sindroma klinik yang ditandai poliuri, polidipsi, dan polifagi, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau hiperglikemia (glukosa puasa >126 mg/dl atau postprandial >200 mg/dl atau glukosa sewaktu >200 mg/dl).Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.Jika telah berkembang penuh secara klinis, maka diabetes melitus ditandai dengan hiperglikemia puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangiopati, dan neuropati.Manifestasi klinis hiperglikemia biasanya sudah bertahun-tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya.Pasien dengan kelainan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi glukosa) dapat tetap berisiko mengalami komplikasi metabolik diabetes.Diabetes mellitus tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetic dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin.2

EpidemiologiTingkat prevalensi diabetes mellitus sangat tinggi.Diduga terdapat sekitar 16 juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosa 600.000 kasus baru.Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikatdan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat retinopati diabetik.Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2.5 kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita diabetes.Tujuh puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vascular. Serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan gangren adalah komplikasi yang paling utama.Selain itu, kematian fetus intrauterine pada ibu ibu yang menderita diabetes tidak terkontrol juga meningkat.Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.Hal tersebut disampaikan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H saat membuka Seminar dalam rangka memperingati Hari Diabetes Sedunia 2009, 5 November 2009 di Jakarta.Prof. Tjandra Yoga mengatakan berdasarkan hasil Riskesdas 2007 prevalensi nasional DM berdasarkan pemeriksaan gula darah pada penduduk usia >15 tahun diperkotaan 5,7%. Prevalensi nasional Obesitas umum pada penduduk usia >= 15 tahun sebesar 10.3% dan sebanyak 12 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional, prevalensi nasional Obesitas sentral pada penduduk Usia >= 15 tahun sebesar 18,8 % dan sebanyak 17 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional. Sedangkan prevalensi TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) pada penduduk usia>15 tahun di perkotaan adalah 10.2% dan sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi diatas prevalensi nasional. Prevalensi kurang makan buah dan sayur sebesar 93,6%, dan prevalensi kurang aktifitas fisik pada penduduk >10 tahun sebesar 48,2%. Disebutkan pula bahwa prevalensi merokok setiap hari pada penduduk >10 tahun sebesar 23,7% dan prevalensi minum beralkohol dalam satu bulan terakhir adalah 4,6%.Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenile onset dan tipe dependen insulin, tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insiden diabetes tipe 1 sebanyak 30.000 kasus baru setiap tahunnya, dan dapat dibagi kedalam dua subtipe : (a) autoimun akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta, dan (b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya. Sub tipe ini lebih sering muncul pada etnik keturunan Afrika-Amerika dan Asia.

Etiologi

Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi diabetes mellitus bermacam-macam. Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi determinan genetic biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita diabetes mellitus. Diabetes mellitus tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetic dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Individu yang peka secara genetik tampaknya memberikan respon terhadap kejadian-kejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi autoantibody terhadap sel-sel beta, yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Manifestasi klinis diabetes mellitus terjadi jika lebih dari 90% sel-sel beta menjadi rusak.Pada diabetes mellitus bentuk yang lebih berat, sel-sel beta telah dirusak semuanya, sehingga terjadi insulinopenia dan semua kelainan metabolic yang berkaitan dengan defisiensi insulin. Bukti untuk determinan genetic diabetes tipe 1 adalah adanya kaitan dengan tipe-tipe histokompatibilitas (human leukocyte antigae[HLA]) spesifik. Tipe dari gen histokompatibilitas yang bekaitan dengan diabetes tipe 1 (DW3 dan DW4) adalah member kode kepada protein-protein yang berperanan penting dalam interaksi monosit-limfosit. Protein protein ini mengatur respon sel T yang merupakan bagian normal dari respon imun. Jika terjadi kelainan, fungsi limfosit T yang terganggu akan berperan penting dalam pathogenesis perusakan sel-sel pulau langerhans yang ditujukan terhadap komponen antigenic tertentu dari sel beta. Kejadian pemicu yang menentukan proses pada individu yang peka secara genetik dapat berupa infeksi virus coxsackie B4 atau gondongan atau virus lain. Epidemi diabetes tipe 1 awitan baru telah diamati pada saat-saat tertentu dalam setahun pada anggota-anggota dari kelompok social yang sama. Obat-obat tertentu yang diketahui dapat memicu penyakit autoimun lain juga dapat memulai proses autoimun pada pasien-pasien diabetes tipe 1. Antibody sel-sel pulau langerhans memiliki presentasi yang tinggi pada pasien dengan diabetes tipe 1 awitan baru dan memberikan bukti yang kuat adanya mekanisme autoimun pada patogenesis penyakit. Penapisan imunologik dan pemeriksaan sekresi insulin pada orang-orang dengan risiko tinggi terhadap diabetes tipe 1 akan memberikan jalan untuk pengobatan imunosupresif diini yang dapat menunda awitan manifestasi klinis defisiensi insulin. Diabetes mellitus tipe 1 dikarenakan adanya gangguan produksi insulin akibat penyakit autoimun atau idiopatik. Tipe ini sering disebut insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) karena pasien mutlak membutuhkan insulin.1

Manifestasi klinisManifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsi). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.2Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah dan somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. 2 PatomekanismeDiabetes tipe 1 merupakan kondisi autoimun yang menyebabkan kerusakan sel beta pancreas sehingga timbul defisiensi insulin absolute. Keadaan ini timbul pada anak dan dewasa muda dan lebih sering terjadi pada populasi Eropa utara daripada kelompok etnis lainnya.Infiltrasi pulau pancreas oleh makrofag yang teraktivasi, limfosit T sitotoksik dan supresor, dan limfosit B menimbulkan insulitis destruktif yang sangat selektif terhadap populasi sel beta.Sekitar 70-90% sel beta hancur sebelum timbul gejala klinis.DM tipe 1 merupakan gangguan poligenik dengan peran faktor genetic sebesar 30%. Terdapat kaitan dengan HLA halotipe DR3 dan DR4 di dalam kompleks histokompabilitas mayor pada kromosom 6, walaupun alel ini dapat merupakan marker untuk lokus lain yang berperan dalam antigen HLA klas II yang terlibat dalam inisiasi respon imun. Faktor lingkungan dapat juga berperan penting sebagai etiologi DM tipe 1; peran virus dan diet sedang diteliti.4Diabetes tipe 1 dikarenakan kerusakan sel beta pankreas terhadap proses autoimmune spesifik sel beta dijelaskan dengan mekanisme sbb:5

Representasi skematis kolaborasi antara makrofag dan sel T dalam destruksi sel pankreas.1. Autoantigen cell dirilis dari sel selama turnover secara spontan sel . Antigen kemudian diproeses oleh makrofag dan dipresentasikan ke sel T helper dihubungkan oleh molekul MHC II. Makrofag teraktivasi mensekresikan IL-12, lalu mengaktivasi sel T Th1 tipe CD4+.2. Sel T CD4+ mensekresikan sitokin seperti IFN-, TNF-, TNF- dan IL-2. Selama proses ini berjalan, cellspecific precytotoxic T cells mungkin terekrut ke islet. Sel T presitotoksik ini diaktivasi oleh IL-2 dan sitokin lain yang dirilis oleh CD4+ helper T cells untuk berdiferensiasi menjadi CD8+ effector T cells.3. IFN- yang dirilis oleh helper T cells dan sitokin sel T menyebabkan makrofag menjadi sitotoksik.4. Makrofag sitotoksik merilis sekumlah substansial sitokin cell-toxic IL-1, TNF-, dan IFN- serta radikal bebas (H2O2, NO). Sitokin yang dirilis dari makrofag dan sel T menginduksi ekspresi Fas pada sel pankreas.5. Sel kemudian dihancurkan melalui mekanisme apoptosis dimediasi Fas dan atau granzim dan sitosillin (perforin), keduanya toksik pada sel . Langkah DiagnosisDalam menegakkan diagnosis diabetes mellitus, patokan yang dijadikan acuan tentu saja adalah pemeriksaan glukosa darah. Dalam hal ini dikenal adanya istilah pemeriksaan penyaring dan uji diagnostik diabetes mellitus.6,7 Pemeriksaan PenyaringPemeriksaan penyaring ditujukan untuk mengidentifikasi kelompok yang tidak menunjukkan gejala diabetes mellitus tetapi memiliki resiko diabetes mellitus, yaitu: 1) Umur > 45 tahun, 2)Berat badan lebih (dengan kriteria: BBR > 110% BB idaman atau IMT >23 kg/m2), 3)Hipertensi ( 140/90 mmHg), 4) Terdapat riwayat diabetes mellitus dalam garis keturunan, 5)terdapat riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4000 gram, 6)Kadar kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida 250 mg/dl.Pemeriksaan penyaring dilakukan dengan memeriksa kadar gula darah sewaktu (GDS) atau gula darah puasa (GDP), yang selanjutnya dapat dilanjutkan dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar. Dari pemeriksaan GDS, disebut diabetes mellitus apabila didapatkan kadar GDS 200 mg/dl dari sampel plasma vena ataupun darah kapiler. Sedangkan pada pemeriksaan GDP, dikatakan sebagai diabetes mellitus apabila didapatkan kadar GDP 126 mg/dl dari sampel plasma vena atau 110 mg/dl dari sampel darah kapiler. Uji DiagnostikUji diagnostik dikerjakan pada kelompok yang menunjukkan gejala atau tanda diabetes mellitus. Bagi yang mengalami gejala khas diabetes mellitus, kadar GDS 200 mg/dl atau GDP 126 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus. Sedangkan pada pasien yang tidak memperlihatkan gejala khas diabetes mellitus, apabila ditemukan kadar GDS atau GDP yang abnormal maka harus dilakukan pemeriksaan ulang GDS/GDP atau bila perlu dikonfirmasi pula dengan TTGO untuk mendapatkan sekali lagi angka abnormal yang merupakan kriteria diagnosis diabetes mellitus (GDP 126 mg/dl, GDS 200 mg/dl pada hari yang lain, atau TTGO 200 mg/dl). Kriteria diagnosis diabetes mellitus (DM) menurut ADA 2011, adalah sebagai berikut :81. A1C > 6,5 %2. FPG > 126 mg/dL (7 mmol/L), puasa didefinisikan tidak adanya ambilan kalori sedikitnya selama 8 jam3. 2 jam glukosa plasma > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) selama OGTT dengan asupan glukosa sebanding dengan 75 glukosa anhydrous yang dilarutkan4. Pasien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (11,1 mmol/L) PenatalaksanaanPenatalaksanaan diabetes mellitus didasarkan pada :2, 41. Rencana dietPada pasien DM tipe 1, berat badannya dapat menurun selama keadaan dekompensasi.Pasien ini harus menerima kalori yang cukup untuk mengembalikan berat badan mereka ke keadaan semula dan untuk pertumbuhan. Rencana diet harus didapat dengan berkonsultasi dahulu dengan ahli gizi yang terdaftar dan berdasarkan pada riwayat diet pasien, makanan yang lebih disukai, gaya hidup, latar belakang budaya, dan aktivitas fisik.2. Latihan fisik dan pengaturan aktivitas fisikDengan menyesuaikan waktu pasien dalam melakukan latihan fisik, pasien mungkin dapat meningkatkan pengontrolan kadar glukosa mereka.3. Terapi insulinPasien harus menggunakan insulin parenteral.Insulin manusia saat ini dihasilkan dengan teknologi DNA rekombinan dan diberikan dengan berbagai macam alat pena subkutan yang membuat pemberian insulin menjadi sederhana.Tersedia sekian banyak sediaan insulin, mulai dari kerja pendek (larut), sampai ke kerja sedang dan panjang. Tujuan terapi adalah mempertahankan kadar glukosa darah sedekat mungkin dengan nilai normal, yang bervariasi sekitar 4-9mmol/L. pasien memantau kadar glukosa darahnya secara teratur sepanjang hari menggunakan glukometer dan mengatur dosis insulinnya sesuai nilai pemeriksaan. Terapi modern untuk pasien DM tipe 1 menggunakan pendekatan multidisiplin yang melibatkan dokter, perawat spesialis, ahli gizi, ahli mata, dan ahli chiropody.4. Pengawasan glukosa di rumah5. Pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diriSemakin seorang penyandang diabetes mengerti kondisinya dan dapat mengatur penggunaan insulin dan makanannya, maka semakin baik control glukosanya dan semakin kecil kemungkinan terjadinya komplikasi serius. Pencegahan1. Pencegahan primer adalah pencegahan terjadinya diabetes melitus pada individu yang berisiko melalui modifikasi gaya hidup (pola makan sesuai, aktivitas fisik, penurunan berat badan) dengan didukung program edukasi yang berkelanjutan. Pencegahan primer merupakan cara yang paling sulit karena yang menjadi sasaran adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka yang masih sehat. Semua pihak harus memprogandakan pola hidup sehat dan menghindari pola hidup berisiko. Kendati program ini tidak mudah, tetapi sangat menghemat biaya. Oleh karena itu dianjurkan untuk dilakukan di negara-negara dengan sumber daya terbatas. 2. Pencegahan sekunder merupakan tindakan pencegahan terjadinya komplikasi akut maupun jangka panjang. Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosa darah harus selalu terkendali mendekati angka normal. Dalam upaya pengendalian kadar glukosa darah harus diutamakan cara-cara nonfarmakologis terlebih dahulu secara maksimal agar tidak terjadi resistensi insulin, misalnya dengan aktivitas fisik, edukasi makanan, dan lain-lain. Bila tidak berhasil baru menggunakan obat, baik oral maupun insulin.3. Pencegahan tersier adalah upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan yang timbul akibat komplikasi. Pencegahan ini meliputi 3 tahap yaitu :a. mencegah timbulnya komplikasi diabetes, yang pada konsensus dimasukkan sebagai pencegahan sekunderb. mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus kepada penyakit organc. mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan.

Pemeriksaan LaboratoriumJenis pemeriksaan laboratorium yang berkaitan dengan DM.1. Glukosa urin.Pemeriksaan ini banyak dipakai dahulu kala untuk mengetahui perkiraan kadar glukosa darah, tetapi tidak dapat mendeteksi adanya hipoglikemia. Selain itu, banyaknya glukosa yang dikeluarkan di dalam urin tergantung dari ambang ginjal terhadap glukosa. Bila ambang ginjal untuk glukosa rendah seperti pada glukosuria renal akan terdapat glukosa di dalam urin walaupun tidak dijumpai hiperglikemia. Keadaan ini dapat dijumpai pada wanita hamil.2. Kadar gula darah.Untuk mengetahui adanya DM dan pengontrolan kadar gula darah dapat diketahui dengan mengukur kadar gula darah puasa atau kadar gula darah sewaktu seperti terlihat pada alogaritma 1 atau 2.3. Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO).Bila didapatkan kadar gula darah yang meragukan baik pada kadar gula darah puasa maupun sewaktu seperti terlihat pada alogaritma 1 atau 2. Untuk pemeriksaan TTGO pasien harus memenuhi persyaratan sbb :a. Tiga hari sebelum pemeriksaan, makan dan kegiatan jasmani dilakukan seperti biasa. b. Puasa satu malam 10 - 12 jamc. Di laboratorium pasien dilakukan pemeriksaan gula darah puasa, kemudian diberikan 250mL air yang ditambahkan 75g glukosa, yang dihabiskan dalam waktu 5 menit.Selama menunggu 2 jam pasien istirahat dan tidak merokok.d. Periksa kada gula darah 2 jam pasca penambahan glukosa.4. Hemoglobin glikasi (HbA1c).Sebagaimana diketahui hemoglobin di dalam tubuh akan mengalami glikasi dengan kecepatan yang proporsional dengan kadar glukosa darah. Reaksi ini terjadi secara reversible membentuk senyawa stabil yang disebut hemoglobin glikasi atau hemoglobin A1c. Pengukuran kadar HbA1c ini bermanfaat untuk :a. Mengetahui kadar glukosa rerata 3 bulan terakhir selama pengobatan.b. Ingin mengetahui pengendalian DM selama pengobatan. KomplikasiKomplikasi metabolik akut yaitu ketoasidosis diabetik (DKA)

PrognosisDM tipe 1 tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikendalikan.

3. ADENOMA TOKSIK

Defenisi

Sebuah gondok nodular toksik (TNG) adalah kelenjar tiroid yang berisi nodul tiroid otonom berfungsi, dengan mengakibatkan hipertiroidisme.TNG, atau penyakit Plummer, pertama kali dijelaskan oleh Henry Plummer pada tahun 1913. TNG adalah penyebab paling umum kedua hipertiroidisme di dunia Barat, setelah penyakit Graves. Pada orang tua dan di daerah kekurangan yodium endemik, TNG adalah penyebab paling umum dari hipertiroid.

PatofisiologiGondok nodular toksik (TNG) mewakili spektrum penyakit mulai dari nodul hyperfunctioning tunggal (adenoma toksik) dalam tiroid multinodular ke kelenjar dengan berbagai bidang hyperfunction. Sejarah alami dari gondok multinodular melibatkan pertumbuhan nodul variabel individu, hal ini dapat berlanjut menjadi pendarahan dan degenerasi, diikuti dengan penyembuhan dan fibrosis. Kalsifikasi dapat ditemukan di daerah-daerah perdarahan sebelumnya. Beberapa nodul dapat mengembangkan fungsi otonom. Otonomi hiperaktif yang diberikan oleh mutasi somatik dari thyrotropin, atau thyroid-stimulating hormone (TSH), reseptor pada 20-80% adenoma toksik dan beberapa nodul dari gondok multinodular.Nnodul otonom berfungsi dapat menjadi racun dalam 10% pasien. Hipertiroidisme terutama terjadi ketika nodul tunggal lebih besar dari 2,5 cm. Tanda dan gejala TNG mirip dengan jenis lain hipertiroidisme.

EpidemiologiFrekuensi Amerika Serikat Beracun gondok nodular account untuk sekitar 15-30% kasus hipertiroidisme di Amerika Serikat, kedua hanya untuk penyakit Graves. Internasional Di daerah defisiensi yodium endemik, gondok nodular toksik (TNG) menyumbang sekitar 58% kasus hipertiroidisme, 10% dari yang berasal dari nodul soliter beracun. Penyakit Graves menyumbang 40% dari kasus hipertiroidisme. Pada pasien dengan underlying gondok multinodular tidak beracun, yodium suplementasi awal (atau agen kontras iodinasi) dapat menyebabkan hipertiroidisme. Obat iodinasi, seperti amiodarone, juga dapat menyebabkan hipertiroidisme pada pasien dengan goiter multinodular mendasari tidak beracun. Sekitar 3% dari pasien yang diobati dengan amiodarone di Amerika Serikat (lebih di daerah defisiensi yodium) mengembangkan amiodarone-induced hipertiroidisme.Mortalitas / Morbiditas Morbiditas dan mortalitas dari gondok nodular toksik (TNG) dapat dibagi menjadi masalah yang berkaitan dengan hipertiroidisme dan masalah yang berkaitan dengan pertumbuhan nodul dan kelenjar. Masalah kompresi lokal karena pertumbuhan nodul, meskipun tidak biasa, termasuk dyspnea, suara serak, dan disfagia. TNG lebih sering terjadi pada orang dewasa tua, sehingga komplikasi karena penyakit penyerta, seperti penyakit arteri koroner, yang signifikan dalam pengelolaan hipertiroidisme. Seks Gondok nodular toksik terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Pada wanita dan pria yang lebih tua dari 40 tahun, tingkat prevalensi nodul teraba adalah 5-7% dan 1-2%, masing-masing. Usia Kebanyakan pasien dengan gondok nodular toksik (TNG) lebih tua dari 50 tahun. Gejala klinik Gejala tirotoksik - Kebanyakan pasien dengan gondok nodular toksik (TNG) menyajikan dengan gejala khas dari hipertiroidisme, termasuk intoleransi panas, palpitasi, tremor, kehilangan berat badan, rasa lapar, dan sering buang air besar. Pasien tua mungkin memiliki gejala yang lebih atipikal, termasuk yang berikut: Berat badan merupakan keluhan yang paling umum pada pasien usia lanjut dengan hipertiroidisme. Anoreksia dan konstipasi dapat terjadi, berbeda dengan sering buang air besar sering dilaporkan oleh pasien yang lebih muda. Dispnea atau palpitasi mungkin umum terjadi. Tremor juga terjadi tetapi dapat bingung dengan tremor pikun penting. Komplikasi kardiovaskular terjadi sering pada pasien lanjut usia, dan riwayat atrial fibrilasi, gagal jantung kongestif, atau angina mungkin ada. F Lahey, MD, pertama kali dijelaskan hipertiroidisme apatis pada tahun 1931, ini ditandai dengan afek tumpul, kurangnya aktivitas motorik hyperkinetic, dan memperlambat pemikiran pada pasien yang tirotoksik. Obstruktif gejala - Sebuah gondok membesar secara signifikan dapat menyebabkan gejala yang berhubungan dengan obstruksi mekanis. Sebuah gondok substernal besar dapat menyebabkan disfagia, dyspnea, atau jujur stridor. Jarang, gondok ini menghasilkan keadaan darurat bedah. Keterlibatan saraf laring berulang atau unggul dapat menyebabkan keluhan suara serak atau perubahan suara. Asimtomatik - Banyak pasien tidak menunjukkan gejala atau gejala minimal dan secara tidak sengaja ditemukan memiliki hipertiroidisme selama skrining rutin. Temuan laboratorium yang paling umum adalah TSH ditekan dengan tiroksin bebas normal (T4) tingkat. Next Section: PhysicalFisik Fisik Temuan hipertiroidisme mungkin lebih halus dibandingkan dengan penyakit Graves. Fitur mungkin termasuk melebar, fisura palpebral; takikardia; hyperkinesis; lembab, kulit halus, tremor, kelemahan otot proksimal, dan cepat refleks tendon dalam. Ukuran dari kelenjar tiroid adalah variabel. Kelenjar substernal besar mungkin tidak cukup pada pemeriksaan fisik. Sebuah nodul yang dominan atau tidak teratur beberapa, nodul berukuran variabel biasanya hadir. Dalam sebuah kelenjar kecil, multinodularity mungkin tidak terlihat hanya pada sebuah ultrasonogram. Kronis penyakit Graves dapat hadir dengan beberapa nodularitas, karena itu, menegakkan diagnosis terkadang sulit. Suara serak atau deviasi trakea dapat hadir pada pemeriksaan. Obstruksi mekanik dapat mengakibatkan sindrom vena cava superior, dengan pembengkakan pembuluh darah wajah dan leher (Pemberton tanda). Stigmata dari penyakit Graves (misalnya, orbitopathy, pretibial myxedema, acropachy) tidak diamati. Previous Sebelumnya 5. Next Section: PhysicalFisik PenyebabOtonomi fungsional dari kelenjar tiroid tampaknya berhubungan dengan defisiensi yodium. Berbagai mekanisme telah terlibat, tetapi patogenesis molekuler masih belum dimengerti. Urutan peristiwa yang menyebabkan gondok multinodular beracun adalah sebagai berikut: Kekurangan yodium menyebabkan rendahnya tingkat T4, ini menginduksi hiperplasia sel tiroid untuk mengkompensasi rendahnya tingkat T4. Peningkatan tiroid replikasi sel predisposes sel tunggal untuk mutasi somatik dari reseptor TSH. Aktivasi konstitutif dari reseptor TSH dapat menghasilkan faktor autokrin yang mempromosikan pertumbuhan lebih lanjut, sehingga proliferasi klonal. Klon sel kemudian menghasilkan beberapa nodul. Mutasi somatik dari reseptor TSH dan protein G memberikan aktivasi konstitutif untuk kaskade adenosin siklik (cAMP) monofosfat dari jalur inositol fosfat. Mutasi ini mungkin bertanggung jawab untuk otonomi fungsional tiroid dalam 20-80% kasus. Mutasi ini ditemukan di mandiri berfungsi nodul tiroid, soliter dan dalam kelenjar multinodular. Nodul tiroid nonfunctioning dalam kelenjar yang sama tidak memiliki mutasi ini. Frekuensi melaporkan mutasi ini sangat bervariasi, mulai 10-80%. Insiden yang lebih tinggi dilaporkan pada pasien dengan defisiensi yodium. Selain mutasi somatik, polimorfisme dari reseptor TSH telah dipelajari pada pasien dengan gondok nodular toksik (TNG); terutama, polimorfisme melibatkan ekor karboksil-terminal dari reseptor TSH manusia telah ditemukan dalam asam deoksiribonukleat nodular dan genom (DNA) . Berbeda dengan mutasi somatik ditemukan di nodul otonom berfungsi, mutasi ini juga telah ditemukan dalam baris sel lainnya, menunjukkan mutasi germline. Salah satunya, D727E, hadir dengan frekuensi yang lebih besar pada pasien dengan TNG dari pada orang sehat, ini menunjukkan bahwa polimorfisme ini mungkin berhubungan dengan penyakit. Kehadiran negara heterozigot untuk varian D727E dari reseptor TSH manusia saja tidak cukup untuk pengembangan TNG itu. Sekitar 10% dari orang yang sehat memiliki polimorfisme ini. Kemungkinan mediator dalam pertumbuhan meliputi: Endotelin-1 (ET-1) produksi meningkat pada kelenjar tiroid tikus yang telah mengalami hiperplasia, ini menunjukkan bahwa ET-1 produksi mungkin terlibat dalam pertumbuhan kelenjar tiroid dan vaskularisasi. Berbeda dengan jaringan tiroid normal dan kanker tiroid papiler, tiroid jaringan pada pasien dengan TNG menunjukkan pewarnaan nyata positif dari pewarnaan stroma, tetapi tidak ada dari sel-sel folikel endothelium, smooth muscle cells, and thyroid follicular cells. Arti penting dari temuan ini tidak jelas, tetapi ET-1 adalah, selain menjadi vasokonstriktor, sebuah mitogen untuk endotelium pembuluh darah, sel otot polos, dan sel folikel tiroid. In vitro sistem telah menunjukkan stimulasi proliferasi sel folikel tiroid dengan pertumbuhan insulin faktor-1, faktor pertumbuhan epidermal, dan faktor pertumbuhan fibroblast. Mengurangi konsentrasi transformasi faktor pertumbuhan- 1 atau resistensi untuk mengubah faktor pertumbuhan- juga telah dikaitkan dengan pertumbuhan folikel sel. Peran ini beberapa faktor dalam pertumbuhan dan fungsi yang keluar dari TNG perlu penyelidikan lebih lanjut. Previous Sebelumnya

Hasl pemeriksaanLaboratorium Studi Tes fungsi tiroid - Bukti hipertiroidisme harus hadir untuk mempertimbangkan diagnosis gondok nodular toksik (TNG). (Lihat gambar di bawah.) Patchy pengambilan yodium (123I) dalam gondok multinodular beracun. Generasi ketiga tes TSH umumnya alat skrining terbaik awal untuk hipertiroidisme. Pasien dengan TNG akan telah menekan tingkat TSH. Tingkat T4 Gratis atau pengganti dari kadar T4 bebas (yaitu, indeks T4 bebas) mungkin meningkat atau dalam kisaran referensi. Peningkatan terisolasi di T4 diamati pada yodium akibat hipertiroidisme atau dengan adanya agen yang mengurangi konversi T4 ke perangkat triiodothyronine (T3) (misalnya, propranolol, kortikosteroid, agen radiocontrast, amiodaron). Beberapa pasien mungkin memiliki tingkat normal T4 bebas (indeks atau T4 bebas) dengan tingkat T3 naik (toksikosis T3), ini dapat terjadi pada 5-46% pasien dengan nodul beracun. Perhatikan bahwa tingkat T3 dan T4 Total sering mungkin dalam rentang referensi tetapi mungkin lebih tinggi dari kisaran normal untuk individu tertentu, ini terutama terjadi pada pasien dengan penyakit nonthyroidal di mana tingkat T3 yang menurun. Hipertiroidisme subklinis - Beberapa pasien mungkin telah menekan tingkat TSH yang normal dengan tingkat T3 T4 bebas dan total. Next Section: Imaging StudiesStudi pencitraan Studi pencitraan Nuklir skintigrafi [6] Scan nuklir harus dilakukan pada pasien dengan hipertiroidisme biokimia. Scan kedokteran nuklir dapat dilakukan dengan radioaktif yodium-123 (123 I) atau dengan teknesium-99m (99m Tc). Isotop ini dipilih untuk pendek paruh mereka dan karena mereka memberikan paparan radiasi yang lebih rendah untuk pasien bila dibandingkan dengan natrium iodida-131 (Na 131 I). Scan nuklir memungkinkan penentuan penyebab hipertiroidisme. Pasien dengan penyakit Graves biasanya memiliki serapan menyebar homogen. Kelenjar dengan tiroiditis memiliki penyerapan rendah. Pada pasien dengan gondok nodular toksik (TNG), hasil scan biasanya mengungkapkan serapan merata, dengan daerah serapan meningkat dan menurun. Tingkat penyerapan radioiod dalam 24 jam rata-rata sekitar 20-30%. Radioaktif Na 131 saya ablasi kelenjar tiroid dapat dipertimbangkan jika nilai serapan tiroid meningkat. Beberapa modalitas terapi telah diusulkan untuk meningkatkan penyerapan (misalnya, yodium diet rendah, lithium, TSH rekombinan, propylthiouracil [PTU]). Ultrasonografi Ultrasonografi adalah prosedur yang sangat sensitif untuk menggambarkan nodul diskrit yang tidak teraba saat pemeriksaan tiroid. Nodul dingin dominan harus dipertimbangkan untuk fine-aspirasi jarum biopsi sebelum pengobatan definitif TNG a. Teknik ini dapat digunakan untuk serial memeriksa ukuran nodul tiroid.

ProsedurPrevious Sebelumnya Next Section: Imaging StudiesStudi pencitraan Aspirasi jarum halus Aspirasi jarum halus biasanya tidak ditunjukkan dalam nodul otonom (yaitu, panas) fungsi tiroid. Interpretasi dari spesimen sitologi sulit, karena kemungkinan untuk menunjukkan neoplasma folikular (yaitu, lembaran sel folikel dengan koloid sedikit atau tidak), dan membedakan antara lesi jinak dan lesi ganas tidak mungkin tanpa histologis sectioning untuk memeriksa untuk kehadiran invasi vaskular atau kapsuler.Previous Sebelumnya Next Section: Imaging StudiesStudi pencitraan Temuan histologis Nodul otonom mungkin monoklonal atau poliklonal. Nodul banyak dipelajari dalam gondok multinodular sebenarnya bisa monoklonal, bahkan dalam pengaturan variasi fenotipik histologis ditandai. Munculnya histologis dari gondok multinodular bisa sangat bervariasi dan bisa melibatkan kehadiran berukuran normal folikel, microfollicles, atau macrofollicles, semua hidup bersama dalam kelenjar yang sama. Secara aktif berkembang biak sel-sel folikel dapat diamati dalam beberapa folikel tiroid, sehingga proyeksi intraluminal pemula, sedangkan sel lain dalam folikel yang sama tampaknya di fase istirahat. Sebaliknya, beberapa folikel menunjukkan penampilan yang lebih seragam sel. Periode bolak pertumbuhan aktif dan diam tampaknya terjadi dalam gondok. Area perdarahan segar dan lama dengan kalsifikasi juga sesekali hadir. PengobatanPerawatan Medis Terapi optimal untuk pengobatan gondok nodular toksik (TNG) masih controversial. pasien yang telah mandiri berfungsi nodul harus diperlakukan pasti dengan yodium radioaktif atau operasi. Clinical ahli endokrin telah merilis pedoman untuk pengelolaan hipertiroid dan penyebab lain tirotoksikosis, termasuk penggunaan yodium radioaktif atau operasi untuk mengobati gondok multinodular beracun.Pasien dengan hipertiroidisme subklinis harus dipantau ketat untuk penyakit terbuka. Beberapa menyarankan bahwa pasien tua, wanita dengan osteopenia, dan pasien dengan faktor risiko fibrilasi atrium harus dirawat, bahkan mereka yang memiliki penyakit subklinis. Farmakoterapi - anti-tiroid obat dan beta blocker digunakan untuk kursus singkat dalam pengobatan TNG, mereka adalah penting dalam memberikan eutiroid pasien dalam persiapan untuk radioiod atau operasi dan dalam mengobati hipertiroidisme sementara menunggu respon klinis penuh untuk radioiod. Pasien dengan penyakit subklinis pada risiko tinggi komplikasi (misalnya, fibrilasi atrium, osteopenia) dapat diberikan uji coba methimazole dosis rendah (5-15 mg / hari) atau beta blockers dan harus dipantau untuk perubahan gejala atau untuk perkembangan penyakit yang membutuhkan pengobatan definitif. Thioamides - Peran terapi dengan thioamides (misalnya, PTU, methimazole) adalah untuk mencapai euthyroidism sebelum pengobatan definitif dengan baik pembedahan atau terapi radioiod. Data menunjukkan bahwa pasien pra-perawatan menurun menanggapi radioiod. Rekomendasi umum adalah untuk menghentikan agen antitiroid setidaknya 4 hari sebelum terapi radioiodine untuk memaksimalkan efek radioiod. Beta-adrenergik antagonis reseptor - Obat ini tetap berguna dalam pengobatan gejala tirotoksikosis, mereka dapat digunakan sendiri pada pasien dengan tirotoksikosis ringan atau bersama dengan thioamides untuk pengobatan penyakit yang lebih parah. http://emedicine.medscape.com

4. STRUMA MULTINODULERDefInisi Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti tiritosikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit tyroid noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut struma .

EmbriologiKelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan (De Jong & Syamsuhidayat, 1998). Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang letaknya abnormal, seperti persisten duktud tyroglossus, tyroid servikal, tyroid lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk tyroid substernal. Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar tyroid, merupakan asal sel-sel parafolikular atau sel C, yang memproduksi kalsitonin.(IPD I). Kelenjar tyroid janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan intrauterin.

AnatomiKelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan fascia prevertebralis. Didalamruang yang sama terletak trakhea, esofagus, pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tyroid.Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid atau tidak.Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari a. Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem venanya berasal dari pleksus perifolikular.Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan ke nl. Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl. Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini penting untuk menduga penyebaran keganasan.

HistologiPada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500 m. Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah membran basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk membentuk lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin (BM 650.000)

Fisiologi Hormon TyroidKelenjar tyroid menghasilkan hormon tyroid utama yaitu Tiroksin (T4). Bentuk aktif hormon ini adalah Triodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tyroid. Iodida inorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tyroid. Iodida inorganik mengalami oksidasi menjadi bentuk organik dan selanjutnya menjadi bagian dari tyrosin yang terdapat dalam tyroglobulin sebagai monoiodotirosin (MIT) atau diiodotyrosin (DIT). Senyawa DIT yang terbentuk dari MIT menghasilkan T3 atau T4 yang disimpan di dalam koloid kelenjar tyroid. Sebagian besar T4 dilepaskan ke sirkulasi, sedangkan sisanya tetap didalam kelenjar yang kemudian mengalami diiodinasi untuk selanjutnya menjalani daur ulang. Dalam sirkulasi, hormon tyroid terikat pada globulin, globulin pengikat tyroid (thyroid-binding globulin, TBG) atau prealbumin pengikat tiroksin (Thyroxine-binding pre-albumine, TPBA) (.

Metabolisme T3 dan T4Waktu paruh T4 di plasma ialah 6 hari sedangkan T3 24-30 jam. Sebagian T4 endogen (5-17%) mengalami konversi lewat proses monodeiodonasi menjadi T3. Jaringan yang mempunyai kapasitas mengadakan perubahan ini ialah jaringan hati, ginjal, jantung dan hipofisis. Dalam proses konversi ini terbentuk juga rT3 (reversed T3, 3,3,5 triiodotironin) yang tidak aktif, yang digunakan mengatur metabolisme pada tingkat seluler.Pengaturan faal tiroid :Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid : 1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi2. TSH (thyroid stimulating hormone)Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon meningkat3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback). Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat hipofisis. Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan hipifisis terhadap rangsangan TSH. 4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri. Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid

Efek metabolisme Hormon Tyroid : 1. Kalorigenik2. Termoregulasi 3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik, tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah. Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan fosfolipid meningkat.6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati, tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi diare, gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme. Klasifikasi StrumaPembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan)Menurut American society for Study of Goiter membagi :1. Struma Non Toxic Diffusa 2. Struma Non Toxic Nodusa3. Stuma Toxic Diffusa4. Struma Toxic NodusaIstilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.1. Struma non toxic nodusa Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-gejala hipertiroid. Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : 1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan hypothyroidism dan cretinism.2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada preexisting penyakit tiroid autoimun 3. Goitrogen : Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone, aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara. Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis, lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet, singkong, dan goitrin dalam rumput liar.4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon kelejar tiroid 5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna 2. Struma Non Toxic DiffusaEtiologi : 1. Defisiensi Iodium2. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis3. Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium, dengan penurunan pelepasan hormon tiroid.4. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi hipofisis terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-stimulating immunoglobulin5. Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam biosynthesis hormon tiroid.6. Terpapar radiasi7. Penyakit deposisi8. Resistensi hormon tiroid 9. Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)10. Silent thyroiditis11. Agen-agen infeksi12. Suppuratif Akut : bacterial13. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit14. Keganasan Tiroid 2. Struma Toxic Nodusa Etiologi : 1. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T42. Aktivasi reseptor TSH 3. Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G4. Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1), insulin like growth factor-1, epidermal growth factor, dan fibroblast growth factor. 4. Struma Toxic DiffusaYang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab pastinya Patofisiologi :Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis, seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar tiroid, akan menyebabkan struma nodusa Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin

Diagnosis Dan PenatalaksanaanDiagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan keterangan lainnya, yaitu morfologi dan faal struma.Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis yang diketahui dengan palpasi atau auskultasi :1. Bentuk kista : Struma kistik Mengenai 1 lobus Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan Kadang Multilobaris Fluktuasi (+)2. Bentuk Noduler : Struma nodusa Batas Jelas Konsistensi kenyal sampai keras Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa adenocarcinoma tiroidea

3. Bentuk diffusa : Struma diffusa batas tidak jelas Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa Tampak pembuluh darah Berdenyut Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa Kelejar getah bening : Para trakheal dan jugular veinDari faalnya struma dibedakan menjadi : 1. Eutiroid2. Hipotiroid3. HipertiroidBerdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi : 1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid2. Toksik : HipertiroidPemeriksaan Fisik :Status Generalis :1. Tekanan darah meningkat2. Nadi meningkat3. Mata : Exopthalmus Stelwag Sign : Jarang berkedip Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut bulbus okuli waktu melihat ke bawah Morbus Sign : Sukar konvergensi Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi Ressenbach Sign : Temor palpebra jika mata tertutup4. Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus5. Jantung : TakikardiStatus Lokalis :1. Inspeksi Benjolan Warna Permukaan Bergerak waktu menelan2. Palpasi Permukaan, suhu Batas : Atas : Kartilago tiroidBawah : incisura jugularisMedial : garis tengah leherLateral : M. Sternokleidomastoideus

STRUMA NON TOKSIKStruma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid, tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan simetri atau nodular.Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma nodosa non-toksik. Struma nodosa atau adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium. Biasanya tiroid sudah mlai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada wanita usia lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai bentuk involusi. Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan foto Roentgen polos (trakea pedang). Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernapasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspirator.

Manifestasi klinisStruma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal:1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin, nodul hangat, dan nodul panas.3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas) (Noer, 1996). Gejala penekanan ini data juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras (Tim penyusun, 1994). Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam nodul Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya suara parau. Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil. Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase karsinoma tiroid pada kranium (Tim penyusun, 1994).DiagnosisAnamnesa sangatlah pentinglah untuk mengetahui patogenesis atau macam kelainan dari struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah penderita dari daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita (struma endemik). Apakah sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis). Apakah ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma tiroid tipe meduler).Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai :1. jumlah nodul2. konsistensi3. nyeri pada penekanan : ada atau tidak4. pembesaran gelenjar getah beningInspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian depan bawah yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah. Diperhatikan kulit di atasnya apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk penderita dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita.Pada palpasi harus diperhatikan : lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan atau keduanya) ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam sentimeter) konsistensi mobilitas infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin ada bagian yang masuk ke retrosternal)Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun pada umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya keras sampai sangat keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah satu nodul tersebut lebih menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya.Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher, umumnya metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler .Pemeriksaan penunjang meliputi :1. Pemeriksaan sidik tiroidHasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi, dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik tiroid dibedakan 3 bentuk : nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya. Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih. Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG : kista adenoma kemungkinan karsinoma tiroiditis3. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar, pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah interpretasi oleh ahli sitologi.4. TermografiMetode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan. Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9o C dan dingin apabila o C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa pada yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitif dan spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.

5. Petanda TumorPada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg) serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak rataa-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.

PenatalaksanaanIndikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah (tim penyusun, 1994) :1. keganasan2. penekanan3. kosmetikTindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher funsional atau deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :1. inoperabel2. kontraindikasi operasi3. ada residu tumor setelah operasi4. metastase yang non resektabelHormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen juga sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.Preparat : Thyrax tabletDosis : 3x75 Ug/hari p.o

STRUMA TOKSIKStruma difus toksik (Graves Disease)Graves disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Graves terjadi akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang merangsangsang aktivitas tiroid itu sendiri Manifestasi klinisPada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal. Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri- ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan (Price dan Wilson, 1994). Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun, sering disertai dengan nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan konvergensi. Jaringan orbita dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh limfosit, sel mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoltalmoa (proptosis bola mata), okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler

DiagnosisSebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang cermat untuk membantu menetapkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada kehamilan pembesaran tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating Hormone sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4) meningkat.

PenatalaksanaanTujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).1. Obat antitiroidIndikasi :1. terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang dan tirotoksikosis.2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat yodium aktif.3. Persiapan tiroidektomi4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia5. Pasien dengan krisis tiroid

Obat antitiroid yang sering digunakan :ObatDosis awal (mg/hari)Pemeliharaan (mg/hari)

Karbimazol30-605-20

Metimazol30-605-20

Propiltourasil300-6005-200

2. Pengobatan dengan yodium radioaktifIndikasi :1. pasien umur 35 tahun atau lebih 2. hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi 3. gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid4. adenoma toksik, goiter multinodular toksik2. OperasiTiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi :1. pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons terhadap obat antitiroid.2. pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat antitiroid dosis besar3. alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima yodium radioaktif4. adenoma toksik atau struma multinodular toksik5. pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul

Struma nodular toksikStruma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummers disease Paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular kronik.

Manifestasi klinisPenderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah, dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan pembesaran tiroid difus pada pasien penyakit Graves. Penderita goiter nodular toksik mungkin memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian, tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada penyakit Graves Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa goiter terletak di retrosternal DiagnosisDiagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan didukung oleh tingkat TSH serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang meningkat. Antibodi antitiroid biasanya tidak ditemukan (Sadler et al, 1999)PenatalaksanaanTerapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves. Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan (Sadler et al, 1999)

TABEL KESIMPULAN DIFFERENTIAL DIAGNOSISPENYAKITWanita 34 tahunBB Jantung berdebarGelisahMata perih

Graves disease : 5 : 130 40 th

DM tipe 1 = Semua umur-

Struma multinoduler : 3-4 : 1Semua umur

Adenoma Toksik > > 40th

Kesimpulan kami pasien menderita Graves disease.

7. Pencegahan dan Edukasi:Konsumsi iodium Iodium dapat ditemukan di garam beriodium, seafood, roti, produk susu, tanaman yang ditanam di tanah dengan iodium tinggi dan hewan yang diberi asupan makanan tersebut.Diberikan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya konsumsi iodium. Karena defisiensi dari iodium sendiri dapat menyebabkan berbagai macam gangguan misalnya dapat terjadi pembesaran kelenjar tiroid, gangguan pertumbuhan pada anak dan tirotoksikosis. Juga diberikan punyuluhan kepada Wanita Usia Subur (WUS) mengenai pentingnya mengkonsumsi iodium sebagai calon ibu agar bayi yang terlahir nantinya terhindar dari kelainan dan kecacatan. Penyuluhan dapat dilakukan di tingkat rumah tangga, institusi pendidikan, tempat-tempat umum, tatanan organisasi dan kemasyarakatan. Juga diberikan pengetahuan kepada penderita hipertensi untuk mengurangi konsumsi garam berlebihan dengsn dosis standar SNI yaitu 30-80 ppm.

Pengelolaan DM1. perencanaan makanmakanan komposisi seimbang karbohidrat 55-60%; protein 10-15%; lemak 20-25%;serat 25gr/hr; kolesterol