Skrining Kanker Serviks dengan Metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) Adatya stevani paulins P 102010253 Maulana Malik Ibrahim 102011158 Muhammad Hasa Narej 102011450 Roswita Arliani 102012049 Teo Wijaya 102012121 Tiffany Cindy Claudia 102012197 Egidius Ian Andrian 102012346 Tiffany 102012368 Ninanda Widakdo 102012469 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Skrining Kanker Serviks dengan Metode Inspeksi
Visual Asam Asetat (IVA)
Adatya stevani paulins P 102010253
Maulana Malik Ibrahim 102011158
Muhammad Hasa Narej 102011450
Roswita Arliani 102012049
Teo Wijaya 102012121
Tiffany Cindy Claudia 102012197
Egidius Ian Andrian 102012346
Tiffany 102012368
Ninanda Widakdo 102012469
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510
I. Pendahuluan
1
Kanker serviks merupakan penyakit kanker pada perempuan yang menimbulkan
kematian terbanyak akibat penyakit kanker terutama di negara berkembang. Diperkirakan
dijumpai kanker serviks baru sebanyak 500.000 orang di seluruh dunia dan sebagian besar
terjadi di negara berkembang. Salah satu penyebabnya adalah karena infeksi Human
Papilloma Virus (HPV) yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks. Banyak
penelitian dengan studi kasus control dan kohort didapatkan risiko relative hubungan antara
infeksi HPV dan kanker serviks antara 20 sampai 70. Infeksi HPV merupakan penyakit
menular seksual yang utama pada populasi, dan estimasi terjangkit berkisar 14-20% pada
negara di Eropa sampai 70% di Amerika Serikat, atau 95% di populasi di Afrika. Terdapat
factor risiko yang berhubungan dengan kanker serviks adalah aktivitas seksual pada usia
muda (<16 tahun), hubungan seksual dengan multipartner, menderita HIV, dan wanita
perokok. Tanda kanker serviks biasanya asimptomatik, tanda yg tidak spesifik seperti secret
vagina yang agak berlebihan dan kadang disertai dengan bercak perdarahan. Gejala umumnya
berupa perdarahan pervaginam (pasca senggama, diantara haid) dan keputihan. Pada penyakit
lanjut keluhan berupa keluar cairan pervaginam yang berbau busuk, nyeri panggul, nyeri
pinggang dan pinggul, sering berkemih, BAB dan BAK yang sakit. Gejala penyakit yang
residif berupa nyeri pinggang, edema kaki unilateral, dan obstruksi ureter.1
II. Pembahasan
Sampai saat ini kanker mulut rahim masih merupakan masalah kesehatan perempuan
di indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka kematiannya yang tinggi.
Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status sosial
ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana, jenis
histopatologi dan derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan prognosis dari penderita.
Di negara maju, angka kejadian dan angka kematian kanker mulut rahim telah menurun
karenan suksesnya program deteksi dini. Akan tetapi, secara umum kanker mulut rahim
menempati posisi kedua terbanyak pada keganasan wanita (setelah kanker payudara)
diperkirakan diderita oleh 500.000 wanita tiap tahunnya. Di Indonesia, diperkirakan 40 ribu
kasus baru kanker mulut rahin ditemukan setiap tahunnya. Di rumah sakit Dr. Cipto
mangunkusumo, frekuensi kanker serviks 76,2% di antara kanker ginekologik. Dari data 17
2
rumah sakit di jakarta tahun 1977 kanker serviks menduduki urutan pertama yaitu 432 kasus
di antara 918 kanker pada perempuan.2
A. Epidemiologi
Kanker serviks merupakan jenis kanker terbanyak kedua pada wanita dan menjadi
penyebab lebih dari 250.000 kematian pada tahun 2005. Kurang lebih 80% kematian tersebut
terjadi di negara berkembang. Tanpa prenatalaksanaan yang adekuat, diperkirakan kematian
akibat kanker serviks akan meningkat 25% dalam sepuluh tahun mendatang. Di Indonesia
yang berpenduduk sekitar 220 juta jiwa, terdapat sekitar 52 juta perempuan yang terancam
kanker serviks. Selama dekade terakhir ini insidens penyakit menular seksual cukup cepat
meningkat di berbagai negeri di dunia. Banyak laporan mengenai penyakit ini, tetapi angka-
angka yang dilaporkan tidak menggambarkan angka yang sesungguhnya. Hal tersebut
disebabkan antara lain oleh banyaknya kasus yang tidak dilaporkan, karena belum ada
undang-undang yang mengharuskan melaporkan setiap kasus baru yang ditemukan, system
laporan belum seragam, banyak kasus asimptomatik terutama wanita, pengontrolan belum
berjalan baik, dan fasilitas diagnostic yang ada sekarang ini kurang sempurna sehingga
seringkali terjadi salah diagnosis dan penanganannya.3
Faktor etiologi
Faktor etiologi yang perlu mendapat perhatian adalah infeksi human pavilloma virus
(HPV). HPV tipe 16, 18,31,33,35,45,51,52,56 dan 58 sering ditemukan pada kanker dan lesi
prakanker. Infeksi virus papiloma sering terdapat pada wanita yang aktif secara seksual.3
Faktor risiko
Perilaku seksual
Dari studi epidemiologi, kanker serviks skuamosa berhubungan kuat dengan perilaku
seksual, seperti berganti-ganti mitra seks dan usia melakukan hubungan seks yang pertama.
Risiko meningkat lebih dari sepuluh kali bila mitra seks enam atau lebih, atau bila hubungan
seks pertama di bawah umur 15 tahun. Risiko akan meningkat apabila hubungan dengan pria
3
berisiko tinggi mengidap kandiloma akuminatum. Pria berisiko tinggi adalah pria yang
melakukan hubungan seks dengan banyak mitra seks.3
Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dihisap sebagai
rokok/sigaret maupun yang dikunyah.Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic
hydrocarbons heterocyclic amine yang sangat karsinogenik dan mutagen, sedangkan bila
dikunyah ia menghasilkan nitrosamine. Bahan yang berasal dari tembakau yang dihisap
terdapat pada getah serviks wanita perokok dan dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus. Ali
dkk bahkan membuktikan bahwa bahan-bahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan DNA
epitel serviks sehingga mengakibatkan neoplasma serviks.3
Nutrisi
Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat
mencegah kanker.Dari beberapa penellitian, ternyata defisiensi terhadap asam folat, vitamin
C, E, beta karotin/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks.3
Perubahan sistem imun
Perubahan sistem imun dihubungkan dnegan meningkatnya risiko terjadinya
karsinoma serviks invasive.Hal ini dihubungkan dengan penderita yang terinfeksi dengan
human immunodeficiency virus (HIV) meningkatkan angka kejadian kanker serviks
prainvasif dan invasive.3
B. Program IVA di puskesmas
Pemeriksaan IVA dapat dilakukan oleh tenaga perawat yang sudah terlatih, oleh
bidan, dokter umum atau oleh dokter spesialis. Adapun pelatihannya, telah ada kesepakatan
antara pihak yang berpengalaman dan berkecimpung dalam kegiatan pelatihan deteksi dini
dengan metode IVA ini, hingga disepakati IVA selama 5 (lima) hari. Dua hari untuk
4
pembekalan teori dan juga “dry workshop”. Adapun tiga hari untuk pelatihan di klinik dan di
lapangan bersifat “wet workshop” dalam artian latihan dengan memeriksa langsung pada
klien. Sangat disarankan setelah pelatihan tersebut tetap dilanjutkan dengan pendamping atau
supervisi, hingga dapat dicapai suatu kemampuan yang dinilai kompeten jika personil yang
bersangkutan telah melakukan pemeriksaan pada 100 orang klien dan mendapatkan 3 hasil
pemeriksaan yang positif dan benar. (laporan hasil loka karya penanggulangan kanker rahim
balikpapan, 25 juli 2008).3
Skrining dan deteksi penyakit dalam populasi
Misi epidemiologi adalah untuk menunjang program kesehatan masyarakat. Tujuan
ahli epidemiologi adalah untuk memahami kausalitas dan hubungan penyakit sehingga
program pengendalian penyakit, pencegahan dan program perlindungan dapat dikembangkan
dan diterapkan untuk melindungi populasi. Program skrining merupakan salah satu alat yang
digunakan untuk mencapai misi dan sasaran epidemiologi tersebut. Program skrining dapat
dilakukan secara pasif seperti pemeriksaan mata disekolah dasar atau secara ambisius seperti
skrining multifase yang diadakan di mal perbelanjaan atau bazar kesehatan. Skrining
didefinisikan sebagai pelaksanaan prosedur sederhana dan cepat untuk mengidentifikasi dan
memisahkan orang yang tampaknya sehat, tetapi kemungkinan berisiko terkena penyakit, dari
mereka yang mungkin tidak terkena penyakit tersebut. Skrining dilakukan untuk
mengidentifikasi mereka yang diduga mengidap penyakit sehingga mereka dapat dikirim
untuk menjalani pemeriksaan medis dan studi diagnostik yang lebih pasti. Skrining multifase
adalah penggunaan suatu kombinasi tes dan diagnostik yang dilakukan secara berurutan oleh
tekhnisi dibawah arahan medis terhadap sekelompok besar orang yang sehat. Skrining
multifase menggunakan serangkaian tes skrining tersebut sebagai upaya pencegahan untuk
mengidentifikasi penyakit atau kondisi apa pun pada populasi yang kelihatannya sehat.4
Skrining terkadang dipertukarkan maknanya dengan diagnosis, tetapi skrining itu
sendiri merupakan prekursor untuk diagnosis. Tes skrining, seperti tes penglihatan,
pengukuran tekanan darah, pap smears, pemeriksaan darah, dan x-rays dada dilakukan pada
kelompok besar atau populasi. Tes skrining memiliki titik potong yang digunakan untuk
menentukan mana orang yang berpenyakit dan mana yang tidak. Diagnosis diberikan kepada
pasien secara perorangan oleh dokter atau institusi perawatan kesehatan berkualitas lainnya.
Diagnosis selain menggunakan hasil tes, juga melibatkan evaluasi tanda dan gejala, dan
mungkin melibatkan penilaian yang subjektif berdasarkan pengalaman dokternya. Diagnosis
5
adalah hak prerogatif dokter. Tes skrining dapat dilakukan oleh tekhnisi medis di bawah
pengawasan dokter. Skrining tidak ditujukan untuk menyaingi diagnosis, tetapi lebih sebagai
proses yang digunakan untuk mendeteksi kemungkinan suatu kondisi penyakit sehingga
dapat dirujuk untuk diagnosis. Diagnosis tidak hanya memperkuat atau menyanggah tes
skrining, tetapi juga dapat membantu menetapkan validitas, sensitivitas, dan spesifisitas uji.4
Test skrining dapat dilakukan dengan cara :
Pertanyaan/kuesioner
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Laboratorium
X-ray, termasuk diagnostic imaging
Jenis penyakit yang tepat untuk skrining :
Merupakan penyakit yang serius
Pengobatan sebelum gejala muncul harus lebih untung dibandingkan setelah gejala
muncul
Prevalensi penyakit pre klinik harus tinggi pada populasi yang diskrining
Syarat – syarat skrining :
Penyakit harus merupakan masalah kesehatan yang penting
Harus ada cara pengobatan yang efektif
Tersedia fasilitas pengobatan dan diagnosis
Diketahui stadium prepatogenesis dan pathogenesis
Test harus cocok, hanya mengakibatkan sedikit ketidaknyamanan, dapat diterima oleh
masyarakat
Telah dimengerti riwayat alamiah penyakit
Harus ada Policy yang jelas
Biaya harus seimbang, biaya skrining harus sesuai dengan hilangnya konsekuaensi
kesehatan
Macam-macam skrining
Mass screening adalah screening secara masal pada masyarakat tertentu
6
Selective screening adalah screening secara selektif berdasarkan kriteria tertentu,
contoh pemeriksaan ca paru pada perokok; pemeriksaan ca servik pada wanita yang
sudah menikah
Case finding screening adalah upaya dokter/tenaga kesehatan untuk menyelidiki
suatu kelainan yang tidak berhubungan dengan keluhan pasien yang datang untuk
kepentingan pemeriksaan kesehatan
Single disease screening adalah screening yang dilakukan untuk satu jenis penyakit
Multiphasic screening adalah screening yang dilakukan untuk lebih dari satu jenis
penyakit contoh pemeriksaan IMS; penyakit sesak nafas
Pertimbangan program skrining
Wilson dan junger menetapkan beberapa hal yang harus dipertimbangkan ahli
epidemiologi saat merencanakan dan melaksanakan program skrining. Dari sudut pandang
ksehatan masyarakat, skrining paling efektif jika dapat mencapai sebagian besar populasi.4
Berikut faktor yang perlu dipertimbangkan ketika merencanakan program skrining
untuk kelompok populasi yang besar :
a. Penyakit atau kondisi yang sedang diskrining harus merupakan masalah medis utama
b. Pengobatan yang dapat diterima harus tersedia untuk individu berpenyakit yang
terungkap saat proses skrining dilakukan.
c. Harus tersedia akses ke fasilitas dan pelayanan perawatan kesehatan untuk diagnosis
dan pengobatan lanjut penyakit yang ditemukan
d. Penyakit harus memiliki perjalanan yang dapat dikenali, dengan keadaan awal dan
lanjutannya yang dapat diidentifikasi
e. Harus tersedia tes atau pemeriksaan yang tepat dan efektif untuk penyakit
f. Tes dan proses uji harus dapat diterima oleh masyarakat umum
g. Riwayat alami penyakit atau kondisi harus cukup dipahami, termasuk fase reguler dan
perjalanan penyakit, dengan periode awal yang dapat diidentifikasi melalui uji.
h. Kebijakan, prosedur, dan tingkatan uji harus ditentukan untuk menentukan siapa yang
harus dirujuk untuk pemeriksaan, diagnosis dan tindakan lebih lanjut.
i. Proses harus cukup sederhana sehingga sebagian besar kelompok mau berpartisipasi
j. Skrining jangan dijadikan kegiatan sesekali saja, tetapi harus dilakukan dalam proses
yang teratur dan berkelanjutan.4
7
C. Jenis-jenis skrining pada kanker serviks
Ada beberapa metode skrinning yang dapat digunakan, tergantung dari ketrsediaan
sumber daya. Metode skrining yang baik memiliki beberapa persyaratan, yaitu akurat, dapat
diulangi (reproducible), murah, mudah dikerjakan dan ditindak-lanjuti, akseptabel, serta
aman. Beberapa metode yang diakui WHO adalah sebagai berikut.5
1. Metode sitologi
1. Tes pap konvensional
Tes pap atau pemeriksaan sitology diperkenalkan oleh dr. George papanicolau
sejak tahun 1943. Sejak tes ini dikenal luas, kejadian kanker leher Rahim di Negara-
negara maju menurun drastic. Pemeriksaan ini merupakan suatu prosedur
pemeriksaan yang mudah, murah dan non-invasif. Beberapa penulis melaporkan
sensitivitas pemeriksaan ini berkisar antara 78%-93%, tetapi pemeriksaan ini tak luput
dari hasil positif palsu sekitar 15-37% dan negative palsu 7-40%. Sebagian besar
kesalahan tersebut disebabkan oleh pengambilan sediaan yang tidak adekuat,
kesalahan dalam proses pembuatan sediaan dan kesalahan interpretasi.5
2. Pemeriksaan sitology cairan (liquid base cytology/LBC)
Dikenal juga dengan thin prep atau monolayer. Tujuan metode ini adalah
mengurangi hasil negative palsu dari pemeriksaan tes pap konvensional dengan cara
optimalisasi tekhnik koleki dan preparasi sel. Pada pemeriksaan ini sel dikoleksi
dengan sikat khusus yang dicelupkan ke dalam tabung yang sudah berisi larutan
fiksasi. Keuntungan pengunaan tekhnik monolayer ini adalah sel abnormal lebih
tersebar dan mudah tertangkap dengan fiksasi monolayer sehingga mudah dikenali.
Kerugiannya adalah butuh waktu yang cukup lama untuk pengolahan slide dna biaya
yang lebih mahal.5
2. Metode pemeriksaan DNA-HPV
Deteksi DNA HPV dapat dilakukan dengan metode hibridisasi berbagai cara mulai
cara southern blot yang dianggap sebagai baku emas, filter in situ, dot blot, hibridisasi in situ
yang memerlukan jaringan biopsy, atau dengan cara pembesaran sepertyi PCR (polymerase
chain reaction) yang amat sensitive.5
3. Metode inspeksi visual
8
a. Inspeksi visual dengan lugol iodin (VILI)
b. Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA)
Selain dua metode visual ini, dikenal juga metode visual kolposkopi dan servikografi
Setiap metode skrinning mempunyai sensitifitas dan spesifisitas berbeda. Sampai saat ini
belum ada metode yang ideal dimana sensitivitas dan spesifisitas 100% (absolut). Oleh
karena itu, dalam pemeriksaan skrinning, setiap wanita harus mendapat penjelasan dahulu
(informed consent).5
Sensitivitas dan spesifisitas: uji validitas
Sensitivitas adalah kemampuan suatu uji untuk mengidentifikasi dengan benar mereka
yang terkena penyakit- presentase mereka yang terkena penyakit dan terbukti terkena
penyakit seperti yang diperhatikan melalui uji. Sensitivitas memperlihatkan proporsi orang
yang benar-benar sakit dalam suatu populasi yang menjalani skrining dan teridentifikasi
secara tepat terkena penyakit melalui tes skrining.5